MINI CEX
ODS GLAUKOMA SEKUNDER SUDUT TERTUTUP
ODS AFAKIA
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Penyakit Mata
Disusun Oleh :
Eny Rizqiani
012106147
Pembimbing :
dr. Djoko Heru Santosa SpM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2015
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Eny Rizqiani
NIM : 01.210.6147
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Islam Sultan Agung
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian : Ilmu Kesehatan Mata
Judul Laporan Kasus : ODS Glaukoma sekunder sudut tertutup + ODS afakia
Pembimbing : dr. Djoko Heru, Sp.M
Kudus, Mei 2015
Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUD KUDUS
dr. Djoko Heru S, Sp.M
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. L
Umur : 61 tahun
Alamat : Tumpang, Krasak 01/03 Jati, Kudus
Pekerjaan : -
Status Menikah : Menikah
Tanggal masuk poli : 13 Mei 2015
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Cekot-cekot pada kedua mata
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli Mata RSUD Kudus dengan keluhan cekot-cekot pada
kesua mata, keluhan ini dirasakan sudah ± 1 tahun yang lalu. Keluhan ini sudah
diobati dengan tetes mata tetapi tidak sembuh dan lama kelamaan pandangan semakin
kabur. Kedua mata dirasakan cekot-cekot yang semakin berat. Pasien hanya dapat
melihat samar berkas cahaya. Pasien mengaku kedua matanya dilakukan operasi
katarak ± 13tahun yang lalu dan mata kirinya terkena pintu mobil ±1 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit kencing manis disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat adanya trauma pada mata kiri (+)
Riwayat operasi katarak ± 13 tahun yang lalu pada kedua mata
Riwayat mengkonsumsi obat-obatan steroid dalam waktu lama disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat darah tinggi disangkal
Riwayat diabetes melitus disangkal
Keluarga ada yang menderita penyakit yang sama disangkal.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Umum
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Baik
Status gizi : Cukup
Vital Sign
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : tidak dilakukan
Status Ophtalmicus
OD PEMERIKSAAN OS
1/~ Visus 1/~
Gerak bola mata normal, enoftalmus (-)
Bulbus okuli Gerak bola mata normal, enoftalmus (-)
eksoftalmus (-)strabismus (-)
eksoftalmus (-)strabismus (-)
Edema (-),
hiperemis (-),
nyeri tekan (-)
Palpebra
Edema (-),
hiperemis(-),
nyeri tekan (-)
Edema (-),
injeksi konjungtiva (-),
injeksi siliar (-), bangunan
patologis (-), infiltrat (-)
Konjungtiva
Edema (-),
injeksi konjungtiva (-), injeksi
siliar (-), bangunan patologis
(-), infiltrat (-)
Warna putih dan
tidak ikterik
Sklera Warna putih dan
tidak ikterik
Bulat, edema (-),
infiltrat (-), sikatriks (-)
Kornea Bulat, edema (-),
infiltrat (-), sikatriks (-)
Jernih, dangkal, hipopion (-),
hifema (-)
Camera Oculi
Anterior
(COA)
Jernih, dangkal, hipopion (-),
hifema (-)
Kripta (+),
warna coklat, edema (-),
sinekia anterior (+), atrofi (-),
Iris
Kripta (+),
warna coklat, edema (-),
sinekia anterior (+), atrofi (-),
Bulat,
diameter: ± 5mm,
Refleks PupilL/TL-/-
Pupil
Bulat,
diameter: ± 2mm,
Refleks pupil L/TL -/-
- Lensa -
Jernih Corpus Vitreum Jernih
+ cemerlang Fundus reflek + cemerlang
Papil saraf optic hiperemis dan Retina Papil saraf optik hiperemis dan
edema, CDR 0,7 Ekskavasio
glaukomatosa (-)
medialisasi (-) , AVR 2:3
edema, CDR 0,9 Ekskavasio
glaukomatosa (-)
medialisasi (-) , AVR 2:3
9 TIO 14
Epifora (-),lakrimasi (-) Sistem Lakrimasi Epifora (-),lakrimasi (-)
Gambar
D. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Darah Lengkap
b. Pemeriksaan GDS
Pemeriksaan Gonioskopi
E. DIAGNOSA DIFFERENSIAL
1. ODS Glaukoma Sekunder Sudut Tertutup
2. ODS Glaukoma Sekunder Sudut Terbuka
3. ODS Glaukoma akibat Diabetes Melitus
4. ODS Afakia
F. DIAGNOSA KERJA
ODS Glaukoma Sekunder Sudut Tertutup
ODS Afakia
Visus 1/~Visus 1/~
G. TERAPI
a. Terapi medikamentosa
Topical
Timolol 0,5% 2x1 tetes sehari ODS
Oral
Asetazolamid (Glaucon) 2x1
Operatif
Usulan dilakukan iridektomi ODS
H. PROGNOSIS
OCULUS DEXTER (OD) OCULUS SINISTER (OS)
Quo Ad Visam : ad malam ad malam
Quo Ad Sanam : ad malam ad malam
Quo Ad Functionam : ad malam ad malam
Quo Ad Kosmetikam : dubia ad bonam dubia ad bonam
I. EDUKASI
a. Pasien datang kembali untuk kontrol dikarenakan pada kedua mata bisa terjadi
glaukoma yang lebih berat dan juga kita bisa mencegah komplikasi lebih lanjut.
b. Menjelaskan kepada pasien bahwa pengobatan yang dilakukan hanya semata-
mata untuk mengurangi keluhan.
c. Menjelaskan untuk meminum obat serta memakai tetes mata sesuai yang
disarankan oleh dokter.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. AQUOUS HUMOR
Aquous humor diproduksi dengan kecepatan 2-3 μL/menit dan mengisi bilik anterior
sebanyak 250 μL serta bilik posterior sebanyak 60 μL (Solomon, 2002). Aquous humor
berfungsi memberikan nutrisi (berupa glukosa dan asam amino) kepada jaringan-jaringan
mata di segmen anterior, seperti lensa, kornea dan trabecular meshwork. Selain itu, zat sisa
metabolisme (seperti asam piruvat dan asam laktat) juga dibuang dari jaringan-jaringan
tersebut. Fungsi yang tidak kalah penting adalah menjaga kestabilan tekanan intraokuli, yang
penting untuk menjaga integritas struktur mata. Aquous humor juga menjadi media transmisi
cahaya ke jaras penglihatan (Cibis et al, 2007-2008).
