LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM KIMIA DASAR 1
Disusun Oleh
Kelompok 4 :
NAMA NIM
Fauziah Astari 1407035007
Jeffrey Yosua Sitinjak 1407035056
Rike Dominta Aprianti Manik 1407035021
Safridah Hannum Nasution 1407035018
LABORATORIUM KIMIA ANALITIK
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2014
LEMBAR PENGESAHAN
PRAKTIKUM KIMIA DASAR 1
1. Pemisahan dan pemurnian
2. Pembuatan larutan
3. Kromatografi
4. Stoikiometri
5. Laju Reaksi
6. Sifat-Sifat Unsur
Disusun Oleh :
Kelompok 4 :
NAMA NIM
Fauziah Astari 1407035007
Jeffrey Yosua Sitinjak 1407035056
Rike Dominta Aprianti Manik 1407035021
Safridah Hannum Nasution 1407035018
Samarinda, 6 Desember 2014
Pembimbing Praktikum Koordinator Asisten
Prof.Dr.Daniel Tarigan M.Si Ana Fakhrunnisa
NIP.19661211 200012 1 001 NIM.1107035027
Mengetahui,
Kepala Laboratorium Kimia Analitik
Dr. Saibun Sitorus,M.si
NIP.196610101991021004
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga pada akhirnya “Laporan Resmi Praktikum
Kimia Dasar 1” ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Tujuan dari penulisan “Laporan Resmi Kimia Dasar 1” ini adalah untuk
memenuhi syarat dalam mengikuti ujian praktikum Kimia Dasar 1. Selain itu,
semoga laporan ini dapat membantu rekan-rekan mahasiswa lain untuk dapat
digunakan sebagai literatur tambahan.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu selama praktikum hingga tersusunnya laporan ini khususnya kepada
dosen pembimbing, koordinator praktikum, dan asisten praktikum yang telah
membimbing dan mengarahkan kami dalam praktikum serta dalam penulisan
laporan ini.
Apabila dalam penyajian laporan ini masih ada kekurangan, kritik dan saran
yang membantu dari pembaca sekalian akan sangat diharapkan untuk perbaikan
dalam pembuatan laporan selanjutnya. Akhir kata, penulis mengucapkan
terimakasih.
Samarinda, 6 Desember 2014
Penyusun
PERCOBAAN 1
PEMISAHAN DAN PEMURNIAN
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA DASAR 1
PERCOBAAN 1
PEMISAHAN DAN PEMURNIAN
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
NAMA NIM
Fauziah Astari 1407035007
Jeffrey Yosua Sitinjak 1407035056
Rike Dominta Aprianti Manik 1407035021
Safridah Hannum Nasution 1407035018
Samarinda, 6 Desember 2014
Mengetahui,
Dosen pengajar, Asisten Praktikum
Dr. Rudi Kartika, M.Si Bayu Iskandar
NIP.19670205 199404 1 002 NIM: 1307035013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Biasanya zat murni telah tercemar dengan zat-zat lain yang dapat membentuk
campuran yang bersifat homogen dan heterogen yang bergantung pada jenis
komponen yang tergantung didalamnya.
Zat murni ada dua, yaitu unsur dan senyawa, sedangkan campuran merupakan
gabungan dua zat murni dengan komposisi sembarang zat murni yang telah
tercemar mengandung zat-zat lain dalam bentuk gas, cair ataupun padatan.
Dibumi jarang terdapat materi dalam keadaan murni, melainkan dalam bentuk
campuran. Contohnya air laut terdiri dari air dan berbagai zat yang tercampur
didalamnya. Misalnya garam. Tanah terdiri atas berbagai senyawa dan unsur, baik
dalam wujud padat, cair atau gas. Udara yang kita hirup setiap hari mengandung
bermacam-macam unsur dan senyawa seperti oksigen, nitrogen, uap air dan
sebaginya.
Untuk memperoleh zat murni kita harus memisahkannya dari bahan-bahan
pencemar atau pencampran lainnya pada suatu campuran dengan sistem pemisahan
ataupun sistem pemurnian.
Dalam melakukan pemisahan dan pemurnian diperlukan pengetahuan dan
keterampilan terutama jika harus memisahkan komponen dengan kadar yang sangat
kecil. Utnuk tujuan itu, dalam kimia dikembangkan berbagai cara pemisahan dan
pemurnian sederhana yang telah dilakukan sehari-hari sampai metode pemisahan
dan pemurnian yang kompleks atau tidak sederhana.
Banyak cara atau teknik yang dilakukan dalam pemisahan campuran. Hal
tersebut bergantung pada jenis wujud dan sifat komponen yang terkandung
didalamnya, seperti pemisahan zat padat dan suspensi, pemisahan zat padat dari
larutan, pemisahan campuran zat cair , pemisahan campuran dua jenis padatan.
Oleh karena itu dilakukan praktikum kimia dasar tentang pemisahan dan
pemurnian ini agar kita dapat mengetahui berbagai cara pemisahan dan pemurnian
larutan. Dalam proses pemisahan dan pemurnian ini juga, kita dapat mempelajari
berbagai jenis zat murni dan berbagai jenis zat campuran agar kita dapat melakukan
metode pemisahan dan pemurnianyang tepat, sesuai dengan jenis campuran yang
ada. Dengan adanya pengenalan pada prsoses pemisahan dan pemurnian serta
langsung dilakukan pada percobaan ini, diharapkan kita dapat mengatasi krisis
sumber air yang kini masih menjadi masalah besar dalam kehidupan sehari-hari kita
dan dan kita dapat memahami tentang metode-metode pemisahan dan pemurnian.
Dimana meode yang digunakan dalam percobaan ini adalah dekantasi, kristalisasi,
sublimasi, ekstraksi, adsorbsi dan filtrasi. Dengan itu, kita juga dapat mengetahui
proses pemisahan dan pemurnian tersebut sehingga prinsipnya dapat diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
1.2 Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui perubahan warna sirup setelah disaring menggunakan kertas
saring dan norit yang telah dihaluskan dengan metode adsorbsi
Untuk mengetahui hasil dari naftalena dengan garam dalam proses sublimasi
Untuk mengetahui hasil yang didapatkan pada proses pemisahan dan
pemurnian dengan metode dekantasi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Ada tiga istilah yang harus dipahami dan diingat dalam ilmu kimia yaitu
unsur, senyawa, dan campuran. Unsur adalah materi yang tidak dapat diuraikan
dengan reaksi kimia menjadi zat yang lebih sederhana, contohnya adalah hydrogen,
oksigen, besi, tembaga, dan sebagainya (Syukri, 1999).
Senyawa adalah materi yang dibentuk dari dua zat atau lebih dengan
perbandingan tertentu. Jadi, senyawa masih dapat diuraikan menjadi unsur
pembentukannya. Contohnya adalah air (H2O = hydrogen dan oksigen). Unsur dan
senyawa disebut zat tunggal karena partikel terkecilnya satu macam (Syukri, 1999).
Berbeda dengan unsur dan senyawa, campuran adalah gabungan dua zat
tunggal atau lebih dengan perbandingan sembarang. Contohnya adalah campuran
antara unsur nitrogen dan oksigen, dan antara besi dan belerang (Chang, 1998).
Suatu campuran diklasifikasikan sebagai homogen dan heterogen. Campuran
heterogen terdiri atas fasa-fasa tersendiri, dan sifat-sifat yan teramati adalah
merupakan gabungan dari pada fasa-fasa tunggal. Campuran homogen terdiri atas
fasa tunggal yang mempunyai sifat-sifat yang sama (Sastrohamidjojo, 2001).
Larutan didefinisikan sebagai zat homogen yang merupakan campuran dari
dua komponen atau lebih, yang dapat berupa gas, cairan atau padatan. Dua
pengertian yang penting dalam larutan adalah solute (zat yang dilarutkan) dan
solven ( zat pelarut). Pengertian ini dapat dinyatakan bila senyawa dalam jumlah
yang lebih besar maka disebut solven dan untuk senyawa yang berada dalam jumlah
yang kecil disebut solute. Meskipun demikian, pernyataan ini dapat dibalik bila ia
lebih tepat. Sebagai contoh, larutan asam sulfat dan air. Asam sulfat seringkali
dinyatakan sebagai solute dan air sebagai solven untuk senyawa yang lebih kecil
(Sastrohamidjojo, 2001).
Contoh dari campuran homogen adalah gula dan air. Partikel gula menyebar
merata di dalam air karena begitu kecil dan meratanya partikel gula sehingga tidak
dapat dilihat walaupun dengan mikroskop. Sedangkan contoh dari campuran
heterogen adalah campuran dari air dan minyak tanah (Sastrohamidjojo, 2001).
Pada mulanya kedua zat tidak bercampur, tetapi setelah dikocok dengan kuat,
minyak akan menyebar ke dalam air berupa gelembung-gelembung kecil. Pada
gelembung hanya tedapat minyak, sedangkan yang lain adalah air. Dengan kata
lain, adalah campuran heterogen yang masih ada batas antara kedua komponen atau
lebih dari satu fasa (Klainfelter, 1991).
Secara umum, dapat disimpulkan bahwa materi dapat dibagi atas zat murni
(tunggal) dan campuran (majemuk). Ada dua zat murni yaitu unsur dan senyawa.
Senyawa terbentuk dari dua unsur atau lebih dengan komposisi tertentu, sedangkan
campuran adalah gabungan dua zat murni dengan komposisi sembarang. Campuran
dapat diubah menjadi zat murni atau sebaliknya, zat murni dapat menjadi campuran.
Kedua proses ini termasuk peristiwa fisika, demikian juga beberapa unsur dapat
bersatu membentuk senyawa dan sebaliknya, senyawa dapat diuraikan menjadi
unsur-unsurnya. Perubahan ini termasuk perubahan kimia (Sastrohamidjojo, 2001).
Setiap zat murni baik unsur maupun senyawa terbentuk dari partikel kecil
yang sama ukuran dan massanya. Partikel suatu unsur disebut atom dan partikel
senyawa disebut molekul (Syukri, 1999).
Campuran dapat dipisahkan melalui peristiwa fisika atau kimia. Pemisahan
secara fisika tidak mengubah zat selama pemisahan. Sedangkan secara kimia, suatu
komponen atau lebih direaksikan dengan zat lain sehingga dapat dipisahkan
(Syukri, 1999).
Cara atau teknik pemisahan campuran bergantung pada jenis, wujud, dan zat
serta sifat komponen yang terkandung di dalamnya. Jika komponen berwujud padat
dan cair, misalnya pasir dan air, maka dapat dipisahkan dengan saringan. Saringan
bermacam-macam, mulai dari yang berpori halus contohnya kertas saring dan
selaput semi perbal. Kertas saring dipakai untuk memisahkan endapan atau padatan
dari pelarut. Selaput semi perbal dipakai untuk memisahkan suatu koloid dari
pelarutnya (Chang, 1998).
Campuran homogen seperti alkohol dalam air tidak dapat dipisahkan dengan
saringan, karena partikelnya lolos dalam pori-pori kertas saring dan selaput semi
permeable. Campuran seperti itu dapat dipisahkan dengan cara fisika yaitu destilasi,
rekristalisasi, ekstraksi, dan kromotofografi (Chang, 1998).
Dasar pemisahan destilasi adalah perbedaan titik didih dua cairan atau lebih.
Jika campuran dipanaskan maka komponen yang titik didihnya lebih rendah akan
menguap lebih dulu. Dengan mengatur suhu secara cermat, kita dapat menguapkan
air ke tabung pendingin (Syukri, 1999).
Bila campuran mengandung komponen lebih dari dua, maka penguapan dan
pengembunan dilakukan bertahap sesuai dengan jumlah komponen itu. Dimulai
dari titik didih yang paling rendah. Akan tetapi pemisahan campuran ini sulit dan
biasanya hasil yang didapat sedikit tercampur komponen lain yang titik didihnya
berdekatan (Klainfelter, 1991).
Yang dimaksud dengan filtrsi adalah pemisahan bahan secara mekanis
berdasarkan ukuran partikelnya yang berbeda-beda. Filtrasi dilakukan dengan
media filter dan beda tekanan. Molekul-molekul cairan atau gas dibiarkan
menerobos lubang pada media filter, sedangkan partikel-partikel padat yang lebih
besar akan tertahan oleh filter (Bernasconi, 1995).
Pada filtrasi cairan, di suatu pihak diharapkan agar filtrate (hasil filtrasi) yang
diperoleh sedapat mungkin bebas dari bahan padat. Di lain pihak filter yang dapat
diharapkan sekering mungkin. Namun biasanya masih mengandung banyak cairan,
yang masih harus dihilangkan dengan pengeringan pada filtrat gas, diinginkan
memperoleh gas yang dapat mungkin bebas dari debu (Chang, 1998).
Mekanisme pemisahan terutama ditentukan oleh difat media filter.
Berdasarkan jenis, mekanisme, terdapat tiga jenis filtrasi yang berbeda. Ketiga jenis
filtrasi ini digunakan sendiri-sendiri atau bersama-sama dalam sebuah filter.
- Filtrasi ayak (Sieve filtration)
Filtrasi ayak mempunyai prinsip kerja seperti ayakan. Media filter menahan
semua partikel yang ukurannya lebih besar daripada lubang-lubang.
- Filtrasi nnggin dalam (Deep bed filtration)
Partikel-partikel padat masuk ke dalam pori-pori menjadi lebih kecil. Dengan
cara ini partikel-partikel yang sangat halus dapat dipisahkan juga dengan
menggunakan media filter yang menggunakan pori-pori relative besar namun
pada awal filter pemisahan belum sempurna sehingga cairan yang keruh atau
juga gas harus disirkulasi kembali selama beberapa waktu.
- Filtrasi kue
Pemisahan terjadi oleh kue filtrasi berpori yang terbentuk selam proses filtrasi
berlangsung. Cairan yang dihasilkan mula-mula biasanya juga keruh. Contoh
filter hisap (suction filter), press filter (filter press) (Bernasconi, 1995).
Daya filtrasi (jumlah cairan atau gas yang menerobos per satuan waktu) bergantung
pada sejumlah factor antara lain:
- Luas penampang filter
- Beda tekanan antara kedua sisi media filter
- Tekan media filter
- Viskositas cairan
(Syukri, 1999).
Ekstraksi adalah pemisahan suatu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau
cairan dengan bantuan pelarut. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larutan
yang berbeda-beda dari komponen-komponen dalam larutsn (Chang, 1998).
Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh factor-faktor berikut ini
yaitu:
- Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang didinginkan, bukan komponen-
komponen lain daru bahasan ekstraksi.
- Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin dapat melarutkan ekstrak yang besar.
- Kemampuan tidak saling bercampur
Pada ekstrak cair-cair , pelarut tidak boleh larut dalam bahan ekstrasi.
- Kerapatan
Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat bahan kerapatan
yang besar antara pelarut-pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan agar
kedua fasa dapat dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran.
- Reaktifitas
- Titik didih
- Pelarut harus murah, mudah, tidak beracun, tidak dapat terbakan, tidak korosif
dan lain-lain (Syukri, 1997).
Perubahan dari cair menjadi padat disebut pembekuan, dan proses
kebalikannya disebut pelelehan atau peleburan. Titik leleh suatu padatan adalah
suhu pada saat fasa padat dan cair berada dalam kesetimbangan. Titik leleh normal
suatu zat adalah titik leleh yang diukur pada tekanan 1 atm. Kesetimbangan cair-
padat yang sangat dikenal adalah kesetimbangan air dan es. Energy yang
dibutuhkan untuk melelehkan 1 mol padatan disebut kalor peleburan molar (∆Hfus)
(Sastrohamidjojo, 2001).
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran dalam berbagai wujud baik
padat, cair, maupun gas. Cara ini dipakai jika campuran tidak dapat dipisahkan
dengan cara yang lain. Dasar kromatografi adalah perbedaan daya serap suatu zat
dengan zat lainnya. Jika komponen campuran (misalnya A, B, C) dialirkan dengan
suatu pelarut melalui padatan tertentu, maka A, B, dan C akan bergerak dengan
kecepatan berbeda karena daya serap padatan itu terhadap komponen tidak sama.
Cairan atau pelarut yang membawa komponen bergerak disebut fasa bergerak,
sedangkan padatan yang menyerap komponen disebut adsorbsen atau fase tetap.
Syarat fase bergerak harus dapat melarutkan semua komponen dan dapat mengalir,
maka hasil akhir berupa cairan atau gas. Berdasarkan jenis fase bergerak dan
adsorbsennya, kromatografi dapat dibagi menjadi empat yaitu:
- Kromatografi kolom
- Kromatografi kertas
- Kromatografi tempeng tipis
- Kromatografi gas
(Syukri, 1997).
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Gelas kimia atau gelas beker
Corong gelas
Corong pisah
Cawan penguap
Batang Pengaduk
Hot plate
Spatula
Neraca ohaus
Sikat tabung
Lumpang
Alu
Tabung reaksi
Pipet tetes
Penjepit tabung
Labu erlenmeyer
3.1.2 Bahan
Garam dapur
Kapur tulis
Pasir
Naftalena
Minyak goreng
CuSO4.5H2O
Norit
Sirup
Aquades
Tissue
Kertas saring
Kertas label
3.2 Prosedur Percobaan
3.2.1 Dekantasi
Dimasukkan pasir dalam gelas beaker
Ditambahkan aquadest 50 ml
Diaduk
Diamkan, hingga pasir mengendap
Diamati
3.2.2 Filtrasi
Dimasukkan kapur tulis kedalam gelas kimia
Ditambahkan aquadest 50 ml
Diaduk, disiapkan corong dan kertas saring
Disaring larutan
Diamati
3.2.3 Adsorbsi
Dimasukkan sirup kedalam gelas kimia
Disiapkan corong kaca dan gelas saring yang diatasnya telah ditaburi
bubuk norit
Disaring sirup hingga habis
Diamati
3.2.4 Ekstraksi
Dimasukkan aquadest 50 ml kedalam corong pisah
Ditambahkan 25 ml minyak goreng
Dikocok hingga tercampur
Diamkan hingga campuran terpisah
Diamati
3.2.5 Rekristalisasi
Dimasukkan CuSO4.5H2O secukupnya kedalam gelas beker
Ditambahkan aquades secukupnya
Diaduk menggunakan batang pengaduk
Dipanaskan diatas hot plate hingga air habis
Didinginkan, setelah itu diamati
3.2.6 Sublimasi
Dimasukkan 2 gram bubuk naftalena kedalam cawan penguap
Ditambahkan satu gram sendok garam
Ditutup cawan penguap dengan kertas saring yang telah dilubangi kecil-
kecil dan ditutup lagi dengan menggunakan corong kaca dengan posisi
terbalik dan lehernya disumbat dengan tissu
Dipanaskan diatas hot plate
Diamati
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
No Perlakuan Pengamatan
1 Dekantasi
- Dimasukkan satu sendok
pasir
- Diberi aquades dan diaduk
hingga larut
- Dibiarkan sampai pasir
mengendap
- Diamati
- Pasir berwarna coklat
- Aquades berwujud bening
- Pasir tidak terlarut
(mengendap) di air dan air
berwarna keruh
2 Rekristalisasi
- Dimasukkan kristal
CuSO4.5H2O secukupnya
kedalam beaker glass
- Ditambahkan aquades
- Dipanaskan
- Diamati
- Kristal CuSO4.5H2O
berwarna biru
- Kristal CuSO4.5H2O
menjadi larutan yang
berwarna biru
- Aquades mengalami
penguapan sehingga CuSO4
mengalami kristalisasi dan
berwarna biru
3 Sublimasi
- Garam terbentuk kristal dan
naftalena berwujud serbuk
- Dimasukkan garam dan
naftalena kedalam cawan
penguap
- Ditutup cawan penguap
dengan kertas saring yang
dilubangi kecil-kecil
- Ditutup lagi dengan corong
kaca diatas kertas saring
dengan posisi terbalik dan
lehernya disumbat kertas
- Dibiarkan dan dipanaskan
sampai menguap
- Diamati
- Terbentuk kristal naftalena
karena naftalena memiliki
titik didih yang lebih rendah
4 Adsorpsi
- Diamati satu sendok norit
yang telah dihaluskan dalam
kertas saring dan corong
kaca
- Dialirkan sedikit demi
sedikit sirup
- Diamati filtrat dan
penyaringan tersebut
- Norit berbentuk serbuk,
filtratnya perlahan-lahan
turun kedasar corong kaca
- Residu serbuk norit yang
tertahan pada kertas saring
- Filtrat berwarna orange
kekuning-kuningan
5 Filtrasi
- Diambil satu sendok kapur
tulis lalu dimasukkan
kedalam gelas kimia
- Ditambahkan aquades
- Diaduk hingga larut
- Bubuk kapur berupa serbuk
- Aquades berwujud bening
- Campuran menyatu karena
bersifat homogen
- Disaring dengan kertas
saring dan corong kaca
kedalam sebuah tabung
reaksi
- Diamati
- Didapatkan residu berupa
kapur
- Didapatkan filtrat bening
6 Ekstraksi
- Dimasukkan aquades
kedalam corong pisah
- Ditambahkan minyak
goreng dan dikocok
larutannya dan dibalik
- Diamkan dan amati
- Aquades berwujud bening
- Air dan minyak keruh
- Terdapat fase diatas minyak
goreng dan fase dibawah
aquades, karena massa jenis
minyak lebih rendah
dibandingkan air
4.2 Reaksi
4.2.1 Struktur Naftalena
H H
C C
H C C C H
H C C C H
C C
H H
4.2.2 Struktur Minyak Goreng
O
CH2 O C (CH2)7 CH CH (CH2)7 CH3
O
CH O C (CH2)7 CH CH (CH2)7 CH3
O
CH2 O C (CH2)7 CH CH (CH2)7 CH3
4.2.3 Struktur Air
O
H H
4.3 Pembahasan
Praktikum ini membahas tentang pemisahan dan pemurnian dalam berbagai
metode.
Unsur adalah zat tunggal yang secara kimia tidak dapat diuraikan lagi menjadi
zat lain yang lebih sederhana. Contohnya yaitu, hidrogen dan oksigen karena jenis
gas tersebut tidak dapat diuraikan lagi menjadi zat yang lebih sederhana, lain halnya
jika air dapat diuraikan oleh listrik menjadi dua jenis gas yaitu hidrogen dan
oksigen. Beberapa contoh unsur dalam kehidupan adalah besi, alumuniun, timah,
emas, tembaga, perak, oksigen, niitrogen, belerang dan juga karbon. Unsur
berdasarkan sifatnya dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Unsur-unsur logam
2. Unsur-unsur nonlogam
3. Unsur-unsur semi logam
Senyawa adalah zat kimia murni yang terdiri dari dua atau beberapa unsur yang
dapat dipecah-pecah lagi menjadi unsur-unsur pembentuknya dengan reaksi kimia
tersebut. Contohnya, dihidrogen monoksida (air, H2O) adalah sebuah senyawa yang
terdiri dari dua atom hidrogen untuk setiap atom oksigen. Umumnya, perbandingan
ini harus tetap karena sifat fisiknya, bukan perbandingan yang dibuat manusia. Ciri-
ciri yang membedakan senyawa adalah adanya rumus-rumus kimia. Rumus kimia
memberikan perbandingan atom dalam zat, dan jumlah atom dalam molekul
tunggalnya (oleh karena itu rumus etena adalah C2H4 dan bukan CH2). Rumus kimia
tidak menyebutkan apakan senyawa tersebut terdiri atas molekul; contohnya
natrium klorida (garam dapu, NaCl) adalah senyawa ionik. Senyawa dapat terwujud
dalam beberapa fase. Kenyakan senyawa dapat berupa zat padat. Senyawa
molekuler dapat juga berupa cairan atau gas. Semua senyawa akan terurai menjadi
senyawa yang lebih kecil atau atom-atom individual bila dipanaskan sampai suhu
tertentu.
Campuran adalah sebuah zat yang dibuat dengan menggabungkan dua zat atau
lebih yang berbeda tanpa reaksi kimia yang terjadi, dan sifat-sifat asal dari zat
tersebut masih dapat terlihat. Sementara tak ada perubahan fisik dalam suatu
campuran, campuran dapat dipisahkan menjadi komponen-komponen aslinya
secara mekanis, campuran dapat bersifat homogen dan heterogen. Campuran adalah
hasil pencampuran mekanis atau pencampuran zat kimia seperti elemen dan
senyawa, tanpa penyatuan kimia atau perubahan kimia lainnya, sehingga masing-
masing zat mempertahankan properti dan karakteristik kimianya. Campuran
homogen adalah suatu campuran yang terdiri dari 2 bahan atau lebih dalam fase
yang sama. Sebagai contoh, sejumlah kecil garam (NaCl) dimasukkan kedalam air,
garam perlahan-lahan akan menghilang. Garam yang telah dimasukkan larut dalam
air dan karena larutnya garam, air dan garam pun membentutk suatu zat baru yang
memiliki sifat yang berbeda dengan zat murninya. Air pada saat murni tidak
memiliki rasa asin, begitupula dengan garam. Garam pada saat murni selalu
berbentuk padatan, namun setelah dimasukkan kedalam air garam berubah menjadi
cair. Karena larutan adalah campuran molekul, biasanya molekul-molekul pelarut
agak berjauhan dalam larutan dibanding dalam pelarut murni. Campuran heterogen
adalah suatu campuran yang terdiri dari dua bahan atau lebih yang memiliki fase
yang berbeda. Contohnya adalah pasir dimasukkan kedalam air, campuran ini
merupakan campuran heterogen karena terdiri dari bahanbahan yang memiliki fase
yang berbeda, pasir dalam fase padatan dan air dalam fase cairan.
Larutan adalah campuran homogen dua zat atau lebih yang saling melarutkan
dan masing-masing zat penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara fisik.
Larutan terdiri atas zat terlarut dan pelarut. Berdasarkan daya hantar listriknya
(daya ionisasi), larutan dibedakan menjadi lautan elektrolit dan larutan non
elektrolit. Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan listrik,
karena zat terlarutnya didalam pelarut tidak dapat menghasilkan ion-ion. Suspensi
adalah suatu campuran fluida yang mengandung partikel padat. Atau dengan kata
lain campuran heterogen dari zat cair dan zat padat yang dilarutkan dalam zat cair
tersebut. Partikel padat dalam sistem suspensi umumnya lebih besar 1 mikrometer
sehingga cukup besar untuk memungkinkan terjadinya sedimentasi. Singkatnya,
suspensi merupakan campuran yang masih dapat dibedakan antara pelarut dan zat
yang dilarutkan. Koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya antara
larutan dan suspensi. Koloid merupakan sistem heterogen , dimana suatu zat
“didispersikan” ke dalam suatu media yang homogen. Ukuran zat yang
didispersikan cukup besar, yaitu berkisar 1-100 nm sehingga terkena efek Tyndall.
Koloid merupakan campuran dua zat atau lebih yang bersifat homogen, artinya
partikel terdispersi tidak terpengaruh oleh gaya gravitasi atau gaya lain yang
dikenakan kepadanya, sehingga tidak dijumpai pengendapan.
Zat murni adalah zat-zat yang memiliki komposisi kimia yang tetap dan
senyawa di seluruh bagiannya, seperti air, udara, nitrogen, dan karbon dioksida. Zat
yang memiliki kompisisi kimia yang seragam bukan merupakan zat murni.
Ada beberapa metode pemisahan dan pemurnian campuran, diantaranya:
Filtrasi adalah metode pemisahan campuran yang digunakan untuk
memisahkan cairan dan padatan yang tidak larut dengan menggunakan
penyaring (filter) berdasarkan perbedaan ukuran partikel
Dekantasi adalah pemisahan campuran berdasarkan prinsip pengendapan.
Dekantasi dilakukan dengan cara menuang cairan perlahan-lahan, dengan
demikian padatan akan tertinggal didalam wadah tersebut
Rekristalisasi adalah pemisahan campuran dengan cara melarutkan material
padatan dalam pelarut yang cocok untuk mendapatkan larutan yang jenuh.
