KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario A blok 15 sebagai tugas kompetensi
kelompok. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi Besar
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa
mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih kepada :
1. Allah SWT.
2. Kedua orang tua yang memberi dukungan materil maupun spiritual.
3. Dra. Enny Kususmastuti, Apt, M.Kes
4. Teman-teman sejawat dan seperjuangan.
5. Semua pihak yang membantu penulis.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan tutorial ini
bermanfaat tidak hanya untuk penulis tetapi juga untuk orang lain dalam perkembangan ilmu
pengetahuan di masa yang akan datang.
Palembang, November 2012
Penulis
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................ 1
Daftar Isi ..................................................................................................... 2
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ...........................................................................
1.2 Maksud dan Tujuan ...................................................................
3
3
BAB II Pembahasan
2.1 Data Praktikum ........................................................................
2.2 Skenario ...................................................................................
2.3 Paparan
I. Klarifikasi Istilah ...............................................................
II. Identifikasi Masalah ..........................................................
III. Analisis Masalah ...............................................................
IV. Kerangka Konsep ………………………………………..
V. Hipotesis ............................................................................
VI. Learning Issues dan Keterbatasan Pengetahuan ...............
4
4
5
6
6
18
19
19
BAB III Sintesis
3.1 Anatomi : Otot-otot ekstraokular dan persarafannya ..............
3.2 Fisiologi : Fusi ........................................................................
3.3 Refleks fusi .................................………….............................
20
21
22
Daftar Pustaka.............................................................................................. 23
2
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Blok Sistem Neurosensory adalah blok 15 pada semester 5 dari Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran
untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis
memaparkan kasus yang diberikan mengenai seorang anak berusia 10 tahun yang
mengalami mata kanan juling ke dalam.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis
dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari
skenario ini.
BAB II
3
PEMBAHASAN
2.1 Data Praktikum
Tutorial 1 Blok 15
Tutor : Dra. Enny Kususmastuti, Apt, M.Kes
Moderator : Achmad Ridho Fatchur Rohman
Notulis : Fitri Zelia Lizanty
Sekretaris : Rizka Apresia
Waktu : Senin, 12 November 2012
Rabu, 14 November 2012
Peraturan tutorial : 1. Alat komunikasi dinonaktifkan.
2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat
dengan cara mengacungkan tangan terlebih dahulu dan
apabila telah dipersilahkan oleh moderator.
3. Tidak diperkenankan meninggalkan ruangan selama proses
tutorial berlangsung.
4. Tidak diperbolehkan makan dan minum.
2.2 Skenario A Blok 15
Seorang anak laki-laki berumur 10 tahun dibawa oleh ibunya ke klinik dengan keluhan
mata kanannya juling ke dalam. Keluhan ini muncul sejak mengalami kecelakaan lalu
lintas 6 bulan yang lalu. Pada kecelakaan tersebut kepalanya terbentur dan penderita
sempat kehilangan kesadaran selama lebih dari 30 menit.
Bersamaan dengan itu penderita mengeluh mata kanan sulit digerakkan ke arah
temporal kanan dan penglihatan ganda semakin bertambah bila melihat ke temporal
kanan.
Pemeriksaan Oftalmologi :
AVOD : 6/6 E
AVOS : 6/6 E
Hischberg : ET 150
ACT (Alternating Cover Test) : Shifting (+) OS mata dominan
4
Duction & Vertion :
WFDT ( Worth Four Dot Test) : Uncrossed Diplopia semakin bertambah bila melihat
kesisi mata nondominan
FDT : (Forced Duction Test) : Tidak terdapat tahanan pada gerakan dengan bantuan
pinset.
2.3 Paparan
I. Klarifikasi Istilah
1. Juling : Deviasi mata yang tidak dapat dikompensasi oleh penderitanya.
2. Temporal kanan : Pelipis kanan.
3. Penglihatan ganda : Persepsi dua gambar dalam satu objek dikarenakan gangguan
pergerakan otot bola mata sehingga tidak sinkron.
4. AVOD : Acies Visus Ocular Dextra / Visus mata kanan.
5. AVOS : Acies Visus Ocular Sinistra / Visus mata kiri.
6. Hischberg : Tes skrining yang digunakan untuk melihat apakah ada juling atau tidak
dengan melihat refleks sinar pada kornea.
