LAPORAN BESAR PRAKTIKUM MANAJEMEN AGROEKOSISTEM
Oleh :
Kelompok O1 ( Lawang )
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG
2014
LAPORAN BESAR PRAKTIKUM MANAJEMEN AGROEKOSISTEM
Oleh :
1. Luqman Ainurrachman 1050402001110822. Artini 1250402001110653. Arini Yunia R. 1250402001110804. Arin Ayuningsih 1250402001111025. Aris Shodikin 1250402001111216. Aulia Rachman Jaya 1250402001112217. Hafiz Ali Nurdiansah 1250402001112238. Astinggara Yahya F. 1250402011110369. Asmidyah Dwi Rahayu 12504020111101910. Ayu Cholifah 12504020111122411. Ayunin Wenny E. 12504020111109012. Aulia Ilma Mirza S. 12504020711100113. Suredi Alhuda 135040209111002
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG
2014
DAFTAR ISI
Daftar Tabel............................................................................................................3
Daftar Gambar........................................................................................................4
Daftar Grafik...........................................................................................................5
KATA PENGANTAR............................................................................................6
I. PENDAHULUAN.......................................................................................7
1.1 Latar Belakang......................................................................................................7
1.2 Tujuan....................................................................................................................8
1.3 Manfaat..................................................................................................................8
II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................9
2.1 Agroekosistem Lahan Kering..............................................................................9
2.2 Agroekosistem Lahan Basah.............................................................................10
2.3 Kualitas Tanah dan Kesehatan Tanah.............................................................11
2.4 Hama dan Penyakit Penting Tanaman Pada Agroekosistem.........................12
2.4.1 Hama Penting Tanaman Pada Agroekosistem yang Diamati + Gejala dan Tanda...............................................................................................12
2.4.2 Penyakit Penting Tanaman Pada Agroekosistem yang diamati............14
2.5 Pengaruh Populasi Musuh Alami Terhadap Agroekosistem.......................17
2.6 Dampak Managemen Agroekosistem Terhadap Kualitas dan Kesehatan Tanah....................................................................................................................17
2.7 Kreteria Indikator Dalam Pengelolaan Agroekosisten yang Sehat dan bekelanjutan........................................................................................................18
III. METODE PELAKSANAAN..................................................................22
3.1 Waktu, Tempat + Deskripsi Lokasi Praktikum.............................................22
3.2 Alat, Bahan dan Fungsi.....................................................................................22
3.3 Cara Kerja Secara Umum..................................................................................23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................30
4.1 Hasil Praktikum..................................................................................................30
4.2 Hasil Pengamatan Keanekaragaman Arthropoda............................................32
2.4 Analisis Keadaan Agroekosistem Secara Umum............................................42
2.5 Rekomendasi.......................................................................................................44
V. PENUTUP..................................................................................................46
5.1 Kesimpulan..........................................................................................................46
5.2 Saran Terhadap Keberlanjutan Manajemen Agroekosistem..........................46
5.3 Saran Praktikum..................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................47
DAFTAR TABEL
Table 1. Hasil Pengamatan Keanekaragaman Arthropoda . Error: Reference source
not found
Table 2. Komposisi peran arthropoda dalam hamparan ..... Error: Reference source
not found
Table 3. Form Pengamatan Penyakit ................... Error: Reference source not found
Table 4. Hasil Pengukuran Ketebalan Seresah .... Error: Reference source not found
Table 5. Hasil Pengukuran BB dan BKO Seresah ........ Error: Reference source not
found
Table 6. Komponen Vegetasi Pada Plot .............. Error: Reference source not found
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Agroekosistem Lahan Kering...............................................................7Gambar 2. Agroekosistem Lahan Basah.................................................................8
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat, taufik dan
hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan “Laporan Akhir
Praktikum Manajemen Agroekosistem yang dilaksanakan di Desa Ngepoh Kec.
Lawang Kab. Malang” guna memenuhi tugas matakuliah Manajeman
Agroekosistem serta dapat menambah pemahaman tentang agroekosistem yang
ada di kebun percobaan Cangar.
Penyelasaian laporan akhir ini tidak akan selesai tanpa adanya pihak-
pihak yang membantu. Maka dari itu dalam kesempatan ini kami ucapkan
terimakasih kepada dosen pengajar dan asisten praktikum yang telah
memberikan kesempatan, bantuan, saran, petunjuk dan dorongan untuk
menyelesaikan laporan akhir ini dengan lancar. Dan juga rekan-rekan dalam satu
tim yang telah bkerja keras dalam penyusunan laporan akhir ini sesuai dengan
ketentuan.
Semoga dengan adannya penyusunan laporan ini, data hasil praktikum
yang kami lakukan dapat tecatat dengan rapi dan semoga laporan ini bisa
bermanfaat bagi pembaca dan juga bagi penulis untuk kepentingan proses
pembelajaran terutama dalam pengelolaan manajemen agroekosistem. Tak lupa,
bahwa dalam penyusunan laporan ini tentunya masih jauh dari sempurna. Maka
dari itu kami menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
penyusunan laporan yang lebih baik.
Malang, 31 Mei 2014
Tim
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi serta pertambahan penduduk
menuntut perlunya penyediaan sumber daya untuk memenuhi konsumsi pangan
dan areal pemukiman. Untuk merealisasikannya perlu tindakan yang bijaksana
agar tidak menimbulkan dampak perubahan terhadap lingkungan. Masalah
lingkungan yang terjadi seperti erosi tanah, longsor, banjir dan kekeringan
merupakan tanda-tanda terancamnya keseimbangan ekosistem.
Agroekosistem terbentuk sebagai hasil interaksi antara sistem sosial
dengan sistem alam, dalam bentuk aktivitas manusia yang berlangsung untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dalam hal ini, saat ini masyarakat
indonesia kurang memperhatikan komponen-komponen agroekosistem itu
sendiri. Masyarakat masih terpacu untuk meningkatkan produksi guna
mencukupi kebutuhan manusia tanpa memperhatiklan kondisi lingkungan
sekitarnya.
Agroekosistem kebanyakan dipakai oleh negara atau masyarakat yang
berperadaban agraris. Kata agro atau pertanian menunjukan adanya aktifitas atau
campur tangan masyarakat pertanian terhadap alam atau ekosistem. Istilah
pertanian dapat diberi makna sebagai kegiatan masyarakat yang mengambil
manfaat dari alam atau tanah untuk mendapatkan bahan pangan, energi dan
bahan lain yang dapat digunakan untuk kelangsungan hidupnya (Pranaji, 2006).
Dalam mengambil manfaat ini masyarakat dapat mengambil secara langsung
dari alam, ataupun terlebih dahulu mengolah atau memodifikasinya. Jadi suatu
agroekosistem sudah mengandung campur tangan masyarakat yang merubah
keseimbangan alam atau ekosistem untuk menghasilkan sesuatu yang
bermanfaat.
Pentingnya pengamatan dan analisis untuk sistem dan perlakuan
pertanaman di suatu hamparan lahan untuk menilai seberapa besar
keseimbangan agroekosistem di lahan tersebut. Dengan mengetahui seberapa
besarnya keseimbangan agroekosistem maka akan bisa menjadi dasar dalam
perlakuan selanjutnya, baik dalam pemeliharaan, perawatan dan sebagainya.
Untuk itu dilakukan pengamatan agroekosistem pada lahan pertanaian di Desa
Sumber Ngepoh Kecamatan Lawang Kabupaten Malang yang meliputi aspek
budidaya, pengelolaan tanah, dan pengendalian hama dan penyakit tanaman.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum manajemen agroekosistem ini,
antara lain :
1. Mengetahui tingkat keseimbangan agroekosistem pada lahan di
Kasembon
2. Mengetahui agroekosistem dari aspek HPT, BP dan Tanah
3. Mengetahui dasar informasi untuk memberikan rekomendasi dalam
pencapaian keseimbangan agroekosistem
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari pelaksanaan praktikum manajemen agroekosistem
ini, antara lain :
1. Untuk mengetahui tingkat keseimbangan agroekosistem pada lahan di
Kasembon
2. Untuk mengetahui data dan analisis agroekosistem dari aspek HPT, BP
dan Tanah
3. Untuk mengetahui dasar informasi untuk memberikan rekomendasi
dalam pencapaian keseimbangan agroekosistem
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agroekosistem Lahan Basah dan Lahan Kering
a) Agroekosistem Lahan Basah
Lahan basah atau wetland adalah wilayah-wilayah di mana tanahnya
jenuh dengan air, baik bersifat permanen (menetap) atau musiman. Wilayah-
wilayah itu sebagian atau seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air
yang dangkal. Akan tetapi dalam pertanian dibatasi agroekologinya sehingga
lahan basah dapat di definisikan sebagai lahan sawah.
Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang dialiri kemudian
disawahkan atau dari tanah rawa-rawa yang dikeringkan dengan membuat
saluran-saluran drainase. Sawah yang airnya berasal dari air irigasi disebut
sawah irigasi, sedang yang menerima langsung dari air hujan disebut sawah
tadah hujan. Di daerah pasang surut ditemukan sawah pasang surut, sedangkan
yang dikembangkan di daerah rawa-rawa lebak disebut sawah lebak.
Penggenangan selama pertumbuhan padi dan pengolahan tanah pada
tanah kering yang disawahkan, dapat menyebabkan berbagai perubahan sifat
tanah, baik sifat morfologi, fisika, kimia, mikrobiologi maupun sifat-sifat lain
sehingga sifat-sifat tanah dapat sangat berbeda dengan sifat-sifat tanah asalnya.
(Hardjowigno,_ dan Endang, 2007)
b) Agroekosistem Lahan Kering
Agroekosistem lahan kering dimaknai sebagai wilayah atau kawasan
pertanian yang usaha taninya berbasis komoditas lahan kering selain padi sawah.
Kadekoh (2010) mendefinisikan lahan kering sebagai lahan dimana pemenuhan
kebutuhan air tanaman tergantung sepenuhnya pada air hujan dan tidak pernah
tergenang sepanjang tahun. Pada umumnya istilah yang digunakan untuk
pertanian lahan kering adalah pertanian tanah darat, tegalan, tadah hujan dan
huma. Potensi pemanfaatan lahan kering biasanya untuk komoditas pangan
seperti jagung, padi gogo, kedelai, sorghum, dan palawija lainnya.
Lahan kering mempunyai potensi besar untuk pertanian, baik tanaman
pangan, hortikultura, maupun tanaman perkebunan. Pengembangan berbagai
komoditas pertanian di lahan kering merupakan salah satu pilihan strategis untuk
meningkatkan produksi dan mendukung ketahanan pangan nasional (Mulyani
dkk, 2006). Namun demikian, tipe lahan ini umumnya memiliki produktivitas
rendah, kecuali pada lahan yang dimanfaatkan untuk tanaman tahunan atau
perkebunan. Pada usaha tani lahan kering dengan tanaman semusim,
produktivitas relatif rendah serta menghadapi masalah sosial ekonomi seperti
tekanan penduduk yang terus meningkat dan masalah biofisik (Sukmana, dalam
Syam, 2003).
2.2 Agroekosistem Tanaman Pangan Dan Hortikultura
Agroekosistem tanaman pangan yaitu meliputi komponen tanaman-
tanaman pangan pada suatu lahan pertanian dengan segala keanekaragamannya
termasuk OPT yang berinteraksi satu sama lain dalam melangsungkan hidupnya
(Reijntjes, Coen. 1992).
Hortikultura terdiri dari jenis tanaman buah-buahan, sayuran, tanaman
hias, tanaman obat. Dalam proses budidaya terlibat beberapa organisme yang
hidup baik yang merusak (hama), atau membantu (polinator) dalam proses
produksi tanaman sehingga terbentuk suatu keragaman pada lahan pertanaman
(agroekosistem). (Reijntjes, Coen. 1992).
2.3 Kualitas Tanah dan Kesehatan Tanah
Menurut Doran & Parkin (1994) memberikan batasan kualitas tanah
adalah kapasitas suatu tanah untuk berfungsi dalam batas-batas ekosistem untuk
melestarikan produktivitas biologi, memelihara kualitas lingkungan, serta
meningkatkan kesehatan tanaman dan hewan. Johnson et al. (1997)
mengusulkan bahwa kualitas tanah adalah ukuran kondisi tanah dibandingkan
dengan kebutuhan satu atau beberapa spesies atau dengan beberapa kebutuhan
hidup manusia. Kualitas tanah diukur berdasarkan pengamatan kondisi dinamis
indikator-indikator kualitas tanah.
Indikator kualitas tanah adalah sifat, karakteristik atau proses fisika, kimia
dan biologi tanah yang dapat menggambarkan kondisi tanah (SQI, 2001).
Menurut Doran & Parkin (1994), indikator-indikator kualitas tanah harus :
a. Menunjukkan proses-proses yang terjadi dalam ekosistem,
b. Memadukan sifat fisika tanah, kimia tanah dan proses biologi tanah,
c. Dapat diterima oleh banyak pengguna dan dapat diterapkan di berbagai
kondisi lahan,
d. Peka terhadap berbagai keragaman pengelolaan tanah dan perubahan iklim
e. Apabila mungkin, sifat tersebut merupakan komponen yang biasa diamati
pada data dasar tanah.
Menurut Karlen et al. (1996) mengusulkan bahwa pemilihan indikator
kualitas tanah harus mencerminkan kapasitas tanah untuk menjalankan fungsinya
yaitu:
a. Melestarikan aktivitas, diversitas dan produktivitas biologis
b. Mengatur dan mengarahkan aliran air dan zat terlarutnya
c. Menyaring, menyangga, merombak, mendetoksifikasi bahan-bahan
anorganik dan organik, meliputi limbah industri dan rumah tangga serta
curahan dari atmosfer.
d. Menyimpan dan mendaurkan hara dan unsur lain dalam biosfer.
e. Mendukung struktur sosial ekonomi dan melindungi peninggalan arkeologis
terkait dengan permukiman manusia.
2.4 Hama dan Penyakit Penting Tanaman pada Agroekosistem yang
diamati Gejala dan Tanda
Beberapa hama dan penyakit penting pada tanaman antara lain :
1. Penyakit Bercak Coklat Pada Daun Padi
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Helmintosporium Oryzae , gejala
penyakit ini adalah adanya bercak coklat pada daun berbentuk oval yang tersebar
merata di permukaan daun dengan titik abu-abu atau putih.
Gambar 4. Penyakit Bercak Coklat pada Daun Padi
(anonymous a,2014)
Titik abu- abu atau putih di tengah bercak meruapakan gejala khas
penyakit bercak daun coklat di lapang. Bercak yang masih muda berwarna coklat
gelap atau keunguan berbentuk bulat.
Selain gejala di atas gejala lainnya yaitu menyerang pelepah, malai, buah
yang baru tumbuh dan bibit yang baru berkecambah. Biji berbercak-bercak coklat
tetapi tetap berisi, padi dewasa busuk kering, biji kecambah busuk dan kecambah
mati.
2. Blast
Penyebabnya jamur Pyricularia oryzae.
Gejalanya menyerang daun, buku pada malai dan ujung tangkai malai.
Serangan menyebabakan daun, gelang buku, tangkai malai dan cabang di dekat
pangkal malai membusuk. Proses pemasakan makanan terhambat dan butiran
padi menjadi hampa.
Pengendaliannya dengan membakar sisa jerami, menggenangi sawah,
menanam varitas unggul Sentani, Cimandirim IR 48, IR 36, pemberian pupuk N
di saaat pertengahan fase vegetatif dan fase pembentukan bulir, menyemprotkan
insektisida Fujiwan 400 EC, Fongorene 50 WP, Kasumin 20 AS atau Rabcide 50
WP.
Gambar 5. Penyakit Blast pada Padi
(anonymous a,2014)
3. Penyakit garis coklat daun (Narrow brown leaf spot,)
Penyebabnya jamur Cercospora oryzae.
Gejalanya menyerang daun dan pelepah. Tampak garis-garis atau bercak-
bercak sempit memanjang berwarna coklat sepanjang 2-10 mm. Proses
pembungaan dan pengisian biji terhambat.
Pengendaliannya denagan menanam padi tahan penyakit ini seperti
Citarum, mencelupkan benih ke dalam larutan merkuri, menyemprotkan
fungisida Benlate T 20/20 WP atau Delsene MX 200.
4. Busuk pelepah daun
Penyebabnya jamur Rhizoctonia sp.
