LAPORAN KASUS
STROKE HEMORAGIK
Disusun Oleh :
Haifa Auriana Sagita Putri, S.Ked
(2010730045)
Dokter Pembimbing :
dr. Adre Mayza, Sp.S
KEPANITERAAN KLINIK STASE NEUROLOGI
RS. ISLAM CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2015
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah yang Maha Esa, karena atas berkat dan
Rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas laporan kasus ini tepat pada waktunya yang
berjudul “Stroke Hemoragik” ini disusun dalam rangka mengikuti kepanitraan Klinik di bagian
Neurologi Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
Pada kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis:
1. dr. Adre Mayza, Sp.S selaku dokter pembimbing serta Dokter Spesialis Neurologi
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan
bantuan kepada penyusun
Akhirnya penyusun menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan
tambahan pengetahuan khususnya kepada penyusun dan kepada pembaca.
Terimakasih
Jakarta, Maret 2015
Penyusun
2
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 68 tahun
Alamat : Jalan Cempaka Putih Tengah No. 30 Jakarta Pusat
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 29 Februari 2015
ANAMNESIS : Autoanamnesis
Keluhan Utama :
Lemah anggota gerak sebelah kiri sejak 1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dalam keadaan sadar ke IGD RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan
lemah anggota gerak sebelah kiri sejak 1 hari SMRS. Keluhan ini terjadi secara mendadak
setelah dari toilet, tangan dan kaki kiri tidak dapat digerakkan sama sekali. Pasien pun
mengeluh nyeri kepala hebat seperti tertusuk – tusuk, muntah langsung menyembur sebanyak
2 kali, dan saat berbicara menjadi pelo. Tetapi pasien menyangkal adanya kejang. BAB dan
BAK tidak ada keluhan.
Menurut keluarga pasien, pasien tidak mengeluh pandangannya menjadi dua ataupun
pandangan menjadi gelap secara tiba-tiba, tidak terdapat pula rasa pusing berputar, telinga
berdenging, atau tersedak.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien menyangkal mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung
ataupun riwayat stroke sebelumnya.
3
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien tidak mengetahui anggota keluarga ada yang mengalami hal yang sama dengan
pasien seperti saat ini atau tidak, begitupun riwayat hipertensi, diabetes melitus maupun
penyakit jantung pada keluarga tidak jelas karena ketidaktahuan pasien
Riwayat Psikososial
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan tidak pernah mengkonsumsi alkohol.
Riwayat Pengobatan
Pasien belum berobat dan tidak sedang mengkonsumsi obat apapun.
Riwayat Alergi
Pasien menyangkal alergi terhadap makanan, obat-obatan, debu dan cuaca.
PEMERIKSAAN FISIK
• Keadaan umum : Tampak sakit sedang
• Kesadaran : Compos Mentis
• Tanda-tanda Vital :
- TD : Dextra : 140/90 mmHg ; Sinsitra : 140/100 mmHg
- Nadi : 80 x/menit, reguler
- Pernapasan : 18 x/menit, reguler
- Suhu : 36,70C
STATUS GENERALIS
Kepala dan leher
- Kepala : Normochepal
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-)
- Hidung : Normonasi, sekret (-/-), epistaksis (-/-). Hipertrofi konka (-/-), polip (-/-)
Palpasi : fraktur os nasal (-/-)
- Telinga : Normotia, serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-).
- Mulut : mukosa kering (+), bibir tidak simetris, sianosis (-), lidah kotor (-).
- Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid (-), peningkatan JVP (-)
4
Thoraks
Paru
▫ Inspeksi : simetris, retraksi dinding dada (-/-)
▫ Palpasi : vokal fremitus kiri = kanan
▫ Perkusi : sonor pada kedua lapang paru, batas paru-hepar setinggi
ICS 6 midclavikularis dextra
▫ Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
▫ Inspeksi : iktus kordis terlihat pada ICS 5 midclavikula sinistra
▫ Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS 5 midclavikula sinistra
Perkusi : Batas kanan jantung ICS 4, linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung ICS 4, linea midclavikularis sinistra
▫ Auskultasi : BJ I-IIreguler, murmur (-), gallop(-)
Abdomen
▫ Inspeksi : Bentuk datar
▫ Auskultasi : BU (+) normal pada 4 kuadran
▫ Perkusi : timpani pada seluruh abdomen, asites (-)
▫ Palpasi : supel, nyeri tekan (-), nyeri epigastrium (-), hepar, lien, tidak teraba.