7. Uncrossed diplopia : Diplopia bayangan mata kanan muncul di kanan mata kiri.
8. Shifting : Perubahan/ penyimpangan.
5
II. Identifikasi Masalah
1. Seorang laki-laki berusia 10 tahun mengeluh mata kanannya juling ke dalam yang
muncul sejak kecelakaan lalu lintas 6 bulan yang lalu.
2. Pada kecelakaan tersebut kepalanya terbentur dan penderita kehilangan kesadaran
selama lebih dari 30 menit. Penderita juga mengeluh mata kanan sulit digerakkan ke
arah temporal kanan dan penglihatan ganda semakin bertambah bila melihat ke
temporal kanan.
3. Pemeriksaan Oftalmologi :
AVOD : 6/6 E
AVOS : 6/6 E
Hischberg : ET 150
ACT (Alternating Cover Test) : Shifting (+) OS mata dominan
Duction & Vertion :
WFDT ( Worth Four Dot Test) : Uncrossed Diplopia semakin bertambah bila melihat
kesisi mata nondominan
FDT : (Forced Duction Test) : Tidak terdapat tahanan pada gerakan dengan bantuan
pinset.
III. Analisis Masalah
1. a. Bagaimana anatomi mata? (otot dan persafaran)
Nama otot Nervus yang
mempersarafi
Fungsi
primer
Fungsi
sekunder
Fungsi
tersier
Rectus medialis III Aduksi
Rectus lateralis VI Abduksi
Rectus superior III Elevasi Intorsi Aduksi
Rectus inferior III Depresi Ekstorsi Aduksi
Obliqus superior IV Intorsi Depresi Abduksi
Obliqus inferior III Ekstorsi Elevasi Abduksi
Yang terjadi gangguan adalah m. rectus lateralis yang dipersarrafi n.VI
6
b. Bagaimana fisiologi mata?
Pergerakan otot bola mata sudah dijelaskan pada tabel anatomi bola mata dan
selengkapnya di sintesis. Selain pergerakan otot bola mata fisiologi yang penting
adalah fusi. Fusi bola mata adalah persatuan, peleburan, dan penggabungan di otak
yang berasal dari 2 bayangan mata sehingga secara mental berdasarkan kemampuan
otak didapatkan suatu pengelihatan tunggal, yang berasal dari sensasi (penghayatan)
masing-masing mata.
Untuk menghindari agar tidak terjadi bayangan yang berasal dari titik yang tidak
sefaal, maka terjadi pergerakan refleks vergen (konvergen & divergen)
Diperlukan beberapa syarat agar pengelihatan binokular terjadi :
Bayangan benda yang jatuh pada kedua fovea sama dalam semua gradasi
Bayangan benda selalu terletak pada kedua fovea sentral
Bayangan yang diteruskan ke dalam sususnan saraf pusat dapat menilai kedua
bayangan menjadi tunggal
Bayi yang baru lahir, faal penglihatan belum normal, visus hanya dapat
membedakan terang dan gelap saja. Adanya perkembangan umur, visus juga ikut
berkembang. Pada usia 5-6 tahun, visus mencapai maksimal. Perkembangan yang
pesat mulai saat kelahiran sampai tahun-tahun pertama. Bila tidak ada anomali
refraksi/kekeruhan media/kelainan retina maka visus tetap sampai hari tua. Tajam
penglihatan normal berarti fiksasi dan proyeksi normal sehingga mampu
membedakan:
7
bentuk benda
warna
intensitas cahaya
Bersamaan dengan perkembangan visus, berkembang pula penglihatan
binokularitasnya. Bila perkembangan visus berjalan dengan baik dan fungsi ke 6
pasang otot penggerak bola mata juga baik, serta susunan saraf pusatnya sanggup
menfusi dua gambar yang diterima oleh retina mata kanan dan kiri maka ada
kesempatan untuk membangun penglihatan binokular tunggal stereoskopik.
