KEANEKARAGAMAN HEWAN (SERANGGA)
( Laporan Praktikum Ekologi)
Disusun Oleh
Nama : Fitri Mulyana
NPM : 1211060062
Kelas : Biologi B / V
Dosen I : Eko Kuswanto M.Si
Dosen II : Lora Purnamasari, M.Si
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
2014
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Praktikum : Analisis Vegetasi
Tanggal Praktikum : Desember 2014
Tempat : Halaman Belakang Jurusan Pendidikan Biologi IAIN
Raden Intan Lampung
Nama : Fitri Mulyana
NPM : 1211060062
Jurusan : Pendidikan Biologi
Kelas / Semester : Biologi B/V
Fakultas : Tarbiyah dan Keguruan
Kelompok : I (satu)
Bandar Lampung, Desember 2014
Mengetahui
Asistan
Septia Astria
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Latar Belakang
Keanekaragaman makhluk hidup dapat terjadi akibat adanya perbedaan
warna, ukuran, bentuk, jumlah, tekstur, penampilan, dan sifat-sifat lainnya.
Sedangkan keanekaragaman dari makhluk hidup dapat terlihat dengan adanya
persamaan ciri antar makhluk hidup. Untuk dapat mengenal makhluk hidup
khususnya pada hewan berdasarkan ciri-ciri yang dimilikinya dapat dilakukan melalui
pengamatan ciri-ciri morfologi, habitat, cara berkembang biak, jenis makanan,
tingkah laku, dan beberapa ciri lain yang dapat diamati.
Kelimpahan jenis serangga sangat ditentukan oleh aktivitas reproduksinya
yang didukung oleh kondisi lingkungan yang sesuai dan tercukupinya kebutuhan
sumber makanannya. Kelimpahan dan aktivitas reproduksi serangga di daerah tropik
sangat dipengaruhi oleh musim, karena musim berpengaruh terhadap ketersediaan
bahan makanan dan kemampuan hidup serangga yang secara langsung dapat
mempengaruhi kelimpahan. Setiap ordo serangga mempunyai respon yang berbeda
terhadap perubahan musim dan iklim. Oleh karena itu akan diadakannya praktikum
mengenai keanekaragaman hewan (serangga).
2.2 Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui jenis dan spesies serangga yang ada di areal tertentu
(misalnya sawah atau di bawah pepohonan sekitar kampus) serta menghitung Indeks
Dominansi (D) da Indeks Keanekaragaman Shanon Wiener (H’).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keanekaragaman Serangga
Keanekaragaman serangga telah terdapat pada periode Carboniferous (sekitar
300 juta tahun yang lalu). Pada periode Permian (270 juta tahun yang lalu) beberapa
kelompok serangga telah menyerupai bentuk yang dijumpai sekarang. Sayap pada
serangga mungkin pada awalnya berevolusi sebagai perluasan kutikula yang
membantu tubuh serangga itu menyerap panas, kemudian baru menjadi organ untuk
terbang Pandangan lain menyarankan bahwa sayap memungkinkan hewan itu
meluncur dari vegetasi ke tanah, atau bahkan berfungsi sebagai insang dalam
serangga akuatik. Hipotesis lain menyatakan bahwa sayap serangga berfungsi untuk
berenang sebelum mereka berfungsi untuk terbang. Salah satu alasan mengapa
serangga memiliki keanekaragaman dan kelimpahan yang tinggi adalah kemampuan
reproduksinya yang tinggi (Anonim 2013: 1).
Lebih dari 800.000 spesies insekta sudah ditemukan. Terdapat 5.000 spesies
bangsa capung (Odonata), 20.000 spesies bangsa belalang (Orthoptera), 170.000
spesies bangsa kupu-kupu dan ngengat (Lepidoptera), 120.000 bangsa lalat dan
kerabatnya (Diptera), 82.000 spesies bangsa kepik (Hemiptera), 360.000 spesies
bangsa kumbang (Coleoptera), dan 110.000 spesies bangsa semut dan lebah
(Hymenoptera). Pada Ordo Lepidoptera Ketika fase larva memiliki tipe mulut
pengunyah, sedangkan ketika imago memiliki tipe mulut penghisap. Adapun habitat
dapat dijumpai di pepohonan. Ordo Coleoptera memliki tipe mulut pengunyah dan
termasuk herbivora. Ordo Othoptera termasuk herbivora, namun ada beberapa spesies
sebagai predator. Tipe mulut dari ordo ini adalah tipe pengunyah (Anonim 2013: 1).
