PENDAHULUAN
Rubella atau Campak Jerman merupakan penyakit anak menular yang lazim biasanya
ditandai dengan gejala gejala utama ringan, ruam serupa dengan campak (rubeola) ringan atau
demam skarlet, dan pembesaran serta riveri limfonodi pasca oksipital, retroaurikuler, dan
servikalis posterior. Campak Jerman atau rubela ini biasanya hanya menyerang anak-anak
sampai usia belasan tahun. Tapi, bila penyakit ini menyerang anak yang lebih tua dan dewasa,
terutarna wanita dewasa, infeksi kadang kadang dapat berat, dengan manifestasi keterlibatan
sendi dan purpura. Dan bila bila penyakit ini menyerang ibu yang sedang mengandung dalam
tiga bulan pertama, bisa menyebabkan cacat bayi waktu dilahirkan. Rubella pada awal kehamilan
dapat menyebabkan anomali kongenital berat. Sindrom rubella kongenital adalah penyakit
menular aktif dengan keterlibatan multisistem, spektrum ekspresi klinis luas, dan periode infeksi
aktif pasca lahir dengan pelepasan virus yang lama.1
Rubella menjadi penting karena penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan pada janin.
Sindroma rubella congenital (Congenital Rubella Syndrome, CRS) terjadi pada 90% bayi yang
dilahirkan oleh wanita yang terinfeksi rubella selama trimester pertama kehamilan; risiko
kecacatan congenital ini menurun hingga kira-kira 10-20% pada minggu ke-16 dan lebih jarang
terjadi bila ibu terkena infeksi pada usia kehamilan 20 minggu. Infeksi janin pada usia lebih
muda mempunyai risiko kematian di dalam rahim, abortus spontan dan kecacatan congenital dari
sistem organ tubuh utama. Cacat yang terjadi bisa satu atau kombinasi dari jenis kecacatan
berikut seperti tuli, katarak, mikroftalmia, glaucoma congenital, mikrosefali, meningoensefalitis,
keterbelakangan mental, patent ductus arteriosus, defek septum atrium atau ventrikel jantung,
purpura, hepatosplenomegali, ikterus dan penyakit tulang radiolusen. Penyakit CRS yang sedang
dan berat biasanya sudah dapat diketahui ketika bayi baru lahir; sedangkan kasus ringan yang
mengganggu organ jantung atau tuli sebagian, bisa saja tidak terdeteksi beberapa bulan bahkan
hingga beberapa tahun setelah bayi baru lahir. Diabetes mellitus dengan ketergantungan insulin
diketahui sebagai manifestasi lambat dari CRS. Malformasi congenital dan bahkan kematian
janin bisa terjadi pada ibu yang menderita rubella tanpa gejala.1
Kelainan pada fetus mencapai 30% akibat infeksi rubela pada ibu hamil selama minggu
pertama kehamilan. Risiko kelainan pada fetus tertinggi (50-60%) terjadi pada bulan pertama
1
dan menurun menjadi 4-5% pada bulan keempat kehamilan ibu. Survei di Inggris (1970-1974)
menunjukkan insidens infeksi fetus sebesar 53% dengan rubela klinis dan hanya 19% yang
subklinis. Sekitar 85% bayi yang terinfeksi rubela kongenital mengalami defek. Anak laki laki
dan wanita sama sama terkena. Pada populasi yang rapat seperti institusi dan Asrama tentara,
hampir 100% dari individu yang rentan dapat terinfeksi. Pada kelompok keluarga penyebaran
virus kurang: 50-60% anggota keluarga yang rentan mendapat penyakit. Banyak infeksi yang
subklinis, dengan rasio 2:1 antara penyakit yang tidak tampak dengan penyakit yang tarnpak.
Rubella biasanya terjadi selama musim semi.2,3
Pemeriksaan serologis sebelum penggunaan vaksin rubella rnenunjukkan bahwa sekitar
80% populasi dewasa di Amerika Serikat dan benua lain mempunyai antibodi terhadap rubella.
