LAPORAN KASUS REGIONAL ANESTESIA PADA
GANGRENE DIABETES MELLITUS TIPE 2Co-Ass Anestesi/Bedah
Nama: Spoobalan A/L SubramaniamNIM : 102013061
Nama Pembimbing :dr Ketut Sp An dr Nunung Sp An
LAPORAN KASUS REGIONAL ANESTESI PADA
GANGREN DIABETES MELLITUS TIPE 2
IDENTITAS
Nama : Ny. Tamimah
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : -
Status : Menikah
Alamat : Jl Mawar RT 3 RW 8 No 60, Srengseng,Kembangan,Jakarta Barat
Tanggal MRS : 2 April 2014 WIB 19.00
No. RM : 92.82.85
ANAMNESIS
Autoanamnesis, Tanggal 14 April 2014 jam 17.20 WIB
Keluhan Utama : Gangren Diabetes Melitus Jari II dan III Kaki Kiri
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien perempuan usia 53 tahun datang dengan keluhan demam dengan riwayat luka di
kaki kiri 2 minggu Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS). Pasien juga berasa nyeri tekan
pada bagian luka dan keluar nanah disertai darah yang berbau dari luka tersebut.Pasien
juga mengeluh tidak nafsu makan. BAK dan BAB pasien normal. Pola makan pasien
tidak teratur dan pasien mempunyai kebiasaan makan makanan manis dan nasi dengan
porsi besar.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mempunyai riwayat DM sejak 12 tahun lalu dan pernah dioperasi jari kelingking
kaki kiri sejak 2 minggu yang lalu. Luka dari operasi tersebut berubah warna hitam dan
mulai mengeluarkan nanah dan darah. Kaki kanan pasien pernah dioperasi oleh karena
kecelakaan.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak mempunyai riwayat DM, Hipertensi dan Asma
Riwayat Pengobatan
Pasien masih dalam pengobatan Metformin(tablet) yang diberikan sebanyak 2 kali sehari
Riwayat Alergi
Pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat-obatan maupun makanan.
Riwayat Kebiasaan
- Merokok (-), Alkohol (-)
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 4 5 6
Tekanan Darah : 130/80
Frekuensi Nadi : 84
Suhu : 37.0
Frekuensi Napas : 18x/menit
Tinggi Badan : -
Berat Badan : 65kg
Mobilisasi : Aktif
Airway : Jalan Napas Bebas, Gigi Palsu (-)
Breathing
Respiration Rate : 18 x/menit
Sesak : (-)
Asthma : (-)
Suara Napas Tambahan: (-)
Circulation
Tensi : 130/80
Nadi : 84 x/menit
Perfusi : Merah, Hangat, Berkeringat
Suhu : 37.0 o C
Makan/Minum : Terakhir makan jam 08:00 WIB
Mual/muntah : Mual (-) Muntah (-)
Status Generalis
Kepala – Leher :
o Kepala : Bentuk simetris
o Mata : Konjunctiva Anemi (-) Sclera Icterus (-)
o Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax :
Jantung
Inspeksi : Bentuk dada simetris, Gerakan dada simetris
Palpasi : iktus kordis (-)
Perkusi : batas atas: Intercostal 2 Parasternalis kiri
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, reguler, murmur (-) gallop (-)
Paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris, retraksi (-), Gerakan dada simetris
Palpasi : Fremitus vocal simetris
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+), wheezing (-), ronchi (-)
Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), asites (-), jejas (-)
Palpasi : Defans muskuler (-), nyeri tekan kanan bawah (-), hepar dan lien tidak
teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Extremitas (lengan dan tungkai)
Tonus : normotonus
Massa : tidak ada
Sendi : normal, tidak ada nyeri
Gerakan : aktif
Edema :
_ _
_ _
Sianosis :
_ _
_ _
Status Lokalis
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Complete Blood Count (26/2/2014)
Hemoglobin 11.2 g/dL
Hematokrit 35.0 %
Eritrosit 4.22 juta/uL
Trombosit 783 ribu/mm3
Leukosit 6,540 /mm3
Elektrolit
Na 137
K 3.0
Cl 96
Gula Darah (14/4/2014)
Glukosa Darah Sewaktu 193 mg/dL
Gula Darah (14/04/2014)
Glukosa Darah Puasa 168 mg/dL
Assestment
DM Type II Sepsis Ulkus Pedis Post Amputasi Pedis
Planning
Debridement dan Amputasi
Physical Status : ASA II Emergency (DM)
Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan pra bedah, selanjutnya dapat dibuat
penilaian status fisis. ASA mengklasifikasikan pasien kedalam beberapa tingkatan pasien
berdasarkan kondisi pasien :
- ASA I : Pasien normal, sehat fisik dan mental
- ASA II : pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan
fungsi
- ASA III: pasien dengan penyakit sedang hingga berat dan mengalami
keterbatasan fungsi
- ASA IV : pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam nyawa.