Ketika larutan panas perlahan didinginkan, kristal akan mengendap karena
kelarutan padatan menurun bila suhu diturunkan. Dari proses ini diharapkan
kristal dapat bebas dari pengotor
Adsorpsi adalah pemisahan campuran dimana partikel zat yang akan
dipisahkan hanya terjadi dipermkaan zat
Sublimasi adalah pemisahan campuran yang didasarkan pada adanya
partikel padatan yang bercampur yang dapat berubah dari fase padat ke fase
gas
Ekstrasi ada dua jenis yaitu ekstraksi padat dan ekstraksi zat cair. Ekstraksi
padat didasarkan pada keadaan bahwa salah satu komponen campuran
tersebut larut kepada pelarut. Ekstraksi zat cair didasarkan pada salah satu
komponen zat cairan dari campuran tersebut larut dalam pelarut.
Pada praktikum kali ini, ada beberapa percobaan yang dilakukan. Yang pertama
adalah dekantasi. Pasir dimasukkan kedalam gelas beker berisi air. Gelas beker
berfungsi sebagai wadah air dan juga pasir yang dicampurkan. Lalu setelah pasir
dimasukkan, campuran diaduk dan didiamkan. Yang terbentuk berdasarkan
pengamatan adalah endapan pasir dibagian bawah dan air ada dibagian atas. Pasir
dapat mengendap karena adanya perbedaan massa jenis, dalam hal ini massa jenis
pasir lebih besar dibandingkan massa jenis air. Pada percobaan ini digunakan pula
alat batang pengaduk yang digunakan untuk mengaduk campuran. Dari proses ini,
dapat diketahui bahwa dekantasi adalah untuk memisahkan zat padat yang tidak
larut dalam zat cair. Dalam hal ini untuk memisahkan pasir dari air.
Pada percobaan selanjutnya, dilakukan rekristalisasi CuSO4.5H2O dilarutkan
kedalam aquades sehingga terbentuk campuran homogen yang tidak bisa dipisah
secara mekanis. Sehingga untuk memisahkan CuSO4.5H2O dengan aquades
dilakukan kristalisasi dengan cara memanaskan campuran tersebut. Cara ini
digunakan karena titik didih air lebih kecil, sehingga saat dipanaskan air akan
menguap. Hal ini digunakan untuk mengurangi kadar air sehingga larutan lewat
jenuh akan kembali mengkristal.
Selanjutnya adalah proses pemurnian naftalena yang telah tercemar oleh garam.
Naftalena jika dalam bentuk cair dapat menguap, dan juga dalam bentuk padat dapat
menyublim. Dalam percobaan ini, garam dan naftalena diletakkan dalam cawan
penguap, lalu ditutup dengan kertas saring yang dilubangi kecil-kecil, dan ditutup
dengan corong kaca yang telah diletakkan terbalik dengan ujung corong disumbang
dengan kertas. Kertas saring yang digunakan untuk menutup cawan penguap
dilubangi kecil-kecil agar memberi jalan bagi uap naftalen keluar naik keatas
corong. Ujung corong kaca disumbat dengan kertas, agar uap dari naftalena tidak
keluar dari corong, sehingga uap tertahan dan melekat di corong, lalu saat dingin
dapat berubah kembali menjadi padatan. Proses ini dilakukan untuk memurnikan
naftalen yang telah tercemar oleh garam. Metode sublimasi dipilih karena dalam
bentuk padatan, naftalen dapat menyublim dan dapat pula kembali ke betuk asalnya.
Pada saat praktikum, ditemukan bahwa uap naftalena yang menempel di corong
kaca berubah menjadi kristal-kristal putih yang merupakan naftalena itu sendiri.
Hal ini dapat terjadi karena naftalena memiliki titik didih lebih rendah daripada
garam, sehingga dapat menguap terlebih dahulu. Dengan cara itu, naftalena dapat
dipisahkan dari garam.
Selanjutnya ada percobaan adsorbsi. Pada percobaan ini, norit yang telah
digerus diletakkan ke dalam kertas saring dan corong kaca. Lalu digunakan untuk
menyaring sirup. Setelah dilakukan penyaringan, diperoleh warna filtrat yang lebih
muda. Hal ini dikarenakan sifat dari norit yang merupakan karbon yang dapat
menyerap zat warna sehingga dengan cara ini dapat dipisahkan antara zat warna
dan sirup.
Lalu dilakukan percobaan filtrasi. Pada filtrasi ini, dilakukan pemisahan kapur
tulis yang larut dalam air. Awalnya kapur tulis dihaluskan, lalu kapur tersebut
dilarutkan di dalam air. Larutan kemudian disaring menggunakan kertas saring.
Setelah disaring, tampak bahwa residu berupa kapur tulis tertahan di kertas saring.
Sedangkan air lolos dari kertas saring. Proses ini dinamakan filtrasi. Kapur tulis
dapat tertahan di kertas saring karena adanya perbedaan ukuran partikel antara
kapur dan air. Air memiliki ukuran partikel lebih kecil dibanding pori-pori kertas
saring, sehingga air tidak tertahan di kertas saring. Kapur tulis memiliki ukuran
partikel yang lebih besar dibandingkan pori kertas saring, maka kapur tertahan di
kertas saring.
Lalu yang terakhir adalah ekstraksi, dimana minyak dan air dimasukkan ke
dalam corong pisah. Saat dikocok dan didiamkan, terbentuk dua fase dimana air
berada di bagian bawah dan minyak berada di bagian atas. Ini terjadi karena air
memiliki massa jenis yang lebih besar dibandingkan minyak. Saat diamati, minyak
tidak bercampur denga air karena air bersifat polar sedangkan minyak bersifat
nonpolar sehingga air dan minyak tidak menyatu.
Adapun fungsi beberapa perlakuan dengan praktikum ini:
Pegadukan, untuk mencampurkan zat terlarut dan zat pelarut agar menjadi
suatu campuran
Pengocokan, pada ekstraksi untuk mencampurkan minyak dan air
Mendiamkan campuran setelahdiaduk saat dekantasi adalah utnuk
menunggu zat terlarut pada campuran menegendap
Pemanasan pada percobaan rekristalisasi adalah untuk menguapkan air
yang ada
Penyaringan pada filtrasi berguna untuk menyaring padatan yang ada pada
larutan
Pemanasan yang dilakukan pada percobaan sublimasi digunkaan untuk
memisahkan campuran garam dan naftalena.
Fungsi bahan-bahan ada percobaan ini adalah:
Garam dapur digunakan untuk percobaan sublimasi. Garam dapur dipilih
karena untuk menguji antara naftalena dan garam, bahan apa yang dapat
meyublim
CuSO4.5H2O digunakan pada proses rekristalisasi, sebab bahan ini dapat
bercampur secara homogen dengan air dan dapat mengkristal kembali
setelah dipanaskan.
Sirup digunakan pada percobaan adsorpsi karena ingin dipisahkan dengan
zat warnanya,.
Air dan minyak digunakan pada percobaan ekstraksi. Sebab minyak dan air
tidak dapat menyatu sehingga dapat dipisahkan dengan mudah
menggunakan corong pisah.
Fungsi alat-alat pada percobaan ini:
Spatula digunakan untuk mengambil bahan padatan yaitu CuSO4.5H2O,
serbuk kapur tulis dan bahan bahan lain yang digunakan
Batang pengaduk digunakan untuk mengaduk campuran pasir dan air
Gelas beker berfungsi untuk menampung filtrat saat filtrasi, adsorbsi dan
untuk wadah mencampur air dan pasir
Hot plate digunakan untuuk memanaskan larutan CuSO4.5H2O dan juga
untuk pemanasan saat sublimasi
Cawan penguap digunakan untuk wadah naftalena dan garam
Corong kaca digunakan untuk menyaring saat filtrasi, adsorbsi untuk
menutup cawan penguap pada sublimasi
Lumpang dan alu digunakan untuk menghaluskan norit dan kapur tulis
Penjepit tabung reaksi digunakan untuk membantu mengangkat gelas beker
saat dianaskan di hot plate
Tabung reaksi digunakan untuk menampung hasil penyaringan antara air
dan kapur tulis
Corong pisah digunakan untuk memisahkan air dan minyak pada saat
ekstraksi
Aplikasi proses pemisahan dan pemurnian dalam kehidupan sehari-hari
adalah:
Pembuatan garam (kristalisasi)
Proses terjadinya asam (sublimasi)
Penjernihan air menggunakan tawas ( dekantasi)
Pembuatan gula (kristalisasi)
Pembutan minyak kayu putih (penyulingan)
Ada beberapa faktor kesalahan dalam praktikum ini, yaitu:
Pada sublimasi ujung corong tidak ditutup dengan rapat sehingga uap dari
naftalena menyebar
Pada saat adsorbsi pemasangan kertas saring kurang baik sehingga ada
sirup yang tidak tersaring melalui norit, tetapi tembus melalui bagian
samping kertas saring
Pada saat filtrasi pemasangan kertas saring kurang baik sehingga ada
bagian kapur tulis yang masih ikut bersama dengan filtrat setelah disaring
Perbedaan adsorbsi dengan absorbsi adalah terletak di penyerapannya.
Adsorbsi didefinisikan sebagai penyerapan partikel dipermukaan zat, sedangkan
absorbsi merupakan penyerapan partikel sampai kebawah permukaan zat. Pada
perbedaan kristalisasi dan rekristalisasi terletak pada tujuannya. Kristalisasi
bertujuan untuk memurnikan zat dengan pelarut, dan kemudian dilanjutkan dengan
pengendapan. Sedangkan rekristalisasi adalah pemurnian suatu zat padat dari
campuran atau pengotor dengan cara mengkristalkan kembali setelah dilarutan
dengan pelarut yang cocok.
Prinsip-prinsip percobaan ini adalah:
Rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan
dengan pencemarnya
Filtrasi adalah perbedaan ukuran partikel dari suatu zat dengan zat yang
ingin dipisahkan
Adsorbsi adalah kemampuan suatu zat untuk menyerap zat yang ingin
dipisahkan
Ekstraksi adalah berdasarkan kemampuan zat untuk terlarut dengan suatu
pelarut
Dekantasi adalah perbedaan kelarutan zat dengan zat yang ingin
dipisahkan
Sublimasi adalah perbedaan titip uap antara zat dengan pencemarnya
Struktur Naftalena
H H
C C
H C C C H
H C C C H
C C
H H
Struktur Air
O
H H
Struktur Minyak Goreng
O
CH2 O C (CH2)7 CH CH (CH2)7 CH3
O
CH O C (CH2)7 CH CH (CH2)7 CH3
O
CH2 O C (CH2)7 CH CH (CH2)7 CH3
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah disaring dengan kertas saring yang dilapisi dengan norit, warna sirup
menjadi warna kuning kecoklatan, ini disebabkan karena partikel norit terlalu
kecil dan juga norit merupakan zat karbonaktif yang berfungsi untuk menyerap
zat yaitu sirup
Hasil yang didapatkan dalam proses sublimasi yang menggunakan daram dapur
dan naftalena adalah naftalena lebih cepat menyublim dibandingkan dengan
garam, sehingga didapatkan kristal-kristal naftalena yang menempel pada
kertas saring
Hasil yang didapat pada percobaaan pemisahan dan pemurnian dengan metode
dekantasi adalah terdapat endapan dan air menjadi keruh
5.2 Saran
Sebaiknya dalam praktikum selanjutnya dalam percobaan pemisahan dan
pemurnian pada metode rekristalisasi, bahan yang digunakan sebaiknya harus lebih
bervariasi lagi, contohnya digunakan garam NaCl agar hasil yang didapatkan bisa
dibandingkan dengan garan CuSO4 yang dipakai dalam percobaan
DAFTAR PUSTAKA
Bernasconi, G, dkk. 1995. Teknologi Kimia Bagian 2. Bandung: Bumi Aksara.
Brady, J. E. 1998. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Bandung: Binarupa Aksara.
Klienfleiter, Keenan. 1991. Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2001. Kimia Dasar. Yogyakarta: UGM.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 1. Bandung: ITB.
PERCOBAAN 2
PEMBUATAN LARUTAN
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA DASAR 1
PERCOBAAN 2
PEMBUATAN LARUTAN
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
NAMA NIM
Fauziah Astari 1407035007
Jeffrey Yosua Sitinjak 1407035056
Rike Dominta Aprianti Manik 1407035021
Safridah Hannum Nasution 1407035018
Samarinda, 6 Desember 2014
Mengetahui,
Dosen pengajar, Asisten Praktikum
Dr. Rudi Kartika, M.Si Bayu Iskandar
NIP.19670205 199404 1 002 NIM: 1307035013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak dapat terlepas dari larutan. Banyak
sekali makanan maupun minuman yang kita konsumsi merupakan sebuah larutan.
Dalam ilmu kimia, larutan ini sangat penting karena hampir semua reaksi kimia
terjadi dalam bentuk larutan. Contoh yang sederhana dari larutan dalam kehidupan
sederhana adalah pada saat kita mencampurkan gula dengan air, maka campuran
tersebut disebut larutan.
Larutan dapat didefinisikan sebagai campuran homogen dari dua zat
ataupun lebih yang terdispersi menjadi molekul maupun ion-ion yang komposisinya
bervariasi. Larutan dikatakan homogen apabila campuran zat tersebut komponen-
komponn penyusunnya tidak dapat dibedakan satu dengan yang lainnya lagi.
Komponen yang terdapat dalam jumlah yang besar disebut dengan pelarut atau
solvent, sedangkan komponen yang terdapat dalam jumlah yang kecil disebut zat
terlarut atau solute. Konsentrasi suatu larutan didefinisikan sebagai jumlah solute
yang ada dalam sejumlah larutan atau pelarut. Konsentrasi dapat dinyatakan dalam
beberapa cara, antara lain molaritas, molalitas, normalitas, dan sebagainnya.
Larutan terbagi dua, yaitu larutan homogen dan larutan heterogen. Larutan
homogen adalah suatu campuran yang terdiri dari dua bahan atau lebih dalam fase
yang sama. Larutan heterogen adalah suatu campuran yang terdiri dari dua bahan
ataupun lebih dalam fase yang berbeda.dalam pembuatan larutan, harus dilakukan
seteliti mungkin dan menggunakan perhiutngan yang tepat sehingga hasil yang
didapatkan sesuai dengan yang diharapkan.
Oleh karena itu percobaan tentang pembuatan larutan ini dilakukan yang
bertujuan untuk mengetahui konsentrasi dari larutan NaOH dengan menggunakan
larutan HCl, bagaimana cara dalam pengenceran suatu larutan yang pekat,
mengetahui konsentrasi sebenarnya dari larutan yang dihasilkan melalui
standarisasi. Sehingga, dalam praktikum ini diharapkan kita dapat mengetahui
bagaimana cara membuat larutan dengan konsentrasi sesuai yang diperlukan dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, melalui percobaan ini
dapat juga diketahui apakah dala proses percampuran tersebut terjadi reaksi
endoterm ataupun eksoterm. Sehingga dengan ketetapan dasar itu kita dapat
mengaplikasikannya di laboratorium kimia maupun di kehidupan sehari-hari.
1.2 Tujuan Percobaan
- Menentukan konsentrasi NaOH setelah dilakukan titrasi
- Mengetahui reaksi yang terjadi pada larutan NaOH
- Menentukan volume NaOH yang dibutuhkan untuk mentitrasi HCl 10 mL.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Larutan
Larutan didefinisikan sebagai campuran homogen antara dua atau lebih zat
yang terdipersi baik sebagai molekul, atom maupun ion yang komposisinya dapat
bervariasi. Larutan dapat berupa gas, cairan, atau padatan. Larutan encer adalah
larutan yang mengandung sebagian kecil solute, relative terhadap jumlah pelrut.
Sedangkan larutan pekat adalah larutan yang mengandung sebagian besar solute.
Solute adalah zat terlarut. Sedangkan solvent (pelarut) adalah medium dalam
dimana solute terlarut (Gunawan, 2004).
Pada umumnya zat yang digunakan sebagai pelarut adalah air (H2O), selain
air yang berfungsi sebagai adalah alkohol, amoniak, kloroform, benzena, minyak,
asam asetat, akan tetapi kalau menggunakan air biasanya tidak disebutkan. Larutan
gas dibuat dengan mencampurkan suatu gas dengan gas lainnya. Karena semua gas
bercampur dalam semua perbandingan, maka setiap campuran gas adalah homogen.
Larutan cair dibuat dengan melarutkan gas, cairan, atau padatan dalam suatu cairan.
Jika sebagian cairan adalah air, maka larutan disebut larutan berair. Larutan padatan
adalah padatan-padatan dalam dimana satu komponen terdistribusi tak beraturan
pada atom atau molekul dari komponen lainnya (Syukri, 1999).
Suatu larutan dengan jumlah maksimum zat terlarut pada temperatur
tertentu disebut larutan jenuh. Sebelum mencapai titik jenuh larutan tidak jenuh.
Kadang-kadang dijumpai suatu keadaan dengan zat terlarut dalam larutan lebih
banyak daripada zat terlarut yang seharusnya dapat melarut pada temperatur
tersebut. Larutan yang demikian disebut larutan lewat jenuh (Syukri, 1999).
Banyaknya zat terlarut yang dapat menghasilkan larutan jenuh, dalam
jumlah tertentu pelarut pada temperatur konstan disebut kelarutan. Kelarutan suatu
zat bergantung pada sifat zat itu, molekul pelarut, temperatur dan tekanan.
Meskipun larutan dapat mengandung banyak komponen, yaitu larutan biner.
Komponen dari larutan biner yaitu pelarut dan zat terlarut
Contoh larutan biner
Zat terlarut Pelarut Contoh
Gas Gas Udara, semua campuran
gas
Gas Cair Karbon dioksida dalam
air
Gas Padat Hydrogen dalam platina
Cair Cair Alcohol dalam air
Cair Padat Raksa dalam tembaga
Padat Padat Perak dalam platina
Padat Cair Garam dalam air
Faktor-faktor yang memperngaruhi kelarutan yaitu temperatur, sifat pelarut,
efek ion sejenis, efek ion berlainan, plt, hidrolisis, pengaruh kompleks dan lain-lain
(Khokar, 1990).
Pembuatan larutan banyak aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Salah
satunya ketika kita ingin membuat teh manis. Kita menambahkan gula ke dalam air
dan kemudian tambahkan teh serta mengaduknya. Ternyata air teh tersebut masih
terasa manis, kemudian kita menambahkan lagi air ke dalamnya. Sehingga air teh
yang tadinya kental atau pekat dan manis sekali menjadi lebih encer dan rasa
manisnya sedang. Itu semua adalah kegiatan dalam pembuatan larutan.
Mencampurkan air , teh dan gula merupakan contoh pembuatan larutan dan
campuran itu disebut larutan sedangkan penambahan air ke dalam teh yang manis
dinamakan pengenceran. Dan kekentalan atau kepekatanya disebut konsentrasi atau
molaritas. Jadi, larutan adalah suatu sistem homogen yang terdiri dari molekul atom
ataupun ion dari dua zat atau lebih. Larutan akan terjadi jika atom, molekul atom
dari suatu zat semuanya terdispersi. Larutan terdiri atas zat yang dilarutkan (zat
terlarut) yang disebut solute dan pelarut yang dinamakan solvent. Solvent atau
pelarut merupakan senyawa dalam jumlah yang lebih besar sedangkan, senyawa
dalam jumlah yang lebih sedikit disebut solute atau zat terlarut (Gunawan, 2004).
Sifat dari suatu larutan ditentukan oleh jenis dan jumlah partikel zat terlarut
dalam larutan. Sebagai contoh, rasa asin dari larutan garam bertambah seiring
bertambahnya jumlah partikel garam yang larut. Demikian pula rasa manis dari
larutan gula akan bertambah seiring bertambahnya jumlah partikel gula yang larut.
Namun demikian, ada beberapa sifat larutan yang hanya bergantung pada jumlah
partikel zat terlarut. Ke dalam dua wadah yang masing-masing berisi 1 L air
ditambahkan gula ke wadah yang satu dan garam ke wadah yang lainnya jumlah
partikel yang sama. Hasil pengukuran dari masing-masing larutan menunjukkan
bahwa kedua larutan tersebut ternyata memiliki nilai penurunan tekanan uap,
kenaikkan titik didih, dan penurunan titik beku yang sama relatif terhadap pelarut
air. Pengukuran dengan osmometer menunjukkan bahwa kedua larutan tersebut
yaitu larutan garam dan gula terseut yaitu larutan garam dan gula tersebut juga
mempunyai tekanan osmosis yang sama. Sifat larutan yaitu penurunan tekanan uap
(△P), kenaikan titik didih (△Pb), penurunan titik bekiu (△Tf), dan tekanan osmotik
(π) yang hanya bergantung pada jumlah partikel zat terlarutnya dikelompokkan
bersama dan disebut sebagai sifat koligatif larutan. Sifat koligatif larutan adalah
sifat larutan yang bergantung pada jumlah partikel zat terlarut dan bukan pada jenis
zat terlarutnya. Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yanng bergantung pada
jumlah partikel zat terlarutnya. Sifat koligatif larutan dibedakan untuk larutan
elektrolit dan non elektrolit. Hal ini dikarenakan kemampuan elektrolit unutk n
bergantung terlarutnya menjadi lebih besar (Achmad, 2001).
Bila dua atau lebih zat yang tidak bereaksi dicampur,campuran yang terjadi
jadi 3 kemungkinan, yaitu campuran kasar,dispersi koloid, dan larutan sejati. Dua
jenis campuaran pertama bersifat heterogen dan dapat dipisahkan secara mekanis.
Atas dasar ini laruran campuran didefinisikan sebagai campuran homogen antara
du zat atau lebih. Keadaan fisika larutan dapat berupa gas, cair, dan padat dengan
perbandingan yan berubah-ubah pada jarak yang luas. Ada dua komponen yang
penting dalam suatu larutan yiatu pelarut dan zat pelarut yang dilarutkan dalam
pelarut tersebut. Zat yang dilarutkan itu disebut zat terlarut (solute). Larutan yang
mengunakan aiarsebagai pelarut dinamakan larutan dalam cair. Larutan yang
mengandung zat terlarut dalam jumlah yang banyak dinamakan larutan pekat. Jika
jumlah zat terlarut sedikit larutan dinamakan cairan dengan cairan, padatan atau gas
sebagai zat yang terlarut. Larutan dapat berupa padat dan gas, karena molekul-
molekul gas yang berpisah jauh, molekul-molekul dalam capuran berbaur secara
acak, semua gas adalah larutan (karyadi, 1994).
Kenormalan (N) dalah jumlah ekivalen zat terlarut dalam tiap liter satuan
larutan. Ekivalen zat dalam larutam bergantung pada jenis reaksi yang dialami zat
itu, karena satuan ini dipakai untuk penyetaraan zat dalam reaksi. Ekivalen suatu
zat ada hubunganya dengan molarnya, dan hubngan itu bergantung pada jenis
reaksi, apakah asam-basa, atau redoks. Dalam reaksi ini asam basa, ekuivalen asam
dan basa bergantug pada jumlah H+ dan OH- yang dilepaskan (Syukri. 1999)
Larutan (solution) sering dijumpai. Larutan merupakan campuran homogen
antara dua atau lebih zat berbeda jenis. Ada dua komponen utama pembentuk
larutan, yaitu zat terlarut (solute) dan zat pelarut (solvent) (Mulyono, 2006).
Fasa larutan dapat berupa fasa gas, cair, atau fasa padat bergantung pada
sifat kedua komponen pembentuk larutan. Apabila fasa larutan dan fasa zat-zat
pembentuknya sama, zat yang berada dalam jumlah terbanyak umumnya disebut
pelarut sedangkan zat lainnya sebagai zat terlarutnya (Mulyono,2006).
Jenis Larutan Zat Penyusun
1. Larutan gas Campuran antara gas atau antara uap
(dalam semua perbandingan)
2. Larutan cair Contoh :”udara” dengan N2 sebagai
pelarut. Zat padat, zat cair, atau gas
melarut ke dalam pelarut cair.
3. Larutan Padat
a. Zat terlarut dalam zat padat
b. Zat cair terlarut dalam zat padat
Gas H2 dalam logam paladium, gas N2
dalam titanium.
Raksa dalam logam emas (smalgam)
Seng dalam tembaga (disebut
c. Zat padat terlarut dalam zat padat
(disebut aliasi)
kuningan); karbon dalam besi (disebut
baja); timah dalam tembaga (disebut
perunggu) dan sebagainya
Table 2.1 Jenis-jenis Larutan
Selain itu, masih ada beberapa macam penggolongan lain terhadap larutan.
Berdasarkan banyak jenis zat yang menyusun larutan, dikenal larutan biner
(tersusun dari 2 jenis zat); larutan terner (tersusun dari 3 jenis zat penyusun);larutan
kuarterner (4 jenis zat penyusun); dst (Mulyono,2006).
Menurut sifat hantaran listriknya, dikenal larutan elektrolit (larutan yang
dapat menghantarkan arus listrik), dan larutan nonelektrolit (larutan yang tidak
dapat menghantarkan arus listrik). Sedangkan ditinjau dari kemampuan zat melarut
ke dalam sejumlah pelarut tertentu dikenal :
1. Larutan tak-jenuh (unsaturated-solution); larutan yang masih dapat melarutkan
sejumlah zat terlarutnya/
2. Larutan jenuh (saturated-solution); larutan yang mengandung zat terlarut dalam
jumlah maksimal pada suhu tertentu.
3. Larutan lewat-jenuh (supersaturated-solution); adalah larutan yang
mengandung zat terlarut melebihi jumlah maksimalnya.
Larutan terkahir ini dpat terjadi pada zat padat yang kelarutannya sangat
tinggi terutama pada garam berair kristal tinggi seperti Na2CO3.10H2O,
Na2S2O3.5H2O atau karena penurunan suhu yang cepat. Larutan lewat jenuh yang
tejadi akibat penurunan suhu bersifat kurang/tidak stabil (misalnya oleh guncangan)
dan mudah berubah dengan membentuk larutan jenuhnya kembali sedangkan
kelebihan zat terlarutnya muncul sebagai kristal zat semula (Mulyono,2006).
Apabila dibandingkan dengan suspensi, dpat dilihat dari ukuran partikel,
maka larutan adalah kebalikan dari suspensi. dalam suatu larutan, semua partikel-
baikdari zat terlarut maupun pelarut memiliki ukuran sebesar molekul atauion-ion.
Partikel ini tersebar secara merata (Keenan,1992).
Oleh karena sedemikian menyatunya penyebaran antara fase terlarut dan
pelarut dalam larutan, maka sifat fisik dari larutan sering sedikit berbeda dengan
pelarut murninya sendiri (Keenan,1992).
2.2 Macam-macam Larutan
Larutan yang paling umum ditemukan terdiri dari suatu zat terlarut yang
dilarutkan dalam cairan sehingga perhatian kita akan dipusatkan pada larutan
macam ini. larutan cairan dapat dibuat dengan cara melarutkan zat padat dlam suatu
cairan (misalnya NaCl dalam air), cairan dalam cairan (misalnya etilena-glikol
dalam air-suatu larutan antibeku) atau gas dala cairan (misalnya minuman ringan
berkaronat yang mengandung CO2 terlarut) (Keenan,1992).
Selain itu ada juga kemungkinan untuk mendapatkan larutan dari gas
dengan gas, seperti atmosfer yang menyelimuti bumi dan larutan dari zat padat,
yang dibentuk apabila suatu zat dilarutkan dalam zat padat. Larutan zat padat dari
logam-logam ada dua maam. Larutan zat padat substitusional terbentuk apabila
atom-atom, molekul-molekul atau ion-ion suatu zat akan mengambil tempat
partikel-partikel suatu zat lain dalam kisi kristalnya (Keenan,1992).
