Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP
Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.
197
LAMPIRAN
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
198
TRANSKRIP WAWANCARA
WAWANCARA PENDAHULUAN
Sumber : Hamdani
Tanggal : 10 Maret 2014
Waktu : 14.00-15.00 WIB
Tempat : Jl. H.R Rasuna Said, Jakarta Selatan (Kantor Epicentrum
Kebangsaan)
Pakaian : Kaos broken white bergambar logo Apple dan celana jeans
hitam
Peneliti : Selamat siang Kak Dani, terimakasih atas waktu yang diberikan Kak
Dani. Sebelumnya saya akan melakukan wawancara pendahuluan dengan
Kak Dani untuk melihat situasi kondisi dari anak-anak indigo sebelum
memasuki ke bagian selanjutnya. Mmm.. Jadi seperti yang Kakak bilang,
komunitas Keluarga Indigo ini Kakak yang buat ya?
Dani : Yang buat iya, jadi aku ngumpulin doang. Eee..itu tuh..eee.., Kan ada
waktu itu program Indigo Trans TV kan, sebelum itu kita juga udah
ngumpul, jadi udah cukup lama sih, karena waktu itu mama-mama sama
papa-papanya itu, yang anaknya kebinggungan kaya gitu pada ngumpul di
BBM. BBM, terus pada nanyain, “kok anak gw kaya gitu?”. “Eh sama,
gini gw gini gini..”. Akhirnya mereka kaya bikin ya kaya arisan gitu, terus
akhirnya pas ngumpul-ngumpul, jadi tahun 2008 atau sebelumnya juga
udah kepecah-pecah gitu sih. Akhirnya sampai program Indigo itu,
nyatulah mereka semua itu, dan paling gedenya pas lagi program Indigo
Trans TV itu. Kaya gitu, dan akhirnya Indigo Trans TV minta bantuan ke
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
199
kita, untuk validasi, ini anak beneran Indigo atau hanya ngaku-ngaku
doang.
Peneliti : Oh, jadi di situ ada tesnya ya?
Dani : Iya.
Peneliti : Jadi Kak Dani sudah dites juga?
Dani : Engga sih, jadi tes itu ga ada di indigo, yang aura-aura. Sebenarnya cara
paling gampang untuk tahu anak itu indigo atau bukan, tanya kepada anak
indigo yang lain, yang udah benar-benar gitu. Mereka itu saling
komunikasi lewat mata. Kaya gitu sih validasinya, bukan tes aura gitu,
bukan. Aku di komunitas ini sebagai indikator aja, jadi pas lagi kumpul
aku mikir untuk bikin komunitas ah. Apa ya? Kalo lagi ngumpul gitu udah
bukan, apa ya, udah lebih dari keluarga deh. Tali temalinya itu, kadang
mereka bukan curhat kepada keluarganya, tapi lebih memilih untuk curhat
ke kita. Karena yang mereka rasain, kita lebih nyambung gitu, anak kecil,
anak gedenya, sama semuanya kaya begitu. Giliran udah nyatu, kaya bikin
lingkeran, uh udah enak banget deh ngobrolnya. Tek..tek..tek..
Peneliti : Oh, jadi suka ngumpul bareng ya? Lalu kalau berkomunikasi, tadi
katanya kan ada twitter ya? facebook juga ada?
Dani : Pertama itu kita via BBM, BBM ibu-ibunya, zaman dulu kan masih
zaman BBM, bikin group Keluarga Indigo, makin kesini kita mengikuti
trend yang ada, oh, twitter, kita buat. Facebook juga kita buat, gitu sih.
Peneliti : Oh begitu, lalu mmm..Jadi kalian itu pertama kali sebenarnya tidak
menyatakan kalau kalian indigo ya? Misalnya sama saya, yang baru
pertama kali ketemu.
Dani : Mmm..Gak bakal. Kecuali kalau ngebantuin orang, ngebantuinnya kaya
apapun. Kaya sekarang ini kan lebih ke skripsi, ngebantuin anak-anak
supaya mereka terarah tentang informasi yang benar dari sumber langsung
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
200
gitu, bukan dari kata orang, kata internet, begini begitu, nah jadi kita mulai
terbuka untuk riset dan segala macamnya. Habis itu ya itu sih paling, ya ga
mungkin, anak indigo ga mungkin bilang “woi gw indigo.”, ga mungkin.
Sama, ee..ato..ee..sampai akhirnya dia muncul di televisi, dan terpaksa
terbuka. Ya udah fine gua, ya tapi kadang suka, “oo itu Dan, elo yang di
TV?”. “Ah..engga bukan-bukan.”. Speak-speak gitu deh, gak mau terlalu
apa ya..anak indigo ga boleh terlalu mengekspos sebenarnya. Ga boleh
terlalu gitu. Ketika ada kesempatan gitu di media, ya kita menjelaskan ke
media, apa yang harus kita luruskan sama masyarakat ini. Makanya
problem komunikasinya..kalau problem itu balik ke individual sebenarnya,
kaya gitu. Balik ke individual anak-anak masing-masing. Terus kalau
misalnya ke masyarakatnya, itu tuh kaya gini, aku tuh udah ampir ketemu
lima puluh sampai dengan seratus ada di database aku, lima puluh sampai
seratus anak indigo tersebar di Indonesia, paling banyak. Ee..Jakarta sama
Bandung, soalnya kita paling gencer ngelakuin ini. yang Semarang, “eh
please dong, ee..ayo dong buat di sini, nanti kita fasilitasin segala macem”.
Tapi ga ada waktunya, buat keliling Indonesia gitu. Ada yang di
Semarang, Medan, segala macam. Tapi pas ketika misalnya, contohnya
yang ada di Medan, ada yang nanyain di Medan, dan kebetulan kita punya
koneksi di Medan, ya udah kita arahin di situ, ya kalian bikin gathering di
situ aja, ya regional gitu. Terus, oke fine, bla..bla..bla..Segala macam.
Udah hampir seratus anak indigo ditemuin sih, udah gitu dan
em..Permasalahannya itu tuh, kalau masyarakat ada yang terlalu melebih-
lebihkan, ada yang terlalu meremehkan. Jadi ketika misalnya terjun
langsung ke ee..nyata gitu kan misalnya, yang satu tuh ada yang “Yah elah
apaan sih anak indigo, speak gitu boong”, segala macam. Yang ini aga
gampang untuk dinaikkinnya. Maksudnya diketengahin, kan kita mau
menengahkan, kita pertengahkan persepsi masyarakat. Kalau misalnya
meremehkan gampang. Mm..contohnya misalkan, “Oh, loe ga percaya?”.
Ketemu sama kita, maen sama kita, tiga, empat anak lah dari kita, satu
orang yang gak percaya itu main sama kita, tapi terkadang kalau misalnya
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
201
memang ekstrem banget, “Oke, loe mau lihat apa yang kita lihat?”.
Dibukain mata batinnya, serius dibukain mata batinnya. Dari kita ada
beberapa orang yang dikasih untuk bisa membuka mata batin, ya semua
bisa, tapi ada beberapa orang lah. Terus pas dibukain, nah gampang kan,
akhirnya dia menengah, tadinya dari gak percaya gaib segala macem,
akhirnya dia naik nih, naik sampai ketengah, jangan lebih. Nah yang susah
itu yang melebih-lebihkan, “wah! Kamu dewa.”. Kesannya apa
sih..ee..Apalagi yang jadi fitnah di masyarakat, kaya misalkan kita
menyembuhkan penyakit, kan ada beberapa anak indigo yang dikasih
kelebihan untuk menyembuhkan penyakit, nah jadi beberapa itu lari
imannya ke kita. Nah itu bahaya, makanya kita harus kasih tahu kalau kita
itu cuma perantara, yang nyembuhin itu tetep Tuhan, bla..bla..bla..gitu
segala macam. Ini yang agak susah diteken kebawah gitu, itu sih masalah
komunikasinya. Terus, lebih balik ke individunya lagi masih ada yang
introvert jelas. Ada beberapa anak yang udah (mendecak) having fun, ada
beberapa yang introvert banget, ada yang banyak banget, apa segala
macam. Ya tapi itu balik ke individunya, ada beberapa yang sampe
mencoba bunuh diri, bla..bla..bla..itu banyak, banyak banget.
Se..ya..emang karena itu balik ke individual, jadi memang bukan semua
anak indigo di cap introvert, engga semuanya, ada yang woles, ada yang
santai,ada yang happy-happy, ada yang ya..kaya gitu lah. Ada juga yang
beda, ya artinya itu orang awampun percis sama kaya anak indigo, awam
itu kan ada apa, ee..ada yang introvert, ada yang ekstrovert, ada yang
terlalu begini, terlalu begitu, sama gitu.
Peneliti : Mm..introvert ini jadi hanya mau berteman dengan anak indigo atau
memang benar-benar menutup diri?
Dani :Banyak, mm..apa..mm..bertipe-tipe sih, ada yang benar-benar dia
mengurung diri dari masyarakat, karena masyarakat udah ngecap aneh
segala macam, mm..akhirnya karena..ada yang dari masyarakat terus ke
dia, jadi dari eksternal baru ke internal gitu. Jadi eksternal itu masyarakat
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
202
udah ngecap aneh lah bla..bla..bla..segala macam. Akhirnya dia
ngeintrovert dirinya sendiri, dia ngelindungin diri sendiri dari masyarakat,
kalau kaya gini, ya udah kita ajak keluar, kita ajak gabung, “neh temen loe
semua neh, ada banyak, ada puluhan.”. Gabung, akhirnya dia gampang.
Ada juga yang dia punya kemampuan kaya gitu, tapi dia memang belum
mau membuka diri ke masyarakat luas gitu. Dia masih kaget kalau
misalnya ketika dia buka ke masyarakat luas, dia bisa ngobatin segala
macam, popularitasnya naik, nah itu bisa membahayakan dirinya gitu. Ada
yang gak bisa dijelaskan dengan logika, yang kalau misalnya dia populer,
ibaratnya membahayakan dirinya sendiri, that’s it. Nah akhirnya dia tetap
introvert, yang kaya gini tetap kita ajak segala macam, tapi memang agak
susah yang tipe kaya gini. Agak batu ibaratnya sih, agak keras kepala,
karena ketika kita ajak, kita harus ngeyakinin dia, sampai bahkan kita
harus pakai cara yang (mendecak), cara yang gitu juga buat ngeyakinini
dia, kaya “Ayolah, jangan..jangan apa sih..jangan..mm..loe harus memberi
arti di sekitar lo, bukan, loe dikasi kemampuan gini sama Tuhan itu,
maksudnya itu, ada hikmahnya sama sekitar. Kalau loe cuma stay di situ,
buat apa? Ibaratnya, se..se..apa..apapun yang diciptakan di dunia ini kan
gak ada yang gak bermanfaat kan yah. Nah pasti itu manfaatnya ya itu
kan.”. Jadi kita ya nyebar memang di seluruh Indonesia pasti ada. Jadi
ketika ditanya apakah semua anak indigo introvert, jawabannya adalah
tidak, karena ee..ya indigo percis dengan awam, ya awam itu ada yang
introvert ada yang ekstrovert, ada yang waw, ada yang biasa, ada yang low
profile, kaya gitu-gitu.
Peneliti : Jadi pengaruh introvertnya itu karena kekhususannya itu sendiri ya?
Dani : That’s it iya, ada juga yang ekstrovert, ekstrovert biasanya ada yang
terlalu waw, yang ekstrovert ini biasanya ada yang disembunyiin kalau dia
indigo gitu. Jadi dia itu ekstrovertnya bukan dengan indigonya, jadi
mm..ekstrovertnya di..ee..istilahnya gini, anak indigo itu gak ngartis, kalau
ngartis artinya dia cuma ngaku-ngaku, itu deh dia, kuncinya di situ.
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
203
Biasanya kalau anak ekstrovert, orang-orang udah terlanjur tau kalau dia
bukan indigo. jadi kalau misalnya ada yang me-reveal identitas dia, dia
jadi protektif, “Eh loe jangan bokis (bohong) dong.”, kaya gitu contohnya
sih.
Peneliti : Jadi maksudnya ini ekstrovert ini ekstrovert ke semua?
Dani : Mm..bukan, ekstrovertnya ini bukan yang bilang “woi, gua indigo.”,
bukan. Jadi ekstrovert ini yang memang sifatnya kaya gitu, yang periang
gitu, yang kemana-mana, yang eksis banget di sosial media. Tapi most of
them, ga bakalan yang ee..loe sebagai awam gak bakalan tau kalau ini anak
indigo gitu. Dia bakalan misahin label indigo sama diri dia gitu. Tapi kita
tau dia indigo gitu, karena dia suka main di komunitas kita. Atau kalau gak
usah main juga udah keliatan, kan neh anak keliatan punya pendamping
atau tidak dari matanya kan, dari foto. Pendamping itu semacam guardian
angel.
Peneliti : Jadi dia itu introvert ke masyarakat, tapi ke sesama indigo bersifat
terbuka?
Dani : Iya (mengangguk).
Peneliti : Oh begitu. Kakak sendiri tau kakak indigo sejak kapan?
Dani : Dari kecil sih, dari kecil banget, karena udah ngeliat yang aneh-aneh.
Peneliti : Terus ngomong sama orang tua gitu?
Dani : Orang tua kan awam, mereka gak tau kenapa anaknya kaya gini, aku kan
ee..empat bersaudara, kaya gitu semua, aku anak pertama, dan adik-adikku
kaya begitu semua. Cowo, cowo, cewe, cewe. Kaya gitu semua, jadi orang
tua galau gitu deh.
Peneliti : Jadi orang tua mulai cari tahunya via BBM itu ya kak? Gak dibawa ke
ahli atau dokter gitu?
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
204
Dani : Sempet dibawa banyak ke ahli, psikolog, segala macam gitu. Lucu deh
kadang adikku ini si Septi, aku bilang ke adikku “eh lo masuk psikolog aja
lo jurusannya.”. Septinya bales “lah psikolog aja kalau stress nyarinya
gue.”.
Peneliti : Hahaha, malahan jadi bahan becandaan ya. Dengan kemampuan kalian
seperti itu, sebenernya suka dimanfaatin orang ga sih?
Dani : Mm..sebenernya engga sih, soalnya kan kita tahu mana yang jahat mana
yang baik, kelihatan. Tapi yang apa ya..ya engga sih..ya cuma kadang ada
beberapa, ya sebenarnya balik ke individunya masing-masing. Kadang ada
orang tua yang mengkomersilkan anaknya gitu, anaknya bisa nyembuhin
segala macam, dibawa kemana gitu.
Peneliti : Mm..Lalu anak indigo itu sebenarnya ada perasaan lebih nyaman
dengan sesama anak indigo gak sih?
Dani : Iya pasti, pastilah, connection-nya dia langsung dapet gitu, jadi kaya gua
gak usah ngomong, you know what i want gitu.
Peneliti : Secara komunikasi, secara temanan gitu lebih enak ya?
Dani : Iyalah, bahkan di luar logika, kita bisa ngomong batin gitu sama sesama
anak indigo. Mm..neh foto komunitas indigonya, ada anak
kecilnya,banyak deh pokoknya (sambil menunjukkan foto komunitas
Keluarga Indigo di salah satu gathering yang mereka adakan). Pas awalnya
kebentuk komunitas ini, masih susah gitu, tapi karena banyak ibu-ibu yang
binggung anaknya kenapa dan akhirnya nemuin kita, akhirnya pada
gabung dengan kita, dan anak-anaknya akhirnya nyaman banget dengan
kita.
Peneliti : Oh gitu, jadi secara pembahasan tadi sebenarnya masalah terbesarnya
ada di salah persepsi masyarakat mengenai mendewakan dan
menyepelekan ya?
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
205
Dani : Iya di situ sih masalah terbesarnya, makanya di setiap seminar, aku selalu
buat pendiferensiasi gitu, antara indigo dengan mistik. Bukan selalu
mistik-mistik.
Peneliti : Lalu acara-acara TV? Salah satunya juga Indigo Trans TV?
Dani : Nah itu dia, itu pengeksploitasiannya.
Peneliti : Acara itu akhirnya diberentikan kan ya?
Dani : Iya, karena makin lama makin susah kan yah nyari anak indigo yang
benar-benar, karena sempat lolos kan waktu itu yang bukan. Oh iya, soal
skripsi ini, menurutku bagus sih kalo misalnya pembahasan ini, karena jadi
media kita untuk ngeluarin, kaya ngelurusin. Seperti waktu itu seminar di
YAI dengan Bu Tika Wibisono, ada yang disampaikan Bu Tika dan tidak
sesuai gitu. Akhirnya gua perbaiki, karena gak semua betul, beliau kan
copas dari internet kan, seharusnya tidak seperti itu, tapi dari sumbernya
langsung. Lalu untuk perihal aura, aura ada gak sih? 50-100 anak indigo
aku tanya, kamu pernah ngeliat aura, gak ada yang namanya aura. Adanya
hawa, jadi kalau misalnya ada yang mau kerasukan atau gimana gitu, yang
ada kan hawanya berasa berbeda. Hawa itu kan udara panas atau dingin.
Kalau aura kan visualisasi, merah kuning hijau, tidak ada aura dalam
indigo. Ya, dengan begitu artinya kan orang-orang yang tes-tes aura untuk
mencari uang saja. Gua udah ketemu banyak orang tuh.
Peneliti : Oh oke ka. Lalu, kalau dari kakak ini, kemampuannya dalam kaitan
indigo yang dimiliki kakak apa neh ka?
Dani : Kalau gua sih lebih gunain untuk pendidikan gua, gunain yang baik-baik
deh, dan membantu untuk mengontrol anak-anak yang masih belom bisa
ngatur kemampuan yang mereka miliki. Gua bisa pindah tempat gitu. Gua
punya filosofi, kalau kita sudah menguasai tekhnologi berarti kita udah
menguasai dunia
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
206
Peneliti : Oke ka, wawancara pendahuluannya sampai disini dulu ya, terimakasih
ya ka atas waktu yang telah diberikan.
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
207
TRANSKRIP WAWANCARA
KEY INFORMAN 1 – ANAK INDIGO 1 TIARA
Sumber : Ajeng Tiarara Rihandini
Tanggal : 30 April 2014
Waktu : 13.20-15.15 WIB
Tempat : Tamini Square, Jakarta Timur. Dunkin Donut’s
Pakaian : Atasan hitam dan celana hitam
Situasi : Situasi tempat wawancara tidak banyak orang saat itu,
peneliti dan Kak Tiara duduk bersama di satu tempat. Kita
berbicara cenderung santai dan tidak kaku.
Peneliti : Selamat siang Kak Tiara, bisa menjelaskan nama lengkap, usia, tempat
tinggal, tanggal lahir, dan tempat lahirnya, ya kurang lebih latar
belakang Kakak terlebih dahulu?
Tiara : Selamat siang Michelle, namaku Ajeng Tiarara Rihandini, usia 23
tahun, tanggal lahir 21 Desember 1991. Tempat lahir di Jakarta, tempat
tinggal di Jakarta, Cibubur. Agama Islam. Suku Mama Palembang
Chinese, Papa Jawa. Jadinya apa tuh ya suku aku, Jawa kali ya. Hobi
aku baca buku, terus apa ya..olahraga, sama ya itu sih, palingan sama
masak.
Peneliti : Saat ini kakak kuliah dimana ya?
Tiara : Aku kuliah di Universitas MH Thamrin, tingkat akhir kaya kamu juga,
lagi bikin skripsi (tertawa). Sambil kerja di shelter animal defender
(klinik hewan), sebenarnya itu ada komersilnya juga kan, jadi kita buka
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
208
klinik, ngamen-ngamen, jual merchandise, nah aku ee..confirm di
kliniknya gitu, jadi ya buat namanya sendiri shelter animal defender,
tapi di situ ada kliniknya gitu. Tapi aku kerja di klinik manusia juga di
satu klinik di daerah kemang juga, namanya Global Dokter Kemang.
Peneliti : Wah kesibukan kakak lumayan juga ya, tapi enak kak bisa sambil
kerja.