Ekstremitas
▫ Atas : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
▫ Bawah : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-),sianosis (-/-)
STATUS NEUROLOGIK
Keadaaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS = 15 Eye (4), Verbal (5), Motorik (6)
Rangsang Meningeal
- Kaku Kuduk : (+)
- Lasegue sign : > 70
- Kernig sign : > 130
- Brudzinski I : (-)
5
- Brudzinski II : (-)
SARAF KRANIAL
N.I (Olfaktorius) :
Hidung Kanan Hidung Kiri
Daya Pembauan N N
N.II (Optikus)
N.III (Okulomotoris)
N. IV
(Throklearis)
N.V (Trigeminus)
6
Mata kanan Mata kiri
Daya penglihatan N N
Lapang Pandang N N
Mata kanan Mata kiri
Ptosis (-) (-)
Reflek cahaya + +
Pupil
a. Bentuk
b. Diameter
Bulat
3 mm
Bulat
3 mm
Gerak bola mata
a. Atas
b. Bawah
c. Medial
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Mata kanan Mata kiri
Posisi bola mata
Strabismus
divergen
(-) (-)
Gerakan bola mata
Medial bawah Baik Baik
Diplopia - -
Kanan Kiri
Menggigit + +
Membuka mulut + +
Sensibilitas muka
a. Cabang
oftalmikus
b. Cabang maksila
c. Cabang
mandibula
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Reflex Kornea (+) (+)
N. VI (Abdusens)
N.VII (Facial)
N.VIII (Vestibulokoklearis)
N.IX (Glosofaringeus) dan N.X (Vagus)
7
Mata kanan Mata kiri
Posisi bola mata
Strabismus
konvergen
(-) (-)
Gerakan bola mata
Lateral Baik Baik
Diplopia - -
Kanan Kiri
Motorik
a. Mengangkat alis
b. Menutup mata
c. Lipatan
nasolabialis
d. Menyeringai
(+)
(+)
(+)
(+)
parese
parese
parese
parese
Sensorik
a. Daya kecap lidah
2/3 depan
Normal Normal
Kanan Kiri
Pendengaran
a. Test detak arloji
b. Test suara
berbisik
(+)
(+)
(+)
(+)
Arkus faring
a. Pasif
b. Gerakan aktif
Simetris
Simetris
Uvula di tengah
a. Pasif
b. Gerakan aktif
(+)
(+)
Reflex muntah (+)
Daya kecap lidah 1/3
belakang
Baik
Menelan +
N. XI (Assesorius)
N.XII (Hypoglosus)
MOTORIK
Kekuatan Otot Dextra
Sinistra
5555 0000
5555 0000
Atrofi : Dextra Sinistra
- -
- -
SENSORIK :
Nyeri : Ektremitas Atas : +/+
Ekstremitas Bawah : +/+
Raba : Ektremitas Atas : +/+
Ekstremitas Bawah : +/+
FUNGSI VEGETATIF
Miksi : baik
Defekasi : baik
Keringat : baik
8
Kanan Kiri
Memalingkan kepala Normal Normal
Mengangkat bahu Normal -
Menjulurkan lidah +
Posisi lidah Tidak ada deviasi
Papil lidah Normal
Atrofi otot lidah (-)
Fasikulasi lidah (-)
FUNGSI LUHUR
Baik
REFLEK FISIOLOGIS
Reflek bisep : (+/+)
Reflek trisep : (+/+)
Reflek brachioradialis : (+/+)
Reflek patella : (+/+)
Reflek achilles : (+/+)
REFLEK PATOLOGIS
Babinski : (-/-)
Chaddock : (-/-)
Oppenheim : (-/-)
Gordon : (-/-)
HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10,7 10 – 18 g/dL
Hematokrit 31,1 30 – 50 %
Eritrosit 3,97 4.2 – 5.4 jt/uL
Leukosit 7,5 4.8 – 10.8 rb/uL
Trombosit 163 150 – 450 rb/uL
KIMIA KLINIK
Glukosa Rapid
Sewaktu
111 < 160 mg/dL
Creatinin 0,67 0,8-1,5 mg/dl
Ureum 38,4 10-50 mg/dl
RESUME
Anamnesa
Pasien perempuan, 68 tahun, datang dalam keadaan sadar datang ke IGD RSIJ Cempaka
Putih dengan keluhan lemah anggota gerak sebelah kiri sejak 1 hari SMRS. Keluhan ini
terjadi secara mendadak setelah dari toilet, tangan dan kaki kiri tidak dapat digerakkan sama
9
sekali. Pasien juga mengeluh nyeri kepala hebat seperti tertusuk – tusuk sejak 2 hari, muntah
langsung menyembur sebanyak 2 kali, dan saat berbicara menjadi pelo. Pasien menyangkal
mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung ataupun riwayat stroke
sebelumnya.