Di populasi pulau, seperti populasi Trinidad dan Hawaii, hanya 20% dari orang dewasa yang
diperiksa dapat dideteksi antibodi. Ketika wabah rubella merebak di Amerika Serikat pada tahun
1967-1965, lebih 20,000 bayi telah dilahirkan cacat. Wabah Rubela juga dikatakan menyebabkan
sekurang-kurangnya 10,000 kasus keguguran dan bayi yang lahir mati saat dilahirkan.
Diperkirakan 25 % bayi yang terinfeksi rubela pada tiga bulan pertama usia kandungan
dilahirkan dengan satu jenis atau lebih kecacatan. Pada tahun 1989 – 1990 sejumlah kasus
rubella menyerang lebih banyak pada anak remaja di atas umur 15 tahun dan dewasa
diperkirakan karena kegagalan vaksinasi pada setiap individu. Resiko terserang rubella kembali
menurun untuk semua umur dan dilaporkan kasus di Amerika Serikat pada tahun 1999 sebanyak
267.1,3,4
2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Campak Jerman (Rubella, Campak 3 hari) adalah suatu infeksi virus menular, yang
menimbulkan gejala yang ringan (misalnya nyeri sendi dan ruam kulit). Biasanya terjadi pada
bayi dan anak-anak yang biasanya lebih parah dan terkait degan komplikasi yang lebih pada
orang dewasa. Jika menyerang wanita hamil (terutama pada saat kehamilan berusia 8-10
minggu), bisa menyebabkan keguguran, kematian bayi dalam kandungan atau kelainan bawaan
pada bayi1.
2. Epidemiologi
Dalam era prevaccine, rubella muncul terjadi di epidemi besar setiap 6-9 tahun, dengan
puncak yang lebih kecil diselingi setiap 3-4 tahun, dan yang paling umum di prasekolah usia dan
anak-anak usia sekolah. Selama epidemi rubella dari 1964-1965 ada diperkirakan 12,5 juta kasus
rubella terkait dengan 2.000 kasus ensefalitis, lebih dari 13.000 aborsi atau kematian perinatal,
dan 20.000 kasus CRS. Penyebaran endemik rubella telah dieliminasi di Negara Amerika;
penghapusan transmisi rubella di Amerika mungkin juga telah dicapai. Survei di Inggris (1970-
1974) menunjukkan insidens infeksi fetus sebesar 53% dengan rubela klinis dan hanya 19% yang
subklinis. Sekitar 85% bayi yang terinfeksi rubela kongenital mengalami defek. Anak laki laki
dan wanita sama sama terkena. Pada populasi yang rapat seperti institusi dan Asrama tentara,
hampir 100% dari individu yang rentan dapat terinfeksi. Pada kelompok keluarga penyebaran
virus kurang: 50-60% anggota keluarga yang rentan mendapat penyakit. Banyak infeksi yang
subklinis, dengan rasio 2:1 antara penyakit yang tidak tampak dengan penyakit yang tarnpak.
Rubella biasanya terjadi selama musim semi. Pemeriksaan serologis sebelum penggunaan vaksin
rubella rnenunjukkan bahwa sekitar 80% populasi dewasa di Amerika Serikat dan benua lain
mempunyai antibodi terhadap rubella. Di populasi pulau, seperti populasi Trinidad dan Hawaii,
hanya 20% dari orang dewasa yang diperiksa dapat dideteksi antibodi. Ketika wabah rubella
merebak di Amerika Serikat pada tahun 1967-1965, lebih 20,000 bayi telah dilahirkan cacat.
