BAB IPENDAHULUAN
Kurikulum sebagai sebuah rancangan pendidikan mempunyai kedudukan
yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat
pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan dalam perkembangan
kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kuriJkulum tidak bisa dilakukan
tanpa menggunakan landasan yang kokoh dan kuat.
Landasan pengembangan kurikulum tidak hanya diperlukan bagi para
penyusun kurikulum atau kurikulum tertulis yang sering disebut juga sebagai
kurikulum ideal, akan tetapi terutama harus dipahami dan dijadikan dasar
pertimbangan oleh para pelaksana kurikulum yaitu para pengawas pendidikan dan
para guru serta pihak-pihak lain yang terkait dengan tugas-tugas pengelolaan
pendidikan, sebagai bahan untuk dijadikan instrumen dalam melakukan
pembinaan terhadap implementasi kurikulum di setiap jenjang pendidikan.
Penyusunan dan pengembangan kurikulum tidak bisa dilakukan secara
sembarangan. Dibutuhkan berbagai landasan yang kuat agar mampu dijadikan
dasar pijakan dalam melakukan proses penyelenggaraan pendidikan, sehingga
dapat memfasilitasi tercapainya sasaran pendidikan dan pembelajaran secara lebih
efektif dan efisien.
BAB IILANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. Pengertian Kurikulum
1. Kurikulum sebagai Rencana Belajar
“program belajar bagi siswa yang disusun secara sistimatis dan logis,
diberikan oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan”
(Sudjana, 2005:5).
2. Kurikulum sebagai Rencana Pembelajaran
“kurikulum bukan hanya merupakan rencana tertulis bagi pengajaran,
melainkan sesuatu yang fungsional yang beroprasi dalam kelas, yang
memberi pedoman dan mengatur lingkungan dan kegiatan yang
berlangsung di dalam kelas”
(Sukmadinata, 2005: 4-6).
3. Kurikulum sebagai Rencana Pengalaman Belajar
“program dan pengalaman belajar serta hasil-hasil belajar yang di
harapkan yang diformulasikan melalui pengetahuan dan kegiatan yang
tersusun secara sistematis, di berikan kepada siswa di bawah tanggung
jawab sekolah untuk membantu pertumbuhan atau perkembangan pribadi
dan kompetensi sosial anak didik” (Sudjana, 2005:5).
4. Kurikulum dalam Arti Luas
“seluruh program dan kehidupan dalam sekolah”(wijaya, 1988 : 24).
5. UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
“seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
bahan pelajaran, teknik penilaian, serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu” .
6. Pengertian secara Umum
“suatu rencana yang dirancang agar proses belajar mengajar dapat
berjalan secara optimal untuk mencapai tujuan pendidikan di bawah
bimbingan dan tanggung jawab sekolah beserta staf pengajar”(Windari,
2011: http://www.infodiknas.com).
“suatu rencana atau aktifitas yang menyangkut semua kegiatan
yang dilakukan dan di alami peserta didik dalam proses pembelajaran
disekolah maupun lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditentukan”(Windari, 2011: http://www.infodiknas.com).
B. Hakikat Pengembangan Kurikulum
Pada dasarnya pengembangan kurikulum ialah mengarahkan kurikulum
sekarang ke tujuan pendidikan yang diharapkan karena adanya berbagai
pengaruh yang sifatnya positif yang datangnya dari luar atau dari dalam
sendiri, dengan harapan agar peserta didik dapat mengahadapi masa depannya
dengan baik.
Orientasi pengembangan kurikulum menurut Seller dalam (Wina,
2008:33 ) menyangkut enam aspek, yaitu:
1. Tujuan pendidikan menyangkut arah kegiatan pendidikan. Artinya, hendak
dibawa ke mana siswa yang kita didik itu.
2. Pandangan tentang anak: apakah anak dianggap sebagai organisme yang
aktif atau pasif.
3. Pandangan tentang proses pembelajaran: apakah proses pembelajaran itu
dianggap sebagai proses transformasi ilmu pengetahuan atau mengubah
perilaku anak.
