LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA.
Nama : Ny. N
Umur : 56 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Tanah Tinggi Barat No. F190, Johar Baru, Jakarta
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Tgl. Masuk RS : 24 April 2015
No RM : 901XXX
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : Muntah-muntah ± 4 hari sebelum
masuk Rumah Sakit
b. Keluhan Tambahan : Mual, kaki bengkak, lemas, mudah
lelah, nafsu makan berkurang.
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan muntah-
muntah sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah berisi lendir
sebanyak + 3 kali. Lendir berwarna putih, darah disangkal.
Pasien juga mengeluh mual, kedua kakinya bengkak, badan
terasa lemas dan mudah lelah dan napsu makan menurun.Gangguan buang
air kecil disangkal. Buang air besar tidak ada keluhan.
Pasien sudah menderita penyakit ginjal kronik selama ± 2 bulan
dan belum pernah melalukan cuci darah.
d. Riwayat Penyakit Dahulu : - Riwayat Gangguan ginjal
sebelumnya (+)
- Riwayat Hipertensi (+)
- Riwayat Diabetes Melitus (+)
.
e. Riwayat Penyakit Keluarga : - Riwayat penyakit yang sama
disangkal
- Riwayat Diabetes Melitus,
1
Jantung dan Gangguan Hepar
disangkal pasien
- Riwayat penyakit hipertensi
disangkal
f. Riwayat Alergi : Pasien menyangkal alergi makana,
cuaca, debu dan obat-obatan
g. Riwayat Pengobatan : Mengkonsumsi obat kencing manis
dan hipertensi.
h. Riwayat Psikososial : Pasien minum tidak terkontrol dan
makan-makanan berlemak.
Merokok disangkal. Minum alcohol
disangkal.
III. PEMERIKSAAN FISIK.
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign : T : 200/100 mmHg
R : 40 x/menit
N : 106 x/menit
S : 36,5 O C
Tinggi Badan : ±140 cm
Berat Badan : 46 kg
Status Gizi : Overweight
Status Generalis
1. Pemeriksaan Kepala
- Bentuk Kepala : Normochepal.
- Rambut : Warna hitam, tidak mudah rontok.
2. Pemeriksaan Mata
- Konjunctiva : Anemis (-/-)
- Sklera : Ikterik (-/-)
- Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor Ø 3 mm
3. Pemeriksaan Telinga : Serumen (-/-), deformitas (-/-), nyeri tekan (-/-),
perdarahan (-/-).
2
4. Pemeriksaan Hidung : Sekret (-/-), deformitas (-/-), septum deviasi (-/-),
perdarahan (-/-)
5. Pemeriksaan Mulut
dan Faring
: Bibir sianosis (-), tepi hiperemis (-), bibir
kering (+), tonsil : T1/T1.
6. Pemeriksaan Leher
- Kelenjar Tiroid : Tidak membesar
- Kelenjar
lymphonodi
: Tidak membesar, nyeri (-)
7. Pemeriksaan Dada
Paru-paru
- Inspeksi : Simetris
- palpasi : Hemithorax sinistra dan dextra tidak ada yang
tertinggal.
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronki -/-, weezing -/-
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
- palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V line midklavikularis
sinistra
- Perkusi : Batas jantung
Kanan atas SIC II linea parasternal kanan
Kanan bawah SIC IV linea parasternal kanan
Kiri atas SIC II linea parasternal kiri
- Auskultasi : BJ I dan II reguler
8. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi : Cembung
3
- Auskultasi : Peristaltik usus (+)
- Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali
(-)
- Perkusi : Tympani
9 Pemeriksaan Ekstremitas
- Superior : Akral hangat, Edema (-/-), CRT < 2 detik
- Inferior : Akral hangat, Edema (+/+), CRT < 2 detik
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium :
Darah Lengkap Nilai Rujukan Normal
Hb : 9,0 gr/dl 11,7 – 15,5 gr/dl
Hematokrit : 27% 35 - 47 %
Jumlah Leukosit : 11,09 x 103/µl 3,60–11,00x103/µl
Jumlah Eritrosit : 3,36 x 10 x 106/µl 3,80- 5,20 x 106/µl
Jumlah Trombosit : 402 x 103/µl 150 - 440 x 103/µl
MCV : 80 fl 80 -100 fl
MCH : 27 fg 26 – 34 fg
MCHC : 34 gr/dl 32 – 36 gr/dl
KIMIA KlINIK
GDS : 120 mg/dL 70 – 200 %
Ureum : 116 mg/dl 10 – 50 mg/dl
Kreatinin : 4,7 mg/dl < 1,4mg/dl
SGOT : 40 µl 10 – 31 µl
SGPT : 49 µl 9 – 36 µl
ELEKTROLIT
Natrium : 138 mEq/L 135 - 147
Kalium : 4,5 mEq/L 3,5 – 5,0
Klorida : 97 mEq/L 94 – 111
4
V. DIAGNOSIS KERJA
Gagal Ginjal Kronik Grade V dengan anemia dan Hipertensi Grade II
VI. TERAPI
A. Non Farmakologis
- Balance cairan harian : 500 ml + urine 24 jam
Pada GGK harus balance cairan dan bukan pembatasan cairan karena :