Refleks fusi
Usaha mata mempertahankan letak mata se arah atau sejajar. Sifatnya automatis tapi
memerlukan perhatian pengelihatan. Refleks ini dirangsang ketika terdapatnya
bayangan satu pada 2 titik retina yang tidak sekoresponden. Supresi, dimana otak
mengabaikan bayangan benda mata yang lainnya untuk mencegah diplopia.
Supresi terjadi akibat :
- Juling kongenital
- Satu mata sering berdeviasi
- Mata deviasi berganti dimana tidak akan terjadi diplopia karena akan terjadi supresi
pada salah satu mata
8
c. Apa saja klasifikasi strabismus?
Juling adalah suatu keadaan dimana kedudukan bola mata tidak normal dimana
kedudukan kedua bola mata tidak kesatu arah. Pada strabismus sumbu bola tidak
berpotongan pada satu titik benda yanag dilihat.
Klasifikasi :
Menurut manifestasinya
Heterotropia : strabismus manifes (sudah terlihat)
Heteroforia : strabismus laten (belum terlihat jelas)
Menurut arah deviasi bola mata :
Esotropia : Mata melenceng ke arah dalam
Eksotropia : Mata melenceng ke arah luar
Hipertropia : Mata melenceng ke arah atas
Hipotropia : Mata melenceng ke arah bawah
Menurut kemampuan fiksasi mata
Monokular : bila suatu mata yang berdeviasi secara konstan
Alternan : bila kedua mata berdeviasi secara bergantian
Menurut usia terjadinya :
kongenital : usia kurang dari 6 bulan.
didapat : usia lebih dari 6 bulan.
Menurut sudut deviasi
Inkomitan (paralitik) : Sudut deviasi tidak sama, pada kebanyakan kasus disebabkan
kelumpuhan otot penggerak bola mata.
Komitan (nonparalitik) : Sudut deviasi tetap konstan pada berbagai posisi, mengikuti gerak
mata yang sebelahnya pada semua arah dan selalu berdeviasi dengan kekuatan yang sama.
Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi sekunder (deviasi pada
mata yang sehat).
Pada kasus penderita mengalami esotropia paralitik (inkomitan) yang didapat.
d. Apa penyebab strabismus?
Strabismus dapat disebabkan oleh ketidak-seimbangan tarikan otot yang
mengendalikan pergerakan mata, kelumpuhan otot, gangguan persyarafan atau
kelainan refraksi yang tidak dikoreksi. Anak-anak yang dilahirkan dari keluarga
yang mempunyai riwayat strabismus dalam keluarganya beresiko tinggi menderita
9
strabismus juga. Namun pada kasus strabismus yang terjadi adalah akibat
kelumpuhan otot rectus lateralis bola mata yang dipersarafi n. VI
e. Bagaimana mekanisme strabismus pada kasus ini?
Kecelakaan benturan di kepala terkena N. VI = N. Abdusen tugas N.
Abdusen untuk menginervasi M. Rectus Lateralis menurun fungsi M. Rectus
Lateralis untuk mengarahkan bola mata ke temporal terganggu Strabismus
(Esotropia)
2. a. Apa hubungan antara keluhan yang dialami sekarang dengan kecelakaan yang
terjadi 6 bulan lalu?
Kecelakaan yang terjadi 6 bulan lalu adalah suatu bentuk trauma kapitis yang dapat
menyebabkan kerusakan pada sistem saraf otak. Trauma dari bagian depan dari
kepala bisa menimbulkan hematom di orbit dan fraktur tulang orbita. Keadaan
tersebut bisa menimbulkan gangguan pada saraf ketiga, keempat, dan keenam
secara tersendiri atau kombinasi. Perdarahan di tegemntum batang otak yang
menduduki daerah antara nukleus n. okulomotorius dan n. abducens bisa
menimbulkan oftalmoplegia internuklearis.
b. Bagaimana mekanisme hilang kesadaran akibat trauma pada kasus ini?
Secara garis besar kehilangan kesadaran adalah sebagai akibat dari pendarahan di
otak pada saat terjadi trauma berupa kecelakaan 6 bulan yang lalu. Mekanismenya
ialah :
Kecelakaan benturan di kepala terjadi gelombang kejut (akibat peningkatan
tekanan intrakranial tubuh mengkompensasi dengan mengubah volume cairan
dengan drastis) yang disebar ke seluruh otak mengubah tekanan jaringan
kerusakan jaringan otak gangguan metabolisme jaringan otak hipoksia
hilang kesadaran
c. Apa etiologi penglihatan ganda?
