LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN LEUKEMIA DI RUANG C3L1
RSUP DR KARIADI
Oleh :
Dhian Cattleya Putri
P.17420111048
PRODI DIII KEPERAWATAN SEMARANG JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
2013
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN LEUKEMIA
A. ANATOMI SISTEM HEMATOLOGI
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk
sumsum tulang dan nodus limpa. Darah merupakan medium transpor tubuh, volume darah
sekitar 7%-10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Darah terdiri dari atas 2
komponen utama, yaitu sebagai berikut.
1. Plasma darah, bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit,dan
protein darah.
2. Butir- butir darah (blood corpuscles), yang terdiri dari komponen-komponen berikut
ini.
a. Eritrosit : sel darah merah (SDM- red blood cell)
b. Leukosit : sel darah putih (SDP- white blood cell)
c. Trombosit : butir pembeku darah – platelet.
B. STRUKTUR DAN FUNGSI NORMAL SEL DARAH PUTIH
Pada keadaan normal, darah manusia mengandung 4000 - 11.000 sel darah putih per
mikroliter. Dari jumlah tersebut, jumlah tersebut, jumlah sel terbanyak adalah granulosit
(leukosit polimorfonukleus, PMN). Sel granulosit muda memiliki inti berbentuk seperti
kuda, yang akan berubah menjadi multilobular dengan bertambahnya umur sel. Sebagian
besar sel tersebut mengandung granula neutrofilik (neutrofil), namun sebagian kecil
mengandung granula yang dapat diwarnai dengan zat warna asam (eosinofil), dan
sebagian lagi mengandung granula basofilik (basofil). Dua jenis sel yang lazim ditemukan
dalam darah tepi adalah limfosit, yang memiliki inti bulat besar dan sitoplasma sedikit, dan
monosit, yang mengandung banyak sitoplasma tak berglanula dan mempunyai inti yang
berbentuk ginjal. Kerja sama sel tersebut menyebabkan tubuh memiliki sistem pertahanan
yang kuat terhadap bebagai tumor, infeksi virus, bakteri, dan parasit (Ganong,2008).
Fungsi Sel Darah Putih adalah sebagai serdadu tubuh yaitu membunuh dan memakan
bibit penyakit/bakteri yang masuk ke dalam jaringan RES (sistem retikuloendotel), tempat
pembiakannya di dalam limpa dan kelenjar limfe; sebagai pengangkut/ membawa zat
lemak dari dinding usus melalui limpa terus ke pembuluh darah. Sel leukosit disamping
berada di dalam pembuluh darah juga terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada
kebanyakan penyakit disebabkan oleh masuknya kuman/infeksi maka jumlah leukosit
yang ada di dalam darah akan lebih banyak dari biasanya. Hal ini disebabkan sel leukosit
yang biasanya tinggal di dalam kelenjar limfe, sekarang beredar dalam darah untuk
mempertahankan tubuh dari serangan penyakit tersebut. Jika jumlah leukosit dalam darah
melebihi 11.000/mm3 disebut leukositosis dan kurang dari 4000mm3 disebut leukopenia.
Macam-macam leukosit secara jelas meliputi :
1. Agranulosit. Sel leukosit yang tidak mempunyai granula di dalamnya, yang terdiri
dari:
a. Limfosit, macam leukosit yang dihasilkan dari jaringan RES dan kelenjar limfe,
bentuknya ada yang besar dan ada yang kecil, di dalam sitoplasmanya terdapat
granula dan intinya besar, banyaknya 20%-25% dan fungsinya membunuh dan
memakan bakteri yang masuk ke dalam jaringan tubuh.
b. Monosit. Terbanyak dibuat di sumsum merah, lebih besar dari limfosit,
fungsinya sebagai fagosit dan banyaknya 34%. Di bawah mikroskop terlihat
bahwa protoplasmanya lebar, warna biru sedikit abu-abu mempunyai bintik-
bintik sedikit kemerahan. Inti selnya bulat atau panjang, warnanya lembayung
muda.
2. Granulosit disebut juga leukosit granular terdiri dari :
a. Neutrofil atau polimorfonuklear leukosit, mempunyai inti sel yang kadang-
kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik
halus/granula, banyaknya 60%-70%.
b. Eusinofil. Ukuran dan bentuknya hampir sama dengan neutrofil tetapi granula
dalam sitoplasmanya lebih besar , banyaknya 24%.
c. Basofil, sel ini kecil dari eusinofil tetapi mempunyai inti yang bentuknya
teratur, di dalam protoplasmanya terdapat granula-granula besar. Banyaknya
setengah bagian sumsum merah, fungsinya tidak diketahui (Syaifuddin,2006).