Tabel 1.1 Perbandingan Komposisi Aquous Humor, Plasma dan Vitreous Humor
Komponen
(mmol/Kg
H2O)
PlasmaAqueous
Humor
Vitreous
Humor
Na 146 163 144
Cl 109 134 114
HCO3 28 20 20-30
Askorbat 0,04 1,06 2,21
Glukosa 6 3 3,4
Produksi aquous humor melibatkan beberapa proses, yaitu transport aktif, ultrafiltrasi
dan difusi sederhana. Transport aktif di sel epitel yang tidak berpigmen memegang peranan
penting dalam produksi aquous humor dan melibatkan Na+/K+-ATPase. Proses ultrafiltrasi
adalah proses perpindahan air dan zat larut air ke dalam membran sel akibat perbedaan
tekanan osmotik. Proses ini berkaitan dengan pembentukan gradien tekanan di prosesus
siliaris. Sedangkan proses difusi adalah proses yang menyebabkan pertukaran ion melewati
membran melalui perbedaan gradien elektron (Simmons et al, 2007-2008).
Sistem pengaliran aqueous humor terdiri dari dua jenis sistem pengaliran utama, yaitu
aliran konvensional/ trabecular outflow dan aliran nonkonvensional/uveoscleral outflow.
Trabecular outflow merupakan aliran utama dari aqueous humor, sekitar 90% dari total.
Aquous humor mengalir dari bilik anterior ke kanalis Schlemm di trabecular meshwork dan
menuju ke vena episklera, yang selanjutnya bermuara pada sinus kavernosus. Sistem
pengaliran ini memerlukan perbedaan tekanan, terutama di jaringan trabekular (Solomon,
2002). Uveoscleral outflow, merupakan sistem pengaliran utama yang kedua, sekitar 5-10%
dari total. Aquous humor mengalir dari bilik anterior ke muskulus siliaris dan rongga
suprakoroidal lalu ke vena-vena di korpus siliaris, koroid dan sklera. Sistem aliran ini relatif
tidak bergantung kepada perbedaan tekanan (Solomon, 2002).
Gambar 2.2 Trabecular Outflow (kiri) dan Uveosceral Outflow (kanan).Sumber : Goel et al, 2010.
Tekanan Intraokuli
Tekanan intraokuli merupakan kesatuan biologis yang menunjukkan fluktuasi harian.
Tekanan yang tepat adalah syarat untuk kelangsungan penglihatan yang normal yang
menjamin kebeningan media mata dan jarak yang konstan antara kornea dengan lensa dan
lensa dengan retina. Homeostasis tekanan intraokular terpelihara oleh mekanisme regulasi
setempat atau sentral yang berlangsung dengan sendirinya (Hollwich, 1992).
Tekanan mata yang normal berkisar antara 10-22 mmHg (Simmons et al, 2007-2008).
Tekanan intraokuli kedua mata biasanya sama dan menunjukkan variasi diurnal (Hollwich,
1992). Pada malam hari, karena perubahan posisi dari berdiri menjadi berbaring, terjadi
peningkatan resistensi vena episklera sehingga tekanan intraokuli meningkat. Kemudian
kondisi ini kembali normal pada siang hari sehingga tekanan intraokuli kembali turun (Doshi
et al, 2010). Variasi nomal antara 2-6 mmHg dan mencapai tekanan tertinggi saat pagi hari,
sekitar pukul 5-6 pagi (Simmons et al, 2007-2008).
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tekanan intraokuli, antara lain
keseimbangan dinamis produksi dan ekskresi aqueous humor, resistensi permeabilitas
kapiler, keseimbangan tekanan osmotik, posisi tubuh (Solomon, 2002), irama sirkadian
tubuh, denyut jantung, frekuensi pernafasan, jumlah asupan air, dan obat-obatan (Simmons et
al, 2007-2008).
II.2. GLAUKOMA
II.2.1. Definisi
Glaukoma adalah sekelompok penyakit mata yang secara bertahap mengakibatkan
penurunan visus tanpa adanya tanda-tanda terlebih dahulu. Pada tahap awal dari penyakit ini,
mungkin tanpa gejala. Glaukoma disebabkan oleh sejumlah penyakit mata yang berbeda,
dalam banyak kasus menyebabkan peningkatan tekanan bola mata. Meningkatnya tekanan
bola mata ini disebabkan oleh cadangan humor aqueous mata yang tidak dapat dialirkan
secara sempurna. Seiring waktu, hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada nervus optikus.
II.2.2. Patofisiologi
Peningkatan tekanan di dalam mata (intraocular pressure) adalah salah satu penyebab
terjadinya kerusakan saraf mata (nervus opticus) dan menunjukkan adanya gangguan dengan
cairan di dalam mata yang terlalu berlebih. Ini bisa disebabkan oleh mata yang memproduksi
cairan terlalu berlebih, cairan tidak mengalir sebagaimana mestinya melalui fasilitas yang ada
untuk keluar dari mata (jaringan trabecular meshwork) atau sudut yang terbentuk antara
kornea dan iris dangkal atau tertutup sehingga menyumbat/ memblok pengaliran daripada
cairan mata.
