LAPORAN KASUS OTOLOGI
OTITIS MEDIA AKUT STADIUM PERFORASI SINISTRA
OTITIS EKSTERNA DIFUSA DEKSTRA
Supervisor : dr. Hamsu Kadriyan, SpTHT-KL, MKes
Oleh
Aldy Valentino Maehca Rendak
H1A007001
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT UMUM PROPINSI NTB
2014
BAB 1
PENDAHULUAN
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media
supuratif dan otitis media non supuratif. Otitis media supuratif akut atau otitis media akut
(OMA) merupakan bentuk akut dari otitis media supuratif, yang dapat berkembang menjadi
OMSK bila tidak diterapi dengan baik. Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor
penyebab dasar terjadinya OMA.1,2
Otitis media akut banyak ditemukan pada anak-anak dan merupakan salah satu
penyakit infeksi yang paling sering menyerang anak dan bayi. Makin sering seseorang,
terutama anak-anak, mengalami infeksi saluran napas atas, makin besar kemungkinannya
mengalami OMA.1 Diperkirakan dua pertiga anak usia kurang dari tiga tahun telah
mengalami sedikitnya satu episode OMA, dan sepertiga diantaranya berulang. Angka
kejadian OMA bervariasi di setiap negara.3 Di Amerika Serikat, 70% anak terserang OMA
sebelum usia 2 tahun. Insiden penyakit ini akan meningkat pada masyarakat dengan sosial-
ekonomi rendah.4 Di Italia, insidensi OMA sebesar 16,8% pada anak usia nol hingga enam
tahun.3 Di Indonesia sendiri belum ada data akurat yang ditemukan untuk menunjukkan angka
kejadian OMA. Di poliklinik THT RSUD dr.Soetomo Surabaya pada tahun 1995 OMA
menduduki peringkat dua dari sepuluh besar penyakit terbanyak, sedangkan di poliklinik
THT RSUD dr.Saiful Anwar Malang pada tahun 1997 OMA menduduki peringkat kelima.5
Otitis media juga dapat ditemukan pada pasien usia dewasa, dimana faktor penyebabnya
sama seperti pada pasien anak, adanya sumbatan atau gangguan pada tuba eustachius.2
Otitis eksterna merupakan proses inflamasi pada liang telinga. Pada
sebuah studi, ditemukan bahwa otitis eksterna dapat menyebabkan
gangguan aktivitas harian pada sekitar 36% pasien dengan durasi rata-
rata gangguan aktivitas selama 4 hari, dan pada sekitar 21% kasus pasien
harus istirahat total di tempat tidur. Otitis eksterna ini merupakan proses
peradangan yang mudah dikontrol dengan penggunaan agen topikal,
namun sebagian besar dokter menatalaksanai kondisi ini dengan
antibiotik sistemik. Jika tidak ditatalaksanai dengan baik, infeksi ini akan
menyebar ke jaringan lain disekitar daerah infeksi.6
Pada laporan kasus ini penulis akan menjabarkan mengenai kasus OMA sinistra
stadium perforasi disertai otitis eksterna difusa dekstra yang ditemukan pada pasien dewasa
rawat jalan di Poliklinik THT RSU NTB pada tanggal 11 Januari 2014.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Telinga
Telinga merupakan organ pendengaran sekaligus juga organ keseimbangan. Telinga
terdiri atas 3 bagian yaitu:7
a. Telinga luar
b. Telinga tengah
c. Telinga dalam
Gambar 1. Anatomi telinga (potongan frontal).7
2.1.1 Anatomi Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga atau pinna dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar dan rangka
tulang pada dua pertiga bagian dalam. Panjang liang telinga kira-kira 2,5 – 3 cm.8
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen
(modifikasi kelenjar keringat) dan rambut halus. Kelenjar terdapat pada seluruh kulit
liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar
serumen.7 Serumen menjaga membran timpani tetap lunak dan tahan-air serta
melindungi telinga tengah dan dalam dari benda asing berukuran kecil dan serangga.7
2.1.2 Anatomi Telinga Tengah
4
Telinga tengah adalah suatu ruang yang terisi udara yang terletak di bagian
petrosum tulang pendengaran. Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas
sebagai berikut:8
Batas luar: membran timpani
Batas depan: tuba Eustachius
Batas bawah: vena jugularis (bulbus jugularis)
Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
Batas atas: tegmen timpani (meningen/otak)
Batas dalam: berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal,
kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar dan promontorium.