C. LEUKEMIA
1. DEFINISI
a. Leukemia mula-mula dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847 sebagai “darah
putih”, adalah penyakit neoplastik yang ditandai oleh proliferasi abnormal dari
sel-sel hematopoietik (Price, 1994).
b. Leukemia adalah proliferase leukosit yang tidak terkontrol di dalam darah,
sumsum tulang, dan jaringan retikuloendotelial (Tuker, 1998).
c. Leukemia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi dini yang
berlebihan (sel muda) dari sel darah putih (SDP) (Engram, 1998).
d. Leukemia merupakan proliferatif neoplastik dari perkusor sel darah putih, yang
menyebabkan penggantian difus sumsum tulang normal oleh sel leukemia
dengan akumulasi sel abnormal pada darah tepi dan infiltrasi organ misalnya
hati, limpa, kelenjar limfe, meningen, dan gonad oleh sel leukemi (Underwood,
1999).
e. Leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam
sumsum tulang, mengganti elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi
proliferasi di hati,limpa dan nodus limfatikus dan invasi organ nonhematologis,
seperti meninges, traktus gastrointestinal, ginjal dan kulit (Smeltzer, 2001).
f. Leukemia adalah penyakit mengenai sel darah putih yang mengalami
pembelahan yang berulang-ulang.penyakit ini semacam kanker yang menyerang
sel-sel darah putih. Akibatnya fungsi sel darah putih terganggu, bahkan sel-sel
darah merah dapat terdesak karena pertumbuhan yang berlebihan ini jumlah sel
darah merah menurun (Irianto,2004).
g. Leukemia (kangker darah) merupakan suatu penyakit yang ditandai
pertambahan jumlah sel darah putih (leukosit). Pertambahan ini sangat cepat
dan tak terkendali serta bentuk sel- sel darah putihnya tidak normal (Yatim,
2003).
h. Leukemia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi dini yang
berlebihan dari sel darah putih (Handayani, 2008)
i. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Leukemia adalah
suatu penyakit sistem hematologi yang ditandai dengan proliferasi yang
berlebihan dan tidak normal pada sel darah putih yang mengakibatkan fungsi sel
darah putih terganggu.
D. KLASIFIKASI LEUKEMIA
Leukemia dapat diklafikasikan ke dalam :
1. Maturitas sel :
a. Akut (sel-sel asal berdiferensiasi secara buruk)
b. Kronis (lebih banyak sel dewasa)
2. Tipe-tipe sel asal
a. Mielositik (Mieloblast yang dihasilkan sumsum tulang)
b. Limfositik (limfoblast yang dihasilkan sistem limfatik)
Normalnya, sel asal (mieloblast dan limfoblast) tak ada pada darah perifer. Maturitas
sel dan tipe sel dikombinasikan untuk membentuk empat tipe utama leukemia :
1. LEUKEMIA MIELOGENUS AKUT (LMA)
Leukemia Mielogenus Akut (LMA) atau leukemia mielositik akut atau dapat
juga disebut leukemia granulositik akut (LGA), mengenai sel stem hematopetik yang
kelak berdiferensiasi ke semua sel mieloid; monosit, granulosit (basofil, netrofil,
eosinofil), eritrosit, dan trombosit. Dikarakteristikan oleh produksi berlebihan dari
mieloblast. Semua kelompok usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai dengan
bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
2. LEUKEMIA MIELOGENUS KRONIS (LMK)
Leukemia Mielogenus Kronis (LMK) atau leukemia mielositik kronis atau
leukemia granulositik kronis (LGK), juga dimasukan dalam keganasan sel stem
mieloid. Namun, lebih banyak terdapat sel normal di banding pada bentuk akut,
sehingga penyakit ini lebih ringan. Abnormalitas genetika yang dinamakan
kromosom Philadelpia ditemukan 90% sampai 95% pasien dengan LMK. LMK
jarang menyerang individu di bawah 20 tahun, namun insidensinya meningkat sesuai
pertambahan usia.
Gambaran menonjol adalah :
- adanya kromosom Philadelphia pada sel – sel darah. Ini adalah kromosom
abnormal yang ditemukan pada sel – sel sumsum tulang.
