BAB I
LATAR BELAKANG
DKI Jakarta,sebagai Ibu kota dan pusat pemerintahan,sekaligus pusat
ekonomi mejadi tonggak penting masyarakat Indonesia. Sejak ditetapkan secara resmi
sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia,melalui UU Nomor 10 tahun 1964 pada
tanggal 31 Agustus 1964,Jakarta telah menarik sebagian besar masyarakat Indonesia
untuk menetap dan mencari penghidupan di kota tersebut.
Peran ganda yang dijalankan oleh DKI Jakarta,membuat fungsinya nya
sebagai Ibu Kota negara menjadi tergantikan. Tidak hanya itu,kepadatan penduduk di
Jakarta menimbulkan serentetan masalah yang akhirnya menjadikan jakarta “kelebihan
beban”,seperti kemacetan dan meningkatnya sektor informal serta timbulnya berbagai
masalah alam dan wilayah. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya berbagai macam
permasalahan yang kompleks di wilayah DKI Jakarta.
Begitu banyaknya peran dan tanggungan yang harus dijalankan oleh
Pemerintah Ibu kota,membuat perhatian pemerintah menjadi tidak terarah.Dalam
permasalahan ini dibutuhkan lah pemimpin yang mampu membawa DKI Jakarta untuk
dapat terarah dan membawa kondisi Jakarta menjadi lebih baik,sebagai kota besar
metropolitan sekaligus menjadi Ibu Kota negara yang maju.
Menjadi seorang pemimpin kota besar seperti DKI Jakarta,bukanlah hal
yang mudah namun sangat menjanjikan dari segi materi.Bagaimana tidak,DKI Jakarta
merupakan kota dengan penghasilan terbesar di Indonesia,begitu banyak proyek yang
dapat dijadikan sebagai lahan mencari “tambahan”bagi para pemimpinnya.Karena hal-
hal tersebutlah,dibutuhkan seorang pemimpin yang tegas,dan loyal untuk kota se rumit
Jakarta.
Sekian banyak pemimpin hebat yang telah mempin Jakarta,ternyata tidak
membuat permasalahan yang ada terselesaikan satu persatu,namun permasalahan justru
timbul satu persatu melalui kebijakan-kebijakan yang tidak pernah jelas dan terealisasi.
1
Tentunya hal itu terjadi karena,tidak adanya komitmen yang tulus yang timbul dari para
pemimpin Jakarta untuk membawa Jakarta menjadi lebih baik.Ibu kota memerlukan
wajah baru yang tidak hanya ahli namun berani dan tegas untuk membangun kembali
“image” kota Jakarta.Dalam periode kali ini,Jakarta diberi kesempatan untuk
mendapatkan sosok pemimpin baru yang mampu membawanya kearah
perubahan.Lantas bagaimanakah sosok pemimpin yang pantas untuk menjadi Raja ibu
kota?
BAB II
Rumusan Masalah
1. Gejolak politik apakah yang timbul dalam pemilu Gubernur DKI Jakarta kali
ini ?
2. Bagaimanakah latar belakang para calon pemimpin Ibu kota mendatang?
3. Apa sajakah masalah-masalah yang timbul menjelang pemilu Gubernur DKI
Jakarta?
2
BAB III
Pembahasan
Hajat politik warga Jakarta berupa Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2012
sebentar lagi akan memasuki tahapan kritikal. Secara umum latar peserta berasal dari
jalur partai dan non partai. Sampai pendaftaran ditutup, pasangan peserta Pilgub
berjumlah enam pasangan. Pasangan dari jalur parpol adalah Fauzi Bowo (Foke)-
Nachrowi Ramli yang diusung Partai Demokrat, Partai Hanura, PAN, PKB, PBB, PMB,
dan PKDI. Sedangkan pasangan Alex Noerdin-Nono Sampono mendapat dukungan dari
Partai Golkar, PPP, dan PDS. Sementara pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Bambang
Tjahja Purnama (Ahok) didukung oleh PDIP dan Gerindra. Adapun pasangan Hidayat
Nur Wahid-Didik J. Rahbini mendapat dukungan dari PKS. Yang berangkat dari jalur
perseorangan terdiri dari dua pasangan. Yaitu Faisal Barie-Biem Benyamin dan
Hendarji Supandji-Ahmad Rizapatria.
