LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI II
METODE MASERASI
Disusun Oleh :
Nama NIM
Resdha Arini 723901S.12.093
Ria Indriani 723901S.12.094
Rike Wigati 723901S.12.095
Risfi Herista 723901S.12.096
Riska Ayu Wulan Dira 723901S.12.097
Rismayanti 723901S.12.098
Riyan Saparida 723901S.12.099
Rizki Permatasari 723901S.12.100
Sadatunnisa 723901S.12.101
Titin Hartini 723901S.12.102
Tresensia Herni 723901S.12.103
Syarifah Shahnaz F. N. 723901S.11.091
Dosen Pembimbing :
Anita Apriliana, S.Si., M.Pharm., Apt
AKADEMI FARMASI SAMARINDA
LABORATORIUM TERPADU II
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sirsak (Annona muricata L) merupakan salah satu tanaman buah yang
berasal dari Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan, buah sirsak
rasanya manis agak asam sehingga sering dipakai sebagai bahan jus buah.
Daging buahnya kaya akan serat. Setiap 100 g buah yang dapat dimakan
mengandung 3,3 g serat sehingga dapat memenuhi 13% kebutuhan serat per
hari. Selain itu, daging buahnya mengandung banyak karbohidrat (terutama
fruktosa), vitamin C (20 mg/100 g), B1 dan B2.
Awal tahun 90-an ditemukan semacam “jamu herbal” dari suku-suku
(tribes) di Amazon yang dapat menyembuhkan beberapa termasuk kanker.
Setelah diteliti oleh para ahli farmasi dari AS, ternyata ramuan tersebut
berasal dari daun pohon Graviola.Daun tersebut mengandung zat anti-kanker
yang disebut acetogenins, yang dapat membunuh sel-sel kanker tanpa
mengganggu sel-sel sehat dalam tubuh manusia.
Acetagonins adalah senyawa polyketides dengan struktur 30-32 rantai
karbon tidak bercabang yang terikat pada gugus 5-methyl-2-furanone.Rantai
furanone dalam gugus hydrofuranone pada C23 memiliki aktivitas
sitotoksik.Annonaceous acetogenin bekerja dengan menghambat produksi
ATP dengan mengganggu komplek 1 mitokondria.Saat ini, pemanfaatan
senyawa acetagonins sebagai obat hanya sebatas dengan meminum rebusan
daun sirsak saja, dan saat ini tidak ada acetagonins yang dijual
dipasaran.Dilihat dari fungsinya, acetagonins mempunyai peluang ekonomi
tinggi untuk diproduksi.
Salah satu kendala dalam pemanfaatan ekstrak daun sirsak adalah kurang
efisiennya pelarut yang digunakan selama ini.Oleh karena itu dilakukan
isolasi acetogenins merupakan pelarut polar. Daun sirsak (Annona muricata
L) adalah tanaman yang mengandung tannin, Keuntungan menggunakan
metode maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan
sederhana dan mudah diusahakan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan
dengan menggunaakn metode maserasi.Selanjutnya ekstrak yang diperoleh
dapat digunakan untuk penelitian skrining fitokimia, ekstraksi cair-cair dan
kromatografi lapis tipis.
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa diharapkan mampu membuat pereaksi, serta mengidentifikasi
senyawa metabolit sekunder yaitu senyawa golongan alkaloid, saponin,
flavonoid, tannin dan polifenol, terpenoid dan fenolat.
2. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan proses ekstraksi metabolit
sekunder dari tanaman/tumbuhan dengan beberapa metode ekstraksi, serta
memahami prinsip ekstraksi metode maserasi.
3. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan pemisahan (partisi) senyawa
metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak berdasarkan pada
perbedaan kepolaran pelarut dengan metode ekstraksi cair-cair.
4. Mahasiswa diharapkan mampu memahami prinsip dari KLT, menentukan
fase gerak dan fase diam, melakukan preparasi sampel dan menotolkan
sampel ke fase diam, serta mampu mengidentifikasi senyawa metabolit
sekunder dengan mengunakan pereaksi semprot.
1.3 Manfaat
Mahasiswa mampu melakukan pengujian skrining fitokimia pada suatu
tanaman, mampu melakukan proses ekstraksi metabolit sekunder dari
tanaman/tumbuhan dengan metode maserasi, mampu melakukan pemisahan
(partisi) dengan metode ekstraksi cair-cair, serta mampu memahami prinsip
dari KLT dan mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Uraian Tanaman
2.1.1 Morfologi
Daun sirsak adalah daun Annona muricata L., suku Annonaceae.
Pemerian.Daun berbau agak keras; rasa agak kelat.
Makroskopik. Daun tunggal, warna kehijauan sampai hijau
kecoklatan; helaian daun seperti kulit, bentuk bundar panjang,lanse atau
bundar telur terbalik, panjang helaian daun 6 cm sampai 18 cm, lebar 2 cm
sampai 6 cm. Ujung daun meruncing pendek,pangkal daun meruncing, tepi
rata; panjang tangkai daun lebih kurang 0,7 cm. Permukaan licin agak
mengkilat, tulang daun menyirip, ibu tulang daun menonjol pada
permukaan bawah.
Mikroskopik. Pada penampang melintang melalui tulang daun
tampak sel epidermis atas bentuk empat persgi panjang dengan dinding
bergelombang; kulikula tebal; sel epidemis bawah lebih kecil dari pada
epidermis atas, bentuk tidak beraturan dengan dinding bergelombang,
terdapat stomata; rambut penutup bentuk lurus , terdiri dari 2 sel sampai 3
sel, ujung tumpul. Mesofil meliputi jaringan palisade terdiri dari 1 lapis
sel, diantaranya terdapat sel sekresi, jaingan bungavkarang terdiri dari
beberapa lapis sel, diantaranya terdapat ruang antar sel yang lebar dan
terdapat sel sekresi. Pada tulang daun terdapat bekas pembuluh tipe
korateral, diantaranya, diantaranya terdapat jari-jari xilem; berkas
pembuluh dikelilingi oleh serabut; juga terdapat parenkim bernoktah dan
sel sel batu berdinding sel tebal; kolenkim terdapat pada bagian bawah
tulang daun, terdiri atas dua lapis sel. Pada sayatan paradermal epidermis
atas bentuk tidak beraturan dengan dinding bergelombang, tidak terdapat
stomata; epidermis bawa hampir sama dengan epidermis atas, bentuk tidak
beratura dengan dinding berelombang dengan stomata tipe anomositik;
rambut penutup panjang, terdiri dari dua sampai tiga sel, dinding tebal,
lumen lebar fragmen pembuluh kayu dengan penebalan tangga sel satu
bundar, lumen kecil, bernoktah; fragmen mesofil dengan palisade; mesofil
dengan sel sekresi bentuk bundar dinding tebal; fragmen parenkim
bernoktah.
2.1.2 SistematikaKlasifikasi tumbuhan sirsak sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Sub Kelas : Magnolidae
Ordo : Magnoliales
Famili : Annonaceae
Genus : Annona
Spesies : Annona muricata L.