- Krisis Blast. Fase yang dikarakteristik oleh proliferasi tiba-tiba dari jumlah
besar mieloblast. Temuan ini menandakan pengubahan LMK menjadi LMA.
Kematian sering terjadi dalam beberapa bulan saat sel – sel leukemia menjadi
resisten terhadap kemoterapi selama krisis blast.
3. LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT (LLA)
Leukemia Limfositik Akut (LLA) dianggap sebagai suatu proliferasi ganas
limfoblas. Paling sering terjadi pada anak-anak, dengan laki-laki lebih banyak
dibanding perempuan,dengan puncak insidensi pada usia 4 tahun. Setelah usia 15
tahun , LLA jarang terjadi.
4. LEUKEMIA LIMFOSITIK KRONIS (LLK)
Leukemia Limfositik Kronis (LLK) cenderung merupakan kelainan ringan yang
terutama mengenai individu antara usia 50 sampai 70 tahun. Negara-negara barat
melaporkan penyakit ini sebagai leukemia yang umum terjadi. LLK dikarakteristikan
oleh proliferasi dari diferensiasi limfosit yang baik (mudah dikenali sel-sel yang
menunjukkan jaringan asal).
Kelompok Klasifikasi Leukemia Akut Menurut
French-American-British (FAB)
Leukemia Limfositik Akut
L-1 pada masa kanak-kanak: populasi sel homogen
L-2 Leukemia limfositik akut tampak pada orang dewasa: populasi sel heterogen
L-3 Limfoma Burkitt-tipe leukemia: sel-sel besar, populasi sel homogen.
Leukemia Mieloblastik Akut
M-1 Diferensiasi granulositik tanpa pematangan
M-2 Diferensiasi granulositik disertai pematangan menjadi stadium promielositik
M-3 Diferensiasi granulositik disertai promielosit hipergranular yang dikaitkan dengan
pembekuan intra vaskular tersebar (Disseminated intravascular coagulation).
M-4 Leukemia mielomonositik akut: kedua garis sel granulosit dan monosit.
M-5a Leukemia monositik akut : kurang berdiferesiasi
M-5b Leukemia monositik akut : berdiferensiasi baik
M-6 Eritroblast predominan disertai diseritropoiesis berat
M-7 Leukemia megakariositik.
E. ETIOLOGI
Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti. Diperkirakan bukan penyebab
tunggal tetapi gabungan dari faktor resiko antara lain :
1. Terinfeksi virus. Agen virus sudah lama diidentifikasi sebagai penyebab leukemia
pada hewan. Pada tahun 1980, diisolasi virus HTLV-1 dari leukemia sel T manusia
pada limfosit seorang penderita limfoma kulit dan sejak saat itu diisolasi dari sampel
serum penderita leukemia sel T.
2. Faktor Genetik. Pengaruh genetik maupun faktor-faktor lingkungan kelihatannya
memainkan peranan , namun jarang terdapat leukemia familial, tetapi insidensi
leukemia lebih tinggi dari saudara kandung anak-anak yang terserang , dengan
insidensi yang meningkat sampai 20% pada kembar monozigot (identik).
3. Kelainan Herediter. Individu dengan kelainan kromosom, seperti Sindrom Down,
kelihatannya mempunyai insidensi leukemia akut 20 puluh kali lipat.
4. Faktor lingkungan.
a. Radiasi. Kontak dengan radiasi ionisasi disertai manifestasi leukemia yang
timbul bertahun-tahun kemudian.
b. Zat Kimia. Zat kimia misalnya : benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan
agen antineoplastik dikaitkan dengan frekuensi yang meningkat khususnya
agen-agen alkil. Kemungkinan leukemia meningkat pada penderita yang diobati
baik dengan radiasi maupun kemoterapi.
F. PATOFISIOLOGI
Jika penyebab leukemia virus, virus tersebut akan masuk ke dalam tubuh manusia
jika struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia. Bila struktur antigen
individu tidak sama dengan struktur antigen virus, maka virus tersebut ditolaknya seperti
pada benda asing lain. Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari
berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh
(kulit disebut juga antigen jaringan ). Oleh WHO terhadap antigen jaringan telah ditetapkan
istilah HL-A (Human Leucocyte Lucos A). Sistem HL-A individu ini diturunkan menurut
hukum genetika sehingga adanya peranan faktor ras dan keluarga dalam etiologi leukemia
tidak dapat diabaikan.
