LAPORAN TEKNIS HASIL PENELITIAN
KAJIAN STOK DAN KONSEP PENGELOLAAN SUMBERDAYA
PERAIRAN DI ESTUARI SUNGAI BERAU, KALIMANTAN TIMUR
(KPP-PUD 436)
BALAI PENELITIAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERIKANAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2016
ABSTRAK
Penelitian ini di Estuari Sungai Berau bertujuan untuk menganalisis data dan
informasi Informasi tentang sumberdaya ikan dan kondisi lingkungan sebagai
dasar untuk pengelolaan. Penelitian dilakukan pada Tahun Anggaran 2016 di
Estuari Sungai Berau Kalimantan Timur, sampling dilakukan sebanyak empat kali
yang mewakili musim kemarau dan musim penghujan. Ruang lingkup kegiatan
yang akan dilakukan adalah: biologi spesies dominan, keanekaragaman jenis ikan
dan biota air lainnya, parameter populasi, pendugaan stok ikan, kondisi
lingkungan perairan, Wawancara dengan nelayan tentang perubahan penangkapan
dan kondisi lingkungan terhadap sumberdaya ikan. Hasil penelitian: Biota hasil
tangkapan dari empat kali pengambilan contoh (Februari, Mei, Agustus dan
Oktober) teridentifikasi terbanyak di stasiun muara guntungan dan muara
mengkajang sebanyak 51 – 52 species. Estuari berau terdapat sumberdaya udang
diantara nya udang putih (Fenneropenaeus indicus), udang bintik (Metapenaeus
tenuipes), udang kuning (Metapenaeus monoceros), udang brown atau udang
coklat (Metapenaeus ensis) dan udang loreng (Parapenaeopsis sculptilis). Hasil
perhitungan akustik menunjukkan bahwa luas perairan estuari Berau yang disurvei
adalah ± 114.8 mil2. Nilai biomassa total perairan estuari Berau adalah 457 ton
dengan kepadatan 2.5 kg/ha. Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di
perairan estuari Berau terbesar di stasiun muara mengkajang adalah: nilai indeks
keanekaragaman (H’): 1.51-2.18, nilai ini masuk dalam kriteria keanekaragaman
sedang, indeks keseragaman (E): 0.61-0.08, yang menunjukkan komunitas yang
labil dan indeks dominansi spesies (C): 0,22-0.28 atau dominansi spesies yang
rendah. Dari pengamatan plankton didapatkan kelimpahan plankton berkisar
antara 12 – 426 individu/ liter dan jumlah ini selalu berbeda antara bulan februari,
Mei, dan Agustus. Adanya perbedaan ini disebabkan adanya perubahan musim.
Indeks keanekaragaman plankton berkisar antara 0,83 – 2,29 dengan kategori
rendah hingga sedang. Kepadatan makrozoobentos berkisar antara 4 – 1333
individu per m2 dengan kepadatan yang lebih tinggi ke arah laut. Hasil
perhitungan Indeks keanekaragaman makrozoobentos berkisar antara 0 – 2,59
dengan kategori rendah sampai sedang. Berdasarkan hasil penelitian 2016 dan
hasil-hasil penelitian sebelumnya kualitas perairan di estuari Berau masih
tergolong baik dan layak untuk kehidupan biota air. Sungai Simon atau Sungai
selalan merupakan stasiun yang memenuhi syarat untuk direkomendasikan
sebagai suaka perikanan khususnya untuk melindungi udang-udang bermigrasi
dari muara ke perairan laut dan sebaliknya
Kata Kunci: Berau, stok, sumberdaya perairan, pengelolaan
1
I. LATAR BELAKANG
Kabupaten Berau memiliki luas wilayah 34.127,47 km2, yang terdiri
dari: daratan 22.030,81 km2, laut 12.299,88 km
2, 52 pulau besar dan
kecil dengan 13 Kecamatan, 10 Kelurahan, 96 Kampung/ Desa. Jika ditinjau
dari luas wilayah, luas Kabupaten Berau adalah 13,92% dari luas wilayah
Kalimantan Timur, dengan prosentase luas perairan 28,74%. Jumlah
penduduknya pada tahun 2011 sebesar 191.807 jiwa dengan laju
pertumbuhan 7,11%. Daerah pesisir Kabupaten Berau terletak di Kecamatan
Biduk-Biduk, Talisayan, Pulau Derawan dan Maratua yang secara geografis
berbatasan langsung dengan lautan (Berau dalam angka, 2010).
Perairan Delta Berau memiliki potensi sumber daya perairan, seperti:
ikan, kerang, udang dan jenis biota lain yang banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat setempat. Budidaya laut di perairan Delta Berau diperkirakan
mempunyai potensi sebesar 2.500 hektar dengan potensi penangkapan sebesar
35.000 ton per tahun (Julianery, 2001). Beberapa penelitian di Delta Berau
lebih banyak membahas masalah sedimentasi, logam berat pada moluska dan
organisma bentik (Arifin et al, 2010; Afriansyah, 2009), dinamika perubahan
mangrove menjadi tambak dan tingkat kekeruhan yang terjadi di Delta Berau
(Parwati, 2007) dan sosial ekonomi nelayan (Sugiharto et al, 2013). Informasi
tentang sumberdaya perikanan di Estuari Berau belum banyak yang didapat.
Komoditas Perikanan merupakan salah satu produk unggulan dari
Kabupaten Berau. Beberapa kecamatan yang memiliki daerah perairan
menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian. Perikanan dibagi menjadi
dua, yaitu: perikanan laut dan darat. Produksi perikanan laut terus meningkat
dari tahun ke tahun. Produksi perikanan tersebut berkisar 14.000 ton per
tahun. Pada tahun 2011 produksi ikan segar sebanyak 15.509,80 ton yang
mengalami peningkatan dibanding tahun 2010 yaitu sebesar 14.922,40 ton.
Perairan Berau memiliki beberapa karakteristik yang menonjol seperti
adanya danau air laut di Pulau Kakaban, tempat makan dan bertelurnya
penyu, dan keberadaan hutan mangrove. Perairan Estuari Berau menghadapi
masalah degradasi yang diakibatkan oleh kegiatan manusia, seperti:
penangkapan ikan yang merusak lingkungan (penggunaan bom dan racun
2
sianida), trawl ilegal, perangkap penyu ilegal, penjarahan penyu dan telurnya,
perusakan mangrove, penangkapan ikan berlebih, pencemaran dan
penangkapan ikan oleh nelayan luar. Pesatnya kegiatan pembangunan di
kawasan Delta Berau seperti areal pemukiman, perikanan/ tambak, anjungan
minyak, pelayaran sungai, serta kegiatan penebangan hutan mangrove untuk
berbagai kebutuhan, sehingga menimbulkan tekanan ekologis terhadap
ekosistem Delta Berau, khususnya ekosistem mangrove (Dinas Perikanan
Kalimantan Timur, 2010). Sampai seberapa jauh potensi produksi di estuari
Sungai Berau (Delta Berau) belum banyak diketahui. Penelitian kelimpahan
stok dan bioekologi sumberdaya ikan di Estuari Sungai Berau (Delta Berau),
Kalimantan Timur akan memberikan gambaran tentang sumberdaya ikan di
perairan tersebut.
Untuk Tahun 2015, telah didapatkan gambaran data dan informasi
meliputi data biologi perairan (ikan, plankton dan bentos). Data biologi ikan
yang didapat adalah data struktur ukuran, kebiasaan makanan dan tingkat
kematangan gonad ikan - ikan yang tertangkap dengan alat tangkap trawl.
Data dan informasi biologi ini diperlukan untuk mendapatkan gambaran
keperluan ikan-ikan yang tertangkap tersebut berada di perairan Estuari
Berau (sebagai tempat hidup atau living space atau hanya sebagai tempat
pemijahan (spawning ground), tempat mencari makan (feeding groud) atau
tempat pembesaran (nursery ground). Di samping itu didapatkan juga data
kepadatan stok dan data kondisi lingkungan perairan meliputi fisika dan
kimia perairan. Data dan informasi ini bersifat umum yaitu data dan informasi
Perairan Berau secara umum.
Untuk Tahun 2016 lebih di khususkan lagi dengan memfokuskan pada
perairan yang memilki kearifan lokal ( perairan yang berada di kelurahan
Patumbak) dan perairan yang telah dilakukan penangkapan secara intensif.
Diharapkan data dan informasi ini dapat melengkapi data yang telah didapat
pada Tahun 2015 yang nantinya dapat dijadikan sebahan bahan untuk
pengelolaan sumberdaya ikan di perairan estuari Berau.
3
II. TUJUAN
a. Gambaran tentang kepadatan stok, diversitas, biologi spesies dominan,
parameter populasi, ukuran pertama tertangkap, sebaran dan status
penangkapan (alat tangkap, musim, ikan target) serta aspek lingkungan
sumber daya ikan di perairan estuari Sungai Berau
b. Informasi tentang sumberdaya ikan dan kondisi lingkungan sebagai dasar
untuk pengelolaan sumber daya ikan di perairan estuari Sungai Berau
c. Terjaminnya kelestarian sumber daya ikan dan kesinambungan
pemanfaatan. Dengan demikian, pemanfaatan sumber daya ikan perairan
estuari Sungai Berau dapat dilakukan secara optimal, berkelanjutan dalam
jangka panjang serta meningkatkan kesejahteraan nelayan.
4
III. METODOLOGI
1) Komponen Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan yang dilakukan adalah:
a) Biologi spesies dominan
b) Keanekaragaman jenis ikan dan biota air lainnya
c) Pendugaan stok ikan dengan metoda akustik dan pukat tarik
d) Kondisi lingkungan perairan
2) Jadwal dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada Tahun Anggaran 2016 di estuari Berau
Kalimantan Timur, sampling dilakukan sebanyak empat kali yang mewakili
musim kemarau dan musim penghujan.
3) Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Parameter yang diukur serta alat dan bahan yang digunakan:
No. Parameter Alat/ bahan yang digunakan
A Fisika
1 Temperatur Termometer air raksa
2 Kecerahan Piring secchi (secchi disk)
3 Kedalaman Gauge Sounder
4 Daya Hantar Listrik SCT-Meter
B Kimia
1 pH pH- indikator universal/ pH-Meter
2 Oksigen (O2-terlarut) SCT-Meter
3 Karbondioksida (CO2) Botol sample, label
4 Alkalinitas Botol sample, label
5 Kesadahan Botol sample, label
6 Nitrat (NO3-N) Botol sample, label
7 Nitrit (NO2-N) Botol sample, label
8 Ammonia (NH3-N) Botol sample, label
9 Phosfat (PO4-P) Botol sample, label
C Biologi
1. Plankton Plankton-net, botol sample, lugol, formalin, label
2. Chlorofil-a Water sampler, botol sampel
3 Ikan Alat tangkap, alat bedah, kantong plastik,
formalin, bouin, kalkir, label
D Akustik
1. TS, Densitas, Kedalaman Biosonic DT-X scientific echosounder yang
dioperasikan pada frekuensi 200 kHz
5
4) Metode Pengumpulan Data
a) Pengambilan sampel spesies ikan dan udang menggunakan alat tangkap
pukat tarik. Pukat tarik yang digunakan merupakan alat tangkap yang biasa
digunakan nelayan di perairan ini, dengan ukuran panjang 14,0 meter,
panjang tali ris atas 7,0 meter, meshsize 1,5 dan 1,0 inch kantong hasil 0,5
inchi. Pukat ditarik dengan kapal trawl (6 GT), lama penarikan 15 menit
pada masing-masing lokasi pengambilan contoh yang telah ditentukan,
kecepatan tarikan antara 2,5 – 3,0 km/jam dan bagan untuk mengetahui
keanekaragaman, distribusi dan biologi. Untuk mendapatkan data series
hasil tangkapan setiap bulan menggunakan jasa enumerator.
b) Untuk melihat kepadatan ikan dilakukan dengan metoda akustik.
c) Pengambilan contoh plankton dilakukan dengan plankton net.
Pengambilan sampel air disaring dengan menggunakan planktonet no.25
berukuran 64 µm dan diawetkan dengan larutan formalin 4%. Analisa
sampel plankton dilakukan di laboratorium Hidrobiologi Balai Penelitian
Perikanan Perairan Umum Palembang dengan menggunakan buku Mizuno
(1979) & Pennak (1978).
d) Pengambilan sampel substrat dilakukan secara acak terpilih menggunakan
Ekman dredge ukuran 15x15cm di 10 stasiun. Pada tiap stasiun
pengamatan, pengambilan sampel dilakukan sebanyak 2 kali. Organisme
bentos yang diamati adalah kelompok makrozoobentos yang diperoleh
dengan menyaring sampel substrat, menggunakan ayakan bertingkat
dengan ukuran bukaan (mesh size) 1,0 mm; 1,5 mm; dan 2,0 mm. Sampel
bentos yang diperoleh diawetkan dalam larutan alkohol 70%, selanjutnya
diidentifikasi berdasarkan genus dan dihitung kelimpahannya dalam satuan
cm-2
. Identifikasi makrozoobentos menggunakan referensi Faucland
(1977); Gosner (1971), Milligan (1997), Ruswahyuni (1988) dan Pennak
(1978).
e) Pengukuran beberapa parameter biofisik, antara lain: salinitas, DO, Co2,
pH dan suhu secara insitu, dan parameter lainnya diukur di Laboratorium
Kimia BP3U.
6
5) Analisis Sampel
Sampel ikan yang tertangkap dengan alat tangkap pukat tarik
dianalisis di laboratorium biologi ikan untuk melihat distribusi ukuran,
kebiasaan makanan dan reproduksinya. Analisis plankton dan bentos
dilakukan untuk menentukan komposisi, jenis dan sebarannya dalam kolom
air serta posisinya di sepanjang estuari. Sampel air dianalisis di laboratorium
kimia. Contoh air dianalisis dengan metode baku untuk mendapatkan
kandungan nutriennya (nitrat, fosfat, amonia). Demikian pula dengan analisis
konsentrasi Chl-a untuk produktivitas primer.
a) Biologi Spesies Dominan
Reproduksi
Beberapa aspek biologi ikan spesies kunci yang diukur antara lain
TKG, IKG, dan ukuran pertama kali matang gonad.
Indeks Kematangan Gonad
Indeks kematangan gonad diukur dengan membandingkan berat
gonad dengan berat tubuh ikan (Effendie 1979):
( )
............................................................................ (1)
Keterangan :
BG : Berat gonad (gram)
BT : Berat tubuh (gram)
Tingkat Kematangan Gonad
Tingkat kematangan gonad ditentukan dengan mengamati ciri-ciri
morfologis (Nikolsky, 1963) (Tabel 2). Pengamatan secara morfologis
dilakukan dengan menggunakan mikroskop, terutama untuk ikan yang
berada pada TKG I dan II.
Tabel 2. Tingkat kematangan gonad ikan menurut Nikolsky (1963)
TKG Keterangan Ciri-ciri
I Tidak
masak
Individu masih belum berhasrat untuk melakukan
reproduksi, ukuran gonad kecil.
II Masa
istirahat
Produk seksual belum berkembang, gonad
berukuran kecil dan telur tidak dapat dibedakan
oleh mata.
III Hampir
masak
Telur dapat dibedakan oleh mata, testes berubah
dari transparan menjadi warna merah jambu.
IV Masak Produk seksual masak dan mencapai berat
7
maksimum, tetapi produk tidak akan keluar jika
diberi sedikit tekanan.
V Reproduksi Bila perut diberi sedikit tekanan maka produk
seksual akan keluar dari lubang pelepasan, berat
gonad cepat menurun sejak pemijahan mulai
hingga berakhir.
VI Keadaan
salin
Produk seksual telah dikeluarkan, lubang genital
berwarna kemerahan, gonad mengempis, ovarium
dan testes berisi gonad sisa.
VII Masa
istirahat
Produk seksual telah dikeluarkan, warna kemerah-
merahan pada lubang genital telah pulih dan gonad
kecil serta telur belum terlihat oleh mata.
b) Parameter Pertumbuhan
Analisa Struktur kelompok umur dilakukan dengan Metode
Bhattacharya (Sparre et al., 1989). Nilai dari modus panjang dari
metode tersebut digunakan untuk menghitung panjang asimtotik (L∞),
koefisien pertumbuhan (K) dan umur teoritik (to) dengan menggunakan
analisa Ford-Walford (1993 dan 1996). Pertumbuhan ikan dianalisa
berdasarkan formula Von Bertalanffy sebagai berikut:
Untuk panjang digunakan rumus:
Lt = L∞ [1-e -k (t-to)
] ............................................................................. (2)
Dimana:
Lt : panjang ikan pada waktu t,
L∞ : panjang asimtotik/infinity,
K : koefisien pertumbuhan,
t0 : umur ikan saat panjang sama dengan 0.
L∞ adalah panjang ikan terbesar (maksimum) yang tercatat selama
periode pengumpulan data. Parameter pertumbuhan lainnya yaitu to
dicari dengan menggunakan persamaan empiris (Pauly 1980):
Log (-to) = -0,3922- 0,2752 log L∞ - 1,038 log K ............................... (3)
Karena pulsa rekruitmen alami (musiman) kedalam populasi
menentukan struktur dari suatu set data frekuensi panjang, maka
sebaliknya frekuensi panjang dapat menjelaskan beberapa informasi
keadaan rekruitmen (Pauly, 1982 dalam Gayanilo dan Pauly, 1997).
Kebalikan (Inverse) dari pendekatan ini dilakukan dengan program Fi-
SAT dalam bentuk pola rekruitmen. Pola rekruitmen didapat dari
8
proyeksi ke belakang ke dalam sumbu panjang dari data frekuensi
panjang yang telah diatur. Poin pemecahan adalah:
Dari frekuensi setelah dibagi dengan perubahan waktu, diproyeksi ke
dalam sumbu waktu (Fi-Sat)
Penyajian terakhir dari masing-masing bulan adalah (dan terlepas
dari tahun) hasil penyesuaian frekuensi yang telah diproyeksi pada
masing-masing bulan
Mengurangkan frekuensi masing-masing bulan terhadap frekuensi
bulan terendah sehingga mendapatkan nilai 0 (nol), yang
menunjukkan rekruitmen berada pada posisi paling rendah.
Hasil rekruitmen bulanan adalah rekruitmen tahunan
Dari poin 3 dan 4 dapat dicatat bahwa nilai bulanan dari setiap bulan
pada suatu tahun dapat diduga bila t0 diketahui (Gayanilo dan Pauly,
1997)
Untuk menduga mortalitas total (Z) diduga dengan metoda kurva
hasil tangkapan konversi panjang (Length Converted Catch Curve)
yang dikemukakan oleh Pauly (1983):
Log e N = a + bt .................................................................................. (4)
dimana:
Log e N : frekuensi panjang ikan,
t : umur mutlak,
a dan b : koefisien regresi,
Kematian alami (M) dianalisis dengan menggunakan rumus empiris Pauly
sebagai berikut:
Log (M) = - 0.0066 - 0.279 log L∞ + 0.654 log K+ 0.4631 log T ............(5)
dimana:
L∞ dan K : parameter pertumbuhan
T : rataan temperatur tahunan perairan
Mortalitas yang disebabkan oleh aktivitas penangkapan (F) adalah:
F = Z - M .................................................................................................. (6)
Nisbah eksploitasi diperoleh dari:
E = F / Z ................................................................................................... (7)
dimana:
E : nisbah eksploitasi
9
F : mortalitas akibat penangkapan
Z : mortalitas total
M : mortalitas alami
c) Akustik
Pendugaan stok ikan dengan metoda akustik yang dilakukan mulai
dari muara Sungai Berau (Pasang surut terendah) sampai ke estuari yang
berbatasan dengan laut (Selat Makasar). Pendugaan kepadatan ikan dengan
akustik dilakukan dengan peralatan Biosonic DT-X scientific echosounder
yang dioperasikan pada frekuensi 200 kHz. Data akustik diolah dengan
menggunakan software ECHOVIEW ver.5. Elementary sampling distance unit
adalah 1 nmi. Hasil ekstraksi berupa nilai area backscattering coeficient (sA,
m2/nmi
2) dan distribusi nilai target strength ikan tunggal dalam satuan decibel
(dB) sebagai indeks refleksi ukuran ikan.
i. Target Strength
Hubungan target strength dan óbs (backscattering cross-section,
m2) dihitung berdasarkan atas MacLennan & Simmonds (1992), yaitu:
TS=10 log óbs ........………………………………………….................. (8)
ii. Densitas Rata-rata Ikan
Persamaan untuk densitas ikan (ñA, ind/mil2) adalah:
ñA=sA/óbs ............................................................................................... (9)
iii. Hubungan Panjang-Berat (length-weight relationship)
Panjang ikan (L) berhubungan dengan óbs yaitu:
óbs=aLb .................................................................................................... (10)
Hubungan target strength dan L adalah:
TS=20 log L+A ........................................................................................ (11)
di mana:
A = nilai target strength untuk 1 cm panjang ikan (normalized target
strength)
Konversi nilai target strength menjadi ukuran panjang (L) untuk ikan
pelagis digunakan persamaan TS = 20 log L-73,97 (Hannachi et al., 2004).
