LAPORAN PRAKTIKUM
MANAJEMEN KESUBURAN TANAH
‘Rekomendasi Pemupukan Kalium pada Lahan Cabai di daerah Pujon Kidul’
Disusun Oleh :
Kelompok Q2.2
Riski Bagus S. 125040201111048
M. Aufar Ul Afkaar 125040201111056
M. Akhrizul Yusuf 125040201111069
Laksono Raditya 125040201111075
Netty Dwi Ariska 125040201111098
Nafisatul Afidah 125040201111099
Nanik Wirantikasari 125040201111235
Heryako Mustofa 125040201111320
Nico Van Maestro 125040201111333
Puput Pelita Putri 125040202111003
Asisten : Perry Lubis
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dimulai pada tahun 1987 ketika populasi dunia mendekati lima milyar penduduk.
Populasi yang begitu banyak, sebagian besar disumbang oleh Negara berkembang atau dunia
ketiga. Banyaknya jumlah penduduk pada saat itu, sangat mempengaruhi permintaan akan
papan, pangan, dan sandang di berbagai Negara. Untuk mencukupi kebutuhan tersebut
berbagai Negara mengadakan pertanian intensif baik itu pada komoditi tanaman semusim
maupun tahunan. Hal tersebut diiringi dengan meningkatnya penemuan di bidang pertanian
yaitu bibit hibrida yang tahan penyakit, dan jumlah produksinya tinggi.
Di Indonesia sendiri, jumlah populasi pada saat itu sekitar 170 juta jiwa. Di tahun
yang sama pemerintah Indonesia telah berhasil melaksanakan swasembada beras dalam 5
tahun terakhir yaitu pada tahun 1984 hingga 1989, namun terjadinya swasembada beras tidak
berlanjut terus-menerus. Beberapa efek negative yang ditimbulkan ketika revolusi hijau
adalah menurunnya produksi protein, rusaknya tanah, dan ketergantungan terhadap pupuk an-
organik. Di samping itu, pada aspek social terjadi jurang kekayaan antara petani berlahan luas
dan berlahan kecil. Hal tersebut timbul akibat tidak jelasnya kepemilikan dan kepenguasaan
lahan akibat dari gagalnya pelaksanaan pembaruan Agraria yang pelaksaannya dimulai pada
tahun 1960 hingga 1965.
Pengelolaan lahan yang tidak sesuai kemampuan lahan tersebut akan menimbulkan
degradasi lahan secara bertahap dan kontinuitas. Tidak adanya bero lahan dikarenakan saat
ini pertanian merupakan salah satu alat untuk memenuhi kebutuhan hidup individu ataupun
keluarga. Keterlibatan pembuat kebijakan juga turut serta baik secara langsung ataupun tidak
langsung terhadap kondisi lingkungan saat ini maupun yang akan datang. Keterbatasan
pekerjaan di desa serta tingginya kebutuhan hidup, memaksa petani untuk terus mengelola
lahannya baik itu komoditi musiman ataupun tahunan.
Kemampuan petani dalam memanajemen tanah yang kurang baik diakibatkan oleh
keterbatasan pengetahuan petani mengenai tanah. Selain itu tidak tepatnya pengelohan juga
menunjang terjadinya degradasi lahan baik itu secara fisik, kimia ataupun biologi. Ketiga
sifat tanah yang telah menurun mengakibatkan terjadinya penurunan produksi secara terus
menerus apabila tidak diimbangi dengan pemupukan yang efektif dan efisien. Manajemen
yang dimaksud oleh penulis di sini ialah kemampuan petani dalam mengatur input pertanian
seperti pupuk, pestisida dan bibit di lahan budidaya.
