LAPORAN FINALPENYUSUNAN DATA BASE TENAGA KERJA
JASA KONSTRUKSI.
1. Latar Belakang.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat merupakan fenomena penting
yang dialami dunia pada 100 (seratus) tahun terakhir ini, dalam
periode tersebut dunia telah mengalami perubahan yang sangat nyata
apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya, dimana waktu itu,
kegiatan mata pencarian masyarakat pada umumnya bergantung
pada sektor pertanian atau perikanan.
Ditinjau dari sudut ekonomi, perkembangan ekonomi dunia yang
berlaku saat ini menimbulkan dua efek penting yaitu :
1. kemakmuran atau taraf hidup masyarakat makin meningkat,
2. menciptakan kesempatan kerja yang baru kepada penduduk yang
terus bertambah jumlahnya.
Kalau kita berbicara ekonomi global saat ini, maka kita akan
melihat 2 (dua) cerita berbeda, disatu sisi, ada kegelapan dan
pesimisme, di sisi lain, masih ada cahaya dan “asa” dimasa
mendatang.
Semua itu, kini memasuki era baru, baik dalam tatasurya kita
/adanya perubahan cuaca / iklim yang kita tidak tahu akibat dan asal
muasalnya dan masih menduga-duga, termasuk tata perekonomian
dunia yang masih ada harapan baru bagi kehidupan pada setiap
1
negara di dunia ini , dan oleh karenanya semua pihak/sektor mesti
menata dirinya sendiri guna kebaikan dimasa mendatang.
Akhir-akhir ini, banyak aturan-aturan ekonomi konvensional yang
sudah diakui secara Internasional, menjadi terdiskreditkan (menurun
wibawanya) melihat fenomena yang terjadi. Ahli-ahli yang dulunya
percaya diri berkata bahwa pertumbuhan ekonomi global tidak akan
berhenti – atau sering disebut “The Boomster” - sekarang terpaksa
tutup mulut melihat kondisi ekonomi yang tidak menentu, karena sulit
diduga dan tidak sesuai dengan asumsi awal.
Tapi lawan mereka pun “The Doomster” juga menunjukkan
sikap yang sama, mencoba untuk menolak kenyataan yang ada
karena takut kondisi ekonomi yang dianggap buruk ini akan makin
parah, seperti ekonomi di negara Eropa yang dimulai dari krisis Yunani
ternyata merembet ke beberapa negara Eropa tanpa pernah diprediksi
sebelumnya, namun di Jerman kondisinya berbeda.
Kondisi ini akhirnya membuat banyak orang menyimpulkan dan
menduga -duga bahwa kebangkitan ekonomi Asia yang sedang
tumbuh, akan mengalami penurunan dan kejatuhan lebih parah dan
lebih cepat dari pada negara-negara Barat , ternyata kenyataan itupun
juga tidak terjadi.
Mereka berasumsi bahwa kebangkitan ekonomi tersebut semata-
mata tergantung pada ekspor mereka ke Amerika Serikat dan Eropa,
bahwa sebenarnya mereka tidak mampu “berdikari” secara ekonomi
2
kecuali bergantung kepada Amerika Serikat dan Eropa. Inilah yang
disebut sebagai negara dunia ketiga.
Dalam “depresi” ekonomi global kali ini, terjadi kepanikan global
di bursa-bursa efek dunia, namun tetap saja ada sebuah kesembuhan
ekonomi yang cukup luar biasa dan tak pernah diduga sebelumnya
serta berbeda-beda terjadi di setiap negara di seluruh dunia, walaupun
begitu, ekonomi masih tetap berjalan, seakan-akan tidak terjadi
sesuatu, seperti Bursa efek China, ’Shanghai Index meningkat hingga
45 %, India’Sensex meningkat 44 %, dan Indonesia index meningkat
32%. Dan itulah dunia yang semakin rumit permasalahannya.
“Bursa Efek” memang tidak bisa menunjukkan apakah sebuah
negara meningkat ekonominya atau tidak, tapi secara ilmu ekonomi,
ke 3 negara (China, India, Indonesia ) mencatat pertumbuhan ekonomi
yang cukup “signifikan” tahun 2009 – 2011 ini dan banyak orang yang
keheranan dengan ekonomi tersebut.
Kekuatan ekonomi China sudah lama diketahui US$2 trilyun,
dan defisit Anggaran Belanja Negaranya kurang dari 3 % dari GDP,
sementara, di India, bank-banknya juga bangkit secara ekonomi,
secara umum sehat dan menghasilkan keuntungan (semua bank besar
India, swasta atau milik pemerintah, menghasilkan untung di kuartal
keempat tahun 2008). Pemerintah India berada dalam kondisi fiskal
yang baik.
Kondisi ekonomi di China, India, Indonesia memang naik-turun.
Mata uang mereka “terapresiasi” lebih meningkat dibanding dollar
karena pasar melihat, lebih menjanjikan secara fiskalnya dan prospek
3
pertumbuhan ekonomi mereka yang lebih baik dari Amerika Serikat.
Ikatan dan kerja sama ekonomi diantara mereka meningkat.
Kombinasi dari semua indikator menunjukan positif dan ini tidak bisa
kita prediksikan sebelumnya.
Peranan China, India, dan Indonesia dimana pertumbuhan
ekonomi negara-negara ini meningkat terus dan berlanjut,
pemerintahnya yang tidak dibebani oleh hutang-hutang yang
menguras devisa tapi juga warga negaranya optimis dan percaya diri
akan nasib bangsanya.
Ahli ekonomi dunia juga mengamati dan mencatat bahwa selain China
dan USA ada 8 Negara dengan “Pertumbuhan Ekonomi Tinggi”yang
diprediksi tumbuh terus sampai dengan tahun 2050.
Berikut peringkat negara dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi
tertinggi dalam 40 tahun ke depan (versi Citi yang dikutip dari
Business Insider ):
1. Nigeria.
Negara ini memiliki pertumbuhan ekonomi year on year (yoy)
sebesar 8,5 persen. Angka Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2050
diperkirakan mencapai US$ 9,5 triliun. Proyeksi PDB tersebut akan
menjadi yang terbesar ke-6 di dunia.Untuk mencapai pertumbuhan
tersebut, dalam empat dekade ke depan, penduduk usia kerja di
Nigeria harus ditingkatkan hingga 123 persen. Mereka juga harus
mulai mengeksploitasi sumber daya alam secara berkelanjutan.
Sektor swasta di negeri ini juga telah melahirkan sejumlah
perusahaan yang berkembang pesat hingga ke wilayah Afrika
4
lainnya. Meski demikian, negara ini masih memerlukan perbaikan di
bidang kesehatan untuk meningkatkan harapan hidup masyarakat
golongan rendah.
2. India.
Pertumbuhan ekonomi India tercatat 8 persen (yoy) dengan
proyeksi PDB sebesar US$ 86 triliun pada 2050. Prediksi PDB
tersebut akan menjadikan India memiliki Produk Domestik Bruto
terbesar di dunia.
Negeri ini diperkirakan mempunyai kekuatan ekonomi terbesar di
dunia pada 2050. Meski demikian, India masih harus
mengembangkan infrastruktur dan pendidikan yang berkelanjutan
untuk kelas bawah dan perempuan di perdesaan.
3. Irak.
Negara di kawasan Timur Tengah ini diproyeksikan memiliki PDB
sebesar US$ 2,2 triliun pada 2050. Pertumbuhan ekonomi negeri
yang sempat dilanda perang dengan Iran itu mencapai 7,7 persen
(yoy).
Proses rekonstruksi paska perang dan pemulihan di Irak
diperkirakan dapat mencapai pertumbuhan tahunan sebesar 11,7
persen selama lima tahun pertama. Namun, selama empat dekade
berikutnya, penduduk usia kerja harus ditingkatkan hingga 143,4
persen.
Irak akan tertolong oleh cadangan minyak yang berlimpah dan
sumber daya gas. Kondisi itu diharapkan dapat menarik investasi di
bidang infrastruktur.
5
4. Bangladesh.
Negeri ini memiliki pertumbuhan ekonomi 7,5 persen (yoy) dengan
PDB diperkirakan mencapai US$5 triliun pada 2050.
Bangladesh mulai keluar dari perolehan PDB per kapita yang
rendah, bahkan hanya empat persen dari PDB Amerika Serikat.
Namun, dengan kondisi stabilitas politik terakhir yang stabil dan
meningkatnya jumlah penduduk usia muda, tingkat pertumbuhan
negeri ini diperkirakan cukup mengesankan selama beberapa
dekade berikutnya.
5. Vietnam.
Pertumbuhan ekonomi Vietnam mencapai 7,5 persen (yoy) dengan
proyeksi PDB pada 2050 sebesar US$5 triliun.
Meski demikian, negeri ini masih akan menghadapi banyak
tantangan, termasuk terkait kemiskinan, nilai tukar, dan kebijakan
makroekonometrik.
6. Filipina.
Pertumbuhan ekonomi Filipina year on year (yoy) tercatat 7,3
persen, dengan proyeksi Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2050
mencapai US$5,9 triliun.
Namun, investasi di Filipina yang terlalu kecil, yakni hanya 14,5
persen dari PDB masih perlu ditingkatkan. Meski demikian, negara
ini akan diuntungkan dengan pertumbuhan populasi penduduk dan
komunitas pekerja di luar negeri yang melakukan pengiriman uang.
Negeri ini juga diuntungkan dari pengalaman para pekerja di luar
negeri.
6
7. Mongolia.
Negeri ini memiliki pertumbuhan ekonomi 6,9 persen (yoy).
Sementara itu, proyeksi PDB pada 2050 diperkirakan mencapai
US$150 miliar.
Ekonomi Mongolia, sangat bergantung pada potensi sumber daya
negara itu untuk mencapai pertumbuhan PDB 14,2 persen dalam
lima tahun ke depan. Saat ini, tabungan dan tingkat investasi
mencapai level yang cukup tinggi, sehingga menempatkan Mongolia
pada ‘jalan yang benar’ untuk meraih potensi pertumbuhan
berkelanjutan.
8. Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 6,5 persen (yoy). PDB
diperkirakan mencapai US$14 triliun pada 2050, atau merupakan
yang terbesar ke-4 di dunia. Peningkatan sekitar 17,9 persen pada
2050 untuk penduduk usia kerja diharapkan dapat mendorong
Indonesia mencapai pertumbuhan tinggi layaknya di China. Meski
demikian, Indonesia masih harus mengejar ketertinggalan dalam
pembentukan modal dan infrastruktur. Potensi sumber daya alam
yang melimpah, sejauh ini masih menjadi sumber utama
pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, kebutuhan investasi perlu
ditingkatkan.
Indonesia akan menjadi kekuatan 10 besar ekonomi dunia pada
2025 dan selanjutnya enam besar dunia pada 2050.
Bappenas sudah memproyeksikan bahwa itu menunjuk pada asumsi
pertumbuhan ekonomi tinggi di Tanah Air, sementara itu,
7
pertumbuhan ekonomi “riil” dipatok sebesar 7-8 persen per tahun
secara berkelanjutan.
Indonesia juga sudah mengurangi rasio hutangnya dari 100% GDP 9
tahun lalu menjadi 30% tahun 2009 yang lalu. Tidak seperti negara-
negara Barat yang mengeluarkan amunisi ekonomi dan berharap
agar usaha mereka berhasil,namun demikian negara-negara
berkembang ini mempunyai banyak pilihan.
9. Sri Lanka
Sri Lanka mencatat pertumbuhan ekonomi 6,6 persen (yoy) dengan
PDB diproyeksikan mencapai US$1,3 triliun pada 2050. Pada dekade
berikutnya, pemerintah negeri ini harus dapat meningkatkan tata
kelola dan pertumbuhan paska konflik, khususnya setelah
berakhirnya perang saudara dengan Macan Tamil. Tingkat investasi
harus dibangkitkan untuk menebus perlambatan pertumbuhan
populasi penduduk.
10. Mesir
Pertumbuhan ekonomi di Mesir tercatat mencapai 6,4 persen.
Sementara itu, PDB pada 2050 diperkirakan menjadi US$6 triliun
atau masuk 10 besar dunia.Potensi kenaikan penduduk usia kerja
sebesar 60,8 persen di Mesir pada 2050 akan menjadi peluang
cukup besar bagi terciptanya kesempatan kerja. Apalagi setelah
reformasi ekonomi mereka yang memaksa pemimpin negara itu,
Hosni Mubarak, mundur dari jabatannya.
Bila kita cermati data negara Indonesia tentang Laju
pertumbuhan PDB menurut Lapangan usaha pada triwulan terakhir di
8
tahun 2011 berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik yang
mencapai 6,5 % (Lihat Lampiran 1) sedangkan pertumbuhan jasa
konstruksi sendiri dapat dicermati sebesar 6,4%, ini artinya
pertumbuhan jasa konstruksi mendekati pertumbuhan ekonomi
negara.
Jika dihitung menurut nilai rupiahnya maka konstruksi
menyumbang kurang lebih 140.000 milyar sebagaimana pada (Lihat
Lampiran 2) dengan perbandingan sektor2 lainnya.
Dari data diatas maka pertumbuhan ekonomi yang meningkat
akan berdampak pada suatu kegiatan yang luar biasa disegala sektor,
oleh sebab itu sektor konstruksi yang dianggap sebagai “penghela
sektor lainnya” atau sebagai “economic leading sector”. Hal tersebut
tidak dapat dilepaskan dari fungsi alamiah jasa konstruksi sebagai
“pembentukan modal” bagi sektor lain. Ketika orang berbicara
peluang usaha, maka akan berbicara mengenai fasilitas yang tersedia:
aksesabilitas jalan, jembatan, pelabuhan, bandar udara dan lain
sebagainya. Aksesabilitas tersebut tidak akan tersedia tanpa
kehadiran sektor jasa konstruksi.
Disisi lain pendapatan masyarakat Indonesia pada tahun 2010,
mempunyai Pendapatan Domestik Bruto atas dasar harga harga
berlaku sebesar Rp 6.422.918 milyar (Lihat Lampiran 3) atau Rp
2.310.689 milyar apabila menggunakan angka harga konstan (tahun
dasar 2000=100). Dengan kata lain, pendapatan nasional per kapita
per tahun orang Indonesia adalah sebesar Rp 6,29 juta. Dengan
pendapatan nasional per kapita sebesar itu, Indonesia termasuk ke
9
dalam negara-negara dengan pendapatan nasional per kapita
menengah-bawah. Prestasi tersebut memang belum dapat
dibanggakan.
Mempelajari data ekonomi Indonesia serta merasakan sendiri
banyaknya orang bekerja di sektor konstruksi maka Kementrian
Pekerjaan Umum sebagai Kementrian yang bertanggung jawab akan
pembinaan jasa konstruksi sudah semestinya mulai melakukan
“action” langsung /berbenah diri seperti mempersiapkan diri terhadap
segala sesuatu yang dibutuhkan dan diperlukan untuk mendukung apa
yang akan terjadi tersebut.