1. Pembatasan cairan memungkinkan minimnya cairan yang masuk.
2. Sebaliknya jika cairan diberikan bebas akan menyebabkan
hipervolemi
- Diet rendah protein 0,6-0,8/Kg BB/24 jam
- Asupan Kalori: 30-35 kkal/Kg BB/24 jam
- Pasang kateter urine
- Hemodilisa
B. Farmakologi
- Natrium Bicarbonat 2 x 1
- Amlodipin 5 mg 1 x 1
- Foloc Acid 1 x 3
- Conderin 8 mg 2 x 1
- Carpiaxon 25 mg 1 x 1
- Lasix 2 amp
VI. PROGNOSISDubia ad malam. Pasien sudah mengalami penyakit ginjal kronik grade V
dimana sudah terjadi kerusakan ginjal yang parah
FOLLOW UP
5
25-4-2015 26-4-2014 27-4-2015S Mual,
Muntah lendir,Lemas
Mual,Muntah lendir,
Lemas
Mual,Muntah lendir,
Lemas0 TD: 170/100
N: 76x/menitRR: 18x/menit
Extremitas bawah: Udem
Hb: 8,4g/dl (L)Ht: 25% (L)
Tr: 345 ribu/ulLeukosit: 9,24 ribu/ul
Ur: 119 mg/dL (H)Cr: 5,2 mg/dL (H)
TD: 200/110N: 80x/menit
RR: 18x/menitExtremitas bawah:
UdemHb: 8,1g/dl (L)
Ht: 23% (L)Tr: 239 ribu/ul
Leukosit: 9,20 ribu/ulDarah post HD: 84
mg/dl (H)Cr post HD: 2,9 mg/dl
(H)
TD: 180/110N: 80x/menit
RR: 20x/menitExtremitas bawah: Udem
berkurangHb: 8,1g/dl (L)
Ht: 23% (L)Tr: 239 ribu/ul
Leukosit: 9,20 ribu/ulDarah post HD: 84 mg/dl
(H)Cr post HD: 2,9 mg/dl
(H)
A Gagal Ginjal Kronik Grade V dengan
anemia dan Hipertensi Grade II
Gagal Ginjal Kronik Grade V dengan
anemia dan Hipertensi Grade II
Gagal Ginjal Kronik Grade V dengan anemia dan Hipertensi Grade II
P Os di HD
Natrium Bicarbonat 2 x 1
CaCO3 2x1 Amlodipin 5 mg
1 x 1 Foloc Acid 1 x 3 Conderin 8 mg
2 x 1 Carpiaxon 25 mg
1 x 1
Os post HD hari ke-1 rencana HD tgl 27-4-2015.
CaCO3 2 x 1 Amlodipin 5 mg
1 x 1 Foloc Acid 1 x 3 Conderin 8 mg
2 x 1 Carpiaxon 25 mg
1 x 1
Os HD ke-2 rencana HD ke-3 tgl 30-4-2015.
Os boleh pulang CaCO3 3 x 1
Natrium Bicarbonat2 x 1
Amlodipin 5 mg1 x 1
Foloc Acid 1 x 3 Conderin 8 mg
1 x 1
BAB II
6
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENDAHULUAN
Penyakit Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan
pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada
suatu saat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau
transplantasi ginjal.1 Glomerulonefritis dalam beberapa bentuknya merupakan
penyebab paling banyak yang mengawali gagal ginjal kronik. Kemungkinan
disebabkan oleh terapi glomerulonefritis yang agresif dan disebabkan oleh
perubahan praktek program penyakit ginjal tahap akhir yang diterima pasien,
diabetes mellitus dan hipertensi sekarang adalah penyebab utama gagal ginjal
kronik.2
Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua
organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik, penyajian dan
hebatnya tanda dan gejala uremia berbeda dari pasien yang satu dengan pasien yang
lain, tergantung paling tidak sebagian pada besarnya penurunan massa ginjal yang
masih berfungsi dan kecepatan hilangnya fungsi ginjal.1,2
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik antara lain1 :
1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa
kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG), dengan manifestasi :
- kelainan patologis
- terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi
darah dan urin atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m² selama 3 bulan
dengan atau tanpa kerusakan ginjal.Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal
lebih dari 3 bulan dan LFG sama atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m², tidak
termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.
