KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
nikmat dan karunia-Nya kepada kita sehingga makalah dengan judul “DAKWAH
RASULULLAH DI MADINAH” dapat diselesaikan tepat waktu.
Makalah ini sebagai tugas dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Adapun
tujuan dari penyusunan makalah ini agar mahasiswa dapat memahami lebih dalam
tentang materi tersebut. Makalah ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan dan
kerjasama dari rekan-rekan satu kelompok serta bimbingan dari Guru Mata Pelajaran
PAI. Untuk itu kami ucapkan banyak terima kasih.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi isi maupun penyusunannya, sebagaimana kata pepatah
“tak ada gading yang tak retak” kesempurnaan hanyalah milik Allah swt.
Akhirnya perlu kami sampaikan bahwa makalah ini selalu terbuka untuk
menerima masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan dari dosen, rekan-rekan mahasiswa maupun yang membaca makalah ini.
Terima kasih.
Payung, Januari 2016
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar belakang......................................................................................... 1
B. Rumusan masalah.................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 3
A. Pengertian hijrah dan tujuan Rasulullah hijrah....................................... 3
B. Dakwah Rasulullah periode Madinah..................................................... 5
C. Strategi dakwah Nabi Muhammad periode Madinah.............................. 8
D. Respon Masyarakat Madinah Terhadap Dakwah Rasulullah................. 13
BAB III PENUTUP........................................................................................... 15
A. Kesimpulan................................................................................................ 15
B. Saran.......................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 16
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi bangsa Arab sebelum kedatangan Islam, terutama di sekitar Mekah
masih diwarnai dengan penyembahan berhala sebagai Tuhan, yang dikenal dengan
istilah paganisme. Selain menyembah berhala, di kalangan bangsa Arab ada pula yang
menyembah agama Masehi (Nasrani), agama ini dipeluk oleh penduduk Yaman, Najran,
dan Syam. Di samping itu agama Yahudi yang dipeluk oleh penduduk Yahudi imigran
di Yaman dan Madinah, serta agama Majusi (Mazdaisme), yaitu agama orang-orang
Persia.
Demikianlah keadaan bangsa Arab menjelang kelahiran Nabi Muhammad SAW.
yang membawa Islam di tengah-tengah bangsa Arab. Masa itu biasa disebut dengan
zaman Jahiliah, masa kegelapan dan kebodohan dalam hal agama, bukan dalam hal lain
seperti ekonomi dan sastra karena dalam dua hal yang terakhir ini bangsa Arab
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Di lingkungan inilah Nabi Muhammad
SAW. dilahirkan, disinilah beliau memulai untuk menegakkan tonggak ajaran agama
Islam, di tengah-tengah lingkungan yang sudah bobrok dan penuh kemaksiatan.
Meskipun diwarnai dengan berbagai rintangan yang terus mendera. Namun, beliau tetap
teguh dalam menyebarkan agama baru, yakni agama Islam kepada masyarakat Arab
ketika itu.
Fase kenabian Nabi Muhammad SAW. dimulai ketika beliau bertahanus atau
menyepi di gua hira, sebagai imbas dari keprihatinan beliau melihat keadaan bangsa
Arab yang menyembah berhala. Di tempat inilah beliau menerima wahyu yang pertama
kali, yaitu Al-‘Alaq ayat 1-5, maka Nabi Muhammad SAW. telah di angkat menjadi
Nabi, utusan Allah. Pada saat itu, Nabi Muhammad SAW. belum diperintahkan untuk
menyeru kepada umatnya, namun setelah turun wahyu yang kedua, yaitu surah Al-
Muddatstsir ayat 1-7, Nabi Muhammad SAW. di angkat menjadi Rasul yang harus
berdakwah. Dalam hal ini dakwah Nabi Muhammad SAW. dibagi menjadi dua periode,
yaitu:
Periode Mekah, ciri pokok dari periode ini, adalah pembinaan dan pendidikan
tauhid (dalam arti luas),
1
Periode Madinah, ciri pokok dari periode ini adalah pendidikan sosial dan politik
(dalam arti luas).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari hijrah serta apa yang menjadi tujuan Rasulullah SAW beserta
umat Islam berhijrah?