10
Menurut Hile (1936) dalam Effendie (2002), hubungan panjang (L) dan
bobot (W) dari suatu spesies ikan yaitu:
W=aLb .................................................................................................... (12)
Menurut Mac Lennan & Simmonds (1992) dalam Natsir et al.
(2005) persamaan panjang dan bobot untuk mengkonversi panjang dugaan
menjadi bobot dugaan adalah:
Wt=a{∑{ni(Li+ÄL/2)b+1-(Li-ÄL/2)b+1}/{(b+1)ÄL}} .……………….(13)
di mana:
Wt = bobot total (g)
ÄL = selang kelas panjang (cm)
Li = nilai tengah dari kelas panjang ke-i (cm)
ni = jumlah individu pada kelas ke-i
a, b = konstanta untuk spesies tertentu
iv. Dugaan Biomassa
Hasil perhitungan luas perairan estuari Berau yang disurvei dipakai
sebagai acuan dalam penentuan volume perairan untuk menentukan
biomassa perairan untuk mendapatkan nilai biomassa total.
d) Analisis Struktur Komunitas Ikan
Analisa struktur komunitas ditentukan oleh indeks keanekaragaman
(H’), indeks keragaman (E), dan indeks dominansi (C).
i. Indeks keanekaragaman (H’) Ikan
Indeks keanekaragaman atau keragaman (H’) menyatakan keadaan
populasi organisme secara matematis agar mempermudah dalam
menganalisis informasi jumlah individu masing-masing bentuk
pertumbuhan/ genus ikan dalam suatu komunitas habitat dasar/ ikan (Odum,
1971). Indeks keragaman yang digunakan adalah indeks Shannon-Weaver
(Odum, 1971; Krebs, 1985 in Magurran, 1988) dengan rumus:
PiPiHS
i
1
ln' ..................................................................................... (14)
Keterangan:
H’ = Indeks keanekaragaman;
Pi = Perbandingan proporsi ke i;
S = Jumlah spesies yang ditemukan.
Indeks keanekaragaman digolongkan dalam kriteria sebagai berikut :
11
H’≤ 2 : Keanekaragaman kecil
2 < H’≤ 3 : Keanekaragaman sedang
H’ > 3 : Keanekaragaman tinggi
ii. Indeks Keseragaman (E) Ikan
Indeks keseragaman atau Equitabilitas (E) menggambarkan
penyebaran individu antar spesies yang berbeda dan diperoleh dari
hubungan antara keanekaragaman (H’) dengan keanekaragaman
maksimalnya (Bengen, 2000). Semakin merata penyebaran individu antar
spesies maka keseimbangan ekosistem akan makin meningkat. Rumus yang
digunakan adalah (Odum, 1971; Pulov, 1969 in Magurran, 1988):
maksH
HE
' ................................................................................................ (15)
Dimana:
E = indeks keseragaman;
H maks = Ln S;
S = Jumlah ikan karang yang ditemukan.
Nilai indeks keseragaman berkisar antara 0 – 1. Selanjutnya nilai indeks
keseragaman berdasarkan Krebs (1972) dikategorikan sebagai berikut:
0 < E ≤ 0.5 : Komunitas tertekan
0.5 < E ≤ 0.75 : Komunitas labil
0.75 < E ≤ 1 : Komunitas stabil
Semakin kecil indeks keseragaman, semakin kecil pula
keseragaman populasi, hal ini menunjukkan penyebaran jumlah individu
setiap jenis tidak sama sehingga ada kecenderungan satu jenis biota
mendominasi. Semakin besar nilai keseragaman, menggambarkan jumlah
biota pada masing-masing jenis sama atau tidak jauh beda.
iii. Indeks Dominansi (C) Ikan
Indeks dominansi berdasarkan jumlah individu jenis digunakan
untuk melihat tingkat dominansi kelompok ikan tertentu. Persamaan yang
digunakan adalah indeks dominansi (Simpson, 1949 in Odum, 1971), yaitu :
S
i
PiC1
2)( ............................................................................................ (16)
Dimana:
C = Indeks dominansi;
12
Pi = Perbandingan proporsi ikan ke i;
S = Jumlah spesies yang ditemukan.
Nilai indeks dominansi berkisar antara 1 – 0. Semakin tinggi nilai
indeks tersebut, maka akan terlihat suatu biota mendominasi substrat dasar
perairan. Jika nilai indeks dominansi (C) mendekati nol, maka hal ini
menunjukkan pada perairan tersebut tidak ada biota yang mendominasi dan
biasanya diikuti oleh nilai keseragaman (E) yang tinggi. Sebaliknya, jika
nilai indeks dominansi (C) mendekati satu, maka hal ini menggambarkan
pada perairan tersebut ada salah satu spesies yang mendominasi dan
biasanya diikuti oleh nilai keseragaman yang rendah. Nilai indeks
dominansi dikelompokkan dalam 3 kriteria, yaitu:
0 < C ≤ 0.5 : Dominansi rendah
0.5 < C ≤ 0.75 : Dominansi sedang
0.75 < C ≤ 1 : Dominansi tinggi
5) Fitoplankton dan Zooplankton
i. Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton
Kelimpahan fitoplankton/ zooplankton dihitung dengan
menggunakan metode Sedweght – Rafter Counting (APHA, 2005) :
Ex
D
Cx
B
AxnN
1
............................................................. (17)
di mana :
N = Jumlah total zooplankton (sel/l).
n = Jumlah rataan individu per lapang pandang.
A = Luas gelas penutup (mm2).
B = Luas satu lapang pandang (mm2).
C = Volume air terkonsentrasi (ml).
D = Volume satu tetes (ml) dibawah gelas penutup.
E = Volume air yang disaring (l).
ii. Indeks Keanekaragaman/ Shannon (H’)
Indeks keanekaragaman adalah indeks yang menunjukkan tingkat
keanekaragaman jenis organisme yang ada dalam suatu komunitas (Odum,
1998).
s
n
pipiH1
ln'
..................................................................................... (18)
13
s = jumlah organisme
ni = jumlah individu dari jenis ke-i
N = jumlah total individu
pi = N
ni
............................................................................................... (19)
iii. Indeks Dominansi (C) (Odum, 1998)
2 NniC
.......................................................................................... (20)
ni = jumlah individu dari jenis ke-i
N = jumlah total individu
f. Struktur Komunitas Makrozoobentos
i. Komposisi Makrozoobentos
Komposisi jenis makrozoobentos menunjukkan kekayaan jenis
makrozoobentos pada perairan tersebut. Komposisi jenis tiap stasiun
dijabarkan dalam persentase, yaitu sebagai perbandingan antara jumlah
individu masing-maing jenis makrozoobentos terhadap total
makrozoobentos yang ditemukan pada masing-masing stasiun.
ii. Kepadatan
Kepadatan adalah jumlah individu per satuan luas (Brower & Zar,
1997) dengan formulasi sebagai, berikut:
D = (10.000 x Ni) / A ............................................................................ (21)
di mana:
D = Kepadatan (ind/m2)
Ni = jumlah individu (ind)
A = luas petak pengambilan contoh (cm2)
10.000 = konversi dari cm2 ke m
2
iii. Keanekaragaman
Keanekaragaman spesies dapat dikatakan sebagai keheterogenan
spesies dan merupakan cirri khas suatu komunitas. Perhitungan indeks
keanekaragaman makrozoobentos menggunakan rumus indeks
keanekaragaman Shannon-Weaver (1949) dalam Odum (1971) yaitu:
PiPiHS
i
1
ln' .................................................................................. (22)
14
di mana:
H’= indeks keanekaragaman jenis
S = jumlah spesies yang ditemukan
Pi = ni/N
ni = jumlah individu ke-i
N = jumlah total individu
Indeks keanekaragaman digolongkan dalam kriteria sebagai berikut:
H’≤ 2 : Keanekaragaman kecil
2 < H’≤ 3 : Keanekaragaman sedang
H’ > 3 : Keanekaragaman tinggi
iv. Dominansi
Indeks dominansi berdasarkan jumlah individu jenis digunakan
untuk melihat tingkat dominansi kelompok organisme bentos tertentu.
Persamaan yang digunakan adalah indeks dominansi (Simpson, 1949
dalam Odum, 1971), yaitu :
S
i
PiC1
2)(
......................................................................................... (23)
dimana:
D = indeks dominansi
S = jumlah spesies yang ditemukan
Pi = ni/N
ni = jumlah individu ke-i
N = jumlah total individu
Nilai indeks dominansi dikelompokkan dalam 3 kriteria, yaitu:
0 < C ≤ 0.5 : Dominansi rendah
0.5 < C ≤ 0.75 : Dominansi sedang
0.75 < C ≤ 1 : Dominansi tinggi
15
IV. HASIL PENELITIAN
1) Stasiun Pengamatan
Lokasi Pengambilan sample data primer dan pengamatan lapangan
ditentukan secara purposive dengan mempertimbangkan aspek habitat mikro
terutama pengaruh air pasang (fisik-kimia) seperti disajikan pada Tabel 3
dan Gambar 1.
Tabel 3. Stasiun pengamatan di estuari Berau
Nomor
stasiun
Nama stasiun Koordinat
E N
1 Sei.Simon 117° 53’ 37.6" 02° 11’ 07.4"
2 Mr.Kasai 117° 55’ 27.6" 02° 11’ 15.6"
3 Badak-Badak 117° 55’ 55.4" 02° 09’ 03.7"
4 Mr.Guntungan 117° 54’ 33.4" 02° 05’ 47.4"
5 Mr.Batumbuk 117° 54’ 19.5" 02° 04’ 15.8"
6 Mr.Mengkajang 117° 50’ 42.2" 02° 00’ 53.8”
Gambar 1. Stasiun pengamatan estuari Berau
16
2) Hasil Tangkapan
Survey sumberdaya ikan di estuari Berau dilakukan di enam stasiun yang
masing-masingnya terletak di muara Sungai Selalang atau Sungai Simon
(Stasiun I), Muara Kasai (Stasiun II), Muara Badak-badak (stasiun III),
Muara Buntungan (Stasiun IV), Muara Batumbuk (Stasiun V) dan Muara
Mangkajang atau Muara Sungai Berau (stasiun VI)
Pada survey tahun ke dua ini, stasiun yang dipilih adalah perairan
Muara Delta Berau, hal ini disebabkan adanya penangkapan udang
ekonomis penting secara intensif di sekitar perairan ini dengan alat
tangkap mini trawl. Udang merupakan tujuan penangkapan utama bagi
sebagian besar nelayan yang tinggal di Kecamatan Pulau Derawan,
Kabupaten Berau. Sebagian besar nelayan perairan estuari Berau memiliki
perahu motor yang disebut ketinting. Alat tangkap yang banyak digunakan
di perairan ini adalah jaring gondrong (trammel net), jaring arad atau
pukat hela (mini trawl), pukat (gill net) dan rawai (long line).
Penangkapan udang di muara Berau terjadi sepanjang tahun dan
kegiatan penangkapan secara besar-besaran atau puncak musim
penangkapan terjadi pada bulan November - Mei yang banyak dilakukan
dengan pukat tarik atau pukat hela atau mini trawl yang dioperasikan
dengan perahu motor. Penangkapan dengan pukat hela ini terjadi di sekitar
muara sampai ke arah laut. Lebih jauh ke arah laut (di depan muara )
penangkapan lebih banyak dilakukan dengan jaring gondrong dengan
ukuran udang yang tertangkap lebih besar dibandingkan dengan di muara.
Untuk Tahun 2016, puncak penangkapan terjadi pada bulan
Oktober dan diperkirakan akan berakhir 3 - 4 bulan ke depan. Pada
musim timur terjadi arus laut dan gelombang yang tinggi yang terjadi di
muara - muara sungai. Berdasarkan keterangan nelayan udang yang
berada dimuara sungai tersebut merupakan udang yang berasal dari muara
sungai terdorong keluar oleh adanya arus dan gelombang yang
menyebabkan udang ini bermigrasi ke perairan yang lebih dalam untuk
memijah . Migrasi udang akibat adanya proses alam ini menyebabkan
17
intensitas penangkapan tinggi dan penangkapan terkonsentrasi pada pada
muara-muara sungai.
Sungai Simon
Perairan Sungai Simon merupakan salah satu pecahan muara
perairan sungai Berau yang merupakan daerah penangkapan ikan. Hasil
tangkapan perairan ini di dominasi oleh udang dalam ukuran induk. Jenis
udang yang sudah mulai sulit tertangkap adalah udang kuning
(Metapenaeus monoceros) yang hanya tertangkap di perairan Sungai
Selalang (Simon) dan tidak ditemukan di muara sungai lainnya. Dari
percobaan penangkapan dengan alat tangkap pukat hela, didapatkan
beberapa jenis ikan dan udang ekonomis penting. Musim penangkapan
udang terjadi pada awal musim penghujan dimana pada musim ini ombak
tinggi memasuki muara berau.
Tabel 4. Hasil tangkapan pukat hela selama 15 menit penangkapan di
Sungan Simon
No Jenis ikan/udang KISARAN TKG Jumah
Berat
total Keterangan
PT (cm)
PK
(cm)
Berat
(g) (ekor) (g)
1
Udang Loreng (Parapenaeopsis
sculptilis) 5,3 - 13,8
1,3 -
5,7 1 - 23
1 –
4 341 2059
Trip I, II , III dan
IV
2 Udang Bintik (Metapenaeus tenuipes) 5,5 - 10 1,2 - 3 1 - 12 1 - 4 129 562 Trip I, II dan III
3 Udang Kuning (M. monoceros) 5,6-11 1,7-9,6 2 - 15
150 1322 Trip IV
4
Udang Buku (Macrobrachium
equidens) 4,2 1,1 1
5 20,1 Trip III dan IV
5 Bete kuning (Photopectoralis bindus) 4,4-7,5
1-5
38 104 Trip I, dan II
6 Petek (Scutor ruconius) 5,7 - 7,6
3 - 5 2 3 12 Trip I
7 Gulama Panjang (Johnius coitor) 8,4-13,2
4 - 21 1 - 3 126 856 Trip I , III dan IV
8 gulama dompok (Johnius blengheril) 7,1 - 15,2
2 - 39 - 47 608 Trip I , II dan IV
9 Gulama (Panna microdon)
2 18 Trip II
10 Gulama (Johnius volgere) 9,5-13,2
9 - 29 1-3 17 349 Trip III
11 Buntal Kuning (Torquigener hicksi)
18 159
Trip I, II , III dan
IV
12 Buntal Loreng (Tetraodon nigroviridis)
3 116 Trip III
13 Baji/selontok (Rogadius asper) 17,6
28
4 103 Trip I , III dan IV
14 Ikan mata besar (Gerres oyena) 15,8-18,3
27-45
3 20 Trip I dan IV
15 Lopa-lopa (Anodontostoma chacunda) 14,1
17
4 71 Trip I dan IV
16 Selar (Atule mate)
1 6 Trip I
17 Selar (Selaroides leptolepis) 5,5-13,8
2 - 24
13 153 Trip II
18 Selar (Selar boops) 8,8-10,5
7-11
15 80 Trip II dan III
19 Cumi (Loligo sp)
2 5 Trip I
20 Kepiting Laut (Charybdis annulata)
6 57 Trip I dan II
21 Kepiting garis
2 14 Trip IV
22 Glodok (Mugilogobius latifrons)
1 2 Trip I
23 Layur (Trichirus lepturus) 31,4-39
20-47
2 67 Trip II
24 Layur (Paraplagusra bilineata)
4 208 Trip III
25 Ikan Bulan (Drepane punctata)
2 5 Trip II
26 Ikan Puput (Pellona dischela)
2 10 Trip II dan IV
18
27 Bulu Ayam (Coilia lindmani)
13 39
28 Teri Indian
2 9 Trip II
29 Ikan Biji Nangka
2 7 Trip II
30 Utik (Arius oetik)
4 20 Trip III
31 Dukang (Arius maculatus) 11-17,5
11 - 55
10 201 Trip IV
32 Cerutu/pemukul beduk
3 9 Trip II
33 Tembang 15
28
1 28 Trip IV
34 Lidah Panjang (Cynoglossus lingua) 9-23,1 5 - 35 4 82 Trip IV
Dari stasiun 1 ini dapat dilihat bahwa tertangkap 30 jenis ikan dan
empat jenis udang yaitu udang loreng (Parapenaeopsis sculptilis), udang
bintik (Metapenaeus tenuipes) yang berukuran induk, udang Buku
(Macrobrachium equidens) dan udang kuning (Metapenaeus monoceros).
Hasil tangkapan di stasiun 1 ini didominasi oleh udang bintik yaitu
sebanyak 522 g dan hasil tangkapan udang loreng sebanyak 155 g. Hasil
tangkapan ikan terbanyak didominasi oleh ikan gulama dompok sebanyak
384 g, ikan lainnya yang tertangkap jumlah beratnya lebih kecil dari 54 g.
Udang dan ikan yang tertangkap ini rata - rata memiliki TKG I -II.
Berdasarkan keterangan nelayan, Sungai Selalan yang sudah dekat muara
sampai kearah laut merpakan pusat penangkapan udang. Hampir semua
jenis udang laut tertangkap di perairan ini . Namun pada saat penelitian
udang yang tertangkap hanya empat jenis. Diduga karena percobaan
penangkapan dilakukan lebih ke arah sungai dan ada dugaan lain karena
penangkapan yang dilakukan terlalu intensif di perairan ini. Dugaan ini
diperkuat dengan hasil tangkapan udang kuning (Metapenaeus monoceros)
yang hanya tertangkap pada bulan Oktober (Trip IV). Berdasarkan
keterangan beberapa nelayan dan pengumpul dulunya Sungai Selalan
merupakan pusat penangkapan udang kuning.
Muara Kasai
Selama penelitian jenis ikan dan udang yang tertangkap sebanyak 49
jenis ikan dan udang yang didominasi oleh ikan bete lis kuning (Photopectoralis
bindus) dan ikan Gulama (Johnius coitor). Muara Kasai yang merupakan
pemukiman penduduk terlihat bahwa ikan petek/bete lis kuning mendominasi
yaitu sebanyak 2225,1 g dan jenis ikan lainnya yang merupakan ikan omnivor
dan pemakan bentos. Hal ini disebabkan adanya pembuangan limbah rumah
tangga yaitu berupa bahan - bahan organik sehingga jenis- jenis ikan yang
19
ditemukan banyak dari jenis ikan omnivor dan ikan pemakan bentos antara lain
ikan dari famili scianidae (gulama) ikan selangat (Anaduntostoma chacunda),
bulu Ayam (Coilia lindmani) dan ikan dari jenis petek lainnya. Hal ini
mengundang ikan-ikan buas memasuki Muara Kasai antara lain ikan dari jenis
arius yang ditangkap dengan menggunakan rawai. Pada saat penelitian tertangkap
salah satu dari jenis arius yaitu ikan dukang (Arius maculatus) dalam jumlah
yang banyak pada trip II di musim kemarau.
Udang yang mendominasi adalah udang loreng (Parapenaeopsis
sculptilis) dan tertangkap sebanyak 967 g (163 ekor), disamping itu tertangkap
juga udang bintik (Metapenaeus tenuipes) sebanyak 28 ekor (82 g), udang
Brown (Metapenaeus ensis) sebanyak 51 ekor (186 g), udang putih (Penaeus
indicus) sebanyak 8 ekor (72 g), udang petak 2 ekor, udang selatan 1 ekor dan
udang kipas sebanyak 14 g (2 ekor). Udang brown hanya tertangkap pada trip II
saja begitu juga dengan udang lainnya seperti udang selatan dan udang kipas,
masing masing tertangkap pada trip I dan trip II.
