Sikap Dokter dalam Mengatasi Masalah Sesama Rekan
SejawatYahya Iryianto Butarbutar
102012270
E1
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 06 Jakarta Barat
yahyaseinz @ g mail.com
Pendahuluan
Sebagai seorang dokter, dalam mejalankan tugasnya harus juga memperhatikan etika
maupun bietik yang ada dalam peraturan. Salah satunya seperti yang ada dalam sumpah dokter di
mana dikatakan bahwa setelah menjadi dokter, maka sesama dokter merupakan teman sejawat
kita yang kita anggap sebagai saudara kandung. Sebagai saudara kandung mempunyai makna
yang luas, diantaranya adalah kita jangan saling menjatuhkan ataupun menjelekan sesama
sejawat.
Namun dalam kenyataannya saat ini tidak banyak juga dokter yang mulapakn sumpahnya
dan saling menjatuhkan rekan sejawat nya, salah satu contohnya yaitu dengan mengambil alih
pasien, dengan sengaja mengarahkan pasien agar berpikir bahwa dokter sebelumnya telah
melakukan tindakan yang mengarah ke tindakan malpaktek ataupun kelalaian.
Tindakan seperti ini sangatlah tidak pantas dilakukan oleh seorang praktisi kesehatan
apalagi oleh seorang dokter. Dokter harus kembali mengingat akan sumpahnya dan bagaimana
kode etik serta bioetik yang mengatur setiap tindakannya baik terhdap pasien maupun terhadap
rekan sejawat.
1
Pembahasan
Scenario kasus
Seorang pasien bayi di bawa orangtuanya datang ke tempat praktek dokter A, seorang dokter
anak. Ibu pasien bercerita bahwa ia adalah seorang pasien obgyn dokter B sewaktu melahirkan,
dana naknya dirawat oleh dokter anak C. baik dokter B maupun dokter C tidak pernah
mengatakan bahwa anaknya menderita penyakit atau cedera sewaktu lahir dan dirawat disana.
Sepuluh hari pasca lahir orang tua menemukan benjolan di pundak kanan bayi.
Setelah diperiksa oleh dokter anak A dan pemeriksaan radiologi sebagai penunjangnya, pasien
dinyatakan menderita fraktur klavikula kanan yang sudah terbentuk kalus. Kepada dokter A
mereka meminta kepastian apakah benar terjadi patah tulang klavikula, dan kapan kira-kira
terjadinya. Bila benar bahwa patah tulang tersebut terjadi sewaktu kelahiran, mereka akan
menuntut dokter B karena telah mengakibatkan patah tulang dan C karena telah lalai tidak dapat
mendiagnosanya. Mereka juga menduga bahwa dokter C kurang kompeten sehingga ia merawat
anaknya ke dokter A saja. Dokter A berpikir apa yang sebaiknya ia katakan..
Kaidah dasar bioetik
o Prinsip Beneficence
Dalam arti prinsip bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat manusia,
dokter tersebut juga harus mengusahakan agar pasiennya dirawat dalam keadaan kesehatan.
Dalam suatu prinsip ini dikatakan bahwa perlunya perlakuan yang terbaik bagi pasien.
Beneficence membawa arti menyediakan kemudahan dan kesenangan kepada pasien mengambil
langkah positif untuk memaksimalisasi akibat baik dari pada hal yang buruk. Tindakan berbuat
baik (beneficence) :
General beneficence :
o melindungi & mempertahankan hak yang lain
o mencegah terjadi kerugian pada yang lain,
o menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain,
Specific beneficence :
o menolong orang cacat,
2
o menyelamatkan orang dari bahaya.
o Mengutamakan kepentingan pasien
Ciri – ciri Beneficence :
1) Mengutamakan altruisme (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2) Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3) Memandang pasien/ keluarga/ sesuatu tidak hanya sejauh menguntungkan dokter
4) Mengusahakan agar kebaikan/ manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan
keburukannya
5) Paternalisme bertanggungjawab/ berkasih sayang
6) Menjamin kehidupan-baik-minimal manusia
7) Pembatasan “goal based”
8) Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/ preferensi pasien
9) Minimalisasi akibat buruk
10) Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11) Meghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12) Tidak menarik honorium di luar kepantasan
13) Maksimalisasi kepuasan tertinggin secara keseluruhan
14) Mengembangkan profesi secara terus menerus
15) Memberikan obat berkhasiat namun murah
16) Menerapkan Golden Rule Principle
o Prinsip Otonomi
Dalam prinsip ini seorang dokter menghormati martabat manusia. Setiap individu harus
diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak menentukan nasib diri sendiri. Dalam hal ini
pasien diberi hak untuk berfikir secara logis dan membuat keputusan sendiri. Autonomy
bermaksud menghendaki, menyetujui, membenarkan, membela, dan membiarkan pasien demi
dirinya sendiri. Autonomy pasien harus dihormati secara etik dan di sebagian besar negara
dihormati secara legal. Akan tetapi ini membutuhkan seorang pasien yang dapat berkomunikasi
untuk dapat menyetujui atau menolak tindakan medik. Informed consent mensyaratkan, bahwa
pasien dapat menerima dan memahami informasi yang akurat tentang kondisi pasien dan
3
prognosis, jenis tindakan medik yang diusulkan tindakan alternatif lainnya serta resiko dan
manfaat dari tindakan medis tersebut.
