BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Maksud
Mendeskripsikan batuan beku fragmental secara megaskopis beserta
persentase kandungan komposisi didalamnya.
Mendeskripsikan proses pembentukan batuan beku fragmental
Menentukan nama batuan berdasarkan persentase komposisi menurut
klasifikasi Fisher ,1966.
1.2. Tujuan
Praktikan mampu mendeskripsikan sifat-sifat fisik batuan beku fragmental
dan komposisi yang menyusunnya secara megaskopis.
Praktikan mampu menjelaskan tahapan pembentukan terbentuknya batuan
beku fragmental
Praktikan mampu mengidentifikasi nama batuan berdasarkan persentase
komposisi yang ada di dalamnya menurut klasifikasi Fisher, 1966.
1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum
Praktikum Petrologi Acara Batuan Beku Fragmental ini
dilaksanakan pada :
Pelaksanaan ke -1
Hari : Rabu
Tanggal : 23 Maret 2016
Waktu : 18.30-21.00 WIB
Tempat : Ruang 201 Lantai 2 Gedung Pertamina Sukowati,
Teknik Geologi, Universitas Diponegoro
Pelaksanaan ke- 2
Hari : Rabu
Tanggal : 30 Maret 2016
Waktu : 18.30-21.00 WIB
1
Tempat : Laboratorium Paleontologi, Geologi Foto dan
Geooptik, Gedung Pertamina Sukowati, Teknik
Geologi, Universitas Diponegoro
BAB II2
METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
Hand Speciment batuan beku fragmental (7 buah)
Lembar deskripsi
Alat tulis
Kamera
Penggaris
2.2 Diagram Alir Kerja
Mulai
Pengamatan batuan peraga
Pendeskripsian batuan secara megaskopis
(warna, struktur, tekstur)
Pendeskripsian komposisi batuan
Membuat hipotesa petrogenesa batuan
Penggambaran sketsa batuan
Pengklasifikasian/penamaan batuan beku fragmental
Pengambilan foto batuan
Penyusunan laporan
Selesai
BAB III
3
DASAR TEORI
3.1 Definisi Batuan Piroklastik
Batuan piroklastik berasal dari kata “Pyro”, yaitu api dan “Clastics”,
yaitu pecahan/butiran. Batuan Piroklastk merupakan suatu batuan yang
tersusun atas fragmen-fragmen hasil erupsi vulkanik secara eksplosif. Batuan
ini secara genetis lebih dekat dengan batuan beku ekstrusif, tetapi secara
deskriptif dan petrogenesis memperlihatkan ciri (struktur dan tekstur) yang
mirip dengan batuan sedimen klastik. Batuan ini dihasilkan secara langsung
oleh aktifitas erupsi secara eksplosif dari gunungapi. Oleh karena itu, ciri
umum batuan ini adalah mempunyai tekstur dan struktur sedimen klastik,
tetapi disusun oleh material berbutir dari pembekuan magma secara langsung,
baik berupa gelas, kristal maupun butiran batuan beku vulkanik dengan
berbagai ukuran butir.
3.2 Tipe Endapan Piroklastik
a. Piroklastik Aliran
Endapan piroklastik aliran terbentuk oleh proses aliran permukaan
dengan mekanisme aliran debris piroklastik yang mengalir dengan
campuran partikel padat dan gas konsentrasi tinggi yang panas yang
dihasilkan oleh letusan vulkanik.
Pergerakan aliran dikontrol oleh gaya gravitasi, proses erupsi dan
sebagian oleh kumpulan partikel selama mengalir. Proses pengendapan
dikontrol oleh kondisi topografi, mengisi lembah dan depresi. Endapan
menunjukkan struktur masif dengan sortasi yang jelek. Jadi magma
mengallir pada suatu permukaan saat terjadi aktivitas magma, dimana
konsentrasi gas sangat tinggi dan panas. Dan proses pembekuan
berlangsung cepat.
Aliran piroklastik adalah salah satu hasil letusan gunung berapi
yang bergerak dengan cepat dan terdiri dari gas panas, abu vulkanik, dan
bebatuan (diketahui sebagai tefra). Aliran ini dapat bergerak dari gunung
4
berapi dengan kecepatan 700 km/h. Gas dapat mencapai temperatur diatas
1000 derajat celsius.
b. Piroklastik Jatuhan
Endapan piroklastik jatuhan dihasilkan dari erupsi vulkanik yang
bersifat explosive oleh magma dalam berbagai komposisi. Piroklas yang
ada disemburkan ke atmosfer dalam bentuk suspensi yang pada fase
berikutnya piroklas yang ada tersebut turun kembali ke permukaan bumi
akibat adanya gaya gravitasi
Endapan tersebut bersifat menutup (mantle bedding) yang
menunjukkan ketebalan yang seragam namun secara lokal lebih tebal
terutama pada topografi yang lebih curam. Sortasi yang baik pada endapan
ini disebabkan oleh pemilahan oleh udara selama mengalami proses
pengendapan.
Tipe ini terbentuk saat gunung berapi mengalami erupsi dan
mementalkan magma, dan magma tersebut mengalami pembekuan di
udara.Tiga tipe endapan piroklastik jatuhan berdasarkan litologi dan proses
pembentukannya adalah sebagai berikut (Cas and Wright, 1987):
Endapan jatuhan scoria
Endapan ini sebagian besar tersusun oleh magma yang bersifat
basalt-basaltik yang vesikuler hasil aktivitas letusan hawaian dan
strombolian.
Endapan jatuhan pumice
Endapan ini tersusun oleh magma vesikuler dengan viskositas
yang tinggi (andesit-riolit, phonolit dan tracite) hasil aktivitas
subplinian, plinian dan ultraplinian.
Endapan jatuhan ash
Endapan ini terbentuk oleh letusan yang bersifat
phreatomagmatik dan preatik.
c. Piroklastik Surge
5
Piroklastik surge adalah ground hugging, aliran partikel yang
diangkut secara lateral di dalam gas turbulen. Piroklastik surge dibentuk
secara langsung oleh erupsi freatomagmatik maupun freatik dan
asosiasinya dengan piroklastik aliran {ash cloud surge dan ground surge).
