LAPORAN KASUS
EPILEPSI BANGKITAN UMUM TIPE TONIK-KLONIK
Nama Pasien : Tn. A R
No. DM : 25 03 69
Umur : 24 Tahun
MRS : 25 September 2013
KRS : 08 Oktober 2013
I. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Kejang
b. Riwayat Penyakit Sekarang
± 5 jam SMRS pada saat akan makan siang tiba tiba pasien kejang ± 15 menit
sekitar jam 12.00 siang, pada saat pasien kejang tangan pasien mengepal
dan terguncang naik turun kaki pasien juga terguncang naik turun secara
bersamaan. Mata terbelalak, mulut tidak berbusa, lidah tidak tergigit, saat
kejang terjadi pasien terjatuh pada sisi tubuh sebelah kanan dengan bibir
dan kepala sisi kanan membentur batu, bibir luka sebesar 1 cm tepi tidak rata,
Kejang terjadi hingga 3 kali sekitar 15 menit, selama masa kejang pasien
tidak sadarkan diri.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat epilepsi sejak kecil (+) namun tidak terkontrol, Riwayat penyakit kusta
(+) meminum obat program(2006)
II. PEMERIKSAAN FISIK
a. Vital Sign
Kesadaran: compos mentis
TTV: TD: 110/70mmHg, N:88x/m, R: 20x/m, SB: 38°C
b. Status Interna
Kepala/Leher: Konjungtiva anemis (-/-); Sklera Ikterik (-/-); Pembesaran KGB
(ttm)
Thorax: Paru: Simetris, ikut gerak nafas,sonor, SN: vesikuler, Rho(-/-), Whe(-/-),
Abdomen: datar, supel, BU(+), nyeri tekan(-)
Ekstremitas: akral hangat, edema(-/-), atrofi(-). Genitalia: tidak dilakukan
c. Status Neurologis
Rangsang Meningeal: KK(-), L/K(tidak terbatas), Brudz I,II,III(-/-/-)
Saraf otak: Mata: pupil bulat, isokor θ ODS: 3mm,
RC(+/+)
GBM: baik ke segala arah
Wajah: Simetris, Lidah: letak tengah
Motorik: 5 5
5 5
Sensorik: dalam batas normal
Vegetatif: Ma/Mi(+/+), BAB/BAK(+/+)
Refleks fisiologis: BTR(+/+), KPR(+/+), APR(+/+)
Refleks patologis: Babinsky(-/-), Oppenheim(-/-), Schaeffer(-/-), Chaddock(-/-),
Gonda(-/-),Gordon(-/-)
III. DIAGNOSA SEMENTARA
Epilepsi dd Infeksi Intrakranial
IV. TERAPI SAAT MRS
IVFD D5% + fenitoin 3 ampul/8jam
Ceftriaxone 2x1 ampul (iv)
Paracetamol drip 3x1 Fl. (bila panas)
V. FOLLOW UP RUANGAN
Tgl Catatan Tindakan Keterangan
25-
30/09/2
013
Kesadaran: Compos Mentis
TD: 100-130/60-80mmHg, N:
61-88x/m, R: 18-29x/m, SB: 35,9-
36,7°C
Status Neurologis:
RM: KK(-), L/K(tidak terbatas), Brudz
I,II,III(-/-/-)
Saraf otak: Mata: pupil bulat, isokor θ
ODS: 3mm, RC (+/+), GBM:baik ke
segala arah
Wajah: simetris Lidah:letak tengah
Motorik: Kekuatan otot 5 5
5 5
Sensorik : dalam batas normal
Ref. Fisiologis: BTR(+/+), kPR(+/+),
APR(+/+) Ref. patologis: Babinsky(-/-),
Oppenheim(-/-), Schaeffer(-/-),
Chaddock(-/-), Gonda(-/-), Gordon(-/-)
Diagnosis kerja: Epilepsi bangkitan
umum tipe Tonik-Klonik + hipokalemia
IVFD NaCl 0,9% + KCl
25 mEq + fenitoin 3
ampul : D5% + fenitoin 3
ampul (1:2)/24 jam
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
(iv)
Inj. Paracetamol drip 3x1
fl bila demam
Hepamers 3x1 sachet (po)
Pro MRI kepala
Pro Pemeriksaan Sputum
uji BTA
Tgl 26-09-2013
pemeriksaan
darah
lengkap,kimia
lengkap,hasilnya
SGOT 80 U/L,
kalium 3,3
mmol/L, leukosit
11,9 ribu/uL,
ASTO dan
rheumatoid factor
non reactif hasil
lainnya dalam
batas normal
Tgl 30-09-2013
Instruksi dr.
