1
Bab 8 Identitas, Citra, Reputasi, dan Corporate Advertising
Lebih mempertegas paparan dalam Bab 5 Iklan Identitas Perusahaan
(Corporate Identity Advertisement) Paul A. Argenti dalam bukunya yang
sangat terkenal Corporate Communication, Fifth Editon, menulis sebagai
berikut: Reputasi perusahaan dapat ditingkatkan dengan strategi corporate
advertising, juga identitas dan citra serta reputasi perusahaan dapat
dirubah/diperbaiki apabila perusahaan menghendakinya, semisal dalam
transformasi, bahkan bila menghadapi musibah krisis. Sesungguhnya
corporate advertising tidak menjual langsung produk atau jasa yang
dikelolanya. Corporate advertising menjual perusahaan pembuat dan
penghasil produk dan jasa. Sering hal demikian terjadi untuk target
audience atau constuency berbeda. Dalam buku Corporate Communication
tersebut Paul A. Argenti memberi contoh tentang perusahaan Amerka yang
berkiprah internasional: General Electric, dengan logo yang sangat
termasyur: GE
2
yang sederhana, hanya satu warna, sepertinya memakai font tulisan
tangan yang konservatif. Wajah logo “kuno” demikian merupakan kajian
tersendiri sebagai logo perusahaan yang legendaris. Kajian ini sangat
menarik jika disandingkan dengan “modernisasi” logo yang membawa
transformasi perusahaan seperti yang sudah dibahas sebagian di Bab 5
mengenai logo Pertamina dan Telkom; selanjutnya juga akan ada
pembahasan mengenai transformasi logo Garuda Indonesia dan paling
terakhir ditahun 2015 pembaharuan logo Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM).
Paul A. Argenti memberi contoh penggunaan logo GE dan fungsi
corporate advertising di tahun 2007, ketika GE menyiapkan budget besar
dalam mengiklankan perusahaan sebagai eco-friendly company bagian
dari corporate responsibility leadership. Di Indonesia GE mempelopori
“Solusii Digital” dengan mengadakann pertemuan dengan Kadin (Kamar
Dagang Indonesia) sekaligus menyelenggarakan seminar “The Future of
3
Electricity Conference” di bulan September, 2016 di Hotel Bintang 5 di
Jakarta. Harian nasional Kompas memuat berita di halaman depan dengan
foto para pembicara dan logo GE, setengah halaman, menulis dalam Lead
(sub head): “Indonesia membutuhkan solusi digital di sektor
ketenagalistrikan terkait program 35.000 megawatt. Solusi digital
dipandang mampu menciptakan efisiensi, penghematan biaya, dan
memperluas keterjangkauan akses listrik bagi masyarakat Indonesia.”
Tulisan yang sangat positif ini merupakan strategi public relations dan
corporate advertising yang sangat kuat dalam merebut hati masyarakat
dan terutama pemerintah Indonesia akan nilai investasi dan “cengkeraman”
usaha GE merebut pasar penuh kompetisi. Berita demikian disiarkan luas
baik dalam harian dan media cetak, juga media elektronik. Media corporate
advertisisng harus pula mengikuti trend media teknologi informasi,
sehingga dalam website GE dapat ditelusuri secara lengkap kiprah GE
Internasional dengan bermacam keahliannya / anak perusahaannya
termasuk informasi mengenai GE Indonesia.
Corporate advertising berfungsi sebagai corporate communication
dalam menempuh jalann kritis mengenalkan identitas yang handal dan
membangun/memperkuat citra perusahaan. Identitas dan citra (image)
perusahaan yang dijaga sehingga dapat diharapkan terbentuklah reputasi
4
baik suatu perusahaan. Perasaan orang yang datang masuk
kantor/gedung perusahaan dengan citra baik dapat digambarkan sama jika
kita masuk rumah yang tenteram adem dan menyenangkan. Suasana
demikian dibangun dalam industri hospitality, semisal, hotel, restaurant,
wahana pariwisata, perbankan dan air lines (akan diberikan contoh flag-
carier kita: Garuda Indonesia).