Tabel 5. Hasil tangkapan pukat hela selama 15 menit penangkapan di
Muara Kasai
No Jenis ikan/udang KISARAN Jumah Berat total Keterangan
PT PK Berat TKG (g)
1 Udang Loreng (Parapenaeopsis sculptilis) 4,2- 12
1,4 -
6,2
1 -
11 1-3 163 967 Trip I, II, III dan IV
2 Udang Bintik (Metapenaeus tenuipes)
28 82 Trip I dan III
3 Udang Brown (Metapenaeus ensis)
51 186 Trip III
4 Udang Putih (Penaeus indicus) 8,5-9,8 3,9-4,3 7-11 3 8 72 Trip III dan IV
5 Udang Petak
2 3,9 Trip II dan IV
6 Udang Selatan
1 1 Trip II
7 Udang kipas
2 14 Trip I
8 Bete lis kuning (Photopectoralis bindus) 5,6 - 11
3 – 21
1 -
3 301 2225,1 Trip I, II, III dan IV
9 Petek (Secutor ruconius) 4,8 - 8,8
3 – 9 1 – 4 80 396 Trip I, II dan IV
10 Photopectoralis eculus 9,7-11
13-19
2 27 Trip IV
11 Leiognathus indicus
32 128 Trip II
12 Gulama (Johnius coitor) 5,6 - 16,1
0,1-36 1-4 152 1669,2 Trip II dan III
13 Gulama Keken (Otolithes ruber) 22,7
123 2 11 377 Trip II dan III
14 Gulama dompok 16
48 1 11 206 Trip I dan IV
15 Gulama (Johnius volgere) 6,3-13,9
3 - 29 1-3 42 521 Trip III
16 Ikan Kaca (Megalaspis cordyla)
70 31 Trip I, II, III dan IV
17 Ikan Kaca (Apogon megalastis) 7,5-8,3
4-6
5 26 Trip IV
18 Buntal (Torquigener hicksi)
151 1182 Trip I, II, III dan IV
19 Buntal Loreng 75
11
1 11 Trip IV
20 Bulu Ayam (Coilia lindmani) 8-14,8
5- 13 1-3 118 716 Trip III dan IV
21 Pellona dischela
20 175 Trip IV
22 Setipina tenuifilis
5 80 Trip IV
23 Puput Mata Besar
18 127 Trip II
24 Puput Mata Kecil
20 185 Trip II
25 Biji Nangka (Upeneus sulphureus)
6 56 Trip I dan III
26 Dukang (Arius maculatus) 6,5-18
2 - 44
344 1.634 Trip II dan III
20
27 Kepiting
13 308 T I
28 Kepiting Laut
18 233,6 T II dan IV
29 Kepiting garis
13 228 T IV
30 Selar
47 6 T I
31 Lidah Panjang (Paraplagusia bilineata)
27 277 Trip II, III dan IV
32 Sorrogona tuberculata
9 342 Trip II
33 Baji (Rogadius asper)
12 331 Trip II, III dan IV
34 Kakap Merah Tutul
1 60 T II
35 Kakap merah (Lutjanus jutui) 17,7
9,5
1 9,5 Trip IV
36 Drepane punctata 6,7-7,5
8-10
7 57 Trip II dan IV
37 Terapon teraps
2 14 Trip II
38 Kerapu
1 7,9 Trip II
39 Sotong/ Sepia
2 41 Trip II dan IV
40 Cumi/ Loligo
2 9 Trip II
41 Alectis indicus
1 14 Trip II
42 Mata Besar (Gerres oyena)
1 9 Trip III
43 Layur (Trichiurus lepturus) 31,5-36,8
20-34
6 164 Trip II dan IV
44 Tembang/ sarden
217 28 Trip I
45 Opisthopterus tardore 15,6
24
1 24,0 Trip IV
46 Anaduntostoma chacunda
130 947,0 Trip IV
47 Sorogona puberculata 6,6
4
1
4,0 Trip IV
48 Pari (Cymnura australis) 22
194
1
194,0 Trip IV
49 Bilis (Stelophorus indicus) 9,6 8,0 1
8,0 Trip IV
Muara Sungai Badak – Badak
Tabel 6. Hasil tangkapan pukat hela selama 15 menit penangkapan di
Muara S. Badak - Badak
No Jenis ikan/udang KISARAN Jumlah
Berat
total Keterangan
PT PK Berat TKG (ekor) gr
1 Udang Loreng (Parapenaeopsis sculptilis) 2,1-13,2 1,8 - 4,8 3 - 21 - 106 651 Trip I, II, III dan IV
2 Udang Putih (Penaeus indicus)
5 16 Trip II
3 Udang Bintik (Metapenaeus tenuipes) 7,9-8,7
3,5
157 527 Trip III dan IV
4 Udang Brown (Metapenaeus ensis)
5 58 Trip III
5 Udang Petak (Cloridopsis scorpio)
3 19 Trip III
6 Bete kuning (Photopectoralis bindus) 4,7-8,9
2-11,8 1-4 209 2693 Trip I, II, III dan IV
7 Petek (Photopectoralis equlus)
90 450 Trip IV
8 Petek (Scutor ruconius) 4 -8,8
1 - 9 1-4 53 258,9 Trip I dan IV
9 Leiognathus indicus
27 155 Trip II
10 Gulama (Johnius coitor) 5,2 - 23,2
0,1 -
144
191 1895,2 Trip I, II dan IV
11 Gulama dompok
46 477 Trip I, II, III dan IV
12 Gulama Keken
1 96 Trip II
13 Gulama (Johnius volgere) 6,2-12,2
2 - 22 1-3 43 443 Trip III
14 Kepiting besar
1 11 Trip I
15 Kepiting garis
2 39 Trip I dan IV
16 Buntal Kuning (Torquigener hicksi)
20 218 Trip I, II , III dan IV
17 Upeneus sulphuries
5 51 Trip I dan IV
18 Kakap tutul putih
2 6 Trip I
19 sarden
1 10 Trip I
20 Layur 32,5 - 33,8
25
2 50 Trip I
21 Dukang (Arius oetik)
10 173 Trip I, III dan IV
22 Selar
2 4 Trip I
21
23 Selar (Adule mate)
20 133 Trip II
24 Selaroides
2 12 Trip IV
25 Teri India
1 3 Trip I
26 Alectis indicus 4,9-7,6
3-5
2 8 Trip II
27 Biji Nangka (Upeneus)
2 13 Trip II
28 Biji Nangka (Nemipterus nemurus)
2 6 Trip III
29 Sillago
2 63 Trip II
30 Ulua mentalis 8,5-10,2
7-12
4 37 Trip IV
31 Ulua gurochs 7,1
7
1 7 Trip IV
32 Kakap Merah (Lutjanus johnii)
1 8 Trip III
33 Drepane punctata 5,6-67
4-7
3 16 Trip II
34 Rogadius asper
1 18 Trip II
35 Ikan Tembang (Pellona ditchela)
12 279 Trip III
36 Lopa-lopa (Pellona ditchella)
1 11 Trip III
37 Kaca (Megalaspis cordyla)
1 5 Trip III
38 Bulu Ayam (Coilia lindmani) 7,8-11,7
2-7
2.133 9940 Trip III
39 Puput (Thryssa hamiltonii)
2 28 Trip III
40 Lidah Panjang (Paraplagusia bilineata)
3 109 Trip II dan III
41 Lidah Loreng (Cynoglossus lingua)
2 14 Trip III
42 Pemukul beduk 29,2
227
1 227 Trip IV
43 Sebelah (Psetrodes enunli) 2,5
179
1 179 Trip IV
44 Gerres oyena 11,2 23 1 23 Trip IV
Hasil tangkapan di stasiun Muara Sungai Badak-badak tertangkap
44 jenis ikan dan udang yang di dominasi oleh ikan bulu Ayam (Coilia
lindmani) dan ikan gulama panjang (Johnius coitor).
Ikan yang mendominasi di Muara S Badak -Badak adalah gulama
panjang (Johnius coitor) yaitu sebanyak 607 g (47 ekor) dengan rata-rata
yang tertangkap memiliki TKG I-IV diikuti oleh bete lis kuning sebanyak
229,1 g (47 ekor besar dan 11 ekor kecil) serta bete belang (Scutor
ruconius) sebanyak 153 g (30 ekor) yang memiliki TKG I-IV. Udang yang
mendominasi adalah udang loreng seberat 245 g (28 ekor). Jumlah spesies
ikan yng tertangkap sama dengan stasiun lainnya yatiu sebnyak 15 jenis,
stu jnis diantaranya udang loreng. Di stasiun ini tertangkap lima jenis
udang yang didominasi dengan udang loreng (Parapenaeopsis sculptilis)
dan udang bintik (Metapenaeus tenuipes).
Muara Guntung
Muara Guntung merupakan perairan yang jarang dilakukan
penangkapan karena perairan banyak terdapat akar-akar kayu, pohon-
pohon yang tumbang yang terendam di perairan sehingga penangkapan
dengan pukat hela dan dengan jaring gondrong jarang dilakukan. Di
22
perairan ini terdapat banyak ikan yang berukuran besar dari jenis kakap
(Lutjanus sp), kerapu dan ikan ekor kuning.
Muara Guntung merupakan muara dari Sungai Guntung yang di
dalam sungai terdapat tambak milik penduduk. Percobaan penangkapan
ikan dengan alat tangkap pukat hela selama empat kali survey
mendapatkan paling banyak jenis ikan dan udang yaitu 51 jenis yang
terdiri dari 42 jenis ikan dan 5 jenis udang yaitu udang putih yang
merupakan udang ekspor, udang bintik, udang brown (udang jahe), udang
loreng dan udang kipas serta 3 jenis cumi dan satu jenis kepiting. Mungkin
karena banyak tambak yang berada di dalam sungai, maka bete lis kuning
menominasi hasil tangkapan yaitu sebanyak 844 ekor (berat 7626 g), ikan
bete belang 148 ekor (berat 963,54 g). Beberapa literatur mengatakan
bahwa kehadiran ikan petek di suatu perairan karena adanya pencemaran
perairan terutama bahan organik. Jenis kedua yang menominasi adalah
ikan gulama panjang (Johnius coitor) dengan jumlah 454 ekor ( berat
5277,5 g) yang merupakan jenis ikan yang sepanjang hidupnya berada di
estuari.
Tabel 7. Hasil tangkapan pukat hela selama 15 menit penangkapan di
Muara Guntung
No. Jenis ikan/udang KISARAN Jumah Berat total Keteranganm
PT PK Berat TKG
1 Udang Loreng (Parapenaeopsis sculptilis) 7,1-12,8 1,7-3,5 3 – 15
52 442 Trip I, II dan III
2 Udang Bintik
10 44 Trip II
3 Udang Brown 7 - 9,2 1,5 -1,9 2 – 5
4 22 Trip I dan II
4 Udang putih 9,7 - 13,2 1,6 -2,8 5 – 16
8 98 Trip I
5 Udang Kipas (Cloridopsis scorpio)
5 71 Trip I danIII
6 Bete lis kuning (Leiognathus bindus) 5,5 - 13,6
3 – 44 1 - 4 844 7626 Trip I dan II
7 Bete belang (Scutor ruconius) 4,1-9,3
1 – 10
148 963,54 Trip I, II dan IV
8 Leiognathus indicus
3 17 Trip II
9 Petek (Photopectoralis eculus)
35 165 Trip IV
10 Gulama (Johnius coitor) 8,2 -13,7
5-25 1-4 454 5277,5 Trip I dan III
11 Gulama dompok
58 811 Trip I dan II
12 Gulama mata besar
2 19 Trip I
13 Gulama Keken (Johnius belengari) 12,8-23,6
29-147 1-3 7 629 Trip III
14 Gulama (Johnius volgere) 7,8-17,8
5-65 1-4 174 3901 Trip III
15 Baji (Rogadius asper)
6 122 Trip I dan II
16 Arius maculatus 8,4 -17,6
4 – 43
51 537 Trip I dan II
17 Dukang (Arius oetik)
63 953 Trip III
18 Cumi (Loligo pickfordi)
1 11 Trip I
19 Cumi (Loligo sp)
9 110 Trip I dan IV
20 Lidah Panjang (Paraplagusia bilineata)
15 194 Trip I, II dan III
21 Sotong (Sepia sp)
1 11 Trip I
22 Buntal Kuning (Torquigener hicksi)
21 306 Trip I, II dan III
23
23 Buntal Loreng
2 15 Trip I
24 Buntal loreng
1 3550 Trip IV
25 Buntal tutul (Tetraodon nigroviridis)
1 30 Trip III
26 Ambassis dussumieri
24 110 Trip I
27 Selar (Atule mate)
4 35 Trip I
28 selar (Megalaspis cordyla)
1 15 Trip I
29 selar (Megalespis sp)
186 912 Trip II
30 Selar (Selaroides sp)
5 34 Trip II
31 Terapon theraps
2 23 Trip I dan III
32 Tapi-tapi (Drepane punctata)
8 210 Trip I, III dan IV
33 Drepane longimana
3 18 Trip II
34 Lopa-lopa (Pellona ditchella) 8 - 9,2
5 – 8
45 71 Trip I dan III
35 Kepiting Laut
7 98 Trip II
36 Kepiting (Charybdis affinis)
35 268 Trip III
37 Kepiting tutul
8 130 Trip IV
38 Apogon kiensis
5 26 Trip II
39 Geres filamentos
23 234 Trip II
40 Biji Nangka (Upeneus sulphureus)
4 38 Trip II dan IV
41 Tembang
1 21 Trip II
42 Petek (Carangoides talanparsides)
4 13 Trip II
43 Kakap totol (Lutjanus johnii)
1 46 Trip III
44 Kakap/arut (Lutjanus) 24,3-36,3
237-
720
13 5666 Trip IV
45 Bulu Ayam (Coilia lindmani)
21 123 Trip III
46 Bansa/ Lemuru (Gerres oyena)
5 120 Trip IV
47 Sebelah (Pseudohombus arsius)
4 139 Trip IV
48 Kerapu 35,2-41,5
616-
1137
2 1753 Trip IV
49 Ekor kuning 4,5-16,5
16-40 2-3 6 183 Trip IV
50 Pemukul beduk
2 118 Trip IV
51 Ikan Tempel (Echeneis naucrates) 1 Trip IV
Muara Betumbuk
Pegat Betumbuk adalah salah satu kampung di Kecamatan Pulau
Derawan, Berau, yang dilewati sungai Betumbuk dan dibagian kiri dan
kanan sungai terdapat tambak- tambak masyarakat. Wilayah Kampung
Pegat Batumbuk berbatasan langsung dengan wiIayah lautan, atau
merupakan daerah pesisir, sedangkan sebagian lain merupakan wilayah
dataran. Kampung Pegat Batumbuk merupakan kampung nelayan yang
dikenal sebagai daerah penghasil udang dan terasi di Kabupaten Berau
yang mana menghasilkan udang rata-rata kurang lebih 50 ton per tahun
dan produksi terasi rata-rata kurang sekitar 60 ton per tahun.
Muara Betumbuk merupakan perairan yang menjadi tumpuan harapan
nelayan dalam menangkap udang. di sepanjang Sungai Petumbuk tidak
diperbolehkan melakukan penangkapan ikan kecuali dengan alat tangkap
tuguk dan penglolaan perairan ini bersifat kearifan lokal. Alat tangkap yng
diperbolehkan hanya alat tangkap tuguk dan di perairan ini banyak
24
terdapat tambak masyarakat. Hasil tangkapan ikan di perairan ini sebanyak
46 jenis yang didominasi oleh ikan bete lis kuning sebanyak 730 ekor
(berat 7375 g), bete belang sebanyak 156 ekor (1453 g) dan bete (Gazza
minuta) sebanyak 462 ekor ( 2631 g , bulu ayam sebanyak 450 ekor
dengan berat 2269 g. Pada umumnya mendominasinya ikan-ikan tersebut
di atas karena tingginya bahan-bahan organik yang terdapat di perairan
tersebut.
Perairan Sungai Betumbuk yang memiliki kekeruhan yang tinggi
ini menyebabkan banyak tertangkap udang-udang sehingga penangkapan
udang banyak dilakukan di Muara Sungai Betumbuk.
Di Betumbuk ini terdapat suatu desa yang lahan dan perairannya
seluas 7000 ha yang dijadikan lahan konservasi untuk hutan bakau dan
perairan dengan nama Sungai Samera yang dikelola dengan kearifan lokal.
Bagaimana bentuk status perairan ini masih belum jelas, namun keinginan
masyarakat setempat adalah menjaga perairan tersebut agar tidak ada
tambak dan penangkapan ikan agar kelestarian sumberdaya ikan dapat
berkesinambungan.
Tabel 8. Hasil tangkapan pukat hela selama 15 menit penangkapan di Muara
Betumbuk
No Jenis ikan/udang KISARAN Jumah
Berat
total Keterangan
PT PK Berat TKG
1
Udang Loreng (Parapenaeopsis
sculptilis) 6,4-13,4 1,3-3,4 2 - 24
202 1524
Trip I, II,
III dan IV
2 Udang putih (Penaeus indicus) 6,8 -12.8 3,2-4,8 3 - 28
113 287
Trip I, II,
III dan IV
3 Udang Brown (Metapenaeus ensis)
12 57 Trip III
4 Udang Selatan
2 13 Trip II
5 Udang petak
1 7 Trip IV
6 Udang buku 7 2,1 7 I 1 7 Trip I
7 Bete lis kuning 4,8-9,3
1,5-14
I -
IV 730 7375
Trip I, II
dan IV
8 Bete belang (Scutor ruconius) 4,1-9
1-10
I -
IV 156 1453
Trip I, II
dan IV
9 Gazza minuta
462 2631 Trip II
10 Petek
1 11 Trip II
11 Leiognathus eculus
20 106 Trip IV
12 Gulama (Johnius coitor) 6,5-25,2
3- 29 1-4 414
Trip I, II,
III dan IV
13 Gulama dompok 8,6 - 11,6
4 - 16
47 657
Trip I dan
II
14 Gulama Keken (Otolithes ruber)
3 506
Trip II dan
III
15 Gulama (Johnius volgere) 6,2-12,7
15-21 1-4 72 664 Trip III
16 Buntal Kuning (Torquigener hicksi)
6 38
Trip I, II
dan III
17 Kepiting garis
19 300 Trip I
18 Rajungan
9 142 Trip II
19 Bulan Hitam (Drepane longimana)
5 7
Trip II dan
III
25
20 Arut
2 13 Trip I
21 Kakap totol (Lutjanus johni) 9,7-11,6
17-29 1 2 46 Trip IV
22 utik (Arius sagor)
274 1052
Trip I dan
II
23 Dukang (Arius oetik)
24 496
Trip III
dan IV
24 Cumi
2 30 Trip I
25 Sotong (Sepia)
3 54
Trip II dan
IV
26 Pemukul beduk/cerutu
2 50
Trip I dan
IV
27 Hilsa keele
3 39 Trip I
28 Kaca (Megalaspis cordyla)
10 45 Trip I
29 Kaca (Ambassis vachellii)
5 21 Trip III
30 Bilis (stelophorus indicus)
2 8 Trip I
31 Selaroides
19 143 Trip II
32 Puput
1 5 Trip II
33 Baji (Rogadius asper)
31 1018
Trip II dan
IV
34 Bulu Ayam (Coilia lindmani)
450 2269
Trip II dan
III
35 Mirip Betutu
3 16 Trip II
36
Lidah Panjang (Paraplagusia
bilineata)
12 171
Trip II, III
dan IV
37 Selar (Atule mate)
1 3 Trip III
38 Biji Nangka (Nemipterus nemurus)
1 5 Trip III
39 Nangka (Upeneus sulpureus)
1 7 Trip IV
40 Ekor kuning 9,6-14,5
7-38
2 45 Trip IV
41 Kepiting
22 291 Trip IV
42 Selaroides 9,2-10,1
7-10
2 17 Trip IV
43 Lopa-lopa (Pellona ditchela)
6 42 Trip IV
44 Siphania roseigastes
10 49 Trip IV
45 Megalop cyprinoides
5 49 Trip IV
46 Buntal kuning 15 515 Trip IV
Muara Mangkajang
Muara Mangkajang adalah muara Sungai Berau yang mengalir
menuju Selat Makasar. Perairan ini merupakan tempat lalu lintas kapal
dari Tanjung Redeb menuju ke Selat Makasar dan sebaliknya. Di Muara
Mangkajang ini bermuara Sungai Samera yang merupakan daerah
konservasi yang dikelola secara kearifan lokal.
Di stasiun Mangkajang tertangkap 44 jenis ikan dan 8 jenis udang
yang didominasi oleh udang brown (Metapenaeus ensis) sebanyak 476
ekor (berat 2291 g) diikuti oleh udang loreng (Parapenaeopsis sculptilis)
sebanyak 228 ekor (berat 1464 g). Ikan yang mendominasi adalah ikan
lopa-lopa (Anodontostoma chacunda) dan ikan gulama (Johnius volgere)
sebanyak 309 ekor (berat 2801 g) dan kedua ikan tersebut merupakan ikan
omnivor yang tertangkap di perairan yang masih alami.
26
Disebabkan karena stasiun Muara Mangkajang tempat lalu lintas
kapal, maka perairan ini jarang dijadikan nelayan sebagai areal
penangkapan karena sibuknya lalu lintas kapal di perairan ini.