Pemeriksaan Fisik
Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah dextra : 140/90 mmHg ;
sinistra : 140/100 mmHg, nadi 80 x/menit, dan reguler, pernapasan 18 x/menit, suhu 36,70C.
Status Generalis : Dalam Batas Normal
Status Neurologis
a. RM : KK (+)
b. Saraf Otak :
- N. VII pharese kiri
c. Motorik
Dextra Sinistra
5555 0000
5555 0000
d.Vegetatif
BAB (-), BAK (+), Keringat (+)
e.Reflex Fisiologi : BTR (+/+), KPR (+/+), APR (+/+)
Reflex Patologis : babinski (-/-), chaddock (-/-)
Pemeriksaan Laboratorium : Eritrosit : 3,97 (Sedikit Menurun)
DIAGNOSA KERJA
Diagnosa Klinis : Stroke
Diagnosa Etiologi : Perdarahan Intra Serebral
10
Diagnosa Lokalisasi : Sistem Carotis Kanan
Diagnosa Faktor Risiko : Amiloid angiopati
DIAGNOSA BANDING
Stroke infark arterotrombotik sistem karotis kanan faktor risiko hipertensi
Rencana Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan Kepala
2. Foto Thorax
3. Laboratorium : Pemeriksaan kimia darah (GDP, GD2PP, Profil Lipid,
Elektrolit) Urinalisa (Protein, Keton)
Medikasi (Pengobatan)
a. IVDF Asering 20 gtt per menit
b. Citikolin 2 x 250 mg IV
c. Ranitidin 2 x 1
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
STROKE
Definisi
Gangguan fungsional otak fokal atau global yang terjadi secara mendadak, yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak (baik tersumbatnya aliran darah maupun
pecahnya pembuluh darah) dan lebih dari 24 jam. Dan mempunyai pola gejala yang
berhubungan dengan waktu.
Pada pasien ini didapatkan :
Berdasarkan anamnesis didapatkan defisit neurologis fokal dengan adanya hemiparese
kiri yang terjadi mendadak saat pasien beraktivitas dan sifatnya menetap, terdapat tanda-
tanda TTIK (nyeri kepala) serta Tekanan darah sedikit meningkat tinggi dari biasanya.
Keluhan ini terjadi >24 jam mulai dari kejadian sampai follow-up terakhir.
Perbedaan stroke infark dan stroke perdarahan dalam mendiagnosa pasien
Stroke Non Hemoragik Stroke Hemoragik
- Kelumpuhan/kelemahan terjadi saat pasien istirahat (pada saat tidur atau pada saat pasien baru bangun tidur)
- Kelumpuhan/kelemahan terjadi saat pasien beraktivitas*
- Tidak terdapat tanda-tanda TTIK - Terdapat tanda-tanda TTIK (nyeri
12
(nyeri kepala, muntah, kejang, penurunan kesadaran)
kepala, muntah, kejang, penurunan kesadaran)*
- Tekanan darah tidak meningkat tinggi - Tekanan darah meningkat tinggi dari biasanya*
*ditemukan pada pasien
Pada pasien ini didapatkan : kelumpuhan terjadi saat pasien beraktivitas, terdapat tanda-
tanda peningkatan TTIK, dan tekanan darah sedikit meningkat dari biasanya. Jadi pasien ini
didiagnosa stroke yang disebabkan karena perdarahan dan didiagnosis banding dengan
stroke karena infark.
