MAKALAH
PENGERTIAN ASBAB AL-NUZUL DAN KAIDAH-
KAIDAH PENGKAJIAN TAFSIR
Mata Kuliah : Pengantar Studi Al-Qur’an
Dosen : Cecep Hilman, M.Pd.
Disusun Oleh :
Anis Amirah 2017.2010
Desi Ratnasari 2017.2020
PROGRAM STRATA (S-1) PIAUD
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM KOTA SUKABUMI
Jln. Lio Balandongan Sirnagalih No.74 Kel. Cikondang, Kec. Citamiang,
Kota Sukabumi Telp./Fax. (0266)225464
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
Taufik serta Hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyusun dan
menulis Makalah yang berjudul “PENGERTIAN ASBAB AL-NUZUL DAN
KAIDAH-KAIDAH PENGKAJIAN TAFSIR” yang dapat terselesaikan pada
waktu yang ditentukan.
Makalah ini disusun dengan maksud untuk melengkapi persyaratan mata
kuliah. Disamping itu penulis berharap para pembaca mampu memahami isi
makalah ini. Dan penulisan makalah ini melibatkan banyak pihak yang telah
membantu, oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Dan sangat diharapkan kepada para pembaca untuk bisa memberi kritik dan
saran yang sifatnya ilmiah dan membangun, sehingga makalah ini bisa menjadi
sempurna.
Akhir kata semoga makalah ini mendapat Ridho dari Allah SWT, sehingga
bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................ iii
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN ..................................................................... 3
A. Pengertian Asbab Al-Nuzul ............................................................... 3
B. Fungsi Asbab Al-Nuzul ..................................................................... 10
C. Cara-cara Mengetahui Asbab Al-Nuzul ............................................ 12
D. Jenis-jenis Riwayat Asbab Al-Nuzul ................................................. 13
E. Beberapa Pandangan Tentang Asbab Al-Nuzul................................... 18
F. Kaidah Pengkaji Tafsir........................................................... .............. 20
BAB III. PENUTUP ............................................................................. 22
A. Kesimpulan ....................................................................................... 22
B. Saran ................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 24
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asbab al-Nuzul, terkadang banyak ayat yang turun, sedang sebabnya hanya
satu. dalam hal ini tidak ada permasalahan yang cukup penting, karena itu banyak
ayat yang turun di dalam berbagai surah berkenaan dengan satu peristiwa. Asbab
al-Nuzul ada kalanya berupa kisah tentang peristiwa yang terjadi, atau berupa
pertanyaan yang disampaikan kepada Rasulullah SAW untuk mengetahui hukum
suatu masalah, sehingga al-Qur'an pun turun sesudah terjadi peristiwa atau
pertanyaan tersebut. Asbab al-Nuzul mempunyai pengaruh dalam memahami
makna dan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.
Al-Qur'an diturunkan untuk memahami petunjuk kepada manusia ke arah
tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang
didasarkan pada keimanan kepada Allah SWT dan risalah-Nya, sebagian besar al-
Qur'an pada mulanya diturunkan untuk tujuan menyaksikan banyak peristiwa
sejarah, bahkan kadang terjadi diantara mereka khusus yang memerlukan
penjelasan hukum Allah SWT.
B. Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian Asbab Al-Nuzul?
2. Apa fungsi dari Asbab Al-Nuzul?
3. Bagaimana cara-cara untuk mengetahui Asbab Al-Nuzul?
4. Apa saja jenis-jenis riwayat Asbab Al-Nuzul?
5. Bagaimana pandangan tentang Asbab Al-Nuzul?
6. Apa yang dimaksud dengan kaidah-kaidah pengkajian tafsir?
2
C. Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Pengertian Asbab Al-Nuzul.
2. Fungsi dari Asbab Al-Nuzul.
3. Cara-cara untuk mengetahui Asbab Al-Nuzul.
4. Jenis-jenis riwayat Asbab Al-Nuzul.
5. Beberapa pandangan tentang Asbab Al-Nuzul.
6. Kaidah-kaidah pengkajian tafsir.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Asbab Al-Nuzul
Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk dalam menghadapi berbagai situasi.
Ayat-ayat tersebut diturunkan dalam keadaan dan waktu yang berbeda-beda. Kata
asbab (tunggal: sabab) berarti alasan atau sebab. Asbab al-nuzul berarti
pengetahuan tentang sebab-sebab diturunkannya suatu ayat.1[1]
Berikut ini adalah pengertian asbab al-nuzul menurut beberapa pendapat:
1. Menurut al-Zarqani, asbab al-nuzul adalah suatu kejadian yang menyebabkan
turunnya satu atau beberapa ayat, atau suatu peristiwa yang dapat dijadikan
petunjuk hukum berkenaan turunnya sutu ayat.
2. Peristiwa-peristiwa pada masa ayat AlQu’ran itu diturunkan (yaitu dalam waktu
23 tahun), baik peristiwa itu terjadi sebelum atau sesudah ayat itu
diturunkan.2[2]
3. Shubhi al-Shalih, asbab al-nuzul adalah sesuatu yang menyebabkan turunnya
satu atau beberapa ayat yang memberi jawaban terhadap sebab itu, atau
menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab itu.
4. Ash-Shabuni mendefinisikan asbabun nuzul adalah suatu peristiwa atau
kejadian yang menyebabkan turunnya beberapa ayat yang berhubungan dengan
kejadian itu, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada nabi SAW ataupun
kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.