2. Bagaimana dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah?
3. Bagaimana strategi dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW pada periode
Madinah?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW Beserta Umat Islam Berhijrah
Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui oleh umat Islam.
Pertama hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai Allah
SWT. untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang diperintahkan Allah SWT
dan diridhai-Nya. Arti kedua hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam),
karena di negeri itu umat Islam selalu mendapat tekanan, ancaman, dan kekerasan,
sehingga tidak memiliki kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat
Islam di negeri kafir itu berpindah ke negeri Islam agar memperoleh keamanan dan
kebebasan dalam berdakwah dan beribadah.
Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan umat
Islam, yakni berhijrah dari Mekah ke Yastrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun
pertama hijrah, bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M.
Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah ke Yastrib
adalah:
1. Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman dan kekerasan kaum
kafir Quraisy. Bahkan pada waktu Rasulullah SAW meninggalkan rumahnya di
Mekah untuk berhijrah ke Yastrib (Madinah), rumah beliau sudah dikepung oleh
kaum Quraisy dengan maksud untuk membunuhnya.
2. Agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta beribadah,
sehingga dapat meningkatkan usaha-usahanya dalam berjihad di jalan Allah
SWT, untuk menegakkan dan meninggikan agama-Nya (Islam).
Rencana hijrah Rasulullah diawali karena adanya perjanjian antara Nabi
Muhammad SAW. dengan orang-orang Yatsrib yaitu suku Aus dan Khazraj saat di
Mekkah yang terdengar sampai ke kaum Quraisy hingga Kaum Quraisy pun
merencanakan untuk membunuh Nabi Muhammad SAW. Pembunuhan itu direncanakan
melibatkan semua suku. Setiap suku diwakili oleh seorang pemudanya yang terkuat.
Rencana pembunuhan itu terdengar oleh Nabi SAW., sehingga Ia merencanakan hijrah
bersama sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar diminta mempersiapkan segala hal yang
3
diperlukan dalam perjalanan, termasuk 2 ekor unta. Sementara Ali bin Abi Thalib
diminta untuk menggantikan Nabi SAW. menempati tempat tidurnya agar kaum
Quraisy mengira bahwa Nabi SAW masih tidur. Pada malam hari yang direncanakan, di
tengah malam buta Nabi SAW keluar dari rumahnya tanpa diketahui oleh para
pengepung dari kalangan kaum Quraisy. Nabi SAW. menemui Abu Bakar yang telah
siap menunggu. Mereka berdua keluar dari Mekah menuju sebuah Gua Tsur, kira-kira 3
mil sebelah selatan Kota Mekah. Mereka bersembunyi di gua itu selama 3 hari 3 malam
menunggu keadaan aman.
Pada malam ke-4, setelah usaha orang Quraisy mulai menurun karena mengira
Nabi SAW sudah sampai di Yatsrib, keluarlah Nabi SAW dan Abu Bakar dari
persembunyiannya. Pada waktu itu Abdullah bin Uraiqit yang diperintahkan oleh Abu
Bakar pun tiba dengan membawa 2 ekor unta yang memang telah dipersiapkan
sebelumnya. Berangkatlah Nabi SAW. bersama Abu Bakar menuju Yatsrib menyusuri
pantai Laut Merah, suatu jalan yang tidak pernah ditempuh orang.
Setelah 7 hari perjalanan, Nabi SAW dan Abu Bakar tiba di Quba, sebuah desa
yang jaraknya 5 km dari Yatsrib. Di desa ini mereka beristirahat selama beberapa hari.
Mereka menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini Nabi SAW
membangun sebuah masjid yang kemudian terkenal sebagai Masjid Quba. Inilah masjid
pertama yang dibangun Nabi SAW sebagai pusat peribadatan.
Tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan Nabi SAW. Sementara itu
penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangannya. Menurut perhitungan mereka,
berdasarkan perhitungan yang lazim ditempuh orang, seharusnya Nabi SAW sudah tiba
di Yatsrib. Oleh sebab itu mereka pergi ke tempat-tempat yang tinggi, memandang ke
arah Quba, menantikan dan menyongsong kedatangan Nabi SAW dan rombongan.
Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dengan perasaan bahagia, mereka
mengelu-elukan kedatangan Nabi SAW. Mereka berbaris di sepanjang jalan dan
menyanyikan lagu Thala’ al-Badru, yang isinya:
“Telah tiba bulan purnama, dari Saniyyah al-Wadâ’i (celah-celah bukit). Kami
wajib bersyukur, selama ada orang yang menyeru kepada Ilahi, Wahai orang yang
diutus kepada kami, engkau telah membawa sesuatu yang harus kami taati. Setiap orang
ingin agar Nabi SAW. singgah dan menginap di rumahnya.”
Tetapi Nabi SAW hanya berkata,
4
“Aku akan menginap dimana untaku berhenti. Biarkanlah dia berjalan sekehendak
hatinya.”
Ternyata unta itu berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal dan Suhail,
di depan rumah milik Abu Ayyub al-Anshari. Dengan demikian Nabi SAW memilih
rumah Abu Ayyub sebagai tempat menginap sementara. Tujuh bulan lamanya Nabi
SAW tinggal di rumah Abu Ayyub, sementara kaum Muslimin bergotong-royong
membangun rumah untuknya.
Sejak saat itu nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinatun Nabi (kota nabi).
Orang sering pula menyebutnya Madinatul al-Munawwarah (kota yang bercahaya),
karena dari sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia.
B. Dakwah Rasulullah SAW. Periode Madinah
Setelah tiba dan diterima penduduk Yatsrib (Madinah), Nabi resmi menjadi
pemimpin penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda
dengan periode Makkah, pada periode Madinah, Islam, merupakan kekuatan politik.
Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah.
Nabi Muhammad mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga
sebagai kepala Negara. Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan,
kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai Rasul secara
otomatis merupakan kepala Negara.
Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh tahun,
yakni dari semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijriah sampai dengan
wafatnya Rasulullah SAW, tanggal 12 Rabiul Awal tahun ke-11 hijriah.
Materi dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah,
selain ajaran Islam yang terkandung dalam 89 surat Makiyah dan Hadis periode Mekah,
juga ajaran Islam yang terkandung dalam 25 surat Madaniyah dan hadis periode
Madinah. Adapun ajaran Islam periode Madinah, umumnya ajaran Islam tentang
masalah sosial kemasyarakatan.
Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah orang-
orang yang sudah masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin dan Anshar. Juga orang-
orang yang belum masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah, para
5
penduduk di luar kota Madinah yang termasuk bangsa Arab dan tidak termasuk bangsa
Arab.
Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya untuk bangsa Arab, tetapi
untuk seluruh umat manusia di dunia, Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.” (QS. Al-Anbiyaa’, 21:107)
Dakwah Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah masuk
Islam (umat Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran Islam baik yang
diturunkan di Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah, kemudian mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka betul-betul menjadi umat yang bertakwa.
Selain itu, Rasulullah SAW dibantu oleh para sahabatnya melakukan usaha-usaha nyata
agar terwujud persaudaraan sesama umat Islam dan terbentuk masyarakat madani di
Madinah.
Mengenai dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk Islam
bertujuan agar mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari ajaran-
ajarannya dan mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat Islam yang senantiasa
beriman dan beramal saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat.
Tujuan dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan cara penyampaiannya yang
terpuji, menyebabkan umat manusia yang belum masuk Islam banyak yang masuk Islam
dengan kemauan dan kesadaran sendiri. Namun tidak sedikit pula orang-orang kafir
yang tidak bersedia masuk Islam, bahkan mereka berusaha menghalang-halangi orang
lain masuk Islam dan juga berusaha melenyapkan agama Islam dan umatnya dari muka
bumi. Mereka itu seperti kaum kafir Quraisy penduduk Mekah, kaum Yahudi Madinah,
dan sekutu-sekutu mereka.
Setelah ada izin dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana firman-Nya
dalam surah Al-Hajj ayat 39 dan Al-Baqarah ayat 190, maka kemudian Rasulullah
SAW dan para sahabatnya menyusun kekuatan untuk menghadapi peperangan dengan
orang kafir yang tidak dapat dihindarkan lagi.
6
Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha
Kuasa menolong mereka itu” (Q.S. Al-Hajj, 22:39).