- ASA V : penderita yang diperkirakan tidak akan selamat dalam 24 jam, dengan
atau tanpa operasi.
- ASA VI : penedrita mati batang otak yang organ-organya dapat digunakan untuk
donor.
- E : Bila operasi yang dilakukan darurat (emergency) maka penggolongan ASA
diikuti huruf E ( e.g I E atau II E )
RENCANA TINDAKAN ANESTESI
Pre-Operasi
Anamnesis
Pasien pernah dioperasi +
Tidak ada alergi obat-oabtan dan makanan
Ada DM, keluarga tidak ada riwayat DM
Pasien terkahir makan WIB 08.00 sebelum rencana operasi
Pemeriksaan Fisik
Airway Baik, Nafas Spontan, Ronkhi (-), Wheezing (-)
Mallampati 1
Leher bebas
Buka mulut 3 jari
Gigi goyang (-), Gigi Palsu (-)
TTV: 130/80
BB: 65 kg TB:- BMI:-
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Darah Rutin, Masa Pembekuan, Gula Darah Sewaktu
TEKNIK ANESTESI
Anestesi yang diberikan
Pada kasus ini,digunakan teknik Regional Anestesi (RA) dengan menggunakan
Anesthesia Spinal
Lama Anestesi: pk 17.40 – 18.20 (40 Menit)
Cara Pemberian:
1. Pasien disiapkan duduk di meja operasi.
2. Bagian yang anastesi disemprotkan alkohol spray sebagai tindakan asepsis dan
antisepsis.
3. Tindakan anestesi dilakukan pada vertebra L3-L4.
4. Obat disiapkan Bupivacain HCL 20mg yang merupakan anestesi lokal golongan
amida dan fentanyl 25 mcg sebagai adjuvant.
5. Ditusukkan introducer diantara processus spinosus L3-4 (sejajar crista iliaka).
6. Atraucan no 26G dituskkan melalui introducer hingga menembus ligamentum
flavum.
7. Mandarain jarum dicabut.
8. Pasang semprit yang berisi obat.
9. Aspirasi cairan LCS untuk memastikan jalan obat lancer.
10. LCS jernih, tidak ada darah.
11. Setelah obat dimasukkan, atraucan dicabut dan bekas tusukan diberi plaster dengan
kasa.
INTRAOPERATIF
Lama Operasi: pk 17:40 - 18:20 (40 Menit)
Monitoring Intraoperatif
1. Setelah itu pasien diberikan O2 murni sebesar 2 liter per menit melalui nasal canule.
2. Tekanan darah dan nadi senantiasa dikontrol.
3. Diperhatikan komplikasi yang muncul seperti pendarahan, alergi obat, obstruksi jalan
napas ,nyeri,hipotensi dan rasa mual.
4. Pada menit ke 20 operasi, pasien masih mengadu nyeri dan rasa mual. Pasien
diberikan analgetik intravena Ketorolac 30mg.
5. Maintenance dengan O2 murni sebesar 2 liter per menit
6. Pasien diberikan anti emetik; Ondansentorn 8mg intravena untuk mencegah Post
Operative Nausea and Vomiting (PONV)
7. Infus RL diberikan kepada pasien sebagai rumatan, selama operasi pasien kira-kira
menghabiskan 500 cc cairan Ringerfundin.