Informasi lain mengatakan bahwa Cadangan devisa Indonesia
saat ini sudah diatas 110 juta US $ dan akan terus bertambah,
informasi ini juga dibuktikan dengan banyak masyarakat yang ingin
beli mobil atau sepeda motor namun harus melakukan “indent” /
pemesanan terlebih dahulu, ini menandakan masyarakat mempunyai
modal/ kapital untuk membelanjakan uangnya, sementara barang
produksi telah habis terlebih dahulu dari kapasitasnya, atau produksi
tidak bisa memenuhi permintaan pasar.Posisi seperti diuraikan diatas
dalam ilmu ekonomi
Memang perlu disadari bahwa cakupan Indonesia ini sangatlah
luas, dengan penduduk kurang lebih 240 juta yang akan menjadikan
sebagai pasar semua kebutuhan kehidupan, artinya jika
masyarakatnya melakukan konsumsi maka akan sangat bermanfaat
bila tidak mendatangkan barang dari luar negeri tapi di produksi di
dalam negeri.
10
Kesadaran masyarakat untuk menggunakan produksi dalam
negeri mesti ditumbuhkan terus menerus,dan yang lebih lagi bahwa
tanah dan tumpah darah Indonesia disetiap jengkal adalah subur
sehingga jika dikelola dengan baik akan memberikan manfaat bagi
rakyatnya mencapai kesejahteraan.
Sebagai negara berkembang, Indonesia memang masih banyak
memerlukan berbagai regulasi, untuk mengaturnya, regulasi
peninggalan zaman Belanda harus sudah diganti dengan regulasi yang
baru.
Tetapi dari sisi lain, secara potensial ekonomi Indonesia
termasuk negara yang mempunyai pertumbuhan ekonomi yang
tertinggi di dunia, bersama dengan China dan India. Kenapa hal ini
bisa terjadi, jawabannya antara lain adalah karena kita negara yang
dikategorikan sebagai “country with economic resource based”
(Negara yang kaya dengan sumberdaya alam baik terbarukan
“renewable” seperti perkebunan, maupun yang tidak terbarukan
“unrenewable” seperti sumber mineral /tambang /bahan baku). Jika
semua itu dikelola dengan baik dan “prudent” maka pasti dapat
meningkatkan pendapatan rakyatnya atau mensejahterakan
rakyatnya.
Dari data BPS juga tercamtum bahwa tenaga kerja konstruksi
di Indonesia tumbuh dan berkembang , dimana pada tahun 2003
jumlah tenaga kerja di sektor konstruksi sesuai catatan BPS adalah
4.106.597 orang, atau dapat dikatakan sektor konstruksi Indonesia
11
mampu menyerap lebih kurang 4% hingga 5 % dari total angkatan
kerja dan saat ini telah mencapai jumlahnya ada 6,34 juta orang (Lihat
Lampiran 4), sehingga cukup banyak yang bekerja di berbagai
lapangan pekerjaan konstruksi, namun untuk mengetahui klasifikasi
dan kualifikasi apa saja pekerjaan mereka tersebut sampai hari ini
tidaklah mudah karena sistemnya belum ada sehingga seharusnya
Kementrian Pekerjaan Umum yang ditugasi oleh negara sebagai
penanggung jawab bidang jasa konstruksi harus bisa membuktikan
dan bisa mendapatkan data sebagaimana disebut oleh BPS.
Sektor konstruksi juga mempunyai karakteristik spesifik
tentang upah pekerja karena umumnya upah pekerja konstruksi diatas
dari upah industri, dan disejajarkan dengan sektor pertambangan,
sektor pariwisata sebagaimana (Lihat Lampiran 5).
Itulah sebabnya sudah saatnya diperlukan kegiatan penyusunan
database di bidang jasa konstruksi untuk bisa menemukan hal
tersebut karena dengan diketahuinya komposisi pekerja di jasa
konstruksi dapat dilakukan langkah-langkah dan antisipasi kedepan
dalam menyongsong “masa emas” ekonomi Indonesia baik pada
tahap pertama yang diperkirakan Indonesia masuk di kelompok 6
besar dunia pada tahun 2020-2025 ataupun pada tahap kedua di
tahun 2040 - 2050 yang diprediksikan mencapai kelompok 4 besar
dunia, yang tidak terlalu lama lagi.
2. Maksud dan Tujuan.
Maksud kegiatan ini, adalah melakukan survey terhadap data
tenaga kerja yang bekerja pada bidang jasa konstruksi yang ada di
12
Indonesia selanjutnya mengkajinya apakah datanya valid dan
selanjutnya diolah. Data tersebut bisa dikumpulkan dan dikelola pada
satu tempat yakni melalui Pusbin KPK Badan Pembinaan Konstruksi,
sebagai himpunan database tenaga kerja konstruksi dan menjadi
rujukan di seluruh Indonesia dan menjadi pangkalan data semua
orang.
Tujuan dari kegiatan Penyusunan database tenaga kerja di bidang
jasa konstruksi adalah, bila telah dapat dihimpun berbagai data
klasifikasi dan kualifikasi tenaga kerja di bidang jasa konstruksi maka
dapat diketahui dan diambil kebijakan apa yang dibutuhkan dan apa
yang harus dipersiapkan. Sehingga apabila dikaitkan dengan kebijakan
Gerakan Nasional Pelatihan Konstruksi ketersediaan data menjadi
sinkron dengan kebutuhan akan pelatihan. Pada gilirannya, juga
tenaga kerja jasa konstruksi dapat beramai-ramai untuk melatih
dirinya sendiri dengan peran serta institusi yang terkait ikut
membantu melakukan pelatihan mandiri.
Salah satu gagasan yang terkait dengan kegiatan ini adalah
menstandarkan Curiculum vitae bagi tenaga kerja yang bekerja di jasa
konstruksi, terutama usaha untuk kualifikasi Ahli, sehingga kepastian
hukum dan perlindungan kepada tenaga kerja dapat dilakukan. Selain
itu keberadaan tenaga kerja bersertifikat harus diketahui
kebenarannya dengan melihat pada website dan keberadaan selama
proyek. Hal tersebut menjamin profesionalisme menuju pekerjaan
konstruksi yang sesuai dengan spesifikasi bahan, mutu yang
berkualitas, dan waktu pelaksanaan.
13
Disisi lain Tujuan pelaksanaaan Gerakan Nasional Pelatihan
Konstruksi ini adalah untuk memacu (mentriger) upaya percepatan
peningkatan kualitas SDM Konstruksi Indonesia dalam rangka
memenuhi kebutuhan nasional tenaga kerja sektor konstruksi serta
untuk mengejar ketertinggalan kualitas tenaga konstruksi dengan
negara-negara lain. Percepatan pelatihan konstruksi ini merupakan
upaya strategis untuk mendorong pelaksanaan transformasi
konstruksi Indonesia menuju konstruksi yang berkualitas, efisien,
efektif, aman, dalam kenyamanan lingkungan terbangun (The Finest
Built Envirovment).
3. Jasa Konstruksi dan aspeknya.
Uraian di latar belakang tersebut diatas memberikan gambaran
bahwa petumbuhan ekonomi terkait dengan infrastruktur artinya akan
banyak pekerjaan infrastruktur yang akan dibangun di Indonesia, hal
ini tentunya tidak boleh dibiarkan begitu saja berlalu, oleh karenanya
diperlukan langkah2 untuk mengantipasinya, apalagi kita berhadapan
dengan globalisasi
Jasa konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi,
sosial dan budaya yang mempunyai peranan penting dalam
pencapaian berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya
pembangunan nasional.
Ruang lingkup jasa konstruksi bersifat lintas sektoral, artinya
terdapat dimana-mana, dan disegala bidang. Sementara itu sesuai
dengan Peraturan Pemerintah no 38 tahun 2007 tentang Pembagian
urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah propinsi dan
14
pemerintah kabupaten/kota secara jelas telah ditetapkan jasa
konstruksi adalah tanggung jawab Kementrian Pekerjaan Umum.
( Lihat Lampiran 6 )
Oleh sebab itu sebagai tindak lanjut amanat Peraturan
Pemerintah tersebut “seharusnya” di setiap Dinas Pekerjaan Umum
Propinsi maupun Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten/Kota secara nyata
dan tertulis – fakta juridis - harus menetapkan “unit kerja” yang
mengurusi tentang jasa konstruksi ini.
Kenyataan yang terjadi, unit kerja ini sangat jarang sekali atau
dapat dikatakan “dilupakan”, dari 33 Propinsi Dinas PU diseluruh
Indonesia ditemukan 11 propinsi -status 2010- yang mengaturnya baik
berdiri sendiri seperti Bidang/seksi Bina Jasa Konstruksi atau melalui
Balai Pembinaan Jasa Konstruksi. Selebihnya tidak “mau tau”, dan bila
kita mau menerapkan pembinaan maka sesungguhnya itu hanya
“omong-kosong” saja, sulit dianggap suatu perintah atau norma,
karena tidak tertulis, kesalahan ini sampai saat ini masih dibiarkan
saja oleh Badan Pembinaan Konstruksi, Kementrian Pekerjaan Umum.
Selain menangani jasa konstruksi, Kementrian Pekerjaan Umum
juga menangani /mengelola pekerjaan yang bersifat “kepentingan
umum” yakni sumber daya air, jalan, perkotaan,pedesaan, air minum,
air limbah, persampahan, drainase, permukiman dan bangunan
gedung dan lingkungan serta ditambah dengan tataruang dimana
dalam istilah yang lebih pantas disebut sebagai “main line” kegiatan
Kementrian Pekerjaan Umum .
15
Itu sebabnya jasa konstruksi tidak dalam “main line bisnis“
Kementrian Pekerjaan Umum, namun suka tidak suka, mau tidak mau
harus ditangani oleh para pemimpin Kementrian Pekerjaan Umum.
Sebagai contoh dan bisa dipahami bahwa jasa konstruksi juga ada
di Kementrian Perhubungan yang saat ini sedang melaksanakan
program rel ganda Jakarta – Surabaya, dan tentu membutuhkan jasa
konstruksi. Namun demikian perusahaan jasa konstruksi yang ditunjuk
sebagai pemenang harus mempunyai IUJK yang diterbitkan oleh
Pemerintah Daerah yang mengacu pada Undang-undang Jasa
Konstruksi yang penerbitannya diberi petunjuk oleh Menteri PU melalui
Peraturan Menteri no 04/PRT/M/2011 tentang Petunjuk pemberian IUJK.
Kenyataannya, dalam prakteknya, tidak terkait dengan
Kementrian Pekerjaan Umum, sehingga untuk mengetahui tenaga
kerjanyapun Kementrian Pekerjaan Umum pasti menemui kesulitan,
dan juga sulit terlaksana misalnya Kementrian Pekerjaan Umum harus
meminta data ke Kementrian Perhubungan. Oleh sebab itu dalam
rangka koordinasi implementasinya di daerah, Menteri Dalam Negeri
telah menerbitkan Surat Edaran no 601/476-SJ tanggal 13 Maret 2006
tentang pembinaan jasa konstruksi di daerah (Lihat Lampiran 7).
Melalui surat Edaran tersebut diharapkan di setiap propinsi maupun
kabupaten/kota dibentuk Tim Pembina Jasa Konstruksi yang sifatnya
ad hoc dan fungsinya mengkoordinasikan kegiatan konstruksi yang
diluar pekerjaan umum. Hal ini dilakukan karena di Indonesia hanya
kegiatan jasa konstruksi yang dicatat adalah yang ditangani oleh
16
Kementrian Pekerjaan Umum, dan tidak bisa menjangkau kegiatan
konstruksi diluar pekerjaan umum. Untuk kepentingan perencanaa di
masa yang akan datang, aktivitas jasa konstruksi yang melibatkan
begitu banyak perusahaan dan tenaga kerja tersebut harus diketahui
secara spesifik karakteristik jasa konstruksinya.
a. Pasar Konstruksi
Potensi ekonomi sektor konstruksi yang diperkirakan akan
membutuh kan pendanaan pada RPJMN 2010 sampai dengan tahun
2014 sebesar Rp. 1924 trilyun, dengan rincian Rp. 560 trilyun
merupakan kontribusi APBN, Rp. 355 trilyun APBD dan Rp. 685
trilyun dari sector swasta, sementara sisanya untuk mengisi “gap”
antara kebutuhan dan ketersediaan dana adalah dana investasi
Asing.
Maju dan tidaknya industri jasa konstruksi nasional mutlak
ditentukan oleh permintaan pasar dari pekerjaan konstruksi
tersebut. Permintaan pasar industri jasa konstruksi berasal dari
dua sumber yaitu:
Pasar pemerintah.
Pasar swasta.
Pasar pemerintah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan
pasar swasta, pasar pemerintah mempunyai daya tawar atau
“bargaining power” yang tinggi dan tendensi tidak mengikuti
mekanisme pasar.
Dari data pesebaran Pasar Konstruksi di berbagai propinsi di
Indonesia (Lihat Lampiran 8) terlihat bahwa pekerjaan konstruksi
17
telah menyebar ke segala penjuru negara kita, sehingga sejak
tahun 1984 berkembangkan Penyedia jasa yang disebut Konsultan
atau Kontraktor Konstruksi. Dilihat dari jenis pekerjaannya (Lihat
Lampiran 9) maka pekerjaan tersebut dibagi dalam bangunan
gedung , bangunan Sipil dan Instalasi ME melalui Peraturan
Pemerintah no 4 tahun 2010.
Penyedia jasa yang mengerjakan proyek pemerintah/
mengikuti pelelangan pekerjaan pemerintah akan mengikuti aturan
main pemilik proyek dimana pihak kontraktor mempunyai daya
tawar yang lebih rendah.Dari catatan statistik pertumbuhan
perusahaan jasa konstruksi selama 5 tahun dapat dirangkum
adalah sebagaimana (Lihat Lampiran 10).
Di negara – negara yang sedang berkembang, proyek
konstruksi lebih didominasi oleh pemerintah, begitu juga di
Indonesia proyek pemerintah mempunyai peranan yang penting.
Walaupun begitu dalam rangka mendorong pengembangan
struktur industri jasa konstruksi nasional, proyek pemerintah dapat
digunakan sebagai alat atau model untuk mendorong kemitraan
antar perusahaan jasa konstruksi dengan cara mensyaratkan
kontraktor besar yang memenangkan pelelangan proyek besar
milik pemerintah harus sudah mencantumkan daftar kontraktor
kecil sebagai mitranya/ partnernya (nominated sub contractor).
Dalam aturan yang berlaku sekarang ketentuan diatas sudah
sering tercantum dalam dokumen lelang namun dalam
18
pelaksanaannya sama sekali tidak ada yang memantau,
mengawasi dan menerbitkan sanksi, dan lain sebagaimana.
