TUGAS KELOMPOK
MAKALAH ETIKA PROFESI
“ETIKA LINGKUNGAN HIDUP TERHADAP ILLEGAL
LOGGING”
Disusun Oleh:
KELOMPOK 4
KELAS O
MINAT HAMA DAN PENYAKIT TUMUHAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
NAMA ANGGOTA KELOMPOK
Nama NIM
Ilham Fajar Sutrisno 115040201111335
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan Negara agraris, yang mana terdiri dari daratan dan
perairan yang luas. Indonesia memiliki banyak sekali pulau-pulau yang dipisahkan
oleh lautan. Indonesia dari dulu terkenal merupakan daerah yang subur (daratan).
Banyak sekali daerah daratan daripada negara kita ini yang dimanfaatkan sebagai
daerah pertanian dan juga perkebunan, hal ini karena daratan indonesia terkenal
subur sehingga baik untuk dikembangkannya sektor tersebut. Namun semakin hari
keadaan negeri kita semakin banyak mengalami perubahan. Seiring dengan
perkembangan teknologi industri, banyak lahan-lahan pertanian dan perkebuanan
yang subur dibangun diatasnya pabrik-pabrik industri dan juga perkotaan.
Perkembangan zaman juga diikuti dengan semakin banyaknya jumlah
penduduk yang mendiami negeri kita tercinta ini. Akibatnya, lahan pertanian dan
perkebunan pun semakin sempit, yang mana dikarenakan adanya pembukaan lahan
untuk memenuhi kebutuhan sandang pangan dan papan kita. Selain itu juga
banyaknya lahan-lahan yang mulai tercemar dengan limbah dan tingginya kandungan
bahan-bahan kimia yang ada di dalam tanah kita. Banyak sekali lahan-lahan
perkebunan yang dulunya masih hijau bisa dikatakan vegetasi yang ada masih cukup
sekarang menjadi daerah yang kering dan gundul. Ini semua tidak lepas dari tindakan
manusia itu sendiri yang kurang bertanggung jawab.
Pada dasarnya semua yang kita lakukan akan kembali kepada kita semua
kelak. Dari kegiatan-kegiatan tersebut di atas, sudah pasti menjadi penyebab
mengapa banyak sekali terjadi bencana alam seperti halnya lonsor, banjir, dll.
Penebangan hutan yang tidak mengikuti prosedur tebang pilih menjadi hal yang
paling mendasar yang menyebabkan daerah hutan kita yang seharusnya lebat dengan
pepohonan menjadi kering kerontang. Dari hal tersebut, banyak sekali yang
merasakan danpaknya baik secara langsung maupun tidak. Banyak hewan-hewan
yang turun ke daerah pemukiman penduduk, hal ini karena mereka tidak lagi
memiliki tempat tinggal yang cocok untuk diri mereka. Mereka juga kekurangan
makanan, sehingga banyak dari mereka yang menyerang pertanian kita. Jika kita
2
sadar, manusia sering dirugikan karena akibat ulahnya sendiri. Tidah hanya hewan
yang dirugikan, namun di sini yang paling dirugikan adalah alam semesta ini.
Sehingga jangan heran jika banyak sekali benca banjir, longsor, dll yang terjadi di
daerah sekitar kita ini.
Krisis lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern merupakan akibat
langsung dari pengelolaan lingkungan hidup yang “nir-etik”. Artinya, manusia
melakukan pengelolaan sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada peran etika.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang dihadapi umat
manusia berakar dalam krisis etika atau krisis moral. Umat manusia kurang peduli
pada norma-norma kehidupan atau mengganti norma-norma yang seharusnya dengan
norma-norma ciptaan dan kepentingannya sendiri.
Manusia modern menghadapi alam hampir tanpa menggunakan ‘hati nurani.
Alam begitu saja dieksploitasi dan dicemari tanpa merasa bersalah. Akibatnya terjadi
penurunan secara drastis kualitas sumber daya alam seperti lenyapnya sebagian
spesies dari muka bumi, yang diikuti pula penurunan kualitas alam. Pencemaran dan
kerusakan alam pun akhirnya mencuat sebagai masalah yang mempengaruhi
kehidupan sehari-hari manusia. Kiranya tidak salah jika manusia dipandang sebagai
kunci pokok dalam kelestarian maupun kerusakan lingkungan hidup yang terjadi.
