BAB 1I
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Definisi
Infeksi neonatus adalah infeksi yang terjadi pada neonatus, dapat terjadi pada masa
antenatal, perinatal, dan postpartum.
B. Etiologi
Menurut Blane (1961) infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara :
1. Infeksi antenatal
Kuman mencapai janin melalui peredaran darah ibu ke plasenta. Kuman melewati
batas plasenta dan mengadakan intervilositas masuk ke vena umbilikus sampai ke
janin. Kuman tersebut seperti :
Virus : rubella, poliomelitis, koksakie, variola, dan lain-lain.
Spirokaeta : sifilis.
Bakteri : jarang sekali kecuali E. Coli dan listeria.
2. Infeksi intranatal
Partus yang lama.
Pemeriksaan vagina yang terlalu sering.
3. Infeksi postpartum
Penggunaan alat-alat dan perawatan yang tidak steril.
Cross infection (infeksi yang telah ada di rumah sakit).
C. Klasifikasi
1. Infeksi berat (major infection)
a. Sifilis congenital
Biasanya terjadi pada masa antenatal, yang disebabkan oleh Treponema
pallidum. Akibat sifilis ibu terhadap janin tergantung pada beratnya infeksi pada
ibu, bilamana pada masa kehamilan terjadi infeksi, pengobatan yang diberikan
selama hamil. Infeksi pada janin timbul sesudah kehamilan 14 minggu karena
spirokaeta tidak dapat melintasi lapisan sel langhans pada plasenta muda.
b. Sepsis neonatorum
Dapat terjadi pada antenatal dan postnatal. Sepsis merupakan keberedaan
mikroorganisme atau toksinnya di dalam darah atau jaringan lain.
c. Meningitis
Biasanya didahului sepsis, penyebab utamanya adalah E.colli, pneumokokus,
stafilokokus, dan sebagainya.
d. Pneumonia congenital
Terjadi pada masa intranatal karena adanya aspirasi likuor amnion yang septik.
Pneumonia harus dicurigai kalau ketuban pecah lama, air ketuban keruh berbau,
dan terdapat kesulitan bernafas pada saat bayi baru lahir.
e. Pneumonia aspirasi
Terjadi pada masa postnatal, merupakan penyebab kematian utama pada bayi
BBLR (berat badan lahir rendah), terjadi aspirasi pada saat pemberian makanan
karena refleks menelan dan batuk yang belum sempurna.
f. Pneumonia karena airborn infection
Infeksi terjadi karena berhubungan dengan orang dewasa yang menderita infeksi
saluran pernapasan. Penyebab biasanya pneumokokus, haemophilus influenzae,
atau virus.
g. Pneumonia stafilokokus
Biasanya terjadi pada neonatus yang lahir di rumah sakit. Penyebabnya yaitu
stapilokokus yang terdapat pada suatu tempat di badan , kemudian menyebar ke
paru.
h. Diare epidemic
Infeksi yang menyebabkan kematian yang tinggi, disebabkan oleh E.colli yang
bersifat patogen.
Gastroenteritis E.colli
Salmonelosis
i. Pielonefritis
Infeksi yang mengenai ginjal bayi.
j. Ostitis akut
Disebabakan oleh metastasis sarang infeksi stafilokokus.
k. Tetanus neonatorum
Disebabkan oleh clostridium tetani yang bersifat anaerob dan mengeluarkan
eksotopin yang neurotropik.
2. Infeksi ringan
a. Pemfigus neonatorum
Gelombang jernih yang kemudian berisih nanah lalu kemudian di kelilingi daerah
kemerahan pada kulit disebabkan oleh stafilokokus. Gelembung ini dapat terjadi
berlipat ganda menyebabkan gejala gejala umum yang berat. Kadang kadang kulit
terkelupas dan terjadi dermatitis.
b. Oftalmia neonatorum
Infeksi genokokus pada konjungtiva waktu melewati jalan lahir. Selain itu penyakit
ini dapat ditularkan melalui tangan perawat yang terkontaminasi kuman.
c. Infeksi pusat
Disebabkan oleh stafilokokus aureus, sehingga menimbulkan nanah, edema, dan
kemerahan pada ujung pusat.
d. Moniliasis
Kandida albikans merupakan jamur yang sering ditemukan pada bayi yang dapat
menyebabkan stomatitis, diare, dermatitis, dan lain-lain. Jamur ini dapat secara cepat
menimbulkan infeksi ketika daya tubuh bayi turun.