Company identity merupakan manifesto nyata dalam apa yang
dibawakan/ditawarkan oleh perusahaan yang dapat kita hayati dalam
memandang dan mengerti makna logo, tag line dan mungkin motto
perusahaan. Ini semuanya bertumpu pada Visi, Misi dan Nilai (Corporate
Vision, Mission & Value) perusahaan yang harus dihayati oleh semua
anggota perusahaan dari pimpinan hingga front liners, teller dan greeter,
penerima tamu (receptionist) yang berseragram rapi yang membawakan
keramahan pelayanan, customer service. Demikian pula bangunan gedung
perusahaan bisa megah, namun bisa juga sederhana dengan pengaturan
yang apik. Kantor yang ditata rapi dan artistik mencerminkan kreativitas
karyawannya sering kita jumpai apabila mengadakan pertemuan atau rapat
dan presentasi di biro iklan atau advertising agency juga PR (Public
Relations) Agency. Karyawan hotel, bank dan air line menjaga ketat dress
code, seragam dan etiika berpakaian yang disebut lifery, merupakan
5
bagian dari pencitraan dan membangun identitas perusahaan. Dalam ilmu
kePR-an (humas) disharuskan mengikuti mata kuliah Professional Image,
yang mewajbkan mahasiswa faham akan pentingnya berpakaian rapi,
berkomunikasi sopan, sering pula diharuskan mengikuti table manners,
cara makan di tempat-tempat resmi. Dalam dunia bisnis yang kompetitif
sering perbedaan produk dan jasa yang ditawarkan hanya dapat dibedakan
darii sikap pelayanannya dan keistimewaan yang detail yang menjadi
identitas perusahaan sejenis berbeda dari yang baik, lebih baik kemudian
ada juga yang dianggap tidak professional dan ini semuanya menunjukkan
identitas perusahaan.
Kembali pada mengelola identitas yang berbentuk logo dan brand
maka branding dan strategic brand management merupakan critical
components dalam corporate advertising. Sedang logo merupakan
komponen hakiki dalam corporate identity – mungkin lebih penting
daripada slogan atau nama perusahaan itu; karena logo merupakan
visualisasi filosofis perusahaan dan dibuat sebagai gambar yang kreatif
sehingga lebih cepat menarik perhatian. Coba perhatikan logo Nike yang
dalam bahasa Inggris disebut “swoosh” (kita salah mengartikannya sebagai
tanda “V” – tanda sudah di-check OK). Coba cari artinya identitas Nike ini.
6
Pembentukan reputasi yang merupakan strategi jangka panjang
dapat dilaksanakan apaila identitas dan logo sejalan. Prof. (Emeritus)
Charles Fombrun dari New York University, dalam bukunya Reputation
menulis bahwa bagi perusahaan yang menghargai reputasi, para
manajernya berusaha keras agar pemeliharaan identitas perusahaan yang
baik diperhatikan sungguh-sungguh secara konsisten. Caranya dengan
membentuk identitas yang unik serta menunjukkan makna identitas secara
konsisten menggambarkan citra baik bahkan citra istimewa terhadap
khalayaknya. Reputasi dibangun dalam suatu proses jangka panjang
yang harus dibangun dari dalam, internal juga dari khalayak luar, external.
Sedang iidentitas perusahaan langsung dapat dilihat dan dimaknai
seketika. Fortune’s 500, Interbrand, di Indonesia Majalah SWA dan
beberapa Perusahaan Riset, secara berkala membuat ranking perusahaan
penerima award berdasarkan yang terpenting adalah reputasi perusahaan.
Maka corporate identity dan corporate brand dihargai, bahkan seandainya
dijual mendapat nilai dollar atau nilai material yang tinggi yang disebut
brand equity. Corporate brand menjadi key asset bagi suatu perusahaan.