1[1] Prof. Dr. M. Quraish Shibab, Prof. Dr. H. Ahmad Sukardja, Dr. Badri Yatim, Dr. Dede
Rosyada, Drs. Nasaruddin Umar, M.A. Ulum Al-Qur’an.Jakarta: Pustaka Firdaus. 2001. Hlm. 77
2[2]Abu Anwar, M.Ag. Ulumul Qur’an. Pekanbaru: Amzah. 2002. Hlm. 29
4
5. Nurcholis Madjid menyatakan bahwa asbabun nuzul adalah konsep, teori, atau
berita tentang adanya sebab-sebab turunnya wahyu tertentu dari al-qur’an
kepada nabi saw, baik berupa satu ayat, satu rangkaian ayat atau satu surat.
Unsur-unsur yang penting diketahui perihal asbab al-nuzul ialah adanya satu
atau beberapa kasus yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat, dan
ayat-ayat itu dimaksudkan untuk memberikan penjelasan terhadap kasus itu. Jadi
ada beberapa unsur yang tidak boleh diabaikan dalam analisa asbab al-nuzul, yaitu
adanya suatu kasus atau peristiwa, adanya pelaku peristiwa, adanya tempat
peristiwa, dan adanya waktu peristiwa. Kualitas peristiwa, pelaku, tempat, dan
waktu perlu diidentifikasi dengan cermat guna menerapkan ayat-ayat itu pada
kasus lain dan di tempat waktu yang berbeda.
Sebenarnya jika yang dimaksud asbab al-nuzul adalah hal-hal yang
menyebabkan turunnya ayat-ayat al-Qur’an, semua ayat-ayat al-Qur’an
mempunyai asbab al-nuzul. Tujuan utama al-Qur’an ialah hendak
mentransformasikan umat Nabi Muhammad SAW dari situasi yang lebih buruk
kesituasi yang lebih baik menurut ukuran Allah. Kondisi objektif yang lebih buruk
itulah yang menjadi sebab ayat-ayat al-Qur’an diturunkan. Selama kurang lebih 23
tahun ayat-ayat al-Qur’an diturunkan bagaikan suatu paket yang tak dapat
dipisahkan antara satu ayat dengan yang lainnya.3[3]
Dari semua pengertian atau definisi di atas dapat disimpulkan bahwa asbabun
nuzul adalah kejadian atau peristiwa yang melatarbelakangi apa-apa yang turun
dalam al-qur’an dalam rangka menjawab, menjelaskan atau memberikan
keterangan tentang persoalan ataupun peristiwa.
Mengutip pengertian dari Dr. Subhi Shaleh, kita dapat mengetahui ada
kalanya asbabun nuzul berupa peristiwa atau juga berupa pertanyaan. Asbabun
nuzul berupa peristiwa itu terbagi menjadi 3, yaitu :
3[3]Ibid. Hlm.78
5
1. Peristiwa berupa pertengkaran
Kisah turunnya surat Ali-Imran: 100, yang bermula dari adanya perselisihan
antara Suku Aus dan Suku Khazraj, Perselisihan ini timbul dari intrik-intrik yang
ditiupkan orang-orang Yahudi, sehingga mereka meneriakkan “Senjata, Senjata”.
2. Peristiwa berupa kesalahan yang serius, contohnya peristiwa seseorang yang
mengimami shalat dalam keadaan mabuk, sehingga salah dalam membaca
surat Al-Kafirun. Peristiwa ini menyebabkan turunnya surat An-Nisa’: 43.
3. Peristiwa berupa cita-cita dan keinginan, contohnya keinginan Umar bin
Khattab ingin menjadikan makam nabi Ibrahim sebagai tempat shalat yang
dikemukakan kepada Nabi SAW dan dijawab dengan turun ayat Al-Qur’an
surat Al-Baqarah ayat 125 :
Hal ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Anas ra. Asbabun Nuzul
dalam bentuk pertanyaan ada 3 macam, yaitu :
1. Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang telah lalu, seperti :
نھ ذكرا ویسألونك عن ذي القرنین قل سأتلو علیكم م
Artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang
Zulkarnain. Katakanlah : Akan kubacakan kepadamu kisahnya.” (QS. Al-Kahfi :
83).
2. Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang sedang terjadi pada saat
itu, contohnya ayat :
ن العلم إال قلیال وح من أمر ربي وما أوتیتم م وح قل الر ویسألونك عن الر
Artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh.
Katakanlah : Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu diberi
pengetahuan hanya sedikit.” (QS. Al-Isra’: 85)
6
3. Pertanyaan tentang masa yang akan datang
Allah menurunkan surah al-Nazi’at (79) ayat 42 yang berkaitan dengan
pertanyaan yang diajukan kepada Rasulullah SAW tentang masa yang akan
datang, yaitu hari kiamat.
Menurut Al-Zarqoni dan Al-Ja’bari, dilihat dari peristiwa yang terkait dapat
dikelompokkan sebagai berikut
1. Ayat yang diturunkan dengan mubtada’an tanpa ada peristiwa yang terjadi saat
ayat itu diturunkan Allah SWT. Turunnya ayat ini semata-mata karena Allah
memberikan petunjuk kapada manusia. Kehendak-Nya untuk memberikan
petunjuk inilah yang menjadi asbabun nuzul dari ayat atau beberapa ayat
tersebut. Ayat-ayat ini lebih banyak jumlahnya terutama mengenai prinsip-
prinsip keimanan, keislaman, dan akhlak yang luhur.
2. Ayat yang diturunkan Allah SWT dengan sebab khusus atau peristiwa tertentu.
Ayat ini jumlahnya tidak banyak. Misalnya, Allah SWT menurunkan surah
al-anfal (8) yang menjelaskan berbagai persoalan mengenai perang, surah at-
tholaaq (65) yang membicarakan masalah yang berkaitan dengan talaq.