Bahkan jika terjadi kerusakan dalam lingkungan hidup tersebut, YB Mangunwijaya
(2002) memandangnya sebagai oposisi atau konflik antara manusia dan alam. Cara
pandang dan sikap manusia terhadap lingkungan hidupnya menyangkut mentalitas
manusia itu sendiri yang mempertanyakan eksistensinya di jaman modern ini dalam
kaitannya dengan waktu, tujuan hidup, arti materi dan yang ada ”di atas” materi.
Dengan demikian masalah lingkungan hidup tak lain adalah soal bagaimana
mengembangkan falsafah hidup yang dapat mengatur dan mengembangkan
eksistensi manusia dalam hubungannya dengan alam. Isu-isu kerusakan lingkungan
menghadirkan persoalan etika yang rumit. Karena meskipun pada dasarnya alam
sendiri sudah diakui sungguh memiliki nilai dan berharga, tetapi kenyataannya terus
terjadi pencemaran dan perusakan.
Keadaan ini memunculkan banyak pertanyaan, perhatian kita pada isu
lingkungan ini juga memunculkan pertanyaan tentang bagaimana keterkaitan dan
relasi kita dengan generasi yang akan datang. Kita juga diajak berpikir kedepan. Kita
3
akan menyadari bahwa relasi kita dengan generasi akan datang, yang memang tidak
bisa timbal balik. Karenanya ada teori etika lingkungan yang secara khusus memberi
bobot pertimbangan pada kepentingan generasi mendatang dalam membahas isu
lingkungan ini. Para penganut utilitirianisme, secara khusus, memandang generasi
yang akan datang dipengaruhi oleh apa yang kita lakukan sekarang. Apapun yang
kita lakukan pada alam akan mempengaruhi mereka. Pernyataan ini turut
memunculkan beberapa pandangan tentang etika lingkungan dalam pendekatannya
terhadap alam dan lingkungan.
1.2 Pokok Permasalahan
1 Apa dampak Illegal Logging?
2 Bagaimana kaitannya antara Illegal Logging dengan etika lingkungan?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Sehubungan dengan adanya suatu hal yang melatarbelakangi masalah, maka
ada beberapa hal yang menjadi tujuan dalam penyusunan makalah ini, yakni:
1. Mengetahui dampak pemahaman tentang Illegal Logging
2. Mengetahui kaitan antara Illegal Logging dengan etika lingkungan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti karakter, watak
kesusilaan atau adat kebiasaan di mana etika berhubungan erat dengan konsep
individu atau kelompok sebagai alat penilai kebenaran atau evaluasi terhadap sesuatu
yang telah dilakukan. Sedangkan Etiket adalah suatu sikap seperti sopan santun atau
aturan lainnya yang mengatur hubungan antara kelompok manusia yang beradab
dalam pergaulan (Anonymous a, 2014).
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia.
Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui
rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil
sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya
membantu kitauntuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita
lakukan dan yangpelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam
segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi
beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya (Bertens,
1997).
2.2 Etika Lingkungan
Etika lingkungan adalah kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan
lingkungannya. Etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut
lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap
terjaga (Anonymous b, 2014)
Beberapa prinsip yang harus diperhatikan sehubungan dengan penerapan
etika lingkungan sebagai berikut:
a. Manusia merupakan bagian dari lingkungan yang tidak terpisahkan sehngga
perlu menyayangi semua kehidupan dan lingkungannya selain dirinya sendiri.
b. Manusia sebagai bagian dari lingkungan, hendaknya selalu berupaya untuk
menjaga terhadap pelestarian, keseimbangan dan keindahan alam.
5
c. Kebijaksanaan penggunaan sumber daya alam yang terbatas termasuk bahan
energi.
d. Lingkungan disediakan bukan untuk manusia saja, melainkan juga untuk
makhluk hidup yang lain.