A. Patofisiologi
Patofisiologi dimulai dengan masuknya bakteri dan mengontaminasi sirkulasi sistemik.
Bakteri melepaskan endotoksin dan menyebabkan terganggunya proses metabolisme secara
progresif. Pada keadaan fulminan (tiba-tiba berat) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian
sel karena aktivasi sepsis dengan komplemen. Hasilnya menyebabkan penurunan perfusi
jaringan, asidosis metabolik, serta syok yang menyebabkan disseminated intravaskular
coagulatian (DIC) dan kematian.
B. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari infeksi neonatus di mulai tanpa gejala, tanda-tanda ringan,
menggigil, iritabel, letargi, gelisah, dan keinginan menyusu yang kurang dapat menjadi tanda-
tanda utama. Temperatur yang tidak stabil dapat meninggi atau kurang dari normal (biasanya
hipotermia terjadi pada bayi BBLR). Perubahan warna kulit, lambatnya waktu pengisian kapiler,
perubahan denyut jantung, frekuensi nafas, berat badan tiba-tiba turun, pergerakan kurang,
muntah dan diare menjadi nyata pada keadaan penyakit yang progresif. Selain itu, dapat terjadi
edema, salerema purpura atau perdarahan, ikterus, hepatosplenomegali, dan kejang. Umumnya
dapat dikatakan bila bayi itu “not doing well” kemungkinan besar ia menderita infeksi.
Manifestasi lainnya adalah data laboratorium yang tidak stabil (khususnya hipoglikemia)
dan neptropenia. Diagnosis dapat dikonfirmasikasikan dengan kultur darah yang positif. Kultur
ini dapat memekan waktu 48 jam. Sedangkan perjalanan sepsis dapat mengakibatkan kematian
dalam beberapa jam. Oleh karena itu, kita harus memulai terapi antibiotik secepatnya. Antibiotik
dapat tidak dilanjutkan kultur darah negatif dan bayi tidak menunjukkan gejala sepsis.
Neonatus terutama BBLR yang dapat tetap hidup selama 72 jam pertama dan bayi
tersebut menunjukkan gejala penyakit atau menderita penyakit kongenital tertentu. Namun
tingkah lakunya berubah dapat dicurigai terjadi infeksi (Hutchinson, 1972).
C. Penegakan diagnosis
Diagnosis infeksi perinatal sangat penting, yaitu di samping untuk kepentingan bayi itu
sendiri juga lebih penting lagi untuk kamar bersalin dan ruang perawatannya. Diagnosis infeksi
perinatal tidaklah mudah. Tanda khas seperti yang terdapat pada bayi sering kali tidak
ditemukan. Biasanya diagnosis yang ditegakkan dengan observasi yang teliti, amnesia kehamilan
dan persalinan yang teliti, serta akhirnya dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Infeksi
pada neonatus cepat sekali menjalar menjadi infeksi umum, sehingga gejala infeksi lokal tidak
menonjol lagi. Walaupun demikian, diagnosis dini dapat kita tegakkan jika kita cukup waspada
terhadap tingkah laku neonatus yang sebagai pertanda awal dari permulaan infeksi umum.
Menegakkan diagnosis sepsis perlu dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1. Hitung darah lengkap dengan turunannya
Yang terpenting adalah jumlah sel darah merah (WBC).septik neonatus biasanya
menunjukkan penurunan jumlah white blood cell (WBC), yaitu kurang dari 500 mm.
Hitung jenis darah juga menunjukkan banyak WBC tidak matang dalam aliran darah.
Banyaknya darah tidak matang dihubungkan dengan jumlah total WBC
diidentifikasikan bahwa bayi men galami respons yang signifikan.