4. Pandangan tentang lingkungan: apakah lingkungan belajar harus dikelola
secara formal, atau secara bebas yang dapat memungkinkan anak bebas
belajar.
5. Konsepsi tentang peranan guru: apakah guru harus berperan sebagai
instruktur yang bersifat otoriter, atau guru dianggap sebagai fasilitator
yang siap memberi bimbingan dan bantuan pada anak didik untuk belajar.
6. Evaluasi belajar: apakah mengukur keberhasilan ditentukan dengan tes atau
nontes.
Pengembangan kurikulum pada hakikatnya adalah proses
penyesuaian rencana tentang isi dan bahan pelajaran yang harus dipelajari
serta bagaimana cara mempelajarinya. Namun demikian, persoalan
mengembangkan isi dan bahan pelajaran serta bagaimana cara belajar siswa
bukanlah suatu proses yang sederhana, sebab menetukan isi atau muatan
kurikulum harus berangkat dari visi, misi, serta tujuan yang ingi dicapai;
sedangkan menetukan tujuan erat kaitannya dengan persoalan system nilai
dan kebtuhan masyarakat. Persoalan inilah yang kemudian membawa kita
pada persoalan menentukan hal-hal yang mendasar dalam proses
pengembangan kurikulum yang kemudian kita namakan asas-asas atau
landasan pengembangan kurikulum (Wina, 2008:31-32).
C. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum
Menurut (Wina, 2008:39-42), ada beberapa prinsip umum dalam
pengembangan kurikulum, yaitu:
1. Prinsip Relevansi
Ada dua macam relevansi yang harus dimiliki kurikulum, yaitu
relevansi ke luar (eksternal) dan relevansi di dalam kurikulum itu sendiri
(internal). Relevansi internal adalah bahwa setiap kurikulum harus
memiliki keserasian antara komponen-komponennya, yaitu keserasian
antara tujuan yang harus dicapai, isi, materi, atau pengalaman belajar
yang harus dimiliki siswa, strategi atau metode yang digunakan serta alat
penilaian untuk melihat ketercapaian tujuan. Relevansi internal ini
menunjukkan keutuhan suatu kurikulum.
Ada 3 macam relevansi eksternal dalam pengembangan kurikulum:
Pertama, relevan dengan lingkungan hidup peserta didik. Kedua, relevan
dengan perkembangan zaman baik sekarang maupun dengan yang akan
datang. Artinya, isi kurikulum harus sesuai dengan situasi dan kondisi
yang sedang berkembang. Ketiga, relevan dengan tuntutan dunia
pekerjaan. Artinya, bahwa apa yang diajarkan di sekolah harus mampu
memenuhi dunia kerja.
2. Prinsip Fleksibilitas
Apa yang diharapkan dalam kurikulum ideal kadang-kadang tidak
sesuai dengan kondisi kenyataan yang ada. Bisa saja ketidaksesuaian itu
ditunjukkan oleh kemampuan guru yang kurang, latar belakang atau
kemampuan dasar siswa yang rendah, atau mungkin sarana dan
prasarana yang ada di sekolah tidak memadai. Kurikulum harus bersifat
lentur atau fleksibel. Artinya, kurikulum itu harus bisa dilaksanakan
sesuai dengan kondisi yang ada. Kurikulum yang kaku atau tidak
fleksibel akan sulit diterapkan.
Prinsip fleksibilitas memiliki dua sisi: Pertama, fleksibel bagi guru,
yang artinya kurikulum harus memberikan ruang gerak bagi guru untuk
mengembangkan program pengajarannya sesuai dengan kondisi yang
ada. Kedua, fleksibel bagi siswa, artinya kurikulum harus menyediakan
berbagai kemungkinan program pilihan sesuai dengan bakat dan minat
siswa.