Peristiwa sebelum atau saat ayat turun itu para mussafir menganggapnya
sebagai asbabun nuzul.
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, asbabun nuzul terbagi menjadi
• Ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid ( sebab turunnya lebih dari satu, dan ini
persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun satu)
• Ta’addud al-nazil wa al-asbab wahid ( ini persoalan yang terkandung dalam
satu ayat atau kelompok ayat lebih dari satu, sedangkan sebab turunnya satu)
• Redaksi Asbabun nuzul, yang dimaksud dengan ungkapan (redaksi) ini
terkadang sebab nuzul ayat dan terkadang pula kandungan hukum ayat.
Peristiwa atau pertanyaan yang disebut sebagai asbabun nuzul itu terjadi pada
masa Rasulullah SAW atau pada masa saat ayat al-qur’an diturunkan. Jadi kita
7
mengetahui asbabun nuzul itu dari penuturan para sahabat Nabi yang
menyaksikan peristiwa itu. hal ini berarti asbabun nuzul haruslah berupa riwayat
yang dituturkan para sahabat. Para sahabat dalam menuturkan sebab nuzul
menggunakan ungkapan (redaksi) yang berbeda dari satu peristiwa dengan
peristiwa lainnya. Perbedaan ungkapan itu tentunya mengandung perbedaan
makna yang memiliki impikasi pada status sebab nuzulnya.Macam-macam
ungkapan (redaksi) yang digunakan para sahabat untuk menuturkan sebab
nuzulnya , antara lain :
1. Kata سبب(sebab) , contohnya
(sebab turunnya ayat ini) سبب نزول ھـذه اال یة كــذا
Ungkapan (redaksi) ini disebut ungkapan (redaksi) yang sharih (jelas/tegas).
Maksudnya, sebab nuzul yang menggunakan redaksi ini, menunjukkan betul-betul
sebagai latar belakang turunnya ayat tidak mengandung makna yang lain.
2. Kata فـــ(maka) , contohnya
(telah terjadi peristiwa ini dan itu maka turunlah ayat)حدثت كذا و كذا فـنزلت اآلیة
Ungkapan (redaksi) ini sama pengertiannya dengan penggunaan kata sababu,
yakni sama-sama sharih (jelas/tegas).
3. Kata في (mengenai/tentang), contohnya
(ayat ini turun mengenai ini dan itu)نزلت ھذه اآلیة في كذا و كـذا
Ungkapan seperti ini tidak secara tegas (ghairu sharih) menyebutkan sebab
turunnya ayat. Masih terdapat kemungkinan terkandung makna lain.
• Satu Ayat dengan Sebab Banyak
Jika ditemukan dua riwayat atau lebih mengenai sebab turunnya ayat-ayat dan
masing-masing menyebutkan suatu sebab yang jelas dan berbeda dari yang
disebutkan lawannya, maka riwayat ini harus diteliti dan dianalisis.
Permasalahannya ada empat bentuk, yakni :
8
o Pertama, salah satu dari keduanya shahih dan yang lainnya tidak.
o Kedua, kedua riwayatnya shahih akan tetapi salah satunya memiliki penguat
(Murajjih) dan yang lainnya tidak
o Ketiga, keduanya shahih dan keduanya sama-sama tidak memiliki penguat
(Murajjih). Akan tetapi keduanya dapat diambil sekaligus.
o Keempat, keduanya shahih dan keduanya tidak memiliki penguat
(Murajjih),akan tetapi keduanya tidak mungkin diambil sekaligus.
• Banyaknya Nuzul dengan Satu Sebab
Terkadang banyak ayat yang turun sedangkan sebabnya hanya satu. Karena
itu banyak ayat yang turun dalam berbagai surat mengenai satu peristiwa.
Contohnya ialah apa yang diriwayatkan oleh Said bin Manshur, Abdurrazaq, At-
Tirmidzi, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ibnu Abu Hatim, Ath-Tharbani, dan Al-
Hakim mengatakan shahih, dari Ummu Salamah, ia berkata :
“Wahai Rasulullah, aku tidak mendengar Allah menyebut kaum perempuan
sedikitpun mengenai hijrah”. Maka Allah Menurunkan QS. Ali-Imran :195 untuk
menjawabnya.
Begitu pula dengan hadist yag diriwayatkan Ahmad, Ibnu Jarir, Ibnul
Mundzir, Ath-Thabrani dan Ibnu Mardawaih dari Ummu Salamah, ia berkata :
“Aku telah bertanya, Wahai Rasulullah, mengapakah kami tidak disebutkan dalam
Al-Qur’an seperti kaum laki-laki? ‘Maka pada suatu hari aku dikejutkan dengan
seruan Rasulullah di atas mimbar’. Beliau membacakan: “Sungguh, laki-laki dan
perempuan Muslim, laki-laki dan perempuan Mukmin, laki-laki dan perempuan
yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan
perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan
perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki
dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang
9
banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah Menyediakan untuk mereka ampunan
dan pahala yang besar.” (Al-Ahzab: 35)
Al-Hakim meriwayatkan dari Ummu Salamah, ia berkata: “Kaum laki-laki
berperang sedang perempuan tidak. Di samping itu kami hanya memperoleh
warisan setengah bagian dibanding laki-laki. Maka Allah menurunkan ayat: “Dan
janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah Dilebihkan Allah kepada
sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari
apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang
mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh,
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (An-Nisaa’ : 32)
Ketiga ayat di atas diturunkan karena satu sebab.