Sebagian orang yang menderita glaukoma namun masih memiliki tekanan di dalam
bola matanya normal, penyebab dari tipe glaucoma semacam ini diperkirakan adanya
hubungan dengan kekurangan sirkulasi darah di daerah syaraf/nervus opticus mata. Meski
glaukoma lebih sering terjadi seiring dengan bertambahnya usia, glaukoma dapat terjadi pada
usia berapa saja.
II.2.3. Faktor Risiko
Jika seseorang memiliki tekanan intraokular lebih tinggi dari yang seharusnya, akan
meningkatkan risiko terjadinya glaukoma. Tekanan Intraokular (IOP) adalah tingkat tekanan
cairan di dalam mata. Tekanan intraokular yang normal berkisar antara 12-21mmHg,
meskipun demikian orang dengan tekanan intraokular yang rendah juga dapat menderita
glaukoma, sebaliknya orang dengan tekanan intraokular yang tinggi dapat hidup dangan mata
yang sehat. Beberapa faktor lain yang meningkatkan risiko terjadinya glaucoma :
1. Usia. Usia merupakan faktor risiko terbesar dalam perkembangan munculnya
glaukoma. Setiap orang dengan usia di atas 60 th sangat beresiko untuk menderita
glaukoma, dimana pada usia ini resiko akan meningkat hingga 6 kali lipat.
2. Ras. Pada ras tertentu, seperti pada orang-orang berkulit hitam resiko terjadinya
glaukoma meningkat sangat segnifikan dibandingkan dengan ras yang lain. Alasan
perbedaan ini belum dapat dijelaskan. Pada orang-orang asia cenderung untuk
menderita glaukoma sudut tertutup, sedangkan pada orang ras yang lain justru
beresiko untuk terjadi glaukoma meskipun tekanan intraokuler rendah.
3. Riwayat Keluarga dengan Glaukoma. Jika seseorang memiliki riwayat keluarga
dengan glaukoma, akan berpotensi untuk menderita glaukoma, riwayat keluarga
meningkatkan resiko 4 hingga 9 kali lipat.
4. Kondisi medis. Diabetes meningkatkan resiko glaukoma, selain itu riwayat darah
tinggi atau penyakit jantung juga berperan dalam meningkatkan resiko. Faktor risiko
lainnya termasuk retinal detasemen, tumor mata dan radang pada seperti uveitis kronis
dan iritis. Beberapa jenis operasi mata juga dapat memicu glaukoma sekunder.
5. Cedera fisik. Trauma yang parah, seperti menjadi pukulan pada mata, dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan mata. Selain itu cedera juga dapat menyebabkan
terlepasnya lensa, tertutupnya sudut drainase. Selain itu dapat juga menyebabkan
glaukoma sekunder sudut terbuka. Glaukoma jenis ini dapat terjadi segera setelah
terjadinya trauma atau satu tahun kemudian. Cedera tumpul seperti mata memar atau
cedera tumbus pada mata dapat merusak sistem drainase mata, kerusakan pada sistem
drainase ini yang seringkali memicu terjadinya glaukoma. Cedera paling umum yang
menyebabkan trauma pada mata adalah aktivitas yang berhubungan dengan olahraga
seperti baseball atau tinju.
6. Penggunaan Kortikosteroid Jangka Panjang. Resiko terjadinya glaukoma
meningkat pada penggunaan kortikosteroid dalam periode waktu yang lama.
7. Kelainan pada Mata, Kelainan struktural mata dapat menjadi penyebab terjadinya
glaukoma sekunder, sebagai contoh, pigmentary glaukoma. Pigmentary glaukoma
adalah glaukoma sekunder yang disebabkan oleh pigmen granule yang di lepaskan
dari bagian belakang iris, granule-granule ini dapat memblokir trabecular meshwork.
II.2.4. KLASIFIKASI
Dua jenis Glaucoma yang umum adalah Prymary Open Angle Glaucoma atau
Glaukoma sudut terbuka dan Acute Angle Closure Glaucoma atau Glaukoma sudut tertutup.
Pada umumnya, orang suku Afrika dan Asia lebih tinggi risikonya untuk menderita
Glaucoma dan kehilangan penglihatannya daripada orang kulit putih dan Glaucoma adalah
salah satu penyebab utama kebutaan di Asia.
Tabel 1. Klasifikasi glaucoma berdasarkan etiologi.
A. Glaukoma Primer
1. Glaucoma sudut terbuka
a. Glaucoma sudut terbuka primer (glaukoma sudut terbuka kronik, glaukoma
sederhana kronik)
b. Glaucoma tekanan normal (galukoma tekanan rendah)
2. Glaucoma sudut tertutup
a. Akut
b. Subakut
c. Kronik
d. Iris plateu
B. Glaukoma Kongenital
1. Glaucoma kongenital primer
2. Glaucoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan mata lain
a. Sindrom pembelahan kamera anterior
Sindrom Axenfeld
Sindrom Rieger
Anomal Peter
b. Aniridia
3. Glaucoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan ekstraokular
a. Sindrom Sturge-Weber
b. Sindrom Marfan
c. Neurofibromatosis
d. Sindrom Lowe
e. Rubella Kongenital
C. Glaukoma Sekunder
1. Glaucoma pigmentasi
2. Sindrom eksfoliasi
3. Akibat kelainan lensa (fakogenik)
a. Dislokasi
b. Intumesensi
c. Fakolitik
4. Akibat kelainan traktus uvea
a. Uveitis
b. Sinekia posterior (seklusio pupilae)
c. Tumor
5. Sindrom iridokorneo endotel (ICE)
6. Trauma
a. Hifema
b. Kontusio/resesi sudut
c. Sinekia anterior perifer
7. Pascaoperasi
a. Glaukoma sumbatan siliaris (glaukoma maligna)
b. Sinekia anterior perifer
c. Pertumbuhan epitel ke bawah
d. Pasca bedah tandur kornea
e. Pasca bedah pelepasan retina
8. Galucoma neovaskular
a. Diabetes mellitus
b. Sumbatan vena retina sentralis
c. Tumor intraokular
9. Peningkatan tekanan vena episklera
a. Fistula karotis-kavernosa
b. Sindrom Sturge-Weber
10. Akibat steroid
D. Glaukoma Absolut : Hasil akhir semua glaukoma yang tidak terkontrol adalah
mata yang keras, tidak dapat melihat, sering nyeri.