12. Pendarahan : ±300cc
Monitoring
O2 diberhentikan dan pasien dibawa ke ruangan PACU pada pukul 16:20
Pasien mengeluh nyeri pada tempat operasi dengan skala nyeri 4-5 visual analogue scale.
Mual (-), Muntah (-), Pusing (-)
Keadaan Pasien di ruang pulih :
Keadaan umum tampak sakit sedang, GCS: 4-5-6
Kesadaran: Sadar Penuh (2)
Respirasi: Napas spontan, Ronchi (-), wheezing (-) (2)
Sirkulasi: Tekanan darah sistolik 100mmHg, Tekanan darah diastolik 80mmHg(2)
Aktivitas: 4 Anggota tubuh bergerak aktif/diperintah(2)
Warna kulit merah (2)
S1 dan S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-), Mual/muntah (-)
Nadi 100 x/menit.
Total Aldrette Score 10
Terapi Post Op
- Infus RL 1500cc/24 jam
- Analgetik: Ketorolac 30mg iv
- Anti emetik: Ondansentron 4mg iv
- Monitor Gula Darah Sewaktu
- Ganti VB pada pagi besok
- Lanjut obat
- Mulai mobilisasi besok WIB 10.00
- Terapi lain sesuai dokter bedah umum dan dokter penyakit dalam
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Trias Anestesia terdiri daripada:
1. Analgesia
2. Hipnosis
3. Relaksasi
Stadium Anestesia :
Analgesia berlangsung antara induksi sehingga
hilangnya kesadaran dan sering ditandai
dengan refleks bulu mata (-). Rasa nyeri
belum hilang sama sekali.
Eksitasi/Delirium/Hipersekresi dimulai dengan hilangnya kesadaran
sehingga ventilasi kembali teratur.
Terjadi depresi pada ganglia basalis
sehingga terjadi refleks yang tidak
terkendali.
Pembedahan Plana 1 : ventilasi teratur,napas
torakoabdominal,gerak bola
teratur,refleks cahaya (+)
Plana 2: ventilasi teratur,napas
abdominal mulai menonjol, frekuensi
napas meningkat,pupil mulai
midriasis,refleks cahaya menurun
Plana 3 : ventilasi teratur,lakrimasi (-),
pupil midriasis berlebihan,tonus otot
sangat menurun
Plana 4: ventilasi tidak teratur, pupil
midriasis,refleks spinchter ani dan
kelenjar air mata (-)
Paralisis Mulai henti napas sehingga henti
jantung
Regional Anestesi : Anestesia Spinal
Indikasi anestesi spinal adalah operasi extremitas bawah dan operasi anggota bawah
termasuk rongga pelvis setinggi daerah yang dipersarafi Thoracal 4 ke bawah.
Kontraindikasinya adalah :
Sepsis dari daerah yang disuntik
Terapi antikoagulan
Septicemia
Syok hipovolemik
Teknik Anestesia/Subarachnoidal block:
Caranya adalah dengan menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarchnoidal
di daerah antara vertebra L2-L3 atau L4-L5. Posisi pasien adalah duduk atau posisi lateral
dekubitus.
ANESTESI PADA PENDERITA DIABETES MELITUS
TOTAL INTRAVENOUS ANESTHESIA (TIVA)
Total intravenous anesthesia (TIVA) atau anestesi intravena total adalah suatu teknik
yang dirancang untuk menginduksi dan mempertahankan anestesi umum dengan agen
atau obat intravena saja. Induksi biasanya dilakukan dengan suntikan bolus obat, disusul
mempertahankan infus secara kontinyu. Penderita yang dilakukan anestesi dengan TIVA,
pernafasannya secara spontan cenderung bergerak secara tiba-tiba jika anestesinya terlalu
ringan, dan dapat terjadi henti nafas jika anestesinya terlalu dalam.
Teknik anestesi dengan TIVA mulai populer pada sekitar tahun 1970-an, dengan
ditemukannya obat-obat induksi non-barbiturat dan pengunaannya semakin meluas
dengan ditemukannya propofol. Teknik ini dapat digunakan untuk anestesia umum atau
sedasi pada anestesi regional, dan dapat pula dikombinasikan dengan obat-obat anestesia
inhalasi.