Heidi pemberian
hepamers 3x1
sachet (po)
01-
8/09/20
13
Kes: Compos Mentis
TD: 100-130/60-80mmHg, N:
64-88x/m, R: 18-24x/m, SB: 35,9-
36,5°C
Status Neurologis:
RM: KK(-), L/K(tidak terbatas), Brudz
I,II,III(-/-/-)
Saraf otak: Mata: pupil bulat, isokor θ
ODS: 3mm, RC (+/+), GBM:baik ke
segala arah
Wajah: simetris Lidah:letak tengah
Motorik: Kekuatan otot 5 5
5 5
Sensorik: dalam batas normal
Ref. Fisiologis: BTR(+/+), TPR(+/+),
APR(+/+) Ref. patologis: Babinsky(-/-),
Oppenheim(-/-), Schaeffer(-/-),
Chaddock(-/-), Gonda(-/-), Gordon(-/-)
Diagnosis kerja: Epilepsi bangkitan
umum tipe Tonik-Klonik
Diagnosis tambahan: Dermatitis
Seboroik (perbaikan)
IVFD NaCl 0,9% + KCl
25 mEq + fenitoin 3
ampul : D5% + fenitoin 3
ampul (1:2)/24 jam
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
(iv)
Inj. Paracetamol drip 3x1
Vial bila demam
Hepamers 3x1 sachet (po)
Aspilet 1x1 tab (po)
Clopidogrel 1x1 tab (po)
Terapi dari dr.Rani Sp.KK
-Nerilon CR 2x1
-MetilPrednisolon 2x4 mg
- Interhistin tab 2x50 gr
-Ketomed Shampo setiap
keramas
Tgl 01-10-2013
Konsul dr.
Spesialis Kulit
dan Kelamin
Jawaban konsul:
Dermatitis
Seboroik
Pemeriksaan
sputum uji
BTA negative
Tgl 02-10-2013
Instruksi dr.
Heidi
pemberhentian
ceftriaxone
Tgl 05-10-2013
Hasil MRI :
Instruksi dr.
Nelly
pemberian
Clopidogrel dan
aspilet
Tgl 08-10-2013
Pasien boleh
pulang
VI. DIAGNOSA AKHIR
Epilepsi bangkitan umum tipe Tonik-Klonik
VII. DIAGNOSA TAMBAHAN
Dermatitis Seboroik (perbaikan)
VIII. RESUME
± 5 jam SMRS pada saat akan makan siang tiba tiba pasien kejang ± 15 menit sekitar
jam 1200 siang, pada saat pasien kejang tangan pasien mengepal dan terguncang
naik turun kaki pasien juga terguncang naik turun secara bersamaan. mata terbelalak,
mulut tidak berbusa, lidah tidak tergigit, saat kejang terjadi pasien terjatuh pada sisi
tubuh sebelah kanan dengan bibir dan kepala sisi kanan membentur batu, bibir luka
sebesar 1 cm tepi tidak rata, Kejang terjadi hingga 3 kali sekitar 15 menit, selama
masa kejang pasien tidak sadarkan diri. Pemeriksaan fisik, kesadaran Compos
Mentis, TD: 110/70mmHg, N:88x/m, R: 20x/m, SB: 38°C. Pemeriksaan status interna
dalam batas normal, pada pemeriksaan status neurologis dalam batas normal,
melalui pemeriksaan yang dilakukan dan melihat gejala serta tanda yang ada maka
pesien di diagnose epilepsi bangkitan umum tipe tonik klonik dengan diagnosa
tambahan dermatitis seboroik.