Tiara : Iya ini aku juga didukung kampus untungnya, karena aku ikut
program khusus, jadinya aku kuliah ikutin jadwal aku aja, kadang
kuliah jam ini, terus sore aku kerja. Jadi aku sepengetahuan kampus
juga aku kerja, bahkan ada dosen yang minta kerjaan juga di tempat aku
kerja, enaknya sambil nyambi-nyambi sih. Sekarang aku juga lagi
skripsi sebenarnya, ambil penelitian tentang cairan tubuh sama
makanan minuman.
Peneliti : Kakak kedokteran ya?
Tiara : Apa ya disebutnya, kalau kedokteran kan umum, kalau aku itu
patologi, fisiologi. Jadi fokus kesananya, bukan spesialis juga, jatohnya
tim medis gitu. Ya kalau dokter kan kerja di depan layar, kalau aku
dibelakang layar.
Peneliti : Menurut Kakak, pertemanan itu adalah?
Tiara : Pertemanan buatku apa ya..kalau aku sih biasanya orang yang sudah
kenal dengan aku, aku udah anggap teman, dan yang sudah berteman
dengan aku, sudah aku anggap saudara, jadi ya teman itu bagian dari
kehidupan kita juga. Pasti kan kita butuh teman, dan teman juga butuh
kita. Semuanya juga berawal dari teman kan untuk ke jenjang
berikutnya, untuk ke jenjang yang lebih apa kan pasti dari teman. Jadi
teman penting untuk aku sih.
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
209
Peneliti : Oke kak. Nah teman yang kakak pilih untuk penelitian ini kan Dimas
(Dimas Ahmad Rianto, teman Tiara yang sesama indigo) dan Rahma ya
kak, bisa diceritakan sedikit gak kak tentang mereka?
Tiara : Aku kenal ama Dimas belum terlalu lama sih, itu dia hebatnya
(tertawa). Sama Rahma juga belum lama, baru sebulan, sebelumnya
yang ikut aku buat asisten cowok, cuma kurang nyaman ya kalau
cowok, gimana ya. Udah gitu pacar juga bawel ya. Cowok ini
sepantaran cuma beda dua tahun. Akhirnya aku cari-cari lagi dan
ketemunya sama si Rahma itu.
Peneliti : Menurut kakak keterbukaan antar teman penting gak?
Tiara : Tergantung juga ya, tergantung keperluannya apa, tergantung dalam
konteks apa, jadi ee.. ada saatnya kita terbuka sama orang lain, ada
saatnya juga gak perlu. Ya semuanya ada bagian-bagiannya lah,
terbukannya dalam konteks apa dan untuk apa.
Peneliti : Terus, sejak kapan kakak tau kakak indigo?
Tiara : Kalau indigonya, aku udah dari SD lah ibaratnya aku tau aku berbeda
dengan yang lain, dan dulu lucunya pas SD aku langsung tiba-tiba
taunya hal-hal diluar dugaannya doang. Awal-awal taunya bukan hanya
tau mahluk astral, tapi benar-benar ngerasain yang namanya ngastral.
Jadi ee..aku bisa ke dua tempat sekaligus bersamaan, awal tau langsung
seperti itu. Alhamdulilah juga sebenarnya kemampuan yang aku punya
juga, entah garis keturunan atau apa, indigo itu kan gak selalu
berdasarkan garis keturunan. Ya..alhamdulilah juga mamaku itu ada
bakat juga, udah nurun ke aku. Terus aku sekitar SMP mau masuk
SMA itu tes foto aura, di situ baru benar-benar yakin di situ kalau aku
punya kelebihan. Cuma udah ngeh-ngehnya sih dari SD, dan aku juga
punya background keluarga yang memang ada. Mamaku juga dari awal
sudah bilang kalau ini turunnya ke aku, jadi kamu beda neh, kaya gini-
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
210
gini, ya udah ngalir aja. Kalau misalnya ada apa-apa, maksudnya konsul
lebih banyak konsul ke mama.
Peneliti : Di keluarga kakak ada berapa saudara kak?
Tiara : Aku ada empat, sebenarnya yang satu itu saudara tiri, terus yang
saudara kandung ada tiga, dan aku anak kedua. Cowok, cowok, cewek,
dan cewek. Yang tiri cowok pertama. Tiri ini dari papa.
Peneliti : Lalu di keluarga kakak gak ada masalah soal indigo ini? Sorry nih kak
nanya begini.
Tiara : Gak apa-apa. Gak ada masalah, kebetulan kakak tiri aku, dia bukan
indigo, tapi dia orang yang punya bakat indera keenam juga. Entah ini
bakat dari mama atau keturunan dari papa. Tapi aku sudah tau kalau
kakak tiriku punya bakak indera keenam. Jadi kan, kalau orang dengan
bakat indera keenam belum tentu indigo. Tetapi orang dengan
kemampuan indigo sudah pasti punya kemampuan indera keenam.
Kakak tiriku memang punya bakat indera keenam, jadi dia sebatas bisa
ngelihat mahluk astral kaya gitu-gitu aja, jadi sering komunikasi. Cuma
dua saudaraku yang lain gak ada masalah sih, mereka polos.
Peneliti : Tapi di keluarga tidak ada masalah kan kak?
Tiara : Enggak, bahkan aku didukung, contohnya kaya dari buku-buku
bacaan. Aku selalu didukung dengan buku bacaan sama mama,
ibaratnya aku ada bimbingan gitu. Lalu, jujur aja sama mama itu
disediain, ya jatohnya apa ya, difasilitasin guru spiritual. Jadi kasarnya
apa ya, setiap hari itu aku ngaji. Nah jadi itu yang aku bilang, mamaku
itu benar-benar dukung disitu, jadi supaya aku tuh, entah namanya apa
ya..sekarang kan entah pergaulan, kehidupan kan keras kaya gimana.
Nah jangan salah, anak indigo juga kalau tidak bisa mengontrol dirinya
jatuhnya akan negatif. Oleh karena itu aku difasilitasi sama mamaku
guru spiritual, sebagai tempat aku nanya, tempat aku konsul, tempat aku
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
211
nanya gimana caranya perdalam kemampuan aku juga. Aku didukung
banget dan dijaga juga deh sama keluarga.
Peneliti : Kemampuan kakak apa saja?
Tiara : Untuk kemampuan ya, kalau merasakan dan melihat mahluk astral
sangat peka lah aku ini. Kaya kejadian di kampus kemarin itu, netralisir
orang yang kerasukan kaya begitu, ee..terus apa ya..untuk membaca
masa depan itu iya, tapi memang tidak terlalu terasa. Karena aku gak
punya keberanian untuk kesana, bebannya berat, belum tau kejadian
tapi aku udah tau duluan, kalau misalnya aku gak kuat-kuat jatuhnya
bisa gila. Itu banyak ee..diluaran sana anak indigo itu akhirnya jadi
stress dan menutup diri, karena dia gak bisa kontrol dan jadi stress
sendiri. Cuman untuk hal-hal yang aku kehendaki aku bisa kaya gitu.
Makanya banyak juga, sebenarnya bukan konsul sih, tapi orang-orang
yang sudah tau aku biasanya suka konsul gitu kan sama aku, tentang
kehidupannya segala macam, oke kalau aku ada waktu, ada kesempatan
ya aku bantu. Ya tapi dengan catatan itu privacy saja antara kita.
Banyak kaya teman-temannya rahma (Rahma Sunarsih Tri Walidah,
teman Tiara yang bukan indigo) ya, nanti rahma pasti cerita, temannya
rahma itu banyak banget yang kasus-kasusnya aku bantu, banyak
banget, dan itu udah lumayan bahkan teman-teman aku, saudara-
saudaraku. Terus apa lagi ya..dibilang hipnotis bukan hipnotis sih
sebenarnya, jadi aku memberikan sugesti saja, jadi aku berusaha
menyentuh bawah alam sadarnya, ya perbatasan alam sadar dan bawah
alam sadarnya, dia menyentuh itu, untuk kemudian memberikan
sugesti. Makanya kenapa orang yang konsul sama aku, merasa lega apa
segala macam. Yang aku lakuin sih begitu. Aku juga melakukan
telepati, untuk kemampuan melihat kejadian di tempat lain aku bisa,
tapi yang namanya suatu apapun kan ada kekurangan dan kelebihan,
aku ngerasa kekurangan aku disitu. Prediksi iya, melihat masa lalu iya,
contohnya kalau ada yang konsul, aku coba nerawang kejadian masa
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
212
lalunya kaya apa sih, sampai dia ngalamin kejadian ini. Biasanya kalau
orang yang kerasukan, dia kan kemasukan roh atau jin, aku disitu coba
komunikasi aja, untuk apa dia masuk ke tubuh teman aku, tapi kalau
tanpa alasan aku masukin roh ke tubuh orang itu engga, karena buat apa
juga, gak ada yang bisa diselesaikan. Aku juga bisa menggali informasi
dari orang maupun benda. Alhamdulilah ya, sejak SMA aku masuk
sekolah yang bisa dibilang yang jadi sasaran banyak orang, yaitu
sekolah kesehatan, bisa dibilang, dari 2000 orang cuma keterima 80
orang, dan itu alhamdulilah tanpa backingan apapun, karena biasanya
teman-teman aku yang masuk kesitu bukan karena kemampuan mereka
tetapi karena dia punya background misalnya orang tuanya tentara atau
apa, karena sekolahku dulu itu dinaungin sama angkatan darat. Nah aku
gak punya background itu, nah di situ aku bisa lolos murni, di situ aja
aku merasa udah apa ya..udah ngerasa oh ya ternyata alhamdulilah.
Kayanya udah panggilan hati sih kesehatan, gak tau sih ya, kalau
ngegali lagi soal anak indigo biasanya kalau sudah concern fokus ke
satu hal dia biasanya akan kejar itu sampai selesai. Jadi aku benar-benar
panggilan hati, aku sejak lulus SMP mau ke bagian kesehatan yang bisa
bermanfaat bagi banyak orang, bahkan sejak lulus SMP sudah punya
niat “gue gak mau kerja di klinik orang, gua mau buka klinik sendiri.”.
Itu dari SMP tekadnya, sampai sekarang kuliah kesehatan terus. Nah itu
aku pengen concern gimana pun caranya aku harus tekunin disitu gitu.
Aku gak bisa menggerakkan benda dari jauh. Kalau komunikasi dengan
Tuhan aku lebih meditasi. Aku sering melakukan meditasi, bahkan aku
sering ngajarin ke orang-orang caranya meditasi bagaimana, ee..yang
lucu caranya denger dari teman aku, pertama kali ngelakuin meditasi
rasanya keram otak. Risman tau? Yang kemarin kita di Bekasi? Dia ya
konsullah ke aku, dia lagi ada masalah segala macam, ya aku bilang,
ngedekat dirilah dengan Tuhan. Kamu punya Tuhan, pokoknya gak ada
masalah yang gak ada ujungnya. Dia juga kebetulan Islam, tengah
malam sehabis sholat tahajud, aku ajarin meditasi, itu yang aku sebut
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
213
komunikasi dengan Tuhan, karena disitu segala sesuatu yang
berhubungan dengan dunia aku tinggalin, dan kita hanya fokus ke
Tuhan. Jadi kita ee..aku benar-benar menyerahkan diri aku untuk
Tuhan. Jadi ibaratnya meditasi gitu.
Peneliti : Tadi soal tes indigo dari kecil kan ya?
Tiara : Dari kecil, terus soal foto auranya masuk SMP, karena kan untuk
identifikasi anak indigo itu, untuk meyakinkannya harus foto aura. Jadi
disitu kita bisa ngelihat, benar-benar terbentuk atau tidak. Indigo itu kan
nila ya, perpaduan antara warna biru dan ungu, jatuhnya biru tua. Dari
foto itu gak bisa dibohongin, dan kebetulan aku gak bawa foto auranya
itu. Jadi kita foto pas foto, dan ada warna yang terbentuk di sekitar
kepala kita. Sebenarnya aku juga mau update foto aura terbaru, gimana
ya, soalnya kan untuk yang namanya aura warna indigo itu sendiri tidak
akan berubah, tapi ada warna-warna lain yang berubah warnanya. Jadi
sesuai dengan kondisi fisik kita, kalau kondisi fisik kita, kalau kondisi
fisik dan mental kita baik warnanya akan semakin kerang. Tapi kalau
menurun biasanya akan pengaruh ke warnanya, biasanya akan lebih
pucet atau apa segala macam. Itu bisa untuk melihat kondisi kita
semakin meningkat atau menurun. Berbeda dengan Kak Dani
(Hamdani, pelopor komunitas Keluarga Indigo) ya yang menilai tidak
ada aura, yang ada hanya hawa. Sebenarnya sih persepsi saja ya, kalau
di persepsi Islam, disebutin sih hawa ada aura ada. Hawa itu sebenarnya
sama aja sih, cuma lebih penyebutan persepsi saja sih, hawanya
kayanya lagi gak enak neh, itu kan sama saja dengan aurannya lagi gak
enak neh. Cuma aura kan lebih visualisasi ya, lebih dalam bentuk foto
apa segala macam, itu akan keluar fotometik itu sendiri, tapi kalau hawa
kan, dia hanya dalam bisa dirasakan gitu sih.
Peneliti : Pandangan kakak mengenai indigo bagaimana?
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
214
Tiara : Menurut aku, indigo apa ya..kita itu tetap sama dengan yang lain, gak
ada bedanya, cuma..gimana ya..ee..intinya indigo atau bukan kita tuh
sama saja, kita tuh hidup harus sama-sama punya tujuan, hanya saja,
orang-orang indigo diberikan kemampuan khusus sama Tuhan dimana
kita itu sebenarnya dikasih misi, entah itu apa misinya, ya misalnya
contohnya seperti yang aku bilang tadi, anak indigo kalau sudah fokus
sama satu hal, dia akan tekunin satu hal itu sampai bahkan sampai dia
mati pun dia akan tetap concern kesitu. Ya paling kalau aku telaah,
misinya sampai situ, terus misalkan, dia itu biasanya membawa misi
buat dunia, kaya misalkan orang yang bisa melihat masa depan,
sebenarnya dia menyimpan banyak rahasia kan buat kehidupan dunia
selanjutnya. Cuma buat memandang indigo sendiri aku sih pinginnya
orang-orang gak berpandangan ee..negatif gitu. Karena aku pun
ngerasain dimana aku dibilang paranormal lah, itu tuh aku udah sering
ngerasain kaya gitu. Dapet stigma kaya gitu tuh, kaya dari mungkin
orang-orang yang baru kenal, kaya waktu aku nanganin yang kerasukan
di kampus itu, semua orang ngejauh, disitu benar-benar yang nanganin
yang kesurupan itu cuma aku sendiri sama pacarnya yang kesurupan itu
megangin sama ada beberapa teman-teman cowoku yang megangin,
aku benar-benar ngetreatment sendiri, sampai orang-orang speechless
gitu, “gila dia cewek masih muda, dandanannya kan urak-urakan, ada
yang bilang lebih ke metal, ada yang bilang rock n roll apa segala
macam tapi kok bisa kaya begitu, ibaratnya kan kesannya mereka
orang-orang yang punya spiritual yang tinggi orang-orang yang punya
apa sih namanya, kelas religinya tinggi, makanya disitu aku coba
nempatin diri aku masuk ke yang lain dengan gayaku yang seperti ini,
gak dengan ee sosok yang nantinya orang-orang punya pandangan
miring atau apa. Aku mencoba nempatin diri aku tuh ya netral. Ya
teman-teman aku di situ tuh pada yang bilang “ih dia itu dukun ya, dia
itu paranormal ya.”. Di situ itu aku pingin meluruskan bahwa aku itu
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
215
bukan paranormal, bukan dukun, bukan cenayang, anak indigo ya sama
dengan orang lain, cuma dia punya kemampuan khusus aja. Gitu aja.
Peneliti : Kejadian seperti ini mulai berlangsung sejak kapan ya ka?
Tiara : Pas SD belum ada yang terlalu memikirkan ya, baru berlangsungnya
sekarang-sekarang ini, SMA, kuliah. Justru disaat aku ingin
menunjukkan eksistensiku sebagai anak indigo, seperti saat SMA, aku
nanganin orang yang kerasukan juga sama seperti d kampus, ibaratnya
disana aku turut ngebantu tapi malahan dapat cibiran, dia dukun ya dia
dukun ya. Yang lain itu udah pada bilang “panggil kyai.”. Untuk
netralisir, maksudku tuh disitu, udah gak usah, karena aku lihat aku bisa
nanganinnya. Yang lain pada tanya “loe yakin bisa gini gini?”. Disitu
aku gak banyak ngomong, aku langsung kerjain, pas aku udah buktiin
kalau aku bisa, udah yang lain pada speechless, yang lain lagi pada
bilang “dukun ya, paranormal ya.”, ya udah apalagi jujur aja, aku
memang orang pecinta warna hitam, kadang ada stigma kearah sana.
Jadi kesannya mistik banget, padahal gak juga.
Peneliti : Lalu respon kakak nanggepin yang kaya begitu bagaimana?
Tiara : Gak mau ambil pusing sih sebenarnya, cuekin aja. Karena semakin
aku jelasin untuk orang awam, semakin gak ngerti kalau dijelasin.
Kecuali untuk orang yang begerak di bidang itu. Dijelasin juga makin
binggung, jadi ya cuekin aja. Lagian kalau kita tidak menutup diri kita
pasti bisa mengikuti pergaulan, tapi kalau karena hal tersebut kita
menutup diri, akan berujung jadinya stress.
Peneliti : Kakak sejak kapan ya tergabung dengan komunitas Keluarga Indigo?
Tiara : Belum lama sih, baru gabung tiga bulanan sih ya.
Peneliti : Bisa kakak ceritakan sedikit tentang komunitas Keluarga Indigo ini?
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
216
Tiara : Awalnya itu kita kan di komunitas komunikasinya via Whatsapp, kita
buat group di Whatsapp gitu. Namun banyak orang luar yang berusaha
juga untuk bergabung dengan komunitas kita, dia berusaha
memanfaatkan situasi dengan dia dekat dengan komunitas indigo,
dengan harapan dia bisa membantu menyelesaikan problem hidup dia
dan masalah dia. Jadi memang itu tuh bagian dari caranya Kak Dani.
Kaya di Twitter ya, ada orang yang mencoba menyambung dengan
Twitternya Keluarga Indigo, dia ngaku dia indigo, biasanya dimasukin
Kak Dani ke group indigo gathering. Karena nanti kemudiannya kita
mengadakan perkumpulan dan itu bebas. Gak musti anak indigo. Dari
situ kita juga tahu, biasanya yang bukan indigo lama-lama akan
terasingkan dengan sendirinya. Nah orang-orang yang sudah sejenis
dikumpulkan di group Keluarga Indigo Indonesia. Itu udah lewat proses
saringan. Banyak kasus-kasus yang memang, dia wannabe, dia
terobsesi, dia ngaku-ngaku, dia merasa mirip dengan karakteristik anak
indigo. Tapi dia cuma sebatas perasaan, dan dia langsung mengklaim
dirinya indigo. Ada beberapa anak indigo yang langsung bisa
membedakan orang itu indigo atau bukan, dan aku disitu kurang kuat,
butuh konsentrasi yang kuat buat hal seperti itu. Ada satu kejadian lagi
tentang satu anak SMP, dia merasa sering dejavu, terobsesi menjadi
indigo, dia juga merasa banyak kemiripan dengan karakteristik anak
indigo. salah satu penyebabnya ya tayangan televisi. Padahal
sebenarnya dejavu itu suatu kelainan, kalau sering bahaya sebenarnya
dan harus diperiksa. Dejavu itu merupakan gangguan ingatan, ada
masalah di memori kita itu. Anak SMP itu merasa dia indigo, dan
langsung mengganti nama di BBMnya dengan nama indigo, ketika kita
sudah membawa nama indigo, itu menjadi beban yang berat, karena
masyarakat sudah mulai melihat kita berbeda. Indigo itu beban yang
berat karena kita bisa melihat apa yang kalian tidak lihat, astral. Yang
baru tiba-tiba indigo juga gak bakalan kuat.
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
217
Peneliti : Kalau kakak membantu orang, sebenarnya ada efeknya tidak untuk
kakak?