Masalah ekologi tidak cukup dihadapi dengan mengembangkan etika
lingkungan hidup. Kalau sudah menyangkut kesejahteraan masyarakat, pemikiran
etis saja tidak akan berdaya tanpa didukung oleh aturan-aturan hukum yang dapat
menjamin pelaksanaan dan menindak pelanggarnya. Untuk itu perlu diketahui
berbagai teori yang membangun pemikiran tentang etika lingkungan hidup. Etika
Lingkungan disebut juga Etika Ekologi. Etika Ekologi selanjutnya dibedakan
menjadi dua yaitu:
1. Etika ekologi dalam
Adalah pendekatan terhadap lingkungan yang melihat pentingnya memahami
lingkungan sebagai keseluruhan kehidupan yang saling menopang, sehingga semua
unsur mempunyai arti dan makna yang sama. Etika Ekologi ini memiliki prinsip
yaitu bahwa semua bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan karena itu memiliki
hak untuk menuntut penghargaan karena harga diri, hak untuk hidup dan hak untuk
berkembang. Premisnya adalah bahwa lingkungan moral harus melampaui spesies
manusia dengan memasukkan komunitas yang lebih luas. Komunitas yang lebih luas
disini maksudnya adalah komunitas yang menyertakan binatang dan tumbuhan serta
alam. Bagi etika ekologi dalam, alam memiliki fungsi sebagai penopang kehidupan.
Untuk itu lingkungan patut dihargai dan diperlakukan dengan cara yang baik. Etika
ini juga disebut etika lingkungan ekstensionisme dan etika lingkungan preservasi.
Etika ini menekankan pemeliharaan alam bukan hanya demi manusia tetapi juga
demi alam itu sendiri. Karena alam disadari sebagai penopang kehidupan manusia
dan seluruh ciptaan. Untuk itu manusia dipanggil untuk memelihara alam demi
kepentingan bersama. Terbagi dalam empat kategori besar, yaitu :
a. Etika lingkungan neo-utilitarisme
Merupakan pengembangan etika utilitarisme Jeremy Bentham yang
menekankan kebaikan untuk semua. Dalam konteks etika lingkungan maka
kebaikan yang dimaksudkan, ditujukan untuk seluruh mahluk. Tokoh yang
6
mempelopori etika ini adalah Peter Singer. Dia beranggapan bahwa menyakiti
binatang dapat dianggap sebagai perbuatan tidak bermoral.
b. Etika lingkungan Zoosentrisme
Etika yang menekankan perjuangan hak-hak binatang, karenanya etika ini
juga disebut etika pembebasan binatang. Tokoh bidang etika ini adalah Charles
Brich. Menurut etika ini, binatang mempunyai hak untuk menikmati kesenangan
karena mereka dapat merasa senang dan harus dicegah dari penderitaan. Sehingga
bagi para penganut etika ini, rasa senang dan penderitaan binatang dijadikan salah
satu standar moral. Menurut The Society for the Prevention of Cruelty to Animals,
perasaan senang dan menderita mewajibkan manusia secara moral
memperlakukan binatang dengan penuh belas kasih.
c. Etika lingkungan Biosentrisme
Etika lingkungan yang lebih menekankan kehidupan sebagai standar
moral. Salah satu tokoh penganutnya adalah Kenneth Goodpaster. Menurut
Kenneth rasa senang atau menderita bukanlah tujuan pada dirinya sendiri. Bukan
senang atau menderita, akhirnya, melainkan kemampuan untuk hidup atau
kepentingan untuk hidup. Kepentingan untuk hidup yang harus dijadikan standar
moral. Sehingga bukan hanya manusia dan binatang saja yang harus dihargai
secara moral tetapi juga tumbuhan. Menurut Paul Taylor, karenanya tumbuhan
dan binatang secara moral dapat dirugikan dan atau diuntungkan dalam proses
perjuangan untuk hidup mereka sendiri, seperti bertumbuh dan bereproduksi.
d. Etika Lingkungan Ekosentrisme
Sebutan untuk etika yang menekankan keterkaitan seluruh organisme dan
anorganisme dalam ekosistem. Setiap individu dalam ekosistem diyakini terkait
satu dengan yang lain secara mutual. Planet bumi menurut pandangan etika ini
adalah semacam pabrik integral, suatu keseluruhan organisme yang saling
membutuhkan, saling menopang dan saling memerlukan. Sehingga proses hidup-
mati harus terjadi dan menjadi bagian dalam tata kehidupan ekosistem. Kematian
dan kehidupan haruslah diterima secara seimbang. Hukum alam memungkinkan
mahluk saling memangsa diantara semua spesies. Ini menjadi alasan mengapa
manusia boleh memakan unsur-unsur yang ada di alam, seperti binatang maupun
tumbuhan.