Beberapa kegiatan penulis di lokasi pengamatan ialah : penulis melakukan
pengamatan serta berdiskusi dengan pemilik lahan mengenai kondisi lahan dan perlakuan
terhadap lahan tersebut. Pada makalah ini, penulis akan berusaha memaparkan kondisi lapang
yang diamati serta mencermati permasalahan yang ada di lahan tersebut dipandang dari aspek
manajemen kesuburan tanah. Selain itu, dengan menggunakan referensi tertentu, penulis juga
akan memberikan solusi terkait dengan permasalahan yang ada.
1.2 Tujuan
1. Memaparkan kondisi lapang yang diamati secara aktual
2. Mengetahui permasalahan yang ada di lahan
3. Memberikan solusi yang berkaitan dengan masalah di lahan
BAB II
KONDISI UMUM WILAYAH
Sistem Irigasi
Tidak ditemukannya pipa-pipa yang mengelilingi lahan menunjukkan bahwa tidak
ada sistem irigasi pada lahan tersebut. Selain itu, tidak terdapat alat-alat irigasi juga disekitar
lahan beliau. Pemenuhan kebutuhan air ketika melakukan budidaya cabai ialah dengan
manual. Manual yang dimaksud adalah menggunakan tenaga kerja manusia yang merupakan
istri beliau sendiri. Selain itu, menggunakan selang yang dihubungkan dengan keran air ialah
cara beliau memenuhi kebutuhan air tanaman cabai. Kadang-kadang beliau menyewa
beberapa orang untuk melakukan penyiraman dengan menggunakan ember yang kemudian
pemberiannya dengan cara dituangkan ke berbagai guludan. Kondisi tersebut terjadi, apabila
beliau sedang sibuk dan istri beliau sakit atau tidak kuat.
Data Analisis Laboratorium
NO
.
Data yang
diamati
Data hasil
laboratoriumSatuan Keterangan
1 pH 5.5 Agak Masam
2 % C- Organik 2.73 % Sedang
3 % BO 4.72 % Tinggi
4 KTK 345.8 Me/100gr Sangat Tinggi
5 N- Total 3.349 % Sangat Tinggi
6 C/N 0.815Sangat
Rendah
Sejarah Lahan
Lahan yang kami amati ialah milik bapak Sulis. Dalam budidaya bapak Sulis
menggunakan guludan sebagai teknik pengelolaannya, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi
genangan. Sifat cabai yang tidak tahan genangan dapat membuat panen cabai tidak optimal.
Di lahan juga terdapat tanaman andewi namun tidak dibudidayakan dengan sungguh-
sungguh. Sungguh-sungguh yang dimaksud oleh penulis ialah, tidak ada motif ekonomi,
hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga Bapak Sulis. Pengusahaan beberapa ayam juga
dilakukan oleh beliau. Jalan masuk menuju lahan terdapat beberapa ekor ayam. Motif
pengusahaan ayam sama seperti andewi yaitu hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga beliau saja. Lahan bapak Sulis dipagari oleh bambu kuning yang mengelilinginya.
Selain itu kondisi lahan masih banyak terdapat residu panen dari komoditi cabai. Residu
panen yang berupa batang dibiarkan saja menumpuk tanpa dilakukan pengelohan.
Dalam setahun terakhir tanaman yang ditanam ialah cabai dan sawi. Dalam
melakukan usaha budidayanya, bapak Sulis menggunakan input pertanian yang sama seperti
kebanyakan petani yang lain, beberapa diantaranya : penggunaan pupuk anorganik berupa
Urea 30 Kg, TSP 36 10 Kg, dan Phonska 5 Kg. Penggunaan pestisida dengan merk dagang
Trhypaton digunakan untuk menyemprot tanman cabai seminggu sekali. Apabila terjadi
hujan, maka penyemprotan dilakukan tiga hari sekali dengan asumsi bahwa pada musim
hujan akan banyak ulat menyerang tanaman cabai. Selain melakukan input pupuk an-organik,
beliau juga menggunakan pupuk kandang yang dibeli sebanyak 40-50 Kg. Residu panen yang
dibiarkan begitu saja di lahan, menjadi tambahan bahan organik bagi tanah. Selain itu, tidak
adanya bero lahan selama beberapa musim tanam terakhir, mampu menurunkan kualitas
lahan.