Wabah Rubela juga dikatakan menyebabkan sekurang-kurangnya 10,000 kasus keguguran dan
bayi yang lahir mati saat dilahirkan. Diperkirakan 25 % bayi yang terinfeksi rubela pada tiga
bulan pertama usia kandungan dilahirkan dengan satu jenis atau lebih kecacatan. Pada tahun
3
1989 – 1990 sejumlah kasus rubella menyerang lebih banyak pada anak remaja di atas umur 15
tahun dan dewasa diperkirakan karena kegagalan vaksinasi pada setiap individu. Resiko
terserang rubella kembali menurun untuk semua umur dan dilaporkan kasus di Amerika Serikat
pada tahun 1999 sebanyak 267. 1,2,3
3. Diagnosis
Tes diagnostik yang paling umum adalah rubella imunoglobulin enzim (Ig) M
Immunosorbent Assay. Rubela merupakan penyakit yang epidemik sehingga bila diselidiki
dengan cermat, dapat ditemukan kasus kontak atau kasus lain di dalam lingkungan penderita.
Sifat demam dapat membantu dalam menegakkan diagnosis, oleh karena demam pada rubela
jarang sekali di atas 38,5ºC. Pada infeksi tipikal, makula merah muda yang menyatu menjadi
eritema difus pada muka dan badan serta artralgia pada tangan penderita dewasa merupakan
petunjuk diagnosis rubela. Perubahan hematologik hanya sedikit membantu penegakan
diagnosis. Peningkatan sel plasma 5-20% merupakan tanda yang khas. Kadang-kadang terdapat
leukopenia pada awal penyakit yang dengan segera segera diikuti limfositosis relatif. Sering
terjadi penurunan ringan jumlah trombosit.1,3,4,6,14
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan serologik yaitu adanya peningkatan titer
anibodi 4 kali pada hemaglutination inhibition test (HAIR) atau ditemukannya antibodi Ig M
yang spesifik untuk rubela. Titer antibodi mulai meningkat 24-48 jam setelah permulaan erupsi
dan mencapai puncaknya pada hari ke 6-12. selain pada infeksi primer, antibodi Ig M spesifik
rubela dapat ditemukan pula pada reinfeksi. Dalam hal ini adanya antibodi Ig M spesifik rubela
harus di interpretasi dengan hati-hati. Suatu penelitian telah menunjukkan bahwa telah tejadi
reaktivitas spesifik terhadapp rubela dari sera yang dikoleksi, setelah kena infeksi virus lain.1,3,4,14
Diagnosis prenatal dilakukan dengan memeriksa adanya IgM dari darah janin melalui
CVS ( chorionoc villus sampling ) atau kordosentesis. Konfirmasi infeksi fetus pada trimester I
dilakukan dengan menemukan adanya antigen spesifik rubella dan RNA pada CVS. Metode ini
adalah yang terbaik untuk isolasi virus pada hasil konsepsi.1,3,4,6
Berdasarkan gejala klinik dan temuan serologi, sindroma rubella kongenital (CRS,
Congenital Rubella Syndrome) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
4
1. CRS confirmed. Defek dan satu atau lebih tanda/ gejala berikut :
Virus rubella yang dapat diisolasi.
Adanya IgM spesifik rubella
Menetapnya IgG spesifik rubella.
2. CRS compatible. Terdapat defek tetapi konfirmasi laboratorium tidak lengkap.
Didapatkan 2 defek dari item a atau masing-masing satu dari item a dan b.
a. Katarak dan/ atau glaukoma kongenital, penyakit jantung kongenital, tuli,
retinopati.
1. Purpura, splenomegali, kuning, mikrosefali, retardasi mental, meningo
ensefalitis, penyakit tulang radiolusen.
2.CRS possible. Defek klinis yang tidak memenuhi kriteria untuk CRS
compatible.
3. CRI ( Congenital Rubella Infection ). Temuan serologi tanpa defek.
4. Stillbirths. Stillbirth yang disebabkan rubella maternal
5. Bukan CRS. Temuan hasil laboratorium tidak sesuai dengan CRS:
Tidak adanya antibodi rubella pada anak umur < 24 bulan dan pada ibu.6,15
4. Diagnosis Banding
Penyakit yang memberikan gejala klinis dan eksantema yang menyerupai rubela adalah:
a. Penyakit virus : campak, roseola infantum, eritema mononukleosis infeksiosa dan Pityriasis
rosea.1,3
5
b. Penyakit bakteri : scarlet fever (Skarlatina).1,3
c. Erupsi obat : ampisilin, penisilin, asam salisilat, barbiturat, INH, fenotiazin dan diuretik tiazid.
