26
LAMPIRAN
27
28
29
30
31
32
Refleksi Mengajar
Hari/Tanggal : Senin, 29 Juli 2019
Mata Pelajaran : Seni Budaya dan Prakarya
Kelas : III (tiga)
Ketegasan Guru dalam Kegaiatan Belajar Mengajar
Hari semakin siang menunjukkan pukul 13.10 yang memberikan tanda
bahwa saya harus mengajar mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya
(SBdP). Suasana kelas semakin ribut dan saya tetap berusaha untuk
menenangkan siswa. Kemudian saya melaksanakan kegiatan pembuka
dengan baik dan masuk ke dalam kegiatan inti. Siwa memang senang dan
antusias ketika mengikuti saya memperagakan gerak kuat dan gerak lemah
dalam tarian. Mereka juga dapat mengerjakan tugas dengan baik karena
media yang saya gunakan cukup membuat mereka nyaman. Tugas ini
dikerjakan secara berkelompok, setiap kelompok teridiri dari 4-5 orang.
Tugasnya adalah mereka harus menuliskan terlebih dahulu bagian tubuh
yang digerakkan dan bentuk gerakkannya berdasarkan gambar yang saya
tampilkan pada layar TV kemudian memperagakannya di depan kelas.
Selama saya menjelaskan materi saya semakin merasa kewalahan
dalam menenangkan mereka. Diantara mereka ada dua orang yang saya
minta duduk di depan kelas akan tetapi setelah saya meminta mereka duduk
kembali ke tempatnya mereka tetap mengobrol dan jalan-jalan di dalam
kelas, dan bahkan mereka mau duduk di depan kelas lagi. Bagian yang
membuat saya senang adalah ketika mereka bisa menjawab pertanyaan
dengan benar bedasarkan gambar yang ditampilkan. Walaupun kesehatan
menurun dan mulai pusing, ketika mereka bisa menjawab benar adalah
sukacita terbesar buat saya. Akan tetapi bagian yang membuat saya tidak
senang adalah ketika selama proses pengerjaan tugas tersebut, ada satu
kelompok yang mengerjakannya dalam waktu yang sangat lama dan bahkan
ketika teman-temannya sudah memperagakan gerak kuat dan lemah di
depan kelas, mereka masih menulis jawabannya.
33
Kelompok tersebut lama mengerjakan karena mereka masih
mengobrol dengan teman dan mengurus alat tulisnya. Saya sudah datang ke
meja mereka dan meminta mereka untuk mengerjakan tapi mereka malah
melaporkan hal yang tidak mereka sukai dari teman mereka. Dari kejadian
ini saya terinspirasi untuk menampilkan jam digital, lebih tegas lagi dan
saya ingin mengetahui faktor penyebab yang lain mengapa siswa
memproses dengan lama instruksi yang diberikan oleh guru sementara
teman-teman yang lain bisa memproses dengan cepat. Jika ditinjau dari
kekristenan, hal ini sangat penting karena guru memiliki tanggungjawab
yang besar bukan hanya dalam mengajar namun dalam mendidik. Dengan
mengetahui faktor tersebut kita bisa mengambil tindakan yang tepat dan
melatih diri untuk tetap bersabar dan peduli dengan sesama.
Secara keseluruhan masalah utama saya adalah kurang bisa
memanajemen kelas dengan baik dan belum menunjukkan ketegasan.
Menurut (Amir, 2015, p. 54) “Guru harus bisa bersikap tegas, terutama
bersikap tegas kepada anggota yang melakukan pelanggaran. Tegas bukan
berarti keras dan marah.” Setelah pembelajaran selesai, mentor saya
mengatakan bahwa “keributan yang dibuat siswa itu lumrah terjadi karena
kamu baru hari pertama mengajar, mereka menganggap kamu sebagai
kakaknya, sehingga mereka belum bisa menunjukkan sikap hormat, jadi
kewibawaan guru sangat diperlukan”. Dari pembicaraan tersebut saya
memutuskan untuk mengitung 1-5, jika masih ada siswa yang mengobrol,
melamun dan jalan-jalan di dalam kelas saya akan menuliskan namanya di
atas papan tulis.