Larutan zat padat interstisial dibentuk dengan menempatkan atom-atom satu
macam zat ke dalam ruangan yang terdapat antara atom-atom pada kisi kristal.
Tungsten karbida (Wolfram Carbide, WC). Suatu zat yang sangat keras yang
digunakan untuk memeotong alat-alat baja untuk membuat mesin-mesin adalah
contoh dari lari=utan zat pada interstisial (Keenan,1992).
2.3 Elektrolit dan Nonelektrolit
Semua zat terlarut yang larut dalam air temasuk ke dalam salah satu dari
dua golgongan berikut, elektrolit dan noneletrolit. Elektrolia adalah suatu zat, yang
eletrolit. Elektrolia adalah suatu zat, yang ketika didalrutkan dalam air akan
menghasilkan larutan yang dapat megnhantarkan arus listrik. Nonelektrolit tidak
menghantarkan arus listrikketika dilarutkan dalam air (Chang,2004).
Dengan membandingkan cahayagkan cahaya bola lampu pija dari zat-zat
terlarut dengan jumlah molar yang sama dapat membantu kita untukmembedakan
antara elektrolit kuat dan elektrolit lemah. Ciri elektrolit kuat adalah apabila zat
terlarut dianggap telah 100 persen terdisosiasi menjadi ion-ionnya dalam larutan.
Disosiasi adalah penguraian senyawa menjadi kation dan anion (Chang,2004)
Air merupakan pelarut ysng sangat efektif untuk senyawa-senyawa ionic.
Walaupun ait=r merupakan molwkul yang bermuatan netral, namun memiliki ujung
ositif (Atom H) dan ujung negative (atom O) atau “kutub” psotitif dan negatfgatf;
karena itulah air sering dianggap sebagai pelarut polar. Ketika senyawa ionic seperti
NaCl larut dalam air, jaringan tiga dimensi dari ion-ion padatan akan rusak, dan
ino-ion Na= dan Cl- tepisahkan satu sama lain. Dalam larutam, setiap ion Na+
dikelilingi oleh sejulmah molekul air yang mengarahkan ujung negatifnya
(Chang,2004).
2.4 Dasar Titrimetri
Titrimetri atau volumetric adalah analisis jumlah berdasarkan pangukuran
volume larutan pereaksi berkepekatan tertentu (Peniter/titran/larutan baku) yang
direaksikan dengan larutan contoh yang sedang ditetapkan kadarnya. Pelaksanaan
pengukuran volume ini disebut titrasi/peniteran; yaitu larutan peniter diteteskan
sedikit demi sedikit ke dalam lrutan contoh, sampai tejadi titik-setara (stoikiometri)
yaitu saat diwaktu jumlah at yang dititer setara dengan jumlah peniter (Chon,1982).
Dibandingkan dengan cara gravimetri, cara titrimetri ini mempunyai
beberapa keuntungan antara lain:
1. Pelaksanaannys lebih sederhana,cepat, dan kemungkinan kesalahan kecil
2. Penggunaan contoh dan pereaksi lebih hemat (Chon,1982).
Pada ttrasi, lartan yang diketahui konsentrasinya disebut larutan standar
atau larutan baku. Reaksi umum dalam titrasi adalah :
aA + Bb hasil reaksi
Dengan A adalah zat penitrasi/titran dan B adalah zat yang dititrasi, dan a serta b
adalah jumlah mol dari masing-masing zat (Gumilar,1993).
Penetapan secara titrimetric meliputi :
1. Asidimetri dan Alkalimetri
2. Permanganometri
3. Iodometri dan iodimetri
4. Argentometri
5. Kompleksometri
Dari setiap penetapan, memiliki cara dan metode yang berbeda-beda dalam
analisanya (Gumilar,1993).
2.5 Titrasi/Peniteran Asam-Basa (Asidi dan Alkalimetri)
Pada penetapan secara asidimetri dan alkalimetri dipakai larutan asam dan
larutan basa. Bila ditentukan berapa mL larutan asam yang titarnya dikethui,
diperlukan untuk menetralkan suatu larutan basa yang titarnya atau kadarnya dicari,
maka pekerjaan tersebut dinamakan titrasi secara asidimetri (Gumilar,1993).
Sebaliknya, penitaran dengan memakai basa yang titarnya diketahui untuk
menetapkan titar suatu asam, maka disebut alkalimetri. Raksi dasar diatas
(Arrhenius) disebut asam bila zat itu dilarutkan dalam air menghasilkan ion H+ dan
basa bila menghasilkan ion OH- (Gumilar,1993).
Reaksi dasar dalam titrasi asam-basa aadalah netralisasi/penetralan, yaitu
reaksi asam dan basa, yang dapat dinyatakan dalam persamaan reaksi seperti
berikut :
H+ + OH- H2O
Bila kita mengukur berapa mL larutan asam bertitar tertentu yang diperlukan untuk
menetralkan larutan basa yng kadar atau titernya beum diketahui, maka pekerjaan
itu disebut :Asidimetri. Peniteran sebaliknya, asam dengan basa yang titernya
diketahui disebut : Alkalimetri (Chon,1872).
2.6 Pemilihan Indikator
Pemilihan indikator merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam
titrasi secara asidimetri dan alkalimetri. Penggunaan suat aindikator yang tepat dan
benar dapat menentukan hasilnya. Indikator akan berubah warnanya secara
beraturan sehingga diperoleh jarak/daerah eprubahn warna antara pH rendah
sampai pH tinggi (Gumilar,1993).
Beberapa titrasi asam-basa serta indikator yang digunakan adalah sebagai
berikut:
Zat yang dititrasi Peniter Ph titik setara Indikator yang
digunakan
Asam kuat Bas akuat 7 SM,MM,PP
Basa kuat Asam kuat 7 SM,MM,PP
Asam lemah
(Ka=10-6) Basa kuat >7 (8-9) PP
Basa lemah
(Kb=10-6) Asam kuat <7 (5-6) MM,SM
Garam asam,
lemah sekali Asam kuat 4-5 SM
Garam basa,
lemah sekali Asam kuat 9-10 PP
Tabel 2.2 titrasi Asam-basa dan indikator yang digunakan
Sedangkan untuk pH di titik setara, memiliki indikator yang benbeda pula.
Beberapa indikator yang biasa digunakan untuk titrasi asam-basa adalah sebagai
berikut :
Penunjuk Warna larutan
Jarak perubahan pH Asam Basa
Sindur Metil (SM) Merah Sindur 3,1 – 4,4
Merah metil (MM) Merah Kuning 4,2 – 6,2
Lakmus (L) Merah Biru 5,0 – 8,0
Merah Netral (MN) Merah Kuning 6,8 – 8,0
Phenolphjhalein(PP) Tak berwarna Merah 8,2 – 10,0
Thymolphthalein
(TP) Tak berwarna Biru 9,3 – 10,5
Tabel 2.3 Beberapa indikator untuk titrasi asam-basa
(Chon,1982)
2.7 Larutan Baku (Standard Solution)
Bahan baku adalah bahan kimia yang dapat dipergunakan untuk membuat
larutan baku primer (primary standard solution) dan untuk menetapkan kenormalan
larutan baku sekunder (secondaru standard solution) (Chon,1982).
Larutan baku terbagi menjadi 2, yaitu :
a. Larutan baku primer, larutan yang kepekantannya atau konsentrasinya
diketahui dengan tepat melalui penimbangan
b. Larutan baku sekunder, adlah larutan yang kepekatannya ayau konsentrasinya
dapat diketahui melalu larutan baku primer.
Syarat-syarat bahan baku :
a. Harus murni atau mudah dimurnikan
b. Harus dapat dikeringkan dan tidak higroskopis
c. Harus mantap dalam keadaan murni maupun dalam larutan
d. Harus dapat bereaksi secara stoikiometri dengan larutan yang akan
distandarisasi atau ditetapkan kadarnya
e. Bobot setara hendaknya besar, agar pengaruh kekurangan ketelitian
sewaktu penimbangan menjadi sekecil-kecilnya (Chon,1982).
2.8 Cara Pelaksanaan Titrasi
Mula-mula buret diisi dengan titran hingga tanda garis nol (jangan ada
gelembung udara). Dengan menggunakan piper, larutan contoh dimasukkan ke
dalam labu Erlenmeyer bersih dan tambahkan ke dalamnya bebrapa tetes penunjuk
yang cocok. Kemudian ke dalam larutan yang berada dalam erlenmeyer teteskan
sedikit larutan primer dari buret, hingga warna larutan berubah. Bila telah
mendekati titik akhir titrasi, penamabahan peniter diatur lebih pelan dan pada
akhirnya tetee demi tetes. Selama peniteran, kran buret dipegang dengan tangan kiri
sedangkan labu erlenmeyer berisi larutan contoh dipegang denan tangan kanan
sambil digoyaqng-goyangkan, agar larutn bercampur dan bereaksi dengan baik
secara sempurna (Chon,1982).
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
- Neraca Analitik
- Labu takar 50 mL
- Pipet tetes
- Pipet ukur
- Gelas kimia
- Corong kaca
- Spatula
- Batang pengaduk
- Botol reagen
- Labu Erlenmeyer
- Buret
- Botol semprot
- Gelas ukur
- Tiang statif
- Klem
- Power Supply
3.1.2 Bahan
- Aquades
- indikator PP
- Tisu
- Aluminium foil
- Padatan NaOH
- Larutan HCl 6N
3.2 Prosedur Kerja
3.2 1 Pembuatan Larutan HCl
- Dimasukkan akuades sebanyak 50 mL ke dalam labu takar
- Diambil larutan HCl sebanyak 8,3 mL
- Ditambahkan aquades sampai batas tera
- Ditutup dan dihomogenkan
- Dihitung molaritasnya
3.2.2 Pembuatan Larutan NaOH
- Diambil 2,15 gr NaOH
- Dipindahkan ke dalam gelas kimia
- Ditambahkan 25 mL
- Dihomogenkan dengan cara diaduk
- Dipindahkan ke labu takar 50 mL
- Ditambahkan aquades lagi hingga tanda terra
- Dihomogenkan
3.3.3 Standarisasi NaOH
- Diambil 10 mL larutan HCl
- Dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer
- Ditambahkan indicator PP sebanyak 2 tetes
- Dititrasi menggunakan NaOH
- Diamati warnanya sampai berubah
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
Perlakukan Pengamatan
- Konsentrasi HCl 1 M
1. Pembuatan Larutan HCl
- Dimasukkan aquades sebanyak
50 mL ke dalam labu takar
- Diambil larutan HCl sebanyak
8,3 mL
- Ditambahkan aquades sampai
batas tera
- Ditutup dan dihomogenkan
- Aquades berwarna bening
2. Pembuatan Larutan NaOH
- Diambil NaOH dan ditimbang
sebesar 2,15 gr
- Dipindahkan ke dalam gelas
kimia dan ditambahkan 25 mL
akuades
- Dihomogenkan dengan cara
mengaduk
- Ditambahkan aquades hingga
batas tera, lalu dihomogenkan.
3. Standarisasi NaOH
- Diambil 10 mL larutan HCl
- Dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer dan ditambahkan
indikator PP sebanyak 2 tetes
- Dititrasi HCL menggunakan
NaOH sampai warnanya berubah
menjadi merah lembayung
4.2 Reaksi
4.2.1 Larutan HCl
HCl + H2O H+ + Cl- + H2O
4.2.2 Larutan NaOH
- Larutan HCl berwarna bening
- NaOH berupa padatan putih
- Larutan NaOH bereaksi dengan
akuades dan bersifat eksoterm
- Larutan berwarna bening
- Larutan tetap berwarna bening
- Larutan berubah menjadi berwarna
merah lembayung setelah diberikan
NaOH sebanyak 9,5 mL
OH OH
OH OH
NaOH + H2O Na+ + OH- + H2O
4.2.3 Standarisasi NaOH
NaOH + HCl NaCl + H2O
HCl +
NaOH +
4.3 Perhitungan
4.3.1 Pembuatan Larutan HCl
- HCl 6 N
N = M x V
6N = M x 1
M= 6 M
- Pembuatan larutan HCl
V1M1 = V2M2
8,3 x 6 = 50 x M2
M2 = 1,0 M
4.3.2 Pembuatan Larutan NaOH
- Pembuatan larutan HCl
M = 𝑔𝑟
𝑀𝑟 𝑥
1000
𝑉
= 2,15
40𝑥
1000
50
= 20 𝑋 2,15
40
= 1,075 M
C
C
O
O
C
C
O
O
C
C
ONa
ONa
+ 2H2O
Tidak bereaksi
O
- Standarisasi NaOH
V1M1 = V2M2
10 x 0,1 = 9,5 x M2
M2 = 1,05 M
4.4 Pembahasan
Larutan merupakan campuran homogen dari dua atau lebih zat yang
terdispersi sebagai molekul ataupun ion yang komposisinya dapat bervariasi.
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, untuk larut
dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan digunakan dlaam jumlah maksimum zat
terlarut yang larut di dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Pelarut umumnya
merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang
terlarut dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut dapat berupa
gas, cairan lain, ataupun padat. Kelarutan bervariasi, dari selalu larut seperti etanol
dalam air, hingga sulut terlarut seperti perak klorida dalam air. Istilah “tak larut”
(insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya
hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut.
Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk
menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang
metastabil.
Campuran homogen adalah suatu campuran yang terdiri dari 2 bahan atau
lebih dalam fase yang sama.campuran homogen komposisinya begitu seragam
sehingga tidak dapat lagi diamati bagian-bagian komponen penyusunnya meskipun
dengan mikroskop ultra. Campuran hetrogen adalah campuran yang komponen-
komponennya dapat memisahkan diri secara fisik karen perbedaan sifatnya dan
penggabungan yang tidak merata antara dua xat tunggal atau lebih sehingga
berbandingan komponen yang satu dengan yang lainnya tidak sama. Dan juga
campuran ikatakan heterogen jika antara komponennya masih terdapat bidang batas
dan seringkali dapat dibedakantanpa menggunakan mikroskop, hanya dengan mata
telanjang, serta campuran memiliki 2 fase, sehingga sifat-sifatnya tidak seragam.
Ada beberpa cara dalam menghitung konsentrasi suatu azt, diantranya :
1. Persen berat (w/w) adalah jumlah gram zat terlarut dalam 100 gr larutan. Pesen
berat biasanya diguakan untuk menyatakn kadar komponen yang berupa zat
padat. Adapun rumus dalam penentuan persen berat adalah :
% berat = gr zat terlarut
gr larutanx 100%
2. Persen volume (v/v) adalah jumlah volume (mL) zat erlarut dalam 100 mL
larutan. Persen volume biasanya digunakan untuk menyatakan kadar komponen
berupa zat cair atau gas. Adapun rumus dalam penentuan persen volume adalah:
% 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑥 100%
3. Persen berat per volume (w/v) menyatakan banyaknya gr zat terlarut dalam 100
mL larutan. Cara ini digunakan untuk menyatakan kadar zat padat dalam suat
cairan atau gas. Adalun rumus penentuan persen bobot per volume adalah :
% berat per volume = 𝑔𝑟 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑥 100%
4. Molalitas adalah jumlah zat terlarut dalam 1000 gr (1kg) pelarut. Satuan molal
tidak bergantung pada suhu dan biasanya digunakan untuk menyatakan
banyaknya pertikel zat terlarut dalam sejumlah tertentu pelarut. Rumus dari
molalitas adalah :
m = 𝑔𝑟
𝑀𝑟 𝑥
1000
𝑃
5. Molaritas adalah banyaknya mol zat erlarut dlam satu liter larutan. Jika dalam
penggunaanya istilah molar gidunakan untuk zat-zat yan gberbentuk molekul
atau ion. Adapun rumus molaritas adalah :
M = 𝑔𝑟
𝑀𝑟 𝑥
1000
𝑉
6. Fraksi mol adalah jumlah mol zat erlarut terhadap jumlah mol seluruh zat
dalam larutan. Fraksi mol merupakan perbandingan mol salah satu komponen
dengan jumlah mol seluruh komponen. Bila suatu larutan mengandung zat P
dan Q dengan jumlah mol masing-masing nP dan nQ, maka rumus untuk
menentukan fraksi mol pada tiap komponen adalah :
XP = 𝑛𝑄
𝑛𝑃+𝑛𝑄
7. PPm (part per million) adalah satuan yang digunakan pada larutan yang sangat
encer dengan satuan PPm. Satuan PPm ekivalen dengan 1 mg zat terlarut dalam
1 liter larutan, dengan rumus :
PPm = 𝑚𝑔 𝑧𝑎𝑡 𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 (𝐿) 𝑥100%
8. Normalitas adalah jumlah gr ekivalen (grek) zat terlarut dalam satu liter larutan.
Satuan konsentrasi Normalitas sering digunakan untuk analisa volumetri,
terutama untuk reaksi asam-basa dan reduksi-oksidasi. Rumus Normalitas
adalah sebagai berikut :
N = M x a
Dari rumus tersebut keterangannya :
N : Normalitas
M : Molaritas
a : Valensi
larutan standard adalah larutan yang megnandung reagensia dengan
konsentrasi yang diketahui dlam suatu volume larutan larutan terbagi menjadi
standard primer yang dapat diketahui secara langsung konsentrsinya saat pembutan
bahan, dan jua ada standard sekunder yang harus distandarisasi terlebih dahul dngan
menggunakan standard primer.
Pada praktikum ini dilakukan pembuatn larutan HCl dan NaOH serta
standarisasi larutan NaOH. Pada praktikum petam adilakukan pembuatan laruan
HCl. Larutan HCl yang akan diencerkan memiliki konsentrasi 6N. Pertama,
dimasukkan akuades ke dalam labu ukur secukupnya. Hal ini dilakukan agar saat
HCl dimasukkan ke dalam labu ukur, langsung bercampur dengan akuades
sehingga kondisi di dalam labu ukur tidak terlaklu mengalami perubahan yang
ekstrim, karena HCl telah bercampur dengan aquades dan menjadi lebih encer.
Setelah itu, aquades dimasukkan kembali ked lam labu ukur sampai batas tera.
Batas tera merupakan skala di mana volume larutan telah sesuai dengan yang
tertulis di labu ukur. Lalu labu ukur ditutup dan dihomogenkan larutan yang ada di
dalam labu ukur. Pada pembuatan larutan HCl ini, diambil larutan HCl 6N sebanyak
8,3 mL ke dalam labu ukur dengan volume 50 mL. Jika 6N HCl dikonverikan
menjadi konsentrasi dalam molaritas, maka diperoleh hasil 6N sama dengan 6M,
hal ini diperoleh dari rumus Normalitas :
N = M x a
Dimana a merupakan valensi yang diperoleh dari jumlah H+ dalam HCl. Jumlah H+
dalam HCl adalah 1, dilihat dari :
HCl H+ + Cl-
Setelah itu untuk mengetahui konsentrasi larutan HCl yang baru dibuat,
maka dapat dipakai rumus pengenceran, yaitu :
V1M1 = V2M2
Sehingga jika data yang ada dimasukkan diperoleh hasil bahwa konsetrasi HCl yang
dibuat 1M.
Pad praktikum ke dua dilakukan pembuatan larutan NaOH dari padatan
NaOH. NaOH ditimbang sebesar 2,15 gram. Setelah itu NaOH dipindahkan ke
gelas beker dan diberi aquades, lalu diaduk hingga larut. Pada saat pengadukan,
suhu larutan menjadi pansa. Hal ini dikarenakan reaksi antara NaOH dan aquades
menghasilkan reaksi eksoterm, yaitu reaksi yang melepas panas ke lingkungan.
Lalu, sebelum larutan NaOH dimasukkan ke dalam labu ukur, labu ukur terlebih
dahulu diisi dengan sedikit aquades. Hal ini dilakukan agar saat NaOH
dimasukkan, langsung bercampur dengan aquades sehingga suhu NaOH menjadi
turun dan tidak lagi panas. Dengan demikian, hal ini dilakukan untuk
menghindarikerusakan alat akibat pengaruh suhu dari NaOH. Lalu dimasukkan
aquades ke dalam labu ukur hingga tanda tera dan dihomogenkan. Dari hasil yang
telah diperhitungkan, diperoleh konsentrasi dari larutan NaOH yang telah dibua.
Konsentrasi NaOH dihitung dengan rumus :
M = 𝑔𝑟
𝑀𝑟 𝑥
1000
𝑉
Sehingga setelah setiap data dimasukkan ke dalam rumus diproleh konsentrasi
NaOH sebesar 1,975 M.
Pada praktikum ke tiga dilakukan standarisasi dari NaOH yang telah dibuat.
Standarisasi dilakukan untuk mengetahui konsentrasi suatu larutan dengan pasti.
Dalam hai ini, NaOH yang telah dibuat, dihitung telah memiliki konsentrasi 1,075
M. namun, pada dasarnya, NaOH merupakan larutan yang tidak stabil. Ada
nenerapa faktor yang menyebabkan NaOH tidak stabil, slah satunya adlah sifat
higroskopis dari NaOH yang membuat bahan ini selalu mengikat air dan CO2 dari
udara. Selain itu dalam larutan encernya, NaOH mengandung pengotor Natrium
Karbonat. Bebrapa faktor di atas dapat mempengaruhi konsentrasi dari NaOH yang
telah dibuat. Untuk itulah dilakukn standariasasi. Standarisasi dilakukan dengan
cara dititrasi. Dimana NaOH dimasukkna ked lam buret dan HCl 1 M sebanyak 10
mL dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang kemudian dibubuhi indikator PP. Lalu
dilakukanlah proses titrasi hingga terjadi perubahan warna menjadi merah
lembayung. Ternyata, dibutuhkan 9,5 mL NaOH untuk menunjukkan perubahn
warna menjadi mrah lembayung. Dlam titrasi dikenal istilah Titik Ekivalen (TE)
dan Titik Akhir Titrasi (TAT) . TE adalah titik dimana terjadi kesetaraan mol antara
zat peniter dengan titran. Sedangakn TAT adalah titik dimana larutan kelebihan 1
tetes peniter, sehingga larutan mengalami perubahan warna. Jadi, yang dapat
diamati oleh mata saat titrasi, untuk mengidentifikasi titk setara adalah TAT, sebab
akan sulit untuk mengamati TE karena dalam TE tidak terjadi perubahan warna.
Pada saat titrasi NaOH dan HCl yang telah dilakukan, indicator PP mengalami
perubahan warna menjadi merah lembayung. Sebab, trayek pH untuk indikator PP
adalah 8,2 – 10. Berarti TAT dari tirasi ini terjadi pada pH 8,2 – 10. Konsentrasi
NaOH hasil standarisasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
V1 M1 = V2M2
Setelah data yang diperoleh dimasukkan ke dalam rumus diperoleh
konsentrasi NaOH adalah sebesar 1,05 M. Hasil ini berbeda dengan perhitungan
konsentrasi NaOH dari penimbangan. Sebab ada beberapa faktor yang
menyebabkan konsentrasi dari hasil perhitungan awal berbeda dari hasil titrasi :
1. Pada saat membuat larutan NaOH tidak digunakan aquades yang bebas CO2.
Hal ini menyebabkan CO2 dalam aquades diikat oleh NaOH membentuk
senyawa karbonat yang dapat mengganggu peniteran dengan indicator PP.
2. Sifat NaOH yang higroskopis, sehingga mengikat CO2 dan air di udara selama
proses penimbangan. Sehingga bobot yang diperoleh bukan bobot asli NaOH
melainkan bobot NaOH yang ditambahkan dengan bobot air dan CO2 yang
diikatnya.
Hal ini menyebabkan perbedaan konsentrasi antar NaOH yang dihitung
langsung konsentrasinya dengan hasil titrasi.
Pada praktikum ini ada beberapa perlakuan. Setiap perlakuan memiliki
fungsinya masing-masing. Beberapa perlakuan tersebut antara lain :
1. Menghomogenkan larutan dalam labu ukur. Hal ini bertujuan untuk membuat
larutan homogen, atau bercampur dengan baik sehingga komposisi larutan di
tiap bagian sama.
2. Pengadukan pada pembuatan NaOH brtujuan untuk mempercepat kelarutn
NaOH dalam aquades.
3. Pembilasan alat yang digunakan untuk membaut HCl dan NaOH bertujuan
untuk melsrutkansisa-sisa zat yang masih menempel di alat untuk kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur yang berisi larutan tersebut.
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain :
1. Labu ukur, yang berfungsi untuk membuat larutan dengan konsentrais tertntu
2. Corong kaca, berfungsi untuk memindahkan larutan dari suatu wadah ke
wadah yang lain.
3. Gelas ukur, untuk mengukur volume larutan
4. Pipet tetes, untuk mengambil cairan dala skala kecil
5. Botol semprot, untuk mengeluarkan aquades sedikit demi sedikit
6. Spatula, berguna untuk mengambil bahan berupa padatan
7. Neraca analitik, untuk menimbang bahan
8. Batang pengaduk, berfungsi untuk mengaduk larutan
9. Gelas beker, berfungsi untuk menampung larutan
10. Buret, digunakan untuk menambah larutan pereaksi dimana volume
penambahan larutan diketahui
11. Erlenmeyer, digunakan untuk tempat HCl saat dititrasi
12. Statif dan klem, digunakan untuk menegakkan dn menjepit buret saat titrasi
13. Power supply berfungsi untuk menghubungkan neraca analitik dengan sumber
arus listrik
14. Botol reagen, berfungsi untk menyimpan reagen kimia.
Bahan-bahan yan gdigunakan pada praktikum ini :
1. HCl 6N, digunakan untuk membuat larutan HCl 1M
2. Aquades , digunakan untuk mengencerkan bahan , seta untuk mencuci alat
3. NaOH, digunakan sebagai bahan pembuatan larutan NaOH 1,075 M yang
bersifat basa.
4. Indikator PP, digunakan untuk mengetahui apakah reaksi sudah mencapai TAT
5. Kertas label, digunakan untuk menandai bahan
6. Aluminium foil, digunakan sebagai wadah saat menimbang NaOH
7. Tisu, digunakan untuk mengeringkan alat
Dalam praktikum ini ada beberapa faktor kesalahan, yaitu :
1. Ketidaktepatan saat mengukur volume aquades yang digunakan untuk
mengencerkan larutan
2. Ketidaktepatan saat menimbang NaOH, sehingga konsentrasi NaOH menjadi
tidak tepat.
3. Pada saat titrasi, zat peniter ditambahkan berlebihan, sehingga warna yang
terbentuk merah lembayung tua. Hal ini dapat mempengaruhi hasil
perhitungan konsentrasi.
Contoh aplikasi dari pembuatan larutan adalah :
1. Saat membuat the, diberi gula dan diaduk agar manisnya merata
2. Pada saat memuat the manis dan gula yang ditambahnkan berlebihan, maka
ditambahkan air untuk megnurangi rasa manisnya. Hai ini sama seperti saat
melakukan pengenceran.
3. Pada sat membilas pakaian, pelembut yang ditambahkan diaduk rata di dalam
air. Hai ini dilakukan agar konsentrasi pelembut di setiap bagian air sama.
Dalam praktikum ini, terjadi rekasi eksoterm ketika NaOH dicampurkan
dengan aquades. Reaksi eksoterm terjadi karena NaOH yang diberi aquades
melepas panas dari sistem ke lingkungan.