2. Platelet
Biasanya 150.000 sampai 300.000 mm pada keadaan sepsis platelet menurun, kultur
darah gram negatif atau positif, dan tes sensitivitas. Hasil dari kultur harus tersedia
dalam beberapa jam dan akan mengindikasikan jumlah dan jenis bakteri. Kultur darah
atau sensitivitas membutuhkan waktu 24 – 48 jam untuk mengembangkan dan
mengidentifikasikan jenis patogen serta antibiotik yang sesuai.
3. Lumbal pungsi untuk kultur dan tes sensitivitas pada cairan serebrospinal.
Hal ini dilakukan jika ada indikasi infeksi neuron.
4. Kultur urine
a. Kultur permukaan (surface culture)
Untuk mengidentifikasi kolonisasi, tidak spesifik untuk infeksi bakteri.
b. Pencegahan infeksi pada neonates
Cara pencegahan pada neonatus dapat dibagi sebagai berikut :
1) Cara umum
Pencegahan infeksi neonatus sudah harus dimulai dari periode
antenatal infeksi ibu harus diobati dengan baik, misalnya infeksi
umum, lekorea, dan lain –lain. Di kamar bersalin harus ada pemisahan
yang sempurna antara bagian yang sepsis dengan aseptik. Pemisahan
ini mencakup ruangan, tenaga perawatan, serta alat kedokteran dan alat
perawatan. Ibu yang akan melahirkan sebelumnya masuk kamar
bersalin. Pada kelahiran bayi, pertolongan harus dilakukan secara
aseptik. Suasana kamar bersalin harus sama dengan kamar operasi.
Alat yang digunakan harus steril.
Di kamar bayi yang baru lahir harus ada pemisahan yang sempurna
untuk bayi yang baru lahir dengan partus aseptik dan partus septik.
Pemisahan ini harus mencakup personalia, fasilitas perawatan, dan alat
yang digunakan. Selain itu juga dilakukan pemisahan terhadap bayi
yang menderita penyakit menular. Perawat harus mendapat pendidikan
khusus dan mutu perawatan harus baik, apalagi bila kamar perawatan
bayi merupakan suatu kamar perawatan yang khusus. Sebelum dan
sesudah memegang bayi harus cuci tangan. Mencuci tangan dengan
menggunakan sabun antiseptik atau sabun biasa asal cukup lama,
dalam ruangan harus memakai jubah steril, masker, dan sandal khusus.
Dalam ruangan bayi, kita tidak boleh banyak bicara, dan bila
menderita sakit saluran pernapasan atas, tidak boleh masuk kamar bayi.
Dapur susu harus bersih dan cara mencampur harus aspetik air susu ibu
yang dipompa sebelum diberikan kepada bayi harus dipasteurisasi
dulu. Setiap bayi harus punya tempat pakaian tersendiri, begitu juga
inkubator harus sering dibersihkan dan lantai ruangan setiap hari harus
dibersihkan serta setiap minggu dicuci dengan menggunakan
antiseptik.
2) Cara khusus
Pemakaian antibiotik hanya untuk tujuan dan indikasi yang jelas.
Pada beberapa keadaan, misalnya ketuban pecah lama (lebih dari
12 jam) air ketuban keruh, infeksi sistemik pada ibu, partus yang
lama dan banyak manipulasi intravaginal. Resusitasi yang berat
sering timbul dilema apakah akan digunakan antibiotik secara
prokfilaksis. Penggunaan antibiotik yang banyak dan tidak terarah
dapat menyebabkan timbulnya jamur yang berlebihan, misalnya
kandida albikans. Sebaliknya jika terlambat memberikan antibiotik
pada penyakit infeksi neonatus, sering berakibat kematian.
Berdasarkan hal diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut :
Bila kemampuan pengawasan klinis dan laboratoriun cukup baik, sebaiknya tidak
perlu memberikan antibiotika profilaksis, antibiotika baru diberikan kalau sudah
terdapat tanda infeksi
Bila kemampuan tersebut tidak ada maka dapat digunakan pemberian antibiotik
profilaksis berupa ampisilin 100 mg/kgbb/hari dan gentamisin3-5 mg/kgbb/hari
salama 3-5 hari. Selain hal yang telah diterapkan di atas, petugas yang merupakan
karier hukum tertentu harus hati-hati dalam menjalankan tugas perawatan. Masih
merupakan masalah yang belum terpecahkan apakah para karier ini harus dilarang
bekerja di bangsal perawatan bayi baru lahir dan harus diobati lebih dahulu.