Sistem Budidaya
Komoditas yang ditanami oleh pak Sulis adalah cabai keriting varietas pm - 999,
dengan jarak tanam tidak mengacu pada ukuran dan dilakukan hanya dengan menggunakan
jengkal tangan. Pak Sulis ini menggunakan cabai keriting varietas pm-999 karena sudah
terbiasa dan hasil produknya baik. Biasanya pak Sulis ini menggunakan tumpangsari sebagai
sistem tanamnya, cabai sebagai komoditas utama yang ditumpangsarikan dengan sawi.
Setelah tumpangsari dengan sawi, lahan diistirahatkan sampai menunggu musim hujan tiba.
Pemupukan
Urea 30kg, Phonska 5kg, TSP 10kg, pupuk urea dicairkan untuk pembibitan, sekitar
25ltr (500ml pupuk, dan 24.5ltr air). pemupukan dilakukan setelah pembibitan jarak 1 MST,
jarak 2 MST, dan 5 MST. Pupuk kandang dipakai saat pengolahan lahan, ditabur kemudian
ditutup dengan karung, untuk dosis pupuk kandang berkisar 40-50kg.
Masalah sisa panen
Sisa panen langsung dibenamkan ke dalam tanah, jadi tidak ada masalah di dalam sisa
panen. Sisa panen yang dibenamkan ke dalam tanah ini akan bermanfaat bagi tanah, seperti
menambah bahan organik dan unsur hara. Selain itu juga sisa panen ini dapat menjadi
makanan untuk organisme tanah, contohnya cacing. Cacing secara langsung bermanfaat bagi
tanah seperti menambahkan pori makro yang dapat meningkatkan laju infiltrasi, dan secara
tidak langsung cacing mengeluarkan kotoran atau kascing yang dapat menambahkan bahan
organik dan juga unsur hara Peran cacing tanah sudah lama dikenal berperan dalam proses
dekomposisi bahan organik dan penyampuran bahan organik tersebut dengan tanah. Cacing
tanah juga berperan dalam peningkatan aerasi tanah karena aktivitas mereka dalam membuat
lubang dalam tanah (Edwards and Lofty (2000).
BAB III
ANALISIS PERMASALAHAN
Kurangnya aplikasi pupuk kalium mengakibatkan tidak optimalnya pertumbuhan
tanaman pada fase vegetatif dan generatif sehingga panen cabai tidak optimal dibandingkan
dengan sebelumnya.
Kondisi aktual yang berada di lapang pada saat kami melakukan pengunjungan
terdapat residu panen cabai yang belum dibersihkan oleh petani. Selain itu, di ukuran lahan
20 m x 20 m terdapat banyak bahan organik seperti batang cabai yang ditumpuk. Lahan
tersebut mempunyai 20 guludan yang semuanya digunakan untuk budidaya cabai. Hasil dari
wawancara yang kami lakukan bahwasanya lahan tersebut tidak optimal dalam memproduksi
cabai pada musim ini. Banyaknya buah pada cabai yang terserang penyakit menyebabkan
cabai tidak memiliki harga jual yang tinggi dipasaran. Pada daun cabai banyak terdapat gejala
Kurangnya pemupukan kalium pada tanaman cabai mengakibatkan
tidak optimalnya pertumbuhannya
Defisiensi kalium
Pertumbuhan tanaman tidak optimal
Lemah terhadap serangan OPT
kerugian secara ekonomi
nekrosis dengan skala hanya berupa spot sampai keseluruhan daun. Kondisi yang demikian
membuat petani tidak melanjutkan perawatan budidaya cabai, karena menurut petani hanya