Diplopia binokular yaitu penglihatan ganda terjadi apabila si pasien melihat
dengan kedua mata dan menghilang bila salah satu mata ditutup. Kondisi ini
disebabkan antara lain oleh gangguan pergerakan otot bola mata sehingga
10
sudut kedua mata tidak sinkron (tahap awal seseorang yang akan menjadi
juling atau strabismus). Penyebab lainnya adalah kerusakan saraf yang
melayani otot otot bola mata. Kerusakan saraf ini disebabkan oleh stroke,
cidera kepala, tumor otak dan infeksi otak. Diplopia binokular juga bisa terjadi
pada pasien diabetes, miastenia gravis, penyakit graves, trauma atau cidera
pada otot mata dan kerusakan pada tulang penyangga bola mata.
Diplopia monokular yaitu diplopia yang hanya terjadi pada satu mata.
Penglihatan ganda muncul saat salah satu mata ditutup. Gangguan ini dapat
terjadi pada pasien dengan astigmatisme, gangguan lengkung kornea,
pterigium, katarak, dislokasi lensa mata, gangguan produksi air mata dan
beberapa gangguan pada retina.
Pada skenario diplopia yang terjadi adalah diplopia binokular. Mekanismenya
ialah pada penderita strabismus, terjadi gangguan fusi dimana kedua fovea
menerima bayangan yang berbeda. Objek yang terlihat pada salah satu fovea
dicitrakan pada daerah retina perifer di mata yang lain. Bayangan fovea
terlokalisasi tepat di depan sedangkan bayangan retina-perifer dari objek yang
sama di mata yang lain . Sehingga objek yang sama terlihat di dua tempat
(diplopia)
d. Mengapa penglihatan ganda bertambah parah bila penderita melihat ke kanan?
Bagaimana mekanismenya?
Trauma kepala kelumpuhan nervus abducens (kemungkinan bilateral)
kelumpuhan (paresis) m. rectus lateralis esotropia makin berat jika melihat ke
kanan dan ada sedikit atau tidak terjadi deviasi ke kiri diplopia makin berat jika
melihat ke kanan
3. a. Bagaimana cara pemeriksaan AVOD dan AVOS? Apa interpretasi pemeriksaan
AVOD dan AVOS pada kasus, jika abnormal bagaimana mekanismenya?
AVOD (Asies Visus Occuli Dextra) 6/6, angka 6 berarti jarak antara penderita
dengan objek (pada Snellen Chart) dan angka 6 berarti jarak yang seharusnya objek
masih bisa terbaca/terlihat. Interpretasi pada kasus : normal.
11
b. Bagaimana cara pemeriksaan Hischberg, ACT, dan Duction & Version? Apa
interpretasi pemeriksaan Hischberg, ACT, dan Duction & Version pada kasus, jika
abnormal bagaimana mekanismenya?
Hischberg
Tujuan : Mengidentifikasi adanya penyimpangan posisi bola mata dengan
memperhatikan kedudukan reflek cahaya pada kornea. Menentukan besaran
Heterotropia secara kuantitatif, dengan memperhatikan kedudukan reflek cahaya pada
kornea.
Tahapan :
Pada kedudukan mata normal yang diberikan maka akan terlihat refleks sentolop pada
sisi dan kedudukan yang sama pada kornea. Pada uji ini dari sentolop diberikan jarak
30 cm dari mata.
Bila terdapat desentri 1 mm berarti terdapat deviasi 7 derajat atau 15 prisma
dioptri.
Bila refleks sinar dekat tengah pupil dibanding tepi pupil diperkirakan juling 5-
6 derajat.
Bila refleks sinar berbeda yang satu ditengah sedang yang lain di tepi pupil
berarti kedudukan mata ini juling 15 derajat atau 30 prisma dioptri.
Bila refleks sinar berada antara tepi pupil dengan limbus, berarti deviasi 15
derajat pada tepi limbus berati juling 45 derajat atau 90 prisma.
