Lembar Persetujuan dan Pengesahan
Disetujui oleh:
Pembimbing I,
Eneng Nurlaelah, S. Si
Pembimbing II,
Siti Rifyati
Pembimbing III,
Dra. Rini Kusmawati, M. Pd
NIP 19671221 199303 2 003
Disahkan oleh:
Kepala SMK-SMAK Bogor,
Dra. Hadiati Agustine
NIP. 19570817 198103 2 002
Manager Quality Control,
Eneng Nurlaelah, S.Si
i
KATA PENGANTAR
Laporan Praktik Kerja Industri (Prakerin) dengan judul Penetapan Kadar
Bahan Baku Obat Pyridoxine Hydrochloride ini disusun untuk memenuhi
persyaratan untuk mengikuti ujian akhir di Sekolah Menengah Kejuruan - SMAK
Bogor. Laporan ini dibuat berdasarkan Praktik Kerja Industri (Prakerin) yang telah
dilaksanakan selama kurang lebih 3 bulan, yaitu dari bulan November 2012
sampai dengan Februari 2013.
Laporan ini berisi tentang penjelasan praktik kerja industri yang telah kami
lakukan, meliputi pendahuluan, tinjauan pustaka, pelaksanaan, bahan serta alat
yang diperlukan, metode pembuatan dan metode analisis yang dilakukan, dan
tentunya simpulan serta saran.
Penyusun mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya, penyusun dapat menyelesaikan
laporan Prakerin ini tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini pula, penyusun
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, yang telah memberikan jalan terbaik bagi saya dan teman-
teman saya dalam pelaksanaan Prakerin dan pembuatan laporan
Prakerin.
2. Orang tua penyusun, yang telah memerikan dukungan moril maupun
materil.
3. Ibu Hadiati Agustine, selaku Kepala Sekolah Menengah Analis Kimia
Bogor.
4. Ibu Amilia Sari Ghani selaku pimpinan bidang Hubungan Kerja Industri
(HKI).
5. Ibu Rini selaku pembimbing, yang senantiasa memberikan bimbingan,
saran serta kritik kepada penyusun.
6. Ibu Eneng Nurlaelah dan Ibu Siti Rifyati selaku pembimbing, yang
senantiasa memberikan bimbingan, saran serta kritik kepada penyusun.
ii
7. Ibu E. Yanny Priantieni, selaku pembimbing dalam penyusun pembuatan
laporan.
8. Ibu Nina, Ibu Dedek, Kak Yeni, Kak Anjip, Bapak Anton, Kak Murniarti,
Kak Yusep, Kak Nunik, Kak Lala, Kak Lida, Kak Ratih, Ka Edi yang
senantiasa berbagi cerita dan pengalaman selama Prakerin berlangsung.
9. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan laporan ini baik dari segi kalimat atau bahasa yang digunakan
dalam penyusunan laporan ini. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca sehingga kami dapat memperbaiki
laporan ini.
Penyusun berharap laporan ini dapat berguna bagi pembaca di bidang
analisis khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Bogor, Februari 2013
Penyusun
iii
I.
Daftar Isi
Lembar Persetujuan dan Pengesahan..........................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
Daftar Isi........................................................................................................................... iv
Daftar Gambar................................................................................................................vi
Daftar Tabel....................................................................................................................vii
Bab I Pendahuluan..........................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Tujuan...................................................................................................................2
Bab II Institusi Prakerin...................................................................................................3
A. Sejarah Institusi...................................................................................................3
B. Struktur Organisasi..............................................................................................5
C. Jenis Produksi Abbott.....................................................................................7
D. Fungsi Organisasi............................................................................................7
E. Administrasi..........................................................................................................8
Bab III Kegiatan di Laboratorium.................................................................................10
A. Tinjauan Pustaka...............................................................................................10
1. Obat.................................................................................................................10
a) Deskripsi Obat............................................................................................10
b) Bahan Penyusun Obat..............................................................................10
c) Bentuk Sediaan Obat................................................................................11
d) Metode Sintesis Obat................................................................................14
2. Uraian Komoditi.............................................................................................16
3. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.................................................................17
a) Pengertian Kromatografi...........................................................................17
b) Instrumentasi KCKT..................................................................................19
c) Pengukuran dengan KCKT......................................................................20
4. Metode Analisis..............................................................................................21
a) Analisis Susut Kering Sampel Pyridoxine Hydrochloride...............................21
iv
b) Data Pengamatan.........................................................................................22
c) Perhitungan :................................................................................................22
b) Penetapan Kadar Pyridoxine HCl dalam Bahan Baku Obat...........................23
c) Prosedur Pengoperasian KCKT..............................................................25
d) Perhitungan Kadar Pyridoxine HCl................................................................26
Bab IV Hasil Analisis dan Pembahasan.....................................................................27
B. Hasil Analisis......................................................................................................27
C. Pembahasan..................................................................................................31
Bab V Simpulan dan Saran..........................................................................................33
E. Simpulan.............................................................................................................33
F. Saran...................................................................................................................33
Daftar Pustaka...............................................................................................................34
Lampiran.........................................................................................................................35
v
II.
Daftar Gambar
vi
III.
Daftar Tabel
vii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang
Sektor industri merupakan elemen yang memiliki peranan penting
dalam perkembangan perekonomian nasional. yang juga berpotensi
dalam menyediakan lapangan pekerjaan yang menjanjikan. Namun
semua itu tidak serta merta membuat persaingan di era globalisasi ini
menjadi longgar. Dibutuhkan sumber daya manusia dengan kualifikasi
yang baik, yang mampu mengikuti perkembangan dunia industri yang
sangat pesat. Ini semua menjadi tantangan tersendiri khususnya bagi
generasi muda yang hendak terjun dalam dunia Industri.
Maka sangat penting memiliki keterampilan dan ilmu pengetahuan
yang sesuai, guna memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan di dunia
Industri. Oleh karena itu Sekolah Menengah Kejuruan-SMAK Bogor
membekali semua yang dibutuhkan oleh siswa/siswi-nya agar mampu
menghadapi tuntutan dan tantangan yang senantiasa muncul dalam
kondisi seperti sekarang ini.
Sekolah Menengah Kejuruan-SMAK Bogor adalah sekolah kejuruan
yang berada di bawah Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri. Tujuan
pendidikan di SMK-SMAK Bogor adalah menghasilkan lulusan yang
mempunyai pengetahuan dan keterampilan dalam bidang analis kimia.