akan menambah kerugian saja
Ditinjau dari penggunaan pupuk K yang relatif kurang mampu untuk memenuhi
kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan cabai, maka hal tersebut lumrah terjadi hampir di
berbagai lahan budidaya. Kebutuhan K sangat dibutuhkan dalam jumlah yang besar selain N
oleh tanaman. Petani yang melakukan budidaya tersebut lebih berfokus pada pemupukan N
sehingga terjadi defisiensi K pada lahan tersebut. Penyemprotan pestisida yang dilakukan tiga
hari sekali di pagi hari kurang memberikan dampak dalam menjaga kesehatan tanaman
tersebut. Tingginya input pertanian yang dilakukan tidak sesuai dengan hasil yang didapat
oleh bapak petani, hal ini didasarkan oleh beberapa penyebab diantaranya; (a) kurangnya
pengetahuan petani dalam menerapkan dosis pupuk sesuai kebutuhan lahan; (b)
penyemprotan yang tidak efektif; (c) tidak dilakukan upaya sanitasi lingkungan selama masa
budidaya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan hara antara lain iklim, tanah,
tanaman dan interaksi antar faktor tersebut (Fageria et al,2009). Unsur K memegang peranan
penting di dalam metabolisme tanaman antara lain terlibat langsung dalam beberapa proses
fisiologis (Farhad et al,2010). Keterlibatan tersebut dikelompokkan dalam dua aspek yaitu :
(1) aspek biofisik dimana kalium berperan dalam pengendalian tekanan osmotic, turgor sel,
stabilitas pH, dan pengaturan air melalui control stomata, dan (2) aspek biokimia, kalium
berperan dalam aktivitas enzim pada sintesis karbohidrat dan protein serta meningkatkan
translokasi fotosintat dai daun (Taiz dan Zeiger,2002). Selain itu unsur K berperan
memperkuat dinding sel dan terlibat di dalam proses lignifikasi jaringan sclerenchyma.
Kalium dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit tertentu(Fageria et
al,2009). Dengan demikian adanya pemberian K dapat terbentuknya senyawa lignin yang
lebih tebal, sehingga dinding sel menjadi lebih kuat dan dapat melindungi tanaman dari
gangguan dari lua. Tanaman memerlukan kalium dalam jumlah yang tinggi yaitu berkisar
antara 50-300kg K/Ha/Musim tanam (Laegreid et al,2000). Hasil penelitian menunjukkan
telah terbukti K2SO4 mampu memperbaiki karakteristik kualitas beberapa produk sayuran
(Gunadi,2007).
Setidaknya ada 16 elemen yang penting bagi pertumbuhan tanaman
(McKenzie,2001). Karbon (C), hydrogen (H) dan oksigen (O) yang berasal dari
karbondioksida (CO2) dan air (H2O). nitrogen (N),phosphorus (P), potassium (K),sulphur (S),
calcium (Ca), magnesium (Mg), boron (B), chlorine (Cl), copper(Cu), iron (Fe), manganese
(Mn), molybdenum (Mo) dan zinc (Zn) yang diambil dari tanah dalam bentuk garam
anorganik. Sebanyak 94-99.5% tanaman menyerap nutrisi dari karbon, hydrogen dan oksigen.
Nutrisi lainnya hanya diserap sebanyak 0.5-6%.
Sifat K yaitu mudah larut dan terbawa hanyut dan mudah pula terfiksasi dalam tanah.