Bercak erupsi rubela yang berkonfluensi sulit dibedakan dari morbili, kecuali bila ditemukan
bercak koplik yang karakteristik untuk morbili. Erupsi rubela cepat menghilang sedangkan erupsi
morbili menetap lebih lama. Bila terjadi kemerahan difus dan tampak bercak-bercak berwarna
lebih gelap diatasnya, perlu dibedakan dari scarlet fever. Tidak seperti scarlet fever, pada rubela
daerah perioral terkena.1,3,14
Erupsi pada infeksi mononukleosis dapat menyerupai rubela derajat berat, namun
penyakit itu dimulai dengan difteroid atau Plaut-Vincent-like tonsilitis, demam lebih tinggi,
pembesaran kelenjar getah bening umum serta pembesaran hepar dan limpa.1,3,14
Pada sifilis stadium dua ditemukan juga eksantema yang menyerupai rubela, disertai pembesaran
kelenjar getah bening umum, kadang-kadang perlu pemeriksaan serologik untuk sifilis. Erupsi
obat menyerupai rubela yang dapat disertai pembesaran kelenjar getah bening disebabkan
terutama oleh senyawa hidantoin. Pada kasus yang meragukan dapat dilakukan pemeriksaan
hemogram dan serologik.1,3,14
5. Etiologi
Rubella disebabkan oleh suatu RNA virus, genus Rubivirus, famili Togaviridae. Virus
dapat diisolasi dari biakan jaringan penderita. Secara fisiko-kimiawi virus ini sama dengan
anggota virus lain dari famili tersebut, tetapi virus rubela secara serologik berbeda. Pada waktu
terdapat gejala klinis virus ditemukan pada sekret nasofaring, darah, feses dan urin. Virus rubela
tidak mempunyai pejamu golongan intervetebrata dan manusia merupakan satu-satunya pejamu
golongan vertebrata. Cara Penularannya melalui kontak dengan sekret nasofaring dari orang
terinfeksi. Infeksi terjadi melalui droplet atau kontak langsung dengan penderita. Pada
lingkungan tertutup seperti di asrama calon prajurit, semua orang yang rentan dan terpajan bisa
terinfeksi. Bayi dengan CRS mengandung virus pada sekret nasofaring dan urin mereka dalam
jumlah besar, sehingga menjadi sumber infeksi. Penyebab rubella atau campak Jerman adalah
virus rubella. Meski virus penyebabnya berbeda, namun rubella dan campak (rubeola)
mempunyai beberapa persamaan. Rubella dan campak merupakan infeksi yang menyebabkan
6
kemerahan pada kulit pada penderitanya. Perbedaannya, rubella atau campak Jerman tidak
terlalu menular dibandingkan campak yang cepat sekali penularannya. Penularan rubella dari
penderitanya ke orang lain terjadi melalui percikan ludah ketika batuk, bersin dan udara yang
terkontaminasi. Virus ini cepat menular, penularan dapat terjadi sepekan (1 minggu) sebelum
timbul bintik-bintik merah pada kulit si penderita, sampai lebih kurang sepekan setelah bintik
tersebut menghilang. Namun bila seseorang tertular, gejala penyakit tidak langsung tampak.