Leukemia merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan
biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang disebabkan karena
terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah yaitu sumsum tulang. Penyakit ini
sering disebut kanker darah. Keadaan yang sebenarnya sumsum tulang bekerja aktif
membuat sel-sel darah tetapi yang dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel ini
mendesak pertumbuhan sel darah normal.
Proses patofisiologi leukemia dimulai dari transformasi ganas sel induk hematologis
dan turunannya. Proliferasi ganas sel induk ini menghasilkan sel leukemia dan
mengakibatkan penekanan hematopoesis normal, sehingga terjadi bone marrow failure,
infiltrasi sel leukemia ke dalam organ, sehingga menimbulkan organomegali, katabolisme
sel meningkat, sehingga terjadi keadaan hiperkatabolik.
G. PATHWAY (TERLAMPIR)
H. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang khas leukemia secara umum :
1. Pucat
2. Panas
3. Splenomegali
4. Hepatomegali
5. Limfadenopati
6. Perdarahan dapat berupa ekimosis, petekia, epitaksis, dan perdarahan gusi
Gejala yang tidak khas
1. Sakit/ nyeri sendi atau sakit tulang disalahtafsirkan sebagai reumatik
2. Lesi purpura pada kulit
3. Efusi pleura
4. kejang
Leukemia Mielogenus Akut
Kebanyakan tanda dan gejala terjadi akibat berkurangnya produksi sel darah normal.
1. Peka terhadap infeksi akibat granulositopenia, kekurangan granulosit
2. Kelelahan dan kelemahan terjadi karena anemia
3. Kecendrungan perdarahan terjadi akibat trombositopenia, kurangnya jumlah trombosit.
4. Proliferase sel lukemi dalam organ mengakibatkan berbagai gejala tambahan : nyeri
akibat pembesaran limfa; sakit kepala atau muntah akibat leukemi meningeal (sering
terjadi pada leukemia limfositik); dan nyeri tulang akibat penyebaran sumsum tulang
belakang.
Leukemia Mielogenus Kronis
Gambaran klinis LMK mirip dengan gambaran LMA, tetapi tanda dan gejalanya lebih
ringan. Banyak pasien yang menunjukkan tanda dan gejala selama bertahun-tahun.
1. Terdapat peningkatan leukosit, kadang sampai jumlah yang luar biasa.
2. Limpa sering membesar.
Leukemia Limfositik Akut
Limfosit imatur berploriferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer dan
menggangu perkembangan sel normal. Akibatnya:
1. Hematopoesis normal terhambat, mengakibatkan penurunan jumah leukosit, sel darah
merah, dan trombosit. Eritrosit dan trombosit jumlahnya rendah dan leukosit
jumlahnya dapat rendah atau tinggi tetapi selalu terdapat sel imatur.
2. Manifestasi infiltrasi leukemia ke organ-organ lain lebih sering terjadi pada LLA
daripada jenis leukemia lain dan mengakibatkan :
c. Nyeri karena pembesaran hati dan limpa
d. Sakit kepala
e. Muntah karena keterlibatan meninges, dan
f. Nyeri tulang.
Leukemia Limfositik Kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan baru terdiagnosa pada saat
penanganan fisik atau penanganan untuk penyakit lain. Manifestasi yang mungkin terjadi
adanya :
1. Anemia
2. Infeksi
3. Pembesaran nodus limfe dan organ abdominal
4. Jumlah eritrosit dan trombosit mungkin normal atau menurun.
5. Terjadi penurunan jumlah limfosit (limfositopenia)
I. KOMPLIKASI
Komplikasi leukemia meliputi perdarahan dan infeksi, yang merupakan penyabab
utama kematian. Pembentukan batu ginjal, anemia dan masalah gastroentestinal merupakan
komplikasi lain.
1. Risiko perdarahan berhubungan dengan tingkat defisiensi trombosit
(trombositopenia). Angka trombosit rendah ditandai dengan memar (ekimosis) dan
petekia (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung jarum di
permukaan kulit). Pasien juga dapat mengalami perdarahan berat jika jumah
trombositnya turun sampai di bawah 20.000/mm3 darah. Dengan alasan tidak jelas,
demam dan infeksi dapat meningkatkan kemungkinan perdarahan.
2. Karena kekurangan granulosit matur dan normal, pasien selalu dalam keadaan
terancam infeksi. Kemungkinan terjadinya infeksi meningkat sesuai dengan derajat
netropenia, sehingga jika granulosit berada di bawah 100/ml darah sangat mungkin
terjadi infeksi sistemik. Disfungsi imum mempertinggi resiko infeksi.