2.1.3 Nama DaerahSumatera ; Deureuyan belanda (Aceh); tarutung olanda (Batak);
durio ulondra (Nias), durian belanda, nangka walanda (Melayu), durian
betawi, duian betawi (Minangkabau); jambu landa (Lampung). Jawa :
Nangkawalanda (Sunda); angka londa, nangkamanila, nangka sabrang,
molwa londa, surikaya welonda, srikaya welandi (Jawa); nangka buris,
nangka englan, nangka moris (Madura). Bali : Srikaya jawa. Nusatenggara
: naka , nakat, annona (Flores). Sulawesi : atis, mangka walanda (Sulawesi
Utara), lange lo walanda (Gorontalo); srikaya belanda (Makasar); srikaya
belanda(Bugis). Maluku : Anad walanda , tafena warata (Seram); anaal
wakano (Nusa Laut); naka loanda (Buru); durian, naka wolanda
(Halmahera); naka walanda (Ternate); naka lada (Tidore).
2.1.4 Kandungan Kimia
Daun sirsak mengandung senyawa acetogenin, minyak esensial,
reticuline, loreximine, coclaurine, annomurine, higenamine.Buah sirsak
mengandung banyak karbohidrat, terutama fruktosa.Kandungan gizi
lainnya adalah vitamin C, vitamin B1 dan vitamin B2 yang cukup
banyak.Biji bersifat racun dan dapat digunakan sebagai insektisida alami,
seperti juga biji srikaya.
2.1.5 Khasiat
Daun sirsak bermanfaat menghambat sel kanker dengan menginduksi
apoptosis, antidiare, analgetik, anti disentri, anti asma, anthelmitic, dilatasi
pembuluh darah, menstimulasi pencernaan, mengurangi depresi
(McLaughlin, 2008).
2.2 Uraian Kandungan Kimia Tumbuhan
1. Alkaloida
Alkaloida merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang
terbesar.Alkaloida mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau
lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem
siklik.Alkaloida mempunyai aktivitas fisiologi yang menonjol sehingga
digunakan secara luas dalam bidang pengobatan (Harborne, 1987).
Ada tiga pereaksi yang sering digunakan dalam skrining fitokimia untuk
mendeteksi alkaloida sebagai pereaksi pengendapan yaitu pereaksi Mayer,
pereaksi Bouchardat, dan pereaksi Dragendorff (Farnsworth, 1966).
2. Flavonoida
Flavonoida mencangkup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat
pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospermae.Pada
tumbuhan tinggi, flavonoida terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun dalam
bunga.Pigmen bunga flavonoida berperan jelas dalam menarik burung dan
serangga penyerbuk bunga.Beberapa fungsi flavonoida pada tumbuhan ialah
pengatur tumbuh, pengatur fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus serta
kerja terhadap serangga (Robinson, 1995).
3. Saponin
Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang
menyerupai sabun (bahasa latin sapo berarti sabun). Saponin tersebar luas
diantara tanaman tinggi.Saponin merupakan senyawa berasa pahit, menusuk,
menyebabkan bersin dan mengakibatkan iritasi terhadap selaput
lendir.Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang
menimbulkan busa jika dikocok.
Dalam larutan yang sangat encer saponin sangat beracun untuk ikan,
dan tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan
selama beratus-ratus tahun (Robinson, 1995: Gunawan, et al, 2004).
4. Tanin
Tanin merupakan salah satu senyawa yang termasuk ke dalam golongan
polifenol yang terdapat dalam tumbuhan, yang mempunyai rasa sepat dan
memiliki kemampuan menyamak kulit.Tanin terdapat luas dalam tumbuhan
berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu
(Harborne, 1987).
Umumnya tumbuhan yang mengandung tanin dihindari oleh pemakan
tumbuhan karena rasanya yang sepat.Salah satu fungsi tanin dalam tumbuhan
adalah sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan (herbivora) (Harborne, 1987).
5. Glikosida
Glikosida adalah senyawa yang terdiri atas gabungan gula dan bukan
gula.Bagian gula biasa disebut glikon sementara bagian bukan gula disebut
aglikon atau genin (Gunawan, et al, 2002).
6. Glikosida Antrakuinon
Golongan kuinon alam terbesar terdiri atas antrakuinon.Beberapa
antrakuinon merupakan zat warna penting dan sebagai pencahar. Keluarga
tumbuhan yang kaya akan senyawa jenis ini adalah Rubiaceae, Rhamnaceae,
Polygonaceae.
Antrakuinon biasanya berupa senyawa kristal bertitik leleh tinggi, larut
dalam pelarut organik biasa, senyawa ini biasanya berwarna merah, tetapi yang
lainnya berwarna kuning sampai coklat, larut dalam larutan basa dengan
membentuk warna violet merah (Robinson, 1995).
7. Steroid/Triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,
yaitu skualen. Triterpenoid adalah senyawa tanpa warna, berbentuk kristal,
sering kali bertitik leleh tinggi dan aktif optik. Uji yang banyak digunakan ialah
reaksi Liebermann – Burchard (asam asetat anhidrida – H2SO4 pekat) yang
kebanyakan triterpena dan sterol memberikan warna hijau biru.Steroida adalah
triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana perhidrofenantren
(Harborne, 1987).dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini :
Gambar 1.Struktur dasar steroida dan sistem penomorannya
Dahulu steroida dianggap sebagai senyawa satwa tetapi sekarang ini
makin banyak senyawa steroida yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan
(fitosterol).Fitosterol merupakan senyawa steroida yang berasal dari
tumbuhan.Senyawa fitosterol yang biasa terdapat pada tumbuhan tinggi yaitu
sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol (Harborne, 1987).
2.3 Metode Ekstraksi Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi
dilakukan dengan cara merendam serbuksimplisia dalam cairan penyari.
Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel
yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karna adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka
larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga
terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan di dalam sel.
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat
aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang
mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, dan
lain-lain.
Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol atau
pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah
timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang akan dibrikan
pada awal penyarian.
Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyaringan
kurang sempurna.
Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara: 10 bagian simplisia
dengan derajat halus yang cocok dimasukkan kedalam bejena, kemudian
dituangi dengan 75 bagian caira penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari
terlindungi dari cahaya,sambil diulang-ulang diaduk.Setelah 5 hari diserkai,
ampas diperas. Ampas ditambah cairan penyari secukupnya diaduk dan
diserkai, sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Benjena
ditutup, dibiarkan ditempat sejuk, terlindungi dari cahaya, selama 2 hari
kemudian endapan dipisahkan.
Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya:
1. Degesti
Degesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan
lemah, yaitu pada suhu 40o-50o C. Cara maserasi ini hanya dapat
dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.
2. Maserasi dengan mesin pengaduk
Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus menerus waktu
peroses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.
3. Remaserasi
Cairan penyari dibagi 2. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi
dengan cairan penyari pertama, sesudah diendapkan tuangkan dan
diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.