3. Prinsip Kontinuitas
Perkembangan dan proses belajar anak berlangsung secara
berkesinambungan, tidak terputus-putus. Oleh karena itu, pengalaman
belajar yang disediakan kurikulum juga hendaknya berkesinambungan
antara satu tingkat kelas dengan kelas lainnya, antara satu jenjang
pendidikan dengan jenjang lainnya, juga antara jenjang pendidikan
dengan pekerjaan. Pengembangan kurikulum perlu dilakukan serempak
bersama-sama.
4. Prinsip Efisiensi
Betapa bagus dan idealnya suatu kurikulum kalau menuntut
keahlian-keahlian dan peralatan yang sangat khusus dan mahal pula
biayanya, maka kurikulum tersebut tidak praktis dan sukar dilaksanakan.
Kurikulum dan pendidikan selalu dilaksanakan dalam keterbatasan-
keterbatasan, baik keterbatasan waktu, biaya, alat, maupun personalia.
Kurikulum bukan hanya harus ideal tetapi juga harus praktis.
5. Prinsip Efektifitas
Walaupun kurikulum tersebut harus murah dan sederhana, tetapi
keberhasilannya tetap harus diperhatikan, baik secara kuantitas maupun
kualitas.
D. Landasan Pengembangan Kurikulum
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum ialah
pentingnya rumusan yang didapatkan dari hasil berpikir secara
mendalam, analisis, logis, sistematis dalam merencanakan,
melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum baik dalam
bentuk kurikulum sebagai rencana (tertulis), terlebih kurikulum dalam
bentuk pelaksanaan di sekolah.
a. Filsafat Pendidikan
Filsafat berupaya mengkaji berbagai permasalahan yang
dihadapai manusia, termasuk masalah pendidikan. Pendidikan
sebagai ilmu terapan, tentu saja memerlukan ilmu-ilmu lain sebagai
penunjang, di antaranya filsafat. Filsafat pendidikan pada dasarnya
adalah penerapan dan pemikiran-pemikiran filosofis untuk
memecahkan masalah-masalah pendidikan. Menurut Redja
Mudyahardjo (1989), terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang
sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada
umumnya dan pendidikan di Indonesia pada khususnya, yaitu :
filsafat idealisme, realisme dan filsafat fragmatisme.
b. Filsafat dan Tujuan Pendidikan
Bidang telaahan filsafat pada awalnya mempersoalkan siapa
manusia itu? Kajian terhadap persoalan ini berupaya untuk
menelusuri hakikat manusia, sehingga muncul beberapa asumsi
tentang manusia. Misalnya manusia adalah makhluk religius,
makhluk sosial, makhluk yang berbudaya, dan lain sebagainya. Dari
beberapa telaahan tersebut filsafat mencoba menelaah tentang tiga
pokok persoalan, yaitu hakikat benar-salah (logika), hakikat baik-
buruk (etika), dan hakikat indah-jelek (estetika). Oleh karena itu
maka ketiga pandangan tersebut sangat dibutuhkan dalam
pendidikan. Terutama dalam menentukan arah dan tujuan
pendidikan. Artinya ke mana pendidikan akan dibawa, terlebih
dahulu harus ada kejelasan pandangan hidup manusia atau tentang
hidup dan eksistensinya.
Filsafat akan menentukan arah kemana peserta didik akan
dibawa, filsafat merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi dan
membimbing ke arah pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu,
filsafat yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat
tertentu atau bahkan yang dianut oleh perorangan akan sangat
mempengaruhi terhadap tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
c. Manfaat Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari
pemikiran-pemikiran filsafat untuk memecahkan permasalahn
pendidikan. Dengan demikian tentu saja bahwa filsafat memiliki
manfaat dan memberikan kontribusi yang besar terutama dalam
memberikan kajian sistematis berkenaan dengan kepentingan
pendidikan. Menurut Nasution (1982) mengidentifikasi beberapa
manfaat filsafat pendidikan, yaitu:
1) Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana
anak-anak melalui pendidikan di sekolah. Sekolah adalah suatu
lembaga yang didirikan untuk mendidik anak-anak ke arah yang
dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa dan negara.
2) Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat
yang dianut, kita mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang
harus dicapai.
3) Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat
kepada segala usaha pendidikan.
4) Tujuan pendidikan memungkinkan si penduduk menilai
usahanya, hingga manakah tujuan itu tercapai.
5) Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi
kegiatan-lkegiatan pendidikan.
d. Kurikulum dan Filsafat Pendidikan
Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai
tujuan pendidikan, karena tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh
filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa, maka tentu saja
kurikulum yang dikembangkan juga akan mencerminkan
falsafah/pandangan hidup yang dianut oleh bangsa tersebut oleh
karena itu terdapat hubungan yang sangat erat antara kurikulum
pendidikan di suatu negara dengan filsafat negara yang dianutnya.
Sebagai contoh, Indonesia pada masa penjajahan Belanda, kurikulum
yang dianut pada masa itu sangat berorientasi pada kepentingan
politik Belanda. Demikian pula pada saat negara kita dijajah Jepang,
maka orientasi kurikulum berpindah yaitu disesuaikan dengan
kepentingan dan sistem nilai yang dianut oleh negara Matahari
Terbit itu. Setelah Indonesia mencapai kemerdekaannya, dan secara
bulat dan utuh menggunakan pancasila sebagai dasar dan falsafah
dalam berbangsa dan bernegara, maka kurikulum pendidikan pun
disesuaikan dengan nilai-nilai pancasila itu sendiri.
Pengembangan kurikulum walaupun pada tahap awal sangat
dipengaruhi oleh filsafat dan ideologi negara, namun tidak berarti
bahwa kurikulum bersifat statis, melainkan senantiasa memerluka
pengembangan, pembaharuan dan penyempurnaan disesuaikan
dengan kebutuhan dan tuntutan dan perkembangan zaman yang
senantiasa cepat berubah.
2. Landasan Psikologis
Penerapan landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum,
tiada lain agar upaya pendidikan yang dilakukan dapat menyesuaikan
dari segi materi atau bahan yang harus disampaikan, penyesuaian dari
segi proses penyampaian atau pembelajarannya, dan penyesuaian dari
unsur-unsur upaya pendidikan lainnya.
a. Perkembangan Peserta Didik dan Kurikulum
Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan-
keunikan, seperti pernyataan dirinya dalam bentuk tangisan atau
gerakan-gerakan tertentu. Hal ini memberikan gambaran bahwa
sebenarnya sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk
berkembang. Bagi aliran yang sangat percaya dengan kondisi
tersebut sering menganggap anak sebagai orang dewasa dalam
bentuk kecil. J.J.Rousseau, seorang ahli pendidikan bangsa
Perancis, termasuk yang fanatik berpandangan seperti itu. Dewasa
dalam bentuk kecil mengandung makna bahwa anak itu belum
sepenuhya memiliki potensi yang diperlukan bagi penyesuaian diri
terhadap lingkungannya, ia masih memerlukan bantuan untuk
berkembang ke arah kedewasaan yang sempurna Rousseau memberi
tekanan kepada kebebasan berkembang secara mulus menjadi orang
dewasa yang diharapkan.
Pendapat lain mengatakan bahwa perkembangan anak itu
adalah hasil dari pengaruh lingkungan. Anak dianggap sebagai kertas
putih, di mana orang-orang di sekelilingnya dapat bebas menulis
kertas tersebut. Pandangan ini bertentangan dengan pandangan di
atas, di mana justru aspek-aspek di luar anak/lingkungannya lebih
banyak mempengaruhi perkembangan anak menjadi individu yang
dewasa. Pandangan ini sering disebut teori Tabularasa dengan
tokohnya yaitu John Locke.