Gejala baru timbul kira-kira 14 – 21 hari kemudian. Selain itu, campak lebih lama proses
penyembuhannya sementara rubella hanya 3 hari, karena itu pula rubella sering disebut campak 3
hari.1,4,5,6
Gambar 1. Virus Rubella.6
6. Patofisiologi
Mekanisme virus untuk cedera sel dan kematian di postnatal atau bawaan
rubella tidak dipahami dengan baik. Penularan terjadi melalui droplet, dari nasofaring atau
rute pernafasan. Selanjutnya virus rubela memasuki aliran darah. Namun terjadinya erupsi di
kulit belum diketahui patogenesisnya. Viremia mencapai puncaknya tepat sebelum timbul
erupsi di kulit. Di nasofaring virus tetap ada sampai 6 hari setelah timbulnya erupsi dan
kadang-kadang lebih lama. Selain dari darah dan sekret nasofaring, virus rubela telah
diisolasi dari kelenjar getah bening, urin, cairan serebrospinal, ASI, cairan sinovial dan paru.
7
Penularan dapat terjadi biasanya dari 7 hari sebelum hingga 5 hari sesudah timbulnya erupsi.
Daya tular tertinggi terjadi pada akhir masa inkubasi, kemudian menurun dengan cepat, dan
berlangsung hingga menghilangnya erupsi. Ruam nampak akibat titer serum antibody
meningkat dan mempengaruhi antigen-antibodi dan berinteraksi di kulit. Virus telah dapat
ditemukan diseluruh kulit baik yang terlibat maupun yang tidak selama masa infeksi, dan
penyebarannya karena factor lain yang mungkin berperan dalam patogenesis eksantem.
Antibody HAI mencapai puncaknya pada hari 12 – 14 setelah timbulnya ruam dan akan
kembali stabil setelah kira-kira 2 minggu kemudian. Virus rubella mempunya 3 polipeptida
mayor yang mencakup 1 kapsid protein dan 2 amplop glikoprotein E1 dan E2. Antibodi anti-
E1 mungkin memegang peranan utama dalam respon serologik.1,3,7,8
7. Manifestasi Klinis
Keluhan yang dirasakan biasanya lebih ringan dari penyakit campak. Bercak-bercak
mungkin juga akan timbul tapi warnanya lebih muda dari campak biasa. Biasanya, bercak
timbul pertama kali di muka dan leher, berupa titik-titik kecil berwarna merah muda. Dalam
waktu 24 jam, bercak tersebut menyebar ke badan, lengan, tungkai, dan warnanya menjadi
lebih gelap. Bercak-bercak ini biasanya hilang dalam waktu 1 sampai 4 hari.3,9
Tanda-tanda dan gejala Infeksi rubella dimulai dengan adanya demam ringan selama 1
atau 2 hari (99 - 100 Derajat fahrenheit atau 37.2 - 37.8 derajat celcius) dan kelenjar getah
bening yang membengkak dan perih, biasanya di bagian belakang leher atau di belakang
telinga. Pada hari kedua atau ketiga, bintik-bintik (ruam) muncul di wajah dan menjalar ke
arah bawah. Di saat bintik ini menjalar ke bawah, wajah kembali bersih dari bintik-bintik.
Bintik-bintik ini biasanya menjadi tanda pertama yang dikenali oleh para orang tua. Ruam
rubella dapat terlihat seperti kebanyakan ruam yang diakibatkan oleh virus lain. Terlihat
sebagai titik merah atau merah muda, yang dapat berbaur menyatu menjadi sehingga
terbentuk tambalan berwarna yang merata. Bintik ini dapat terasa gatal dan terjadi hingga
tiga hari. Dengan berlalunya bintik-bintik ini, kulit yang terkena kadangkala megelupas
halus. Gejala lain dari rubella, yang sering ditemui pada remaja dan orang dewasa, termasuk:
sakit kepala, kurang nafsu makan, conjunctivitis ringan (pembengkakan pada kelopak mata
dan bola mata), hidung yang sesak dan basah, kelenjar getah bening yang membengkak di 8
bagian lain tubuh, serta adanya rasa sakit dan bengkak pada persendian (terutama pada
wanita muda). Banyak orang yang terkena rubella tanpa menunjukkan adanya gejala apa-
apa.4,9,10
Berbeda dengan rubeola, tidak ada fotofobia. Angka sel darah putih normal atau sedikit
menurun, trombositopeni jarang, dengan atau tanpa purpura. Terutama pada wanita yang
lebih tua dan wanita dewasa, poliartritis dapat terjadi dengan artralgia, pembengkakan, nyeri
dan efusi tetapi biasanya tanpa sisa apapun. Setiap sendi dapat terlibat, tetapi sendi-sendi
kecil tangan paling sering terkena. Lamanya biasanya beberapa hari; jarang artritis ini
menetap selama berbulan-bulan. Parestesia juga telah dilaporkan. Pada satu epidemi-
orkidalgia dilaporkan pada sekitar 8% orang laki-laki usia perguruan tinggi yang terinfeksi.