Sifat fisik NaOH :
- Rumus molekul : NaOH
- Berat molekul : 40 gr/mol
- Titik lebur, 1 atm = 318oC
- Titik didih, 1 atm = 1390oC
- Densitas = 2,1 gr/ml ,bentuk padatan putih
Sifat kimia NaOH:
- Berdifat eksoterm
- Sangat larut dalam air
- Larut dalam etanol dan metanol
- Tidak larut didalam dietil eter dan pelarut nonpolar
Sifat fisik HCl (asam klorida);
- Masa atom =36,45
- Masa jenis = 3,21 gr/cm3
- Titik leleh = -101oC
- Energi ionisasi = 1250 Kj/mol
- Pada suhu kamar, HCl berbentuk gas yang tak berwarna
- Berbau tajam
Sifat kimia HCl (asam klorida) :
- Larut dalam alkali hidroksida, kloroform, dan eter
- Merupakan oksidator kuat
- Racum bagi pernafasan
- Gasnya berwarna kunignkehijauan dan berbau merangsang
- HCl akan berasap tebal di udara lembab
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
- Konsentrasi NaOH yang diperoleh dari hasil titrasi sebesar 1,05 M
- Konsentrasi HCl dari pengenceran HCl 6N adalah sebesar 1 M
- Perubahan warna yang terjadi pada larutan yang diberi indikator PP terhadap
NaOH adlah dari bening menjadi merah lembayung
5.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya, sebaiknya digunakan berbagi macam bahan
untuk membuat larutan, misaklnya AgNO3 atau H2SO4 agar dapat lebih memahami
dan mengerti cara membuat larutan dari berbagai bahan kimia.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad,Hiskia.2001.Kimia Larutan.Bandung:Citra Aditya Bakti.
Chang, Raymond.2004.Kimia Dasar.Jakarta:Erlangga.
Chon, Ahmad.1982.Titrimetri.Bogor:Departemen Perindustrian AKA Bogor.
Gumilar.1993.Kimia Analisis II. Bogor:Departemen Perindustrian AKA Bogor.
Gunawan, Adi dan Roeswati.2004.Tangkas Kimia.Surabaya:Kartika.
Karyadi,Grenny.1994.Kimia 2.Jakarta:Depdikbud.
Keenan.1992.Kimia Untuk Univesitas.Jakarta:Erlangga.
Khopkar,S.M.1990.Konsep Dasar Kimia Analitik.Jakarta:Universitas Indonesia.
Muliyono,HAM.2006.Membuat Reagen Kimia di Laboratorium.Jakrata:Bumi
Aksara.
Syukri,S.1999.Kimia Dasar 2.Bandung:ITB.
PERCOBAAN 3
KROMATOGRAFI
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA DASAR 1
PERCOBAAN 3
KROMATOGRAFI
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
NAMA NIM
Fauziah Astari 1407035007
Jeffrey Yosua Sitinjak 1407035056
Rike Dominta Aprianti Manik 1407035021
Safridah Hannum Nasution 1407035018
Samarinda, 6 Desember 2014
Mengetahui,
Dosen pengajar, Asisten Praktikum
Dr. Rudi Kartika, M.Si Bayu Iskandar
NIP.19670205 199404 1 002 NIM: 1307035013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu analisis kimia meragukan jika pengukuran sifat tidak berhubungan
dengan sifat spesifik senyawa. Analisis meliputi pengambilan data cuplikan,
pemisahan senyawa pengganggu, isolasi senyawa yang dimaksudkan, pemekatan
terlebih dahulu sebelum diidentifikasi dan dapat diukur kadarnya, perlu dipisahkan
dari matriksny. Oleh karena itu, pemisahan merupakan langkah penting dalam
analisis kuantitas.
Kromatografi pertama kali dikenalkan oleh Michael Tswett, seorang ahli
botani dari Rusia pada tahun 1906. Kromatografi berasal dari bahasa Yunani
“kromatos” yang berarti warna dan “graphos” yang berarti menulis. Jadi,
kromatogrfi adalah terknik pemisahan campuran suatu zat yang didasarkan pada
perbedaan kecepatan migrasi komponen-komponen yang dipisahkan antara dua
fase yaitu fase gerak dan fase diam. Fase gerak memperkolasi melalui celah-celah
fasa diam. Ada banyak teknik pemisahan/isolasi diantaranya penyaringan,
sublimasi, ekstraksi, kromatografi dan lain-lain. Dalam praktikum kali ini akan
dilakukan teknik pemisahan kromatografi karena teknik ini yang paling banyak
digunakan. Pengetahuan yang cukup mengenai metode-metode pemisahan ini
merupakan suatu keharusan bagi mereka yang berkecimpung di dunia sains.
Kromatografi dibedakan menjadi beberapa macam berdasarkan jenis fase yang
terlibat, antara lain: kromatograsi gas-cair; kromatografi gas-padat, kromatografi
cair-cair, dan kromatografi cair-padat. Selain itu, kromatografi digolongkan
berdasarkan teknik yang digunakan, terbagi menjadi dua yaitu kromatografi kolom
dan kromatografi planar. Penggolongan kromatografi berdasarkan teknik
pemisahan adalah kromatografi kolom adsorbs dan kromatografi kolom partisi.
Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengancara mengutak-atik langsung
beberapa sifat fisik dan kimia molekul.
Oleh karena itu, melalui percobaan ini dilakukan perhitungan jarak pelarut dan
komponen-komponen noda yang dipisahkan, sehingga dapatdiketahui factor-faktor
yang mempengaruhi jarak pelarut. Dari praktikum ini diharapkan dapat diketahui
harga Rf dari berbagai sampel, yang diletakkan dalam elven yang berbeda. Adapun
elven itu berupa akuades, kemudian aseton, dan juga alcohol 95%.
Oleh karena itu, melalui percobaan ini dilakukan perhitungan jarak pelarut dan
komponen-komponen noda yang dipisahkan, sehingga dapat diketahui factor-faktor
yang mempengaruhi jarak pelarut. Selain itu, dapat diketahui pula pelarut yang
cocok untuk mengekusikan tinta spidol, ekstrak mawar, ekstrak kunyit, ekstrak
pandan, dan tinta cumi-cumi. Dari praktikum ini diharapkan dapat diketahui harga
Rf dari berbagai sampel yang diletakkan dalam elven yang berbeda, yang mewakili
sifat-sifat polar, nonpolar, dan semipolar yang diwakili oleh akuades, etanol, dan
aseton.
1.2 Tujuan Percobaan
- Menentukan nilai Rf tinta spidol merah, biru, hitam, tinta cumi-cumi, serta
ekstrak mawar, kunyit, dan pandan pada pelarut aseton.
- Menentukan nilai Rf tinta spidol merah, biru, hitam, tinta cumi-cumi, serta
ekstrak mawar, kunyit, dan pandan pada pelarut etanol.
- Menentukan nilai Rf tinta spidol merah, biru, hitam, tinta cumi-cumi, serta
ekstrak mawar, kunyit, dan pandan pada pelarut akuades.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Kromatografi merupakan suatu metode pemisahan yang dewasa ini telah
banyak digunakan dibandingkan dengan metode lain seperti distilasi, kristalisasi,
pengendapan, ekstraksi, dan lain-lain mempunyai keuntungan dalam pelaksaaan
yang lebih sederhana. Metode ini dapat digunakan, jika dengan metode lain tidak
dapat dilakukan misalnya karena jumlah cuplikan sangat sedikit atau campurannya
kompleks. Istilah kromatografi mula-mula ditmukan oleh Michael Tswett (1980),
seorang ahli botani rusia. Meskipun dasar kromatografi adalah suatu proses
pemisahan, namun banyak diantaranya cara ini dapat digunakan untuk analisis
kuantitatif. Jenis-jenis kromatografi yang bermanfaat adalah kromatografi kertas,
kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi kolom, kromatografi gas, dan
kromatografi cair kinerja tinggi, kromatograafi kertas, kromatografi lapis tipis
umumnya lebih bermanfaat untuk tujuan identifikasi, karena lebih mudah dan
sederhana. Kromatografi kolom memberikan pemilihan fase diam yang lebih luas
dan berguna untuk pemisaahan suatu campuran secara kuantitatif. Kromatografi gas
dan kromatografi cairkinerja tinggi, keduanya membutuhkan peralatan yang lebih
rumit dan umumnya merupakan metode dengan rsolusi tingg yang dapat digunakan
untuk identifikasi serta penetapan secara kuantitatifbahan dengan jumlah yang
sangat kecil (Sitorus, 2012)
Kromatografi adalah cara memisahan campuran yang didasarkan atas
perbedaan distribusi dari komponen campuran tersebut dantara dua fase yaitu fasse
diam dan fase bergerak. Fase diam dapat berupa zt cair atau gas. Secara umum,
dapa dikatakan bahwa kromatografi adalah suatu proses mograsi deferensiasi
dinamis dalam sistem dalam diamana komponen-komponen cumplikan ditahan
secara selektif oleh fase diam. (Sitorus, 2012).
Berdasarkan fase bergerak, fase diam terdapat empat macam sistem kromatografi
yaitu : kromatografi gas-cair, kromatografi gas-padat, kromatograficair-padat,
kromatografi cair-cair. Dalam kromatografi hubungan suatu molekul komponen
sampel yang tertahan (teradaptasi) atau terdistribusi diantara fase diam dan fase
bergerak dapat dilukiskan dengan berbagai istilah, yaitu kesetimbangan distribusi,
faktor retardasi, fraksi waktu, kecepatan, waktu retensi, volume retensi, retensi
relatif. Kromatografi kolom adalah kromatografi yang menggunakan kolom
sebagai alat untuk memisahkan komponen-komponen dalam campuran
kromatografi kolom partisi. Teknik pemisahan kromatografi kolom pertisi sangat
mirip dengan kromatografi kolom adsorpsi. Perbedaan utamanya terletak pada sifat
dari peyerapan yang digunakan. Pada kromatografi kolom, partisi penyerapannya
berupa materi padat berpori seperti kiesal guhr, seliosaatau selica gel yang
permukannya dilapisi zat cair (biasanya air) (Sitorus, 2012).
Dalam hal ini, zat padat hanya berperan sebagai penyangga (penyokong) zat
cair sebagaifase diamnya. Fase diam zat cair umumnya diadsorpsika pada
penyangga padat sejauh mungkin inert terhadap senyawa-senyawa yang akan
dipisahkan (Sitorus,2012)
Kromatografi kertas diperkenalkan oleh Consden, Gordon dan Martin
(1994) yang menggunakan kertas saring sebagai penunjang fase diam. Kertas
merupakan selulosa murni yang mempunyai afinitas besar terhadap air atau pelarut
polar lainnya. Bila air diadsorpsikan pada kertas, maka akan membentuk lapisan
tipis yang dapat diangga analog dengan kolom. Lembaran kertas berperan sebagai
penyangga dan air bertindak sebagai fase diam yang terserap diantara struktur pori
kertas. Kromatografi kertas digunakan baik untuk analisa kualitatif maupun
kuantitatif, senyawa-senyawa dipisahkan kebanyakan bersifat maupun polar,
misalnya asam-asam amino, gula-gula atau pigmen-pigmen alam. Kertas asam
asetil dapat digunakan baik untuk zat-zat hidrofobik, sedangkan untuk reagen yang
korosif dapat digunakan kertas serat kaca. Kertas yang dipakai adalah kertas
whatman yang secara komersial tersediadalam berbagaimacam ukuran dan
lembaran. Biasanya dipakai kertas whatman no 1 dengan kecepatan sedang.
Tersedia juga kertas selulosa murni, kertas selulosa yang dimodifikasi, kertas asam
asetil dan kertas serat kaca (Sitorus, 2012).
Tiga pengembangan metode pada kromatografi pada kertas yaitu : metode penaikan
(ascending kertas digantungkan sedemikian rupa sehingga bagian bawah kertas
tercelup pada pelarut yang terletak didasar bejana. Metode penurunan (descending)
kertas digantungkan dalam bejana dengan ujung dimana aliran mulai bergerak
dicelupkan dalam palung kaca yang berisi pelarut. Metode mendatar (radial)
metodee ini sangat berbeda dari sebelumnya. Biasanya kertas dibentuk bulat yang
ditengahnya diberi sumbu datar benang atau gulungan kertas. Setelah letak noda
komponen diketahui dan diberi tanda batas, harga RF ( Reterdation Factor) dapat
dihitung :
Rf : jarak yang ditempuh komponen
Jarak yang di tempuh pelada paarut
(Marstan,1999)
Nilai Rf bersifat karateristik dan menunjukan identifikasi masing komponen.
Komponen yang paling mudah larut dalam pelarut dan harganya mendekati satu,
sedangkan, komponen yang kelarutannya rendah akan mempunayi Rf hampir nol.
Harga Rf dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, waktu pengembangan,
pelarut, kertas, sifat campuran, penjenuhan dan sifat bejana. Nilai Rf digunakan
untuk identifikasi kualitatif dan senyawa yang tidak diketahui dengan
membandingkan terhadap senyawa standar. Bila harga Rf sama, berarti kedua
senyawa tersebut identik, sedangkan untuk analisa kuantitatif, komponen-
komponen yang terpisah dapat dipotong-potong kemudian dilarutkan secara
terpisah dalam pelarut yang sesuai untuk ditetapkan kadarnya dengan metode lain
misalnya spekrofotometri. (Yazid, 2005)
Kromatografi lapis tipis (KLT) mempunyai beberapa kelebihan yaitu: waktu
pemisahan lebih cepat, sensitif, artinya meskipun daya resolusinya tinggi, sehingga
pemisahan lebih sempurna. Kromatografi gas adalah proses pemisahan campuran
menjadi komponen-komponennya dengan menggunakan gas sebagai fase bergerak
yang melewati suatu lapisan serapam (sorben) yang diam 9Yazid, 2005).
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran dalam berbagai wujud,
baik padat, cair maupun gas. Dasar kromatografi adalah perbedaan daya serap suatu
zat dengan zat lainnya. Cairan yang membawa cairan bergerak disebuk eluen atau
fasa bergerak. Sedangkan padatan yang menyerap komponen disebut adsorben
(Syukri, 1999).
Syarat eluen ahrus dapat melarutkan semua komponen dan dapat mengalir, maka
harus berupa cairan atau gas. Eluen dapat merupakan zat murni atau campuran.
Misalnya eter murni atau alkohol 50 %. Komponen dapat dipisahkan dari
komponen lain dengan mendorong adsorben keluar dan dipotong berdasarkan
komponennya (Syukri, 1999).
Berdasarkan komponennya, jenis komponen dan adsorbennya,
kromatografi dapat dibedakan menjadi empat cara yaitu kromatografi lempeng tipis
dan gromatografi kolom. Kromatografi kolom adalah kromatografi yang
adsorbennya dimasukkan kedalam tabung (pipa) kaca. Adsorben tersebut berupa
padatan dalam bentuk tepung. Contohnya alumina. Setelah pemisahan, masing-
masing komponennya terdapat didaerah tertentu dalam tabung. Kromatografi kertas
adalah kromatografi yang menngunakan kertas sebagai adsorbennya dan zat cair
sebagai eluennya. Teknik pemisahan campuran komponen diteteskan pada kertas
(yang dipakai adalah kertas kromatografi) dengan pipa kecil, misalkan pada dua
titik P dan Q tidak terbenam. Kertas yang digantungkan supaya stabil dan dibiarkan
agar eluen naik perlahan sambil membawa komponen yang terdapat pada P dan Q
tadi. Akhirnya, akan terlihat komponen terpisah satu sama lain, karena perbedaan
daya serapnya pada kertas (Syukri, 1999).
Kromatorafi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan
tertentu, pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fasa yaitu fasa
tetap (stationary) dan yang lain fasa bergerak (mobile), pemisahan pemisahan
tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa ini. Cara-cara kromatografi dapat
digolongkan sesuai dengan sifat-sifat fasa tetap, yang dapat berupa zat padat atau
zat cair, dikenal sebgai kromatografi partisi (partition chromatography), karena
fasa bergerak dapat berupa sistem kromatografi yanitu zat cair fasa tetap (Hardjono,
2005).
Kadang-kadang secara kebetulan ternyata bahwa tidak satupun fasa
bergerak cukup cocok untuk elusi bagi semua unsur. Contoh pada adsorbsi
misalnya, suatu pelarut non polar mungkin cukup ideal elusi beberapa dari zat
terlarut yang kurang polar sedangkan zat terlarut yang lebih polar kemudian yang
mungkin menunjukkan suatu retensi yang panjang dan tak beraturan. Teknik elusi
gradien dalam hal demikian mungkin berguna. Fraksi-fraksi sendiri-sendiri dari
eluen diteliti dengan cara apapun yang serasi-spektofometri, polarografi, esai
radioaktif, titrimetri dan sebaliknya untuk menentukan tempat unsur-unsur yang
diharapkan dari conton dan untuk menentukan berapa banyaknya (Day, 1980).
Kromatografi dapat digunakan untuk memisahkan memishkan zat-zat yang
tersusun pada satu campuran. Pada pemisahan menggunakan metode kromatografi,
sampel campuran dilewatkan pada permukaan zat inert (zat yang tidak reaktif//tidak
mudah bereaksi secara kimia), seperti alumina, silica, atau kertas khusus. Dalam
hal ini, zat inert merupakan fase diam karena tidak ikut bergerak bersama sampel
campuran (Mirajuddin, 2006).
Suatu atomiser umumnya digunakan sebagai reagent penyemprot bila batas
permukaan pelarut dan zat terlarut dalam kertas ingin dibuat dapat dilihat. Atomiser
yang halus lebih disukai. Gas-gas juga dapat digunakan sebagai penanda bercak
batas permukaan, selanjutnya dapat dilakukan analisis kalorimetri atau
spektroskopi reflektansi apabila sampel berupa logam. Materi yang terdapat
didalam kertas dapat ditentukan secara langsung dengan pelarutan. Kromatografi
kertas selain untuk pemisahan dan analisis kuantitatif, juga sangat bermanfaat untuk
identifikasi. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan membuat grafik antara Rm α
terhadap jumlah kation dalam suatu deret homolog (Khopkar, 2008).
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan bahan
3.1.1 Alat
Gelas Kimia
Penggaris
Pensil
Gunting
3.1.2 Bahan
Ekstrak pandan
Ekstrak mawar
Ekstrak kunyit
Tinta spidol warna hitam
Tinta spidol warna merah
Tinta spidol warna biru
Aquades
Aseton
Sabun cuci
Alkohol 95%
Tinta cumi
Kertas saring
Kertas label
Lidi
Tissue
3.3 Prosedur Percobaan
3.2.1 Pelarut Aquades
Dipotong kertas saring dengan ukuran 10 x 5 cm dengan jarak 1 cm dari
kertas danbatas kertas bawah.
Diberi noda (titik) untuk sampel tinta spidol merah, biru, hitam (non
permanen), ekstrakmawar, ekstrak pandan, ekstrk kunyit, dan tinta cumi.
Ditempatkan ujung kertas dengan lidi
Dicelupkan kertas berisi noda (titik) ke dalam akuades 20 ml yang
sebelumnya telahditempatkan dalam gelas kimia.
Dihentikan proses kromatografi pada saat pelarut mencapai titik maksimum.
Diukur jarak pelarut
Dikeringkan secara manual
Diukur masing-masing jarak nodanya
Dihitung Rf nya
3.2.2 Pelarut etanol
Dipotong kertas saring dengan ukuran 10 cm x 5 cm dengan jarak 1 cm dari
kertasatas dan batas kertas bawah.
Diberi noda (titik) untuk sampel spidol merah, biru, hitam (non permanen),
ekstrakmawar, ekstak pandan, ekstrak kunyit, dan tinta cumi.
Ditempatkan ujung kertas dengan lidi
Dicelupkan kertas berisi noda (titik) ke dalam alcohol 20 ml yang
sebelumnya telahditempatkan dalam gelas kimia
Dihentikan proses kromatografi pada saat pelarut mencapai titik maksimum
Diukur jarak pelarut
Dikeringkan secara manual
Diukur masing-masing jarak nodany
Dihitung Rf nya
3.2.3 Pelarut Aseton
Dipotong kertas saring dengan ukuran 10 cm x 5 cm dengan jarak 1 cm dari
kertasatas dan bata kertas bawah.
Diberi noda (titik) untuk sampel spidol merah, biru, hitam (non
permanen), ekstrakmawar, ekstrak pandan, ekstrak kunyit, dan tinta
cumi.
Ditempatkan ujung kertas dengan lidi
Dicelupkan kertas berisi noda (titik) ke dalam 20 ml yang sebelumnya
telahditempatkan dalam gelas kimia.
Dihentikan proses kromatografi pada saat pelarut mencapai titik
maksimum
Diukur jarak pelarut
Dikeringkan secara manual
Diukur masing-masing jarak noda
Dihitung Rf nya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tabel Pengamatan
No. Sampel Jarak Noda Jarak Pelarut Rf
1 Pelarut akuades
spidol merah 0 0 0
spidol biru 0 8 0
spidol hitam 0 8 0
tinta cumi 0 8,5 0
ekstrak mawar 0 8,5 0
ekstrak pandan 0 8,5 0
ekstrak kunyit 0 8,5 0
2 Pelarut etanol
spidol merah 4,1 6,5 0,63
spidol biru 0 6,5 0
spidol hitam 0 6,5 0
tinta cumi 0 3,5 0
ekstrak mawar 2 3,5 0,57
ekstrak pandan 2,1 3,5 0,6
ekstrak kunyit 2,6 3,5 0,74
3 Pelarut aseton
spidol merah 7,4 7,5 0,99
spidol biru 0 7,5 0
spidol hitam 0 7,5 0
tinta cumi 0 5,5 0
ekstrak mawar 4,7 5,5 0,85
ekstrak pandan 5,4 5,5 0,98
ekstrak kunyit 5,4 5,5 0,98
4.2 Perhitungan
4.2.1 Nilai Rf pada pelarut akuades
Rf = jarak pada noda
jarak pelarut
Rf (spidol merah = 0
8 = 0
Rf (spidol biru) = 0
8 = 0
Rf (spidol hitam) = 0
8 = 0
Rf (tinta cumi) = 0
8,5 = 0
Rf (ekstrak mawar) = 0
8,5 = 0
Rf (ekstrak pandan) = 0
8,5 = 0
Rf (ekstrak kunyir) = 0
8,5 = 0
4.2.2 Nilai Rf pada pelarut etanol
Rf = jarak pada noda
jarak pelarut
Rf (spidol merah) = 4,1
6,5 = 0,63
Rf (spidol biru) = 0
6,5 = 0
Rf (spidol hitam) = 0
6,5 = 0
Rf (tinta cumi) = 0
3,5 = 0
Rf (ekstrak mawar) = 2,0
3,5 = 0,57
Rf (ekstrak pandan) = 2,1
3,5 = 0,6
Rf (ekstrak kunyir) = 2,6
3,5 = 0,74
4.2.3 Nilai Rf pada pelarut etanol
Rf = jarak pada noda
jarak pelarut
Rf (spidol merah) = 7,4
7,5 = 0,63
Rf (spidol biru) = 0
7,5 = 0
Rf (spidol hitam) = 0
7,5 = 0
Rf (tinta cumi) = 0
5,5 = 0
Rf (ekstrak mawar) = 4,7
5,5 = 0,85
Rf (ekstrak pandan) = 5,4
5,5 = 0,98
Rf (ekstrak kunyir) = 5,4
5,5 = 0,98
4.3 Reaksi
- Struktur Aquades
O
H H
- Struktur Ekstrak Mawar
CH3
OH
CH3 CH3
- Struktur Ekstrak Pandan
-Struktur ekstrak Kunyit
O O
O
H
O
H CCH H-
O
OH
O-
OH
OH
O
O-
O-
OH
4.4 Pembahasan
Kromatografi berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yaitu
chromos yang berarti warna dan graphos yang berarti menulis. Kromatografi adalah
teknik pemisahan suatu zat yang di dasarkan pada perbedaan migrasi komponen-
komponen yang di pisahkan di antara dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase
diam adalah bahan atau zat yang berfungsi menahan komponen campuran.
Sedangkan fase gerak adalah zat yang akan membawa zat terlarut melalui sebuah
media sehingga terpisah dan zat terlarut lainnya. Eluen adalah pelarut yang di
gunakan untuk membawa zat terlarut melewati media pemisahan. Analit adalah zat
yang di pisahkan. Elusi adalah daya penyerapan pada penyerap.
Kromatografi dapat di golongkan berdasarkan fase yang terlibat antara lain:
- Kromatografi gas – cair, apabila fase geraknya berupa gas dan fase diamnya
berupa cairan yang di lapiskan pada padatan yang inert.
- Kromatografi gas – padat,apabila fase geraknya berupa gas dan fase diamnya
berupa padatan yang dapat menyerap atau mengadsorbsi.
- Kromatografi cair – cair, apabila fase gerak dan diamnya berupa cairan, dimana
fase diamnya di lapiskan pada permukaan padatan pendukung yang inert.
- Kromatografi cair – padat, apabila fase geraknya berupa cairan sedangkan fase
diamnya berupa padatan yang amorf yang dapat menyerap.
Kromatografi juga dapat di dasarkan atas prinsipnya, misalnya kromatografi
partisi dan kromatografi serapan. Sedangkan menurut teknik kerja yang di gunakan,
yaitu kromatografi kolom, kromatografi lapis tipis, kromatografi kertas, dan
kromatografi gas.
- Kromatografi kolom adalah kromatografi yang menggunakan kolom sebagai alat
untuk memisahkan komponen-komponen dalam campuran. Alat tersebut berupa
pipa gelas yang di lengkapi dengan suatu kran di bagian bawah kolom untuk
mengendalikan aliran zat cair. Ukuran kolom tergantung dari banyaknya zat
yang di pindahkan. Meskipun tersedia berbagai macam kolom dari berbagai
macam gelas, namun kadang-kadang biuret juga dapat di gunakan. Untuk
menahan penyerap (adsorben) di dalam kolom dapat di gunakan adsorben
anorganik seperti alumina bauksit, magnesium, silikat, silica gel, dan tanah
diatomae. Sedangkan adsorben organic seperti arang gula dan karbon aktif
paling sering di gunakan. Teknik ini banyak di gunakan dalam pemisahan
senyawa-senyawa organik dan kontituen yang sukar menguap. Kromatografi
kolom adsorbs termasuk dalam pemisahan cair – padat substrat padat bertindak
sebagai fase diam yang sifatnya tidak larut dalam fase cair. Untuk memisahkan
campuran, kolom yang di p[ilih sesuai ukuran di isi dengan bahan penyerap
seperti alumina pada keadaan kering atau di buat seperti bubur dengan pelarut.
Pengisian harus di lakukan secara hati-hati dan sepadat mungkin agar rata
sehingga terhindar dari gelembung-gelembung udara.
- Kromatografi kertas, teknik kromatogarfi kertas menggunakan kertas saring
sebagai penunjang fase diam. Kertas merupakan selulosa murni yang memiliki
afinitas terhadap air atau pelarut polar lainnya. Bila aiar di adsorbsikan pada
kertas, maka akan membentuk lapisan tipis yang dapat di anggap analog dengan
kolom. Lembaran kertas berperan sebagai penyangga dan air bertindak sebagai
fase diam yang terserap diantara struktur pori kertas. Cairan fase bergerak yang
biasanya berupa campuran dan pelarut organic dan air. Air akan mengalir
membawa noda cuplikan yang di berikan pada kertas dengan kecepatan yang
berbeda. Pemisahan terjadi berdasarkan partisi masing-masing komponen
diantara fase diam dan fase geraknya. Kromatografi kertas di gunakan baik untuk
analisis kualitatif maupun kuantitatif. Senyawa-senyawa yang di pisahkan
kebanyakan bersifat polar, misalnya asam amino, gula-gula, dan pigmen-pigmen
alam.
- Kromatografi Lapis Tipis ( KLT ), teknik ini menggunakan penyokong fase diam
berupa lapisan tipis seperti lempeng kaca, alumunium atau plat inert. Adsorben
yang di gunakan biasanya terdiri dari silica gel atau alumina yang dapat langsung
di campur denga bahan perekat misalnya kalsium sulfat untuk di larutkan pada
plat. Pada pemisahannya, fase gerak akan membawa komponen campuran
sepanjang fase diam pada plat sehingga terbentuk kromatogram. Pemisahan
yang terjadi berdasarkan adsorbs dan partisi. KLT mempunyai beberapa
kelebihan yaitu,
- Waktu pemisahan lebih cepat
- Sensitif
- Daya resolusinya tinggi
- Kromatografi gas, campuran gas dapat dipisahkan dengan kromatografi gas.