Gejalanya menyerang daun dan pelepah daun, gejala terlihat pada
tanaman yang telah membentuk anakan dan menyebabkan jumlah dan mutu
gabah menurun. Penyakit ini tidak terlalu merugikan secara ekonomi.
Pengendaliannya dengan menanam padi tahan penyakit ini,
menyemprotkan fungisida pada saat pembentukan anakan seperti Monceren 25
WP dan Validacin 3 AS.
5. Penyakit fusarium
Penyebabnya jamur Fusarium moniliforme.
Gejalanya menyerang malai dan biji muda, malai dan biji menjadi
kecoklatan hingga coklat ulat, daun terkulai, akar membusuk, tanaman padi.
Kerusakan yang diderita tidak terlalu parah. Pengendaliannya dengan
merenggangkan jarak tanam, mencelupkan benih pada larutan merkuri.
6. Penyakit noda/api palsu
Penyebabnya jamur Ustilaginoidea virens.
Gejalanya malai dan buah padi dipenuhi spora, dalam satu malai hanya
beberap butir saja yang terserang. Penyakit tidak menimbulkan kerugian besar.
Pengendaliannya dengan memusnahkan malai yang sakit, menyemprotkan
fungisida pada malai sakit.
7. Penyakit kresek/hawar daun
Penyebabnya bakteri Xanthomonas campestris pv oryzae.
Gejalanya menyerang daun dan titik tumbuh. Terdapat garis-garis di
antara tulang daun, garis melepuh dan berisi cairan kehitam-hitaman, daun
mengering dan mati. Serangan menyebabkan gagal panen.
Pengendaliannya dengan menanam varitas tahan penyakit seperti IR 36,
IR 46, Cisadane, Cipunegara, menghindari luka mekanis, sanitasi lingkungan,
pengendalian kimia dengan bakterisida Stablex WP.
8. Penyakit bakteri daun bergaris/Leaf streak
Penyebabnya bakteri X. translucens.
Gejalanya menyerang daun dan titik tumbuh. Terdapat garis basah
berwarna merah kekuningan pada helai daun sehingga daun seperti terbakar.
Pengendaliannya dengan menanam varitas unggul, menghindari luka mekanis,
pergiliran varitas dan bakterisida Stablex 10 WP.
9. Penyakit kerdil
Penyebabnya virus yang ditularkan oleh serangga Nilaparvata lugens.
Gejalanya menyerang semua bagian tanaman, daun menjadi pendek,
sempit, berwarna hijau kekuning- kuningan, batang pendek, buku-buku pendek,
anakan banyak tetapi kecil. Penyakit ini sangat merugikan.
Pengendaliannya sulit dilakukan, usaha pencegahan dilakukan dengan
memusnahkan tanaman yang terserang ada memberantas vektor
10. Penyakit tungro
Penyebabnya virus yang ditularkan oleh wereng Nephotettix impicticeps.
Gejalanya menyerang semua bagian tanaman, pertumbuhan tanaman
kurang sempurna, daun kuning hingga kecoklatan, jumlah tunas berkurang,
pembungaan tertunda, malai kecil dan tidak berisi.
Pengendaliannya dengan menanam padi tahan wereng seperti Kelara, IR
52, IR 36, IR 48, IR 54, IR 46, IR 42.
Gambar 7. Penyakit Tungro pada Padi
(anonymous a,2014)
Hama Penting Tanaman
1. Wereng penyerang batang padi adalah wereng padi coklat (Nilaparvata
lugens), wereng padi berpunggung putih (Sogatella furcifera).. Merusak dengan
cara mengisap cairan batang padi.
Gejalanya tanaman padi menjadi kuning dan mengering, tanaman seperti
terbakar, tanaman yang tidak mengering menjadi kerdil. Pengendaliannya dengan
bertanam padi serempak, menggunakan varitas tahan wereng seperti IR 36, 48,
IR 64, Cimanuk, Progo dsb, membersihkan lingkungan, melepas musuh alami
seperti laba-laba, kepinding dan kumbang lebah, penyemportan insektisida
Applaud 10 WP, Applaud 400 FW atau Applaud 100 EC.
Gambar 8. Wereng Coklat
(anonymous a,2014)
2. Wereng penyerang daun padi, wereng padi hijau (Nephotettix apicalis dan
N. impicticep).
Wereng padi hijau merusak dengan cara mengisap cairan pada daun.
Gejalanya antara lain, di tempat bekas hisapan akan tumbuh cendawan jelaga,
daun tanaman kering dan mati. Tanaman padi ada yang menjadi kerdil, bagian
pucuk daun berwarna kuning hingga kuning kecoklatan. Malai yang dihasilkan
kecil-kecil.
3. Walang sangit (Leptocoriza acuta)
Menyerang buah padi yang masak susu. Gejalanya yaitu menyebabkan
buah hampa atau berkualitas rendah seperti berkerut, berwarna coklat dan gabah
tidak enak, pada daun terdapat bercak bekas isapan dan buah padi berbintik-
bintik hitam.
Gambar 9. Walang Sangit
(anonymous a,2014)
Pengendalian walang sangit bisa dilakukan dengan bertanam serempak,
peningkatan kebersihan, mengumpulkan dan memunahkan telur, melepas musuh
alami seperti jangkrik, menyemprotkan insektisida Bassa 50 EC, Dharmabas 500
EC, Dharmacin 50 WP, Kiltop 50 EC.
4. Kepik hijau (Nezara viridula)
Menyerang batang dan buah padi. Gejalanya biasanya pada batang
tanaman terdapat bekas tusukan, buah padi yang diserang memiliki noda bekas
isapan dan pertumbuhan tanaman terganggu. Pengendalian yang bisa dilakukan
mengumpulkan dan memusnahkan telur- telurnya, penyemprotan insektisida
Curacron 250 ULV, Dimilin 25 WP, Larvin 75 WP.
Gambar 10. Kepik Hijau(
anonymous a,2014)
5. Penggerek batang padi terdiri atas penggerek batang padi putih (Tryporhyza
innotata), kuning (T. incertulas), bergaris (Chilo supressalis) dan merah jambu
(Sesamia inferens).
Hama kepik hijau dapat menimbulkan kerugian besar. Hama ini
menyerang batang dan pelepah daun. Gejalanya pucuk tanaman layu, kering
berwarna kemerahan dan mudah dicabut, daun menjadi kering dan seluruh batang
kering. Kerusakan pada tanaman muda disebut hama “sundep” dan pada tanaman
bunting (pengisian biji) disebut “beluk”. Pengendalian hama pengerek padi
menggunakan varitas tahan, meningkatkan kebersihan lingkungan, menggenangi
sawah selama 15 hari setelah panen agar kepompong mati, membakar jerami; (2)
menggunakan insektisida Curaterr 3G, Dharmafur 3G, Furadan 3G, Karphos 25
EC, Opetrofur 3G, Tomafur 3G.
6. Hama tikus (Rattus argentiventer)
Tanaman padi akan mengalami kerusakan parah apabila terserang oleh
hama tikus dan menyebabkan penurunan produksi padi yang cukup besar. Hama
tikus menyerang batang muda (1-2 bulan) dan buah. Gejala yang timbul adanya
tanaman padi yang roboh pada petak sawah dan pada serangan hebat ditengah
petak tidak ada tanaman. Pengendalian: pergiliran tanaman, sanitasi, gropyokan,
melepas musuh alami seperti ular dan burung hantu, penggunaan pestisida
dengan tepat, intensif dan teratur, memberikan umpan beracun seperti seng fosfat
yang dicampur dengan jagung atau beras.
Gambar 11. Tikus
(anonymous a,2014)
7. Burung (manyar Palceus manyar, gelatik Padda aryzyvora, pipit Lonchura
lencogastroides, peking L. puntulata, bondol hitam L. ferraginosa dan bondol
putih L. ferramaya).
Menyerang padi menjelang panen, menyebabkan tangkai buah patah, biji
berserakan. Pengendaliannya dengan cara mengusir dengan bunyi-bunyian atau
orang-orangan.
Gambar 12. Burung
(anonymous a,2014)
2.5 Pengaruh Populasi Musuh Alami Terhadap Agroekosistem
Musuh alami merupakan komponen penyusun keanekaragaman hayati di
lahan pertanian. Keanekaragaman hayati di lahan pertanian (agrobiodeversity)
meliputi diversitas (keaneka ragaman) jenis tanaman yang di budidayakan,
diversitas (keanekaragaman) spesies liar yang berpengaruh dan di pengeruhi oleh
kegiatan pertanian, dan diversitas ekosistem yang dibentuk oleh populasi spesies
yang berhubungan dengan tipe penggunaan lahan yang berbeda (dari habitat
lahan pertanianintensif sampai lahan pertanian alami). Beberapa musuh alami
menggunakan lahan pertanian sebagai habitat ( dari sebagian sampai yang
tergantung pada lahan pertanian secara total) atau mengguanan habitat lain tetapi
di pengaruhi oleh aktivitas pertanian. Gulma dan spesies hama merupakan
pendatang maupun yang asli ekosistem sawah tersebut, yang mempengaruhi
prosuksi pertanian dan agroekosistem (Channa.et,al. 2004).
Organisme berperan positif terhadap tanaman yang dibudidayakan
(produksi pertanian), dan berperan negatif terhadap tanaman yang dibudidayakan.
Peran positif dari musuh alami (predator, parasitoid dan patogen) dalam pertanian
yaitu sebagai berikut:
1. Musuh alami dapat mengendalikan organisme penggangu yang berupa hama
dan gulma. Dimana setiap jenis hama dikendalikan oleh musuh alami yang
meliputi predator, parasitoid dan patogen hama. Jika memakai pestisida dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan hidup
(Untung, 2006)
2. Apabila musuh alami dapat berperan sebagai pemangsa secara optimal sejak
awal, maka populasi hama dapat berada pada tingkat equilibrium positif atau
flukstuasi populasi hama dan musuh lamia menjadi seimbang shingga tidak
akan terjadi ledakan hama (O’neil,et.al. dalam Maredia,et.al.2003)
3. Pengelolaan ekosistem pertanian dapat dilakukan dengan perpaduan optimal
teknik-teknik pengendalian hama dan meminimalkan penggunaan pestisida
sintetis yang berspektrum luas. (Untung,1993).
4. Pembatas dan pengatur populasi hama yang efektif karena sifat
pengaturannya bergantung pada kepadatan (density dependent), sehingga
mampu mempertahankan populasi hama pada keseimbangan umum (general
equilibrium position) dan tidak menimbulkan kerusakan pada tanaman.
Keberadaan musuh alami dapat meningkatkan keanekaragaman hayati,
sehingga tercipta keseimbangan ekosistem (ecosystem balance) (Ishak
Manti, 2012).
5. Musuh alami merupakan salah satu komponen ekosistem berperan penting
dalam proses interaksi intra-spesies dan inter-spesies. Karena tingkat
pemangsaannya berubah-ubah menurut kepadatan populasi hama, maka
musuh alami digolongkan ke dalam faktor ekosistem yang tergantung
kepadatan (density dependent factors). Ketika populasi hama meningkat,
maka mortalitas yang disebabkan oleh musuh alami semakin meningkat,
begitu pula sebaliknya (Stehr 1975). Dalam (Muhammad Arifin. 2012)
6. Dengan menggunakan musuh alami lebih ekonomis, karena dapat
meminimalisir penggunaan pestisida selama proses budidaya, diman bahwa
penggunaan musuh alami bersifat alami, efektif, murah dan tidak
menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan hidup
(Untung, 2006). Dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam
meningkatkan kualitas dan kwuantitas produksi hasil panennya.
7. Musuh alami dapat meningkatkan keanekaragaman hayati dalam
agroekosistem, keanekaragaman dalam agroekosistem dapat berupa variasi
dari tanaman, gulma, anthropoda, dan mikroorganisme yang terlibat beserta
faktor-faktor lokasi geografi, iklim, edafik, manusia dan sosioekonomi.
Menurut Southwood & Way (1970), tingkat keanekaragaman hayati dalam
agroekosistem bergantung pada 4 ciri utama, yaitu:
a) Keanekaragaman tanaman di dalam dan sekitar agroekosistem
b) Keragaman tanaman yang sifatnya permanen di dalam agroekosistem
c) Kekuatan atau keutuhan manajemen
d) Perluasan agroekosistem (Maryani Cyccu Tobing. 2000).
2.6 Dampak Manajemen Agroekosistem Terhadap Kualitas dan
Kesehatan Tanah
Pengelolaan pertanian secara intensif dengan cara mengandalkan
masukan/input bahan-bahan kimia baik untuk pupuk maupun pestisidanya, dapat
berdampak dari keberlanjutan produktivitas lahannya yang sangat tidak baik,
dengan adanya input-input kimiawi yang berlebihan mengakibatkan kesuburan
tanah mulai menurun dan banyak permasalahan lainnya, diantaranya yaitu:
1. Dari Segi Kimia Tanah
a) Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan
binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali.
Sumber primer bahan organik tanah berasal dari seresah yang merupakan bagian
mati tanaman berupa daun, cabang, ranting, bunga dan buah yang gugur dan
tinggal di permukaan tanah baik yang masih utuh ataupun telah sebagian
mengalami pelapukan. Dalam pengelolaan bahan organik tanah, sumbernya juga
bisa berasal dari pemberian pupuk organik berupa pupuk kandang, pupuk hijau
dan kompos, serta pupuk hayati (inokulan).
Pada pertanian yang tanahnya diolah secara intensif dengan menerapkan
sistem monokulttur biasanya bahan organiknya sedikit, karena tidak ada atau
minimnya seresah di permukaan lahan, selain itu input bahan organik yang
berasal dari pupuk organic baik pupuk kandang atau pupuk hijau minim, karena
pupuk kandang atau pupuk hijau lebih menekankan penggunaan input kimia.
Dari hal tersebut dapat diindikasikan pertanian tanpa penerapan tambahan bahan
organik pada lahan pertanain intensif merupakan pengelolaan agroekosistem
yang tidak sehat.
b) pH Tanah (Kemasaman Tanah) dan Adanya Unsur Beracun
pH tanah pada sistem pertanian intensif biasanya agak masam karena
penggunaan pupuk anorganik seperti Urea yang diaplikasikan secara terus-
menerus untuk menunjang ketersediaan unsur hara dalam tanah. Tanah bersifat
asam disebabkan karena berkurangnya kation Kalsium, Magnesium, Kalium dan
Natrium. Unsur-unsur tersebut terbawa oleh aliran air kelapisan tanah yang lebih
bawah atau hilang diserap oleh tanaman.
pH tanah menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi
tanaman. Pada tanah asam banyak ditemukan unsur alumunium yang selain
bersifat racun juga mengikat phosphor, sehingga tidak dapat diserap oleh
tanaman. Tanah asam unsur-unsur mikro menjadi mudah larut sehingga
ditemukan unsur mikro seperti Fe, Zn, Mn dan Cu dalam jumlah yang terlalu
besar, akibatnya juga menjadi racun bagi tanaman.
Untuk pengelolaan pH tanah yang berbeda-beda dalam suatu
agroekosistem maka lahan digunakan untuk pertanian, pemilihan jenis
tanamannya disesuaikan dengan pH tanah apakah tanaman yang diusahakan
sesuai dan mampu bertahan dengan pH tertentu.
c) Ketersediaan Unsur Hara
Unsur hara digunakan tanaman untuk proses pertumbuhan dan
perkembangannya dapat diperoleh dari beberapa sumber antara lain, bahan
organik, mineral alami, unsur hara yang terjerap atau terikat, dan pemberian
pupuk kimia.
Lahan dengan pengolahan secara intensif, sumber unsur hara berasal dari
input-input kimiawi berupa pupuk anorganik. Petani kurang menerapkan
tambahan bahan organic seperti aplikasi pupuk kandang dan seresah dari tanaman
yang diusahkan., sehingga petani biasanya berketergantungan dengan pupuk
kimia, padahal penggunaan pupuk kimia berlebihan dapat menyebabkan
kesuburan tanah menurun. Gejala defisiensi unsur hara pada tanaman yang
diusahakan dan petani mengatasinya dengan aplikasi pupuk kimia yang banyak
mengandung unsur hara yang kurang, misalnya tanaman kekurangan unsure N
maka petani mengaplikasikan pupuk urea sebagai penunjang ketersediaan unsurN
yang kurang tadi, begitupula dengan unsure-unsur lainnya.