4. Maserasih melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan
penyari selalu bergerak dan menyabar. Dengan cara ini penyari selalu
mengalir kembali secara berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan
melarutkan zat aktifnya. Cairan pencari ini dipompa dari bawah bejana
penyari.peroses ini dilakukan berulang-ulang,sehingga penyari jenuh
terhadap zat aktif.
Keuntungan cara ini:
1. aliran cairan penyari mengurangi lapisan bata
2. cairan penyari akan didistribusikan secara seragam, sehingga akan
memperkecil kepekatan setempat
3. waktu yang diperlukan lebih pendek.
5. Maserasi melingkar bertingkat
Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilaksanakan
secara sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila
keseimbangan telah terjadi. Masalah ini dapat diatasi dengan maserasi
melingkar bertingkat (M.M.B).
2.4 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia merupakan tahappendahuluan dalam suatu penelitian
fitokimiayang bertujuan untuk memberikan gambarantentang golongan
senyawa yang terkandungdalam tanaman yang sedang diteliti.
Metodeskrining fitokimia dilakukan dengan melihatreaksi pengujian warna
dengan menggunakansuatu pereaksi warna. Hal penting yang
berperanpenting dalam skrining fitokimia adalahpemilihan pelarut dan
metode ekstraksi(Kristianti dkk., 2008).
Skrining fitokimia atau penapisan kimia adalah tahapan awal untuk
mengidentifikasi kandungan kimia yang terkandung dalam tumbuhan, karna
pada tahap ini kita bisa mengetahui golongan senyawa kimia yang dikandung
tumbuhan yang sedang kita uji/teliti.
Metode yang digunakan dalam skrining fitokimia harus memiliki
persyaratan :
metodenya sederhana dan cepat
peralatan yang digunakan sesedikit mungkin
selektif dalam mengidentifikasi senyawa-senyawa tertentu
dapat memberikan informasi tambahan mengenai keberadaan senyawa
tertentu dalam kelompok senyawa yang diteliti.
Golongan senyawa kimia dapat ditentukan dengan cara:
uji warna
penentuan kelarutan
bilangan Rf
ciri spektrum UV
namun secara umum penentuan golongan senyawa kimia dilakukan denga
cara uji warna dengan menggunakan pereaksi yang spesifik karena
dirasakan lebih sederhana.
Senyawa kimia berdasarkan asal biosintesis, sifat kelarutan, gugus
fungsi digolongkan menjadi :
Senyawa fenol, bersifat hidrofil, biosintesisnya berasal dari asam
shikimat
terpenoid, berasal dari lipid, biosintesisnya berasal dari isopentenil
pirofosfat
asam organik, lipid dan sejenisnya, biosintesisnya berasal dari asetat
senyawa nitrogen, bersifat basa dan bereaksi positif terhadap ninhidrin
atau dragendorf
gula dan turunannya
makromolekul, umumnya memiliki bobot molekul yang tinggi
Sedangkan berdasarkan biogenesisnya senyawa bahan alam
dikelompokkan menjadi :
Asetogenin : flavonoid, lipid, lignan, dan kuinon
karbohidra : monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida
isoprenoid : tepenoid, steroid, karotenoid
senyawa mengandung nitrogen : alkaloid, asam amino, protein, dan
nukleat
Dari semua kelompok senyawa, skrining fitokimia umumnya hanya
dilakukan terhadap kelompok senyawa fenol, terpenoid, dan senyawa
nitrogen.
1. senyawa fenol
Senyawa fenol ditandai dengan struktur cincin aromatik yang mengandung
satu atau dua penyulih hidroksil.cendrung mudah larut dalam air, contoh
senyawa : polifenol, flavonoid, tanin dan quinon.
2. senyawa terpenoid
Terpenoid tersusun dari molekul unit isoprena (C5), digolongkan
berdasarkan jumlah isoprena dari senyawa tersebut, seperti: monoterpen,
dua isopren (C10), tiga isopren (C15), empat (C20), C25, C30, C35, C40 :
monoterpen (C10) dan seskuiterpen (C15) : mudah menguap,
komponen minyak atsiri
diterpen (C20) : lebih sukar menguap
triterpen (C30) : sterol dan saponin (senyawa yang tidak menguap)
pigmen karetonoid : tetraterpenoid (C40)
3. senyawa nitrogen
Senyawa nitrogen yang ada pada tumbuhan seperti : asam amino,
amina, alkaloid, glikosida, sianogen, porfirin, purin, piridin, sitokinin dan
klorofil (pigmen porifirin), tetapai kelah terbesar dari senyawa nitrogen
adalah alkaloid.
Masalah pada skrining fitokimia biasanya adalah kesalahan
menafsirkan hasil analisis pengujian/skrining, seperti :
reaksi positif palsu adalah hasil pengujian menyatakan ada (positif),
tapi sebenarnya tidak ada (negatif), hal ini bisa disebabkan kesalahan
alat, atau pengaruh senyawa yang memiliki kesamaan sifat maupun
struktur atom yang identik
reaksi negatif palsu adalah hasil pengujian menyatakan tidak ada
(negatif), tapi sebenarnya ada (positif), hal ini bisa disebabkan kurang
sensitifnya alat, atau karena kadar didalam bahan uji terlalu sedikit, atau
bahan ujinya (ekstrak simplisia) tidak memenuhi syarat, oleh karena itu
senyawa yang tadinya ada hilang/rusak karna reaksi enzimatik maupun
hidrolisis.
2.5 Ekstraksi Cair-Cair
Pada ekstraksi cair-cair, zat yang diekstraksi terdapat didalam campuran
yang berbentuk cair.Ekstraksi cair-cair sering juga disebut ekstraksi pelarut,
banyak dilakukan untuk memisahkan zat seperti iod, atau logam-logam
tertentu dalam larutan air.
Ekstraksi cair-cair digunakan sebagai cara untuk memperlakukan
sampel atau clean-up sampel untuk memisahkan analit-analit dari komponen
matrix yang mungkin menggangu pada saat kuantifikasi atau deteksi analit.
Disamping itu, ekstraksi pelarut juga digunakan untuk memekatkan analit
yang ada didalam sampel dalam jumlah kecil sehingga tidak memungkinkan
atau menyulitkan untuk deteksi dan kuantifikasinya.Salah satu fasenya
seringkali berupa air dan faes yanglain pelarut organik seperti kloroform atau
petroleum eter.
Senyawa-senyawa yang bersifat polar akan ditemukan didalam fase
air,sedangkan senyawa-senyawa yang bersifat hidrofobik akan masuk pada
pelarut anorganik. Analit yang tereksasi kedalam pelarut organik akan mudah
diperoleh kembali dengan cara penguapan pelarut, sedangkan analit yang
masuk kedalam fase air seringkali diinjeksikan secara langsung kedalam
kolom.