Merek dan nama, desain Logo perusahaan dilindungi menurut Hak Paten,
Trademark. Brand equity merupakan Brand value yang membuktikan
pengakuan khalayaknya (target market) dan pengakuan kepercayaan
7
publiknya. Nilai suatu corporate brand tergantung pada kekuatan dan
perluasan awareness (sejauh mana merek/nama perusahaan dikenal atau
tidak). Menurut Paul Smith dan kawan-kawan, dalam buku mereka
Strategic Marketing Communication, ada lima (5) tingkatan brand
awareness yang diperhitungkan dalam penentuan brand value:
1. Brand Loyalty
2. Brand Preference
3. Brand Acceptance
4. Brand Awareness
5. Brand non-awareness
Perhitungan brand equity tidaklah mudah, harus dkerjakan oleh research
agency professional dan sudah terbiasa dalam memberikan nilai dalam
dollar terhadap suatu merek melalui brand valuator, juga brand vision, yaitu
pengukuran seberapa besar pemakai merek, sikap pemakai juga mungkin
terjadi alih merek, switching brands.
8
Bab 9
CORPORATE BRANDING &
CORPORATE COMMUNICATION FUNGSI CORPORATE COMMUNICATION DALAM CORPORATE BRANDING
Sejalan dengan keterbukaan (transparency) dalam segala aspek
berusaha dan berorganisasi yang dituntut masyarakat luas komuikasi
korporasi (corporate communication) harus dijalankan. Sejak lama banyak
perusahaan internasional menugaskan divisi Public Relations
melaksanakan fungsi komunikasi korporasi tersebut. Di Indonesia istilah
Public Relations atau PR diterjemahakan sebagai Hubungan Masyarakat
(Humas). Ada pula perusahaan yang lebih memilih menyebut petugas yang
berhubungan dengan khalayak sebagai menjalakan tugas public affarirs.
Dewasa ini banyak perusahaan nasional baik swasta maupun BUMN
memilih kata yang yang lebih tepat: Divisi Komunikasi. Untuk berfungsinya
divisi komunikasi maka strategi komunikasi korporasi/organisasi disiapkan
oleh pimpinan yang selain menjabarkan taktik komunikasi internal dan
eksternal juga hubungan dengan media (Media Relations) hingga strategi
dan taktik menkomunikasikan nama, logo, tampilan “wajah” dan profil serta
9
filosofi “merek” atau gambar identitias perusahaan; yang semuanya ini
merupakan corporate branding, yaitu usaha untuk mengemukakan citra
dan reputasi baik bahkan “istimewa” dari usaha organisasi/industri
perusahaan.
Strategi komunikasi secara fundamental mengikuti pengertian
strategi manajemen merek yaitu:
Sarana bersama dengan tujuan jangka panjang yang hendak dicapai.
Strategi korporasi/institusi, merek produk, erat sekali hubungannya dengan
pengakuan nilai produk/jasa itu sendiri, juga nilai dan citra serta reputasi
korporasi/organisasinya.
Manajemen Strategi memungkinkan korporasi/organisasi lebih produktif,
inovatif mengarahkan berbagai aktivitas, termasuk mengontrol dan
memelihara nama perusahaan, citra dan reputasi korporasi.
Dengan strategi jangka panjang yang jelas dan program-program
taktiks yang sesuai dengan keadaan dan jamannya maka dapat dikelola
indentitas dan citra (corporate identity & image) perusahaan. Citra
perushaan atau corporate image merupakan pengertian/pandangan yang
dilihat/disaksikan oleh konstituen perusahaan. Identitas demikian tidak
hanya sebatas gambar atau logo perusahaan namun tercerminn pula
dalam tingkah laku pimpinan dan seluruh jajaran karyawan petugas
10
pelaksana, dengan demikian juga erat dengan nilai-nilai budaya
perusahaan. Maka atribut identitas perusahaan juga diformulasikan dalam
Visi, Misi dan Nilai perusahaan/organisasi.