Kategori Klinis
Perdarahan Intraserebral
Perdarahan Subaraknoid
Cardioemboli Tromboemboli Aterotrombotik Lakunar
Saat awitan Sering saat aktivitas*
Sering saat aktivitas
Sering saat aktivitas Dapat juga saat istirahat
Sering saat aktivitas Dapat juga saat istirahat
Sering saat istirahat
Sering saat istirahat
TIA - + Jarang Jarang + +Tanda TTIK
+* + - - - -
Defisit neurologis
Maximal at onset
Maximal at onset
Maximal at onset
Maximal at onset
Worsening Worsening
Tekanan darah
Tinggi * Sedang/ Tinggi
Normal/ Sedang
Normal/ tinggi Normal/ sedang/ tinggi
Normal/ sedang/ tinggi
Kaku kuduk
+/- + - - - -
CT Scan Hiperdens Hiperdens Hipodens, daerah kortikal
Hipodens, daerah subkortikal
Hipodens Hipodens
Usia Muda/Tua* Muda/Tua Muda Muda/Tua Tua Muda/Tua*ditemukan pada pasien
Berdasarkan skor stroke :
Siriraj
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan diastolik) – (3
x ateroma) – 12
Dimana :
Derajat kesadaran 0 = komposmentis; 1 = somnolen; 2 = sopor.
13
Muntah 0 = tidak ada; 1 = ada.
Nyeri kepala 0 = tidak ada; 1 = ada.
Ateroma 0 = tidak ada; 1 = salah satu/ lebih (DM, angina, penyakit pembuluh
darah).
Hasil : Skor > 1 : perdarahan intraserebri
Skor < 1 : infark serebri
Pada pasien didapatkan : (2,5 x 0) + (2 x 1) + (2 x 1) + (0,1 x 90) – (3 x 0) – 12 = 1
Hasil Perdarahan intraserebri
Pada skor Gajah Mada
PenurunanKesadaran
Nyeri Kepala Babinski Jenis Stroke
+ + + Perdarahan+ - - Perdarahan- +* - Perdarahan- - + Iskemik- - - Iskemik
*ditemukan pada pasien menunjukkan perdarahan intraserebri
Berdasarkan lokasi lesi pembuluh darah yang terkena, terbagi dalam :
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasiler
Gejala Klinik pada stroke sistem karotis :
Memperdarahi lobus frontalis, parietalis, basal ganglia, dan lobus temporalis. Gejala- gejala
timbul sangat mendadak berupa hemiparesis, hemihipestesi, bicara pelo dan lain- lain.
- Kesadaran umum : Penderita dengan stroke sistem karotis jarang mengalami gangguan
atau penurunan kesadaran, kecuali pada stroke yang luas. Hal ini disebabkan karena
struktur- struktur anatomi yang menjadi substrat kesadaran yaitu Formatio Reticularis
(susunan/ retikularis) digaris tengah dan sebagian besar terletak dalam fossa posterior.
Karena itu kesadaran biasanya komposmentis*
14
- Tekanan darah : biasanya meningkat*
- Pemeriksaan motorik : Hampir selalu terjadi kelumpuhan sebelah anggota badan
(hemiparesis). Jika terdapat perbedaan kelumpuhan nyata antara lengan dan tungkai,
kelainan berasal dari daerah kortikal, jika sama beratnya gangguan aliran darah terjadi
pada subkortikal atau veterbrobasiler.
- Pemeriksaan fungsi sensorik: dapat terjadi hemisensorik tubuh
- Pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis : pada fase akut refleks fisiologi pada sisi
yang lumpuh akan menghilang, kemudian muncul kembali dalam beberapa hari didahului
dengan refleks patologis
- Kelainan fungsi luhur : disfasia campuran, dapat juga terjadi apraxia dan lain- lain
*ditemukan pada pasien menunjukkan gejala stroke mengenai sistem karotis
Gejala Klinik pada stroke sistem vetebrobasiler :
1. Penurunan kesadaran yang cukup berat karena terkena formasio lateralis (DD: infark
supratentorial yang luas).