3.3 Klasifikasi Batuan Piroklastik
Klasifikasi batuan piroklastik pada umumnya didasarkan pada:
a. Klasifikasi berdasarkan asal – usul fragmen
Batuan piroklastik yang merupakan hasil endapan bahan volkanik
dari letusan tipe eksplosif maka Johnson dan Levis (1885), lihat Mac
Donald (1972) membuat klasifikasi sebagai berikut:
Essential, fragmen berasal langsung dari pembekuan magma segar
Accessor, fragmen berasal dari lava atau piroklastik yang terdapat
pada kerucut volkanik
Accidental, fragmen yang berasal dari batuan lain yang tidak
menunjukkan gejala pembekuan.
b. Klasifikasi berdasarkan ukuran dari fragmen
Klasifikasi ini dibuat pertama kali oleh Grabau (1924) dalam
Carozzi (1975) :
§ > 2,5 mm : Rudyte
§ 2,5 – 0,5 mm : Arenyte
§ < 0,5 m : Lutyte
Klasifikasi batuan piroklastik dari Wenworth dan Williams (1932)
dalam Pettijohn banyak dipakai, tetapi kisaran yang dipakai tidak sama
antara batuan sedimen dan piroklastik :
Breksi volkanik, Tersusun dari fragmen-fragmen diameter > 32
mm, bentuk fragmen meruncing
Aglomerat, Fragmen berupa bom-bom dengan ukuran > 32 mm
Lapili/tuf lapili, Fragmen tersusun atas Lapili yang berukuran
antara 4 mm – 32 mm
Tuf kasar, Fragmen-fragmen tersusun atas abu kasar dengan ukuran
butir terletak antara 0,25 mm – 4 mm
6
Tuf halus, Fragmen-fragmen tersusun atas abu halus dengan
ukuran < 0,25 mm
c. Klasifikasi berdasarkan komposisi fragmen
Menurut Williams, Turner dan Gilbert (1954), tuf dapat
diklasifikasikan menjadi :
1. Vitric Tuff :tuff dengan penyusun utama terdiri dari gelas
2. Lithic Tuff :tuff dengan penyusun utama terdiri dari fragmen batuan
3. Crystal Tuff : tuff dengan penyusun utama kristal dan pecahan –
pecahan kristal
Pettijohn (1975) membuat klasifikasi tuf, dengan membandingkan
prosentase gelas dengan kristal, yaitu:
1. Vitric Tuff: Tuff mengandung gelas antara 75% - 100% dan kristal 0%
- 25%.
2. Vitric crystal tuff : Tuff mengandung gelas antara 50% - 75% dan
kristal 25% - 50%.
3. Crystal vitric tuff : Tuff mengandung gelas antara 25% - 50% dan
kristal 50% - 75%.
4. Crystal tuff : Tuff mengandung gelas antara 0% - 25% dan kristal 75%
- 100%.
3.4 Klasifikasi Non Genetik Batuan Piroklastik (Berdasarkan Ukuran dan
Bentuk)
a) Batuan piroklastik kumpulan tephra yang telah mengalami konsolidasi
b) Agglomerate endapan piroklastik dengan ukuran rata-rata piroklast >
64 mm dengan bentuk membulat ( bom > 75 %)
c) Pyroclastic breccia batuan piroklastik dengan ukuran rata-rata piroklast
> 64 mm dengan bentuk menyudut (blok & bom > 75 %)
d) Lapilli tuff batuan piroklastik dengan ukuran rata-rata piroklast 64 - 2
mm (didominasi lapili)
e) Tuff or ash tuff batuan piroklastik dengan ukuran piroklast < 2 mm
a. coarse (ash) tuff : 2mm - 1/16mm
b. fine (ash) tuff : < 1/16mm
7
Gambar 3.1 Klasifikasi Batuan Piroklastik
3.5 Deskripsi Batuan Piroklastik
a) Struktur
Dicirikan dengan adanya lubang-lubang gas,sturktur ini dibagi menjadi 3
yaitu:
Skoriaan, bila lubang-lubang gas tidak saling berhubungan.
Pumisan, bila lubang-lubang gas saling berhubungan.
Aliran, bila ada kenampakan aliran dari kristal-kristal maupun
lubang-lubang gas
Amigdaloidal, Bila lubang-lubang gas terisi oleh mineral-mineral
sekunder.
b) Tekstur
Batuan piroklastik pada umumnya memiliki tekstur holohialin, jadi
tersusun seluruhnya atas gelas vulkanik
c) Ukuran ButirTabel 3.1 Ukuran Butir
BAB IV
HASIL DESKRIPSI
8
4.1 Batuan Nomor Peraga 44
JENIS BATUAN : Batuan Beku Fragmental
KENAMPAKAN MEGASKOPIS :
WARNA : Hitam
STRUKTUR : Vesikuler, Scoria
TEKSTUR :
Ukuran = < 2 mm – 64 mm
Bentuk = rounded
Kemas = tertutup
Sortasi = well sorted
DESKRIPSI KOMPOSISI :
Memiliki warna hitam mengkilap seluruhnya, maka disebut
gelasan
Material Piroklastik / Mineral Presentase (%)
Gelasan 100%
Petrogenesa : Batuan ini berwarna abu-abu kehitaman seperti kristal.
Berdasarkan strukturnya, batuan ini termasuk vesikuler skoria, yaitu memiliki
lubang-lubang yang tidak saling berhubungan. Teksturnya berupa holohylain,
artinya batuan ini hanya tersusun atas gelasan dengan komposisi 100% gelas
vulkanik. Berdasarkan tipe endapan, batuan ini terbentuk akibat mekanisme
piroklastik aliran. Material-material hasil erupsi ada yang terlontar ke udara
beberapa saat, lalu jatuh ke bumi sehingga material tersebut memadat.
Gambar :
9
Gambar 4.1 Batuan Peraga Nomor 44
Nama : Skoria ( Berdasarkan struktur)
10
gelasan
4.2 Batuan Nomor Peraga Z
JENIS BATUAN : Batuan Beku Fragmental
KENAMPAKAN MEGASKOPIS :
WARNA : Abu-abu
STRUKTUR : Masif
TEKSTUR :
Ukuran = 2 mm
Bentuk = Amorf
Kemas = tertutup
Sortasi = well sorted
DESKRIPSI KOMPOSISI :
Memiliki abu-abu, ukuran butir <2mm, maka dinamai dengan ash
Material Piroklastik / Mineral Presentase (%)
Ash 100%
Petrogenesa : Batuan ini memiliki warna putih kekuningan dengan
struktur masif, yaitu struktur yang tidak memilliki lubang-lubang gas.
Berdasarkan tipe endapan, batuan ini terbentuk akibat mekanisme piroklastik
jatuhan. Materialnya merupakan hasil erupsi yang terlontar, tertransport oleh
udara lalu jatuh di lokasi yang jauh dari pusat erupsi magma hingga akhirnya
terendapkan dan membentuk batuan.