IX. TERAPI
Farmakologi Terapi Non Farmakologi
- Fenitoin 100 mg 3x1 (po)
- Aspilet 1x1 tab (po)
- Clopidogrel 1x1 tab (po)
- Metilprednisolon 4 mg 2x1 (po)
- Interhistin tab 50 mg 2x1 (po)
- Nerilon Cr 2x1 oles tipis-tipis
- Ketomed Shampo setiap keramas
- Makan makanan bergizi
- Minum obat teratur
- Hindari stress
- Kontrol kembali ke polik Saraf dan
Polik kulit dan Kelamin 22 Oktober
2013
X. PERMASALAHAN
a. Bagaimana menegakkan diagnosa epilepsi?
b. Bagaimana penatalaksanaan epilepsi?
XI. PEMBAHASAN
EPILEPSI
Definisi
Epilepsi didefinisikan sebagai kumpulan gejala dan tanda-tanda klinis yang
muncul disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi akibat lepas
muatan listrik abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron secara paroksismal
dengan berbagai macam etiologi, sedangkan serangan atau bangkitan epilepsi yang
dikenal dengan nama epileptic seizure adalah manifestasi klinis yang serupa dan
berulang secara paroksismal, yang disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok
sel saraf di otak yang spontan.2,3
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai
akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang
berlebihan.(betz & Sowden,2002). Tidak semua bangkitan disertai kejang, misalnya
bangkitan lena (absence seizure). Diagnosa epilepsi ditegakkan, bila penderita
mengidap minimal 2 serangan kejang (konvulsi) dalam kurun waktu 2 tahun. 1,4
Pada pasien ini ditemukan riwayat kejang sejak kecil dengan pengobatan tidak
terkontrol
Patofisiologi
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi
pada sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai kegiatan listrik
yang disebabkan oleh adanya potensial membran sel.
Potensial membran neuron bergantung pada permeabilitas selektif membran
neuron, yakni membran sel mudah dilalui oleh ion K+ dari ruang ekstraseluler ke
intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca2+, Na+ dan Cl-, sehingga di dalam sel
terdapat konsentrasi tinggi ion K+ dan konsentrasi rendah ion Ca2+, Na+, dan Cl-,
sedangkan keadaan sebaliknya terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi
ion-ion inilah yang menimbulkan potensial membran.
Ujung terminal neuron-neuron berhubungan dengan dendrit-dendrit dan badan-
badan neuron yang lain, membentuk sinaps dan merubah polarisasi membran neuron
berikutnya. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang
memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi yang
menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah
melepaskan listrik.
Diantara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut
glutamat,aspartat dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal
ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis
lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Hal ini misalnya
terjadi dalam keadaan fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron.
Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu
dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi
membran neuron dan seluruh sel akan melepaskan muatan listrik.
Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau
mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion
Ca2+ dan Na+ dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca2+ akan
mencetuskan/melepaskan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan,
tidak teratur dan terkendali.
Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron
merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah
bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Di duga
inhibisi ini adalah mempengaruhi neuron-neuron sekitar pusat epilepsi.
Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar
neuron-neuron tidak terus-menerus melepas muatan. Keadaan lain yang dapat
menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat
habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.
Klasifikasi
Dikenal sejumlah tipe bangkitan epilepsi yang paling lazim adalah bentuk serangan
luas (grand mal, petit mal, absence) pada mana sebagian besar otak terlibat dan
serangan parsial (sebagian) yang mana pelepasan muatan listrik hanya terbatas
sampai sebagian otak.4
Klasifikasi bangkitan epilepsi menurut ILAE tahun 1981 yaitu :
I. Bangkitan parsial (bangkitan Fokal)
A. Parsial sederhana
1. Disertai gejala motorik
2. Disertai gejala somato-sensorik
3. Disertai gejala otonomik
B. Parsial kompleks
1. Disertai dengan gangguan kesadaran sejak awitan dengan atau tanpa
automatism
2. parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran dengan atau tanpa otomatism
C. Parsial sederhana yang berkembang menjadi umum sekunder
1. parsial sederhana menjadi umum tonik-klonik
2. parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik
3. parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik
II. Bangkitan umum
a. Bangkitan Lena (Absence)
b. Bangkitan Mioklonik
c. Bangkitan Klonik
d. Bangkitan Tonik
e. Bangkitan Tonik klonik
f. Bangkitan Atonik
g. Bangkitan yang tidak terklasifikasikan
Pada pasien ini ditemukan bangkitan umum tipe tonik-klonik karena kejang kaku
bersamaan dengan kejutan-kejutan dari angggota badan dan hilangnya
kesadaran.
