I. PENDAHULUAN
Gambaran Umum Perusahaan
Tidak dapat dipungkiri bahwa UMKM dalam masa-masa krisis moneter antara tahun
1997 sampai dengan tahun 2002 yang lalu berperan menjadi katup pengaman yang
berperanan sangat besar dalam penyembuhan perekonomian nasional (national
economics recovery). Kemampuan UMKM ini merupakan konsekuensi logis dari potensi
dan kemampuan kompetitif UMKM yang sangat strategis dalam menghadapi gejolak
perekonomian dunia. Keberadaan UMKM mencerminkan wujud nyata kehidupan sosial
dan ekonomi bagian terbesar dari rakyat Indonesia. Besarnya peranan UMKM dalam
mendukung perekonomian nampaknya tidak sejalan dengan perkuatan dan atau
pemberdayaan UMKM sendiri. Kenyataan ini terlihat dari berbagai sinyalemen yang
menunjukkan rendahnya kepedulian dan komitmen sementara pihak untuk
memberdayakan UMKM dalam rangka mendukung pembangunan nasional. Indikasi
nyata dari sinyalemen tersebut adalah masih rendahnya komitmen lembaga perbankan
terhadap kesulitan akses permodalan UMKM sehingga sampai dengan akhir tahun 2006.
Jumlah kredit perbankan yang dikucurkan untuk UMKM masih kurang dari 20% (hanya
Rp. 123 triliun) dari jumlah kredit perbankan yang dikucurkan pada dunia usaha yang
diperkirakan mencapai Rp. 976 triliun. Satu satunya lembaga yang mencucurkan
84,87% pinjamannya untuk membantu permodalan UMKM adalah perum
pegadaian dan pada tahun 1998 berdirilah pengadaian syariah.
Adapun beberapa produk yang ditawarkan oleh pengadaian, yaitu :
A. Bisnis Inti
1. KCA (Kredit Cepat Aman)
KCA adalah layanan kredit berdasarkan hukum gadai dengan pemberian pinjaman
mulai dari Rp. 20.000,- sampai dengan Rp. 200.000.000,-. Jaminannya berupa barang
bergerak, baik barang perhiasan emas dan berlian, peralatan elektronik, kendaraan
maupun alat rumah tangga lainnya. Jangka waktu kredit maksimum 4 bulan atau 120
hari dan pengembaliannya dilakukan dengan membayar uang pinjaman dan sewa
modalnya.
B. Bisnis Non Inti
2. Kreasi (Kredit Angsuran Fidusia)
Layanan ini ditujukan kepada pengusaha mikro dan kecil sebagai alternatif
pemenuhan modal usaha dengan penjaminan secara fidusia dan pengembalian
pinjamannya dilakukan melalui angsuran. Kredit Kreasi merupakan modifikasi dari
produk lama yang sebelumnya dikenal dengan nama Kredit Kelayakan Usaha
Pegadaian. Agunan yang diterima saat ini adalah BPKB kendaraan bermotor (mobil
atau sepeda motor).
3. Krasida (Kredit Angsuran Sistem Gadai)
Merupakan pemberian pinjaman kepada para pengusaha mikro-kecil (dalam rangka
pengembangan usaha) atas dasar gadai yang pengembalian pinjamannya dilakukan
melalui angsuran.
4. Krista (Kredit Usaha Rumah Tangga)
Merupakan pemberian pinjaman kepada ibu-ibu kelompok usaha rumah tangga
sangat mikro yang membutuhkan dana dalam bentuk pinjaman modal kerja yang
pengembalian pinjamannya dilakukan melalui angsuran.
5. Kremada (Kredit Perumahan Swadaya)
Merupakan pemberian pinjaman kepada masyarakat berpenghasilan rendah untuk
membangun atau memperbaiki rumah dengan pengembalian secara angsuran.
Pendanaan ini merupakan kerja sama dengan Menteri Perumahan Rakyat.