Gambar :
Gambar 4.2 Batuan Peraga Nomor Z
Nama : Tuff (Berdasarkan klasifikasi Fisher, 1966 )
11
4.3 Batuan Nomor Peraga XX
JENIS BATUAN : Batuan Beku Fragmental
KENAMPAKAN MEGASKOPIS :
WARNA : Putih
STRUKTUR : Masif
TEKSTUR :
Ukuran = 2 - 64 mm
Bentuk = sub angular
Kemas = terbuka
Sortasi = poor sorted
DESKRIPSI KOMPOSISI :
Memiliki abu-abu, ukuran butir <2mm, maka dinamai dengan ash
Memiliki warna putih, ukuran 2-64 mm, maka dinamai dengan lapili
Mineral dengan warna hitam, kekerasan 2,5 skal Mohs, maka dinamai
dengan Biotit
Material Piroklastik / Mineral Presentase (%)
Ash 40%
Lapili 60%
Biotit 5%
Petrogenesa : Batuan ini memiliki warna putih dengan struktur masif,
yaitu struktur yang tidak memilliki lubang-lubang gas. Berdasarkan tipe
endapan, batuan ini terbentuk akibat mekanisme piroklastik jatuhan.
Materialnya merupakan hasil erupsi yang terlontar lalu sangat jauh melalui
media udara dan jatuh di daerah yang jauh dari lokasi erupsi magma hingga
akhirnya terendapkan dan membentuk batuan.
12
Gambar :
Ash
Gambar 4.3 Batuan Peraga Nomor XX
Nama : Tuff lapili ( Berdasarkan klasifikasi Fisher, 1966 )
13
Lapili
biotit
4.4 Batuan Nomor Peraga 113
JENIS BATUAN : Batuan Beku Fragmental
KENAMPAKAN MEGASKOPIS :
WARNA : Putih
STRUKTUR : Masif
TEKSTUR :
Ukuran = <2 mm
Bentuk = rounded
Kemas = tertutup
Sortasi = well sorted
DESKRIPSI KOMPOSISI :
Memiliki abu-abu, ukuran butir <2mm, maka dinamai dengan ash
Material Piroklastik / Mineral Presentase (%)
Ash 100%
Petrogenesa : Mekanisme dari batuan ini berupa letusan yang explosive
dan menghasilkan tephra yang mana pada saat terjadi erupsi magma tidak
bisa keluar dari kepundan diakibatkan adanya batuan yang menghambat
sehingga menutupi lubang kepundan. Magma dari gunung berapi ini
diinterpretasikan bersifat intermediet hingga asam. Letusan ini
mengakibatkan existing batuan diatasnya, kemudian debu dan pasir yang
terkena gaya dari kepundan itu terlontar dan mengalami proses transportasi
oleh angin. Di udara juga terjadi pemilahan butiran sehingga material yang
berukuran halus akan jauh terbang dan terkonsolidasi di daerah yang jauh dari
gunung berapi.
14
Gambar :
Gambar 4.4 Batuan Peraga Nomor 113
Nama : Lapili Tuff (Berdasarkan klasifikasi Fisher, 1966 )
15
Material Berupa Ash
4.5 Batuan Nomor Peraga A
JENIS BATUAN : Batuan Beku Fragmental
KENAMPAKAN MEGASKOPIS :
WARNA : Putih Keabu-abuan
STRUKTUR : Masif
TEKSTUR :
Ukuran = 2 mm
Bentuk = Subrounded
Kemas = terbuka
Sortasi = poor sorted
DESKRIPSI KOMPOSISI :
Memiliki abu-abu, ukuran butir <2mm, maka dinamai dengan ash
Memiliki warna putih, ukuran 2-64 mm, maka dinamai dengan lapili
Mineral dengan warna hitam, kekerasan 2,5 skal Mohs, maka dinamai
dengan Biotit
Material Piroklastik / Mineral Presentase (%)
Ash 30%
Lapili 60%
Biotit 10%
Petrogenesa : Batuan ini memiliki warna putih dengan struktur masif,
yaitu struktur yang tidak memilliki lubang-lubang gas. Berdasarkan tipe
endapan, batuan ini terbentuk akibat mekanisme piroklastik jatuhan.
Materialnya merupakan hasil erupsi yang terlontar lalu sangat jauh melalui
media udara dan jatuh di daerah yang jauh dari lokasi erupsi magma hingga
akhirnya terendapkan dan membentuk batuan.
16
Gambar :
Gambar 4.5 Batuan Peraga Nomor A
Nama : Lapilli Tuff (Berdasarkan klasifikasi Fisher, 1966 )
17
4.6 Batuan Nomor Peraga 109
JENIS BATUAN : Batuan Beku Fragmental
KENAMPAKAN MEGASKOPIS :
WARNA : Putih
STRUKTUR : Masif
TEKSTUR :
Ukuran = < 2 mm
Bentuk = Amorf
Kemas = tertutup
Sortasi = well sorted
DESKRIPSI KOMPOSISI :
Memiliki abu-abu, ukuran butir <2mm, maka dinamai dengan ash
Material Piroklastik / Mineral Presentase (%)
Ash 100%
Petrogenesa : Batuan ini memiliki warna putih dengan struktur masif,
yaitu struktur yang tidak memilliki lubang-lubang gas. Berdasarkan tipe
endapan, batuan ini terbentuk akibat mekanisme piroklastik jatuhan.
Materialnya merupakan hasil erupsi yang terlontar, tertransport oleh udara
lalu jatuh di lokasi yang jauh dari pusat erupsi magma hingga akhirnya
terendapkan dan membentuk batuan.
Gambar :
Gambar 4.6 Batuan Peraga Nomor 109
Nama : Tuff (Berdasarkan klasifikasi Fisher, 1966 )
18
4.7 Batuan Nomor Peraga RIR
JENIS BATUAN : Batuan Beku Fragmental
KENAMPAKAN MEGASKOPIS :
WARNA : Putih kehitaman
STRUKTUR : Masif
TEKSTUR :
Ukuran = < 2 mm
Bentuk = Amorf
Kemas = tertutup
Sortasi = well sorted
DESKRIPSI KOMPOSISI :
Memiliki warna putih, ukuran 2-64 mm, maka dinamai dengan lapili
Memiliki warna gelap, ukuran >64mm, maka dinamai denga block
Material Piroklastik / Mineral Presentase (%)
Lapili 40%
Block 60%
Petrogenesa : Batuan ini memiliki warna putih kehitaman dengan
struktur masif, yaitu struktur yang tidak memilliki lubang-lubang gas.
Berdasarkan tipe endapan, batuan ini terbentuk akibat mekanisme piroklastik
aliran. Materialnya merupakan hasil erupsi yang mengalir di dekat lokasi
erupsi magma hingga akhirnya terendapkan dan membentuk batuan.