Manifestasi Klinis
1. Bangkitan Umum
a. Grand mal (Perancis = penyakit besar) atau bangkitan Tonik-klonik
‘generalized’
Kejang ini merupakan bentuk kejang yang paling banyak terjadi. Bercirikan
kejang kaku bersamaan dengan kejutan-kejutan ritmis dari anggota badan dan
hilangnya untuk sementara kesadaran dan tonus. Terdiri atas 3 fase; fase tonik,
fase klonik dan fase pasca kejang. Fase tonis ini berlangsung kira-kira 1 menit
untuk kemudian disusul oleh fase klonis dengan kejang-kejang dari kaki-
tangan, rahang dan muka. Lamanya serangan berkisar antara 1 dan 2 menit
yang disusul dengan keadaan pingsan selama beberapa menit dan kemudian
sadar kembali dengan perasaan kacau serta depresi.1,4,5
b. Bangkitan lena (petit mal/absence)
Kejang ini termasuk jenis yang jarang. Bangkitan lena terjadi secara mendadak
dan juga menghilang secara mendadak (10-45 detik). Berupa kesadaran
menurun sementara, namun kendali atas postur tubuh masih baik (penderita
tidak jatuh); biasanya disertai automatisme (gerakan-gerakan berulang),
keadaan termangu-mangu (pikiran kosong), mendadak berhenti bergerak.
Terjadi pada masa kanak-kanak (4-8 tahun). Remisi spontan 60-70% pasien
pada masa remaja.1,4,5
c. Bangkitan lena yang tidak khas (bangkitan lena atipikal)
Manifestasi klinisnya berupa perubahan postural terjadi lebih lambat dan lebih
lama, biasanya disertai retardasi mental.1
d. Bangkitan mioklonik (bangkitan klonik)
Berupa kontraksi otot sebagian/seluruh tubuh yang terjadi secara cepat dan
mendadak. Bercirikan kontraksi otot-otot simetris dan sinkron yang tak ritmis
dari terutama bahu dan tangan (tidak dari muka). Adakalanya berlangsung
dengan jangka waktu singkat sekali, kurang dari satu detik.1,4
e. Bangkitan atonik
Tiba-tiba kehilangan tonus otot postural sehingga seringkali jatuh tiba-tiba.
Sering terjadi pada anak-anak.1
2. Bangkitan parsial/fokal
a. Bangkitan parsial sederhana
Dapat menyebabkan gejala-gejala motorik, sensorik, otonom dan psikis
tergantung korteks serebri yang teraktivasi, namun kesadaran tidak terganggu;
penyebaran cetusan listrik abnormal minimal, penderita masih sadar.1
b. Bangkitan parsial kompleks (epilepsi lobus temporalis)
Penyebaran cetusan listrik yang abnormal lebih banyak.Biasanya terjadi dari
lobus temporal karena lobus ini rentan terhadap hipoksia/infeksi.Cirinya ada
tanda peringatan/”aura” yang disertai oleh perubahan kesadaran; diikuti oleh
“automatisme”, yakni gerakan otomatis yang tidak disadari seperti menjilat
bibir, menelan, menggaruk, berjalan, yang biasanya berlangsung selama 30-
120 detik. Kemudian, biasanya pasien kembali normal yang disertai kelelahan
selama beberapa jam.1
c. Bangkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum
Biasanya terjadi pada bangkitan parsial sederhana.1
3. Bangkitan lainnya1
Kejang demam
Status epileptikus
Pada pasien ini di temukan bangkitan umum tipe tonik klonik karna kejang kaku
bersamaan dengan kejutan-kejutan dari anggota badan dan hilangnya kesadaran.
Penatalaksanaan
1. Tindakan Umum (non farmakologi)10
Selama bangkitan epilepsi :
(a) Letakan penderita di tempat teduh dan aman, untuk mencegah kecelakaan.
(b) Jangan mencoba mengambil sesuatu dari mulut / membukanya kecuali
mencegah lidah tergigit.
(c) Kendorkan ikat pinggang atau ikat leher (dasi)
(d) Jangan mencoba menahan gerak / konvulsi, dapat meninbulkan luksasio /
fraktur.