Tabel 9. Hasil tangkapan pukat hela selama 15 menit penangkapan di Muara
Mangkajang
No Jenis ikan/udang KISARAN Jumah Berat total
Keterangan
PT PK Berat TKG
1
Udang Loreng (Parapenaeopsis
sculptilis) 6,8 -13,9 2-4,1 4 – 23 1-4 228 1464
Trip I, II, III
dan IV
2 Udang Bintik 6,8-14,5 1,5-3,8 3 – 29 1-3 59 664,6 Trip I, II dan IV
3 Udang Putih (Fenneropenaeus indicus)
29 476 Trip III dan IV
4 Udang Kipas (Cloridopsis scorpio)
15 151 Trip I dan III
5 Udang (Paraplagusia sp)
6 435 Trip I
6 Udang buku 5,6 1,7 2
2 5 Trip I dan IV
7 Udang Brown (Metapenaeus ensis) 7,1 - 9,8 1,9 - 2,9 3 -11 I –II 476 2291 Trip I dan III
8 Udang petak
14 Trip IV
9
Petek lis kuning (Photopectoralis
bindus) 6,5-9,9
2 - 14 1 – 4 205 1668 Trip I, II dan III
10 Secutor ruconius 4,8-7,7
2-6 1-4 3 10 Trip IV
11 Leiognathus equlus 9,9
14 4 1 14 Trip IV
12 Bete susu 7,8-9
7-9 3 7 54 Trip II
13 Bete moncong 7,5-10,3
6-14
7 60 Trip II
14 Ikan Gulama (Johnius coitor) 5,1 - 24,3
1 - 107 1 - 4 94 1358
Trip II, III dan
IV
15 Gulama Keken (Otolithes ruber)
1 41 Trip III
16 Gulama dompok 10,1 - 13,4
10 - 29
916 1149 Trip I dan IV
17 Gulama (Johnius volgere) 6-126
2-19 1-4 309 2801 Trip III
18 Gulama 6,4-14
2-27 2-3 42 623 Trip II
19 Buntal Kuning (Torquigener hicksi) 8,4-11
11-22
47 333 Trip I, II dan III
20 Buntal Loreng (Tetraodon nigroviridis)
4 131 Trip III
21 Buntal (Torguigener)
17 422 Trip IV
22 Lopa-lopa (Anodontostoma chacunda)
185 2438
Trip I, II, III
dan IV
23 Lopa-lopa (Pellona ditchella)
6 86 Trip IV
24 Megalospis/kaca
74 246 Trip I dan II
25 Megalaspis sp. 6,3-13,2
3-15
33 270 Trip II
26 Apogon kiensis 4,8-6,3
2-3
22 61 Trip II dan IV
27 Senangin
6 155 Trip I dan IV
28 Bawal Hitam 3,9-4,5
1-2
2 3 Trip II
29 Bawal putih (Pampus argeneteus) 12-16
28-44
7 242 Trip IV
30 Ikan Bulan (Drepane 8,2
17
1 17 Trip II
31 Tembang (Hilsa keele) 14-15,2
21-28
71 1842 Trip IV
32 Upeneus sulphureus 6,8-9,4
4-11
24 206 Trip I dan II
33 Kepiting garis
40 216 Trip I
34 Kepiting
107 578 Trip IV
35 Kepiting Laba-laba
2 14 Trip III
36 Baji/ selontok
3 71 Trip I
37 Cumi (Loligo sp)
10 147 Trip I, II dan IV
38 Banded Grunter (Terapon theraps) 14
41
1 41 Trip II
39 Olive tailed flathead (Rogadius asper) 12,4-13,3
10-Des
6 65 Trip II
40 Selar
2 9 Trip I
41 Bulu Ayam
5 32 Trip I
42 Arius oetik 11,7-17,3
15-46
13 415 Trip II
43 Ikan Lidah 8,9-20
6-30
8 193 Trip II
44 Pemukul Beduk 11,3-13,7
9-18
2 27 Trip II
45 Bulu Ayam (Coilia lindmani) 9,2-13
3-8
207 1047 Trip III
46 Dukang (Arius oetik)
2 449 Trip III
47 Biji Nangka (Nemipterus nemurus)
11 82 Trip III
48 Lidah Panjang (Paraplagusia bilineata)
1 20 Trip III
27
49 Cumi (Loligo pickfordi)
1 5 Trip III
50 Ikan Bulan (Drepane punctata)
1 8 Trip III
51 Nangka (Upeneus sulfureus)
12 74 Trip IV
52 Spotted javelinfish 10,3 17 1 17 Trip II
Sumberdaya udang Penaeid
Estuari Berau memiliki sumberdaya udang yang melimpah yang ter diri
dari udang Penaeid dari genus Penaeues, genus Fenneropenaeus, genus
Metapenaeus dan genus Parapenaeopsis . Genus Fenneropenaeus yang dominan
adalah udang putih (Fenneropenaeus indicus) yang merupakan udang ekspor.
Udang lainnya yaitu dari genus Metapenaeus (tiga jenis) dan Parapenaeopsis
(satu jenis). Jenis-jenis tetrsebut adalah udang bintik (Metapenaeus tenuipes),
udang kuning (Metapenaeus monoceros), udang brown atau udang coklat
(Metapenaeus ensis) dan udang loreng (Parapenaeopsis sculptilis). Kelima jenis
udang ini merupakan sumber mata pencarian nelayan yang
melakukanpenangkapan di Delta Berau.
Alat tangkap yang dioperasikan terdiri dari enam (6) jenis yaitu alat
tangkap jaring gondrong (trammel net), pukat (gillnet), rawai (longline) pancing
(Pole and line) dan alat tangkap pukat tarik Trawl mini serta alat tangkap yang
khusus menangkap kepiting bakau yang disebut rakang.. Khusus untuk
menangkap udang yang dimulai dari Muara sungai sampai sekitar 5 mil dari
muara. Perairan ini merupakan tempat mencari makan dan jalur migrasi udang
dari muara ke laut atau sebaliknya. Kondisi vegetasi di masing-masing stasiun
cukup baik sehingga banyak tertangkap udang dengan berbagai ukuran.
Udang penaeid ekonomis penting dan mendominasi adalah udang putih
(Penaeus indicus) dengan tatanama yang terbaru adalah Fenneropenaeus indicus
(Teikwa & Mgaya, 2003) . Udang ini tertangkap hampir sepanjang tahun dengan
puncak musim penangkapan pada musim penghujan sampai awal musim kemarau.
Keberadaan udang ini di muara Delta Berau adalah untuk mencari makan dan
sebagian besar merupakan udang dewasa dengan TKG II sampai mendekati TKG
IV (Tabel 10). Diduga udang ini mencari makan dalam rangka proses pematangan
gonad dan pemijahannya di sekitar 5 - 10 mil dari muara Sungai. Pengamatan
yang dilakukan pada bulan Oktober menunjukkan keberadaan induk udang putih
di sekitar muara sampai didepan muara dalam konsentrasi yang tinggi. Dari
28
pengamatan terhadap tingkat kematangan gonad udang putih dan udang lainnya
mempelihatkan induk-induk udang ini berada pada TKG II – IV. Pada bulan-
bulan ini penangkapan sangat intensif dengan menggunakan pukat hela (mini
trawl) dan jaring gondrong.
Tabel. 10 Kisaran panjang total, panjang karapas dan berat udang putih
(Fenneropenaeus indicus) yang tertangkap dengan pukat hela (trawl mini) dan
jaring gondrong selama Trip I (Februari), Trip II (Mei), Trip III (Agustus) dan
Trip IV (Oktober).
Trip Stasiun KISARAN PT/PK/B
Jumah Berat
total
Alat
Tangkap PT PK Berat TKG
I
st 2 12.3 - 15.8 3.1 - 3.9 14 - 29 1 – 2 11 224 J. gondrong
St 3 6.2 -16.6 1.8 -3.5 5 - 37 1 -3 15 259 J. gondrong
st 4 9,7 - 13,2 1,6 -2,8 5 - 16 1 -2 8 98 Pukat hela
St 5 11.4 - 16 3 - 4 10 - 33 3-4 2 43 J. gondrong
12,8 3,5 28 4 1 28 Pukat hela
27 91 Pukat hela
II st 3
5 16 Pukat hela
st 5 17 199 Pukat hela
III st 6 2 29 Pukat hela
IV
st 2 8,5-9,8 3,9-4,3 7-11 3 2 18 Pukat hela
st 5 6,8-11,2 3,2-4,8 3-19 3 4 33 Pukat hela
st 6 10,5-16,2 2,2-3,7 10-29 3-4 27 447 Pukat hela
Dari Tabel 10 memperlihatkan keberadaan udang putih di estuari Berau
dalam kondisi mulai matang gonad. Ini berlawanan dengan beberapa literatur
bahwa udang penaeid berada di estuari hanya dalam ukuran juvenil. Di estuari
Berau udang penaeid yang berukuran induk terutama dari jenis Fenneropenaeus
indicus merupakan tujuan penangkapan karena bernilai ekonomis tinggi. Teikwa
& Mgaya (2003) Ukuran pertama matang gonad untuk udang putih
(Fenneropenaeus indicus) jantan 2,8 cm sedang untuk udang betina dengan
ukuran panjang karapas 3,5 cm. Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa untuk ukuran
panjang karapas diatas 3 cm tertangkap pada puncak musim yaitu pada bulan
Februari dan bulan Oktober.
Udang loreng (Parapenaeopsis sculptilis) tertangkap sepanjang tahun dan
tertangkap hampir di semua stasiun selama penelitian. Udang loreng tertangkap
dalam ukuran induk pada bulan Februari dan bulan Oktober. Bulan Februari
29
merupakan puncak musim penangkapan udang dewasa yang berakhir pada bulan
Maret 2016. Untuk Tahun 2016, puncak musim penangkapan udang dimulai
pada bulan Oktober dan berakhir pada bulan Maret tahun mendatang.
Tabel 11. Kisaran panjang total, panjang karapas dan berat Udang loreng
(Parapenaeopsis sculptilis) yang tertangkap dengan pukat hela (trawl mini)
selama Trip I (Februari), Trip II (Mei), Trip III (Agustus) dan Trip IV (Oktober).
Trip KISARAN
TKG Stasiun PT PK Berat
Trip I
st 1 5,3 - 10,6 1,5 - 3,5 1 - 15 1 – 2
st 2 4,2-9,5 1,8-3,5 1-10 1-3
St 3 8,2-13,2 1,8-3,8 5- 21 -
st 4 9,2 - 12,3 2,3 - 3,5 6 - 15
St 5 7,1- 9,8 4 – 11
st 6 6,8 -10,3 2 - 3,6 3 - 13 I –III
TRIP II
st 1 7,2-13,1 1,8-3,7 3-18 1-4
st 3
st4
st 5
st 6 7,2-13,1 1,8-3,7 3-18 1-4
Trip III
st 1 6,6-11,5 1,3-2,5 2-11 1-4
st 2 7-11,6 1,4-2,9 2-11 1-2
st 3 7,1-10,3 1,5-2,7 3-9 1-4
st 4 7,1-12,8 1,7-3,1 3-11
st 5 6,4-13,4 1,3-3,4 2-18
st 6
Trip IV
st 1 6,6-13,8 2,7-5,7 2-23
st 2 6,7-12 3,1-6,2 4-22
st 3 2,1-9,7 3,2-4,8 3-14
st 5 7-11,5 3,3-6,1 4-24
st6 8,9-13,9 2-4,1 4-23 1
30
c) Struktur Komunitas Ikan
Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan pada lokasi
pengamatan Stasiun 1 berdasarkan bulan disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Indeks H’, C dan E pada Stasiun 1
Gambar 2 menunjukkan indeks keanekaragaman (H’) pada
Februari: 1,26 dimana biota didapatkan 10 spesies yang didominasi Ikan
Gulama (Johnius amblycephalus), pada Mei: 1,88, biota yang didapatkan 12
spesies didominasi Ikan Selar (Selaroides leptolepis), pada Agustus: 1,52,
biota yang didapatkan 9 spesies didominasi Ikan Gulama (Johnius coitor)
dan pada November: 1,91, biota yang didapatkan 9 spesies didominasi Ikan
Gulama (Johnius amblycephalus). H’ dari empat bulan pengamatan
menunjukkan bahwa pada lokasi Stasiun 1 termasuk dalam kriteria
keanekaragaman kecil. Penyebaran individu antar spesies yang berbeda di
perairan lokasi pengamatan sangat bervariasi. Menurut Odum (1971),
indeks keseragaman jenis akan tinggi jika tidak terjadi pemusatan individu
pada suatu jenis tertentu. Indeks Dominansi (C) pada Februari: 0,45, Mei:
0,20, Agustus: 0,30 dan November: 0,18. C dari empat bulan pengamatan
menunjukkan dominansi rendah. Nilai indeks dominansi (C) mendekati nol,
maka hal ini menunjukkan pada perairan tersebut tidak ada spesies yang
mendominasi (Brower at al., 1990). Indeks Keseragaman (E) pada Februari:
0,55, Mei: 0,76, Agustus: 0,69 dan November: 0,87. E pada Februari dan
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
Februari Mei Agustus November
Inde
ks
Bulan Pengamatan
H'
C
E
31
Agustus menunjukkan komunitas labil, sedangkan pada Mei dan November
menunjukkan komunitas yang stabil (Latuconsina et al., 2012).
Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan pada lokasi
pengamatan Stasiun 3 berdasarkan bulan disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Indeks H’, C dan E pada Stasiun 2
Gambar 3 menunjukkan indeks keanekaragaman (H’) pada
Februari: 1,16, biota didapatkan 10 spesies didominasi Ikan Bete
(Photopectoralis bindus), Mei: 2,25, biota didapatkan 19 spesies didominasi
Ikan Dukang (Arius maculatus), Agustus: 1,44, biota didapatkan 12 spesies
didominasi Ikan Gulama (Johnius coitor) dan November: 1,46, biota
didapatkan 10 spesies didominasi Anodontostoma chacunda. H’
menunjukkan bahwa pada Februari, Agustus dan November termasuk dalam
kriteria keanekaragaman kecil, sedangkan pada Mei keanekaragaman
sedang. Lebih tingginya indeks keanekaragaman pada Mei disebabkan
adanya kehadiran ikan laut, diantaranya: Ikan Putih (Alectis indica) dan Ikan
Kerapu (Epinephelus coioides). Indeks Dominansi (C) pada Februari: 0,43,
Mei: 0,16, Agustus: 0,35 dan November: 0,30. C dari empat bulan
pengamatan menunjukkan bahwa indeks dominansi pada Stasiun 2 termasuk
dalam kriteria dominansi rendah. Indeks Keseragaman (E) pada Februari:
0,51, MeiL: 0,76, Agustus: 0,58 dan November: 0,63. E pada Februari,
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
Februari Mei Agustus November
Inde
ks
Bulan pengamatan
H'
C
E
32
Agustus dan November menunjukkan komunitas yang labil, sedangkan pada
Mei menunjukkan komunitas stabil.
Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan pada lokasi
pengamatan Stasiun 3 berdasarkan bulan disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Indeks H’, C dan E pada Stasiun 3
Gambar 4 menunjukkan indeks keanekaragaman (H’) pada
Februari: 1,60, biota didapatkan 11 spesies yang didominasi Ikan Gulama
(Johnius macropterus), Mei: 2,07 biota didapatkan 12 spesies didominasi
Ikan Petek (Eubleekeria rapsoni), pada Agustus: 0,64, biota didapatkan 14
spesies didominasi Ikan Bulu Ayam (Coilia lindmani) dan November: 1,48,
biota didapatkan 12 spesies didominasi Ikan Bete (Photopectoralis bindus).
H’ dari empat bulan pengamatan menunjukkan pada Februari, Agustus dan
November termasuk dalam kriteria keanekaragaman kecil, sedangkan pada
Mei keanekaragaman sedang. Lebih tingginya indeks keanekaragaman pada
Mei disebabkan adanya kehadiran ikan laut, diantaranya: Ikan Putih (Alectis
indica), Selar (Atule mate) dan Ikan Tembang (Pellona ditchela). Indeks
Dominansi (C) pada Februari: 0,29, Mei: 0,15, Agustus: 0,74 dan
November: 0,36. C dari empat bulan pengamatan menunjukkan bahwa pada
Stasiun 3 termasuk dalam kriteria dominansi rendah. Indeks Keseragaman
(E) pada Februari: 0,67, Mei: 0,83, Agustus: 0,24 dan November: 0,59. E
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
Februari Mei Agustus November
Inde
ks
Bulan pengamatan
H'
C
E
33
pada pada Stasiun 3 pada Februari menunjukkan komunitas labil, Mei
komunitas stabil, Agustus dan November menunjukkan komunitas tertekan.
Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan pada lokasi
pengamatan Stasiun 4 berdasarkan bulan disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Indeks H’, C dan E pada Stasiun 4
Gambar 5 menunjukkan indeks keanekaragaman (H’) pada
Februari: 1,48 biota didapatkan 16 spesies didominasi Ikan Bete
(Photopectoralis bindus), Mei: 1,41, biota yang didapatkan 16 spesies
didominasi Ikan Bete (Photopectoralis bindus), Agustus: 1,35, biota yang
didapatkan 13 spesies didominasi Ikan Gulama (Johnius coitor) dan
November: 1,41, biota yang didapatkan 12 spesies didominasi Ikan Kakap
(Lutjanus johnii). H’ dari empat bulan pengamatan menunjukkan bahwa
pada Stasiun 4 termasuk dalam kriteria keanekaragaman kecil. Indeks
Dominansi (C) pada Februari: 0,37, Mei: 0,41, Agustus: 0,33 dan
November: 0,32. C dari empat bulan pengamatan menunjukkan bahwa pada
Stasiun 4 termasuk dalam kriteria dominansi rendah. Indeks Keseragaman
(E) pada Februari: 0,53, Mei: 0,51, Agustus: 0,53 dan November: 0,59. E
dari empat bulan pengamatan menunjukkan termasuk dalam kriteria
komunitas labil.
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
Februari Mei Agustus November
Inde
ks
Bulan pengamatan
H'
C
E
34
Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan pada lokasi
pengamatan Stasiun 5 berdasarkan bulan disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Indeks H’, C dan E pada Stasiun 5
Gambar 6 menunjukkan indeks keanekaragaman (H’) pada
Februari: 1,74 dimana biota didapatkan 11 spesies yang didominasi Ikan
Bete (Photopectoralis bindus), Mei: 1,89, biota yang didapatkan 15 spesies
didominasi Ikan Bete (Photopectoralis bindus), Agustus: 1,21, biota yang
didapatkan 11 spesies didominasi Ikan Bulu Ayam (Coilia lindmani) dan
November: 1,53, biota yang didapatkan 13 spesies didominasi Ikan Petek
(Photopectoralis aureus). H’ dari empat bulan pengamatan menunjukkan
termasuk dalam kriteria keanekaragaman kecil. Indeks Dominansi (C) pada
Februari: 0,24, Mei: 0,19, Agustus: 0,39 dan November: 0,29. C dari empat
bulan pengamatan menunjukkan termasuk dalam kriteria dominansi rendah.
Indeks Keseragaman (E) pada Februari: 0,73, Mei: 0,70, Agustus: 0,50 dan
November: 0,59. E dari empat bulan pengamatan menunjukkan termasuk
dalam kriteria komunitas labil.
Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan pada lokasi
pengamatan Stasiun 6 berdasarkan bulan disajikan pada Gambar 7.
0,000,200,400,600,801,001,201,401,601,802,00
Februari Mei Agustus November
Inde
ks
Bulan pengamatan
H'
C
E
35
Gambar 7. Indeks H’, C dan E pada Stasiun 6
Gambar 7 menunjukkan indeks keanekaragaman (H’) pada
Februari: 1,51 dimana biota didapatkan 10 spesies yang didominasi Ikan
Bete (Photopectoralis bindus), Mei: 2,18, biota yang didapatkan 15 spesies
didominasi Ikan Gulama (Johnius amblycephalus), Agustus: 1,52, biota
yang didapatkan 12 spesies didominasi Ikan Gulama (Johnius borneensis)
dan November: 1,81, biota yang didapatkan 12 spesies didominasi Ikan
Hilsa kelee. H’ dari empat bulan pengamatan menunjukkan bahwa pada
Februari, Agustus dan November termasuk dalam kriteria keanekaragaman
kecil, sedangkan Mei termasuk dalam kriteria keanekaragaman sedang.
Lebih tingginya indeks keanekaragaman pada Mei disebabkan adanya
kehadiran ikan laut, diantaranya: Ikan Bawal Hitam (Parastromateus niger)
dan Ikan Kakap (Pomadasys kaakan). Indeks Dominansi (C) pada Februari:
0,28, Mei: 0,15, Agustus: 0,33 dan November: 0,22. C dari empat bulan
pengamatan menunjukkan termasuk dalam kriteria dominansi rendah.
Indeks Keseragaman (E) pada Februari: 0,65, Mei: 0,80, Agustus: 0,61 dan
November: 0,73. E menunjukkan bahwa ada Februari, Agustus dan
November termasuk dalam kriteria komunitas labil, sedangkan pada Mei
komunitas stabil.
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
Februari Mei Agustus November
Inde
ks
Bulan pengamatan
H'
C
E
36
d) Biologi Ikan
a) Tingkat kematangan gonad
Tingkat kematangan gonad ikan gulama panjang (Johnius coitor),
bete lis kuning (Photopectoralis bindus) dan bete belang (secutor
ruconius) dikumpulkan setiap bulannya mulai bulan Februari – bulan
Oktober 2016. Ikan gulama panjang dan ikan bete lis kuning tertangkap
setiap bulan sedangkan ikan bete belang tidak tertangkap pada bulan
Agustus dan September. Dilihat dari sifat reproduksi dan tertangkap ikan
lainnya menunjukkan bahwa ketiga jenis ikan tersebut adalah ikan yang
sepanjang hidupnya berada di estuari Berau. Hal ini diduga disebabkan
salinitas dasar perairan berau cukup tinggi yaitu berkisar antara 26 – 31 ‰
yang tidak jauh berbeda dengan salinitas perairan pantai. Ketiga jenis ikan
ini disebut dengan ikan demersal yang banyak tertangkap dengan pukat
tarik atau trawl.
Ikan gulama panjang (Johnius coitor)
Ikan gulama panjang merupakan ikan yang memiliki toleransi yang
besar terhadap kisaran salinitas Untuk Tahun 2016, ikan gulama dengan
TKG III terdapat sepanjang Tahun dengan puncak musim pemijahan
terjadi pada bulan Agustus. Ikan gulamo panjang bukanlah ikan ekonomis
penting, namun ikan ini merupakan salah satu penyumbang pakan alami
bagi ikan-ikan buas yang bermigrasi untuk mencari makan di estuari. Ikan
gulama menyebar di semua stasiun yang memiliki kisaran salinitas dari 18
– 31 ‰. Dalam ukuran larva dan juvenil, ikan gulama panjang hidup di
hutan mangrove dan muara -muara sungai (Mukherjee, et al 2012).