Bila refleks diluar limbus deviasi 60-80 derajat.
Bila letak di tepi pupil nasal berarti mata juling ke luar sedang bila letaknya
ditepi pupil berarti juling ke dalam.
Pada Esotropia, kedudukan reflek cahaya pada kornea terletak dibagian temporal
kornea, Esotropia dinyatakan dengan inisial = ET
12
Pada kasus terlihat gambar B yang interpretasinya esotropia (juling ke dalam).
c. Bagaimana cara pemeriksaan WFDT dan FDT? Apa interpretasi pemeriksaan
WFDT dan FDT pada kasus, jika abnormal bagaimana mekanismenya?
WFDT
Penderita memakai kaca mata dengan filter merah pada mata kanan dan filter
biru pada mata kiri dan melihat objek 4 titik dimana 1 berwarna merah, 2 berwarna
hijau, dan 1 putih. Lampu atau titik putih akan terlihat merah oleh mata kanan dan
lampu hijau hanya dapat dilihat oleh mata kiri.
Bila fusi baik maka akan terlihat 4 titik dan sedang lampu putih terlihat sebagai
warna campuran hijau dan merah. 4 titik juga akan dilihat oleh mata juling akan tetapi
telah terjadi korespodensi retina yang tidak normal. Bila terdapat supresi maka akan
terlihhat hanya dua merah bila mata kanan dominan atau 3 hijau bila mata kiri yang
dominan. Bila terlihat 5 titik 3 merah dan 2 hijau yang bersilangan berarti mata dalam
kedudukan eksotropia dan bila tidak bersilangan berarti berkedudukan esotropia.
Interpretasi : Esotropia
FDT (Forced Duction Test)
13
Mata diberi anastesia lokal dipegang limbusnya dengan pinset. Penderita disuruh
melihat ke arah berlawanan dengan otot yang akan diperiksa. Pada saat pergerakan itu
pinset pemegang limbus membantu pergerakan itu, dengan bersamaan diraba apakah
ada tahanan. Bila tidak terdapat tahanan berarti pergerakan yang terganggu
diakibatkan otot paresis sedang bila terdapat tahanan berarti tahanan berasal dari
tarikan.
Interpretasi : abnormal
d. Apa saja pemeriksaan tambahan lain yang perlu dilakukan untuk mendiagnosis
penyakit pada kasus ini?
Pemeriksaan yang dilakukan pada skenario sudah cukup untuk menegakkan diagnosis.
Namun ada beberapa pemeriksaan yang bisa dilakukan yaitu Maddox test dan uji
Krimsky
4. Apa diagnosis banding untuk kasus ini?
1. Esotropia ec kerusakan otot ekstraokuler
2. Pseudoesotropia
5. Bagaimana cara penegakan diagnosis kasus ini dan apa diagnosis kerjanya?
Anamnesis :
- Keluhan utama : mata kanan juling ke dalam (dibuktikan dengan inspeksi).
- Riwayat keluarga (-)
- Usia onset : saat penderita berusia 9 tahun, 6 bulan.
- Jenis onset : timbul setelah trauma.
- Riwayat pencetus : kecelakaan 6 bulan yang lalu.
- Keluhan tambahan : Diplopia ke arah temporal kanan.
Dari anamnesis kemungkinan penderita mengalami esotropia yang didapat bukan
kongenital.
Inspeksi :
- Mata kanan juling ke dalam
- Tidak ada data yang menunjukkan adanya jembatan hidung yang datar dan lebar
serta menonjolnya lipatan-lipatan epikantus yang menutupi sklera nasal
Dari inspeksi diagnosis banding pseudoesotropia dapat disingkirkan.
14
Pemeriksaan oftalmologi :
- Visus : AVOD 6/6 E, AVOS 6/6 E = Normal
- Hischberg : ET 150 = Esotropia +
- ACT : Shifting (+) OS mata dominan = Esotropia dextra +
- Duction and version = abnormal
- WFDT : Uncrossed diplopia makin bertambah bila melihat ke sisi mata non dominan
= Esotropia dextra +
- FDT : Tidak terdapat tahanan dengan bantuan pinset = abnormal
Working diagnosis : Esotrofia inkomitan dextra post traumatic et causa kelumpuhan
pada nervus VI
6. Apa etiologi dan faktor resiko kasus ini?
Kelumpuhan pada 1 atau beberapa otot penggerak mata (strabismus paralitik). Kelumpuhan pada
otot mata bisa disebabkan oleh kerusakan saraf. Pada kasus etiologinya adalah kelumpuhan otot m.
rectus lateralis karena kerusakan n. VI. Faktor resikonya ialah trauma berupa kecelakaan yang
dialami penderita 6 bulan yang lalu.