19
Gambar :
Gambar 4.6 Batuan Peraga Nomor RIR
Nama : Breksi lapili ( Berdasarkan klasifikasi Fisher, 1966 )
20
BAB V
PEMBAHASAN
Pada hari Rabu tanggal 23 Maret 2016 dan tanggal 30 Maret 2016 telah
dilaksanakan praktikum Petrologi acara Batuan Beku Fragmental yang
dilaksanakan di ruang 201 dan Laboratorium Peleontologi, Geologi Foto dan Geo
Optik, Gedung Pertamina Sukowati Universitas Diponegoro pada pukul 18.30 –
21.00 WIB. Pada praktikum ini dilakukan pengamatan secara megaskopis
terhadap jenis batuan yaitu batuan beku fragmental terhadap tekstur, struktur, dan
komposisinya. Berikut adalah pembahasan mengenai hasil pengamatan tersebut.
5.1 Batuan Nomor Peraga 44
Batuan piroklastik nomor 44 memiliki warna batuan hitam. Dari
warnanya yang dominan gelap itu, dapat diasumsikan kadar komposisi silika
pada batuan ini relatif sedikit. Struktur batuan ini memiliki kenampakan
berupa lubang – lubang gas yang tidak saling berhubungan pada tubuhnya
sehingga disebut vesikuler skoriaan, teksturnya berupa gelasan atau
holohyalin dimana tidak sempat membentuk mineral-mineral yang sudah
berupa kristal. Lubang gas itu terbentuk karena adanya perbedaan suhu yang
membuat gas di dalam batuan menguap dan membentuk lubang-lubang yang
tidak teratur. Batuan ini memiliki ukuran butir 2 mm – 64 mm, berbentuk
rounded, ukuran butirnya yang seragam sehingga bersortasi well sorted dan
kemas dimana antar materialnya saling bersinggungan sehingga disebut
kemas tertutup.
Komposisi dari batuan ini berupa material vulkanik dengan warna
hitam mengkilap seperti kaca. Komposisi tersebut disebut gelasan dengan
kadar 100%.
Dari hasil deskripsi tersebut, maka batuan ini merupakan batuan beku
ekstrusif yang terbentuk akibat letusan gunung yang bersifat eksplosif. Dari
letusan tersebut akan menghasilkan sebuah jatuhan material yang berupa
gelasan. Setelah itu material tersebut akhirnya jatuh ke bumi dan mengalami
pengendapan. Berdasarkan tipe letusaannya maka dapat diinterpretasikan
21
bahwa magma penyusunnya berupa magma asam sampai intermediet dengan
viskositas tinggi sampai sedang.
Gambar 5.1 Tipe Letusan Explosif
Dan berdasarkan tipenya yang jatuhan, dapat diinterpretasikan bahwa
material jatuh tidak jauh dari sumber letusan, maka dapat dikatakan bahwa
batuan ini terbentuk pada fasies gunung api sentral sampai medial. Batuan ini
memiliki lubang gas yang tidak teratur, yang diperkirakan terbentuk ketika
terjadi proses erupsi saat magma terlontar ke udara. Ketika itulah terjadi
perbedaan suhu antara suhu normal udara dengan suhu dalam magma
sehingga timbul penguapan dari dalam magma dan kemudian membentuk
lubang-lubang gas. Dilihat dari teksturnya yang holohyalin maka dapat
diindikasikan bahwa batuan ini terbentuk secara cepat sehingga tidak sempat
membentuk kristal. Tempat pembentukannya di dalam bumi diperkirakan
pada zona vulkanik.
Gambar 3.2 Fasies Gunung Api
22
Berdasarkan deskripsi secara megaskopis diatas, maka batuan 44 yang
berwarna hitam, berstruktur vesikuler skoria dengan tekstur
holohyalin ,komposisi berupa gelasan 100%, maka batuan tersebut bernama
Scoria berdasarkan strukur.
5.2 Batuan Nomor Peraga Z
Batuan nomor peraga Z berdasarkan pengamatan secara megaskopis
diidentifikasi memiliki warna putih dengan struktur yang pejal atau tidak
menunjukkan keanehan seperti jejak lubang-lubang gas atau yang lainnya.
Batuan ini memiliki tekstur berupa ukuran butir material penyusun yaitu <2
mm atau ash halus. Sedangkan untuk bentuk butir, sortasi dan kemas dari
material penyusun batuan ini tidak dapat dideskripsi secara megaskopis
karena ukurannya yang memang sangat kecil.
Komposisi dari batuan ini berupa material vulkanik dengan warna
abu-abu dengan ukuran butir <2mm. Komposisi tersebut disebut ash dengan
kadar 100%.
Dari hasil deskripsi tersebut, maka batuan ini merupakan batuan beku
ekstrusif yang terbentuk akibat letusan gunung yang bersifat eksplosif. Dari
letusan tersebut akan menghasilkan sebuah jatuhan material yang berupa
material piroklastik ash. Berdasarkan tipe letusannya maka dapat
diinterpretasikan bahwa magma penyusunnya berupa magma asam sampai
intermediet dengan viskositas tinggi sampai sedang.
Gambar 5.3 Tipe Letusan Explosif
23
Dan berdasarkan tipenya yang jatuhan serta material yang berupa, dapat
diinterpretasikan bahwa material jatuh agak jauh dari sumber letusan, maka
dapat dikatakan bahwa batuan ini terbentuk pada fasies gunung api medial
sampai distals. Proses terbentuknya batuan ini yaitu saat terjadi letusaan yang
eksplosif, material ash tertransport oleh adanya angin atau air. Setelah energi
transport melemah, maka material ash ini terakumulasi di permukaan bumi
sesuai dengan keadaan permukaan. Lama-kelamaan material ini saling tindih
menindih satu sama lain dimana disitu terdapat tekanan antara satu sama lain.
Dengan adanya tekanan tersebut akhirnya materil material ini terkompaksi
dan akhirnya terlitifikasi menjadi batuan. Yang mengikat material satu sama
lain hanya berdasarkan tekanan material satu sama lain, tidak terdapatnya
semen, sehingga densitas batuan ini kecil dan bersifat ringan.
Gambar 5.4 Fasies Gunung Api
Berdasarkan deskripsi secara megaskopis diatas, maka batuan Z yang
berwarna abu-abu, berstruktur masif dengan tekstur ukuran butir berukuran
<2mm, bentuk butir amorf, komas dan sortasi tidak dapat
dideskripsi ,komposisi berupa ash 100%, maka batuan tersebut bernama Tuff
berdasarkan klasifikasi Fisher, 1966.