Pada pelaksanaan program pendidikan, Sekolah
Menengah Kujuruan-SMAK Bogor mempunyai visi dan misi sebagai
berikut:
1. Visi
Menjadi Sekolah Menengah Analis Kimia Nasional bertaraf Internasional
yang menghasilkan lulusan profesional dan bermartabat.
2. Misi
a. Melaksanakan pendidikan analis kimia kejuruan yang berkualitas
mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dunia usaha dan dunia
industri baik tingkat nasional maupun internasional.
1
b. Meningkatkan kemitraan nasional dan membina kemitraan
internasional.
c. Membina dan menyelenggarakan fungsi sosial dan
kemasyarakatan.
B. Tujuan
Sebagai syarat kelulusan untuk siswa kelas XIII Sekolah Menengah
Kejuruan-SMAK Bogor, siswa diwajibkan untuk melaksanakan praktik kerja
industri, baik di instansi pemerintah, BUMN maupun di perusahaan swasta.
Adapun tujuan pelaksanaan Prakerin, yang dilaksanakan pada bulan November
2012 – Februari 2013 adalah:
1. Meningkatkan kemampuan dan memantapkan keterampilan siswa sebagai
bekal kerja yang sesuai dengan program studi kimia analisis.
2. Menumbuhkembangkan dan memantapkan sifat profesional siswa-siswi
dalam rangka memasuki lapangan kerja.
3. Meningkatkan wawasan siswa pada aspek-aspek yang potensial dalam
dunia kerja, antara lain: struktur organisasi, disiplin, lingkungan dan sistem
kerja.
4. Meningkatkan pengetahuan siswa dalam hal penggunaan instrumen kimia
analisis yang lebih modern dibandingkan fasilitas yang tersedia di sekolah.
5. Memperoleh masukan dan umpan balik guna memperbaiki dan
mengembangkan pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan-SMAK Bogor.
6. Memperkenalkan fungsi dan tugas seorang analis kimia kepada lembaga-
lembaga penelitian dan perusahaan industri di tempat pelaksanaan prakerin.
2
Bab II Institusi Prakerin
A. Sejarah Institusi
Abbott Laboratories didirikan oleh Dr. Wallace Calvin Abbott pada tahun
1880 di North Chicago, Ilinois, Amerika Serikat. Pada tahun 1888, Dr. Wallace
Calvin Abbott mengerahkan tenaganya untuk membuat sejenis obat baru, yang
dapat diberikan dalam bentuk jadi. Pada tahun ke – 19, para ahli mengobati
pasien masih menggunakan prosedur primitif dan mencampur obat berdasarkan
ekstrak dari tumbuh – tumbuhan.
Pada tahun 1888, dr. Abbott mengembangkan kliniknya tersebut menjadi
pabrik farmasi yang dikenal sebagai Abbott Laboratories dan berkedudukan di
North Chicago, Illinois, Amerika Serikat. Produk Abbott Laboratories dibagi
menjadi 6 bagian dasar, yaitu:
1. Chemical Agriculture Product Division (CAPD)
2. Hospital Product Division (HPD)
3. Abbott Diagnostics Product Division (ADPD)
4. Pharmaceutical Product Division (PPD)
5. Consumer Product Division (CPD)
6. Nutrition Product Division (NPD)
Hingga kini cabang Abbott Laboratories telah tersebar dalam tiga wilayah,
yaitu: Amerika Latin, Eropa dan Pasifik Asia-Afrika (PAA). PT Abbott Indonesia
merupakan cabang ke-163, tergabung dalam wilayah PAA. PAA juga mencakup
China, Singapura, Australia, Jepang, Pakistan, Philipina, dan Afrika Selatan.
PT Abbott Indonesia telah mendapat izin operasional sejak tanggal 7 Maret
1970 dengan Surat Keputusan Presiden nomor B-14/Pres//70 dan Akte Pendirian
Perusahaan Terbatas (PT) nomor 48 tanggal 17 Oktober 1970 yang dibuat oleh
notaris Djoyo Mulyadi SH. Sesuai dengan persetujuan Departemen Kehakiman
nomor J.A.S/5/71 tanggal 26 Mei 1971, maka PT Abbott Indonesia telah sah
sebagai perusahaan yang berbadan hukum dengan saham yang keseluruhannya
dimiliki oleh Amerika Serikat.
3
Kantor pusat PT Abbott Indonesia bertempat di Menara Jamsostek, lantai
23, Jln. Gatot Soebroto, Jakarta. Sedangkan lokasi pabrik berada di Jalan Raya
Jakarta-Bogor Km. 37, Cimanggis, Depok. Lokasi bangunan pabrik berada pada
lokasi yang jauh dari pemukiman penduduk serta tidak menimbulkan
pencemaran bagi lingkungan sekitarnya baik limbah, pencemaran udara ataupun
kebisingan.
Pabrik ini memiliki luas 22.671 sqm2 dan terdiri dari beberapa bagian, yaitu
kantor, lantai produksi (solid, oral liquid, pedialyte, shampoo, packaging),
warehouse (WH, retuned good, bottle store, finishing supplies), QA dan
pegolahan limbah dan taman.
PT. Abbott Indonesia merupakan anak perusahaan dari Abbott
Laboratories. Awalnya perusahaan ini berfungsi sebagai penyalur obat hasil
produksi Abbott Laboratories. Namun berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan
RI No. 5249 / A / SK / PAB / 73, PT. Abbott Indonesia diberi izin untuk
memproduksi dan menjual produk sendiri yang terdiri dari obat-obatan dan
kosmetik.
VISI PT Abbott Indonesia
“ To become the premiere health care company “
menjadi perusahaan yang utama dibidang kesehatan
MISI PT Abbott Indonesia
“ We are your most prefered partner providing innovative health care
solution in your persuit for a better quality of life “
Menjadi partner yang terpilih dalam menyediakan solusi kesehatan
yang innovatif dalam membantu mencapai kualitas kehidupan yang
lebih baik.
Nilai-nilai yang diterapkan PT abbott Indonesia, yaitu :
1. Pelopor (pioneering)
2. Pencapaian (achieving)
3. Perhatian (caring)
4. Pelihara (enduring)
4
B. Struktur Organisasi
Organisasi merupakan suatu wadah yang terdiri dari sejumlah orang yang
bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan. Keberhasilan suatu perusahaan
akan tercapai apabila struktur organisasi berfungsi dengan tepat sesuai dengan
tujuan tersebut.