2. Dari Segi Fisika Tanah
a) Kondisi kepadatan tanah
Widiarto (2008) menyatakan bahwa, “Bahan organik dapat menurunkan
BI dan tanah yang memiliki nilai BI kurang dari satu merupakan tanah yang
memiliki bahan organik tanah sedang sampai tinggi. Nilai BI untuk tekstur
berpasir antara 1,5 – 1,8 g / m3, Nilai BI untuk tekstur berlempung antara 1,3 –
1,6 g / m3 dan Nilai BI untuk tekstur berliat antara 1,1 – 1,4 g / m3 merupakan
nilai BI yang banyak dijumpai pada tanah yang masih alami atau tanah yang
tidak mengalami pemadatan”. Bobot isi tanah di lahan dengan pengolahan
intensif biasanya memiliki nilai BI tinggi, karena tanah telah mengalami
pemadatan akibat penggunaan alat-alat berat untuk pengolahan tanahnya.
Sedangkan untuk nilai BJ tanah, menurut literature (Widiarto, 2008) menyatakan
bahwa, “Pada tanah secara umum nilainya BJ antara 2,6 – 2,7 g.cm-3, bila
semakin banyak kandungan BO, nilai BJ semakin kecil”. Pada lahan dengan
pengolahan intensif memiliki BJ bisa lebih dari 2,6 apabila pemadatan tanah yang
terjadi amat tinggi. Apabila nilai BJ terlalu tinggi juga berpengaruh terhadap
penentuan laju sedimentasi serta pergerakan partikel oleh air dan angin.
b) Kedalaman efektif tanah
Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus
oleh akar tanaman. Pengamatan kedalaman efektif dilakukan dengan mengamati
penyebaran akar tanaman. Banyakya perakaran, baik akar halus maupun akar
kasar, serta dalamnya akar-akar tersebut dapat menembus tanah, dan bila tidak
dijumpai akar tanaman maka kedalaman efektif ditentukan berdasarkan
kedalaman solum tanah (Hardjowigeno, 2007).
Gambar 13. Kedalaman Efektif Tanah
Pada lahan dengan sistem pengolahan intensif terkadang memiliki sebaran
perakaran yang cukup tinggi karena tanaman yang diusahakan dalam kurun
waktu yang lama hanya satu komoditi saja.
c) Erosi Tanah
Erosi adalah terkikisnya tanah atau bagian tanah ke tempat lain.
Meningkatnya erosi dapat diakibatkan oleh hilangnya vegetasi penutup tanah dan
kegiatan pertanian yang tidak mengindahkan kaidah konservasi tanah. Erosi
dapat mengakibatkan hilangnya tanah lapisan atas yang subur dan baik untuk
pertumbuhan tanaman. Erosi mengakibatkan terjadinya kemunduran sifat-sifat
fisik dan kimia tanah.
Di lahan pertanian dengan pengolahan intensif, khususnya penebangan
hutan untuk pembukaan lahan baru memiliki tingkat kerusakan lingkungan yang
sangat tinggi. Pembukaan hutan merupakan tindakan eksploitasi lahan yang
berlebihan, perluasan tanaman, penggundulan hutan, telah berdampak pada
keberlangsungan hidup biota yang berada di bumi ini. Bila kondisi tersebut diatas
terus berlangsung dengan cara tidak terkendali, maka dikhawatirkan akan
bertambahnya jumlah lahan kritis dan kerusakan dalam suatu wilayah daerah
aliran sungai (DAS). Kerusakan ini dapat berupa degradasi lapisan tanah (erosi),
kesuburan tanah, longsor dan sedimentasi yang tinggi dalam sungai, bencana
banjir, disribusi dan jumlah atau kualitas aliran air sungai akan menurun.
Dengan vegetasi yang hanya satu macam pada satu areal lahan
menyebabkan tidak adanya tutupan lahan lain sehingga tidak dapat melindungi
tanah dari daya pukul air hujan secara langsung ke tanah, hal tersebut
mengakibatkan laju erosi cenderung tinggi.
3. Dari Segi Biologi Tanah
a) Keanekaragaman biota dan fauna tanah, ditunjukkan dengan adanya
kascing
Biota tanah memegang peranan penting dalam siklus hara di dalam tanah,
sehingga dalam jangka panjang sangat mempengaruhi keberlanjutan
produktivitas lahan. Salah satu biota tanah yang paling berperan yaitu cacing
tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cacing tanah dapat meningkatkan
kesuburan tanah melalui perbaikan sifat kimia, fisik, dan biologis tanah. Kascing
(pupuk organik bekas cacing atau campuran bahan organik sisa makanan cacing
dan kotoran cacing) mempunyai kadar hara N, P dan K 2,5 kali kadar hara bahan
organik semula, serta meningkatkan porositas tanah (pori total dan pori drainase
cepat meningkat 1,15 kali).
Gambar 14. Organisme dalam Tanah
Cacing jenis ‘penggali tanah’ yang hidup aktif dalam tanah, walaupun
makanannya berupa bahan organik di permukaan tanah dan ada pula dari akar-
akar yang mati di dalam tanah. Kelompok cacing ini berperanan penting dalam
mencampur seresah yang ada di atas tanah dengan tanah lapisan bawah, dan
meninggalkan liang dalam tanah. Kelompok cacing ini membuang kotorannya
dalam tanah, atau di atas permukaan tanah. Kotoran cacing ini lebih kaya akan
karbon (C) dan hara lainnya dari pada tanah di sekitarnya. (Hairiah, 2004).
Pada lahan dengan pengolahan intensif, jarang terdapat seresah pada
lahan tersebut sehingga keberadaan biota tanah seperti cacing tanah sedikit,
padahal aktifitas cacing tanah dapat memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia dan
biologi tanah, seperti meningkatkan kandungan unsur hara, mendekomposisikan
bahan organik tanah, merangsang granulasi tanah dan sebagainya.
Untuk menggunakan lahan pada daerah hulu secara rasional maka
diperlukan sistem penggunaan lahan yang menerapkan kaidah-kaidah konservasi,
produktif dan pemanfatan teknologi yang ramah lingkungan. Dengan demikian
akan mewujudkan sistem pertanian yang tangguh dan secara menyeluruh
menciptakan pengelolaan sumberdaya alam dalam suatu agroekosistem
berkelanjutan.
Deskripsi tersebut menggambarkan kerusakan tanah akibat pemakaian
bahan kimia yang intensif. Untuk itu perlu suatu manajemen untuk mengelola
agroekosistem untuk memperbaiki kualitas tanah. Sehingga bisa mencapai
agroekosistem yang berkelanjutan.
Agroekosistem merupakan ekosistem yang dimodifikasi dan
dimanfaatkan secara langsung atau tidak langsung oleh manusia untuk memenuhi
kebutuhan akan pangan dan atau sandang. Karakteristik esensial dari suatu
agroekosistem terdiri dari empat sifat utama yaitu produktivitas (productivity),
kestabilan (stability), keberlanjutan (sustainability) dan kemerataan (equitability).
Dengan menggunakan manajemen agroekosistem.
2.7 Kriteria Indikator dalam Pengelolaan Agroekosistem yang Sehat dan
Berkelanjutan
Pengelolaan pertanian berwawasan lingkungan dilakukan melalui
pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal, lestari dan menguntungkan,
sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi
sekarang dan generasi mendatang.
Kriteria/indikator agroekosistem tersebut dikatakan sehat :
1. Dari Segi Kimia Tanah
a) Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan
binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali.
Sumber primer bahan organik tanah dapat berasal dari Seresah yang merupakan
bagian mati tanaman berupa daun, cabang, ranting, bunga dan buah yang gugur
dan tinggal di permukaan tanah baik yang masih utuh ataupun telah sebagian
mengalami pelapukan. Dalam pengelolaan bahan organik tanah, sumbernya juga
bisa berasal dari pemberian pupuk organik berupa pupuk kandang, pupuk hijau
dan kompos, serta pupuk hayati (inokulan). Bahan organic tersebut berperan
langsung terhadap perbaikan sifat-sifat tanah baik dari segi kimia, fisika maupun
biologinya, diantaranya :
o Memengaruhi warna tanah menjadi coklat-hitam
o Memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah
o Meningkatkan daya tanah menahan air sehingga drainase tidak
berlebihan, kelembapan dan tempratur tanah menjadi stabil.
o Sumber energi dan hara bagi jasad biologis tanah terutama
heterotrofik.
b) pH Tanah (Kemasaman Tanah) dan Adanya Unsur Beracun
Tanah bersifat asam dapat disebabkan karena berkurangnya kation
Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium. Unsur-unsur tersebut terbawa oleh
aliran air kelapisan tanah yang lebih bawah atau hilang diserap oleh tanaman. pH
tanah juga menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi
tanaman. Pada tanah asam banyak ditemukan unsur alumunium yang selain
bersifat racun juga mengikat phosphor, sehingga tidak dapat diserap oleh
tanaman. Pada tanah asam unsur-unsur mikro menjadi mudah larut sehingga
ditemukan unsur mikro seperti Fe, Zn, Mn dan Cu dalam jumlah yang terlalu
besar, akibatnya juga menjadi racun bagi tanaman.
Tetapi dengan pH yang agak masam belum tentu kebutuhan tanaman
terhadap pH tanah tidak cocok karena itu tergantung dari komoditas tanaman
budidaya yang dibudidayakan. Untuk pengelolaan pH tanah yang berbeda-beda
dalam suatu agroekosistem maka apabila suatu lahan digunakan untuk pertanian
maka pemilihan jenis tanamannya disesuaikan dengan pH tanah apakah tanaman
yang diusahakan sesuai dan mampu bertahan dengan pH tertentu.
c) Ketersediaan Unsur Hara
Unsur hara yang digunakan tanaman untuk proses pertumbuhan dan
perkembangannya diperoleh dari beberapa sumber antara lain : Bahan organik,
mineral alami, unsur hara yang terjerap atau terikat, dan pemberian pupuk kimia.
Pada lahan pertanian diketahui sumber unsur hara berasal dari bahan organik,
karena pada lokasi tersebut banyak ditemukan seresah yang merupakan sumber
bahan organic selain itu aplikasi pupuk kandang juga menambah ketersediaan
unsur hara yang berfungsi ganda, diserap oleh tanaman dan memperbaiki sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah.
2. Dari Segi Fisika Tanah
a) Kondisi kepadatan tanah
Widiarto (2008) menyatakan bahwa, “Bahan organik dapat menurunkan
BI dan tanah yang memiliki nilai BI kurang dari satu merupakan tanah yang
memiliki bahan organik tanah sedang sampai tinggi. Selain itu, Nilai BI untuk
tekstur berpasir antara 1,5 – 1,8 g / m3, Nilai BI untuk tekstur berlempung antara
1,3 – 1,6 g / m3 dan Nilai BI untuk tekstur berliat antara 1,1 – 1,4 g / m3
merupakan nilai BI yang dijumpai pada tanah yang masih alami atau tanah yang
tidak mengalami pemadatan”.
b) Kedalaman efektif tanah
Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus
oleh akar tanaman. Pengamatan kedalaman efektif dilakukan dengan mengamati
penyebaran akar tanaman. Banyakya perakaran, baik akar halus maupun akar
kasar, serta dalamnya akar-akar tersebut dapat menembus tanah, dan bila tidak
dijumpai akar tanaman maka kedalaman efektif ditentukan berdasarkan
kedalaman solum tanah (Hardjowigeno, 2007).
c) Erosi Tanah
Erosi adalah terangkutnya atau terkikisnya tanah atau bagian tanah ke
tempat lain. Meningkatnya erosi dapat diakibatkan oleh hilangnya vegetasi
penutup tanah dan kegiatan pertanian yang tidak mengindahkan kaidah
konservasi tanah. Erosi tersebut umumnya mengakibatkan hilangnya tanah
lapisan atas yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu
erosi mengakibatkan terjadinya kemunduran sifat-sifat fisik dan kimia tanah.
3. Dari Segi Biologi Tanah
a) Keanekaragaman biota dan fauna tanah
Ditunjukkan dengan adanya kascing. Biota tanah memegang peranan
penting dalam siklus hara di dalam tanah, sehingga dalam jangka panjang sangat
mempengaruhi keberlanjutan produktivitas lahan. Salah satu biota tanah yang
paling berperan yaitu cacing tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cacing
tanah dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat kimia, fisik,
dan biologis tanah.
Kascing (pupuk organik bekas cacing atau campuran bahan organik sisa
makanan cacing dan kotoran cacing) mempunyai kadar hara N, P dan K 2,5 kali
kadar hara bahan organik semula, serta meningkatkan porositas tanah (pori total
dan pori drainase cepat meningkat 1,15 kali). Cacing jenis ‘penggali tanah’ yang
hidup aktif dalam tanah, walaupun makanannya berupa bahan organik di
permukaan tanah dan ada pula dari akar-akar yang mati di dalam tanah.
Kelompok cacing ini berperanan penting dalam mencampur seresah yang ada di
atas tanah dengan tanah lapisan bawah, dan meninggalkan liang dalam tanah.
Kelompok cacing ini membuang kotorannya dalam tanah, atau di atas permukaan
tanah. Kotoran cacing ini lebih kaya akan karbon (C) dan hara lainnya dari pada
tanah di sekitarnya. (Hairiah, 2004).
2.8 Pengaruh Pemberian Pupuk yang digunakan terhadap Kesuburan
Tanaman yang diamati
Usaha untuk dapat meningkatkan produktivitas padi diantaranya dapat
dilakukan dengan pemberian pupuk, baik pupuk organik maupun pupuk
anorganik. Pemberian pupuk organik dan anorganik sebagai sumber hara
merupakan usaha yang banyak dilakukan dalam meningkatkan produktivitas
tanaman padi. Pupuk urea sebagai sumber hara N dapat memperbaiki
pertumbuhan vegetative tanaman, dimana tanaman yang tumbuh di tanah yang
cukup N, berwarna lebih hijau.
Pupuk anorganik adalah jenis pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan cara
meracik berbagai bahan kimia sehingga memiliki persentase kandungan hara
yang tinggi (Novizan, 2005). Keunggulan dari pupuk anorganik adalah
pemberian zat haranya dapat disesuaikan dengan kebutuhan tanaman, mudah
dijumpai karena tersedia dalam jumlah yang banyak, praktis dalam tranfortasi
serta dapat langsung diaplikasikan sehingga dapat menghemat waktu. Unsur hara
yang sangat diperlukan tanamanpadi adalah ialah unsure N, P, dan K karena
ketiga unsure ini memiliki pengaruh yang vital terhadap pertumbuhan dan hasil,
apabila kekurangan unsur hara tersebut maka akan menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan tanaman dan berkurangnya hasil tanaman.
Pemupukan menggunakan pupuk anorganik tidak begitu saja dilakukan,
harus memperhatikan berapa dosis yang dibutuhkan tanaman supaya hasil yang
akan didapat kan bisa memperoleh hasil yang optimal/ terbaik, karena dampak
dari kekurangan unsur hara dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman
terhambat dan berkurangnya hasil tanaman, sedangkan apabila kelebihan akan
menyebabkan pencucian unsur hara dan tanaman mati seperti terbakar karena
kelebihan bahan kimia.
Selama ini kebanyakan tanah sawah untuk budidaya tanaman padi
diperlakukan seperti barang tambang dimana tanah dieksploitasi secara besar-
besaran untuk dapat menghasilkan padi dengan produktivitas tinggi dari musim
ke musim tanpa pengembalian jerami padi sisa panen ke dalam tanah sawahnya.
Perlakuan tersebut menyebabkan kondisi tanah semakin lama semakin tidak
mendukung lagi untuk menghasilkan hasil gabah tinggi. Gejala tersebut
diistilahkan sebagai tanah sakit. Salah satu cara untuk memulihkan tanah sakit
tersebut adalah pemberian pupuk organik atau bahan organik ke dalam tanah
sawahnya. Pupuk organik ataupun bahan organik banyak mengandung unsur
karbon (C) dalam bahan tersebut. Unsur karbon tersebut digunakan oleh
mikroorganisme tanah sebagai sumber energi untuk perkembang biakannya. Oleh
karena itu salah satu cara untuk mengetahui tanah itu subur atau tidak subur
dengan melihat populasi cacing tanah yang hidup di tanah tersebut. Semakin
tinggi populasi cacing tanahnya semakin subur kondisi tanahnya, demikian pula
sebaliknya. Cacing tanah bergerak ke atas dan ke bawah dalam lapisan tanah.