Sumber K adalah beberapa jenis mineral, sisa-sisa tanaman dan jasad renik, air irigasi, larutan
dalam tanah, abu tanaman dan pupuk anorganik (Sutedjo dan Kartasapoetra, 2003). Pada
dasarnya, kalium dalam tanah berada dalam mineral yang melapuk dan melepaskan ion-ion
kalium. Ion-ion tersebut diserap pada pertukaran kation dan siap tersedia untuk diambil oleh
tanaman. Kalium yang tersedia menumpuk dalam tanah dengan rejim ustik atau
berkelembaban lebih kering tanpa adanya pencucian. Pada umumnya tanah-tanah seperti itu
netral atau basa, tidak membutuhkan kapur dan memerlukan pupuk kalium bahkan untuk
hasil panen yang tinggi. Pencucian di kawasan basah menghilangkan kalium tersedia dan
menciptakan keperluan akan pupuk kalium bila dikehendaki hasil-hasil panen yang sedang
atau tinggi. Tanah organik terkenal miskin kalium karena tanah tersebut mengandung sedikit
mineral yang mengandung kalium (Foth, 2004).
Kalium sebagai macronutrient dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak, hampir
sebanyak nitrogen. Kalium yang tersedia hanya meliputi 1 - 2 % dari seluruh kalium yang
terdapat pada kebanyakan tanah mineral. Ia dijumpai dalam tanah sebagai kalium dalam
larutan tanah dan kalium yang dapat dipertukarkan dan di aborpsi oleh permukaan koloid
tanah. Sebagian besar dari kalium tersedia ini berupa kalium dapat dipertukarkan (900%).
Kalium larutan tanah lebih mudah diserap oleh tanaman dan juga peka terhadap pencucian.
Pada keadan tertentu, misalnya pada pertanaman yang intensif atau pada tanaman muda yang
banyak mengandung mineral kalium dengan curah hujan tinggi, kalium tidak dapat
dipertukarkan dapat juga di serap tanaman. Absorpsi kalium larutan hara menyebabkan
keseimbangan terganggu untuk sementara. Keadaan ini tidak bertahan lama, karena sebagian
dari kalium dapat dipertukarkan segera bergerak ke dalam larutan tanah, sehingga keadaan
keseimbangan kembali seperti semula. Pupuk kandang dan kalium berkontribusi banyak pada
ketersediaan kalium di tanah. Kalium dalam larutan tersedia pada tanaman. Jumlahnya
tergantung pada pupuk yang ditambahkan ke tanah, iklim dan sejarah penanaman. Oleh
karena itu, pengukuran larutan kalium pada tanah akan mengindikasikan jumlah kalium yang
tersedia pada tanaman atau laju iklim yang terlengkapi lagi dari bentuk lain dari kalium yang
tersedia di tanah.
(McKenzie,2001)
BAB IV
REKOMENDASI MANAJEMEN KESUBURAN TANAH
Dari permasalahan lahan yang telah diuraikan, manajemen kesuburan tanah yang
disarankan yakni dengan mempertimbangkan kebutuhan pupuk yang tepat untuk tanaman
cabai agar dapat tumbuh dengan optimal. Rekomendasi kebutuhan pupuk yang ditekankan
yakni kebutuhan akan pupuk K. Penelitian yang telah dilakukan oleh Balai Penelitian
Sayuran (Balitsa) menyatakan rekomendasi pemupukan tanaman cabai di lahan kering
sebesar, 120 kg K2O/ha, sedangkan pemupukan tanaman cabai pada musim hujan sebesar
100 kg K2O/ha. Pemberian pupuk yang optimal diharapkan dapat meningkatkan
produktivitas tanaman cabai (Alviana, 2009).
Berdasarkan literatur tersebut diketahui bahwa dalam luasan lahan per ha
membutuhkan setidaknya 120 kg K2O sedangkan luasan lahan uang dimiliki oleh petani
kurang dari 1 ha, sehingga diperlukan perhitungan untuk menghitung berapa banyaknya biaya
yang perlu dikeluarkan untuk pembelian pupuk dalam pengoptimalan lahan cabai tersebut.