Hubungan zat terlarut yang terdistribusi diantara dua pelarut yang tidak
saling bercampur dinyatakan pertama kali oleh “"Walter nernst "” (1981) yang
dikenal dengan hukum distribusi atau partisi “jika solut dilarutkan sekaligus
kedalam dua pelarut yang tidak saling bercampur, maka solut akan
terdistribusi diantara kedua pelarut. Pada saat setimbang perbandingan
konsentrasi solut berharga tetap pada suhu tetap.”
Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu
campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Proses ini digunakan secara
teknis dalam skala besar misalnya untuk memperoleh vitamin, antibiotika,
bahan-bahan penyedap, produk-produk minyak bumi dan garam-garam.
logam. Proses inipun digunakan untuk membersihkan air limbah dan larutan
ekstrak hasil ekstraksi padat cair.
Ekstraksi cair-cair terutama digunakan, bila pemisahan campuran
dengan cara distilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan
aseotrop atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis.
Seperti ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya
dua tahap, yaltu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut,
dan pemisahan kedua fasa cair itu sesempurna mungkin.
Pada saat pencampuran terjadi perpindahan massa, yaitu ekstrak
meninggalkan pelarut yang pertarna (media pembawa) dan masuk ke dalam
pelarut kedua (media ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini, bahan ekstraksi
dan pelarut tidak saling melarut (atau hanya dalam daerah yang sempit).Agar
terjadi perpindahan masa yang baik yang berarti performansi ekstraksi yang
besar haruslah diusahakan agar terjadi bidang kontak yang seluas mungkin di
antara kedua cairan tersebut. Untuk itu salah satu cairan distribusikan menjadi
tetes-tetes kecil (misalnya dengan bantuan perkakas pengaduk).Tentu saja
pendistribusian ini tidak boleh terlalu jauh, karena akan menyebabkan
terbentuknya emulsi yang tidak dapat lagi atau sukar sekali dipisah.
Turbulensi pada saat mencampur tidak perlu terlalu besar. Yang penting
perbedaan konsentrasi sebagai gaya penggerak pada bidang batas tetap ada.
Hal ini berarti bahwa bahan yang telah terlarutkan sedapat mungkin segera
disingkirkan dari bidang batas. Pada saat pemisahan, cairan yang telah
terdistribusi menjadi tetes-tetes hanis menyatu kembali menjadi sebuah fasa
homogen dan berdasarkan perbedaan kerapatan yang cukup besar dapat
dipisahkan dari cairan yang lain.
Berbagai jenis metode pemisahan yang ada, ekstraksi pelarut atau juga
disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan
popular.Pemisahan ini dilakukan baik dalam tingkat makro maupun mikro.
Prinsip distribusi ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan
perbandingan tertentu antara dua zat pelarut yang tidak saling
bercampur.Batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang
berbeda dalam kedua fase terlarut. Teknik ini dapat digunakan untuk kegunaan
preparatif, pemurnian, pemisahan serta analisis pada semua kerja.Berbeda
dengan proses retrifikasi, pada ekstraksi tidak terjadi pemisahan segera dari
bahan-bahan yang akan diperoleh (ekstrak), melainkan mula-mula hanya
terjadi pengumpulan ekstrak (dalam pelarut).
Suatu proses ekstraksi biasanya melibatkan tahap-tahap berikut:
1. Mencampurkan bahan ekstrak dengan pelarut dan membiarkannya saling
kontak. Dalam hal ini terjadi perpindahan massa dengan cara difusi pada
bidang antar muka bahan ekstraksi dan pelarut. Dengan demikian terjadi
ekstraksi yang sebenarnya, yaitu pelarut ekstrak.
2. Memisahkan larutan ekstrak dari refinat, kebanyakan dengan cara
penjernihan atau filtrasi.
3. Mengisolasi ekstrak dari larutan ekstrak dan mendapatkan kembali pelarut.
Umumnya dilakukan dengan mendapatkan kembali pelarut. Larutan
ekstrak langsung dapat diolah lebih lanjut atau diolah setelah dipekatkan.
2.6 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu tehnik yang sederhana dan
banyak digunakan.Metode ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran
plastik yang ditutupi penyerap untuk lapisan tipis dan kering bentuk silika gel,
alomina, selulosa dan polianida.Untuk menotolkan larutan cuplikan pada
lempeng kaca, pada dasarnya dgunakan mikro pipet/ pipa kapiler.Setelah itu,
bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengulsi di dalam wadah
yang tertutup (Rudi, 2010).
Pemisahan campuran dengan cara kromatografi didasarkan pada
perbedaan kecepatan merambat antara partikel-partikel zat yang bercampur
pada medium tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari pemisahan secara
kromatografi dapat kita temui pada rembesan air pada dinding yang
menghasilkan garis-garis dengan jarak tertentu.
Tinta hitam merupakan campuran beberapa warna. Kita dapat
memisahkan campuran warna tersebut dengan cara kromatografi. Pemisahan
warna tinta dapat dilakukan dengan cara :
Tinta diteteskan pada ujung kertas saring (1,5 cm dari ujung)
Tinta dibiarkan hingga mongering
Ujung kertas saring dimasukkan dalam air sedalam 1 cm dan kertas saring
dipasang tegak
Air akan merambat naik
Tinta akan ikut merambat naik dan memisah menjadi beberapa Warna
( Sukarmin , 2004).
Penentuan jumlah komponen senyawa dapat dideteksi dengan
kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menggunakan plat KLT yang sudah
siap pakai. Terjadinya pemisahan komponen-komponen pada KLT dengan Rf
tertentu dapat dijadikan sebagai panduan untuk memisahkan komponen kimia
tersebut dengan menggunakan kolom kromatografi dan sebagai fasa diam
dapat digunakan silika gel dan eluen yang digunakan berdasarkan basil yang
diperoleh dari KLT dan akan lebih baik kalau kepolaraan eluen pada kolom
kromatografi sedikit dibawah kepolaran eluen pada KLT (Lenny, 2006).
Pada hakekatnya KLT merupakan metoda kromatografi cair yang
melibatkan dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak.Fasa geraknya berupa
campuran pelarut pengembang dan fasa diamnya dapat berupa serbuk halus
yang berfungsi sebagai permukaan penyerap (kromatografi cair-padat) atau
berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-
cair).Fasa diam pada KLT sering disebut penyerap walaupun berfungsi
sebagai penyangga untuk zat cair di dalam sistem kromatografi cair-
cair.Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap pada KLT,
contohnya silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kiselgur
(tanah diatomae) dan selulosa.Silika gel merupakan penyerap paling banyak
dipakai dalam KLT (Iskandar, 2007).