24
Gambar 5.5 Klasifikasi Fisher, 1966
5.3 Batuan Nomor Peraga XX
Batuan nomor peraga XX berdasarkan pengamatan secara megaskopis
diidentifikasi memiliki warna putih dengan struktur yang pejal atau tidak
menunjukkan keanehan seperti jejak lubang-lubang gas atau yang lainnya.
Batuan ini memiliki tekstur berupa ukuran butir material penyusun yaitu 2-64
mm atau lapilli. Sedangkan untuk bentuk butir sub angular, sortasi poor
sorted dan kemas terbuka.
Komposisi dari batuan ini berupa material vulkanik dengan warna
abu-abu dengan ukuran butir <2mm. Komposisi tersebut disebut ash dengan
kadar 100%.
Dari hasil deskripsi tersebut, maka batuan ini merupakan batuan beku
ekstrusif yang terbentuk akibat letusan gunung yang bersifat eksplosif. Dari
letusan tersebut akan menghasilkan sebuah jatuhan material yang berupa
material piroklastik ash. Berdasarkan tipe letusannya maka dapat
diinterpretasikan bahwa magma penyusunnya berupa magma asam sampai
intermediet dengan viskositas tinggi sampai sedang.
25
Gambar 5.6 Tipe Letusan Explosif
Dan berdasarkan tipenya yang jatuhan serta material yang berupa, dapat
diinterpretasikan bahwa material jatuh agak jauh dari sumber letusan, maka
dapat dikatakan bahwa batuan ini terbentuk pada fasies gunung api medial
sampai distals. Proses terbentuknya batuan ini yaitu saat terjadi letusaan yang
eksplosif, material ash tertransport oleh adanya angin atau air. Setelah energi
transport melemah, maka material ash ini terakumulasi di permukaan bumi
sesuai dengan keadaan permukaan. Lama-kelamaan material ini saling tindih
menindih satu sama lain dimana disitu terdapat tekanan antara satu sama lain.
Dengan adanya tekanan tersebut akhirnya materil material ini terkompaksi
dan akhirnya terlitifikasi menjadi batuan. Yang mengikat material satu sama
lain hanya berdasarkan tekanan material satu sama lain, tidak terdapatnya
semen, sehingga densitas batuan ini kecil dan bersifat ringan.
Gambar 5.7 Fasies Gunung Api
Berdasarkan deskripsi secara megaskopis diatas, maka batuan Z yang
berwarna abu-abu, berstruktur masif dengan tekstur ukuran butir berukuran
26
<2mm, bentuk butir amorf, komas dan sortasi tidak dapat
dideskripsi ,komposisi berupa ash 100%, maka batuan tersebut bernama Tuff
berdasarkan klasifikasi Fisher, 1966.
Gambar 5.8 Klasifikasi Fisher, 1966
5.1 Batuan Nomor Peraga X3
Batuan ini memiliki komposisi berupa material vulkanik yang
berwarna abu-abu berukuran < 2 mm yang sangat halus yaitu ash sebanyak 30
% dan material berwarna abu-abu kehitaman yang agak kasar berukuran 2- 64
mm yaitu lapili dengan kelimpahan 70 %.
Berdasarkan hasil deskripsi secara megaskopis diatas, batuan ini
merupakan batuan beku ekstrusif yang terbentuk akibat mekanisme endapan
jatuhan yaitu batuan hasil vulkanisme yang bersifat eksplosif dimana batuan
berasal dari magma yang terlempar ke udara saat terjadi proses erupsi lalu
jatuh ke permukaan bumi. Hipotesis ini juga didasarkan pada sifat magma
yang bersifat asam dan memiliki viskositas yang tinggi sehingga erupsinya
27
pun bersifat eksplosif. Batuan ini memiliki lubang gas yang tidak teratur,
yang diperkirakan terbentuk ketika terjadi proses erupsi saat magma terlontar
ke udara. Ketika itulah terjadi perbedaan suhu antara suhu normal udara
dengan suhu dalam magma sehingga timbul penguapan dari dalam magma
dan kemudian membentuk lubang-lubang gas. Dilihat dari teksturnya yang
holohyalin maka dapat diindikasikan bahwa batuan ini terbentuk secara cepat
sehingga tidak sempat membentuk kristal. Maka dapat diperkirakan batuan
ini terbentuk pada daerah yang masih cukup dekat dengan sumber erupsi
gunung api yang bertipe letusan freatik pada fasies sentral - proksimal.
Berdasarkan deskripsi secara megaskopis diatas, maka batuan X3
yang berwarna cokelat keputihan, berstruktur vesikuler skoria dengan tekstur
ukuran butir < 2 – 64 mm, bentuk rounded, kemas tertutup, sortasi well sorted
dengan komposisi lapili 70 % dan ash 30% yaitu skoria berdasarkan struktur
batuan dan lapili tuff berdasarkan klasifikasi Fisher, 1966.
5.2 Batuan Nomor Peraga 94
Batuan nomor peraga 94 berdasarkan pengamatan secara megaskopis
diidentifikasi memiliki warna hitam mengkilap dengan struktur yang pejal
atau tidak menunjukkan keanehan seperti jejak lubang-lubang gas atau yang
lainnya. Batuan ini memiliki tekstur berupa derajat kristalisasi yang terdiri
atas gelasan seluruhnya sehingga disebut holohyalin. Batuan ini tidak dapat
diidentifikasi granularitasnya ataupun bentuk kristalnya karena sifatnya yang
holohyalin.
Batuan ini berdasarkan pengamatan secara megaskopis, memiliki satu
jenis komposisi yang dominan yaitu komposisi yang berwarna hitam
mengkilap seperti kaca dari hasil proses vulkanisme yang disebut gelasan
dengan persentase kelimpahan yaitu 100 %.
Batuan ini terbentuk dari hasil proses vulkanisme berupa gunung api
bawah laut yang memiliki produk magma basa dengan jenis endapan berupa
piroklastik tipe aliran. Magma basa ini keluar menjadi lava yang sifatnya
encer dengan viskositas rendah. Magma yang bersifat encer tadi keluar saat
erupsi berlangsung secara efusif dan mengalami kontak langsung dengan air
28
yang bermassa besar sehingga terjadi penurunan suhu yang sangat signifikan.
Perubahan temperatur yang mencolok ini menyebabkan batuan mendingin
dan membeku dengan sangat cepat sehingga tidak sempat membentuk kristal-
kristal dan hanya sampai membentuk gelasan yang permukaannya halus
mengkilap. Berdasarkan sifat pembentukan batuan yang sangat cepat setelah
magma keluar dari dalam permukaan bumi maka dapat di interpretasikan jika
batuan ini terbentuk pada gunung api bawah laut dengan tipe letusan
magmatik yaitu di fasies sentral – proksimal.