Perhitungan tersebut menggunakan aplikasi Fertilizer Chooser, sehingga didapatkan data
seperti berikut
Tanaman budidaya yang ditanam oleh petani adalah tanaman cabai dengan luasan
lahan 0,042 ha. Petani menggunakan pupuk phonska untuk meningkatkan produksi
tanamannya, menurut Petrokimia (2012) menyatakan bahwa pupuk Phonska merupakan
pupuk majemuk dengan kandungan unsur hara Nitrogen (N) 15%, Fosfat (P2O5) 15%, Kalium
(K2O) 15%, Sulfur (S) 10% dan Kadar air maksimal 2%. Berdasarkan hasil lab yang
dilakukan terhadap lahan petani, terdapat permasalahan akan kurangnya unsur hara K pada
tanah. Unsur K merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan oleh tanaman, oleh karena itu
apabila jumlah unsur hara K dalam tanah kurang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Beberapa peran unsur hara K untuk tanaman, antara lain:
Membentuk dan mengangkut karbohidrat,
Sebagai katalisator dalam pembentukan protein
Mengatur kegiatan berbagai unsur mineral
Menaikan pertumbuhan jaringan meristem
Memperkuat tegaknya batang sehingga tanaman tidak mudah roboh
Meningkatkan kualitas buah karena bentuk, kadar, dan warna yang lebih baik
Membuat tanaman menjadi lebih tahan terhadap hama dan penyakit
Membantu perkembangan akar tanaman.
Rekomendasi kebutuhan tanaman cabai akan unsur hara K yang ditawarkan di lahan
kering sebesar, 120 kg K2O/ha, sedangkan pemupukan tanaman cabai pada musim hujan
sebesar 100 kg K2O/ha. Pemberian pupuk yang optimal diharapkan dapat meningkatkan
produktivitas tanaman cabai (Alviana, 2009). Berdasarkan hasil yang didapatkan dengan
aplikasi fertilizer chooser, bahwa pupuk yang direkomendasikan untuk pemupukan tanaman
cabai agar dapat tumbuh secara optimum dan produksi tinggi adalah Potassium Chloride
(MOP) atau KCl. Potassium Chloride (MOP) merupakan pupuk tunggal dengan kandungan
unsur hara K2O sebesar 60%, artinya setiap 100 kg pupuk KCl didalamnya terkandung 60 kg
unsur hara K2O dari total kandungan. Sehingga rekomendasi jumlah pupuk yang disarankan
dengan luasan lahan 0,042 ha membutuhkan pupuk Potassium Chloride (MOP) sebanyak 8,4
kg. Dengan jumlah kebutuhan pupuk 8,4 kg dan harga pupuk Potassium Chloride (MOP) per
kg Rp 6.500 biaya keseluruhan yang dikeluarkan untuk kebutuhan pupuk diperkirakan
sebesar Rp 54.600.
BAB V
PEMBAHASAN UMUM
Pada pengamatan yang kami lakukan, kami mengambil sampel tanah dari 5 titik yang
mewakili cakupan lahan yang kami amati. Setelah melakukan analisis laboratorium di
dapatkan hasil kandungan C-organik pada tanah adalah 2.73 %, bahan organik 4,72% ; pH
5,5; KTK 345,8; dan N 3,34.
Berikut adalah data dari kelompok-kelompok lain :
No. Kelompok C-OrganikBahan
OrganikKTK N total pH
1. Q1.1 2,59% 4,47% 24,7% 2,16% 5,4
2. Q1.2 0,62% 1,06% 296,4 2,50 4,7
3. Q2.1 0,58% 1,00% 266,76 2,12 4,6
4. Q2.2 2,73% 4,72% 345,8 3,34 5,5
Untuk kelompok Q2.2 terlihat bahwa kandungan c-organiknya sedang, pH tanah
tergolong agak masam, untuk KTK sangat tinggi jika dibandingan dengan kelompok-
kelompok begitu juga dengan kadar bahan organik, N total. Kategori Nilai persentase bahan
organik Tanah dalam tanah yaitu :
Kategori Nilai Persentase Bahan Organik Tanah (%)
Sangat
rendahRendah Sedang Tinggi
Sangat
tinggi
<1,001,00 s/d
2,00
2,01 s/d
3,00
3,01 s/d
5,00>5,00
Kandungan bahan organik tanah kelompok kami tergolong tinggi dan hampir
mencapai anggka 5. Menurut kelompok kami hal ini sudah cukup baik karena batas minimum
bahan organik yang dianggap layak untuk lahan pertanian adalah antara 4% sampai 5%.