Sejak didirikannya PT. Abbott Indonesia tugas serta tanggung jawab untuk
masing-masing bagian sudah jelas, untuk struktur PT. Abbott Indoensia yang
berada tingkatannya paling atas yaitu Plant Directur dalam melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya dibantu oleh Sektretaris dan para Manager, Supervisor
dan para Operator yang melaksanakan langsung proses produksi tersebut.
Berkembangnya bisnis Abbott International, yang diikuti dengan
reorganisasi, maka PT. Abbott Indonesia harus mengikuti perkembangan ini.
Mulai tahun 2006, struktur organisasi PT. Abbott Indonesia terbagi menjadi tiga
bagian besar, yaitu:
1. Abbott Nutrition Indonesia (ANI)
Bagian dari Abbott Indonesia yang menangani penjualan produk-produk
nutrisi, yang dibawahi seorang general manager.
2. Abbott International (AI)
Bagian dari Abbott Indonesia yang menangani produk-produk
pharmaceutical. Bagian ini juga di bawahi oleh seorang General Manager.
3. Plant
Bagian dari Abbott Indonesia yang menangani manufaktur untuk menyuplai
produk ke negara-negara Asia. Plant di bawah Plant Director yang
bertanggung jawab langsung ke Global Pharmaceutical Operation (GPO).
Untuk melaksanakan kegiatan ketiga bagian tersebut memerlukan divisi-
divisi sebagai berikut:
1. Finance
2. Human Resource Department (HRD)
3. Medical Regulatory
Pabrik PT. Abbott Indonesia berada dibawah GPO dan GPO membawahi 2
divisi yaitu:
5
1. Manufacturing Division
Divisi ini dipimpin oleh seorang plant director. Dalam melaksanakan
tugasnya plant director dibantu oleh beberapa manajer, yaitu:
♣ Production Manager
♣ Material Management Manager
♣ Engineering Manager
♣ Technical Service Manager
2. Quality Division
Divisi ini dipimpin oleh Head of Quality, yang membawahi :
♣ Quality System, compliance and Training
♣ QC Manager
♣ Document Control Specialist
♣ QA Operation Supervisor
PT. Abbott Indonesia merupakan cabang dari perusahaan swasta asing
sehingga manager umumnya adalah orang asing. Semenjak berdirinya PT.
Abbott Indonesia telah mengalami beberapa kali pergantian pemimpin, yaitu:
1) Mr. Sharrys dari Amerika, tahun 1970.
2. Mr. H. A. Voorn dari Belanda, tahun 1972.
3. Mr. Omar Casal dari Uruguay, tahun 1980.
4. Mr. M. J. Basset dari Inggris, tahun 1982.
5. Mr. N. Pataky dari Swiss, tahun 1983.
6. Mr. George Smith dari Amerika, tahun 1984.
7. Mr. T. J. Lyons dari Amerika, tahun 1987.
8. Mr. Kai Selomulyo dari Indonesia, tahun 1990.
9. Mr. Viren K. Grover dari Amerika, dari tahun 1993.
10. Mr. Cihangir Kosu dari Turki, tahun 2002.
11. Mr Vivek Mohan dari Inggris, tahun 2004.
12. Mr Peter Lyon dari Australia, tahun 2005.
13. Mr. Ellie Abdelkareem dari Libanon, tahun 2006.
14. Mr. Farhat dari Pakistan, tahun 2008.
15. Mr. Andrew Russie dari Amerika, tahun 2010.
16. Mr. Parulian Simanjuntak dari Indonesia, tahun 2011-sekarang.
6
C. Jenis Produksi Abbott
PT. Abbott Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak dibidang
farmasi. Obat yang di produksi oleh PT. Abbott antara lain: Abbotic 250 mg dan
500 mg, Brufen Tablet dan Suspensi, Claritromycin Granule (Klacid), Cecon
Tablet, Depakene, Iberet Folic, Iberet Active, Isoptin SR 80 mg dan 240 mg,
Optilet-M 500 mg, Pedialyte Solution dan Bubble Gum, Surbex-T, Surbex-Z,
Urixin Tablet, Vidaylin.
Selain memproduksi obat PT. Abbott Indonesia juga melakukan distribusi
produk susu yang di import dari Abbott Laboratories, antara lain: Ensure,
Pediasure, Gain Advance, Similac, Isomil, Prosure, Glucerna, Gain School.
D. Fungsi Organisasi
Laboratorium Quality Control (QC) bertugas melakukan analisis di
laboratorium. Hal-hal yang dianalisis adalah raw material, in process product
(produk ruahan), produk jadi, stabilitas produk dan produk yang akan divalidasi.
Kegiatan QC yang lain yaitu pemeriksaan biologis, environtment control, dan
kalibrasi alat & instrumen. Hasil analisis ditulis oleh analisis dalam worksheet
yang didalamnya tercantum metodenya, waktu dilakukannya, alat-alat yang
digunakan, parameter dan lain-lain. Lalu semua hasil analisis digabung menjadi
assay report.
Quality Assurance (QA) bertugas melakukan pemastian mutu agar produk
yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang sesuai dengan tujuan
penggunaan. Kegiatan di QA meliputi validasi yang menjadi tanggung jawab
validation specialist, dokumentasi yang menjadi tanggung jawab dari document
control dan inspeksi yang menjadi tanggung jawab QA supervisor inspector.
Bagian pengawasan mutu mempunyai aturan dan tugas-tugas untuk
menjamin kualitas obat hasil produksi, yang meliputi :
1. Mempersiapkan instruksi tertulis dalam pelaksanaan uji dan analisis.
2. Mengontrol dan memeriksa mutu bahan baku obat.
3. Menetapkan tempat penyimpanan bahan baku berdasarkan
kestabilan bahan baku tersebut.
4. Mengontrol mutu produk selama dan setelah proses produksi.
7
5. Mengevaluasi mutu obat jadi yang meliputi pemeriksaan secara fisika,
kimia, biologi, penentuan kadar, dan potensi, serta memutuskan apakah
produk jadi diterima atau ditolak sebelum dipasarkan.
6. Menetapkan masa kadaluarsa produk.
Tujuan pemeriksaan yang dilakukan di Laboratorium QA (Quality
Assurance), yaitu :
1. Menjamin kualitas hasil produksi mengenai kadar, kemurnian,
homogenitas, khasiat, dan stabilitas sesuai persyaratan farmakope untuk
dipakai konsumen untuk jarak waktu tertentu.