Artinya:“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)
janganlah kamu melampaui batas, Karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Baqarah, 2:190
Peperangan-peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para
pengikutnya itu tidaklah bertujuan untuk melakukan penjajahan atau meraih harta
rampasan perang, tetapi bertujuan untuk:
1. Membela diri dan kehormatan umat Islam.
2. Menjamin kelancaran dakwah, dan memberi kesempatan kepada mereka yang
hendak menganutnya.
3. Untuk memelihara umat Islam agar tidak dihancurkan oleh bala tentara Persia
dan Romawi.
Setelah Rasulullah SAW dan para pengikutnya mampu membangun suatu
negara yang merdeka dan berdaulat, yang berpusat di Madinah, mereka berusaha
menyiarkan dan memasyhurkan agama Islam, bukan saja terhadap para penduduk
Jazirah Arabia, tetapi juga keluar Jazirah Arabia, maka bangsa Romawi dan Persia
menjadi cemas dan khawatir kekuaan mereka akan tersaingi. Oleh karena itu, bangsa
Romawi dan bangsa Persia bertekad untuk menumpas dan menghancurkan umat Islam
dan agamanya. Untuk menghadapi tekad bangsa Romawi dan Persia tersebut,
Rasulullah SAW dan para pengikutnya tidak tinggal diam sehingga terjadi peperangan
7
antara umat Islam dan bangsa Romawi, yaitu diantaranya perang Mut’ah, perang Tabuk,
perang Badar, perang Uhud, perang Khandaq, perjanjian Hudaibiyah, perang Hunain.
C. Strategi Dakwah Nabi Muhammad SAW. Periode Madinah
Pokok-pokok pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW periode
Madinah adalah:
Berdakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang lain
meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih dahulu
orang yang berdakwah itu harus meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan
ajarannya.
Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam
Surah An-Nahl ayat 125.
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya
dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS.
An-Nahl, 16: 125)
Berdakwah itu hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya sesuai dengan
petunjuk Allah SWT dalam Surah Ali Imran, 3: 104.
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran, 3: 104)
8
Berdakwah dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan dengan
untuk memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat materi.
Umat Islam dalam melaksanakan tugas dakwahnya, selain harus menerapkan
pokok-pokok pikiran yang dijadikan sebagai strategi dakwah Rasulullah SAW, juga
hendaknya meneladani strategi Rasulullah SAW dalam membentuk masyarakat
Islam atau masyarakat madani di Madinah.
Masyarakat Islam atau masyarakat madani adalah masyarakat yang menerapkan
ajaran Islam pada seluruh aspek kehidupan, sehingga terwujud kehidupan
bermasyarakat yang baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur, yakni masyarakat yang
baik, aman, tenteram, damai, adil, dan makmur di bawah naungan ridha Allah SWT
dan ampunan-Nya.
Usaha-usaha Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat Islam seperti
tersebut adalah:
Membangun Masjid
Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW di Madinah ialah
Masjid Quba, yang berjarak ± 5 km, sebelah barat daya Madinah. Masjid Quba
dibangun pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah (20 September 622 M).
Setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah, pada setiap hari Sabtu, beliau
mengunjungi Masjid Quba untuk salat berjamaah dan menyampaikan dakwah Islam.
Masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah
Masjid Nabawi di Madinah. Masjid ini dibangun secara gotong-royong oleh kaum
Muhajirin dan Ansar, yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Nabi Muhammad
SAW dan peletakan batu kedua, ketiga, keempat dan kelima dilaksanakan oleh para
sahabat terkemuka yakni: Abu Bakar r.a., Umar bin Khatab r.a., Utsman bin Affan r.a.
dan Ali bin Abu Thalib r.a.
Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa Rasulullah SAW adalah
sebagai berikut:
1. Masjid sebagai sarana pembinaan umat Islam di bidang akidah, ibadah, dan
akhlak.
9
2. Masjid merupakan sarana ibadah, khususnya shalat lima waktu, shalat Jumat,
shalat Tarawih, shalat Idul Fitri dan Idul Adha.
3. Masjid merupakan tempat belajar dan mengajar tentang agama Islam yang
bersumber kepada Al-Qur’an dan Hadis.