BAB III
METODOLOGI PELAKSANAAN
3.1 Alat yang digunakan :
1. Gelas ukur
2. Batang pengaduk
3. Cawan porselin
4. Kertas saring
5. Erlenmeyer 500 ml
6. Beaker glass
7. Alumunium foil
8. Waterbath
9. Corong pisah
10. Pipet
11. Tabung reaksi
12. Rak tabung reaksi
13. Lempeng KLT
14. Bejana KLT
15. Kaca arloji
3.2 Bahan yang digunakan :
1. Simplisia daun sirsak
2. Etanol 70%
3. Pereaksi Mayer
4. Pereaksi Dragendrof
5. Pereaksi Bouchardat
6. Pereaksi Molish
7. Pereaksi Lieberman-bouchardat
8. Pereaksi Besi (III) klorida 1%
9. Pereaksi Timbal (II) asetat
10. Pereaksi Natrium hidroksida 2N
11. Pereaksi Asam klorida 2N
12. Pereaksi Aluminium (III) klorida 5%
13. Pereaksi HCl 5%
14. Aquades
15. Metanol
16. Tissue
Ditimbang 50 gram simplisia daun sirsak
Di dalam toples maserasi, ditambahkan 500 ml etanol 70% dan didiamkan 3
hari (tiap hari digojog)
Disaring ekstrak yang diperoleh dengan kertas saring
Ampasnya direndam kembali dengan etanol 70% sebanyak 500ml dan didiamkan selama 1 hari, di dalam toples maserasi
Disaring ekstrak yang diperoleh dengan kertas saring
Ekstrak cair yang diperoleh dikentalkan sesuai prosedur dengan rotary evaporator
Dimasukkan ke dalam botol yang telah ditimbang, lalu ditimbang kembali botol
tersebut dengan electronic balance
Ekstrak yang diperoleh disimpan di dalam botol tertutup rapat dan diletakkan di tempat
terlindung cahaya matahari langsung
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Ekstraksi Maserasi
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas tangas air selama 2 menit, didinginkan lalu disaring
Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi MayerDiambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi BouchardatDiambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendrof
Endapan putih atau kuning Endapan coklat hitam Endapan merah bata
Alkaloid dianggap positif jika terjadi endapan atau paling sedikit dua atau tiga dari percobaan diatas.
Sebanyak 10 gram serbuk simplisia kemudian ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit
Sebanyak 10 gram serbuk simplisia kemudian ditambahkan 100 ml air panas
Disaring dalam keadaan panas
Diambil filtrat 5 ml lalu ditambahkan 0,1 gram serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan biarkan memisah.
Merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (+)
3.3.2 Skrining Fitokimia
1) Pemeriksaan Alkaloida
2) Pemeriksaan Flavanoida
Sebanyak 0,5 gram sampel disari dengan 10 ml air suling. Disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna.
Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida.
Biru atau hijau kehitaman (+)
0,5 gram sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat selama 10 detik
Terbentuk buih atau busa yang selama 1 tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm.
Pada penambahan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, apabila buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin.
1 gram sampel di maserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap.
Pada sisa ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat.
Timbul warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan adanya steroid triterpenoida
3) Pemeriksaan Tanin
4) Pemeriksaan Saponin
5) Pemeriksaan steroida/triterpenoida
Serbuk simplisia sebanyak 3 gram disari dengan 30 ml campuran 7 bagian volume etanol 95% dan 3 bagian volume air sulung (7:3)
Didinginkan dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 N
Direfluks selama 10 menit
Filtrat disari sebanyak 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian volume kloroform dan 2 bagian volume isopropanolol p.
Pada lapisan kloroform ditambahkan natrium sulfat anhidrat P secukupnya disarin dan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 500C.
Dikocok, didiamkan 5 menit, disaring
Dilarutkan sisanya dengan 2 ml metanol, kemudian diambil 0,1 ml larutan percobaan dimasukan ke dalam tabung reaksi, diuapkan di atas penangas air.
6) Pemeriksaan Glikosida
Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish, ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat.
Terbentuk cincin warna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya ikatan gula.
Ekstrak kental daun sirsak sebanyak 25 mL
Ditambahkan 25 mL methanol dan 75 mL aquades
Partisi dengan metode cair-cair dengan pelarut n-Heksan (3x30 mL)
Diuapkan sehingga didapatkan ekstrak kental n-HeksanDipartisi dengan pelarut kloroform (3x30 mL)
Ekstrak methanol-air Ekstrak n-Heksan
Ekstrak etil asetat
Ekstrak etanol-air Ekstrak kloroform
Diuapkan sehingga didapatkan ekstrak kental kloroform
Ekstrak methanol-air
Dipartisi dengan pelarut etil asetat (3x30 mL)
Diuapkan sehingga didapatkan ekstrak kental etil asetat
3.3.3 Ekstraksi Cair-Cair
Ekstrak metanol, n-heksan, kloroform dan etil asetat diidentifikasi senyawa metabolitsekundernya dengan metode KLT.
Di atas lapisan tipis, teteskan zat yang akan dikromatografikan dengan pipa kapiler, pada jarak kira-kira 1 cm dari bagian bawah kaca. Untuk plat yang
kecil noda berupa titik sedang plat yang sedang plat yang besar , 20 x 20 cm berupa deretan titik-titik sehingga membentuk garis. Biarkan beberapa saat
hingga kering.
Lapisan tipis yang mengandung cuplikan dimasukkan dalam suatu bejana yang berisi fasa bergerak.(Untuk lapisan tipis yang kecil dapat ditempatkan
dalam gelas piala).Bagian yang mengandung cuplikan dicelupkan dalam fasa bergerak, noda jangan sampai tercelup dalam pasa bergerak.
Setelah fasa bergerak naik sampai hampir ujung atas lapisan, lapisan tipis diambil dari bejana/gelas piala. Untuk plat kecil, batas fasa bergerak dan
noda-noda diberi tanda. Biarkan kering di udara.
Untukmengetahui lokasi dari noda(bila noda tidak kelihatan), makasetelah lapisantipis kecil kering dimasukkan dalam gelas piala
yang di dalamnya telah diberi kristalyood.
Tentukan harga Rfuntuk lapisan tipis yang kecil
Penanganan plat yang besar selanjutnya.Bila dikehendaki untuk mendapatkan hasil pemisahan, maka pita-pita yang merupakan komponen-komponen
senyawa masing-masing dikeruk dan dikumpulkan secara terpisah.Tiap-tiap bagian dicuci dengan kloroform yang kemudian perlu diuji lebih lanjut,
dengan menggunakan lapisan tipis, untuk mengetahui apakah masing-masing bagian merupakan komponen tunggal atau masih merupakan campuran.
3.3.4 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Ekstraksi Maserasi
Tujuan Dilakukan percobaan ekstraksi adalah untuk memperoleh ekstrak
etanol dari daun sirsak yang selanjutnya akan digunakan dalam praktikum
berikutnya. Ekstraksi adalah proses penarikan senyawa aktif dari suatu
simplisia menggunakan pelarut tertentu, dimana ektraksi memiliki prinsip
umum yaitu difusi dan osmosis. Pada praktikum ini digunakan metode
maserasi karena tekstur sampel yang kami miliki bertektur lunak, dan hasil
ekstrak yang diperoleh dari maserasi lebih banyak dari metode lainnya.
Ekstraksi merupakan pemisahan suatu zat aktif dari campuran dengan
pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur
untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarutan yang lain.