Oleh karena bergerak terus menerus tersebut menyebabkan tanah ibarat seperti
diolah dengan hasil tanah menjadi lebih remah (gembur), sirkulasi udara dalam
tanah menjadi lebih baik, air yang masuk ke dalam lapisan tanah menjadi lebih
cepat dan lain-lain. Dengan adanya mikroorganisme di dalam tanah maka proses
perombakan bahan organik menjadi lebih intensif. Hasil perombakan tersebut
dilepaskan berbagai hara yang dapat dimanfaatkan tanaman. Berdasar hasil
penelitian diperoleh informasi bahwa sumbangan hara N, P dan K dari tanah
sawah beririgasi mampu mensuplai kebutuhan hara N, P dan K tanaman sampai
60 %, 80 % dan 80 % untuk target hasil gabah sebesar 6 t/ha.. Besar sumbangan
hara N, P dan K dari tanah masing-masing sebesar 50 kg/ha, 15 kg/ha dan 80
kg/ha. Sementara itu untuk target hasil gabah 6 ton/ha diperlukan hara N, P dan K
masing-masing sebanyak 90 kg/ha, 16 kg/ha dan 90 kg/ha. Dengan demikian
tambahan hara dari luar dalam bentuk pupuk urea, SP-36 dan KCl masing-masing
sebanyak 110 kg urea/ha, 25 kg SP-36/ha dan 60 kg KCl/ha.(Daniel Suryoputro,
2009)
Untuk mendapatkan hasil gabah 1 ton, tanaman padi memerlukan hara N
sebesar 17 – 18 kg, sedangkan untuk kebutuhan P dan K masing-masing 3 kg dan
17 kg. Dengan demikian bila diharapkan hasil gabah sebesar 6 t/ha maka
banyaknya urea, SP-36 dan KCl yang diperlukan masing-masing sebesar 230 kg,
115 kg dan 205 kg. Bila para petani mau mengembalikan jerami sisa panennya ke
dalam tanah sawahnya, maka mereka tidak perlu lagi memberi pupuk KCl karena
80 % hara kalium yang terserap tanaman terakumulasi pada jerami. Disamping
itu air irigasi juga mampu mensuplai hara kalium cukup tinggi. Berdasar hasil
pengukuran hara kalium terangkut pada air irigasi Tarum Timur Jawa Barat
menunjukkan bahwa pengayaan (enrichment) hara kalium sebesar 23 kg
K2O/ha/musim atau setara.38 kg KCl/ha/musim. Hara kalium terangkut air
irigasi dapat menambah hara tanah sawah yang cukup signifikan.
Semakin subur tanah sawahnya, semakin sedikit tambahan pupuk untuk
makanan tanamannya. Secara teoritis efisiensi penggunaan pupuk urea sebesar 30
– 40 % sehingga 60 – 70 % pupuk urea yang diberikan tanaman hilang ke udara
melalui proses denitrifikasi. Sementara itu efisiensi penggunaan pupuk SP-36
berkisar 20 –25 %, sisa P yang tidak terserap tanaman terakumulasi dalam
lapisan tanah. Efisiensi penggunaan pupuk KCl juga relatif rendah yaitu berkisar
30 – 40 % namun hara K yang tidak terserap tanaman tidak hilang ke udara tetapi
terakumulasi di dalam lapisan tanah. Oleh karena itu pemberian pupuk P dan K
tidak harus setiap musim namun dapat dilakukan setiap 4 musim untuk P dan 6
musim untuk K. Pemberian pupuk P dan K setiap 4 dan 6 musim sekali ditujukan
untuk menggantikan P dan K yang terangkut tanaman saat panen. Efisiensi
penggunaan pupuk urea dapat ditingkatkan melalui pemberian urea secara
split/terbagi yaitu pada waktu tanaman umur 7-10 hari setelah tanam (HST), 21
HST dan 42 HST, atau juga melalui monitoring warna daun dengan alat bagan
warna daun (BWD), atau juga dengan pemberian urea tablet yang dibenam ke
dalam tanah.
2.9 Faktor yang Mempengaruhi Kesuburan Tanaman
Kesuburan tanaman tergantung dari beberapa faktor, antara lain faktor
tanah, faktor tanaman dan faktor hama dan penyakit. Faktor utama kesuburan
tanaman adalah kesuburan tanah. Kesuburan tanah tergantung pada
keseimbangan empat faktor yaitu air, oksigen, unsur hara, kondisi fisik dan unsur
toksik (zat penghambat). Kelima factor ini tidak boleh bertindak sebagai factor
pembatas yang keterlaluan, karna akan mengakibatkan ‘ke-optimuman’ faktor-
faktor yang lain jadi tidak bermanfaat lagi.
a. Air
Sekitar 500 gram air diperlukan untuk menghasilkan 1 gram bahan
tumbuhan kering. Sekitar 5 gram atau 1 persen air ini menjadi bagian terpadu dari
tumbuhan. Sisanya hilang melalui stomata pada daun selama penyerapan
karbondioksida. Keadaan atmosfer seperti kelembaban dan suhu nisbi
memainkan peran utama dalam menentukan seberapa cepat air itu hilang dan
jumlah air yang diperlukan tumbuhan.
Karena pada hakikatnya pertumbuhan semua tanaman pertanian akan
dibatasi bila terjadi kekurangan air. Meskipun keadaannya mungkin sementara
dan tanaman tidak dalam bahaya kematian, kemampuan tanah untuk menahan air
terhadap gaya tarik bumi menjadi sangat penting kecuali jika air hujan atau
irigasi mencukupi. Keperluan akan pembuangan kelebihan air dari tanah
berkaitan dengan keperluan untuk oksigen.
Tanah yang subur akan memberikan kecukupan air yang seimbang bagi tanaman.
Karena kekurangan maupun kelebihan, keduanya akan menjadi penghambat bagi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
b. Oksigen
Oksigen mutlak di butuhkan untuk proses pembakaran fisiologis atau
respirasi. Jika dalam pertumbuhannya akar kekurangan oksigen maka respirasi
akan terganggu dan penyerapan bahan-bahan organik yang berasal dari tanah
yang digunakan sebagai bahan dasar fotosintesis akan berkurang sehingga
kesehatan tanaman pun akan menurun
Akar mempunyai lubang-lubang yang disebut lentisel yang memungkinkan
pertukaran gas. Oksigen berdifusi ke dalam sel-sel akar dan digunakan untuk
pernafasan, sedangkan karbondioksida berdifusi ke dalam tanah. Pernafasan
melepaskan energy yang diperlukan tanaman untuk sintesa dan translokasi
senyawa-senyawa organic dan pengumpulan aktif ion-ion hara untuk melawan
gradient konsentrasi.
Beberapa tanaman, misalnya padi, dapat tumbuh dalam air tergenang karena
tanaman ini mempunyai struktur morfologi yang memungkinkan difusi intern
oksigen atmosfer ke dalam jarring-jaring akar. Produksi yang berhasil pada
kebanyakan tanaman dalam kultur air memerlukan adanya aerasi pada larutan
tersebut. Perbedaan besar yang terdapat diantara tumbuhan-tumbuhan adalah
dalam hal kemampuannya untuk toleran terhadap kadar oksigen yang rendah.
Tumbuhan yang peka mungkin layu atau mati karena penjenuhan tanah air
dengan air selama sehari. Kelayuan ini diperkirakan terjadi karena pengurangan
permiabilitas sel-sel akar terhadap air, sebagai akibat dari gangguan proses
metabolism karena kekurangan oksigen.
Mikroorganisme aerob, bakteri, aktinomicetes, dan fungi memanfaatkan oksigen
dari atmosfer tanah dan sangat bertanggungjawab terhadap perubahan hara dari
bahan organic menjadi bentuk larut yang dapat digunakan kembali oleh
tumbuhan
c. Unsur-unsur hara yang Esensial
Unsur-unsur hara dalam tanah pun ikut berperan dalam menentukan
kesuburan tanah. Paling sedikit ada 16 unsur yang kini dianggap perlu untuk
pertumuhan tanaman berpembuluh. Karbon, hydrogen dan oksigen yang
digabungkan dalam rekasi fotosintesis, diperoleh dari udara dan air. Unsure-
unsur ini menyusun 90 persen atau lebih bahan kering. 13 unsur sisanya, sebagian
besar diperoleh dari tanah. Nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium dan
belerang diperlukan dalam jumlah besar dan disebut unsure-unsur makro. Hara
yang diperlukan dalam jumlah cukup kecil disebut unsure mikro atau perunut
(trace element) dan meliputi mangan, besi, boron, seng, tembaga, molybdenum,
dan klor.
Lebih dari 40 unsur tambahan telah ditemukan dalam tumbuhan.
Beberapa tumbuhan mengumpulkan unsure-unsur yang tidak penting tetapi
mempunyai pengaruh yang menguntungkan. Contohnya, penyerapan natrium
oleh seledri, dan hasilnya, dalam hal ini, adalah perbaikan dalam rasa.
Kebanyakan hara terdapat dalam mineral dan bahan organic, dan dalam keadaan
demikian tidak larut dan tidak tersedia bagi tumbuhan. Hara menjadi tersedia
melalui pelapukan mineral dan penguraian bahan organic. Memang jarang tanah
yang mampu menyediakan semua unsure penting selama jangka waktu yang
panjang dalam jumlah yang diperlukan untuk menghasilkan produk yang tinggi.
Namun tanah yang subur akan memiliki sebagian besar unsure hara yang
diperlukan oleh tanaman
2.10 Pengelolaan yang dilakukan Petani pada Lahan Tanaman yang
Diamati
Pada lahan yang diamati di Desa Sumber Ngepoh yaitu lahan organik dan
semi organik. Sebelum dilakukan pengelolaan tanaman, terlebih dahulu
dilakukan pengolahan lahan dengan menggunakan traktor. Untuk sewa traktornya
seharga Rp.400.000 per 0,5 ha. Lahan tersebut ditanamai dengan sistem
monokultur tanaman padi dengan varietas pandan wangi dan IR 64. Varietas
pandan wangi ditanam pada musim hujan sedangkan varietas IR 64 ditanam pada
musim kemarau. Benih yang digunakan merupakan benih bersertifikat putih yang
didapatkan dari kelompok tani Sumber Makmur. Jarak tanam yang digunakan
yaitu 20x20 cm dengan sistem konvensional. Jumlah benih yang digunakan
dalam 0,5 Ha lahan yaitu 20 kg. Jenis pupuk yang digunakan pada awal tanam
menggunakan pupuk organik seperti pupuk kandang, sedangkan pada pemupukan
kedua menggunakan pupuk Urea sebanyak 1 kw/0,5 ha dan pemupukan terakhir
juga menggunakan pupuk urea. Sistem pengairan yang digunakan pada semi
organik yaitu menggunakan irigasi teknis. Irigasi teknis lebih banyak digunakan
pada musim kemarau daripada musim penghujan karena kalau musim penghujan
mereka menggunakan sistem tadah hujan. Dalam satu tahun musim tanam
melakukan 3 kali rotasi tanam.
Pak Kasiadi menggunakan pola tanam monokultur dengan menanam
padi. Beliau menggunakan benih unggul yang diberikan dari kelompok tani.
Sistem tanam yang digunakan oleh Pak Kasiadi adalah sistem tanam garet
dengan jarak tanam 20 cm. Pada lahan ditanam benih sejumlah 15 kg/ha. Beliau
menggunakan pupuk organik untuk meningkatkan produksinya. Pupuk organik
yang dipakai beliau adalah campuran kotoran kambing, kotoran sapi, kotoran
ayam (dipelihara sendiri) kemudian di fermentasi selama 20 hari. Umur padi
sebelum panen yaitu 120 hari setelah tanam, 2-3 benih/lubang. Untuk pemanenan
biasanya dengan cara tenaga manual dengan menggunakan sabit, karena jika
menggunakan mesin kata Pak Kasiadi kurang maksimal karena banyak bulir padi
yang rontok jadi bisa merugikan.
2.11 Hubungan antara Aspek Budidaya, Pengelolahan Tanah dan
Pengendalian Hama Penyakit Tanaman yang diamati
Aspek budidaya, pengelolaan tanah, dan hama penyakit tanaman saling
terkait satus sama lain. Pengelolaan tanah yang baik mampu mendukung
budidaya tanaman untuk menghsilkan produktifitas yanag tinggi. Tentunya dalam
budidaya tanaman juga diperlukan pengendalian hama dan penyakit tanaman
agar tetap tumbuh dengan baik. Dalam hal ini pengelolaan tanah menjadi kunci
dalam menyediakan sumber nutrisis bagi tanaman. Diperlukan pengolahan tanah
dan pemupukan yang tepat agar mencukupi unsur hara dalam tanah. Pengelolaan
tanah disini bertujuan untuk menyediakan lahan agar siap bagi kehidupan
tanaman dengan meningkatkan kondisi fisik tanah. Tanah merupakan faktor
lingkungan yang memiliki hubungantimbal balik dengan tanaman.
Dalam budidaya tanaman pengelolaan hama penyakit merupakaan faktor
organisma pengganggu tanaman (OPT) budidaya baik hama pengganggu
tanaman, gulma maupun penyakit tanaman. Tingkat dampak gangguan terhadap
tanaman budidaya menentukan produksi tanaman. Jika tingkat gangguan besar
maka, produktifitas tanaman akan menurun dan sebaliknya jika tingkat gangguan
kecil akan meningkatkan produktifitas tanaman. Untuk itu perluk dilakukan
penangannan yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pengolahan
tanah juga dapat mempengaruhi tingktan organisme dalam tanah baik yang
bersifat negatif maupun positif.
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1 Waktu, Tempat dan deskripsi Lokasi Fieldtrip secara umum
Praktikum lapang mata kuliah Manajemen Agroekosistem dilaksanakan
pada hari Sabtu tanaggal 17 Mei 2014 di Desa Sumber Ngepoh Kecamatan
Lawang Kabupaten Malang Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.
Komoditas tanaman yang diamati yaitu tanaman padi. Terdapat dua
macam pertanaman di lokasi praktikum tersebut yaitu pertanaman secara organic
dan semiorganik. Untuk tanaman padi organic kira umurnya 14 hari, sedangakan
untuk tanaman padi semiorganik umurnya kira-kira 1,5 bulan. Letak lokasi
pertanian ini sangat dekat dengan sumber air sehingga irigasi tanaman dapat
dilaksanakan dengan baik. Sistem pengairan dilakukan dengan mengalirkan air
sungai ke lahan-lahan sawah.
3.2 Alat, Bahan, dan fungsi
Aspek HPT
Sweep net : untuk menangkap hama di udara
Pan trap : untuk menangkap hama di tanah
Fial film/plastic : sebagai wadah hama setelah di tangkap
Kapas : alat untuk membius hama dengan alcohol
Alcohol 70% : bahan untuk membius hama
Deterjen : untuk membius hama
Kamera : alat untuk dokumentasi
Aspek BP
Kuisioner :sebaga acuan pertanyaan kepada narasumber
(petani)
Alat tulis : untuk mencatat data informasi
Kamera : alat dokumentasi
Aspek TANAH
Ring : untuk mengambil sampel tanah
Kamera : alat utuk dokumentasi
Penggaris : untuk mengukur ketinggian seresah
Palu : untuk memukul ring
Plastic : sebagai wadah sampel tanah
3.3 Operasional
3.3.1 Kriteria indikator yang diamati
Praktikum manajemen agroekosistem mengacu pada tiga aspek yaitu
aspek Hama dan Penyakit Tanaman, aspek Budidaya Pertanian, aspek Tanah.
Pada aspek Hama dan Penyakit tanaman, praktikum dilakukan dengan
mengampil sampel serangga dan penyakit utama padi yang kemudian
diidentifikasi untuk mengetahui hama,penyakit dan musuh alami tanaman
budidaya tersebut. Semntara aspek Budidaya Pertanian, dilakukan pengamatan
dan wawancara kepada petani untuk mengetahui keberlanjutan pertanian di
daerah setempat dari kondisi social, ekonomi, dan budaya petani, cara budidaya
padi yang dilakukan petani, produktivitas komoditas padi yang dihasilkan, dan
masalah-masalah utama yang dihadapi petani. Sedangkan pada aspek Tanah
dilakukan pengamatan dan idetifikasi terhadap tanah dari fisik, kimia, dan biologi
tanah.