6. KTJG (Kredit Tunda Jual Gabah)
Diberikan kepada para petani dengan jaminan gabah kering giling. Layanan kredit ini
ditujukan untuk membantu para petani pasca panen agar terhindar dari tekanan akibat
fluktuasi harga pada saat panen dan permainan harga para tengkulak.
7. Investa (Gadai Efek)
Gadai Efek merupakan pemberian pinjaman kepada masyarakat dengan agunan
berupa saham dengan sistem gadai.
8. Kucica (Kiriman Uang Cara Instan, Cepat dan Aman)
Adalah produk pengiriman uang dalam dan luar negeri yang bekerjasama dengan
Western Union.
9. Kagum (Kredit Serba Guna untuk Umum)
Merupakan layanan kredit yang ditujukan bagi pegawai berpenghasilan tetap.
10. Jasa Taksiran dan Jasa Titipan
Jasa Taksiran adalah pemberian pelayanan kepada masyarakat yang ingin mengetahui
seberapa besar nilai sesungguhnya dari barang yang dimiliki seperti emas, berlian,
batu permata dan lain-lain. Jasa Titipan adalah pelayanan kepada masyarakat yang
ingin menitipkan barang-barang atau surat berharga yang dimiliki terutama bagi
orang-orang yang akan pergi meninggalkan rumah dalam waktu lama, misalnya
menunaikan ibadah haji, pergi keluar kota atau mahasiswa yang sedang berlibur.
11. Rahn (Gadai Syariah)
Rahn adalah produk jasa gadai yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah
dengan mengacu pada sistem administrasi modern.
12. Arrum (Ar-Rahn untuk Usaha Mikro Kecil)
Adalah produk dengan konstruksi penjaminan fidusia untuk pengusaha mukro-kecil
dengan prinsip syariah.
13. Mulia (Murabahah Logam Mulia untuk Investasi Abadi)
Adalah penjualan logam mulia oleh Pegadaian kepada masyarakat yang berminat
untuk berinvestasi pada emas secara tunai dan angsuran. Emas yang telah dibeli dari
produk Mulia ini dapat diperjualbelikan kembali di Bursa Mulia apabila di kemudian
hari membutuhkan uang dalam waktu yang singkat.
Sejarah Pengadaian
Era Kolonial
Sejarah Pengadaian dimulai pada saat Pemerintah Belanda (VOC) mendirikan
Bank van Leening yaitu lembaga keuangan yang memberikan kredit dengan sistem gadai,
lembaga ini pertama kali didirikan di Batavia pada tanggal 20 Agustus 1746.
Ketika Inggris mengambil alih kekuasaan Indonesia dari tangan Belanda (1811-1816),
Bank Van Leening milik pemerintah dibubarkan, dan masyarakat diberi keleluasaan
untuk mendirikan usaha pegadaian asal mendapat lisensi dari Pemerintah Daerah
setempat ("liecentie stelsel"). Namun metode tersebut berdampak buruk pemegang lisensi
menjalankan praktek rentenir atau lintah darat yang dirasakan kurang menguntungkan
pemerintah berkuasa (Inggris). Oleh karena itu metode "liecentie stelsel" diganti menjadi
"pacth stelsel" yaitu pendirian pegadaian diberikan kepada umum yang mampu
membayar pajak yang tinggi kepada pemerintah.
Pada saat Belanda berkuasa kembali, pacth stelsel tetap dipertahankan dan menimbulkan
dampak yang sama. Pemegang hak ternyata banyak melakukan penyelewengan dalam
menjalankan bisnisnya. Selanjutnya pemerintah Hindia Belanda menerapkan apa yang
disebut dengan "cultuur stelsel" di mana dalam kajian tentang pegadaian saran yang
dikemukakan adalah sebaiknya kegiatan pegadaian ditangani sendiri oleh pemerintah
agar dapat memberikan perlindungan dan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan
Staatsblad No. 131 tanggal 12 Maret 1901 yang mengatur bahwa usaha Pegadaian
merupakan monopoli Pemerintah dan tanggal 1 April 1901 didirikan Pegadaian Negara
pertama di Sukabumi, Jawa Barat. Selanjutnya setiap tanggal 1 April diperingati sebagai
hari ulang tahun Pegadaian.