Autonomy mempunyai ciri – ciri :
1) Menghargai hak menentukan nasib sendiri, meghargai martabat pasien
2) Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (pada kondisi elektif)
3) Berterus terang
4) Menghargai privasi
5) Menjaga rahasia pasien
6) Menghargai rasionalitas pasien
7) Melaksanakan informed consent
8) Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9) Tidak mengintervensi atau menghalangi autonomi pasien
10) Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam membuat keputusan, termasuk
keluarga pasien sendiri
11) Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non emergensi
12) Tidak berbohong kepada pasien meskipun demi kebaikan pasien
13) Menjaga hubungan (kontrak)
o Prinsip Non-maleficence
Non-malficence (tidak merugikan) adalah suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak
melakukan perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil
resikonya bagi pasien sendiri. Biasanya kasus non - malafince terjadi pada kasus yang gawat
darurat seperti korban kecelakaan. Pernyataan kuno Fist, do no harm, tetap berlaku dan harus
diikuti. Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal:
- Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu yang penting
- Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut
- Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal).
4
Ciri – ciri Non Malaficence :
1) Menolong pasien emergensi
2) Kondisi untuk menggambarkan kriteria adalah
Pasien dalam keadaan amat bahaya (darurat) atau berisiko kehilangan sesuatu yang
penting (gawat)
Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut
Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
Manfaat bagi pasien lebih banyak daripada kerugian dokter (hanya mengalami risiko
minimal)
3) Mengobati pasien luka
4) Tidak membunuh pasien (tidak melakukan euthanasia)
5) Tidak menghina/ mencaci maki/ memanfaatkan pasien
6) Tidak memandang pasien hanya sebagai obyek
7) Mengobati secara tidak proporsional
8) Tidak mencegah pasien dari bahaya
9) Menghindari misrepresentasi dari pasien
10) Tidak membahayakan kehidupan pasien kerana kelalaian
11) Tidak memberi semangat hidup
12) Tidak melindungi pasien dari serangan
13) Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan/ kerumah-sakitan yang
merugikan pihak pasien/ keluarganya
o Prinsip justice
Keadilan (Justice) adalah suatu prinsip dimana seorang dokter memperlakukan sama rata
dan adil terhadap kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan tingkat ekonomi,
pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial, kebangsaan, dan
kewarganegaraan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Pemikiran tentang
prinsip keadilan meliputi dibuatnya hak – hak untuk menerima sesuatu, persaingan untuk
mendapatkan kepentingan pribadi dan menyeimbangkan tujuan sosial. Maslahnya adalah
seharusnya diperlukan nilai – nilai moral keadilan untuk menyediakan perawatan medis kepada
5
yang memerlukannya, dengan efek yang bermanfaat, karena keadilan diperlukan untuk
mengurangi ketidaksamaan dalam perlakuan yang sering timbul dalam masyarakat.
Justice mempunyai ciri-ciri :
1) Memberlakukan segala sesuatu secara universal
2) Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3) Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4) Menghargai hak sehat pasien (affordability, equality, accessibility, availability, quality)
5) Menghargai hak hukum pasien
6) Menghargai hak orang lain
7) Menjaga kelompok rentan (yang paling merugikan)
8) Tdak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status sosial dll.
9) Tidak melakukan penyalahgunaan
10) Memberikan kontribusi yang relatif sama dengan kebutuhan pasien
11) Meminta partisipasi pasien sesuai dengan kemampuannya
12) Kewajiban mendistribusi keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi) secara adil
13) Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14) Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alasan sah/tepat
15) Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/ gangguan kesehatan
16) Bijak dalam makroalakosi
Kode Etik kedokteran Indonesia
o Dengan teman sejawat
7b. seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien
dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia
ketahui memiliki kekurangan dalam karaklter atau kompetensi, atau yang
melakukan penipuan atau penggelapan dalam menangani pasien
14. Setiap dokter memperlakukan teman sejawat nya sebagaimana ia ingin
diperlakukan
15. Setiap dokter tidak boleh mangambil ahli pasien dari teman sejawat,
kecuali dngan persetujuan atau berdasarkan prosedur medis.
6
o Dengan pasien
7b. seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien
dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia
ketahui memiliki kekurangan dalam karaklter atau kompetensi, atau yang
melakukan penipuan atau penggelapan dalam menangani pasien
7c. seorang dokter harus emnghormati hak-hak pasien, hak-hak
sejawatnya, dan hak tenaga kerja lainnya, dan harus menjaga kepercayaan
pasien.
Hubungan dokter-pasien
Hubungan hukum dokter - pasien adalah hubungan anta subjek hukum dengan subjek
hukum. Dokter sebagai subjek hukum dan pasien sebagai subjek hukum secara sukarela dan
tanpa paksaan saling mengikatkan diri dalam sebuah perjanjian atau kontrak yang disebut
kontrak terapeutik. Dalam hubungan hukum ini maka segala sesuatu yang dilaukan oleh dokter
terhadap pasiennya dalam upaya peyembuhan penyakit pasien adalah merupakan perbuatan
hukum yang kepadanya dapat dimintai petrtanggug jawaban hukum. Mungkin masih banyak
teman sejawat dokter yang melaksanakan tugas profesionalnya, memberikan pelayanan medik
kepada pasien tidak menyadari bahwa perbuatannya adalah sebuah perbuatan hukum. Dalam
benak para teman sejawat tiada lain hanyalah melakukan tindakan profesional kedokteran sesuai
dengan kode etik profesional dan sumpah jabatan dokter, yaitu melakukan tindakan medis,
pengobatatan penyakit dan perawatan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehan
masyarakat yang setinggi-tingginya.5
Hubungan hukum dokter-pasien akan menempatkan dokter dan pasien berada pada
kesejajaran, sehingga setiap apa yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien tersebut harus
melibatkan pasien dalam menentukan apakah sesuatu tersebut dapat atau tidak dapat dilakukan
atas dirinya. Salah satu bentuk kesejajaran dalam hubugan hukum dokter-pasien adalah melalui
informed consent atau persetujuan tindakan medik. Pasien berhak memutuskan apakah menerima
atau menolak sebagian atau seluruhnya rencana tindakan da pengobatan yang akan dilakukan
oleh dokter terhadap dirinya.