2. Menjaga nama baik perusahaan, karena masyarakat akan menaruh
kepercayaan terhadap produk yang memenuhi syarat dan bermutu tinggi.
E. Administrasi
Pengertian administrasi secara luas adalah keseluruhan proses kegiatan
kerjasama dan timbal balik berdasarkan cara-cara yang teratur dan rasional
dalam organisasi untuk mencapai apa yang telah ditentukan bersama. Tanpa
administrasi yang teratur dan rapi, suatu perusahaan akan mengalami
kemunduran dan akhirnya akan hancur.
PT. Abbott Indonesia memiliki berbagai macam administrasi yang teratur
dan rapi sehingga menunjang terhadap kemajuan perusahaan sesuai dengan
tujuannya.
Cara pembuatan obat yang baik merupakan pedoman yang menyangkut
seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu suatu obat. CPOB ditetapkan
oleh Menteri Kesehatan dalam surat keputusan Menkes RI No. 42 / Menkes /
SK / 1 / 1988 tentang CPOB. Sedangkan petunjuk operasionalnya ditetapkan
dalam keputusan Dirjen POM No. 05410 / A / SK / XII / 1989.
Berdasarkan SK Menkes RI No. 47 / SK / II / 1983 tentang kebijaksanaan
obat nasional, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan obat adalah bahan atau
paduan bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penerapan diagnosa, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.
8
Master formula diperlukan untuk mendapatkan metode yang memenuhi
syarat, yaitu suatu catatan yang berisi komposisi produk, cara pembuatan,
penyimpanan, prosedur pengambilan contoh, spesifikasi dan metode analisis.
9
IV.
Bab III Kegiatan di Laboratorium
A. Tinjauan Pustaka
1. Obat
a) Deskripsi Obat
Obat adalah senyawa aktif yang dapat menyembuhkan, mencegah,
menambah daya tahan tubuh. Obat yang baik adalah obat yang terjamin
mutunya mulai dari bahan baku yang digunakan, proses pembuatan produk
obat yang siap dipasarkan sampai pada masa kadaluarsa obat tersebut.
Untuk menjaga terjaminnya mutu obat tersebut maka semua bahan yang
digunakan dan yang terlibat dalam proses pembuatannya harus selalu
dikontrol kualitasnya. Untuk bahan- bahan yang digunakan dalam proses
pembuatan obat dianalisa mutunya dilaboratorium Quality Assurance (QA).
b) Bahan Penyusun Obat
Bahan - bahan penyusun dibagi menjadi tiga komoditi, yaitu
bahan baku, bahan setengah jadi dan bahan jadi.
1) Bahan baku, bahan-bahan yang akan digunakan dalam proses
pembuatan obat. Bahan baku digolongkan sebagai berikut:
Bahan Aktif
Bahan aktif adalah bahan-bahan yang dipakai dalam
pembuatan obat yang mempunyai khasiat untuk pengobatan, baik
dengan cara dimakan ataupun untuk pemakaian luar
.
Bahan Tambahan
10
Bahan aditif atau bahan tambahan adalah bahan-bahan
yang dipakai dalam pembuatan obat sebagai tambahan untuk
menyempurnakan pembuatan sediaan obat.
Secara umum pemeriksaan bahan baku meliputi pemeriksaan
bentuk, bahan, warna, bau, identifikasi, susut kering, sudut putar jenis,
kekentalan, dan kadar bahan baku tersebut.
2) Bahan Setengah Jadi, bahan olahan yang masih memerlukan
proses pembuatan lebih lanjut menjadi produk jadi. Secara
umum, pemeriksaan produk setengah jadi meliputi pemeriksaan
susut pengeringan, identifikasi, pH, berat jenis (specific gravity),
kekentalan, dan kadar zat berkhasiat.
3) Bahan Jadi, obat-obatan yang sudah siap untuk dikemas,
kemudian dimasukkan ke dalam kemasan dan siap untuk
dipasarkan.
c) Bentuk Sediaan Obat
Sediaan obat memiliki bentuk umum yaitu:
1) Kapsul
Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat,
zat obat dan bahan farmasi yang baik sebagai pengisi dan
ditempatkan dalam suatu cangkang yang keras atau lunak yang
biasanya terdiri atas suatu bentuk gelatin. Kapsul terbuat dari
gelatin, suatu protein yang segera rusak dalam saluran cerna
dan memungkinkan getah lambung masuk mencapai isinya.
Kapsul mempunyai ukuran yang beragam, tergantung pada
jumlah obat yang akan diberikan dan mempunyai bentuk serta
11
warna yang berbeda bila dibuat untuk diperdagangkan. Biasanya
bahan-bahan obat dilepaskan dari kapsul lebih cepat
dibandingkan tablet.
2) Tablet
Tablet adalah bentuk sediaan padat yang dibuat dengan
cara kempa atau cetak. Tablet dapat berbeda-beda dalam
ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancur, dan
aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan
metode pembuatannya. Tablet mengandung zat aktif obat dan
zat tambahan lain yaitu bahan pengikat, zat penghancur, zat
penyalut, zat pemberi warna dan zat pembantu lainnya. Zat
pengikat adalah bahan yang membantu pelekatan partikel dalam
formulasi, memungkinkan granul dibuat dan dijaga keterpaduan
hasil akhir tabletnya.
Penggunaan zat penghancur dilakukan bila menginginkan
pemisahan yang cepat dari bahan tablet kempa, hal ini menjamin
pelepasan segera dari partikel-partikel obat menjadi melarut
yang akan meningkatkan absorbsi obat. Untuk melindungi zat
aktif yang terdapat dalam tablet dari udara, kelembaban atau
cahaya, menutupi rasa bau yang tidak enak, membuat
penampilan lebih baik, dan mengatur tempat pelepasan obat
dalam saluran cerna maka tablet perlu disalut.
3) Krim
Krim adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk setengah
padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar
dan bahan yang digunakan sebagai obat harus larut atau
12
terdispersi secara homogen dalam dasar krim yang cocok. Krim
mengandung air tidak lebih dari 60% (Howard, Ansel C, 1989).
4) Sirup
Sirup adalah sediaan obat dalam bentuk cairan. Ada pula
sirup kering yang bila dikonsumsi harus ditambahkan cairan dalam
jumlah tertentu. Sirup merupakan sediaan cair yang berupa
larutan yang mengandung sakarosa (C12H22O11), kecuali yang
dinyatakan lain, kadar sakarosa tidak kurang dari 64,0 % dan tidak
lebih dari 66,0 %.