Namun, selama syarat aseptik dan antiseptik diperhatikan kemungkinan petugas
ini untuk menularkan penyakit dapat diatasi.
Ada dua alasan utama yang menyebabkan infeksi neonatus, yaitu perlindungan dari
uterus tidak ada lagi, dan tidak cukupnya daya tahan tubuh neonatus terhadap penyakit. Fetus
dapat terinfeksi dari uterus atau neonatus terinfeksi sepanjang jalan lahir atau dari infeksi
asendens yang mengikuti ruptur membran. Infeksi perinatal menyebabkan transmisi vertikal
infeksi. Contoh transmisi vertikal ini adalah infeksi Toxoplasmosis Other Rubella Cytomegalo
(TORCH), virus dan herpes kongenital, serta hepatitis.
BAB II1
KONSEP TEORI INFEKSI NEONATUS
A. Pengkajian
Perawat mempunyai tugas yang penting dalam mengkaji tanda-tanda infeksi pada
neonatus, tanda dan gejala sepsis pada neonatus sering tak terlihat dan dikenali oleh pemberi
keperawatan profesional. Perawat neonatus mempunyai tanggung jawab untuk mengenali tanda-
tanda, sehingga diagnosis dan perawatannya dapat diberikan segera.
1. Biodata bayi
2. Riwayat kesehatan sekarang
a. Sistem saraf pusat
Fontanel yang menonjol.
Letargi.
Temperatur yang tidak stabil.
Hipotonia.
Tremor yang kuat.
b. Sistem pencernaan
Hilangnya keinginan untuk menyusui.
Penurunan intake melalui oral.
Muntah.
Diare.
Distensi abdomen.
c. Sistem integument
Kuning.
Adanya lesi.
Ruam.
d. Sistem pernapasan
Apnea.
Sianosis.
Takipnea.
Penurunan saturasi oksigen.
Nasal memerah, mendengkur, dan retraksi dinding dada.
e. Sistem kardiovaskular
Takikardi.
Menurunnya denyut perifer.
Pucat.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita sifilis.
4. Data psikologi
Keluhan dan reaksi bayi terhadap penyakitnya.
Tingkat adaptasi bayi terhadap penyakitnya.
B. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin ditemukan pada infeksi neonatus :
1. Tidak efektifnya pola napas yang berhubungan dengan meningkatnya sekret di saluran
napas.
2. Perubahan suhu tubuh yang berhubungan dengan proses infeksi.
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
malas minum, diare, dan muntah.
4. Kurangnya volume cairan yang berhubungan dengan diare dan malas menyusui.
5. Gangguan rasa nyaman dan aman yang berhubungan dengan infeksi.
C. Intervensi keperawatan
1. Diagnosis 1: tidak efektifnya pola napas yang berhubungan dengan meningkatnya sekret di
saluran napas.
Data objektif: bayi tampak sesak napas, gelisah, frekuensi pernapasan meningkat, dan
sekret berlebihan.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan ketidakefektifan pernapasan dapat diatasi.
Kriteria hasil: bayi tidak sesak lagi, bayi tenang, frekuensi pernapasan menurun, sekret di
saluran napas tidak ada lagi.
Intervensi:
a. Tempatkan bayi pada posisi yang nyaman, kepala ditinggikan (misalnya digendong).
Rasional: posisi yang baik dapat membantu melonggarkan jalan napas.
b. Berikan O2 dan bersihkan jalan napas dari sekret.
Rasional: O2 mengatasi kebutuhan tubuh akan oksigen dan membersihkan jalan
napas akan mengurangi sumbatan di saluran napas.
c. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian antibiotik.
Rasional: antibiotik dapat mengatasi infeksi.
2. Diagnosis 2: gangguan pemenuhan nutrisi yang berhubungan dengan malas minum, diare,
dan muntah.