Tiara : Ada, nah itu yang membuat mama takut. Mama takut kalau aku lagi
menetralisir seperti orang yang kerasukan di kampus. Ketika aku
interaksi dengan mahluk gaib akan ada efeknya di aku, biasanya lemes,
mual, pusing, dan istirahat seharian ini semua baru ilang. Ketika aku
mengerjakan seperti ini ada energi yang keluar dari aku, dan ini yang
berefek ke aku. Di saat seperti ini cuma mama yang bisa buat aku
sembuh, tukang urut manapun gak mempan, cuma mama aja. Mama
pegang tangan aku, kadang mama sampai nangis, mama suka suka
bilang jangan lagi, karena mama kasihan dengan aku. Ketika aku
ngeberesin yang kerasukan, mahluk halus itu bisa ada lima lebih, dan
bahaya untuk aku. Aku selalu ingetin mamaku kalau aku bisa jaga diri.
Peneliti : Secara umum ya ka, apakah ada perbedaan komunikasi kakak dengan
sesama indigo dan bukan indigo?
Tiara : Jelas ada, dan pasti dalam segi keterbukaan tadi kalau kita ketemu
sesama indigo, yang dibicarakan adalah hal-hal yang menyangkut
ee..bisa aku bilang misi rahasia. Biasanya kaya tadi, kita mencoba
membaca masa depan, mencoba menerawang suatu kejadian, misalnya
kejadian kecelakaan, orang sakit. Itu kita lakukan karenakan kita
sesama indigo. Jadi kalau ngobrol hal itu cocok, nyambung. Tapi kalau
misalnya yang bukan buat apa, dia binggung. Ya aku netral, kalau lagi
sesama bahasannya nyerempet ke arah indigo, kalau yang bukan
sebatas biasa aja. Kecuali kalau keperluan konsultasi, dalam konteks
privasi. Aku baru gitu, jadi terbukalah sama dia, kalau dia minta baru
aku jelasin, kalau dia gak minta ya enggak. Kalau untuk pertemanan ya
aku lebih memilih ke sesama, karena batinnya lebih nyambung, kaya
aku ama dimas itu belum ketemu, tapi aku udah tau dia, udah kenal dia,
bahkan kadang aku mimpiin dia, itu aku menganggapnya dia sengaja
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
218
datang ke mimpi aku, dalam konteksnya aku berasa dia udah dekat
sama aku, dan dia juga gitu kaya misalkan diantara anak-anak lain,
yang dia kenal, ee..termasuk yang dia belum ketemu ya, tetapi yang
paling dia kenal itu ya aku, dan Kak Dani lah. Aku merasa kalau
dengan sesama itu kita kaya punya visi misi, punya arah dan tujuan,
punya hal yang ingin dicapai, kalau ama yang bukan ya fun-funnya aja,
kalau dengan sesama lebih ada manfaatnya sih. Kalau aku lebih seperti
itu.
Peneliti : Masyarakat itu sendiri juga suka minta tolong ke Kakak, dalam
konteks kemampuan kakak?
Tiara : Iya, banyak yang minta tolong, sebenarnya kadang cape, karena
banyak yang tengah malam masih konsul. Cuma selagi bermanfaat buat
orang lain, aku sih mencoba membantu.
Peneliti : Kata kakak tadi kan Dimas dan Rahma kenalnya juga baru beberapa
bulan berarti kakak udah percaya banget ya sama mereka sebagai
teman?
Tiara : Ya Dimas kan aku ketemunya di komunitas, ibaratnya kita punya
persamaan kemampuan, dan jadi kaya keiket sendiri. pasti bisa
ngerasain lah kalau begitu ada tarikan yang lebih kuat. Kalau rahma
kaya ada berbagai macam pertimbangan aku, makanya dia ikut aku,
makanya aku percaya sih. Aku orangnya kalau sudah memilih
berdasarkan berbagai macam pertimbangan.
Peneliti : Sekarang aku mau lebih membahas tentang teman kakak Rahma yang
bukan indigo ya ka, kenalnya sejak kapan sih ka?
Tiara : Kenalnya sih lebih tepatnya sebenarnya pas banget satu bulan yang
lalu, karena itungan dia ikut kerja sama aku ya pokoknya aku ingetnya
dia gajian tanggal 3 nanti, ya hampir satu bulan sih ini. Cuma udah
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
219
dekat aja, ya sejauh ini aku nyaman, yang aku liat kedepannya aku juga
nyaman.
Peneliti : Perkenalan dengan Rahma pertama kali bagaimana?
Tiara : Jadi waktu itu aku pasang iklan mencari asisten gitu, dan Rahma
ngehubungi aku. Pada awalnya rahma ngehubungi agak tengah malam,
entah via email atau sms, berkali-kali, mungkin karena aku gak respon.
Sampai aku bilang, tahu waktu gak sih, ee..nanya kerjaan boleh tapi
jangan mengganggu di waktu-waktu gak tepat, aku bilang kaya gitu,
waktu itu aku memang agak marah sih. Rahma itu bantu aku di kampus,
pada saat aku penelitian. Untuk membantu aku juga yang lagi skripsi,
misalnya aku udah kelar skripsi, dia yang mondar mandir kesana
kemari. Ya dia pokoknya ikut sama aku.
Peneliti : Menurut kakak kesan kakak terhadap Rahma gimana?
Tiara : Menurut aku sih orangnya baik, orangnya dia itu, ee..apa ya..prihatin,
dia sosok yang prihatin, aku bisa lihat dari dia sekolah, maksudnya dia
tetap mau cari tambahan apa segala macam, dari situ aku lihat dia sosok
yang prihatin. Kerja keras, karena kan gak banyak anak seumuran dia
yang abis sekolah langsung kerja, walaupun cuma ikut aku sebatas
ngedampingin aku, ngurusin kebutuhan aku selama di kampus, apalagi
aku lagi penelitian seperti itu. Dia orangnya baik sih, perhatian banget
sama aku, bahkan lebih perhatian daripada pacar sendiri. Kadang-
kadang “Ci udah makan belum? Jangan lupa makan ya”. Dia selalu
ngucapin untuk selamat beraktifitas, dan aku lihat dia tulus. Dia
perhatiannya aku ancungin jempol. Bukan dibuat-buat, atau karena satu
alasan. Kalau misalnya aku bilang Rahma gak usah datang dulu ya, aku
lagi ada kerjaan. Itu malahan dia yang minta-minta maaf, maaf ya kalau
kerjaan aku belum bagus, kalau aku ee..kerjaannya gak bagus tegor aja.
Anaknya juga lucu.
Peneliti : Kakak udah seberapa dekat dengan Rahma?
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
220
Tiara : Dia udah aku anggap adik sendiri sih ya, kaya yang tadi aku bilang,
awal segala sesuatunya kan teman, di situ aku ngerasa dia nyaman,
apalagi dia sekarang konteksnya sebagai asisten aku, ngedampingin aku
segala macam, jadi ya aku buat suasana senyaman mungkin, gimana dia
nyaman kerja sama aku apa segala macam. Dia udah aku anggep kaya
adik sendiri sih, udah kaya sahabat, pokoknya kalau aku udah nganggap
orang kaya sahabat itu aku anggep dia juga udah kaya keluarga.
Peneliti : Ada kesamaan gak sih antara kakak dan Rahma?
Tiara : Mm..apa ya..kesamaan kerja keras kali ya, ya aku lihat dia kerja keras,
aku lihat dia juga dengan sosok yang sama, jadi aku juga saling tau aja.
Lebih ke kesamaan sifat aja.
Peneliti : Seberapa sering sih ketemu Rahma?
Tiara : Hampir setiap hari pokoknya setiap aku di kampus. Tapi kalau aku
gak di kampus ya enggak, kalau aku suruh dia ke shelter itu kesian
terlalu jauh, jadi aku lihat batasnya dia aja sampai mana.
Peneliti : Komunikasi dengan Rahma biasanya lewat apa?
Tiara : Whatsapp, telepon.
Peneliti : Oh, suka teleponan?
Tiara : Iya dia kadang, kaya waktu itu kan kebetulan kakeknya baru habis
berpulang, dia nelepon aku. Untuk ngabarin hal yang urgent sih lebih
sering nelepon, cuma biasanya selalu whatsapp.
Peneliti : Pernah ada konflik gak ama Rahma?
Tiara : Belum ya.
Peneliti : Topik pembicaraannya biasanya seputar apa sih ka dengan Rahma?
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
221
Tiara : Biasanya seputar kerjaan, kaya aku minta Rahma, yang menyangkut
kebutuhan aku, basic pekerjaan dia. Mungkin yang melenceng itu kaya
dia ngenalin aku ke temannya, temannya yang lagi punya problem
keluarga atau percintaan. Itu banyak yang dikenalin Rahma sama aku.
Bahkan waktu itu pernah lucu, Rahma cerita sama aku temannya lagi
punya masalah segala macam, terus apa namanya..Rahma pamit ke aku
mau ngenalin temannya sama aku, aku iya ngijinin, akhirnya Rahma
sama temannya datang ke kampusku dua orang, rumahnya dari Bekasi,
dan benar-benar datang ke kampus aku. Terus ya udah, Rahma lumayan
jadi perantara juga, aku bilang aku membuka diri aku selagi aku
bermanfaat bagi orang lain. Ya kalau orang membutuhkan aku dalam
konteks apa yang penting dia niatnya baik tulus bukan untuk hal-hal
yang lain, ya aku akan niat bantunya. Tapi kalau misalkan niatnya dia
buruk atau apa segala macam aku enggak. Rahma juga suka cerita
keluarganya, percintaan juga, dianya sih yang terbuka banget sama aku.
Peneliti : Niat baik atau buruknya orang itu kakak bisa tau?
Tiara : Bisa, kebaca aja.
Peneliti : Kalau dari sisi kakak ke Rahma, topik pembicaraannya apa?
Tiara : Aku ke Rahma ya itu tadi kalau menyangkut kemampuan indigoku,
selagi dia gak tanya ya aku gak bakalan bahas. Kalau dia tanya ya oke
aku akan bahas. Tapi kalau dia gak tanya, oke aku gak akan membuka
obrolan yang mengarah kesana. Ya diluar itu biasa konteks kerjaan.
Aku gak cerita ke dia tentang keluarga, paling suka sharing aja sih,
sharing cari cowok, lebih ke bagi informasi aja sih. Memang lebih
banyak Rahma yang cerita ke aku.
Peneliti : Kakak sejak kapan kasih tau ke Rahma kalau kakak indigo?
Tiara : Dari dia ikut gabung, dia sebenarnya udah aneh sama aku, aneh dalam
arti, apa ya namanya..aku sebenarnya sih iseng aja, kaya misalkan, dia
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
222
nunjukin foto, “ci aku lagi deket neh sama ini.”. Aku sebenarnya
ngomongnya biasa aja sih sambil becanda aja, gak nunjukkin kalau
serius, aku bilang dia kan orangnya gini gini. Kata Rahma kok cici bisa
tahu dia begini begini. Kataku kenapa emangnya. Kata rahma, engga
kok bisa tahu gitu ibaratnya kerjanya apa, orang apa, sifatnya kaya
gimana, wataknya kaya gimana, isi pikirannya ke Rahma kaya gimana.
Itu dia merasa semua yang aku cerita cocok. Dari situ dia nanya-nyanya
kok bisa begitu sih, dan kejadiannya juga bukan sekali dua kali gitu.
Dari situ aku bilang kalau aku memang beda, karena namanya rahma
ikut aku pasti nanti akan ada kejadian-kejadian dan Rahma akan tau.
Lagian Rahma orang yang cukup dekat sama aku untuk kedepannya,
jadi aku berusaha membuka diri gapapa. Gak dari awal sih ya, udah
pertengahan. Menurut aku, indigo aku itu bukan suatu kerahasiaan, jadi
aku ceritakan ke Rahma.
Peneliti : Seberapa banyak sih yang kakak kasih tau ke Rahma terkait indigo
kakak? Apakah sudah sampai ke intinya atau hanya lapisan luarnya
saja?
Tiara : Sebenarnya sih cuma sebatas ee..lebih ke kalau dia nanya. Dia nanya
apa, jadi dia juga bisa narik kesimpulannya sendiri, kalau aku punya
kemampuannya apa-apa-apa. Jadi sebenarnya sih kalau soal dia lebih
nanya apa, aku jawab, aku respon lah. Sampai aku mensugesti
temannya, sampai hatinya benar-benar bisa plong gitu. Terus juga udah
gak kaya dulu lagi lah. Makanya Rahma juga bilang kan “Baru cici
yang bisa bikin temen aku kaya gini, aku aja yang udah sahabatan tiga
tahun ngomong gak pernah didengerin.”. Aku ketawa-ketawa aja disitu,
Rahma nanya-nanya memangnya diapain sih. Aku jawab gak diapa-
apain. Sampai temannya ngepost di twitter, “hidupku jadi terasa lebih
lega..” apa segala macam. Ya aku kasih sugesti aja sih ke dia. Ya itu
tadi sambil menyentuh perbatasan alam sadar dan bawah sadar. Aku itu
banyak banget ngurusin orang putus cinta, banyak banget yang datang
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
223
ke aku, bahkan bukan soal cinta doang, temannya mama ada yang
datang ke aku. Ya jadi mama gimana ya, karena tau anaknya kaya gini,
teman-temannya dekat disuruh datang aja ke aku. Akhirnya Whatsapp-
an ama aku, curhat suaminya, nanya saran segala macam. Ya ampun
udah gede-gede udah punya anak datang ke aku. Sampai ada temannya
kakaknya Rahma dia di Pontianak, sampai buru-buru pulang ke Jakarta,
karena dia baru dapat sugesti dari aku lewat BBM aja hatinya sudah
tergerak, bisa berubah pikiran 180 derajat, terus dia benar-benar ee..
“kak aku Juli pulang lho, nanti ketemu ya.”. aku jawab iya boleh, kalau
nanti waktunya sama-sama cocok udah ketemu aja.
Peneliti : Alasan kakak membuka diri soal indigo ke Rahma kenapa kak? Selain
alasan yang tadi, ada lagi tidak?
Tiara : Ya karena Rahma bakalan sama aku terus dan dalam waktu dekat juga
aku bisa ada meet and greet sama komunitas itu lagi, itu pasti kalau di
sela-sela Rahma lagi ikut aku, aku pasti akan ajak, Rahma harus tau dan
selagi itu bermanfaat aku gak masalah.
Peneliti : Kalau begitu, alasan kakak gak cerita ke Rahma soal keluarga segala
macam kenapa? Kenapa hanya bercerita sebatas yang Rahma tanya?
Tiara : Kalau untuk keluarga sih sebenarnya dalam konteks apa dulu, karena
kan sebenarnya gak ada yang perlu diceritain. Kalau ada masalah entah
di keluarga atau dimana aku lebih suka meditasi berdiam diri,
ketimbang datang ke orang lain. Karena aku mikir, orang lain aja
datang ke aku, aku mau cerita untuk apa. Cuma untuk ngebuka aib
doang? Kan enggak, makanya aku lebih memilih merenungkan,
berdiam diri.
Peneliti : Lalu respon Rahma waktu tau kakak indigo bagaimana pertama kali?
Tiara : Gak nyangka sih bisa ketemu aku dia bilang, karena pertamanya
ketemunya lucu, seperti yang tadi aku bilang. Dari kejadian awal yang
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
224
aku agak marah itu, disitu jadi bahan cerita gitu, pas udah mulai ikut
kerja sama aku, “iya aku pernah dimarahin ama cici waktu pertama
ngelamar.”. Ya di situ ibaratnya aku gak liat siapa orangnya, itu kalau
misalkan mau nanya oke, cuma liat waktu. Disitu aku agak marah, dan
dia gak nyangka bisa ketemu aku. Lumayan banyak membawa
perubahan juga buat dia, dia juga disitu banyak konsul hal-hal
pribadinya dia lah.
Peneliti : Hal positif dalam pertemanan dengan Rahma apa?
Tiara : Baik sih, aku jadi lebih, kan karena perbedaan usia aku ama Rahma
agak jauh, jadi lebih dapat gambaran mengenal orang dengan perbedaan
yang lebih jauh, kan kita kebanyakan lebih temanan dengan orang yang
seusia kita ya. Dengan kenal sama Rahma aku juga jadi tau orang-orang
yang seumuran sama Rahma, jadi lebih nambah keluasan pergaulan
aku, gak hanya dengan yang sebaya juga dengan yang lebih muda.
Peneliti : Ada hal negatif gak dalam pertemanan dengan Rahma ?
Tiara : Semuanya namanya sesuatu kaya kutub ya, ada positif ada negatif,
jadi pasti ada, cuma ee..gimana kita nanggepinnya aja, tapi sejauh ini
sih belum ada masalah, cuma mungkin bakalan ada dan bagaimana kita
ngeresponnya aja sih.
Peneliti : Alasan Kakak membawa Dimas dan Rahma untuk dibahas di
penelitian ini kenapa? Melihat waktu perkenalan kakak dengan Rahma
baru terhitung sebentar?
Tiara : Sebenarnya banyak sih temanku, kalau yang sesama tadinya aku mau
bawa yang namanya Dirga, cuma melihat waktu, tempat akhirnya aku
membawa Dimas dan Rahma. Teman aku kebanyakan cowok
sebenarnya.
Peneliti : Harapan hubungan Kakak dengan Rahma kedepannya?
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
225
Tiara : Ya..supaya bisa sama-sama saling nyaman, saling memberikan
manfaat, aku inginnya seperti itu. Karena kan intinya Rahma bekerja
dengan aku bukan hanya Rahma butuh aku, tapi aku juga butuh Rahma.
Jadi sama-sama saling memberikan arti lah, aku anggap Rahma bukan
sebagai asisten tapi sebagai teman, ya mudah-mudahan sih kedepannya
bisa jadi makin baik saja.
Peneliti : Oke sekarang lanjut aja ya kak ke Dimas, Kakak sejak kapan kenal
dengan Dimas?
Tiara : Ya itu tadi, sejak dua bulan yang lalu. Semejak aku gabung dengan
komunitas. Karenakan sebenarnya sulit juga gabung dengan komunitas
kaya gitu. Kaya sebenarnya di twitter banyak kan komunitas indigo
seperti itu, cuma aku gak ada ketertarikan batin untuk kesana. Jadi lebih
ngerasa cocok dengan Kak Dani dan group.
Peneliti : Perkenalan pertama kali dengan Dimas bagaimana kak?
Tiara : Di group sih, pertama kali aku dimasukin ke group itu saling sapa
saling ngobrol. Biasanya di group indigo gathering itu kita biasanya
ngobrol, di ceng-cengin segala macam, sampai akhirnya aku di join ke
group yang saringan, yang keluarga indigo indonesia. Sempat aku
ngalamin yang namanya proses seleksi sama Kak Dani, sempat kirim-
kiriman voice note juga, sampai Kak Dani nyatain aku masuk ke group
yang itu. ya disitu yang paling aktif ngerespon ya aku, Dimas, Kak
Dani. Ya mungkin faktor umur produktif juga ya, karena di group
indigo itu ada anak kecil, ada nenek-nenek, lagipula mungkin itu usia-
usia yang memang suka main gadget segala macam.
Peneliti : Kesan pertama tentang Dimas?
Tiara : Dia itu orangnya asik, menyenangkan, dan aku merasa dia memang
sejenis, jadi aku udah ada feel nyaman sama dia, faktor kesamaan juga.
Bahkan kemarin pada saat dia gak datang gathering yang kemarin itu
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
226
aku sempat ngambek ke dia, aku bilang “loe kenapa gak dateng
kemarin itu? Padahal kita udah ketempat loe di Bekasi?”. Dimasnya
bilang “Iya kak, gak bisa kak, maaf kak.” ya gitu gitu gitu deh.
ngerasain feelnya tuh udah dapat
Peneliti : Menurut kakak, kakak sudah seberapa dekat dengan Dimas?
Tiara : Seberapa dekat sih untuk komunikasi jarak jauh sih lumayan, intens
banget enggak mengingat kesibukan masing-masing, dia lagi ujian
segala macam, aku yang kerja segala macam.
Peneliti : Biasa komunikasi kakak komunikasi dengan Dimas lewat?
Tiara : Lewat Whatsapp.