Tabel 2. Klasifikasi glaukoma berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular
A. Glaukoma sudut terbuka
1. Membran pratabekular : Semua kelainan ini dapat berkembang menjadi
glaucoma sudut tertutup akibat kontraksi membrane pratabekular.
a. Glaucoma neovaskular
b. Pertumbuhan epitel ke bawah
c. Sindrom ICE
2. Kelainan trabekular
a. Glaucoma sudut terbuka primer
b. Glaucoma kongenital
c. Glaucoma pigmentasi
d. Sindrom eksfoliasi
e. Glaucoma akibat steroid
f. Hifema
g. Kontusio atau resesi sudut
h. Iridosiklitis (uveitis)
i. Glaucoma fakolitik
3. Kelainan pascatrabekular
a. Peningkatan tekanan vena episklera
B. Glaukoma sudut tertutup
1. Sumbatan pupil (iris bombe)
a. Glaucoma sudut tertutup primer
b. Seklusio pupilae (sineksia posterior)
c. Intumesensi lensa
d. Dislokasi lensa anterior
e. Hifema
2. Pergeseran lensa ke anterior
a. Glaucoma sumbatan siliaris
b. Sumbatan vena retina sentralis
c. Skleritis posterior
d. Pascabedah pelepasan retina
3. Pendesakan sudut
a. Iris plateau
b. Intumesensi lensa
c. Midriasis untuk pemeriksaan fundus
4. Sinekia anterior perifer
a. Penyempitan sudut kronik
b. Akibat kamera anterior yang datar
c. Akibat iris bombe
d. Kontraksi membran pratrabekular
II.2.4.1. Open Angle Glaucoma (Glaukoma sudut terbuka)
Tipe ini merupakan yang paling umum/sering pada glaukoma dan terutama terjadi
pada orang lanjut usia (diatas 50 tahun). Penyebabnya adalah peningkatan tekanan di dalam
bola mata yang terjadi secara perlahan-lahan.
Tekanan bola mata yang meningkat dapat membahayakan dan menghancurkan sel-sel
saraf/nervus opticus di mata. Begitu terjadinya kehancuran sejumlah sel-sel tersebut, suatu
keadaan bintik buta (blind spot) mulai terbentuk dalam suatu lapang pandangan. Bintik buta
ini biasanya dimulai dari daerah samping/tepi (perifer) atau daerah yang lebih luar dari satu
lapang pandangan. Pada tahap lebih lanjut, daerah yang lebih tengah/pusat akan juga
terpengaruh. Sekali kehilangan penglihatan terjadi, keadaan ini tidak dapat kembali normal
lagi (ireversibel).
Tidak ada gejala-gejala yang nyata/berhubungan dengan glaukoma sudut terbuka,
karenanya sering tidak terdiagnosis. Para penderita tidak merasakan adanya nyeri dan sering
tidak menyadari bahwa penglihatannya berangsur-angsur makin memburuk sampai
tahap/stadium lanjut dari penyakitnya. Terapi sangat dibutuhkan untuk mencegah
berkembangnya penyakit glaukoma ini dan untuk mencegah pengrusakan lebih lanjut dari
penglihatan.
II.2.4.1.1. Primary Open Angle Glaucoma
a. Batasan
Glaukoma yang terjadi karena hambatan pembuangan aquous humor akibat kondisi
primer berupa kelainan pada saluran pembuangan dengan sudut terbuka.
b. Patofisiologi
Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka primer adalah proses
degeneratif di jalinan trabekular, termasuk pengendapan bahan ekstrasel di dalam jalinan dan
dibawah lapisan endotel kanalis schelmm. Akibatnya adalah penurunan drainase humor
akueus yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Peningkatan tekanan intraokular
mendahului kelainan diskus optikus dan lapangan pandang.
c. Diagnosis
Pada anamnesis didapatkan riwayat bayangan gelap pada lapang pandang atau
keaktifan sehari – hari mulai terganggu sehingga harus berjalan dengan lebih perlahan –
lahan. Pada pemeriksaan didapatkan visus sentral baik (kecuali stadium lanjut), tidak ada
hyperemia konjungtiva dan siliar, kornea jernih, bilik mata depan dalam, pupil normal,
funduskopi : gaung papil (+) → dinyatakan dalam perbandingan antara diameter gaung
(cupping) dan diameter papil (disk) → C/D ratio > 0,4, tonometri : TIO > 21 mmHg , lapang
pandang : jika dini : scotoma daerah superior, jika lanjut : scotoma luas, lapang pandang
sempit, dan gonioskopi : sudut bilik mata depan terbuka
II.2.4.1.2. Pigmentary Glaucoma
Pigmentary glaucoma adalah suatu bentuk yang diturunkan dari bentuk glaucoma
sudut terbuka yang mana kejadiannya lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita. Orang
yang dengan miop (berkaca mata minus) biasanya yang lebih sering terkena. Bentuk anatomi
dari mata merupakan faktor kunci untuk berkembangnya bentuk ini. Pigmentary glaucoma
adalah glaukoma sekunder yang disebabkan oleh pigmen granule yang di lepaskan dari
bagian belakang iris, granule-granule ini dapat memblokir trabecular meshwork
II.2.4.1.3. Normal Tension Glaucoma (Glaukoma bertekanan normal)
Glaucoma bertekanan normal adalah suatu keadaan dimana terjadi kerusakan yang
progresif terhadap syaraf/nervus opticus dan terjadi kehilangan lapang pandangan meski
tekanan di dalam bola matanya tetap normal. Tipe glaukoma ini diperkirakan ada
hubungannya, meski kecil, dengan kurangnya sirkulasi darah di syaraf/nervus opticus, yang
mana mengakibatkan kematian dari sel-sel yang bertugas membawa impuls/rangsang
tersebut dari retina menuju ke otak. Sebagai tambahan, kerusakan yang terjadi karena
hubungannya dengan tekanan dalam bola mata juga bisa terjadi pada yang masih dalam batas
normal tinggi (high normal), jadi tekanan yang lebih rendah dari normal juga seringkali
dibutuhkan untuk mencegah hilangnya penglihatan yang lebih lanjut.