3. Penghancuran sel besar-besaran yang terjadi selama pemberian kemoterapi akan
meningkatkan kadar asam urat dan membuat pasien rentan mengalami pembentukan
batu ginjal dan kolik ginjal. Maka pasien memerlukan asupan cairan yang tinggi
untuk mencegah kristalisasi asam urat dan pembentukan batu.
4. Masalah gastrointestinal dapat terjadi akibat infiltrasi leukosit abnormal ke oran
abdominal selain akibat toksisitas obat kemoterapi. Sering terjadi anoreksia, mual,
muntah, diare, dan lesi mukosa mulut.
J. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan laboratorium
Gejala yang terlihat pada darah tepi berdasarkan pada kelainan sumsum tulang
berupa pansitopenia, limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan gambaran darah
tepi menoton dan terdapat sel blas. Terdapatnya sel blas dalam darah tepi merupakan
gajala patognomik untuk leukemia.kolesterol mungkin rendah, asam urat dapat
meningkat , hipogamaglobinea. Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan
gambaran yang menoton, yaitu hanya terdiri dari sel limfopoietik patologis sedangkan
sistem lain terdesak (aplasia sekunder). Pada LMA selain gambaran yang menoton,
terlihat pula adanya hiatus leukemia ialah keadaan yang memperlihatkan banyak sel
blas (mieloblas), beberapa sel tua (segmen) dan sangat kurang bentuk pematangan sel
yang berada di antaranya (promielosit, mielosit, metamielosit dan sel batang).
2. Biopsi Limpa
Pemeriksaan ini memperlihatkan proliferase sel leukemia dan sel yang berasal
dari jaringan limpa yang terdesak, seperti limfosit normal, RES, granulosit, dan pulp
cell.
3. Pungsi Sumsum Tulang
Pungsi sumsum tulang merupakan pengambilan sedikit cairan sumsum tulang,
yang bertujuan untuk penilaian terhadap simpanan zat besi, mendapatkan spesimen
untuk pemeriksaan bakteriovirologis (biakan mikrobiologi), untuk diagnosa
sitomorfologi/ evaluasi produk pematangan sel asal darah. Tempat yang biasanya
digunakan aspirasi untuk pungsi sumsum tulang adalah spina iliaka posterior superior
(SIPS), krista iliaka, spina iliaka anterior superior (SIAS), sternum di antara iga ke-2
dan ke-3 midsternal atau sedikit di kanannya (jangan lebih dari 1 cm), spina
dorsalis/prosesus spinosus vertebra lumbalis.
4. Cairan Serebrospinal
Bila terdapat peninggian jumlah sel patologis dan protein,berarti suatu leukemia
meningeal. Kelainan ini dapat terjadi setiap saat pada perjalanan penyakit baik dalam
keadaan remisi maupun keadaan kambuh. Untuk mencegahnya diberikan metotreksat
(MTX) secara intratekal secara rutin pada setiap pasien baru atau pasien yang
menunjukkan gejala tekanan intrakranial meninggi.
5. Sitogenik
Pada kasus LMK 70-90% menunjukkan kelainan kromosom, yaitu kromosom
21 (kromosom Philadelpia atau Ph 1). 50-70% dari pasien LLA dan LMA
mempunyai kelainan berupa:
a. Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), hiploid (2n-a), hiperploid
(2n+a).
b. Kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang
diploid.
c. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion).
d. Terdapatnya marker chromosome yaitu elemen yang secara morfologis bukan
merupakan kromosom normal; dari bentuk yang sengat besar sampai yang
sangat kecil.
Untuk menentukan pengobatannya harus diketahui jenis kelainan yang ditemukan.
Pada leukemia biasanya didapatkan dari hasil darah tepi berupa limfositosis lebih dari 80%
atau terdapat sel blas. Juga diperlukan pemeriksaan dari sumsum tulang dengan
menggunakan mikroskop elektron akan terlihat adanya sel patologis.
K. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN PENUNJANG
1. Penetalaksanaan Medis
a. Transfusi darah, biasanya diberikan jika kadar Hb kurang dari 6g%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi
trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin
b. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah
dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
c. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat
atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti
vinkristin (Oncovin), rubidomisin (daunorubycine) dan berbagai nama obat
lainnya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan
prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat efek samping berupa
alopesia (botak), stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. Bila
jumlah leukosit kurang dari 2000/mm3 pemberiannya harus hati-hati.
d. Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat di kamar yang suci hama/
steril).
e. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan terbaru. Setelah tercapai remisi dan
jumlah sel leukemia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai diberikan
(mengenai cara pengobatan yang terbaru masih dalam pengembangan).