3.3.2 Parameter atau variabel yang diamati dan diukur
Aspek HPT
Hama : identifikasi hama
Penyakit : menghitung intensitas penyakit pada 10 sampel tanaman
Aspek TANAH
Fisika : pengamatan dan perhitungan berat jenis dan berat isi
Kimia : pengukuran pH dan C-organik
Biologi : seresah dan kascing
Aspek BP
- Kondisi social ekonomi
- Cara budidaya tanaman padi
- Produktivitas komoditas padi yang dihasilkan
- Masalah-masalah yang dihadapi petani
3.3.3 Metode dan fungsi (output umum)
1. Aspek HPT
Pengamatan intensitas penyakit
Pengamatan intensita penyakit ini berfungsi untuk mengetahui penyakit
apa saja yang menyerang tanaman pada lahan di daerah pengamatan. Pengamatan
intensitas penyakit ini dilakukan dengan cara mengamati bagian tanaman yang
terserang enyakit, kemudian bagian tanaman tersebut diidentifikasi dan
dideskripsikan.
Pengamatan Arthropoda
Pengamatan ini berfungsi untuk mengetahui serangga apa saja yang ada di
di lahan pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan cara menangkap serangga
yang ada di sekitar tanaman. Penangkapan bisa dilakukan dengan cara membuat
jebakan dan menangkap secara langsung. Setelah ditangkap serangga
diidentifikasi dan dikelompokan peran serangga pada daerah sekitar tanaman..
2. Aspek BP
Pengamatan aspek BP dilakukan dengan cara wawancara. Wawancara
dilakukan untuk mengetahui teknik budidaya yang dilakukan oleh petani pada
lahan tersebut dan masalah-masalah yang di alami petani.
3. Aspek Tanah
Metode Frame
Metode frame ini merupakan suatu metode dengan membuat plot-plot
untuk keperluan analisis vegetasi. Menurut Soerianegara dan Indrawan (1978),
yang dimaksud analisis vegetasi atau studi komunitas adalah suatu cara
mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau
masyarakat tumbuh-tumbuhan. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh
informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan
(Greig-Smith, 1983).
Metode Ring Sampel
Metode yang digunakan pada praktikum untuk mengukur bobot isi, yaitu
menggunakan metode ring sampel. Pertama menentukan titik tempat
pengambilan sampel bersihkan permukaan atas tanah. Kemudian ratakan
permukaan atas dan bawah ring dengan pisau. Masukkan ring kedalam tanah
sampai permukaan ring tertutup oleh tanah. Kemudian ambil kembali ring dan
masukkan ke dalam kantong plastik dan diikat rapat agar tidak bergerak dan
untuk menjaga kondisi tanah agar sesuai dengan kondisi di lapang. Selanjutnya
sampel tanah dibawa ke laboratorium untuk dilakukan analisis sifat fisik tanah.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Kondisi Umum Lahan
Dari hasil fieldtrip di Desa Sumber Ngepoh kecamatan Lawang
Kabupaten Lahan tersebut merupakan lahan pada dataran rendah Malang
terdapat 2 jenis macam pertanian yaitu pertanian semi organik dan organik.
Untuk kondisi pertanian organic lebih baik dari pada pertanian semi
organic. Hal ini dibuktikan dari banyaknya musuh alami di pertanian semi
organik dan hasil pertanian dari lahan organik daripada lahan semi organik.
Pada lahan organic dilakukan pengolahan tanam sampai dengan
pemeliharaan dilakukan pengolahan menggunakan pupuk dan pestisida
organic. Sedangkan untuk lahan semi organic dilakukan pepupukan organik
pada awal penananan dan selanjutnya menggunakan pupuk dan pestisida
anorganic. Pertanian organik dimulai pada tahun 1976. Peralihan pertanian
anorganik ke pertanian organik membutuhkan waktu 6-7 tahun. Untuk
kondisi air irigasi pada lahan pertanian organik lebih bersih,dikarenakan
area laham organik terletak pada hulu sungai. Sedangkan untuk pertanian
semi organik tidak diubah menjadi organik dikarenakan kondisi air irigasi
yang ada pada lahan tercemar dan masyarakat yang memiliki lahan semi
organik tidak serentak ingin merubah lahannya untuk menjaadi organik.
4.1.2 Pengelolaan Tanaman dan Tanah yang dilakukan Setiap Petani
a) Pertanian semi organik
Dari hasil wawancara dengan Pak Burhan, beliau memiliki luas
area lahan 0,5 Ha. Sebelum dilakukan pengelolaan tanaman, terlebih
dahulu dilakukan pengolahan lahan dengan menggunakan traktor. Untuk
sewa traktornya seharga Rp.400.000 per 0,5 ha. Lahan tersebut ditanamai
dengan sistem monokultur tanaman padi dengan varietas pandan wangi
dan IR 64. Varietas pandan wangi ditanam pada musim hujan sedangkan
varietas IR 64 ditanam pada musim kemarau. Benih yang digunakan
merupakan benih bersertifikat putih yang didapatkan dari kelompok tani
Sumber Makmur. Jarak tanam yang digunakan yaitu 20x20 cm dengan
sistem konvensional. Jumlah benih yang digunakan dalam 0,5 Ha lahan
yaitu 20 kg. Jenis pupuk yang digunakan pada awal tanam menggunakan
pupuk organik seperti pupuk kandang, sedangkan pada pemupukan kedua
menggunakan pupuk Urea sebanyak 1 kw/0,5 ha dan pemupukan terakhir
juga menggunakan pupuk urea. Sistem pengairan yang digunakan pada
semi organik yaitu menggunakan irigasi teknis. Irigasi teknis lebih banyak
digunakan pada musim kemarau daripada musim penghujan karena kalau
musim penghujan mereka menggunakan sistem tadah hujan. Dalam satu
tahun musim tanam melakukan 3 kali rotasi tanam.
Rotasi Tanam
Komoditas Varietas
Pandan Wangi
Varietas
Pandan wangi
Varietas
Ir64
Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tabel 1.1 Rotasi Tanam
Masalah yang dihadapi pada saat budidaya tanaman padi yaitu
mahalnya tenaga kerja, hal ini dibuktikan dengan tenaga kerja laki-laki
upahnya sebesar Rp.50.000 sedangkan untuk perempuan sebesar
Rp.30.000. Masalah lainnya yaitu kelangkaan pupuk dan tingginya
serangan hama penyakit. Hama yang menyerang tanaman padi yaitu tikus
dan walang sangit. Cara penanggulangan hama tikus ini adalah
menggunakan rodentisida merk Matador.
b) Pertanian semi organik
Petani yang kami wawancari bernama Pak Kasiadi yang memiliki
lahan 0,5 Ha. Pak Kasiadi menggunakan pola tanam monokultur dengan
menanam padi. Beliau menggunakan benih unggul yang diberikan dari
kelompok tani. Sistem tanam yang digunakan oleh Pak Kasiadi adalah
sistem tanam garet dengan jarak tanam 20 cm. Pada lahan ditanam benih
sejumlah 15 kg/ha. Beliau menggunakan pupuk organik untuk
meningkatkan produksinya. Pupuk organik yang dipakai beliau adalah
campuran kotoran kambing, kotoran sapi, kotoran ayam (dipelihara sendiri)
kemudian di fermentasi selama 20 hari. Umur padi sebelum panen yaitu
120 hari setelah tanam, 2-3 benih/lubang. Untuk pemanenan biasanya
dengan cara tenaga manual dengan menggunakan sabit, karena jika
menggunakan mesin kata Pak Kasiadi kurang maksimal karena banyak
bulir padi yang rontok jadi bisa merugikan.
Pengairan sangat dekat dengan sumber jadi sangat mendukung
untuk pertanian organik. Pak Kasiadi tetap menggunakan lahannya dengan
menanam padi tetapi setelah panen, beliau hanya mengganti jenis benihnya.
Beliau menanam 3 jenis padi yang berbeda yaitu beras putih (biasa), beras
merah dan beras hitam, tetapi saat ini beliau hanya menanam padi biasa
saja. Pak Kasiadi tidak pernah mendapatkan masalah untuk memenuhi
pupuknya karena beliau membuat sendiri pupuk organik dan pupuk dari
kelompok tani. Kelebihan menggunakan pupuk organik adalah tanah tidak
terlalu padat. Hama yang ada di lahan tidak terlalu beragam, tetapi yang
paling dominan adalah serangan tikus. Beliau menngatasi hama tikus
dengan cara memberi ikan asin, tanaman gadung untuk makanan tikus agar
tikus tidak memakan padi tetapi jika sudah hama tikus meledak beliau
menggunakan racun untuk membasmi tikus. Sedangkan untuk penyakit
adalah penyakit yang disebabkan oleh sundep. Penyakit sundep
menyebabkan bercak kuning pada daun padi, yang diatasi beliau dengan
menyemprotkan hasil fermentasi selama 1 bulan dari daun dringin yang
ditambah air dan air kelapa.
4.1.3 Pemeliharaan Tanaman yang dilakukan Setiap Petani
a. Pertanian semi organik
Pemeliharaan tanaman pada semi organik untuk pemupukan yang
menggunakan pupuk organik hanya pada awal musim tanam yaitu
menggunakan pupuk kandang dengan jumlah 5 kwintal per 0,5 ha.
Sedangkan pada pemupukan kedua dan terakhir menggunakan pupuk urea.
Selain pemupukan, pemeliharaan yang dilakukan oleh petani salah satunya
yaitu melakukan penyemprotan MOL disaat bulir padi sudah mulai muncul.
Dalam pengendalian hama tikus menggunakan rodentisida matador
sedangkan untuk hama walang sangit menggunakan pestisida regent. Untuk
pengairannya pada saat musim kemarau menggunakan air sungai
sedangkan saat musim penghujan menggunakan sistem tadah hujan.
b. Pertanian organik
Pemeliharaan tanaman pada pertanian organik untuk
pemupukannya juga menggunakan pupuk organik dari awal tanam hingga
akhir tanam. Pengaplikasiannya dilakukan pada saat setelah tanam,
sedangkan pada saat sebelum tanam diberi jerami saat pengolahan tanah.
Dalam menanggulangi hama tikus menggunakan cara pengendalian hama
terpadu yaitu dengan memberikan tikus makanan berupa gadung dan ikan
asin. Sedangkan dalam mengendalikan penyakit, petani menggunakan daun
dringu dengan cara ditumbuk terus dicampur dengan air dan air kelapa dan
difermentasi selama 1 bulan. Pengaplikasiannya dengan cara disemprot,
dan penyait sundep ini tidak teru menerus terjadi.
4.1.4 Sistem Tanam yang diterapkan di Lahan (Sesuai Lokasi)
a.Pertanian semi organik
Sistem tanam yang digunakan yaitu monokultur tanaman padi.
Jarak tanam yang diterapkan di pertanian semi organik yaitu 20x20 cm.
Rotasi tanam dilakukan sebanyak 3 kali dalam setahun. Jumlah bibit padi
yang digunakan yaitu 20 kg/0,5 ha dengan jumlah bibit per lubang antara 2-
3 bibit.
b.Pertanian organik
Pada pertanian organik menggunakan sistem monokultur dengan
jarak tanam 20x20 cm dan jumlah bibit yang digunakan sebanyak 15 kg/0,5
ha untuk jumlah bibit per lubang 2 bibit dan maksimal 3 bibit. Terdapat 3
jenis bibit yang digunakan yaitu beras putih, beras merah dan beras hitam.
Tetapi saat ini beliau hanya menggunakan bibit biasa saja.
4.1.5 Hasil Keragaman Anthropoda
Tabel2. Hasil Keragaman Anthropoda
Nama Spesies Arthropoda
Jumlah
Klasifikasi FOTO
Belalangkayu (ValanganigricornisBurn.)
Hama 2 Kingdom : Animalia Phylum : ArthropodaClass : InsectaOrder : Orthoptera Family : Acridoidea Genus : Valangaspesies : - Valanga nigricornis
Lalat bibit padi (Hydrelliaphilippina);
Hama 1 Kingdom : animaliaFilum : ArthropodaKelas : InsectaOrdo : Diptera Genus: Hydrellia Species : Hydrellia philippina
Penggerek padi putih ( Scirpophaga innotata)
Hama 1 Kingdom : animaliaFilum : ArthopodaKelas : insectOrdo : LepidopteraFamily : PyralidaeGenus : ScirpohagaSpesies : Scirpophaga innotata
Walang sangit (Leptocorixaacuta Thumb)
Hama 11 Kingdom : AnimaliaPhylum : ArthropodaKelas : InsectaOrdo : HemipteraFamili : AlydidaeGenus : LeptocorixaSpesies : L AcutaAuthor : Thunberg
belalang hijau (Oxya chinensis)
Hama 2 Kingdom :AnimaliaPhylum ArthropodaClass :Insecta Ordo : Orthoptera Family :AcrididaeGenus :Oxya Species :Oxya chinensis
Laba-laba (araneus diadematus)
Musuh alami
2 Kingdom : animaliaFilum : ArthoprodaKelas : ArachnidaGenus : AraneusSpesies : Araneus diadematu
Capung (Anax jenius) Musuh alami
1 Kingdom : AnimaliaFilum : ArthropodaKelas : InsectaOrdo : odonataFamily : AeshnidaeGenus : AnaxSpesies : Anax jenius
Ngengat (Attacus atlas)
Hama 1 Kingdom : AnimaliaFilum : ArthoprodaKelas : InsectaOrdo : LepidopteraSpesies : Attacus atlas
Tabel Data Hama dan Musuh Lami
Titik Pengambilan Sampel/Agroekosistem
Jumlah Individu Persentase
Hama MA SL Total Hama MA SL
Lahan Sawah 16 3 0 19 84% 16% 0%
Segitiga Fiktorial
4.1.6 Hasil Perhitungan Intensitas Penyakit
Tabel Hasil Perhitungan Intensitas Penyakit
Kategori/skala kerusakan
Jumlah daun yang terserangTC 1 TC 2 TC 3 TC 4 TC 5 TC 6 TC 7 TC 8 TC 9 TC
100 20 25 23 21 35 30 25 26 31 331 5 3 7 2 2 10 2 5 2 32 3 - 2 3 3 4 3 10 3 13 5 - 5 5 5 3 5 - 2 24 5 4 6 3 7 5 2 5 5 2
Total daun 38 32 43 34 52 52 37 46 43 41TC : tanaman contoh
Rumus Perhitungan :
IP = Error: Reference source not found
IP = Persentase kerusakan atau infeksi
n = Jumlah daun dari setiap kategori
v = Harga numerik dari tiap kategori
z = Harga numerik dari kategori yang tertinggi
N = Jumlah daun yang diamati
Sampel 1= I = ∑Error: Reference source not found×100% = Error: Reference source not found = 30,26%
Sampel 2= I = ∑Error: Reference source not found×100% = Error: Reference source not found = 14,48%
Sampel 3= I = ∑Error: Reference source not found×100% = Error: Reference source not found = 29,07%
Sampel 4= I = ∑Error: Reference source not found×100% = Error: Reference source not found = 16,83%
Sampel 5= I = ∑Error: Reference source not found×100% = Error: Reference source not found = 24,52%
Sampel 6= I = ∑Error: Reference source not found×100% = Error: Reference source not found = 22,6%
Sampel 7= I = ∑Error: Reference source not found×100% = Error: Reference source not found =20,95%
Sampel 8= I = ∑Error: Reference source not found×100% = Error: Reference source not found =24,48%
Sampel 9= I = ∑Error: Reference source not found×100% = Error: Reference source not found = 19,78%
Sampel 10= I = ∑Error: Reference source not found×100% = Error: Reference source not found =11,59%
Serangan penyakit pada lahan yang diamati termasuk sedang karena gejala
yang ditimbulkan pada kisaran dari 11,59%-30,26%. Hal ini dipengaruhi krena
kondisi lahan yang sehat dan termasuk subur karena lahan yang digunakan lahan
semi organik, di lahan tersebut diupayakan menggunakan pestisida seminimal
mungkin karena budidaya yang digunakan secara semi organik. Terbukti dalam
pengamatan banyak ditemukannya musuh alami dan serangga lain. Lahan yang
diamati dalam kondisi sudah muncul bulir-bulir tetapi belum waktunya untuk
dipanen sehingga ditemukan cukup banyak gulma, namun sebagian gulma dapat
dimanfaatkan sebagai tempat tinggal musuh alami sehingga musuh alami tetap
banyak yang digunakan untuk menekan hama.