2.2 KLASIFIKASI1
7
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar
derajat (stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat
penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus
Kockcorft-Gault sebagai berikut:
LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur)x berat badan / 72x kreatinin plasma (mg/dl)*)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 1
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Derajat Penjelasan LFG(ml/mnt/1,73m²)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ > 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ berat 15- 29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Klasifikasi atas dasar diagnosis tampak pada tabel 2
Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi
Penyakit Tipe mayor (contoh)
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular(penyakit otoimun,
infeksi sistemik, obat, neoplasia)
Penyakit vascular (penyakit pembuluh
darah besar, hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis
kronik, batu, obstruksi, keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik
Keracunanobat (siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy
2.3 EPIDEMIOLOGI
8
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit
ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini
meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta
diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara
berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk
pertahun.1,2
2.4 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi
kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron
secara struktural dan fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi
“kompensatori” ini akibat hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh penambahan
tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat
akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa.
Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif
walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas
aksis renin-angiotensinaldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap
terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang
aksis renin-angiotensinaldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti
transforming growth factor ß. Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap
terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,
hiperglikemia, dislipidemia.1,2
Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis
glomerulus maupun tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal
kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana
basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi
pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien
masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan
kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi
keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan
penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan
gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah,
9
gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain
sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi
saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan
keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit
antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan
komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal
(renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada
keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.1
2.5 PENDEKATAN DIAGNOSTIK
Gambaran Klinis 1,3,4,5
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes malitus, infeks
traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus
Eritomatosus Sistemik (LES),dll.
b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,
payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit
(sodium, kalium, khlorida).
Gambaran Laboratorium 1,3,4,5
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk
memperkirakan fungsi ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper
atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria
10
Gambaran Radiologis 1,3,4,5
Pemeriksaan radiologis penyakit GGK meliputi:
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak.
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh
toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi.
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa
kalsifikasi.
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
2.6 PENATALAKSANAAN
Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit GGK sesuai dengan
derajatnya, dapat dilihat pada tabel 3.1
Tabel 3. Rencana Tatalaksanaan Penyakit GGK sesuai dengan derajatnya
Deraja
t
LFG(ml/mnt/1,73m²) Rencana tatalaksana
1 > 90 terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi
pemburukan (progession) fungsi ginjal,
memperkecil resiko kardiovaskuler
2 60-89 menghambat pemburukan (progession) fungsi
ginjal
3 30-59 evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 <15 terapi pengganti ginjal
Terapi Nonfarmakologis: 1,5
a. Pengaturan asupan protein:
Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/mnt,
sedangkan diatas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan.
protein diberikan 0,6 - 0,8/kgBB/hari, yang 0,35 - 0,50 gr diantaranya merupakan
protein biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari,
11
dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi pasien. bila terjadi
malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan. Berbeda dengan
lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh tapi dipecah
menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama diekskresikan melalui ginjal.
Selain itu, makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen, fosfat, dan ion
unorganik lain juga diekskresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet
tinggi protein pada pasien dengan Penyakit Ginjal Kronik akan mengakibatkan
penimbunan substansi nitrogen dan ion organik lain, dan mengakibatkan gangguan
klinis dan metabolic yang disebut uremia. Dengan demikian, pembatasan asupan
protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik. Masalah penting lain
adalah asupan protein berlebih (protein overload) akan mengakibatkan perubahan
hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus
(intraglomerulus hyperfiltration), yang akan meningkatkan progresifitas pemburukan
fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan
fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan
fosfat perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.
Tabel 4. Pembatasan Asupan Protein pada Penyakit GGK
LFG
ml/menit
Asupan protein g/kg/hari
>60 tidak dianjurkan
25-60 0,6-0,8/kg/hari
5-25 0,6-0,8/kg/hari atau tambahan 0,3 g asam amino esensial atau asam
keton
<60 0,8/kg/hari(=1 gr protein /g proteinuria atau 0,3 g/kg tambahan
asam amino esensial atau asam keton.
b. Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari
c. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang
sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
d. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total
e. Garam (NaCl): 2-3 gram/hari
f. Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari
12
g. Fosfor:5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD :17 mg/hari
h. Kalsium: 1400-1600 mg/hari
i. Besi: 10-18mg/hari
j. Magnesium: 200-300 mg/hari
k. Asam folat pasien HD: 5mg
l. Air: jumlah urin 24 jam + 500ml (insensible water loss)
Terapi Farmakologis 1,2,3,4:
a. Kontrol tekanan darah
- Penghambat EKA atau antagonis reseptor Angiotensin II → evaluasi kreatinin
dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35% atau timbul
hiperkalemia harus dihentikan.