Berbeda dengan Pilgub DKI sebelumnya, kali ini peta kekuatan calon
cagub-cawagub lebih beragam dan menarik dicermati. Setidaknya dari model koalisi,
hadirnya calon perseorangan, dan personifikasi figur yang diusung. Terkait peserta yang
berasal dari jalur parpol, diferensiasi dukungan politik relatif merata terkecuali Partai
Demokrat, PDIP, PKS, PKB, Partai Hanura dan Partai Gerindra. Diferensiasi politik itu
dipicu oleh berbagai sebab. Misalnya dualisme dukungan, intervensi pimpinan partai,
konflik internal partai, atau memang bagian dari strategi/kepentingan politik parpol itu
sendiri. PPP, PAN, PDS adalah contoh faktual perbedaan sikap politik antara pengurus
parpol di level pusat dengan wilayah belum akur. Situasi ini membawa efek psikologis
tersendiri bagi pengurus parpol dan bisa saja menjadi bom waktu di kemudian hari.
3
I. Gejolak politik pencalonan gubernur dan wakil gubernur
Seperti yang telah kita ketahui,pemilihan umum calon gubernur dan
wakil gubernur DKI Jakarta tahun ini banyak mengalami warna baru. Hal tersebut dapat
dilihat dari jumlah calon yang maju dalam pemilu kali ini sangat banyak jika
dibandingkan dengan periode sebelumnya. Dilain pihak,pemilu kali ini para calon tidak
hanya datang dari elite partai politik,tapi juga datang dari para independen atau non
partai politik.
Nampaknya pencalonan pemimpin daerah selalu menjadi
permasalahan utama para elite parpol yang memprioritaskan kepentingan partai,tanpa
melihat kepentingan khalayak luas. Mereka sibuk mencari tokoh mana yang kiranya
tepat akan berhasil di pemilu nanti,tidak heran jika terkadang karena kepentingan
pribadi partai politik menciptakan perselisihan dikalangan partai itu sendiri,hingga
timbulnya perselisihan antar partai tidak jarang hal ini terjadi justru pada partai-partai
besar yang ada dalam pemerintahan.
Membahas gejolak politik yang akan timbul dalam pemilu kali
ini,tentu tidak akan ada habisnya. Contohnya saja,kasus perselisihan mengenai
pencalonan cagub dan cawagub yang terjadi dalam kalangan parati golkar di pemilu
DKI Jakarta 2012 ini.
Meski secara legal-formil Golkar mendukung pasangan Alex-Nono,
latar politik Ahok tercatat sebagai kader Golkar asal Belitung Timur. Kendati sempat
kecewa lantaran tak mendapat dukungan dari Partai Golkar saat pencalonan dirinya
sebagai cagub pada Pilgub Bangka Belitung status Ahok tetaplah kader. Dukungan
politik Ahok menjadi bakal cawagub pada Pilgub DKI Jakarta didapat dari Partai
Gerindra dengan menggandeng Jokowi sebagai bakal cagub. Kasat mata interseksi
kepentingan politik begitu nyata terlihat. Hanya belum dapat dipastikan, apakah doktrin
e’sprit de corps Partai Golkar akan sepenuhnya mengalir untuk pasangan Alex-Nono
atau sebaliknya. Ataukah keputusan politik mengusung pasangan Alex-Nono bagian
4
dari strategi Partai Golkar untuk memainkan bandul politiknya?.
Jauh sebelum ada keputusan, sempat beredar sejumlah nama. Sebut
saja, Ketua DPD Golkar Jakarta, Priya Ramadhani, Tantowi Yahya dan Azis
Syamsuddin. Entah pertimbangan politik apa yang digunakan sehingga Golkar
mengusung Alex Noerdin. Mengingat dari sisi popularitas, akseptabilitas dan record
Alex di Jakarta terbilang baru. Apapun rasionalitas politiknya, Partai Golkar merupakan
partai kawakan yang mampu membidik segala peluang (opportunity) kemenangan.
Istilah ‘menang’ bagi Partai Golkar bisa berupa kedudukan, porsi atau posisi. Inilah
politik opportunity yang tengah diperankan Golkar untuk menjadi faktor dalam rangka
membidik potensi kemenangan.