Pada masa pendudukan Jepang gedung kantor pusat Jawatan Pegadaian yang terletak di
jalan Kramat Raya 162, Jakarta dijadikan tempat tawanan perang dan kantor pusat
Jawatan Pegadaian dipindahkan ke jalan Kramat Raya 132. Tidak banyak perubahan
yang terjadi pada masa pemerintahan Jepang baik dari sisi kebijakan maupun struktur
organisasi Jawatan Pegadaian. Jawatan Pegadaian dalam bahasa Jepang disebut ‘Sitji
Eigeikyuku’, Pimpinan Jawatan Pegadaian dipegang oleh orang Jepang yang bernama
Ohno-San dengan wakilnya orang pribumi yang bernama M. Saubari.
Era Kemerdekaan
Pada masa awal pemerintahan Republik Indonesia, kantor Jawatan Pegadaian sempat
pindah ke Karanganyar, Kebumen karena situasi perang yang kian memanas. Agresi
Militer Belanda II memaksa kantor Jawatan Pegadaian dipindah lagi ke Magelang. Pasca
perang kemerdekaan kantor Jawatan Pegadaian kembali lagi ke Jakarta dan Pegadaian
dikelola oleh Pemerintah Republik Indonesia. Dalam masa ini, Pegadaian sudah beberapa
kali berubah status, yaitu sebagai Perusahaan Negara (PN) sejak 1 Januari 1961,
kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7/1969 menjadi Perusahaan Jawatan
(Perjan), dan selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No.10/1990 (yang
diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah No.103/2000) berubah lagi menjadi
Perusahaan Umum (Perum) hingga sekarang.
Sampai akhir tahun 2009, Perum Pegadaian mencatat laba bersih Rp 797,94 miliar,
dengan aset sebanyak Rp 15,67 triliun.
Selama tahun 2010, Pegadaian menargetkan kredit yang dapat tersalurkan sebesar Rp
75,8 triliun. Untuk itu, Pegadaian membutuhkan modal kerja sebesar Rp 7 triliun.
Dana Rp 5 triliun telah didapatkan dari perbankan. Sedangkan sisanya, Rp 2 triliun akan
terpenuhi dari pasar modal dengan penerbitan obligasi yang dijadwalkan di Semester II-
2010.
Visi Pengadaian
Pada tahun 2013 Menjadi ”Champion” dalam pembiayaan Mikro dan Kecil berbasis
Gadai dan Fiducia bagi Masyarakat Menengah ke Bawah.
Misi Pengadaian
Ikut membantu program pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat golongan menengah ke bawah melalui kegiatan utama berupa kredit gadai
dan melakukan usaha lain yang menguntungkan.
II. PEMBAHASAN
Motto menyelesaikan masalah tanpa masalah, yang didengungkan oleh perum
pegadaian nampaknya bukan slogan kosong. Lembaga yang didirikan oleh pemerintah
kolonial Belanda untuk mengatasi kelompok pelepas uang (lintah darat) pada tahun 1934
ini, eksistensinya dalam membantu perekonomian kelompok masyarakat miskin dan
masyarakat menengah tidak pernah pudar. Selama 72 tahun, orang yang datang ke
pegadaian juga tidak pernah sepi. Bahkan dibeberapa tempat seperti di Banyumas, Pasar
Lama Jatinegara dan Pegaden Jawa Barat, dari adanya pegadaian terbentuk pasar. Hal ini
menandakan bahwa pegadaian telah menjadi tempat berkumpul banyak orang dalam
mengatasi masalah keuangan, sehingga mulai terjadi juga transaksi diluar pegadaian.