Selain kedua pandangan tersebut, terdapat pandangan yang
menyebutkan bahwa perkembangan anak itu merupakan hasil
perpaduan antara pembawaan dan lingkungan. Aliran ini mengakui
akan kodrat manusia yang memiliki potensi sejak lahir, namun
potensi ini akan berkembang menjadi baik dan sempurna berkat
pengaruh lingkungan. Aliran ini disebut aliran konvergensi dengan
tokohnya yaitu William Stern. Pandangan yang terakhir ini
dikembangkan lagi oleh Havighurst dengan teorinya tentang tugas-
tugas perkembangan (developmental tasks). Tugas-tugas
perkembangan yang dimaksud adalah tugas yang secara nyata harus
dipenuhi oleh setiap anak/individu sesuai dengan taraf/tingkat
perkembangan yang dituntut oleh lingkungannya. Apabila tugas-
tugas itu tidak terpenuhi, maka pada taraf perkembangan berikutnya
anak/individu tersebut akan mengalami masalah.
b. Psikologi Belajar dan Kurikulum
Psikologi belajar merupakan suatu cabang bagaimana
individu belajar. Belajar bisa diartikan sebagai perubahan perilaku
yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubahan perilaku baik
yang berbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotor dan terjadi
karena prosespengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku
belajar. Perubahan-perubahan perilaku yang terjadi secara insting
atau terjadi karena kematangan, atau perilaku yang terjadi secara
kebetulan, tidak termasuk belajar. Mengetahui tentang
psikologi/teori belajar merupakan bekal bagi para guru dalam tugas
pokoknya yaitu pembelajaran anak.
Psikologi atau teori belajar yang berkembang pada
dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga rumpun, yaitu : Teori
Disiplin Mental atau Teori Daya (Faculty Theory), Behaviorisme,
dan Organismik atau kognitif Gestalt Field.
3. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis menyangkut kekuatan-kekuatan sosial di
masyarakat. Kekuatan-kekuatan itu berkembang dan selalu berubah-
ubah sesuai dengan perkembangan zaman. Kekuatan itu dapat berupa
kekuatan yang nyata maupun yang potensial, yang berpengaruh dalam
perkembangan kebudayaan seirama dengan dinamika masyarakat.
a. Perkembangan Peserta Didik dan Kurikulum
Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam
pengembangan kurikulum dengan pertimbangan :
1) Individu lahir tak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita,
sikap, pengetahuan, keterampilan, dan lain sebagainya.
2) Kurikulum dalam suatu masyarakat pada dasarnya merupakan
refleksi dari cara orang berpikir, berasa, bercita-cita, atau kebiasaan-
kebiasaan.
3) Seluruh nilai yang telah disepakati masyarakat dapat pula disebut
kebudayaan. Kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, karsa manusia
yang diwujudkan dalam tiga gejala, yaitu:
1. Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan lain-lain.
2. Kegiatan, yaitu tindakan berpola dari manusia dalam
bermasyarakat.
3. Benda hasil karya manusia.
b. Masyarakat dan Kurikulum
Masyarakat adalah suatu kelompok individu yang
diorganisasikan mereka sendiri ke dalam kelompok-kelompok
berbeda. Kebudayaan hendaknya dibedakan dengan istilah
masyarakat yang mempunyai arti suatu kelompok individu yang
terorganisir yang berpikir tentang dirinya sebagai suatu yang
berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya. Tiap
masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri, dengan
demikian yang membedakan masyarakat yang satu dengan
masyarakat lainnya adalah kebudayaan. Hal ini mempunyai
implikasi bahwa apa yang menjadi keyakinan pemikiran seseorang,
reaksi terhadap perangsang sangat tergantung kepada kebudayaan di
mana ia dibesarkan..
Perubahan sosial budaya dalam suatu masyarakat akan
mengubah pula kebutuhan masyarakat. Kebutuhan masyarakat juga
dipenuhi oleh kondisi dari masyarakat itu sendiri. Adanya
perbedaan antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya
sebagian besar disebabkan oleh kualitas individu-individu yang
menjadi anggota masyarakat tersebut. Di sisi lain kebutuhan
masyarakat pada umumnya juga berpengaruh terhadap individu-
individu sebagai sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu,
pengembangan kurikulum yang hanya berdasarkan pada
keterampilan dasar saja tidak akan dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat modern yang bersifat teknologis dan mengglobal.