CORPORATE BRANDING – USAHA MENINGKATKAN CITRA BAIK DAN
REPUTASI HANDAL KORPORASI/PERUSAHAAN
Kita semua memaklumi bahwa usaha organisasi dagang, pabrik atau
perusahaan harus berjalan bersama dengan “bank kepercayaan”. Al Golin
(2003) menulis dalam bukunya Trust or Consequences: Build Trust Today
or Loose Your Market Tomorrow: “Sebagaimana anda tidak akan
melanjutkan kehidupan anda tanpa asuransi kesehatan karena secara fisik
anda sehat, anda seharusnya tidak akan pergi dari tempat anda berusaha
karena organisasi itu tanpa suatu bank kepercayaan , jika karena
organisasi tempat anda bekerja anda mempunyai nilai-nilai yang baik.” Apa
yang dimaksud dengan “bank kepercayaan”? Dari sebutan frase tersebut,
suatu “bank kepercayaan” meliputi pendopositoan perbuatan-perbuatan
hal-hal yang baik kedalam rekening kepercayaan dari waktu ke waktu
sehingga dapat ditarik bila dibutuhkan. Organisasi hendaknya melakukan
perbuatan-perbuatan baik bagi karyawannya, nasabahnya atau
pelanggannya dan masyarakat sekitarnya. (Catatan: Golin belum
11
menyebut stakeholders, mitra kepentingan, yang lebih luas). Dalam
kenyataan budaya yang baru di suatu perusahaan tentulah harus dipikirkan
pula kepentingan masyarakat luas, dari pembuat peraturan, pelaksana dan
pengawasannya; pelaksana kebijakan negara.
Sir Geoffrey Chandler (2005), mantan direktur Shell International
menulis kepada The Economist (February 5, 2005) bahwa terjadi ketidak
percayaan publik yang berlanjut apabila perusahaan-perusahaan yang
muncul dari persepsi bahwa keuntungan mendahului prinsip, bukannya
berdasarkan prinsip. Prinsip-prinsip bila diinternalisasi dapat menyumbang
bagi keberlangsungan jangka panjang sistem kapitalisasi. Kapitalisme,
menurut Chandler, yang sejauh ini dikenal dunia sebagai mekanisme
paling efektif untuk menghasilkan barang-barang dan jasa serta penciptaan
kekayaan, berada dalam ancaman bukan dari luar, tetapi dari dirinya
sendiri juga karena kurangnya keteguhan prinsip-prinsip yang
mendasarinya.
Sementara orang bekerja dalam organisasi untuk memuaskan
kebutuhan individual mereka. Tempat kerja selalu menarik orang untuk
memenuhi kehidupan privatnya dan menghubungkan mereka dengan
dunia ekonomi tetapi juga dunia sosial yang lebih luas. Keterhubungan
bukan hanya menjadi sarana untuk tujuan sekedar menrerima penghasilan
12
tetapi merupakan tujuan penting dari hidup masing-masing orang sendiri.
Sebab pada dasarnya manusia itu egois dan umumnya salah satu sisi
manusia itu mendambakan untuk menjadi bagian dari masyarakat yang
lebih luas. Manusia sesungguhnya diliputi oleh rasa tidak tenang, dalam
keadaan tanpa norma dan aturan yang mengikat mereka dengan
masyarakat. Hal demikian merupakan kegelisahan yang ingin dimintakan
perhatian dan diharapkan agar dapat diatasi di tempat kerja. Kepuasan di
tempat kerja berkembang dari keinginan dasar manusia akan pengakuan,
seperti sejak lama dikemukakan oleh Abraham Maslow dalam analisisnya
bahwa setiap individu berdasarkan pada pengakuan terhadap diri sendir,
yang semula merupakan segitiga runcing (dalam perspektif “Hierarchy of
Needs”), ternyata dikemudian hari diakui bahwa sifat dasar itu ingin
mendapatkan pengakuan pada diri sendiri, self actualization. Dalam
perjalanan diskusi dan analisis para psycholog dan ahli manajemen lain
dinyatakan bahwa self actualization seharusnya bukan di puncak segitiga,
melainkan di dasar segititga, yang merupakan kebutuhan hakiki, dasar
kebutuhan manausia. Setiap manusia berusaha agar martabatnya diakui
oleh manusia lain. Dorongan tersebut begitu dalam dan fundamental
sehingga merupakan penggerak utama pada proses keberlanjutan
kehidupan. Oleh beberapa psycholog dorongan dari dalam diri manusia itu
13
disebut ego juga dikatakan sebagai egoism yang sebenarnya merupakan
keinginan diri sendiri untuk diakui dan hal demikian sesungguhnya
merupakan nilai positif dalam bekerja.