Gambar 2. Tampakan kubus telinga tengah.8
Organ telinga tengah terdiri dari:
Gambar 3. Anatomi telinga tengah7
A. Membran timpani.
5
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran Sharpnell) sedangkan bagian bawah disebut pars tensa
(membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar lanjutan
epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti
epitel mukosa saluran pernapasan. Pars tensa memiliki satu lapisan lagi di tengah
yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan
secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam.8
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut
sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah
bawah, yaitu pada arah jam 5 untuk membran timpani kanan, sementara membran
timpani kiri pada arah jam 7. Refleks cahaya adalah cahaya dari luar yang
dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat dua serabut
yaitu sirkuler dan radier sehingga menyebabkan timbulnya refleks cahaya.8
Membran timpani dibagi menjadi empat kuadran dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian/kuadran, yaitu atas-depan, atas-belakang, bawah
depan, dan bawah belakang.8
Gambar 4. Membran timpani.8
B. Rongga timpani.
6
Epitel yang melapisi rongga timpani dan setiap bangunan di dalamnya
merupakan epitel selapis pipih atau kuboid rendah, tetapi di bagian anterior pada
celah tuba auditiva (tuba Eustachius) epitelnya berlapis silindris bersilia. Lamina
propria tipis dan menyatu dengan periosteum.9
C. Tulang pendengaran.
Tulang pendengaran terdiri dari tulang maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang
ini merupakan tulang kompak tanpa rongga sumsum tulang. Tulang maleus
melekat pada membran timpani. Tulang maleus dan inkus tergantung pada
ligamen tipis di atap ruang timpani. Lempeng dasar stapes melekat pada tingkap
lonjong (fenestra ovalis/oval window) pada dinding dalam.9
D. Otot
Terdapat 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran.
Otot-otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran
berfrekuensi tinggi. Otot tersebut adalah:9
Muskulus tensor timpani. Otot tensor timpani terletak dalam saluran di atas
tuba auditiva.
Muskulus stapedius. Tendon otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang
berbentuk piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior untuk
berinsersi ke dalam leher stapes.