7
Secara umum etika ekologi dalam ini menekankan hal-hal berikut :
Manusia adalah bagian dari alam,
Menekankan hak hidup mahluk lain, walaupun dapat dimanfaatkan oleh
manusia, tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang,
Prihatin akan perasaan semua mahluk dan sedih kalau alam diperlakukan
sewenang-wenang,
Kebijakan manajemen lingkungan bagi semua mahluk,
Alam harus dilestarikan dan tidak dikuasai,
Pentingnya melindungi keanekaragaman hayati,
Menghargai dan memelihara tata alam,
Mengutamakan tujuan jangka panjang sesuai ekosistem,
Mengkritik sistem ekonomi dan politik dan menyodorkan sistem alternatif
yaitu sistem mengambil sambil memelihara.
2. Etika ekologi dangkal.
Sedangkan Etika ekologi dangkal adalah pendekatan terhadap lingkungan
yang menekankan bahwa lingkungan sebagai sarana untuk kepentingan manusia,
yang bersifat antroposentris. Etika ekologi dangkal ini biasanya diterapkan pada
filsafat rasionalisme dan humanisme serta ilmu pengetahuan mekanistik yang
kemudian diikuti dan dianut oleh banyak ahli lingkungan. Kebanyakan para ahli
lingkungan ini memiliki pandangan bahwa alam bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia, Etika ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu etika
antroposentris yang menekankan segi estetika dari alam dan etika antroposentris
yang mengutamakan kepentingan generasi penerus. Etika ekologi dangkal yang
berkaitan dengan kepentingan estetika didukung oleh dua tokohnya yaitu Eugene
Hargrove dan Mark Sagoff. Menurut mereka etika lingkungan harus dicari pada
aneka kepentingan manusia, secara khusus kepentingan estetika. Sedangkan etika
antroposentris yang mementingkan kesejahteraan generasi penerus mendasarkan
pada perlindungan atau konservasi alam yang ditujukan untuk generasi penerus
manusia.
Etika yang antroposentris ini memahami bahwa alam merupakan sumber
hidup manusia. Etika ini menekankan hal-hal berikut ini :
8
Manusia terpisah dari alam,
Mengutamakan hak-hak manusia atas alam tetapi tidak menekankan tanggung
jawab manusia,
Mengutamakan perasaan manusia sebagai pusat keprihatinannya,
Kebijakan dan manajemen sunber daya alam untuk kepentingan manusia,
Norma utama adalah untung rugi,
Mengutamakan rencana jangka pendek,
Pemecahan krisis ekologis melalui pengaturan jumlah penduduk khususnya
dinegara miskin,
Menerima secara positif pertumbuhan ekonomi.
Selain itu etika lingkungan juga dibedakan lagi sebagai etika pelestarian dan
etika pemeliharaan. Etika pelestarian adalah etika yang menekankan pada
mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan manusia, sedangkan etika
pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha pemeliharaan lingkungan untuk
kepentingan semua mahluk.
2.3 Fungsi Hutan
1. Sebagai penampung karbondioksida
Dalam proses fotosintesis tumbuhan mengambil Karbondioksida (Co2)
dari atmosfer dikombinasi dengan air dan dibantu dengan energi cahaya
memproduksi materi organik.
2. Habitat Hewan
Hewan-hewan penghuni hutan seperti orang utan, harimau, singa, ular,
babi hutan, gajah, dan lainnya merupakan penghuni asli hutan. Habitat mereka di
hutan sehingga ketika hutan menjadi gundul hewan-hewan tersebut akan keluar
dari hutan dan mendatangi pemukiman penduduk desa, serta memangsa hewan
dan penduduk. Hal ini disebabkan karena rantai makan mereka terputus dan
menyebabkan hewan-hewan buas tersebut mencari makan di luar hutan.
9
3. Modulator arus hidrologika
Hutan sebagai penyeimbang arus hidrologika, sebagai tempat penyerapan
air, penahan air sehingga menghindari erosi tanah.
4. Pelestari tanah
Tanah-tanah yang dibiarkan gundul maka akan kehilangan fungsinya sebagai
tanah. Tanah akan kurang berfungsi, sehingga tanah akan menjadi tanah yang
tandus. Serta merupakan salah satu aspek biosfer bumi yang paling penting.