Data objektif: bayi malas minum atau menyusui, muntah, diare, berat badan menurun, dan
gelisah.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, gangguan pemenuhan nutrisi dapat diatasi.
Kriteria hasil: muntah dan diare berhenti, bayi mau disusui.
Intervensi:
a. Anjurkan pada ibu untuk tetap memberikan ASI.
Rasional: ASI mengandung IgA dalam jumlah tinggi yang dapat memberikan
imunitas.
b. Auskultasi bising usus.
Rasional: penurunan aliran darah dapat menurunkan peristaltik usus.
c. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat-obatan seperti antibiotik dan
pemberian cairan.
Rasional: antibiotik dapat mengatasi infeksi yang akan memperberat infeksi.
3. Diagnosis 3: kurangnya volume cairan tubuh yang berhubungan dengan diare, muntah, dan
malas minum.
Data objektif:
a. Turgor buruk dan kulit kering.
b. Membran mukosa kering.
c. Hipertermi.
d. Masa menyusui.
e. Diare.
f. Muntah.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, volume cairan kembali normal.
Kriteria hasil: suhu normal,membran mukosa dan kulit tidak lagi kering.
Intervensi:
a. Anjurkan pada ibu tetap memberikan ASI.
Rasional: ASI mengandung IgA dalam jumlah tinggi dapat memberikan imunitas.
b. Awasi masukan dan pengeluaran, catat dan ukur frekuensi diare, dan kehilangan
cairan.
Rasional: perubahan pada kualitas susu sangat mempengaruhi kebutuhan cairan dan
peningkatan risiko dehidrasi.
c. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat-obatan dan terapi cairan.
Rasional: terapi cairan dapat membantu mengurangi gangguan cairan tubuh.
4. Diagnosis 4 : perubahan suhu tubuh yang berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, suhu tubuh bayi kembali normal.
Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda hipertermi
Intervensi :
a. Pantau suhu pasien (derajat dan pola ) ; perhatikan bunyi menggigil / diaforesis.
Rasional : suhu 38,9 derajat sampai 41 derajat menunjukan proses penyakit infeksius
akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis.
b. Pantau suhu lungkunagn, batasi atau tambahkan linen tempat tidur, sesuai indikasi.
Rasional : suhu ruangan atau jumlah selimut harus di ubah untuk mempertahankan
suhu mendekati normal.
c. Berikan kompres mandi hangat ; hindari penggunaan alcohol
Rasional : dapat membantu mengurangi demam
d. Kolaborasi :
Berikan antipiretik, misalnya ASA (aspirin), asetaminofen (tylenol).
Rasional : digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi
pertumbuhan organisme, dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang
terinfeksi.
Berikan antibiotic
Rasional : antimikroba mengobati infeksi yang menjadi penyebab penyakit.
5. Diagnosis 5 : Gangguan rasa nyaman dan aman yang berhubungan dengan infeksi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, bayi tidak rewel
Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda nyeri,bayi nampak tenang.
Intervensi :
a. Menjelaskan proses terjadinya infeksi kepada keluarga klien.
Rasional : agar tidak adda kekhawatiran saat terjadi sesuatu
b. Beri lingkungan tenang dan nyaman
Rasional : menurunkan reaksi terhadap terhadap stimulus dari luar agar dapat
meningkatkan istrahat atau relaksasi.
D. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan,
mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan
perawat dan bukan atas putunjuk tenaga kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan
bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.
E. Evaluasi keperawatan
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang
hendak dicapai.
BAB 1V
KASUS INFEKSI NEONATUS
Bayi I, usia 14 hari. Berjenis kelamin perempuan. Di bawa orang tuanya kerumah sakit
mitra sehat pada tanggal 01 mei 2013. Ibu pasien mengatakan anaknya mencret dan demam sejak
2 hari yang lalu. Feses cair tanpa mengandung darah. Bayi I sering muntah dan tidak mau
menyusui. Mukosa bibir terlihat kering. Turgor kurang. Bayi I terlihat rewel. Dari hasil
pemeriksaan tanda tanda vital diperoleh data HR 130x/menit, RR 60x/menit, T 38C, bayi N
didiagnosa diare epidemik akibat salmonelosis.