Menurut Francis Fukuyama (1995) dalam bukunya Trust: The Social
Virtues and the Creation of Prosperity, yang dikutip oleh William J. Byron
(2010) dalam bukunya The Power of Principles, kegiatan ekonomi
menampilkan bagian yang menentukan dari kehidupan sosial. Salah satu
pelajaran penting dari pengkajian kehidupan ekonomi adalah bahwa
kesejahteraan suatu bangsa, yang dapat diterjemahkan dalam lingkup
lebih kecil, kesejahteraan suatu perusahaan, sekaligus kemampuannya
untuk bersaing, dikondisikan oleh sifat kultural pervasif yang tunggal:
tingkat kepercayaan yang melekat di dalam masyarakat bangsa tersebut.
Jadi dapat dikatakan sebagai tingkat kepercayaan yang melekat dalam
perusahaan.
Dari pengalaman penulis berpuluh tahun bekerja untuk dan di
berbagai perushaan baik nasional maupun internasional; percaya pada
perusahaan sebagai organisasi dan percaya kepada pimpinan perusahaan
lebih banyak tercermin dari budi pekerti individu atau mereka yang
menjalankan perusahaan/organisasi. Demikian juga yang dikatakan oleh
Soenarko Setyodarmodjo dalam bukunya Strong Society, Analisa Dasar
14
tentang Politik, Public Relatations dan Budaya (2008): Tingkat kesadaran
seseorang manusia terhadap nilai-nilai akan memmbentuk budi pekerti
manusia yang hidup bermasyarakat. Budi pekerti itulah yang mewujudkan
sifat interaksi seseorang manusia dengan manusia lain, apakah manusia
tersebut berbudi luhur ataukah merupakan orang yang tidak berbudi.
Istilah budi pekerti mudah diucapkan, sering dinyatakan sebagai
suatu harapan dan ajaran agar orang suka berperilaku yang baik didalam
interaksi diantara mereka. Pada umumnya orang telah mengetahui
maknanya namun tidak dapat memberikan pengertian. Sesungguhnya budi
pekerti adalah sesuatu yang abstrak, sesuatu yang tidak dapat dijamah,
intangible, namun perwujudtannya dapat kita ketahui dan kita amati
Perwujudtan budi pekerti berupa sikap, tingkah/laku, dan perbuatan
itulah yang merupakan pengukuran baik buruknya budi pekerti seseorang.
Budi pekerti terdiri dari kata budi dan pekerti. Budi merupakan salah satu
unsur fungsional didalam diri manusia yang mengandung unsur-unsur
potensial cipta, karsa dan rasa; yang juga disebut sebagai unsur-unsur
budaya manusia. Karena unsur-unsur budi inilah yang juga disebut sebagai
jiwa manusia, maka manusia sebagai mahluk Tuhan berbeda dengan
hewan dan tumbuh-tumbuhan:
15
- Derngan unsur cipta, manusia dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan, science
- Dengan unsur karsa, manusia dapat mengembangkan ilmu
kesusilaan, ethics
- Dengan unsur rasa, manusia dapat mengembangkan kesenian,
aesthetics
Corporate Branding banyak yang mengikuti alur pemikiran strategis
demikian: mengandung unsur ilmiah, mengikuti etika dan pasti menunjukan
estetika atau tampilan yang indah serta memberikan “rasa nyaman”
berhubungan dengan perusahaan/organisasi yang lambangnya/mereknya
dikenal.