Sebelum diagnosis glaucoma tekanan rendah dapat ditegakkan, sejumlah entitas harus
disingkirkan:
1. Peningkatan tekanan intraokuler yang disebabkan oleh iridosiklitis, trauma, atau
terapi steroid topical.
2. Kelainan postural pada tekanan intraocular dengan peningkatan mencolik saat
pasien berbaring datar.
3. Peningkatan tekanan intraocular intermitten seperti pada penutupan sudut subakut.
4. Variasi diurnal yang besar pada tekanan intraocular dengan peningkatan mencolok,
biasanya pada pagi hari.
5. Penyebab kelainan diskus optikus dan lapang pandangan yang lain, termasuk
kelainan diskus kongenital dan atrofi didapat akibat tumor atau penyakit vascular.
II.2.4.2. Angle Closure Glaucoma (Glaukoma sudut tertutup)
Glaukoma sudut tertutup paling sering terjadi pada orang keturunan Asia dan orang-
orang yang penglihatan jauhnya buruk, juga ada kecenderungan untuk penyakit ini
diturunkan di dalam keluarga, jadi bisa saja di dalam satu keluarga anggotanya menderita
penyakit ini. Pada orang dengan kecenderungan untuk menderita glaucoma sudut tertutup ini,
sudutnya lebih dangkal dari rata-rata biasanya. Karena letak dari jaringan trabekular
meshwork itu terletak di sudut yang terbentuk dimana kornea dan iris bertemu, makin
dangkal sudut maka makin dekat pula iris terhadap jaringan trabecular meshwork.
Kemampuan dari cairan mata untuk mengalir/melewati ruang antara iris dan lensa
menjadi berkurang, menyebabkan tekanan karena cairan ini terbentuk di belakang iris,
selanjutnya menjadikan sudut semakin dangkal. Jika tekanan menjadi lebih tinggi membuat
iris menghalangi jaringan trabecular meshwork, maka akan memblok aliran. Keadaan ini bisa
terjadi akut atau kronis. Pada yang akut, terjadi peningkatan yang tiba-tiba tekanan dalam
bola mata dan ini dapat terjadi dalam beberapa jam serta disertai nyeri yang sangat pada
mata. Mata menjadi merah, kornea membengkak dan kusam, pandangan kabur, dsb. Keadaan
ini merupakan suatu keadaan yang perlu penanganan segera karena kerusakan terhadap syaraf
opticus dapat terjadi dengan cepat dan menyebabkan kerusakan penglihatan yang menetap.
Tidak semua penderita dengan glaucoma sudut tertutup akan mengalami gejala
serangan akut. Bahkan, sebagian dapat berkembang menjadi bentuk yang kronis. Pada
keadaan ini, iris secara bertahap akan menutup aliran, sehingga tidak ada gejala yang nyata.
Jika ini terjadi, maka akan terbentuk jaringan parut diantara iris dan aliran, dan tekanan dalam
bola mata tidak meningkat sampai terdapat jumlah jaringan parut yang banyak. Serangan akut
bisa dicegah dengan memberikan pengobatan.
II.2.4.2.1. Glaukoma Sudut Tertutup Primer Akut
a. Batasan
Glaukoma yang terjadi karena sudut tertutup secara akut akibat blok pupil karena
kondisi primer berupa BMD dangkal.
b. Patofisiologi
Predisposisi → usia meningkat → cetusan berupa kelelahan, menderita sakit (ex: flu),
cedera atau pembedahan, perubahan cuaca, konsentrasi visus jarak dekat → blok pupil →
sudut tertutup → TIO meningkat → gangguan integritas struktur dan fungsi segmen anterior.
c. Tanda Dan Gejala
Keluhan terjadi karena peningkatan tekanan intraokular yang mendadak dan sangat
tinggi antara lain : nyeri periokular, penglihatan sangat menurun, melihat warna pelangi
sekitar cahaya, mual, muntah. Tanda-tanda dari glaukoma sudut tertutup primer akut antara
lain : hiperemi konjungtiva dan limbal, edema kornea, bilik mata depan dangkal disertai flare
dan cells, tekanan intraokular sangat tinggi, papil saraf optik hiperemia, sudut bilik mata
depan tertutup, pupil berdilatasi sedang.
d. Diagnosis
Hiperemi limbal dan konjungtiva, edema kornea, bilik mata depan dangkal dengan
flare dan cells, iris bombans tanpa adanya rubeosis iridis, pupil dilatasi bulat lonjong vertikal
refleks negatif, lensa posisi normal tidak katarak, tekanan intraokular sangat tinggi, sudut
bilik mata depan tertutup.
. Hiperemi limbal dan konjungtiva disertai pendangkalan bilik mata depan pada penderita
glaucoma akut sudut tertutup
e. Diagnosis Banding
Iritis akut menimbulkan fotofobia lebih besar daripada glaukoma primer akut, tekanan
intraokular biasanya tidak meningkat, pupil kontriksi, dan kornea biasanya tidak edematosa.