Dugaan serangan penyakit yang didapatkan (gejala dan tanda serta
dokumentasi):
1. Blast
Penyebab: jamur Pyricularia oryzae.
Gejala: menyerang daun, buku pada malai dan ujung tangkai malai.
Serangan menyebabkan daun, gelang buku, tangkai malai dan cabang di dekat
pangkal malai membusuk. Proses pemasakan makanan terhambat dan butiran
padi menjadi hampa.
Pengendalian: (1) membakar sisa jerami, menggenangi sawah, menanam
varitas unggul Sentani, Cimandirim IR 48, IR 36, pemberian pupuk N di saaat
pertengahan fase vegetatif dan fase pembentukan bulir; (2) menyemprotkan
insektisida Fujiwan 400 EC, Fongorene 50 WP, Kasumin 20 AS atau Rabcide 50
WP.
4.1.7 HasilPengukuran Kondisi Tanah serta analisis Tanah
Fisika
BI (Berat Isi)
Berat Basah tanah+ring blok
Berat blok
Panjang
Lebar Tinggi Berat basah sub sampel
Berat cawan
Berat kering sub sampel
8400 gr 1852,74gr 20 cm 20 cm 10 cm 50,62 gr 10,12 gr 50,04 gr
Berat Basah tanah+ring blok
Berat blok
Panjang
Lebar Tinggi Berat basah sub sampel
Berat cawan
Berat kering sub sampel
8400 gr 1852,74gr 20 cm 20 cm 10 cm 50,62 gr 10,12 gr 50,04 gr
BI =
=
=
= 1,618 gr/cm3
Tabel. Berat isi
Berat Isi
(g.cm-3)
Kelas
< 0,9 Rendah / ringan
0,9 – 1,2 Sedang / sedang
1,2 – 1,4 Tinggi / berat / mampat
> 1,4 Sangat tinggi / sangat berat/
sangat mampat
BJ (Berat Jenis)
BJ =
=
=
=
=
= 2,23 g/cm3
Tabel .Klasifikasi Berat Isi Tanah
Berat Isi
(g.cm-3)
Kelas Tanah
1,3 – 1,5 Manpat
0,8 – 1,0 Porus
0,08 – 0,23 Histosol
Berat Labu Berat Labu+ Tanah
Berat Labu +tanah +aquades
55,16 gr 75,23 gr 166,23 gr
Sumber: 1. Tanah – tanah utama Indonesia Dr. Ir. Moch. Munir MS, 19961. Pengantar Fisika Tanah Daniel Hillel (Penerjemah Rubiyanto
Hendro Susanto dkk), 1999
Tabel. Klasifikasi Berat Jenis
BJ
Tanah mineral pada umumnya
BJ
Tanah organic
2,5 – 2,7 > 2,00
Sumber: Pengantar Fisika Tanah, Lab. Fisika Jurusan Tanah FP.UB.2007
Perhitungan Porositas
Porositas
=
=1-0,36 X 100% = 64 %
ASPEK KIMIA TANAH
C-Organik
Ph = 5,6
Eh = 74,4 mv (mili volt)
Ec = 0,22 ms
4.1.8 Teknis pemanenan, Hasil Panen dan Pemasaran
Pertanian Semi Organik
Umur padi mulai dipanen yaitu saat sudah mulai umur 30 hst. Cara
pemanenannya masih menggunakan cara manual yaitu menggunakan sabit.
Jumlah hasil panennya sekitar 3-4 ton. Untuk harganya berbeda-beda berdasrkan
varietasnya. Varietas pandan wangi harga gabah 430.000/kwintal, sedangkan
beras 8.400/kg. Varietas IR 64 420.000/kwintal. Untuk konsumsi pribadi, beliau
mengambil setengah dari hasil panennya. Keuntungan bersih yang didapat dalam
satu kali tanam yaitu 2.500.000.
Pertanian Organik
Cara pemanenan juga sama dengan pertanian organik yaitu
menggunakan sabit. Alasannya karena kalau menggunakan mesin kurang
maksimal karena banyak bulir padi yang rontok jadi bisa merugikan. Hasil
panennya dijual ke lembaga bukan langsung kepada konsumen. Harga beras
organik yaitu 4100/kg, sedangkan beras konvensioanl yaitu 3000/kg. Jadi sekali
panen beliau menghasilkan 9 juta/Ha.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisis Keadaan Agroekosistem secara Umum (Monokultur,
Tumpangsari, Agroforestry)
Kondisi agroekosistem yang ada pada daerah tersebut cukup bagus
karena seperti penanaman pohon-pohon disekitar lahan budidaya serta
dilihat dari kondisi air sungai yang bisa dibilang juga cukup bersih karena
tidak terlalu tercemar oleh bahan kimia. Kondisi hutan disekitar lahan juga
masih terjaga dengan baik meskipun sudah mengalami penurunan untuk
proses produksi pertanian. Komponen penyusun agroekosistem pada lahan
terdapat 2 pengolahan yaitu pengolahan lahan organik dan pengolahan semi
organik. Untuk agroekosistem pada lahan organik lebih baik daripada
sistem anorganik. Hal ini dikarenakan penanggulangan hama dan penyakit
pada sistem anorganik masih menggunakan pestisida dan dalam
pemupukan menggunakan pupuk anorganik sehingga hal tersebut
mempengaruhi komponen agroekosistem biotik yang ada.
Sistem tanam yang digunakan disana yaitu menggunakan system
monokultur yang mana menggunakan tanaman padi. Monokultur
Dilakukan rotasi tanaman pada lahan organic dan semi organic. Pada lahan
semi organic dilakukan rotasi tanam pada musim penghujan dan pada
musim kemarau. Varietas Ir64 ditanam pada musim kemarau dikarenakan
varietas ini retan terhadap kekeringan. Menurut Nurindah (2006)
menyatakan bahwa tanaman Ir64 adalah tanaman yang memiliki umur
pendek sihingga tanaman tersebut cocok ditanam pada musim kemarau,
sedangkan varietas padan wangi ditam pada musim pengghujan
dikarenakan varietas ini membutuhkan banyak air. Untuh hasil produksi
tanaman padi hasil produksi terbanyak didapatkan pada varietas pandan
wangi. Selain untuk lahan pertanian, disana juga digunakan untuk tempat
wisata karena disana juga terdapat sumber mata air yang juga masih terjaga
kealamiannya.
4.2.2 Pembahasan Hasil Fieldtrip Setiap Aspek (HPT, TANAH) dan
dibandingkan dengan literature ataupun jurnal yang terkait.
BP
Agroekosistem di lahan padi sumberngepoh sudah mendukung
keberlanjutan meskipun bersifat kecil, dilihat dari pengendalian OPT yang
lebih ramah lingkungan yaitu memanfaatkan biopestisida dan penggunaan
pupuk organik untuk pemenuhan unsur hara. sistem budidaya yang
bersifat monokultur sebenarnya tidak begitu baik untuk areal luas, karena
dapat mengakibatkan ledakan populasi hama seperti tikus,wereng pada
tanaman padi.Cara tanam yang konvensional juga menyebabkan irigasi
yang lebih banyak pada musim kemarau. meskipun menurut petani sumber
air yang tersedia cukup melimpah, dapat mengakibatkan petani kurang
siap apabila terjadi perubahan iklim di lahan tersebut, selain itu cara tanam
konvensional juga tidak efisien.
Menurut Nurindah (2006) Prinsip utama dalam pengelolaan
agroekosistem untuk pengendalian hama adalah menciptakan
keseimbangan antara herbivora dan musuh alaminya melalui peningkatan
keragaman hayati. Peningkatan keragaman vegetasi dan penambahan
biomassa, dapat meningkatkan keragam- an hayati dalam suatu
agroekosistem. Peningkatan keragaman vegetasi dilakukan melalui pola
tanam polikultur dengan pengaturan agronomis yang optimal.
Penambahan biomassa dilakukan dengan mengaplikasikan mulsa,
penambahan pupuk hijau dan pupuk kandang. Kedua metode ini ditujukan
untuk mendapatkan produktivitas lahan yang optimal dan berkelanjutan.
● Aspek HPT
Dilihat aspek hpt didapatkan bahwa keadaan agroekosistem pada lahan
pertanian masih belum stabil atau belum seimbang, dikarenakan jumlah
persentase serangga hama yang didapatkan dari sweepnet lebih besar dari musuh
alami. Sedangkan pada pan trap yang ditempatkan pada lahan didapatkan hama
serangga dan musuh alami masih seimbang. Kecilnya jumlah musuh alami yang
ditangkap di sweepnet menunjukkan bahwa banyak hama yang hidup di lahan
pertanian tersebut, keberadaan musuh alami sangat membantu dalam
pemberantasan hama di lapang, karena musuh alami terdiri dari predator
pemakan hama, dan beberapa parasit yang menginfeksi hama. Agroekosistem
dikatakan seimbang jika musuh alami, hama, dan serangga lain jumlahnya sama
didalamnya, Jika hal tersebut bisa dicapai maka akan tercipta keseimbangan
ekosistem di lahan tersebut.
Pada lahan yang kelompok kami amati , di temukan hama dan penyakit.
Hama yang di temukan ada 6 dan musuh alami ada 2. Hama yang ditemukan
adalah belalang kayu (ValanganigricornisBurn ada 2 ekor, lalat bibit padi
(Hydrelliaphilippina) ada 1ekor, Penggerek padi putih ( Scirpophaga innotata)
ada 1ekor, belalang hijau (Oxya chinensis) ada 2 ekor, walangsangit
(Leptocorixaacuta Thumb) ada 11 ekor dan Ngengat (Attacus atlas) ada 1ekor.
Sedangkan musuh alami yang di temukan ada dua yaitu Laba-laba (araneus
diadematus) ada 2 ekor dan Capung (Ischnuraceruvula) ada 1 ekor. Pada lahan
yang di amati terjadi ketidak seimbangan karena diperoleh hama lebih banyak
dari pada musuh alami. Namun tidak terjadi ledakan hama yang cukup berarti.
Hama yang paling banyak menyerang tanaman padi pada lahan semi organic
adalah walang sangit, dan biasanya para petani menyemprotnya dengan pestisida
untuk mengurangi intensitas hama walang sangit.
Keadaan agroekosistem pada lahan pertanian masih belum stabil atau
belum seimbang, di karenakan jumlah persentase serangga hama yang didapatkan
di lahan lebih besar dari musuh alami. Kecilnya jumlah musuh alami yang di
tangkap menunjukkan bahwa banyak hama yang hidup di lahan pertanian
tersebut, keberadaan musuh alami sangat membantu dalam pemberantasan hama
di lapang, karena musuh alami terdiri dari predator pemakan hama, dan beberapa
parasit yang menginfeksi hama. Agroekosistem dikatakan seimbang jika musuh
alami, hama, dan serangga lain jumlahnya sama didalamnya, Jika hal tersebut
bisa dicapai maka akan tercipta keseimbangan ekosistem di lahan tersebut.
● Aspek TANAH
Aspek Fisika
BI (Berat Isi)
Berat Basah tanah+ring blok
Berat blok
Panjang
Lebar Tinggi Berat basah sub sampel
Berat cawan
Berat kering sub sampel
8400 gr 1852,74gr 20 cm 20 cm 10 cm 50,62 gr 10,12 gr 50,04 gr
BI =
=
= = 1,618 gr/cm3
Tabel. Berat isi
BJ (Berat Jenis)
BJ =
=
Berat Isi
(g.cm-3)
Kelas
< 0,9 Rendah / ringan
0,9 – 1,2 Sedang / sedang
1,2 – 1,4 Tinggi / berat / mampat
> 1,4 Sangat tinggi / sangat berat/
sangat mampat
Berat Labu Berat Labu+ Tanah
Berat Labu +tanah +aquades
55,16 gr 75,23 gr 166,23 gr
=
=
=
= 2,23 g/cm3
Tabel .Klasifikasi Berat Isi Tanah
Berat Isi
(g.cm-3)
Kelas Tanah
1,3 – 1,5 Manpat
0,8 – 1,0 Porus
0,08 – 0,23 Histosol
Sumber: 1. Tanah – tanah utama Indonesia Dr. Ir. Moch. Munir MS, 19961. Pengantar Fisika Tanah Daniel Hillel (Penerjemah Rubiyanto
Hendro Susanto dkk), 1997
Tabel. Klasifikasi Berat Jenis
BJ
Tanah mineral pada umumnya
BJ
Tanah organic
2,5 – 2,7 > 2,00
Sumber: Pengantar Fisika Tanah, Lab. Fisika Jurusan Tanah FP.UB.2007
Berdasarkan hasil data diatas menunjukkan BI (Berat Isi
Tanah) 1,618 gr/cm3 dan BJ (Berat Jenis Tanah) sebesar 2,23 g/cm3 .
Apabila BI ini diklasifikasikan, maka termasuk sangat tinggi / sangat
berat/ sangat mampat sehingga tanah ini memiliki kepadatan yang tinggi
dimana dipengaruhi oleh pengolahan tanah yang dilakukan. BJ pada tanah
ini tergolong kecil sehingga mempengaruhi Bahan Organik dalam tanah,
dikarenakan BJ sebesar 2,23 sehingga banyak mengandung Bahan
Organik. Menurut (Hardjowigeno, 2007), pada tanah secara umum
nilainya BJ antara 2,6 – 2,7 g.cm-3, bila semakin banyak kandungan BO,
nilai BJ semakin kecil. Menurut Widiarto (2008), bahan organik dapat
menurunkan BI dan tanah yang memiliki nilai BI kurang dari satu
merupakan tanah yang memiliki bahan organik tanah sedang sampai
tinggi. Selain itu, Nilai BI untuk tekstur berpasir antara 1,5 – 1,8 g / m3.
Nilai BI untuk tekstur berlempung antara 1,3 – 1,6 g / m3 dan Nilai BI
untuk tekstur berliat antara 1,1 – 1,4 g / m3 merupakan nilai BI yang
dijumpai pada tanah yang masih alami atau tanah yang tidak mengalami
pemadatan.
Berat jenis tanah dengan 2,23 gr/cm3 menunjukkan tanah
ditempat pengamatan masih kurang normal. Menurut Buck & Nyle
(1982), bobot jenis partikel untuk tanah mineral berkisar antara 2,6 –
2,75. hal ini terjadi karena akuarsa, feldspar dan koloid silikat yang
kerapatannya terdapat dalam kisaran ini, biasanya merupakan bagian
terbesar dari tanah mineral. Selain itu, karena berat bahan organik yang
lebih kecil dari berat benda padat tanah mineral yang lain dalam volume
sama, jumlah bahan organik dalam suatu tanah jelas mempengaruhi bobot
jenis partikel. Akibatnya tanah permukaan biasanya memiliki bobot jenis
partikel yang lebih kecil dari subsoil. Dengan kata lain, semakin
banyaknya bahan organik yang terkandung, maka semakin kecil lah
nilai daripada bobot jenis partikel. Sedangkan, semakin banyaknya
mineral berat yang terkandung di dalam tanah, maka akan semakin
besar pula lah nilai bobot jenis partikel tanah tersebut.
Perhitungan Porositas
Porositas
=
=1-0,36 X 100% = 64 %
Porositas tanah pada kondisi di daerah praktikum lapang terdapat 64%,
dikarenakan tanah ini penggunaan lahannnya tanah sawah sehingga porositasnya
cukup besar. Sehingga ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam
satuan volume tanah dapat ditempati air dan udara, sehingga mempengaruhi
drainase dan aerasi tanah.
Ph = 5,6
Eh = 74,4 mv (mili volt)
Ec = 0,22 ms
Sedangkan pH pada tanah dilahan praktikum didapatkan 5,6, hal ini
menunjukkan tanah ini berada pada kondisi masam sehingga tanah diperlukan
pengapuran. Perbaikan pH tanah bisa dikatakan menyelesaikan 50% masalah
kesuburan tanah. Salah satu cara meningkatkan pH tanah dengan pengapuran
menggunakan kapur pertanian (kaptan) atau dolomit.