TRANSFORMASI BUDAYA PERUSAHAAN DAN MODERNISASI
IDENTITAS PERUSAHAAN
Dalam usaha corporate branding banyak perusahaan/organisasi
harus mengikuti “selera” dan kemajuan teknologi jaman. Dalam Bab XXX
telah dibahas antara lain perubahan logo PERTAMINA dan TELKOM; yang
ke duanya merupakan BUMN berkewajiban membawa revenue bagi
Negara. Selanjutnya tidak kalah ramainya ketika Garuda Indonesia
16
merubah logo dan identitas warna dari merah-oranye menjadi dominan
hijau-biru yang di serahkan kepada perusahaan duniadalam pembuatan
corporate branding tersohor LANDOR INTERNATIONAL. Ketika itu (tahun
1985) pimpinan Garuda Indonesia di pertanyakan pertanggung jawaban
mengahbiskan anggaran sebesar Rp 2 milyar. Hingga sekarang masih ada
pesawat modern Garuda Indonesia yang dicat dengan identitas dan
berlambang Garuda Indonesia yang lama (merah-oranye) sebagai bukti
transformasi budaya perusahaan penerbagana flag carrier kita. Namun
tdak dapat dipungkiri bahwa investasi Rp 2 milyar (yang ketika itu sangat
amat besar jumlahnya) telah membawa Garuda Indonesia ke kancah
penerbangan domestik dan internasional lebih mantap.
1969-1985
1985-2009
2009-present
17
Sejak tahun 2014, Garuda Indonesia, sebagai National Flag Carier
menempelkan logo SKYTEAM sebagai pengakuan anggota airlines
international.
Corporate affairs and identity
Branding and livery
The new Garuda Indonesia flight attendants' uniform, featuring kebaya and parang gondosuli
batik
Since its establishment, Garuda Indonesia has changed its branding and livery a few times. During the early years, Garuda color scheme was simple logotype "Indonesia Airways" with blue lines and Indonesian flag. In the 1960s, Garuda introduced a red and white color scheme in
accordance to the Indonesian national identity and the Indonesian flag. Also in this period "Garuda Indonesian Airways" introduced a bird logo: a triangle stylized eagle-like Garuda with
18
red and white shield. The logo was painted on the vertical stabilizer of Garuda's fleet from 1961 to 1969. In the 1970s, a logotype with a unique font replaced the triangular eagle as Garuda's
corporate identity, along with a new color scheme consisting of a red and orange "hockey stick" line running along the aircraft's windows and vertical stabilizer. This livery used from 1969 to
1985.
In 1985, Garuda underwent a complete branding makeover, changing its name into "Garuda Indonesia" along with its color scheme, logo and logotype. The new branding and livery was created by Landor Associates who also created the new iconic bird logo: the Garuda symbol with
five bent lines forming its wings.[48] The color scheme was changed completely to a deep royal blue and aqua color, said to be inspired by the nature of Indonesia that was dominated by tropical
greenery and seas when viewed from the air. The nationalistic red and white color scheme was no longer used.
In 2009, a new branding initiative was launched through a new image, developed once again by
brand consultant Landor Associates, a new spin of the idea called "nature's wing".[48] Garuda has since replaced the old logo painted on its fleet vertical stabilizer with this new "nature's wing" graphic of blue and aqua shades. The "nature's wing" graphic was inspired by the wings of
tropical birds as well as the ripples of waves upon the water. The iconic bird symbol designed by Landor 24 years earlier is still maintained as Garuda Indonesia's logo, with minor changes, while
the logotype now uses the Myriad Pro font. The new look is expected to be able to "Capture the Spirit of Friendliness and Professionalism of Indonesia".