• Beberapa Ayat yang Turun Mengenai Satu Orang
Terkadang seorang sahabat mengenai peristiwa lebih dari satu kali dan Al-
Qur’an turun mengenai satu peristiwa,maka dari itu kebanyakan al-quran turun
sesuai dengan peristiwa yang terjadi, misalnya seperti apa yang diriwayatkan oleh
Bukhari dalam kitab al-adahi mufiat tentang berbakti kepada orang tua, dari Saad
bin Abi Waqos ada empat ayat al-quran turun berkenaan dengan aku:
Pertama, ketika ibuku bersumpah dia tidak akan makan dan minum sebelum
aku meninggalkan Muhammad lalu Allah menurunkan ayat, ” Dan jika
memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan
pergilah keduanya di dunia dengan baik.”(luqman:15)
Kedua, ketika aku mengambil sebuah pedang dan mengaguminya, maka aku
berkata kepada Rasulullah, ”berikan aku pedang ini” maka turunlah ayat. Mereka
bertanya kepadamu tentang pembagian harta rampasan perang (al-anfal:01).
Ketiga, ketika aku sedang sakit Rasulullah mengunjungiku dan aku bertanya
kepada beliau: ”Rasulullah aku ingin membagikan hartaku, bolehkah aku
mewasiatkan separuh nya?” Beliau menjawab: ”tidak” aku bertanya: ”bagaimana
10
jika sepertiganya?” Rasulullah diam. maka wasiat dengan sepertiga harta itu
diperbolehkan.
Keempat, ketika aku sedang minum minuman keras (khomr) bersama kaum
ansor, seorang memukul hidungku dengan tulang rahang unta, lalu aku datang
kepada Rasulullah , maka Allah swt melarang minum khomr. Dalam hal ini telah
turun wahyu yang sesuai dengan banyak ayat.
B. Fungsi Asbab al-Nuzul
Perlunya mengetahui asbab al-nuzul, al-Wahidi berkata: ”Tidak mungkin kita
mengetahui penafsiran ayat al-Qur’an tanpa mangetahui kisahnya dan sebab
turunnya ayat adalah jalan yang kuat dalam memahami makna al-Qur’an”. Ibnu
Taimiyah berkata: “Mengetahui sebab turun ayat membantu untuk memahami
ayat al-Qur’an. Sebab pengetahuan tentang “sebab” akan membawa kepada
pengetahuan tentang yang disebabkan (akibat)”.
Namun sebagaimana telah diterangkan sebelumnya tidak semua al-Qur’an
harus mempunyai sebab turun, ayat-ayat yang mempunyai sebab turun juga tidak
semuanya harus diketahui, sehingga tanpa mengetahuinya ayat tersebut bisa
dipahami, Ahmad Adil Kamal menjelaskan bahwa turunnya ayat-ayat al-Qur’an
melalui tiga cara:
1. Ayat-ayat turun sebagai reaksi terhadap pertanyaan yang dikemukakan
kepada Nabi.
2. Ayat-ayat turun sebagai permulaan tanpa didahului oleh peristiwa atau
pertanyaan.
3. Ayat-ayat yang mempunyai sebab turun itu terbagi menjadi dua kelompok.
Ayat-ayat yang sebab turunnya harus diketahui (hukum) karena asbabal-
nuzulnya harus diketahui agar penetapan hukumnya tidak menjadi keliru. Ayat-
ayat yang sebab turunnya tidak harus diketahui, (ayat yang menyangkut kisah
11
dalam al-Qur’an).Kebanyakan ayat-ayat kisah turun tanpa sebab yang khusus,
namun ini tidak benar bahwa semua ayat-ayat kisah tidak perlu mengetahui sebab
turunnya, bagaimanapun sebagian kisah al-Qur’an tidak dapat dipahami tanpa
pengetahuan tentang sebab turunnya.
Fungsi memahami asbab al-nuzul antara lain sebagai berikut:
1. Mengetahui hikmah dan rahasia diundangkannya suatu hukum dan perhatian
syara’ terhadap kepentingan umum, tanpa membedakan etnik, jenis kelamin,
dan agama. Jika dianalisa secara cermat, proses penetapan hukum
berlangsung secara manusiawi, seperti penghapusan minuman keras,
misalnya ayat-ayat al-Qur’an turun dalam empat kali tahapan, yaitu Q.s. al-
Nahl/ 16:67, Q.s. al-Baqarah/2:219, Q.s. an-Nisa/ 4:43, dan Q.s. al-Maidah/
5:90-91.
2. Mengetahui asbab al-nuzul akan membantu memberikan kejelasan terhadap
beberapa ayat. Misalnya Urwah ibn Zubair mengalami kesulitan dalam
memahami hukum fardhu sa’i antara Shafa dan Marwah, Q.s. al-
Baqarah/2:158:
Artinya: “Sesungguhnya Shafa dan Marwah dalah sebagian dari syiar-syiar
Allah. Barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka
tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barang
siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, sesungguhnya
Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.”