2. Kombinasi berbagai saraf otak yang terganggu di sertai vertigo, diplopia dan gangguan
bulbar
3. Vertigo disertai paresis keempat anggota gerak (ujung-ujung distal).
Gejala Umum Klinis Sistem Karotis Sistem VertebrobasilerMotorik Hemiparese kontralateral
dengan lesi Parese saraf otak motorik
ipsilateral dengan ekstremitas sejajar *
Hemiparese alternans dengan lesi
Parese motorik saraf otak kontralateral dengan ekstremitas
Sensorik Hemihipestesi kontralateral dengan lesi
Gangguan sensibilitas saraf otak sensorik ipsilateral dengan ekstremitas *
Hemihipestesi alternans dengan lesi
Ganguan sensibilitas saraf otak sensorik kontralateral ekstremitas
Penglihatan Hemiamnopsia homonim kontralateral
Amaurosis fugax
Hemianopsia homonim (satu atau dua sisi lapang pandang)
Black out (buta kortikal)
Gangguan lain Afasia (dominan otak kiri) Agnosia (non dominan)
Gangguan keseimbangan Vertigo dan diplopia
15
Pada pasien ini didapatkan gangguan pada system karotis
Faktor risiko stroke perdarahan intraserebral
Hipertensi merupakan faktor risiko yang paling penting pada PIS. Hipertensi
meningkatkan risiko PIS, terutama bagi individu yang tidak taat menggunakan obat
antihipertensi pada usia 55 tahun atau lebih muda, atau perokok. Meningkatnya pengendalian
hipertensi tampaknya menurunkan insiden PIS. Dalam studi Hypertension Detection and
Follow-up Program, individu dengan hipertensi (TD diastolik sekurang-kurangnya 95 mm
Hg) yang berusia 30 sampai 69 tahun dan mendapatkan terapi antihipertensi standar memiliki
risiko stroke (termasuk PIS) sebesar 1,9 per 100 orang; dibandingkan 2,9 per 100 orang pada
mereka yang hanya menerima perawatan kesehatan rutin. Pendekatan dengan terapi
antihipertensi berdampak penurunan risiko yang tajam sebanyak 46% pada individu berusia
65 tahun atau lebih. Dalam studi Systolic Hypertension in the Elderly Program, insiden lima-
tahunan dari keseluruhan stroke, termasuk PIS, pada penderita berusia lebih dari 60 tahun
yang memiliki TD sistolik sekurang-kurangnya 160 mm Hg adalah 5,2 per 100 bagi
kelompok yang mendapatkan terapi antihipertensi ketimbang 8,2 per 100 bagi kelompok
yang hanya mendapatkan plasebo.
Pengguna alkohol yang berlebihan juga meningkatkan risiko PIS melalui terganggunya
sistem koagulasi dan pengaruh langsung alkohol terhadap integritas pembuluh darah serebral.
Fakto risiko lainnya yang kurang tegak (less well established risk factors) meliputi kadar
kolesterol serum kurang dari 160 mg% (4,1 mmol per liter), terutama pada penderita dengan
hipertensi, dan faktor genetik seperti adanya mutasi pada gen yang memindai (encoding) α
subunit dari faktor XIII (faktor pembekuan yang terlibat dalam penyusunan formasi cross-
linked fibrin).
CAA (Cerebral amyloid angiopathy), yang ditandai oleh adanya deposisi protein β-
amyloid pada pembuluh darah korteks serebral dan leptomeningen, adalah faktor risiko
lainnya dari PIS, terutama pada penderita berusia tua (Gambar 1). O'Donnell et al.
melaporkan bahwa adanya allela ε2 and ε4 pada gen apolipoprotein E berhubungan dengan
risiko tiga kali lipat untuk mengalami perdarahan berulang pada penderita yang dapat
bertahan setelah mengalami PIS lobar akibat angiopati amiloid (amyloid angiopathy).
Masing-masing allela tersebut menimbulkan terjadinya peningkatkan deposisi protein β-
amyloid sehingga mengakibatkan proses degeneratif (seperti fibrinoid necrosis) pada dinding
16
pembuluh darah. Ekspresi dari kedua allela tersebut tampaknya meningkatkan risiko PIS
melalui peningkatan efek vaskulopatik dari deposisi amiloid pada pembuluh darah serebral.
Pada pasien mempunyai risiko CAA (Cerebro Angiopaty Amiloid)
Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
Terapi Umum
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring.
Pada pasien hipoksia diberi suplai oksigen
b. Stabilisasi hemodinamik
17
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)
Optimalisasi tekanan darah
Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah mencukupi,
dapat diberikan obat-obat vasopressor.
Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.
Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi.
c. Pemeriksaan awal fisik umum
Tekanan darah
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan neurologi umum awal
Derajat kesadaran
Pemeriksaaan pupil dan okulomotor
Keparahan hemiparesis
d. Pengendalian peninggian TIK
Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan dengan
memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari pertama
stroke
Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien yang
mengalami penurunan kesadaran
Sasaran terapi TIK < 20 mmHg
Elevasi kepala 20-30º.