5) Kaplet
Kaplet adalah tablet yang berbentuk kapsul.
6) Injeksi
Sediaan injeksi adalah sediaan steril berupa larutan,
emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang digunakan
dengan cara disuntikan (merobek jaringan ke dalam kulit melalui
kulit atau selaput lendir). Syarat sediaan injeksi adalah harus
jernih dan bebas dari partikel-partikel yang tidak larut. Oleh karena
itu masalah kelarutan zat merupakan faktor yang sangat penting
untuk diperhatikan, selain itu harus steril.
7) Tablet bersalut (Dragee)
Tablet disalut untuk berbagai alasan, antara lain melindungi
zat aktif di udara, kelembaban, cahaya, menutupi rasa bau yang
tidak enak, membuat penampilan lebih baik dan mengatur
tempat pelepasan obat dalam saluran cerna.
13
8) Granul
Granul adalah sediaan obat atau bahan-bahan obat yang
biasanya berbentuk partikel atau butiran kecil.
9) Suspensi
Suspensi merupakan sediaan berupa campuran dua fase,
fase luar berbentuk cair dan fase dalam terdiri dari partikel yang
tidak larut dan terdispersi di seluruh fase luar. Sediaan suspensi
dirancang bukan untuk mencegah terjadinya pemisahan fase,
tetapi untuk memperlambat kecepatan sedimentasi dan
mengupayakan agar partikel yang telah terdispersi dapat
disuspensikan dengan baik.
d) Metode Sintesis Obat
Sintesis obat yang dilakukan disetiap pabrik obat haruslah
berdasarkan pada CPOB. CPOB adalah cara pembuatan obat yang baik,
yang telah diresmikan pada tahun 1981 dan mulai dipergunakan pada
tahun 1984. Agar didapat obat yang dihasilkan dari CPOB maka harus
disiapkan master formula yang baik. Yang dimaksud dengan master
formula adalah suatu cara yang berisi komponen bahan – bahan pembuat
obat, cara pembuatan, sistem penyiapan, cara sampling atau
pengambilan contoh.
Secara garis besar obat di PT. Abbot Indonesia dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1) Tablet, terdiri dari dua jenis yaitu:
Tablet Single Layer
Yaitu tablet dengan satu macam lapisan. Lapisan – lapisan
tablet ini berupa vitamin. Contohnya adalah Surbex T. Cara
pembuatannya aitu dengan granulasi basah:
14
Semua bahan dicampur kemudian disaring atau diayak dengan
ayakan khusus, dibasahi, lalu dikeringkan sampai kadar air tertentu.
Campuran yang didapat, diayak lalu ditambah zat pelicin (lubrication)
dan dicetak menjadi tablet (compress). Tablet-tablet yang telah
dibentuk ini dilapisi permukaannya dengan suatu zat pelapis
(coating).
Pada permukaan tablet terdapat logo Abbott (sesuai cetakan),
selanjutnya tablet-tablet yang telah dibungkus dengan alumunium foil
(stripping) atau botol lalu dikemas dalam karton.
Tablet Double Layer
Yaitu tablet dengan dua macam lapisan. Lapisan vitamin dan
zat besi. Contohnya adalah Iberet FT. Cara pembuatannya yaitu
seperti pada tablet single layer, bahan untuk tablet ini dicampur dan
diayak dengan ayakan berukuran tertentu lalu dibasahi dan
dikeringkan sampai kadar air tertentu, diayak lalu ditambah zat
pelicin, proses berikutnya adalah pencetakan tablet, dibuat menjadi
dua lapisan yaitu lapisan besi terlebih dahulu kemudian dicoating.
Selanjutnya tablet diberi logo Abbott dan dibungkus dalam foil dan
dikemas dalam karton (packing).
2) Kapsul
Proses awalnya adalah pencampuran bahan-bahan diruang
pencampuran (Compounding Room) untuk selanjutnya dilakukan
pengayakan campuran itu melalui saringan tertentu. Kemudian dilanjutkan
ke tahap pemadatan dan penghancuran campuran yang telah homogen
lalu dimasukan kedalam cangkang dengan menggunakan mesin khusus.
Proses ini dinamakan pengkapsulan. Kapsul-kapsul yang telah jadi
diproses permukaannya lalu dibungkus dalam alumunium foil dan
dikemas dalam karton.
3) Granul
Proses pembuatan granul lebih sederhana dari pada proses
lainnya. Bahan-bahan yang telah dicampur kemudian dibasahi dan
dikeringkan sampai kadar air tertentu, lalu diayak. Granul yang terbentuk
15
kemudiaan dimasukan ke dalam alumunium foil berukuran tertentu atau
dimasukan didalam botol plastik lalu dikemas dalam single karton.
2. Uraian Komoditi
Piridoksin hidroklorida merupakan Kristal putih, tidak berbau,
larut dengan baik dalam air. Tahan terhadap alkali dan panas namun
mudah rusak oleh cahaya matahari. Pyridoxine mengandung tidak
kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102% dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan.
Piridoksin hidroklorida merupakan salah satu bentuk dari
vitamin B6. Keperluan vitamin B6 per hari sangat tergantung pada
jumlah protein yang dikonsumsi. Untuk Indonesia belum ditentukan,
tetapi sebagai pedoman untuk manusia diperlukan 2,0 mg per orang
per hari. Sedang untuk masyarakat dengan konsumsi protein rendah
(40 – 50 g/hari) hanya diperlukan 1,2 sampai 1,5 mg.
Sumber utama vitamin B6 adalah daging, unggas, dan
ikan ;kemudian disusul oleh kentang, ubi jalar, dan sayur – sayuran ;
baru oleh susu dan biji – bijian utuh merupakan sumber yang kaya
akan vitamin B6.
Kekurangan vitamin B6 menyebabkan :
Kulit rusak
Syaraf motorik terganggu
Kelainan pada darah
Rangsangan syaraf
Kejang
Lemah badan,dan
Sakit
16
Gambar 1 Struktur Pyridoxine HCl
3. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
a) Pengertian Kromatografi
Kromatografi secara bahasa berasal dari kata chroma dan graphein
yang berarti menulis warna. Menurut penamaan IUPAC, kromatografi
adalah metode pemisahan secara fisika. Komponen yang akan
dipisahkan didistribusikan diantara dua fase, fase diam dan fase gerak
yang akan terus menerus mengalir menurut arah tertentu. Kromatografi
ini pertamakali dilakukan oleh Tswett-1906
Metode analisis kimia secara umum haruslah memiliki sifat
selektifitas yang baik dan spesifik. Penghilangan gangguan terhadap
analat merupakan hal yang penting dalam analisis. Sampai pertengahan
abad XX, pemisahan dalam analisis dilakukan secara pengendapan,
distilasi dan ektraksi. Saat ini pemisahan dalam kegiatan analisis
umumnya dilakukan secara kromatografi.