Aibatnya, kebanyakan perusahaan kecil di Indonesia hanya sebagai
pelengkap saja dan tidak diberdayakan malalui suatu sistem.
Apalagi jika dikaitkan dengan usaha kecil sebagaimana uraian
sebelumnya, maka akan terjadi interaksi yang terarah dan tinggal
dilakukan pengawasan melalui monitoring. Namun kembali, dapat
diutarakan disini bahwa hal ini tidak terlaksana karena kurangnya
pemahaman akan apa yang dimaksud dengan “pembinaan jasa
konstruksi”.
Pasar swasta di negara berkembang masih relatif kecil,
tetapi di negara maju permintaan jasa konstruksi didominasi oleh
sektor swasta.
Di Indonesia pada saat sekarang terjadi peralihan, yang dahulu
permintaan jasa konstruksi didominasi oleh sektor pemerintah
sekarang sudah mulai beralih ke sektor swasta, apalagi di Jakarta.
Permintaan jasa konstruksi sektor swasta akan lebih efisien karena
mengikuti mekanisme pasar.
Barang substitusi merupakan barang pengganti yang sifatnya
emergency. Barang substitusi baru akan dipilih oleh konsumen jika
barang utamanya, adalah :
harganya naik diluar kemampuan konsumen
kualitasnya turun diluar batas toleransi konsumen
barangnya langka sehingga tidak memungkinkan diperoleh
konsumen.
19
Sebagai contoh di lapangan untuk barang substitusi dalam
industri jasa konstruksi nasional adalah apabila kontraktor formal
(berbadan hukum) untuk mengerjakan proyek konstruksi harganya
relatif mahal diluar daya beli konsumennya, maka konsumen
(konsumen kelas bawah) akan mencari alternatif substitusinya
dengan memilih kontraktor informal (kelompok tukang
informal/mandor ) yang mampu mengerjakan proyek tersebut.
Contoh lain misalnya apabila kayu untuk membangun rumah
yang berasal dari industri kayu harganya semakin mahal maka
konsumen yang berpenghasilan rendah akan beralih menggunakan
bambu dan kayu kampung.
Begitu juga apabila pemilik proyek besar untuk pekerjaan jasa
konstruksi merasa kontraktor nasional tidak mempunyai teknologi
canggih, tidak mempunyai tenaga pelaksana yang profesional,
tidak mempunyai modal usaha maka pemilik proyek besar akan
memilih kontraktor substitusinya yaitu kontraktor asing.
Untuk menghadapi produk/ kontraktor substitusi tersebut maka
kontraktor harus fokus pada pekerjaan tertentu dan bermitra
dengan kontraktor lain sehingga kontraktor tersebut mempunyai
keunggulan kompetitif.
Sebenarnya optimalisasi peluang di jasa konstruksi sehingga
timbul interaksi secara besar-besaran dapat dilakukan oleh
pemerintah dan pemerintah daerah melalui perpanjangan tangan
dan pembinaan jasa konstruksi. Dikhawatirkan tanpa optimalisasi
peran pembinaan jasa konstruksi, kalau kondisinya dibiarkan
20
seperti sekarang maka yang akan terjadi adalah kemunduran dan
membuang kesempatan usaha kepada profesi masyarakat untuk
menghasilkan kegiatan yang profesional.
Permasalahan di pasar swasta adalah jaminan pembayaran
oleh pemilik pekerjaan sering kali tidak tepat waktu bahkan
cenderung seenaknya. Selanjutnya, perusahaan yang terkena
permasalahan pembayaran seperti uraian diatas tersebut juga
tidak tahu harus kemana mereka mengadu. Bahkan, apabila
mereka mengadu ke kepolisian hal tersebut juga tidak akan
menyelesaikan masalah karena pada akhirnya masalah tersebut
dari aspek hokum merupakan delik urusan perdata. Kasus tersebut
juga terjadi pada BUMN Konstruksi yang mengerjakan proyek
bangunan apartemen atau mall di Jakarta. Banyak pekerjaan
konstruksi yang dikeluhkan karena pembayarannya lambat,
bahkan sampai sekarang banyak yang belum dibayar yang
akhirnya merugikan perusahaan BUMN.
Dengan kata lain, dalam banyak hal tidak tercapai suatu
solusi optimal, bagaimana menyelesaikan masalah dan bagaimana
perlindungan hukum yang seharusnya di bidang jasa konstruksi.
Disini masih terlihat secara kasat mata, keleluasaan bagi mereka
yang memiliki modal besar dan mengerjakan pekerjaan konstruksi
di pasar swasta ini untuk bertindak seenaknya, seakan akan
mereka menyadari adanya aspek kelemahan dalam hukum.
Sebenarnya ini kasus-kasus seperti ini harus segera
dituntaskan di negeri ini, dan dicari solusinya. Kita menyadari
21
bahwa sebagai perusahaan konstruksi yang bersifat BUMN,
Komisarisnya banyak melibatkan Pejabat di Kementrian Pekerjaan
Umum, harapannya adalah dapat digunakan sebagai model dalam
mencari penyelesaian, dan jalan keluar dari penundaan
pembayaran tersebut. Terlepas dari bahwa pemilik bangunan
tersebut, juga melibatkan para advokat yang ternama di negeri ini
untuk membela bisnis mereka.
b. Struktur Industri Jasa Konstruksi nasional.
Efisien tidaknya perusahaan konstruksi nasional sangat ditentukan
oleh struktur industrinya. Struktur industri yang efisien akan
menurunkan biaya, meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan
dan perusahaan –dalam industri tersebut - dapat cepat merespon
perubahan permintaan pasar.
Dengan kata lain struktur industri yang efisien akan meningkatkan
kinerja dan keunggulan kompetitif perusahaan yang ada di dalam
industri tersebut.
Saat ini sedang diupayakan usaha yang berbasis umum –
spesialis dan keterampilan, besar – menengah – kecil dan ini
sudah diamanatkan dalam Undang Undang Jasa Konstruksi Pasal
12 untuk selanjutnya diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum.
Masalah klasifikasi dan kualifikasi ini sangat rumit, sehingga
bagi seseorang yang tidak memahami dan tidak memiliki
pengalaman kemudian membuat regulasi maka pasti akan
menyebabkan permasalahan bahkan kematian pada dunia usaha.
22
Pendatang Baru yang Potensial
Supplier, konsultan, kontraktor
umum, kontraktor
spesilais
Pembeli pemerintah &
Swasta
Persaingan Perusahaan dalam
IndustriHarga
KualitasKeunikan produkInovasi Produk
Barang substitusi
Pembeli intern
Supplierintern
Para regulator ini harus belajar terlebih dahulu bertahun-
tahun untuk mengobservasi, memahami akar permasalahan/
filosofinya dan kemudian baru membuat regulasinya. Struktur
industri jasa konstruksi nasional dapat digambarkan seperti
dibahwah ini
Gambar Struktur industri jasa konstruksi :
Gambar : Struktur Industri Jasa Konstruksi
c. Persaingan Perusahaan dalam industri jasa konstruksi.
Perusahaan jasa konstruksi nasional untuk tetap mampu bertahan
hidup dan berkembang maka perusahaan tersebut harus mampu
bersaing dengan perusahaan lain dalam rangka memperebutkan
proyek konstruksi nasional yang ada diseluruh Indonesia .
23
Perusahaan konstruksi yang tidak mempunyai keunggulan dalam
aspek – aspek tertentu, akan kalah bersaing dan akhirnya harus
mundur dari pasar. Idealnya perusahaan konstruksi nasional harus
mempunyai keunggulan di suatu aspek tertentu, tetapi
masalahnya untuk mencapai keunggulan total tersebut
membutuhkan biaya yang besar, teknologi yang tinggi dan
sumberdaya manusia yang sangat berkualitas.
Oleh sebab itu pada umumnya, Perusahaan konstruksi untuk
mampu bertahan hidup “tidak harus” mempunyai keunggulan total
dibandingkan perusahaan konstruksi yang lain, tetapi cukup
mempunyai keunggulan – keunggulan dalam bidang/aspek
tertentu.
Setelah perusahaan jasa konstruksi mempunyai keunggulan
dalam aspek – aspek tertentu maka perusahaan jasa konstruksi
tersebut harus mempunyai strategi yang tepat dalam memasuki
pasar, strategi tersebut antara lain meliputi:
Memilih segmen pasar yang tidak dimasuki kontraktor besar
dan menengah .
Tidak berkonfrontasi langsung dengan perusahaan jasa
konstruksi besar dan menengah.
Memiliki pasar yang spesialis.
Melakukan penetrasi pasar secara gerilya.
Melakukan kemitraan sesama kontraktor kecil/specialis agar
mempunyai kekuatan besar dalam rangka meningkatkan
keunggulan kompetitif.
24
Melakukan kemitraan dengan kontraktor besar dalam
bentuk sub kontrak, sebagai anak angkat atau bentuk
kemitraan yang lain.
Mempunyai tenaga kerja di bidang teknis keunggulan
perusahaan
Dari gambaran di atas, perusahaan jasa konstruksi nasional
terutama yang kecil dan spesialis dalam rangka bertahan hidup
dan berkembang harus fokus pada produk/ pekerjaan tertentu dan
melakukan kemitraan yang bersinergi.
Pemahaman ini harus diketahui oleh Kontraktor yang ada
sekarang karena didalam pemikirannya masih berpola seperti yang
lalu dengan sebanyak mungkin mempunyai sub-sub bidang maka
kalau dapat proyek pasti menguntungkan, walaupun Kontraktor
tidak mempunyai tenaga ahli /terampil yang sesuai sub bidang,
misalnya mempunyai sub bidang jalan, sub bidang pengairan, sub
bidang gedung padahal di sub bidang tersebut diperlukan keahlian
dan spesifikasi khusus, akibatnya perusahaan tidak mendapatkan
proyek, kalaupun mendapatkan proyek pekerjaannya tidak
memenuhi mutu kualitas yang disyaratkan.
Perusahaan jasa konstruksi nasional agar mampu bersaing
harus mempunyai keunggulan kompetitif yang komponennya
terdiri dari:
Harga yang murah pada kelasnya.
Kualitas produk/jasa yang baik pada kelasnya.
Produknya unik pada kelasnya.
25
Produk/jasa yang dihasilkan harus inovatif.
Cepat merespon perubahan kebutuhan dan keinginan
pasar.
Disamping Kontraktor serta Konsultan juga aparatur negara di
pembinaan harus pula memahaminya, tanpa ada pemahaman
diatas maka kegiatan yang dilakukan pada dasarnya dapat
dikatakan tidak dilakukan pembinaan.
d. Supplier.
Semakin besar organisasi perusahaan dan semakin komplek
produk yang dihasilkan maka menjadi tidak efisien kalau semua
komponen produknya diproduksi sendiri. Komponen produk yang
banyak dan berteknologi tinggi jika diproduksi sendiri oleh sebuah
perusahaan akan membutuhkan waktu penelitian yang lama, biaya
penelitian yang besar, investasi aset produksi yang besar, unit
kerja produksi yang banyak dan investasi tenaga ahli yang besar,
oleh sebab itu pada era globalisasi model pengembangan
perusahaan seperti diatas sudah ditinggalkan.
Model pengembangan perusahaan modern di era globalisasi, yakni
perusahaan harus fokus pada komponen / produk tertentu yang
mampu menghasilkan komponen / produk yang betul – betul
unggul sedangkan komponen – komponen lainnya yang dibutuhkan
untuk menghasilkan produk yang utuh mengandalkan pada
supplairnya.
Secara teoritis maupun empiris industri modern di era
globalisasi dalam rangka mencapai keunggulan kompetitif
26
membutuhkan kemitraan yang bersinergi baik pada aspek produksi
dan logistik (supply chain management), pasar maupun keuangan.
Suplair bahan bangunan di Indonesia berkembang pesat
sekali, berbagai produk utilitas konstruksi muncul dengan berbagai
variasi, dalam survey yang dilakukan, ditemukan kualitasnya
masih banyak yang belum sesuai. Masyarakat harus menerima ini
karena pemerintah belum melakukan pembinaan. Contoh yang
mudah adalah apabila seseorang membeli kran-air dan belum satu
bulan sudah tidak bisa dipakai, kemana ia meminta pertanggungan
jawabnya? Sampai sekarang, solusinya tidak jelas. Apakah ia harus
pergi ke Kementrian Perindustrian atau ke Kementrian Pekerjaan
Umum? Masalahnya, Kalau ia pergi ke jajaran Kementrian
Perindustrian, maka tidak ada yang memahami tentang konstruksi
di sana. Sementara, kalau ia pergi ke jajaran Kementrian Pekerjaan
Umum tidak ada tempat untuk mengadu, unit kerja pembinaanpun
tidak ada. Maka jadilah masyarakat yang menjadi korban.
Seandainya ada unit kerja pembinaan jasa konstruksi yang
berkaitan dengan produk-produk yang akan digunakan dalam jasa
konstruksi ini, maka kasus tersebut bisa menjadi salah satu
tugasnya. Unit ini yang kemudian akan melakukan koordinasi
dengan Kementrian Perindustrian dan menindak lanjuti keluhan
tersebut.
Demikian pula jika menemukan bahan konstruksi yang dibuat
di luar negeri dan digunakan pada bangunan konstruksi di
Indonesia dan ternyata mengalami hal yang sama, maka
27
Kementrian Pekerjaan Umum harus segera berkoordinasi dengan
Kementrian Perdagangan untuk melarang barang tersebut beredar
atau memberitahukan ke konsumen masyarakat untuk tidak
membelinya.
Contoh-contoh diatas banyak ditemukan dan permasalahan
tersebut bisa menjadi tugas dari pembinaan jasa konstruksi
sebagai aparatur pemerintah, karena keberadaan pemerintah
adalah mewakili negara untuk melayani dan melindungi
kepentingan masyarakatnya.
Dari uraian diatas sebenarnya ada permasalahan khusus.
Pertama,karena pembinaan adalah terkait dunia usaha, sedangkan
semua aparatur di bidang pekerjaan umum tidak pernah terkait
dengan dan memahami dunia usaha (dimana unsur rugi selalu
membayangi pengusaha). Kedua, dunia usaha itu sangat cair
sekali dan memerlukan penanganan sendiri dan disinilah
permasalahannya yang harus betul betul disadari oleh pemerintah.
Fakta menunjukkan, bahwa pada tahun 2010 dari 33 Propinsi di
Indonesia terdapat 22 propinsi yang tidak menentukan pembina
jasa konstruksi dengan suatu produk hukum seperti Perda. Ini
artinya pembinaan jasa konstruksi ditangani setengah hati,
seharusnya hal tersebut menjadi tugas Badan Pembinaan
Konstruksi. Sehingga timbul kecenderungan semuanya berjalan
seperti ‘auto pilot’ dan kalau muncul persoalan, baru kemudian
28
dilakukan pembenahan, sehingga terlihat tidak terstruktur. Dalam
kondisi seperti ini kehadiran seksi bina jasa konstruksi di setiap
kabupaten/kota maupun propinsi sesungguhnya wajib adanya.
e. Peralatan konstruksi.