4. Masjid sebagai tempat pertemuan untuk menjalin hubungan persaudaraan
sesama Muslim (ukhuwah Islamiah) demi terwujudnya persatuan.
5. Menjadikan masjid sebagai sarana kegiatan sosial. Misalnya sebagai tempat
penampungan zakat, infak, dan sedekah dan menyalurkannya kepada yang
berhak menerimanya, terutama para fakir miskin dan anak-anak yatim terlantar.
6. Menjadikan halaman masjid dengan memasang tenda, sebagai tempat
pengobatan para penderita sakit, terutama para pejuang Islam yang menderita
luka akibat perang melawan orang-orang kafir.
Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Ansar
Muhajirin adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk Mekah yang berhijrah
ke Madinah. Ansar adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk asli Madinah yang
memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin.
Rasulullah SAW bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khatab
tentang mempersaudarakan antara Muhajirin dan Ansar, sehingga terwujud persatuan
yang tangguh. Hasil musyawarah memutuskan agar setiap orang Muhajirin mencari dan
mengangkat seorang dari kalangan Ansar menjadi saudaranya senasab (seketurunan),
dengan niat ikhlas karena Allah SWT. Demikian juga sebaliknya orang Ansar.
Rasulullah SAW memberi contoh dengan mengajak Ali bin Abi Thalib sebagai
saudaranya. Apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dicontoh oleh seluruh sahabat
misalnya:
1. Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan Islam yang
pemberani bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba sahaya, yang
kemudian dijadikan anak angkat Rasulullah SAW.
2. Abu Bakar ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid.
3. Umar bin Khattab bersaudara denga Itban bin Malik al-Khazraji (Ansar).
4. Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar).
10
Demikianlah seterusnya setiap orang Muhajirin dan orang Ansar, termasuk
Muhajirin setelah hijrahnya Rasulullah SAW, dipersaudarakan secara sepasang-
sepasang, layaknya seperti saudara senasab.
Persaudaraan secara sepasang–sepasang seperti tersebut, ternyata membuahkan
hasil sesama Muhajirin dan Ansar terjalin hubungan persaudaraan yang lebih baik.
Mereka saling mencintai, saling menyayangi, hormat-menghormati, dan tolong-
menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
Kaum Ansar dengan ikhlas memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin
berupa tempat tinggal, sandang-pangan, dan lain-lain yang diperlukan. Namun kaum
Muhajirin tidak diam berpangku tangan, mereka berusaha sekuat tenaga untuk mencari
nafkah agar dapat hidup mandiri. Misalnya, Abdurrahman bin Auf menjadi pedagang,
Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Ali bin Abu Thalib menjadi petani kurma.
Kaum Muhajirin yang belum mempunyai tempat tinggal dan mata pencaharian
oleh Rasulullah SAW ditempatkan di bagian Masjid Nabawi yang beratap yang disebut
Suffa dan mereka dinamakan Ahlus Suffa (penghuni Suffa). Kebutuhan-kebutuhan
mereka dicukupi oleh kaum Muhajirin dan kaum Ansar secara bergotong-royong.
Kegiatan Ahlus Suffa itu antara lain mempelajari dan menghafal Al-Qur’an dan Hadis,
kemudian diajarkannya kepada yang lain. Sedangkan apabila terjadi perang antara kaum
Muslimin dengan kaum kafir, mereka ikut berperang.
Perjanjian dengan masyarakat Yahudi Madinah
Pada waktu Rasulullah SAW menetap di Madinah, penduduknya terdiri dari tiga
golongan, yaitu umat Islam, umat Yahudi (Bani Qainuqa, Bani Nazir dan Bani
Quraizah) dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam. Agar stabilitas masyarakat
dapat diwujudkan, Nabi Muhammad SAW mengadakan ikatan perjanjian dengan
mereka. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi
sebagai suatu komunitas dikeluarkan. Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu
dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin dan seluruh
anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan
luar.
Piagam ini mestilah dipatuhi oleh semua penduduk Madinah yang muslim atau
bukan Muslim. Strategi ini telah menjadikan Madinah sebagai model Negara Islam yang
11
adil, membangun serta digrandungi oleh musuh-musuh Islam. Piagam ini dikenal
dengan sebutan Piagam Madinah.