Fase stasioner dapat berupa cairan (gas, cair) atau padatan (gas, padat).
Umumnya untuk kromatografi gas padat sejumlah kecil padatan inert misalnya
karbon kereaktifan alumina kereaktifasi, silica gel atau saringan molekular
diisikan kedalam tabung logam gulung yang panjang dan tipis. Metode ini
khususnya sangat baik untuk analisa senyawa organik yang mudah menguap
seperti hidrokarbon dan eter. Analisa minyak mentah dan minyak atsiri dalam
buah dapat dilakukan dalam teknik ini.
Kromatografi memiliki beberapa prinsip kerja, antar lain:
- Adsorbsi, pada kromatografi yang menggunakan prinsip adsorbsi, adanya
interaksi antara sampel dengan fase diam, dimana solute (noda) akan berikatan
dengan sisi polar permukaan adsorben.
- Partisi, adalah proses yang analog dengan ektraksi. Pelarut solut (noda) akan
terdistribusi antara fase diam dan fase gerak sesuai dengan kekuatan relatif
diantaranya.
- Like dissolve like merupakan prinsip yang menyatakan bahwa suatu larutan
yang sejenis akan dapat saling melarutkan misalnya memiliki kesamaan polar.
Jika antara pelarut dan noda memiliki persamaan polar maka noda akan dapat
lebih mudah bergerak pada fase diamnya.
- Pertukaran ion, proses dimana solute (noda) ion adalah fase gerak dapat
bertukar dengan ion-ion yang bermuatan yang sama terikat secara kimiawi pada
fase diam.
- Ukuran molekul, dengan adanya perbedaan ukuran molekul maka akan
mempengaruhi kecepatan dan jarak noda tersebut.
Pada percobaan ini, menggunakan 7 sampel yaitu spidol biru, spidol merah, spidol
hitam, tinta cumi, ekstrak mawar, ektrak pandan, dan ekstrak kunyit. Selain itu
terdapat 3 jenis pelarut antara lain akuades (polar), aseton(nonpolar) dan etanol
(semi polar).
Pada pelarut akuades, jarak noda yang didapatkan pada semua noda bernilai
nol, sehingga harga Rfnya adalah nol. Pada pelarut etanol, jarak noda pada spidol
biru, hitam dan tinta cumi bernilai nol, sehingga harga Rfnya adalah nol. Sedangkan
untuk spidol merah didapatkan jarak noda 4,1 cm dan jarak pelarut 6,4 cm sehingga
harga Rfnya 0,63. Estrak mawar jarak nodanya 2 cmdan jarak pelarut 3,5 cm
sehingga harga Rfnya 0,57. Estrak pandan jarak noda 2,1 cm dan jarak pelarut 3,5
cm sehingga harga Rfnya adalah 0,6. Estrak kunyit jarak nodanya 2,6 cm dan jarak
pelarut 3,5 cm sehingga harga Rfnya 0,74. Pada pelarut aseton, spidol biru, spidol
hitam dan tinta cumi memiliki harga Rf 0. Untuk spidol merah, jarak nodanya 7,4
dan jarak pelarutnya 7,5 sehingga didapatkan harga Rf 0,99. Untuk estrak mawar
jarak noda adalah 4,7 dan jarak pelarut adalah 5,5 sehingga harga Rfnya 0.85. estrak
pandan jarak nodanya adalah 5,4 dan jarak pelaru 5,5 sehingga harga Rfnya 0,98.
Estrak kunyit jarak nodanya 5,4 cm dan jarak pelarut 5,5 cm sehingag didapatkan
harga Rfnya 0,98. Sehingga jarak noda yang paling tinggi adalah pada noda spidol
merah pada pelarut aseton, hal ini terjadi karena spidol merah memiliki sifat yang
sama dengan pelarut aseton.
Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa semua sampel tidak larut dalam
pelarut akuades. Spidol merah bersifat nono polar karena memiliki harga Rf yang
tinggi yaitu 0,99 pada pelarut aseton. Begitu pula pada estrak mawar, ekstrak
pandan dan ekstrak kunyit bersifat non polar karena memiliki harga Rf yang
mendekati 1 pada pelarut aseton. Percobaan ini menggunakan prinsip like dissolve
like atau kemampuan pelarut dan larutan untuk saling melarutkan karena
komponennya yang sama
Fungsi alat-alat dalam percobaan ini adalah:
- Gelas kimia berfungsi untuk menahan agar kertas saring tidak tercelup
keseluruh pada pelarut
- Penggaris berfungsi untuk mengukur jarak noda dan jarak pelarut
- Pensil berfungsi untuk menandai pada kertas saring.
- Fungsi bahan-bahan dalam percobaan ini, yaitu:
- Akuades berfungsi sebagai pelarut
- Aseton berfungsi sebagai pelarut
- Alkohol berfungsi sebagai pelarut
- Spidol merah berfungsi sebagai pelarut
- Spidol biru berfungsi sebagai pelarut
- Spidol hitam berfungsi sebagai pelarut
- Tinta cumi berfungsi sebagai noda
- Ektrak mawar berfungsi sebagai noda
- Estrak pandan berfungsi sebagai noda
- Estrak kunyit berfungsi sebagai noda
- Kertas saring berfungsi sebagai fase diam
- Kertas label berfungsi menamai alat-alat yang digunakan
- Tisu berfungsi mengeringkan atau emmbersihkan alat-alat yang sudah
digunakan
Terdapat beberapa perlakuan yang berbeda antara lain:
- Perbedaan jenis pelarut, hal ini dilakukan agar dapat diketahui sifat dari masin-
masing sampel yang menggunakan prinsip like dissolve like.
- Pengukuran jarak pelarut dan jarak noda, agar dapat diketahui jarak masing-
masing sampel dan noda sehingga dapat ditentukan hrag Rfnya
Faktor kesalahan yang terjadi pada saat praktikum ini adalah
- Pada saat mencelupkan kertas saring yang terlalu dalam kedalam pelarut
sehingga sampel telah larut didalam pelarut tersebut.
- Pemberian noda yang tidak sama banyak pada kertas saring.
Setelah melakukan percobaan ini, dapat diketahui bahwa spidol merah, estrak
mawar, estrak pandan dan estrak kunyit bersifat non polar. Hal ini, dikarenakan
spidol merah, estrak mawar, estrak pandan dan estrak kunyit memiliki harga Rf
yang mendekati 1, yang berarti emmiliki sifat yang sama dengan pelarut aseton.
Sifat fisik dan kimia aquades atau aiir antara lain:
- Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau
- Memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia
- Titik lebur 0℃
- Titik didih 100 ℃
- Dapat diuraikan menjadi unsur-unsur asalnya dengan mengalirnya arus listrik
bersifat polar
Sifat fisik dan kimia pelarut aseton
- Bersifat non polar
- Dapat direduksi dengan LIAlH4 menjadi alkohol
- Berat jenis 0,787 gram per mililiter
Sifat fisik dan kimia etanol
- Bersifat semi-polar
- Mudah terbakar
- Titik lebur -114,1 ℃ dan titik didih 78,5 ℃
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
- Pada pelarut aseton, nilai Rf tinta spidol merah adalah 0.99, biru dan hitam
memiliki nilai Rf 0. Demikian dengan tinta cumi memiliki Rf 0 sedangkan
ekstrak mawar nilai Rf nya 0.85, ekstrak pandan dan kunyit memiliki Rf 0,98.
- Pada pelarut etanol, nilai Rf tinta spidol merah adalah 0.63, biru dan hitam
memiliki nilai Rf 0. Demikian dengan tinta cumi memiliki Rf 0 sedangkan
ekstrak mawar nilai Rf nya 0.57, ekstrak pandan Rf nya 0.6 dan kunyit
memiliki Rf 0,74.
- Pada pelarut akuades, nilai Rf tinta spidol merah adalah 0, biru dan hitam
memiliki nilai Rf 0. Demikian dengan tinta cumi memiliki Rf 0, ekstrak mawar
nilai Rf nya 0, ekstrak pandan dan kunyit memiliki Rf 0.
5.2 Saran
Sebaiknya untuk praktikum selanjutnya digunakan bahan lain untuk dianalisa
Rf nya, misalnya tinta spidol permanen agar dapat dibandingkan hasilnya dengan
tinta spidol nonpermanent.
DAFTAR PUSTAKA
Hardjono. 2005. Kromatografi. Yogyakarta : Liberty Yogyakarta.
Marstan. 1999. Cara Kromatografi Preparatif. Bandung:ITB.
R.A. Day. 1980. Analisa Kuantitatif. Bandung : Erlangga.
Sitorus. 2012. Teknik Laboratorium Kimia Organik. Bandung: Graha Ilmu.
S, Syukri. 1999. Kimia Dasar. Bandung: ITB.
Yazid, Einsten. 2005. Kimia Fisika. Yogyakarta: Andi Offset.
LAMPIRAN GAMBAR
Noda pada pelarut Aseton
Noda pada pelarut Etanol
Noda pada pelarut Aquades
PERCOBAAN 4
STOIKIOMETRI
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA DASAR 1
PERCOBAAN 4
STOIKIOMETRI
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
NAMA NIM
FAUZIAH ASTARI 1407035007
JEFFREY YOSUA SITINJAK 1407035056
RIKE DOMINTA APRIANTI MANIK 1407035021
SAFRIDAH HANNUM N 1407035018
Samarinda, 6 Desember 2014
Mengetahui,
Dosen pengajar, Asisten Praktikum
Prof. Dr. Daniel Tarigan M.Si Bayu Iskandar
NIP: 19661211 200012 1 001 NIM: 1307035013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali selalu menjumpai hal-hal yang
berkaitan dengan stoikiometri, baik yang terdapat di dalam laboratorium, industri
atau pabrik, maupun di lingkungan sekitar kita, misalnya makanan yang kita
konsumsi setiap hari setelah dicerna dan diubah menjadi tenaga bagi tubuh. Contoh
lain misalnya seorang ibu rumah tangga yang mempunyai hobi menanam bunga
anggrek dan tanaman hias lainnya. Dia ingin menyemprot tanaman kesayangannya
dengan pupuk langsung ke daunnya, hal ini membuat dia harus membuat larutan
dengan konsentrasi tertentu. Adapun yang dapat kita temukan di alam, misalnya
nitrogen dan hidrogen bergabung membentuk amonia yang digunakan sebagai
pupuk dan bahan yang diperlukan jika kita ingin memperoleh jumlah atau hasil
tertentu. Contoh pada industri atau pabrik pertambangan yang dapat menjelaskan
kualitas bijih, karena persen komposisi massa dari unsur-unsur dalam senyawa
dapat dihitung dengan cepat.
Perhitungan kimia sangat penting dilaboratorium, dipabrik, tetapi juga tidak
jarang dirumah dan untuk kebutuhan-kebutuhan lain. Perhitungan ini meliputi
misalnya berapa banyak bahan baku yang diperlukan bila ingin memperoleh
sejumlah hasil tertentu. Atau sebaliknya bila tersedia bahan baku, berapa paling
banyak hasil yang dapat diperoleh. Contoh lain adalah perhitungan yang berkaitan
dengan banyaknya gas, terdapat dalam gas dengan volume, tekanan dan suhu
tertentu.
Stoikiometri sendiri adalah hubungan kuantitatif antara zat-zat yang terkait
dalam suatu reaksi kimia. Stoikiometri berasal dari bahasa Yunani yaitu stoiceion
(unsur) dan metrein (pengukur). Stoikiometri berarti mengukur unsur-unsur dalam
unsur atau senyawa yang terlibat dalam reaksi kimia. Stoikiometri adalah ilmu yang
mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam
reaksi kimia yang didasarkan pada hukum dasar.
Oleh karena itu, percobaan ini sendiri dilakukan untuk menentukan titik
maksimum dan titik minimum stoikiometri pada sistem NaOH 2 M–HNO3 2 M dan
pada sistem NaOH 2 M–H2SO4 1 M. Selain itu kita melakukan percobaan ini untuk
mengetahui dan dapat menerapkan jika NaOH dihomogenkan atau dicampur
dengan H2SO4 ataupun HNO3, apa yang terjadi dan termasuk jenis reaksi
stoikiometri atau reaksi non stoikiometri.
1.2 Tujuan Percobaan
- Untuk menentukan titik maksimum dan titik minimum pada stoikiometri
sistem NaOH 2 M – HNO3 2 M
- Untuk menentukan titik maksimum dan titik minimum pada stoikiometri
sistem NaOH 2 M – H2SO4 1 M
- Untuk mengetahui mana yang termasuk reaksi stoikiometri dan reaks non
stoikiometri pada sistem NaOH 2 M – HNO3 2 M
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stoikiometri
Stoikiometri adalah cabang ilmu kimia yang membahas hubungan bobot
unsur-unsur dan senyawa dalam reaksi kimia. Karena air begitu lazim digunakan
dalam bidang kuantitatif (Underwood, 1986).
Mol didefinisikan sebagai banyaknya zat yang mengandung satuan-satuan
nyata (entitas) sebanyak atom dalam 12 gram nuklida, karbon-12, isotop, C612 .
Satuan nyata ini dapat berupa atom, molekul, ion, ataupun elektron. Karena 12 gram
karbon-12 mengandung atom sebanyak bilangan Avogadro, maka 1 mol zat apa saja
mengandung 6,023. 1023 partikel elementer. Jika partikel itu molekul, bobot dalam
gram dari satu mol zat disebut bobot gram-molekul (biasanya disebut dengan bobot
atom). Bobot gram-atom tembaga adalah 65,54 gram dan mengandung 6,023. 1023
atom Cu (Underwood, 1986).
Istilah bobot gram-rumus (atau bobot rumus) adalah penjumlahan dari bobot-
botot atom semua atom dalam rumus kimia suatu zat dan normalnya sama dengan
bobot molekul. Beberapa ahli kimia menggunakan bobot rumus buaknnya bobot
molekul dalam kasus-kasus dimana kurang benar untuk berbicara mengenal
“molekul” suatu zat, terutama senyawa ion. Dalam natrium klorida (NaCl)
misalnya, satuan terkecil dalam zat padat ialah ion-ion Na+ dan Cl− molekul NaCl
itu tidak ada. Karena mol seperti didefinisikan di atas, menunjuk ke ensitas lain
maupun ke molekul. Istilah “bobot” molekul akan digunakan sebagai sinonim
dengan “bobot rumus” dalam kasus-kasus semacam itu. Dipahami bahwa
penggunaan ini tidaklah menyiratkan apapun mengenai struktur senyawa. Dalam
situasi dimana terjadi disosiasi ataupun pembentukan kompleks, yang
mengakibatkan kuantitas yang cukup dari molekul maupun ion dalam suatu larutan
akan digunakan normalitas sebagai sistem konsentrasi untuk menyatakan
banyaknya total suatu zat yang ditambahkan ke dalam suatu larutan, dan molaritas
untuk menyatakan konsentrasi keseimbangan dari masing-masing spesies
(Underwood, 1986).
Bobot ekuivalen suatu zat yang terlibat dalam suatu reaksi, yang digunakan
sebagai dasar untuk suatu titrasi, didefinisikan sebagai berikut:
- Asam basa, bobot gram-ekuivalen adalah bobot dalam gram dari suatu zat yang
diperlukan untuk memberikan atau bereaksi dengan 1 mol (1,008 gram) H+.
- Redoks, bobot gram-ekuivalen adalah bobot dalam gram dari suatu zat yang
diperlukan untuk memberikan atau bereaksi dengan 1 mol elektron.
- Pengendapan atau pembentukan kompleks, bobot gram-ekuivalen adalah bobot
dalam gram dari zat itu yang diperlukan untuk memberikan atau bereaksi dengan
1 mol kation univalen, ½ mol divalen, 1/3 mol kation trivalen, dan seterusnya
(Underwood, 1986).
Bobot ekuivalen suatu zat disebut ekuivalen, tepat sama seperti bobot molekul
disebut mol. Bobot ekuivalen dan bobot molekul dihubungkan dengan persamaan:
𝐸𝑊 = µ𝑤
𝑛
Dengan n adalah jumlah mol ion hidrogen, elektron atau kation univalen yang
diberikan atau diikat oleh zat yang bereaksi itu meluas penggunaannya dan tidak
bijaksana (Underwood, 1986).
Reaksi kimia adalah proses yang mengonversi sekelompok zat, yang disebut
reaktan (reactant), menjadi sekelompok zat baru yang dinamakan dengan istilah
produk (product). Koefisien yang diperlukan dalam menyatakan kimia dinamakan
koefisien stoikiometri (stoichiometric coefficient), koefisien ini penting dalam
mengaitkan banyaknya reaktan yang digunakan dan juga banyaknya produk yang
terbentuk dalam reaksi kimia, melalui berbagai perhitungan (Underwood, 1986).
Suatu persamaan dapat disertakan hanya dengan menyesuaikan koefisien
pada rumus. Dalam menyetarakan reaksi kimia ingatlah butir-butir berikut:
- Persamaan hanya meliputi reaktan dan produk yang terlibat dalam sebuah reaksi.
Contoh reaksi yang salah:
NO + O2 ⟶ NO2 + O
Meskipun setara, persamaan ini adalah salah. Dari deskripsi reaksi yang diketahui,
tidak ada atom oksigen yang dihasilkan: NO2 adalah satu-satunya produk.
- Jangan menhetarakan persamaan dengan merubah rumus. Contoh reaksi yang
salah:
NO + O2 ⟶ NO3
Sekali lagi, persamaan sudah setara tetapi salah. Rumus untuk nitrogen dioksida,
satu-satunya produk reaksi, hanya dapat ditulis NO2. NO2 tidak boleh diganti
menjadi NO3 untuk menyetarakan reaksi (Underwood, 1986).
Dalam bahasa Yunani, kata Stoiceion berarti unsur. Istilah stoikiometri
(stoichiometry) secara harfiah berarti mengukur unsur tetapi dari sudut pandang
praktis, geometri meliputi semua hubungan kuantitatif yang melibatkan massa atom
dan massa rumus, rumus kimia dan persamaan kimia (Underwood, 1986).
Koefisien dalam persamaan kimia :
2𝐻2(𝑔) + 𝑂2 ⟶ 2𝐻2𝑂(𝑙)
Berarti, 2 molekul 𝐻2(𝑔)+ 1 molekul 𝑂2 ⟶ 2 molekul H2O. Koefisien pada
persamaan reaksi kimia memungkinkan kita membuat pernyataan, seperti berikut:
- Dua mol H2O dihasilkan untuk setiap dua mol H2 yang terpakai
- Dua mol H2 terpakai untuk setiap satu mol O2 yang terpakai (Underwood, 1986).
Lebih jauh lagi kita dapat mengubah pernyataan itu, menjadi faktor konvers yang
dinamakan faktor stoikiometri (stoichiometric factor). Faktor stoikiometri
mengaitkan jumlah dua zat yang terlibat dalam reaksi kimia, berdasarkan mol
(Underwood, 1986).
Konsentrasi atau molaritas (molarity) adalah sifat larutan yang didefinisikan
sebagai banyaknya mol zat terlarut per liter larutan, atau:
Molaritas (M) = banyaknya zat terlarut (dalam mol)
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 (𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟)
(Syukri, 1999).
Ilmu kimia mempelajari tentang peristiwa kimia yang ditandai dengan
berubahnya suatu zat menjadi zat lain. Contohnya saja pada pembakaran etanol.
Setelah diselidiki, etanol dan oksigen berubah menjadi pereduksi, sedangkan
karbondioksida dan air sebagai hasil reaksi. Keterangan diatas belumlah cukup,
karena tidak menggambarkan hubungan antara jumlah pereaksi dengan hasil reaksi.
Jika dipakai 100 gram etanol, berapakah jumlah oksigen yang diperlukan serta
karbondioksida dan juga air yang terbentuk? Untuk itu perlu diketahui unsur-unsur
yang terdapat dalam etanol, karbondioksida, dan air serta perbandingannya secara
kuantitatif (Syukri, 1999).
Bidang kimia yang mempelajari aspek kuantitatif unsur dalam suatu senyawa
atau reaksi disebut stoikiometri (bahasa Yunani, stoiceion = unsur, metrain =
mengukur). Dengan kata lain stoikiometri adalah perhitungan kimia yang
menyangkut hubungan kuantitatif zat yang terlibat dalam reaksi. Penelitian yang
cermat terhadap pereaksi dan hasil reaksi dalam kimia telah melahirkan hukum-
hukum dasar kima yang menunjukkan hubungan kuantitatif itu. Hukum tersebut
adalah hukum kekekalan massa, hukum perbandingan tetap, dan hukum
perbandingan ganda (Syukri, 1999).
Pada tahun 1774, Lavoiser memanaskan timah dalam oksigen dan juga dalam
wadah tertutup. Dengan menimbang secara teliti ia berhasil membuktikan bahwa
dalam reaksi kimia itu tidak terjaid perubahan massa. Ia dapat mengemukakan
penyataan yang disebut hukum kekekalan massa yang jika diuraikan berbunyi
demikian:
“Pada reaksi kimia, massa zat pereaksi sama dengan zat hasil dari reaksi.
Materi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan” (Syukri, 1999).
Pada mulanya para ahli menyakini kebenaran hukum ini karena berdasarkan
percobaan. Akan tetapi kemudian timbul masalah pada reaksi yang eksotermik dan
endodermik, karena menurut Einstein massa itu adalah setara dengan energi, yaitu:
E = mc2
Dengan : E = energi (J)
M = massa (kg)
C = kecepatan cahaya (3.108𝑚𝑠−1)
Artinya energi timbul dalam suatu peristiwa mengakibatkan hilangnya sejumlah
dari massa. Sebaliknya energi yang timbul dalam suatu peristiwa akan disertai
dengan terciptanya sejumlah materi. Namun demikian, perhitungan menunjukkan
bahwa perubahan massa dalam reaksi sangat kecil, sehingga dapat saja kita abaikan.
Jadi, hukum kekekalan massa masih tetap berlaku, dan di dalam versi modern
berbunyi:
“Dalam reaksi kimia tidak dapat dideteksi perubahan massa”
Jika Lavoiser meneliti zat, Proust mempelajari unsur-unsur dalam suatu senyawa.
Yang menjadi pertanyaan Proust adalah perbandingan massa dari Hidrogen dan
juga Oksigen? Bila direaksikan 10 gram oksigen ternyata diperlukan 0,125 gram
hidrogen. Sesuai dengan hukum Lavoiser akan terbentuk 10,125 gram air.
Oksigen + Hidrogen ⟶ air
Sebaliknya, jika 100 gram air diuraikan ternyata menghasilkan 88,9 gram oksigen
dan 11,1 gram hidrogen, atau:
Air ⟶ Oksigen + Hidrogen
(Petrucci, 1985)
Percobaan diatas menunjukkan bahwa untuk membentuk air dibutuhkan
oksigen dan hidrogen dengan perbandingan yang tetap, yaitu 8:1. Dengan kata lain,
air mengandung hidrogen dan oksigen dengan adanya perbandingan 8:1. Dengan
kaata lain air mengandung oksigen dan hidrogen dengan perbandingan yang selalu
tetap. Demikian juga jika direaksikan 28 gram besi (Fe) akan diperlukan 6 gram
belerang dan akan terbentuk 44 gram besi belerang atau:
Besi + belerang → Besi Belerang
Dengan mengetahui beberapa reaksi dan sifat reaksi, kita dapat pula menerangkan
reaksi-reaksi kimia lebih mudah dan mungkin reaksi menjadi lebih muah untuk
dipahami. Salah satu skema skema klasisifikasi yang menerangkan semua reaksi
kimia:
- Pembakaran adalah suatu reaksi dimana suatu unsur atau senyawa bergabung
dengan oksigen pembentuk senyawa yang mengandung oksigen sederhana.
Misalnya CO2, H2O dan SO4
- Penggabungan atau sintetis adalah suatu reaksi kimia dimana sebuah zat yang
lebih dulu kompleks terbentuk dari dua atau lebih zat yang yang lebih sederhana
(baik unsur maupun senyawa).
- Penguraian adalah suatu reaksi kimia dimana suatu zat dipecah menjadi zat-zat
yang lebih sederhana.
- Penggantian (perpindahan tunggal) adalah suatu reaksi dimana sebuah unsur
memindahkan unsur lain dalam suatu senyawa.
- Metatesis (perpindahan ganda) adalah suatu reaksi dimana terjadi pertukaran
antara dua pereaksi
(Brady, 1999).
Berdasarkan perjanjian Internasional, satu atom dari isotop karbon (disebut
carbon 12) yang mempunyai enam proton ini dipakai sebagai standar suatu ayunan
massa atom yang didefinisikan sebagai suatu massa yang besarnya tepat sama
dengan seperduabelas massa dari satu atom karbon-12. Massa satu atom karbon
12=12 sma (Chang, 2005).
Hubungan kuantitatif suatu reaksi dalam larutan dapat terjadi sama dengan
reaksi ini dan dapat terjadi dimana saja. Koefisien dalam persamaan reaksi
merupakan perbandingan mol yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah
stoikiometri. Perbedaannya jika ada satuan laboratorium yang digunakan untuk
menghitung jumlah reaktan. Perhatikan reaksi dari larutan natrium karbonat,
NaCr2O4 yang ditambahkan kedalam larutan timbel nitrat (Pb(NO3)). Terbentuknya
endapan PbCrO4 yang bewarna kuning, suatu senyawa yang bisa digunakan untuk
berbagai keperluan. Stoikiometri berguna untuk memberi pemahaman dan analisa
secara kuantitatif (Brady, 1999).