Ketika rubella terjadi pada wanita hamil, dapat terjadi sindrom rubella bawaan, yang
potensial menimbulkan kerusakan pada janin yang sedang tumbuh. Anak yang terkena
rubella sebelum dilahirkan beresiko tinggi mengalami keterlambatan pertumbuhan,
keterlambatan mental, kesalahan bentuk jantung dan mata, tuli, dan problematika hati, limpa
dan sumsum tulang. Penularan Virus rubella menular dari satu orang ke orang lain melalui
sejumlah kecil cairan hidung dan tenggorokan.1,3,10
Pada janin, infeksi rubella dapat menyebabkan abortus bila terjadi pada trisemester I.
mula-mula replikasi virus terjadi dalam jaringan janin, dan menetap dalam kehidupan janin, dan
mempengaruhi pertumbuhan janin sehingga menimbulkan kecacatan atau kelainan yang lain.
Infeksi ibu pada trisemester kedua juga dapat menyebabkan kelainan yang luas pada organ.
Menetapnya virus dan interaksi antara virus dan sel di dalam uterus dapat menyebabkan kelainan
yang luas pada periode neonatal, seperti anemia hemolitika dengan hematopoiesis ekstra
meduler, hepatitis, nefritis interstitial, ensefalitis, pankreatitis interstitial dan osteomielitis.
Masa inkubasi berlangsung sekitar 10 hari, tapi bisa berkisar antara 7-18 hari dari saat terpajan
sampai timbul gejala demam, biasanya 14 hari sampai timbul ruam. Jarang sekali lebih lama dari
19-21 hari. IG untuk perlindungan pasif yang diberikan setelah hari ketiga masa inkubasi dapat
memperpanjang masa inkubasi.11,12
Gejala rubella kongenital dapat dibagi dalam 3 kategori :
9
1. Sindroma rubella kongenital yang meliputi 4 defek utama yaitu :
a Gangguan pendengaran tipe neurosensorik. Timbul bila infeksi terjadi
sebelum umur kehamilan 8 minggu. Gejala ini dapat merupakan satu-
satunya gejala yang timbul.
b Gangguan jantung meliputi PDA, VSD dan stenosis katup pulmonal.
c Gangguan mata : katarak dan glaukoma. Kelainan ini jarang berdiri
sendiri.
d Retardasi mental dan beberapa kelainan lain.
e Purpura trombositopeni ( Blueberry muffin rash )
f Hepatosplenomegali, meningoensefalitis, pneumonitis, dan lain-lain
2. Extended – sindroma rubella kongenital.. Meliputi cerebral palsy, retardasi mental,
keterlambatan pertumbuhan dan berbicara, kejang, ikterus dan gangguan imunologi
( hipogamaglobulin ).