(Azhari, 1997)
2.4 Illegal Logging
Penebangan liar atau disebut juga dengan illegal logging. Sedangkan
pengertian Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi lebat oleh pepohonan dan
tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang
luas di dunia. Dalam definisi lain disebutkan bahwa hutan adalah bentuk kehidupan
yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis
maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun daerah beriklim dingin, di
dataran rendah maupun pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar.
Pembalakan liar adalah kegiatan penebangan, pengangkutan, dan penjualan kayu
yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat. Pembalakan liar
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan atau pribadi-pribadi yang membutuhkan.
Pohon-pohon ditebang dengan seenaknya untuk keperluan pribadi dan tanpa ijin,
membuka hutan dan menguras habis isinya, dan tanpa menanam kembali hutan untuk
kelestarian selanjutnya (Haba, 2005).
10
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Illegal Logging
Pada dasarnya hubungan yang terjalin antara manusia dan alam dapat dibagi
menjadi hubungan manusia dengan alam yang merusak atau merugikan dan yang
menguntungkan atau dengan kata lain ada yang negatif dan positif. Ilegal logging
atau pembabatan hutan secara liar merupakan salah satu contoh hubungan yang
merusak lingkungan atau alam.
Penebangan Hutan secara ilegal (illegal logging) adalah persoalan klasik bagi
masyarakat Indonesia. Setiap hari, kegiatan tersebut marak dilakukan di sejumlah
kawasan hutan dengan diketahui petugas instansi berwenang, aparat dan masyarakat
setempat. Meskipun berkali-kali diberitakan bahwa penertiban terus diupayakan,
namun penebangan dan perusakan hutan semakin merajalela.
Di kabupaten Ketapang misalnya, sasaran penebangan liar adalah Taman
Nasional Gunung Palung ( TNGP ). Sudah sekitar 5 tahun penjarahan itu
berlangsung. Sekitar 80 % dari 90.000 ha luas TNGP sudah dirambah para penebang
dan mengalami rusak berat. Para penebang yang dibayar untuk memotong pohon itu
diperkirakan jumlahnya sebanyak 2000 orang dengan menggunakan motor pemotong
chainsaw.
Selain itu di hutan Kapuas Hulu, penebangan hutan liar juga tak kalah
mengerikan. Sasaran penebangan adalah pohon-pohon dengan jenis Kayu Ramin,
Meranti, Klansau, Mabang, Bedaru, dan jenis Kayu Tengkawang yang termasuk
jenis kayu dilindungi. Kayu-kayu gelondongan yang telah ditebang langsung diolah
menjadi balok dalam berbagai ukuran antara lain: 24 cm x 24 cm, 12 cm x 12 cm
dengan panjang rata-rata 6 meter. Setiap hari jumlah truk yang mengangkut kayu ini
ke wilayah Malaysia sekitar 50 –60 truk (Keraf, 2002).
Dampak kerusakan terhadap ekologi lingkungan Penebangan hutan secara
ilegal ini juga menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi hutan itu sendiri
maupun lingkungan di sekelilingnya. Secara umum, dampak penebangan hutan
menyebabkan:
11
1. Kerugian bidang Ekonomi
Berdasarkan pada perkiraan Prof. Dr. Herujono Hadisuprapto, MSc, Dekan
Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, setiap hari kayu ilegal berbentuk balok
yang diselundupkan dari Kal-Bar ke Serawak mencapai 10.000 m kubik. Kayu-kayu
ini terbebas dari iuran resmi seperti dana reboisasi, provisi sumber daya hutan, dan
pajak ekspor. Diprediksi kerugian negara mencapai Rp. 5,35 milyar per hari, atau
sekitar Rp 160,5 milyar perbulan. Maka sebenarnya sangat ironis jika kerugian ini
dihubungkan dengan usaha mati-matian dari pemerintah Indonesia untuk mencari
pinjaman dana dari IMF. Ketika pemerintah mengemis pada IMF dana senilai 400
juta $ AS, sebenarnya pemerintah kehilangan pendapatan atas pajak senilai 4 Milyar
$ AS setiap tahunnya akibat penebangan hutan liar sejak 1998.