Cara pengobatan berbeda-beda pada setiap klinik bergantung dari pengalaman,
tetapi prnsipnya sama, yaitu dengan pola dasar :
a. Induksi. Dimaksud untuk mencapai remisi dengan bebagai obat tersebut sampai
sel blas dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
b. Konsolidasi. Bertujuan agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c. Rumat. Untuk mempertahankan masa remisi agar lebih lama. Biasanya dengan
memberikan sitostatika setengah dosis biasa.
d. Reinduksi. Dimaksukan untuk mencegah relaps. Biasanya dilakukan setiap 3-6
bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.
e. Mencegah terjadinya leukemia pada susunan syaraf pusat. Diberikan MTX secara
intratekal dan radiasi kranial.
f. Pengobatan imunologik.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan umumnya sama dengan pasien lain
yang menderita penyakit darah. Tetapi karena prognosis pasien pada umumnya
kurang menggembirakan (sama seperti pasien kanker lainnya) maka pendekatan
psikososial harus diutamakan. Yang perlu diusahakan ialah ruangan yang aseptik dan
cara bekerja yang aseptik pula. Sikap perawat yang ramah dan lembut diharapkan
tidak hanya untuk pasien saja tetapi juga pada keluarga yang dalam hal ini sangat
peka perasaannya jika mengetahui penyakit anaknya atau keluarganya.
Beberapa cara yang bisa kita anjurkan adalah hindari menyikat gigi terlalu
keras, karena bulu sikat gigi dapat mencederai gusi. Menyarankan klien supaya
berhati-hati ketika berjalan di lantai yang licin seperti kamar mandi agar tidak jatuh.
Memberikan klien dan keluarganya pendidikan kesehatan bagaimana cara mengatasi
perdarahan hidung, misalnya dibendung dengan kapas atau perban, posisi kepala
menengadah.
Untuk menangani infeksi klien harus menjaga kebersihan diri, seperti mencuci
tangan, mandi 3x sehari. Menganjurkan keluarga klien untuk menjaga keersihan diri
mereka, membatasi jumlah pengunjung karena dikhawatirkan dapat menularkan
penyaki-penyakit seperti flu dan batuk. Menciptakan lingkungan yang bersih dan jika
perlu pertahankan tehnik isolasi.
L. PROSES KEPERAWATAN Pasien Leukemia
1. Pengkajian
1) Riwayat pemajanan pada faktor-faktor pencetus, seperti pemajanan pada dosis
besar radiasi, riwayat infeksi virus, genetik dan penyakit herediter.
2) Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan manifestasi :
Pembesaran sumsum tulang dengan sel-sel leukemia yang selanjutnya menekan
fungsi sumsum tulang, sehingga menyebabkan beberapa gejala di bawah ini:
1) Sakit kepala
2) Infeksi
3) Pemeriksaan darah menunjukkan perubahan sel darah putih
4) Anemia penurunan berat badan, kelemahan dan kelelahan, pucat,
malaise, muntah dan anoreksia.
5) Trombositopenia (jumlah trombosit rendah) Petekia, Ekimosis, mudah
memar, Kencenderungan perdarahan (pada gusi)
6) Netropenia Demam, berkeringat pada malam hari.
3) Infiltrasi organ lain dengan sel-sel leukemia yang menyebabkan beberapa gejala
seperti :
1) Hepatomegali
2) Splenomegali
3) Limfadenopati
4) Nyri tulang dan sendi
5) Hipertrofi gusi.
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul antara lain :
a. Nyeri b.d infiltrasi leukosit ke jaringan sistemik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien nyeri akan
berkurang.
Kriteria Hasil :
1) Menyatakan nyeri berkurang dengan indikator 1-3 (tidak ada, ringan,
sedang )
2) Ekspresi wajah tenang.
3) Tidak ada petunjuk non verbal tentang nyeri
4) HR 60-100x/mnt, RR 16-24x/mnt, TD 120/80mmHg.
5) Menerima medikasi nyeri sesuai yang diresepkan
6) Mengambil peran aktif dalam pemberian analgetik.
7) Skala nyeri 1-3 (tidak ada, ringan, sedang )
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji karakteristik nyeri : lokasi, kualitas, frekuensi, dan durasi.