Urwah ibn Zubair kesulitan memahami “tidak ada dosa” di dalam ayat ini. Ia
lalu menanyakan kepada Aisyah perihal ayat tersebut lalu Aisyah menjelaskan
bahwa peniadaan dosa di situ bukan peniadaan hukum fardhu. Peniadaan di situ
dimaksudkan sebagai penolakan terhadap keyakinan yang telah mangakar di hati
kaum Muslimin ketika itu, bahwa melakukan sa’i diantara Shafa dan Marwah
termasuk perbuatan jahiliyah. Keyakinan ini didasarkan atas pandangan bahwa
pada masa pra Islam di bukit Shafa terdapat sebuah patung yang disebut Isa dan di
bukit Marwah ada sebuah patung yang disebut Na ilah. Jika melakukan sa’i
12
diantara dua bukit itu maka orang-orang Jahiliyah sebelumnya mengusap kedu
patung tersebut. Ketika Islam lahir, patung-patung tersebut dihancurkan, dan
sebagian umat Islam enggan melakukan sa’i di tempat itu, maka turunlah ayat ini
(Q.s. al-Baqarah/2:158)
3. Pengetahuan asbab al-nuzul dapat mengkhususkan (takhshis) hukum terbatas
pada sebab, terutama ulama yang menganut kaidah “sabab khusus”. Sebagai
contoh turunnnya ayat-ayat zhihar pada permulaan surah al-Mujadalah, yaitu
dalam kasus Aus ibn al-Shamit yang menzihar istrinya, Khaulah binti Hakam
ibn Tsa’labah. Hukum yang terkandung di dalam ayat-ayat ini khusus bagi
keduanya dan tidak berlaku bagi orang lain.
4. Yang paling penting ialah asbab al-nuzul dapat membantu memahami apakah
suatu ayat berlaku umum atau berlaku khusus, selanjutnya dalam hal apa ayat
itu diterapakan. Maksud yang sesungguhnya suatu ayat dapat dipahami
melalui pengenalan asbab al-nuzul.4[4]
C. Cara-Cara Mengetahuai Asbab al-Nuzul
Asbab al-nuzul diketahui melalui riwayat yang disandarkan kepada nabi
Muhammad Saw. Tetapi tidak semua riwayat yang disandarkan kepadanya dapat
dipegang. Riwayat yang dapat dipegang ialah riwayat yang memenuhisyarat-
syarat tertentu sebagaimna ditetapkan para ahli hadist. Secara khusus dari riwayat
asbab al-nuzul ialah riwayat dari orang yang terlibat dan mengalami
peristiwayang diriwayatkannya ( yaitu pada saat wahyu diturunkan). Riwayat
yang berasal dari para tabi’in yang tidak merujuk pada rasulullah dan para
sahabatnya, dianggap lemah (dha’if). Sebab itu seseorang tidak dapat begitu saja
menerima pendapat seseorang penulis atau orang seperti itu bhwa suatu ayat
diturunkan dalam keadaan tertentu. Karena itu, kita harus mempunyai
pengetahuan tentang siapa yang meriwayatkan peristiwa tersebut, dan apakah 4[4] Ibid. Hlm. 81
13
waktu itu ia memang sunguh-sungguh menyaksiakan, dan kemudian siapa yang
menyampaikannya kepada kita.5[5]
D. Jenis-Jenis Riwayat Asbab al-Nuzul
Riwayat-riwayat asbab al-nuzul dapat digolongkan dalam dua kategori, yaitu
riwayat-riwayat pasti dan tegas, dan riwayat-riwayat yang tidak pasti (mumkin).
Kategori pertama, para periwayat dengan tegas menunjukkan bahwa peristiwa
yang diriwayatkannya berkaitan erat dengan asbab al-nuzul, misalnya Ibnu
Abbbas meriwayatkan tentang Q.s. al-Nisa/4:59:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan rasul-Nya,dan
orang-orang yang memiliki kekuasaan (ulil amr) diantara kamu. Kemudian
jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (al-Qur’an) dan rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya”.
Ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Abdullah ibn Hudzaifah ibn Qais
ibn Adi ketika rasul menunjuknya sebagai panglima sariyya (detasemen, sebuah
satuan tugas tentara). Sedangkan kategori kedua (mumkin) periwayat tidak
menceritakan dengan jelas bahwa peristiwa yang diriwayatkannya berkaitan erat
dengan asbab al-nuzul, tetapi hanya menjelaskan kemungkinan-kemungkinannya,
misalnya riwayat Urwah tentang kasus Zubair yang bertengkar dengan seseorang
dari kalangan Anshar, karena masalah aliran air (irigasi di al-Harra). Rasulullah
bersabda:” Wahai Zubair, aliri air tanahmu, dan kemudian tanah-tanah
disekitarmu.” Sahabat Anshar tersebut kemudian memprotes:” Wahai Rasulullah,
apakah karena ini keponakanmu?” Pada saat itu Rasulullah dengan rona wajah
yang memerah kemudian berkata :” Wahai Zubair, alirkan air ketanahnya hingga
penuh, dan kemudian biarkan selebihnya mengalir ketetanggamu.” Tampak
bahwa Rasulullah Saw memungkinkan Zubair memperoleh sepenuh haknya justru
5[5] Ibid. Hlm. 81
14
sesudah Anshar memnujnjukkan kemarahannya. Sebelumnya Rasulullah telah
memberikan perintah yang adil bagi mereka berdua. Zubair berkata: “ Saya tidak
bisa memastikan, hanya agaknya ayat itu turun berkenaan dengan peristiwa
tersebut.” Ayat yang dimaksud ialah Q.s. al-Nisa /4:65:
Artinya: “Maka demi Tuhan mu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman
hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu
keberatan terahdap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya “.