Peneliti : Sudah ada konflik belum dengan Dimas?
Tiara : Belum.
Peneliti : Topik pembicaraan dengan Dimas seputar apa?
Tiara : Topik pembicaraan biasanya seputar yang di group, seputar indigo.
Paling komunikasi biasa, pertemanan biasa. Aktif di BBM di Whatsapp.
Kaya kemarin dia ujian, aku berusaha support dia apa segala macam.
Peneliti : Kakak cerita tentang keluarga, teman ke Dimas?
Tiara : Enggak, aku sama Dimas memang tidak membahas konteks keluarga,
lebih fokus ke pertemanan indigo. Kaya waktu itu, waktu gathering
kemarin, kan Dimas gak ikut. Dimas hubungin aku, nanya ngomongin
apa aja waktu kemarin kumpul, ngomongin masa depan gak? Pokoknya
dia yang ngebahas karena dia kan gak ikut kemarin itu. lalu aku
balesnya tuh, gak terlalu concern kesana Dim, karena kita kan datang
kesitu kebetulan ada yang bukan indigo, ada dua mahasiswi yang
sedang buat skripsi, aku nerangin kamu pada saat itu. Jadi gak terlalu
fokus yang benar-benar buat misi kita. Dia itu penasaran membahas
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
227
tentang apa. Jadi keterbukaan dirinya sebatas indigo, karena ada
kesamaan diantara aku ama Dimas.
Peneliti : Hal positif dalam pertemanan dengan Dimas?
Tiara : Menambah pertemanan yang sesama anak indigo sih ya, jadi kan lebih
banyak informasi juga yang aku dapat, dari dimas dan nyambung
silahturahmi juga. Teman ngobrol membahas indigo juga, karena
nyambung sama dia.
Peneliti : Hal negatif dalam pertemanan dengan Dimas?
Tiara : Belum ada sih ya. Jadi kan kita memang berusaha menciptakan
situasinya yang positif.
Peneliti : Harapan kedepannya untuk pertemanan dengan Dimas?
Tiara : Sebisa mungkin saling memberikan manfaat, apalagi sesama gitu
punya misi yang nantinya bermanfaat besar untuk lingkungan yang
lebih luas. Nantinya pun kalau akan bekerja sama dengan pihak-pihak
lain, tapi bukan untuk kepentingan pribadi orang lain, melainkan
bermanfaat untuk masyarakat luas.
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
228
TRANSKRIP WAWANCARA
INFORMAN 1 – TEMAN SESAMA INDIGO TIARA
Sumber : Dimas Ahmad Rianto
Tanggal : 30 April 2014
Waktu : 09.35-10.45 WIB
Tempat : Bekasi Cyber Square, Bekasi Barat. McDonalds.
Pakaian : Kaos coklat, celana jeans selutut, dan sepatu.
Situasi : Peneliti melakukan wawancara setelah Dimas makan pagi.
Situasi di McDonals tersebut cukup ramai. Dimas terlihat
ramah sejak awal pertemuan dengan peneliti.
Peneliti : Selamat siang Dimas, kamu bisa perkenalkan diri kamu? Nama
lengkap, usia, tanggal lahir, tempat lahir, dan tempat tinggal sekarang.
Dimas : Iya, nama saya Dimas Ahmad Rianto. Umur 18 tahun lebih 4 bulan
(tertawa). Tanggal lahir 18 Januari 1996 lahir di Rumah Sakit Pondok
Indah Jakarta (tertawa). Tempat tinggal sekarang di perumahan Galaxy.
Peneliti : Lalu, kamu jurusan IPS kan? Sekolahnya dimana?
Dimas : Di SMA Sudirman, kelas 3 SMA.
Peneliti : Wah kamu udah nentuin masuk kuliah ke mana?
Dimas : Maunya sih Universitas Indonesia kak, tapi masih binggung jurusan
komunikasi atau musik.
Peneliti : Agama islam? Suku kamu?
Dimas : Iya kak, Jawa, papi mamiku juga Jawa.
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
229
Peneliti : Hobi kamu?
Dimas : Hobinya main musik, drum.
Peneliti : Belajar sendiri atau les drumnya?
Dimas : Belajar sendiri, awalnya aku disaranin untuk les, tapi aku les cuma
sebentaran doang, males, lebih enak ngembangin diri sendiri. Aku
punya Band dari SD 5 band, kalau dari SMP ada 3 band, SMA ada 2
band. Aku bisa main semua alat musiknya.
Peneliti : Menurut kamu pertemanan itu apa?
Dimas : Pertemanan itu adalah sebuah hubungan yang, sebuah hubungan
dimana ada hubungan antara dua individu yang saling membutuhkan
dalam keadaan susah atau pun senang.
Peneliti : Lalu, sejak kapan kamu kenal dengan Kak Tiara?
Dimas : Sejak belum ada dua bulan, tiga bulan.
Peneliti : Wah belum terlalu lama ya, lalu ketemunya bagaimana?
Dimas : Belum pernah ketemu. Kenalnya dari komunitas Keluarga Indigo itu.
Peneliti : Kamu ikut komunitas itu sejak kapan?
Dimas : Sejak kelas 1 SMA, sekitar tahun 2012.
Peneliti : Acara Trans TV kamu ikutan?
Dimas : Enggak, sempat diajakin, waktu itu ada acara di Metro TV. Tapi aku
enggak bisa hadir.
Peneliti : Perkenalan kamu dengan Kak Tiara kan bisa dibilang baru sebentar
banget neh, tapi sebagai temen kamu udah merasa dekat belom dengan
Kak Tiara?
Dimas : Udah berasa dekat (mengangguk).
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
230
Peneliti : Kamu sering ngobrol dengan Kak Tiara?
Dimas : Jarang sih, tapi sekalinya ngobrol kaya kakak adik deh.
Peneliti : Perkenalan kamu pertama kali dengan Kak Tiara seperti apa?
Dimas : Kan komunitas Keluarga Indigo ada di group whatsapp gitu, waktu itu
Kak Dani (Hamdani, pelopor komunitas Keluarga Indigo) buat group
baru untuk komunitas Keluarga indigo. Nah disitu jadi saling nyaut-
nyaut. Pertama-tama saling nyapa, halo dimas, halo Kak Tiara, seperti
itu sih. Sehabis itu berlanjut jadi ngobrol-ngobrol deh.
Peneliti : Selama pertemanan kamu, kesan kamu ke Kak Tiara seperti apa?
Dimas : Kak tiara orangnya baik, kaya penuh, kaya punya rasa keibuan,
ibaratnya jadi seperti kakak buat aku kalau aku salah dinasihatin kaya
gitu.
Peneliti : Seberapa dekat sih kamu dengan Kak Tiara?
Dimas : Dibilang dekat sih gak seberapa dekat, tapi secara komunikasi enak,
jadi sekali ngobrol bisa lama. Kak Tiara itu keibuan, kata-katanya enak
untuk didengar kalau nasihatin. Bisa dibilang itu kelebihan Kak Tiara.
Peneliti : Aku mau tau, seberapa sering sih kamu ngobrolnya sama Kak Tiara?
Dimas : Jarang kak, gak bisa dihitung berapa kalinya, tapi sekalinya ngobrol
memang lama banget sih.
Peneliti : Selama 2 bulan kamu temanan sudah ada konflik belum?
Dimas : Belum.
Peneliti : Biasanya berhubungan via apa?
Dimas : BBM dan twitter.
Peneliti : Biasanya topik pembicaraan kamu sama Kak Tiara seputar apa?
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
231
Dimas : Ya tentang mayoritas sih kalau ada pertemuan kita-kita neh, indigo-
indigo, gini gitu, nah kamu bisa kapan, tempatnya, gitu-gitu deh.
Peneliti : Kalau secara topik personal, ada tidak yang kamu ceritakan ke Kak
Tiara?
Dimas : Pasti ada dong, tapi bahasannya seputar temanku dan memang agak
personal, aku juga cerita masalah aku.
Peneliti : Cerita kamu ini hanya bagian luarnya saja atau sudah sampai masuk
ke bagian dalam?
Dimas : Hanya bagian luar sih, belum terlalu intinya.
Peneliti : Kak Tiara juga cerita apa gak ke kamu? Atau banyakan kamu yang
cerita?
Dimas : Mm..lebih banyak aku yang cerita sih, Kak Tiara lebih banyak
mendengarkan atau menasihatkan aku sih. Biasanya ceritanya seputaran
indigo kalau Kak Tiara, seputaran yang ada di group saja. Aku sama
Kak Tiara belum pernah ketemu, jadi memang belum terlalu mengenal
satu sama lain.
Peneliti : Kan kamu baru dua bulan neh kenal sama Kak Tiara, lalu kenapa
kamu bisa cerita ke Kak Tiara soal masalah kamu seperti yang tadi
kamu bilang?
Dimas : Kalau aku sih, biasanya kalau orangnya enak diajak ngobrol aku bisa
cerita gitu. Aku juga percaya untuk cerita ke Kak Tiara gitu.
Peneliti : Oke, kamu sejak kapan tau kamu indigo?
Dimas : Aku dari aku (berpikir) TK.
Peneliti : Pertama kali itu kenapa kamu bisa tau kamu indigo?
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
232
Dimas : Waktu itu, lagi berkunjung eh ziarah ke makam Eyang aku liat
banyak, kok ada ini ada ini ini ini. Kata mamaku “kamu apaan sih nak,
jangan nakut-nakutin,” gitu. Kataku “Enggak beneran mak, aku liat ini
palanya gak ada, ini gak ada, itu gak ada.”. Terus kata saudaraku yang
bisa lihat “Emang beneran tante, aku juga lihat. Yang Dimas omongin
memang ada semua disitu.”. Terus abis itu langsung nyadar gitu, kalau
anakku bisa gitu.
Peneliti : Memang dari keluarga sudah ada turunan ya?
Dimas : Memang dikeluargaku mayoritas bisa sih, banyak yang bisa.
Peneliti : Coba bisa diceritain gak siapa aja yang dari keluarga kamu memang
bisa?
Dimas : Adik, ibu, sepupu, bude, tante, anaknya tante, banyak banget deh
pokoknya, kakek juga, buyut juga.
Peneliti : Kamu pernah tes gak ke ahli atau psikolog terkait indigo kamu?
Dimas : Ke ahli sih pernah, tapi ke psikolog belum.
Peneliti : Tes apa waktu ke ahli? Dan kapan?
Dimas : Waktu itu sih memang dites kemampuan dasar indigo doang,
ngerasain, ngelihat, dan ternyata memang dikualifikasi sebagai indigo.
Tesnya waktu kelas 3 SD.
Peneliti : Kemampuan indigo kamu apa saja ya?
Dimas : Bisa mendeteksi, telepati, kejadian berlangsung di tempat lain tapi
kadang-kadang doang, memprediksi sesuatu, menggunakan roh orang,
bisa mengetahui masa lalu orang lain bisa, sugesti, dan komunikasi
dengan Tuhan. Aku juga bisa ngelihat masa depan walaupun sedikit
lah, terus bisa tau sifat orang.
Peneliti : Cara kamu taunya seperti apa sih memang?
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
233
Dimas : Aduh, itu gimana ya (tertawa), kalau aku sih dengan gimana ya..aku
gak bisa dengan sekali lihat langsung tahu. Jadi aku musti lihat fotonya
dulu nanti kalau misalkan aku sudah tenang nanti baru kebayang
sifatnya seperti apa. Aku belum seperti Kak Hamdani gitu-gitu sih.
Peneliti : Oh kamu kenal dengan Kak Hamdani? Sering ketemu dengan Kak
Hamdani?
Dimas : Sering kalau Kak Dani mah, pertama kali kenal malahan dia. Aku
suka dadakan jalan sama Kak Dani. “Dim dimana? Main yuk.” Nah
abis itu kita main deh. Justru aku jarang banget ketemuan sama
komunitas Keluarga Indigo, suka berhalangan hadir. Tapi kalau sama
Kak Dani sering.
Peneliti : Lalu soal komunikasi dengan Tuhan? Seperti apa bisa dijelaskan?
Dimas : Lebih pakai hati sih, kalau sholat kaga nyambung, nah justru itu yang
aku agak binggung. Awalnya aku gak tau apa-apa tiba-tiba di hati ada
yang ngomong, “Aku Tuhanmu, kembalilah kepadaKu, jangan
bergantung kepada yang lain.”. Aku binggung, kok Tuhan bisa
ngomong lewat hati. Ya aku namanya masih bocah, tantangin balik lah.
“Maaf, memang benaran Tuhan, kalau boleh itu aku minta bukti, tolong
minta petir disitu.”. Tiba-tiba ada petir disitu. Akhirnya aku jadi gak
main-main lagi, percaya aja deh.
Peneliti : Pandanganmu tentang indigo seperti apa?
Dimas : Menurut aku indigo itu adalah suatu kelebihan yang diberikan oleh
Yang Mahakuasa, bukan untuk ditakutin atau bukan untuk dihilangin,
tetapi justru harus disyukurin. Karena belum tentu semua orang bisa
punya itu, karena itu adalah sebuah gift dari Yang Mahakuasa menurut
aku.
Peneliti : Menurut kamu hal positif dalam pertemanan kamu dengan Kak Tiara
selama ini apa?
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
234
Dimas : Hal positifnya banyak sih, salah satunya bisa nambah kerabat dan
nambah temen cerita.
Peneliti : Hal negatif pertemanan kamu dengan Kak Tiara?
Dimas : Belum ada, belum ada konflik (tertawa). Pasti yang mau dibahas itu ya
ka (tertawa)?
Peneliti : Tapi lucu juga lho, Kak Tiara bisa pilih kamu untuk penelitian ini,
berarti dia percaya ama kamu (tertawa).
Dimas : Mungkin, hubungan sibling gitu Kak (Tertawa).
Peneliti : Lalu harapan kedepannya hubungan kamu dengan Kak Tiara?
Dimas : Ya bisa lebih baik, gak ada negatifnya, kalau bisa saling membantu
walaupun dalam senang susah sedih, saling menasihatin, saling
membutuhkan lah ibaratnya.
Peneliti : Waktu itu aku pernah nonton tayangan Metro TV Sudut Pandang,
yang ada Kak Daninya. Disitu Kak Dani bilang, kalau bersama
komunitas merasa lebih nyaman, menurut kamu gimana?
Dimas : Iya, sama, bener. Emang bener kak, kompak lah Kak ibaratnya.
Peneliti : Kompaknya seperti apa bisa kamu ceritain gak?
Dimas : Waktu itu pernah ada kejadian kak, karena aku jarang ikut gathering
sama komunitas aku jadi paling inget kejadian itu. Jadi waktu itu ada
orang, ada tetanggaku dateng, memang tetanggaku dulu itu sering
serang-serangan ama keluargaku, ibaratnya dia iri lah ama keluargaku.
Nah aku bilang ama Kak Dani, “Kak, kayanya aku kenal orang itu deh
Kak”. “Emang siapa Dim?”. “Oh, iya, tetanggaku tuh Kak yang katanya
ibuku suka isengin keluargaku baik secara gaib maupun engga gitu.”.
Terus kata Kak Dani “Udah tenang aja Dim, gak bakalan nyerang”.
Terus yang lain nyaut “Udah tenang aja dim, orang itu gak bakalan
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
235
macam-macam.”. Jadi ibaratnya kita semua ngelindungin kok. Ya udah
gak apa-apa deh. Jadi kaya terkoneksi gitu, satu tau semua tau, padahal
cuma ngomong sekali doang. Nah ini dia neh, baru namanya komunitas,
solid gitu ibaratnya.
Peneliti : Kamu sendiri merasa lebih nyaman dengan di komunitasmu atau di
teman-teman biasamu?
Dimas : Sama sih sama-sama nyaman, tapi kalau disuruh pilih, agak binggung
sebenarnya, karena semuanya sahabat. Tapi jujur kalau jarak
kelebihannya sedikit, aku lebih memilih teman-teman bukan indigoku.
Peneliti : Oh begitu. Lalu teman-teman indigomu tahu tidak kalau kamu itu
indigo?
Dimas : Tahu.
Peneliti : Lalu respon temanmu?
Dimas : Malah bagus, teman-teman aku kalau ada apa-apa, kalau ada masalah
malahan cerita ke aku, kalau ada ngerasa “Hei, gua ada masalah neh,
tolong bantuin dong.”, kaya begitu.
Peneliti : Biasanya kamu membantu dengan cara seperti apa?
Dimas : Dengan caraku, cara indigo (tertawa). Misalnya waktu itu ada kerja
kelompok sama temanku. Nah ibu temanku marah-marah, “Kamu
pulang malam-malam, bilang kerja kelompok.”, intinya kaya dicurigain
begitu deh. Temen aku bilang sama aku, “Mas, ini mamaku kok seperti
ini sih, tolong dong bantu aku supaya mamaku gak marah-marah, aku
gak bisa mikir kalau mamaku marah-marah.”. “Ya udah tenang aja,
kamu pulang aja 15 menit lagi, nanti ibumu juga adem kok.”. Eh dia
balik, “Kok bisa kamu Mas?”. Ya udah lah. Ini sering terjadi kok. Jadi,
dia bilang ke aku kalau begini begini begini, nah aku kaya bilangin
ibunya, ibaratnya mensugesti pikiran ibunya, “sabar, anakmu tidak
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
236
seperti yang kamu pikirin kok, anakmu gak kenapa-kenapa.”. Selain itu
juga paling banyak teman itu nanya “Eh, gua sama cewek ini cocok apa
gak”, aku udah kontak jodoh aja. Nah aku akan jawab apa adanya “Yah,
sekarang sih gak apa-apa, tapi hati-hati nanti kalau sudah kuliah, dia
bakalan punya cowok lagi.”.
Peneliti : Itu ditanyain dari teman yang gak dekat sampai yang dekat?
Dimas : Iya, satu sekolah bisa nanya.
Peneliti : Memang satu sekolah tahu kalau kamu indigo?
Dimas : Satu sekolah tahu.
Peneliti : Ada perlakuan aneh gak yang kamu terima dari teman kamu karena
tahu kamu indigo?
Dimas : Yah, ada lah yang memperlakukan aku aneh, tapi diwajarin lah,
disekolahku memang suka ada kejadian aneh. Kalau kesurupan Cuma
aku dan guruku yang bisa saja yang nanganin. Selain itu temanku juga
suka bilang aku sobat orang tua, lagaku dibilang sobat philosophy.
Padahal aku kalau serius nasihatin memang seperti itu.
Peneliti : Perlakuan yang kamu terima itu seperti apa?
Dimas : “Ih apaan sih nih orang aneh, musrik lah.” Ya aku mah cukup tau aja,
mereka ngomongin dibelakang aku seperti itu. Aku lagi lewat mereka
bisik-bisik seperti itu. Udah biasa aja, lagi kalau memang punya seperti
itu ada pro kontranya pasti. Tapi giliran sudah dibuktiin, “Lah iya,
bener ya, gua salah dong ngatain dia seperti itu”, pasti ada yang kaya
gitu, ada juga yang minta maaf. “Maaf ya, gua kaya gitu.”. ya aku
jawab “Ya udah gak apa-apa.”
Peneliti : Kamu buktiinnya kaya apa?
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
237
Dimas : Contoh, waktu itu ada yang songong atau apa dia cerita ke aku, “eh,
keluarga gua gini-gini, gua musti gimana.”. Dia mau ngetes aku kasih
solusinya kaya gimana. Tapi dia bohong, orang bohong ngapain dikasih
solusinya coba. Akhirnya dia minta maaf.
Peneliti : Ada cerita lagi gak sih terkait indigo kamu yang pernah kamu alamin?
Dimas : Banyak sih, ya udah salah satunya deh, dulu pas aku kelas berapa
ya..kelas dua atau kelas empat gitu. Memang sih pada saat itu rumahku
lagi dikerjain orang. Pas itu aku tiba-tiba nangis, ibuku lagi ngupas
buah lagi makan gitu, adikku lagi main boneka-bonekaan. Aku lagi
duduk aja liatin sekitar. Tiba-tiba aku nangis, ya itu masih kecil,
wajarlah aku nangis. Nah pas itu aku nangis gitu, “Mama, adek ikut aku
dong, ikut aku, aku gak mau mama sama adek kenapa-kenapa.”.