Fraktur dinding medial orbita dengan penjepitan otot rektus medialis
Penyakit mata tiroid dengan kontraktur otot rektus medialis
Sindrom retraksi Duane
Tumor intrakranial
7. Bagaimana patofisiologi kasus ini?
Patofisiologinya sama seperti mekanisme strabismus dimana :
Kecelakaan benturan di kepala terkena N. VI = N. Abdusen tugas N.
Abdusen untuk menginervasi M. Rectus Lateralis menurun fungsi M. Rectus
Lateralis untuk mengarahkan bola mata ke temporal terganggu Strabismus
(Esotropia)
8. Apa manifestasi klinis kasus ini?
Ambilopia yaitu enurunan ketajaman penglihatan tanpa adanya kerusakan
struktur
Astenopia
Penglihatan kurang pada satu mata
15
Lihat ganda atau diplopia
Sering menutup sebelah mata
9. Bagaimana tatalaksana kasus ini?
a. Ortoptik
1) Oklusi
Jika anak menderita strabismus dengan ambliopia, dokter akan
merekomendasikan untuk melatih mata yang lemah dengan cara menutup mata
yang normal dengan plester mata khusus (eye patch).
2) Pleotik
3) Obat-obatan
b. Memanipulasi akomodasi
1) Lensa plus / dengan miotik
Menurunkan beban akomodasi dan konvergensi yang menyertai
2) Lensa minus dan tetes siklopegik
Merangsang akomodasi pada anak-anak
c. Operatif
Prinsip operasinya :
- reseksi dari otot yang terlalu lemah
- resesi dari otot yang terlalu kuat
Tindakan operatip dilakukan apabila terpi lain telah gagal untuk memperbaiki
posisi bola mata. Preoperatif yang sudah cukup lama dilakukan, kira-kira 1 tahun,
tetapi tak berhasil, maka dilakukan operasi. Dan juga pada strabismus dengan
deviasi bola mata yang lebih dari 45º.
Namun pada kasus tatalaksana yang dapat dilakukan ialah :
Penutupan mata 2-4 jam sehari, penderita dipaksa untuk memakai matanya
yang berdeviasi. Biasanya ketajaman penglihatannya menunjukkan
perbaikan dalam 4-10 minggu. Penutupan ini mempunyai pengaruh baik
pada pola sensorisnya retina, tetapi tidak mempengaruhi deviasi. Jangan
dilakukan terlalu lama, karena takut menyebabkan ambliopia pada mata
yang sehat.
16
Koreksi dengan kacamata tidak terlalu berpengaruh karena strabismus
bukan disebabkan kelainan refraksi
Tindakan operatif juga tidak dilakukan. Namun apabila dilakukan ialah
reseksi rectus lateralis dan resesi rektus medialis.
Segera merujuk penderita ke dokter spesialis mata.
10. Apa saja komplikasi kasus ini?
Apabila tidak ditangani cepat :
Penurunan visus disertai ambliopia
Gangguan pengelihatan binokular
Gangguan lapangan pandang
Gangguan pengelihatan stereoskopi
11. Bagaimana prognosis kasus ini?
Dubia. Tergantung dari penatalaksanaan dan cepat lambatnya tindakan, pada skenario
pasien sudah mengalami kerusakan saraf dan kelumpuhan otot yang cukup lama.
Keluhan-keluhan yang dialami seperti diplopia juga semakin memburuk.
Vitam : bonam, tidak ada data yang menunjukkan kelainan ini menyebabkan
kematian.
Fungsionam : dubia (?)
Secara keseluruhan prognosis kasus dubia et bonam.
12. Apa KDU kasus ini?
2A. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta dokter. Dokter mampu merujuk
pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya.