BAB V
LAPORAN KASUS PADA BAYI
DENGAN INFEKSI NEONATUS
Pengkajian tgl. : 01 mei 2013 Jam : 10.00MRS tanggal : 01 mei 2013 No. RM :56748833Diagnosa Masuk : Diare epidemik oleh salmonelosis
A. IDENTITAS PASIENNama : bayi I
Usia : 14 hari
Jenis kelamin: perempuan
Suku : Jawa
Agama : islam
Pendidikan :
Alamat :
B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
1. Keluhan Utama : mencret sejak 2 hari yang lalu, feses cair tanpa ampas, berwarna kuning
dan berbau khas.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
ibu klien mengatakan anaknya mencret, BAB cair dengan frekuensi 5x sehari. Ibu klien
juga mengatakan anaknya demam sejak 2 hari yang lalu, muntah serta keinginan menyusu
kurang. Mukosa bibir terlihat kering, Setelah dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan data
sebagai berikut: HR 130x/menit,Suhu 38oc,RR 62X/menit.
C. RIWAYAT KESEHATAN SEBELUMNYA
1. Riwayat Penyakit yg pernah diderita : tidak ada
2. Riwayat Penyakit Alergi: tidak ada
3. Riwayat Operasi : tidak ada
4. Imunisasi : bayi I baru mendapatkan imunisasi hepatitis.
D. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Penyakit yang pernah diderita keluarga : tidak ditemukan adanya penyakit genetik di
keluarga.
Lingkungan rumah dan komunitas: lingkungan rumah klien kotor.
E. RIWAYAT NUTRISI SEBELUM SAKIT
Nafsu makan: keinginan menghisap kuat.
Pola : setiap 2 jam sekali.
Minum: Jenis : ASI
F. RIWAYAT INTRANATAL DAN POSTNATAL
Jumlah Kunjungan ANC ibu saat hamil : 2 kali pada trimester 1, 1 kali pada trimester
2 dan 2 kali pada trimester 3.
ANC Ke : bidan
Penyakit dan kompilkasi selama kehamilan : tidak terdapat penyakit dan komplikasi
selama kehamilan.
Persalinan ditong oleh : Bidan
Cara melahirkan : Pervaginam
Usaha nafas janin ketika dilahirkan: dengan bantuan oksigenasi, nasal kanul 2 lpm.
Cairan ketuban : Keruh
APGAR score :Normal: Menit pertama ( 6 ) menit kelima ( 9 )
G. RIWAYAT PERTUMBUHAN
BB saat ini : 2,8 Kg, TB : 53 cm
BB Lahir : 2400 gr, LD : 34 cm LK: 33 cm LLA: 12 cm
Panjang Lahir: 48 cm
H. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda-tanda vital
S : 38,ºC , N : 130 x/mnt,
RR : 60 x/mnt
Keadaan Umum : lemah
2. Sistem Pernafasan (B1)
a. Bentuk dada : simetris
b. Suara Nafas : vesikuler
c. Irama napas : teratur
d. Retraksi otot bantu nafas : tidak ada
3. Sistem Kardiovakuler (B2)
a. Keluhan nyeri dada: tidak
b. Irama jantung : teratur
c. CRT : < 3 detik
d. Bunyi jantung: Normal
e. Konjungtiva : pucat
f. Akral :Panas
4. Sistem Persarafan (B3)
a. Kesadaran: composmentis
GCS : Eye:4 Verbal: 5 Motorik: 6 Total:15
b. Pupil : isokor
c. Bentuk Hidung : Normal
d. Reflek Fisiologis :Menghisap (+),Menggengam (+),pergerakan kaki dan tangan :
lemah
5. Sistem Perkemihan (B4)
Pola : ganti pampers 3x sehari
Warna : kekuningan
Bau: khas
6. Sistem Pencernaan (B5)
a. TB : 53 cm BB : 2,8 kg
b. Mukosa mulut : kering
Muntah (+) Bising usus : > 18x/mnt
c. BAB : > 5x/hr, konsistensi:cair
Bau BAB: khas Warna BAB:kuning
d. Nafsu menyusui: Menurun. jenis : ASI
7. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)
a. Pergerakan sendi: terbatas
b. Kelainan ekstremitas :tidak
c. Kelainan tl. Belakang :tidak
d. Fraktur : tidak
e. Traksi/spalk/gips: tidak ada
f. Kompartemen sindrom:tidak
g. Kulit: ikterik
h. Turgor : kurang
i. Oedema:Tidak ada
j. Kekuatan otot:
3 3
3 3
I .Data penunjang :
- Pemeriksaan bilirubin 30 april 2012, hasil : 7,9 mg/dl
- Glukosa : 69 mg/dl
- Haemoglobin : 13,5 gr %
- Erytrocit ; 3,72
- Mikrobiologik biakan feses : salmonelosis (+)
J .Terapy :
- Inj Viccilin 100 mg/12 jam
- Inj cefotaxim 100mg/12 jam
- Foto therapy continue sejak tanggal 30 april 2012
-
Analisa data
No Data Etiologi Masalah
Ds : ibu pasien
mengatakan bayinya
mencret dan keinginan
menyusui menurun.