Peralatan konstruksi dengan kemajuan yang ada
sekarang peralatan tersebut dapat disewa, itu sebabnya saat ini
tidak disyaratkan dimiliki oleh pengusaha untuk berusaha di bidang
jasa konstruksi.
Oleh sebab itu saat ini berkembanglah perusahaan penyewaan
peralatan berat atau besar, pertanyaan berikut adalah siapa yang
harus mengawasi dan melakukan pembinaan, maka tidak lain dan
tidak bukan adalah unit kerja jasa konstruksilah yang harus juga
memperhatikannya.
Berdasarkan survey yang dilakukan beberapa tahun lalu di
lapangan menunjukkan perusahaan penyewaan peralatan
konstruksi di luar Jawa tidak berkembang, sehingga kontraktor di
luar Jawa harus membeli peralatan sendiri. Artinya kontraktor di
luar Jawa harus mempunyai prosentase modal sendiri dan beban
“fixed cost” yang besar yang mengakibatkan keuntungan
kontraktor di Luar Jawa relatif lebih kecil dibandingkan kontraktor
di Jawa
Alasan kegagalan perusahaan penyewaan peralatan
konstruksi yang utama ialah bahwa proyek konstruksi di Luar Jawa
berfluktuasi sehingga permintaan penyewaan peralatan konstruksi
tidak kontinyu untuk mendapatkan proyek sepanjang tahun. Akibat
29
permintaan penyewaan peralatan konstruksi yang tidak kontinyu
menyebabkan keberadaan perusahaan penyewaan peralatan
konstruksi masih terbatas.
Perusahaan penyewaan peralatan konstruksi membutuhkan
investasi dan biaya tetap besar dan biaya perawatan mahal. Di
Luar Jawa sulit mencari operator yang profesional. Alasan
kegagalan perusahaan penyewaan peralatan konstruksi yakni
Perusahaan penyewaan peralatan konstruksi masih
sangat terbatas
Proyek / demand berfluktuasi
Perusahaan kurang profesional
Biaya investasi & biaya tetap serta biaya perawatan
mahal
Operator alat tidak profesional
Kualitas alat tidak standard
Jadwal tidak akurat
Peralatan tidak lengkap
Berdasarkan uraian di atas maka unit kerja jasa konstruksi bisa
melakukan perbaikan iklim usaha dengan pengambil kebijakan,
serta bisa merancang perbaikan iklim usaha supaya hasil indikasi
temuan yang pernah dilakukan dapat diantipasi dan dilakukan
perbaikan demi perkembangan jasa konstruksi nasional.
f. Globalisasi Jasa Konstruksi.
Globalisasi jasa konstruksi akan berpengaruh pada eksistensi
dari jasa konstruksi nasional, hal ini lantaran Indonesia sudah
30
meratifikasi Undang-undang tentang Globalisasi melalui Peraturan
Pemerintah no 7 tahun 1994 , sehingga secara “de facto”
Indonesia adalah menjadi bagian dari WTO/ World Trade
Organization.
Jika melihat perkembangan ekonomi global, globalisasi
sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan jika semua masyarakat
bersatu padu. Kehadiran perusahaan asing di Indonesia dalam
mengerjakan proyek konstruksi akan berpengaruh positif bagi jasa
konstruksi, jika kebutuhan yang diperlukan dan terdapat didalam
negeri dapat diantipasi. Kebutuhan akan partner local bagi
perusahaan asing berupa sub kontraktor tertentu, dan kemudian
sub kontraktor tersebut tidak bersedia jika nilainya proyeknya
rendah, akan berpengaruh negatif.
Perlu siasat atau strategi untuk menghadapi hal tersebut,
karena hal yang sama sekarang terjadi ketika Jepang menawarkan
perusahaan konstruksi Indonesia untuk ikut lelang di Jepang,
namun tidak ada satupun perusahaan Indonesia yang ke Jepang
lantaran dokumen lelangnya bahasanya adalah bahasa Kanji,
sementara di Indonesia sendiri masih banyak pekerjaan konstruksi.
Namun itulah globalisasi.
Disisi lain Indonesia juga mesti mengikuti ketentuan untuk
meregistrasi tenaga ahli yang telah mempunyai sertifikat keahlian
guna ditawarkan bekerja pada tingkat ASEAN, namun demikian
sampai saat ini masih sedikit tenaga ahli yang tercatat. Sementara
Malaysia dan Singapore telah banyak memiliki tenaga ahli yang
31
tercatat resmi. Fakta dan informasi ini mengindikasikan bahwa
tenaga ahli konstruksi Indonesia belum berpikir kearah regional
atau international, karena mau tidak mau, suka tidak suka
registrasi tenaga ahli memang diperlukan dan diharuskan.
Bisa terjadi bahwa para tenaga ahli kita ini hanya mampu
bekerja di kandang /negeri sendiri , lantaran proyek di Indonesia
masih banyak dan tidak mengantipasi teknologi yang datang dari
luar Indonesia. Hal ini juga mengindikasikan antara perguruan
tinggi dan dunia usaha konstruksi belum ada “link and match”.
Kajian lebih lanjut mengindikasikan ketidak tersediaan sarana atau
tempat untuk menghubungkan antara perguruan tinggi dan
penyedia jasa dan proyek atau forum mengakibatkan tidak
terjadinya hubungan kerja.
Bisa jadi juga permasalahan tersebut di atas muncul adalah
karena tidak adanya unit kerja yang mendistribusikan informasi
tentang globalisasi dan dampaknya serta apa yang harus dilakukan
bagi pengembangan jasa konstruksi menangani baik itu di level
provinsi, kabupaten/kota. Hal tersebut dimungkinkan karena tidak
adanya aparatur yang memiliki pengetahuan dan aparatur yang
ditugaskan sebagai pembinanya.
4. Tenaga kerja konstruksi.
Monitoring tenaga kerja jasa konstruksi sebetulnya sudah ada
ketentuan hukumnya melalui Keputusan Menteri Pekerjaan Umum no
323/KPTS/1988 tentang Petunjuk Pelaksanaan Monitoring Data
Ketenagakerjaan Bidang Pekerjaan Umum /Jasa Konstruksi (Lihat
32
Lampiran 11)
Sebagaimana tindak lanjut Undang-undang Jasa Konstruksi maka
tenaga kerja di bidang jasa konstruksi dibagi menjadi 2 kelompok
yakni kelompok tenaga kerja ahli dengan pendidikan minimum D3
keatas yang dalam pembinaannya diserahkan kepada asosiasi profesi
sedangkan satu kelompok lagi adalah kelompok tenaga kerja terampil
yang berlatar belakang pendidikan D3 kebawah yang pembinaannya
dilakukan oleh pemerintah.
Tenaga kerja tersebut dalam status pekerjaannya dibagi menjadi
tenaga kerja tetap /organik yang umumnya adalah bekerja pada
perusahaan konstruksi dan tenaga kerja tidak tetap/ non organik yang
biasanya bernaung dibawah mandor dan disebut tenaga kerja harian
lepasseperti tukang dan pembantu tukang dan sejenisnya.
Tenaga kerja tersebut, sudah banyak yang mengikuti pendidikan
dan pelatihan jasa konstruksi, baik di asosiasi maupun di pusat-pusat
pelatihan yang ada di Indonesia.
Tenaga kerja Konstruksi khususnya para tukang konstruksi, selama ini
merupakan tenaga kerja temporer yang berpindah-pindah
pekerjaannya yang umumnya berasal dari generasi agraria /nelayan
dan sambil memanfaatkan waktu melakukan migrasi ke dunia usaha
jasa konstruksi.
Kenapa demikian karena umumnya mereka tidak bekerja secara
terus menerus dan biasanya dibawa kepala tukang atau mandor dan
sifatnya juga “kekerabatan”, sehingga kita sulit untuk mengetahuinya.
33
Ini bisa dibuktikan manakala kita membutuhkan tukang untuk
memperbaiki rumah kita misalnya, maka sudah dipastikan kita sulit
mencari tukang dan biasanya diperoleh dari omongan satu orang ke
orang lain, namun secara sistematis belum terpikirkan oleh negara
bagaimana sistem yang harus dibangun, padahal secara jelas dialah
sumber tenaga kerja profesional di bidang konstruksi.
Permasalahan lain adalah kesejahteraan tenaga kerja yang
seringkali dilupakan oleh orang yang mempekerjakannya dan
dianggap sebagai hubungan kerja antara tenaga buruh dan majikan
seperti pada zaman dulu, program pembinaan pemerintah belum
sampai memikirkan pada pola ini, buktinya jika tenaga kerja mendapat
kecelakaan kerja pada tempat pekerjaan konstruksi maka pemerintah
cq Pembina jasa konstruksi juga tidak tahu, akan diapakan tenaga
kerja tersebut.
Disisi lain, pemerintah mesti membuat inovatif untuk
menyelesaikan sistem informasi pada pekerja konstruksi ini, dari
informasi diketahui bahwa pemerintah tidak mengetahui dimana
tenaga kerja yang bekerja di suatu perusahaan konstruksi, apa
pekerjaan, dimana rumahnya atau apa jenis pekerjaan konstruksi
seperti ragam keahlian/keterampilannya, upahnya dan lain sebagainya
sehingga seakan-akan diserahkan kepada dirinya sendiri /tenaga
tukang serta dunia usahanya.
Sebagai pemerintahan yang menjalankan ‘good governance”
harusnya bisa melindungi dan mengetahui segala sesuatu tentang
tenaga kerja konstruksi tersebut.
34
Untuk meningkatkan pendidikan dan pelatihan maka mesti
mengerti dunia usahanya lebih dahulu, karena kalau kita melakukan
pelatihan jasa konstruksi yang selama ini dilakukan akan ditemui
bahwa pesertanya belum sebagaimana yang diharapkan, seringkali
tenaga administrasi, sopir, atau pesuruh dan lain sebagainya, ini
membuktikannya “belum diminatinya suatu Diklat” dan masih
diabaikan karena tuntutan anggaran yang harus dihabiskan lebih
penting dari semua itu.
a. Peningkatan Kemampuan Tenaga Kerja.
Peningkatan kemampuan pada tenaga kerja konstruksi memang
menjadi tugas kita semua, karena tenaga kerja konstruksi yang
benar-benar profesional dan memiliki ketrampilan dan
pengetahuannya masih sangat minim sebagaimana dijelaskan
diatas bahwa tenaga kerja konstruksi adalah perpindahan dari
tenaga kerja petani /agraria /nelayan ke dunia usaha konstruksi,
hal ini disebabkan karena mudahnya memasuki dunia kerja
konstruksi sebelum nantinya pada suatu saat akan beralih ke
tenaga kerja industri pada generasi selanjutnya, dan ini sudah
terjadi di negara-negara besar di dunia ini yang telah
mengalaminya sehingga hal tersebut pasti juga terjadi di
Indonesia.
Peningkatan kemampuan harus bisa dilakukan oleh
industrinya, kalau pemerintah yang melakukan maka diperlukan
biaya yang sangat besar sekali dan tidak ada jaminan untuk
membantu meningkatkan kesejahteraannya sebagaimana uraian
35
diatas, oleh sebab itu industrinyalah yang harus melakukan,
pemerintah membantu dengan menyediakan fasilitas tempat
Diklat, standar-standar /bakuan kompetensi yang dibutuhkan
/manual uji, instruktur , serta sistem ketenaga-kerjaan yang
mendukung industrinya tersebut.
Saat ini sudah ada SKKNI /Standar Klasifikasi Kualifikasi Nasional
Indonesia dan tentunya perlu ditindak lanjuti dengan pola
pendidikan dan pelatihannya, namun terlihat disini bahwa seluruh
masyarakat belum diarahkan ke tujuan tersebut, ini karena
diperlukan terobosan /berbagai cara antara lain :
Diluncurkannya program Gerakan Nasional Pelatihan
Konstruksi.
Mengidentifikasi kebutuhan akan pelatihan manajemen jasa
konstruksi.
Membuka kerjasama atau aliansi dengan Badan Diklat
Pemerintah Daerah khususnya di Kabupaten/Kota
Melakukan kerjasama dengan asosiasi perusahaan /profesi
dalam Peningkatan Kemampuan SDM / Diklat Tingkat Ahli
Peningkatan Kemampuan SDM /Diklat Tingkat Terampil
Peningkatan Kemampuan SDM /Diklat Usaha
Dan lain sebagainya
b. Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja.
Pendidikan dan Pelatihan atau Diklat sejak Undang-undang
Jasa Konstruksi dilahirkan dan telah beroperasinya LPJK seharusnya
meningkat dan setiap hari mesti terlihat Diklat dimana-mana
36
dengan berbagai ragam klasifikasi dan kualifikasi keterampilan
maupun keahlian, namun demikian kenyataannya Diklat jasa
konstruksi tidak ada kenaikan frekuensi secara significant, memang
ada terjadi kenaikan volume Diklat namun itu terjadi di Pusat
Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi Kementrian
Pekerjaan Umum terutama kenaikan biaya anggaran Diklat negara,
seharusnya dunia usaha juga meningkat termasuk di asosiasi–
asosiasi jasa konstruksi, namun yang terjadi, yang meningkat
adalah jumlah asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi sedangkan
secara entitas peningkatan Diklat SDM tidak terjadi.
Berbeda yang terjadi di Malaysia atau Philipina dimana setiap
hari banyak terjadi pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi,
bahkan dengan biaya masing-masing tenaga kerja bukan dana
Pemerintah, setidak-tidaknya adalah biaya Lembaga sehingga apa
yang terjadi saat ini, masih belum sesuai dengan yang diharapkan
sebagaimana pada naskah akademis Undang-undang Jasa
Konstruksi, masih harus dicari polanya.
Salah satu dugaan analisis yang dilakukan adalah karena
pekerjaan apapun yang dilakukan pada dunia usaha jasa
konstruksi, pasti diterima oleh pemilik pekerjaan, mutu pekerjaan
masih rendah misalnya campuran semen dan pasir dan koral tidak
sesuai dengan ketentuan baku pada dokumen lelang, hasil
pekerjaan yang tidak lurus seperti plesteran juga dibiarkan,
“pokoknya” pekerjaan selesai dan bisa digunakan terlebih dahulu,
dan uang cepat keluar. Dengan kehadiran Undang-undang jasa
37
konstruksi sebenarnya diharapkan banyakmuncul Lembaga
Pendidikan dan Pelatihan dan kemudian berbondong-bondong
tenaga kerja ikut berbagai jenis pendidikan dan pelatihan, namun
ini tidak terjadi, bahkan mencari tenaga kerja yang akan dilatihpun,
sulit sekali.