Tidak hanya permasalahan mengenai perselisihan di dalam lingkup
partai poltik saja,melainkan timbul juga perdebatan terjadi akibat kabar mengenai RUU
pemilihan Gubernur DKI Jakarta yang dipilih langsung oleh DPRD. Alasannya
kedudukan pemerintah provinsi adalah perwakilan dari pemerintah nasional, sehingga
fungsinya sebagai koordinator dan pengawas yang bertanggung jawab penuh terhadap
pemerintah di bawahnya yakni kabupaten dan kota madya, otonomi gubernur juga tidak
penuh sebagaimana pemerintah kabupaten dan kota madya.Jadi,revisinya (UU 32/2004)
ini harus diikuti PP No 19/2011 tentang penguatan peran fungsi gubernur. Kalau
gubernur tidak dimaksimalkan perannya, tidak ada tanggung jawab penuh di provinsi
terhadap kabupaten/ kotanya.Padahal, provinsi harus melakukan koordinasi dan
pengawasan karena provinsi sebagai wakil pemerintah nasional. Pemilihan gubernur
melalui DPRD sebagaimana rezim Orde Baru, tidak menyalahi Undang- Undang Dasar
(UUD). Dalam UUD pasal 18 disebutkan bahwa kepala daerah dipilih secara
demokratis. Menurut pihak DPRD, Pemilihan melalui DPRD juga demokratis. Yang
tidak boleh adalah penunjukan tandasnya. Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri
Djohermansyah Djohan mengatakan bahwa usulan pemerintah,wakil kepala daerah
(wakil gubernur,wakil bupati/ wali kota) tidak dipilih berpasangan atau satu paket
dengan kepala daerah. Dilain pihak,masyarakat luas sangat tidak menginginkan apabila
hal tersebut terjadi,sebab menurut masyarakat apabila pemilihan dilakukan oleh DPRD
rawan sekali terjadi permainan politik dan suap menyuap.
5
Permainan politik dalam pemilihan umum seperti ini sering terjadi dan melibatkan
banyak pihak,salah satunya para pengusaha-pengusaha besar yang ikut andil dalam
pemilihan umum DKI Jakarta kali ini. Mengapa pengusaha disebut dapat menjadi salah
satu oknum permainan politik?
Pegiat antikorupsi dari UGM Zainal Arifin Mochtar meminta agar masyarakat
waspada terhadap pengusaha-pengusaha selama pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta.
Sudah bukan rahasia lagi jika keberadaan pilkada selalu dimanfaatkan pengusaha untuk
mencari keuntungan dari para calon gubernur jika terpilih.
“Perlu waspadai para pengusaha yang bermain,” kata Zainal ketika dihubungi Tempo,
Kamis, 22 Maret 2012.
Pilkada di Ibu Kota akan selalu menjadi perhatian dan daya tarik luar biasa
bagi pengusaha-pengusaha untuk mendekati para calon. Para pengusaha itu mendekati
para kandidat gubernur untuk memberi bantuan dengan imbalan tertentu. Itu sudah
realitas dalam sebuah pilkada.
Salah satu penyebab maraknya peran pengusaha dalam politik adalah
buruknya tata kelola keungan yang ada di dalam partai politik. Keuangan partai yang
cenderung tidak sehat kemudian dimanfaatkan pengusaha. Padahal, “Hampir semua
partai kondisi keuangannya tidak sehat,” ujarnya. Masalah inilah yang perlu jadi
perhatian dalam pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta.
Permasalahan korupsi yang terjadi di berbagai daerah membuat banyak pihak
melihat rekam jejak calon Gubernur DKI Jakarta dalam soal pemberantasan korupsi.
6
II. Masalah-masalah dalam Pemilukada DKI Jakarta
Dalam prosesnya,setiap pemilihan umum pastilah memiliki beberapa masalah
yang setia selalu ada dalam proses pemilu. Tidak jarang masalah-masalah inilah yang
membuat wajah demokrasi pemilu menjadi tercoreng. Bagaimana tidak,hasil dari
pemilihan umum yang seharusnya berasal dari nurani masyarakat ditutupi dengan segala
tindak perilaku para oknum yang haus akan kekuasaan. Beberapa masalah utama yang
harus menjadi perhatian bagi masyarakat Jakarta serta fokus utama dalam pemilihan
umum DKI Jakarta kali ini adalah, Pertama, masalah politik uang yang selalu menjadi
masalah utama. Tampaknya, politik uang masih efektif untuk mempengaruhi pemilih.