Salah satu penyebab bahan organik yang terlalu tinggi pada lahan yang kami amati yaitu
karena lahan tersebut dilakukan pemupukan. Kandungan bahan organik dalam tanah yang
rendah, mengakibatkan aktivitas mikroorganisme tanah menjadi berkurang. Mikroorganisme
di dalam tanah berfungsi antara lain menguraikan hara yang sulit diserap oleh tanaman
karena terikat oleh Al dan Fe menjadi hara yang tersedia bagi tanaman (Pranata, 2004).
Sedangkan Kandungan bahan organik yang tinggi memudahkan bakteri-bakteri patogen
tumbuh. Faktor yang mempengaruhi kandungan bahan organik yaitu temperatur, tekstur
tanah, reaksi tanah, input bahan organik, dan pengolahan tanah. Jika dilihat pada kelompok
lain nilai kandungan bahan organiknya tergolong dalam kategori sedang sehingga masih
dapat memenuhi kebutuhan tanah sesuai kebutuhannya. Kandungan bahan organik yang
tinggi juga disebabkan oleh kandungan N total. Dimana pada perbandingan setiap kelompok
terlihat bahwa kandungan N total tertinggi terlihat pada kelompok Q 2.2 dengan nilai N total
3,34 yang tergolong sangat tinggi. Pada kelompok lain nilai kandungan N total juga tergolong
sangat tinggi dengan kisaran antara 2,1 s/d 2,5 .
N total sangat tinggi mengakibatkan bahan organiknya yang tinggi juga. Nilai
prosentase nitrogen dalam tanah dikelompokkan dalam lima kategori berikut:
Kategori Nilai Persentase Nitrogen
Sangat
rendahRendah Sedang Tinggi
Sangat
tinggi
<1,000,10 s/d
0,20
0,21 s/d
0,50
0,51 s/d
0,75>0,75
(McVay & Rice, 2002)
Dengan kandungan bahan organik tinggi akan mempengaruhi nilai KTK dan dapat
meningkatkan KTK tanah. Terlihat dari hasil perhitungan dimana nilai KTK kelompok Q2.2
memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan kelompok lain. Kandungan KTK kelompok
Q2.2 tergolong sangat tinggi dimana Nilai KTK tanah (me/100g) dikelompokkan dalam lima
kategori berikut:
Kategori Nilai KTK Tanah (me/100g)
Sangat
rendahRendah Sedang Tinggi
Sangat
tinggi
<5 5 s/d 16 17 s/d 24 25 s/d 40 >40
Menurut (Notohadiprawiro, 2006) KTK tanah bergantung pada pH yaitu kenaikan pH
membawa kenaikan KTK. Pada hasil perhitungan kelompok Q 2.2 memiliki pH yang paling
tinggi yaitu 5,5 dengan nilai KTK tinggi juga yaitu 345.8. Sedangkan nilai KTK kelompok Q
2.1 Lebih tinggi dibandingkan KTK kelompok Q 1.2 dan M 1.1 yang memiliki pH lebih
rendah dibandingkan kelompok Q 2.1. Sehingga dapat disimpulkan bahwa lahan yang kami
amati memiliki potensi kesuburan tanah yang tinggi apabila dilihat dari KTK yang tinggi dan
bagan organik yang tinggi pula. KTK merupakan perantara untuk menyimpan unsur hara
sehingga unsur hara dalam tanah yang diperuntukan untuk tanaman masih tersedia di
dalamnya.