Do :
Feses : cair tanpa darah
Frekuensi : > 5x
Turgor : kurang
Mukosa bibir: kering
Muntah (+)
T : 38oc
RR: 60x/mnt
TD: 80/60
N : 130x/mnt
Kuman menyerang traktus
digestivus usus halus
Menyerang submukosa
Penurunan lactase
Laktosa tidak dapat diserap
Menuju kolon
Peningkatan osmotic kolon
Menarik cairan
Feses encer
Peningkatan frekuensi bab
Defisit volume cairan
Kekurangan volume
cairan
2. Ds :ibu pasien
mengatakan bahwa
bayinya demam.
Do :
Mukosa bibir: kering
T : 38oc
RR: 60x/mnt
TD: 80/60
Infasi salmonelosis
Terjadi inflamasi
Respon inflamasi
Merangsang termoregulasi
hipotalamus
Hipertermia
N : 130x/mnt
Mikrobiogik biakan
feses : infeksi
salmonelosis (+)
Peningkatan suhu tubuh
Hipertermia
Diagnosa keperawatan
1. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan sekunder akibat diare.
2. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi.
Intervensi keperawatan
No Diagnosa Intervensi rasional
1. Kekurangan volume
cairan b.d kehilangan
sekunder akibat diare.
Tujuan :
Setelah dilakukan
intervensi
keperawatan selama
2x24 jam,pasien tidak
menunjukan adanya
tanda tanda dehidrasi.
KH:
RR: 30-60x/menit
N : 110-120x/menit
TD: 60-90 mmhg
T: 36,8oC-370C.
Mukosa bibir lembab
Turgor baik
Nafsu menyusui
meningkat.
Konsitensi feses
lunak.
1. Pantau BB, suhu ,
kelembapan rongga oral,
volume dan konsentrasi
urin.
2. Kaji ttv
3. Kolaborasikan :
pemberian cairan
parenteral.
4. Mempertahankan
pemberian asi.
5. Kolaborasikan :
antidiare.
6. Kolaborasikan:
pemberian tambahan
elektrolit.mis kalium.
1.memberikan
informasi tentang
keseimbangan cairan,
fungsi ginjal.
2.hipotensi, takikadi
demam merupakan
respon terhadap
hilangnya cairan.
3.sebagai pengganti
cairan yang hilang dan
sebagai asupan cairan.
4.asi tetap diperlukan
oleh bayi selama diare.
Asi banyak
mengandung nutrisi
yang diperlukan bayi.
5.menurunkan
kehilangan cairan di
usus.
6.elektrolit yang
hilang dalam jumlah
besar dapat
menyebabkan asidosis
karena kehilangan
bikarbonat.
2 Hipertermia b.d proses
infeksi
Tujuan :
Setelah dilakukan
intervensi
keperawatan dalam
2x24 jam pasien
terbebas dari tanda
tanda hipotermia atau
terjadi penurunan suhu
tubuh.