Dikamera anterior tampak jelas sel-sel, dan terdapat injeksi siliaris dalam.
Pada konjungtivitis akut, nyerinya ringan atau tidak ada dan tidak terdapat gangguan
penglihatan. Terdapat tahi mata, injeksi konjungtiva hebat tapi tidak terdapat injeksi siliaris.
Respon pupil dan tekanan intraokular normal, dan kornea jernih. Keadaan pada glaukoma
akut primer perlu diagnosis banding juga dengan glaukoma sudut tertutup sekunder,
membedakannya dengan mencari penyebab sekundernya.
II.2.4.2.2. Glaukoma Sudut Tertutup Subakut
Seperti pada kasus akut, dengan faktor etiologi yang sama kecuali bahwa episode
peningkatan tekanan intraokular berlangsung singkat dan rekuren. Episode penutupan sudut
membaik secara spontan, tetapi terjadi akumulasi kerusakan pada sudut kamera anterior
berupa pembentukan sinekia anterior perifer. Kadang-kadang penutupan sudut menjadi akut.
Kunci untuk diagnosis terletak pada riwayat, nyeri unilateral berulang, kemerahan,
dan kekaburan penglihatan yang disertai hala disekitarnya, serangan sering terjadi malam
hari.
II.2.4.2.3. Glaukoma Sudut Tertutup Primer Kronik
a. Batasan
Sama dengan glaucoma sudut tertutup primer akut, kelainan mata yang terjadi akibat
glaucoma sudut tertutup primer akut yang berlangsung lama.
b. Patofisiologi
Terdapatnya sinekia anterior akibat dari glaukoma sudut tertutup primer akut yang
berlangsung lama menyebabkan tekanan intraokular tetap tinggi disertai kerusakan pada papil
saraf optik.
c. Gambaran Klinis
Atroti iris, fixed semidilated pupil, bilik mata depan dangkal, tekanan intraokular
tinggi, sudut bilik mata depan tertutup, dan papil saraf optik sudah mulai atrofi.
d. Diagnosis
Riwayat serangan glaucoma sudut tertutup primer akut beberapa waktu yang lalu
disertai gejala klinis di atas.
II.2.4.3. Secondary Glaucoma
Bentuk ini adalah sebagai hasil dari kelainan mata lainnya seperti trauma, katarak,
atau radang mata. Penggunaan obat-obat golongan steroid (kortison) juga mempunyai
kecenderungan untuk meningkatkan tekanan di dalam bola mata.
II.2.4.4. Congenital Glaucoma
Bentuk ini adalah bentuk yang jarang terjadi, yang disebabkan oleh system pengaliran
cairan mata yang abnormal. Ini bisa terjadi pada waktu lahir atau berkembang di kemudian
hari. Para orang tua bisa mengetahui jika anaknya menderita kelainan ini dengan cara
memperhatikan apakah anaknya sensitif terhadap cahaya, mata yang besar dan
berawan/kusam atau mata berair berlebihan. Biasanya diperlukan tindakan bedah untuk
menanganinya.
II.2.4.4.1. Glaukoma Kongenital Primer (Trabekulodisgenesis)
a. Batasan
Glaukoma bayi adalah suatu bentuk glaukoma perkembangan yang timbulnya pada
usia tahun pertama. Seperempatnya ditemukan saat lahir.
b. Patofisiologi
Glaukoma yang timbul karena terhentinya pertumbuhan struktur sudut pada saat janin
kira – kira berumur tujuh bulan. Iris hipoplasts dan menempel pada permukaan trabekula
didepan taji sclera yang pertumbuhannya tidak sempurna.
c. Diagnosis :
Anamnesis : epifora, mungkin fotofobia
Tonometer : TIO tinggi
Funduskopi : gaung papil (+)
Gonioskopi : bilik mata depan bertambah dalam, iris depan menempel pada trabekel
bukan ke badan siliar
Garis tengah kornea bertambah (> 11,5 mm), sembab epitel, membrane descement
robek, kekeruhan stroma kornea.
d. Diagnosis banding
Megalo kornea
Glaucoma sekunder
Kekeruhan kornea karena cedera
II.2.4.4.2. Glaukoma Kongenital Sekunder
Glaukoma yang terjadi pada bayi atau anak akibat kondisi sekunder yang terjadi pada
mata sehingga menyebabkan gangguan pada sudut BMD.
Kondisi sekunder terjadi :
- Retinopati
- Retinoblastoma
- Radang
Pada kasus ini tidak ada cara pengobatan yang standar karena kelainan yang
menyertainya juga banyak dan sangat bervariasi.
II.2.4.5. Glaukoma Absolut
Merupakan hasil akhir dari glaucoma yang tidak terkontrol , mata menjadi keras,
tajam penglihatan menjadi nol dan sering terasa nyeri.
II.2.5. Pemeriksaan Pada Glaukoma
Pemeriksaan mata secara rutin merupakan cara terbaik untuk mendeteksi terjadinya
glaukoma. Berikut merupakan jenis-jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan:
a. Tonometry : untuk mengukur tekanan intraokuler.
Ada beberapa macam tonometry:
- Tonometry indentasi (schiotz)
- Tonometry aplanasi (goldman)
- Tonometry non kontak
- Tonometry digital
Pemeriksaan menggunakan tonometry adalah pemeriksaan yang paling sering
dilakukan guna mendeteksi tekanan bola mata yang meningkat.
b. Gonioscopy : untuk memeriksa drainase sudut mata.
Dengan gonioskopi kita dapat menilai lebar dan sempitnya sudut bilik mata
depan, dilakukan dengan cara membius mata dengan obat-obat tetes anasthesi dan
menempatkan contact lens khusus yang tebal dengan kaca-kaca di dalamnya dan
diletakkan pada mata. Kaca-kaca tersebut memungkinkan dokter untuk melihat bagian
dalam mata dari arah-arah yang berlainan. Dari sinilah dapat kita tentukan apakah
sudut mata terbuka atau menyempit.