Daftar Pustaka
Amir, M. (2015). Rahasia mengajar dengan kreatif, inspiratif dan cerdas. Depok:
Logika Galileo.
34
Refleksi Mengajar
Mata Pelajaran : Seni Budaya dan Prakarya
Hari/Tanggal : Selasa, 30 Juli 2019
Kelas : III (tiga)
Pengelolaan Waktu Dalam Mengajar
SBdP adalah pelajaran terakhir yang saya ajarkan hari ini, sebelumnya
ada PPKN dan Matematika. Saya tetap menerapkan punishment kepada
siswa dan hal itu cukup efektif bagi siswa. Salah seorang siswa yang pada
hari Senin 29 Juli 2019 menawarkan diri untuk duduk di depan kelas sudah
tidak berani lagi mengatakan hal demikian dan tidak mau duduk di depan
kelas ketika saya menyuruhnya. Saya mulai mengajar SBdP pukul sekitar
12.35 WIB sampai pukul 13.45 WIB. Di jam pelajaran ini biasanya siswa
mulai mengantuk dan bosan mendengarkan penjelasan dari guru. Akan
tetapi, hampir semua siswa terlihat bersemangat dan tetap fokus, walaupun
siswa yang berinisial JD masih saja melamun saat guru menjelaskan materi.
Bukan hanya pada saat saya mengajar akan tetapi hal itu ia lakukan ketika
guru yang lain mengajar. Ketika siswa mulai terlihat lemas saya bertanya
dengan suara lantang “mana semangatmu!”, kemudian mereka menjawab
dengan suara yang sangat keras “ini semangatku!”. Hal yang terjadi
selanjutnya adalah siswa memperagakan dengan gembira aktivitas manusia
dalam kehidupan sehari-hari dan menjawab pertanyaan dari saya. Salah satu
pertanyaan saya adalah “kalau menyapu itu gerakannya bagaimana?”,
kemudian seorang siswa mau memperagakannya.
Pada hari ini, saya merasa senang dan tidak merasa lelah sama sekali
karena siswa begitu semangat dan punishment yang saya terapkan cukup
efektif untuk menenangkan mereka. Bagian yang membuat saya puas adalah
ketika siswa dapat memperagakan aktivitas manusia dengan antusias dan
ada keinginan mau belajar dari kesalahan. Namun bagian yang membuat
saya tidak puas adalah saya tidak membagi mereka dalam setiap
kelompok,sementara pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) saya
35
mengharapkan mereka bisa bekerjasama dalam kelompok, akan tetapi
karena sisa waktu masih banyak jadinya saya mengambil penilaian per
individu. Hal itu saya lakukan juga supaya saya bisa membimbing mereka
satu persatu dan mentor saya juga menyarankan untuk dinilai secara
individu.
Pada awalnya saya beramsumsi bahwa siswa sulit memperagakan
aktivitas manusia, sehingga saya meminta 2 jam pelajaran untuk mengajar
kepada mentor. Namun ternyata siswa dengan sangat mudah memperagakan
aktivitas manusia sehingga waktu tersisa banyak. Dari hal kejadian ini saya
belajar untuk lebih mengenal sejauh mana pengetahuan dan kemampuan
siswa sehingga alokasi waktu yang dibutuhkan sesuai. Saya merasa bersalah
karena seharusnya waktu tersisa banyak dapat digunakan oleh mentor saya
untuk menyelesaikan Tema 1. Jika ditinjau dari prespektif Kristen hal ini
sangat penting karena waktu yang telah berlalu tidak akan terulang lagi,
sehingga harus digunakan dengan bijak. “Guru memiliki peran untuk
memulai dan mengakhiri kegiatan pada unit tertentu. Agar peran ini berjalan
efektif maka seorang guru perlu memiliki kemampuan dalam hal mengelola
waktu pembelajaran”. (Tokan, 2016).
Oleh karena itu, sebelum mengajar saya harus mengetahui dengan benar
pengetahuan awal (prior knowledge) siswa sehingga saya dapat dengan
bijak merencanakan alokasi waktu. Walaupun saya telah menuliskan
diagnosanya pada RPP, namun hal itu masih kurang mendasari saya untuk
dapat mengalokasikan waktu dengan baik.