Hubungan hukum dokter-pasien menempatkan keduanya sebagai subjek hukum yang
masng-masing pihak mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang harus di hormati.
Dokter sebagai subjek hukum mempunyai kewajiban untuk memenuhi segala sesuatu yang
7
menjadi hak-hak pasien dan sebaliknya pasien mempunyai kewajiban yang sama untuk
memenuhi hak-hak dokter. Pengingkaran atas pelaksanaan kewajiban masing-masing pihak akan
menimbulkan disharmonisasi dalam hubungan hukum tersebut yang dapat berbuntut pada
gugatan atau tuntutan hukum oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan hak-haknya atau
kepentigan-kepentingannya.
Dokter tidak boleh ertindak arogan dan semena-mena atas superioritas yang dimilikinya
atas pasien karena memiliki keahlan dan kecakapan di bidang IPTEK kedokteran dan kesehatan.
sehingga pasien merasa sangat tergantung pada dokter. . Perbuatan seperti itu adalah sebuah
perbuatan melanggar hukum karena tidak menghargai hak-hak pasien dalam perjanjian
terapeutik tersebut.
Hubungan hukum dokter pasien mengacu pada Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur
syarat-syarat sahnya sebuah perjajiajan atau perikatan hukum Syarat-syarat tersebut yaitu antara
lain :
1). Pelaku perjanjian harus dapat bertindak sebagai subjek hukum
2). Perjanjian antara subjek hukum tersebut harus atas dasar sukarela dan tanpa paksaan
3), Perjanjian tersebut memperjanjikan sesuatu di bidang pelayanan kesehatan
4). Perjanjian tersebut harus atas sebab yang halal dan tidak bertentangan dengan hukum.
Dalam penelitian Gibb diungkapkan bahwa semakin sering orang menggunakan perilaku di
sebelah kiri, maka semakin besar kemungkinan komunikasi menjadi defensive. Sebaliknya,
komunikasi defensif berkurang dalam iklim suportif
1. a. Evaluasi
Evaluasi artinya penilaian terhadap orang lain yaitu dengan cara memuji atau mengecam. Dalam
mengevaluasi, kita seringkali mempersoalkan nilai dan motif orang lain. Bila kita menyebutkan
kelemahan dan kekurangan orang lain, maka kita akan melahirkan sikap defensif. Pada evaluasi,
kita sering menggunakan kata sifat (salah, ngawur, bodoh). Kita sering mengevaluasi pada
gagasan dan kinerja orang lain, bukan pada diri sendiri.
8
b. Deskripsi
Deskripsi artinya penyampaian perasaan dan persepsi anda tanpa menilai. Pada deskripsi,
biasanya kita menggunakan kata kerja. Deskripsi dapat terjadi ketika kita sedang meng¬evaluasi
orang lain, tetapi orang merasa bahwa kita meng¬hargai diri mereka.
2. a. Kontrol
Kontrol artinya berusaha untuk mengendalikan bahkan cen¬derung ingin mengubah orang lain
dari sikap, pendapat dan tindakannya. Melakukan kontrol juga berarti ingin menentu¬kan sikap,
pendapat dan tindakan orang lain sesuai dengan yang kita inginkan. Itu berarti kita tidak
menerima sikap, pendapat dan tindakan orang lain. Sehingga kalau terjadi kontrol orang lain
terhadap kita, maka kita ada perasaan menolaknya.
b. Orientasi Masalah
Orientasi masalah berarti mengkomunikasikan keinginan untuk bekerja sama mencari
pemecahan masalah. Kita mengajak orang lain bersama-sama untuk menetapkan tujuan dan
memutuskan bagaimana mencapainya.
3. a. Strategi
Strategi adalah penggunaan cara untuk mempengaruhi orang lain. Kita menggunakan strategi
apabila orang menduga kita mempunyai motif tersembunyi. Kita berkomunikasi dengan
”udang di balik batu”. Apabila orang lain tahu kita melaku¬kan strategi, maka ia akan menjadi
defensif.
b. Spontanitas
Spontanitas artinya sikap jujur, apa adanya dan dianggap tidak memiliki motif yang terpendam.
Apabila kita melaku¬kan spontanitas, maka kita mempunyai iklim suportif.
4. a. Netralitas
Netralitas berarti sikap impersonal dan memperlakukan orang lain tidak sebagai persona,
melainkan sebagai obyek. Ber¬sikap netral bukanlah bersifat obyektif, melainkan menunjuk¬kan
sikap acuh tak acuh dan tidak menghiraukan kelebihan orang lain.
b. Empati
Empati artinya memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosional bagi kita, sebagai
keadaan ketika pengamat bereaksi secara emosional karena ia menanggapi orang lain yang
mengalami emosi. Tanpa empati, orang seakan-akan menjadi mesin yang hampa perasaan dan
tanpa perhatian. Dengan empati, kita akan menumbuhkan iklim yang suportif.