Misalnya orang yang ingin mendapatkan uang lebih besar dari nilainya akan menjual
barang yang akan digadai kepada pembeli yang juga sudah datang ke tempat tersebut
untuk membeli barang dengan harga yang relatif murah (barang dari orang yang kepepet
uang).
Istilah gadai sebenarnya sudah dikenal di Indonesia sudah sejak lama yaitu tidak lama
bahkan sebelum orang mengenal uang. Dari adanya sistem gadai inilah sebenarnya
timbul kelompok-kelompok orang kaya yang memberikan pinjaman baik barang
(biasanya sarana produksi dan bahan konsumsi) kepada mereka yang membutuhkan.
Dengan janji memberikan bayaran yang lebih besar dari pinjamannya (diberi bunga).
Dibeberapa tempat di Indonesia penerima gadai (para pemilik barang atau uang) juga
mengambil hasil dari barang yang digadaikan, misalnya memetik kelapa dari kebun
kelapa yang digadaikan, menggunakan perahu (yang digadaikan kepadanya) untuk
menangkap ikan dan menggunakan sawah untuk menanam padi. Dibeberapa tempat
seperti di Bali, ternak bahkan manusia pun bisa digadaikan dengan mempekerjakan
ternak atau manusia yang digadaikan tersebut pada Si Penerima gadai. Dari adanya
konsep gadai inilah mungkin timbul istilah pelepas uang atau money leander atau lintah
darat.
Berkembangnya sistem ekonomi dan sosial, para pelepas uang tersebut adakalanya tidak
meminta lagi agunan atas pinjaman yang diberikan, karena kepercayaan pada Si
Peminjam (keterikatan ekonomi dan emosional antara pemilik uang sebagai patron
dengan peminjam sebagai client yang saling menguntungkan)
Perbedaan dan Persamaan Bank dan Perum Pengadaian
Bagi pengusaha menengah yang sudah lebih besar, terbiasa
berhubungan dengan perbankan karena memerlukan dana yang relatif
besar (antara Rp. 1 miliar sampai dengan Rp. 150 miliar, perum
pegadaian memang bukan merupakan tempat yang tepat bagi mereka
untuk mendapatkan pinjaman modal. Disamping besarnya jumlah
pinjaman yang diperlukan, suku bunga perum pegadaian juga tidak
layak dengan bidang usaha mereka yang umumnya memiliki margin
yang relatif kecil dibandingkan dengan kelompok usaha mikro dan
usaha kecil. Modal utama dari pengusaha besar nampaknya (seperti
terlihat pada tabel 1 di atas) adalah pinjaman dari bank sebesar
43,16% dan pinjaman perorangan (biasanya dari pemegang saham)
sebesar 31,12%. Struktur dari pengusaha menengah adalah modal
sendiri sebesar 20,39%. Diketemukan adanya pengusaha menengah
yang meminjam dari perum pegadaian terutama untuk kebutuhan
yang sangat mendesak tetapi jumlahnya sedikit yaitu hanya sebesar
1,43%.
Dari gambaran di atas dapat diketahui bahwa ada persamaan dan ada
juga perbedaan nyata antara prinsip perkreditan yang dilaksamakan
oleh perum pegadaian dan perbankan. Persamaan prinsip yang sangat
nyata adalah kedua bentuk lembaga keuangan tersebut berorientasi
pada profit, dengan mengedepankan unsur keamanan dana yang
dipinjamkan melalui prinsip kehatihatian.