Pengembangan kurikulum juga harus ditekankan pada
pengembangan individu yang mencakup keterkaitannya dengan
lingkungan sosial setempat. Lingkungan sosial budaya merupakan
sumber daya yang mencakup kebudayaan, ilmu pengetahuan dan
teknologi. Berdasarkan uraian di atas, sangatlah penting
memperhatikan faktor kebutuhan masyarakat dalam pengembangan
kurikulum. Perkembangan masyarakat menuntut tersedianya proses
pendidikan yang relevan. Untuk terciptanya proses pendidikan yang
sesuai dengan perkembangan masyarakat maka diperlukan
rancangan berupa kurikulum yang landasan pengembangannya
memperhatikan faktor perkembangan masyarakat.
4. Landasan Lain
a. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Pendidikan merupakan usaha menyiapkan subjek didik
(siswa) menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan
yang semakin pesat. Pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran
dan atau latihan bagi perannya di masa yang akan datang.
Teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan ilmiah dan ilmu-
ilmu lainnya untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Ilmu
dan teknologi tak dapat dipisahkan. Ilmu pengetahuan dan
teknologi berkembang teramat pesat seiring lajunya perkembangan
masyarakat.
Untuk mencapai tujuan dan kemampuan- kemampuan
tersebut, maka ada hal-hal yang dijadikan sebagai dasar, yakni:
1) Pembangunan IPTEK harus berada dalam keseimbangan yang
dinamis dan efektif dengan pembinaan sumber daya manusia,
pengembangan sarana dan prasarana iptek, pelaksanaan dan
penelitian dan pengembangan serta rekayasa dan produksi barang
dan jasa.
2) Pembangunan IPTEK tertuju pada peningkatan kualitas, yakni
untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
3) Pembangunan IPTEK harus selaras (relevan) dengan nilai-nilai
agama, nilai luhur budaya bangsa, kondisi sosial budaya, dan
lingkungan hidup.
4) Pembangunan IPTEK harus berpijak pada upaya peningkatan
produktivitas, efesiensi dan efektivitas penelitian dan
pengembangan yang lebih tinggi.
5) Pembangunan IPTEK berdasarkan pada asas pemanfaatannya
yang memberikan nilai tambah dan memberikan pemecahan
masalah konkret dalam pembangunan.
Penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi dilaksanakan oleh berbagai pihak, yakni:
1) Pemerintah, yang mengembangkan dan memanfaatkan IPTEK
untuk menunjang pembangunan dalam segala bidang.
2) Masyarakat, yang memanfaatkan IPTEK itu pengembangan
masyarakat dan mengembangakannya secara swadaya.
3) Akademisi terutama di lingkungan perguruan tinggi,
mengembangkan IPTEK untuk disumbangkan kepada
pembangunan.
4) Pengusaha, untuk meningkatkan produktivitas
Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa
menghadapi masa depan dan perubahan masyarakat yang semakin
pesat termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan dan
teknologi, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
b. Landasan Historis
Landasan Historis berkaitan dengan formulasi program-
program sekolah pada waktu lampau yang masih hidup sampai
sekarang, atau yang pengaruhnya masih besar pada kurikulum saat
ini (Johnson, 1968). Oleh karena kurikulum selalu perlu
disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan dan perkembangan
zaman, maka perkembangan kurikulum pada suatu saat tertentu
diadakan untuk memenuhi tuntutan dan perkembangan pada waktu
tertentu.
Kurikulum yang dikembangkan pada saat ini, perlu
mempertimbangkan apa yang telah dilakukan dan apa yang telah
kita capai melalui kurikulum sebelumnya. Begitu pula selanjutnya,
kita perlu mempertimbangkan kurikulum yang yang ada sekarang
waktu mengembangkan kurikulum di masa depan, karena apa yang
telah kita lakukan sekarang akan berpengaruh terhadap kurikulum
yang akan dikembangkan di masa depan.
c. Landasan Yuridis
Kurikulum pada dasaranya adalah produk yuridis yang
ditetapkan melalui keputusan menteri Pendidikan Nasional RI.