37
Gambar 8. Persentase tingkat kematangan gonad ikan gulama panjang
(Johnius coitor) dari bulan Februari – Oktober diperairan estuari Berau,
Kalimantan Timur
Bete lis kuning (Photopectoralis bindus)
Ikan bete lis kuning merupakan salah satu ikan dominan yang
tertangkap hampir di semua stasiun selama pengamatan dari bulan
Februari – Oktober 2016. Setiap bulannya tertangkap TKG III dan IV
dengan puncak musim pada bulan Mei. Beberapa literatur mengatakan
bahwa ikan bete lis kuning ini merupakan ikan yang hidup di laut,
meskipun begitu ikan ini melimpah di estuari Berau, Hal ini mungkin
disebabkan karena kisaran salinitas yang kecil antara musim kemarau
dengan musim penghujan dan salinitas estuari Betau berkisar antara 20 -
31‰ dan ikan bete lis kuning dapat mentolerir kisaran salinitas dasar yang
tinggi tersebut. Selama penelitian kisaran TKG III – IV berukuran
panjang 70 -136 mm dan untuk ikan betina dan untuk ikan jantan berkisar
antara 69 – 110 mm
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
IV
III
II
I
38
Gambar 9. Persentase tingkat kematangan gonad ikan bete lis kuning
(Photopectoralis bindus) dari bulan Februari – Oktober diperairan estuari
Berau, Kalimantan Timur
Bete belang (scutor ruconius)
Gambar 10. Persentase tingkat kematangan gonad ikan bete belang (Scutor
ruconius) dari bulan Februari – Oktober diperairan estuari Berau,
Kalimantan Timur
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
IV
III
II
I
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
IV
III
II
I
39
Dari gambar 10 dapat dilihat bahwa ikan bete belang TKG III
terdapat setiap bulan sedangkan TKG IV ditemukan pada bulan Februari,
Mei, Juni dan bulan Oktober dengan puncak pemijahan pada bulan
Oktober yang merupakan awal musim hujan. Dari beberapa laporan ikan
bete belang termasuk ikan demersal dan berdistribusi di laut cina Selatan
di perairan yang dangkal dengan salinitas rendah (Ridho et al, 2004). Dari
Gambar 10 dapat dilihat bahwa tidak ditemukan ikan bete belang pada
bulan Agustus dan September. Di Teluk Thailand yang salinitas hampir
sama dengan estuari Berau, juvenil ikan bete belang merupakan ikan
dominan, namun demikian ada saat ikan tersebut tidak ditemukan yaitu
pada bulan Agustus (Sichum dan Tantichodok, 2013). Selain di perairan
Thailand, bete belang ditemukan juga di perairan Sri Lanka (Chakrabarty
et al, 2008) dan di perairan berdistribusi di perairan Teluk Taiwan dalam
ukuran panjang 7 mm (juvenil) (Chu et al, 2011).
b) Ukuran pertama matang gonad
Ikan gulama panjang (Johnius coitor)
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
60
65
70
75
80
85
90
95
10
01
05
11
01
15
12
01
25
13
01
35
14
01
45
15
01
55
16
01
65
17
01
75
18
01
85
19
01
95
Fre
kiu
en
si
Tengah kelas (mm)
Johnius coitor betina
40
Gambar 11. kelas ukuran ikan gulama panjang (Johnius coitor) jantan dan betina
TKG III – IV di Perairan estuari Berau
Gambar 11.menunjukkan bahwa ikan gulama TKG III - IV berukuran
panjang berkisar antara 61 - 190 mm dengan modus ukuran tertinggi 100 mm.
Ikan gulamo jantan berukuran panjang berkisar antara 70 - 252 mm dentgan
modus tertinggi pada ukuran panjang 115 mm.
Bete lis kuning (Photopectoralis bindus)
Gambar 12.kelas ukuran ikan bete lis kuning betina (Photopectoralis bindus)
TKG III – IV di Perairan estuari Berau
0
5
10
15
20
25
30
60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260
Fre
kue
nsi
Tengah kelas (mm)
Johnius coitor jantan
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
10
0
10
5
11
0
11
5
12
0
12
5
13
0
13
5
14
0
Fre
kue
nsi
Selang kelas
bete lis kuning
41
Dari Gambar 12 dapat dilihat bahwa panjang ikan bete lis kuning yang
berada pada TKG III – IV berkisar antara 50 -136 mm dengan modus tertinggi
pada ukuran panjang 85 mm (8.5 cm). Ukuran panjang ikan bete lis kuning yang
tertangkap di perairan Berau lebih panjang dibandingkan yang tertangkap di
perairan Banyuwangi, Jawa Timur (Wiadnya et al, 2015)
Ikan bete belang (Scutor ruconius)
Bete belang (Scutor ruconius) juga merupakan ikan laut namun kottelat et
al, 1993 menyebutkan bahwa ikan bete belang ini sebagai ikan estuari.
Gambar 13. Kelas ukuran ikan bete belang (Scutor ruconius) TKG III – IV di
Perairan estuari Berau
Dari Gambar 13.dapat dilihat bahwa kelas ukuran ikan bete belang yang
matang gonad (TKG III –IV) berkisar antara 65 - 90 mm.
0
5
10
15
20
25
30
15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100
Fre
kue
nsi
Kelas ukuran
Secutor ruconius
42
Tabel 12. Ukuran pertama matang gonad ikan gulama panjang (Johnius coitor),
bete lis kuning (Photopectoralis bindus) dan bete belang ( Scutor ruconius)
Jenis ikan Betina Jantan
Johnius coitor 83,75 100,8
Photopectoralis bindus 76,6 60,6
Scutor ruconius 48,2 45,3
Ikan gulama panjang pertama matang gonad berukuran 100,8 mm untuk
ikan jantan dan berukuran panjang 83,75 mm untuk ikan betina. Ukuran ini lebih
tinggi jika dibandingkan dengan ukuran yang banyak tertangkap yaitu berkisar
antara 70 - 180 mm dengan modus tertinggi pada ukuran panjang 75 mm untuk
ikan betian sedangkan untuk ikan jantan modus tertinggi didapatkan pada ukuran
panjang 80 mm dengan kisaran yang terbanyak tertangkap berukuran panjang 65
-160 mm. Ikan gulama tertangkap secara tidak sengaja yang ikut tertangkap
dengan pukat hela (trawl) dan hanya dibuang begitu saja ke perairan karena
tertangkap dalam jumlah yang besar. Begitu juga dengan ikan bete lis kuning dan
ikan bete belang dibuang ke perairan.
c) Indeks Kematangan Gonad (IKG)
Nilai IKG Ikan Bete lis kuning (Photopectoralis bindus) berkisar 1,22–
8,00%. Nilai rata-rata IKG meningkat dengan meningkatnya kematangan gonad
(Hukom et al., 2006) (Gambar 14).
Gambar 14. IKG Ikan Bete lis kuning (Photopectoralis bindus) selama penelitian
Ikan Gulama (Johnius coitor) 0,70-8,16%. Nilai rata-rata IKG berdasarkan
TKG disajikan pada Gambar 15
0,00
2,00
4,00
6,00
III IV
IKG
(%
)
TKG
43
Gambar 15. IKG Ikan Gulama (Johnius coitor) selama penelitian
Ikan Petek (Secutor ruconius) 1,57-3,00%. Nilai rata-rata IKG berdasarkan
TKG disajikan pada Gambar 16
Gambar 16. IKG Ikan Petek (Secutor ruconius) selama penelitian
Dan Ikan Gulama (Johnius borneensis) 1,20-16,35%. Nilai rata-rata IKG
berdasarkan TKG disajikan pada Gambar 17
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
I II III IV
IKG
(%
) TKG
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
II III IV
IKG
(%
)
TKG
44
Gambar 17. IKG Ikan Gulama (Johnius borneensis) selama penelitian
Menurut Ichsan Effendie (1978), tiap-tiap spesies ikan pada waktu pertama
kali gonadnya masak tidak sama ukurannya. Demikian pula yang sama
spesiesnya. Lebih-lebih pada ikan yang sama spesiesnya itu tersebar pada lintang
yang perbedaannya lebih dari 5 derajat, maka akan terlihat perbedaan dalam
ukuran dan umur ketika mencapai kematangan gonad untuk pertama kalinya.
d) Kebiasaan Makanan
Hasil analisis kebiasaan makanan dengan menggunakan metode index of
proponderance (IP) diperoleh komposisi isi lambung Ikan Bete lis kuning
(Photopectoralis bindus) meliputi: detritus, cacing, dan serasah (Gambar 18).
Gambar 18.Komposisi Isi Lambung Ikan Bete lis kuning (Photopectoralis bindus)
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
I II III IVIK
G (
%)
TKG
25%
70%
5%
Cacing
Detritus
Serasah
45
Berdasarkan pada hasil analisis kebiasaan makanan dengan menggunakan
metode index of proponderance (IP) dapat dikatakan bahwa makanan utama Ikan
Bete lis kuning adalah detritus dan sebagai makanan pelengkap adalah cacing dan
serasah (James, 1984).
Hasil analisis kebiasaan makanan dengan menggunakan metode index of
proponderance (IP) diperoleh komposisi isi lambung Ikan Gulama (Johnius
coitor) meliputi: udang, ikan, moluska dan serasah (Gambar 19)
Gambar 19. Komposisi Isi Lambung Ikan Gulama (Johnius coitor)
Berdasarkan pada hasil analisis kebiasaan makanan dapat dikatakan bahwa
makanan utama Ikan Gulama (Johnius coitor) adalah udang dan ikan sebagai
makanan pelengkap adalah moluska dan serasah (Sasaki, 2001).
Kebiasaan makanan Ikan Petek (Secutor ruconius) meliputi: krustasea,
larva udang, cacing, dan serasah (Gambar 20).
Gambar 20 Komposisi Isi Lambung Ikan Petek (Secutor ruconius)
35%
25%
35%
5%
Ikan
Moluska
Udang
Serasah
40%
50%
5% 5%
Larva udang
Krustasea
Cacing
Serasah
46
Berdasarkan pada hasil analisis kebiasaan makanan dapat dikatakan bahwa
makanan utama Ikan Petek adalah krustasea dan sebagai makanan pelengkap
adalah larva udang, cacing dan serasah (Jamaes, 1984).
Hasil analisis kebiasaan makanan dengan menggunakan metode index of
proponderance (IP) diperoleh komposisi isi lambung Ikan Gulama (Johnius
borneensis) meliputi: kepiting, udang dan serasah (Gambar 21)
Gambar 21.Komposisi Isi Lambung Ikan Gulama (Johnius boerneensis)
Berdasarkan pada hasil analisis kebiasaan makanan dapat dikatakan bahwa
makanan utama Ikan Gulama (Johnius borneensis) adalah kepiting dan udang
sebagai makanan pelengkap adalah serasah (Sasaki, 2001).
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap Ikan Bete lis kuning dan Ikan
Petek maka dapat dikatakan bahwa ikan ini bersifat omnivora (Yamashita, 1987;
Nasir, 2000). Jenis ikan Gulama dapat digolongkan kedalam ikan yang bersifat
karnivora (Bianchi, 1985). Pada Gambar terlihat bahwa komposisi jenis-jenis
makanan Ikan Gulama hampir semuanya tergolong fauna bentik (spesies
dernersal). Hal ini dapat dirnengerti karena Ikan Gulama merupakan kelompok
ikan demersal atau benthopelagic pada daerah pantai dan muara-muara sungai
yang bervegetasi mangrove (Kottelat et al., 1993; Kuo & Shao, 1999) serta ikan
pemakan dasar (benthic feeder) dengan ciri posisi mulut yang subterminal (Bond,
1979). Keberadaan udang dalam lambung ikan setiap waktu pengamatan juga
dapat menggambarkan bahwa makanan tersebut tersedia di daerah perairan selama
waktu penelitian. Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa Ikan Gulama
45%
45%
10%
Udang
Kepiting
Serasah
47
memanfaatkan crustacea (udang dan juvenil udang) sebagai makanan utamanya
dan digolongkan sebagai karnivora mikro (Inger & Chin in Kottelat et al., 1993).
e) Parameter Pertumbuhan
Dari penelitian Tahun 2016, didapatkan beberapa jenis ikan yang
berdistribusi di sepanjang perairan estuari Berau dan tertangkap sepanjang Tahun.
Jenis - jenis tersebut yaitu ikan bete lis kuning (Photopectoralis bindus) dan bete
belang (Scutor ruconius). Seluruh jenis ikan bete yang tertangkap di perairan
estuari berau disebut dengan ikan bete, sebagai pembedaan ikan bete yang
dijadikan objek penelitian maka dinamakan kedua jenis ikan tersebut dengan
bete lis kuning dan bete belang sesuai dengan ciri-ciri bentuk tubuhnya.
Pertumbuhan adalah suatu proses yang terjadi dalam tubuh organisme
yang menyebabkan perubahan ukuran panjang dan berat tubuh dalam periode
waktu tertentu. Pertumbuhan juga dapat didefinisikan sebagai pertambahan
biomas dalam suatu populasi yang dihasilkan oleh suatu material asimilasi dari
dalam lingkungannya (Aziz, 1989).
Pertumbuhan ikan target
Data distribusi frekuensi panjang ikan gulama panjang, bete lis kuning dan
bete belang dikumpulkan dari bulan Februari - Oktober 2016. Distribusi frekuensi
panjang tersebut dikelompokkan dalam bulanan kemudian dibuat kelas-kelas
dengan selang kelas 10 mm dan dianalisis dengan program ELEFAN (Electronic
Length Frequency Analysis) dalam FISAT (FAO-ICLARM Stock Assessment
Tool)(Pauly, 1981). Hasil dari beberapa parameter populasi ketiga jenis ikan
tersebut yang dihitung berdasarkan grafik Length- Converted Catch Curve dari
ELEFAN (Gambar 22) didapatkan beberapa parameter populasi ketiga jenis ikan
tersebut (Tabel 11)
48
Johnius coitor Photopectoralis bindus Scutor Ruconius
Gambar 22. Grafik Length- Converted Catch Curve dari ELEFAN
Tabel 13. Beberapa parameter populasi ikan gulama panjang (Johnius coitor),
bete lis kuning (Photopectoralis bindus) dan ikan bete belang (Scutor ruconius)
Jenis ikan
L∞
(mm) K/th M Z F E
Johnius coitor 360,75 0,21 0,83 1,32 0,49 0,37
Photopectoralis bindus 132 0,59 0,85 2,88 2,03 0,70
Scutor ruconius 103 0,91 1,21 2,89 1,68 0,58
L∞ adalah panjang dan berat ikan terbesar (maksimum) yang tercatat
selama periode pengumpulan data. Selanjutnya dibuat pendugaan umur ketiga
jenis ikan tersebut yang diestimasi dengan memakai rumus pertumbuhan VON
BERTA LANFFY sebagai berikut :
Lt = L∞ [1-e -k (t-to)
]
Parameter pertumbuhan lainnya yaitu to dicari dengan menggunakan persamaan
empiris (Pauly 1980) yang didapatkan t0 = 0,096587. Dengan demikian
persamaan VON BERTA LANFFY untuk ikan gulama panjang menjadi : Lt =
360,75(1-e-0,21(t+0,097)
)
49
Gambar 23. Simulasi pertumbuhan panjang ikan gulama (Johnius coitor) di
perairan estuari Berau
Untuk ikan dengan Loo 132, K 0,59/Tahun dan to 0,96 didapatkan persamaan
VON BERTA LANFFY sebagai berikut (Gambar ..) :
Lt = 132(1-e-0,59(t+0, 096)
)
Gambar 24. Simulasi pertumbuhan panjang ikan bete lis kuning (Photopectoralis
bindus) di perairan estuari Berau
Parrameter populasi untuk ikan bete belang Ikan bete belang (Scutor
ruconius) didapatkan Loo 103 mm, K 0,91 dan to .Dengan demikian persamaan
VON BERTALANFFY didapatkan :
0
50
100
150
200
250
300
350
400
0 50 100 150 200
Pan
jan
g (m
m)
Umur (bulan)
Johnius coitor Lt = 360,75 [1-e -0,21 (t-0,09658)]
0
50
100
150
0 100 200 300 400 500
Pan
jan
g (m
m))
Umur (bulan)
Photopectoralis bindus
Lt = 132(1-e-0,59(t+0, 096))
50
Gambar 25. Simulasi pertumbuhan panjang ikan bete belang (scutor ruconius) di
perairan estuari Berau
f) Pendugaan Stok Metode Hidroakustik
Kepadatan Stok :
Kepadatan stok ikan di Estuari Berau ditentukan dengan alat echo sounder
BIOSONIC DT-X yang ditempatkan di atas kapal dengan penempatan transducer
bim terbagi (split beam echosounder) 200 KHz pada sisi kiri luar kapal 3 GT
dengan sistem side mounted. Penelitian yang dilaksanakan di Perairan Estuari
Berau pada bulan Okt 2016 dilaksanakan dengan jalur survey berbentuk zigzag
dan lurus.
0
20
40
60
80
100
120
0 50 100 150 200 250
Pan
jan
g (m
m)
Umur (bulan)
Lt = 103(1-e-0,173(t+0,062))
51
Gambar 26. Bentuk trek pengambilan data akustik di Estuari Berau, Okt 2016
Densitas rata-rata ikan
Dari hasil pengolahan data didapatkan rata-rata densitas, dari gambar dapat dilihat
bahwa nilai rata-rata densitas absolut cenderung merata kecuali agak meningkat
pada esdu 60-73, densitas rata-rata tertinggi terdapat pada esdu 60 yaitu 8.6
ind/m3, sedangkan rata-rata terkecil adalah pada esdu 118, yaitu 0.0.06 ind/m
3,
dengan rata-rata 1 ind/m3.
52
Gambar 27 . Profil densitas rata-rata secara horizontal
Gambar .28 Profil Kedalaman rata-rata secara horizontal
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
10,0
1 9
17
25
33
41
49
57
65
73
81
89
97
10
5
11
3
12
1
12
9
13
7
14
5
15
3
16
1
16
9
17
7
18
5
De
nsi
tas
(In
d/m
3)
ESDU
-9,0
-8,0
-7,0
-6,0
-5,0
-4,0
-3,0
-2,0
-1,0
0,0
1 8
15
22
29
36
43
50
57
64
71
78
85
92
99
10
6
11
3
12
0
12
7
13
4
14
1
14
8
15
5
16
2
16
9
17
6
18
3
19
0
Ke
dal
aman
(m
)
ESDU
53
Gambar 29. Sebaran Kedalaman
Jumlah dan komposisi target (target strength) menurut stara kedalaman
perairan
Hasil akustik menunjukkan bahwa target strength (TS) pelagis paling
banyak terdeteksi adalah pada nilai TS -53 yang ekuivalen dengan Panjang 11.2
cm dan paling rendah pada nilai TS -46, -45, -44 dan -43 yang ekuivalen dengan
panjang 25.0, 28.1, 31.5, dan 35.4 cm . (Gambar 30).
Secara umum ikan-ikan dengan ukuran yang lebih besar lebih banyak
terdeteksi pada kedalaman yang lebih dalam, hal ini sesuai dengan perbedaan
swimming layer dari masing-masing ukuran ikan. Ikan dengan ukuran lebih besar
cenderung berenang di perairan dalam dibandingkan ikan berukuran kecil. Nilai
komposisi dari masing-masing target ini ini digunakan dalam penentuan
komposisi berat dalam proses konversi untuk mendapatkan nilai biomassa ikan
perairan Estuari Berau.
54
Gambar 30. Komposisi nilai target Srenght
Hubungan panjang-berat (length-weight relationship)
Hubungan panjang-berat ikan digunakan untuk mengkonversi ukuran
panjang dugaan menjadi berat ikan dugaan, data panjang berat dari ikan-ikan yang
ditangkap di perairan Estuari Berau. Pada penentuan biomassa perairan Estuari
Berau, data yang digunakan adalah Ikan Petek Lis Kuning (Photopectoralis
bindus) Hubungan panjang berat Petek Lis Kuning (Photopectoralis bindus)
disertakan pada Gambar
Gambar 31. Grafik hubungan panjang-berat ikan Petek Lis Kuning
(Photopectoralis bindus)
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
8.9 10.0 11.2 12.5 14.1 15.8 17.7 19.9 22.3 25.0 28.1 31.5 35.4
-55 -54 -53 -52 -51 -50 -49 -48 -47 -46 -45 -44 -43
% K
om
po
sisi
Dugaan Panjang (cm) dan Target Strenght (db)
y = 0,0156x3,0596 R² = 0,9358
0
5
10
15
20
25
30
0 2 4 6 8 10 12
Be
rat
Panjang
55
Dari data panjang berat ikan yang diperoleh didapatkan persamaan biologi
untuk ikan pelagis W = 0,015 L0.935
. Grafik hubungan panjang dan berat kedua
jenis ikan tersebut dikemukakan pada Gambar 31
Dugaan Biomassa
Dari hasil perhitungan didapatkan luas perairan Estuari Berau yang
disurvey adalah kurang lebih adalah 114.8 mil2
atau 24413 . Luas perairan inilah
yang dipakai sebagai acuan dalam penentuan volume perairan untuk menentukan
biomassa perairan jadi didapatkan nilai biomassa total untuk perairan Estuari
Berau yang disurvey adalah 61 ton dengan kepadatan 249/km2 atau 2.5 kg/ha
(Tabel 14 ).