2. Dampak kerusakan terhadap ekologi lingkungan
Penebangan hutan secara ilegal ini juga menimbulkan akibat yang sangat
merugikan bagi hutan itu sendiri maupun lingkungan di sekelilingnya. Secara umum,
dampak penebangan hutan menyebabkan: pertama, masalah pemanasan global;
kedua, masalah degradasi tanah; dan ketiga, mempercepat kepunahan
keanekaragaman hayati di dalamnya.
Masalah pemanasan global
Para ahli memperkirakan bahwa dampak dari pemanasan global akan
sangat meningkat bila kelestarian dan keutuhan hutan tidak dipelihara. Ada
beberapa akibat yang akan muncul akibat pemanasan global ini, antara lain
terjadinya perubahan iklim. Hal ini akan mempercepat penguapan air
sehingga berpengaruh pada curah hujan dan distribusinya. Akibat selanjutnya
adalah terjadinya banjir dan erosi di daerah-daerah tertentu. Seperti kasus
yang terjadi di Pontianak ( Kalimantan Barat ) dan Nias ( Sumatra Utara )
yang menelan korban materi dan nyawa yang sangat besar. Musim kering
yang berkepanjangan juga akan melanda daerah-daerah yang areal hutannya
digunduli, bahkan dibakar. Sebagai contoh adalah kebakaran hutan
Kalimantan Barat. Resiko yang timbul kemudian adalah banyaknya lahan
yang dibiarkan kosong.
Masalah degradasi tanah
12
Penebangan hutan secara tak terkendali pasti juga menyebabkan
degradasi tanah dan berkurangnya kesuburan tanah. Data dari Biro Pusat
Statistik menyebutkan bahwa lahan produktif yang telah diolah di Indonesia
sebanyak 17.665.000 hektar. Sebesar 70 % dari lahan itu adalah lahan kering.
Sisanya adalah lahan basah. Akibat penebangan liar yang terjadi banyak lahan
kering yang tidak digarap. Akibatnya erosi menjadi mudah terjadi dan tanah
berkurang kesuburannya.
Masalah kepunahan keranekaragaman hayati
Masalah ini cukup mendapat perhatian penting saat ini. Berdasar
penelitian para ahli, dikatakan bahwa jumlah spesies binatang atau spesies
burung semakin berkurang, khususnya di Kalimantan Barat. Akibat penebangan
hutan yang dilakukan terus menerus, banyak hewan yang menyingkir dan
mencari habitat yang baru. Misalnya, harimau Kalimantan semakin terjepit
karena tempat tinggalnya semakin sempit dan terus di babat. Bukan tidak
mungkin bahwa tahun-tahun mendatang spesies harimau akan punah. Para ahli
memperkirakan bahwa pada tahun 2015 dengan penggundulan hutan tropis di
Kalimantan akan menyebabkan punahnya 4-8% spesies dan 17,35 % pada tahun
2040 (Azhari, 1997).
3.2 Kaitan antara Illegal Logging dengan Etika Lingkungan
Di Indonesia sendiri sebenarnya etika lingkungan bukanlah merupakan hal
yang baru. Jika dikaitkan dengan praktik bisnis, maka bisnis yang etis adalah bisnis
yang dapat memberi manfaat maksimal pada lingkungan, bukan sebaliknya,
menggerogoti keserasian lingkungan (Anonymous c, 2014).
Kurangnya kesadaran masyarakat dalam menata kelestarian lingkungan,
dituduh sebagai penyebab terjadinya krisis yang berkepanjangan. Krisis lingkungan
yang terjadi akhir-akhir ini, berakar dari kesalahan perilaku manusia yang berasal
dari cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam. Masalah lingkungan semakin
terasa jauh terpinggirkan, bahkan sering hanya merupakan embel-embel atau
tempelan belaka dalam program pembangunan, kesadaran masyarakat terhadap
masalah lingkungan menurun. Padahal, berbagai bencana akibat pengelolaan
13
lingkungan yang tidak benar telah berulang kali terjadi, dan merupakan bagian dari
kehidupan sehari-hari masyarakat.
Menciptakan kesadaran masyarakat yang berwawasan lingkungan merupakan
fondasi untuk menjaga agar lingkungan terhindar dari berbagai macam pengrusakan
dan pencemaran. Karena pada dasarnya kerusakan lingkungan dikarenakan oleh
tangan-tangan manusia itu sendiri.