Ordo Dermaptera mempunyai sepasang antenna, tubuhnya bersegmen terdiri
atas toraks dan abdomen. Abdomennya terdapat bagian seperti garpu. Ordo
Hemiptera memiliki tipe mulut penusuk dan penghisap. Ada beberapa yang
menghisap darah dan sebagian sebagai penghisap cairan pada tumbuhan. Sebagian
besar bersifat parasit bagi hewan, tumbuhan, maupun manusia. Ordo ini banyak
ditemukan di bagian bunga dan daun dari tumbuhan, kulit pohon, serta pada jamur
yang busuk. Ordo Odonata memiliki tipe mulut pengunyah. Umumnya Ordo ini
termasuk karnivora yang memakan serangga kecil dan sebagian bersifat kanibal atau
suka memakan sejenis. Habitatnya adalah di dekat perairan. Biasanya ditemukan di
sekitar air terjun, di sekitar danau, dan pada daerah bebatuan (Christina 1991: 189).
Ordo Diplopoda memiliki ciri tubuh yang panjang seperti cacing dengan
beberapa kaki, beberapa memiliki kaki berjumlah tiga puluh atau lebih, dan segmen
tubuhnya menopang dua bagian dari tubuhnya. Hewan jenis ini memiliki kepala
cembung dengan daerah epistoma yang besar dan datar pada bagian bawahnya.
Habitatnya adalah di lingkungan yang basah, seperti di bawah bebatuan, menempel
pada lumut, di perakaran pohon, dan di dalam tanah. Tipe mulutnya adalah
pengunyah. Beberapa dari jenis ini merupakan scavenger dan memakan tumbuhan
yang busuk, selain itu ada beberapa yang merupakan hama bagi tanaman. Setiap
serangga mengalami proses perubahan bentuk dari telur hingga ke bentuk dewasa
yang siap melakukan reproduksi (Iskandar 1970: 143).
2.2 Serangga
Serangga (Insecta), merupakan kelompok utama dari hewan beruas
(Arthropoda) yang bertungkai enam (tiga pasang), karena itulah mereka disebut pula
Hexapoda (dari bahasa Yunani) yang berarti berkaki enam. Kajian mengenai
kehidupan serangga disebut entomologi. Serangga termasuk dalam kelas insecta
(subfilum Uniramia) yang dibagi lagi menjadi 29 ordo, antara lain Diptera (misalnya
lalat), Coleoptera (misalnya kumbang), Hymenoptera (misalnya semut, lebah, dan
tabuhan), dan Lepidoptera (misalnya kupu-kupu dan ngengat). Kelompok Apterigota
terdiri dari 4 ordo karena semua serangga dewasanya tidak memiliki sayap, dan 25
ordo lainnya termasuk dalam kelompok Pterigota karena memiliki sayap. Serangga
merupakan hewan beruas dengan tingkat adaptasi yang sangat tinggi. Ukuran
serangga relatif kecil dan pertama kali sukses berkolonisasi di bumi (Borror 1992:
154).
2.3 Perkembangbiakan Serangga
Umumnya serangga mengalami metamorfosis sempurna, yaitu siklus hidup
dengan beberapa tahapan yang berbeda: telur, larva, pupa, dan imago. Beberapa ordo
yang mengalami metamorfosis sempurna adalah Lepidoptera, Diptera, Coleoptera,
dan Hymenoptera. Peristiwa larva meniggalkan telur disebut dengan eclosion. Setelah
eclosion, serangga yang baru ini dapat serupa atau mirip sekali dengan induknya.
Pertumbuhan tubuh dikendalikan dengan menggunakan acuan pertambahan berat
badan, biasanya dalam bentuk tangga dimana pada setiap tangga digambarkan oleh
lepasnya kulit lama (exuvium), dimana proses ini disebut molting. Karena itu pada
setiap tahapan, serangga tumbuh sampai dimana pembungkus luar menjadi terbatas,
setelah ditinggalkan lagi dan seterusnya sampai sempurna (Suin 1997: 132).
Serangga berkembang dari telur yang terbentuk didalam ovum serangga
betina. Kemampuan reproduksi serangga dalam keadaan normal pada umumnya
benar. Oleh karena iu, dapat dimengerti mengapa serangga cepet berkembang biak.
Masa perkembangan serangga didalam telur dinamakan perkembang embrionik dan
setelah serangga ke luar (menetas) dari telur dinamakan perkembangan pasca-
embrionik. Perubahan bentuk atau ukuran serangga yang berlangsung selama
perkembangan pasca-embrionik dinamakan metamorphosis. Walaupun serangga
berkembang dari telur, namun tidak semua serangga meletakkan telurnya.
Sesungguhnya reproduksi dapat terjadi dari telur yang tidak mengalami pembuahan
(Putra 1994: 91).
Serangga dapat ditemukan di mana-mana. Cara mengumpulkan serangga pun
bermacam-macam, tergantung pada maksud dan tujuannya. Jika kita bermaksud
membuat daur (siklus) hidupnya, maka kita harus mengumpulkan mulai dari telur,
nimfa atau larva, pupa hingga imago (dewasa). Jika kita bermaksud mengumpulkan
serangga terbang , maka kita harus membawa jaring atau jala udara (butterdly net).