Dari adanya prinsip tersebut maka setiap peminjam diharuskan
memiliki/menyerahkan agunan. Sedangkan perbedaan terlihat nyata
dalam hal penilaian terhadap karakter peminjam, pemilikan capital dan
tujuan penggunaan pinjaman. Bagi perum pegadaian ketiga aspek
tersebut tidak diperhatikan, sedangkan dalam operasional
pelaksanaan usaha perbankan ketiga aspek tersebut menjadi unsur
penilaian yang secara signifikan mempengaruhi penilaian kelayakkan
peminjam. Perbedaan lain yang cukup signifikan adalah dalam hal
penetapan suku bunga kredit. Perbankan biasanya menetapkan suku
bunga kredit berdasarkan suku bunga yang berlaku di pasar uang yang
di Indonesia berdasarkan sukubunga sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Penetapan suku bunga yang terlalu tinggi dapat menyebabkan minat
konsumen (peminjam) menjadi berkurang. Sebaliknya penetapan
bunga yang relatif rendah dapat menyebabkan bank mengalami
kerugian. Dengan demikian pada umumnya bank menetapkan suku
bunga berdasarkan suku bunga SBI, ditambah dengan biaya
operasional bank (termasuk biaya resiko pinjaman) dan keuntungan
bank yang ingin dicapai pada tahun tersebut. Semakin efisien
operasionalisasi suatu bank maka suku bunga yang ditetap bisa
menjadi semakin rendah. Disamping itu bank harus memperhitungkan
suku bunga tabungan dan faktor kesimbangan dana likuid (finance to
deposit ratio).
Berbeda dengan bank selama duapuluh tahun (sejak tahun 1986)
terakhir, suku bunga perum pegadaian tidak pernah berubah yaitu
sebesar 3,5% per bulan atau 42% per tahun. Tidak diketahui dengan
pasti mengapa tingkat bunga perum pegadaian tidak mengikuti kondisi
pasar uang (money market).
Tiga alasan mengapa Perum Pegadaiaan menggunakan suku bunga
yang bersifat statis tersebut yaitu :
a) Perum pegadaian lebih banyak menggunakan modal sendiri yang
bersumber dari dana pemerintah (Departemen Keuangan)
dengan target laba yang sudah dikalkulasi dengan patokan-
patokan tertentu
b) Tingkat bunga sebesar itu masih dinilai layak bagi
konsumen. Konsumen perum pegadaian adalah kelompok
masyarakat yang menggunakan pinjamannya bukan hanya
untuk tujuan produksi tetapi juga untuk tujuan konsumtif,
sehingga jika ditetapkan tingkat bunga yang relatif rendah
dikhawatirkan akan mendorong masyarakat untuk bersifat
konsumtif. Kalaupun diberikan kepada kelompok produktif
(umumnya UMKM), maka tingkat bunga tersebut masih dinilai
layak. Hal tersebut dikarenakan margin yang diproleh kelompok
ini (terutama pengusaha kecil dan pengusaha mikro relatif cukup
tinggi yaitu antara 82,4% sampai dengan 426,8% per tahun dan
c) Perum pegadaian melayani konsumen dalam jumlah yang relatif
banyak dengan pinjaman yang kecil-kecil sehingga biaya
operasional yang dibutuhkan relatif lebih besar dari perbankan.
Dari gambaran diatas dapat dikemukakan bahwa perbedaan yang
signifikan antara perum pegadaian dengan bank juga terlihat dari
aspek sasaran konsumennya. Dengan demikian untuk sementara
dapat disimpulkan bahwa target sasaran dari perum pegadaian adalah
masyarakat kelas menengah kebawah termasuk di dalamnya para
pengusaha yang tergolong dalam kelompok UMKM. Kesimpulan yang
demikian adalah sejalan dengan kenyataan yang diindikasikan dari
tabel di atas yaitu jumlah nasabah perum pegadaian adalah jauh lebih
besar dibandingkan dengan jumlah peminjam dari bank, sedangkan
jumlah dana yang dipinjamkan adalah jauh lebih kecil dibandingkan
dengan jumlah dana kredit yang dikucurkan oleh perbankan.