E. Dua buah tingkap.
Tingkap lonjong pada dinding medial ditutupi oleh lempeng dasar stapes,
memisahkan rongga timpani dari perilimfe dalam skala vestibuli koklea. Untuk
menjaga keseimbangan tekanan di rongga-rongga perilimf terdapat suatu katup
pengaman yang terletak dalam dinding medial rongga timpani di bawah dan
belakang tingkap oval dan diliputi oleh suatu membran elastis yang dikenal
sebagai tingkap bulat (fenestra rotundum/round window). Membran ini
memisahkan rongga timpani dari perilimf dalam skala timpani koklea.9
F. Tuba auditiva (tuba Eustachius).
Tuba auditiva menghubungkan rongga timpani dengan nasofaring, lumennya
gepeng, dengan dinding medial dan lateral bagian tulang rawan biasanya saling
berhadapan menutup lumen. Epitelnya bervariasi dari epitel bertingkat, hingga
7
selapis silindris bersilia dengan sel goblet dekat faring. Dengan menelan dinding
tuba saling terpisah sehingga lumen terbuka dan udara dapat masuk ke rongga
telinga tengah. Dengan demikian tekanan udara pada kedua sisi membran timpani
menjadi seimbang.9
2.2 Otitis Eksterna
2.2.1 Definisi dan Klasifikasi Otitis Eksterna
Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis yang disebabkan oleh
bakteri. Faktor yag mempermudah terjadinya infeksi telinga luar ialah pH liang
telinga yang berubah menjadi basa, sehingga proteksi terhadap infeksi menurun. Pada
keadaan udara yang hangat dan lembab, kuman dan jamur mudah tumbuh. Hal lain
adalah trauma ringan (ketika mengorek telinga) atau karena berenang yang
menyebabkan perubahan kulit karena kena air. Otitis eksterna akut dibagi menjadi
dua, yaitu otitis eksterna sirkumskripta dan otitis eksterna difus.1
2.2.2 Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkel)
Oleh karena kulit di sepertiga luar liang telingan mengandung adneksa kulit, seperti
folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumen, maka di tempat itu dapat
terjadi infeksi polisebaseus, sehingga membentuk furunkel. Kuman penyebabnya
biasanya Staphylococcus aureus atau Staphylococcus albus. Gejalanya ialah rasa nyeri
yang sangat hebat tidak sesuai dengan besar furunkel. Hal ini disebabkan karena kulit
liang telinga tidak mengandung jaringan longgar dibawahnya, sehingga rasa nyeri
timbul pada penekanan perikondrium. Rasa nyeri dapat juga timbul spontan pada
waktu membuka mulut (sendi temporomandibula). Selain itu gangguan pendengaran,
bila furunkel besar dan menyumbat liang telinga. Terapinya bergantung pada keadaan
furunkel. Bila sudah menjadi abses,diaspirasi secara steril untuk mengeluarkan
nanahnya. Lokal diberikan antibiotika dalam bentuk salep, seperti polymixin B atau
bacitracin, atau antiseptik (asam asetat 2-5% dalam alkohol 2%). Kalau dinding
furunkel tebal, dilakukan insisi, kemudian dipasang salir (drain) untuk mengalirkan
nanahnya. Biasanya tidak perlu diberikan antibiotika secara sistemik, hanya diberikan
obat simtomatik seperti analgetik dan obat penenang.1
2.2.3 Otitis Eksterna Difusa
8
Biasanya mengenai kulit liang telinga duapertiga dalam. Tampak kulit liang telnga
hiperemis dan edema dengan tidak jelas batasnya, serta tidak terdapat furunkel.
Kuman penyebabnya biasanya golongan pseudomonas. Kuman lain yang dapat
sebagai penyebab ialah Staphylococcus albus, escheria koli dan sebagainya. Otitis
eksterna difus dapat juga terjadi sekunder pada otitis media supuratif kronis.
Gejalanya sama dengan otitis eksterna sirkumskripta. Kadang-kadang terdapat sekret
yang berbau. Sekret ini tidak mengandung lender (musin) seperti sekret yang keluar
dari kavum timpani pada otitis media. Pengobatannya ialah dengan memasukkan
tampon yang mengandung antibiotika ke liang telinga supaya terdapat kontak yang
baik antara obat dengan kulit yang meradang. Kadang-kadang diperlukan antibiotika
sistemik.1
2.3 Otitis Media Akut
2.3.1 Definisi
Zainul A. Djafaar, dkk (2007) dalam Buku Ajar THT-KL mendefinisikan otitis media
sebagai peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga, tuba Eustachius, antrum
mastoid, dan sel-sel mastoid. Sedangkan otitis media akut atau otitis media supuratif
akut adalah bentuk supuratif dan akut dari otitis media.1
2.3.2 Epidemiologi
Otitis media akut banyak ditemukan pada anak-anak dan merupakan salah satu
penyakit infeksi yang paling sering menyerang anak dan bayi. Diperkirakan dua
pertiga anak usia kurang dari tiga tahun telah mengalami sedikitnya satu episode
OMA, dan sepertiga diantaranya berulang. Angka kejadian OMA bervariasi di setiap
negara. Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian otitis media yaitu usia,