Hindari penekanan vena jugulare
Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
Hindari hipertermia
Jaga normovolemia
Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20 menit,
diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial
1 mg/kgBB IV.
Intubasi untuk menjaga normoventilasi.
Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik
serebelar
e. Pengendalian Kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti phenitoin
loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
18
Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi
profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila
kejang tidak ada.
f. Pengendalian suhu tubuh
Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika
dan diatasi penyebabnya.
Beri asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC
g. Pemeriksaan penunjang
EKG
Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal hemostasis,
KGD, analisa urin, AGDA dan elektrolit.
Bila curiga PSA lakukan punksi lumbal
Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada
B. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat Inap
1. Cairan
Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin , CVP pertahankan antara 5-12 mmHg.
Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB.
Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah
pengeluaran cairan yanng tidak dirasakan.
Elektrolit (sodium, potassium, calcium, magnesium) harus selalu diperiksa dan diganti
bila terjadi kekurangan.
Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil AGDA.
Hindari cairan hipotonik dan glukosa kecuali hipoglikemia.
2. Nutrisi
Nutrisi enteral paling lambat dalam 48 jam.
Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran
menurun.
Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari
3. Pencegahan dan mengatasi komplikasi
Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi,
malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik dan
fraktur)
Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan sensitivitas kuman.
Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas.
19
4. Penatalaksanaan medik yang lain
Hiperglikemia pada stroke akut harus diobati dan terjaga normoglikemia.
Jika gelisah dapat diberikan benzodiazepin atau obat anti cemas lainnya.
Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi
Berikan H2 antagonist, apabila ada indikasi.
Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.
Rehabilitasi
Edukasi keluarga.
Discharge planning.
Pengelolaan khusus Stroke Hemoragik
- Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral
Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36 gr/hari, Asam Traneksamat 6 x
1 gr untuk mencegah lisisnya bekuan darah yamg sudah terbentuk oleh tissue
plasminogen. Evaluasi status koagulasi seperti pemberian protamin 1 mg pada pasien yang
mendapatkan heparin 100 mg & 10 mg vitamin K intravena pada pasien yang mendapat
warfarin dengan prothrombine time memanjang.
Untuk mengurangi kerusakan jaringan iskemik disekeliling hematom dapat diberikan obat-
obat yang mempunyai sifat neuroproteksi.
Guidline tindakan PIS dengan pembedahan
Tidak dioperasi bila :
pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal
pasien dengan GCS < 4. Meskipun pasien dengan GCS <4 dengan perdarahan
serebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk live saving.
Dilakukan operasi bila :
pasien dengan perdarahan serebral > 3 cm dengan perburukan klinis atau kompresi
btang otak dan hidrosefalus harus segera dibedah.
PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma, malformasi AV dibedah jika mempunyai
harapan outcome yang baik dan lesi strukturalnya terjangkau
20
Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang sampai dengan besar yang
memburuk.
Pengelolaan operatif
Tujuan pengelolaan operatif adalah : Pengeluaran bekuan darah, Penyaluran cairan
serebrospinal & Pembedahan mikro pada pembuluh darah.
Yang penting diperhatikan selain hasil CT Scan dan arteriografi adalah keadaan/kondisi
pasien itu sendiri :
Faktor faktor yang mempengaruhi :
1. Usia
Lebih 70 th tidak ada tindakan operasi
60– 70 th pertimbangan operasi lebih ketat
Kurang 60 th operasi dapat dilakukan lebih aman
2. Tingkat kesadaran
Koma/sopor tak dioperasi
Sadar/somnolen tak dioperasi kecuali kesadaran atau keadaan neurologiknya
menurun
Perdarahan serebelum : operasi kadang hasilnya memuaskan walaupun kesadarannya
koma
3. Topis lesi
• Hematoma Lobar (kortical dan Subcortical)
Bila TIK tak meninggi tidak dioperasi
Bila TIK meninggi disertai tanda tanda herniasi (klinis menurun) operasi
• Perdarahan putamen
Bila hematoma kecil atau sedang tak dioperasi
Bila hematoma lebih dari 3 cm tak dioperasi, kecuali kesadaran atau defisit
neurologiknya memburuk
• Perdarahan talamus
Pada umumnya tak dioperasi, hanya ditujukan pada hidrocepalusnya akibat
perdarahan dengan VP shunt bila memungkinkan.