Mamaku bilang “Kenapa sih Mas memangnya?”. Aku bilang “Udah lah
ikut aku aja.”. Ibaratnya udah running out of time aku langsung lari
gitu, soalnya mama sama adik udah gak mau diituin. Nah gak lama
kemudian mama langsung ngambil adik, gak lama atap rumah roboh.
Pas ditempat mama duduk tapi ada kayu tajam jatoh, dan pas ditempat
adik ada paku-paku tajam gitu jatuh, jadi ibaratnya kaya ada yang mau
celakain keluargaku lah. Udahnya mamaku ngomong “Mas, untung
kamu ngomong, kalau gak kita udah kenapa-kenapa.”. Nah memang sih
karena waktu itu sedikit terlambat, mamaku kena pecahan kayu, dan
adikku kepalanya berdarah sedikit kena serpihan kayu. Makanya seram
deh kalau orang gak mengerti tapi main-main itu.
Peneliti : Respon Ayah Ibu kamu soal indigo kamu gimana?
Dimas : Nah itu dia tuh, itu dia intinya, kalau orang indigo itu intinya. Kalau
ibu karena sama juga, jadi menyambut baik. Tapi kalau ayah karena
maaf bukan sara maksudnya, tapi Islam fanatik, sangat membenci gitu-
gitu, jadi ayahku ngebacain ayat ke ibu, ke aku, dan ke adikku. Tapi gak
pernah bisa, malahan ayah jatuh sakit. Tapi menurut aku, karena itu dari
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
238
lahir dan Tuhan kasih gift itu mau siapapun gak akan bisa ada yang
ngambil, karena memang sudah jalannya bisa ya bisa, memang
kodratnya aqua ini jadi aqua ya dia akan jadi aqua, mau digimanain
juga akan tetap jadi aqua.
Peneliti : Ada kesamaan gak sih antara kamu dan Kak Tiara?
Dimas : Sama-sama tenang sih yang aku ambil, ibaratnya kalau mengambil
keputusan gak gegabah sih.
Peneliti : Ada rahasia atau sesuatu yang bersifat personal banget gak yang kamu
ceritain ke Kak Tiara?
Dimas : Gak ada sih, kalau rahasia aku mayoritas gak suka ceritain ke orang-
orang sih, ke teman biasa juga gak ada yang aku ceritain. Ibaratnya
rahasia itu kan secret, ibaratnya memang untuk diriku dan Tuhan saja
yang tahu. Ibaratnya rahasia kan ada level satu, level dua, level tiga.
Level dua dan tiga boleh lah diceritain, tetapi level satu jangan. Level
satu aku itu gak bisa diceritain ke siapapun, bahkan ke Kak Tiara
sekalipun, karena pasti akan nyebar, secara gak sengaja orang bisa aja
keceplosan.
Peneliti : Masalah keluarga? Teman? Diceritakan ke Kak Tiara?
Dimas : Enggak sih, aku lebih membahas masalah sekolah doang ke Kak
Tiara.
Peneliti : Kamu merasa ada perbedaan gak komunikasi antara temen kamu yang
sesama indigo dan teman kamu yang bukan indigo?
Dimas : Ada sih perbedaan, kalau temanku yang biasa lebih sering main. Kalau
yang indigo, fun dapat, indigonya dapat, solidnya dapat, gak tau kenapa
memang aku merasa dapatnya lebih banyak, tapi entah kenapa kalau
untuk funnya lebih dapat dari temanku yang biasa, mungkin aku masih
kurang terlalu dekat dengan komunitas itu, kurang ketemu juga.
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
239
Peneliti : Kan setelah aku lihat neh, kamu tidak terlalu melakukan keterbukaan
diri dengan teman kamu, menurut kamu, aspek keterbukaan diri itu
penting tidak?
Dimas : Penting sih, jadi bisa aspek penilaianku tentang dia itu bagaimana.
Peneliti : Sekian wawancara pada kesempatan kali ini. Terimakasih ya atas
waktunya Dimas.
Dimas : Sama-sama.
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
240
TRANSKRIP WAWANCARA
INFORMAN 2 – TEMAN BUKAN INDIGO TIARA
Sumber : Rahma Sunarsih Tri Walidah
Tanggal : 30 April 2014
Waktu : 16.00-16.21 WIB
Tempat : Tamini Square, Jakarta Timur. Dunkin Donut’s
Pakaian : Seragam pramuka dan jaket coklat
Situasi : Rahma diperkenalkan dengan peneliti setelah peneliti selesai
melakukan wawancara dengan Tiara yang kedua kalinya.
Rahma datang sepulang dari sekolahnya. Selama melakukan
wawancara dengan Rahma, peneliti tidak berada dalam posisi
yang berdekatan dengan Tiara. Peneliti pindah tempat ke
ruangan lain yang ada di Dunkin Donut’s Tamini Square.
Peneliti : Selamat siang Rahma, untuk memulai wawancara ini Rahma bisa
menyebutkan nama lengkap rahma?
Rahma : Bisa Kak, namaku panjang Kak, hahaha.
Peneliti : Oh, silahkan ditulis aja kalau begitu.
Rahma : Namaku Rahma Sunarsih Tri Walidah (sambil menulis dan mengeja
namanya).
Peneliti : Oke, mungkin bisa ceritain latar belakang kamu sedikit ya Rahma,
mulai dari usia, tanggal lahir, tempat lahir, tempat tinggal sekarang.
Rahma : Usiaku sekarang ee..18 tahun, tanggal lahirku ee..11 Maret 1996.
Peneliti : Lalu tempat lahir dan tempat tinggal sekarang?
Rahma : Jakarta dan Jakarta (tertawa).
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
241
Peneliti : Sekarang kamu SMK ya? Ambil jurusan apa?
Rahma : Iya kak, di SMKN 10 Jakarta, kelas 2 SMK Akuntansi.
Peneliti : Agama Islam ya? Dan suku kamu?
Rahma : Jawa Sunda. Ayah Jawa, Ibu Sunda.
Peneliti : Oke. Menurut kamu pertemanan itu apa?
Rahma : Kalau menurut aku, pertemanan itu kaya ee..apa ya..Kita tuh kaya
ikatan saudara gitu, walaupun bukan sedarah gitu tapi..ee..apa ya..Kita
tuh jadi kaya apa ya..berteman jadi saudara aja.
Peneliti : Menurut kamu, keterbukaan diri antar teman itu penting tidak?
Rahma : Keterbukaan diri sangat penting karena kalau kita saling terbuka akan
menyelesaikan masalah yang ada di diri kita, minimal mendapat
solusinya.
Peneliti : Lalu sejak kapan kamu mulai berteman dengan Kak Tiara?
Rahma : Sejak bulan April kemarin. Tanggalnya lupa (tertawa).
Peneliti : (Tertawa) gak apa-apa kok. Terus perkenalan pertama kali karena apa?
Rahma : Ee..gak sengaja itu kan lagi iseng, nyari-nyari kerjaan kan di internet,
terus ada lowongan kerja di petshop, kebetulan sama Kak Tiara. Ya udah
aku coba, eh ternyata yang di petshop itu udah tutup, ada buat asisten
pribadi aja, ya udah aku ambil, dari situ deh.
Peneliti : Bagaimana kesan kamu mengenai Kak Tiara?
Rahma : Asik banget orangnya, pertama kali ee..keliatannya memang apa
ya..nyeremin gitu ya, dari tampilannya segala macam gitu, nyeremin.
Cuma, pas tau, apa ya..pas kita kenalan langsung berasa kaya akrab
banget, langsung kaya gimana ya..kaya udah temenan lama, kaya udah
kenal lama aja, padahal itu baru pertama kali ketemu. Ya komunikasinya
itu, sebelum pertama kali ketemu juga Cuma lewat BBM, lewat
Whatsapp.
Peneliti : Menurut kamu, seberapa dekat sih kamu dengan Kak Tiara?
Rahma : Kalau dinilai seberapa dekat sih, gak terlalu dekat, cuma ya..sedikit tau.
Tapi nyaman banget sama dia.
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
242
Peneliti : Oh iya, sebelumnya aku lupa mau tanya ini, kamu hobinya apa?
Rahma : Hobby aku musik, main gitar, dengerin musik tapi kebanyakan pop sih
ama metal.
Peneliti : Kelebihan apa sih yang membuat kamu cocok dengan Kak Tiara?
Rahma : Kalau buat aku, Kak Tiara itu bisa nempatin dirinya dan bisa buat aku
nyaman sama dia. Udah begitu orangnya itu gak begini begitu, nyantai
orangnya, jadinya kita yang mm..tadinya kaku sama dia, binggung harus
ngapain, eh terus ketemu dia jadi oh iya enak banget. Ya itu kaya apa sih,
jadi dia bisa nempatin dirinya itu, seperti kaya apa ya mm..kaya aku
temen lamanya dia gitu. Jadi ya nyambung.
Peneliti : Kalian biasanya komunikasi lewat apa?
Rahma : Lewat Whatsapp, BBM, kadang twitter.
Peneliti : Sering ketemu sama Kak Tiara?
Rahma : Ee..Enggak sih, eh..gak terlalu sih. Gak sering ketemu, jarang, tapi ya
itu, sekalinya ketemu lama, rasanya itu kaya ah..nanti dulu deh, entar
dulu. Maksudnya nanti aja pulangnya. Kalau curhat sama Kak Tiara itu
enak (nada berbicara meninggi, terlihat bersemangat), aku sering sharing
masalah temenku, pacar, segala macam, dia itu bisa kasih solusi dan apa
ya..maksudnya bisa, ini lho dia orangnya kaya gini-gini, jadi bisa..apa
ya..aku itu dikasih tau misalnya orang yang aku suka, atau temenku,
orangnya kaya gimana, terus aku harus nempatin diri aku kaya gimana
gitu.
Peneliti : Selama pertemanan kamu ini ada konflik ga sih?
Rahma : Engga (berhenti sebentar lalu melanjutkan) dan sepertinya jangan
sampai ada.
Peneliti : Lalu, topik pembicaraan kalian biasanya seputar apa?
Rahma : Kadang seputar pekerjaan, kadang juga ee..biasanya aku suka curhat-
curhat gitu (tertawa malu).
Peneliti : Curhat tentang apa sih kamu biasanya kalau ke Kak Tiara?
Rahma : Misalnya, tentang temen, ee..apa (berpikir sebentar) misalnya, temen
aku orangnya kaya gimana sih, apa..mm..dia kan orangnya bisa nerawang
gitu (suara perlahan memelan). Terus dikasihtauin dia itu orangnya
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
243
begini begini begini, terus juga tentang orang-orang yang dekat sama
aku, terus tentang ee..apa ya..kalau misalnya aku sedang binggung, dia
suka kasih aku solusi. Kak Tiara suka mendengarkan dan mensupport
aku deh pokoknya.
Peneliti : Kan kamu suka cerita neh ke Kak Tiara, lalu bagaimana dengan Kak
Tiara ke kamu? Suka cerita apa gak gitu Kak Tiara?
Rahma : Kalau ee..kalau cerita sih (berpikir) jarang, cuma lebih banyak
ngedengerin dan kasih solusi aja.
Peneliti : Lalu, cerita yang kamu ceritain ke Kak Tiara itu pembahasannya sudah
sampai intinya atau hanya dibagian lapisan luarnya saja?
Rahma : Ee..(berpikir) ee..gak sampai inti sih cuma sampai luarnya saja.
Peneliti : Kenapa kamu memilih untuk hanya cerita sampai lapisan itu saja?
Rahma : Ee..Gak tau kenapa (tertawa kecil), ee..itu kan privasi ya, jadinya aku
orangnya emang sama yang namanya privasi itu gak bisa ee..terlalu
terbuka.
Peneliti : Kenapa kamu memilih untuk cerita ke Kak Tiara? Apalagi kamu udah
cerita tentang teman kamu yang Kak Tiara gak kenal.
Rahma : Ya itu karena dia itu bisa nempatin dirinya gitu, jadinya
ee..apa..ee..disini kan konteksnya kerja ya, aku asistennya dia, dia bos
aku, tapi setiap ketemu itu kaya adik kakak. Dia kakak aku, aku adiknya,
apapun yang aku ceritain ke dia, dia selalu kasih solusi, jadi ya..aku
seneng aja.
Peneliti : Lalu, waktu pertama kali kamu tau Kak Tiara indigo itu kapan?
Rahma : Waktu pertama kali itu pas ee..apa..(berpikir) pertama ketemu terus kan
dia bilang dia ikut komunitas gitu kan, dia kasih tau. Terus kan akhirnya
pas kita jalan beberapa lama akhirnya dia kasih tau, karena kebetulan aku
kan ikut organisasi, dia juga ikut organisasi. Eh akhirnya aku kasih tau
organisasi aku, dia juga kasih tau organisasi dia kalau misalnya dia itu
punya organisasi kumpulan indigo gitu. Terus juga aku pernah (tertawa),
aku dijanjiin ketemu sama temen-temennya, jadinya ee..jadinya sih aneh
juga kan, indigo. Sebenarnya juga aku kan kurang tau indigo itu apa.
Terus akhirnya dia jelasin indigo itu gini gini gini, kita juga punya
kelebihan yang mungkin gak dilihat orang, gak semua orang punya, dan
itu tuh bawaan dari lahir dia bilang kaya gitu. Terus juga, sempet kan aku
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
244
ngerasain pas aku curhat tentang temen aku, terus tentang diri aku, terus
dia bilang, dulu juga aku pas baru ee..nemuin dia indigo gitu, dia katanya
ngerasa berbeda. Kaya ee..kaya apa ya..emosionalnya tuh tinggi gitu,
pokoknya dia ngerasa berbeda lah sama orang lain. Terus akhirnya dia
lama-lama bisa nempatin dirinya. Kak Tiara cerita ke aku begini gara-
gara aku cerita tentang temen aku. Terus dia..ee..apa..aku juga dikasih tau
harus pinter-pinter ngendaliin emosional aku, terus juga..ya kaya gitu
pokoknya dia kasih wejangan-wejangan gitu.
Peneliti : Tentang emosi kamu, ini kamu cerita ke dia kalau kamu emosional atau
dari cerita-cerita kamu, kamu terlihat emosional, atau dia sudah tau?
Rahma : Dia udah tau, kan aku nanya “Ci, menurut cici aku orangnya kaya
gimana sih?”, kan aku manggilnya cici. Terus aku dikasihtahuin, aku tuh
orangnya kaya begini begini begini. Terus aku tanya, aku harus
bagaimana ci, kan cici udah tau sikap aku kaya begini, terus aku harus
bagaimana. Baru dia kasih tau, baru dia cerita, gitu.
Peneliti : Tadi kamu bilang respon pertama kali tau Kak Tiara indigo itu aneh?
Rahma : Iya, lagipula juga aku juga kan, ee..anehnya kaya..ee..maksudnya,
kok..kan tadinya aku gak tau indigo itu, terus pas aku cari tahu, itu deh,
dia bisa ya nempatin dirinya kaya gitu. Kan rata-rata anak-anak indigo itu
kan lebih pada tertutup terus juga maksud aku, gak pinter gaul lah.
Peneliti : Kenapa menurut kamu anak indigo tertutup dan gak pinter gaul?
Rahma : Gak tau aku ngeliat di TV aja, kan maksudnya..kan waktu itu pernah
ada tuh saudaranya mama Lauren atau siapa tuh, ya kaya-kaya gitu.
Lagipula pas aku searching-searching itu ee..aku lihat kebanyakan rata-
rata pada, maksudnya, gak terlalu terbuka gitu, gak kaya anak-anak
biasanya. Lebih nyingkirin dirinya gitu.
Peneliti : Berarti setelah kamu bertemu dan berteman dengan Kak Tiara pendapat
kamu berubah tidak tentang indigo?
Rahma : ee..dia..ee..maksudnya..kaya apa ya, sekilas pun orang pada gak tau dia
kaya begitu.
Peneliti : Jadi pertama kali kamu tau Kak Tiara seperti itu kamu takut dong?
Dengan persepsi yang kamu dapat dari TV dan internet itu?
Rahma : Gak takut sih cuma (tertawa), ei..iya sedikit takut, takutnya kan apalagi
dia bilang bisa nerawang kaya gimana-gimana ya. Emang sih rada ngeri
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
245
juga ya kan, ah..jangan-jangan nanti dia tahu kartu gua lagi gitu-gitu. Eh,
tapi pas dijalanin enggak sih, emang sih ada awal-awalnya ada sedikit
negatifnya (suara perlahan memelan dan tertawa).
Peneliti : Negatifnya kaya gimana neh? Aku gak bakalan cerita ke Kak Tiara kok
(tertawa).
Rahma : Ya itu lho, takut kartu aku kebuka gitu, kan soalnya dia kan tau,
maksudnya bisa nerawang lah. Dia pasti, ee..maksudnya..pasti bisa
nerawang lah. Maksudnya, pas pertama kali tau apa ya..ketemuan ama
aku, pasti kan tau aku neh orangnya begini begini begini gitu. Takut itu
aja (tertawa).
Peneliti : Lalu Kak Tiara suka cerita apa gak sih tentang indigonya itu?
Rahma : Ya..dia sering cerita komunitasnya aja, dia tuh pengen..apa..di
komunitasnya pengen ngadain bakti sosial, terus juga kadang kalau
misalkan, oke ya..suka cerita lebih kepada komunitasnya aja. Ya..terus
sering ngumpul bareng, ee..apa..ee..ngadain ngadain misalnya kalau udah
ngumpul, ee..kita ngumpul neh yang misalkan yang bisa nerawang aja
yang ngumpul. Terus eh..nyari kasus kemarin yang pesawat itu, ee..dia
mereka rame-rame pada mikir pada nerawang. Terus juga ya itu dia lagi
merancang bakti sosial, pengen ngadain bakti sosial.
Peneliti : Kan kalau ini dari dia ke kamu tentang pembahasan indigo, kalau kamu
ke Kak Tiara ada membahas tentang indigonya ga?
Rahma : Ee..(berpikir) enggak sih aku enggak terlalu ngebahas yang kaya gitu,
ee.. akunya juga (tertawa) harus hati-hati juga kan, takutnya tersinggung
atau gimana gitu.
Peneliti : Kamu suka nanya-nanya apa ga ke Kak Tiara? Yang berhubungan
dengan kemampuan Kak Tiara? Misalnya nanya masa depan atau apa
gitu?
Rahma : Ee..enggak sih, aku lebih nanya, misalnya aku punya temen atau aku
punya orang yang deket. Aku kasih lihat fotonya, ee..minta kasih tau dia
orangnya kaya gimana sih.
Peneliti : Hal positif dalam pertemanan kamu dengan Kak Tiara (anak indigo)?
Rahma : Hal positifnya itu kadang misalnya kita lagi ngerasa apa ya..aku kalau
lagi ngedown, dia sering kasih support, terus bilang ee..apa, karena dia
udah tau sifat aku kaya gimana, dia kasih tau, ee..apa..solusi-solusinya,
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
246
ee..supaya aku tuh gak ngedown, terus misalkan aku engga, ee..apa
ya..labil. ee..aku kan emang orangnya labil. Terus dia bilang
katanya..ya..dia sering ngasih itu, nasihat-nasihat buat aku. Terus jadi
tuh, ee..apa ya..rasanya itu kaya adik kakak gitu. Dia kakak aku,
ya..emang sih disini kan aku cuma kerja sama dia, tapi tuh dia ya..ya
kaya kita gak ada ikatan kerja, tapi ikatan saudara.
Peneliti : Oke. Lalu, kamu merasa ada kesamaan enggak dengan Kak Tiara?
Rahma : Ee..Enggak sih beda jauh banget, tapi merasa cocok, nyaman aja sama
dia.
Peneliti : Topik personal yang kamu bahas dengan Kak Tiara ada gak sih?
Misalnya pembahasan tentang hal yang menurut kamu pribadi, kaya
keluarga, masalahmu.
Rahma : Ee..enggak sih, aku lebih banyak nanyain tentang diri aku, aku juga kan
orangnya ya..labil. Terus aku juga suka binggung nentuin arah hidup aku.