Tabel 1. Kinerja Perum Pegadaian selama 5 tahun terakhir (2002-2006)
Dari tabel di atas terlihat bahwa :
1. Besar kredit yang disalurkan oleh perum pegadaian per tahun rata-
rata sebesar Rp. 3.211,19 milyar, atau lebih kurang lebih 2,61% dari
kredit untuk UKM yang disalurkan oleh perbankan. Dilaksanakan
oleh 130 bank-bank umum nasional dengan nilai pada tahun 2006
sebesar Rp. 123 miliar. Jumlah penyaluran oleh perum pegadaian ini
lebih kurang sama dengan jumlah penyaluran dari dua bank
nasional (jika rata-rata satu bank nasional menyalurkan kredit, Rp.
907,4 miliar).
2. Dari aspek jumlah peminjam, perum pegadaian dengan modal kerja
rata-rata Rp. 1.534 milyar mampu memberikan pinjaman kepada
2.088.327 orang nasabah atau rata-rata kredit per nasabah hanya
sebesar Rp. 374.559. Sedangkan perbankan menurut B.I. Dengan
modal kerja rata-rata Rp. 3,876 miliar, hanya mampu memberikan
pinjaman kepada 16,217 orang nasabah, atau rata-rata pinjaman
per nasabah adalah sebesar Rp. 239 juta. Kecilnya (Rp. 374.559)
pinjaman per nasabah dari perum pegadaian mengindikasikan
bahwa nasabah perum pegadaian adalah benar-benar tergolong
dalam kelompok pengusaha mikro dan pengusaha kecil. Sedangkan
besarnya (Rp. 239 juta) pinjaman per nasabah dari perbankan
menunjukkan bahwa hanya kelompok usaha besar yang mendapat
kucuran dana dari perbankan. Kalaupun ada kelompok usaha mikro
dan usaha kecil yang ikut menikmati pinjaman dari perbankan maka
jumlahnya relatif sedikit, atau dana disediakan relatif sangat sedikit.
3. Tunggakan kredit perum pegadaian sebesar 3,47% dari total
pinjaman. Jumlah ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan
tunggakkan kredit perbankan yang mencapai rata-rata Rp 4,19%
dari dana yang disalurkan.
Kecilnya tunggakan kredit dari perum pegadaian mengindikasikan bahwa keinginan
membayar dari nasabah cukup besar. Nasabah mendapatkan keuntungan dari usaha yang
bermodalkan pinjaman dari perum pegadaian. Nasabah merasakan benar manfaat yang
diperoleh dari pinjaman perum pegadaian.
Perkembangan Pengadaian di Sumatera Selatan
Diawali dengan asset perum pengadaian di tahun 2008 sebesar Rp 250 Miliyar dan
menargetkan menjadi Rp 700 Miliyar di tahun 2010.dengan bertambahnya kanwil
Palembang dan Pekanbaru yang awalnya tergabung dalam kanwil Padang pada Juni
tahun 2008 dan di tahun 2008 dan 2009 memiliki peningkatan dari produk pengadaian
untuk barang jaminan sebesar 38,34 % dan uang pinjaman 56,69 % yang ditampilkan
dengan data sebagai berikut :
Tabel 2. Kredit Cepat dan Aman (KCA) Selindo Outstanding Loan-Barang Jaminan
Kanwil 2008 2009 Growth (%)
Medan 239.028 305.926 27.99
Pekanbaru 87.740 109.651 24.97
Padang 56.665 68.923 21.63
Palembang 104.191 144.134 38.34
Balikpapan 305.659 393.096 28.61
Manado 518.399 624.481 20.46
Makassar 692.568 844.201 21.89
Denpasar 1.011.142 1.186.919 17.38
Jakarta I 435.874 479.526 10.01
Jakarta II 326.670 402.222 23.13
Bandung 467.178 561.585 20.21
Semarang 872.329 1.047.543 20.09
Surabaya 950.522 1.019.839 7.29
SELINDO 6.067.965 7.188.046 18.46
Tabel 3. Kredit Cepat dan Aman (KCA) Selindo Outstanding Loan-Uang Jaminan
Kanwil 2008 2009 Growth (%)
Medan 439.242.294 656.455.326 48.39
Pekanbaru 184.570.664 269.962.782 46.27
Padang 123.360.271 184.091.953 49.23
Palembang 201.312.201 315.426.318 56.69
Balikpapan 562.387.144 855.454.969 52.11