jenis kelamin, ras, latar belakang genetik, status sosioekonomi, derajat paparan
terhadap rokok, ada tidaknya alergi pada sistem respirasi, musim, dan status vaksinasi
pneumokokus.3
Di Amerika Serikat, 70% anak terserang OMA sebelum usia 2 tahun. Insiden
penyakit ini akan meningkat pada masyarakat dengan sosial-ekonomi rendah.4 Di
Italia, insidensi OMA sebesar 16,8% pada anak usia nol hingga enam tahun.3 Di
Indonesia sendiri belum ada data akurat yang ditemukan untuk menunjukkan angka
kejadian OMA. Suheryanto menyatakan OMA merupakan penyakit yang sering
dijumpai dalam praktik sehari-hari, di poliklinik THT RSUD dr.Soetomo Surabaya
9
Gangguan tuba EustachiusEtiologi:Perubahan tekanan udara tiba-tibaAlergiInfeksiSumbatan: sekret, tampon, tumor
Tekanan negatif telinga tengah Efusi
Sembuh/normal
Fungsi tuba tetap tergangguInfeksi (-)
pada tahun 1995 OMA menduduki peringkat dua dari sepuluh besar penyakit
terbanyak, sedangkan di poliklinik THT RSUD dr.Saiful Anwar Malang pada tahun
1997 OMA menduduki peringkat kelima.5
2.3.3 Patogenesis
Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor dasar penyebab OMA. Karena sumbatan
ini, fungsi tuba dalam pencegahan invasi kuman ke telinga tengah terganggu sehingga
kuman masuk ke telinga tengah dan terjadi infeksi.1
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.
Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran
tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan
datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan
membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya
terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar
saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah
terkumpul di belakang gendang telinga.1
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena
gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ
pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran
yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih
banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran
pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat,
cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena
tekanannya. OMA dapat berkembang menjadi otitis media supuratif kronis apabila
gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini berkaitan dengan beberapa faktor antara
lain higiene, terapi yang terlambat, pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan
tubuh yang kurang baik.1
Bagan 1. Patogenesis terjadinya otitis media.1
10
2.3.4 Faktor Risiko dan Etiologi
Faktor pencetus terjadinya otitis media akut yaitu:1
a. Terganggunya faktor pertahanan tubuh, yaitu terganggunya silia pada mukosa
tuba Eustachius.
b. Sumbatan tuba Eustachius.
c. Infeksi saluran napas atas, semakin sering terkena ISPA (infeksi saluran napas
akut) maka makin besar kemungkinan anak mengalami OMA.
d. Pada anak anatomi tuba Eustachius juga terlibat mempermudah terjadinya
OMA.
Bakteri piogenik merupakan penyebab utama OMA (otitis media akut), seperti
Streptococcus haemolyticus, Stafilococcus aureus, pneumakokus. Kadang-kadang
Haemophylus influenza, Escherichia coli, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas
aurugenosa ditemukan juga.1
2.3.5 Gejala Klinis
Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan usia pasien. Pada bayi
didapatkan suhu tinggi mencapai 39,5˚C (pada stadium supurasi), gelisah, sukar tidur,
diare, kejang, dan kadang-kadang anak memegang telinga. Bila terjadi ruptur
11
membran timpani maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak
tertidur tenang. Pada anak yang sudah dapat berbicara akan mengeluhkan nyeri di
dalam telinga dan demam, biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada
anak yang lebih besar atau dewasa mengeluh nyeri di dalam telinga, rasa penuh di
telinga, atau rasa kurang dengar.1
Berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah, OMA dibagi menjadi 5 stadium:1
a. Stadium oklusi tuba Eustachius
‒ Terjadi retraksi membran timpani karena adanya tekanan negatif di telinga
tengah akibat absorpsi udara.
‒ kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat.
‒ efusi tidak dapat dideteksi.
‒ stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa karena virus atau
alergi.
b. Stadium hiperemis (presupurasi)
‒ Tampak pelebaran pembuluh darah di membran timpani membran timpani
tampak hiperemis dan edem
‒ Terbentuk sekret yang mungkin bersifat eksudat serosa sukar terlihat.
c. Stadium supurasi
‒ Edema hebat pada mukosa telinga tengah, sel epitel superfisialis hancur,
terbentuk eksudat purulen di kavum timpani membran timpani menonjol
(bulging) ke arah telinga luar.