Kadang aku suka cerita kaya begitu ke Kak Tiara. “Kak, kan kakak tau
aku cerita kaya begini, aku harus kaya bagaimana ya? Apa yang harus
aku lakuin nantinya kedepan”, kaya gitu aja.
Peneliti : Selama pertemanan kamu dengan Kak Tiara, ada hal negatif ga di
dalamnya? Terkait dengan konteks indigo.
Rahma : Enggak ada.
Peneliti : Harapan pertemanan kamu dengan Kak Tiara kedepannya?
Rahma : Ee..harapannya pasti akan selalu berteman sih. Semoga selalu baik-baik
aja, gak ada masalah, seandainya nanti aku udah gak kerja lagi sama Kak
Tiara, tapi tetap jaga silahturahmi. Karena Kak Tiara juga selalu bilang
ke aku, dia orangnya suka bersosialisasi, dia suka berteman gitu, karena
katanya kalau temenan itu punya sodara baru, bisa nambah rejeki, bisa
nambah umur.
Peneliti : Lalu, kamu pernah cerita ke teman kamu gak soal perihal kamu punya
teman seorang indigo, yaitu Kak Tiara?
Rahma : Ee..pernah, kan waktu itu aku bawa temen aku, sahabat aku sih, jadi dia
ada masalah ama cowoknya, jadi dia bawa pacar cowoknya juga. Jadi dia
diduain, terus aku kan cerita ke Kak Tiara, “Kak aku punya sahabat neh,
terus pacarnya gini gini gini”. Terus kata Kak Tiara gak baik neh
cowoknya. Terus kan akhirnya aku cerita kan ke sahabat aku itu, terus
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
247
udah deh sahabat aku pengen ketemu sama Kak Tiara. Akhirnya
kesampean juga ketemuan. Terus dikasih tau deh sama Kak Tiara, mana
mau lihat fotonya yang jelas. Dikasih lihat fotonya yang jelas. Terus
akhirnya Kak Tiara kasih nasihat ke temen aku, ke sahabat aku. Cowok
itu begini begini begini, lebih baik dijauhin deh. Terus akhirnya sampai
sekarang pun keliatannya juga masih akrab sama Kak Tiara.
Peneliti : Kamu liatnya respon Kak Tiara ke teman kamu selama awal perkenalan
itu bagaimana?
Rahma : Ya..gitu..ya maksudnya dia itu kaya gak milih-milih. Lagipula baru ya,
dan ketemu sama sahabat aku pun rasanya udah akrab banget, kaya udah
lama gitu ketemu lagi. Jadi ya gak ada kaku-kakunya.
Peneliti : Pertanyaan terakhir nih, kenapa kamu memilih untuk cerita ke Kak
Tiara?
Rahma : Karena, gak tau kenapa hati aku yang nyuruh itu (tertawa). “Udah
ceritain aja kek Kak Tiara, mungkin Kak Tiara bisa kasih solusinya kan.
Selama ini juga pertemanan aku nyaman sama dia. Lagipula dia selalu
bisa kasih solusinya, daripada sama orang lain yang kadang
em..solusinya itu nyakitin hati. Kadang cuma sabar ya..kan itu bikin sakit
hati kan. Tapi kalau Kak Tiara itu engga, dia bisa kasih motivasi-
motivasi buat aku, lagipula dia kan kuliah sibuk kerja, sibuk usaha, itu
jadi motivasi buat aku gitu. Dia aja bisa kenapa aku engga.
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
248
TRANSKRIP WAWANCARA
KEY INFORMAN 2 – ANAK INDIGO 2 MAWAR
Sumber : Mawar (nama disamarkan)
Tanggal : 4 Mei 2014
Waktu : 11.45-12.35 WIB
Tempat : Grand Indonesia, Starbucks dan Demenu
Pakaian : Baju putih dan celana hitam
Situasi : Situasi tempat wawancara cukup banyak orang disekitar,
Mawar banyak berbicara perlahan karena menurut dia takut
terdengar oleh sebelahnya, dia juga tidak banyak menyebut
kata indigo, namun menyebutnya dengan kata itu.
Peneliti : Selamat siang, mungkin bisa jelaskan sedikit tentang latar
belakangnya.
Mawar : Nama gua tolong dirahasiakan ya, gua gak pernah mau muncul,
bahkan di Metro TV aja gua sembunyi di belakang kamera. Dani suruh
gua maju, gua bilang “enggak, gua gak mau maju, Dan.”. Jadi, nama
gua Mawar Bening, usia 21 tahun, (peneliti tidak menuliskan tanggal
lahir karena menurut Mawar, seseorang bisa diterawang dari tanggal
lahir). Tempat tinggal sekarang Rawamangun, tempat lahir Jakarta.
Sukuku Jawa, Batak, dan Sumatera. Kuliah sekarang di Universitas
Indonesia, jurusan hukum. Hobiku membaca.
Peneliti : Menurut kamu pertemanan adalah?
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
249
Mawar : Ikatan batin antara dua individu yang bertujuan untuk saling
mengasihi satu sama lain dan disertai dengan loyalitas.
Peneliti : Menurut kamu keterbukaan diri antara teman penting atau tidak?
Mengapa?
Mawar : Penting. Kita itu saling mengasihi kan, kita loyal, saling percaya satu
sama lain, dan we are each other person gitu ya udah menurut gua gitu.
Peneliti : Sejak kapan kamu tahu kalau kamu indigo?
Mawar : Digolongkan ya, gua sejak kecil sih udah bisa lihat, sama kondisi
keluarga kaya bapak gua bisa, nyokap gua bisa, eyang gua bisa. Tapi
gak semua alirannya bagus. Jadi gua dari kecil udah ngerasa, kok rumah
ini ramai banget, terus kaya itu apa. Terus kaya jadi waktu kecil
memang ditutup, bahayanya ke guanya gara-gara ditutup. Jadi agak
tertekan mulai menerima diri sejak semester dua semester tiga.
Peneliti : Tertekannya boleh tau kenapa?
Mawar : Oh tertekannya karena cakra gua gak stabil, menimbulkan masalah di
pribadi, masalah psikolgis jatuhnya.
Peneliti : Lalu kamu pernah ke ahli atau ke psikolog?
Mawar : Karena gua pribadi, emang elu bisa memahami gua? Karena gua
percaya, orang yang bisa ngertiin anak kaya gini ya hanya sesama. Ya
kalau dia gak bisa ya gimana, pendapat gua pribadi.
Peneliti : Kemampuan kamu apa saja?
Mawar : Sebut saja vision dan energi, basicnya dari itu. Ee..klensentians,
empati gitu. Menurutku kalau bisa ngeliat masa depan itu gak pasti,
kaya lo gak pasti jadi kesana juga kan, jadi kalau ke sana ada tiga
kemungkinan terjadi. Jadi klesentians itu definisinya lebih kaya feeling
sih. Energi gua bisa ke sense, oke gua ada kekurangan disitu, bisa ke
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
250
sense. Empati yang berikutnya, kaya bisa ngerasain perasaan orang, itu
gak enak banget. Ngerasainnya tergantung, gimana ya..gini misalnya,
teman gua kemalingan, kemalingannya gimana, misalnya dia lagi
dikejar, dia lagi lari, gimana ya..kira-kira seperti itu. Visual dan energi.
Peneliti : Lalu, pandanganmu mengenai indigo?
Mawar : Jadi banyak yang miskonsepsi ya seperti yang Kak Dani bilang, kaya
ada yang bilang kita punya anak berindera keenam, gak juga. Karena
ada beberapa anak indigo yang indera keenamnya benar-benar apa
ya..imaginary skills (suara perlahan makin mengecil).
Peneliti : (Memindahkan alat rekam lebih dekat)
Mawar : Terlalu kecil ya suara gua? Gede-gede gua malu. Jadi dari indigo
perhawa, ngerasain aura seluruh anak, ngerasakan klesentians, oke gua
sama. Misalnya kalau gua gathering, gua duduk dan ngerasain oke gua
sama. Bisa nyamperin “Hallo”. Udah ngerasa oke gua sama. Oke ada
pandangan berikutnya yang crystal, rainbow. Ya pokoknya indigo itu
suatu fenomena anak berkemampuan khusus yang memang punya gift,
nanti jadi kalau gua liat punya gua crystal, yang paling atas gold, itu
yang udah ahlinya kita, bisa kita bilang kita di level yang berbeda. Jadi
kaya gua sama teman gua (Teman Mawar yang sesama indigo, namun
bukan informan penelitian ini), dia level gold, kalau gua ngechat sama
dia, gua kaya gini (menunjuk handphonenya), dia udah bales nanti, gua
gak perlu nulis (tertawa). Gua bisa vision apa, dia lagi mikir apa, gua
bisa mind reading dia. Ya tapi kadang akhirnya minta maaf, karena gak
nyaman, gua pun kaya gua pengen nulis. Ya tiga itu, terus kalau ilmuan
itu biasanya foto aura. Kalau foto aura menurut gua dan Kak Dani,
kurang tepatlah kalau dari warna, karena orang yang auranya berwarna
biru, bisa crystal. Jadi banyak persepsi jadi harus diluruskan. Jadi
disimpulkan saja yang utama itu kita bukan hanya anak indera keenam,
kita juga punya kaya leadership skill yang bisa ditonjolkan, dan kita
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
251
ada, dan mungkin gua bisa jadi teman loe. Kaya orang gak sadar, kaya
setengah percaya dengan komunitas kita, itu benaran ada atau hanya
tipu-tipuan, itu Dani tuh diterawang sama Indonesia kali dia. Emang
susahnya gitu masuk TV. Bisa dihujat, loe benaran indigo atau enggak,
dan itu gak enak, gua kaya dikoyak disini (nunjuk hati). Kalau misalnya
orang yang berkemampuan, kita ngaku dukun, misalnya gue di dalam
suatu kotak, kalau misalnya loe mau liat gua, loe harus masuk kotak.
Sakit itu rasanya. Gitu, jadi kalau mau maju loe mempertaruhkan
kehidupan sosial loe, keluarga loe, dan loe bakalan diterawang sama
Indonesia. Masih mending ya orang yang penasaran sebatas orang itu
kaya gimana dan gitu gitu lah. Masih mending, ada yang tau kita indigo
dan berniat memakan kita. Gua bisa dimakan sama orang, energi gua di
makan. Kalau jin dukun mau naik tingkat kalau mau cepat bisa makan
kita. Cara makannya itu disedot, energi cakra sih sebutannya.
Peneliti : Efek ke kamunya?
Mawar : Lemes, bisa berakibat buruk ke fisik, ya intinya kaya diserang. Dunia
ini keras teman-teman, gua udah sering sih.
Peneliti : Di awal perbincangan kita waktu itu, kamu bilang kalau kamu tidak
cerita ke masyarakat ya? Benar-benar satupun tidak ada yang tau?
Mawar : Iya. Keluarga gua tau, tapi karena pengalaman di keluarga gua itu, gua
punya bokap, gua punya nyokap, dan atas-atas gua semuanya itu punya
ability tapi gak bisa mengarahkan ke jalan yang benar dan salah. Jadi
kaya hobi makan-makan orang bokap gua ngelakuin. Bokap gua pernah
makan gua, ini kocak sih. Ya bokap gua memang gak baik sih, dia
aliran buruk, jadi kaya gak harmonis. Udah cerai juga bokap gua.
Karena itu nyokap gua sangat trauma, dan penolakan dengan dirinya
sendiri. Di satu sisi dia kaya merasa, ibu aku keturunan gini gini lho,
kadang iya tapi kadang enggak, karena nyokap gua juga stress dengan
kaya gitu. Jadi gua juga enggak bisa menyalurkan ke nyokap gua. Adik
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
252
gua (laki-laki) lebih lagi, adik gua juga bisa, adik gua battle panasan.
Dia penolakan, dia bahkan mereject gua dari awal. Nyokap gua kaya
kalau lagi mood iya iya, kalau lagi enggak gua dikata-katain. Adik gua
ngereject karena dia traumanya berat dan ya mungkin dia masih in time.
Dia sekarang kelas 3 SMA. Jadi gua gak bisa ke keluarga, tante gua
sesat, yang gua dekat eyang gua, ya udah eyang-eyang mau gimana
udah tua. Terus jadi basicnya gua gak berani membuka diri ke
pertemanan, gua pernah ngetes, feeling gua ngerasa, dia gak bakalan
percaya. Misalnya dulu, gua suka lepas kontrol, gua suka bilang apa
yang orang gak bilang kan, tapi gua baca, dan gua gak bisa bedain itu
awal-awal. Misalnya gua gak suka sama X gitu, terus gua curhat,
mungkin Michelle kaya begitu karena dia gak suka X sebenarnya, nanti
orang itu confirm ke Michelle dan Michelle bilang enggak-enggak. Nah
gua kelepasan di situ. Gua jadi di cap buruk nantinya. Jadinya suka
salah komunikasi itu, suka kebaca itu akhirnya gua yang kena. Itu
alasan gua gak mau. Gua juga pernah ngetes, gua punya teman dekat,
gua ngetes ke dia, gak nyaman rasanya, gua rasanya kaya, dan gua
langsung kaya it’s a joke. Gua gak tega, dia teman gua, dan gua sayang
dia, kalau dia gak bisa nerima ini it’s okay. Kita juga punya tujuan kan,
tujuan gua, gua mening jangan keekspos sekarang deh, nanti aja pada
saat gua udah umur 40 atau 50 pada saat gua udah di atas. Kalau
sekarang ini gua di bantai. Gua gak siap battle soalnya,
pertimbangannya banyak.
Peneliti : Jadi kamu lebih terbuka dengan sesama indigo?
Mawar : Iya jadi kan gua dulu stress berat tentang apa saja, kaya tertekan, aku
ini apa. Kaya orang-orang di internet nyarinya aku ini antara apa dan
siapa. Benar-benar kaya setengah menerima, setengah menolak diri.
Yang pertama gua temuin teman gold gua itu. Dia kaya sudah ngerti,
terus dia ngebantu gua, dan kita temanan. Dia juga punya komunitas
lain dan gua juga di komunitas lain tapi kaya ya akhirnya pecah
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
253
akhirnya. Ya gua dekat sama dia, sampai dia hamil, dia sekarang umur
30. Dia ngurus keluarga sibuk, teman gua yang lain kaya ada perslek-
an. Kalau gua ada pegaulan yang gak baik, gua kaya hentiin gitu lho.
Akhirnya gua binggung, gua cari teman, dan ketemu lah Dani.
Sebenarnya kalau gua ngomongin dani udah banyak sensasi itu dia. Ya
ini dia awalnya, pada saat awal-awal Indigo Trans TV, gua masih di
komunitas gua yang lama, kita nonton bareng, dan gua kaya ini indigo
bukan sih? Kok dia go public sih. Sama teman-teman gua dari
komunitas yang lama, kita ngeliatin, oh itu indigo sukhoi (tertawa).
Masa lalu banget. Terus kita ngetes, jadi kaya dulu bagi beberapa di
komunitas sebelah tanpa menyebut nama, menurut mereka beberapa
yang tampil itu bukan anak indigo, jadi di komunitas itu kaya kebelah
karena kita punya persepsi masing-masing, karena itu kan cuma sixth
sense kenapa dimasukin gitu, auranya bukan warna indigo, akhirnya
jadi konflik sendiri. Akhirnya karena kepecah gua kenal Dani, dia kenal
gua, teleponan, dia ada BBM gua, dan gua mulai di rangkul, akhirnya
gabung deh.
Peneliti : Jadi pertama kali kenal Kak Dani dimana?
Mawar : Email eh..pertama kali kenal ya di media massa lah (tertawa). Dulu
gua pernah baca, dan di Youtube ada muka dia tapi gak gua play
(tertawa). Baca kaya artikel anak indigo Sukhoi ada dua yang masih
hidup. Ya waktu itu memang masih ada. Tapi ya udah mati dan yang
kenanya Dani. Ya pada saat itu memang masih ada, cuma setelah dua
hari kemudian ya mati lah. Kaya kasus ferry itu, kan lama, ya masalah
pemerintahan itu sih. Jadi kalau misalnya gua bisa dan loe bisa, kita
sebenarnya gak usah banyak bacot, karena gua ngerti loe sebenarnya
gimana. Jadi gini, kita sebenarnya bisa sinergi. Gua kaya feeling base
gitu, misalnya gua mau tanya, tapi gua udah tau oh gitu, jadi gua gak
usah ngelakuin percakapan gitu, ya udah gua diem. Terus kaya Dani
sempat ngerasa gua itu kaya anak ilang, teman gua sibuk, gua kemana-
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
254
kemana, gak ada tempat curhat, akhirnya dirangkul sama Dani. Gua pas
nyari komunitas, dan ketemu di Facebook Komunitas Keluarga Indigo.
pokoknya waktu itu taglinenya mencari anak-anak berbakat Indonesia.
terus karena gua memang mau memajukan Indonesia, terus gua join.
Dari situ dapat emailnya Dani. Jadi Dani itu kaya menggencarkan untuk
keluar, bangga dengan dirimu, tunjukkin gimana elu berkontribusi, tapi
gak semuanya bisa. Dani mau membuat indigo diterima di masyarakat,
goalnya dia itu.
Peneliti : Memang kalian tidak diterima di masyarakat?
Mawar : Gini, jadi kita ketemu, kita saling tanya gimana teman-teman kalau di
sosial gimana, jujur aja. “Gua dianggap gila.” “Oh sama gua juga.”. Di
sana juga di situ juga, ada anak kecil kemarin itu datang, umur tujuh
atau delapan, dianggap gila karena bisa lihat gaib, kasian dia. Terus
karena oh elu dianggap gila, gua juga, terus kaya ada ikatan, persamaan
nasib kalau di undang-undang 45.
Peneliti : Kamu sendiri pernah ngalamin yang seperti itu juga?
Mawar : Ya karena gua anak hukum, gua lebih judgemental, gua dianggap
psycho, karena orang gak ngomong gitu tapi gua bisa ngomong gitu.
Terus gua itu kalau orang ngomong jelek, gua cenderung diam, gua
malas, kaya gua gak akan jatuhin diri gua ke level itu. Ya kan di
kampus gua politik kan, ya mereka kaya gitu, ya udah it doesn’t really
matter.
Peneliti : Tapi kamu tetap ada teman biasa kan ya tapi mereka tidak tahu saja?
Mawar : Iya, dan satu batal dikasih tau ditengah jalan. Ya jadi gua kaya kaya
kaya, sok kabur gitu.
Peneliti : Jadi kenal ama Dani dari jaman Indigo Trans TV itu? 2012 dong ya?
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
255
Mawar : Enggak sih, gua baru sebentar, satu setengah tahun lah. Pokoknya
gathering pertama gua sama Dani, yang ada di foto Twitter itu, agak
sembunyi, gua gak mau keliatan.
Peneliti : Awal di email itu ngomong apa sama Dani?
Mawar : Dia kan kaya mencari pemuda berbakat, dan gua ibaratnya kaya
menteri, kaya Indonesia sucks. Gua mau kaya loe gak usah ngomong
apa gua udah tau, mampus loe semua, gak usah gua sadap. Banyak yang
di serang-serang gitu. Gua di kantor bisa lihat kalau bos gua disantet,
Pak Luhut Pangaribuan. Makanya gua gak kuat juga magarin dia,
kasian dia, kalau gua magarin bos gua ditusuk kan gua gak enak. Kalau
semakin gawat, gua harus cari orang, kesian juga, kalau dia mati siap
lagi yang baik lagi. Jadi beban buat gua, kaya misalnya teman kantor
gua bilang, “itu bos marah-marah mulu gua bete”. Terus gua kaya
ngelihat gimana ini, gua stress sendiri, gak bisa cerita juga. Makanya ini
harus diarahkan jangan jadi pedang bermata dua.
Peneliti : Menurut kamu kesan kamu ke Dani pertama kali bagaimana?
Mawar : Jawabannya gini “telepon saya”. Terus gua mikir apaan neh, gak
punya pulsa. Itu kesan pertama, benaran. Memang anaknya gitu setelah
gua kenal, dan gak banyak bicara, karena gak perlu ngomong juga dia
udah tau. Baik sih sebenarnya. Adiknya Dani sih pendiam, kalau energi
gua sama dia gak bersinergi, kaya clash. Terus kalau gathering ada gua
dia kaya serba salah kaya gimana yah, dan gua juga jadi mikir apa gua
balik aja. Kalau gua ngontrol lebih baik mungkin Septi gak ngerasa gak
enak kalau ada gua. Terlalu mistis gak, ya udah.