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
- Gelas kimia
- Gelas ukur
- Pipet tetes
- Termometer
- Botol reagen
- Botol semprot
3.1.2 Bahan
- Akuades
- Tisu
- Kertas label
- Larutan NaOH 2 M
- Larutan HNO3 2 M
- Larutan H2SO4 1 M
- Sunlight
3.2 Prosedur Percobaan
3.2.1 Stoikiometri NaOH 2 M – HNO3 2 M
3.2.1.1 2 mL NaOH – 6 mL HNO3
- Diambil larutan NaOH 2 ml
- Diukur suhunya
- Diambil larutan HNO3 6 mL
- Diukur suhunya
- Dicampurkan 2 mL NaOH dengan 6 mL HNO3
- Diukur suhu campurannya
3.2.1.2 4 mL NaOH – 4 mL HNO3
- Diambil larutan NaOH 2 ml
- Diukur suhunya
- Diambil larutan HNO3 6 mL
- Diukur suhunya
- Dicampurkan 2 mL NaOH dengan 6 mL HNO3
- Diukur suhu campurannya
3.2.1.3 4 mL NaOH – 4 mL HNO3
- Diambil larutan NaOH 2 ml
- Diukur suhunya
- Diambil larutan HNO3 6 mL
- Diukur suhunya
- Dicampurkan 2 mL NaOH dengan 6 mL HNO3
- Diukur suhu campurannya
3.2.2 Stoikiometri NaOH 2 M – H2SO4 1 M
3.2.2.1 2 mL NaOH 2 M – 6 mL H2SO4 1 M
- Diambil larutan NaOH 2 ml
- Diukur suhunya
- Diambil larutan H2SO4 6 mL
- Diukur suhunya
- Dicampurkan 2 mL NaOH dengan 6 mL H2SO4
- Diukur suhu campurannya
3.2.2.2 4 mL NaOH 2 M – 4 mL H2SO4 1 M
- Diambil larutan NaOH 4 ml
- Diukur suhunya
- Diambil larutan H2SO4 4 mL
- Diukur suhunya
- Dicampurkan 4 mL NaOH dengan 4 mL H2SO4
- Diukur suhu campurannya
3.2.2.3 6 mL NaOH 2 M – 2 mL H2SO4 1 M
- Diambil larutan NaOH 4 ml
- Diukur suhunya
- Diambil larutan H2SO4 4 mL
- Diukur suhunya
- Dicampurkan 4 mL NaOH dengan 4 mL H2SO4
- Diukur suhu campurannya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tabel Pengamatan
4.1.1 Sistem NaOH 2 M – HNO3 2 M
V NaOH T NaOH V HNO3 T HNO3 T camp
2 mL 29 ℃ 6 mL 30 ℃ 31 ℃
4 mL 28 ℃ 4 mL 31 ℃ 31 ℃
6 mL 29 ℃ 2 mL 31 ℃ 32 ℃
4.1.2 Sistem NaOH 2 M – H2SO4 1 M
V NaOH T NaOH V HNO3 T HNO3 T camp
2 mL 30 ℃ 6 mL 30 ℃ 31 ℃
4 mL 29 ℃ 4 mL 31 ℃ 34 ℃
6 mL 28 ℃ 2 mL 30 ℃ 31 ℃
4.2 Reaksi
4.2.1 NaOH dengan HNO3
NaOH + HNO3 → NaNO3 + H2O
4.2.2 NaOH dengan H2SO4
2NaOH + H2SO4 → Na2SO4 + 2H2O
4.3 Perhitungan
4.3.1 Stoikiometri sistem 2 mL NaOH 2 M – 6 mL HNO3 2 M
NaOH + HNO3 → NaNO3 + H2O
m : 4 mmol 12 mmol - -
r : 4 mmol 4 mmol 4 mmol 4 mmol
s : - 8 mmol 4 mmol 4 mmol
- Termasuk reaksi non stoikiometri
- Pereaksi pembatas = NaOH
- Pereaksi sisa = HNO3
- Berat garam (NaNO3) = n.Mr
= 4.85
= 340 mg
= 0,34 gram
4.3.2 Stoikiometri sistem 4 mL NaOH 2 M – 4 mL HNO3 2 M
NaOH + HNO3 → NaNO3 + H2O
m : 8 mmol 8 mmol - -
r : 8 mmol 8 mmol 8 mmol 8 mmol
s : - - 8 mmol 8 mmol
- Termasuk reaksi stoikiometri
- Pereaksi pembatas = tidak ada
- Pereaksi sisa = tidak ada
- Berat garam (NaNO3) = n.Mr
= 8.85
= 680 mg
= 0,68 gram
4.3.3 Stoikiometri sistem 6 mL NaOH 2 M – 2 mL HNO3 2 M
NaOH + HNO3 → NaNO3 + H2O
m : 12 mmol 4 mmol - -
r : 4 mmol 4 mmol 4 mmol 4 mmol
s : 8 mmol - 4 mmol 4 mmol
- Termasuk reaksi non stoikiometri
- Pereaksi pembatas = HNO3
- Pereaksi sisa = NaOH
- Berat garam (NaNO3) = n.Mr
= 4.85
= 340 mg
= 0,34 gram
4.3.4 Stoikiometri sistem 2 mL NaOH 2 M – 6 mL HNO3 2 M
NaOH + HNO3 → NaNO3 + H2O
m : 4 mmol 6 mmol - -
r : 4 mmol 2 mmol 2 mmol 4 mmol
s : - 4 mmol 2 mmol 4 mmol
- Termasuk reaksi non stoikiometri
- Pereaksi pembatas = NaOH
- Pereaksi sisa = H2SO4
- Berat garam (Na2SO4) = n.Mr
= 2.142
= 284 mg
= 0,284 gram
4.3.5 Stoikiometri sistem 2 mL NaOH 2 M – 6 mL HNO3 2 M
NaOH + HNO3 → NaNO3 + H2O
m : 8 mmol 4 mmol - -
r : 8 mmol 4 mmol 4 mmol 8 mmol
s : - - 4 mmol 8 mmol
- Termasuk reaksi stoikiometri
- Pereaksi pembatas = tidak ada
- Pereaksi sisa = tidak ada
- Berat garam (Na2SO4) = n.Mr
= 4.142
= 586 mg
= 0,586 gram
4.3.6 Stoikiometri sistem 6 mL NaOH 2 M – 2 mL HNO3 2 M
NaOH + HNO3 → NaNO3 + H2O
m : 12 mmol 2 mmol - -
r : 4 mmol 2 mmol 2 mmol 4 mmol
s : 8 mmol - 2 mmol 4 mmol
- Termasuk reaksi non stoikiometri
- Pereaksi pembatas = H2SO4
- Pereaksi sisa = NaOH
- Berat garam (Na2SO4) = n.Mr
= 2.142
= 284 mg
= 0,284 gram
4.4 Grafik
4.4.1 Stoikiometri sistem NaOH + HNO3
4.4.2 Stoikiometri sistem NaOH + H2SO4
30
30.5
31
31.5
32
32.5
33
2 dan 6 4 dan 4 6 dan 2
Suh
u c
amp
ura
n
Volume NaOH + HNO3 (mL)
Stoikiometri sistem NaOH + HNO3
3030.5
3131.5
3232.5
3333.5
3434.5
35
2 dan 6 4 dan 4 6 dan 2
Suh
u c
amp
ura
n
Volume NaOH + H2SO4 (mL)
Stoikiometri sistem NaOH + H2SO4
4.5 Pembahasan
Stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan
kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia. Kata stoikiometri berasal
dari bahasa Yunani yaitu stoiceion yang berarti elemen/unsur dan metria yang
berarti ukuran. Stoikiometri dilakukan untuk menentukan titik maksimum dan titik
minimum sesuai dengan titik stoikiometri sistem. Dimana suhu berpengaruh.
Hubungan antara suhu dan reaksi stoikiometri adalah suhu akan mencapai titik
maksimum bila reaksi tersebut adalah reaksi stoikiometri dan titik minimum bila
reaksi tersebut adalah reaksi non stoikiometri. Reaksi stoikiometri adalah reaksi
dimana suatu pereaksi yang jika direaksikan akan habis tanpa sisa. Sedangkan
reaksi non stoikiometri adalah suatu pereaksi yang jika direaksikan maka akan
bersisa. Reaktan yang habis terlebih dahulu pada saat zat-zat tersebut direaksikan
disebut pereaksi pembatas. Pereaksi sisa adalah reaktan yang tidak habis bereaksi
atau masih bersisa.
Larutan adalah campuran homogen dua zat atau lebih yang terdispersi
menjadi molekul maupun ion yang komposisinya bervariasi. Campuran homogen
adalah campuran dua zat atau lebih yang terdiri dari dasa yang sama sehingga sudah
tidak dapat terlihat lagi batasan antara zat-zat yang dicampurkannya. Campuran
heterogen adalah campuran dua zat atau lebih dengan fasa yang berbeda yang masih
terlihat bidang batas di campuran tersebut.
Dalam suatu reaksi, terdapat reaksi eksoterm dan reaksi endoderm. Reaksi
eksoterm adalah reaksi yang menyebabkan adanya transfer kalor dari sistem ke
lingkungan. Reaksi eksoterm selalu ditandai dengan adanya kenaikan suhu sistem
saat reaksi berlangsung. Perubahan entalpi bertanda negatif (ΔH < 0). Hal ini
dikarenakan energi yang dilepaskan lebih besar daripada energi yang digunakan
untuk reaksi.
Reaksi endoterm adalah reaksi yang menyebabkan adanya transfer kalor
dari lingkungan ke sistem. Reaksi endoterm ditandai dengan adanya penurunan
suhu sistem. Reaksi endoterm mempunyai entalpi bernilai positif (ΔH > 0). Energi
yang dilepaskan lebih kecil daripada energi yang digunakan saat reaksi. Contoh
reaksi endoterm adalah es batu yang meleleh.
Jenis-jenis reaksi kimia antara lain:
- Reaksi pembakaran adlah suatu reaksi dimana unsur atau senawa bergabung
dengan oksigen membentuk senyawa yang mengandung oksigen sederhana.
Misalnya CO2 dan H2O
- Reaksi penggabungan adalah suatu reaksi dimana sebuah zat yang lebih
kompleks terbentuk dari dua atau lebih zat yang lebih sederhana
- Reaksi penguraian adalah suatu reaksi dimana suatu zat dipisah menjadi zat-zat
yang lebih sederhana.
- Reaksi penggantian adalah suatu reaksi dimana sebuah unsur memindahkan
unsur lain dalam suatu senyawa.
Persamaan reaksi setara adalah peraamaan yang menunjukkan jumlah atom yang
sama antara reaktan maupun produk. Hukum-hukum yang mendasari suatu reaksi
antar lain:
- Hukum Boyle yang berbunyi “Pada suhu dan jumlah mol yang sama, maka hasil
kali tekanan dan volume selalu sama”
- Hukum Boyle-Gay Lussac yang berbunyi “Untuk gas dengan massa tertentu,
massa hasil kali volume dengan tekanan dibagi oleh suhu yang diukur dan
Kelvin adalah tetap.
- Hukum Dalton yang berbunyi “Tekanan total dari campuran berbagai macam
gas sama dengan jumlah tekanan parsial dan gas-gas yang saling bercampur
tersebut.
Pada percobaan ini dilakukan dua percobaan, yaitu mencampurkan NaOH 2
M dengan HNO3 2 M dan mencampurkan NaOH 2 M dengan H2SO4 1 M. Pada
percobaan pertama dilakukan dengan 3 perlakuan yang berbeda. Perlakuan yang
pertama yaitu dengan mencampurkan 2 mL NaOH 2 M dan 6 mL HNO3 2 M.
Masing-masing reagen diukur suhunya menggunakan termometer dan didapatkan
suhu NaOH 29℃ dan suhu HNO3 30℃. Setelah itu dicampurkan kedua bahan dan
diukur suhunya menggunakan termometer dan didapatkan suhu campuran 31℃.
Reaksi ini termasuk reaksi non stoikiometri karena NaOH telah habis bereaksi dan
HNO3 masih bersisa sebanyak 8 mmol. Pada perlakuan yang kedua yaitu dengan
mencampurkan 4 mL NaOH 2 M dan 4 mL HNO3 2 M. Masing-masing reagen
diukur suhunya menggunakan termometer dan didapatkan suhu NaOH 28℃ dan
suhu HNO3 31℃. Setelah itu dicampurkan kedua bahan dan diukur suhunya
menggunakan termometer dan didapatkan suhu campuran 31℃. Reaksi ini
termasuk reaksi stoikiometri karena kedua reaktan yaitu NaOH 2 M dan HNO3 2 M
habis bereaksi. Pada perlakuan yang ketiga yaitu dengan mencampurkan 6 mL
NaOH 2 M dan 2 mL HNO3 2 M. Masing-masing reagen diukur suhunya
menggunakan termometer dan didapatkan suhu NaOH 29℃ dan suhu HNO3 31℃.
Setelah itu dicampurkan kedua bahan dan diukur suhunya menggunakan
termometer dan didapatkan suhu campuran 32℃. Reaksi ini termasuk reaksi non
stoikiometri karena HNO3 telah habis bereaksi dan NaOH masih bersisa sebanyak
8 mmol. Dari tiga perlakuan diatas dapat disimpulkan bahwa titik maksimumnya
adalah pada saat pencampuran 4 mL NaOH 2 M dengan 4 mL HNO3 2 M, karena
merupakan reaksi stoikiometri.
Percobaan kedua menggunakan reagen NaOH 2 M yang bersifat basa dan
H2SO4 yang bersifat asam. Percobaan kedua ini dilakukan 3 perlakuan yang
berbeda. Perlakuan pertama yaitu dengan mencampurkan 2 mL NaOH 2 M dan 6
mL H2SO4 1 M. Masing-masing reagen diukur suhunya menggunakan termometer
dan didapatkan suhu NaOH 30℃ dan suhu HNO3 30℃. Setelah itu dicampurkan
kedua bahan dan diukur suhunya menggunakan termometer dan didapatkan suhu
campuran 31℃. Reaksi ini termasuk reaksi non stoikiometri karena NaOH telah
habis bereaksi dan H2SO4 masih bersisa sebanyak 4 mmol. Perlakuan kedua yaitu
dengan dengan mencampurkan 4 mL NaOH 2 M dan 4 mL H2SO4 1 M. Masing-
masing reagen diukur suhunya menggunakan termometer dan didapatkan suhu
NaOH 29℃ dan suhu HNO3 31℃. Setelah itu dicampurkan kedua bahan dan diukur
suhunya menggunakan termometer dan didapatkan suhu campuran 30℃. Reaksi ini
termasuk reaksi stoikiometri karena kedua reaktan telah habis bereaksi. Pada
perlakuan ketiga yaitu dengan dengan mencampurkan 6 mL NaOH 2 M dan 2 mL
H2SO4 1 M. Masing-masing reagen diukur suhunya menggunakan termometer dan
didapatkan suhu NaOH 28℃ dan suhu HNO3 30℃. Setelah itu dicampurkan kedua
bahan dan diukur suhunya menggunakan termometer dan didapatkan suhu
campuran 31℃. Reaksi ini termasuk reaksi non stoikiometri karena NaOH telah
habis bereaksi dan H2SO4 masih bersisa sebanyak 8 mmol. Dari ketiga perlakuan
diatas dapat disimpulkan bahwa titik maksimumnya adalah pada pencampuran 4
mL NaOH 2 M dengan 4 mL H2SO4 1 M karena merupakan reaksi stoikiometri.
Terdapat beberapa perlakuan didalam percobaan ini, antara lain:
- Volume reaktan yang diberikan berbeda-beda agar dapat diketahui titik
maksimum dan minimum pada sistem
- Pencampuran kedua larutan agar tejadi reaksi
- Pengukuran volume, hal ini dilakukan agar didapatkan volume larutan sesuai
yang diinginkan.
- Pengukuran suhu, agar dapat diketahui suhu sebelum bercampur dan setelah
dicampurkan.
Fungsi alat-alat yang digunakan yaitu:
- Gelas kimia berfungsi sebagai tempat reagen dicampurkan.
- Gelas ukur berfungsi untuk mengukur volume reagen yang akan direaksikan.
- Termometer berfungsi untuk mengukur suhu reagen sebelum dicampur dan
setelah dicampurkan.
- Pipet tetes berfungsi untuk mengambil larutan dalam jumlah yang sedikit
Fungsi bahan yang digunakan yaitu:
- Kertas label berfungsi untuk menamai alat-alat dan bahan yang digunakan agar
tidak tertukar
- Tisu berfungsi untuk membersihkan alat-alat yang telah digunakan
- Akuades berfungsi untuk mencuci alat yang telah digunakan untuk proses reaksi
Fungsi reagen adalah:
- Larutan NaOH 2 M berfungsi sebagai reagen yang digunakan untuk proses
reaksi, NaOH bersifat basa
- Larutan HNO3 2 M berfungsi sebagai reagen yang digunakan untuk proses
reaksi, NaOH bersifat asam
- Larutan H2SO4 1 M berfungsi sebagai reagen yang digunakan untuk proses
reaksi, H2SO4 bersifat asam
Dalam praktikum ini terdapat beberapa faktor kesalahan yaitu:
- Kurang teliti dalam pengukuran suhu menggunakan termometer sehingga hasil
yang didapatkan kurang akurat
- Pengukuran volume larutan yang tidak teliti
Sifat fisik NaOH yaitu:
- Rumus molekul : NaOH
- Massa molar : 40 g/mol
- Kepadatan : 2,13 g/cm3
- Titik lebur : 318 ℃
- Titik didih : 1388
- Penampilan : putih, solid, hidroskopis
Sifat kimia NaOH, yaitu:
- Bila dibiarkan diudara akan cepat menyerap karbondioksida dan lembab
- Mudah larut dalam air dan etanol
- Tidak larut dalam eter
- Mudah terionisasi membentuk ion natrium dan hidroksida
- Merupakan basa kuat bila dilarutkan dalam air
Sifta fisik HNO3, yaitu:
- Rumus molekul : HNO3
- Densitas : 1,39 g/cm3
- Berat molekul : 63,012 g/mol
- Titik didih : 121 ℃
- Titik lebur : -32 ℃
- Tidak berwarna
Sifat kimia HNO3, yaitu:
- HNO3 tidak stabil terhadap panas dan matahari
- Larutan asam kuat
- Dalam larutan pekatnya, asam sulfat mengalami ionisasi
Sifat fisika H2SO4 yaitu:
- Rumus molekul : H2SO4
- Titik leleh : 10 ℃
- Titik didih : 298 ℃
- Tekanan uap : 146 ℃
- Tidak berwarna
Sifat kimia H2SO4, yaitu:
- Dengan basa membentuk garam dan air
- Dengan alkohol membentuk eter dengan air
- Merupakan asam kuat
Aplikasi stoikiometri antara lain:
- Digunakan dalam proses titrasi
- Reaksi pembakaran
- Pembuatan obat-obatan
- Reaksi pencernaan didalam tubuh makhluk hidup
- Pembuatan larutan dalam proses industri
- Pembuatan pupuk
- Penentuan kadar dalam suatu zat atau senyawa
- Pembuatan kembang api
- Reaksi fotosintesis pda tumbuhan
- Pembuatan zat-zat kimia di laboratorium
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
- Titik maksimum dari campuran NaOH – HNO3 adalah 32 ℃ dan titik minimum
31 ℃
- Titik maksimum dari campuran NaOH – H2SO4 adalah 34 ℃ dan titik
minimum 31 ℃
- Pada NaOH 2 M 6 mL – HNO3 2 M 2 mL dan NaOH 2 M 6 mL – HNO3 2 M
2 mL merupakan reakis non stoikiometri, sedangkan pada NaOH 2 M 4 mL –
HNO3 2 M 4 mL merpakan reaksi stoikiometri, karena reaktan sama-sama
habis bereaksi
5.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum stoikiometri selanjutnya larutan yang digunakan
dapat divariasikan lagi. Misalnya, larutan HNO3 dapat diganti dengan larutan HCl
atau yang lainnya agar didapatkan hasil yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Keenan, dkk. 1984. Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Respati. 1992. Dasar-Dasar Ilmu Kimia. Jakarta: Bineka Cipta.
Petrucci, Ralph H. 1987. Kimia Dasar Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Sastrohamidjojo, H. 2001. Kimia Dasar. Yogyakarta: UGM.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 1. Bandung: ITB.
PERCOBAAN 5
LAJU REAKSI
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA DASAR 1
PERCOBAAN 5
LAJU REAKSI
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
NAMA NIM
FAUZIAH ASTARI 1407035007
JEFFREY YOSUA SITINJAK 1407035056
RIKE DOMINTA APRIANTI MANIK 1407035021
SAFRIDAH HANNUM N 1407035018
Samarinda, 6 Desember 2014
Mengetahui,
Dosen pengajar, Asisten Praktikum
Prof. Dr. Daniel Tarigan M.Si Bayu Iskandar
NIP: 19661211 200012 1 001 NIM: 1307035013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan ini, banyak sekali dijumpai perubahan–perubahan yang
terjadi, baik secara cepat maupun lambat. Banyak sekali contoh perubahan dalam
kimia. Reaksi kimia merupakan proses berubahnya pereaksi menjadi hasil reaksi.
Bahan bakar roket dirancang untuk menghasilkan lepasan cepat produk gas dan
energi untuk memberikan dorongan maksimum pada roket. Susu disimpan dalam
lemari pendingin untuk memperlambat proses basi, merupakan contoh dari reaksi
kimia. Reaksi kimia ada yang berlangsung cepat dan ada pula yang berlangsung
lambat. Contoh reaksi yang berlangsung dengan cepat adalah pembakaran kertas.
Sedangkan contoh reaksi yang berlangsung dengan sangat lambat adalah perkaratan
logam.
Reaksi kimia ada yang berlangsung cepat dan ada yang beralangsung
dengan sangat lambat, karena adanya perbedaan laju reaksi kimia antara suatu
reaksi dan reaksi lainnya. Laju reaksi kimia didefinisikan sebagai laju perubahan
konsentrasi per satuan waktu. Saat terjadinya suatu reaksi kimia, maka seiring
waktu jumlah pereaksi akan semakin berkurang dan jumlah produk akan semakin
bertambah. Perbedaan lama dan cepatnya suatu reaksi kimia disebabkan oleh
berbagai faktor. Pengetahuan tentang faktor yang mempengaruhi laju reaksiberguna
dalam mengontrol kecepatan reaksi sesuai yang diinginkan. Kadang–kadang kita
ingin reaksi tersebut berlangsung cepat, contohnya adalah seperti pembuatan
amoniak dari nitrogen dan hidrogen. Atau dalam pabrik yang menghasilkan zat
tertentu. Tentu saja dalam proses produksinya, produsen ingin hal yang cepat. Akan
tetapi kadang kala kita ingin memperlambat laju reaksi, seperti pada masalah proses
perkaratan besi, memperlambat pembusukan makanan oleh bakteri, dan lain
sebagainya. Ada beberapa faktor utama yang mempengaruhi laju reaksi ini. Faktor–
faktor tersebut adalah konsentrasi dari pereaksi tersebut, suhu dari pereaksi pada
saat reaksi sedang berlangsung, luas permukaan dari partikel–partikel zat yang
menyusun pereaksi, serta katalis yang merupakan zat yang dapat mempengaruhi
waktu dari reaksi kimia berlangsung namun tidak mempengaruhi hasil reaksinya.
Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan untuk mengetahui laju reaksi kimia
pada beberapa bahan kimia. Dalam hal ini, yang dianalisa adalah laju reaksi pada
zat HNO3dengan konsentrasi 1 M dan juga HNO3 2M. Serta untuk mengetahui laju
reaksi pada Na2S2O3 dengan konsentrasi 0,1 M serta Na2S2O3 0,2 M. Serta untuk
mengetahui pengaruh konsentrasi dan suhu terhadap nilai laju reaksi kimianya.
Selain itu, untuk mengetahui orde reaksi dan orde reaksi total Na2S2O3 terhadap
HNO3 dan sebaliknya HNO3 terhadap Na2S2O3.
1.2 Tujuan Percobaan
Mengetahui orde reaksi Na2S2O3 terhadap HNO3 dan HNO3 terhadap Na2S2O3 pada
percobaan pengaruh konsentrasi.
Mengetahui orde reaksi Na2S2O3 terhadap HNO3 dan HNO3 terhadap Na2S2O3 pada
percobaan pengaruh suhu.
Mengetahui orde reaksi total Na2S2O3 dan HNO3 pada percobaan pengaruh
konsentrasi dan pengaruh suhu.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kinetika Kimia
Reaksi kimia adalah proses berubahnya pereaksi menjadi hasil reaksi.
Proses itu ada yang cepat dan ada yang lambat, contohnya bensin terbakar lebih
cepat dibandingkan minyak tanah. Ada reaksi yang berlangsung sangat cepat,
seperti membakar dinamit yang menghasilkan ledakan, dan ada yang sangat lambat,
seperti besi berkarat. Pembahasan tentang kecepatan (laju) reaksi disebut kinetika
kimia. Dalam kinetika kimia ini dikemukakan cara menentukan laju reaksi dan
faktor–faktor yang mempengaruhinya (Syukri, 1999).
Pengetahuan tentang faktor yang mempengaruhi laju reaksi berguna dalam
mengontrol kecepatan reaksi sesuai yang diinginkan. Kadang–kadang kita ingin
reaksi berlangsung cepat, seperti pembuatan amoniak dari nitrogen dan hidrogen,
atau dalam pabrik yang menghasilkan zat tertentu. Akan tetapi kadangkala kita
ingin memperlambat laju reaksi, seperti mengatasi berkaratnya besi, memperlambat
pembusukan makanan oleh bakteri, dan sebagainya.
Faktor yang mempengaruhi laju reaksi ada 4, yaitu :
Sifat Pereaksi
Salah satu faktor penentu laju reaksi adalah sifat pereaksinya, ada yang reaktif dan
ada yang kurang reaktif, misalnya bensin lebih cepat terbakar daripada minyak
tanah. Demikian juga logam natrium bereaksi cepat dengan air, sedangkan logam
magnesium lambat.
Konsentrasi Pereaksi
Dua molekul yang akan bereaksi harus bertabrakan langsung. Jika konsentrasi
pereaksi diperbesar, berarti kecepatannya bertambah dan akan memperbanyak
kemungkinan tabrakan sehingga akan mempercepat reaksi. Akan tetapi harus
diingat bahwa tidak selalu pertambahan konsentrasi pereaksi meningkatkan laju
reaksi, karena laju reaksi dipengaruhi juga oleh faktor lain.
Suhu
Hampir semua reaksi menjadi lebih cepat bila suhu dinaikkan, karena kalor yang
diberikan akan menambah energi kinetik pertikel pereaksi. Akibatnya, jumlah dan
energi tabrakan akan menjadi bertambah besar.
Katalis
Laju reaksi dapat diubah (umumnya dipercepat) dengan menambah zat yang
disebut katalis. Katalis sangat diperlukan dalam reaksi zat organik, termasuk dalam
organisme. Katalis dalam organisme disebut enzim dan dapat mempercepat reaksi
ratusan sampai puluhan ribu kali (Syukri,1999).
2.2 Laju Reaksi
Laju reaksi adalah perbandingan perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil
reaksi terhadap perubahan waktu. Jadi, laju reaksi dirumuskan sebagai berikut.
Laju reaksi = Perubahan konsentrasi
waktu (HAM, 2006).
Apabila persamaan reaksi :
A B
Maka laju reaksinya V = [A]x dengan x adalah orde (tingkat) reaksi yang dapat
merupakan bilangan bulat atau pecahan. Harga x hanya dapat ditentukan secara
eksperimen dan tidak ada hubungannya dengan koefisien.
Persamaan reaksi :
V = k . [A]x , k = ketetapan laju reaksi (Tamrin, 2003).
Untuk reaksi A B, pereaksi (A) berkurang, dan pada saat yang sama hasil
reaksi (B) bertambah. Dengan demikian, laju reaksi rata–rata dapat diungkapkan
dari pengurangan peraksi atau penambahan konsentrasi hasil reaksi dalam selang
waktu ∆t = t2 - t1 (Syukri, 1999).
Gambar 2.1 perubahan konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi dalam reaksi A B
r = −∆[𝐴]
∆𝑡 =
∆ [𝐵]
∆𝑡
2.3 Mengukur laju reaksi
2.3.1 Mengikuti Reaksi Kimia
Larutan berair 3% hidrogen peroksida adalah antiseptik yang umum. Kerja
antiseptiknya adalah hasil dari pelepasan O2 sewaktu H2O2 terurai. O2(g) melepaskan
diri dari H2O2(aq) dan akhirnya reaksi berjalan sampai selesai.
H2O2(aq) H2O(l) + 1
2 O2(g)
Kita dapat mengikuti jalannya reaksi dengan memfokuskan pada pembentukan O2(g)
yang diproduksi pada waktu berbeda dan mengaitkan volume ini dengan penurunan
konsentrasi H2O2 (Petrucci, 2011).
2.3.2 Laju Awal Reaksi
Adakalanya kita hanya ingin mengetahui laju reaksi ketika reaktan mula–
mula dicampurkan. Laju ini dapat diperoleh dari garis tangan pada kurva
konsentrasi–waktu pada t = 0. Cara lain adalah dengan mengukur konsentrasi
reaktan yang dipilih segera setelah pencampuran. Dengan cara ini, diperoleh∆ [
reaktan] dalam interval waktu yang sangat singkat (∆𝑡), yaitu t = 0. Dua pendekatan
ini memberikan hasil yang sama jika interval waktu yang digunakan dibatasi pada
waktu ketika garis tangen dan kurva konsentrasi–waktu berimpitan (Petrucci,
2011).
2.4 Hukum Laju
Salah satu tujuan dalam kegiatan kinetika kimia adalah menurunkan
persamaan yang dapat digunakan untuk memprediksi hubungan antara laju reaksi
dan konsentrasi reaktan. Persamaan yang ditetapkan secara percobaan ini disebut
hukum laju atau persamaan laju.