Politik uang ini,dapat dikategorikan menjadi tiga cara menurut Peneliti
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Veri Junaidi. Ketiga cara
praktik politik uang tersebut, yakni tunai, pascabayar dan melibatkan pemilih sebagai
relawan. Ketiga pola ini menggunakan uang atau barang sebagai imbalan untuk pemilih
atau masyarakat dari pasangan kandidat atau tim suksesnya.
Politik uang secara tunai dilakukan oleh pasangan calon dan tim sukses dengan
cara memberikan sejumlah uang atau benda bernilai uang kepada pemilih. Praktik ini
biasanya lewat penyerahan uang tepat di saat hari pemilihan atau jamak disebut
'serangan fajar'.
Politik uang cara pascabayar, yaitu bentuk pemberian uang dari kandidat kepada
sekelompok orang setelah dilaksanakan hari pemungutan suara. Pasangan calon ini
membuat komitmen bersama beberapa masyarakat untuk menggerakan pemilih lain
agar pasangan calon tertentu mendapatkan jumlah suara sesuai target
Terakhir, Relawan itu digerakan secara sistematis, tapi tidak termasuk dalam
infrastruktur pemenangan kandidat secara resmi. Akan tetapi mereka bekerja hampir
sama dengan tim pemenangan. Kinerja relawan ini nantinya dihargai dengan bentuk
nominal uang.
7
Masalah kedua, yakni penyalahgunaan wewenang dan penggunaan fasilitas
negara. Hampir semua Pemilu Kada yang diulang karena pelanggaran tersebut.
Sedangkan masalah ketiga, soal netralitas PNS dan TNI-Polri, dimana Jakarta sangat
berpotensi. Pasalnya, ada dua PNS yang ada di Jakarta, yakni PNS Pusat dan PNS
Pemprov DKI.
Netralitas Penyelenggara Pemilu, menjadi peringkat keempat masalah yang
terjadi dalam setiap Pemilu Kada. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat menjadi salah
satu pengawasan yang efektif untuk menjaga kenetralan Panwaslu dan Komisi
Pemilihan Umum (KPU).
Masalah terakhir yang selalu hadir dalam pemilihan umum adalah masalah
kampanye hita. Masalah ini selalu saja menjadi “momok” buruknya persaingan para
calon. Bagamana tidak,kampanye hitam ini tidak hanya dilakukan oleh para calon
sendiri untuk kepentingan sendiri,namun juga dilakukan oleh oknum-oknum yang ingin
menjatuhkan salah satu calon.
Tidak seharusnya perilaku seperti ini dilakukan oleh para oknum yang tidak lain
mereka merupakan pejabat pemerintah ataupun orang-orang berpendidikan tinggi yang
notabene adalah teladan masyarakat. Perilaku seperti kampanye hitam menunjukkan
rendahnya mutu dari para oknum yang melakukan,serta menunjukkan rendahnya minat
melakukan persaingan secara jujur.
Beberapa masalah kampanye hitam ini sudah mulai menyerang para calon
pemimpin DKI Jakarta,diantaranya, Menurut pemantauan, sejak kemarin, pasangan
Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli diserang dengan cara pembagian kupon sembako gratis
palsu oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Kupon sembako gratis palsu diterima
oleh puluhan warga dari sejumlah wilayah di IbuKota.
Puluhan warga terlihat mendatangi rumah pribadi Fauzi Bowo di Jalan Teuku
Umar Nomor 24, Menteng, Jakarta Pusat. Kehadiran warga di kediaman Fauzi Bowo itu
setelah mereka menerima kupon seukuran kartu nama berwarna biru yang diberikan
8
secara cuma-cuma oleh seseorang yang tidak dikenal.
Kupon sembako gratis itu bergambar foto Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli itu
dilengkapi logo Forum Bersama Jakarta (FBJ) serta slogan Foke Peduli Rakyat. Di
dalam kupon juga tercantum tanggal pembagian Selasa 8 Mei 2012 pukul 12.00 WIB.
Ketua FBJ, Irwan Setiawan mengatakan, pihaknya merasa dirugikan dengan
adanya peredaran kupon gratis palsu tersebut. Masyarakat menilai pembagian sembako
gratis ini dilakukan oleh FBJ. Sehingga FBJ dianggap harus bertanggung jawab.