Maserasi adalah salah satu jenis metode ekstrasi dengan sistem tanpa
pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstrasi dingin. Ekstraksi senyawa
bahan alam digunakan dengan menggunakan teknik maserasi, yaitu suatu
teknik ekstraksi dingin dengan cara merendam sampel bahan alam dengan
menggunakan pelarut yang sesuai.
Pada percobaan ini untuk penyarian zat aktif, dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama 2 jam dengan
modifikasi pengadukan sebanyak 2 kali. Digunakan sampel bahan alam
berupa daun sirsak, karena menurut teori di dalam daun sirsak tersebut
terkandung metabolit sekunder berupa berpotensi untuk dikembangkan dan
dilakukan penelitian lebih lanjut.. Hal yang pertama dilakukan adalah daun
sirsak yang akan digunakan dicuci hingga bersih lalu daun ditimbang bobot
basahny. Kemudian dijemur selama 3 hari dibawah matahari tidak langsung
dengan cara diletakkan di bawah sinar matahari langsung dan ditutup kain
hitam, tujuan dari penjemuran dibawah sinar matahari tidak langsung adalah
agar metabolit sekunder yang terdapat daun sirsak tidak rusak karena terkena
cahaya matahari langsung. Selanjutnya dihaluskan dengan cara blender
menjadi serbuk dimaksudkan untuk memperkecil ukuran partikel sehingga
luas bidang sentuh semakin banyak supaya saat pelarutan dengan alkohol,
ekstrak yang diperoleh lebih maksimal.
Etanol digunakan sebagai pelarut karena etanol termasuk ke dalam
pelarut polar, sehingga sebagai pelarut diharapkan dapat menarik zat-zat aktif
yang juga bersifat polar. Etanol digunakan sebagai cairan penyari karena
lebih selektif, kapang dan khamir sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas,
tidak beracun, netral, dan etanol dapat bercampur dengan air pada segala
perbandingan, serta panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih rendah.
Etanol dapat memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut dan tidak
mengakibatkan pembengkakan membran sel. Keuntungan lainnya adalah
sifatnya yang mampu mengendapkan albumin dan menghambat kerja enzim.
Umumnya yang digunakan sebagai cairan pengekstraksi adalah campuran.
Setelah peralatan maserasi dan bahan-bahan yang akan digunakan telah
siap, selanjutnya dilakukan proses maserasi. Pertama dilakukan penimbangan
serbuk simplisia sebanyak 50 gram kemudian dimasukan ke dalam toples
kaca, lalu ditambakan 500 ml etanol 70% dan diaduk selama 2 jam dengan
alat pengaduk otomatis kecepatan 60 rpm. Digunakan pelarut etanol 70%
karena pelarut etanol 70% adalah pelarut yang paling sempurna dalam
melarutkan metabolit sekunder yang ada pada sampel daun sirsak karena
etanol 70% adalah etanol air sehingga senyawa metabolit sekunder dalam
daun sirsak yang larut air maupun yang larut lemak dapat tertarik. Maserasi
dilakukan selama 2 jam dengan kecepatan 60 RPM, kecepatan ini digunakan
karena sesuai dengan ukuran dan jumlah cairan maserasi yang digunakan.
Selanjutnya menyaring hasil rendaman sampel tersebut dengan menggunakan
kain kasa agar endapan yang ada pada sampel daun sirsak tidak ikut ke dalam
ekstrak cair daun sirsak yang disaring. Setelah proses pertama maserasi
dilakukan, kemudian ampas hasil maserasi dimaserasi kembali dengan proses
yang sama. Hasil maserat yang didapatkan sebanyak 1000 ml ekstrak cair
daun sirsak.
Setelah didapatkan ekstrak daun sirsak yang cair, selanjutnya
dipanaskan di atas penangas air yang bertujuan untuk menguapkan sehingga
akan terpisah antara pelarut etanol yang digunakan dengan ekstrak daun
sirsak kental yang diperoleh. Dari hasil percobaan tersebut didapatkan
ekstrak kental daun sirsak sebanyak 25 mL.
Keuntungan dari maserasi yaitu mudah dan sederhana, selain itu hasil
yang diperoleh juga banyak, sedangkan kerugiannya yaitu membutuhkan
banyak pelarut, membutuhkan waktu yang lama dan penyariannya kurang
sempurna.
4.2 Skrining Fitokimia
No Uji Pereaksi Teori Hasil +/-
1 Alkaloid
Pereaksi mayerEndapan
putih/kuningEndapan kuning +
Pereaksi
Bouchardad
Endapan
coklat-hitam
Endapan coklat
hitam+
Pereaksi
dragendrof
Endapan
merah bataEndapan merah bata +
2 Flavonoid
Serbuk Mg, HCl
Pekat dan Amil
alcohol
Amil alcohol
warna merah,
kuning,jingga
Amil alcohol warna
kuning+
3 TaninPereaksi besi
(III) klorida
Biru atau
hijau
kehitaman
Hijau kehitaman +
4 Saponin Peraksi HCl 2N
Terbentuk
buih/ busa
tidak hilang
Terbentuk buih +
5 Glikosida Pereaksi Molish
dan asam sulfat
Terbentuk
cincin warna
ungu
- -
6 Steroida Asam asetat
anhidrat dan
asam sulfat
Menjadi hijau
biru
Hijau biru +
pekat
Skrining fitokimia atau penapisan kimia adalah tahapan awal untuk
mengidentifikasi kandungan kimia yang terkandung dalam tumbuhan, karna
pada tahap ini kita bisa mengetahui golongan senyawa kimia yang
terkandung tumbuhan yang sedang kita uji/teliti. Metode yang digunakan
dalam pengujian ini adalah reaksi warna dan pengamatan terbentuknya
endapan. Dari proses skrining fitokimia ini, pengujian menghasilkan data
bahwa ekstrak positif mengandung senyawa golongan alkaloid melalui uji
pereaksi Meyer yang menghasilkan reaksi terbentuknya endapan kuning dan
sesuai dengan teori, Bourchadad yang menghasilkan reaksi terbentuknya
endapan coklat-hitam dan sesuai dengan teori, serta Dragendrof yang
menghasilkan reaksi terbentuknya endapan merah bata dan sesuai dengan
teori. Pengujian selanjutnya positif mengandung senyawa golongan flavonoid
melalui uji pereaksi Serbuk Mg, HCl Pekat dan Amil alcohol yang
menghasilkan dimana amil alcohol berwarna kuning dan sesuai dengan teori.
Positif mengandung senyawa golongan saponin karena pada uji pereaksi HCl
2N menghasilkan reaksi terbentuknya buih dan sesuai dengan teori, positif
mengandung senyawa golongan tannin melalui uji pereaksi FeCl3 yang
menghasilkan reaksi terbentuknya warna hijau kehitaman dan sesuai dengan
teori, positif mengandung senyawa golongan steroida melalui uji pereaksi
Asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat yang menghasilkan reaksi warna
menjadi hijau biru dan sesuai dengan teori. Sedangkan pada pengujian
senyawa glikosida tidak dilakukan.