Gonioscopy juga dapat digunakan untuk melihat kelainan-kelainan pada
pembuluh darah yang memungkinkan untuk mengganggu aliran humor aqueous
keluar dari mata.
c. Ophthalmoscopy : untuk mengevaluasi semua kerusakan diskus optikus
Pemeriksaan menggunakan ophthalmoskop dilakukan guna memeriksa diskus
optikus pada belakang mata, kerusakan pada syaraf optic, disebut cupping of the disc
dapat terdeteksi dengan cara ini.
Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya (depresi
sentral)- cawan / cekungan fisiologik – yang ukurannya bervariasi bergantung pada
jumlah relative serat yang menyusun saraf optikus terhadap ukuran lubang sclera yang
harus dilewati oleh serat-serat tersebut. Pada mata hipermetropik, lubang sclera kecil
sehingga cekungan optic juga kecil. Pada mata myopic hal yang sebaliknya terjadi.
Atrofi optikus akibat glaucoma menimbulkan kelainan-kelainan diskus khas yang
terutama ditandai oleh berkurangnya substansi diskus – yang ditandai sebagai
pambesaran cekungan diskus optikus- disertai pemucatan diskus di daerah cekungan.
Bentuk-bentuk lain atrofi optikus menyebabkan pemucatan luas tanpa peningkatan
cekungan diskus optikus.
Pada glaucoma mula-mula terjadi pembesaran konsentrik cekunga optic yang
diikuti oleh pencekungan superior dan inferior yang disertai pentakikan fokal tepi
diskus optikus. Kedalaman cekungan optic juga meningkat sewaktu lamina cribosa
tergeser ke belakang. Seiring dengan pembentukan cekungan, pembuluh retina di
diskus tergeser kearah hidung. Hasil akhir pada pencekungan berupa cekungan bean-
pot (periuk) tempat tidak terlihat di bagian tepi.
Rasio cekungan-diskus adalah cara yang berguna untuk mencatat ukuran
diskus optikus pada pasien glaukoma. Besaran tersebut adalah perbandingan antara
ukuran cekungan terhadap garis tengah diskus , mis. Cekungan kecil adalah 0,1 dan
cekungan besar 0,9. Apabila terdapat peningkatan tekanan intraokular yang
signifikan, rasio cekungan-diskus yang lebih besar dari 0,5 atau adanya asimetri
bermakna antara kedua mata sangat mengisyaratkan adanya atrofi glaukomatosa.
Penilaian klinis diskus optikus dapat dilakukan dengan oftalmoskopi langsung
atau dengan pemeriksaan menggunakan lensa 70 dioptri, lensa Hruby atau lensa
kontak kornea khusus yang memberi gambaran tiga dimensi.
Bukti klinis lain adanya kerusakan neuron pada glaukoma adalah atrofi
lapisan serat saraf . Hal ini dapat terdeteksi (tanda Hoyt) dengan oftalmoskopi –
terutama apabila digunakan cahaya bebas merah- dan mendahului terbentuknya
perubahan-perubahan pada diskus optikus.
d. Perimetry : Uji lapang pandangan masing-masing mata.
Uji lapang pandangan sangat penting untuk mendeteksi glaukoma sudut terbuka
dan memantau penurunan visus. Setiap penderita yang diduga menderita glaucoma
harus diperiksa secara periodik dengan beberapa cara:
a. Tangen screen/ Bjerrum: digunakan untuk mendeteksi kelainan daerah sentral.
b. Perimeter goldman: untuk memeriksa lapang pandangan sentral dan perifer
c. Perimeter automatis
d. Tes konfrontasi: untuk memeriksa lapang pandangan perifer yang memiliki
arti bila ada glaukoma yang sudah lanjut.
e. Pechymetry : untuk menentukan ketebalan kornea.
II.2.6. Penatalaksanaan Konservatif
II.2.6.1. Supresi Pembentukan Humor Aqueous
Penghambat beta adrenergik adalah obat yang paling luas digunakan untuk terapi
glaukoma. Timolol 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan 0,5%. Kontraindikasi utama
adalah penyakit obstuksi jalan nafas.
Agonis adrenergik alfa 2 Epinefrin dan dipiverin mempunyai efek pada
pembentukan humor aqueous. Inhibitor karbonat anhidrase sistemik asetazolamid adalah
yang paling banyak digunakan atau juga dapat digunakan diamox 500 mg
II.2.6.2. Fasilitasi Aliran Keluar Humor Aqueous
Parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar yang bekerja pada jaringan
trabekular melalui kontraksi otot siliaris. Obat pilihan adalah pilokarpin 0,5–6% (sering 2%).
Semua obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai meredupnya penglihatan.
II.2.6.3. Menurunkan Volume Korpus Vitreum
Obat – obatan hiperosmotik menyebabkan darah hipertonik sehingga cairan tertarik
keluar dari korpus vitreum. Selain itu, juga terjadi penurunan produksi humor aqueous.
Gliserin oral 1 - 1,5 g cc/Kg BB dalam satu larutan dengan sari jeruk dalam volume yang
sama. Jika terdapat kontraindikasi dapat dipakai manitol 20 % 1 cc /Kg BB, 60 – 100 tetes
tiap menit IV.
II.2.6.4. Miotik, Midriatik dan Siklopegik
Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaucoma sudut tertutup
primer akut. Dilatasi pupil penting dalam pengobatan penutupan sudut pada iris bombe
karena sinekia posterior. Apabila penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa anterior,
Siklopegik dapat digunakan untuk melemaskan otot siliaris sehingga mengencangkan
apparatus zonularis dalam usaha untuk menarik lensa kebelakang.