Obat-Obatan yang Dipakai
1. Ondancetron 4 mg
Antagonis 5-HT3 yang sangat selektif yang dapat menekan mual dan muntah
karena sitostatika misalnya ciplastin dan radiasi. Mekanisme kerjanya diduga
langsung mengantagonisasikan reseptor 5-HT yang terdapat pada chemoreceptor
trigger zone di area postrema otak dan mungkin juga averen vagal saluran cerna.
Kadar maksimum tercapai setelah 1-1,5 jam.
Dosisnya 0,1-0,2 mg/kgBB IV.
Efek sampingnya konstipasi, sakit kepala, flushingm mengantuk, gangguan
saluran cerna.
Kontra indikasinya hipersensitivitas. Peringatan pada ibu menyusui, penyakit hati
dan insufisiensi ginjal.
2. Bupivacaine HCl 20 mg (Marcaine)
Bupivakain merupakan obat anestesi lokal dengan rumus bangun sebagai berikut :
1-butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide hydrochloride. Bupivakain
adalah derivat butil dari mepivakain yang kurang lebih tiga kali lebih kuat
daripada asalnya. Onsetnya lebih lambat dari Lidocain dan Mepivacaine,tetapi
lama kerjanya 2-3 x lebih lama.Secara komersial bupivakain tersedia dalam 5
mg/ml solutions. Dosis rata-ratanya 3 – 4 mg / kgBB.
3. Fentanyl (Sublimaze)
Fentanil (dan opioid lain) meningkatkan aksi anestetik local pada blok saraf tepi.
Keadaan sebagian disebabkan oleh sifat anestetik local yang lemah (dosis yang
tinggi menekan hantaran saraf), dan efeknya terhadap reseptor opiate pada
terminal saraf tepi. Fentanil dikombinasi dengan droperidol untuk menimbulkan
neuroleptanalgesia.Awitan aksi IV berlangsung dalam 30 detik, efek puncaknya
dicapai dalam 5 – 15 menit, dan lama aksinya berlangsung 30 – 60 menit. Mudah
melewati sawar darah otak. Efek samping pada sistem KVS berupa hipotensi,
perlambatan EKG dan bradikardia. Analgesia: diberikan secara IV 25 – 100 µg
(0,7 – 2 µg/kg BB)
Anestesia tunggal: Pada penggunaan sebagai anestesi tunggal maka diberikan
secara IV dengan dosis 50 – 150 µg/Kg BB (dosis tunggal) ataupun dapat
diberikan lewat Infus dengan dosis 0,25 – 0,5 µg/kg BB/menit
4. Ketorolac : Suatu analgetik opiod. Dosis per mil adalah 30mg. Mengurangi rasa
nyeri intraoperatif.