Rasional : Memberikan dasar untuk mengkaji perubahan pada tingkat nyeri
dan mengevaluasi intervensi.
2) Berikan terapi analgetik sesuai dengan instruksi dokter. Lakukan penilaian
respon pasien terhadap pemberian analgetik
Rasional : analgetik merupakan agen farmakologi yang berfungsi
mengurangi rasa nyeri, analgetik cenderung lebih efektif ketika diberikan
secara dini pada siklus nyeri, respon pasien memberikan informasi
tambahan tentang nyeri klien.
3) Berikan dukungan emosional dan menentramkan kekuatiaran pasien.
Rasional : mengurangi ketakutan dan ansietas akibat penyakit yang di
derita. Ketakutan dan ansietas akan meningkatkan persepsi nyeri.
4) Gunakan metode distraksi seperti relaksasi, teknik pernapsan dalam,
mendengarkan musik, dan imajinasi.
Raional : teknik pengalihan perhatian atau distraksi dapat membuat
mengurangi nyeri yang dirasakan pasien karena pasien tidak fokus terhadap
nyeri yang dialaminya.
b. Resiko infeksi b.d menurunnya daya tahan tubuh yang berkaitan dengan
neutropenia/ menurunnya sistem imun.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien, klien akan
terbebas dari gejala infeksi.
Kriteria Hasil:
1) Faktor resiko akan hilang ditunjukkan dengan status imun pasien
2) Pasien menunjukkan pengendalian resiko, dibuktikan dengan indikator
berikut ini (antara 1-3: tidak pernah, jarang, kadang-kadang,).
3) Mengindikasi status gastrointestinal, pernapasan, genitourinaria, dan imum
dalam batas normal.
4) Menunjukkan higiene pribadi yang adekuat.
5) Leukosit 4000 - 11.000/L, Neutrofil : 150-300/L
6) 36-37oC
Intervensi Keperawatan :
1) Pantau tanda / gejala infeksi (misalnya suhu tubuh, denyut jantung,
pembuangan, penampilan luka, sekresi, penampilan urin, suhu kulit, lesi
kulit, keletihan dan malaise, nilai leukosit).
Rasional : memberikan dasar untuk mengkaji perubahan jika terjadi
kemungkinan infeksi
2) Kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi (misalnya: usia lanjut,
tanggap imun rendah, malnutrisi).
Rasional : untuk menentukan intervensi selanjutnya
3) Instruksikan untuk menjaga higiene pribadi untuk melindungi tubuh
terhadap infeksi baik pada pasien maupun keluarga.
Rasional : higiene pribadi dapat melindungi tubuh untuk meminimalkan
pajanan pada organisme infektif.
4) Berikan terapi antibiotik bila diperlukan sesuai dengan instruksi dokter.
Rasional : diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus
5) Pertahankan teknik isolasi, bila diperlukan.
Rasional : ruangan yang terisolasi dapat meminimalkan terpaparnya
pasien dari sumber infeksi.
6) Lindungi pasien dari kontaminasi silang dengan tidak menugaskan
perawat yang sama untuk setiap pasien infeksi dan memisahkan pasien
infeksi dalam kamar yang berbeda.
Rasional : kontaminasi silang dapat memperbesar resiko infeksi pada
klien.
c. Intoleransi aktivitas : kelemahan secara menyeluruh akibat anemia.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien, terjadi
peningkatan toleransi aktifitas.
Kriteria Hasil:
1) Mentolenrasi aktivitas yang biasa dilakukan dan ditunjukan dengan daya
tahan, penghematan energi, dan perawatan diri : Aktivitas Kehidupan
Sehari-hari (AKSI).
2) Menunjukkan penghematan energi, ditandai dengan indikator 1-5 (tidak
sama sekali, ringan, sedang, berat, atau sangat berat), menyadari
keterbatasan energi, menyeimbangkan aktivitas dan istirahat.
3) Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen,
pengobatan, dan/atau peralatan yang dapat meningkatkan toleransi
terhadap aktivitas.
4) Istirahat jika mengalami keletihan
5) Melaporkan tingkat keletihan
6) Hb : 13-16gr/dL (laki-laki), Hb : 12-14gr/dL (perempuan)
7) Ht : lk = 40-58%
Perempuan = 37-43%
8) ERITROSIT : Lk = 4,6-6,2 jt/mm3
Perempuan = 4,2-5,4 jt/mm3
9) HR 60-100x/mnt, RR 16-24x/mnt, TD 120/80mmHg, S :36-37oC
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji Tanda-tanda Vital serta pantau respons kardiorespirasi terhadap
aktivitas (misalnya, takikardia, disaritmia lain, dispnea, diaforesis, pucat,
tekanan, hemodinamik, dan frekuensi respirasi) pasien dan kadar Hb
dalam darah.