IV. Kerangka Konsep
17
V. Hipotesis
18
Anak laki-laki, 10 tahun,
mata kanan juling ke dalam
Esotrofia inkomitan dextra post traumatic et
causa kelumpuhan pada nervus VI
Pemeriksaan oftalmologi :
Visus : AVOD 6/6 E, AVOS 6/6 E =
Normal
Hischberg : ET 150 = Esotropia +
ACT : Shifting (+) OS mata dominan =
Esotropia dextra +
Duction and version = abnormal
WFDT : Uncrossed diplopia makin
bertambah bila melihat ke sisi mata non
dominan = Esotropia dextra +
FDT : Tidak terdapat tahanan dengan
bantuan pinset = abnormal
Anamnesis :
Keluhan utama : mata kanan juling
ke dalam (dibuktikan dengan
inspeksi).
Riwayat keluarga (-)
Usia onset : saat penderita berusia 9
tahun, 6 bulan.
Jenis onset : timbul setelah trauma.
Riwayat pencetus : kecelakaan 6
bulan yang lalu.
Keluhan tambahan : Diplopia ke arah
temporal kanan.
Seorang laki-laki berusia 10 tahun mengalami esotrofia inkomitan dextra post traumatic et
causa kelumpuhan pada nervus VI
VI. Learning Issues dan Keterbatasan Pengetahuan
Pokok bahasan What I know What I don’t know What I have to prove
How
will I
learn
Anatomi dan
fisiologi
binokularitas
● letak ● fungsi saraf dan otot apa
yang bekerja
Jurnal
dan
internet
Strabismus ● definisi
● klasifikasi
● mekanisme ● Hubungan
kecelakaan dengan
strabismus pada
kasus
Jurnal
dan
internet
Pemeriksaan
Oftalmologi
pada kasus
● macam-
macam
● Perbedaan
(kelebihan dan
kekurangan) tiap
pemeriksaan
● Melakukan
pemeriksaan
oftalmologi dengan
baik
Jurnal
dan
internet
BAB III
19
SINTESIS
A. Anatomi dan Fisiologi Bola Mata
Otot-otot ekstraokular dan persarafannya
Otot oblik inferior
Oblik inferior mempunyai origo pada fossa lakrimal tulang lakrimal
berinsersio pada sklera posterior 2 mm dari kedudukan makula, dipersarafi
saraf okulomotor, bekerja untuk menggerakkan mata ke ke atas, abduksi dan
eksiklotorsi.
Otot oblik superior
Oblik superior berorigo pada anulus Zinn dan ala pava tulang sfenodi di atas
foramen optik, berjalan menuju troklea dan dikatrol balik dan kemudian
berjalan di atas otot rektus superior, yang kemudian berinsersi pada sklera
dibagian temporal belakang bola mata. Oblik superior dipersarafi oleh saraf ke
IV atau saraf troklear yang keluar dari bagian dorsal susunan saraf pusat.
Mempunyai aksi pergerakan miring dari troklea pada bola mata dengan
kerja utama terjadi bila sumbu aksi dan sumbu penglihatan searah atau mata
melihatt ke arah nasal. Berfungsi menggerakkan mata untuk depresi (primer)
terutama bila mata melihat ke arah nasal, abduksi dan insiklotorsi.
Otot Rektus inferior
Berorigo pada anulus Ziin, berjalan antara obliq inferior dan bola mata atau
sklera dan insersi 6mm di belakang limbus pada persilangan dengan oblik
inferior diikat kuat oleh ligamen Lockwood. Rectus inferior dipersarafi n. III.
Fungsinya untuk depresi (gerak primer), eksoklotorsi (gerak sekunder), aduksi
(gerak sekunder)
Otot Rektus superior
Berorigo pada anulus Ziin dekat fisura orbita superior beserta lapis dura saraf
optik yang akan memberikan rasa sakit pada pergerakan bola mata bila
terdapat neuritis retrobulbar. Berinsersi 7 mm di belakang limbus dan
dipersarafi cabang superior n. III. Fungsinya untuk menggerakkan mata-elevasi
terutama bila mata melihat ke lateral, aduksi, insiklotorsi
Otot Rectus lateralis
Berorigo pada anulus Ziin di atas dan di bawah foramen optik. Dipersarafi oleh
nervus VI. Fungsinya untuk abduksi bola mata.