Menurut Ibnu Hisyam, Rasulullah SAW membuat perjanjian dengan penduduk
Madinah non-Islam dan tertuang dalam Piagam Madinah. Piagam Madinah itu antara
lain berisi:
Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak pribadi,
keagamaan dan politik. Sehubungan dengan itu setiap golongan penduduk Madinah
berhak menjatuhkan hukuman kepada orang yang membuat kerusakan dan memberi
keamanan kepada orang yang mematuhi peraturan.
Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan beragama.
Seluruh penduduk kota Madinah yang terdiri dari kaum Muslimin, kaum Yahudi dan
orang-orang Arab yang belum masuk Islam sesama mereka hendaknya saling membantu
dalam bidang moril dan materiil. Apabila Madinah diserang musuh, maka seluruh
penduduk Madinah harus bantu-membantu dalam mempertahankan kota Madinah.
Rasulullah SAW adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala perkara dan
perselisihan besar yang terjadi di Madinah harus diajukan kepada Rasulullah SAW
untuk diadili sebagaimana mestinya.
Pembangunan pranata sosial dan pemerintahan.
Pada saat Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, masyarakatnya terbagi
menjadi berbagai kelompok besar, yaitu kelompok Muhajirin dan kelompok Anshar,
Yahudi, Nasrani, dan penyembah berhala. Pada awalnya, mereka semua menerima
kedatangan Nabi dan umat Islam. Namun setelah masyarakat muslim berkembang
menjadi besar dan berkuasa, mereka mulai menaruh rasa dendam dan tidak suka.
Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut, Nabi saw mencoba menata sistem
sosial agar mereka dapat hidup damai dan tenteram. Untuk kalangan umat Islam, Nabi
saw telah mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar. Sementara untuk kalangan
non muslim, mereka diikat dengan peraturan yang dirancang Nabi dan umat Islam yang
tertuang di dalam Piagam Madinah.
Pada masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas sudah beragam Islam,
sehingga masyarakat Islam sudah terbentuk, maka adanya pemerintahan Islam
12
merupakan keharusan. Rasulullah SAW selain sebagai seorang Nabi dan Rasul, juga
tampil sebagai seorang Kepala Negara (khalifah).
Sebagai Kepala Negara, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar bagi setiap
sistem politik Islam, yakni musyawarah. Melalui musyawarah, umat Islam dapat
mengangkat wakil-wakil rakyat dan kepala pemerintahan, serta membuat peraturan-
peraturan yang harus ditaati oleh seluruh rakyatnya. Dengan syarat, peraturan-peraturan
itu tidak menyimpang dari tuntutan Al-Qur’an dan Hadis.
D. Respon Masyarakat Madinah Terhadap Dakwah Rasulullah
Sejak Nabi Muhammad saw. tinggal menetap di Madinah, beliau terus berusaha
menyebarkan ajaran Islam kepada semua penduduk di kota tersebut, termasuk kepada
penduduk Yahudi, Nasrani, dan penyembah berhala. Hal ini dilakukan Nabi
Muhammad saw. selain karena kewajiban yang harus dilaksanakannya, juga karena ia
melihat mayoritas masyarakat Madinah menyambut dengan baik saat beliau dan umat
Islam tiba di kota tersebut.
Setiap saat beliau selalu berdakwah kepada penduduk Madinah tanpa mengenal
lelah dan tidak mengenal takut, apalagi putus asa. Dakwah yang dilakukannya itu
mendapat sambutan beragam, ada yang menerima dan kemudian masuk Islam dan ada
pula yang menolak secara diam-diam, misalnya orang-orang Yahudi yang tidak senang
dengan kehadiran Nabi Muhammad saw. dan orang Islam. Penolakan ini mereka
lakukan secara diam-diam karena tidak berani berterus terang untuk menentang Nabi
dan umat Islam yang mayoritas tersebut.
Masyarakat Madinah menyambut baik kedatangan Nabi dan umat Islam di
Madinah, terutama kabilah Aus dan Khazraj. Kedua suku Arab tersebut sejak awal telah
menyatakan kesetiaannya kepada Nabi dan bersedia membantu beliau dalam
menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat Madinah. Hal ini dapat dilihat dari
perjanjian Aqabah yang mereka lakukan, baik perjanjian Setelah menerima ajaran
Islam, kedua suku yang suka berperang ini akhirnya bersatu di bawah panji Islam.