Penerapan analisis secara kromatografi telah berkembang pesat
dalam kurun waktu lima puluh tahun terakhir untuk dapat menentukan
sifat-sifat senyawa dalam campuran kompleks. Ada 2 teori yang
menjelaskan proses pemisahan dalam kromatografi, yaitu:
1. Teori plat – diajukan oleh Martin dan Synge (1941).Didasarkan
pada analogi dengan destilasi dan ekstraksi ”counter current” .
2. Teori laju – diajukan oleh J.J. van Deemter (1956). Dalam teori ini
lebih banyak membahas dinamika pemisahan.
17
Pada prinsipnya semua cara pemisahan kromatografi mengalami
proses yang sama, yaitu adanya distribusi komponen-komponen dalam
fasa diam dan gerak dalam memanfaatkan perbandingan kecil sifat fisik
komponen-komponen yang hendak dipisahkan. Berbagai dasar terjadinya
proses pemisahan pada kromatografi adalah adsorpssi, partisi, filtrasi,
dan suhu kritik.
Adsorpsi
Kromatografi dengan dasar adsorpsi memakai fasa diam padat dan
fasa gerak cair atau gas, sebagai contoh adalah :
Kromatografi kolom konvensial
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi penukar ion
Kromatografi gas padat
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Pemisahan komponen-komponen akan sangat tergantung pada
perbedaan polaritas molekul-molekul yang akan dipisahkan.
Partisi
Kromatografi dengan dasar partisi, memakai fasa diam cair dan
fasa gerak cair, sebagai contoh adalah :
Kromatografi kolom
Kromatografi kertas
Kromatografi gas cair
HPLC
18
Pemisahan komponen-komponen akan sangat tergantung pada
perbedaan Kd (Koefisien distribusi) molekul-molekul yang akan
dipisahkan. Tidak hanya ditentukan oleh pengaruh Kd tetapi juga
dipengaruhi oleh faktor adsorpsi walau sangat kecil
Filtrasi
Kromatografi dengan dasar suhu kritik, memakai fasa diam padat
yang mempunyai sifat filtrasi terhadap komponen yang mempunyai bobot
molekul yang tinggi dan fasa diam padat yang demikian biasanya
dipunyai oleh gel dan semacamnya. Sedangkan fasa gerak adalah cairan.
Kromatografi dengan dasar filtrasi ini akan dipengaruhi oleh perbedaan
bentuk dan ukuran molekul.
Suhu Kritik
Kromatografi dengan dasar suhu kritik, prinsipnya hampir sama
dengan kromatografi gas, hanya saja yang paling mempengaruhi pada
kromatografi dengan cara ini adalah perbedaan suhu kritik tiap komponen
yang dipisahkan dengan cara ini menjadi dasar pada “Super Critical Fluid
Cromatography (SFC)”.
b) Instrumentasi KCKT
. KCKT adalah istilah dari High Pressure Liquid Cromatography
( HPLC ). Kalau ditinjau dari segi peralatannya, HPLC termasuk
kromatografi kolom karena dipakai fasa diamnya yang diisikan/ter
”packing” didalam kolom. Tetapi bila ditinjau dari proses pemisahannya
HPLC dapat digolongkan sebagai kromatografi partisi, tergatung pada
butiran-butiran adsorben yang ada dalam kolom.
Kecepatan alir yang cukup diperlukan dalam setiap sistem
kromatografi kolom. Untuk merealisasikan keadaan ini dalam sistem
KCKT yang menggunakan diameter partikel 2-10 , penggunaan
pompa tekanan tinggi mutlak diperlukan. Keadaan inilah yang
menyebabkan instrument KCKT, menjadi lebih kompleks dari sistem
kromatografi lainnya.
19
Mekanisme pemisahan dominan yang terjadi dalam sistem KCKT
ditentukan oleh jenis kolom yang digunakan. Terdapat kemungkinan
terjadi lebih dari satu proses pemisahan dalam satu kolom. Dibandingkan
dengan kromatografi gas, KCKT memiliki mekanisme pemisahan lebih
banyak, terdapat kemudahan untuk mengubah secara radikal sifat kimia
dan kekuatan elusi dari fase gerak, fase penunjang dengan ukuran
partikel 3, 5 atau 10 memiliki ukuran pori-pori 50 –150 Å, dapat
diikatkan denagn lapisan sangat tipis bersifat polar atau nonpolar.
Mekanisme pemisahan yang mungkin adalah adsorpsi, partisi, penukar
ion, dan kromatografi eksklusi.
Keuntungan metode HPLC adalah:
1. Waktu analis yang singkat.
2. Penentuan dapat dilakukan dengan jumlah mikro
3. Hasil pemisahan tinggi
Keuntungan HPLC terletak pada penggunaan yang luas.
Dengan menggunakan fasa gerak cairan pada dasarnya sejumlah
besar zat dapat ditentukan dengan prosedur analisis ini.
c) Pengukuran dengan KCKT
Analisis kuantitatif
Analisis kuantitatif pada KCKT pada prinsipnya hampir sama
dengan KGP atau KGC yaitu berdasarkan perbandingan area dari peak
kromatografi antara sampel dengan zat standard.
Ada beberapa cara pelaksaan analisis kuantitaif, yaitu:
1) Penormalan Area
Yang dimaksud dengan penormalan area adalah menghitung
susunan komponen dalam % dengan mengukur setiap puncak damn
membaginya dengan area total.
2) Factor koreksi
20
Karena detector memberikan respon berbeda terhadap zat, maka
pada tiap zat yang dihitung kadarnya perlu dilakukan koreksi detector
masing – masing dari keseluruhan.
3) Standard Eksternal (kalibrasi mutlak)
Dipakai zat standard yang sama dengan contoh dibuat berbagai
macam kadar (6) tentukan areanya masing-masing dan korelasikan
terhadap kosentasi (r)
4) Standard Internal
Dipakai penambahan zat lain yang tidak sama dengan contih /
standard akan tetapi mempunyai sifat fisikokimia yang mirip dengan
contoh.