(e) Setelah bangkitan berhenti (bila mungkin dihentikan dengan anti konvulsi,
letakan pada posisi koma (semi frone / three-quarterprone position)
(f) Awasi terus dan bebaskan jalan nafas sampai penderita sadar kembali.
(g) Jangan cepat-cepat dibawa kerumah sakit, kecuali bila serangan
berkepanjangan, terjadi kecelakaan atau anoreksia.
(h) Segera setelah fase iktal, penderita merasa bingung, perlu bantuan untuk
memuluhkan kepercayaan diri dan simpati tanpa kegaduhan
(i) Jangan tergesa memberikan minum setelah bangkitan, apalagi obat anti
epilepsi (OAE)
2. Tindakan Khusus
Prinsip-prinsip terapi farmakologi untuk epilepsi yakni:6
a. Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi sudah
dipastikan. Selain itu pasien dan keluarganya harus terlebih dahulu diberi
penjelasan mengenai tujuan pengobatan dan efek samping dari pengobatan
tersebut.
b. Terapi dimulai dengan monoterapi dengan satu jenis obat anti epilepsi.
c. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan secara bertahap
sampai dengan dosis efektif tercapai atau timbul efek samping obat.
d. Apabila dengan penggunaaan OAE dosis maksimum tidak dapat mengontrol
bangkitan, maka ditambahkan OAE kedua dimana bila sudah mencapai dosis
terapi, maka OAE pertama dosisnya diturunkan secara perlahan.
Tabel 1
Pemilihan Obat Anti Epilepsi (OAE) Berdasarkan Tipe Bangkitan. Sumber: dimodifikasi dari Goodman
& Gilman. Dasar Farmaklogi dan Terapi. Edisi 10. Jakarta: EGC, 2008.9
III.
Tipe bangkitan OAE lini pertama OAE lini kedua
Bangkitan
parsial(sederhana
atau kompleks)
Fenitoin, karbamazepin,
asam valproat
gabapentin, lamotrigin,
levetirasetam, tiagabin,
topiramat
Bangkitan umum
sekunder
Karbamasepin, fenitoin,
asam valproat
gabapentin, lamotrigin,
levetirasetam, tiagabin,
topiramat
Bangkitan umum
tonik klonik
Karbamasepin, fenitoin,
asam valproat, fenobarbital.
Lamotrigin, topiramat
Bangkitan lena Asam valproat, etosuksimid Lamotrigin
Bangkitan mioklonik Asam valproat Lamotrigin, topiramat
Berikut dosis dan sediaan obat antikonvulsi yang beredar di Indonesia.
Tabel 2
Dosis, Kadar Terapi dan Sediaan Obat Antikonvulsi yang Beredar di Indonesia.
Sumber: di modifikasi dari FKUI. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,2009.1,9
OBAT DOSIS FREKUENSI PEMBERIAN
PERHARI
Sediaan
Asam
Valproat
Diazepam
Fenitoin
Fenobarbital
Karbamazepin
Klonazepam
Lamotrigin
Levetirasetam
Gabapentin*
DD : 5-15 mg/kgBB/hari
DA : 10-30 mg/kgBB/hari
DD : 0.2mg/kgBB/hari
DA :
0.15-0.3mg/kgBB/hari
DD : 300 mg/hari
DA : 5 mg/hari
DD : 2-3 mg/kgBB/hari
DA : 3-5mg/kgBB/hari
DD : 1000-2000 mg/hari
DA : 15-25 mgkgBB/hari
DD : 1.5 mg/hari
DA : 0.01-0.03
mg/kgBB/hari
DD : 100-500 mg/hari
DA : 1.2 mg/kgBB/hari
DD : 2x500mg/hari
atau
2x1500mg/hari
DA : -
3-4 kali/hari
2-4 kali/hari
1-2 kali/hari
2 kali/hari
2-4 kali/hari
3 kali/ hari
1-2 kali/hari
2 kali/hari
1-3 kali/hari
Sirup 250 mg/5 ml
Tablet 250 mg, 150 mg
Tablttablet 2 mg, 5 mg, 10 mg
- Injeksi 5 mg/ml
- Gel rektal (suposituria) 2 mg, 5 mg, 10
mg, 20 mg
Kapsul 100 mg, 50 mg
Ampul 100 mg/2 ml
Tablet 30 mg, 50 mg, 100 mg
Ampul 50 mg/ml
Kaplet salut film 200 mg
Tablet salut film 2 mg
Tablet 50 gr, 100 mg
Tablet 250 mg dan
Topiramat
DD : 900 mg – 2.4 g/hari
DA : -
DD : 200-600 mg/hari2 kali/hari
500 mg
Tablet 300 mg
Tablet 25 mg, 50 mg
100 mg
DA = Dosis anak
DD = Dosis dewasa
*dalam kombinasi
Pada pasien ini di berikan dosis terapi tunggal fenitoin 3 ampul (300mg) sesuai