Tidak hanya pasangan Fauzi Bowo-Nara yang dirugikan oleh kampanye hitam
seperti ini,calon lain seperti Calon Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo juga
mendapatkan selebaran gelap yang menyudutkan pencalonan dirinya sebagai Jakarta 1
merupakan salah satu praktek kampanye hitam yang umum terjadi. Selebaran “Tolak
Jokowi” tersebut beredar di wilayah Jakarta sejak akhir pekan lalu. Isinya menunding
Jokowi sebagai pemimpin yang haus kekuasaan dan tidak amanah.
Nampaknya,selebaran hitam yang ditujukan pada pasangan Jokowi-Ahok
berhubungan dengan perselisihan yang timbul antara Fauzi bowo-Nara dengan
pasangan Jokowi-Ahok. Adu perkataan dan sindiran mengawali timbulnya perselisihan
tersebut. Tidak hanya adanya selebaran gelap yang menyerang pasangan Jokowi-
Ahok,namun kabar mengenai kerusuhan yang terjadi di Solo dikait-kaitkan dengan
salah satu upaya penjatuhan citra Jokowi yang saat ini masih menjabat sebagai Walikota
Solo.
Kampanye hitam ini nampaknya merupakan salah satu bentuk dari upaya
peningkatan elektabilitas dalam pemilihan umum DKI Jakarta kali ini. Perang
elektabilitas dibutuhkan agar meningkatkan pencitraaan serta menarik pemilih untuk
memilih pada salah satu calon. Terkadang perang elektabilitas terjadi pada calon calon
yang haus akan kekuasaan dan HANYA DEMI SEBUAH ELEKTABILITAS, Kadang
Kita Perlu Kasihan Pada Politisi.
9
III. Kriteria Calon Pemimpin Ibu kota Mendatang
Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala daerah (Pemilukada) DKI Jakarta
kian dekat. Suasana politik semakin hiruk pikuk, karena tampak para pasangan calon
gubernur dan wakil gubernur (Cagub/Cawagub) Jakarta berusaha mengeluarkan jurus-
jurus terbaiknya. Tapi adakah diantara mereka telah berhasil merebut hati rakyat ?
Tampaknya, belum. Sebab Jakarta sebagai kota yang penuh masalah, jurus
terbaik untuk memenangkan hati rakyat adalah terutama warga pemilih penegasan
komitmen dan serta tawaran gagasan pemecahan atas masalah agar bedan rakyat
menjadi lebih enteng. Bukan sebaliknya memproduksi berbagai masalah baru yang
dapat mengundang kekisruhan.
Hal ini tampak masih diabaikan oleh para pasangan Cagub/Cawagub serta tim
suksesnya masing-masing. Akibatnya yang terjadi hanyalah hiruk pikuk yang tanpa
makna, gersang dari ide-ide baru dan tentu ini menggelikan hati publik. Lihat saja,
dalam seminggu terakhir yang ramai hanya polemik Baju Koko versus Baju Kotak-
Kotak. Pada hal yang diharap publik adalah ide tentang Tata Kelola Pemerintahan yang
baik dan benar bukan soal Tata Busana.
Lantas apakah yang dibutuhkan Jakarta dan masyarakatnya dalam kriteria
pemimpin mereka nanti? Bagaimanakah calon pemimpin yang berani mengendalikan
Jakarta saat ini? Apakah Jakarta butuh pemimpin yang AHLI atau yang BERANI?
10
Seperti yang kita ketahui,para calon pemimpin yang telah maju dan bersaing
dalam pemilihan umum kali ini bukanlah orang sembarangan,mereka adalah orang-
orang hebat dengan pendidikan tinggi. Namun apakah semua itu akan menjamin bahwa
calon tersebut dapat membawa Jakarta kearah perubahan yang lebih baik?
Fauzi bowo-Nachrowi Ramli contohnya,mereka bukan merupakan orang
sembarangan,Fauzi bowo merupakan seorang arsitektur lulusan Jerman yang
notabenenya ahli dalam tata ruang kota. Namun apakah dia mampu untuk menata kota
Jakarta yang sudah semrawut ini menjadi kota impian banyak pihak? Lalu,Nachrowi
merupakan seorang Panglima tinggi Angkatan darat yang notabene mampu
mengedalikan keamanan dan stabilitas daerah.
Dalam sejarah kepemimpinan Fauzi bowo kemarin,kita telah melihat kenyataan
bahwa Jakarta yang dipimpin oleh seorang “ahli” tata kota pun tidak mampu
mewujudkan penataan kota yang baik.