5) Adisi standard
Cara ini dilaksankan apabila menghadapi kadar contoh yang sangat
kecil, dengan cara ini respon detector akan naik. Tiap-tiap contoh
kadarnya akan bisa dihitung dan hasil akhir merupakan rata-rata
statistic.
Analisis kualitatif
Untuk analisis juga harus dilakukan perbandingan dengan standard
yang dibandingkan adalah:
TR : Waktu hambat
α : Efesiensi pelarut
Retensi relative :
Pelaksanaan analisis kualitatif dapat dilakuakan dengan cara :
1) Standard Internal : Membandingkan harga tR
2) Standard eksternal : Membandingkan harga α
3) Perubahan kondisi : Kolom, pelarut dengan pengembang,
temperature,
pada setiap perubahan bandigkan dengan
tr
4) Dengan cara penumpukan ‘peak’ overlay.
21
4. Metode Analisis
a) Analisis Susut Kering Sampel Pyridoxine Hydrochloride
Dasar
Reaksi
Alat dan Bahan
1) Neraca2) Oven3) Sampel Pyridoxine HCl
Cara Kerja
1) Dipanaskan kotak timbang pada suhu C.
2) Dimasukkan dalam eksikator selama 15 menit.
3) Ditimbang bobot kotak timbang kosong.
4) Ditimbang 2 gram sampel pyridoxine HCl pada kotak timbang
yang telah diketahui bobotnya.
5) Dipanaskan dalam oven pada suhu C selama 1 jam.
b) Data Pengamatan
Sampel ID 24390XQ 24390XQ
Berat sampel (g) 2.0021 2.0177
Tara (g) 14.0979 15.3573
Sampel + Tara (g) 16.1000 17.3750
Sample kering + Tara 16.0997 17.3747
22
(g)
Bobot hilang (g) 0.0003 0.0003
% LOD 0.0150 0.0149
c) Perhitungan :
% LOD 1 =
=
= 0.0150 %
% LOD 2 =
=
= 0.0149 %
Rata-rata : 0.01495 %
Syarat : ≤ 0,5%
b) Penetapan Kadar Pyridoxine HCl dalam Bahan Baku Obata. Dasar :
b. Alat dan Bahan :
Asam asetat glasial, Reagent Grade.
23
Methanol, Reagent Grade.
p-Hydroxybenzoic acid, Reagent Grade
Pyridoxine Hydrochloride (standar referensi)
Silica Gel
Sodium 1-hexane sulfonate, Reagent Grade
Natrium hidroksida 1N
c. Cara Kerja :
Mobile phase
1. Ditimbang sekitar 1,2 gram Sodium 1-hexane sulfonate.
2. Dimasukkan kedalam Labu ukur 2000 ml.
3. Ditambahkan 20 ml asam asetat glasial, lalu dilarutkan dengan
1400 ml aquades.
5. Diatur pH larutan tersebut (3 ± 0,1) (digunakan Asam Asetat Glasial
atau NaOH 1N).
6. Ditambahkan 470 ml Methanol.
7. Dihimpitkan dengan aquades dan homogenkan.
8. Disaring dan ultrasonik larutan tersebut.
Larutan internal standar
Ditimbang 0,050 gram p-Hydroxybenzoic acid
24
Dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml
Dihimpitkan dengan mobile phase dan homogenkan.
Preparasi standar
Ditimbang dengan akurat sekitar 0,050 gram pyridoxine
hydrochloride (W std).
Dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml.
Dilarutkan dengan mobile phase hingga tanda batas dan
dihomogenkan.
Dipipet 10.0 ml larutan, dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml
Ditambahkan 1.0 ml larutan internal standar.
Dihimpitikan dengan mobile phase dan homogenkan.
Kosentrasi Pyridoxine Hydrocholide pada preparasi standard
mendekati 0,05 mg/ml dengan perhitungan sebagai berikut :
W std : berat standar (gram)
C : Kosentrasi Pyridoxine
Hydrochloride (mg/ml)
25
Preparasi sampel (dibuat triplo)
Ditimbang 0,050 gram sampel (W spl).
Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml.
Dilarutkan dengan mobile phase, himpitkan dan homogenkan.
Dipipet 10.0 ml larutan, lalu dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml.
Ditambahkan 1.0 ml larutan internal standar.
Tambahkan mobile phase hingga tandabatas dan homogenkan.
c) Prosedur Pengoperasian KCKT
I. Pencocokan system
Inject 20 dari larutan standard kedalam rangkaian HPLC
Simpan respon puncak dari pyridoxine Hydrochloride dan p-
hydroxybenzoic acid.
Inject secara berurutan 20 standard kedalam rangkaian
system HPLC sampai terjadi respon puncak pyridoxine
Hydrochloride. Dari 6 deret injecsi harus diperoleh standard
deviasi tidak lebih dari 3%.
II. Analisis
Inject 20 sampel kedalam system HPLC kemudian simpan
respon sampai terjadi respon puncak pyridoxine
Hydrochloride
26
d) Perhitungan Kadar Pyridoxine HCl
Result “As is basis” = 99.866 %
“On dried basis” =
=
= 99,8 %
Syarat : 98,0 – 102,0 %
Kesimpulan : Baik
Bab IV Hasil Analisis dan Pembahasan
B. Hasil Analisis
Di bawah ini adalah data hasil analisis dari penetapan kadar Pyridoxine
HCl secara HPLC.