To celebrate its 62 years of service on 26 January 2011, Garuda Indonesia painted 2 of its Boeing 737-800 aircraft with the retro liveries the airline used in the 1960s and 1970s.
For the company slogan, there are several slogans that were used in the past:
Garuda Indonesia, Kini Lebih Baik (Now Better)
Garuda Indonesia, Permata Nusantara (Jewel of The Archipelago) Garuda Indonesia, Nusantara Bangsa (The Nation Archipelago)
Garuda Indonesia, Bangga Bersamanya (Proud of You Together) Garuda Indonesia, The Airline of Indonesia
The current slogan is:
Garuda Indonesia, Look Forward
Sejalan dengan warna dominan hijau-biru (yang memang lebih segar
daripada warna lain), ternyata Badan Pemerintahan Republik Indonesia;
19
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dibawah Kementerian
Kesehatan juga telah merubah corporate identity sekaligus sebagai
corporate brand sebagai uraian lengkap berupa Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2015
Tentang Logo Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagai berikut:
Maka dari itu perlu dipikirkan permulaan penciptaan suatu BRAND melalui
BRAND IDENTITY.
What is a brand identity?
• The configuration of words, images, ideas, and associations that
form a consumer’s aggregate perception of a brand.
• A ‘brand’s unique fingerprint’ that makes it one of a kind - its
“meaning”.
20
Two crucial components of brand identity:
1. Positioning - how we want customers to perceive, think, and feel
about our brand versus competitive brands.
2. Personality - who our brand is as a person
Pengetahuan BRANDING tersebut diatas dimaknai oleh Teguh
Poeradisastra penulis majalah SWA berdasarkan riset dari koleganya,
Armiadi, bahwa “Agar mampu betanding melawan kompetitor asing
maupun sesama merek lokal – BRANDING harus memiliki keunikan
tersendiri; memahami dengan baik kebutuhan konsumennya, menjalin
komunikasi terus-menerus.”
Dasar pemikiran tersebut selalu dijalankan dalam menciptakan
BRANDING (aktivitas menjalankan/mengenalkan/memasarkan suatu
merek) dengan cara berpikir sederhana seperti digambarkan dalam
diagram ini:
21
Jadi, core identity,
identitas jati diri suatu produk yang akan dibuatkan BRAND dan dilanjutkan
untuk BRANDING, haruslah ada “inti dasarnya”; setelah itu harus dipelajari
dan dipikirkan extended identity yang merupakan usaha sungguh-sungguh
akan perluasan makna BRAND. Contoh yang dikerjakan oelh Landor
Associate ketika men-transformasikan logo Garuda Indonesia (Airlines)
lama dari disain imajinatif kepala dan sayap burung garuda berwarna
kombinasi ornge/jingga dan merah; menjadikan kepala burung dan sayap
yang lebih “gagah” dengan warna lebih “fresh” biru-hijau, memakan waktu
hampir satu tahun dengan mengerahkan ahli baik pakar asing maupun dari
Indonesia mempelajari ilmu budaya nusantara untuk studi filosofis yang
berhubungan dengan “garuda”, dilakukan berbagai riset dan diskusi
22
sebelum dibukukan dan dipresentasikan pada jajaran direksi Garuda
Indonesia; sehingga memantapkan makna dan arti logo baru ini.
ELEMENTS OF BRAND IDENTITY
Team kreatif/ahli komunikasi visual/ahli disain product packaging dan
team pemasaran/product management harus bekerja sama dengan erat
dan sungguh-sungguh bahkan sering perlu melibatkan ahli ilmu budaya
atau juga ilmu psychology dengan masing-masing tugas menyamakan
23
pendapat untuk membuat suatu BRAND baru atau transformasi BRAND
yang sudah ada di pasar.
Perhatikan diagram berikutnya yang mempermudah cara berpikir
kreatif, jelas harus melibatkan ilmu komunikasi psychologis dan
pengetahuan ilmu budaya, terutama budaya perusahaan.
24
Top Related