3. Delayed - sindroma rubella kongenital. Meliputi panensefalitis, dan Diabetes Mellitus
tipe-1, gangguan pada mata dan pendengaran yang baru muncul bertahun-tahun
kemudian.13
Masa inkubasi
Masa inkubasi adalah 14-21 hari. Dalam beberapa laporan lain waktu inkubasi minimum
12 hari dan maksimum 17 sampai 21 hari. Tanda yang paling khas adalah adenopati
retroaurikuler, servikal posterior, dan di belakang oksipital. Enantem mungkin muncul tepat
sebelum mulainya ruam kulit. Ruam ini terdiri dari bintik-bintik merah tersendiri pada palatum
molle yang dapat menyatu menjadi warna kemerahan jelas pada sekitar 24jam sebelum ruam.14
Masa prodromal
10
Pada anak biasanya erupsi timbul tanpa keluhan sebelumnya; jarang disertai gejala dan tanda
masa prodromal. Namun pada remaja dan dewasa muda masa prodromal berlangsung 1-5 hari
dan terdiri dari demam ringan, sakit kepala, nyeri tenggorok, kemerahan pada konjungtiva,
rinitis, batuk dan limfadenopati. Gejala ini segera menghilang pada waktu erupsi timbul. Gejala
dan tanda prodromal biasanya mendahului 1-5 hari erupsi di kulit. Pada beberapa penderita
dewasa gejala dan tanda tersebut dapat menetap lebih lama dan bersifat lebih berat. Pada 20%
penderita selama masa prodromal atau hari pertama erupsi timbul suatu enantema, tanda
Forschheimer, yaitu makula atau petekiia pada palatum molle. Pembesaran kelenjar limfe bisa
timbul 5-7 hari sebelum timbul eksantema, khas mengenai kelenjar suboksipital, postaurikular
dan servikal dan disertai nyeri tekan.14
Masa eksantema
Seperti pada rubeola, eksantema mulai retro-aurikular atau pada muka dan dengan cepat meluas
secara kraniokaudal ke bagian lain dari tubuh. Mula-mula berupa makula yang berbatas tegas
dan kadang-kadang dengan cepat meluas dan menyatu, memberikan bentuk morbiliform. Pada
hari kedua eksantem di muka menghilang, diikuti hari ke-3 di tubuh dan hari ke-4 di anggota
gerak. Pada 40% kasus infeksi rubela terjadi tanpa eksantema. Meskipun sangat jarang, dapat
terjadi deskuamasi posteksantematik. Limfadenopati merupakan suatu gejala klinis yang penting
pada rubela. Biasanya pembengkakan kelenjar getah bening itu berlangsung selama 5-8 hari.
Pada penyakit rubela yang tidak mengalami penyulit sebagian besar penderita sudah dapat
bekerja seperti biasa pada hari ke-3. sebagian kecil penderita masih terganggu dengan nyeri
kepala, sakit mata, rasa gatal selama 7-10 hari.14
8. Pengobatan
Pada umumnya tidak ada pengobatan yang spesifik baik Rubella maupun CRS.
Adamantanamin hidrokhlorida (amantadin) telah dilaporkan efektif in vitro dalam menghambat
stadium awal infeksi rubella pada sel yang dibiakkan. Upaya untuk mengobati anak yang sedang
menderita rubela kongenital dengan obat ini tidak berhasil. Karena amantadin tidak dianjurkan
pada wanita hamil, penggunaannya amat terbatas. Interferon dan isoprinosin telah digunakan
dengan hasil yang terbatas.1,3
11
9. Pencegahan
Pada orang yang rentan, proteksi pasif dari atau pelemahan penyakit dapat diberikan
secara bervariasi dengan injeksi intramuskuler globulin imun serum (GIS) yang diberikan
dengan dosis besar (0,25 – 0,50 mL/kg atau 0,12-0,20 mL/lb) dalam 7-8 hari pasca pemajanan.
Efektivitas globulin imun tidak dapat diramalkan. Tampaknya tergantung pada kadar antibodi
produk yang digunakan dan pada faktor yang belum diketahui. Manfaat GIS telah dipertanyakan
karena pada beberapa keadaan ruam dicegah dan manifestasi klinis tidak ada atau minimal
walaupun virus hidup dapat diperagakan dalam darah. Bentuk pencegahan ini tidak terindikasi,
kecuali pada wanita hamil nonimun.1,3,4
10. Prognosis
Kornplikasi relatif tidak lazim pada anak. Neuritis dan artritis kadang-kadang terjadi.