4.3 Partisi Cair-Cair
Ekstraksi cair-cair adalah proses pemisahan zat terlarut di dalam 2
macam zat pelarut yang tidak saling bercampur atau dengan kata lain
perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam pelarut organik dan air. Hal
tersebut memungkinkan karena adanya sifat senyawa yang dapat terlarut
dalam air dan ada pula senyawa yang dapat larut dalam pelarut organik.
Dalam percobaan ini sampel yang digunakan adalah ekstrak etanol daun
sirsak. Percobaan pertama dilakukan pencampuran antara ekstrak etanol daun
sirsak sebanyak 25 mL dan n-heksan sebanyak 30 mL menggunakan corong
pisah. Kemudian di kocok beberapa menit, fungsi pengocokan ini agar
larutan n-Heksan tersebut dapat bercampur dengan ekstrak etanol daun
sirsak, sehingga terbentuk 2 fase dari cairan tersebut. Diamkan beberapa
menit agar terjadi dua pemisahan yaitu lapisan organik dan lapisan ekstrak.
Dalam proses pemisahan ini, senyawa yang bersifat nonpolar akan berada
dalam fase bawah sedangkan senyawa yang bersifat polar berada dalam fase
atas. Ini didasarkan oleh suatu penyataan bahwa suatu senyawa polar akan
larut pada pelarut nonpolar sedangkan senyawa polar akan larut pada pelarut
nonpolar atau sering disebut dengan istilah like dissolved like. Dimana
terdapat lapisan bagian atas adalah n-heksan dan lapisan bawah adalah
ekstrak etanol daun sirsak. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan berat jenis
antara etanol dan n-heksan. Berat jenis n-heksan lebih kecil yaitu 0,654 g/mL
sedangkan berat jenis etanol 0,798 gram/mL. Kemudian lapisan ekstrak daun
sirsak ditampung dalam Erlenmeyer dan ekstrak n-Heksan yang didapat juga
ditampung dalam Erlenmeyer yang berbeda. Percobaan ini dilakukan
sebanyak 3 kali.
Selanjutnya ekstrak etanol daun sirsak yang digunakan setelah proses
pencampuran dengan n-heksan digunakan dalam fraksi partisi dengan
kloroform. Pada pencampuran antara ekstrak etanol daun sirsak sebanyak 35
mL dengan kloroform sebanyak 30 mL, fungsi penambahan kloloform adalah
sebagai pelarut non polar dan merupakan larutan yang mudah menguap
sehingga sampel ekstrak tersebut tidak larut atau tidak beraksi dengan
kloroform. Kemudian di kocok beberapa menit, fungsi pengocokan ini agar
larutan kloroform tersebut dapat bercampur dengan ekstrak etanol daun
sirsak, sehingga terbentuk 2 fase dari cairan tersebut. Diamkan beberapa
menit agar terjadi dua pemisahan yaitu lapisan organik dan lapisan ekstrak.
Pada corong pisah lapisan berada pada lapisan bawah kloroform dan ekstrak
daun sirsak pada lapisan atas. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan berat
jenis antara etanol dan kloroform. Berat jenis etanol lebih kecil yaitu 0,798
gram/mL sedangkan berat jenis kloroform adalah 1,474 g/mL sampai 1,479
g/mL. Kemudian lapisan ekstrak daun sirsak ditampung dalam Erlenmeyer
dan ekstrak kloroform yang didapat juga ditampung dalam Erlenmeyer yang
berbeda. Percobaan ini dilakukan sebanyak 3 kali.
Selanjutnya dilakukan pencampuran ekstrak daun sirsak dengan etil
asetat. Pada pencampuran antara ekstrak etanol daun sirsak sebanyak 35 mL
dengan etil asetat sebanyak 30 mL. Kemudian di kocok beberapa menit,
fungsi pengocokan ini agar larutan etil asetat tersebut dapat bercampur
dengan ekstrak etanol daun sirsak, sehingga terbentuk 2 fase dari cairan
tersebut. Diamkan beberapa menit agar terjadi dua pemisahan yaitu lapisan
organik dan lapisan ekstrak. Dimana pada corong pisah terdapat lapisan
ekstrak daun sirsak pada bagian atas dan etil asetat pada bagian bawah. Hal
ini terjadi karena adanya perbedaan berat jenis antara etanol dan etil asetat.
Berat jenis etanol lebih kecil yaitu 0,798 gram/mL sedangkan berat jenis etil
asetat 0,8945 gr/ml. Kemudian lapisan ekstrak daun sirsak ditampung dalam
Erlenmeyer dan ekstrak etil asetat yang didapat juga ditampung dalam
Erlenmeyer yang berbeda. Percobaan ini dilakukan sebanyak 3 kali.
Setelah itu pelarut yang sudah mengandung ekstrak diuapkan untuk
mendapatkan ektrak yang bersifat polar dan nonpolar yang kemudian akan
diuji dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) untuk mengidentifikasi
senyawa-senyawa yang terdapat dalam fase polar dan dalam fase nonpolar.
4.4 KLT (Kromatografi Lapis Tipis)Kromatografi adalah suatu metode pemisahan fisik, dimana komponen
yang dipisahkan terdistribusi dalam 2 fase. Salah satu fase tersebut adalah
suatu lapisan stasioner dengan permukaan yang luas yang lainnya seperti
fluida yang mengalir lembut disepanjang landasan stasioner. Ketika pita
tersebut melewati kolom, pelebaran disebabkan oleh rancangan kolom dan
kondisi pengerjaan dan dapat diterangkan secara kuantitatif dengan
pengertian jarak dengan teori kolom adalah jantung kromatografi, pemisahan
sesungguhnya komponen dicapai dalam kolom.
Dalam teknik kromatografi, senyawa dapat dipisahkan menjadi
komponennya berdasarkan pendistribusian zat antara 2 fase, yaitu fase
diam(stasioner) dan fase gerak (mobil). Azas penting dalam kromatografi
adalah bahwa senyawa yang berbeda mempunyai koefisien distribusi yang
berbeda. Senyawa yang berinteraksi lemah dengan fase diam akan bergerak
lambat. Sebagian fase diam digunakan silika gel (SiO2.H2O). Permukaan
bahan ini memiliki kemampuan untuk menjerap senyawa organik.
Langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan kromatografi lapis
tipis adalah menyiapkan plat silica gel sebagai fase diamnya yang memiliki
panjang 10 cm dan lebar 5 cm. Kemudian diberi tanda dibawah dan diatas
plat silica gel sebagai batas jarak tempuh noda (senyawa) setinggi 1 cm. Hal
ini dilakukan untuk memudahkan praktikan dalam mengukur jarak tempuh
noda. Dan disiapkan eluen yang terdiri dari asam asetat, air dan butanol
sebagai fase geraknya yang sebelum digunakan terlebih dahulu dijenuhkan
dengan menggunakan kertas saring hingga eluen naik sampai ke ujung atas
kertas saring.