20
Otot Rectus medialis
Berorigo pada anulus Ziin dan pembungkus dura saraf optik yang memberikan
rasa sakit pada neuritis retrobulbar, berinsersi 5 mm di belakang limbus.
Rektus medius merupakan otot mata yang paling tebal dan tendon terpendek.
Fungsinya untuk aduksi bola mata.
Fisiologi Fusi
Fusi bola mata adalah persatuan, peleburan, dan penggabungan di otak yang
berasal dari 2 bayangan mata sehingga secara mental berdasarkan kemampuan otak
didapatkan suatu pengelihatan tunggal, yang berasal dari sensasi (penghayatan)
masing-masing mata.
Untuk menghindari agar tidak terjadi bayangan yang berasal dari titik yang tidak
sefaal, maka terjadi pergerakan refleks vergen (konvergen & divergen)
Diperlukan beberapa syarat agar pengelihatan binokular terjadi :
Bayangan benda yang jatuh pada kedua fovea sama dalam semua gradasi
Bayangan benda selalu terletak pada kedua fovea sentral
Bayangan yang diteruskan ke dalam sususnan saraf pusat dapat menilai kedua
bayangan menjadi tunggal
Bayi yang baru lahir, faal penglihatan belum normal, visus hanya dapat
membedakan terang dan gelap saja. Adanya perkembangan umur, visus juga ikut
berkembang. Pada usia 5-6 tahun, visus mencapai maksimal. Perkembangan yang
pesat mulai saat kelahiran sampai tahun-tahun pertama. Bila tidak ada anomali
refraksi/kekeruhan media/kelainan retina maka visus tetap sampai hari tua. Tajam
penglihatan normal berarti fiksasi dan proyeksi normal sehingga mampu
membedakan:
bentuk benda
warna
intensitas cahaya
Bersamaan dengan perkembangan visus, berkembang pula penglihatan
binokularitasnya. Bila perkembangan visus berjalan dengan baik dan fungsi ke 6
pasang otot penggerak bola mata juga baik, serta susunan saraf pusatnya sanggup
menfusi dua gambar yang diterima oleh retina mata kanan dan kiri maka ada
kesempatan untuk membangun penglihatan binokular tunggal stereoskopik.
21
Refleks fusi
Usaha mata mempertahankan letak mata se arah atau sejajar. Sifatnya automatis tapi
memerlukan perhatian pengelihatan. Refleks ini dirangsang ketika terdapatnya
bayangan satu pada 2 titik retina yang tidak sekoresponden. Supresi, dimana otak
mengabaikan bayangan benda mata yang lainnya untuk mencegah diplopia.
Supresi terjadi akibat :
- Juling kongenital
- Satu mata sering berdeviasi
- Mata deviasi berganti dimana tidak akan terjadi diplopia karena akan terjadi supresi
pada salah satu mata
DAFTAR PUSTAKA
Snell, Richard S. 2000. Anatomi Klinik. Jakarta: EGC
22
Kamus saku kedokteran Dorland/ alih bahasa, Poppy Kumala; copy editor edisi bahasa
Indonesia, Dyah Nuswantari. – Ed.25 – Jakarta:EGC, 1998.
Ilyas, Sidarta, dkk. 2011. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Mardjono, Mahar, dkk. 2010. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat.
Laporan Tutorial
23
Blok 15
Skenario A
Tutor : Dra. Enny Kususmastuti, Apt, M.Kes
Kelompok 2
1. Rizka Apresia : 41014010092. Mohammad Adriansyah : 41014010143. Hadi Nugraha Mustofa : 41014010334. Gieza Ferrani : 41014010345. Fitri Zelia Lizanty : 41014010396. Sri Fitri Yanti : 41014010407. Mutia Muliawati : 41014010418. Emelda : 41014010469. Achmad Ridho Fatchur R : 410140104810. Wenty Septa Aldona : 410140112911. Mohammad Areza Bin Boonie : 4101401132
MEDICAL FACULTY OF SRIWIJAYA UNIVERSITY
2010
24