- Penghambat kalsium
- Diuretik
b. Kontrol gula darah
Pada pasien DM, kontrol gula darah → hindari pemakaian metformin dan
obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1
0,2 diatas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%.
c. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
Anemia terjadi pada 80 - 90 % pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada
penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoitin. Hal - hal lain
yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah, defisiensi besi, kehilangan darah
(misal, perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat
terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi
uremik, proses inflamasi akut maupun kronik. Evaluasi terhadap anemia dimulai saat
kadar hemoglobin ≤ 10 % atau hematokrit ≤ 30 %, meliputi evaluasi terhadap status
besi, mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis
dan lain sebagainya. Transfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat dapat
mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia dan pemburukan fungsi ginjal.
d. Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol
Osteodistrofi renal merupakan komplikasi penyakit ginjal kronik yang sering
terjadi. Penatalaksanaan osteodistrofi renal dilaksanakan dengan cara mengatasi
hiperfosfatemia dan pemberian pengikat fosfat dengan tujuan menghambat absorbs
13
fosfat di saluran cerna. Dialisis yang dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal juga
ikut berperan dalam mengatasi hiperfosfatemia.
e. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l
f. Koreksi hiperkalemia
Elektrolit yang harus diawasi asupannya adalah kalium dan natrium.
Pembatasan kalium dilakukan, karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia
jantung yang fatal. Oleh karena itu, pemberian obat-obatan yang mengandung kalium
dan makanan yang tinggi kalium (seperti buah dan sayuran) harus dibatasi. Kadar
kalium darah dianjurkan 3,5-5,5 mEq/lt. Pembatasan natrium dimaksudkan untuk
mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium yang diberikan,
disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan derajat edema yang terjadi.
g. Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan
statin
h. Terapi ginjal pengganti.
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 mL/menit. Terapi pengganti tersebut dapat berupa
hemodialisis, peritoneal dialysis atau transplantasi ginjal.
2.7 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul pada Penyakit Gagal Ginjal Kronik adalah
Penyakit kardiovaskular, gangguan keseimbangan asam basa, cairan, dan elektrolit,
osteodistrofi renal dan anemia.
14
BAB III
PEMBAHASAN
Pada pasien ini, diagnosis Penyakit Ginjal Kronik dapat ditegakkan dari
manifestasi klinik yang ada pada penderita yaitu Kaki bengkak, mual, muntah, lemas,
mudah capek, nafsu makan berkurang, yang merupakan tanda tanda uremia, tampak
anemis, pucat, hipertensi, dan gangguan keseimbangan elektrolit. Dari hasil
pemeriksaan darah, ureum dan creatinin penderita sangat meningkat sekali dengan
hasil ureum 116 mg/dl dan Creatinin 4,7 mg/dl.
Dari anamnesis, kemungkinan penyebab gagal ginjal yang terjadi pada pasien
disebabkan hipertensi tak terkontrol yang ada pada pasien. Hipertensi mengganggu
aliran darah keginjal sehingga Laju Filtrasi Glomerulus menurun dan pada akhirnya
menyebabkan gangguan ginjal yang irreversible. Seringnya mengkonsumsi obat obat
pengurang rasa sakit mungkin mempercepat perburukan ginjal pada pasien, riwayat
minum-minuman kaleng.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung
dengan mempergunakan rumus Kockcorft-Gault sebagai berikut:
LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur)x berat badan / 72x kreatinin plasma (mg/dl)*)
*) pada perempuan dikalikan 0,85.
Berdasarkan rumus diatas dan dengan memasukkan data pemeriksaan yang
ada pada pasien maka didapatkan hasil LFG penderita sebesar :
LFG = (140- 56 ) x 46
72 x 4,7 x 0,85
13,43 ml/menit/1,73m
Hasil LFG penderita ini sudah masuk kedalam Penyakit Ginjal Kronik stadium 5.
Jika dilihat dari hasil LFG pasien ini, terapi pangganti ginjal sudah merupakan
indikasi. Terapi pengganti ginjal dilakukan pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 mL/menit. Terapi pengganti tersebut dapat berupa
hemodialisis, peritoneal dialysis atau transplantasi ginjal. Pada gagal ginjal progresif,
tindakan-tindakan konservatif akhirnya menjadi tidak memadai lagi. Maka satu-
satunya cara untuk mempertahankan kehidupan adalah hemodialisis dan/atau
15
transplantasi ginjal. Namun banyak tindakan konservatif tersebut mungkin perlu
dianjurkan, terutama pada hemodialisis.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Suwitra, K. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hlm 581-584.
2. Clyne, N. Dkk. 2006. Normalization of Hemoglobin Level in Patientswith Chronic Kidney Disease and Anemia. The New England Journal of Medicine
3. Brenner, B.M., Lazarus, J.M. 2000. Gagal Ginjal Kronik. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. Jakarta : EGC. Hlm 1435-1443.
4. Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri,R., et al. 2002. Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. Hlm 531-534.
5. Suhardjono, Lydia, A., Kapojos, E.J., et al. 2001. Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta : FKUI. Hlm 427-434.
6. Tierney LM, et al. 2003. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Penyakit Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.
17