Berdasarkan deskripsi secara megaskopis diatas, maka batuan 94 yang
berwarna hitam mengkilap, berstruktur masif dengan tekstur kristalinitas
holohyalin tanpa bergranularitas dan mempunyai bentuk kristal dengan
komposisi gelasan 100 % yaitu obsidian berdasarkan Thorpe & Brown, 1985.
5.3 Batuan Nomor Peraga X1
Batuan nomor peraga X1 berdasarkan pengamatan secara megaskopis
diidentifikasi memiliki warna putih keabuan dengan struktur yang pejal atau
tidak menunjukkan keanehan seperti jejak lubang-lubang gas atau yang
lainnya. Batuan ini memiliki tekstur berupa ukuran butir material penyusun
yaitu 1/16 - 64 mm atau ash hingga lapili, bentuk material penyusun yang
membundar bagus sehingga disebut rounded, memiliki sifat hubungan antar
butir yang saling bersinggungan satu sama lain disebut kemas tertutup, dan
tingkat keseragaman butir yang sangat bagus sehingga mempunyai sortasi
well sorted.
Batuan ini berdasarkan pengamatan secara megaskopis, memiliki dua
jenis komposisi yang dominan yaitu komposisi pertama yang berupa material
vulkanik berwarna abu-abu krem berukuran butir 1/16 - 2 mm yang cukup
halus dengan kelimpahan 75 % yaitu ash kasar dan komposisi yang kedua
berupa material vulkanik berwarna abu-abu kehitaman agak kasar dengan
ukuran 2-64 mm yaitu lapili dengan kelimpahan 20 % dan masih terdapat
material berupa kristal yang sangat sedikit sekitar 5 %.
Batuan ini terbentuk dari pengendapan material hasil erupsi gunung
api dengan jenis magma intermediet hingga asam dengan tipe endapan berupa
29
kombinasi piroklastik jatuhan dan aliran. Dengan sifat magma tersebut maka
gunung api ini memiliki tipe letusan eksplosif sehingga mampu melontarkan
material gunung api yang sangat bermacam-macam hingga jarak yang cukup
jauh. Keberadaan lapili pada batuan ini berasal dari material hasil vulkanik
yang tertransportasi secara aliran melewati lereng-lereng gunung api pada
jarak yang cukup jauh. Material ini kemudian mengendap dan sebelum
terkompaksi bercampur dengan material ash yang memiliki ukuran sangat
kecil dan densitas sangat ringan. Material ash ini pada saat erupsi terjadi
terlontar keatas dan menyebar, kemudian material ini tertransportasi hingga
ketempat yang agak jauh dari sumber erupsi karena pengaruh dari adanya
aktivitas udara atau angin. Setelah beberapa lama makin melayang di udara
ketika daya aktivitas transportasi angin atau udara yang terjadi melemah,
maka material ash ini terendapkan pada suatu tempat mengikuti relief
permukaan bumi yang ada. Saat pengendapan material ash juga masih di
barengi dengan pengendapan material lapili sehingga bercampur dan karena
adanya penekanan dan pemadatan akhirnya mengompak dan terlitifikasi
menjadi batuan. Dilihat dari komposisi batuan maka dapat diinterpretasikan
jika batuan ini terbentuk pada daerah yang sudah cukup jauh dari sumber
erupsi gunung api dengan tipe letusan freatik pada fasies medial-distal.
Berdasarkan deskripsi secara megaskopis diatas, maka batuan X1
yang berwarna putih keabuan, berstruktur masif dengan tekstur ukuran butir
1/16 - 64 mm, bentuk rounded, kemas tertutup, sortasi well sorted dengan
komposisi ash kasar 75 %, lapili 20 % dan kristal 5 % yaitu tuff lapili
berdasarkan klasifikasi Fisher, 1966.
5.4 Batuan Nomor Peraga 44
30
Batuan nomor peraga 44 berdasarkan pengamatan secara megaskopis
diidentifikasi memiliki warna abu-abu kehitaman dengan struktur yang
menunjukkan keanehan berupa jejak lubang-lubang gas yang tidak saling
berhubungan antara satu sama yang lain yang disebut vesikuler skoria. Batuan
ini memiliki tekstur berupa derajat kristalisasi yang terdiri atas gelasan
seluruhnya sehingga disebut holohyalin. Batuan ini tidak dapat diidentifikasi
granularitasnya ataupun bentuk kristalnya karena sifatnya yang holohyalin.
Batuan ini berdasarkan pengamatan secara megaskopis, memiliki satu
jenis komposisi yang dominan yaitu komposisi dari hasil proses vulkanisme
yang berwarna hitam seluruhnya yang di sebut dengan gelasan dengan
persentase kelimpahan yaitu 100 %.
Batuan ini terbentuk dari hasil proses vulkanisme berupa gunung api
yang memiliki produk magma basa pada tatanan busur magmatisme seperti
zona island arc yaitu zona pertumbukan lempeng samudera dengan lempeng
samudera yang menimbulkan proses vulkanisme dengan magma yang bersifat
basa dengan viskositas rendah. Magma ini keluar menimbulkan aktivitas
vulkanisme dengan jenis endapan berupa piroklastik tipe aliran.. Magma yang
bersifat encer tadi keluar saat erupsi berlangsung secara efusif. Selain itu, ada
juga lava yang terlontarkan akibat suatu gaya ketika erupsi terjadi. Lava
tersebut mengandung gas -gas di mana ketika terjadi erupsi, gas – gas tersebut
keluar atau melepaskan diri dari lava sehingga ketika meninggalkan bekas
atau jejak lubang gas saat batuan membeku, tetapi lubang tersebut tidak
saling berhubungan karena tekanan gas pada magma basa rendah yang tidak
mampu membuat lubang yang menerus. Perubahan temperatur yang
mencolok ini menyebabkan batuan mendingin dan membeku dengan sangat
cepat sehingga tidak sempat membentuk kristal-kristal dan hanya sampai
membentuk gelasan. Berdasarkan sifat pembentukan batuan yang sangat
cepat setelah magma keluar dari dalam permukaan bumi maka dapat di
interpretasikan jika batuan ini terbentuk pada gunung api pada tatanan magma
basa seperti island arc dengan tipe letusan berupa letusan magmatik tepatnya
di fasies sentral – proksimal.