Laju reaksi = k [A]a [B]b
Suku [A], [B] menyatakan molaritas reaktan. Eksponen yang diperlukan, m, n,.....
biasanya berupa angka bulat, positif, kecil, meskipun dalam beberapa kasus dapat
nol, pecahan, dan/atau negatif. Eksponen harus ditentukan secara percobaan dan
biasanya tidak sama dengan koefisien stoikiometrinya (Petrucci, 2011).
Istilah orde dikaitkan dengan eksponen dalam hukum laju dan digunakan
dalam 2 cara. (1) jika m = 1, kita mengatakan reaksi berorde pertama untuk A. Jika
m = 2, reaksi berorde kedua untuk B, dan seterusnya. (2) orde reaksi keseluruhan
adalah jumlah semua eksponen. Konstanta proporsiolitas dan menghubungkan laju
reaksi dengan konsentrasi reaktan dan dinamakan konstanta laju reaksi tersebut.
Nilainya bergantung pada reaksi spesifik, keberadaan katalis dan suhu. Semakin
besar nilai k, semakin besar reaksi berjalan. Orde reaksi menentukan bentuk umum
laju dan satuan k yang benar. Dengan hukum laju untuk suatu reaksi kita dapat,
Menghitung laju reaksi untuk konsentrasi reaktan yang diketahui
Menurunkan persamaan yang menyatakan konsentrasi reaktan sebagai fungsi
waktu (Petrucci, 2011).
2.5 Metode Laju Awal
Seperti tersirat pada namanya, metode ini mensyaratkan kita bekerja dengan
laju awal reaksi. Contohnya, mari kita melihat reaksi spesifik antara merkuri (II)
klorida dan ion oksalat.
2HgCl2(aq) + C2O42-
(aq) 2Cl2-(aq) + 2CO2(g) + Hg2Cl2(g)
Hukum laju tentatif yang dapat kita tulis untuk reaksi ini adalah, v = k [HgCl2]m
[C2O42-]n. Kita dapat mengikuti reaksi dengan mengukur kuantitas HgCl2(s) yang
terbentuk sebagai fungsi waktu. Seperti telah dikemukakan, orde reaksi
sebagaimana diinginkan melalui hukum laju, menentukan satuan konstanta laju k.
Artinya, jika pada sisi kiri hukum laju reaksi mempunyai satuam M (waktu)-1,
disebelah kanan, satuan k harus menghasilkan pemdaan sehingga juga memberikan
M (waktu)-1. Begitu kita mempunyai eksponen dalam persamaan laju, kita dapat
menentukan nilai konstanta laju k. Untuk melakukannya, apa yang kita perlukan
adalah laju reaksi yang berkaitan dengan konsentrasi awal yang diketahui pada
reaktan (Petrucci, 2011).
2.6 Reaksi Orde ke Nol
Reaksi orde ke-nol keseluruhan mempunyai hukum laju yang jumlah
eksponennya m+n+.... sama dengan 0. Sebagai contoh, kita ambil reaksi dengan
reaktan tunggal A yang terdekomposisi menjadi produk.
A produk
Jika reaksi mempunyai orde ke-nol, hukum lajunya, v = k [A] = k = konstan.
Ciri-ciri reaksi orde ke-nol adalah :
Grafik konsentrasi-waktu merupakan garis lurus dengan kemiringan negatif
(gambar 2.2).
Laju reaksi yang sama dengan k dan tetap konstan di sepanjang reaksi adalah
negatif dan kemiringan garis ini.
Satuan k sama dengan satuan laju reaksi.
Persamaan lain yang berguna, yang disebut hukum laju terintegrasi menyatakan
konsentrasi reaktan sebagai fungsi waktu (Petrucci, 2011).
Waktu
Gambar 2.2 laju reaksi orde ke-0
2.7 Reaksi Orde Pertama
kon
sen
trasi
Suatu reaksi orde pertama keseluruhan memiliki hukum laju dengan jumlah
eksponen m+n sama dengan 1. Jenis yang sangat umum dari reaksi orde pertama,
adalah reaksi dengan satu reaktan terdekomposisi menjadi beberapa produk. Laju
reaksi orde ke-1, V = k [A]1 (Petrucci, 2011).
Grafik laju reaksi orde ke-1 sebagai berikut.
2.8 Syarat terjadinya reaksi
Disamping syarat termodinamika (yaitu ∆𝐺 ≤ 0), reaksi dapat berlangsung
bila terjadi tumbukan langsung antara molekul pereaksi. Tumbukan itu harus
memenuhi dua syarat, yaitu posisinya efektif dan energinya mencukupi.
2.8.1 Tumbukan Efektif
Tumbukan yang efektif adalah keadaan molekul sedemikian rupa sehingga
antara A dan B saling bertabrakan. Tumbukan tidak efektif jika yang bertabrakan
adalah atom-atom yang berbeda, yaitu A dengan B.
2.8.2 Energi Tumbukan Cukup
Tabrakan molekul pereaksi, walaupun sudah bertabrakan langsung dengan
posisi yang efektif, tetapi bila energi kurang tidak akan menimbulkan reaksi.
Besarnya energi yang diperlukan untuk melawan gaya tolak elektron disebut energi
aktivasi (Syukri, 1999).
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Gelas kimia
Gelas ukur
Thermometer
Stopwatch
Hot plate
Pipet tetes
Penjepit tabung reaksi
Tabung reaksi
3.1.2 Bahan
Larutan Na2S2O3 0,1 M
Larutan Na2S2O3 0,2 M
Larutan HNO3 1 M
Larutan HNO3 2 M
Kertas label
Aquades
Kertas bertanda ‘x’
3.2 Prosedur Percobaan
3.2.1 Pengaruh Konsentrasi
a. Percobaan pertama (Na2S2O3 0,1 M + HNO3 1 M)
Dimasukkan 5 ml Na2S2O3 0,1 M ke dalam gelas kimia
Dimasukkan 5 ml HNO3 1 M ke dalam gelas ukur
Diletakkan gelas kimia berisi Na2S2O3 di atas kertas bertanda ‘x’
Dituang HNO3 kedalam gelas kimia berisi Na2S2O3
Dicatat waktu terjadinya reaksi sampai tanda ‘x’ pada kertas tidak terlihat
b. Percobaan kedua (Na2S2O3 0,2 M + HNO3 1 M)
Dimasukkan 5 ml Na2S2O3 0,2 M ke dalam gelas kimia
Dimasukkan 5 ml HNO3 1 M ke dalam gelas ukur
Diletakkan gelas kimia berisi Na2S2O3 di atas kertas bertanda ‘x’
Dituang HNO3 kedalam gelas kimia berisi Na2S2O3
Dicatat waktu terjadinya reaksi sampai tanda ‘x’ pada kertas tidak terlihat
c. Percobaan ketiga (Na2S2O3 0,2 M + HNO3 2 M)
Dimasukkan 5 ml Na2S2O3 0,2 M ke dalam gelas kimia
Dimasukkan 5 ml HNO3 2 M ke dalam gelas ukur
Diletakkan gelas kimia berisi Na2S2O3 di atas kertas bertanda ‘x’
Dituang HNO3 kedalam gelas kimia berisi Na2S2O3
Dicatat waktu terjadinya reaksi sampai tanda ‘x’ pada kertas tidak terlihat
3.2.2 Pengaruh Suhu
a. Percobaan pertama (Na2S2O3 0,1 M + HNO3 1 M)
Disiapkan gelas kimia yang diisi 5 ml Na2S2O3 0,1 M
Dipanaskan hingga suhu 40C
Diletakkan di atas kertas yang telah diberikan tanda ‘x’
Dimasukkan 5 ml larutan HNO3 1 M kedalam larutan Na2S2O3 0,1 M yang telah
dipanaskan
Dicatat waktu yang dibutuhkan hingga tanda ‘x’ tidak terlihat
b. Percobaan kedua (Na2S2O3 0,2 M + HNO3 1 M)
Disiapkan gelas kimia yang diisi 5 ml Na2S2O3 0,2 M
Dipanaskan hingga suhu 40C
Diletakkan di atas kertas yang telah diberikan tanda ‘x’
Dimasukkan 5 ml larutan HNO3 1 M kedalam larutan Na2S2O3 0,2 M yang telah
dipanaskan
Dicatat waktu yang dibutuhkan hingga tanda ‘x’ tidak terlihat
c. Percobaan ketiga (Na2S2O3 0,2 M + HNO3 2 M)
Disiapkan gelas kimia yang diisi 5 ml Na2S2O3 0,2 M
Dipanaskan hingga suhu 40C
Diletakkan di atas kertas yang telah diberikan tanda ‘x’
Dimasukkan 5 ml larutan HNO3 2 M kedalam larutan Na2S2O3 0,2 M yang telah
dipanaskan
Dicatat waktu yang dibutuhkan hingga tanda ‘x’ tidak terlihat
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tabel Pengamatan
4.1.1 Pengaruh Konsentrasi
No. [HNO3] [Na2S2O3] t (s) V = 1
t
1. 1 M 0,1 M 64 s 0,0156
2. 1 M 0,2 M 116 s 0,008
3. 2 M 0,2 M 25 s 0,04
4.1.2 Pengaruh Suhu
No. [HNO3] [Na2S2O3] t (s) T (C) V = 1
t
1. 1 M 0,1 M 323 s 40C 0,003
2. 1 M 0,2 M 12 s 40C 0,833
3. 2 M 0,2 M 18 s 40C 0,05
4.2 Reaksi
2HNO3 + Na2S2O32NaNO3 + SO2 + S + H2O
4.3 Perhitungan
4.3.1 Pengaruh Konsentrasi
Orde reaksi Na2S2O3
V1
V2 =
k [Na2S2O3]1 x [HNO3]1
y
k [Na2S2O3]2x [HNO3]2
y
0,0156
0,0086 =
k [0,1]1 x [1]1
y
k [0,2]2x [1]2
y
1,8097 = (0,5)x
Log 1,8097 = log (0,5)x
x = log 1,8097
log 0,5
= -0,85
Orde Reaksi HNO3
V2
V3 =
k [Na2S2O3]1 x [HNO3]1
y
k [Na2S2O3]2x [HNO3]2
y
0,0086
0,04 =
k [0,2]1 x [1]1
y
k [0,2]2x [2]2
y
0,2155 = (0,5)y
Log 0,2155 = log (0,5)y
y = log 0,2155
log 0,5
= 2,2142
Orde Reaksi Total
x + y = -0,85 + 2,21
= 1,36
Persamaan Laju Reaksi
v = k [Na2S2O3]-0,85 [HNO3]2,2142
Nilai k
k = 𝑉3
[𝑁𝑎2𝑆2𝑂3]3 [𝐻𝑁𝑂3]3
=0,0156
[0,1]−0,85 [1]2,2142
= 0,0156
7,1729
= 2,1748 × 10-3
4.3.2 Pengaruh Suhu
Orde reaksi Na2S2O3
V1
V2 =
k [Na2S2O3]1 x [HNO3]1
y
k [Na2S2O3]2x [HNO3]2
y
0,003
0,0833 =
k [0,1]1 x [1]1
y
k [0,2]2x [1]2
y
0,0371 = (0,5)x
Log 0,0371= log (0,5)x
x = log 0,0371
log 0,5
= 4,7524
Orde Reaksi HNO3
V2
V3 =
k [Na2S2O3]1 x [HNO3]1
y
k [Na2S2O3]2x [HNO3]2
y
0,0833
0,055 =
k [0,2]1 x [1]1
y
k [0,2]2x [2]2
y
1,5145 = (0,5)y
Log 1,5145 = log (0,5)y
y = log 1,5145
log 0,5
= -0,5987
Orde Reaksi Total
x + y = 4,7524 + (-0,5987)
= 4,1537
Persamaan Laju Reaksi
v = k [Na2S2O3]4,7524 [HNO3]-0,5987
Nilai k
k = 𝑉3
[𝑁𝑎2𝑆2𝑂3]3 [𝐻𝑁𝑂3]3
=0,003
[0,1]4,7524 [1]−0,5987
= 0,003
0,00007
= 175,0735
4.4 Grafik
4.4.1 Pengaruh konsentrasi pada laju reaksi
4.4.2 Pengaruh suhu pada lajau reaksi
4.5 Pembahasan
Laju reaksi adalah besarnya perubahan konsentrasi tiap satuan waktu. Laju
reaksi mengukur seberapa cepat reaktan habis bereaksi atau seberapa cepat produk
terbentuk. Laju dinyatakan sebagai perbandingan perubahan konsentrasi terhadap
0
0.5
1
1.5
2
2.5
64 116 25
kon
sen
tras
i (M
)
waktu (s)
Grafik Pengaruh Konsentrasi
Na2S2O3
HNO3
0
0.5
1
1.5
2
2.5
323 12 18
Chart Title
Na2S2O3 HNO3 Column1
waktu. Sifat laju reaksi ialah tidak tetap melainkan berubah terus menerus seiring
dengan perubahan konsentrasi.
Tetapan laju reaksi disebut juga koefisien laju atau laju reaksi jenis, dengan
lambang k (konstanta). Tetapan laju adalah tetapan perbandingan antara laju reaksi
dan hasil kali konsentrasi spesi yang mempengaruhi laju reaksi. Tetapan laju juga
merupakan perubahan konsentrasi pereaktan atau produk reaksi per satuan waktu
dalam suatu rekasi jika konsentrasi semua pereaksi sama dengan satu.
Energi aktivasi yaitu jumlah minimum energi yang diperlukan untuk
mengawali reaksi kimia. Apabila energinya lebih kecil daripada energi aktivasi,
molekul tetap utuh, dan tidak ada perubahan akibat tumbukan.
Jenis–jenis orde reaksi dibedakan menjadi 4, yaitu orde reaksi nol, orde
reaksi satu, orde reaksi dua, dan orde reaksi negatif. Berikut grafiknya.
Orde reaksi nol
Vr = k [A]0
Orde reaksi satu
Vr = k [A]
Orde reaksi dua
Vr = k [A]2
Orde reaksi negatif
Vr
[A]
Faktor–faktor yang mempengaruhi laju reaksi ialah konsentrasi, makin
banyak zat–zat yang bereaksi sehingga makin besar pula kemungkinan terjadi
tumbukan, dengan demikian makin besar pula kemungkinan terjadinya reaksi. Luas
permukaan zat juga merupakan faktor yang memepengaruhi laju reaksi. Syarat agar
reaksi dapat berlangsung adalah zat–zat pereaksi harus bercampur atau bersentuhan
dengan pereaksi yang heterogen. Reaksi hanya berlangsung pada bidang batas
campuran inilah yang disebut bidang sentuh. Dengan memperbesar luas bidang
sentuh, reaksi akan berlangusung lebih cepat.
Pada suhu tinggi, energi molekul–molekul bertambah sehingga laju
molekul–molekul juga bertambah dengan demikian laju molekul juga bertambah.
Biasanya kenaikan suhu sebesar 10C akan menyebabkan kenaikan laju reaksi
sebesar dua atau tiga kali. Energi yang diperlukan untuk menghasilkan suatu reaksi
disebut energi pengaktifan kinetik.
Katalis dapat mempercepat laju reaksi dengan jalan menurunkan energi
pengaktifan suatu reaksi. Katalis adalah zat kimia yang dapat meningkatkan laju
reaksi tanpa dirinya mengalami perubahan kimia secara permanen. Katalis dibagi
menjadi tiga macam, yaitu katalis homogen, katalis heterogen dan katalis enzim.
Pada percobaan praktikum laju reaksi, pada percobaan diamati pengaruh
perubahan konsentrasi dan suhu terhadap laju reaksi kimia. Pada percobaan pertama
dimasukkan 5 ml larutan Na2S2O3 0,1 M ke dalam gelas kimia dan diletakkan di
atas kertas yang diberi tanda ‘x’ dan dicampur dengan larutan HNO3 1 M sebanyak
5 ml hingga tanda ‘x’ perlahan–lahan menghilang. Dilakukan cara yang sama pada
percobaan kedua dan ketiga tetapi dengan konsentrasi yang berbeda. Dari hasil
percobaan didapatkan hasil yang tidak sesuai dengan teori dimana bahwa semakin
besar konsentrasi maka reaksi berlangsung semakin cepat pula. Pada percobaan
kedua dengan HNO3 sebesar 1 M dicampurkan dengan Na2S2O3 0,2 M waktu yang
didapatkan ialah 116 s hal ini dikarenakan larutan HNO3 tidak tercampur merata
dengan larutan Na2S2O3 sehingga didapatkan hasil yang tidak sesuai. Alat–alat yang
digunakan ialah gelas ukur yang berfungsi untuk mengukur volume bahan/larutan
yang digunakan, pipet tetes yang berfungsi untuk mengambil dan memindahkan
larutan, gelas kimia yang berfungsi untuk wadah yang digunakan untuk
mencampurkan reaksi Na2S2O3 dan HNO3, thermometer yang digunakan untuk
mengukur suhu, hot plate yang digunakan untuk memanaskan larutan agar suhunya
mencapai 40C dan stopwatch yang berfungsi untuk mengukur waktu yang
dibutuhkan. Bahan–bahan yang digunakan ialah 5 ml larutan Na2S2O3 0,1 M dan
0,2 M dan 5 ml larutan HNO3 1 M dan 2 M. Kedua bahan tersebut digunakan untuk
mengetahui pengaruh konsentrasi dan suhu terhadap laju reaksi. Fungsi pemanasan
yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap laju reaksi.
Pada praktikum kali ini terdapat beberapa faktor kesalahan, faktor kesalahan
tersebut antara lain sebagai berikut.
Praktikan kurang teliti dalam mengukur volume
Pada pencampuran larutan Na2S2O3 dan HNO3 yang kurang merata
Ketidaktepatan dalam pengukuran waktu
Perbedaan persepsi dalam menentukan tanda silang yang sudah tidak terlihat atau
belum
Aplikasi–aplikasi laju reaksi dalam kehidupan sehari – hari adalah sebagai
berikut.
Penggunaan katalis pada industri pembuatan amonia
Ibu rumah tangga yang mengiris terlebih dahulu gula merah yang akan dimasak
Membersihkan kolam renang dengan menggunakan kaporit
Memperlambat proses pembusukan ikan atau makanan dengan menurunkan
temperatur
Adapun manfaat laju reaksi dalam bidang industri perminyakan adalah
sebagai berikut.
Metode distilasi yang menghasilkan bensin
Metode katalis dan alkilasi, katalis yang digunakan adalah asam oksida,
alumunium, silikon dan krom
Prinsip percobaan laju reaksi adalah sebagai berikut.
Memahami kinetika reaksi
Memahami kesetimbangan kimia
Memahami faktor–faktor yang mempengaruhi laju reaksi
Memahami teori tumbukan
Menjelaskan pengaruh konsentrasi dan suhu
Memahami luas permukaan dan katalis
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Orde reaksi Na2S2O3 terhadap HNO3 dalam percobaan pengaruh konsentrasi
sebesar -0,85. Sedangkan orde reaksi HNO3 terhadap Na2S2O3 dalam
percobaan pengaruh konsentrasi sebesar 2,2142.
Orde reaksi Na2S2O3 terhadap HNO3 dalam percobaan pengaruh suhu sebesar
4,7524. Sedangkan orde reaksi HNO3 terhadap Na2S2O3 dalam percobaan
pengaruh suhu sebesar -0,5987.
Orde reaksi total pada percobaan pengaruh konsentrasi sebesar 1,36.
Sedangkan orde reaksi total pada percobaan pengaruh suhu sebesar 4,1537.
5.2 Saran
Diharapkan, untuk praktikum yang akan datang digunakan larutan dengan
konsentrasi yang lebih bervariasi misalnya Na2S2O3 1 M, HNO3 0,2 M, dan lain
sebagainya. Sehingga dapat membandingkan hasil yang didapatkan dengan
konsentrasi yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
HAM, Mulyono. 2006. Kamus Kimia. Jakarta : Bumi Aksara.
Petrucci, Ralph H, dkk. 2011. Kimia Dasar Edisi Kesembilan. Jakarta : Erlangga.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar Jilid 1. Bandung : ITB Press.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar Jilid 2. Bandung : ITB Press.
Tamrin, Jamal, dkk. 2003. Rahasia Penerapan Rumus-Rumus. Jakarta : Gita
Media Press.
PERCOBAAN 6
SIFAT-SIFAT UNSUR
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA DASAR 1
PERCOBAAN 6
SIFAT-SIFAT UNSUR
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
NAMA NIM
FAUZIAH ASTARI 1407035007
JEFFREY YOSUA SITINJAK 1407035056
RIKE DOMINTA APRIANTI MANIK 1407035021
SAFRIDAH HANNUM N 1407035018
Samarinda, 6 Desember 2014
Mengetahui,
Dosen pengajar, Asisten Praktikum
Prof. Dr. Daniel Tarigan M.Si Bayu Iskandar
NIP: 19661211 200012 1 001 NIM: 1307035013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan ini terdapat berbagai macam benda. Setiap benda tersusun
dari suatu zat penyusunnya. Jika zat-zat itu dibagi dan terus dibagi, maka akan
diperoleh suatu zat yang tidak bisa dibagi lagi, karena zat tersebut merupakan zat
tunggal yang sederhana. Unsur merupakan zat tunggal sederhana yang tidak dapat
dibagi lagi ke bagian yang lebih kecil. Unsur dapat kita jumpai dalam keadaan bebas
maupun didalam tanah. Wujud dari unsur juga berbeda antara satu dan lainnya. Ada
unsur yang berwujud padat, namun ada pula unsur yang berwujud cair. Selain
wujudnya yang berbeda-beda, setiap unsur juga memiliki perbandingan berat dan
jumlah atom yang beraneka ragam. Ada yang besar, ada yang sedang, ada pula yang
berukuran kecil.
Di alam ini ada beberapa golongan unsur. Ada golongan unsur alkali yang
terdiri dari Li, Na, K, Rb, Cs, Fr. Ada pula unsur bergolongan alkali tanah yang
terdiri dari Be, Mg, Ca, Sr, Ba, dan Ra. Unsur-unsur dari alkali tanah umumnya
dijumpai atau ditemukan didalam tanah. Unsur-unsur golongan alkali disebut juga
golongan I A, dan unsur-unsur golongan alkali tanah disebut juga golongan II A.
Susunan periodik sangat dikenal sebagai deretan unsur yang disusun menurut
nomor atom menjadi pedoman dalam penyelesaian pelajaran kimia terkait, seperti
mengetahui wujud zat, nomor atom, nomor massa, kecenderungan antar unsur, dan
masih banyak lagi. Didalam periodik unsur terdapat unsur-unsur yang dibagi
menjadi beberapa golongan. Golongan dalam susunan periodik dituliskan dalam
bentuk baris unsur yang mempunyai sifat yang sama dimasukkan ke golongan yang
sama.
Oleh karena itu praktikum ini dilaksanakan. Untuk megetahui sifat-sifat
unsur pada golongan I A yaitu golongan alkali yang terdiri dari Li, Na, K, Rb, Cs,
Fr. Selain itu untuk mengetahui sifat unsur pada golongan II A yaitu golongan alkali
tanah yang terdiri dari Be, Mg, Ca, Sr, Ba, Ra. Dalam melakukan pengamatan
tersebut digunakan BaCl2, CaCl2, Sr(NO3)2, MgCl2 yang dilarutkan dalam H2SO4
dan NaOH untuk mengetahui kelarutannya. Digunakan juga logam Kalium dan
serbuk Mg untuk mengetahui kereaktifannya. Sehingga dapat diketahui kereaktifan
unsur antara Mg dan logam K, mengetahui kelarutan BaCl2, MgCl2, CaCl2 Sr(NO3)2
dalam H2SO4 dan NaOH.
1.2 Tujuan Percobaan
Mengetahui perbandingan kereaktifan unsur dalam serbuk Mg dan logam K.
Mengetahui kelarutan BaCl2, MgCl2, Sr(NO3)2, dan CaCl2 dalam H2SO4.
Mengetahui kelarutan BaCl2, MgCl2, Sr(NO3)2, dan CaCl2 dalam NaOH.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penggolongan Periodik Unsur-Unsur
Menurut jenis subkulit yang terisi, unsur-unsur dapat dibagi menjadi
beberapa golongan unsur utama, gas mulia, unsur transisi, lantanida dan aktanida.
Unsur-unsur utama adalah unsur-unsur dalam golongan I A hingga VII A yang
semuanya memiliki subkulit s atau p dengan bilangan kuantum utama tertinggi yang
belum tentu penuh. Dengan pengecualian pada helium, seluruh gas mulia (unsur-
unsur golongan VIII A) mempunyai subkulit p terisi penuh (konfigurasi elektronnya
adalah 1s2 untuk helium dan ns2 np6 unutk gas mulia yang lain. Dimana n adalah
bilangan kuantum utama untuk kulit terluar). Logam transisi adalah unsur-unsur
dalam golongan I B dan III B hingga VIII B yang mempunyai subkulit d yang tidak
terisi penuh atau mudah menghasilkan kation dengan subkulit d yang tidak terisi
penuh. (Logam-logam ini kadang-kadang disebut dengan unsur-unsur transisi blok
d). Unsur-unsur golongan II B adalah Zn, Cd, dan Hg, yang bukan merupakan unsur
utama maupun unsur transisi. Lantanida dan aktanida kadangkala disebut unsur
transisi blok f karena kedua golongan itu memiliki subkulit f yang tidak terisi penuh
(Chang, 2005).
2.2 Konfigurasi Elektron Kation dan Anion
2.2.1 Ion yang Dihasilkan dari Unsur Golongan Utama
Pada pembentukan kation dari atom netral unsur golongan utama, satu
elektron atau lebih dikeluarkan dari kulit n terluar yang masih terisi. Di bawah ini
adalah konfigurasi elektron terkait beberapa atom netral dan kation-kationnya yang
terkait :
Na : [Ne] 3s1 Na+ : [Ne]
Ca : [Ar] 4s2 Ca2+ : [Ar]
Al : [Ne] 3s2 3p1 Al3+ : [Ne]
Perhatikan bahwa setiap ion mempunyai konfigurasi gas mulia yang stabil. Dalam
pembentukan anion, satu elektron atau lebih ditambahkan ke kulit n terluar yang
terisi sebagian. Perhatikan contoh-contoh berikut :
H : 1s1 H- : 1s2 atau [He]
F : 1s2 2s2 2p5 F- : 1s2 2s2 2p6 [Ne]
O : 1s2 2s2 2p4 O2- : 1s2 2s2 2p6 [Ne]
Sekali lagi semua anion mempunyai konfigurasi elektron gas mulia yang stabil.
Jadi, satu ciri khusus dari hampir semua unsur golongan utama ialah behwa ion-ion
yang dihasilkan dari atom netralnya mempunyai konfigurasi elektron gas mulia ns2
np6. Ion-ion atau atom-atom dan ion yang mempunyai jumlah elektronyang sama,
dan oleh karena itu konfigurasi elektron tingkat dasarnya sama disebut isoelektron.
Jadi, H- dan He adalah isoelektron, F-, Na+, dan Ne adalah isoelektron dan
seterusnya (Chang, 2005).
2.2.2 Kation yang Dihasilkan dari Logam Transisi
Pada baris pertama logam transisi (Sc sampai Cu), orbital 4s selalu diisi
lebih dulu sebelum orbital 3d. Perhatikan mangan, yang konfigurasi elektronnya
adalah [Ar] 4s2 3d5. Jika terbentuk ion Mn2+, kita mungkin menduga bahwa dua
elektron dikeluarkan dari orbital 3d untuk menghasilkan [Ar] 3d5. Alasannya ialah
interaksi elektron-elektron dan elektron inti pada atom netral agak berbeda dengan
interaksi pada ionnya. Jadi, meskipun dalam Mn orbital 4s selalu terisi lebih dulu
sebelum orbital 3d, elektron dikeluarkandan 4s pada pembentukan Mn2+, karena
orbital 3d lebih stabil daripada orbital 4s dalam ion logam transisi. Oleh karena itu,
jika kation terbentuk dan atom logam transisi, elektron yang dilepaskan pertama-
tama selalu dari orbital ns dan kemudian baru dari orbital (n-1)d (Chang, 2005).