Mengenai jenis-jenis asbab al-nuzul dapat dikategorikan kedalam beberapa
bentuk sebagai berikut:
1. Sebagai tanggapan atas suatu peristiwa umum
Bentuk sebab turunya ayat sebagai tanggapan terhadap suatu peristiwa,
misalnya riwayat ibn Abbas bahwa Rasulullah perna ke al-Bathha, dan ketika
turun dari gunung beliau berseru: “ Wahaw para sahabat, berkumpullah!” Ketika
melihat orang-orang Quraisy yang juga ikut mengelilinginya, maka beliau pun
bersabda:” apakah engkau akan percaya, apabila aku katakan bahwa musuh
tengah mengancam ari balik punggung gunung dan mereka bersiap-siap
menyebrang entah dipagi hari ataupun dipetang hari?” Mereka menjawab:” Ya,
kami percaya wahai Rasulullah!” Kemudian Nabi melanjutkan,” Danaku akan
menjelaskan kepada mu tentang beberapa hukuman.” Maka Abu Lahab berkata:”
Apakah hanya untuk masalah seperti ini engkau kumpulkan kami, wahai
Muhammad?” Maka Allah kemudian menurunkan Q.s.al-Lahab/111
Artinya:”Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan
binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang dia
usahakan. Kelakdia akan masuk kedalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula)
istrinya, membawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali sabut.”
15
2. Sebagai tanggapan atau suatu peristiwa khusus
Contoh sebab turunnya ayat sebagai tanggapan atas suatu peristiwa khusus
ialah turunnya surah al-Baqarah/2:158, sebagaimana telah diuraikan terdahulu.
3. Sebagai jawaban terhadap pertanyaan kepada Nabi
Asbab al-nuzul lainnya ada dalam bentuk pertanyaan kepada Rasulullah,
seperti turunnya Q.s. al-Nisa/4:11:
Artinya: “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)
anak-anakmu. Yaitu bagian anak-anak laki-laki sama dengan bagian dua anak
perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua penting dari harta yang
ditinggalkan. Jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh
separuh harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak bagi masing-masing seperenam
dari harta yang ditinggalkan.”
Ayat tersebut turun untuk memberikan jawaban secara tuntas terhadap
pertanyaan Jabir kepada Nabi, sebagaimana diriwayatkan Jabir: “Rasulullah
datang bersama Abu Bakar, berjalan kaki mengunjungiku (karena sakit) di
perkampungan Banu Salamah. Rasulullah menemukanku dalam keadaan tidak
sabar sehingga beliau meminta agar disediakan air, kemudian berwudhu, dan
memercikkan sebagian pada tubuhku. Lalu aku sadar, dan berkata: “Ya
Rasulullah! Apakah yang Allah perintahkan bagiku berkenaan dengan harta benda
milikku?” Maka turunlah ayat di atas.
4. Sebagai jawaban dari pertanyaan Nabi
Salah satu bentuk lain ialah Rasulullah Saw mengajukan pertanyaan, seperti
turunnya Q.s Maryam/19:64:
Artinya: “Dan tidaklah kami (Jibril) turun,kecuali dengan perintah Tuhanmu.
Kepunyaan-Nya lah apa-apa yang dihadapan kita, apa-apa yang ada di belakang
kita, dan apa-apa yang ada diantara keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa.”
16
Ayat tersebut turun untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan Nabi,
sebagaimana diriwayatka Ibn Abbas bahwa Rasulullah bertanya kepada Malaikat
Jibril, “Apa yang menghalangi kehadiranmu, sehingga lebih jarang muncul
ketimbang masa-masa sebelumnya?” Maka turunlah ayat di atas.
5. Sebagai tanggapan atas pertanyaan yang bersifat umum
Dalam bentuk lain, ayat-ayat al-Qur’an diturunkan dalam rangka memberi
petunjuk perihal pertanyaan bersifat umum, yang muncul di kalangan sahabat
Nabi,seperti turunnya Q.s. al-Baqarah/2:222:
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah: ”Haid itu
adalah suatu kotoran.” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari
wanita diwaktu haid,dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka
suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”
Ayat itu turun perihal pertanyaan yang bersifat umum dari kalangan sahabat
Nabi, sebagaimana diriwayatkan oleh Tsabit oleh Anas bahwa di kalangan
Yahudi, apabila wanita mereka sedang haid, mereka tidak makan bersama wanita
tersebut, atau juga tidak tinggal serumah. Para sahabat yang mengetahui masalah
itu kemudian bertanya kepada Rasulullah Saw tentang hal ini, maka turunlah ayat
di atas.
6. Sebagai tanggapan terhadap orang-orang tertentu
Kadangkala ayat-ayat al-Qur’an turun untuk menanggapi keadaan tertentu
atau orang-orang tertentu, seperti turunnya Q.s. al-Baqarah/2:196:
Artinya: “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Jika
kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah)
korban yang mudah didapat dan jangan kamu mencukur kepalamu sebelum
korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada diantara kamu yang sakit
17
atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah berfidyah,
yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkorban.”
Ka’b ibn Ujrah meriwayatkan bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan
pelaksanaan haji dan umrah.jika ada seseorang yang merasa sakit atau ada
gangguan di kepala, maka diberi kemudahan baginya. Ka’b ibn Ujrah sendiri
merasakan ada masalah dengan kutu-kutu yang banyak di kepalanya, lalu ia
sampaikan kepada Nabi, dan Nabi menjawab: “Cukurlah rambutmu dan
gantikanlah dengan berpuasa tiga hari, atau menyembelih hewan kurban atau
memberi makan untuk enam orang miskin, untuk masing-masing orang miskin
satu sha.”
Contoh lain adalah rujukan tentang Nabi Muhammad Saw, di dalam al-
Qur’an, seperti turunnya Q.s. al-Qiyamah/75:16-18:
Artinya: “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) al-Qur’an
karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan
Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan membuatmu pandai membacanya.
Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu.”
Menurut riwayat Ibn Abbas, ayat ini turun ketika Malaikat Jibril
menyampaikan wahyu kepada Nabi. Nabi tampak menggerak-gerakkan lidah dan
bibirnya, hal ini tampak amat berat baginya, dan gerakan tersebut merupakan
petunjuk bahwa wahyu sedang turun.
7. Beberapa sebab tapi satu wahyu
Terkadang wahyu turun untuk menanggapi beberapa peristiwa atau sebab,
misalnya turunnya Q.s. al-Ikhlas/112:
Artinya: “Katakanlah: ”Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan
yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Tiada beranak dan tiada pula
diperanakkan. Dan tiada seorang pun yang setara dengan Dia.”
18
Ayat-ayat di atas turun sebagai tanggapan terhadap orang-orang musyrik
Mekah sebelum hijrah, dan terhadap kaum ahli kitab yang ditemui di Madinah
sesudah hijrah.
8. Beberapa wahyu tetapi satu sebab
Ada lagi beberapa ayat yang diturunkan untuk menanggapi satu peristiwa,
misalnya ayat-ayat diturunkan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh
Ummu Salamah, yakni mengapa hanya lelaki saja yang yang disebut dalam al-
Qur’an, yang diberi ganjaran. Menurut al-Hakim dan Tarmizi, pertanyaan itu
menyebabkan turunnya tiga ayat, yaitu Q.s. Alu Imran/3:195, Q.s. al-Nisa/4:32
dan Q.s. al-Ahzab/33:35.6[6]
E. Beberapa Pandangan tentang Asbab al-Nuzul
Para ulama tidak sepakat mengenai kedudukan asbab al-Nuzul. Mayoritas
ulama tidak memberikan keistimewaan khusus kepada ayat-ayat yang mempunyai
riwayat asbab al-nuzul, karena yang terpenting bagi mereka ialah apa yang tertera
di dalam redaksi ayat.
Jumhur ulama kemudian menetapkan suatu kaidah:
Artinya: “Yang dijadikan pegangan ialah keumuman lafal, bukan kekhususan
sebab.”
Sedangkan sebagian kecil ulama memandang penting keberadaan riwayat-
riwayat asbab al-nuzul di dalam memahami ayat. Golongan ini juga memetapkan
kaidah:
Artinya: “yang dijadikan pegangan ialah kekhususan sebab, bukan kemuman
lafal.”
6[6] Ibid. Hlm.89
19
Jumhur ulama berpendapat bahwa ayat-ayat yang diturunkan berdasarkan
sebab khusus tetapi diungkapkan dalam bentuk lafal umum, maka yang dijadikan
pegangan ialah lafal umum. Sebagai contoh, turunnya Q.s. al-Maidah/5:38:
Artinya: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah
tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Ayat ini turun berkenaan dengan pencurian sejumlah perhiasan yang
dilakukan pada masa Nabi. Tetapi ayat ini menggunakan lafal ‘am, yaitu isim
mufrad yang dita’rifkan dengan alif lam (al) jinsiyyah. Mayoritas utama
memahami ayat tersebut berlaku umum, tidak hanya tertuju kepada yang menjadi
sebab turunnya ayat.
Sebaliknya minoritas ulama menekankan pentingnya riwayat asbab al-nuzul
dengan memberikan contoh tentang Q.s. al-Baqarah/2:115:
Artinya: “Dan kepunyaan Allah lah timur dan barat, maka kemanapun kamu
menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya)
lagi Maha Mengetahui."
Jika hanya berpegang kepada redaksi ayat, maka hukum yang dipahami dari
ayat tersebut ialah tidakwajib menghadap ke kiblat pada waktu shalat, baik dalam
keadaan musafir atau tidak. Pemahaman seperti ini jelas keliru karena
bertentangan dengan dalil lain dan ijma’ para ulama. Akan tetapi dengan
memperhatikan asbab al-nuzul ayat tersebut, maka dipahami bahwa ayat itu bukan
ditujukan kepada orang-orang yang berada pada kondisi biasa atau bebas, tetapi
kepada orang-orang yang karena sebab tertentu tidak dapat menentukan arah
kiblat.
Kaidah kedua lebih kontekstual, tetapi persoalannya adalah tidak semua ayat-
ayat al-Qur’an mempunyai asbab al-nuzul. Ayat-ayat yang mempunyai asbab al-
20
nuzul jumlahnya sangat terbatas. Sebagian diantaranya tidak shahih, ditambah lagi
satu ayat kadang-kadang mempunyai dua atau lebih riwayat asbab al-nuzul.7[7]
F. Kaidah Pengkajian Tafsir
Kaidah pengkajian penafsiran merupakan kaidah yang dibangun berdasarkan
perspektif dan wordview yang dianut oleh berbagai aliran pemikiran Islam. Dalam
hal ini warna tafsir menjadi sangat beragam sesuai dengan perspektif keilmuannya
masing-masing.
Beberapa perspektif keilmuan yang berpengaruh dalam penafsiran al-Qur’an
di antaranya adalah ilmu kalam, fiqh, tasawuf, filsafat dan ilmu pengetahuan
modern. Pada masing-masing perspektif keilmuan tersebut juga terdapat berbagai
aliran pemikiran yang bermacam-macam. Misalnya adanya perbedaan kaidah
antara tafsir yang dikembangkan Asy’ariyah dan Muktazilah dalam perspertif
teologi. Atau antara tafsir Syafi’iyah dan Hanafiyah dalam perspektif fiqh. Juga
antara tafsir Ghazalian dan Rusydian dalam sudut pandang filsafat. Setiap aliran
memiliki perspertif keilmuan tersendiri berdasarkan paradigmanya masing-
masing.