Manado 632.649.231 916.241.331 44.83
Makassar 908.931.319 1.353.777.925 48.94
Denpasar 943.488.561 1.391.433.495 47.48
Jakarta I 876.713.419 1.157.542.289 32.03
Jakarta II 797.997.002 1.136.410.586 42.41
Bandung 577.199.947 855.292.885 48.18
Semarang 827.827.006 1.302.390.760 57.33
Surabaya 1.014.475.370 1.470.847.720 44.99
SELINDO 8.090.154.429 11.865.328.339 46.99
Terapkan dalam penaganan nasabah oleh Perum Pengadaian adalah :
1. Cost Superior, seperti efesiensi dalam hal operasional
2. High Super Quality, memberikan kualitas pelayanan yang cepat
3. High Super Innovation, membuat produk baru dan mengembangakan prinsip
Corporate Social Responsibility (CSR)
4. High Super Customer Responsive, memhami keinginan nasabah.
Alat-alat dalam measurement perkembangan Perum Pengadaian :
1. Jumlah nasabah
2. Outlet pelayanan yang makin bertambah
3. Kualitas dan Kuantitas
4. Pricing Strategi, dalam pemberian bungan yang relatif lebih ringan
5. Size Perusahaan dan sales masing-masing outlet
Alasan Memilih Perum Pengadaian :
Dengan memperhatikan keberhasilan perum pegadaian timbul beberapa pertanyaan
antara lain:
a) Faktor-faktor apa yang sesungguhnya mempengaruhi keberhasilan lembaga tersebut
dalam menyalurkan dana pinjaman untuk masyarakat;
b) Apakah perum pegadaian layak menjadi lembaga perkreditan untuk mendukung
komitmen pemberdayaan UMKM serta;
c) Apakah diperlukan adanya lembaga perkreditan untuk UMKM (yang mengadopsi
beberapa prinsip kerja dan karakter perum pegadaian sebagai lembaga perkreditan).
Pertanyaan ini mungkin akan terjawab dengan memperhatikan beberapa prinsip dan
karakter perum pegadaian yang berbeda dengan lembaga perkreditan formal lainnya.
Operasional dalam Perum Pengadaian
1. Prinsip Kerja Operasional Perum Pegadaian
Beberapa prinsip yang dianut perum pegadaian sebagai lembaga perkreditan rakyat
(istilah yang dipakai sejak jaman kolonial) adalah sebagai berikut :
a. Memberikan pelayanan yang mudah dan cepat untuk rakyat yang
tidakberpendidikan atau berpendidikan rendah. Pada saat sebelum Kemerdekaan
ditiap pegadaian disiapkan juru gadai. Juru gadai bertugas membantu nasabah
untuk mendapatkan pinjaman, mulai dari pengisian formulir, sampai dengan
menghitung uang yang dipinjam dari loket. Selain itu menjadi petugas tetap yang
mendampingi kliennya dan jika perlu akan datang dari rumah ke rumah untuk
mengingatkan nasabah atas pinjamannya;
b. Menetapkan tingkat bunga berdasarkan kemampuan nasabah. Untuk itu,
pegadaian setiap saat akan mengevaluasi kemampuan nasabah untuk membayar
pinjamannya. Sekiranya nasabah dinilai mampu membayar pada tingkat bunga
tertentu maka tingkat bunga tersebut akan dipertahankan atau bahkan mungkin
ditingkatkan;
c. Menetapkan batas pinjaman maksimal berdasarkan taksiran nilai jual maksimal
agunan pada waktu batas akhir pembayaran. Jadi besar pinjaman bervariasi
berdasarkan jangka waktu pinjaman. Semakin lama waktu pinjaman maka nilai
maksimal pinjaman semakin kecil. Misalnya untuk satu tahun adalah 60% dari
nilai agunan, sedangkan untuk tiga bulan biasanya mencapai 80% dari nilai
agunan;
d. Tidak membatasi tujuan penggunaan pinjaman atau nasabah bebas/boleh
menggunakan pinjaman untuk tujuan apa saja;
e. Pembangunan dan operasionalisasi pegadaian dikoordinasikan dengan pemerintah
daerah, dan memperhatikan saran-saran dari pemerintah daerah.