9
5. a. Superioritas
Superioritas artinya kita menunjukkan sikap lebih tinggi atau lebih baik dibanding orang lain
karena status atau kekuasaan atau kekayaan atau kemampuan intelektual (dalam istilah Islam
disebut Takabur). Superioritas akan melahirkan iklim defensif.
b. Persamaan
Persamaan adalah sikap memperlakukan orang lain secara horizontal dan demokratis. Dalam
sikap persamaan, kita tidak mempertegas perbedaan. Maksudnya status boleh jadi ber¬beda
tetapi komunikasi kita tidak vertikal, kita tidak meng¬gurui tetapi berkomunikasi pada tingkat
yang sama. Dengan persamaan, kita mengkomunikasikan penghargaan dan rasa hormat pada
perbedaan pandangan (Dalam istilah Islam disebut Tawadlu’). Kalau kita senantiasa dapat
menciptakan persamaan maka akan timbul iklim yang suportif.
6. a. Kepastian
Orang yang memiliki kepastian bersifat dogmatis, ingin menang sendiri, dan melihat
pendapatnya sebagai kebenaran mutlak yang tidak dapat diganggu gugat. Bersikap kepastian
cenderung mengarah ke iklim defensif.
b. Provisionalisme
Provisionalisme adalah kesediaan untuk meninjau kembali pendapat kita, untuk mengakui bahwa
pendapat manusia adalah tempat kesalahan yaitu siap untuk mengakui dan mengoreksi kesalahan
yang kita perbuat, karena itu wajar juga kalau suatu saat pendapat dan keyakinan kita bisa
berubah. ”Provisonal” dalam bahasa Inggris, artinya bersifat sementara atau menunggu sampai
ada bukti yang lengkap.
Komunikasi antara Dokter dan Teman Sejawat
Seperti yang telah di jelaskandalam posting sebelumnya tentang komunikasi secara
umum dan komunikasi menghadapi pasien, komunikasi dalam kedokteran juga terdapat unsure
komunikasi antar dokter (antar teman sejawat). Komunikasi yang baik antar dokter tidak kalah
penting dengan komunikasi yang baik kepada pasien.
Dapat di lihat bentuk komunikasi atau kerja sama antara dokter dan teman sejawatnya di
lakukan dalam berbagai hal seperti :
Merujuk pasien
Pada pasien rawat jalan, karena alas an kompetensi dokter dan keterbatasan fasilitas pelayanan,
dokter yang merawat harus merujuk pasiennya pada teman sejawatlainnya.
10
Bekerjasama dengan sejawat
Dokter harus memperlakukan teman sejawat tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, ras, usia,
kecacatan, agama, status social atau perbedaan kompetensi yang dapat merugikan hubungan
professional antar sejawat.
Bekerja dalam tim
Asuhan kesehatan selalu di ingatkan melalui kerjasama dalam timmulti disiplin.
Mengatur dokter pengganti
Ketikas eorang dokterberhalangan, dokter tersebut harus menentukan dokter pengganti serta
mengatur proses mengalihkan yang efektif dan komunikatif dengan dokter pengganti.
Mematuhi tugas
Seorang dokter yang bekerja padain stitusi pelayanan atau pendidikan kedokteran harus
mematuhi tugas yang digariskan pimpinan institusi, termasukk sebagaidokterpengganti.
Pendelegasian wewenang
Pendelegasian wewenang kepadaperawat, peseta progrmpen didikan spesialis, mahasiswa
kedokteran dalam hal pengobatan atau perawatanatas namadokter yang merawat, harus
disesuaikan dengan kompetensi dalam melaksanakan prosedur dan terapi yang sesuai dengan
peraturanbaru.
Di dalam komunikasi yang baik terdapat juga etika terhadap teman sejawat yang telah di
canangkan sejak dahulu kala. Hal ini di karenakan paradokter di seluruh dunia mempunyai
kewajiban yang sama. Mereka adalah kawan-kawan seperjuangan yang merupakan satu kesatuan
aksi di bawah panji perikemanusiaan untuk memerangi penyakit, yang merupakan salah satu
pengganggu keselamatan dan kebahagiaan umat manusia. Penemuan dan pengalaman baru
dijadikan milik bersama. Panggilan suci yang menjiwai hidup dan kebahagiaan umat manusia.
Penemuan dan pengalaman baru dijadikan milikbersama. Panggilan suci yang menjiwai hidup
danperbuatantelahmempersatukanmerekamenempatkanparadokterpadasuatukedudukanterhormat
dalammasyarakat. Hal-haltersebutmenimbulkan rasa persaudaraandankesediaantolongmenolong
yang senantiasaperludiperhatikandndikembangkan.
Bentuk etika dokter terhadap teman sejawatnya adalah:
1. Dokter yang baru menetap di suatutempat, wajib mengunjungi teman sejawatnya yang telah
berada di situ.
11
2. Setiap dokter menjadi anggota IDI atau PDGI setia dan aktif. Dengan menghindari pertemuan-
pertemuan yang diadakan.
3. Setiap dokter mengunjungi pertemuan klinik bila ada kesempatan. Sehingga dapat dengan
mudah mengikuti perkembangan ilmu teknologi kedokteran.
Fraktur clavikula dan proses pembentukan kalus pada neonates.
Klavikula merupakan tulang yang berbentuk huruf S, bagian medial melengkung lebih besar
dan menuju ke anterior. Lengkungan bagian lateral lebih kecil dan menghadap ke posterior.