Lalu ditotolkan ekstrak etanol daun sirsak, fraksi n-Heksan, fraksi
kloroform dan fraksi etil-asetat pada plat silica gel dengan menggunakan pipa
kapiler yang masing-masing noda diberi jarak sepanjang 1 cm. Setelah itu
dimasukkan ke dalam chamber yang telah berisi eluen (fase gerak) dan
didiamkan hingga eluen menempuh batas atas plat. Dan diamati dan diukur
jarak noda (senyawa) dengan bantuan sinar UV.
Dari hasil pengukuran maka dihitung Rf (Retention factor) masing-
masing noda atau senyawa.
Data 1
Rf1 = Jarak tempuh senyawa
Panjang fase diam =
6,810
= 0,68
Rf2 = Jarak tempuh senyawa
Panjang fase diam =
710
= 0,7
Rf3 = Jarak tempuh senyawa
Panjang fase d iam =
7,210
= 0,72
Data 2
Rf1 = Jarak tempuh senyawa
Panjang fase diam =
6,710
= 0,67
Rf2 = Jarak tempuh senyawa
Panjang fase diam =
6,910
= 0,69
Rf3 = Jarak tempuh senyawa
Panjang fase diam =
7,310
= 0,73
Keterangan : Rf1 = ekstrak kental daun sirsak; Rf2 = fraksi etil asetat; Rf3 = fraksi kloroform.
Pada analisis Rf, data yang diambil adalah dengan jarak noda lebih atau
paling mendekati batas atas. Nilai Rf1 yaitu ekstrak etanol daun sirsak data 1
sebesar 0,68 dan data data 2 sebesar 0,67 ini membuktikan bahwa sifat eluen
yang non polar lebih mudah termigrasi pada bahan fase diam seperti silika
gel yang polar. Urutan campuran eluen berdasarkan kenaikan nilai Rf2 yaitu
fraksi etil asetat data 1 sebesar 0,7 dan data 2 sebesar 0,69; nilai Rf3 yaitu
fraksi kloroform data 1 sebesar 0,72 dan data 2 sebesar 0,73. Perbedaan jarak
yang ditempuh zat terlarut disebabkan karena dipengaruhi oleh kepolaran
masing-masing tinta tersebut sehingga harga Rf yang dihasilkan juga
berbeda.
Untuk fraksi n-Heksan tidak terlihat jarak tempuh noda (senyawa)
dikarenakan terjadi kesalahan saat proses penguapan fraksi n-Heksan terlalu
kering sehingga ditambahkan dengan 3ml n-Heksan sehingga membuat
konsentrasi senyawa yang ada di dalam fraksi n-Heksan sebelumnya menjadi
berkurang yang membuat tidak terlihatnya noda pada plat silica gel (fase
diam).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari praktikum yang dilakukan oleh praktikan dapat disimpulkan bahwa :
1. Senyawa metabolit sekunder yang teridentifikasi dari ekstrak daun sirsak
(Annona muricata L) melalui reaksi warna yaitu senyawa golongan
alkaloid, flavonoid, tannin dan steroid.
2. Proses ekstraksi metabolit sekunder dari daun sirsak (Annona
muricata L.) dengan beberapa metode ekstraksi maserasi menghasilkan
ekstrak cair sebanyak 1 L.
3. Pemisahan (partisi) senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam
ekstrak berdasarkan pada perbedaan kepolaran pelarut dengan metode
ekstraksi cair-cair. Menghasilkan fraksi n-Heksan, Etil Asetat, Kloroform
dan ekstrak kental.
4. Proses Kromatogrfi Lapis Tipis (KLT) menghasilkan 3 noda dari 4 fraksi
yang ditotolkan, dimana fraksi n-Heksan tidak menghasilkan noda, fraksi
Etil Asetat menghasilkan Rf = 0,7 (data 1) dan 0,69 (data 2), fraksi
Kloroform 0,72 (data 1) dan 0,73 (data 2), ekstrak kental 0,68 (data 1)
dan 0,67 ( data 2).
B. Saran
Diharapakan untuk praktikum selanjutnya dapat menggunakan
tanaman/tumbuhan yang lainnya, serta dapat menggunakan metode ekstraksi
dan identifikasi senyawa yang lainnya untuk pengembangan ilmu
pengetahuan sehingga dapat menambah wawasan mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Burhan Nurgiantoro, Gunawan & Marzuki. 2002.Statistik Terapan Untuk Penelitian Ilmu Sosial. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI.1986. Sediaan Galenik. Depatermen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Farnsworth, N.R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants.Journal ofPharmaceutical Sciences.Volume 55. No.3. Chicago: Reheis Chemical Company. Pages 263-264.
Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB. Hal 71, 76, 84-85, 96-97, 99, 102 dan 147.
Iskandar, Yusuf. 2007. Karakteristik Zat Metabolit Sekunder Dalam Ekstrak Bunga Krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) Sebagai Bahan Pembuatan Biopestisida.FMIPA. Semarang.
Kristianti, A. N, N. S. Aminah, M. Tanjung, danB. Kurniadi. 2008. Buku Ajar Fitokimia.Surabaya: Jurusan Kimia LaboratoriumKimia Organik FMIPA UniversitasAirlangga. P.47-48.
Lide, David. 2001. Handbook of Chemistry And Physic. Copyright CRC Press LLC.
Robinson, T. (1995).Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerjemah: K. Padmawinata, K. Edisi IV. Bandung: ITB Press. Hal 191, 196, 197.
Rohman,. A,. 2009. Kromatografi untuk Analisis Obat. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Rudi,L. 2010. Penuntun Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Universitas Haluoleo. Kendari.
Speight, James. G. 2006. The Chemistry and Technology of Petroleum. Taylor & Francis Group, LLC.
Sukarmin. 2004. Materi dan Perubahannya. Direktorat Pendidikan Menegah Kejuruan. Direktorat Jendral Dasar dan Menegah.Departemen Pendidikan Nasional.
Yazid,. E,.2005. Kimia Fisika untuk Paramedis.Andi.Yogyakarta.
LAMPIRAN
Gambar 1.Penampang melintang daun sirsak Gambar 2. Mikroskopik simplisia daun sirsak
Gambar 3. Alat Maserasi. Keterangan : A. Bejana untuk maserasi berisi bahan yang
dimaserasi; B. Tutup; C. Pengaduk yang digerakkan secara mekani.
Gambar 4. Identifikasi senyawa flavonoid Gambar 5. Identifikasi senyawa flavonoid
(a) (b) (c)
Gambar 6. Identifikasi senyawa alkaloid; (a) pereaksi Bouchardat, (b) pereaksi Dragen, (c) pereaksi Mayer
Gambar 7. Identifikasi senyawa saponin Gambar 8. Identifikasi senyawa tannin
Gambar 9. Partisi Cair-Cair
Gambar 10. Alat dan bahan KLT Gambar 11. Proses penotolan fraksi
Gambar 12. Pengamatan di bawah sinar UV
Top Related