Peneliti : Yang membuat kamu jadi dekat dengan Dani itu karena?
Mawar : Persamaan nasib itu (tertawa). Tapi benar, kalau gua gak ke loe, gua
ke siapa lagi.
Peneliti : Suka bertemu dengan Dani tidak?
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
256
Mawar : Sibuk, ketemu cuma tiap gathering.
Peneliti : Ngobrol sering?
Mawar : Enggak, aku gak banyak ngobrol orangnya, ya kalau udah ngobrol
lama baru. Jarang banyak ngobrol.
Peneliti : Pernah ada konflik ama dani?
Mawar : (menggeleng).
Peneliti : Topik pembicaraannya biasanya seputar?
Mawar : Apa ya kedepan bagaimana, kaya ngobrol biasa. Soalnya gua ama dia
gak terlalu menyentuh, kalau ngobrol aliran gua beda aliran sama dia.
Gua sama alirannya sama teman gua itu. Ya kalau gua ngomong gini,
dia gak ngomong gitu, daripada tertekan jadi ya just let it be. Gua lebih
ngomongin kaya, ini komunitas mau kemana. Katanya mau baksos tapi
kapan. Tujuannya apa, berapa tahun mau begini. Gak jelas, dia bilang
mau shooting Metro TV, aku bilang katanya mau melakukan sesuatu
yang konkrit. Musti ada yang galakin, tapi gua gak enak, karena
menurut gua itu punya dia, komunitas itu dia punya. Gua bilang gua
ama Dani beda term yang berbeda. Kalau gua sama teman gua yang
gold ini, gua bilang dia rare sih, gua gak pernah nemuin orang yang
punya tallent kaya dia. Gua gak bisa nerawang dia juga. Ketemu dia di
internet. Kalau gua sama dia komunikasi intens banget, tapi gak pernah
ketemu. Setiap mau ke Garut, gua sakit. Dia suka ngeastral ke gua, tapi
gua gak berani, gua takut. Gua udah tau ada yang ngincer gua, nanti
gimana. Teman gua itu persis, dia bentukannya guru itu lho. Dia belajar
healing, ilmu kedokteran. Dia bisa fisik dan nonfisik. Tapi gua ya gitu
dia gak kedengaran.
Peneliti : Berarti secara keterbukaan diri dengan Kak Dani tingkatannya
bagaimana?
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
257
Mawar : Apa yang mau ditutupi? Dia udah bisa lihat. Gak usah banyak bicara,
gua introvert tapi dia ekstrovert. Gua gak bakalan banyak ngomong, dia
udah tahu itu. Tapi cocok-cocok aja. Mau tau contoh yang sleg? Dan ini
keras, kalau orang keras kita bisa ngerasa kan. Ya gua kaya terserah lo,
gua fokusnya ke law. Dia bilang harus membantu banyak orang, dan itu
sleg, ngebantu itu iklas dong. Dia menekankan harus membantu terus,
emang gua di law ini gak membantu klien gua? Adalagi satu lagi gua
sempat sleg, indigo healing tapi minta duit, ya kena karma deh
pokoknya. Ada anak kecil, kesian anak-anak dimanfaatkan emaknya.
Peneliti : Hal positif pertemananmu dengan Kak Dani?
Mawar : Punya teman ngobrol, sedih sih. Punya teman ngobrol yang
nyambung, dan gua kalau mau cerita topik-topik itu. Gua bisa
berkoneksi dengan orang yang menerima gua, simple kan. Susah
digambarkan, perasaan ditolak sosial itu gak enak banget. Ya karena
gua merasakan apa yang mereka rasain, kok loe di depan gua baik,
ternyata begitu. Akhirnya itu penyebab gua menutup diri dari mereka.
Salah satunya itu, dan kalau mau gua paksain gua gak bisa juga. Di
akhirnya mereka akan penasaran dan cari tahu juga. Dunia ini gak
seluruhnya baik, ada baik dan buruk, menurut gua kalau gak bisa gak
usah terlalu tau banyak lah.
Peneliti : Hal negatif selama pertemanan dengan Dani?
Mawar : Negatifnya so far gak ada sih, positif-positif aja.
Peneliti : Harapan dalam pertemanan dengan Kak Dani?
Mawar : Pertemanan kita bakal lanjut kan keluarga ya.
Peneliti : kalau disuruh memilih, teman sesama atau yang bukan?
Mawar : Ini, gua sayang dua-duanya. Gua gak mau milih, dua-duanya nopang
gua. Mereka semua kaya pilar, kalau satu gak ada, ya jatuh. Menurut
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
258
gua gitu, tapi teman gua yang bukan dikit, ya bisa sih sebenarnya tapi
kemungkinan mereka ngereject dikit, tapi gua gak bisa ngubah view
yang fundamental dalam hidup mereka, gua gak bisa, dan gua juga gak
mau ketahuan juga. Ya kan anak mahasiswa pikirannya bagaimana
aduh mau kuliah, habis ini mau jalan mau makan. Nah gua pikirannya
kaya negara ini bagaimana nasibnya, beda gitu. Secara pemikiran beda.
Gua punya teman, suka hangout bareng, nyambung cuma karena terlalu
cetek, teman-teman gua itu yang introvert yang pemikir, pemikir, yang
kalau ke Kinokuniya beli buku yang berat, gua baru ngerasain ee..kok
gua jahat gimana gitu.
Peneliti : Kamu cerita gak di luar soal indigo ya, soal keluarga atau apa ke
temanmu yang biasa?
Mawar : Teman-teman gua tau masalah keluarga, tapi kan mereka taunya
bokap gua semacam orang jahat, tapi gak tau jahatnya kenapa.
Peneliti : Kamu cerita masalah teman, keluarga ke Kak Dani?
Mawar : Cerita tapi kebanyakan orang kalau diceritakan itu responnya diam,
karena sakit rasanya. Gua ngomong gini aja sakit rasanya. Mau
komentar apa juga bingung kan. Dani juga diam, kaya mau komentar
apa, bokap loe gak jahat, gua tau bokap gua jahat, keluarga lo bakalan
membaik, gua tau itu gak bakalan membaik. Jadi kaya rasanya puk puk
gitu. Dani membantu secara energi, ya kaya gua menerima tetap sakit,
perih banget omongan gua.
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
259
TRANSKRIP WAWANCARA
INFORMAN 3 – TEMAN SESAMA INDIGO MAWAR
Sumber : Hamdani
Tanggal : 6 Mei 2014
Waktu : 19.15-19.50 WIB
Tempat : Epicentrum Walk, Talaga
Pakaian : Baju broken white dan celana berwarna khaki
Situasi : Situasi tempat wawancara cukup banyak orang disekitar,
Dani diwawancari ditengah waktu bebas kantornya.
Peneliti : Selamat malam Kak Dani, bisa jelaskan latar belakang kakak dulu?
Dani : Hamdani, tanggal lahir 11 Januari 1991, tempat lahir Jakarta. Tempat
tinggal di Bekasi, agama Islam, suku papa dan mama orang Sulawesi
Selatan tapi aku lahir di Jakarta. Kuliah di Universitas Gunadarma
jurusan IT. Hobi maen di hacking internet security, jadi ngehack
begitulah, berkaitan sama komputer.
Peneliti : Menurut kakak pertemanan itu apa?
Dani : Pertemanan itu (berpikir) apa ya..kompleks sih kalau dijelaskan,
ee..pertemanan itu sebenarnya tidak bisa diartikan langsung secara
leterlak gitu, tapi kita harus berteman, kenapa? Karena kalau misalnya
kita menambah kawan itu mempersempit gerak lawan. Jadi ee..kita
harus banyak-banyak nambah teman lah bukan nambah musuh. Untuk
arti pertemanan itu sendiri gak bisa dijelaskan tapi sudah tahu lah secara
eksplisit.
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
260
Peneliti : Sejak kapan kenal dengan Mawar?
Dani : Setahun, dua tahun yang lalu kalau gak salah.
Peneliti : Perkenalan pertama kali di mana kak?
Dani : Kita ada gathering, biasalah kita ada gathering indigo setiap dua tiga
bulan sekali, ya terus dia datang ke gathering kita gitu. Ya yang datang
ke gathering kita kan gak sembarang orang juga, maksudnya kaya apa
ya..ya memang gak sembarangan lah. Ya kita ibaratnya juga bisa dalam
tanda kutip milih siapa yang bisa datang ke gathering kita. Jadi kalau
dia niatnya gak baik atau buruk segala macam, tapi ya Mawar ya heran
aja gitu gua dia bisa ketemu kita-kita padahal dia orang baru. Mawar
galau gitu, anak indigo sekarang masih banyak banget yang galau,
mungkin belum ketemu kita juga, dalam artiannya belum ketemu
teman-teman indigo lainnya pasti galau banget kan ya. Mawar akhirnya
setelah bertahun-tahun, ibaratnya basi banget kalau anak indigo udah
lama tapi baru kenal sama kita dan ya gua apal banget kata-katanya “Ya
Allah, selama ini tuh gua nyari-nyari kalian, selama itu gua sendiri.” ya
itu basi banget sih sebenarnya buat gua, ya tapi kan itu cerita sendiri
buat mereka, kaya gitu sih. Pertama kali kebetulan si Mawar gabung
gathering indigo yang ibu-ibu. Ibaratnya arisan ibu-ibu gitu deh,
lokasinya di McDonalds Pasar Festival, Jakarta Selatan. Ya ngobrol-
ngobrol lah. Pertamanya dia engage lewat telepon dulu lewat sms ke
gua.
Peneliti : Yang pertama kali di bicarakan sama Mawar tentang apa?
Dani : Kisah hidupnya selama ini, gua tuh gini-gini bla bla bla. Kan waktu itu
juga banyak indigo lain ya, dan banyak cewek, ibu-ibu semua. Jadi
nyambung aja, dan gua anteng aja diam ngedengerin.
Peneliti : Kesan pertama tentang Mawar?
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
261
Dani : Ee..tenang tapi menghanyutkan, jadi apa ya..tipenya si Mawar ini, dia
kalau misalnya kesal sama orang, anteng gitu. Tapi dia kalau misalnya
kesal sama orang terus anteng tau-tau itu orang kenapa gitu. Ya kalau
dia ngezolimi Mawar, ya kalau dia gak ngezolimi Mawar ya gak efek.
Kalau Mawar kesal sendiri karena sebab yang tidak jelas ya itu susah di
Mawar sendiri. Ya gitu deh banyak tipe-tipe kaya begitu, tenang tapi
menghanyutkan, anteng justru dia rapi mainnya, gak mau dikorek
segala macam. Waktu itu ada shooting Metro TV segala macam dia gak
mau, memang Mawar kita pasang buat back end kita. Kita main ada
orang yang di front end yang suka muncul-muncul di TV gitu, teman-
teman kita, ada yang kita pasang di back end dan dia memang gak mau
untuk kita pasang di front end, tapi dia ngeback up terus kalau ada
kenapa-kenapa teman-teman kita. Mawar anaknya juga tepat waktu
kalau janjian, dia bisa datang lebih awal.
Peneliti : Memang anak indigo bisa nyerang orang juga dengan
kemampuannya?
Dani : Bukan anak indigo yang nyerang, rata-rata musuhnya kan dukun. Jadi
dukun itu memang ngambil lah, wah dimanfaatin ini anak, banyak
banget kasus-kasus kaya begitu. Gua kalau sebut, ibaratnya asal nyeplos
banyak banget, terus ada Ustad-Ustad gitu yang ngaku-ngaku dukun,
terus deket sama anak indigo, tau-tau modusnya itu memang mau
ngambil itu anak indigo, karena ilmunya oke lah, kata Ustad ini, Ustad
ini kan ibaratnya nyari gitu kan. Bukan Ustad doang ya, Ustad kan dari
kalangan Islam ibaratnya ada dari pendeta atau apalah, yang kesannya
religius tapi ternyata, kalau kita kan gak bisa ditipu secara kasat mata.
Oh niatnya kaya begini gak benar neh, ya udah. Yah tipenya Mawar
kaya begitu, jadi kalau misalnya dia kesal sama orang, anteng aja udah,
cukup tau aja, entar tiba-tiba udah aja. Ibaratnya kalau penyakit kan,
misalnya kena gitu, dia ke rumah sakit, orang ini udah dokter angkat
tangan udah. Sebenarnya bukan Mawar saja sih, itu kan dalam ibarat
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
262
umum, orang kalau dizolimi kan, dia doa gitu kan pasti kan terkabul
kan.
Peneliti : Seberapa dekat sih kakak dengan Mawar?
Dani : Baru sih baru kenal, tapi memang namanya anak indigo kan udah
dekat banget. Memang basicnya anak indigo gampang dekat dengan
sesama, tali-telaminya lebih dekat dari saudaranya bahkan, lebih dekat
dari keluarganya, lebih dekat dari kakak adiknya. Ya dia lebih nyaman
dengan sama-sama anak indigo, kadang. Tapi kalau misalnya di satu
keluarga punya adik kakak, ya dia lebih dekat lagi lebih dekat lagi,
udah urusan indigonya dekat, urusan keluarnya juga sedarah lebih dekat
lagi. tapi yang lebih nyatuin mereka sebenarnya indigonya sih, giftnya
itu.
Peneliti : Ada gak keluarga, adik, dan kakak indigo yang gak dekat?
Dani : Gak dekat, kayanya gak mungkin deh, gak ada alasan untuk gak dekat,
ya kalau berantem-berantem kecil wajar lah, masih kecil berantem,
kakak adik, cewek cowok, cewek-cewek.
Peneliti : Sering ketemu gak sih dengan Mawar?
Dani : Ya kalau misalnya gathering rutin oke ketemu, ya pokoknya setiap
ada gathering, annual event yang benar-benar dia disitu dalam artian
penting, mendesak pasti kan kepanggil semua tuh mereka, pasti ketemu
pasti. Kaya waktu itu kan tampil di Metro atau tampil di TV manapun
pasti ada, kepanggil semua. Selain gathering juga gua kan suka ke
kampus UI baca-baca eh ketemu dia.
Peneliti : Komunikasinya biasanya melalui apa dengan Mawar?
Dani : Whatsapp paling nanya-nanya biasa aja. Teleponan kadang ya kaya
orang biasa aja, gak terlalu sering juga, gak terlalu jarang juga.
Peneliti : Sudah ada konflik belum dengan Mawar?
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
263
Dani : Konflik gimana? Jangan sampai lah, ya jangan sampai, memang gak
ada sih anak indigo yang konflik. Kecuali terkadang mereka ada yang
egonya terlalu tinggi banget, nah itu mulai deh main deh. Ya kalau dia
terlalu kemakan ego habis sendiri dia, dia bukannya sama orang lain
doang, dia juga manajemen emosinya dia udah ancur banget, udah
kebakar diri sendiri ibaratnya, ngeri, emosinya kan begitu.
Peneliti : Lalu untuk penyelesaian masalah ego dalam kasus anak indigo yang
begitu bagaimana kak?
Dani : Dekatin sama agama, apapun agama mereka. Ibaratnya spiritualnya
harus ada deh.
Peneliti : Topik pembicaraan kakak dan Mawar biasanya seperti apa?
Dani : Ee..Ya gak jauh, kaya gitu aja, balik lagi dia ceritain waktu dulu gini
gini segala macam, kenal orang bla bla bla, orang silih berganti datang
di kehidupan gua, ada yang buat pelajaran ada yang jadi berkat. Ya gitu
aja sih, biasalah, curhat anak-anak biasa. Semuanya juga kaya begitu,
teman, keluarga dibahas. Biasanya mereka juga suka curhat rame-rame
di group, “tau gak sih loe, gua tuh bla bla bla..” kaya begitu, anak
indigo biasa lah. Cerita masalah lah, biasa lah.
Peneliti : Mawar biasanya kalau cerita sudah sampai ke inti atau hanya lapisan
luarnya saja?
Dani : Dia bias juga kita sudah nangkep intinya kok, jadi anak indigo enak
kalau cerita kalau ama anak indigo, “Oh ya udah ya udah, gak usah gak
usah.”. Kita kan ngeliat dari mata.
Peneliti : Menurut kakak keterbukaan diri tentang teman, keluarga, masalah,
indigo kalian itu penting tidak?
Dani : Ee..depends on condition, tergantung situasinya gimana, kondisinya
gimana, ya tergantung keterbukaan itu relatif. Jadi ya bukan selama itu
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
264
kalau keterbukaan ngancem diri kita, bahaya untuk diri kita sendiri ya
kita gak buka lah, ya kalau misalkan itu keterbukaan diperlukan untuk
justru untuk nyelametin diri kita sendiri atau orang lain nah itu perlu.
Peneliti : Keterbukaan Mawar dengan kakak bagaimana?
Dani : Keterbukaan Mawar ya pasti terbuka lah, dia cerita aja tentang
semuanya, keluarga, teman, masalahnya, indigonya, dalam lah inti
ceritanya. Pokoknya intinya anak indigo sama anak indigo lain pasti
terbuka banget, gak lihat itu siapa, mau anak kecil juga terbuka.
Peneliti : Kalau dengan yang bukan sesama?
Dani : Kalau yang dengan bukan sesama ya pasti ada yang dia keep lah. Ya
kan kaya gini lho “percuma gua ngomong masalah gua ke orang lain,
90% dari mereka belum tentu bisa bantu cuma bisa cemooh doang.”
Peneliti : Menurut Kakak, kenapa Mawar pilih cerita dengan Kakak?
Dani : Ee.. sebab anak indigo kalau sudah nyaman sama satu orang, it’s okay,
jadi dia bakalan nyambung terus aja. Udah kenal, udah nyaman disitu,
dan dia ngeliat satu indigo ini egonya gak terlalu tinggi, gak ngeguruin,
ya udah dia nyaman.
Peneliti : Kakak banyak membahas topik indigo dengan Mawar?
Dani : Iya, ya macam-macam, banyak banget, tentang beraktivitas, gimana
caranya kita bersikap dengan lingkungan gitu. Ya tanya, “menurut
kamu sikap saya bagus gak sih, begini begini terhadap lingkungan
saya?” kebanyakan sih itu, jajak pendapat tentang itu. Bagaimana saya
harus, tepatkah saya menempatkan diri seperti ini di lingkungan. Ya itu
sih, kadang mereka udah ngelakuin yang baik, tapi kadang masih
ngerasa ini baik gak ya, gitu lho. Jadi ya dia sering nanya. Oo iya, kamu
wawancara temannya Tiara kan ya? Itu asistennya bukan?
Peneliti : Kok kakak tahu?
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
265
Dani : Ya iya siapa lagi, Tiara anaknya kaya gitu, heboh-heboh tapi kalau
gak dekat dengan orang, gak gitu, makanya dia nyari asisten, asisten itu
juga harus yang klop juga, dia nyari sendiri tuh.
Peneliti : Lalu, pandangan kakak tentang indigo?
Dani : Indigo adalah suatu karunia yang Allah takdirkan untuk beberapa
orang saja, tapi kan itu ada hikmahnya gitu. Kenapa ke beberapa orang
saja, tapi ternyata kita tilik orang-orang ini, orang-orang ini juga punya
beban yang berat, jadi kaya indigo bukan diutusin kaya semacam nabi
atau orang soleh, ya tapi mereka ya..pasti ada hikmahnya lah kenapa
Allah ciptain kaya gini, pasti ada hikmahnya, ya hikmahnya mungkin
untuk menolong orang, sesama. Makanya sering ditemuin anak indigo
bantuin orang aja lah intinya. Kadang suka pesan ke teman-teman
indigo juga gak usah terlalu muncul di publik itu kadang-kadang salah
satu nasihatnya, terus atau kalian tetap bantu orang tapi in silent,
anteng, quiet gitu tetapi tetap bantu orangnya berisik, maksudnya
berisiknya dalam pergerakan gitu, movenya tujuannya untuk bantu
orang kanan kiri, tapi gak usah banyak cincong gitu ibaratnya. Supaya
keikhlasan, apa ya..keikhlasan kan teruji disitu, ketika misalnya loe
bikin sesuatu yang baik, tapi orang gak tau lebih baik. Jadi orang
nyembunyiin kebaikan loe kaya loe nyembunyiin dosa loe, kalau loe
nyembunyiin kebaikan kaya loe nyembunyiin dosa, ya itu berarti ikhlas
loe dah oke banget gitu.