Ujung medial clavicula disebut extremitas sternalis, membentuk persendian dengan sternum, dan
uJung lateral disebut extremitas acromialis, membentuk persendian dengan acromion. Facies
superior clavicula agak halus, dan pada facies inferior di bagian medial terdapat tuberositas
costalis. Disebelah lateral tuberositas tersebut terdapat sulcus subclavius, tempat melekatnya m.
Subclavius, dan disebelah lateralnya lagi terdapat tuberositas coracoidea, tempat melekat lig.
Coracoclaviculalis.
Clavicula adalah tulang yang paling pertama mengalami pertumbuhan pada masa fetus,
terbentuk melalui 2 pusat ossifikasi atau pertulangan primer yaitu medial dan lateral clavicula,
dimana terjadi saat minggu ke-5 dan ke-6 masa intrauterin. Kernudian ossifikasi sekunder pada
epifise medial clavicula berlangsung pada usia 18 tahun sampai 20 tahun. Dan epifise terakhir
bersatu pada usia 25 tahun sampai 26 tahun.
Pada tulang ini bisa terjadi banyak proses patologik sama seperti pada tulang yang lainnya
yaitu bisa ada kelainan congenital, trauma (fraktur), inflamasi, neoplasia, kelainan metabolik
tulang dan yang lainnya. Fraktur clavicula bisa disebabkan oleh benturan ataupun kompressi
yang berkekuatan rendah sampai yang berkekuatan tinggi yang bisa menyebabkan terjadinya
fraktur tertutup ataupun multiple trauma.
Fraktur ini merupakan jenis yang tersering pada bayi baru lahir,yang mungkin terjadi apabila
terdapat kesulitan mengeluarkan bahu pada persalinan. Hal ini dapat timbul pada kelahiran
presentasi puncak kepala dan pada lengan yang telentang pada kelahiran sungsang. Gejala yang
tampak pada keadaan ini adalah kelemahan lengan pada sisi yang terkena, krepitasi,
ketidakteraturan tulang mungkin dapat diraba, perubahan warna kulit pada bagian atas yang
terkena fraktur serta menghilangnya refleks Moro pada sisi tersebut. Diagnosis dapat ditegakkan
12
dengan palpasi dan foto rontgent. Penyembuhan sempurna terjadi setelah 7-10 hari dengan
imobilisasi dengan posisi abduksi 60 derajat dan fleksi 90 derajat dari siku yang terkena.
Epidemiologi
Menurut data epidemiologi pada orang dewasa insiden fraktur clavicula sekitar 40 kasus dari
100.000 orang, dengan perbandingan laki-laki perempuan adalah 2 : 1. Fraktur pada
midclavicula yang paling sering terjadi yaitu sekitar 85% dari semua fraktur clavicula, sementara
fraktur bagian distal sekitar 10% dan bagian proximal sekitar 5%.
Sekitar 2% sampai 5% dari semua jenis fraktur merupakan fraktur clavicula. Menurut
American Academy of Orthopaedic Surgeon, frekuensi fraktur clavicula sekitar 1 kasus dari
1000 orang dalam satu tahun. Fraktur clavicula juga merupakan kasus trauma pada kasus
obstetrik dengan prevalensi 1 kasus dari 213 kasus kelahiran anak yang hidup.
Etiologi
Penyebab farktur clavicula biasanya disebabkan oleh trauma pada bahu akibat kecelakaan
apakah itu karena jatuh atau kecelakaan kendaraan bermotor, namun kadang dapat juga
disebabkan oleh faktor-faktor non traumatik. Berikut beberapa penyebab pada fraktur clavicula
yaitu :
1. Fraktur clavicula pada bayi baru lahir akibat tekanan pada bahu oleh simphisis pubis
selama proses melahirkan.
2. Fraktur clavicula akibat kecelakaan termasuk kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh
dari ketinggian dan yang lainnya.
3. Fraktur clavicula akibat kompresi pada bahu dalam jangka waktu lama, misalnya
pada pelajar yang menggunakan tas yang terlalu berat.
4. Fraktur clavicula akibat proses patologik, misalnya pada pasien post radioterapi,
keganasan clan lain-lain.
Penyebab farktur clavicula biasanya disebabkan oleh trauma pada bahu akibat trauma jalan
lahir dengan gejala:
1. Bayi tidak dapat menggerakkan lengan secara bebas pada sisi yang terkena,
2. Krepitasi dan ketidakteraturan tulang,
3. Kadang-kadang disertai perubahan warna pada sisi fraktur,
4. Tidak adanya refleks moro pada sisi yang terkena,
13
5. Adanya spasme otot sternokleidomastoideus yang disertai dengan hilangnya depresi
supraklavikular pada daerah fraktur.
6. Biasanya diikuti palsi lengan
Faktor predisposisi fraktur klavikula adalah:
1. Bayi yang berukuran besar
2. Distosia bahu
3. Partus dengan letak sungsang
4. Persalinan traumatic .
Pengklasifikasian fraktur clavicula didasari oleh lokasi fraktur pada clavicula tersebut. Ada tiga
lokasi pada clavicula yang paling sering mengalami fraktur yaitu pada bagian midshape clavikula
dimana pada anak-anak berupa greenstick, bagian distal clavicula dan bagian proksimal
clavicula. Menurut Neer secara umum fraktur klavikula diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu :
1. Tipe I : Fraktur pada bagian tengah clavicula. Lokasi yang paling sering terjadi fraktur.
2. Tipe II : Fraktur pada bagian distal clavicula. Lokasi tersering kedua mengalami
fraktur setelah midclavicula.