Sebagai pengejawantahan dari kebijakan pendidikan yang
ditetapkan oleh lembaga legislatif yang mestinya mendasarkan
pada konstitusi/UUD. Dengan demikian landasan yuridis
pengembangan kurikulum di NKRI ini adalah UUD 1945
(pembukaan alinia IV dan pasal 31), peraturan-peraturan
perundangan seperti: UU tentang pendidikan (UU No.20 Tahun
2003), UU Otonomi Daerah, Surat Keputusan dari Menteri
Pendidikan, Surat Keputusan dari Dirjen Dikti, peraturan-peraturan
daerah dan sebagainya.
E. Pengembangan Kurikulum di Australia
Suatu kecenderungan pada semua sistem sekolah negeri semenjak
awal 1970-an adalah pendelegasian tanggung jawab kurikulum kepada
sekolah-sekolah. Tetapi kecepatannya sangat bervariasi. Pada beberapa
negara bagian, pedoman kurikulum dibuat terpusat tetapi sekolah-sekolah
dapat mengadaptasikannya untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan lokal.
Pada negara bagian yang lain, pejabat-pejabat yang relevan di pusat
menyusun tujuan umum dan sekolah menjabarkannya ke dalam bentuk
kurikulum yang rinci tetapi tetap berada dalam kerangka tujuan umum yang
telah ditetapkan. Pengecualian yang agak besar terjadi pada kurikulum
sekolah menengah untuk kelas-kelas terakhir; detail kurikulum disusun secara
terpusat untuk kepentingan ujian eksternal. Pada kedua territories , the
Australian Capital Territory (ACT) dan the Northern Territory, sekolah
relatif memiliki otonomi yang lebih luas dan dapat mengembangkan
kurikulumnya atas dasar tujuan umum yang ditentukan di tingkat sekolah.
Di pusat, penyusunan pedoman kurikulum serta objektif kurikulum
secara umum biasa terjadi tanggung jawab seksi kurikulum dalam departemen
pendidikan. Pedoman kurikulum pada dasarnya disusun oleh komisi-komisi
kurikulum yang sudah ada untuk setiap bidang . Walaupun sekolah-sekolah
swasta memiliki otonomi yang cukup luas dalam hal kurikulum. Banyak hal
mereka mengikuti kurikulum yang sama yang dipakai di sekolah-sekolah
negeri dalam negara bagian atau teritorinya. Pusat Pengembangan Kurikulum
(Curriculum Development Centre, CDC) dibentuk oleh pemerintah
Commonwealth dalam tahun 1975 untuk membantu mengkoordinasi dan
mendiseminasikannya, serta menyiapkan materi kurikulum. Buku-buku
pelajaran dan ujian disiapkan oleh berbagai badan termasuk seksi kurikulum,
departemen pendidikan, Dewan Penelitian Pendidikan Australia (ACER),
Pusat Pengembangan Kurikulum (CDC), penerbit buku-buku akademik yang
komersial, dan asosiasi guru-guru bidang studi.
Tanggung jawab tentang metodologi pengajaran pada prinsipnya
terletak pada masing-masing guru dan sekolah. Pada umumnya format
pengajaran pada pendidikan dasar ialah seorang guru memegang satu kelas,
tetapi ada kecenderungan terjadinya variasi pengelompokan kelas. Sama
halnya di sekolah menengah, hampir semua siswa tetap berada dalam
kelompok-kelompok umur yang bersamaan, dan mereka diajar oleh guru-guru
bidang studi, dan ada pula kecenderungan untuk mengelompokkan siswa
tidak berdasarkan kesamaan umur (horizontal age grouping) tetapi beda umur
(vertical age grouping), diajar oleh tim guru (team teaching), dan siswa
dikelompokkan dalam format-format kecil.