‒ Pasien terlihat sangat sakit, peningkatan nadi dan suhu, pertambahan nyeri
telinga
‒ Jika tekanan di kavum tidak berkurang karena tekanan nanah iskemik,
tromboflebitis pada vena-vena kecil, nekrosis mukosa dan submukosa
daerah ini tampak kekuningan dan lebih lembek akan terjadi rupture.
d. Stadium perforasi
‒ Ruptur membran timpani sekret mengalir ke liang telinga luar Anak
menjadi tenang dan dapat tidur nyenyak.
Letak Perforasi Pada Membran Timpani
Sentral Marginal Atik
Lokasi pada pars tensa, bisa
antero-inferior, postero-inferior
Terdapat pada pinggir membran
timpani dengan adanya erosi
Terjadi pada pars flasida,
berhubungan dengan primary
12
dan postero-superior, kadang-
kadang sub total
dari anulus fibrosus. Perforasi
marginal yang sangat besar
digambarkan sebagai perforasi
total. Perforasi pada pinggir
postero-superior berhubungan
dengan kolesteatom.
acquired cholesteatoma
e. Stadium resolusi
‒ Bila membran timpani tetap utuh akan kembali normal secara perlahan-
lahan.
‒ Dapat terjadi tanpa pengobatan bila daya tahan tubuh baik atau virulensi
kuman rendah.
‒ Bila perforasi menetap dan sekret keluar terus-menerus atau hilang timbul
OMSK.
‒ Bila skret menetap dalam kavum timpani dan tidak terjadi perforasi timbul
gejala sisi berupa OM serosa.
2.3.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya:1
Stadium
oklusi
‒ Tujuan: membuka tuba tekanan negatif telinga tengah hilang
‒ Diberi obat tetes hidung : HCl efedrin 0,5% dalam larutan
fisiologik (<12 tahun), atau HCl efedrin 1% dalam larutan
fisiologik (>12 tahun, dan dewasa)
‒ Obati sumber infeksi
Stadium
presupurasi/
hiperemi
‒ Antibiotik (minimal selama 7 hari) : golongan penicilin (lini
pertama) (awalnya diberikan secara IM sehingga didapat
konsentrasi yang adekuat dalam darah tidak terjadi mastoiditis
terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, maupun
kekambuhan).
‒ Jika alergi pensilin, beri eritromisin.
‒ Dosis ampisilin anak: 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis
‒ Atau amoksisilin (anak) 40 mg/kgBB/hari daibagi dalam 3 dosis
‒ Atau eritromisin (anak) 40 mg/kgBB/hari
13
‒ Obat tetes hidung
‒ Analgetika
Stadium
supurasi
‒ Antibiotika
‒ Miringotomi (bila membran timpani masih utuh): dapat
menghindari ruptur, gejala klinis lebih cepat hilang
‒ Miringotomi ialah tindakan incisi pada pars tensa membran timpani
agar terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke telinga luar
‒ Miringotomi memiliki banyak komplikasi (misalnya: perdarahan,
trauma pada n. Facialis) tidak perlu dilakukan bila terapi
antibiotik yang adekuat dapat diberikan
Stadium
perforasi
‒ Obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang
adekuat
‒ Biasanya dalam 7-10 hari sekret akan hilang dan perforasi dapat
menutup kembali
Jika tidak
terjadi
resolusi
‒ Lanjutkan antibiotik hingga 3 minggu jika sekret masih tetap
banyak mungkin terjadi mastoiditis
‒ Jika sekret terus keluar >3 minggu otitis media supuratif
subakut.
‒ Jika perforasi menetap dan sekret terus keluar >1,5-2 bulan otitis
media supuratif kronik (OMSK)
2.3.7 Komplikasi
Sebelum ada antibiotika, OMA dapat menimbulkan komplikasi, yaitu abses
subperiosteal sampai yang berat (meningitis dan abses otak). Dewasa ini komplikasi
tersebut sering didapat dari OMSK1.