dengan jenis bangkitanya yaitu bangkitan umum tipe tonik klonik
Diagnosa Tambahan
Dermatitis Seboroik11
Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamatoir kulit yang biasanya dimulai pada
kulit kepala, dan kemudian menjalar ke muka, kuduk, leher dan badan.Istilah
dermatitis seboroik dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh faktor
konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik.Penyakit ini sering kali
dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum (seborrhea) dari kulit kepala dan
daerah muka serta batang tubuh yang kaya akan folikel sebaceous. Dermatitis
seboroik sering ditemukan dan biasanya mudah dikenali. Kulit yang terkena biasanya
berwarna merah muda (eritema), membengkak, ditutupi dengan sisik berwarna
kuning kecoklatan dan berkerak.Penyakit ini dapat mengenai semua golongan umur,
tetapi lebih dominan pada orang dewasa. Pada orang dewasa penyakit ini cenderung
berulang, tetapi biasanya dengan mudah dikendalikan. Kelainan ini pada kulit kepala
umumnya dikenal sebagai ketombe pada orang dewasa.
Pada pasien ini di temukan bercak di daerah wajah dan kerak pada daerah kepala.
Prognosa
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Pada pasien ini keadaan dari hari ke hari menunjukan perbaikan, baik vitam
maupun funtionam sehingga pasien dapat dipulangkan untuk selanjutnya
dirawat jalan.
Kesimpulan
Telah di bahas kasus seorang pria, umur 24 tahun dengan diagnosa epilepsi bangkitan umum tipe Tonik Klonik dengan diagnosis tambahan dermatitis seboroik (perbaikan) yang dirawat di ruang bangsal pria, SMF Neurologi, RSUD Jayapura selama 13 hari. Pasien mengalami perbaikan setelah dilakukan pengobatan yang disesuaikan dengan standar pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Goodman and Gilman. Dasar Farmaklogi dan Terapi. Edisi 10. Jakarta: EGC, 2008. Hal
506-531
2. Hoan Tjay, Tan. Kirana, Rahardja. Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan efek-
efek sampingnya. Edisi 6. Jakarta:Penerbit PT Elex Media Komputindo . 2007. Hal 415-
427
3. Katzung, Betram G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 9. Jakarta: EGC, 2002. Hal 83-
125
4. Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. PATOFISIOLOGI: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2006. Hal 1157-1166
5. Arif, A. Bahan Kuliah Antiepilepsi. Farmakologi. FK UNCEN. Jayapura, 2011.
6. Public health. Epilepsi (ayan). [Online]. 2012 April. [diakses 30 Mei 2012];[1 screens].
Tersedia dari: http:// publichealthnote.blogspot.com/2012/04/epilepsi.html
7. Farmacia. Mengenal Penyakit Kuno Epilepsi. [Online]. 2006 Februari[diakses 30 Mei
2012];[1 screens]. Tersedia dari: www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?
IDNews=55
8. Harsono. .Epidemiologi epilepsi. dalam: Kapita selekta Neurology. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, 2007.
9. Suwarba. Insidens dan Karakteristik Klinis Epilepsi pada Anak .[online]. Agustus 2011.
[diakses 1 Agustus 2012];[6 screens]. Tersedia dari:
www.idai.or.id/saripediatri/fulltext.asp?q=752
10. Buku naskah lengkap dan kumpulan abstrak ilmiah. Konas perdossi ke 6 2007
11. Juanda A, Dermatosis eritroskuamosa. Dalam Juanda A, Hamzah M, Aisah S, Ilmu
penyakit kulit dan kelamin. Edisi keempat. Cetakan kedua. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia ; 2005 : 200-2
Top Related