Rasional : memberikan dasar untuk menentukan intervensi serta tingkat
kemampuan klien
2) Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan kemampuan untuk berpartisipasi
dalam aktifitas sehari-hari.
Rasional : menentukan derajat dan efek ketidakmampuan.
3) Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan.
Rasional : menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau
penyambungan jaringan.
4. Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber-sumber
energi serta berikan masukan protein dan kalori yang adekuat.
Rasional : nutrisi kalori dan proten yang cukup dapat membantu
mengembalikan energi yang hilang dan meningkatkan toleransi aktivitas.
5. Ajarkan pengaturan aktivitas dan teknik menajemen waktu untuk
mencegah kelelahan.
Rasional : pengaturan aktivitas dan menejemen waktu dapat mengatur
penggunaan energi sehingga dapat mencegah kelelahan.
d. Resiko cedera : perdarahan b.d trombositopenia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien, menunjukkan
resiko cedera menurun.
Kriteria Hasil:
1) Menunjukkan pengendalian resiko dibuktikan dengan indikator ini 1-3
(tidak pernah, jarang, kadang-kadang).
2) Menghidari cedera fisik.
3) Mempersiapkan lingkungan yang aman (misalnya, meniadakan
ketidakteraturan dan tumpahan, penempatan pegangan tangan,
penggunaan tikar karet, serta pegangan tangan di kamar mandi).
4) Tanda-tanda pendarahan berkurang. Ekimosis tidak ada/berkurang, peteki
tidak ada, epistaksis tidak ada atau jarang.
5) Trombosit : 150.000-450.000/L
Intervensi Keperawatan :
1) Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya pada
daerah ekimosis
Rasional : karena perdarahan memperberat kondisi pasien dengan adanya
anemia.
2) Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan serta pantau kadar trombosit
dalamdarah (tekanan darah menurun, denyut nadi cepat, dan pucat)
Rasional : untuk memberikan intervensi dini dalam mengatasi perdarahan.
a. Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi
Rasional : untuk mencegah perdarahan.
b. Ajarkan keluarga dan pasien yang untuk mengontrol perdarahan hidung.
Rasional : untuk mencegah perdarahan.
e. Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut
Rasional : untuk mencegah perdarahan pada gusi.
f. Hindari obat-obat yang mengandung aspirin.
Rasional : karena aspirin mempengaruhi fungsi trombosit.
e. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan, fungsi dan peran.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien,maka citra tubuh
an harga diri klien dapat diperbaiki.
Kriteria Hasil:
1) Harga diri yang positif
2) Menunjukkan citra tubuh, ditandai dengan indikator kekonsistenan 5
(positif).
3) Kongruen antara realitas tubuh, ideal tubuh, dan wujud tubuh.
4) Kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
5) Mempertahankan peran sebelumnya dalam pembuatan keputusan,
mengungkapkan perasaan dan reaksi terhadap kehilangan, ikut serta dalam
aktivitas perawatan diri.
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji perasaan pasien tentang gambaran dan tingkat harga diri.
Rasional : Memberikan dasar untuk mengkaji perubahan pada tingkat
nyeri dan mengevaluasi intervensi.
2) Berikan motivasi untuk keikutsertaan yang kontinu dalam aktivitas dalam
aktivitas dan pembuatan keputusan.
Rasional : memberikan motivasi memungkinkan kontrol kontinu terdapat
kejadian dandiri klien
3) Berikan dukungan pada klien untuk mengungkapkan kekhawatirannya.
Rasional : mengidentifikasi kekhawatiran merupakan satu tahapan penting
dalam mengatasinya.
4) Bantu klien dalam perawatan diri ketika keletihan
Rasional : kesejahteraan fisik meningkatkan harga diri.
5) Berikan motivasi kepada klien dan pasangannya ataupun keluarga untuk
saling berbagi kekhawatiran mengenai perubahan fungsi seksual
Rasional : memberikan kesempatan untuk mengekspresikan
kekhawatirannya
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2004. Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Long, B.C., 2006. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lab / UPF Ilmu Bedah, 2007. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas
Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.
Soeparman. (2005). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.