Calon berikutnya adalah Alex Noerdin dan Nono Sampono. Seperti yang
diketahui,Alex Noerdin adalah Gubernur aktif Sumatra Selatan saat ini, beliau
merupakan seorang politisi dengan jam terbang yang tinggi. Namun,Alex Noerdin saat
ini sedang tersandung kasus korupsi dan sedang ditangani poleh KPK. Melihat
pasangan calon ini,tentulah mereka berdua bukanlah warga Jakarta asli tentu hal ini
yang membuat warga Jakarta gerah dan ingin pasangan ini lebih baik kembali ke
kampung halaman mereka,karena mereka dianggap tidak mengetahui kondisi Jakarta
sepenuhnya.
Tidak hanya Alex Noerdin yang menuai banyak protes,namun pasangan calon
JokoWidodo dan Ahok pun banyak menuai kritikan dan pandangan negatif. Bukan
karena mereka tersandung kasus seperti Alex Noerdin,namun lebih karena mereka
bukanlah warga Jakarta asli. Joko Widodo adalah seorang Walikota aktif Solo,sdangkan
Ahok merupakn Bupati Belitung Timur. Status mereka yang bukan warga Jakarta asli
banyak menuai protes karena dianggap mereka tidak mengetahui sepenuhnya Jakarta
hingga ke akar.
11
Keputusan yang diambul oleh Joko Widodo dan Alex Noerdin memang
keputusan berani. Hal ini dikarenakan mereka berani meninggalkan amanah yang di
berikan pada mereka yaitu memipin wilayah masing-masing. Tentunya tindakan ini
menyalahi etika dalam berpolitik. Dimana,seorang yang diberikan tanggung jawab
untuk mempin wilayah harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab hingga masa
kerjanya berakhir.
Inikah karakter-karakter pemimpin yang akan memimpin Jakarta nantinya?
Seorang pemimpin yang tidak amanah dan hanya memberikan janji-janji belaka?
Jakarta tidak butuh seorang ahli ataupun profesor sekalipun,Jakarta butuh pemimpin
yang berani,tegas dan sigap dalam menghadapi masalah-masalah Ibu Kota.
12
BAB IV
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Persaingan untuk menjadi seorang pemimpin Ibu kota memang tidaklah
mudah,sebab Ibu kota memerlukan pemimpin yang tangguh dan berani menghadapi
masalah-masalah yang ada. Prmilihan umum yang diwarnai dengan berbagai macam
permainan politik dan kecurangan bukanlah suatu hal yang tabu,melainkan disetiap
pemilu pun terjadi hal yang sama. Namun,karena Jakarta merupakan wilayah yg
potensial tentunya mengundang banyak orang untuk berniat memimpin kota
ini,dikarenakan banyak hal menjanjikan kedepannya.
Namun apakah cara-cara curang dan melakukan permainan politik pantas untuk
seorang pemimpin kota yang besar seperti Jakarta? Tentunya pasti karena Jakarta
merupakan kota potensial dan memberikan jaminan pendapatan tinggi. Hal itulah
mengapa banyak timbul masalah-masalah yang menghantui para pasangan calon dalam
bersaing mendapatkan kursi pemimpin ibu kota.
6.2 Saran
Sukseskan lah pemilihan umum Ibu kota kita ini,karena Ibukota butuh sosok
pemimpin yang benar-benar mampu dan ikhlas untuk membawa kearah perubahan yang
lebih baik. Hindari perilaku curang dalam persaingan pemilihan umum ini. Diharapkan
warga Jakarta waspada dan paham akan trik dan janji-janji yang diucapkan dan
diberikan oleh para pasangan calon,agar Jakarta ridak mendapatkan sosok pemimpin
yang salah.
13
DAFTAR PUSTAKA
- www.pilkadadki.com - http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/482904/
- http://www.tempo.co/read/news/2012/03/23/228392061/Awas-Pengusaha-
Bermain- dalam-Pilkada-DKI
- http://www.merdeka.com/jakarta/
- http://forum.kompas.com/megapolitan/34814-pilih-yang-ahli-atau-berani-
seputar-pemilukada-dki-jakarta-2012-a.html
- http://www.bawaslu.go.id/berita/39/tahun/2012/bulan/03/tanggal/30/id/3117/
- http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/
2012/05/11/186102/16/Mengedukasi-Etika-Politik-dan-Pemerintahan-di-Kampus
14