Diabetes Melitus Tipe 2
Bentuk paling umum dari diabetes adalah diabetes tipe 2. Sekitar 90 – 95% orang dengan
diabetes tipe 2. Bentuk diabetes yang paling sering dikaitkan dengan usia yang lanjut,
kegemukan, riwayat keluarga diabetes, riwayat diabetes gestational, kurang aktivitas
fisik, dan etnis tertentu. Sekitar 80% orang dengan diabetes tipe 2 kelebihan berat badan.2-
3
Diabetes tipe 2 memiliki hubungan genetik yang kuat, yang berarti bahwa diabetes tipe 2
cenderung untuk terjadi dalam keluarga. Beberapa gen telah diidentifikasi, dan lebih
berada di bawah studi yang mungkin berhubungan dengan penyebab diabetes tipe 2.2,3,6
Ada 4 karakteristik penyebab DM tipe 2, yaitu resistensi insulin, berkurangnya sekresi
insulin, dan meningkatnya produksi glukosa hati, dan metabolisme lemak yang
abnormal.2-4
Faktor risiko untuk DM, yaitu :
kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )
kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)}
tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg)
riwayat keluarga DM
riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
riwayat DM pada kehamilan
dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl
pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu)
Diabetes tipe 2 semakin didiagnosa pada anak-anak dan remaja, khususnya di
kalangan Afrika Amerika, Meksiko Amerika, dan Remaja Kepulauan Pasifif.2-3
Kelelahan yang luar biasa merupakan gejala yang paling awal dirasakan oleh
penderita diabetes melitus tipe 2. Pasien akan merasakan tubuhnya lemas walaupun tidak
melakukan aktifitas yang tidak terlalu berat. Jadi, bila anda selalu merasa lelah dan
mengantuk meskipun sebelumnya anda tidak begadang, ada baiknya anda segera
menemui dokter. 2-6
Penurunan berat badan secara drastis. Jika anda memakan makanan yang berlebihan
maka tubuh anda akan semakin gemuk. Kelebihan lemak dalam tubuh akan menyebabkan
resistensi tubuh terhadap insulin meningkat. Pada orang yang telah menderita diabetes,
walaupun ia makan makanan secara berlebihan tubuhnya tidak menjadi gemuk dan malah
mengurus hal ini disebabkan karena otot tidak mendapatkan cukup energi untuk tumbuh. 2-6
Gangguan penglihatan. Kadar gula yang tinggi dalam darah akan menarik cairan
dalam sel keluar, hal ini akan menyebabkan sel menjadi keriput. Keadaan ini juga terjadi
pada lensa mata, sehingga lensa menjadi rusak dan penderita akan mengalami gangguan
penglihatan. Gangguan penglihatan ini akan membaik bila diabetes melitus berhasil
ditangani dengan baik. Bila tidak tertangani, gangguan penglihatan ini akan dapat
memburuk dan menyebabkan kebutaan. 2-6
Sering terinfeksi dan bila luka sulit sekali sembuh. Keadaan ini bisa terjadi karena
kuman tumbuh subur akibat dari tingginya kadar gula dalam darah. Selain itu, jamur juga
sangat menikmati tumbuh pada darah yang tinggi kadar glukosanya. 2-6
Demikianlah beberapa gejala tambahan yang bisa anda perhatikan pada penyakit
diabetes melitus tipe 2.2-6
Komplikasi
1. Komplikasi Mikrovaskeler
a. Retinopati Diabetik
Disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada
retina mata, bagian ini mengandung banyak sekali pembuluh darah dari
berbagai jenis pembuluh darah arteri serta vena yang kecil, arteriol, venula
dan kapiler. 2,3
b. Nefropati Diabetik
Bila kadar gluoksa darah meninggi maka mekanisme filtrasi ginjal ajkan
mengalami stress yang mengakibatkan kebocoran protein darah ke dalam
urin. Sebagai akibatnya tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat.
Kenaikan tekanan tersebut diperkirakan berperan sebagai stimulus untuk
terjadinya nefropati. 2,3
2. Diabetes Ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukup
jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak.2,3 Ada tiga gambaran klinik yang penting pada
diabetes ketoasidosis:
Dehidrasi
Kehilangan elektrolit
Asidosis
Apabila jumlah insulin berkurang, maka jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang pula. Selain itu prroduksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali,
kedua faktor tersebut akan mengakibatkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk
menghilangkan glukosa dalam tubuh, ginjal akan mensekresikan glukosa
bersama-sama air dan elektrolit (natriun dan kalium). Diuresis osmotik yang
ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuria) ini akan menyebabkan dehidrasi
dan kehilangan elektrolit. 2,3
3. Syndrom Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik (SHHNK)
Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hipergklikemia
yang disertai perubahan tingkat kesadaran (Sense of Awareness). Keadaan
hiperglikemia persisten menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi
kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotik,
cairan akan berpindah dari intrasel keruang ekstrasel. Dengan adanya glukosuria
dan dehidrasi, maka akan dijumpai keadaan hipernatremia dan peningkatan
osmolaritas.