2.3.8 Miringotomi dan Komplikasinya
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, agar terjadi
drenase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Miringotomi merupakan
tindakan bedah kecil yang harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak harus
tenang dan dikuasai. Lokasi miringotomi ialah kuadran posterior-inferior. Tindakan
harus memakai lampu kepala yang cukup terang, corong telinga dan pisau khusus
(miringotom) yang kecil dan steril. Dianjurkan melakukan anestesi umum dan
14
menggunakan mikroskop mengingat komplikasi miringotomi yang mungkin terjadi,
seperti perdarahan, dislokasi tulang pendengaran, trauma fenestra rotundum, trauma
n. fasialis, trauma bulbus jugulare (bila anomali letak).
Dewasa ini sebagian ahli berpendapat bahwa miringotomi tidak perlu
dilakukan, apabila terapi yang adekuat sudah dapat diberikan (antibiotik tepat dan
dosis cukup)1.
15
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama pasien : Ny. Ni Made Sari
Umur : 38 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jangkuk Selagalas - Sandubaya
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. RM : 09 73 00
Tanggal Pemeriksaan : 11 Januari 2014
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Keluar cairan dari telinga kiri.
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan dirasakan sejak dua minggu yang lalu. Menurut pasien keluhan muncul setelah
pasien batuk pilek. Awalnya kedua telinga pasien terasa gatal, sehingga pasien sering
mengorek telinganya. Diikuti dengan keluarnya cairan dari telinga kiri, cairan berwarna
kekuningan, cairan tersebut keluar dari liang telinga kiri dengan jarak waktu yang tidak
menentu. Pasien juga mengeluhkan telinga kiri dan kanan pasien terasa nyeri. Pasien
mengeluhkan gangguan pendengaran pada telinga kiri. Pasien saat ini tidak mengeluhkan
batuk pilek. Pasien belum pernah berobat sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien tidak memiliki
riwayat penyakit tekanan darah tinggi dan kencing manis.
Riwayat Penyakit Keluarga/Sosial
Tidak ada keluarga dengan keluhan serupa.
Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan. Pasien sering meler dan
bersin-bersin saat terkena debu atau dingin.
16
Edema (+) dan Hiperemis (+)Sekret
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
‒ Tekanan darah : 120/70 mmHg
‒ Nadi : 88 x/menit
‒ Respirasi : 22 x/menit
‒ Suhu : 37,0⁰C
3.3.1 Status Lokalis
Pemeriksaan Telinga
No. Pemeriksaan
Telinga
Telinga Kiri Telinga Kanan
1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (+), edema (-)
2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam batas
normal, hematoma (-), nyeri
tarik aurikula (-)
Bentuk dan ukuran dalam batas
normal, hematoma (-), nyeri
tarik aurikula (-)
3. Liang telinga (sebelum liang telinga
dibersihkan)
Serumen (-), hiperemis (-),
furunkel (-), edema (-), otorhea
(+)
Serumen (-), hiperemis (+),
furunkel (-), edema (+),
otorhea (-)
4. Membran timpani (setelah liang telinga
dibersihkan)
Retraksi (-), bulging (-),
hiperemi (-), edema (-),
perforasi sentral dengan ukuran
5%, cone of light (-)
MT tidak dapat dievaluasi
17
Perforasi sentral postero
superior.
Pemeriksaan hidung
Letak Hidung kanan Hidung kiri
Hidung luar Bentuk (normal), hiperemi (-),
nyeri tekan (-), deformitas (-)
Bentuk (normal), hiperemi (-),
nyeri tekan (-), deformitas (-)
Rinoskopi anterior
Vestibulum nasi Normal, ulkus (-) Normal, ulkus (-)
Cavum nasi Bentuk (normal), mukosa pucat
(+), hiperemia (-)
Bentuk (normal), mukosa pucat
(+), hiperemia (-)
Meatus nasi media Mukosa normal, sekret (+), massa
berwara putih mengkilat (-).
Mukosa normal, sekret (+),
massa berwarna putih mengkilat
(-).