Jika kita ingin mendapatkan kupu-kupu atau mengumpulkan ulat, pupa atau nimfa,
maka kita perlu membawa pinset atau penjepit serta tempat penyimpan sementara
yang tertutup rapat. Lain lagi, jika kita ingin mengumpulkan serangga tanah, maka
kita perlu membawa cangkul kecil serta peralatan bantu lainnya (Johnson 1995: 21)
Untuk mengetahui keanekaragaman jenis hewan kita hitung menggunakan
rumus Shanon Wiener (H’) dan Indeks Dominansi.
D = ∑ (ni/N)2 ket : D = Indeks Dominansi Simpson
Ni = jumlah individu tiap spesies
N = Jumlah individu seluruh spesies
H’ = -∑ pi log pi ket : H’ = Indeks Keanekaragaman Shanon Wiener
Pi = ni/N = Kelimpahan relative Spesies
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Metode Praktikum
Teknik survei lapangan dengan menggunakan perangkap pitfall traps
(perangkap sumuran), yellow traps (perangkap bewarna kuning), direct traps
(perangkap langsung misalnya menggunakan jaring ayun), dan light trap (perangkap
menggunakan lampu).
3.2 Lokasi Pengamatan
Praktikum ini dilakukan di lingkungan Kampus IAIN Raden Intan Lampung.
3.3 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang dih=gunakan pada praktikum tentang
keanekaragaman hewan (serrangga) adalah gelas plastik, jaring ayun, paralon, kayu,
aki dan lampu (tidak digunakan dalam praktikum ini), lem vaselin, air deterjen,
nampan kuning, alkohol 70%, pinset, plastik, dan botol.
3.4 Prosedur Kerja
1. Memilih sebuah areal di sekitar kampus IAIN Raden Intan Lampung.
2. Untuk setiap areal disiapkan perangkap berikut ini :
a. Pitfall traps
Membuat lubang yang didalamnya diletakkan gelas plastik yang berisi air
deterjen dan alkohol 70%
b. Nampan kuning
Meletakkan nampan yang berwarna kuning yang berisi air deterjen. Air
deterjen digunakan untuk mengurangi tegangan permukaan, sehingga
hewan yang akan masuk ke dalamnya mati.
c. Jaring ayun
Melakukan dengan cara mengayunkan jaring kekiri dan ke kanan secara
bolak-balik sebanyak 20 kali sambil berjalan.
d. Light traps hanya digunakan pada saat malam hari dengan
menghidupkannya.
3. Perangkap dipasang selama 72 jam dan setiap 24 jam perangkat diamati.
4. Setiap species yang tertangkap memasukkannya kedalam botol, setelah itu
menghitung jumlahnya lalu diidentifikasi hewan yang tertangkap dengan acua
buku Borror and de Long (1954)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
1. Tabel Pengamatan
N
o
Ordo Familia Jenis Perangkap
Fitfall Jaring Ayun Nampan
Kuning
n S n S n S
1 Diptera
(lalat nyamuk)
Tephritoidea 1
1
Lalat buah
Lalat hijau
1 Nyamu
k
2 Coleoptera
(kumbang)
Coccinellidae 9 Coccinella
transversalis
3 Isoptera
(rayap)
Rhinotermitida
e
2 Rayap
terbang
4 Lepidoptera
(Kupu-kupu,
Ngengat)
Hesperioidea 7
3
Leptocorisa
acuta
Kupu-kupu
5 Hymenoptera
(semut, lebah)
Formicidae
1 Semut
merah
10
5
Semut hitam
Semut merah
6
2
Semut
hitas
semut
merah
6 Orthoptera
(belalang)
1
2
1
Belalang
hijau
jangkrik
1 Jangkri
k
7 Arachnida 1 Laba-
laba
2 Laba-laba
Jumlah Fitfall N= 3 Jaring Ayun
N= 43
Nampan
Kuning
N=10
BAB V
KESIMPULAN
Beredasarkan kuliah lapangan yang telah dilakukan, maka didapat kesimpulan
sebagai berikut:
1. Penangkapan serangga dengan cara Fittfall Trap didapatkan beberapa jenis
serangga, yaitu semut merah dan laba-laba. Dan jumlah keseluruhan spesies
yang di dapat adalah 3 ekor.
2. Penangkapan serangga dengan jaring ayun didapatkan beberapa jenis
serangga, yaitu lalat buah, lalat hijau, kupu-kupu, walang sangit, rayap,
kumbang konki, jangkrik semut merah,laba-laba, belalang hijau semut hitam.
Dan jumlah keseluruhan spesies yang di dapat adalah 43 ekor
3. Jumlah keseluruhan spesies adalah N= 56 ekor.
4. Jenis serangga yang dominan ditemukan di daerah serasah adalah semut
hitam.
5. Jenis serangga terbang yang banyak ditemukan adalah kumbang konki.
DAFTAR PUSTAKA
Suin, Muhammad.1997. Ekologi hewan tanah . Jakarta : PT Bumi Aksara.
Sunjaya, Iskandar.1970. Dasar - dasar Ekologi Serangga. Bogor : Insitut Teknologi
Bandung.
Top Related