Masalah kurikulum yang krusial dalam sistem pendidikan Australia
tereletak terutama pada isi kurikulum (curriculum content), yaitu menentukan
isi kurikulum yang cocok untuk masyarakat. Hal ini timbul disebabkan oleh
perubahan yang terjadi dalam masyarakat Australia dan komposisi penduduk.
Lebih sulit memperoleh kesepakatan tentang isi kurikulum saat ini
dibandingkan dengan masa sebelumnya karena masyarakat Australia yang
semakin pluralistik dan sekaligus multikultural.
Sesudah tahun 1970, semua departemen pendidikan terlibat dalam
peninjauan kembali tujuan, struktur, dan kurikulum. Di antara upaya yang
dilakukan adalah menentukan dan mengembangkan kurikulum inti. Di
sampung itu, pada tingkat pendidikan menengah, banyak sekolah yang
menawarkan mata kuliah alternatif di luar mata kuliah yang sudah ada,
dengan prioritas pada bidang keahlian kejuruan dan teknologi. Tetapi masih
banyak lagi tugas yang harus dilakukan. Curriculum Framework di Australia
disusun dalam rangka menyongsong datangnya Abad XXI, dengan semboyan
"Educating our Children to succeed in the 21th Century". Prof. Lesley Parker,
Chair of the Curriculum Council, menyatakan rasa bangganya, karena "The
Curriculum Framework was developed through a unique cosultative process
that involved almost 10.000 teachers, parents, academics, curriculum officers,
students and other members of the community". Dengan kata lain,
pengembangan kurikulum di Australia telah melibatkan semua stakeholder
pendidikan.
Ada beberapa hal yang menarik dalam Curriculum Framework:
Pertama, ada 8 kondisi yang melatarbelakangi pengembangan kurikulum di
Australia, yaitu (1) cultural diversity, (2) changes in the family structure, (3)
rapid pace of technologival change, (4) global environmental issues, (5)
changing nature of social conditions, (6) change in the workplace, (7) inter-
dependence in the global economy, (8) uncertain standards of living. Kedua,
ada lima karakteristik nilai (values) yang akan dibangun melalui kurikulum
tersebut, yaitu: (1) pursuit of knowledge and commitment to achievement of
potential, (2) self acceptance and respect of self, (3) respect and concern for
others and their rights, (4) social and civic responsibility, dan (5)
environmental responsibility.
Apakah kurikulum di Australia telah menganut konsep kurikulum
yang berbasis kompetensi? Curriculum Framework tidak mengggunakan
istilah "berbasis kompetensi" atau "competency-based", namun menggunakan
istilah "student outcomes statement" atau dikenal dengan "overarching
statement learning outcomes", yang rumusannya pada hakikatnya sama
dengan rumusan kompetensi.
BAB IIIKESIMPULAN
Kurikulum baik pada tahap kurikulum sebagai ide, rencana, pengalaman
maupun kurikulum sebagai hasil dalam pengembangannya harus mengacu atau
menggunakan landasan yang kuat dan kokoh, agar kurikulum tersebut dapat
berfungsi serta berperan sesuai dengan tuntutan pendidikan yang ingin dihasilkan
seperti tercantum dalam rumusan tujuan pendidikan nasional yang telah
digariskan dalam UU No.20 Tahun 2003.
DAFTAR PUSTAKA
ACARA . 2012. The Shape of the Australian Curriculum Version 3. Sydey: Australian Curriculum, Assessment and Reporting Authority.
Ansyar, Mohammad dan Nurtei. 1993. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Bandung : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan & Dirjen Dikti.
Fahatullah, dkk. Sistem Pendidikan Australia. Bandung: Universitas Islam Nusantara Bandung.
Karyadi, Benny dan Ibrahim. 1996. Pengembangan Inovasi dan Kurikulum Modul 1 – 6. Jakarta : Universitas Terbuka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media Group.
Sudjana, Nana. 1996. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung : Sinar Baru Algerindo.
Undang-Undang Republik Indonesia No.XX Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional.
Windari, 201. Hakekat Pengembangan Kurikulum. http://www.infodiknas.com, diunduh 3 Oktober 2012.