Kenapa demikian?, seperti penjelasan uraian diatas apapun
yang dikerjakan oleh tenaga kerja konstruksi belum menuju pada
biaya, mutu, waktu yang menjadi “trademark” dari pendidikan dan
latihan serta tujuan dari jasa konstruksi.
Kurikulum dan sylabus memang berkembang, banyak
ragamnya namun terlihat banyak tenaga kerja di uji
keterampilannya dilakukan melalui portofolio saja, tidak diberikan
pendidikan dan pelatihan “dasar”, ataupun bekal
keahlian/keterampilan, hanya sedikit asosiasi yang menjalankan
pendidikan dan pelatihan sebelum dilakukan uji sertifikasi.
Kondisi ini harus ada perubahan, kalau seperti ini
dipertahankan maka mencari tenaga kerjapun akan sangat sulit,
karena jika ada Diklat maka yang ikut adalah tenaga yang itu-itu
terus seperti tenaga administrasi bahkan seringkali yang tidak
terkait dengan jasa konstruksi seperti sopir,pesuruh,dan lainnya
sebagainya, kalau diminta membayar sudah pasti tidak ada
pesertanya.
c. Balai Pelatihan Tenaga Kerja Konstruksi dan Uji Sertifikasi.
Ujung tombak dari pendidikan dan pelatihan adalah Balai
Pelatihan Tenaga kerja jasa konstruksi yang dimiliki oleh Pusat
38
Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi Badan Pembinaan
Konstruksi Kementrian Pekerjaan Umum yang tersebar di beberapa
lokasi di Indonesia yakni :
1) Balai Peningkatan Keahlian Konstruksi di Jakarta
2) Balai Pelatihan Konstruksi dan Peralatan di Jakarta.
3) Balai Pelatihan Konstruksi Wilayah I di Banda Aceh
4) Balai Pelatihan Konstruksi Wilayah II di Surabaya
5) Balai Pelatihan Konstruksi Wilayah III di Banjarmasin
6) Balai Pelatihan Konstruksi Wilayah IV di Makasar.
7) Balai Pelatihan Konstruksi Wilayah V di Jayapura.
Dari jenis dan ragam pelatihan sebenarnya sudah cukup banyak
dan beragam, yang mesti dibenahi adalah sistematikanya karena
sebagaimana diuraikan diatas kalau kita berbicara ahli maka
terkait dengan asosiasi sedangkan kalau kita berbicara terampil
maka itu menjadi tugas pemerintah. Dari data jenis pelatihan yang
sudah tersedia maka perlu dilakukan pendekatan baik dengan
asosiasi maupun dengan pemilik sumber dana yang mau
menyediakan pendidikan dan pelatihan. Mengingat pola yang
dilakukansaat ini adalah otonomi daerah maka Pusbin KPK mesti
bisa melakukan “create” sumber dana pada 595 buah pemerintah
daerah kabupaten/kota diseluruh Indonesia.
Berdasarkan surat edaran Menteri Dalam Negeri no
601/1031/BAKD tanggal 6 Oktober 2006 tentang Pembiayaan jasa
konstruksi di daerah ( Lihat Lampiran 12 ) maka perlu
dikembangkan dan dijajagi oleh semua Balai-Balai yang ada untuk
39
menghubungi Dinas PU Kabupaten/Kota dan Badan Pendidikan dan
Pelatihan Daerah diseluruh Indonesia, dan disini Balai Pelatihan
KPK harus menjemput bola dan menjelaskan di daerah-2 akan
tugas Pemerintah daerah cq Dinas PU berdasarkan PP 38 tahun
2007 tentang Pembagian tugas Pemerintah,Pemerintah propinsi
dan pemerintah kabupaten/kota.Lalu bagaimana caranya untuk
melibatkan tenaga kerja supaya mau ikut Diklat maka harus
didekati lagi yakni bagi mereka yang mendapatkan
proyek/pekerjaan dari pemerintah diwajibkan perusahaan jasa
konstruksi mengirimkan tenaga kerjanya untuk ikut pelatihan dan
pendidikan yang diselenggarakan di lokasi kabupaten/kota
tersebut, dan pelaksanaannya harus bekerjasama dan
memanfaatkan Badan Diklat setempat.
Pemilihan jenis pelatihan mesti dibicarakan denga asosiasi
setempat dan Kepala Dinas PU setempat karena mereka yang
mengetahui dan Balai Pelatihan Konstruksi mensuplai kebutuhan
mereka di wilayah tempat mereka sendiri.
Penyelenggaraan Diklat harus dirancang secara mobile
dengan menggunakan peralatan dan juga sarana dan prasarana
setempat, pengelola Diklat bisa dilakukan oleh petugas dari Balai-2
Pusbin KPK sedangkan instruktur dan materi disupport oleh Pusbin
KPK dan tempat penyelenggaraan dan makan siang oleh Badan
Diklat Pemda Kabupaten/Kota setempat.Kegiatan ini menjadi tugas
dari Balai-Balai Pusbin KPK, dan pasti dapat diselenggarakan
dengan “sharing” dari dana APBDPemerintah Kabupaten/Kota.
40
Balai-2 Pusbin KPK memang harus mempunyai ahli-ahli
pemasaran dan memahami penyusunan anggaran APBD dan
melakukan kominikasi dengan Bappeda dan Dinas PU sehingga
tidak hanya bergantung dari APBN saja sehingga Gerakan Nasional
Pelatihan Konstruksi dapat mencapai targetnya.
Salah satu usulnya adalah pengangkatan wakil Kepala Balai
atau Sekretaris Balai yang tugasnya sebagai pemasaran ke
Kabupaten/Kota diseluruh Indonesia.Pola ini pasti berhasil
mengingat di kabupaten/kota pada dasarnya masih awam dengan
pendidikan dan pelatihan, dan mereka menantikan program2 dari
pusat dan memang harus dikaitkan dengan Penyedia jasa yang
mendapatkan Kontrak Pekerjaan Konstruksi dari Pemerintah
daerah, jika diperlukan maka dalam dokumen penawaran atau
evaluasi pelelangan harus disisipkan bukti bahwa perusahaan telah
pernah mengirim tenaga kerja untuk suatu Diklat agar
diperhitungkan dan mendapat kredit point dari pemerintah daerah.
Sedangkan untuk Uji sertifikasi tenaga kerja terampil dapat
dilakukan oleh Balai-Balai Konstruksi ini yang pelaksanaannya
diatur dan mengacu pada ketentuan LPJK Nasional dan ini sudah
berjalan dengan baik di daerah-daerah.
d. Tenaga Kerja Konstruksi Bersertifikat& Perusahaan
Penyalur.
Perusahaan penyedia tenaga kerja konstruksi secara teoritis
mestinya sangat dibutuhkan di Indonesia karena jumlah kontraktor
41
dan konsultan di Indonesia sangat besar, tetapi kenyataannya
perusahaan penyedia tenaga kerja konstruksi di Indonesia tidak
berkembang sama sekali. Boleh dikatakan perusahaan penyediaan
tenaga kerja konstruksi di Indonesia kalah dibandingkan
perusahaan penyedia tenaga kerja pembantu rumah tangga.
Di Jakarta banyak perusahaan penyedia tenaga kerja
pembantu rumah tangga yang berbadan hukum dalam bentuk PT
maupun CV yang jumlahnya ada puluhan perusahaan, dan
melakukan kegiatan menyalurkan tenaga kerja pembantu rumah
tangga di Jakarta / Indonesia sendiri bahkan sampai ke luar negeri,
tetapi penyediaan tenaga kerja konstruksi di Indonesia masih
bersifat informal melalui mandor – mandor.
Penyediaan tenaga kerja untuk konstruksi tingkat ahli sudah
mulai berjalan dengan baik, khususnya tingkat sarjana misalnya
LPPM ( Lembaga Pendidikan Pengembangan Manajemen )
merekrut sarjana yang baru lulus kemudian diberi pelatihan
bahkan ada yang dididik sampai lulus S2 dimana calon tenaga
kerja tersebut tidak mengeluarkan biaya kemudian calon tenaga
kerja yang sudah siap kerja tersebut ditawarkan ke perusahaan –
perusahaankonstruksi di Indonesia.
Tenaga kerja yang dididik oleh LPPM yang sudah disalurkan ke
perusahaan, baru membayar biaya pelatihan/pendidikan dan biaya
– biaya lain yang sudah dikeluarkan oleh LPPM. Pola ini sudah
mulai berjalan walaupun masih relatif kecil sekali, karena
perusahaan konstruksi juga sudah mulai memanfaatkan dengan
42
pola ini yakni memanfaatkan tenaga kerja tidak permanen atau
“out sourcing”.Perusahaan Konstruksi BUMN saat ini banyak
mempunyai tenaga “out sourcing” karena tidak membebani
perusahaan, sehingga tenaga kerja ini dituntut profesionalisme
muncul dan jika tidak profesional maka tenaga kerja akan sulit
mencari pekerjaan di kemudian hari atau “tidak laku”.
Untuk tingkat keterampilan, jika mencari tenaga kerja
konstruksi maka Kontraktor tidak melalui perusahaan penyedia
tenaga kerja tetapi melalui kelompok mandor yang sifatnya masih
informal. Hampir semua kontraktor mengakui, memperoleh tenaga
konstruksi melalui mandor yang sifatnya informal.
Secara teoritis penyediaan tenaga konstruksi secara informal
merugikan pihak tenaga kerja itu sendiri maupun kontraktor yang
menggunakan tenaga kerja tersebut. Pekerja konstruksi belum
memperoleh jaminan asuransi, perlindungan hukum yang layak
dan tidak ada standar gaji yang layak. Bagi kontraktor dan
pengguna jasa tidak memperoleh jaminan keahlian dan
keprofesionalannya.
Berdasarkan hasil pengamatan, mengapa kontraktor tidak
menggunakan perusahaan penyedia tenaga kerja konstruksi, hal
ini disebabkan karena alasan utama kegagalan perusahaan
penyediaan tenaga kerja konstruksi itu sendiri yang terindikasi:
Jumlahnya tidak banyak.
Belum terorganisir.
Distribusi informasi belum meluas.
43
Standard kualitas belum berjalan dengan baik.
Kontinuitas “demand” proyek tidak terjamin.
Belum dilihat sebagai prospek bisnis.
Belum banyak tenaga ahli /terampil yang bersertifikat.
Belum ada peraturan dari regulator .
Walaupun sudah ada peraturan wajib dari pemilik proyek,
namun belumtegas.
Belum ada yang menyediakan.
Dari informasi diatas sesungguhnya Pusbin KPK, Badan
Pembinaan Konstruksi Kementrian Pekerjaan Umum dapat
berperan sebagai mediasi atau mempertemukan antara tenaga
kerja dan perusahaan konstruksi yang membutuhkan, memang
perlu dibangun sistem informasi dan dengan kegiatan Penyusunan
Database Tenaga kerja ini dapat dibangun juga pusat informasi
pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan tenaga kerja
konstruksi dimasa mendatang.
5. Pembinaan Jasa Konstruksi.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2007
tentang pembagian urusan pemerintah, pemerintah daerah propinsi
dan pemerintah daerah kabupaten/ kota, tercamtum secara jelas
bahwa jasa konstruksi menjadi tanggung jawab Kementrian Pekerjaan
Umum. Sebagai tindak lanjut amanat Peraturan Pemerintah tersebut,
“seharusnya” di setiap Dinas Pekerjaan Umum Propinsi maupun Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten/Kota secara nyata dan tertulis –fakta
juridis- harus menetapkan “unit kerja” yang mengurusi tentang jasa
44
konstruksi ini.
Kenyataan yang terjadi, unit kerja ini sangat jarang sekali atau
dapat dikatakan “dilupakan”, dari 33 Propinsi Dinas PU diseluruh
Indonesia ditemukan hanya 11 propinsi -status 2010- yang
mengaturnya baik berdiri sendiri seperti Bidang/seksi Bina Jasa
Konstruksi atau melalui Balai Pembinaan Jasa Konstruksi. Selebihnya
tidak “mau tau”, dan bila kita mau menerapkan pembinaan maka
sesungguhnya itu hanya “omong-kosong” saja, sulit dianggap suatu
perintah atau norma, karena tidak tertulis. Kekeliruan tersebut sampai
saat ini belum ditindaklanjuti oleh Badan Pembinaan Konstruksi,
Kementrian Pekerjaan Umum.
Selain Undang-undang dan Peraturan Pemerintah yang terkait
mengenai jasa konstruksi, Menteri Dalam Negeri juga telah
menerbitkan surat edaran nomor 601/476/SJ – tanggal 13 Maret 2006
tentang Pembinaan Jasa Konstruksi di daerah (Lampiran 2) dimana
diharapkan setiap daerah membentuk Tim Pembina Jasa Konstruksi
(TPJK) pada tingkat propinsi dan kabupaten/ kota. Adapun alasan
dibalik pembentukan TPJK adalah karena jasa konstruksi itu sifatnya
“lintas sektoral” sehingga Dinas PU setempat tidak bisa masuk atau
membantu teknis proyek-2 yang dimiliki oleh Dinas diluar “Kantor
Dinas Pekerjaan Umum”. Kondisi saat ini dan tersedia aturannya
adalah jika membangun bangunan gedung negara maka pasti
mendapat “bantuan teknis” dari Dinas PU, selain gedung negara maka
tidak bisa Dinas PU masuk ke proyek tersebut.
Melalui TPJK inilah sebenarnya diharapkan pembinaan dapat
45
berjalan, namun kenyataannya ditemui banyak hambatan,
persoalannya bermuara pada banyak ketidak-pahaman mengenai
TPJK. Sehingga, walaupun telah diundang ke Jakarta untuk
mendapatkan sosialisasi, perkembangannya memprihatinkan dan
karena pimpinan daerah kebanyakan juga tidak mau membuat Surat
Keputusan TPJK yang disebabkan pemahamannya yang minim.
Menyadari kondisi tersebut di atas, memang diperlukan
sosialisasi dan penjelasan secara terus menerus bahwa jasa konstruksi
menjadi tugas Dinas PU Kabupaten/Kota, serta menjadi tugas
Kementrian Pekerjaan Umum adalah bagaimana dapat memberikan
petunjuk operasional atau brosur-brosur kepada Unit kerja yang
mengurusi jasa konstruksi ke daerah2. Karena sesungguhnya daerah-2
sangat mengharapkan petunjuk operasional tentang jasa konstruksi
tersebut,sampai saat ini petunjuk ini sangat jarang diberikan, bahkan
dapat disebutkan sebagai sangat minim sama sekali. Hal ini
dikarenakan pada tingkat nasional, pemahaman untuk bagaimana
melakukan pembinaan jasa konstruksi kepada masyarakat belum
banyak yang memahami. Bahkan bagaimana melakukan pembinaan
ke daerah, semuanya masih berdasarkan “trial and error”,padahal
Departemen Pekerjaan Umum pada tahun 1976 mendirikan “Bagian
Pengaturan Jasa Konstruksi dan Bagian Pembinaan Jasa Konstruksi
serta Pusat Pembinaan Pelatihan Jasa Konstruksi” dibawah Sekretariat
Jenderal. Saat ini ketiganya berada dibawah satu unit kerja eselon I
yaitu Badan Pembinaan Konstruksi, Kementrian Pekerjaa Umum.