Konka nasi inferior Edema (-), mukosa hiperemi (-) Edema (-), mukosa hiperemi (-)
Septum nasi Deviasi (-), perdarahan (-), ulkus
(-)
Deviasi (-), perdarahan (-), ulkus
(-)
Rinoskopi posterior tidak dilakukan
Pemeriksaan Tenggorokan
18
Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)
Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda
Geligi Normal
Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)
Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran (-)
Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)
Faring Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-),
sekret (-)
Tonsila palatine Kanan Kiri
T1 T1
Fossa Tonsillaris dan Arkus Faringeus
hiperemi (-) hiperemi (-)
3.4 Assessment
‒ Otitis media akut stadium perforasi sinistra
‒ Otitis eksterna difusa dekstra
3.5 Rencana Terapi
3.5.1 Medikamentosa
‒ Antibiotik sistemik :
o Amoxicillin Tab 3 x 500 mg selama 7 hari, diberikan setelah makan
‒ Analgetik
o Asam Mefenamat Tab 3 x 500 mg (bila perlu atau selama telinga masih nyeri),
diberikan setelah makan
‒ Antihistamin
o Cetirizine Tab 1 x 10 mg diberikan selama 7 hari
‒ Obat cuci telinga
19
o H2O2 3% 1-2 tetes selama 3-5 hari
3.5.2 KIE pasien
‒ Menjelaskan ke pasien bahwa pada gendang telinga kanan pasien terdapat lubang
karena peradangan, namun akan dapat menutup kembali jika pasien minum obat
yang diberikan, dan proses penutupan gendang telinga akan terjadi dalam waktu
sekitar 3 minggu.
‒ Menjelaskan bahwa liang telinga kiri pasien sedang bengkak akibat peradangan
kulit liang telinga.
‒ Pasien dianjurkan untuk tetap menjaga kebersihan telinganya dan tidak mengorek-
ngorek liang telinganya selama proses radang pada telinga terjadi dan hingga
pengobatan selesai
‒ Jika mandi, kedua telinga harus ditutupi oleh penyumbat dari lilitan kapas, untuk
mencegah masuknya air ke dalam telinga.
‒ Menjaga kebersihan terutama dirumah agar tidak terjadi radang hidung berulang
(bersin-bersin saat cuaca dingin dan pada daerah berdebu).
‒ Tidak mengonsumsi minuman dingin, bersoda dan minuman kemasan
‒ Datang kembali untuk kontrol setelah 7 hari untuk evaluasi kondisi gendang
telinga kanan dan liang telinga kiri.
3.6 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam.
Quo ad functionam : Bonam.
Quo ad sahationam : Bonam.
20
BAB 4
PEMBAHASAN
Diagnosis otitis media akut stadium perforasi didapatkan melalui hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik telinga yang dilakukan. Pada anamnesis, tergambar jelas mengenai etiologi
dan perjalanan penyakit pasien. Anamnesis adanya riwayat batuk-pilek sebelum keluhan
telinga muncul dan riwayat bersin-bersin pada cuaca dingin dan pada daerah berdebu
menunjukkan penyebab terjadinya infeksi pada telinga tengah adalah adanya infeksi saluran
pernapasan atas.
Infeksi saluran napas atas dapat menyebabkan gangguan tuba auditiva yang
selanjutnya menyebabkan tekanan negatif pada telinga tengah. Sumbatan tuba yang terus
berlanjut menyebabkan hipersekresi sel goblet pada mukosa telinga tengah. Sekret
merupakan media pertumbuhan bakteri yang baik, sehingga kemudian timbul proses infeksi
pada telinga tengah, umumnya bermanifestasi klinis demam. Hipersekresi dan infeksi telinga
tengah bermanifestasi sebagai rasa nyeri pada telinga. Pada anak hal ini menyebabkan anak
menjadi rewel. Karena penanganan yang tidak adekuat, maka dapat terjadi ruptur membran
dan nanah keluar mengalir ke liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah menjadi tenang,
dan suhu badan turun. Keadaan ini disebut OMA stadium perforasi. Hal ini sesuai dengan
keterangan pada saat anamnesis ibu pasien, yang mengaku setelah keluar cairan dari telinga
kiri anaknya tidak lagi demam dan menangis pada malam hari.