2.3 Kemiripan Sifat Unsur
Dalam sistem periodik, tiap unsur terletak pada kotak tertentu sehingga ada
kelompok yang mempunyai kemiripan sifat. Kemiripan itu terdapat dalam arah
vertikal, horizontal dan diagonal. Kemiripan vertikal terjadi dalam unsur
segolongan karena elektron valensinya sama. Dengan demikian Li, Na, K
mempunyai sifat yang mirip karena dalam golongan alkali. Demikian juga unsur
segolongan yang lain, seperti alkali tanah, halogen dan gas mulia. Sistem periodik
mengandung 8 golongan A dan 8 golongan B, maka unsur dapat dibagi 16 golongan
yang masing-masing mempunyai kemiripan sifat. Oleh sebab itu, lebih baik
mempelajari sifat-sifat golongan unsur daripada mempelajari sifatnya satu persatu.
Kemiripan horizontal, unsur golongan VIII terdiri atas tiga triad, yaitu:
Triad besi : Fe, Co, Ni
Triad paladium : Ru, Rh, Pd
Triad paltina : Os, Ir, Pt
Tiap triad terdapat dalam satu periode (horizontal) sehingga disebut kemiripan
horiontal. Kemiripan ini diakibatkan oleh jari-jari atomnya hampir sama, karena
sifat unsur dipengaruhi oleh ukuran atomnya. Kemiripan diagonal,dalam unsur
golongan utama sebelah kiri dan kanan sistem periodik, yaitu I A sampai IV A
terdapat kemiripan sifat secara diagonal, contohnya Li dan Mg, Be dan Al, B dan
Si. Kemiripan ini disebabkan oleh jari-jari atom tersebut hampir sama. Dalam
beberapa hal Li mempunyai sifat mirip dengan Na, tetapi dalam hal lain mirip
dengan Mg. Begitu juga Be dengan Mg dan Al dan seterusnya B dengan Al dan Si
(Syukri, 1999).
2.4 Sifat Periodik Unsur
Walaupun unsur yang berdekatan dalam satu golongan atau perioda
mempunyai kemiripan, tetapi diantara sesamanya terdapat perbedaan tertentu.
Perbedaan sifat itu berubah dengan kecenderungan tertentu, sesuai dengan
perubahan nomor atomnya. Kecenderungan itu berulang pada golongan atau
perioda berikutnya, maka disebut sistem periodik. Sifat periodik yang dibahas disini
adalah jari-jari atom, jari-jair ion, energi ionisasi, afinitas elektron dan
keelektronegatifan (Syukri, 1999).
2.4.1 Jari-Jari Atom
Atom dianggap bulat sehingga mempunyai jari-jari tertentu. Jari-jari atom
adalah setengah jarak inti dua atom yang sama dalam ikatan tunggal, jari-jari atom
unsur logam diukur dari jarak dua atom kristal padatnya, sedangkan unsur non
logam dari panjang ikatan kovalen tunggal. Unsur dalam satu perioda mempunyai
kulit yang sama, tetapi nomor atom bertambah dari kiri ke kanan. Berarti jumlah
protonnya juga bertambah, sehingga daya tarik inti pada kulit terluar makin besar
dari kiri ke kanan. Menurut hukum Coloumb, daya tarik listrik berbanding lurus
dengan muatan, maka : F ∝ muatan inti × muatan e
Contohnya Na dan Mg mempunyai muatan inti masing-masing 11 dan 12. Daya
tarik inti Na lebih kecil daripada inti Mg terhadap elektron kulit terluarnya.
Akibatnya, jari-jari atom Na lebih besar dari Mg. Demikian juga untuk unsur
seperioda lainnya, yang terletak di kiri selalu lebih besar dari sebelah kanan. Dalam
suatu golongan, unsur mempunyai elektron valensi yang sama, tetapi jumlah
kulitnya bertambah dari atas ke bawah. Akibatnya, jari-jari atom bertambah dari
atas ke bawah, contohnya Na dan K. Dengan demikian dapat disimpulkan secara
umum bahwa,
Dalam suatu perioda, jari-jari bertambah dari kiri ke kanan.
Dalam suatu golongan, jari-jari bertambah dari atas ke bawah (Syukri,
1999).
2.4.2 Jari-Jari Ion
Jari-jari ion adalah jari-jari kation atau anion. Jari-jari ion mempengaruhi
sifat-sifat fisik dan kimia suatu senyawa ionik. Misalnya, struktur berdimensi tiga
dari suatu senyawa ionik bergantung pada ukuran relatif kation dan anionnya. Jika
atom netral diubah menjadi suatu ion, diharapkan ukuran nya berubah. Jika atom
membentuk anion, ukurannya bertambah, oleh karena muatan inti tetap sama tetapi
tolak menolak yang dihasilkan dari elektron yang ditambahkan akan memperbesar
daerah awan elektron. Disisi lain, kation lebih kecil dari atom netral, oleh karena
pelepasan satu elektron atau lebih mengurangi tolak-menolak elektron-elektron
tetapi muatan inti tetap sama, sehingga awan elektron mengkerut. Jika kita
mempelajari isoelektron, kita akan menemukan bahwa kation lebih kecil daripada
anion. Misalnya Na+ lebih kecil daripada F-. Kedua ion ini, mempunyai jumlah
elektron yang sama, tetapi Na memliki jumlah proton lebih banyak daripada F.
Muatan inti efektif Na+ lebih besar menghasilkan jari-jari yang kecil. Dengan
memusatkan perhatian pada kation isoelektron, dapat dilihat bahwa jari-jari ion
tripositif (yaitu ion yang mempunyai tiga muatan positif) lebih kecil daripada ion
dipositi (yaitu ion yang mempunyai dua muatan positif) yang selanjutnya lebih kecil
dari umpositif (Chang, 2005).
2.4.3 Energi Ionisasi atau Potensial Ionisasi
Energi ionisasi adalah energi minimum yang diperlukan untuk melepas satu
elektron dari suatu atom netral dalam wujud gas. Energi yang diperlukan untuk
melepas elektron kedua disebut energi ionisasi tingkat dua, dan seterusnya. Bila
tidak ada keterangan khusus, maka yang dimaksud dengan energi ionisasi ialah
energi ionisasi tingkat pertama. Energi ionisasi biasanya dinyatakan dalam KJ/mol.
Keperiodikan energi ionisasi adalah sebagai berikut:
Dari atas kebawah dalam 1 golongan energi ionisasi makin kecil.
Dari kiri ke kanan dalam 1 periode energi ionisasi cenderung semakin besar.
Kecenderungan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut : dari atas kebawah dalam 1
golongan, jari-jari atom bertambah sehingga daya tarik inti terhadap elektron terluar
makin kecil, elektron makin mudah lepas, energi yang diperlukan untuk
melepaskannya semakin kecil. Dari kiri ke kanan dalam 1 periode, seperti telah
disebutkan, daya tarik inti terhadap elektron terluar makin besar, elektron makin
sukar dilepas, sehingga energi ionisasi semakin besar (Hidayat, 1993).
2.4.4 Afinitas Elektron
Energi ionisasi suatu atom dapat ditentukan dengan teliti secara eksperimen,
tetapi sebaiknya energi yang dibebaskan pada penambahan elektron kepada suatu
atom yang netral tidak dapat dilakukan secara langsung dan hasilnya pun kurang
teliti. Energi yang dibebaskan pada penambahan sebuah elektron kepada atom yang
netral dan dalam keadaan gas dinamakan afinitas elektron. Untuk unsur-unsur dari
golongan, jika jari-jari atomnya makin kecil maka gaya tarik menarik inti atom
dengan elektron dari luar makin besar, sehingga afinitas elektronnya semakin besar
pula (Polling, 1991).
2.4.5 Keelektronegatifan
Keelektronegatifan adalah gaya tarik atom terhadap pasangan elektron yang
dipakai bersama dalam ikatan kovalen. Keelektronegatifan unsur ditentukan oleh
muatan inti dari jari-jari kovalennya. Nilai mutlak keelektronegatifan tidak dapat
diukur, tetapi nilai relatifnya dapat dicari seperti cara Pauling (Syukri, 1999).
2.5 Golongan I A : Logam Alkali
Golongan logam alkali merupakan golongan dari logam yang aktif. Logam-
logam tersebut menunjukkan energi ionisasi yang rendah, potensi elektrodenya
besar dan negatif, jari-jari atom semakin kebawh semakin besar, energi ionisasi
semakin ke bawah dalam 1 golongan semakin kecil (Petrucci, 1997).
2.6 Golongan II A : Logam Alkali Tanah
Golongan logam alkali tanah memiliki jari-jari logam meningkat dengan
bertambahnya nomor atom, energi yang diperlukan untuk melepas dua elektron
valensi dari atom logam alkali tanah sangat besar, ion golongan II A sulit direduksi
menjadi logam bebas karena harga potensial reduksinya besar dan negatif. Tetapi
sebagaimana untuk logam I A, proses elektrolisis merupakan metoda komersial
yang penting dalam pembuatannya (Petrucci, 1987).
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Tabung reaksi
Rak tabung reaksi
Botol semprot
Pipet tetes
Spatula
Gelas ukur
Gelas kimia
3.1.2 Bahan
Logam Kalium
Serbuk Mg
Larutan BaCl2
Larutan MgCl2
Larutan CaCl2
Larutan Sr(NO3)2
Larutan H2SO4
Larutan NaOH
Aquades
Tissue
Kertas label
Indikator PP
3.2 Prosedur Percobaan
3.2.1 Kelarutan Garam Sulfida
Disiapkan empat tabung reaksi
Diisi masing-masing tabung dengan larutan BaCl2, MgCl2, Sr(NO3)2, dan
CaCl2 1 ml
Ditambahkan masing-masing tabung dengan H2SO4 2 M
Diamati
3.2.2 Kelarutan Garam Hidroksida
Disiapkan empat tabung reaksi
Diisi masing-masing tabung dengan larutan BaCl2, MgCl2, Sr(NO3)2, dan
CaCl2 1 ml
Ditambahkan masing-masing tabung dengan NaOH
Diamati
3.2.3 Kereaktifan Golongan I A
Disiapkan gelas kimia yang berisi aquades
Dimasukkan sedikit logam kalium ke dalam gelas kimia
Diamati ledakan
Ditambahkan indikator PP
Diamati
3.2.4 Kereaktifan Golongan II A
Disiapkan gelas kimia yang berisi aquades
Dimasukkan serbuk Mg ke dalam gelas kimia
Diamati ledakan
Ditambahkan indikator PP
Diamati
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1.
2.
Kelarutan garam sulfida
Disiapkan empat tabung
reaksi
Diisi masing-masing
dengan larutan BaCl2,
MgCl2, Sr(NO3)2 dan
CaCl2 1 ml (20 pipet tetes)
Ditambahkan masing-
masing tabung dengan
H2SO4
Diamati
Kelarutan garam hidroksida
BaCl2 berwarna bening
MgCl2 berwarna bening
Sr(NO3)2berwarna bening
CaCl2 berwarna bening
H2SO4 berwarna bening
BaCl2 yang semula berwarna
bening berubah warna menjadi
warna putih dan terjadi endapan
MgCl2 larutan tetap bening
(tidak terjadi perubahan warna)
Sr(NO3)2 yang semula berwarna
bening mengalami perubahan
menjadi putih
CaCl2 yang semula berwarna
bening tidak mengalami
perubahan tetapi terdapat
endapan putih
3.
Disiapkan empat tabung
reaksi
Diisi masing-masing
dengan larutan BaCl2,
MgCl2, Sr(NO3)2 dan
CaCl2 1 ml (20 pipet tetes)
Ditambahkan masing-
masing tabung dengan
NaOH
Diamati
Kereaktifan golongan I A
Disiapkan gelas kimia
yang berisi aquades
Dimasukkan sedikit logam
kalium kedalam gelas
kimia
Diamati ledakan
BaCl2 berwarna bening
MgCl2 berwarna bening
Sr(NO3)2berwarna bening
CaCl2 berwarna bening
NaOH berwarna bening
BaCl2 larutan tetap bening
(tidak berubah warna)
MgCl2 larutan yang semula
bening menjadi keruh dan
terdapat endapan
Sr(NO3)2 tidak mengalami
perubahan warna (tetap
berwarna bening)
CaCl2 larutan yang semula
bening menjadi keruh dan
terdapat endapan
Logam Kalium berbentuk
padatan
Terjadi percikan api kecil
Timbul asap
Larutan aquades tidak berubah
warna
4.
Ditambahkan indikator PP
Diamati
Kereaktifan golonga II A
Disiapkan gelas kimia
yang berisi aquades
Dimasukkan sedikit
serbuk Mg kedalam gelas
kimia
Diamati
Ditambahkan indikator PP
Diamati
Indikator PP berwarna bening
Larutan aquades yang
ditambahkan indikator PP
berubah warna dari yang semula
bening menjadi warna merah
lembayung
Serbuk Mg berwarna hitam
Terdapat gelembung-gelembung
kecil
Indikator PP berwarna bening
Larutan berubah warna menjadi
merah lembayung
4.2 Reaksi
4.2.1 Peaksi pada garam sulfida
BaCl2 + H2SO4 BaSO4 + 2HCl
MgCl2 + H2SO4 MgSO4 + 2HCl
Sr(NO3)2 + H2SO4 SrSO4 + 2HNO3
CaCl2 + H2SO4 CaSO4 + 2HCl
4.2.2 Kelarutan pada garam hidroksida
BaCl2 + NaOH Ba(OH)2 + 2NaCl
MgCl2 + NaOH Mg(OH)2 + 2NaCl
Sr(NO3)2 + NaOH Sr(OH)2 + 2NaNO3
CaCl2 + NaOH Ca(OH)2 + 2NaCl
4.2.3 Reaksi pada golongan IA
2K + 2H2O 2KOH + H2
KOH + Indikator
4.2.4 Reaksi pada golongan IIA
Mg(OH)2 + Indikator PP
C
C
OH OH
O
+ Mg(OH)2
O O
C
O
O
C
+ 2H2O
Mg
Mg
O
4.3 Pembahasan
Sifat-sifat periodik unsur adalah sifat-sifat yang ada hubungannya dengan
letak unsur pada sistem periodik. Sifat-sifat tersebut berubah dan berulang secara
periodik sesuai dengan perubahan nomor atom dan konfigurasi elektron. Sifat-sifat
atom dibagi menjadi enam
Jari-jari atom
Jari-jari atom merupakan jarak elektron terluar ke inti atom dan menunjukkan
ukuran suatu atom. Jari-jari atom sukar diukur sehingga pengukuran jari-jari
atom sukar diukur sehingga pengukuran jari-jari atom dilakukan dengan cara
mengukur jarak inti antar dua atom yang berikatan sesamanya
Energi Ionisasi
Jika dalam satu elektron terdapat satu elektron diluar subkulit, elektron ini
cenderung mudah lepas agar mempunyai konfigurasi. Seperti gas mulia.
Namun, untuk melepaskan elektron dari suatu atom diperlukan energi. Energi
yang diperlukan untuk melepaskan elektron dari suatu atom dinamakan energi
ionisasi. Dalam satu periode, semakin banyak elektron dan proton gaya tarik
menarik elektron terluar dengan inti semakin besar (jari-jari kecil). Akibatnya,
elektron sukar lepas sehingga energi untuk melepas elektron semakin besar.
Hal ini berarti energi ionisasi besar.
Keelektronegatifan
Kelektronegatifan adalah kemampuan suatu atom untuk menarrik elektron dari
atom lain. Faktor yang mempengaruhi keelektronegatifan adalah gaya tarik
menarik inti terhadap elektron dan jari-jari atom. Unsur-unsur yang
segolongan: keelektronegatifan makin kebawah makin kecil, karena gaya tarik
menarik inti makin lemah. Unsur-unsur bagian bawah dalam sistem periodik
cenderung melepaaskan elektron. Unsur-unsur yang seperiode:
keelektronegatifan makin kekanan makin esar. Keelektronegatifan terbesar
pada setiap periode dimiliki oleh golongan VIIA (unsur halogen).
Sifat logam
Sifat-sifat unsur logam sangat spesifik, antara lain: mengkilap, menghantarkan
panas dan listrik, dapat ditempa menjadi lempengan tipis, serta dapat
ditentangkan menjadi kawat/kabel panjang. Sifat-sifat logam tersebut
yangmembedakan dengan unsur-unsur bukan logam. Sifat-sifat logam, dalam
sistem periodik, makin kebawah makin bertambah dan makin kekanan makin
berkurang
Kereaktifan
Reaktif artinya mudah bereaksi. Unsur-unsur logam pada sistem periodik
makin kebawah main reaktif, karena makin mudah melepaskan elektron. Usur-
unsur bukan logam pada sistem periodik makin kebawah makin kurang reaktif,
karena makin sukar menangkap elektron. Kereaktifan suatu unsur bergantung
pada kecendrungannya melepas atau menarik elektron. Jadi unsur yang paling
reaktif adalah golongan VIIA (golongan halogen). Dari kiri ke kanan dalam
satu periode, mula-mula kereaktifan menurun kemudian bertambah hingga
golongan VIIA. Golongan VIIA tidak reaktif.
Afinitas elektron
Sifat lain yang sangat mempengaruhi perilaku kimia atom-atom adalam
kemampuannya menerima satu atau lebih elektron. Kemampuan ini disebut
afinias elektron. Dari kiri ke kanan dalam satu periode nilai afinitasnya
semakin besar. Afinitas elektron logam-logam secara umum lebih rendah
daripada nonlogam. Nilai-nilainya sedikit bervariasi dala golongan tertentu.
Halogen (golongan VIIA) memiliki nilai afinitas eektron terbesar.
Kelarutan adalah kuantitas maksimal suatu zat kimia terlarut (solut), untuk
dapat larut pada pelarut tertentu membentuk larutan homogen. Kelarutan suatu zat
dasarnya sangat bergantung pada sifat fisika dan sifat kimia solut dan pelarut pada
suhu, tekanan dan pH larutan. Secara luas, kelarutan suatu zat pada pelarut tertentu
merupakan suatu pengukuran konsentrasi kejenuhan dengan cara menambahkan
sedikit demi sedikit solut pada pelarut sampai solut tersebut mengendap (tidak dapat
larut lagi). Rentang kelarutan sangat bervariasi. Ada banyak sekali zat kimia yang
mempunyai kelarutan tak terbatas dan hasilnya bercampur sempurna (miscible),
misalnya adalah etanol dalam air. Ada pula zat kimia yang sama sekali tidak larut,
sebagai contoh adalah pekat klorida dalam air. Namun, kebanyakan suatu zat dapat
terlarut dalam pelarut sampai tepat jenuh, setelah itu mengendap seperti NaCldalam
ai. Faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap kelarutan adalah suhu dan
tekanan.
Suhu
Kelarutan suatu solut pada pelarut tertentu sangat bergantung pada suhu. Pada
sebagian besar padatan yang dapat larut dalam air, kelarutan akan semakin
meningkat jika suhu dinaikkan melebihi 100℃. Solut ionik yang terlarut pada
air bersuhu tinggi (mendekati suhu kritis) cenderung berkurang karena
perubahan sifat dan struktur molekul air. Selain itu, tetapan dielektrik
menyebabkan pelarut kurang polat
Tekanan
Pada fase eremben, tekanan sangat berpengaruh terhadap kelarutan, namun
biasanya lemah dan diabaikan pada praktiknya. Diasumsikan sebagai larutan
ideal. Ketergantungan kelarutan pada tekanan diberikan dengan rumus:
(𝜕. 𝑙𝑛. 𝑁𝑖
𝜕𝑃)𝑇 =
𝑉𝑖(𝑎𝑞) − 𝑉𝑖(𝑐𝑟)
𝑅𝑇
Dimana indeks merupakan komponen, Ni adalah fraksi mol komponen ke i,
dan R merupakan tetapan gas universal.
Logam alkali (golongan IA) merupakan unsur yang sangat reaktif dan mudah
membentuk ion positif. Selain disebabkan oleh jumlah elektron valensi yang sedikit
dan ukuran jari-jari atom yang besar sifat ini juga disebabkan oleh harga ionisasinya
lebih kecil dibandingkan dengan kemudahannya bereaksi dengan air, unsur-unsur
halogen, hidrogen, oksigen dan belerang, kereaktifan ini dipengaruhi oleh elektron
valensi dari unsur-unsur dan energi ionisasinya.
Logam alkali tanah (golongan IIA) bersifat pereduksi kuat. Hal ini
ditunjukkan oleh kemampuan bereaksi dengan air yang semakin meningkat dari
Berilium ke Barium selain denga air, unsur logam alkali tanah juga dapat bereaksi
dengan gas oksigen, hidrogen dan nitrogen. Senyawa logam alkali tanah
kelarutannya meningkat dari Beriliun sampai ke Barium
Sifat fisik logam alkali, memiliki titik leleh dan titik didih diatas suhu ruangan
(25℃). Semua unsur logam alkali berwujud padat pada suhu ruangan. Khusus
sesium, jika suhu lingkungan pada saat pengukuran melebihi 28℃ unsur alkali akan
berwujud cair.
Siat fisik logam alkali tanah berwujud padat pada suhu ruangan, kerapatan
logam alkali tanah lebih besar daripada kerapatan logam alkali sehingga logam
alkali tanah bersifat lebih keras dari logam alkali.
Apabila kita membandingkan kereaktifan antara golongan IA dan golongan
IIA, maka akan diperoleh bahwa golongan IA lebih reaktif. Hal ini, dikarenakan
golongan IA memiliki jari-jari atom yang lebih besar dibandingkan dengan
golongan IIA. Selain itu, karena golongan IA melepas elektron relatif lebih sedikit
sehingga daya reaktifnya semakin kuat, sedangkan golongan IIA, selain itu, karena
golongan IA melepas elektron relatif lebih sedikit sehingga daya reaktifnya
semakin kuat, sedangkan golongan IIA melepas dua elektron valensinya. Karena
memiliki kereaktifan yang kuat, maka tanpa dipanaskan logam kalium juga dapat
bereaksi.
Dalam larutan garam sulfat golongan IIA memiliki sifat kelarutan yang kecil
dimana kelarutan garam sulat dari atas kebawah dalam suatu golongan semakin
kecil. Sebaliknya pada larutan garam hidroksida golongan IA memiliki sifat
kelarutan garam yang besar yang besar, dimana semakin kebawah dalam satu
golongan akan semakin besar
Berdasarkan hasil percobaan, didapatkan bahwa pada percobaan kelarutan
garam sulfida, apabila BaC2 ditambahkan H2SO4 didapatkan endapan yang banyak
berwarna putih susu pekat, apabila Sr(NO3)2 ditambahkan H2SO4 menjadi warna
putih, apabila CaCl2 ditambahkan larutan H2SO4didapatkan endapan yang sedikit
berwarna putih berwarna putih. Hal ini dikarenakan semakin kecil endapan, maka
semakin besar kelarutan garam tersebut, sehingga dapat disimpulkan bahwa garam
sulfat dalam satu golongan semakin kebawah kelarutannya semakin kecil. Garam
sulfat adalah hasil reaksi dari asam sulfat dengan larutan basa.
Percobaan kelarutan garam hiroksida apabila BaCl2 ditambah NaOH
didapatkan hasil bahwa laarutan tidak mengalami perubahan begitu pula dengan
larutan Sr(NO3)2 yang ditambahkan dengan larutan NaOH didapatkan hasil bahwa
larutan tidak mengalami perubahan begitu pula dengan larutan Sr(NO3)2 yang
ditambahkan dengan larutan NaOH larutan menjadi keruh dan terjadi endapan
begitu pula dengan larutan MgCl2 yang ditambah dengan larutan NaOH larutan
yang semula bening menjadi keruh dan terdapat endapan. Jadi, hasil kelarutannya,
semakin besar dari atas kebawah dalam satu golongan, garam hidroksida adalah
hasil reaksi dari Natrium Hidroksida dengan suatu asam lemah. Semakin tinggi
kelarutan, semakin mudah larut larutan tersebut, sebaliknya jika nilai ksp rendah
akan menghasilkan endapan. Ksp adalah hasil kali kelarutan dalam suatu senyawa.
Ksp garam sulfat golongan IIA yaitu:
CaSO4 9,2.10−6
SrSO4 7,6.10−1
BaSO4 1,1.10−10
Ksp garam hidroksida golongan IIA yaitu
Ba(OH)25.10−3
Mg(OH)2 1,8.10−11
Ca(OH)2 5,5.10−6
Sr(OH)2 3,2.10−4
Percobaan reaktifitas unsur didapatkan bahwa apabila logam kalium
ditambahkan aquades serta idikato PP menghasilkan warna merah lembayung dan
apabila logam magnesium ditambahkan aquades yang sudah diberi indikator PP
menghasilkan warna merah lembayung tua, jadi dapat dinyatakan bahwa reaksi
logam kalium tingkat kebasaanya lemah sedangkan reaksi pita magnesium tingkat
kebasaannya kuat karena semakin pekat warna larutan, maka tingkat kebasaan
larutan tersebut akan semakin besar
Fungsi sitetesi indikator PP yaitu untuk melihat perubahan warna larutan basa
yang terbentuk mengindikasikan tingkat kebasaan larutan tersebut. Dimana fungsi
insikator PP sendiri adalah untuk mngindikasikan ion OH- pada larutan. Jika
semakin pekat warna larutan, maka semakin kuat tingkat kebasaan dari laturan
tersebut, begitupun sebaliknya, semakin muda warna larutan, maka semakin rendah
tingkat kebasaannya.
Aplikasi unsur atau senyawa alkali dalam kehidupan sehari-hari antara lain:
Untuk natrium digunakan sebagai pendingin reaktor nuklir, mengisi lampu
natrium
Unsur sesium digunakan untuk mengubah energi cahaya menjadi energi
listrik dalam sel fotolistrik
Unsur lithium digunakan untuk alat pacu jantung pada baterai
Sedangkan aplikasi unsur atau senyawa dalam alkali tanah dalam kehidupan
sehari-hari antara lain:
Unsur kalium dalam bentuk kapur digunakan seagai bahan bangunan
untuk membuat adukan plaster, cat tembok dan kapur tulis
Ca(OH)2 merupakan sumber basa yang paling murah dan digunakan untuk
mengatur pH air limbah, tanah, bubur serat kayu dan kertas
Unsur berilium digunakan pada tabung sinar X, reaktor nuklit dan industri
senjata
Campuran antara unsur beilium dan tembaga banyak digunakan pada
peralatan listrik,
Unsur barium digunakan untuk membuat komponen televisi da laptop
Ba(NO3)2 digunakan untuk memberikan warna hijau pada kembang api
Radium digunakan sebagai sumber neutron dalam percobaan fisika
Terdapat beberapa faktor kesalahan dalam praktikum ini, diantaranya:
Kurang teliti dalam melakukan pengukuran volume larutan
Indikator PP yang diberikan pada larutan yang diberi serbuk Mg terlalu
banyak sehingga hasil yang didapat ialah warna terlalu pekat
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Logam K lebih reaktif dibandingkan dengan serbuk Mg.
Sr(NO3)2 dan MgCl2 larut dalam H2SO4 sedangkan BaCl2 dan CaCl2 tidak larut
dalam H2SO4.
BaCl2 dan Sr(NO3)2 larut dalam NaOH sedangkan MgCl2 dan CaCl2 tidak larut
dalam NaOH.
5.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya, sebaiknya untuk kereaktifan golongan I A
logam K diganti dengan logam lain yang masih dalam satu golongan, misalnya Na.
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Hidayat, Soetopo, dkk. 1993. Ilmu Kimia. Jakarta : Erlangga.
Petrucci, Ralph H, dkk. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta
: Erlangga.
Polling, C, dkk. 1991. Ilmu Kimia. Jakarta : Erlangga.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 1. Bandung : ITB Press.