46
6. Standar Baku Komponen Kurikulum Tenaga Konstruksi.
Tenaga Kerja Konstruksi Indonesia awalnya adalah sebagai petani,
atau nelayan yang karena didorong oleh kebutuhan maka mereka
meninggalkan pekerjaannya dan mencari pekerjaan konstruksi
/migrasi ke kota2 besar.Dan kini untuk yang muda-muda sudah tidak
mau lagi menjadi petani atau nelayan namun mereka masuk ke
lapangan kerja industri, sebelum ke industri itulah biasanya mereka
memilih jasa konstruksi satu atau dua kali kesempatan.Apa yang
diutarakan diatas sudah merupakan fenomenal yang harus kita
pahami.
Didalam pengertian Tenaga Kerja Konstruksi di Indonesia dibagi
menjadi dua kelompok yakni kelompok minoritas berupa Tenaga Ahli
ialah seseorang yang mempunyai pendidikan D3 keatas dan kelompok
mayoritas atau kelompok Tenaga Terampil ialah seseorang yang
mempunyai latar belakang pendidikan D3 kebawah yang bekerja di
jasa konstruksi.
Meneliti tenaga kerja konstruksi maka perlu distrukturisasi terlebih
dahulu komponen untuk menyusun suatu kurikulum standar sebagai
berikut :
a. Informasi Data Pribadi yakni nama, tempat,tanggal bulan tahun
lahir, agama,status alamat rumah jalan , RT/RW, Kelurahan dan
Kecamatan, Kabupaten/Kota,Propinsi, Telepon rumah / telepon
mobile, NPWP, Kode pos tempat tinggal, tempat bekerja, alamat
kantor, No telepon /Fax Kantor dan dilengkapi dengan KTP.
47
b. Informasi Data pendidikan.
Informasi Data Pendidikan dimulai dari SD, SLP yang terdiri atas
SMP atau Madrasah Tsanawiyah kemudian SLA yang terdiri atas
SMA atau STM ataupun Madrasah Aliyah kemudian Perguruan
Tinggi termasuk seperti Sp 1 dan Sp 2 , D3, Sp 4, SP5 dan S1 serta
S2 dan S3
c. Informasi Data Kursus/Diklat yang diikutinya.
Informasi Data kursus lebih banyak di bidang keterampilan, kalau
keahlian maka yang menyelenggarakan adalah asosiasi profesi
keahlian dan ini belum terkoneksi dengan Pusbin KPK.
d. Informasi Data sertifikasi.
Informasi Data Sertifikasi jasa konstruksi terdiri atas Sertifikat
Keahlian atau Sertifikat Keterampilan. Seseorang mempunyai
Sertifikat Keahlian maka dimungkinkan pula mempunyai Sertifikat
Keterampilan, namun demikian dimasa mendatang perlu memilih
apakah keahlian atau keterampilan jasa konstruksi yang menjadi
pilihannya.Kenapa hal ini terjadi, karena sudah waktunya suatu
perusahaan konstruksi diminta memasukkan data tenaga kerja yang
mempunyai sertifikat pelatihan dalam suatu proses pelelangan turut
menjadi “sharing” /dipertimbangakan dalam menentukan sebagai
pemenang.
e. Informasi Data riwayat pengalaman kerja.
Daftar riwayat pekerjaan mesti dimulai dari mereka bekerja dan
tercatat di system kalaupun tidak tercatat maka bisa disusul dengan
surat keterangan bekerja yang diperoleh dari majikan tempat
48
pekerja atau yang membayar pekerja. Untuk kemudian diupayakan
bahwa systemlah yang mencatat pekerjaan tenaga kerja tersebut
termasuk jabatan kerjanya.
Standar riwayat Curiculum vitae yang akan tayang di internet
adalah sebagaimana (Lihat Lampiran 13).
7. Klasifikasi dan kualifikasi Tenaga Konstruksi.
Di dalam Undang-undang jasa konstruksi pasal 9 mengamanatkan ada
4 item yang harus mempunyai sertifikat yakni
a. Perencana konstruksi dan pengawas konstruksi orang
perseorangan harus mempunyai sertifikat keahlian.
b. Pelaksana konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat
keterampilan kerja dan sertifikat keahlian kerja.
c. Orang perseorangan yang dipekerjakan oleh badan usaha sebagai
perencana konstruksi atau tenaga tertentu dalam badan usaha
pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat keahlian.
d. Tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan keteknikan yang
bekerja pada pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat
keterampilan dan sertifikat keahlian.
Dari hal diatas secara tegas disebut “badan usaha” atau penyedia jasa
sedangkan “pengguna jasa” tidak secara implisit disebutkan namun
demikian butir 1) dan 2 ) pada dasarnya tidak membedakan dan
seharusnya pemerintah memulai yakni mereka yang bekerja di
perencana, pelaksana dan pengawasan yang terkait tanggung jawab
pekerjaan konstruksi harus mempunyai sertifikat yang sama dengan
49
penyedia jasa.Jika tidak maka UUJK membedakan dan membuat
diskriminasi antara pengguna jasa maupun penyedia jasa.
Sementara itu dalam Peraturan Pemerintah no 4 tahun 2010 pasal 8 C
dinyatakan bahwa :
a. “orang perseorangan yang memberikan layanan jasa konstruksi
atau orang perseorangan yang dipekerjakan oleh badan usaha
yang memberikan layanan jasa konstruksi harus memiliki sertifikat
sesuai klasifikasi dan kualifikasi “
b. Klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
Arsitektur
Sipil
Mekanikal
Elektrikal
Tata lingkungan
Manajemen pelaksanaan
c. Kualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
Tenaga ahli
Tenaga terampil
Ketentuan lebih lanjut ditetapkan oleh Peraturan Menteri demikian
tercamtum dalam PP no 4 tahun 2010 yang sampai kegiatan ini dibuat
belum dikeluarkan oleh Kementrian Pekerjaan Umum.
Sedangkan pembagian yang dilakukan oleh LPJK Nasional adalah
sebagai berikut:
50
a. Keahlian diatur dalam Keputusan LPJK no
71/KPTS/LPJK/D/VIII/2001. Yang rinciannya adalah sebagai
berikut :
Bidang Keahlian mempunyai sub-sub klasifikasi.
1) Arsitektur.
a) Arsitektur.
b) Desain interior.
c) Arsitek lansekap.
2)Sipil.
a) Teknik sipil.
b) Struktur.
c) Transportasi.
d) Sumber Daya Air.
e) Geoteknis.
f) Geodesi.
3)Teknik mesin.
a) Teknik Mesin.
b) Sistem Tata Udara dan Refrigerasi.
c) Sistem Plambing.
d) Sistem Transportasi dalam Gedung.
4)Elektrikal.
a) Teknik Tenaga Listrik.
b) Teknik Elektronika.
c) Telekomunikasi.
5)Tata Lingkungan.
a) Teknik Lingkungan.
b) Wilayah dan Perkotaan.
6)Lain-lain
a) Manajemen
b) Quantity Surveying
c) Penilai
51
b. Sedangkan pada bidang Keterampilan diatur dalam Keputusan
LPJK no 113/KPTS/LPJK/D/IX/2006.Yang rinciannya adalah
sebagaimana (Lihat Lampiran 14 ) .
Dari klasifikasi yang disampaikan diatas ternyata sudah banyak
pendidikan dan pelatihan yang dilakukan oleh Pusbin KPK dan balai-
balai dibawahnya yang datanya dapat disajikan sebagaimana (Lihat
Lampiran 15) maka disini ditemukan ketidak sinkronize antara
Turunan dari UUJK dan Materi Diklat , dan kiranya perlu dipisahkan
sebagai berikut :
Yang terkait dengan “Ahli” maka penyelenggaraannya dilakukan oleh
Asosiasi dan dibuka untuk kerjasama dengan Pusbin KPK, sementara
ruang dan kelasnya menyewa dengan biaya seminal mungkin dan
bersaing dengan ruang kelas lainnya dan jauh dari standar harga
hotel. Yang penting semua tenaga kerja konstruksi pernah masuk ke
Balai-Balai Pusbin .
Sementara dalam praktek lapangan dikenal jabatan kerja yang
dihasilkan dari Pendidikan dan Pelatihan dan juga masyarakat umum
yang menyebutkannya berbeda sebagai berikut :
1) Jabatan Kerja.
a. Manajemen.
b. Quantity Surveyor.
c. Penilai.
d. Manajer Proyek./Project Manajer
e. Site Manajer.
f. Job site manajer.
g. Planning engineer.
h. Controler engineer.
52
i. Team Leader.
j. Resident Engineer.
2) dll
Dari uraian diatas maka setelah dilakukan kajian oleh BP Konstruksi
/Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan telah tersusun konsep
Jenis Keterampilan sebagaimana (Lihat Lampiran16) yang pada
saatnya akan dikeluarkan dalam Peraturan Menteri.
Adapun kualifikasi atau tingkat /jenjang ditemukan adanya perbedaan
antara Peraturan Pemerintah no 4 tahun 2010 dengan Produk BNSP
dimana terdiri atas 9 kualifikasi sedangkan pada PP no 4 tahun 2010
terdapat 6 jenjang yakni ahli utama, ahli madya, ahli muda serta kelas
1 , kelas 2 dan kelas 3 maka setelah dianalisa maka disarankan untuk
dibuat jembatan diantara keduanya melalui Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum, karena di dalam PP no 4 tahun 2010 dimungkinkan
adanya sub kualifikasi yang diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum sebagaimana (Lihat Lampiran 17).
8. Sumber Data dan Pangkalan akhir Data Input.
Untuk mengetahui jumlah tenaga kerja konstruksi atau mendata
tenaga kerja yang bekerja di bidang jasa konstruksi di Indonesia maka
kita perlu mencermati beberapa instansi/unit kerja yang
mempekerjakan tenaga kerja konstruksi, sesuai dengan Undang-
undang bahwa setiap pekerja konstruksi harus memiliki sertifikat
keahlian atau sertifikat keterampilan ( UUJK pasal 9 ).
Dari proyek konstruksi baik di PU maupun di luar PU
sebenarnya dapat ditemukan nama tenaga kerja, tempat,tanggal
53
bulan dan tahun kelahiran, Jenis keahlian atau keterampilan, pemilikan
sertifikat, sedangkan keterlibatan pada Pendidikan dan Pelatihan
masih sulit diperoleh namun pengalaman bekerja pada proyek dan
perusahaan dapat diperoleh. Untuk menghitung jumlah dan
validasinya maka kita mencermati unit kerja dengan pendekatan
sumber pembiayaan konstruksi sebagai berikut :
a. Proyek Konstruksi di Kementrian PU dan jajarannya di daerah baik
yang sumber APBD Propinsi / APBD Kabupaten/Kota.
Proyek konstruksi ini jelas terdapat pekerja konstruksi karena
pelaksanaan pekerjaan konstruksi dilakukan oleh tenaga kerja
konstruksi baik yang ahli maupun yang bukan ahli/terampil, disini
juga terdapat Pegawai Negeri Sipil yang bekerja di Konstruksi.
Profesi tenaga kerja juga bisa dikelompokkan mereka yang bekerja
di konstruksi maupun tidak terkait dengan konstruksi, namun
terkait dengan pekerjaan konstruksi seperti yang mengurusi
keuangan, administrasi, keamanan, logistik dan lain sebagainya.
Pekerjaan konstruksi ini jika ditelusuri dan untuk
membedakan maka dibagi atas pekerjaan konstruksi yang dibawah
Proyek jajaran Pekerjaan Umum baik di tingkat pusat yang dibiayai
APBN atau mereka yang dibawah Proyek Dinas Pekerjaan Umum
yang dibiayai APBD Propinsi maupun dibawah Proyek Dinas
Pekerjaan Umum yang dibiayai APBD Kabupaten/Kota.
Dasar hukumnya adalah pendekatan dengan pembagian
tugas PP 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah,
pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota dimana
54
secara jelas bahwa jasa konstruksi menjadi tugasnya. Apalagi
dikaitkan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum no 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan
Minimum dimana informasi jasa konstruksi menjadi tugas Dinas
Pekerjaan Umum di seluruh daerah.
Untuk mereka yang bernaung di sini pada dasarnya masih bisa
dilakukan pemantauan yang terkait tenaga kerjanya dengan
perintah dari Menteri Pekerjaan Umum.
Namun demikian tidak hanya di lingkungan Pekerjaan Umum,
diluar itu semua institusi menyelenggarakan pekerjaan konstruksi
misalnya di Kementrian Perhubungan, di Kementrian ESDM, BUMN
dan lain sebagainya baik di Pusat maupun di daerah, maka pada
dasarnya bisa ditelusuri baik jumlahnya maupun keahlian atau
keterampilannya.Namun perlu “effert” yang cukup besar dan dasar
hukumnya adalah “kewilayahan” pembangunan
Dalam kaitan pendataan tenaga kerja di proyek maka Pusbin
KPK dapat menyampaikan suatu program software berupa daftar
isian yang harus diisi oleh Penyedia jasa baik itu Perusahaan
Perencana/Pelaksana /Pengawas yang melaksanakan pekerjaan
dan menerima pembayaran dari Proyek sedangkan Pimpinan
Proyek dan aparatnya dapat ditugaskan pula sebagai validator
kebenaran data. Jadi disini yang mengisi adalah perusahaan dan
bukan proyek namun proyek bertanggung jawab akan pengisian
tersebut sekaligus kebenaran datanya. Program Komputer yang
55
harus disiapkan adalah Program Model-A sebagaimana pada
Skema alur data (Lihat Lampiran 18)
b. Pekerjaan Konstruksi Non ( Kementrian PU & Dinas PU ) yang
berbasis di wilayah daerah baik APBN, APBD Prop, APBD Kab/Kota
serta Swasta.
Tenaga kerja di bidang jasa konstruksi yang bekerja pada
proyek diluar Kementrian Pekerjaan Umum yang sumber dananya
dari APBN dan pemilik pekerjaannya adalah Kementrian lainnya
maka pendataannya tidak dilakukan oleh Kementrian Pekerjaan
Umum, demikian pula yang ada di Propinsi yakni yang didanai oleh
APBD Propinsi dan diluar dari Dinas PU, termasuk dalam hal ini
yang ada di Kabupaten /Kota yang sumber dananya di APBD
Kabupaten/Kota tapi diluar dari Dinas PU setempat serta proyek
yang dibiayai oleh swasta.