Tabel 14. Biomassa Ikan di Estuari Berau
Nilai TS
(dB) -55 -54 -53 -52 -51 -50
-49 -48 -47 -46 -45 -44 -43 -42 -41 TOTAL
Panjang
(cm) 9 10 11 13 14 16 18 20 22 25 28 32 35 40 45
Bobot
(gram) 12 17 24 34 49 70 99 141 200 285 405 575 818 1164 1655
Komposisi
individu
(%)
1 3 15 14 22 16 12 5 5 3 4 1 1 1 1
100
Biomassa
(Kg) 36 258 2056 2819 6386 6336 6909 3845 5468 5184 8601 1747 2485 3534 5026
60691
Biomassa
(Ton) 0.04 0.26 2.06 2.82 6.39 6.3362 6.909 3.845 5.468 5.184 8.601 1.747 2.485 3.534 5.026413 61
Kepadatan
stok
(ton/km2)
0.00 0.00 0.01 0.01 0.03 0.03 0.03 0.02 0.02 0.02 0.04 0.01 0.01 0.01 0.0
0.2
Kepadatan
stok
(Kg/ha) 0 0.01 0.08 0.1 0.26 0.26 0.28 0.16 0.224 0.21 0.35 0.07 0.102 0.14 0.20589 2.5
Sebaran densitas ikan pelagis secara horisontal
Penyebaran ikan secara horisontal juga memperlihatkan pola yang hampir
sama, dimana densitas tinggi banyak diketemukan di esdu 60 - 73 daerah muara
Guntungan dan Badak-Badak (Gambar 32).
56
Gambar 32. Sebaran Ikan secara Horozontal di Perairan Estuari Berau.
g) Fitoplankton dan Zooplankton
Komposisi jenis fitoplankton yang ditemukan di estuari Berau tahun
2016 selama pengamatan bulan Februari ditemukan 36 jenis yang terdiri dari 1
jenis dari kelas Cyanophyceae, 6 jenis dari Chlorophyceae, 17 jenis dari kelas
Bacillariphyceae, 1 jenis dari kelas Pyrrhophyceae dan 1 jenis dari kelas
Chrysophyceae. Bulan Mei terdiri dari 20 jenis yang terdiri 10 jenis dari kelas
Bacillariophyceae, 7 jenis dari kelas Chlorophyceae dan 3 jenis dari kelas
Cyanophyceae. Sedangkan bulan Agustus 2016 ditemukan 26 jenis yang terdiri
dari 19 jenis dari kelas Baccilariophyceae, 6 jenis dari kelas Chlorophyceae dan 1
jenis kelas Cyanophycea.
Kelimpahan fitoplankton bulan Februari 2016 berkisar antara 12 – 69
sel/L, bulan Mei 2016 berkisar antara 0 – 191 sel/L dan bulan Agustus berkisar
antara 111 – 426 sel/L. Kelimpahan plankton bulan Februari tergolong cukup
rendah. Hal ini diduga karena tipe perairan estuari Berau tergolong dalam perairan
yang oligotrofik. Menurut Welch (1952), suatu perairan oligotrofik ditandai
57
dengan kuantitas plankton yang rendah yaitu kurang dari 2000 sel/L dengan
jumlah jenis yang sedikit
Gambar 33. Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton
Komposisi jenis zooplankton yang ditemukan di estuari Berau dapat
dilihat pada Gambar 33. Selama pengamatan trip 1 bulan Februari 2016
ditemukan 10 jenis yang terdiri dari 4 jenis dari kelas Mastigophora, 1 jenis dari
kelas Dinophyceae, 1 jenis dari kelas Monogononta dan 4 jenis dari kelas
Crustacea. Pada bulan Mei 2016 ditemukan 11 jenis yang terdiri dari 4 jenis dari
kelas Sarcodina, 4 jenis dari kelas Ciliata, 1 jenis dari kelas Rotifer dan 2 jenis
dari kelas Crustacea. Bulan Agustus ditemukan 9 jenis yang terdiri dari 3 jenis
0
100
200
300
400
500
st.1 st.2 st.3 st.4 st.5 st.6
Ke
limp
ahan
stasiun
Kelimpahan Fitoplankton Estuari Berau Tahun 2016
Februari
Mei
Agustus
0
20
40
60
80
100
st.1 st.2 st.3 st.4 st.5 st.6
Ke
limp
ahan
Zo
op
lan
kto
n
stasiun
Kelimpahan Zooplankton Estuari Berau tahun 2016
Februari
Mei
Agustus
58
kelas Sarcodina, 3 jenis dari kelas Ciliata, 1 jenis dari kelas Rotifer dan 2 jenis
dari kelas Crustacea.
Kelimpahan zooplankton pada bulan Februari berkisar 1 -10 ind/L dan
bulan Mei 2016 berkisar antara 4 – 71 ind/L, bulan Agustus berkisar 27-97
ind/L. Adanya perbedaan kelimpahan total tersebut disebabkan karena pada bulan
Februari kondisi air besar atau musim hujan dan pada bulan Mei termasuk dalam
musim kering atau air surut. Banyak faktor yang mempengaruhi jumlah
zooplankton, selain jumlah fitoplankton yang kurang, waktu pengambilan
zooplankton serta pengaruh arus. Menurut Wetzel (2001) bahwa beberapa jenis
zooplankton akan bermigrasi kedasar perairan pada siang hari dan pada malam
hari baru menuju ke permukaan, pengaruh sinar matahari dan keberadaan
banyaknya jumlah ikan juga akan mempengaruhi jumlah zooplankton di perairan.
Rata-rata indeks keanekakeragaman jenis fitoplankton pada bulan Februari
berkisar antara 1,58 - 2,05, bulan Mei berkisar antara 0,00 - 2,03 dan bulan
Agustus 2,01 – 2,53. Sedangkan indeks keanekaragaman zooplankton bulan
Februari berkisar 0,00 – 0,87, bulan Mei berkisar 0,00 – 1,80 dan bulan Agustus
berkisar antara 0,46 – 1,68. Berdasarkan kriteria indeks keanekaragaman seluruh
nilai yang terhitung berada dalam kategori rendah dan sedang karena memiliki
nilai keanekaragaman kurang dari 3. Walaupun banyak teori yang menyatakan
bahwa estuaria merupakan perairan yang sangat subur namun karena tingginya
kekeruhan dan flukstuasi salinitas maka jenis fitoplankton yang hidup sangat
terbatas. Nybakken (1992) menyatakan pada perairan estuaria yang memiliki
kekeruhan tinggi produktifitas primer tidak berasal dari fitoplankton,namun
berasal dari detritus dan bakteri yang terdapat disubstrat dasar perairan. Hasil
penelitian sebelumnya tahun 2016 didapatkan data indeks keanekaragaman
fitoplankton pada buan Februari 2016 berkisar antara 1,36 - 2,29 dan bulan Mei
berkisar antara 1,93 - 2,28. Sedangkan indeks keanekaragaman zooplankton bulan
Februari berkisar 0,83 - 2.15 dan bulan Mei berkisar 0,91 – 1,65.
59
Gambar 34. Indeks Keanekaragaman Fitoplankton dan zooplankton
Untuk melihat adanya spesies yang dominan dalam setiap stasiun
diperlukan indeks dominansi. Nilai ini akan menerangkan besarnya tingkat
dominansi satu spesies terhadap spesies lainnya dalam stasiun. Nilai indeks
dominansi spesies fitoplankton pada bulan Februari 2016 berkisar 0,14–0,26,
bulan Mei 0,00 -0,39 dan bulan Agustus 0,009–0,15. Sedangkan nilai indeks
dominansi spesies zooplankton pada bulan Februari 2016 berkisar 0,50–1,00,
bulan Mei berkisar 0,20-1,00 dan bulan Agustus 0,21-0,7. Nilai indeks
dominansi (C) ini menunjukkan hasil yang rendah pada jenis fitoplankton. Indeks
dominansi pada zooplankton mendekati satu. Menurut Odum (1971) jika indeks
dominansi mendekati satu menunjukkan ada dominansi dari satu atau beberapa
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
st.1 st.2 st.3 st.4 st.5 st.6
Ind
eks
Ke
ane
kara
gam
an
stasiun
Indeks Keanekaragaman Fitoplankton Estuari Berau Tahun 2016
Februari
Mei
Agustus
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
st.1 st.2 st.3 st.4 st.5 st.6
Ind
eks
Ke
ane
kara
gam
n
stasiun
Indeks Keanekaragaman Zooplankton Estuari Berau Tahun 2016
Februari
Mei
Agustus
60
genera zooplankton. Berdasarkan data hasil penelitian tahun 2016 didapatkan nilai
indeks dominansi spesies fitoplankton pada bulan Februari 0,14–0,39 dan Mei
0,12 -0,24. Sedangkan nilai indeks dominansi spesies zooplankton pada bulan
Februari 0,13–0,57 dan bulan Mei berkisar 0,22-0,53.
Gambar 35 Indeks Dominansi Zooplankton
h) Makroozoobenthos
Komposisi jenis makrozoobentos
Makrozoobentos yang ditemukan bulan Februari 2016 penelitian terdiri
dari 6 kelas, 24 famili, 27 genera. Komposisi kelas makrozoobentos terdiri dari
Crustacea (12%), Echinodermata (1%), Bivalvia (16%), Gastropoda (5%),
Oligochaeta (1%) dan Polychaeta (64%). Komposisi kelas ang paling
mendominasi adalah kelas Polychaeta.
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
st.1 st.2 st.3 st.4 st.5 st.6
Ind
eks
Do
min
ansi
stasiun
Indeks Dominansi Zooplankton Estuari Berau Tahun 2016
Februari
Mei
Agustus
61
Gambar 36. Komposisi Makrozoobenthos trip 1-2
Pada bulan Mei 2016, makrozoobentos ditemukan 2 kelas, 18 famili.
Komposisi makrozoobentos terdiri dari Bivalvia (81%) dan Gastropoda (19%).
Komposisi kelas ang paling mendominasi adalah kelas Bivalvia. Hal ini didukung
oleh Kennish (1990) bahwa Moluska (Bivalvia dan Gastropoda) dan Polychaeta
merupakan kelompok organisme ciri khas dari komunitas bentik estuaria, karena
kemampuan adaptasi organisme tersebut sangat baik terhadap perairan estuaria
yang fluktuatif.Persentase makrozoobentos bulan Mei 2016 tersaji pada Gambar
36
12% 2%
16%
5%
1%
64%
Komposisi Makrozoobentos Estuari Berau bulan Februari 2016
Crustacea
Echinodermata
Bivalvia
Gastropoda
Oligochaeta
Polychaeta
81%
19%
Komposisi Makrozoobentos Estuari Berau bulan Mei 2016
Bivalvia
Gastropoda
62
Pada Trip 3, Bulan Agustus 2016 ditemukan makrozoobentos yang terdiri
dari 7 kelas, 27 famili dan 34 genera. Komposisi makrozoobentos terdiri dari
Crustacea (9%), Echinodermata (1%), Bivalvia (12%), Gastropoda (4%),
Oligochaeta (1%) dan Polychaeta (71%).
Gambar 37 Komposisi Makrozoobenthos Trip 3
Kepadatan Makrozoobentos
Kepadatan makrozoobentos yang ditemukan di perairan estuari Berau
bulan Februari 2016 berkisar antara 178 – 467 ind/m2. Pada stasiun 6, tidak
ditemukan sampel makrozoobentos. Kepadatan terendah ditemukan di stasiun 5.
Muara Batumbuk sedangkan tertinggi terdapat pada stasiun 4. Muara Guntungan.
Bulan Mei 2016, kepadatan makrozoobentos di perairan estuari Berau berkisar
antara 4-1333 ind/m2. Pada stasiun 1 dan 5, sampel tidak terambil. Kepadatan
terendah ditemukan pada stasiun 6 dan tertinggi terdapat pada stasiun 4. Bulan
Agustus 2016, kepadatan makrozoobentos di perairan estuari Berau berkisar
antara 267-899 ind/m2. Kepadatan terendah ditemukan pada stasiun 2 dan
tertinggi terdapat pada stasiun 4.
Penelitian sebelumnya, kepadatan makrozoobentos pada bulan Februari,
Mei dan Agustus 2016 berkisar antara 44-4489 ind/m2, 0-5000 ind/m
2 dan 33-
1465 ind/m2. Banyaknya jumlah spesies yang sama pada bulan Februari, Mei dan
Agustus 2016 diduga makrozoobentos tersebut masih hidup selama waktu
10% 1%
13%
4%
1% 71%
Komposisi Makrozoobentos Estuari Berau Trip 3 Tahun 2016
Crustacea
Echinodermata
Bivalvia
Gastropoda
Oligochaeta
Polychaeta
63
pengambilan sampel. Sedangkan perbedaan jumlah spesies pada bulan tersebut
diduga merupakan populasi berbeda dan munculnya populasi yang baru.
Gambar 38. Kelimpahan Makrozoobenthos
Kepadatan makrozoobentos perairan estuari Berau didominasi oleh kelas
Bivalvia, Gastropoda dan Scaphopoda. Hal ini disebabkan karena ketiga kelas
tersebut termasuk phylum Moluska, di mana Moluska merupakan salah satu
phylum yang memiliki anggota paling banyak di antara anggota organisme
perairan yang lain (80.000 spesies hidup dan 35.000 spesies fosil) (Barnes, 1987).
Kepadatan makrozoobentos kelas Scaphopoda dan Gastropoda semakin
kearah laut nilainya cenderung meningkat. Meningkatnya kepadatan Scaphopoda
dan Gastropoda kearah laut disebabkan karena organisme tersebut dapat
beradaptasi dengan kecepatan arus yang kuat. Adaptasi kelas Scaphopoda (family
Dentallidae dan Siphonodentaliidae) adalah kaki berbentuk seperti kerucut untuk
mengubur diri di dalam substrat dan dapat hidup pada perairan yang lebih dalam,
sedangkan kelas Gastropoda memiliki kaki berbentuk mendatar untuk bergerak
dan memiliki kemampuan melekat kuat pada habitat yang bervariasi (Barnes,
1974).
Indeks Keanekaragaman dan Dominansi Makrozoobentos
Indeks keanekaragaman dan dominansi merupakan indeks-indeks biologi
yang sering digunakan untuk menduga dan mengevaluasi kondisi suatu
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
St. 1 St. 2 St. 3 St. 4 St. 5 St. 6
Ke
limp
ahan
(in
d/c
m2 )
Stasiun
Kelimpahan Makrozoobentos Estuari Berau Tahun 2016
Februari
Mei
Agustus
64
lingkungan perairan. Kondisi suatu lingkungan perairan umumnya dapat
dikatakan baik (stabil) bila memiliki indeks keanekaragaman yang tinggi serta
dominansi ang rendah (spesies yang mendominasi).
Menurut Ludwig dan Reynold (1988), gabungan informasi dan jumlah
jenis dan kepadatan seperti uraian di atas adalah sebagai refleksi dari kekayaan
jenis bentos dan pola penyebaran kelimpahan yang menyebar di antara spesies
makrozoobentos. Kedua komponen tersebut dalam suatu komunitas mempunyai
nilai indeks keanekaragaman yang sangat penting untuk menjelaskan karakteristik
maupun kualitas suatu lingkungan perairan.
Gambar 39 Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos
Nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) bulan Februari 2016 berkisar
antara 0,74-2,78. Bulan Mei berkisar antara 0-2,46 dan bulan Agustus 1,04-2,3.
Dibandingkan penelitian sebelumnya bulan Februari 2016 berkisar antara 0 -2,31.
Sedangkan pada bulan Mei berkisar antara 0 -2,22 dan bulan Agustus 1,05–2,59.
Berdasarkan kriteria indeks keanekaragaman seluruh nilai yang terhitung berada
dalam kategori rendah dan sedang karena memiliki nilai keanekaragaman kurang
dari 3.
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
St. 1 St. 2 St. 3 St. 4 St. 5 St. 6
Ind
eks
Ke
ane
kara
gam
an
Stasiun
Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos Estuari Berau Tahun 2016
Februari
Mei
Agustus
65
Gambar 40. Indeks Dominansi Makroozoobentos
Untuk melihat adanya spesies yang dominan dalam setiap stasiun
diperlukan indeks dominansi. Nilai ini akan menerangkan besarnya tingkat
dominansi satu spesies terhadap spesies lainnya dalam stasiun. Nilai indeks
dominansi spesies pada bulan Februari 2016 berkisar 0,07 – 0,59. Bulan Mei
berkisar 0,1-1 memperlihatkan adanya dominansi spesies. Hal ini ditunjukkan
pada nilai indeks dominansi yang mendekati angka satu. Sedangkan bulan
Agustus 2016 berkisar 0,16 – 0,5. Pada tahun 2016, indeks dominansi berkisar 0 –
1,0 dan bulan Mei 2016 berkisar 0 -0,6. Sedangkan pada bulan Agustus berkisar
0,1 – 0,4.
i) Kondisi Lingkungan Perairan
a) Salinitas
Berdasarkan Nontji (1987) salinitas adalah jumlah berat semua garam
(dalam gram) yang terlarut dalam satu liter air yang dinyatakan dalam satuan per
seribu (‰) atau per miligram per liter (ppt). Salinitas permukaan di estuari
perairan Berau berkisar 9- 29.5 ppt dengan rata-data 18 ppt, tertinggi di stasiun 6
mengkajang dan terendah di stasiun 1 sei simon. Gradien salinitas ini sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Nybakken, (1988) Keberadaan salinitas di
estuaria mencirikan adanya gradien salinitas, mulai dari dominasi air laut sampai
ke dominasi air tawar di hulu estuaria. Gradien salinitas tersebut berubah secara
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
St. 1 St. 2 St. 3 St. 4 St. 5 St. 6
Ind
eks
Do
min
ansi
Stasiun
Indeks Dominansi Makrozoobentos Estuari Berau Tahun 2016
Februari
Mei
Agustus
66
dinamik, sesuai dengan perubahan debit air sungai, pasang surut serta arus
perairan pantai. Pernyataan ini dilengkapi oleh Odum (1993) yang menyatakan
gambaran salinitas di estuaria dapat berfluktuasi dan tergantung pada musim,
topografi, pasang surut serta jumlah air tawar. Berdasarkan Effendie (2003),
Salinitas menggambarkan padatan total dalam air setelah semua karbonat
dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida,
dan semua bahan organik telah dioksidasi. Salinitas perairan tawar adalah kurang
dari 0,5‰, perairan payau berkisar antara 0,5 sampai dengan 30‰ dan perairan
laut antara 30 sampai dengan 40‰. Selanjutnya Wibisono (2005) menyatakan
salinitas merupakan salah satu faktor kandungan substansi dalam air muara yang
sudah umum keberadaannya (conservative constituent) dan oleh sebab itu,
konsentrasinya tidak dipengaruhi oleh proses bio-geo-chemical, tetapi hanya
dipengaruhi oleh proses pencampuran serta disebabkan oleh curah hujan lokal,
proses evaporasi dan/atau pembekuan yang bisa mengakibatkan menurunnya
salinitas.
Selanjutnya Menurut Nybakken (1988) Salinitas di daerah estuaria
berkisar antara 7 – 32‰ yang bervariasi akibat adanya air tawar yang masuk ke
perairan estuari. Selanjutnya Kennis (1994) menyatakan bahwa salinitas di estuari
berkisar antara 0,5 - 35‰ dimana salinitas ini dapat bervariasi baik secara vertical
maupun horizontal tergantung dari perbandingan antara limpasan air dari darat,
masukan air hujan dan penguapan. Berdasarkan hasil penelitian Triyanto et al.,
2012, kondisi kualitas air perairan mangrove di Kabupaten Berau dicirikan
salinitas antara 10,41 - 27,3 ppt.
Gambar 41. Sebaran Salinitas
05
101520253035
Sal P
erm
uka
an (
0/0
0)
Salinitas
Trip 1 - Februari 2016
Trip 2 - Mei 2016
Trip 3 - Agustus 2016
Trip 4 - Oktober 2016
67
b) Oksigen Terlarut
Menurut Effendi (2003) Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami
bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer.
Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan
atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Kandungan oksigen terlarut
mempengaruhi keanekaragaman organisme dalam suatu ekosistem perairan. Nilai
oksigen terlarut (DO) cukup tinggi di perairan estuari Berau yaitu berkisar antara
3 – 7.5 mg/l dengan rata-rata 6.48, tertinggi di stasiun guntungan dan terendah
distasiun badak-badak. Nilai oksigen terlarut ini hampir sama dengan penelitian
Triyanto et al., 2012, yang mengemukakan bahwa di perairan mangrove Berau
kadar oksigen terlarut berkisar antara 4,22 - 7,47 mg/L (Gambar 32). Effendi
(2003) mengemukakan bahwa perairan yang diperuntukkan bagi kepentingan
perikanan sebaiknya memiliki kadar oksigen yang tidak kurang dari 5 mg/l dan
McNeely et al., 1979 dalam Effendie (2003) kadar oksigen terlarut pada perairan
biasanya kurang dari 10 mg/l. Berdasarkan pernyataan tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa perairan estuari Sungai Berau memiliki kandungan oksigen
yang cukup baik untuk kehidupan organisme akuatik.