31
Berdasarkan deskripsi secara megaskopis diatas, maka batuan 44 yang
berwarna abu-abu kehitaman, berstruktur vesikuler skoria dengan tekstur
kristalinitas holohyalin tanpa bergranularitas dan mempunyai bentuk kristal
dengan komposisi gelasan 100 % yaitu skoria berdasarkan struktur.
5.5 Batuan Nomor Peraga 113
Batuan nomor peraga 113 berdasarkan pengamatan secara megaskopis
diidentifikasi memiliki warna putih kekuningan dengan struktur yang pejal
atau tidak menunjukkan keanehan seperti jejak lubang-lubang gas atau yang
lainnya. Batuan ini memiliki tekstur berupa ukuran butir material penyusun
yaitu 1/16 - 2 mm atau ash kasar. Sedangkan untuk bentuk, kemas dan sortasi
dari batuan ini tidak bisa di deskripsi secara megaskopis karena ukuran
materialnya yang memang sangat kecil.
Batuan ini berdasarkan pengamatan secara megaskopis, hanya
memiliki satu komposisi yang dominan yaitu komposisi yang berupa material
vulkanik berwarna abu-abu krem berukuran butir 1/16- 2 mm yang cukup
halus yaitu ash kasar dengan kelimpahan 100 %.
Batuan ini terbentuk dari pengendapan material hasil erupsi gunung
api dengan jenis magma intermediet hingga asam yang termasuk dalam tipe
endapan berupa jatuhan. Dengan sifat magma tersebut maka gunung api ini
memiliki tipe letusan eksplosif sehingga mampu melontarkan material
gunung api yang sangat bermacam-macam hingga jarak yang cukup jauh.
Salah satu materialnya yaitu berupa ash yang memiliki ukuran sangat kecil
dan densitas sangat ringan. Material ash ini pada saat erupsi terjadi terlontar
keatas dan menyebar, kemudian material ini tertransportasi hingga ketempat
yang agak jauh dari sumber erupsi karena pengaruh dari adanya aktivitas
udara atau angin. Setelah beberapa lama makin melayang di udara ketika
daya aktivitas transportasi angin atau udara yang terjadi melemah, maka
material ash ini terendapkan pada suatu tempat megikuti relief permukaan
bumi yang ada. Material ini semakin bertumpuk dan karena adanya
penekanan dan pemadatan akhirnya mengompak dan terlitifikasi menjadi
batuan. Sortasinya yang tidak bisa di deskripsi secara megaskopis namun
32
dapat diinterpretasikan bahwa kenampakannya yang teratur dan halus ini
menunjukkan pada saat pengendapan material ash terjadi dengan tenang dan
tidak terganggu oleh proses apapun hingga akhirnya menyatu dan
mengompak. Dilihat dari komposisi batuan maka dapat diinterpretasikan jika
batuan ini terbentuk pada daerah yang sudah cukup jauh dari pusat erupsi
gunung api yang bertipe letusan freatik yaitu pada fasies medial-distal.
Berdasarkan deskripsi secara megaskopis diatas, maka batuan 113
yang berwarna putih kekuningan, berstruktur masif dengan tekstur ukuran
butir 1/16- 2 mm dengan bentuk, kemas dan sortasi yang tidak bisa
dideskripsi secara megaskopis karena ukurannya yang sangat kecil dengan
komposisi ash kasar 100 % yaitu tuff berdasarkan klasifikasi Fisher, 1966.
33
5.6 Batuan Nomor Peraga RIR
Batuan nomor peraga RIR berdasarkan pengamatan secara
megaskopis diidentifikasi memiliki warna putih kehitaman dengan struktur
yang pejal atau tidak menunjukkan keanehan seperti jejak lubang-lubang gas
atau yang lainnya. Batuan ini memiliki tekstur berupa ukuran butir material
penyusun yaitu 2 - > 64 mm atau lapili hingga blok, bentuk material
penyusun yang menyudut sehingga disebut angular, memiliki sifat hubungan
antar butir yang tidak saling bersinggungan satu sama lain disebut kemas
terbuka, dan tingkat keseragaman butir yang jelek karena terdapat material
yang besar dan ada juga yang kecil sehingga mempunyai sortasi poor sorted.
Batuan ini berdasarkan pengamatan secara megaskopis memiliki dua
komposisi yang dominan yaitu komposisi yang berupa material vulkanik
berwarna abu-abu kehitaman berukuran butir > 64 mm yang sangat kasar dan
besar karena mendominasi tubuh batuan pada sampel hand speciment yang
merupakan jenis batuan beku dengan kelimpahan sekitar 60 % yang disebut
material blok dan material vulkanik yang agak kasar dengan ukuran butir 2 –
64 mm berwarna cokelat kekuningan yaitu lapili dengan kelimpahan 40 %.
Batuan ini terbentuk dari pengendapan material hasil erupsi gunung
api dengan jenis magma intermediet hingga asam. Dengan sifat magma
tersebut maka gunung api ini memiliki tipe letusan eksplosif sehingga mampu
melontarkan material gunung api yang sangat bermacam-macam hingga jarak
yang cukup jauh. Namun pada batuan ini terbentuk dari hasil erupsi gunung
api yang bertipe endapan jenis aliran. Hal ini terjadi karena ukuran butir
material yang cukup besar. Material dominan berupa batuan beku mengalir
bersama material material lain yaitu material yang lebih kecil seperti lapili
Material ini kemudian terendapkan pada suatu tempat dengan mengisi
cekungan - cekungan yang ada di permukaan bumi. Material ini semakin
bertumpuk dan karena adanya penekanan dan pemadatan akhirnya
mengompak dan terlitifikasi menjadi batuan. Sortasinya yang poor sorted dan
kemas yang terbuka menunjukkan bahwa pada saat pengendapan material
blok dan lapili terjadi secara tiba-tiba sehingga ukurannya tidak merata dan
34
berkenampakan tidak seragam. Dilihat dari komposisi batuannya yang masih
terdapat bentukan angular maka dapat diinterpretasikan jika batuan ini
terbentuk pada daerah yang belum terlalu jauh dari sumber erupsi bertipe
letusan freatomagmatik yaitu fasies proksimal-medial.
Berdasarkan deskripsi secara megaskopis diatas, maka batuan RIR
yang berwarna putih kehitaman, berstruktur masif dengan tekstur ukuran butir
2 - > 64 mm, bentuk angular, kemas terbuka, sortasi poor sorted dengan
komposisi batuan beku 60 % dan lapili sebanyak 40 % yaitu breksi lapili
berdasarkan klasifikasi Fisher, 1966.