Pengukuran Eh tanah tergolong cukup hal ini dipengaruhi oleh
penggenangan yang menyebabkan serangkaian perubahan kimia dan elektrokimia
dalam tanah, antara lain: (1) penurunan Eh, (2) konvergensi pH tanah menuju
netral, serta (3) reduksi Mn4+ dan Fe3+. Pengukuran Eh ini guna mempelajari
pengaruh lama penggenangan dan penambahan bahan gambut saprik terhadap
dinamika Eh, pH serta kadar Mn2+ dan Fe2+ pada tanah dengan kadar bahan
organik awal yang rendah.
Pengukuran Ec (Electrical Conductivity) menunjukkan 0,22 ms, hal ini
sangat berpengaruh terhadap salinitas tanah, dengan Ec kecil maka salinitas yang
terjadi dalam tanah kecil pula. Salinitas tanah dapat dievaluasi di laboratorium
dengan cara mengukur daya hantar listrik (electrical conductivity; EC) larutan
yang diekstrak dari contoh tanah. Satuan umum yang dipakai untuk
mengemukakan nilai EC adalah deciSiemens per meter (dS/m). Nilai EC
meningkat sejalan dengan meningkatnya salinitas tanah.
Aspek Kimia
C-Organik
Bahan Organik dari hasil uji laboratorium didapatkan rendah sebesar
9,81%. Hal ini menunjukkan tanah sawah pada lahan yang diamati kesuburannya
cenderung rendah. Menurut Widiarti (2008) tanah yang sehat memiliki
kandungan bahan organik sekitar 5 %, sedangkan tanah yang tidak sehat
kandungan bahan organiknya rendah. Menurut Karama et al, (1990), peran bahan
organik akan lebih menonjol dimana kadar C organik tanah pada lahan sawah
yang telah lama diusahakan secara intensif cenderung pada level rendah, yaitu
kurang dari 2 %. Hasil penelitian di 30 lokasi tanah sawah di Indonesia yang
diambil secara acak menunjukkan bahwa 68 % diantaranya mempunyai
kandungan Corganik tanah kurang dari 1,5 %.
Aspek biologi
Kascing
Berat Kascing Jumlah Kascing
10,49 5
38,64 6
57,20 6
24,15 4
Penetrasi
Titik 1 0,3
Titik 2 0,4
Titik 3 0,5
Hasil pengamatan yang telah dilakukan vegetasi yang terdapat pada lahan
pertanian di Desa Sumberngepoh Lawang yaitu padi. Pada plot yang kami amati
tidak terdapat seresah hal ini dipengaruhi oleh kondisi tanah yang lembab,
terdapat agregat-agregat tanah dipinggir dan kondisi vegetasi yang masihi masa
vegetatif sehingga sulit ditemukan seresah. Pada lahan sawah yang kami amati
terdapat cacng dan kascing dalam jumlah yang cukup dapat dianalisa juga dari
kondisi tanah yang gembur. Cacing dan kascing bisa ditemukan pada lahan
sawah karena kami menemukannya pada bedengan.
Penetrasi adalah mampunya akar tanaman untuk menembus tanah. Tanah
sawah yang diamati terbilang tanah sangat gembur dan kelmbaban tinggi,
sehingga penetrasi kecil. Tanah dengan kondisi tergenang sehingga akar tanaman
menembus tidak terlalu dalam.
A. Kriteria dan Indikator manajemen agroekosistem yang
berkelanjutan dan sehat ditinjau dari aspek tanah
Kriteria/indikator agroekosistem tersebut dikatakan sehat apabila :
1. Dari Segi Kimia Tanah
a) Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa
tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan
pembentukan kembali. Sumber primer bahan organik tanah dapat
berasal dari Seresah yang merupakan bagian mati tanaman berupa
daun, cabang, ranting, bunga dan buah yang gugur dan tinggal di
permukaan tanah baik yang masih utuh ataupun telah sebagian
mengalami pelapukan. Dalam pengelolaan bahan organik tanah,
sumbernya juga bisa berasal dari pemberian pupuk organik berupa
pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos, serta pupuk hayati
(inokulan). Bahan organic tersebut berperan langsung terhadap
perbaikan sifat-sifat tanah baik dari segi kimia, fisika maupun
biologinya, diantaranya :
o Memengaruhi warna tanah menjadi coklat-hitam
o Memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah
o Meningkatkan daya tanah menahan air sehingga
drainase tidak berlebihan, kelembapan dan tempratur
tanah menjadi stabil.
o Sumber energi dan hara bagi jasad biologis tanah
terutama heterotrofik.
Berdasarkan data yang didapat di lapang bahan organic cenderung
rendah, hasil uji laboratorium didapatkan rendah sebesar 9,81%. Hal
ini menunjukkan tanah sawah pada lahan yang diamati kesuburannya
cenderung rendah. Meskipun, berdasarkan kriteria diatas tanah sawah
yang diamati terdapat seresah yang cukup dan penggunaan pupuk
semi-organik telah diterapkan.
b) pH Tanah (Kemasaman Tanah) dan Adanya Unsur Beracun
Tanah bersifat asam dapat disebabkan karena berkurangnya
kation Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium. Unsur-unsur
tersebut terbawa oleh aliran air kelapisan tanah yang lebih bawah atau
hilang diserap oleh tanaman. pH tanah juga menunjukkan keberadaan
unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman. Pada tanah asam
banyak ditemukan unsur alumunium yang selain bersifat racun juga
mengikat phosphor, sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Pada
tanah asam unsur-unsur mikro menjadi mudah larut sehingga
ditemukan unsur mikro seperti Fe, Zn, Mn dan Cu dalam jumlah yang
terlalu besar, akibatnya juga menjadi racun bagi tanaman.
Tetapi dengan pH yang agak masam belum tentu kebutuhan
tanaman terhadap pH tanah tidak cocok karena itu tergantung dari
komoditas tanaman budidaya yang dibudidayakan. Untuk
pengelolaan pH tanah yang berbeda-beda dalam suatu agroekosistem
maka apabila suatu lahan digunakan untuk pertanian maka pemilihan
jenis tanamannya disesuaikan dengan pH tanah apakah tanaman yang
diusahakan sesuai dan mampu bertahan dengan pH tertentu. PH tanah
dilapang sebesar 5,6, nilai tersebut menunjukkan bahwa tanah yang
ada di lahan praktikum cenderung masam dan perlu dilakukan agar
pH tanah menjadi netral dan sesuai bagi tanaman.
c) Ketersediaan Unsur Hara
Unsur hara yang digunakan tanaman untuk proses pertumbuhan
dan perkembangannya diperoleh dari beberapa sumber antara lain :
Bahan organik, mineral alami, unsur hara yang terjerap atau terikat,
dan pemberian pupuk kimia. Pada lahan pertanian diketahui sumber
unsur hara berasal dari bahan organik, karena pada lokasi tersebut
banyak ditemukan seresah yang merupakan sumber bahan organic
selain itu aplikasi pupuk kandang juga menambah ketersediaan unsur
hara yang berfungsi ganda, diserap oleh tanaman dan memperbaiki
sifat fisik, kimia, dan biologi tanah
2. Dari Segi Fisika Tanah
a) Kondisi kepadatan tanah
Widiarto (2008) menyatakan bahwa, “Bahan organik dapat
menurunkan BI dan tanah yang memiliki nilai BI kurang dari satu
merupakan tanah yang memiliki bahan organik tanah sedang sampai
tinggi. Selain itu, Nilai BI untuk tekstur berpasir antara 1,5 – 1,8 g /
m3, Nilai BI untuk tekstur berlempung antara 1,3 – 1,6 g / m3 dan
Nilai BI untuk tekstur berliat antara 1,1 – 1,4 g / m3 merupakan nilai
BI yang dijumpai pada tanah yang masih alami atau tanah yang tidak
mengalami pemadatan”.
b) Kedalaman efektif tanah
Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat
ditembus oleh akar tanaman. Pengamatan kedalaman efektif
dilakukan dengan mengamati penyebaran akar tanaman. Banyakya
perakaran, baik akar halus maupun akar kasar, serta dalamnya akar-
akar tersebut dapat menembus tanah, dan bila tidak dijumpai akar
tanaman maka kedalaman efektif ditentukan berdasarkan kedalaman
solum tanah (Hardjowigeno, 2007).
c) Erosi Tanah
Erosi adalah terangkutnya atau terkikisnya tanah atau bagian
tanah ke tempat lain. Meningkatnya erosi dapat diakibatkan oleh
hilangnya vegetasi penutup tanah dan kegiatan pertanian yang tidak
mengindahkan kaidah konservasi tanah. Erosi tersebut umumnya
mengakibatkan hilangnya tanah lapisan atas yang subur dan baik
untuk pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu erosi mengakibatkan
terjadinya kemunduran sifat-sifat fisik dan kimia tanah.
3. Dari Segi Biologi Tanah
a) Keanekaragaman biota dan fauna tanah
Ditunjukkan dengan adanya kascing. Biota tanah memegang
peranan penting dalam siklus hara di dalam tanah, sehingga dalam
jangka panjang sangat mempengaruhi keberlanjutan produktivitas
lahan. Salah satu biota tanah yang paling berperan yaitu cacing tanah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa cacing tanah dapat
meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat kimia, fisik,
dan biologis tanah.
Kascing (pupuk organik bekas cacing atau campuran bahan
organik sisa makanan cacing dan kotoran cacing) mempunyai kadar
hara N, P dan K 2,5 kali kadar hara bahan organik semula, serta
meningkatkan porositas tanah (pori total dan pori drainase cepat
meningkat 1,15 kali). Cacing jenis ‘penggali tanah’ yang hidup aktif
dalam tanah, walaupun makanannya berupa bahan organik di
permukaan tanah dan ada pula dari akar-akar yang mati di dalam
tanah. Kelompok cacing ini berperanan penting dalam mencampur
seresah yang ada di atas tanah dengan tanah lapisan bawah, dan
meninggalkan liang dalam tanah. Kelompok cacing ini membuang
kotorannya dalam tanah, atau di atas permukaan tanah. Kotoran
cacing ini lebih kaya akan karbon (C) dan hara lainnya dari pada
tanah di sekitarnya. (Hairiah, 2004).
B. Faktor penyebab terjadinya ketidak seimbangan status hara dalam
tanah
Ketersediaan hara bagi tanaman ditentukan oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi kemampuan tanah mensuplai hara dan faktor-faktor yang
mempengaruhi kemampuan tanaman untuk menggunakan unsur hara yang
disediakan. Tujuan dari uji-tanah adalah mengukur fakto-faktor ini dan
menginterpretasikan hasil-hasilnya dalam konteks perlakuan penyembuhan
yang mungkin diperlukan. Beberapa faktor dapat ditentukan melalui pekerjaan
analisis laboratorium. Sedangkan faktor lainnya seperti kandungan oksigen-udara
-tanah, suhu tanah dan lainnya, harus ditentukan di lapangan.
Dalam menyarankan suatu prosedur untuk mengukur ketersediaan unsur
hara atau menginterpretasikan hasil-hasil pengukurannya, pengetahuan tentang
berbagai reaksi yang berlangsung dan dialami oleh unsur hara dalam tanah
sangat penting. Oleh karena itu dalam pembahasan kali ini akan dipusatkan pada
faktor-faktor yang terlibat dengan suplai hara pada permukaan akar tanaman.
C. Faktor-Faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya ketersediaan
bahan organik tanah
Faktor iklim yang berpengaruh adalah suhu dan curah hujan.
Makin ke daerah dingin, kadar bahan organik dan N makin tinggi.
Pada kondisi yang sama kadar bahan organik dan N bertambah 2
hingga 3 kali tiap suhu tahunan rata-rata turun 100C. bila kelembaban
efektif meningkat, kadar bahan organik dan N juga bertambah. Hal
itu menunjukkan suatu hambatan kegiatan organisme tanah.
Tekstur tanah juga cukup berperan, makin tinggi jumlah
liat maka makin tinggi kadar bahan organik dan N tanah, bila kondisi
lainnya sama. Tanah berpasir memungkinkan oksidasi yang baik
sehingga bahan organik cepat habis (Heru, 2012).
Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu
sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan
atau binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus
mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor
biologi, fisika, dan kimia (Kononova, 1961 dalam Suryani, 2007).
Menurut Miller et al (1985) dalam Suryani (2007), faktor-faktor
yang mempengaruhi jumlah bahan organik dalam tanah adalah
sifat dan jumlah bahan organik yang dikembalikan, kelembaban
tanah, temperatur tanah, tingkat aerasi tanah, topografi dan sifat
penyediaan hara.
Hairah et al. (2000) dalam Suryani (2007)
mengemukakan beberapa cara untuk mendapatkan bahan organik:
1. Pengembalian sisa panen. Jumlah sisa panenan tanaman
pangan yang dapat dikembalikan ke dalam tanah berkisar 2 – 5
ton per ha, sehingga tidak dapat memenuhi jumlah kebutuhan
bahan organik minimum. Oleh karena itu, masukan bahan
organik dari sumber lain tetap diperlukan.
2. Pemberian pupuk kandang. Pupuk kandang yang berasal dari
kotoran hewan peliharaan seperti sapi, kambing, kerbau dan ayam,
atau bisa juga dari hewan liar seperti kelelawar atau burung
dapat dipergunakan untuk menambah kandungan bahan organik
tanah. Pengadaan atau penyediaan kotoran hewan seringkali sulit
dilakukan karena memerlukan biaya transportasi yang besar.
3. Pemberian pupuk hijau. Pupuk hijau bisa diperoleh dari
serasah dan dari pangkasan tanaman penutup yang ditanam
selama masa bera atau pepohonan dalam larikan sebagai
tanaman pagar. Pangkasan tajuk tanaman penutup tanah dari
famili leguminosae dapat memberikan masukan bahan organik
sebanyak 1.8 – 2.9 ton per ha (umur 3 bulan) dan 2.7 – 5.9 ton per
ha untuk yang berumur 6 bulan.
D. Faktor yang Menyebabkan Pemadatan Tanah
Sesuai dengan pengamatan di lapang, pemadatan dipengaruhi oleh bahan
organik tanah, biota tanah, tekstur dan struktur. Widiarto (2008)
menyatakan bahwa, “Bahan organik dapat menurunkan BI dan tanah yang
memiliki nilai BI kurang dari satu merupakan tanah yang memiliki bahan
organik tanah sedang sampai tinggi. Selain itu, Nilai BI untuk tekstur
berpasir antara 1,5 – 1,8 g/m3, Nilai BI untuk tekstur berlempung antara 1,3
– 1,6 g/m3 dan Nilai BI untuk tekstur berliat antara 1,1 – 1,4 g/m3
merupakan nilai BI yang dijumpai pada tanah yang masih alami atau tanah
yang tidak mengalami pemadatan”. Bobot isi tanah di lahan dengan
pengolahan intensif biasanya memiliki nilai BI tinggi karena tanah telah
mengalami pemadatan akibat penggunaan alat-alat berat untuk pengolahan
tanahnya. Sedangkan untuk nilai BJ tanah, menurut literature (Anonymous,
2010) menyatakan bahwa, “Pada tanah secara umum nilainya BJ antara 2,6
– 2,7 g.cm-3, bila semakin banyak kandungan BO, nilai BJ semakin kecil”.
Pada lahan dengan pengolahan intensif memiliki BJ bisa lebih dari 2,6
apabila pemadatan tanah yang terjadi amat tinggi. Apabila nilai BJ terlalu
tinggi juga berpengaruh terhadap penentuan laju sedimentasi serta
pergerakan partikel oleh air dan angin.