Untuk proyek swasta sesungguhnya ini bisa dipantau dari
perizinan pembangunan yang diberikan, sayangnya IMB belum
merata di Pemerintah Daerah diseluruh Indonesia.
Terkait Izin Membangun ini, semestinya pemerintah juga mulai
mengem bangkan “Izin Membangun Prasarana” atau IMP yakni Izin
yang diberikan kepada semua bangunan konstruksi (bukan hanya
Gedung saja) dimana sudah dimulai di kota-2 besar seperti Jakarta
dan Surabaya, yakni merupakan identifikasi pembangunan
Prasarana dan sarana bangunan konstruksi di wilayahnya.
Hal ini sesungguhnya sangat penting untuk diketahui oleh
pemerintah, kapan dibangun, kapan direncanakan atau siapa
56
perencananya dan pelaksana pembangunan dan siapa
pengawasnya , dst disini bisa pula di pantau berapa tenaga kerja
yang dipergunakan.
IMP terkait dengan tataruang dan sangat penting bila kita
nantinya menjadi negara modern atau maju seperti di Jepang,
Singapore yang terdiri atas kota yang besar seperti JABODETABEK
harus memulainya sehingga pengertian konstruksi benar-benar
diperhatikan oleh negara, baik yang menyangkut kekuatannya,
keamanannya, mutu keselamatan dan juga kenyamanannya bagi
masyarakat penggunanya sebagai pelayanan negara kepada
masyarakatnya.Ini sebenarnya juga tugas dari pembina jasa
konstruksi untuk mewujudkannya seperti di negara2 maju namun
karena keterbatasannya pemahamannya para pembina jasa
konstruksi ini tidak melihat bahwa itu menjadi tanggung jawabnya,
Program Komputer yang harus disiapkan adalah Program
Model-B Skema alur data sebagaimana pada (Lihat Lampiran 19).
c. LPJK
Sesuai dengan UUJK maka lahirlah Lembaga Pengembangan
Jasa Konstruksi pada tahun 2000 yang fungsinya adalah sebagai
pelaksana pengembangan jasa konsttruksi, dimana salah satu
tugasnya adalah melaksanakan sertifikasi kepada tenaga kerja
konstruksi di seluruh Indonesia.
Sertifikasi yang dilaksanakan juga sesuai dengan katagori
sebagaimana diuraikan diatas yakni Sertifikasi Profesi Keahlian dan
57
Sertifikasi Profesi Keterampilan, dimana Sertifikasi Profesi Keahlian
dikeluarkan oleh Asosiasi Profesi kepada anggotanya,sedangkan
Sertifikasi Keterampilan dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi
Keterampilan yang dapat didirikan oleh masyarakat atau biasanya
lewat perguruan Tinggi atau Politeknik.Dari proses ini kita bisa
mendata tenaga kerja yang bekerja di konstruksi baik untuk
keahlian maupun untuk keterampilan.
Data yang diperoleh selain jumlah orang juga identifikasi
seperti tempat tanggal, bulan dan tahun kelahiran,KTP Tenaga
kerja,Alamat,Jalan,RT/RW,Kelurahan/Kecamatan,
Kabupaten/Kota,Propinsi.Di LPJK juga memungkinkan data kursus
atau pendidikan /pelatihan diisi namun demikian dari
kenyataannya para peminat Sertifikat ini tidak mengisinya ,
sehingga kemungkinannya untuk mendapatkan data tersebut
sangat rendah. Oleh sebab itu sudah saatnya pemerintah
mensyaratkan perusahaan konstruksi harus mempunyai tenaga
kerja yang telah pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan yang
dilakukan oleh siapa saja.
Data yang disimpan di LPJK sudah tepat yakni tersentral,
walaupun sertifikasinya diterbitkan didaerah2 namun secara
sistematik semuanya bermuara di LPJK Nasional, sehingga tidak
mungkin tercecer dan ini dikaitkan pula dengan pengamanan
dengan sertifikat palsu /asli tapi tidak benar.
Supaya terkait dengan Pusbin KPK maka Asosiasi diberi
dispensasi untuk menggunakan ruang-ruang Diklat/ Balai-2
58
diseluruh Indonesia, sedangkan Asosiasinya sendiri wajib
mempunyai program pendidikan berkelanjutan, jika tidak maka
persyaratan sebagai anggota LPJK mesti ditinjau, oleh sebab itu
pada Peraturan Menteri no 10/PRT/M/2010 mesti dicamtumkan hal
tersebut, sehingga para pengurus asosiasi profesi keahlian ini
mesti memikirkan anggotanya. Sebenarnya hal ini bisa dilakukan
namun keterbatasan pemahaman dari pembuat aturan tidak
memungkinkan hal diatas tercamtum dalam Peraturan Menteri.
Sebagaimana pada Laporan pendahuluan maupun Laporan
interim bahwa kehadiran Institusi Pembinaan dan Institusi
Pendidikan dan Pelatihan di Kementrian Pekerjaan Umum sudah
dimulai sejak tahun 1976, dengan berdirinya Biro Sarana
Perusahaan yang mempunyai Bagian Pembinaan Sarana Usaha
Jasa Konstruksi dan Bagian Pengaturan Jasa konstruksi dan Pusat
Pembinaan Pelatihan Jasa Konstruksi artinya sudah cukup waktu
dan banyak pengalaman ,yang semestinya saat ini sudah
dewasa /mature, namun karena tidak dipersiapkan dengan baik
maka yang terjadi adalah kemunduran. Penyusunan Database
Tenaga Kerja di bidang jasa konstruksi ini merupakan langkah awal
untuk mengembalikan jalan ke “rel” yang benar dan sangat terkait
dengan pendidikan dan pelatihan di Indonesia.Diseluruh Indonesia
saat ini tercatat Keahlian ada 152.935 orang (Lihat Lampiran 20)
sedangkan keterampilan 435.424 orang. (Lihat Lampiran 21)
d. Diklat Pusbin KPK.
Diklat Pusbin KPK juga melakukan pendidikan dan pelatihan
59
namun demikian terkait dengan Penyusunan Database Tenaga
Kerja ini maka system yang dibangun adalah Balai2 Pusbin-KPK
berfungsi pula melakukan klarifikasi dan update tenaga kerja
konstruksi. Misalnya namanya sudah tercatat dalam System
Informasi Tenaga Kerja dan masuk dalam database maka di setiap
Pusbin harus mengecek terlebih dahulu apakah datanya calon
peserta sudah ada atau belum di database, jika sudah ada maka
tugas Balai-Balai Pelatihan adalah melakukan update dan validasi
data, ini harus dilakukan karena hanya Balai-balai Pelatihan inilah
yang bisa melakukan untuk kesahihan data. Selain itu Pusbin KPK
ini mesti dibekali dengan pengetahuan untuk menciptakan
pelatihan di kabupaten /kota dengan tersedianya dana pembinaan
di daerah.
e. Asosiasi.
Asosiasi Profesi dan Asosiasi Perusahaan dengan surat dari Badan
Pembinaan Konstruksi dapat dihimbau untuk mengisi aplikasi
tenaga kerja yang bekerja di badan usaha, dan kepada setiap
badan usaha diberikan aplikasi software yang kemudian diisi dan di
validasi oleh asosiasi dan diserahkan ke Pusbin-KPK dalam rangka
gerakan GNPK. Pasti Asosiasi akan mau berpartisipasi membantu
pemerintah.
f. Perusahaan / Badan Usaha
Perusahaan mendapatkan Aplikasi dari Asosiasi dan mengisinya
untuk kemudian diserahkan ke asosiasi, perlu dibuat model bahwa
aplikasi ini bisa di down load dan setelah diisi di upload oleh
60
asosiasi, dan jangan perusahaannya sehingga keberadaan asosiasi
mendapat tempat dari Pusbin KPK.
g. Individu Tenaga kerja konstruksi
Individu tenaga kerja yang namanya tercatat di website
Pusbin KPK diberi kesempatan untuk memperbaiki datanya sendiri
dengan merubahnya sendiri dan setelah ini melakukan validasi
dengan meminta persetujuan pada asosiasi atau Pusbin KPK
tentang bukti perubahan tersebut untuk kemudian dikirim ke
Pusbin KPK.
Untuk memberikan makna yang bermanfaat maka semua
data dapat dicetak menjadi “Curiculum vitae”tenaga kerja
konstruksi yang dilengkapi dengan NKTK dan juga barcode
sehingga keasliannya dapat digunakan pula bagi tenaga kerja
untuk mencari kerja.
NKTK yang diusulkan adalah 19 digit yakni
digit 1 + digit 2+3+4+5+ digit 6+7+ digit 8+9 +digit 10+11+digit
12+13+14+15+16+17+18 +19.
Contoh :
1.3379.07.05.55.09345672 – 19 digit
untuk jelasnya periksa ( Lihat Lampiran 22 )
9. Skema Alur data , media Aplikasi sebagai inputing data serta validasi.
a. Skema alur data.
Skema Alur data tenaga kerja ( Lihat Lampiran 23) dimana
server menerima data sebelum masuk ke database dari model A
adalah Biro Perencanaan sedangkan model B dari Balai-Balai
61
Pusbin KPK diseluruh Indonesia yang membawahi dana
dekonsentrasi Dinas PU propinsi.
Oleh sebab itu mesti disediakan dana untuk propinsi dan juga
kabupaten/kota untuk menyetor data tersebut, sekaligus juga
Balai-2 melakukan upaya Diklat mandiri di kabupaten/Kota.
Balai-Balai Pedidikan dan Pelatihan Konstruksi Pusbin KPK
melakukan validasi serta melayani permintaan dari tenaga kerja
yang sudah terekam datanya baik perbaikan maupun mencetak
secara on line.
b. Website.
Website yang digunakan adalah www.pusbinkpk.netpada menu
utama disisipkan icon baru yakni tenaga kerja konstruksi dimana
dapat dibagi dua yakni keahlian dan keterampilan, siapapun dapat
melihat datanya secara minim , kecuali kalau ybs juga pelanggan
website maka dapat melihat keseluruhannya bahkan dapat
mengganti datanya atau memperbaruhi sendiri datanya. Tenaga
kerja harus mendaftarkan terlebih dahulu sebagai anggota website
dengan menyerahkan copy KTP kepada admin terlebih dahulu dan
baru bisa diberikan persetujuan.Bila mau dikenakan biaya maka hal
tersebut sangat memungkinkan sebagai dana untuk pemeliharaan
website.
Sedangkan umum yang ingin melihat data tenaga kerja seseorang
tidak diperkenankan, Umum hanya bisa melihat data secara
terbatas khususnya nama dan asal/propinsi. Program berbasis php.
62
1) Database.
Database yang sudah terkumpul pada server dinamakan
master database yang bisa diubah atas sepengetahuan admin
dan memenuhi syarat.
2) Sinkronize data.
Aplikasi syncronize data , ini mesti dibangun dan terdapat pada
server database Pusbin KPK, yang menampung database
tenaga kerja yang datanya diperoleh dari :
a) BPS ( jika ada )
b) LPJK
c) Asosiasi
d) Pihak Lain yang datang ke Pusbin KPK yang menyerahkan
data.
Untuk sincronize ini memang dibutuhkan “key” yakni
numerik atau abjad yang unik dan selanjutnya dijadikan
acuan untuk memasukkan data ke database. .
Kalau di LPJK ada nomer registrasi untuk keahlian disebut NRTA
atau nomer registrasi keahlian sedangkan untuk tenaga
terampil ada NRTT atau Nomor registrasi Tenaga Terampil
maka untuk tenaga kerja adalah NKTK. Nomor unik ini bisa
dipakai namun ini hanya mereka yang telah mempunyai
sertifikat.
Gambaran tentang systematika Database Tenaga Kerja Jasa
Konstruksi dapat dilihat pada ( Lihat Lampiran 24 )
63
Aplikasi SITK syncronize adalah data dari LPJK atau Diklat
lainnya yang datang ke kantor Pusbin KPK dan kemudian
dimasukkan kedalam database melalui SITK Syncronize
3) Pengelolaan Admin website /Penataan Admin
Website rujukan adalah website pusbin KPK dan dalam sub
menu nya ada tenaga kerja dan disub menu ini ada admin
tenaga kerja yang bertanggung jawab akan data tenaga kerja
c. Aplikasi
Aplikasi yang harus dibuat mesti berbasis pada suatu system yang
dinamakan SITK /System Informasi Tenaga Kerja yang terdiri atas
1) Aplikasi tenaga kerja /SITK Satker - emon – untuk PU
Aplikasi ini di taruh dalam laporan emon yang dikelola oleh Biro
Peencanaan Sekretariat jenderal, dan dengan surat edaran dari
Menteri Pekerjaan Umum maka semua Pejabat Pembuat
Komitmen dan jajarannya harus melakukan download SITK–
Emon ini dan kemudian menyerahkan kepada penyedia jasa
yang mendapatkan kontrak pekerjaan dan menjadi mitranya
baik jasa konsultansi perencana atau jasa konsultansi
pengawas dan atau jasa pelaksana konstruksi untuk
mengisinya dan selanjutnya setelah diisi dikembalikan ke PPK
untuk dilakukanpemeriksaan data kebenarannya dan terakhir di
upload yang akan masuk ke menu e-monthBiro Perencanaan
dan seterusnya ke Pusbin KPK dan dilakukan penanganan lebih
lanjut masuk ke server database.Sedangkan formulir isiannya
sebagaimana (Lihat Formulir 25 )
64
Mengingat ini hanya untuk proyek-proyek di lingkungan
Kementrian Pekerjaan Umum saja , maka masih diperlukan
suatu surat dari Sekjen kepada Kepala Dinas Pekerjaan Umum
untuk mengoleksi semua tenaga kerja dari Dinas Pekerjaan
Umum Kabupaten /Kota. Kegiatan ini bisa diminta 3 bulan
sekali
Aplikasi SITK Proyek di lingkungan PU / Non PU – Daerah
dengan Satker /PPK sebagai verifikator
2) Aplikasi tenaga kerja /SITK Satker - emon – untuk Daerah /TPJK
di Propinsi/Kab/Kota
Sama dengan emon Kementrian PU namun ada modifikasi kecil
dapat pula di download dari website Pusbin KPK dan dapat pula
di upload ke website BP Konstruksi cq Pusbin KPK sesuai
kaplingnya masing2.Dari PPK setiap proyek yang dananya dari
APBD Propinsi dan APBD Kabupaten/Kota dilakukan oleh Tim
Pembina Jasa Konstruksi Propinsi sedangkan di Kabupaten/Kota
dilakukan oleh Tim Pembina Jasa Konstrtuksi Kabupaten/Kota
kegiatan ini dilakukan 3 bulan sekali
3) Aplikasi SITK Diklat Balai -Pusbin KPK.