Gambar 42. Sebaran Oksigen Terlarut
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
DO
(m
g/l)
DO
Trip 1 - Februari 2016
Trip 2 - Mei 2016
Trip 3 - Agustus 2016
Trip 4 - Oktober 2016
68
c) Konsentrasi Nitrat (NO3)
Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan
merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat
nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini
dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan.
Nitrifikasi merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat
adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung pada
kondisi aerob. Oksidasi amonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri
Nitrosomonas, sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh
bakteri Nitrobacter. Keduanya adalah bakteri kemotrofik, yaitu bakteri yang
dapat mendapatkan energi dari proses kimiawi. Menurut Novotny & Olem
(1994) in Effendi (2003)
Kadar nitrat diperairan estuari Berau Bulan Maret yaitu 0.0037 –
6.937 mg/l dengan rata-rata 0.925 mg/l (Gambar 44).
Gambar 43. Konsentrasi nitrat
Kadar nitrat pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1
mg/l. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran
antropogenik yang berasal dari aktifitas manusia dan tinja hewan. Kadar
nitrat melebihi 0,2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi
(pengayaan) perairan, yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan algae dan
tumbuhan air secara pesat (blooming). Nitrat dapat digunakan untuk
mengelompokkan tingkat kesuburan perairan. Perairan oligotrof memiliki
kadar nitrat antara 0 – 1 mg/l, perairan mesotrof memiliki kadar nitrat antara
0
2
4
6
8
NO
3 (
mg/
l)
NO3
Trip 1 - Februari 2016
Trip 2 - Mei 2016
Trip 3 - Agustus 2016
Trip 4 - Oktober 2016
69
1 – 5 mg/l, dan perairan eutrof memiliki kadar nitrat yang berkisar antara >5
– 50 mg/l (Vollenweider, 1969 in Nontji, 1984).
e) Ortofosfat (O-PO4)
Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan
secara langsung oleh tumbuhan akuatik. Setelah masuk ke dalam tumbuhan,
misalnya fitoplankton, fosfat anorganik mengalami perubahan menjadi
organofosfat. Fosfat yang berikatan dengan ferri (Fe2(PO4)3) bersifat tidak
larut dan mengendap di dasar perairan. Pada saat terjadi kondisi anaerob,
ion besi valensi tiga (ferri) ini mengalami reduksi menjadi ion besi valensi
dua (ferro) yang bersifat larut dan melepaskan fosfat ke perairan (Brown,
1987 in Effendi, 2003). Keberadaan fosfor di perairan alami biasanya relatif
kecil, dengan kadar yang lebih sedikit daripada kadar nitrogen; karena
sumber fosfor lebih sedikit dibandingkan dengan sumber nitrogen di
perairan. Sumber alami fosfor di perairan adalah pelapukan batuan mineral.
Selain itu, fosfor juga berasal dari dekomposisi bahan organik. Sumber
antropogenik fosfor adalah limbah industri dan domestik, yakni fosfor yang
berasal dari deterjen. Limpasan dari daerah pertanian yang menggunakan
pupuk juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi keberadaan fosfor
(Effendi, 2003). Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai dengan
keberadaan nitrogen dapat menstimulir ledakan pertumbuhan algae di
perairan (algae bloom). Algae yang melimpah ini dapat membentuk lapisan
pada permukaan air, yang selanjutnya dapat menghambat penetrasi oksigen
dan cahaya matahari sehingga kurang menguntungkan bagi ekosistem
perairan (Boney, 1989 in Effendi, 2003).
Kandungan ortopospat di estuari Berau berkisar antara 0,0023 -
0,019 (Gambar 45).. Berdasarkan kadar ortofosfat, perairan diklasifikasikan
menjadi tiga, yaitu: perairan oligotrof yang memiliki kadar ortofosfat 0,003
– 0,001 mg/l, perairan mesotrof yang memiliki kadar ortofosfat 0,011 –
0,003 mg/l, dan perairan eutrof yang memiliki kadar ortofosfat 0,031 – 0,01
mg/l.
70
Gambar 44 Nilai kadar ortopospat (O-PO4)
Berdasarkan hasil penelitian Triyanto et al., 2012, kondisi kualitas
air perairan mangrove di Kabupaten Berau dicirikan oleh pH berkisar antara
7,14 - 8,15, kadar oksigen terlarut antara 4,22 - 7,47 mg/L dan nilai BOD5
mencapai 1,04 - 7,32 mg/L, temperature berkisar antara 28,6 - 33,9°C,
salinitas antara 10,41 - 27,3 ppt dan status kesuburan perairan berdasarkan
nilai TP adalah 0,061 mg/L, TN adalah 3,285 mg/L dengan nilai maksimum
ammonium mencapai 0,200 mg/L. Kandungan klorofil-a mencapai 6,774
mg/m3. Tipe substrat perairan ada dua kategori yaitu substrat berpasir dan
lumpur berliat, dengan kandungan C substrat berkisar antara 0,11 - 4,26%
dan N substrat berkisar antara 0,01 - 0,31%.
j) Pengelolaan Estuari Berau
Estuari Berau terletak pada Kecamatan Pulau Derawan yang memiliki
5 kampung yaitu Kampung Tanjung Batu yang merupakan ibukota
Kecamatan Derawan, Kampung Semanting, Kampung Kasai, Pulau Derawan
dan Kampung Pegat. Wiryawan et al (2005) mengemukakan bahwa seluruh
kampung yang terdapat di Kecamatan Derawan berada dalam wilayah KKL
Berau
Sebagian besar masyarakat Kecamatan Pulau Derawan bermata
pencaharian sebagai nelayan baik nelayan laut maupun nelayan estuari.
nelayan yang banyak melakukan penangkapan di estuari Berau adalah
nelayan yang berasal dari 3 Kampung yaitu kampung Kasai, Semanting dan
Kampung Pegat, sedangkan dua kampung Lainnya merupakan nelayan laut di
00,005
0,010,015
0,02
O-P
O4
(m
g/l)
O-PO4
Trip 1 - Februari 2016
Trip 2 - Mei 2016
Trip 3 - Agustus 2016
Trip 4 - Oktober 2016
71
sekitar Tanjung Batu dan Pulau Derawan. Fokus utama untuk estuari Berau
adalah perikanan udang yang merupakan mata pencaharian utama masyarakat
nelayan Kecamatan Pulau Derawan.
Kondisi iklim di KKL Berau terdiri atas musim hujan dan musim
kemarau. Musim hujan berlangsung pada bulan Oktober hingga Mei dengan
hari hujan rata rata 15 sampai 20 hari perbulan dan curah hujan terbesar
terjadi pada akhir atau awal musim hujan. Musim kemarau berlangsung pada
bulan Juli hingga September dengan curah hujan terendah pada bulan Juli.
Musim sangat berpengaruh terhadap aktifitas penangkapan ikan dan udang
diestuari Berau. Pada saat terjadi musim penghujan penangkapan udang
dilakukan secara intensif di muara - muara sungai sampai 3 - 5 mil ke arah
laut. Selain penangkapan udang, pada saat tertentu atau terjadi pasang konda
estuari Berau dimasuki ikan-ikan ekonomis penting dari laut antara lain ikan
bawal hitam, bawal putih , senangin, ikan kerapu dan ikan kakap. Keberadaan
ikan ini sering tidak terduga sehingga yang menjadi tumpuan harapan nelayan
adalah penangkapan udang yang bisa diprediksi keberadaanya.
Sumberdaya udang Penaeid memiliki penyebaran yang luas di daerah
tropikal dan sub tropikal yang terdiri dari tiga genera yaitu Fenneropenaeus,
Penaeus and Metapenaeus (Richmond, 2002). Sebagian besar spesies udang
Penaeid terdapat diperairan dengan dasar lumpur berpasir di area perairan
pesisir yang dangkal dan juvenil hidup di perairan hutan mangrove
(Subramaniam, 1980). Untuk perairan Berau tidak hanya juvenil yang berada
di estuari, udang dewasa banyak tertangkap di muara sungai sampai sejauh
tiga sampai lima mil dari muara.
Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya intensitas penangkapan
mulai bulan oktober 2016 adalah terakumulasi udang di sekitar muara
akibat arus laut yang kuat dan besarnya gelombang yang dibangkitkan oleh
angin timur . Hal ini menyebabkan udang - udang yang berada di muara
terdorong menjauhi muara dan berkumpul didepan perairan yang dangkal di
depan muara Sungai. Akumulasi udang ini didominasi oleh udang dewasa
dengan TKG II - IV. Diduga keberadaan udang - udang dewasa di perairan
muara adalah untuk mencari makan dalam rangka pematangan gonad.
72
Fenomena serupa dilaporkan oleh Chin dan Goh (1967) untuk perairan Sabah,
Malaysia Timur, Zalinge dan Naamin (1975) untuk perairan Cilacap Jawa
Tengah. Fenomena yang sama, yaitu produktivitas udang tinggi setelah
musim hujan, juga terjadi di Laut Arafura pada periode setelah musim angin
timur yang umumnya bercurah hujan tinggi (Naamin, 1984).
k) Rekomendasi pengelolaan
Seluruh stasiun yang diamati termasuk dalam kawasan Konservasi
Laut Berau yang ditetapkan sebagai Surat Keputusan Bupati Berau No. 70
Tahun 2004 . Dalam buku KKL Berau ini sudah menyebutkan ekosistemnya
yaitu kawasan hutan mangrove, tetapi belum menyebutkan sumberdaya ikan
dan udang yang berada di Estuari berau yang merupakan sumber mata
pencaharian masyarakat nelayan setempat. Rata - rata nelayan di Kecamatan
Pulau Derawan hanya memiliki perahu motor atau ketinting sehingga
diperkirakan operasi penangkapan tidak jauh dari muara sungai. Sejauh-jauh
nelayan tersebut menangkap udang, hanya di sekitar KKl Berau.
Untuk Tahun 2016, puncak penangkapan terjadi pada bulan Oktober
dan diperkirakan akan berakhir 3 - 4 bulan ke depan. Pada musim timur
terjadi arus laut dan gelombang yang tinggi yang terjadi di muara - muara
sungai. Berdasarkan keterangan nelayan udang yang berada dimuara sungai
tersebut merupakan udang yang berasal dari muara sungai terdorong keluar
oleh adanya arus dan gelombang yang menyebabkan udang ini bermigrasi ke
perairan yang lebih dalam untuk memijah . Migrasi udang akibat adanya
proses alam ini menyebabkan intensitas penangkapan tinggi dan penangkapan
terkonsentrasi pada pada muara-muara sungai.
Penangkapan udang dilakukan sepanjang Tahun dengan puncak
musim dimulai pada awal musim penghujan sampai akhir musim penghujan.
Untuk Tahun 2016 penangkapan udang secara intensif dilakukan mulai bulan
Oktober dan diperkirakan berakhir pada bulan Maret Tahun 2017 mendatang.
Informasi yang didapat Dari nelayan adalah adanya keluhan-keluhan hasil
tangkapan yang menurun dari Tahun ke Tahun. Berdasarkan keterangan
beberapa nelayan, sekitar Tahun 2010 pada saat musim, hasil tangkapan satu
73
perahu (panjang perahu 12 m), kalau sekarang hanya 10 – 20 kg udang
metapenaeus dan 2 – 3 kg untuk udang ekspor (Fenneropenaeus indicus).
Yang menjadi fokus perhatian untuk estuari Berau adalah perikanan
udang yang merupakan mata pencaharian utama masyarakat nelayan
Kecamatan Pulau Derawan.
Dominasi udang yang tinggi diperairan tidak terlepas dari keberadaan
habitat/vegetasi perairan yang menopang kehidupan ikan. Keenam stasiun
pengamatan yang merupakan muara Sungai Selalan (Simon), Muara S. Kasai,
Muara Sungai Badak-badak, Muara Buntungan, Muara Batumbuk dan Muara
Mangkajang memiliki vegetasi yang cukup baik. Dari semua stasiun tersebut
Sungai selalang atau masyarakat setempat menyebutnya dengan Sungai
Simon merupakan stasiun yang memenuhi syarat untuk direkomendasikan
sebagai suaka perikanan khususnya untuk melindungi udang-udang
bermigrasi dari muara ke perairan laut dan sebaliknya. Sungai selalang
memiliki kerapatan vegetasi yang tinggi di bagian kiri dan kanan perairan.
Dulunya perairan ini merupakan perairan suaka perikanan tetapi sekarang
sudah sebagai areal penangkapan ikan dan udang. Di Sungai Selalang hidup
satu jenis udang yang tidak tertangkap di perairan lainnya yaitu udang kuning
(Metapenaeus monoceros).
Kemudian desa petumbuk, baik itu masyarakatnya maupun
pemerintah desa telah menerapkan kearifan lokal yang sangat baik seperti
pelarangan alat tangkap trawl di sekitar kampung, muara sungai sungai dan
daerah reservat samera (sekitar mengkajang) hal ini perlu ditindaklanjuti
dengan peraturan yang lebih kuat seperti peraturan daerah atau peraturan
bupati sehingga daerah ini tetap terjaga kelestarian nya.
74
V. KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
1. Perairan estuari Berau memiliki kualitas air yang cukup layak bagi
kehidupan ikan dan biota perairan lainnya. Perairan ini memiliki salinitas
yang cukup tinggi dengan kisaran 0 - 29.5 ‰ sehingga perairan ini
merupakan sumber penangkapan udang ekonomis penting. Disamping itu
di perairan Berau berkembang budidaya tambak
2. Sungai simon atau sungai selalan didominansi tangkapan jenis Udang
Loreng (Parapenaeopsis sculptilis) dan Udang Bintik (Metapenaeus
tenuipes) serta Jenis udang yang sudah mulai sulit tertangkap adalah udang
kuning (Metapenaeus monoceros) yang hanya tertangkap di perairan
Sungai Selalang (Simon) dan tidak ditemukan di muara sungai lainnya.
3. Biodiversitas ikan cukup tinggi ditemukannya di daerah guntungan dan
mengkajang Untuk Tahun 2016, puncak penangkapan terjadi pada bulan
Oktober dan diperkirakan akan berakhir 3 - 4 bulan ke depan. Pada
musim timur terjadi arus laut dan gelombang yang tinggi yang terjadi di
muara - muara sungai. Berdasarkan keterangan nelayan udang yang
berada dimuara sungai tersebut merupakan udang yang berasal dari muara
sungai terdorong keluar oleh adanya arus dan gelombang yang
menyebabkan udang ini bermigrasi ke perairan yang lebih dalam untuk
memijah . Migrasi udang akibat adanya proses alam ini menyebabkan
intensitas penangkapan tinggi dan penangkapan terkonsentrasi pada pada
muara-muara sungai.
4. Dari pengamatan stok ikan dengan menggunakan akustik didapatkan
dugaan biomassa ikan di perairan estuari Berau sebanyak 2.5 kg/ha. Jenis-
jenis ikan yang teridentifikasi tersebut sebagian besar berupa anak-anak
ikan yang belum tumbuh besar/ dewasa. Hal ini dibuktikan dengan
percobaan penangkapan menggunakan alat tangkap pukat tarik dan data
dari hasil tangkapan nelayan sehingga dapat disimpulkan bahwa perairan
estuari Berau merupakan habitat anakan ikan dan udang yang induk-
induknya merupakan ikan laut
75
5. Dari pengamatan plankton didapatkan kelimpahan plankton berkisar antara
12 – 426 individu/ liter dan jumlah ini selalu berbeda antara bulan februari,
Mei, dan Agustus. Adanya perbedaan ini disebabkan adanya perubahan
musim. Indeks keanekaragaman plankton berkisar antara 0,83 – 2,29
dengan kategori rendah hingga sedang
6. Kepadatan makrozoobentos berkisar antara 4 – 1333 individu per m2
dengan kepadatan yang lebih tinggi ke arah laut. Hasil perhitungan Indeks
keanekaragaman makrozoobentos berkisar antara 0 – 2,59 dengan kategori
rendah sampai sedang
b. Saran
Rekomendasi Pengelolaan dapat diteruskan ke dinas terkait
dipemerintah kabupaten berau
76
DAFTAR PUSTAKA
Afriansyah, A., 2009. Konsentrasi Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dalam air,
seston, kerang dan fraksinasinya dalam sedimen di Perairan Delta Berau,
Kalimantan Timur. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. 88 hal.
Arifin, Z., S.P. Situmorang & K. Booij, 2010. Geochemistry og heavy metals (Pb,
Cr and Cu) in sediment and benthic communities of Berau Delta,
Indonesia. Coastal Marine Science 34 (1): 205-211.
Aziz. K.A. 1989. Pendugaan stok populasi ikan tropis. Bahan pengajaran. P.A.U.
Ilmu Hayat. IPB. Bogor . 88p
Barnes, R.S. K. and R.N. Hughes. 1999. An Introduction to Marine Ecology. 3rd
Edition. Blackwell Science Ltd. London.
Bianchi, G., 1985. FAO species identification sheets for fishery purposes. Field
guide to the commercial marine and brackish-water species of Pakistan.
Prepared with the support of PAK/77/033 and FAO (FIRM) Regular
Programme. Rome: FAO. 200 p.
Bengen, D.G., 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik
Sumberdaya Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 86 pp.
Brower, J.E., J.H. Zar & C.N.V. Ende, 1990. Field and Laboratory Method for
General Ecology. 3rd
Wim. C. Brown Co Publisher. Dubuque, Lowa. 237
p.
Bond, C. E. 1919. Biology of fishes. W. B. Saunders Company. USA.
77
Chakrabarty. P., T Amarasinghe and J.S. Sparks. 2008. Rediscription of
Ponyfishes (Teleostei :Leognathidae) of Sri Lanka and the status of
Aurigequula Fowler 1918. Cey. J. Sci (Bio. Sci) 37 (2): 143 – 161.
Chu. W., Wang, J.P., Hou, Y.Y., Ueng Y.T. and P. Chu. 2011. Length weight
relationships for fishes off the Southwestern coast of Taiwan. African
Journal of Biotechnology Vol. 10(9): 3945 – 3950.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur, 2013. Kegiatan
Penyusun Rencana Zonasi Wilayah Pesisir & Pulau-Pulau Kecil
(RZWP3K) Provinsi Kalimantan Timur. Bidang Kelautan dan Pulau-Pulau
Kecil dan Pengawasan SDI.
Effendi, M.I. 1978. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara,
Yogyakarta, 112 hlm.
Effendie, M.I., 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 p.
Effendie, M.I., 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. 163 pp.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 hal.
Gayanilo, F.C. & D. Pauly, 1997. FAO-ICLARM stock assessment tools.
Reference manual. FAO Computerized information series fisheries. Food
and Agriculture Organization of The United Nations. Rome. 261 p.
Hannachi, M. S., L. B. Abdallah, & O. Marrakchi. 2004. Acoustic Identification of
Small Pelagic Fish Species: Target Strength Analysis and School
Descriptor Classification. MedSudMed Technical Documents No.5.
78
Hukom, F.D., D.R. Purnama & M.F. Rahardjo, 2006. Tingkat kematangan gonad,
faktor kondisi, dan hubungan panjang-berat ikan tajuk (Aphareus rutilans
Cuvier, 1830) di perairan laut dalam Palabuhanratu, Jawa Barat. Jurnal
Iktiologi Indonesia, Volume 6, Nomor 1, Juni 2006. 1-9 hal.
James, P.S.B.R., 1984. Leiognathidae. In W. Fischer and G. Bianchi (eds.) FAO
species identification sheets for fishery purposes. Western Indian Ocean
(Fishing Area 51). Vol. 2. FAO, Rome. pag. var.
Kennish, M.J., 1990. Practical Handbook of Marine Science, Second Edition.
CRC. Press. Inc. Boca Raton.
Kottelat, M., A.J. Whitten, S.R. Kartikasari & S. Wirjoatmodjo, 1993. Freshwater
Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Jakarta: Periplus Editions
Limited: 293 hal.
Krebs, C.J., 1972. Ecology the Experimental Analysis of Distribution and
Abudance. New York: Harper and Row Pubication.
Kuo, Shing-Rong & Shao, Kwang-Tsao. 1999. Species composition of fish in the
coastal zones of the Tsengwen estuary, with description of five new
records from Taiwan. Zoological studies 38 (4): 391-40a.
Latuconsina, H., M.N. Nessa & R.A. Rappe, 2012. Komposisi Spesies dan
Struktur Komunitas Ikan Padang Lamun di Perairan Tanjung Tiram –
Teluk Ambon Dalam. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.4.
No.1, Juni 2012. Hal. 35-46.
Ludwig, J.A & J.F. Reynold. 1988. Statistic Ecology. A Primer on Methods and
Computing. John Wiley & Sons,. New York. 337 p.
79
Mac Lennan, D. N. 1992. Acoustical measurement of fish abundance. Journal
Acoust. Soc. Am. 62: 1-15.
MacLennan, D.N & Simmonds. 1992. Fisheries Acoustic. Chapman and
Hall.London. 325 p.
Magurran, A.E., 1988. Ecological Diversity and its measurements. Princeton
University Press. 179 pp.