2. Karakter Spesifik Perum Pegadaian Ditandai dengan :
a. Kemudahan prosedur pinjaman
Hal ini merupakan salah satu faktor yang sangat besar
pengaruhnya terhadap perolehan pangsa pasar perum
pegadaian. Kecepatan perolehan kredit dari perum pegadaian
nampak sulit tertandingi oleh berbagai lembaga perkreditan
formal (kecuali oleh para pelepas uang/rentenir). Dalam
memberikan pinjaman, sistem administrasi yang digunakan oleh
perum pegadaian sangat sederhana, yaitu hanya mengisi
formulir aplikasi dan menunjukan identitas diri (KTP atau SIM).
Prosedur yang sangat sederhana memungkinkan proses
pemberian pinjaman dapat dilakukan dalam waktu yang relatif
sangat cepat yaitu antara 8 sampai dengan 23 menit, dengan
rata-rata 12,41 menit.
b. Keragaman agunan
Perum pegadaian menjadi lembaga paling favorit bagi kelompok
orang berpenghasilan menengah kebawah. Lembaga ini tetap
merupakan perusahaan yang berorientasi profit, yang
diindikasikan dari diberlakukannya pendekatan keamanan kredit
dalam bentuk agunan.
Perbedaan perum pegadaian dengan lembaga-lembaga
perkreditan formal lainnya dari aspek agunan adalah
persyaratan agunan yang sedemikian sederhana (bukan hanya
barang modal tetapi juga barang konsumsi) dari kain sarung,
perabot rumah tangga, barang pecah belah, sampai perhiasan
emas dan mobil.
c. Fleksibelitas bunga dan pengembalian pinjaman
Dari aspek bunga, perum pegadaian juga menetapkan suku
bunga yang relatif tinggi yaitu mencapai 1,75% per dua minggu,
3,5% per bulan atau 42% per tahun. Pembayaran bunga dapat
dilakukan tidak harus bersamaan dengan pengembalian kredit
(dapat membayar bunganya saja). Dengan membayar bunga
waktu pengembalian dapat diperpanjang sehingga waktu
pinjaman dapat terus diperpanjang jika nasabah dapat
membayar bunga.
d. Tidak menilai karakter Peminjam
Pegadaian tidak memperhatikan karakter peminjam dan kondisi
perekonomian. Satu hal lagi yang paling spesifik dari lembaga ini
adalah penggunaan pinjaman tidak terikat, atau pinjaman dapat
digunakan untuk segala keperluan, termasuk untuk berjudi atau
untuk biaya pernikahan.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Perkembangan dan strategi yang ditempuh dari tahun 2002 hingga tahun 2009
mencapai hasil yang cendrung meningkat seiring dengan asset, profit yang sesuai
dengan visi dan misi perusahaan.
2. Perum Pengadaian memiliki deferensiasi dan identitas tersendiri yang
dibandingkan dengan kompetitor mereka.
Saran
1. Seiring dengan perkembangan dan bertambahnya unit diiringi dengan
peningkatan sistem informasi dan intarner.
2. seiring dengan perkembangan Perum Pengadaian, baiknya Perum Pengadaian
menerbitkan saham dan menuju Perusahaan Go Public, sehinga tercipta Image
perusahaan yang lebih baik.
Top Related