3. Tipe III: Fraktur pada bagian proksimal clavicula. Fraktur yang paling jarang terjadi
dari semua jenis fraktur clavicula, insidensnya hanya sekitar 5%.
Ada beberapa subtype fraktur clavicula bagian distal, menurut Neer ada 3 yaitu :
Tipe I : merupakan fraktur dengan kerusakan minimal, dimana ligament tidak
mengalami kerusakan.
Tipe II : merupakan fraktur pada daerah medial ligament coracoclavicular.
Tipe III: merupakan fraktur pada daerah distal ligament coracoclavicular dan melibatkan
permukaan tulang bagian distal clavicula pada AC joint.
Diagnosis
Hasil pemeriksaan
1. Adanya pembengkakan pada sektor daerah fractur.
2. Krepitasi.
3. Pergerakan lengan berkurang.
4. Iritable selama pergerakan lengan.
14
Diagnosis RO tidak selalu diindikasikan, 80% tidak mempunyai gejala dan hanya didapatkan
hasil pemeriksaan yang minimal.
Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan terhadap bayi yang mengalami fraktur klavikula, yaitu:
1. Bayi jangan banyak digerakkan
2. Immobilisasi lengan dan bahu pada sisi yang akit dan abduksi lengan dalam
stanhoera menopang bahu belakang dengan memasang ransel verband
3. Rawat bayi dengan hati-hati
4. Nutrisi yang adekuat (pemberian asi yang adekuat dengan cara mengajarkan pada ibu
acar pemberian asi dengan posisi tidur, dengan sendok atau pipet)
5. Rujuk bayi kerumah sakit
Umumnya 7-10 hari sakit berkurang, pembentukan kalus bertambah beberapa bulan (6-8
minggu) terbentuk tulang normal. Setelah pembentukan jaringan seluler yang tumbuh
dari setiap fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblast dan kemudian pada kondroblast
membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen
dan perlekatan polisakarida oleh garam – garam kalsium pembentuk suatu tulang yang
imatur. Bentuk tulang ini disebut moven bone. Pada pemeriksaan radiolgis kalus atau
woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya
penyembuhan fraktur.
Aspek hukum
Malpraktik
Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktik” mempunyai arti
“pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktik berarti “pelaksanaan atau tindakan yang
salah”. Definisi malpraktik profesi kesehatan adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat
untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat
pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama.
Pengertian malpraktik medik menurut WMA (World Medical Associations) adalah
Involves the physician’s failure to conform to the standard of care for treatment of the patient’s
condition, or a lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct
15
cause of an injury to the patient (adanya kegagalan dokter untuk menerapkan standar pelayanan
terapi terhadap pasien, atau kurangnya keahlian, atau mengabaikan perawatan pasien, yang
menjadi penyebab langsung terhadap terjadinya cedera pada pasien)
Dalam suatu kasus di California tahun 1956 mendefinisikan Malpraktik adalah kelalaian
dari seorang dokter atau perawat untuk menterapkan tingkat ketrampilan dan pengetahuannya di
dalam memberikan pelayanan pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang lazim
diterapkan dalam mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah yang
sama(Malpractice is the neglect of a physician or nuse to apply that degree of skil and learning
on treating and nursing a patient which is customarily applied in treating and caring for the sick
or wounded similiarly in the same community).
Ada dua istilah yang sering dibicarakan secara bersamaan dalam kaitan malpraktik yaitu
kelalaian dan malpratik itu sendiri. Kelalaian adalah melakukan sesuatu dibawah standar yang
ditetapkan oleh aturan/hukum guna melindungi orang lain yang bertentangan dengan tindakan-
tindakan yang tidak beralasan dan berisko melakukan kesalahan
Malpraktek tidaklah sama dengan kelalaian. Malpraktik sangat spesifik dan terksait
dengan status profesional dari pemberi pelayanan dan standar pelayanan profesional Malpraktik
adalah kegagalan seorang profesional (misalnya dokter dan perawat) melakukan sesuai dengan
standar profesi yang berlaku bagi seseorang yang karena memiliki ketrampilan dan pendidikan
.Hal ini bih dipertegas oleh Ellis & Hartley bahwa malpraktik adalah suatu batasan spesifik dari
kelalaian.Ini ditujukan pada kelalaian yang dilakukan oleh yang telah terlatih secara khusus atau
seseorang yang berpendidikan yang ditampilkan dalam pekerjaannya. Dapat ditarik kesimpulan
bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah :
1.Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan.
2. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya (negligence)
3. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Bentuk-Bentuk Malapraktik
Malpraktek yang menjadi penyebab dokter bertanggung-jawab secara profesi bisa digolongkan
sebagai berikut:
1. Malpractice
Kelalaian karena tindakan kurang hati-hati seseorang yangdianggap profesional.
16
2. Maltreatment
Cara perlakuan perawatan yang tidak tepat atau tidak terampil dalam bertindak.
3. Non feasance
Kegagalan dalam bertindak dimana disitu terdapat suatutindakan yang harus dilakukan.
4. Misfeasance
Melakukan tindakan yang tidak tepat yang seharusnyadilakukan dengan tepat.
5. Malfeasance
Melakukan hal yang bertentangan dengan hukum atautindakan yang dapat dikategorikan tidak
tepat.
Pencegahan Kasus Malapraktik
1. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya
malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian
berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat
verbintenis).