Pemeriksaan status lokalis telinga mengonfirmasi hasil anamnesis. Tampak sedikit
sekret pada liang telinga kiri, membran timpani tampak perforasi di daerah sentral (postero-
superior). Hal ini disebabkan karena rupturnya membran timpani setelah melewati stadium
supurasi.
Selain adanya otitis media akut stadium perforasi pada telinga kiri, pasien juga
mengalami otitis eksterna pada telinga kanan. Diagnosa ini didasarkan pada keluhan nyeri
telinga kanan yang dirasakan pasien dan dari pemeriksaan fisik dimana didapatkan adanya
edema dan hiperemis pada liang telinga kanan.
Penanganan pasien OMA ditujukan pada eradikasi bakteri yang adekuat dan simtomatis
untuk mengurangi gejala yang dirasakan pasien. Terapi lini pertama diberikan pada pasien ini
berupa antibiotik spektrum luas Amoxicillin tablet selama 7 hari, dan obat cuci telinga untuk
membersihkan sisa sekret yang masih keluar. Menurut penelitian pemberian antibiotik
sistemik lebih efektif jika dibandingkan topikal (tetes telinga), selain itu compliance pasien
akan lebih tinggi jika diberikan dalam bentuk oral. Pemberian antibiotik ini ditujukan baik
21
untuk Otitis Media dan Otitis Eksterna yang dialami oleh pasien. Pasien juga diberikan
diberikan analgetik, yaitu Asam Mefenamat untuk mengurangi keluhan nyeri telinga. Untuk
mengurangi keluhan gatal pada telinga yang dirasakan pasien dan untuk mencegah pasien
mengorek telinga karena gatal, maka pasien diberikan antihistamin generasi kedua
(Cetirizine). Karena prinsip tatalaksana Otitis Eksterna Akut Difusa adalah dengan pemberian
analgetik untuk mengurangi nyeri dan pemberian antibiotik untuk eradikasi bakteri penyebab,
maka secara umum tatalaksana yang telah dijelaskan diatas telah memadai untuk mengatasi
keluhan pasien.
Pasien diminta kembali lagi untuk kontrol setelah 7 hari untuk melihat perkembangan
OMA, melihat apakah sekret masih muncul pada telinga kiri ataukah telinga kiri telah
mengalami stadium resolusi.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Zainul A. Djaafar, Helmi, dan Ratna D.R. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Efiaty
A.Soepardi, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher, edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007. hlm 65-69
2. Michael, M. Paparella, George, L.A., dan Samuel C.L. Penyakit Telinga Tengah dan
Mastoid. Dalam: George, L.A., dkk (editor). Boies Buku Ajar Penyakit THT, edisi 6.
Jakarta: EGC. 1994. hlm 96-97
3. Paola Marchisio, et al. Burden of Acute Otitis Media in Primary Care Pediatrics in Italy:
A Secondary Data Analysis from the Pedianet Database. BioMed Central Pediatrics.
2013. Available from <http://www.biomedcentral.com/1471-2431/12/185>
4. John D. Donaldson. Acute Otitis Media. Medscape Reference. 2013. Available from
<http://emedicine.medscape.com/article/859316-overview#a0156>
5. Anonim. Otitis Media Akut. Universitas Sumatera Utara. Available from
<http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31376/5/Chapter%20I.pdf>
6. Sanders, Robert, Otitis Externa: A Practical Guide to Treatment and Prevention,
American Family Physician 2001; 63:927-36, pp. 941-2.
7. Van De Graaff. Human Anatomy, 6th edition. New York: The McGraw-Hill Companies.
2001. pg 516-519
8. Indro Soetirto, Hendarto H., dan Jennt B. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam: Efiaty
A.Soepardi, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher, edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007. hlm 10 – 13
9. Seeley, Stephens, Tate. Anatomy and Physiology, 6th Ed. New York: The McGraw−Hill
Companies. 2004. chapter 15
23