Mereka bersama-sama Rasulullah saw. dan umat Islam lainnya berjuang menegakkan
syariat Islam. Mereka rela berkorban nyawa dan harta demi syiar Islam.
Sementara kelompok masyarakat Yahudi Madinah sejak awal memang sudah
kurang peduli dengan kedatangan Nabi Muhammad saw. dan umat Islam, karena
13
mereka menduga posisi mereka akan tergeser. Pada awalnya orang Yahudi menerima
apa yang terjadi karena untuk alasan keamanan dan politik. Namun sekutu mereka, yaitu
Aus dan Khazraj telah memeluk Islam. Kedua suku ini tidak membutuhkan lagi bantuan
masyarakat Yahudi, karena telah mendapatkan pimpinan yang ideal buat mereka, yaitu
Muhammad saw. Dari sinilah muncul benih-benih permusuhan antara umat Islam dan
Yahudi di Madinah. Mereka mulai membujuk orang-orang Arab Aus dan Khazraj yang
telah masuk Islam untuk kembali ke agama lama mereka dan mereka kembali bersatu
untuk menyerang ajaran-ajaran Islam dengan maksud menghalangi penyebaran Islam ke
masyarakat lain.
Dalam suasana seperti itu, seorang rabbi Yahudi dari Bani Qainuqa bernama
Husein bin Sallam, masuk Islam. Secara diam-diam ia datang menemui Nabi
Muhammad saw. dan menyatakan ikrarnya untuk masuk Islam. Kemudian Nabi
Muhammad saw. memberi nama baru untuk dirinya, yaitu Abdullah. Karena ia adalah
seorang rabbi terkemuka dan berpengaruh di sukunya maka Nabi menyembunyikan
rabbi tersebut di rumah Nabi Muhammad saw. Hal ini dilakukan untuk melindungi
dirinya dari serangan kaumnya.
Untuk mengetahui apakah ia benar-benar seorang rabbi berpengaruh, Nabi
Muhammad saw. mengutus orang guna menyelidiki kebenaran tersebut. Hasilnya, ia
adalah benar-benar seorang rabbi yang disegani dan dihormati. Setelah mereka
menyatakan bagaimana mereka memandang tinggi derajat sang rabbi, barulah Husein
bin Sallam keluar. Ia mengajak kaumnya menerima ajaran yang dibawa Nabi
Muhammad saw., karena itu adalah ajaran yang benar yang sesuai dengan kitab Taurat
yang mereka yakini. Ia menyatakan bahwa dirinya beserta keluarga telah menjadi
pengikut setia Nabi Muhammad saw. Namun, permintaan sang rabbi itu ditolak.
Setelah kejadian itu, mulai terjadi perdebatan sengit antara Nabi Muhammad
saw. dengan para pemimpin agama Yahudi. Mereka tidak hanya menyerang Nabi
Muhammad saw., tetapi juga para sahabat, baik dari kalangan Muhajirin maupun
Anshar. Mereka mulai menyusun kekuatan untuk melemahkan umat Islam.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan makalah di atas, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa dakwah
Rasulullah SAW periode Madinah itu merupakan dakwah lanjutan yang dilakukan
Rasulullah SAW pada saat beliau hijrah dari kota Mekah ke kota Madinah. Dimana
dalam periode Madinah ini, pengembangan Islam lebih ditekankan pada dasar-dasar
pendidikan masyarakat Islam dan pendidikan sosial kemasyarakatan.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini, masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kritikan dan saran yang sifatnya membangun sangat kami
harapkan guna perbaikan makalah kami dimasa yang akan datang.
15
DAFTAR PUSTAKA
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 63.
http://kajian-muslimah.blogspot.com/2005/05/shirah-tentang-fase-dakwah-di-
madinah.html, di akses pada 15 Januari 2016.
http://saminsyb.blogspot.com/2012/01/ski-sejarah-dakwah-rasulullah-saw.html, diakses
pada 15 Januari 2016.
http://kajian-muslimah.blogspot.com/2005/05/shirah-tentang-fase-dakwah-di-
madinah.html, di akses pada 15 Januari 2016.
16
Top Related