KH:
RR: 30-60x/menit
N : 110-120x/menit
TD: 60-90 mmhg
T: 36,8oC-370C.
Mukosa bibir lembab
1. Pantau suhu pasien .
perhatikan adanya
diaphoresis dan
menggigil.
2. Berikan kompres air
yang sesuai suhu
ruangan. Hindari
kompres dingin atau
penggunaan alcohol.
3. Kolaborasikan :
pemberian antibiotik.
4. Kolaborasikan:
permberian antipiretik.
1.membantu dalam
diagnose dan
intervensi yang akan
dilakukan selanjutnya.
2.dapat menurunkan
demam. Air dingin dan
alcohol mungkin
menyebabkan
kedinginan.
3. untuk menekan
terjadinya infeksi
sistemik salmonelos
yang sangat cepat
menyebar melalui
darah.
4.antipiretik digunakan
untuk menurunkan
panas pada pasien.
Implementasi keperawatan.
Tgl/jam Diagnosa Implementasi Evaluasi
01/5/13
13.00
13.30
15.00
15.30
18.00
Kekurangan
volume cairan
bd kehilangan
sekunder akibat
diare.
Kekurangan
volume cairan
bd kehilangan
sekunder akibat
diare.
Hipertermia bd
proses infeksi
Kekurangan
volume cairan
bd kehilangan
sekunder akibat
diare
Hipertermia bd
proses infeksi
1. Memantau BB, suhu ,
kelembapan rongga oral, volume
dan konsentrasi urin.
2. Mengkaji ttv
3. Memantau suhu pasien .
perhatikan adanya diaphoresis
dan menggigil.
4. mengkolaborasikan : pemberian
cairan parenteral
5. mengkolaborasikan : pemberian
antibiotik.
S : ibu pasien
mengatakan bahwa
anaknya mencret dan
demam.
O : Feses : cair tanpa
darah
Frekuensi : > 5x
Turgor : kurang
Mukosa bibir: kering
Muntah (+)
T : 38oc
RR: 60x/mnt
TD: 80/60
N : 130x/mnt
A : masalah belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan.
01/5/13
21.00
21.15
22.00
24.00
Kekurangan
volume cairan
bd kehilangan
sekunder akibat
diare
Kekurangan
volume cairan
bd kehilangan
sekunder akibat
diare
Hipertermia bd
proses infeksi
Kekurangan
volume cairan
bd kehilangan
sekunder akibat
diare
Hipertermia bd
proses infeksi
6. mengkolaborasikan pemberian
tambahan elektrolit
7. Mempertahankan pemberian asi.
8. Memberikan kompres air yang
sesuai suhu ruangan. Hindari
kompres dingin atau penggunaan
alcohol
9. Memantau BB, suhu ,
kelembapan rongga oral, volume
dan konsentrasi urin.
10. Mengkolaborasikan pemberian
antipiretik.
S : ibu pasien
mengatakan bahwa
anaknya mencret dan
demam.
O : Feses : cair tanpa
darah
Frekuensi : > 5x
Turgor : kurang
Mukosa bibir: kering
Muntah (+)
T : 38oc
RR: 60x/mnt
TD: 80/60
N : 130x/mnt
A : masalah belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan.
2/5/13 Kekurangan 11. mengkolaborasikan : antidiare S : ibu pasien
09.00
09.15
11.00
13.00
volume cairan
bd kehilangan
sekunder akibat
diare
Kekurangan
volume cairan
bd kehilangan
sekunder akibat
diare
Hipertermia bd
proses infeksi
Hipertermia bd
proses infeksi
12. mengkaji ttv
13. mengkolaborasikan : pemberian
antibiotic
14. Memberikan kompres air yang
sesuai suhu ruangan. Hindari
kompres dingin atau penggunaan
alcohol
mengatakan bahwa
anaknya mencret dan
demam.
O : Feses : cair tanpa
darah
Frekuensi : > 5x
Turgor : kurang
Mukosa bibir: kering
Muntah (+)
T : 38oc
RR: 60x/mnt
TD: 80/60
N : 130x/mnt
A : masalah belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan.
Top Related