E. Upaya Yang Dapat Dilakukan Untuk Mengurangi atau Mencegah Terjadinya
Pemadatan Tanah
Upaya yang dapat dilakukan adalah:
a. Mengurangi penggunaan pupuk kimia yang berlebihan
b. Penggunaan pupuk organik karena dengan menggunakan pupuk organik dapatmemperbaiki
sifat fisik maupun kimia tanahnya
c. melakukan pengolahan tanah yang baikd. melakukan rotasi tanaman
F. Peran cacing tanah dalam mengatasi permasalahan kesehatan tanah
(terkait dengan aspek Biologi, Fisika dan Kimia tanah
a. Mempercepat pelapukan
Pelapukan adalah proses pengrusakan atau penghancuran kulit bumi
olehtenaga eksogen. Pelapukan di setiap daerah berbeda-beda tergantung
unsur-unsurdari daerah tersebut. Misalnya di daerah tropis yang pengaruh
suhu dan air sangatdominan, tebal pelapukan dapat mencapai seratus meter,
sedangkan daerah subtropis pelapukannya hanya beberapa meter saja.
b. Kotoran cacing dapat meningkatkan kesuburan tanah atau kadar NPK pada
tanahyang di huninya.Kotoran yang dikeluarkan oleh cacing tanah banyak
mengandung unsur harayang dibutuhkan oleh tanaman seperti nitrogen,
fosfor, mineral, dan vitamin.Karena mengandung unsur hara yang lengkap,
apalagi nilai C/N nya kurang dari 20maka kotoran cacing yang biasa disebut
casting dapat digunakan sebagai pupuk..
c. Memperbaiki Struktur Tanah dengan cacing tanah juga dapat memperbaiki
dan mempertahankan struktur tanah.Lubang-lubang cacing dan humus secara
langsung menjadikan tanah gembur.Cacing ini memakan oarganisme hidup
yang ada di dalam tanah dengan caramenggali tanah.Kemampuannya yang
dapat menggali bermanfaat dalammenggemburkan tanah. lorong lorong yang
dibuatnya dalam tanah ( terutama padalapisan top soil ) memungkinkan
masuknya udara sehat ke dalam tanah danterdesaknya kelebihan zat CO2 ke
luar dalam tanah
4.3 Rekomendasi
4.3.1 Monokultur, Tumpangsari, dan Agroforestry
Dari hasil pengamatan yang dilakukan dilahan tersebut maka disimpulan
bahwa sumber masalah terletak pada sistem tanam monokultur yang
mengakibatkan kurangnya keseimbangan diantara hama dan musuh alami. Sistem
monokultur memiliki kelebihan yaitu menjadikan penggunaan lahan efisien
karena memungkinkan perawatan dan pemanenan secara cepat dengan bantuan
mesin pertanian dan menekan biaya tenaga kerja karena wajah lahan menjadi
seragam. Namun sistem monokultur juga memiliki kelemahan yaitu keseragaman
kultivar mempercepat penyebaran organisme pengganggu tanaman (OPT, seperti
hama dan penyakit tanaman).
Pada lahan yang diamati terdapat sistem pertanaman agroforestry yaitu
terdapat pepohonan dan tanaman tahunan disekitar jalan dan pematang sawah
sehingga tidak ada rekomendasi untuk pertanaman secara agroforestry karena
sudah dinilai cukup baik.
Rekomendasi yang diberikan pada pengelolaan pertanian pada lahan
tersebut adalah sistem rotasi tanaman dan juga tumpangsari. Rotasi tanaman
seperti yang diketahui yaitu menanam tanaman secara bergulir di suatu lahan
pertanian. Misalkan pada musim sekarang ditanami oleh padi maka musim
berikutnya ditanami jagung, dan musim berikutnya lagi ditanami jenis tanaman
legume, dan begitu seterusnya. Menurut hairiah (2004) rotasi tanaman setiap
tahun yang ideal adalah menanam tanaman pada MH1 tanaman padi, MH 2 bisa
padi/ palawija, dan MK1 bis tanaman palawija serta MK 2 tanaman palawija.
Rotasi tanaman memiliki beberapa kelebihan yaitu selain dari memeutus siklus
hidup hama juga memberikan kesuburan pada tanah yitu dapat membuat tanah
yang sebelumnya dalam kondisi anaerob menjadi aerob sehingga terdapat banyak
mikroorganisme didalam tanah yang dapat mengurai bahan organik dalam tanah
dan juga dapat menggemburkan tanah sehingga pori-pori tanah bisa kembali
baik.
Rekomendasi tumpangsari yang diberikan yaitu bentuk pertanaman
campuran (polyculture) berupa pelibatan dua jenis atau lebih tanaman pada satu
areal lahan tanam dalam waktu yang bersamaan atau agak bersamaan. Tanaman
ditanam secara berselang seling untuk untuk menjaga keragaman organisme.
Tanaman yang ditanam tentunya yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan
dapat bersimbiosis antara tanaman yang satu dengan yang lainnya.
4.3.2 Pengelolaan Tanah, Sistem Budidaya, dan Pengendalian Hama
Penyakit
Pada rekomendasi yang diberikan yaitu dengan sistem rotasi tanaman dan
tumpangsari mencakup beberapa keuntungan yaitu dari aspek pengelolaan tanah,
sistem budidaya, dan pengendalian hama dan penyakit. Pada tanah sistem rotasi
tanaman dapat mengembalikan kualitas tanah baik dari tingkat kesuburan, pH,
dan struktur tanah. Pada penggunaan tanaman yang berbeda pada musim
berikutnya tentunya memiliki teknik yang berbeda dalam mengolah tanah.
Contohnya tanaman padi dengan pengolahan tanah yang intensif dengan kondisi
tergenang (anaerob) dan pada tanaman Jagung dengan hanya membalikkan tanah
tanpa harus tergenang (aerob) yang dapat memberikan kesempatan organisme
untuk hidup didalam tanah yang dapat menguraikan bahan-bahan organik serta
dapat menggemburkan tanah sehingga terbentuk pori-pori tanah yang dapat
memperbaiki struktur tanah.
Keuntungan pada sistem budidaya yaitu petani dapat memiliki lebih dari
satu jenis tanaman baik pada satu musim itu atau musim-musim berikutnya yang
dapat disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Keuntungan lainnya adalah pada
sistem tumpangsari tanaman dapat bersimbiosis antara tanaman yang satu dengan
jenis tanmanan yang lainnya sehingga dapat meningkatkan produksi dan
menurunkan biaya produksi.
Selain memberikan keuntngan pada pengelolaan tanah dan sistem
budidaya, sistem rotasi tanaman dan tumpangsari juga memberikan keuntungan
dalam pengendalian hama dan penyakit. Hal ini disebabkan karena rotasi
tanaman dapat memutus siklus hidup hama dan penyakit karena tidak tersedianya
tanaman yang dapat menyuplai makanan bagi hama tersebut. Selain itu sistem
tumpangsari juga memberikan manfaat yaitu timbulnya keragaman hayati yang
diakibatkan keragaman tanaman sehingga timbul musuh alami yang dapat
membunuh/memangsa hama bagi tanaman sehingga populasi hama dapat ditekan
dan tidak terjadinya dominasi hama pada area pertanaman.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan Kegiatan Fieldtrip
Dari hasil analisisa dapat disimpulkan bahwa lahan pertanian yang
diamati sudah cukup baik yaitu dengan menggunakan bahan organik seperti
pupuk organik dan pestisida nabati hasil fermentasi daun dlingu dan penggunaan
tanaman tahunan pada daerah jalan dan pematang sawah (agroforestry) meskipun
masih terdapat beberapa masalah yaitu masih sedikit menggunakan bahan kimia
pada lahan semi organik dan terdapat dominasi serangga hama walang sangit
pada daerah pertanaman. Hal ini karena rendahnya keragaman hayati terutama
musuh alami untuk menekan jumlah populasi hama yang disebabkan oleh sistem
pertanaman monokultur.
Pada tanah, ditinjau dari beberapa komponen pengamatan yakni berat
jenis, berat isi tanah, dan pH tanah di desa Sumberngepoh kecamatan Lawang
termasuk jenis tanah yang berkategori sehat. Berat jenis yang tinggi diakibatkan
karena pengelolaan tanah dilakukan dengan penggenangan secara terus-menerus.
5.2 Saran Terhadap Keberlanjutan Agroekosistem
Konsep pertanian berkelanjutan berorientasi pada tiga dimensi
keberlanjutan, yaitu: keberlanjutan usaha ekonomi, keberlanjutan kehidupan
sosial manusia, dan keberlanjutan ekologi alam..
Dimensi ekonomi berkaitan dengan konsep maksimalisasi aliran
pendapatan yang dapat diperoleh dengan setidaknya mempertahankan asset
produktif yang menjadi basis dalam memperoleh pendapatan tersebut. Indicator
utama dimensi ekonomi ini ialah tingkat efisiensi dan daya saing, besaran dan
pertumbuhan nilai tambah dan stabilitas ekonomi. Dimensi ekonomi menekankan
aspek pemenuhan nebutuhan ekonomi manusia baik untuk generasi sekarang
ataupun mendatang.
Dimensi sosial adalah orientasi kerakyatan, berkaitan dengan kebutuhan
akan kesejahteraan sosial yang dicerminkan oleh kehidupan sosial yang harmonis
(termasuk tercegahnya konflik sosial).
Dimensi lingkungan alam menekankan kebutuhan akan stabilitas
ekosistem alam yang mencakup sistem kehidupan biologis dan materi alam.
Dalam hal ini terdapat beberapa kegiatan yang diharapkan dapat
menunjang dan memberikan kontribusi dalam keberlanjutan agroekosistem yaitu:
1. Pengendalian Hama Terpadu
Penggunaan insek, reptil atau binatang-binatang yang diseleksi untuk
mengendalikan hama atau dikenal musuh alami hama, seperti Tricogama sp.,
sebagai musuh alami dari parasit telur dan parasit larva hama tanaman,
menggunakan tanaman-tanaman penangkap hama, yang berfungsi sebagai
pemikat (atraktan), yang menjauhkan hama dari tanaman utama, menggunakan
drainase sebagai metode alami untuk menurunkan infeksi jamur, dalam upaya
menurunkan kebutuhan terhadap fungisida sintetis.
2. Sistem Rotasi tanama dan Tumpangsari
Sistem pengelolaan budidaya untuk memutus populasi pertumbuhan hama
setiap tahun, serta dapat menggunakan tanaman yang saling bersimbiosis pada
sistem tumpangsari. Selain itu, rotasi juga untuk memberikan waktu bagi
pematangan pupuk organik.
3. Penggunaan Pupuk Organik
Penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan lapisan olah permukaan
tanah, meningkatkan populasi jasad renik atau mikroorganisme tanah,
meningkatkan daya serap akar dan daya serap tanah terhadap air, memperbaiki
perembesan air, serta pertukaran udara dalam tanah, meningkatkan produksi
tanaman, menstabilkan pH tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation, kapasitas
buffer dan daya pegar air, dan dapat menyuburkan dan menggemburkan tanah.
4. Menjaga Kualitas Air
Yaitu dengan mengurangi tambahan senyawa kimia sintetis ke dalam lapisan
tanah bagian atas (top soil) yang dapat mencuci hingga muka air tanah (water
table), menggunakan jalur-jalur konservasi sepanjang tepi saluran air.
5.3 Saran Terhadap Praktikum
Semoga dalam penjelasan untuk pengerjaan laporan lebih diperjelas,
karena terjadi miss communication antar aspe
DAFTAR PUSTAKA
Bamualim, A. 2004. Strategi Pengembangan Peternakan pada Daerah Kering. Makalah Seminar Nasional Pengembangan Peternakan Berwawasan Lingkungan. IPB. Bogor
Channa,N.B., Bambaradeniya and Felix P.Amarasinghe. 2004. Biodiversity Associated With The Rice Field Agro – Ecosystem In Asian Countries : A Brief Review. Ghana, Pakistan, South Afrika, Srilanka, Thailand : IWMI.
Cyccu,M. 2000. Keanekaragaman hayati dan pengelolaan serangga hama dalam agroekosistem. Pengukuhan Guru besar. Universitas Sumatera Utara.
Hairiah, Kurniatun, dkk. 2004. Ketebalan Seresah sebagai Indikator Daerah Aliran Sungai (DAS) Sehat. FP-UB. Malang.
Hardjowigwno, Sarwono dkk.__. Morfologi dan Klasifikasi Tanah Sawah. Kadekoh, I. 2010. Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Kering Berkelanjutan Dengan Sistem Polikultur.
Muhammaf arifin. 2012. http://muhammadarifindrprof.blogspot.com/2011/01/59-potensi-dan-pemanfaatan-musuh-alami . diakses tanggal 28 Mei 2014.
Maryani,A. 2000. Potensi Lahan Kering Masam untuk Pengembangan Pertanian. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol 28 (2): 16-17. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Nugraheni Endang, Pangaribuan Nurmala. 2007. Pengelolaan lahan pertanian gambut secara berkelanjutan. Universitas Terbuka, Tangerang Selatan, Universitas Pajajaran, Bandung
Ishak Manti. 2012. http://ishakmanti.blogspot.com/2012/04/orasi-pengukuhan-profesor-riset-bidang_14.html. Diakses tanggal 28 Mei 2014.Southwood, T.R.E. & M.J. Way. 1970. Ecological background to pest management. Dalam Concepts of Pest Management, pp.7-13. R.L. Rabb & F.E. Guthrie, eds. North Carolina State University, Raleigh
Reijntjes, Coen, Bertus Haverkort,Ann Waters-Bayer. 1992. Pertanian Masa Depan. Kanisius. Yogyakarta.
Stehr, F.W. 1982. Parasitoids and predators in pest management. In: R.L. Metcalf and W.H. Luckmann (Eds.). Introduction to Insect Management. John Wiley and Sons, New York. pp. 135-173.
Untung, K., 1993. Konsep Pengendalian Hama terpadu. Andi ofset. Yogyakarta. 150 h
Untung, K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu (Edisi Kedua). Yogayakarta : Gadjah Mada University Pres.
LAMPIRAN
Lampiran Cara Kerja
Lapang
Aspek HPT
Mempersiapkan alat dan bahan
Untuk sweep net
Melakukan penangkapan dengan sweep net
dengan 1 kali ayunan
Kemudian diambil serangga yang
terperangkap pada sweep net
Dan dilakukan pembiusan atau pengawetan
dengan menggunakan alcohol 70 %
Dan dilakukan pengamatan pada setiap
serangga yang di dapat
Dilakukan pengklasifikasian tiap serangga
Hasil
Untuk pan trap
Menancapkan 2 batang kayu untuk
tumpangan pan trap
Memaasang pan trap pada 2 kayu
tersebut
Pan trap di isi dengan air dengan
campuran detergen
Dan di tinggalkan selama 24 jam
Setelah 24 jam dilakukann pengamatan
pada serangga yang terjebak
Dilakukan pengklasifikasian tiap
serangga
Hasil
Aspek BP
Persiapkan alat dan bahan
Lakukan wawancara pada petani dengan mengacu pada kuisioner
Rekam dan catat hasil wawancara
Dokumentasikan lahan petani
Hasil
Aspek Tanah
Persiapan alat dan bahan
Fisika
Mengambil sampel tanah
Analisis di Lab
Biologi
Membuat plot
pengamatan
Menghitung cacing dan
ketebalan seresah
mengambil seresah
dan kascing
Disimpan dalam plastik
dan diberi label
Pengamatan Lab
Kimia
Mengambil
sampel tanah di
empat titik dalam
satu satuan lahan
Disimpan dalam
plastik dan diberi
label
Analisis di Lab
2. Laboratorium
o Aspek Tanah
Pengujian Fisika Tanah
● BI dan BJ
Ambil sampel tanah
Taruh dalam mangkok
Timbang Berat basah sampel
Oven bahan dalam pemanas 110oC selama 24 jam
Berat Kering didapat, hitung Kadar air
Hitung Berat Isi
Ambil 20 gram sampel dari oven taruh dalam labu
Hitung berat :
Labu
Labu + Sampel
Tambah dengan air 100 ml
Hitung berat Labu + Sampel + Air
Hitung Berat Jenis
Hitung % Porositas
Pengujian Kimia Tanah
f. PH
Timbang 10gr komposit kasar
Masukkan kedalam fial film
Tambahkan Aquades 10 ml
Dikocok selama 1 jam
g. C-organik
Timbang komposit halus 0,5gr
Masukkan kedalam tabung erlenmeyer
Tambahkan 10 ml K2Cr2O7
Tambahkan H2SO4
Diamkan 30 menit (di ruang asam)
Tambahkan aquades 200ml
Tambahkan H3PO4 85% 10ml
Indikator difenilamina 30 tetes
Pengujian Biologi Tanah
h. Seresah
Timbang seresah
Bungkus dengan kertas
Masuukan kedalam oven
Oven selama 3 hari
Timbang kembali sersah kering dan catat
i. Understorey
Timbang understorey
Bungkus dengan kertas
Masukkan kedalam oven
Oven selama 3 hari
Timbang berat kering understorey
Catat hasil
j. Kascing
Timbang kascing
Masukkan pada kertas
Oven selama 24 jam
Timmbang berat kering kascing
Catat hasil