• Perdarahan serebelum
Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu pertama maka operasi
Bila perjalanan neurologiknya stabil diobati secara medisinal dengan pengawasan
Bila hematom kecil tapi disertai tanda tanda penekanan batang otak operasi
21
4. Penampang volume hematoma
Bila penampang hematoma lebih 3 cm atau volume lebih dari 50 cc operasi
Bila penampang kecil, kesadaran makin menurun dan keadaan neurologiknya
menurun ada tanda tanda penekanan batang otak maka operasi
5. Waktu yang tepat untuk pembedahan
Dianjurkan untuk operasi secepat mungkin 6 – 7 jam setelah serangan sebelum
timbulnya edema otak , bila tak memungkinkan sebaiknya ditunda sampai 5 – 15 hari
kemudian.
Jenis-jenis operasi pada stroke hemoragik antara lain:
1. Kraniotomi
Mayoritas ahli bedah saraf masih memilih kraniotomi untuk evakuasi hematoma.
Secara umum, ahli bedah lebih memilih melakukan operasi jika perdarahan
intraserebral terletak pada hemisfer nondominan, keadaan pasien memburuk, dan
jika bekuan terletak pada lobus dan superfisial karena lebih mudah dan kompresi
yang lebih besar mungkin dilakukan dengan resiko yang lebih kecil. Beberapa ahli
bedah memilih kraniotomi luas untuk mempermudah dekompresi eksternal jika
terdapat udem serebri yang luas.
Gambar 1. Flap lebar tulang kranium pada Hemicraniotomi dan dekompresi operasi untuk
infrak area arteri cerebri media.(14)
22
Gambar 2. Insisi kulit pada suboksipital kraniotomi dan drainase ventrikular.
A. Insisi Linear. B. Insisi question mark untuk kepentingan kosmetik.(15)
2. Endoskopi
Melalui penelitian Ayer dan kawan-kawan dikatakan bahwa evakuasi hematoma
melalui bantuan endoskopi memberikan hasil lebih baik. pada laporan observasi
lainnya penggunaan endoskopi dengan tuntunan stereotaktik dan ultrasonografi
memberikan hasil memuaskan dengan evakuasi hematoma lebih sedikit (volume <
30 ml) namun teknik ini belum banyak diaplikasikan dan validitasnya belum
dibuktikan.
3. Aspirasi dengan bantuan USG
Hondo dan Blaauw dan kawan-kawan melalui penelitian prospektif kecil meneliti
pasien perdarahan intraserebral supratentorial dengan memasukkan urokinase pada
kavitas serebri (perdarahan intraserebri) dan setelah menunggu periode waktu
tertentu kemudian melakukan aspirasi. Namun penelitian ini dinyatakan tidak
berpengaruh pada angka mortalitas, walaupun pada beberapa pasien menunjukkan
keberhasilan. Pasien perdarahan intraserebral dengan ruptur menuju ke ventrikel
drainase ventrikular eksternal mungkin berguna. Namun cara ini belum melalui
23
penelitian prospektif luas dan patut dicatat bahwa melalui penelitian observasi
menunjukkan prognosis buruk. (13)
Perdarahan intraserebral dan subarahnoid biasanya dikaitkan dengan adanya
malformasi arterivenous (AVM). Jika lesi dapat terlihat maka evakuasi perdarahan
harus dilakukan sehingga perdarahan tidak terkontrol dari AVM dapat diatasi.
Apabila perdarahan intraserebral di terapi secara konservatif biasanya ahli bedah
saraf memilih menunggu 6-8 minggu dahulu karena operasi dapat mencetuskan
AVM yang terletak pada dinding perdarahan intraserebral. Pilihan penanganan
operatif pada AVM antara lain: pengangkatan endovaskular, eksisi, stereotaxic
radiosurgery, dan
Lenan melaporkan keberhasilan penggunaan aspirator USG pada aspirasi
stereotaktik perdarahan intracerebral supratentorium, namun prosedur ini masih
diobservasi.
PROGNOSIS
Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna
asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar
penderita tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau
berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan.
Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam
setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan.
Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya
mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.
Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan
secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien
membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini
membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.
24