5.7 Batuan Nomor Peraga X2
Batuan nomor peraga X2 berdasarkan pengamatan secara megaskopis
diidentifikasi memiliki warna putih kecokelatan sehingga dapat di
interpretasikan berasal dari material vulkanik dengan dasar magma bersifat
basa dengan struktur yang pejal atau tidak menunjukkan keanehan seperti
jejak lubang-lubang gas atau yang lainnya. Batuan ini memiliki tekstur berupa
ukuran butir material penyusun yaitu < 1/16 mm atau ash halus. Sedangkan
untuk bentuk butir, sortasi dan kemas dari material penyusun batuan ini tidak
dapat dideskripsi secara megaskopis karena ukurannya yang memang sangat
kecil.
Batuan ini berdasarkan pengamatan secara megaskopis, hanya
memiliki satu komposisi yang dominan yaitu komposisi yang berupa material
vulkanik berwarna abu-abu krem berukuran butir < 1/16 mm yang sangat
halus berupa ash halus dengan kelimpahan 100 %.
Batuan ini terbentuk dari pengendapan material hasil erupsi gunung
api dengan jenis magma intermediet hingga asam yang termasuk dalam tipe
endapan berupa jatuhan. Dengan sifat magma tersebut maka gunung api ini
memiliki tipe letusan eksplosif sehingga mampu melontarkan material
gunung api yang sangat bermacam-macam hingga jarak yang cukup jauh.
Salah satu materialnya yaitu berupa ash yang memiliki ukuran sangat kecil
dan densitas sangat ringan. Material ash ini pada saat erupsi terjadi terlontar
keatas dan menyebar, kemudian material ini tertransportasi hingga ketempat
35
yang agak jauh dari sumber erupsi karena pengaruh dari adanya aktivitas
udara atau angin. Setelah beberapa lama makin melayang di udara ketika
daya aktivitas transportasi angin atau udara yang terjadi melemah, maka
material ash ini terendapkan pada suatu tempat mengikuti relief permukaan
bumi yang ada. Material ini semakin bertumpuk dan karena adanya
penekanan dan pemadatan akhirnya mengompak dan terlitifikasi menjadi
batuan. Meskipun sortasinya tidak bisa di deskripsi secara megaskopis,
namun dapat di interpretasikan jika batuan yang sangat halus dan sortasi yang
tertata rapi tersebut terjadi karena pengendapan material ash terjadi dengan
tenang dan tidak terganggu oleh proses apapun hingga akhirnya menyatu dan
mengompak. Dilihat dari komposisi batuan yang sangat halus maka dapat
diinterpretasikan jika batuan ini terbentuk cukup jauh dari sumber erupsi
gunung api bertipe letusan freatik yaitu pada fasies medial-distal.
Berdasarkan deskripsi secara megaskopis diatas, maka batuan X2
yang berwarna putih kecokelatan, berstruktur masif dengan tekstur ukuran
butir <1/16 mm, bentuk, kemas dan sortasi yang tidak bisa di deskripsi secara
megaskopis dengan komposisi ash halus 100 % yaitu tuff berdasarkan
klasifikasi Fisher, 1966.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Batuan Nomor Peraga X3 yang berwarna cokelat keputihan, berstruktur
vesikuler skoria dengan tekstur ukuran butir < 2 – 64 mm, bentuk rounded,
kemas tertutup, sortasi well sorted dengan komposisi lapili 70 % dan ash
30 % yang terjadi karena proses vulkanisme dengan tipe letusan freatik
36
dan tipe piroklastik jatuhan yaitu skoria ( berdasarkan struktur ) atau lapili
tuff ( berdasarkan klasifikasi Fisher, 1966).
Batuan Nomor Peraga 94 yang berwarna hitam mengkilap, berstruktur
masif dengan tekstur holohyalin dengan komposisi gelasan 100 % yang
terjadi karena proses vulkanisme dengan tipe letusan magmatik dan tipe
piroklastik aliran yaitu obsidian ( berdasarkan klasifikasi thorpe & Brown,
1985 ).
Batuan Nomor Peraga X1 yang berwarna putih keabuan, berstruktur masif
dengan tekstur ukuran butir 1/16 - 64 mm, bentuk rounded, kemas
tertutup, sortasi well sorted dengan komposisi ash kasar 75 %, lapili 20 %
dan kristal 5 % yang terjadi karena proses vulkanisme dengan tipe letusan
freatik dan tipe piroklastik jatuhan yaitu tuff lapili ( berdasarkan
klasifikasi Fisher, 1966).
Batuan Nomor Peraga 44 yang berwarna abu-abu kehitaman, berstruktur
vesikuler skoria dengan tekstur holohyalin dengan komposisi gelasan 100
% yang terjadi karena proses vulkanisme dengan tipe letusan magmatik
dan tipe piroklastik aliran yaitu skoria ( berdasarkan struktur ).
Batuan Nomor Peraga 113 yang berwarna putih kekuningan, berstruktur
masif dengan tekstur ukuran butir 1/16 - 2 mm, bentuk, kemas dan sortasi
yang tidak bisa di deskripsi secara megaskopis dengan komposisi ash
kasar 100 % yang terjadi karena proses vulkanisme dengan tipe letusan
freatik dan tipe piroklastik jatuhan yaitu tuff ( berdasarkan klasifikasi
Fisher, 1966).
Batuan Nomor Peraga RIR yang berwarna putih kehitaman, berstruktur
masif dengan tekstur ukuran butir 2 - > 64 mm, bentuk angular, kemas
terbuka, sortasi poor sorted dengan komposisi blok 60 % dan lapili 40 %
yang terjadi karena proses vulkanisme dengan tipe letusan freatomagmatik
dan tipe piroklastik aliran yaitu breksi lapili ( berdasarkan klasifikasi
Fisher, 1966).
Batuan Nomor Peraga X2 yang berwarna putih kecokelatan, berstruktur
masif dengan tekstur ukuran butir < 1/16 mm, bentuk, kemas dan sortasi
yang tidak bisa di deskripsi secara megaskopis dengan komposisi ash
37
halus 100 % yang terjadi karena proses vulkanisme dengan tipe letusan
freatik dan tipe piroklastik jatuhan yaitu tuff ( berdasarkan klasifikasi
Fisher, 1966).
6.2 Saran
Lakukan pendeskripsian batuan selengkap mungkin agar informasi yang
didapatkan bisa maksimal.
Pada saat pendeskripsian bisa dibantu dengan menggunakan lup sehingga
praktikan bisa melihat mineral didalamnya dengan ukuran yang lebih
besar dan jelas.
Praktikan harus berhati-hati dan cermat dalam menentukan komposisi
pada batuan karena hasilnya akan sangat berpengaruh pada pemberian
nama batuan.
38
Top Related