Etika lingkungan, dapat diartikan sebagai dasar moralitas yang memberikan
pedoman bagi individu atau masyarakat dalam berperilaku atau memilih tindakan
yang baik dalam menghadapi dan menyikapi segala sesuatu sekaitan dengan
lingkungan sebagai kesatuan pendukung kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan umat manusia serta mahluk hidup lainnya.
Etika lingkungan yang baik dapat menjadikan perilaku kita semakin arif dan
bijaksana terhadap lingkungan, sebaliknya etika yang salah akan menciptakan
malapetaka bagi kehidupan manusia, karena merusak etika lingkungan hidup adalah
pertimbangan filosofis dan biologis mengenai hubungan manusia dengan tempat
tinggalnya serta dengan semua mahluk non manusia. Dengan etika lingkungan hidup,
manusia dipaksa untuk me-review segala aktivitasnya yang berhubungan dengan
lingkungan hidup, mana yang benar, mana yang salah.
Kepedulian lingkungan yang dangkal menunjukkan perhatian kepada
kepentingan yang sering diabaikan dalam ekonomi tradisional. Pandangan ini
menganggap alam bernilai hanya sejauh ia bermanfaat bagi kepentingan manusia,
bukan karena bernilai pada dirinya sendiri. Kepedulian lingkungan yang dalam,
mempertimbangkan kepentingan generasi yang akan datang.
Dalam hal ini kita tentu tidak tinggal diam saja, sebagai penonton dalam hal
kerusakan yang terjadi di bumi ini maka dari itu untuk menanggulangi terjadinya
pemanasan global yang mana banyak dampak yang terjadi jika kita hanya tinggal
diam, sebagai orang yang bijak khususnya mahasiswa kita harus kritis tentang
masalah yang terjadi ini maka perlu dibangun kesadaran yang tinggi tentang
lingkungan dengan di kenalkan kepada publik tentang etika lingkungan. Maka dari
itu kita harus mengetahui pengertian illegal logging, dampak yang dihasilkan, dan
solusi apa yang harus dilakukan (Soerjani, 1996).
14
BAB IV
PENUTUP
Pada dasarnya hubungan yang kurang baik antara manusia dengan alam
terjadi karena ada faktor keinginan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Namun,
karena sifat dasar manusia yang tidak pernah merasa puas maka terjadi eksploitasi-
eksploitasi yang berlebihan yang nantinya berdampak pada kerusakan alam. Adapun
dampak dari pada kegiatan manusia yang merusak lingkungan utamanya hutan
banyak sekali, seperti banjir, longsor, adanya hewan-hewan liar yang menyerang
pemukiman yaitu areal pertanian karena sudah tidak ada lagi makanan yang tersisa di
hutan akibat pembalakan liar, dan masih banyak lagi lainnya. Dari situ manusia
nantinya juga akan merasa dirugikan oleh perbuatannya sendiri. Sesuatu yang
dilakukan oleh manusia akan kembali kepada manusia itu sendiri.
Etika lingkungan sebagai dasar moralitas yang memberikan pedoman bagi
individu atau masyarakat dalam berperilaku atau memilih tindakan yang baik dalam
menghadapi dan menyikapi segala sesuatu sekaitan dengan lingkungan sebagai
kesatuan pendukung kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan umat manusia
serta mahluk hidup lainnya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous a. http://blawgerpoet.blogdetik.com/2011/02/14/pembalakan-liar-hutan-
indonesia. Diakses pada tanggal 3 April 2014.
Anonymous b. http://impasb.wordpress.com/2008/02/27/penyebab-dan-dampak-
rusaknya-hutan-kita. Diakses pada tanggal 2 April 2014.
Anonymous c. http://kpshk.org/index.php/berita/read/2011/02/11/1404/pencegahan-
dan-pemberantasan-pembalakan-liar.kpshk. Diakses pada tanggal 2 April
2014.
Azhari, Samlawi. 1997. Etika Lingkungan dalam Pembangunan Berkelanjutan,
Jakarta: DIKTI.
Bertens, K. 1997. Etika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Haba, John. 2005. Illegal Logging, Penyebab dan Dampaknya. Jakarta: PMB-LIPI.
Keraf, A. Sonny. 2002. Etika Lingkungan, Jakarta: Kompas.
Soerjani, Mohamad. 1996. Pembangunan dan Lingkungan, Jakarta: Institut
Pendidikan dan Pengembangan Lingkungan (IPPL).
16
Top Related