Munculnya ilmu pengetahuan modern juga berpengaruh pada corak tafsir
umat Islam. Adanya perubahan sosial, perkembangan ilmu pengetahuan dan
bahasa melahirkan tafsir modern. Arus perubahan dan perkembangan ini berjalan
sedemikian cepat dan bersifat global. Akibatnya pandangan umat Islam terhadap
realitas pun berubah. Dus pemahaman terhadap informasi yang bersumber dari al-
Qur’an pun mengalami perubahan.
Misalnya ketika ilmu pengetahuan dapat mendeteksi jenis janin bayi ketika
masih dalam perut ibunya, maka pemahaman terhadap teks “Allah mengetahui
apa yang dikandung oleh setiap perempuan (hamil)” (Q.S. 13:8) tidak lagi
ditafsirkan mengetahui jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Melainkan
mengetahui dalam perspektif yang lain, seperti masa depan, jiwa, bakat dan
perincian yang lain.
7[7] Ibid. Hlm. 91
21
Rasionalitas modern seperti inilah yang menjadi ciri khusus tafsir modern.
Para mufasir modern melakukan penafsiran dengan menggunakan kacamata yang
bisa dikonsumsi masyarakat saintifik. Salah satu cirinya adalah adanya upaya
demitologisasi terhadap berbagai pemikiran yang tidak rasional yang dilakukan
para mufasir sebelumnya.8[8]
8[8]http://kumpulan-makalah-islami.blogspot.co.id/2010/01/kaida-kaidah-tafsir.html
22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Asbab al-nuzul didefinisikan sebagai suatu hal yang karenanya al-qur’an
diturunkan untuk menerangkan status hukumnya, pada masa hal itu terjadi,
baik berupa peristiwa maupun pertanyaan, serta memiliki faedah didalamnya.
2. Fungsi memahami asbab al-nuzul
Mengetahui hikmah dan rahasia diundangkannya suatu hukum dan
perhatian syara’ terhadap kepentingan umum, tanpa membedakan etnik,
jenis kelamin, dan agama.
Mengetahui asbab al-nuzul akan membantu memberikan kejelasan
terhadap beberapa ayat.
Pengetahuan asbab al-nuzul dapat mengkhususkan (takhshis) hukum
terbatas pada sebab, terutama ulama yang menganut kaidah “sabab
khusus”.
Dapat membantu memahami apakah suatu ayat berlaku umum atau
berlaku khusus, selanjutnya dalam hal apa ayat itu diterapakan.
3. Cara turunnya Asbab al-Nuzul itu:
Pertama ayat-ayat turun sebagai reaksi terhadap pertanyaan yang
dikemukakan kepada Nabi.
Kedua ayat-ayat turun sebagai permulaan tanpa didahului oleh peristiwa
atau pertanyaan.
Ketiga ayat-ayat yang mempunyai sebab turun itu terbagi menjadi dua
kelompok.
Asbab al-nuzul diketahui melalui riwayat yang disandarkan kepada nabi
Muhammad SAW. Tetapi tidak semua riwayat yang disandarkan kepadanya dapat
23
dipegang. Riwayat yang dapat dipegang ialah riwayat yang memenuhisyarat-
syarat tertentu sebagaimna ditetapkan para ahli hadist.
Riwayat-riwayat asbab al-nuzul dapat digolongkan dalam dua kategori, yaitu
riwayat-riwayat pasti dan tegas, dan riwayat-riwayat yang tidak pasti (mumkin).
Para ulama tidak sepakat mengenai kedudukan asbab al-Nuzul. Mayoritas
ulama tidak memberikan keistimewaan khusus kepada ayat-ayat yang mempunyai
riwayat asbab al-nuzul, karena yang terpenting bagi mereka ialah apa yang tertera
di dalam redaksi ayat.
Kaidah pengkajian penafsiran merupakan kaidah yang dibangun berdasarkan
perspektif dan wordview yang dianut oleh berbagai aliran pemikiran Islam. Dalam
hal ini warna tafsir menjadi sangat beragam sesuai dengan perspektif keilmuannya
masing-masing.
B. Saran
Berdasarkan pada uraian tersebut diatas, maka penulis menyampaikan saran-
saran yang berkaitan dengan Pengertian Asbab Al-Nuzul Dan Kaidah-Kaidah
Pengkajian Tafsir. Dengan mempelajari Alqur’an dan sebab-sebab di turunkannya
al-quran bisa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dan
mengaplikasikan isi kandungan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.
24
DAFTAR PUSTAKA
1[1] Prof. Dr. M. Quraish Shibab, Prof. Dr. H. Ahmad Sukardja, Dr. Badri Yatim, Dr. Dede
Rosyada, Drs. Nasaruddin Umar, M.A. Ulum Al-Qur’an.Jakarta: Pustaka Firdaus. 2001. Hlm. 77
1[2]Abu Anwar, M.Ag. Ulumul Qur’an. Pekanbaru: Amzah. 2002. Hlm. 29
1[3]Ibid. Hlm.78
1[4] Ibid. Hlm. 81
1[5] Ibid. Hlm. 81
1[6] Ibid. Hlm.89
1[7] Ibid. Hlm. 91
http://kumpulan-makalah-islami.blogspot.co.id/2010/01/kaida-kaidah-tafsir.html
Top Related