BAB VI
KESIMPULAN
Pada lahan pertanian yang kami amati,merupakam lahan petak yang ada di
pekarangan rumah. Lahan tersebut dengan luas 20x20 m2 ditanamai tanaman cabai. Pada sisi
lahan, terdapat peternakan ayam yang dimiliki oleh pemilik lahan yaitu pak Sulis, hal ini
dapat mendukung ketersediaan unsur hara N dan pupuk organik. Pada lahan pertanian
tersebut tidak terlalu membutuhkan pengairan yang intensif, mengingat tanaman cabai tidak
terlalu banyak membutuhkan air.
Dilihat dari data yang ada, diketahui bahwa lahan cabai bapak Sulis dengan luasan
lahan 0,042 ha membutuhkan kebutuhan pupuk K dalam hal ini direkomendasikan
penggunaan pupuk Potassium Chloride (MOP) sebanyak 8,4 kg dengan harga perkilonya
yakni Rp 6.500 sehingga dalam satu kali musim tanam mengeluarkan biaya setidaknya Rp
54.600
DAFTAR PUSTAKA
Alviana, Vivit. 2009. Optimasi Dosis Pemupukan Pada Budidaya Cabai (Capsicum Annuum L.) Menggunakan Irigasi Tetes Dan Mulsa Polyethylene. Jurnal. J. Agron. Indonesia 37 (1) : 28 – 33 (2009).
Edwards, C.A. and J.R. Lofty. 2000. Biology of arthworms. Chapman and Hall: London.
Fageria,N.K , M.P.B. FILHO and J.H.C. DA COSTA.2009.Potassium in the use of nutrients
in Crop Plants.CRC Press Taylor & Francis Group, Boca Raton, Londong, New
York,131-163
Farhad.I.S.M, M.N. ISLAM, S HOQUE and M.S,I BHUIYAN.2010.Role of Potassium and
Sulphur on the Growth Yield an oil Content of Soybean (Gycine max L.)Ac.J.Plant
Sci.3(2):99-103
Foth, H. D. 2003. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan Soenartono Adisumarto. Erlangga,
Jakarta.
Gunadi, N. 2009. Kalium sulfat dan klorida sebagai sumber pupuk kalium pada tanaman
bawang merah.J.Hort 19(2):174-185
Laegrid,M.O.C.BOCKMAN and O. KAARSTAD. 2000 .Agriculture, Fertilizer and
Environtment,CABI Publishing in Association with Norsk Hydro ASA
Notohadiprawiro, T., 2006. Pola Kebijakan Pemanfaatan Sumberdaya Lahan Basah, Rawa
dan Pantai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Pranata, A. S. (2004), Pupuk organik cair. Aplikasi dan Manfaatnya, Agro Media Pustaka:
Jakarta.
Petrokimia, Gresik. 2012. Phonska Dan NPK. Online.
Http://Www.Petrokimia-Gresik.Com/Pupuk/Phonska. NPK.
Selian, Aulia Rahman Khani. 2008. Analisa Kadar Unsur Hara Kalium(K) Dari Tanah
Perkebunan Kelapa Sawit Bengkalis Riau Secara Spektrofotometri Serapan Atom
(SSA). Skripsi. Progrm Studi Diploma 3 Kimia Analis. Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara.
Sutedjo, M. M., dan A. G. Kartasapoetra. 2004. Pengantar Ilmu Tanah. Terbentuknya Tanah
dan Tanah Pertanian. Bina Aksara. Jakarta
TAIZ,L and E.ZEIGER. 2002. Plant Physiology.Siunauer Associates,Inc.,Publisher.
Sunderland,Massachusetts
Victoria McKenzie-Hill, and Steve Wiggins, Thirtle, Colin; Xavier Irz, Lin Lin,2001,
Relationship between changes in agricultural productivity and the incidence of
poverty in developing countries (Report No. 7946). London:Department for
International Development (DFID).
Top Related