II.2.7. TERAPI BEDAH dan LASER
II.2.7.1. Iridektomi Dan Iridotomi Perifer
Walaupun lebih mudah dilakukan, terapi laser memerlukan kornea yang relatif jernih
dan dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular yang cukup besar. Iridotomi perifer
secara bedah menghasilkan keberhasilan jangka panjang yang relatif baik.
II.2.7.2. Trabekuloplasti Laser
Penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar pada jalinan trabekular dan kanalis
schlemm, dengan tujuan melancarkan aliran humor aqueous. Teknik ini dapat diteapkan
untuk glaukoma sudut terbuka
II.2.7.3. Bedah Drainase Glaukoma
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal,
sehingga terbentuk akses langsung dari kamera anterior kejaringan subkonjungtiva atau orbita
, dapat dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang drainase
V.2.7.4. Siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat dipertimbangkan tindakan destruksi korpus
siliaris dengan laser atau bedah. Semua teknik siklodestruktif dapat menyebabkan ptisis
bulbi.
II.2. 8. Komplikasi
Glaukoma dapat menyebabkan hilang penglihatan sebagian atau seluruhnya dimana
terjadi Glaukoma Absolut. Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (sempit
atau terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan
gangguan fungsi lanjut. Kornea terlihat keruh, bilik mata depan dangkal, papil atrofi dengan
ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit.Apabila disertai nyeri
yang tidak tertahan, dapat dilakukan Cycloryco therapy untuk mengurangi nyeri. Seringkali
enukleasi merupakan tindakan yang paling efektif. Apabila tidak disertai nyeri, bola mata
dibiarkan.
II.2.9. Prognosis
Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan glaukoma, pada kebanyakan
kasus glaukoma dapat dikendalikan. Glaukoma dapat dirawat dengan obat tetes mata, tablet,
operasi laser atau operasi mata. Menurunkan tekanan pada mata dapat mencegah kerusakan
penglihatan lebih lanjut. Oleh karena itu semakin dini deteksi glaukoma maka akan semakin
besar tingkat kesuksesan pencegahan kerusakan mata.
LENSA
ANATOMI DAN FISIOLOGI LENSA
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan transparan. Tebal
sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris lensa digantung oleh zonula ( zonula
Zinnii) yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat
humor aquaeus dan disebelah posterior terdapat viterus.
Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang dapat dilewati air dan
elektrolit. Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras
daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus
diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi kurang elastik.
Lensa terdiri dari enam puluh lima persen air, 35% protein, dan sedikit sekali mineral yang
biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di
kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi
maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau pun saraf di lensa.
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat
zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, daya
refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya paralel atau terfokus ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula
berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis
diiringi oleh peningkatan daya biasnya.
Kerjasama fisiologik tersebut antara korpus siliaris, zonula, dan lensa untuk
memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan
usia. Selain itu juga terdapat fungsi refraksi, yang mana sebagai bagian optik bola mata untuk
memfokuskan sinar ke bintik kuning, lensa menyumbang +18.0- Dioptri.
METABOLISME LENSA NORMAL
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan kalium).
Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium di bagian anterior
lensa lebih tinggi di bandingkan posterior. Dan kadar natrium di bagian posterior lebih besar.
Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke aqueous humour, dari luar Ion Na masuk
secara difusi dan bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui
pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-
ATPase
Metabolisme lensa melalui glikolsis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur HMP shunt
menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk aktivitas
glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktse adalah enzim yang merubah
glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah.
AFAKIA
DEFINISI
Keadaan dimana lensa sudah dikeluarkan pada ekstraksi lensa, atau masa lensa sudah
habis diabsorbsi seperti pada sisi lensa atau ekstraksi lensa, atau ekstraksi linier.
GEJALA DAN TANDA
Iris tremulans : akibat tidaka danya lensa di dalam bilik mata belakang, maka iris
tida ada sandaran ke belakang sehingga terjadi iris tremulans dimana iris
bergoyang pada setiap pergerakan mata.
Hipermetropi : lensa yang tidak ada pada seorang emtropia akan memberikan
kelainan refraksi. Hipermetropi kira- kira 10 dioptri yang berarti dia memerlukan
lensa postif 10 untuk melihat jauh dan untuk melihat dekat adisi 3.00 dioptri
karena tidak ada akomodasi.
Bilik mata dalam
Pupil tampak lebih hitam
DAFTAR PUSTAKA
Faradila, N. 2009. Glaukoma dan Katarak Senilis. Pekanbaru : Faculty of Medicine
University of Riau. Available at http://www.Files-of-DrsMed.tk
Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010. 205-216
James, B., Chris C., Bron A. 2006. Lecture Notes : Oftamologi Edisi Kesembilan. Jakarta :
Penerbit Erlangga.
Khalilullah, S. A. 2010. Patologi dan Penatalaksanaan Pada Katarak Senilis. available at
www.emedicine.com/ last update 22 November 2010
Miranti, A., Arjo SM., 2002. Deteksi dini glaukoma, Medisinal, Vol. III, Jakarta.
Perhimpunan dokter spesialis mata Indonesia. 2002. Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum
dan mahasiswa kedokteran: edisi ke-2, Sagung Seto, Jakarta.
Setiohadji, B., 2006. Community Opthalmology., Cicendo Eye Hospital/Dept
of Ophthalmology Medical Faculty of,Padjadjaran University.
Suhardjo et. Al. 2007. Ilmu Kesehatan Mata, Bagian Ilmu Penyakit Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada.
Vaughan, D, Riordan-Eva P. Glaukoma. Dalam: Oftalmologi Umum Ed 14.Alih Bahasa:
Tambajong J, Pendit BU. General Ophthalmology.Jakarta: Widya Medika; 2010.
220-232.