A. Hasil pengukuran waktu retensi HPLC
Tabel 1 Tabel Data Retention Time Standar
Nama sampel
Inj
Channel
Vial
PyridoxineHCl
P-Hydroxybenzoic Acid
1Standard
-1b
1 2487 channel
1
1 4.392 8.028
2Standard
-2b
1 2487 channel
1
1 4.359 7.938
3Standard
-3b
1 2487 channel
1
1 4.367 7.981
27
4Standard
-4b
1 2487 channel
1
1 4.373 7.983
5Standard
-5b
1 2487 channel
1
1 4.366 7.979
6Standard
-6b
1 2487 channel
1
1 4.385 8.074
Rata2 4.374 7.997
Std.Dev
0.013 0.047
%RSD 0.3 0.6
Tabel 2 Tabel Data Retention Time Sample
Nama sampel
inj Channel Vial PyridoxineHClp-
hydroxybenzoic acid
1 59740 ;
24390XQ –
1
1
2487 channel 1
2 4.317 7.847
2 59740 ;
24390XQ –
2
1
2487 channel 1
3 4.311 7.818
3 59740 ;
24390XQ –
3
1
2487 channel 1
4 4.313 7.870
Rata2 4.314 7.845
Std.Dev 0.003 0.026
%RSD 0.1 0.3
B. Hasil Pengukuran Area HPLC
Tabel 3 Tabel Data Area Standar
Nama sampel
Inj Channel Vial PyridoxineHCl P-Hydroxybenzoic
28
Acid
1Standard-
1b
1 2487 channel
1
1 1826524 1522413
2Standard-
2b
1 2487 channel
1
1 1820560 1521135
3Standard-
3b
1 2487 channel
1
1 1827782 1523620
4Standard-
4b
1 2487 channel
1
1 1828108 1523075
5Standard-
5b
1 2487 channel
1
1 1830932 1525253
6Standard-
6b
1 2487 channel
1
1 1833622 1528197
Rata2 1827921 1523949
Std.Dev 4422 2486
%RSD 0.2 0.2
Tabel 4 Tabel Data Area Sampel
Nama sampel
inj Channel Vial PyridoxineHClp-
hydroxybenzoic acid
1 59740 ;
24390XQ –
1
1
2487 channel 1
2 1748053 1456354
2 59740 ;
24390XQ –
2
1
2487 channel 1
3 1749548 1453051
3 59740 ;
24390XQ –
3
1
2487 channel 1
4 1788381 1485226
29
Rata2 1761994 1464877
Std.Dev 22864 17700
%RSD 1.3 1.2
C. Hasil Pengukuran Amount HPLC
Tabel 5 Tabel Data Amount Standar
Nama sampel
Inj Channel Vial PyridoxineHClP-Hydroxybenzoic Acid
1Standard-
1b
1 2487 channel
1
1 0.050 1.000
2Standard-
2b
1 2487 channel
1
1 0.050 1.000
3Standard-
3b
1 2487 channel
1
1 0.050 1.000
4Standard-
4b
1 2487 channel
1
1 0.050 1.000
5Standard-
5b
1 2487 channel
1
1 0.050 1.000
6Standard-
6b
1 2487 channel
1
1 0.050 1.000
Rata2 0.050 1.000
Std.Dev 0.000 0.000
%RSD 0.0 0.0
Tabel 6 Tabel Data Amount Sampel
Nama sampel
inj Channel Vial PyridoxineHClp-
hydroxybenzoic acid
30
1 59740 ;
24390XQ –
1
1
2487 channel 1
2 99.656 100.000
2 59740 ;
24390XQ –
2
1
2487 channel 1
3 99.968 100.000
3 59740 ;
24390XQ –
3
1
2487 channel 1
4 99.973 100.000
Rata2 99.866 100.000
Std.Dev 0.182 0.000
%RSD 0.2 0.0
D. Hasil pengukuran sampel
Tabel 7 Tabel Data Kalkulasi Sampel
Nama sampel
Vial
Inj #
Run time
(menit)
Vol.inj
(ul)
Acquisition method
Berat sampel
dilution
1 59740 ;
24390X
Q – 1
2 1 12.00 20.00 PyridoxineHC
L
50.0100
0
1000.0000
0
2 59740 ;
24390X
Q – 2
3 1 12.00 20.00 PyridoxineHCL
50.01000
1000.0000
0
3 59740 ;
24390X
Q – 3
4 1 12.00 20.00 PyridoxineHCL
50.01000
1000.0000
0
31
C. Pembahasan
Dari penentuan Loss On Drying untuk sampel simplo diperoleh hasil
sebesar 0.0150 % dan untuk sampel duplo diperoleh hasil sebesar 0.0149 %
rata-rata, dari kedua nilai tersebut maka didapatkan rata-rata sebesar 0.01495
%
Pada pemeriksaan kadar Pyridoxine HCl pada sampel didapatkan
hasil sebesar 99,8 %. Hasil analisis yang diperoleh sesuai dengan
spesifikasi Abbott yang mengacu pada USP yaitu 98,0 – 102,0 %
Hasil analisis dipengaruhi oleh teknik kerja, keterampilan, ketelitian,
dan alat yang dipergunakan. Kesalahan dapat terjadi selama proses
analisis, disebabkan oleh beberapa faktor berikut :
1. Kesalahan dalam pengambilan, persiapan, dan penimbangan
contoh.
2. Kesalahan dalam pembuatan dan penanganan pereaksi-pereaksi
yang digunakan.
3. Penyimpanan pereaksi-pereaksi yang tidak semestinya dan diluar
batas kadaluarsa sehingga ada kemungkinan pereaksi yang dipakai
kurang kereaktifannya.
4. Penggunaan alat yang belum dikalibrasi atau terjadi kerusakan.
5. Kesalahan pada saat analisis yang disebabkan oleh analis itu
sendiri (human error).
Hasil analisis dikatakan baik bila data yang diperoleh sesuai
dengan standar yang ditetapkan. Bila ternyata terjadi kegagalan
pemenuhan spesifikasi mutu produk maka dilakukan analisis kembali
32
oleh personil yang lain dan dibuat suatu hipotesis terhadap penyebab
kegagalan tersebut. Dari hasil hipotesis lalu dilakukan tindak lanjut
sesuai dengan prosedur yang ditentukan dan dilakukan suatu upaya
agar kegagalan tersebut tidak akan terulang kembali.
33
D.
Bab V Simpulan dan Saran
E. Simpulan
Dari hasil analisis yang dilakukan di laboratorium PT. Abbott Indonesia
diperoleh kadar dalam sampel piridoksin hidroklorida yang
sesuai bila dibandingkan dengan persyaratan yang telah ditentukan oleh PT.
Abbott Indonesia dan dapat disimpulkan bahwa bahan baku piridoksin
hidroklorida ini memenuhi standar. Maka bahan baku yang disediakan layak
untuk digunakan dalam pembuatan obat.
F. Saran
Untuk meningkatkan mutu produk PT. Abbott Indonesia,
pengembangan metode analisis secara berkesinambungan perlu
dilakukan dengan tujuan memperoleh metode analisis yang lebih
mudah, ekonomis, dan hasil yang lebih akurat.
Semoga kerjasama antara PT. Abbott Indonesia dengan Sekolah
Menengah Kejuruan-SMAK Bogor tetap terjalin dengan baik sehingga
PT. Abbott Indonesia dapat terus menerima siswa Sekolah Menengah
Kejuruan-SMAK Bogor sebagai siswa Prakerin (Praktik Kerja Industri).
34
V.
Daftar Pustaka
35
VI.
Lampiran
36