Mukherjee. A., B. Mandal, Debasis. M and S. Banerjee. 2012. Study on the
Distribution of Fin Fish Juveniles in Few Selected Rivers of Indian
Sundarbans. World Journal of Fish and Marine Sciences 4 (6): 554-565.
Nasir, N.A., 2000. The food and feeding relationships of the fish communities in
the inshore waters of Khor Al-Zubair, northwest Arabian Gulf. Cybium
24(1):89-99.
Natsir, M., B. Sadhotomo, & Wudianto. 2005. Pendugaan biomassa ikan pelagis
di perairan Teluk Tomini dengan metode akustik bim terbagi. Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia. 11 (6): 101-107.
Nontji, A., 1984. Biomassa dan Produktivitas Fitoplankton di Perairan Teluk
Jakarta Serta Kaitannya dengan Faktor-Faktor Lingkungan [disertasi].
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nontji, A., 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Nybakken, J.W., 1986. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. Diterjemahkan
oleh: M. Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen, Malikusworo dan
Sukristrijono. Cetakan Pertama. PT. Gramedia Jakarta.
Odum, E.P., 1971. Fundamentals of Ecology. Third Edition. W.B. Sounders Co.
Philadelphia and London. 574 p.
80
Odum, E.P., 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Diterjemahkan oleh T.
Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 697 hal.
Pauly, D., 1980. A Selection of sample Methods for The Stock Assesment of
Tropical Fish Stock. FAO. Fish. Circ. (729): 54 p.
Pauly, D., 1984. Some Simple Methods for the Assessment of Tropical Fish
Stock. FAO. 52 p.
Prianto, E; Husnah, S. Nurdawaty dan A. Muaka. 2006. Komposisi Jenis dan
Keragaman Plankton di Perairan Umum Bersifat Asam Pulau Bangka.
Seminar Nasional Forum Perairan Umum Indonesia III. Pusat Riset
Perikanan Tangkap.
Richmond, M.D. (Ed.) (2002) A field guide to the seashores of eastern Africa and
the western Indian Ocean Islands. Second edition. Sida, Sweden and
University of Dar es Salaam, Tanzania. 461 pp.
Ridho M.R., Kaswadji RF., Jaya I dan Nurhakim. S. 2004. Distribusi Sumberdaya
ikan demersal di Perairan Laut Cina Selatan (Distribution of Demersal
Fishes of South China Sea waters), Jurnal Ilmu Perairan dan Perikanan
Indonesia, Jilid II (2): 123 -128.
Sasaki, K., 2001. Sciaenidae. Croakers (drums). p.3117-3174. In K.E. Carpenter
and V.H. Niem (eds.) FAO species identification guide for fishery
purposes. The living marine resources of the Western Central Pacific.
Volume 5. Bony fishes part 3 (Menidae to Pomacentridae). Rome, FAO.
pp. 2791-3380.
81
Sichum, S & Tantichodok. 2013. Diversity and assemblage patterns of juvenile
and small sized fishes in nearshore habitats of the gulf of Thailand. The
Raffles Bullettin of Zoology 61 (2): 795 – 809.
Sparre, P. & S.C. Venema, 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku 1;
Manual. FAO, Puslitbang Perikanan, Badan Litbang Pertanian Jakarta. 438
hal.
Subramaniam, S. (1980) Studies on penaeid prawns with special reference to the
nursery environment. Ph.D. Thesis, University of Dar es Salaam. 171 pp.
Sugiharto, E., Salmani & B.I. Gunawan, 2013. Studi tingkat kesejahteraan
masyarakat nelayan di Kampung Gurimbang Kecamatan Sambaliung
Kabupaten Berau (Study on welfare level of fishing community at
Gurimbang Village, Sambaliung Subdistrict of Berau). Jurnal Ilmu
Perikanan Tropis Vol. 18 (2): 68-74.
Triyanto, N.I., Wijaya, I. Yuniarti, T. Widiyanto, F. Setiawan & F.S. Lestari,
2012. Habitat Condition of Mud Crab (Scilla serrata) in Berau Mangrove
Area, East Kalimantan. International Conference on Indonesian Inland
Waters III. Balai Riset Perikanan Perairan Umum - KKP; 8 November
2012 (dalam penerbitan).
Teikwa , E.D. and Y.D. Mgaya. 2003. Abundance and Reproductive Biology of
the Penaeid Prawns of Bagamoyo Coastal Waters, Tanzania. Western
Indian Ocean J. Mar. Sci. Vol. 2 (2): 117–126.
Walford, JT., & T.J. Lam. 1993. Development of Digestive tract and proteolitic
enzyme activity in seabass (Lates calcarifer) Larvae and juveniles.
Aquaculture.
82
Wetzel, R.G. 2001. Limnologi: Lake and river Ecosystem. Academic Press, Third
edition.
Wiadnya, D.G.R., Widodo., D. Setyohadi and Soemarno. 2015. Intra-Species
variations of Photopectoralis bindus (Family : Leiognathidae) collected
from two geographical areas in East Java, Indonesia.J. Bio& Env.Sci Vol 6
(1): 160 -168.
Wiryawan, B., M.Khazali, & M.Knight (eds.). 2005. Menuju Kawasan Konservasi
Laut Berau, Kalimantan Timur: Status sumberdaya pesisir dan proses
pengembangannya. Program Bersama Kelautan Berau TNC-WWF-Mitra
Pesisir/CRMP II USAID. Jakarta. 129 p
Wibisono, M.S., 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Gramedia. Jakarta. 224 hal.
Yamashita, Y., N. Piamthipmanus and K. Mochizuki, 1987. Gut contents analysis
of fishes sampled from the Gulf of Thailand. p.33-55. In K. Kawaguchi
(ed.) Studies on the mechanism of marine productivity in the shallow
waters around the South China Sea with special reference to the Gulf of
Thailand. Grant-in-Aid no. 61043019 for OSS, Ministry of Educ. Sci. and
Culture, Japan.
84
KUALITAS AIR BERAU TRIP 1 2016
St
. Nama Daerah
Tanggal /
waktu Posisi
SUHU UDAR
A (0c)
SUH
U
AIR (0c)
DEPTH(
M)
KECE
RAHA
N (CM)
DO (mg/l)
Perm
DO (mg/l)
Dasar
DO
AV
CO2 Perm
(mg/l)
CO2 Dasar
(mg/l)
CO2
AV
SAL (o/oo)
Perm
SAL (o/oo)
Dasar
SAL
AV
1 Sei.Simon 18 Feb 2016
/ 10.00 N 02° 11’ 07.4" E
117° 53’ 37.6" 29 29 9.6 120 6.14 6.71 6.42 2.2 0.88 1.54 5 24
14.5
2 Mr.Kasai 17 Feb 2016
/ 16.27
N 02° 11’ 15.6" E
117° 55’ 27.6" 28 29 4.5 110 7.03 6.38 6.71 1.76 0 0.88 9 27
18
3 Badak-Badak 17 Feb 2016
/ 10.40
N 02° 09’ 03.7" E
117° 55’ 55.4" 31 30 4.2 100 4.93 5.74 5.33 2.2 0.44 1.32 15 18
16.5
4 Mr.Guntungan 17 Feb 2016
/ 13.14 N 02° 05’ 47.4" E
117° 54’ 33.4" 28 29 5.5 110 6.71 6.06 6.38 0.44 0.88 0.66 20 30
25
5 Mr.Batumbuk 17 Feb 2016
/ 14.33
N 02° 04’ 15.8" E
117° 54’ 19.5" 28 30 1.7 110 7.19 7.03 7.11 0.88 0 0.44 18 22
20
6 Mr.Mengkajang 18 Feb 2016
/ 14.50
N 02° 00’ 53.8" E
117° 50’ 42.2" 27 30 9.2 140 6.46 8.08 7.27 0.88 1.32 1.1 25 26
25.5
St
. Nama Daerah
O-PO4
mg/l
Total N-NH3
mg/l
NO3
(mg/l)
NO2 (mg/l
)
CLO
ROFIL
(mg/l
)
TSS
(mg/l)
TDS
(mg/l) DHL ( COD
TURBIDITY
(NTU)
TOT. ALKAL
I (mg/l)
HARDNEST
(mg/l)
pH
Kadar
BO
Terlarut (%)
1 Sei.Simon 0.0053 0.0632 0.2596 0.0218
TTD 67 Or 35.82 12 13.47 72 3303.3 7.42 0.828
2 Mr.Kasai 0.0088 0.0883 0.1684
0.03
97
0.13
12 122 Or 38.56 0.75 31.3 81.5 4104.1 7.53 0.828
3 Badak-Badak 0.0088 0.0672 0.2246
0.0036
21 278 Or 40.23 28 118 85.5 4434.4 7.53 0.808
4 Mr.Guntungan 0.0041 0.0804 0.1579
0.01
81 TTD 108 Or 39.45 15 8.79 82 4254.3 7.51 0.885
5 Mr.Batumbuk 0.007 0.0184 0.2702
0.03
94
0.11
66 86 Or 34.18 TTD 22.5 68 3053.1 7.54 0.459
6 Mr.Mengkajang 0.0058 0.0553 0.2982
0.05
52 TTD 90 Or 38.22 15 16.21 76 3903.9 7.51 11
85
KUALITAS AIR BERAU TRIP 2 2016
St. Nama Daerah Tanggal / waktu Posisi
SUHU
UDARA (0c)
SUHU
AIR (0c)
DEPT
H(M)
KECERAHA
N
(CM)
DO (mg/l)
Perm
DO
(mg/l) Dasar
DO AV
CO2
Perm (mg/l)
CO2
Dasar (mg/l)
CO2
AV
SAL
(o/oo) Perm
SAL
(o/oo) Dasar
1 Sei.Simon 29 Mei 2016 /
11.35 N 02° 11’ 07.4" E
117° 53’ 37.6" 36 31 10.7 65 5.41 7.11 6.26 0 0 0 5 13
2 Mr.Kasai 30 Mei 2016 /
10.30
N 02° 11’ 15.6" E
117° 55’ 27.6" 29 30 6 65 4.53 7.19 5.86 0.88 0.88 0.88 15 25
3 Badak-Badak 30 Mei 2016 /
12.05
N 02° 09’ 03.7" E
117° 55’ 55.4" 28 29 5 140 4.69 8.00 6.34 1.32 0 0.66 15 29
4 Mr.Guntungan 30 Mei 2016 /
15.30
N 02° 05’ 47.4" E
117° 54’ 33.4" 31 31 8.8 130 8.40 6.71 7.56 1.76 0 0.88 14 20
5 Mr.Batumbuk 29 Mei 2016 /
17.00
N 02° 04’ 15.8" E
117° 54’ 19.5" 31 32 1.5 74 6.63 6.63 6.63 0 0 0 10 10
6 Mr.Mengkajang 31 Mei 2016 /
14.50
N 02° 00’ 53.8" E
117° 50’ 42.2" 33 33 9.3 360 5.66 6.06 5.86 0.88 1.32 1.1 21 26
St. Nama Daerah O-PO4
mg/l
Total N-NH3
mg/l
NO3
(mg/l)
NO2
(mg/l)
CLOROFIL
(mg/l)
TSS
(mg/l) DHL ( COD
TURBIDITY
(NTU)
TOT. ALKAL
I (mg/l)
HARDNE
ST (mg/l) pH
1 Sei.Simon 0.003 0.0957 0.0643 0.0036 22.61 Out Of Range
35.44 0.832 43.2 75 160.16 7.44
2 Mr.Kasai 0.0023 0.034 0.1176 0.0004 23.94 Out Of
Range 39.14 0.832 10.06 84.5 350.35 7.49
3 Badak-Badak 0.0023 0.0123 0.0037 0.0126 25.84 Out Of Range
42.52 0.5824 7.45 92 460.46 7.68
4 Mr.Guntungan 0.0023 0.0062 0.0147 0.0055 10.5 Out Of
Range 40.4 0.6656 6.69 85.5 260.26 7.61
5 Mr.Batumbuk 0.0023 0.0278 0.114 0.023 0.84 Out Of Range
21.53 22 13.94 56 350.35 7.21
6 Mr.Mengkajang 0.0023 0.0123 0.0257 0.0083 14.79 Out Of
Range 37.97 0.832 5.29 83.5 390.39 7.52
86
KUALITAS AIR BERAU TRIP 3 2016
St. Nama Daerah Tanggal / waktu Posisi
SUHU
UDARA (0c)
SUHU
AIR (0c)
DEPTH
(M)
KECER
AHAN (CM)
DO
(mg/l) Perm
DO
(mg/l) Dasar
DO
AV
CO2 Perm
(mg/l)
CO2 Dasar
(mg/l)
CO2
AV
SAL
(o/oo) Perm
SAL
(o/oo) Dasar
SAL
AV
1 Sei.Simon 2 Agustus 2016
/ 11.50 N 02° 11’ 07.4" E
117° 53’ 37.6" 33 30 8.4 60 4.61 7.92 6.26 0.88 0.88 0.88 10 10 10
2 Mr.Kasai 2 Agustus 2016
/ 09.24
N 02° 11’ 15.6" E
117° 55’ 27.6" 29 30 4.5 35 5.25 6.38 5.82 0.88 0.88 0.88 19 20 19.5
3 Badak-Badak 2 Agustus 2016
/ 10.40
N 02° 09’ 03.7" E
117° 55’ 55.4" 33 30 3.3 50 5.90 6.46 6.18 0.88 0.44 0.66 16 18 17
4 Mr.Guntungan 2 Agustus 2016
/ 15.10 N 02° 05’ 47.4" E
117° 54’ 33.4" 33 31 8 105 6.30 7.35 6.83 0.44 0.88 0.66 30 26 28
5 Mr.Batumbuk 3 Agustus 2016
/ 10.46 N 02° 04’ 15.8" E
117° 54’ 19.5" 27 30 1.5 30 5.49 5.66 5.58 0.88 0.88 0.88 25 25 25
6 Mr.Mengkajang 3 Agustus 2016
/ 13.15
N 02° 00’ 53.8" E
117° 50’ 42.2" 31 31 6.6 70 5.82 7.35 6.59 0.88 1.32 1.1 31 28 29.5
St. Nama Daerah O-PO4
mg/l
Total N-NH3
mg/l
NO3
(mg/l)
NO2
(mg/l)
CLOROF
IL (mg/l)
TDS
(mg/l) DHL ( COD
TURBIDITY
(NTU)
TOT. ALKALI
(mg/l)
HARDNES
T (mg/l) pH
1 Sei.Simon 0.0161 0.0082 3.018 0.0023 3.7063 Orr 14630 8.15 173 25 2002 7.25
2 Mr.Kasai 0.018 0.0234 6.973 0.0029 4.9663 Orr 25470 6.16 477 33 3700 7.09
3 Badak-Badak 0.019 0.0207 2.793 0.0019 7.6855 Orr 23040 6.32 163 32 3580 7.38
4 Mr.Guntungan 0.0124 0.0327 1.423 0.0056 6.3014 Orr 31580 8.32 75.1 40 3868 7.54
5 Mr.Batumbuk 0.0161 0.0262 3.550 0.002 5.3795 Orr 29690 4.66 189 38 4749 7.49
6 Mr.Mengkajang 0.0095 0.0011 1.514 0.0051 3.5708 Orr 33920 5.82 68.5 45 4404 7.53
87
KUALITAS AIR BERAU TRIP 4 2016
St
. Nama Daerah
Tanggal /
waktu Posisi
SUHUU
DARA (0c)
SUHU
AIR (0c)
DEPT
H(M)
KECERAHA
N
(CM)
DO
(mg/l) Perm
DO
(mg/l) Dasar
DO AV
CO2
Perm (mg/l)
CO2
Dasar (mg/l)
CO2 AV
SAL
(o/oo) Perm
SAL
(o/oo) Dasar
SAL
AV
1 Sei.Simon
24 Oktober
2016 /
11.30
N 02° 11’ 07.4" E 117° 53’ 37.6"
31 29 10 22 4.77 4.53 4.65 0.88 0 0.44 5 25 15
2 Mr.Kasai
24 Oktober
2016 /
13.25
N 02° 11’ 15.6"
E 117° 55’ 27.6" 29 29 5 60 5.41 5.17 5.29 0.88 0 0.44 21 22 21.5
3 Badak-Badak 25 Oktober
2016 /
09.58
N 02° 09’ 03.7"
E 117° 55’ 55.4" 28 29 4 58 4.28 5.33 4.81 1.32 0.88 1.1 5 32 18.5
4 Mr.Guntungan
25 Oktober
2016 / 13.48
N 02° 05’ 47.4"
E 117° 54’ 33.4" 31 32 9.5 98 5.17 5.49 5.33 0.44 0 0.22 8 31 19.5
5 Mr.Batumbuk
25 Oktober
2016 / 16.00
N 02° 04’ 15.8"
E 117° 54’ 19.5" 27 30 1.7 90 5.33 5.58 5.45 0.44 0 0.22 11 20 15.5
6 Mr.Mengkajang
26 Oktober
2016 / 16.19
N 02° 00’ 53.8"
E 117° 50’ 42.2" 27 28 10 145 3.10 2.85 2.98 0 0 0 20 28 24
St
. Nama Daerah
O-PO4
mg/l
Total N-NH3
mg/l
NO3
(mg/l)
NO2
(mg/l)
CLOR
OFIL (mg/l)
TDS
(mg/l) COD
TURBID
ITY (NTU)
TOT.
ALKALI (mg/l)
HARD
NEST (mg/l)
pH
Kadar BO
Terlarut
(mg/l)
1 Sei.Simon 0.0064 0.0455 0.1466 0.0385 0 21183 2.16 69.2 8.3 98.1 6.78 24.65
2 Mr.Kasai 0.0079 0.0909 0.2122 0.0718 0 18739 1.66 43.6 10.8 86.09 7.17 25.28
3 Badak-Badak 0.0079 0.0909 0.1237 0.0312 0 24588 1.83 48.8 7.5 118.12 7.4 24.96
4 Mr.Guntungan 0.0032 0.0909 0.174 0.0089 0 24269 2.16 12.7 4.5 112.11 7.62 23.7
5 Mr.Batumbuk 0.0032 0.0909 0.1099 0.0377 0 17099 3 8.07 3.9 95.1 7.41 25.28
6 Mr.Mengkajang 0.0079 0.6818 0.4412 0.013 3.36 28899 2 128 34.2 105.11 7.38 22.12
7 Samera 0.035 0.2727 0.3847 0.0629 0 21697 2.33 40 33.5 96.1 7.45 24.96
88
LAMPIRAN DOKUMENTASI LAPANGAN
Koordinasi dengan DKP Kab. Berau Koordinasi dengan DKP Kab. Berau
Kunjungan dengan UPTD. DKP Kab. Berau
Kunjungan dengan UPTD. DKP Kab. Berau
Tim Monev BP3U Sampling Kualitas Air
Sampling dengan Mini Trawl Sampling dengan Larva
89
Sampling Kualitas Air Identifikasi hasil Tangkapan
Identifikasi hasil Tangkapan Wawancara dengan nelayan
Hasil Tangkapan Ikan dan Udang menggunakan Alat Tangkap Trawl
Kakap merah totol (Lutjanus johnii) Kakap merah (Lutjanus timorensis)
90
Bambangan (Lutjanus malabaricus) Lemuru (Pentaprion longimanus)
Telkara perchlet (Ambassis vachelli) Spotted javelinfish (Pomadasys kaakan)
Heart-headed flathead (Sorrogona tuberculata)
Olive-tailed flathead (Rogadius asper)
Lidah panjang (Cynoglossus lingua)
Bawal putih Bawal hitam
91
Ikan tembang
Psetrodes erumei
Ikan Gulama (Siganus canalicatus) Ikan Gulama (Pennahia
macrophthalmus)
Ikan Gulama (Johnius coitor) Ikan Gulama (Johnius volgere)
92
Leiognathus bindus Ikan Bete-bete (Leignathus moretoniensis)
Ikan Selar (Atule mate) Opisthopterus tardoore
Ikan Bulan (Drepane punctata) H. toshi
Gerres filamentosus Ikan Mata Besar (Gerres oyena)
93
Benus (Saurida undosquamis) Ikan Pemukul Bedug (Synadus indicus)
Ikan Layur (Trichirus lepturus) Ikan Lome (Harpadon nehereus)
Nemipterus nematopus Polydactylus plebius
Bete-bete sirip panjang (Ulua aurochs)
Megalaspis sp
94
Ikan Bulu Ayam (Coilia lindmani) Ikan Mata Besar (Gerres oyena)
Ikan Kapas-kapas Anodontostoma chacunda
Dukang (Arius anaculatus) Arius sagor
Sotong (Sepia recurvirostra) (Sapiella weberi)
95
Ikan Buntal (Torquigener sp) Buntal loreng (Tetraodontidae)
Pterois rosselli
JENIS-JENIS UDANG DI ESTUARI BERAU TAHUN 2016
Udang loreng(Parapenaeopsis sculpitilis) Udang brown
96
(Macrobrachium equides) (Metapenaeus lysianassa)
(Penaeus indicus) (Metapenaeus eboracensis)
Udang kipas
JENIS-JENIS KEPITING DI ESTUARI BERAU TAHUN 2016
Kepiting renang (Charybdis annulata) Kepiting laba-laba (family Dorripidae)
Top Related