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
Neglected (kelalaian)
Neglected adalah kelalaian individu dalam melakukan sesuatu yang sebenarnya dapat dia
lakukan atau melakukan sesuatu yang dihindari orang lain. Undang–undang tentang ngabaian
diruang bedah mencakup identifikasi kesalahan terhadap klien atau lokasi yang dibedah,maka akibat
tekanan karena kesalahan dalam member posisi,cedera akibat alat yang rusak karena kesalahan
pemeriksaan,dan tertinggalnya benda asing.Kompetensi yang kurang dalam penggunaan alat juga
dapat diinterpretasikan sebagai pengabaian.
17
Kegagalan penggugat memenuhi salah satu elemen untuk menyakinkan hakim,tuntutan tidak
akan berhasil dan tergugat terbebas dari tuduhan.Kasus benda asing yang tertinggal ini relative
mudah dibuktikan dengan kasih perhitungan instrument dan rasa oleh penggugat.Serupa dengan hal
tersebut,kasus kesalahan medikasi lebih bersifat langsung.Ada sedikit silang pendapat dikalangan
perawat mengenai pemberian medikasi yang tepat dengatn dosis dan rute yang tepat,untuk klien
yang tepat.Apabila prosedur pemberian obat ini tidak diikuti dank lien cedera,relative mudah untuk
menetapkan apakah pemberian mediakasi menyebabkan cedara atau tidak.Luka cedera akibat
pemberian posisi juga menjadi kasus yang beresiko menimpa perawat.
Perawat perioperatif mempunyai tanggung jawab hukum untuk memberikan
informasi,memastikan pemahaman klien tentang informasi tersebut,dan memperoleh persetujuan
klien dari pihak yang melakukan prosedur tersebut.
Pendapat ahli tentang neglected
Menurut Hanafiah dan Amir mengatakan bahwa kelalaian (neglected) adalah sikap yang
kurang hati-hati,yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya
dengan wajar,atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan
melakukannya dalam situasi tersebut.
Guwandi mengatakan bahwa kelalaian (neglected) adalah kegagalan untuk bersikap hati-hati
yang umumnya seorang yang wajar dan hati-hati akan melakukan di dalam keadaan tersebut,ia
merupakan suatu tindakan yang seorang dengan hati-hati yang wajar tidak akan melakukan di
dalam keadaan yang sama atau kegagalan untuk melakukan apa yang seorang lain dengan hati-
hati yang wajar justru akan melakukan di dalam keadaan yang sama.
Hubungan malpraktik dan neglected
Dari pengertian di atas dapat diartikan bahwa kelalaian lebih bersifat
ketidaksengajaan,kurang teliti,kurang hati-hati,acuh tak acuh, sembrono, tidak peduli terhadap
kepentingan orang lain,namun akibat yang ditimbulkan memang bukanlah menjadi
tujuannya.Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, jika kelalaian itu tidak
sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya.
Tetapi jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian materi,mencelakakan bahkan merengut nyawa
orang lain,maka ini dklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata), serius dan kriminal.
18
Malpraktik tidaklah sama dengan kelalaian.Malpraktik sangat spesifik dan terksait
dengan status profesional dari pemberi pelayanan dan standar pelayanan profesional Malpraktik
adalah kegagalan seorang profesional (misalnya dokter dan perawat) melakukan sesuai dengan
standar profesi yang berlaku bagi seseorang yang karena memiliki ketrampilan dan pendidikan.
Hal ini bih dipertegas oleh Ellis & Hartl bahwa malpraktik adalah suatu batasan spesifik dari
kelalaian.Ini ditujukan pada kelalaian yang dilakukan oleh yang telah terlatih secara khusus atau
seseorang yang berpendidikan yang ditampilkan dalam pekerjaannya. Kelalaian memang
termasuk dalam arti malpraktik,tetapi didalam malpraktik tidak selalu harus ada unsur
kelalaian.Malpraktik lebih luas daripada negligence.Karena selain mencakup arti kelalaian,istilah
malpraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja (criminal
malpractice) dan melanggar Undang-undang.Didalam arti kesengajaan tersirat ada motifnya
(guilty mind) sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata atau pidana.
De Minimis Non Curat Lex
Salah satu prinsip hukum yang menjadi panduan untuk mengarahkan dengan efektif
kemana pedang penegakan hukum melaksanakan tugasnya adalah de minimis. De minimis
menunjukkan bahwa sebenarnya hukum secara gamblang tutup mata terhadap
permasalahan yang dianggap tidak memasuki kriteria-nya (sepele).
Prinsip ini tentulah beralasan. Bayangkan, jika tidak ada doktrin de minimis, maka serta
merta hukum akan melibas segala permasalahan yang ada tanpa memikirkan dampak
yang akan terjadi.
Sebagai contoh, tentunya negeri ini akan dilanda persoalan ketidakpercayaan yang serius
terhadap pemerintahan dan kekacauan besar-besaran jika secara nyata segala jenis
tindakan korupsi (gratifikasi, suap, penyelewengan keuangan) ditindak bahkan hingga
yang katakanlah jumlahnya masih dibawah 1 juta rupiah. Bisa jadi negara tidak akan
berfungsi jika begitu banyak aparatnya yang ditindak. Selain itu juga tentulah perkara
demi perkara harus selektif ditangani karena setiap penanganannya membutuhkan dana
operasional dan kita tahu dana itu terbatas. Ini juga yang saya pikir melandasi mengapa
UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) pada
19
awalnya memberikan kategori kasus-kasus yang bisa ditangani oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi.