4. Hipoglikemia
Hipoglikemia (kadar gula darah yang abnormal rendah) terjadi apabila kadar
glukosa darah turun dibawah 50 mg/ dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat
pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang
terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. 2,3 Hipoglikemia dapat terjadi
setiap saat pada siang atau malam hari. Kejadian ini dapat terjadi sebeum makan,
khususnya jika makan yang tertunda atau bila pasien lupa makan camilan.2,3
Pada pasien ini status fisiknya adalah ASA III, artinya pasien ini mempunyai kelainan
sistemik sedang hingga berat yang menyebabkan keterbatasan fungsi. Penyulitnya adalah
DM dan Nefropati DM. Penyulit pada pasien DM lanjut, organ lain bisa terkena
imbasnya maka diperlukan. Pasien DM ada kemungkinan dapat terjadi komplikasi
hipoglikemia atau hiperglikemia karena regulasi tubuh sudah mengalami kekacauan.
Maka dari itu pentingnya sebelum operasi dilakukan pengendalian metabolik maupun
monitor keadaan kardiovaskular, neurologi maupun fungsi ginjal.
Jenis operasi yang dilakukan yakni debridement, dimana jenis anestesi yang digunakan
adalah anestesi spinal untuk memberikan efek yang cepat serta dalam dan keseimbangan
blockade motorik maupun sensorik dalam prosesnya. Tindakan bedah akut diperlukan
pada ulkus dengan infeksi berat yang disertai selulitis luas, limfangitis, nekrosis jaringan
dan nanah. Debridemen dan drainase darah yang terinfeksi sebaiknya dilakukan di kamar
operasi dan secepat mungkin. Debridemen harus tetap dilaksanakan biarpun keadaan
vascular masih belum optimal.
Jenis anastesi juga mempunyai pengaruh metabolik pada penderita diabetes. Anastesi
ekstradural dan spinal mempunyai pengaruh yang lebih ringan dibandingkan general.
Secara teori hampir semua obat anestesi meningkatkan glukosa darah terutama untuk
anestesi inhalasi dan umum.
KESIMPULAN
Pada Lapsus ini, jenis operasi yang dilakukan yakni debridement dan amputasi, dimana
jenis anestesi yang digunakan adalah anestesi spinal. Jenis anastesi juga mempunyai
pengaruh metabolik pada penderita diabetes. Anastesi ekstradural dan spinal mempunyai
pengaruh yang lebih ringan dibandingkan general. Anestesi lokal dan dan regional
merupakan alternatif bagi pasien dengan diabetes. Penggunaan anestesi lokal baik yang
dilakukan dengan teknik epidural atau subarakhnoid tak berefek pada metabolisme
karbohidrat. Epidural anestesia lebih efektif dibandingkan dengan anestesia umum dalam
mempertahankan perubahan kadar gula, growth hormon dan kortisol yang disebabkan
tindakan operasi.
Daftar Pustaka
1 McAnulty GR, Robertshaw HJ, Hall GM. Anaesthetic Management of Patients
with Diabetes Mellitus in British Journal of Anaesthesia, London, 2000: 80-90.
2 Morgan JR. Clinical Anesthesiology, 2nded, Lange Medical Book, 1996: 636-655.
3 Haznam MW. Pankreas Endokrin dalam Endokrinologi, Percetakan Angkasa
Offset, Bandung, 1991: 36-106.
4 Stephen J.M, Gary D.H. pathophysiology of disease : an inroduction to clinical
medicine. 6th ed. Connecticut : McGraw-Hill Medical, 2010. 375-92.
5 Romesh K. Type 2 diabetes mellitus. Medscape reference. Nov 14, 2011.
Diunduh dari emedicine.medscape.com, Nov 21, 2011.
6 Ruchi M. Diabetes mellitus. Medicine.Net. 2011. Diunduh dari medicinenet.com,
Nov 21, 2011.
7 Robert F. Diabetes mellitus. Emedicine health. 2011. Diunduh dari
emedicinehealth.com, Nov 21, 2011
8 Jonathan G. History and Examination at a glance. Blackwell Science Ltd; 26
Agustus 2005.
9 David G.G, Dorales S. Basic and clinical endocrinology. 7th ed. Connecticut :
Lange Medical Books/McGraw-Hill, 2004. 580-630