Aplikasi ini adalah aplikasi utama dari Pusbin KPK , karena
hanya melalui sistem ini bisa dipantau ketersediaan tenaga
kerja konstruksi yang sudah mengikuti pendidikan dan
pelatihan.
Aplikasi SITK Diklat dengan Balai2 sebagai verifikator.
65
4) Aplikasi tenaga kerja SITK BUJK /Perusahaan /Asosiasi
Menjaring lebih banyak maka juga disiapkan aplikasi yang diisi
oleh badan usaha yang kemudian setelah diisi di verifikasi dan
validasi oleh Asosiasi dan secara berjenjang sampai ke Asosiasi
induknya di Jakarta baik itu Asosiasi Profesi maupun asosiasi
profesi. Pada dasarnya data yang dihimpun adalah data
perusahaan konstruksi yang mempekerjakan tenaga kerja
konstruksi . Dari Asosiasi ini akhirnya diteruskan ke Pusbin
KPK.Aplikasi SITK Badan Usaha dengan Asosiasi sebagai
verifikator , Adapun bentuk isian formulirnya sebagaimana
(Lihat Lampiran 25)
d. Validasi data
Aplikasi yang utama adalah aplikasi yang terkait dengan tugas
pokok dan fungsi dari Pusbin – KPK yakni peserta yang mengikuti
Diklat , pada kesempatan ini mengingat waktunya maka aparat
Pusbin KPK seyogyanya melakukan verifikasi data atas isian
formulir dan data yang akan masuk ke database, karena waktunya
dipandang cukup banyak sehingga diharapkan datanya dapat
terserap dan bermanfaat di database sehingga aplikasi yang
tersedia diharapkan lengkap / dan digunakan program berbasis
Visual basics / VB.
Bagi Asosiasi profesi tenaga kerja juga diberikan program dari
Aplikasi Badan Usaha yang dimodifikasi sehingga tanggung jawab
ada di Asosiasi tenaga kerja. Pengisian yang salah atau tidak
didukung dengan data pendukung maka tanggung jawabnya
66
adalah di asosiasi yang bersangkutan.
Dari uraian diatas maka , secara system jika ada database
masuk ke server maka mesin akan melakukan validasi secara
otomatis terhadap database yang ada di server dan menyeleksi
terlebih dahulu yang dimulai dari :
Tahap I
Nama Tenaga kerja dicocokkan kemudian
Tempat kelahiran ( menggunakan kodekab/kota
dari BPS)
Tanggal , bulan dan tahun lahir
Tahap II
Kemudian dilakukan pemeriksaan No KTP.
Tahap III
Selanjutnya pemilikan Sertifikat.
Apabila semua datanya cocok atau hanya cocok 1 Tahap
maka perlu dilihat dan disandingkan terlebih dahulu sebelum
menyetujui data dimasukkan atau ditambahkan atau
diverifikasi untuk meyakini bahwa tenaga kerja itu sudah
terregister di database sebelum program dijalankan.
selanjutnya jika belum diregistrasi /baru maka akan diberikan
nomor urut NKTK sedangkan jika datanya sudah ada maka
akan menemukan dari nomor urut di NKTK dan data baru
akan menimpa data yang ada.Dari proses data bisa saja data
yang lama disimpan di file terpisah dan data yang baru
dianggap valid.
67
e. Manfaat /Penggunaan & Pengelolaan Data Tenaga Kerja.
Dalam kaitannya Gerakan Nasional Pelatihan Konstruksi dan
kegiatan Penyusunan Database tenaga kerja bidang Jasa
Konstruksi maka perlu dipersiapkan langkah2 yang sinergi sebagai
berikut :
1) Penyimpanan data nasional.
Pada tahap pertama penyusunan database jasa konstruksi
adalah kegiatan terkumpulnya semua data tenaga kerja di
bidang jasa konstruksi yang dikelola dan di manajemen oleh
Pusbin KPK Badan Pembinaan Konstruksi Kementrian Pekerjaan
Umum
Database tenaga kerja konstruksi ini merupakan sumber data
tenaga kerja nasional di bidang jasa konstruksi, yang memuat
data tenaga kerja keahlian maupun keterampilan yang bekerja
di jasa konstruksi di Indonesia.
Di mulai dari menjalankan SITK Proyek Model A terlebih dahulu
dan kemudian dilakukan kerjasama dengan semua Asosiasi
Perusahaan dan Asosiasi Profesi dengan menjalankan SITK –
Badan Usaha , selanjutnya secara bertahap dijalankan SITK
Model B dengan melatih tenaga dari Balai – Pusbin KPK yang
ada di daerah2 dan didistribusikan melalui TPJK Propinsi.
2) Konsep Progres Diklat kedepan.
Agar Penyusunan Database bidang jasa konstruksi mempunyai
makna dan manfaat bagi kemajuan bangsa maka perlu
langkah-langkah sebagai berikut :
68
a) Adanya ketentuan kewajiban penggunaan Curiculum vitae
secara standar yang berbentuk cetak.pdf bagi tenaga kerja
tingkat ahli yang akan digunakan oleh Badan Usaha Jasa
Konstruksi yang mengikuti pelelangan di lingkungan
Kementrian Pekerjaan Umum.Kegiatan ini akan dimulai 1
Nopember 2012, saat pelelangan proyek-proyek tahun 2013
dijalankan.
Ketentuan ini memberikan waktu yang cukup bagi tenaga
kerja dan juga Asosiasi serta Pusbin KPK untuk
mempersiapkan diri.
Dengan adanya data tenaga kerja ini maka dimungkinkan
untuk dapat dicetak secara pdf dan diberi barcode pengaman
dan selanjutnya sebagai syarat untuk mengkuti pelelangan
pekerjaan konstruksi.
b) Selanjutnya adalah kewajiban Penyedia jasa yang
memperoleh pekerjaan konstruksi mengikut sertakan tenaga
kerja bidang jasa konstruksi untuk mengikuti pelatihan yang
diselenggarakan oleh Pusbin KPK Kementrian Pekerjaan
Umum atau afiliasinya termasuk program2 oleh Asosiasi
Perusahaan dan Asosiasi Profesi yang melakukan kerjasama
dengan Pubin KPK.
Sejalan dengan itu maka pada pelelangan-pelelangan di
lingkungan Pekerjaan Umum mulai diminta tenaga kerjanya
yang telah pernah mengikuti pelatihan jasa konstruksi/atau
69
diminta untuk melampirkan Sertifikat Pelatihan yang
dikeluarkan oleh Pusbin KPK dan juga afiliasinya.
Menteri Pekerjaan Umum juga mengeluarkan edaran bahwa
pada setiap proyek konstruksi yang dilakukan oleh penyedia
jasa wajib mempunyai pimpinan proyek atau manajer
proyek /pelaksana lapangan yang bersertifikat sesuai
karakteristik proyeknya.Bila tidak mempunyai maka proyek
tersebut harus ditunda sementara atau belum boleh
dilaksanakan untuk mencari tenaga kerja yang mempunyai
sertifikat sejenis.
Menteri Pekerjaan Umum menerbitkan surat edaran berupa
himbauan agar Walikota dan Bupati mulai mencadangkan
pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi bagi daerahnya dan
mengharuskan perusahaan yang mendapatkan pekerjaan
/proyek yang dananya dari APBD Propinsi/Kabupaten/Kota
maka wajib mengikuti pelatihan dimaksud di lokasi ibukota
kabupaten/kota, pada akhirnya juga diwajibkan menyertakan
rekaman Sertifikat Pelatihan yang diselenggarakan Pusbin
KPK dan afiliasinya.
Dengan langkah-langkah diatas maka pelatihan jasa
konstruksi bisa berjalan dengan semangat menuju pekerjaan
yang memenuhi bahan mutu dan waktu yang telah
ditetapkan.
3) Laporan Eksekutif
Dengan adanya penyusunan database tenaga kerja jasa
70
konstruksi maka setiap tiga bulan dapat dlaporkan kepada
pimpinan Kementrian Pekerjaan Umum posisi struktur tenaga
kerja konstruksi yang bekerja di proyek2 konstruksi di seluruh
Indonesia secara periodik, termasuk dilaporkan ke Badan
Perencanaan Nasional /Bappenas dan juga Kementrian Tenaga
kerja.
4) Pengembangan Perlindungan Tenaga Kerja.
Dengan adanya data tenaga kerja yang dikelola oleh Pusbin
KPK maka dapat dikembangkan untuk Perlindungan Tenaga
Kerja Konstruksi dengan dilakukan kerjasama sama dengan PT
Jamsostek (Persero) dan kepada tenaga kerja untuk dapat
menjadi tenaga kerja penuh waktu sehingga kepadanya dapat
masuk dalam katagori perlindungan negara untuk kesehatan
dan kecelakaan kerja serta jaminan hari tua termasuk
keluarganya.Apalagi dalam waktu dekat akan berubah menjadi
BPJS/Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dimana sangat
diperlukan data dari tenaga kerja yang akurat.
10. Dukungan Pranata Hukum.
a. Penyusunan Database Tenaga kerja di bidang jasa konstruksi ini
perlu juga dilengkapi dengan Konsep regulasi setingkat Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum ( Lihat Lampiran 26 ) sebagai update dari
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum no 323/KPTS/1988 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Monitoring Data Ketenagakerjaan Bidang
Pekerjaan umum /Sektor Konstruksi , namun hanya terhadap
tenaga kerja konstruksi non PNS.
71
Dalam Peraturan Menteri yang baru ini judulnya masih tetap
dipertahankan yakni Petunjuk Pelaksanaan Monitoring data
Ketenagakerjaan Bidang Pekerjaan Umum/Sektor Konstruksi namun
digunakan oleh setingkat Pejabat Pemegang Komitmen di jajaran
Kementrian Pekerjaan Umum dan juga dibantu oleh Lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi dan Asosiasi Jasa Konstruksi.
Keberhasilan program ini tergantung partisipasi dari pejabat
proyek dan juga Asosiasi perusahaan serta Asosiasi profesi, dan
badan usaha namun dengan kewajiban bahwa semua proyek
mengambil datanya dari hasil Monitoring Tenaga kerja bidang jasa
konstruksi maka dimungkinkan program ini akan berjalan.
b. Tim Pelaksana Monitoring Tenaga Kerja
Tim Pelaksana Monitoring Tenaga Kerja harus dibentuk untuk
mengawasi berjalannya pelaksanaan program monitoring tenaga
kerja termasuk pemberian pelayanan kepada masyarakat baik
terhadap data yang tayang maupun yang dicetak / CV yang
diperlukan untuk mendukung pelelangan dan pelaksanaan proyek
konstruksi di seluruh Indonesia sebagai mana ( Lihat Lampiran 27)
11. Penutup.
Dengan telah selesainya uraian ini maka selesaipula tugas kegiatan
penyusunan database tenaga kerja di bidang jasa konstruksi, sehingga
langkah berikut adalah penerapan aplikasi yang dapat dimulai secara
bertahap, oleh karenanya masih diperlukan waktu untuk mencoba
aplikasi dan juga websitenya.
Selain itu harus dilakukan sosialisasi oleh Pusbin KPK kepada semua
72
pejabat pada Direktorat Jenderal dan juga Balai-balai di lingkungan
Direktorat jenderal guna menjalankan program model A atau SITK
emon, demikian pula uji coba pada Balai Pusbin KPK untuk
mendistribusikan program model B atau SITK emon-modifikasi dan
Asosiasi untuk menjalankan SITK Badan Usaha
Sejalan dengan itu memang sedang diproses regulasi SE Menteri
Pekerjaan Umum tentang Monitoring tenaga kerja jasa konstrusi yang
nantinya diharapkan sebagai acuan hukum penerapan program
monitoring tenaga kerja konstruksi bahkan juga persiapan untuk
antipasi penggunaan kurikulum standarbagi tingkat ahli di proyek2
Pekerjaan Umum diseluruh Indonesia .
Semoga tulisan ini memberikan manfaat bagi dunia usaha jasa
konstruksi nasional melalui Pusbin KPK.Terimakasih
Penyusun
Ir.Edy Rahenyantono.MM
DR.Dedi Walujadi
73
LAMPIRAN.
1. Laju Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2011.- Data BPS2. Besarnya Pertumbuhan ekonomi Indonesia – Data BPS3. Pendapatan Masyarakat Indonesia per kapita – Data BPS4. Penyerapan tenaga kerja sektor konstruksi 2004 sd 2009.-Data BPS5. Upah rata-2 tenaga konstruksi dan sejajarnya – Data BPS 6. PP 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan
pemerintah,pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota7. Rekaman Surat edaran Mendagri no 601/476/SJ- tanggal 13 Maret
2006 tentang Pembinaan Jasa Konstruksi di daerah 8. Pasar Konstruksi per Propinsi - Data BPS9. Pesebaran jenis pekerjaan konstruksi 2004 sd 2009 – Data BPS.10. Pertumbuhan dan pesebaran perusahaan jasa konstruksi Indonesia
2004 sd 2009.-Data BPS11. Rekaman Keputusan Menteri PU no 323/KPTS/1988 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Monitoring Data Ketenagakerjaan bidang Pekerjan Umum/sektor konstruksi
12. Rekaman Surat edaran Mendagri no 601/1031/BAKD – tanggal 6 Oktober 2006 tentang penyusunan dana APBD di daerah Propinsi/Kabupaten/Kota yang dapat digunakan untuk pembiayaan dana pendidikan dan pelatihan bekerjasama dengan Balai Pusbin KPK.
13. Standar baku Curiculum Vitae sebagai profil tenaga kerja.14. Klasifikasi Terampil yang dikeluarkan oleh LPJK 15. Jenis Pelatihan Jasa Konstruksi yang tersedia di Pusbin KPK16. Jenis kualifikasi tenaga kerja konstruksi.17. Konsep Kualifikasi Tenaga Kerja konstruksi Indonesia 18. Gagasan Sistematika database tenaga kerja jasa konstruksi-model A19. Gagasan Sistematika database tenaga kerja jasa konstruksi-model B20. Data Tenaga kerja yang mempunyai Sertifikat Keahlian dari LPJKN21. Data Tenaga kerja yang mempunyai Sertifkat Keterampilan dari
LPJKN 22. Nomor Kode Tenaga Konstruksi/NKTK23. Alur Sistematika Penyusunan database tenaga kerja jasa konstruksi.24. Formulir isian untuk STI Proyek 25. Formulir isian untuk STI Badan Usaha
74
26. Konsep SK Menteri tentang Monitoring Tenaga Kerja Konstruksi27. Konsep Tim Monitoring Penyusunan Database Tenaga Kerja
Konstruksi28. Bahasa Program Software Komputer SITK.
a. SITK Proyek.b. SITK Perusahaan.c. SITK DIKLAT.
75
Top Related