Hanya saja prinsip ini seharusnya tidak berhenti sampai disitu saja. Kalau hukum begitu
tunduk terhadap permasalahan efisiensi dan kendala operasional sehingga
mengenyampingkan hal-hal yang sifatnya “kecil”, ini akan sangat berbahaya. Begitu
banyak persoalan masyarakat biasa seperti pinjam-meminjam, jual-beli, sewa-menyewa,
dsb. tidak ditanggapi karena intensitasnya yang terlalu banyak dan kadar urgensinya yang
dianggap rendah. Semakin miris karena seringkali masyarakat kecil ini juga ragu untuk
melanjutkan perkaranya ke prosedur hukum formal karena kendala biaya dan hal lainnya
seperti akses ke pengadilan yang jauh (bagi yang tinggal di daerah tertinggal atau
perbatasan). Akibatnya tentu saja keadilan tidak ditegakkan dan bahkan terjadi main
hakim sendiri atau bahkan kemungkinan terburuk terjadi kekacauan. Ini tidak boleh
terjadi sehingga harus ada solusi atas hal ini.
Alasan utama mengapa harus ada solusi untuk hal ini karena Indonesia adalah negara
hukum. Sebagai negara hukum, haruslah diingat kembali bahwa tujuan adanya kekuasaan
negara ini (yang juga meliputi kekuasaan penegakan hukum) yaitu untuk “melindungi
segenap tumpah darah Indonesia”. Lihat, segenap (seluruh), bukan sebagian. Kehendak
ini dipertegas dengan prinsip “kesetaraan di depan hukum” yang diakui dalam Konstitusi
kita. Dengan alasan demikian, haruslah kita memikirkan bagaimana operasi hukum ini
memikirkan juga kriteria nya yang lebih kecil.
Syukurnya, gelagat itu sudah mulai terlihat. Beberapa waktu yang lampau, saya
berinteraksi dengan seorang teman yang merupakan peneliti. Dari hasil interaksi itu,
disebutkan bahwa mereka sedang merancang (atau menggagas) sebuah lembaga
peradilan kecil dengan istilah small claim court. Tujuannya jelas, agar masyarakat kelas
bawah yang memiliki permasalahan hukum tetap dapat menyelesaikan urusannya secara
cepat dan efisien. Kasus yang diurusi oleh lembaga ini (nantinya jika jadi) adalah kriteria
untuk masyarakat bawah. Semoga saja inisiatif ini bisa cepat selesai dan segera didorong
untuk menjadi konkrit. Bayangkan manfaat baik yang bisa dirasakan masyarakat bawah
dari lembaga ini.
Itu adalah salah satu contoh. Dalam perspektif yang lebih luas, kita bisa mengambil
pelajaran berharga. Bahwa sebenarnya kendala operasionalisasi hukum di dunia nyata
20
adalah seringkali secara sadar maupun tidak sadar hukum membatasi dirinya untuk
mengurusi urusan dengan kriteria tertentu karena urusan yang diserahi padanya terlalu
luas. Mengingat bahwa suatu lembaga pasti memiliki keterbatasan anggaran dan aparat,
pastilah dia akan membatasi fokusnya pada hal-hal yang intensitasnya tidak terlalu besar.
Kecenderungan perilaku ini tampak terlihat saat kita melihat bagaimana Mahkamah
Konstitusi akhirnya mengembalikan kewenangan untuk memutus sengketa pilkada
kepada Mahkamah Agung (terlepas kasus korupsi yang membelit hakim MK saat itu
juga).
Dan itulah dia. Sekalipun kita menginginkan agar hukum bisa berjalan secara optimal
mengatasi berbagai permasalahan yang ada, kita harus terus melihat secara spesifik
bahwa sebuah lembaga hukum akan bisa melakukan tugasnya dengan tepat apabila
memang dirancang secara spesifik dengan tujuan yang terukur dan kriteria terbatas.
Sembari berharap pengalokasian anggaran terhadap hukum akan semakin baik ke
depannya, kita harus terus kritis melihat apakah hukum kita telah berjalan memenuhi
mandatnya untuk “melindungi segenap tumpah darah Indonesia”.
Kesimpulan
Sebagai sesama rekan sejawat kita seharusnya tidak saling menjatuhkan dengan cara
menjelekan. Dalam kasus ini sebaiknya dokter A tidka bersikap menjelakan rekan sejawatnya
dokter B ataupun dokter C. dokter A sebaiknya menenangkan situasi, dengan memberi
penjelassan mengenai fraktur kalvikula yang dialami bayi tersebut tanpa menyinggung kapan
fraktur itu terbentuk, tetapi lebih menjelaskan ke arah prognosa dan terapi yang akan diberikan
nantinya. Dengan demikian ibu pasien tersebut bisa tenang dan lebih focus kepada penyembuhan
anaknya.
21
Daftar pustaka
1. Aji,Jati Pulung.Peranan Dokter Forensik dalam Praktek Peradilan Perkara Pidana.
Purworejo;2008.
2. Sampurna, Budi. Kedokteran Forensik Ilmu dan Profesi.Universitas Indonesia; 2009.
3. Suryadi,Taufik. Pengantar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Buku Penuntun
Kepaniteraan Klinik Kedokteran Forensik dan Medikolegal.Banda Aceh: FK
Unsyiah/RSUDZA; 2009.
4. Mulyo,R Cahyono Adi. Perananan Dokter dalam Proses Penegakan Hukum
Kesehatan.Universitas Negeri Semarang; 2006.
5. Sampurna,Budi.Kedokteran Forensik Ilmu dan Profesi.Universitas Indonesia; 2009.
22