Resistensi terhadap infeksi bakteri sekunder tidak berubah. Ensefalitis serupa dengan ensefalitis
yang ditemukan pada rubeola yang terjadi pada sekitar 1/6.000 kasus. Prognosis rubella anak
adalah baik; sedang prognosis rubella kongenital bervariasi menurut keparahan infeksi. Hanya
sekitar 30% bayi dengan ensefalitis tampak terbebas dari defisit neuromotor, termasuk sindrom
autistik. Kebanyakan penderitanya akan sembuh sama sekali dan mempunyai kekebalan seumur
hidup terhadap penyakit ini. Namun, dikhawatirkan adanya efek teratogenik penyakit ini, yaitu
kemampuannya menimbulkan cacat pada janin yang dikandung ibu yang menderita rubella.
Cacat bawaan yang dibawa anak misalnya penyakit jantung, kekeruhan lensa mata, gangguan
pigmentasi retina, tuli, dan cacat mental. Penyakit ini kerap pula membuat terjadinya
keguguran.1,3,4
DAFTAR PUSTAKA
1. Kliegman R, Stanton B, Geme J, Schor N. Nelson Text Book Of Pediatric. Philadelphia.
ELSEVIER, 2016.
12
2. Rudolph AM, Rudolph CD, HostetterMK, Lister G, Siegel NJ. Rudolph’s Pediatrics.
McGraw-Hill. 2003.
3. Filippis AMP, Icenogle J, Matus CR, Andrus JK. Enhanced Laboratory Surveillance For
The Ellemination Of Rubella And Congenital Rubella Syndrome In The Americas. JID
2011:204 (Suppl 2).
4. Koel KM, Gupta DK. Hutchison’s Paediatric. New Delhi. Jaypee, 2012.
5. McLean H, Redd S, Abernathy E, Icnogle J, Wallace G. Congenital Rubella Sindrom:
Chapter15. VPD Surveillance Manual, 5th Edition, 2012.
6. Gnansia RE. Congenital Rubella Syndrome. Orphanet Encyclopedia, November 2004
7. Robertson SE, Featherstone DA, Dobo MG, Hers BS. Rubella And Congenital Rubella
Syndrome: Global Update. Rev Panam Salud Publica/Pan Am J Public Health 14(5),
2003.
8. Nasiri R, Yoseffi J, Khajedaloe M, Yazdi MS, Delgoshaei F. Congenital Rubella
Syndrome after Rubella Vaccination in 1-4 weeks Periconceptional Period. Indian
Journal of Pediatrics, Volume 76—March, 2009.
9. Langiano E, Ferrara M, Lanni L, Atrei P, Martellucci G, De Vito E. Rubella
seroprevalence in childbearing age women: a cross sectional study in the province of
Frosinone, Central Southern Italy. Italian Journal Of Public Health, Vol 6, No 3, 2009.
10. Filippis ANB, Icenogle J, Matuz CR, Andrus JK. Enhanced Laboratory Surveillance for
the Elimination of Rubella and Congenital Rubella Syndrome in the Americas. Oxford
Journals, 2011.
11. Bosma TJ, Corbett KM, O’Shea S, Banatvala JE, Best JM. PCR for detection of rubella
virus RNA in clinical samples. Journal Of Clinical Microbiology, May 1995, p. 1075-
1079.
12. McLean H, Redd S, Abemathy E, Icenogle, Wallace G. Rubella. VPD Surveillance
Manual, 5th Edition, 2012 Rubella: Chapter 14-1.13
13. Chen M, Zhu Z, Liu D, Huang G, Huang F, etc. Rubella epidemic caused by genotype 1E
rubella viruses in Beijing, China, in 2007–2011.
14. Schoub BD, Harris BN, McAnerney J, Blumberg L. Rubella in South Africa: an
impending Greek tragedy. SAMJ, S. Afr. med. j. vol.99 n.7 Cape Town Jul. 2009.
15. Nicholas J. Congenital Rubella Syndrome. Vestlandet Resource Centre, July 2000.
14