Peneliti : Hal positif dalam pertemanan kakak dengan Mawar?
Dani : Banyak banget, bukan cuma Mawar doang, semua kita dapat hal
positif kalau ketemu sesama itu, kita jadi belajar. Kan apa, orang lain
itu kan jadi pelajaran buat kita, kadang ada kisah yang buruk, kadang
ada kisah yang baik. Kisah yang buruk ya udah dia yang menceritakan
dan cukup dia aja yang merasakan kita belajar dari kisahnya dia, tapi
yang baik perlu kita contoh, kita tiru, seperti itu.
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
266
Peneliti : Hal negatif dalam pertemanan dengan Mawar?
Dani : Gak ada.
Peneliti : Harapan pertemanan kakak dan Mawar kedepannya?
Dani : Harapannya udah dari awal sih udah harapannya mawar kan udah
beranjak dewasa, mungkin nanti dia yang akan membimbing adik-adik
indigonya yang lain, kalau dia ketemu dengan yang lain. Jadi untuk
saling istilahnya itu kita netralin emosi kita, netralin sesama, jadi dia
kan akan ngebina adik-adiknya nanti. Maksudnya untuk ngasih saran ke
adik-adiknya.
Peneliti : Kakak kalau disuruh pilih, lebih memilih pertemanan dengan sesama
atau bukan?
Dani : Gak milih-milih lah, sama aja, sebenarnya ini gak usah terlalu anak
indigo banget, kita sama aja.
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
267
TRANSKRIP WAWANCARA
AHLI INDIGO
Sumber : Prof. Dr. Ir. Marsudi Wahyu Kisworo
Hipnoterapis dan Rektor Perbanas
Tanggal : 8 Mei 2014
Waktu : 12.20-12.50 WIB
Tempat : Jl Perbanas, Karet Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan
Gedung Perbanas, Unit V, Lantai 4
Peneliti : Selamat siang Pak Marsudi, terimakasih atas kesediaan waktunya
untuk wawancara ini. Menurut Bapak, karakteristik anak indigo
pada umumnya seperti apa?
Pak Marsudi : Anak-anak indigo biasanya karakteristik utamanya IQ-nya sangat
tinggi, karena IQ-nya sangat tinggi sehingga kadang-kadang
mereka tidak bisa memahami dunia di luar diri mereka. Ada yang
bentuknya yang kemudian menjadi tertutup introvert, ada yang
kemudian menjadi sangat naif, tetapi ada juga yang
pelampiasannya menjadi terlalu kasar. Nah ini makanya
karakteristik, tetapi umumnya rata-rata biasanya mereka tertutup,
biasanya begitu. Kemudian karakteristik yang kedua, dia memang
memiliki kelebihan di satu bidang tertentu, ada yang memiliki
kekuatan misalnya bisa menyebuhkan orang sakit, kadang bisa
ngelihat mahluk halus, komunikasi mahluk halus, ada yang
misalnya bisa menghitung lebih cepat dari kalkulator. Ada salah
satu anak indigo saya yang ketika ditanya 2566 dikali 353, kita
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
268
baru ngetik, dia sudah jawab. Dia memang memiliki kemampuan
disitu. Ada yang hafal dengan kitab suci, dari umur tiga tahun dia
sudah hafal, berbeda-beda. Jadi ini karakteristik yang kedua,
mereka memiliki suatu kelebihan yang berbeda dengan diri kita.
Kemudian karakteristik yang ketiga, anak indigo ini, karena dia
introvert itu, dia tertutup itu, biasanya kemudian dia menarik diri
dari pergaulan, bukan karena mereka tidak bisa, tetapi karena orang
dewasa itu tidak bisa memahami, karena tidak bisa memahami,
kemudian terjadi konflik komunikasi diantara mereka, kemudian
mereka menarik diri. Karena anak-anak biasanya mekanisme
defends-nya mundur, kalau orang dewasa biasanya mekanismenya
defends-nya fight.
Peneliti : Maaf Pak, tentang hal menutup diri tadi, lebih menutup diri
tentang diri mereka atau tentang kehidupan mereka?
Pak Marsudi : Tentang kehidupan mereka, keseluruhan mereka. Makanya
kadang-kadang susah dibedakan apakah seseorang indigo atau
autis. Anak autis memiliki sifat yang hampir sama, berpusat pada
dirinya, bahkan anak autis itu menganggap orang lain tidak ada,
ekstremnya seperti itu, makanya anak autis itu kan salah satu
cirinya kalau diajak bicara tidak bisa menatap mata, karena dia gak
bisa melihat, di dunia ini tidak ada orang lain. Nah, di sisi lain ada
yang dinamakan anak hiperaktif, hiperaktif itu anak yang energinya
berlebihan dan dikeluarkan dengan bermacam-macam, sehingga
kalau kita tidak paham, kita sebut dia nakal. Indigo ini di kutub
yang lain lagi, dia memiliki kekuatan-kekuatan tertentu, dan karena
energi ini dia menjadi sangat tertutup, jadi seolah-olah kalau kita
gak paham dikira sebagai anak autis. Karena ketika iya tadi,
manusia ketika menghadapi sebuah benturan, reaksinya kan dua,
melawan atau lari. Contoh misalnya dia menghadapi benturan
komunikasi, misalnya dia ngomong sendiri, padahal mungkin dia
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
269
bicara dengan mahluk gaib, tetapi orang tuanya menganggap kamu
gila ya, reaksinya kan dia jadi mundur, dia gak mau berlawanan.
Peneliti : Jadi secara komunikasi ada perbedaan anak indigo dengan anak
pada umumnya?
Pak Marsudi : Sangat berbeda, karena tadi, biasanya anak indigo juga tidak
memiliki kemampuan komunikasi yang baik, susunan kalimatnya
itu agak berbeda, kemudian cara-cara ia berbicara. Kenapa? Karena
anak indigo itu sebenarnya punya kelebihan di otak ya. Orang
mengatakan otak kita ini hanya satu persen yang dipakai,
selebihnya 99 persennya kan nganggur. Nah anak indigo ini
mungkin enggak, satu persen dipakai ke kita, 99 persen dipakai
kekuatan-kekuatannya. Akibatnya karena kekuatan otaknya
dipakai, reaksi berpikirnya juga lebih cepat, karena otaknya
berpikir lebih cepat, mulutnya tidak bisa mengejar. Makanya
kadang-kadang kita melihat anak-anak indigo susunan kata-katanya
agak ngaco, karena otaknya ini lebih cepat memproduksi kata
dibandingkan mulutnya mengatakan. Otaknya mungkin kalau kata
ilmu komunikasi itu, kalau perempuan 15 kata perdetik, kalau anak
laki-laki lima kata perdetik. Kalau anak indigo itu mungkin bisa 50
kata perdetik, padahal mulut kita dalam satu detik hanya bisa
mengeluarkan dua tiga kata. Kelihatan sekali tata bahasanya tidak
tersusun dengan baik, pilihan bahasanya juga kurang baik, karena
terlalu cepat otaknya bekerja.
Peneliti : Kalau dibandingkan dengan sesama anak indigo Pak?
Pak Marsudi : Nah menariknya gini, kalau dengan sesama anak indigo mereka
bisa saling berkomunikasi dengan asik, jadi kalau di komunitas itu
anak-anak indigo meskipun mereka memiliki kelebihan yang
berbeda, mereka itu bisa berkomunikasi dengan sangat-sangat
akrab, mungkin dunia ini bisa paham ya, jadi meskipun
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
270
komunikasinya belum terbentuk kata-kata, ada anak indigo yang
berkomunikasi tanpa berkata-kata ada. Tetapi karena mereka bisa
memahami, bisa mengerti, mungkin satu frekuensi ya, jadi
nyambung gitu ya, jadi bisa asik anak indigo, jadi makanya kan
komunitas-komunitas anak indigo kalau bertemu sesama mereka,
bisa sharing perlakuan-perlakuan buruk yang mereka terima, bisa
sharing bagaimana perlakuan buruk orang tuanya, itu mereka bisa
asik, bisa saling bercerita akrab. Tetapi dekat kita, ini agak berbeda,
jadi kayanya kita itu dianggap mahluk yang berbeda gitu lho,
makanya kalau saya, kebetulan saya hypnoterapis ya, kalau saya
menterapi anak indigo, saya harus masuk ke dalam dunia mereka,
sehingga saya menyamakan frekuensi dengan mereka. Saya sendiri
juga gak tau jaman dulu ada indigo atau tidak, tetapi anak-anak
indigo bilang “Dulu Bapak indigo juga waktu kecil.”. Saya juga
gak tau kenapa mereka melihat begitu. Tapi dulu saya memang
belajar ilmu-ilmu tenaga dalam, ilmu-ilmu kejawean, menghilang,
dulu saya memang pelajari ilmu-ilmu persilatan dulu. Apakah
karena itu jadi mereka menganggap saya indigo.
Peneliti : Bapak sejak kapan mulai menangani anak indigo ini?
Pak Marsudi : Jadi biasanya saya kasih training guru-guru smp mengenai
hypnoterapis, kemudian saya selalu pesankan, kalau ada yang tidak
bisa ditangani setelah saya ajarkan, bawa ke tempat saya. Biasanya
sore jam tiga-an rame disini, karena jam tiga kantor ini tutup kan,
disini jam tiga mahasiswa juga sudah pulang kuliah. Ketika saya
menangani, ada kelainan yang bermacam-macam, hyperaktif, ada
yang autis, ada yang nakal, ngerokok, ada yang pacaran mulu, ada
yang main game terus bermacam-macam lah. Diantara problem itu
ternyata terselip anak-anak indigo, jadi orang tuanya tidak tahu dia
indigo, jadi dianggap dia gila. Kaya contohnya begini, ada orang
tua yang bawa anaknya kesini, karena anaknya suka ngomong
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
271
sendiri, seperti orang gila, ketawa sendiri, ngomong sendiri. Saya
bicara dengan orang tuanya, tidak ada anak yang gila, orang gila itu
pasti sudah dewasa, makanya kita tidak pernah liat orang gila anak-
anak. Baru mereka bilang iya yah. Jadi orang gila itu biasanya
sudah balik, sudah di atas umur 12 tahun, karena Allah itu adil,
tidak akan membuat anak dibawah umur 12 tahun itu gila. Jadi
kalau dia bicara sendiri bukan gila, jadi tidak perlu diterapi, hanya
saya perlu bicara dengan anaknya. Kata anaknya iya saya kan
ngomong, di ruang ini pun ia bilang ada apa, dia bisa bicara dengan
mahluk-mahluk yang tidak kelihatan, tetapi orang tuanya salah
paham, dikira anaknya gila. Saya bilang anak ibu tidak sakit jiwa,
saya arahkan saja, supaya orang tuanya bisa memahami anaknya,
sehingga bisa harmonis lah hidupnya. Jadi salah satu pasien saya
yaitu Dani, ketua komunitas Keluarga Indigo, dibawa kesini sejak
empat tahun yang lalu, sebelum Dani kuliah. Karena ibunya salah
paham, ternyata adiknya juga begitu, indigo juga kan adiknya,
akhirnya dibawa juga kesini. Jadi karena di antara pasien-pasien
saya ada anak indigo, jadilah saya perkenalan dengan mereka,
dengan dunia mereka, masuk dunia mereka.
Peneliti : Indigo berarti ada pengaruh dari orang tuanya juga ya Pak?
Pak Marsudi : Indigo ini biasanya keturunan, jadi pasti ada gen-gen yang
membawa kesitu. Dari pengamatan saya sementara, kalau ibunya
indigo nurun ke anaknya indigo. Kalau neneknya indigo nurun ke
cucunya. Jadi kalau dari jalur ibu langsung, kalau dari jalur bapak
biasanya dari jalur nenek. Jadi kalau seorang laki-laki dia indigo
tetapi anaknya tidak indigo, tetapi kalau seorang perempuan dia
indigo, anaknya kemudian perempuan juga, ia akan indigo.
Biasanya indigo itu menurun, tetapi ada juga indigo yang tidak
menurun, itu mungkin karena belajar ya. Jadi mungkin di semua
suku bangsa kita punya ilmu-ilmu yang dipelajari, disebut ilmu
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
272
gaib, itu akhirnya bisa membuat kita memiliki kekuatan juga. Jadi
manusia itu terdiri dari tiga golongan, ada yang dari lahir sudah
memiliki kekuatan, ada yang dibentuk karena proses, ada yang
udah dilatih juga tidak bisa.
Peneliti : Bagaimana dengan orang tua yang tidak mendukung anak
indigonya Pak?
Pak Marsudi : Yang tidak mendukung banyak, justru itu yang menjadi pasien
saya yang tidak mendukung itu dan saya sadarkan mereka, anak
bapak, anak ibu itu punya kekuatan khusus, jadi harus dijaga,
jangan sampai kekuatan itu, bukan disalahgunakan sih, tetapi tidak
terkendali. Contohnya ada salah satu pasien saya, anak perempuan,
ia memiliki kemampuan untuk tahu kapan orang akan meninggal,
ia memberitahu orang yang akan meninggal itu kalau sebentar lagi
mereka akan meninggal. Di sini diajarkan untuk tidak ngomong, ia
tahu untuk dia saja, tetapi jangan dibicarakan ke orang lain, karena
kemudian begitu kejadian, bisa dibilang anak setan, orang-orang
jadi salah paham. Pada suatu saat pernah ada tetangganya dibilang
akan tabrakan motor, tetangganya menilainya sebagai nyantet, nah
itu orang tuanya harus menjaga agar anaknya tidak melepaskan
tenaganya sembarangan. Ada juga pasien saya, kalau lihat air,
airnya bisa mendidih, jangan disalahgunakan. Atau si Dani, Dani
kalau lihat ATM, digosok ia bisa baca pinnya. Hati-hati itu jagoan
security komputer itu, nah orang tuanya harus menjaga agar dia
tidak menyalahgunakan itu untuk keperluan jahat. Jadi masing-
masing itu yang penting orang tua itu harus mendukung kalau
anaknya berbeda dan memiliki kelebihan, nah karena masih anak
mereka belum tahu salah dan benar, seperti anak yang bisa tahu
kematian seseorang, dia sebenarnya jujur, tetapi tidak semua
kejujuran harus diutarakan. Misalnya komunikasi dengan mahluk
halus, kalau diluar jangan, kalau di rumah silahkan. Ada lagi salah
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
273
satu pasien saya yang sukses, ia punya khayalan, ia pernah hidup di
sebuah negara di mana gitu, ia jadi ratu, ia punya pembantu.
Bahkan ia cerita ia bisa terbang, ia loncat ia bisa terbang. Ia suka
mengkhayal, sama orang tuanya dibilang ini anak gila ini.
Kemudian dibawa kesini, saya arahkan, oo, anak ibu ini punya
daya imajinasi yang luar biasa, diarahkan saja. Bagaimana caranya,
Bapak Ibu bisa beliin dia laptop tidak? Jadi suruh aja dia ngarang,
jadi khayalannya jadi ke buku. Akhirnya bukunya sudah ada di
Gramedia, bukunya tidak saya sebutkan, tetapi dia jadi pengarang
cerita khayal yang bagus. Jadi imajinasi dia tidak di bicarakan ke
orang lain tetapi di nyatakan ke dalam bentuk sebuah buku.
Diarahkan seperti itu, yang penting orang tuanya harus paham saja,
di support saja, dan ternyata bisa jadi pengarang yang bagus.
Peneliti : Sebenarnya masih ada tidak sih Pak yang orang tuanya tidak
mendukung, menolak?
Pak Marsudi : Mungkin ada, tetapi biasanya kalau ketemu saya sudah enggak,
tetapi mungkin masih ada, yang di luar kan ribuan banyak.
Peneliti : Sebagai anak indigo apakah mereka butuh kesiapan?
Pak Marsudi : Kan dari kecil jadi bukan butuh kesiapan atau tidak, justru
menjadi anak indigo itu kemudian harus di arahkan, ia kan tidak ia
maui, begitu lahir ia sudah punya kekuatan itu. Nah, yang perlu
disiapkan justru sekarang lingkungannya, orang tuanya, kakak-
kakaknya, jadi ketika ia tahu bahwa anggota keluarganya itu
indigo, maka keluarga itu harus di persiapkan menerima anak yang
berbeda dari yang lain, supaya tidak di anggap aneh. Ketika
kekuatan sebatas dari kecil sudah hafal Al-Quran itu kan baik-baik
saja kan. Tetapi ketika dia punya kekuatan melihat nasib,
kemampuan, masa depan orang, kalau tidak disiapkan kan jadi
dianggap gila. Jadi yang disiapkan itu keluarganya. Orang tua harus
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
274
memahami anaknya indigo dan juga jangan mengeksploitasi
anaknya. Intinya anak indigo itu sederhana saja, lingkungannya
harus paham dia, lingkungan di sekolah, di rumah, terutama yang
di rumah. Reaksi anak indigo ketika dianggap aneh, ia melarikan
diri menjadi pakai-pakaian aneh, ada yang jadi banci, ia lari dari
realita hidup. Kadang-kadang kalau sudah sampai kesana saya
terapi, salah satu pasien saya anak indigo dan di salah pahami oleh
lingkungan, ia kemudian beralih gender. Ia anak laki-laki tetapi
suka pakai rok, pakai lipstick, ketika saya terapi, saya hipnotis,
kemudian saya gali ketika dalam keadaan tidak sadar, ternyata ia
adalah pelarian diri, ia benci kepada dirinya, ia tidak mau lagi jadi
dirinya, karena ia dianggap gila oleh lingkungannya, dianggap
aneh, anak setan, akhirnya dia pelarian diri dalam bentuk, saya
tidak mau menjadi diri saya. Jadi akhirnya dia punya kepribadian
ganda, seorang perempuan yang berbeda dari dirinya, kalau begitu
sudah saya jadi penyakit, saya terapi. Kalau tidak ya saya bicara
saja kepada orang tuanya supaya bisa memahami lah.
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
275
PEDOMAN WAWANCARA
a) Data pribadi:
i. Nama.
ii. Usia.
iii. Tempat dan tanggal lahir.
iv. Tempat tinggal.
v. Jurusan/pekerjaan.
vi. Agama
vii. Suku
b) Makna pertemanan.
c) Pertemuan awal dengan teman.
d) Tahapan kedekatan yang terjalin dengan teman.
e) Kedekatan hubungan dengan teman.
f) Frekuensi pertemuan dan saluran komunikasi yang dilakukan.
g) Topik yang dibicarakan dengan teman.
h) Kedalaman topik yang dibicarakan.
i) Makna keterbukaan diri (self disclosure) dalam pertemanan.
j) Bagaimana keterbukaan diri dalam pertemanan, sejauh apa.
k) Mengapa melakukan keterbukaan diri, alasan.
l) Ketidakterbukaan satu sama lain, apa dan mengapa.
m) Karakteristik anak indigo.
n) Pandangan mengenai anak indigo.
o) Respon teman ketika melakukan keterbukaan diri mengenai indigo.
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
276
p) Nilai positif dalam pertemanan dengan anak indigo.
q) Pertemanan dalam sesama indigo dan dengan bukan indigo,
bagaimana dan hambatannya.
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
277
Gambar 1. Gathering Komunitas Keluarga Indigo 30 Maret 2014
Gambar 2. Peneliti bersama Dimas Ahmad Rianto
Gambar 3. Peneliti bersama Ajeng Tiarara Rihandini
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
278
Gambar 4. Peneliti bersama Rahma Sunarsih Tri Walidah
Gambar 5. Peneliti bersama Tiara dan Rahma
Gambar 6. Peneliti bersama
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
279
Gambar 7. Peneliti bersama Prof. Dr. Ir. Marsudi Wahyu Kisworo
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
280
Proses Keterbukaan..., Michelle Subari, FIKOM UMN, 2014
Top Related