Daftar Pustaka
Tokan, R. I. (2016). Manajemen penelitian guru untuk pendidikan bermutu.
Jakarta: Grasindo.
36
Refleksi Mengajar
Hari/Tanggal : Rabu, 31 Juli 2019
Mata pelajaran : Budi Pekerti
Kelas : III (tiga)
Taat dan Konsisten terhadap Peraturan
Hari ini saya mengajar terakhir kalinya, mata pelajaran Budi
Pekerti dan menjelaskan materi tentang “Kehormatan Diri”. Ketika saya
bertanya kepada siswa materi apa yang telah dipelajari minggu lalu, siswa
terdiam dan tidak menjawab apa-apa, sehingga saya memberikan klu dan
akhirnya mereka bisa menjawab pertanyaan saya. Pada kegiatan
pembelajaran hari ini keributan siswa di dalam kelas dapat terkendali,
sehingga materi yang saya ajarkan tidak terhambat. Sebelum menjelaskan
materi saya menyampaikan bahwa kita akan menonton sebuah video, dan
hal ini membuat mereka semangat dan fokus mendengarkan penjelasan dari
saya. Bagian tersebut juga merupakan hal yang membuat saya senang dan
bersemangat untuk mengajar sehingga saya tidak perlu menjabarkannya
kembali pada paragraph berikutnya.
Siswa tidak mempunyai buku cetak/pegangan mata pelajaran Budi
Pekerti, sehingga saya meminta siswa untuk menulis materi yang saya tulis
di papan tulis. Sekolah dimana saya praktek mewajibkan siswanya untuk
menggunakan huruf bersambung ketika menulis hal apapun. Sebelum
mengajar untuk pertama kalinya, biasanya saya menggunakan huruf
bersambung ketika menulis di papan tulis. Akan tetapi karena saya melihat
beberapa guru menggunakan huruf lepas ketika menulis di papan tulis maka
saya berpikir bahwa tidak masalah jika saya melakukan hal yang sama.
Akan tetapi, alasan yang saya berikan ini seakan-akan menyalahkan orang
lain atas kesalahan saya sendiri seperti halnya Adam menuduh Hawa dan
Hawa menuduh si Ular. Bagian itulah yang membuat saya kurang puas,
seharusnya saya tetap menaati peraturan bagaimanapun pengaruh dari luar
namun saya melanggarnya. Pada hari ini saya merasa bersalah telah
menggunakan huruf lepas dan saya merasa bahwa penggunaan huruf lepas
37
itu adalah memulai menghapus kebiasaan siswa untuk menggunakan huruf
bersambung. Saya takut jika anak-anak meniru menggunakan huruf lepas
sementara mereka diwajibkan untuk menulis bersambung.
Dari pengajaran saya hari ini, saya belajar untuk menjadi pribadi yang
taat dan konsisten. Guru memiliki pengaruh yang besar bagi siswa, ketika
mereka melihat apa yang dilakukan oleh guru mereka akan menirunya.
“Siswa akan selalu mengikuti dann meniru apa yang ditampilkan oleh
gurunya” (FIP-UPI, 2007 , p. 13). Secara tidak langsung mereka belajar
untuk menjadi taat dan konsisten terhadap peraturan yang berlaku. Jika
ditinjau dari prespektif Kristen, hal ini sangat penting karena Tuhan
menghendaki umat-Nya untuk taat dan konsisten sekalipun pada perkara
yang kecil, namun saya mengajari anak-anak untuk tidak taat dan tidak
konsisten melalui penggunaan huruf lepas yang saya gunakan ketika
menulis. Walaupun saya tidak mengajar lagi, saya akan belajar taat dan
konsisten menggunakan huruf bersambung ketika menulis sesuatu, hal ini
bisa saya lakukann ketika memperbaiki kesalahan penulisan pada agenda
siswa dan ketika mengoreksi hasil kerja siswa.
Daftar Pustaka
FIP-UPI, T. p. (2007 ). Ilmu dan aplikasi pendidikan. Bandung: PT Imperial
Bhakti Utama.
Top Related