Download - L. Farfis Perc. 2 (Kelarutan Semu)

Transcript

KELARUTAN SEMU/TOTAL (APPARENT SOLUBILITY)A. TUJUANTujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh pH larutan terhadap kelarutan bahan obat yang bersifat asam lemah.

B. LANDASAN TEORIIstilah kelarutan dalam pengertian umum kadang-kadang perlu digunakan, tanpa mengindahkan perubahan kimia yang mungkin terjadi. Pernyataan kelarutan zat dalam bagian tertentu pelarut adalah kelarutan pada suhu 20o dan kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian bobot zat padat atau 1 bagian volume zat cair larut dalam bagian volume tertentu pelarut (Anonim, 1979).Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen (Martin, dkk., 1999).Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia senyawa obat yang penting dalam meramalkan derajat absorpsi obat dalam saluran cerna. Obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air (poorly soluble drugs) seringkali menunjukkan ketersediaan hayati rendah dan kecepatan disolusi merupakan tahap penentu (rate limiting step) pada proses absorpsi obat (Zaini, dkk., 2011).Daya kelarutan suatu zat berkhasiat memegang peranan penting dalam formulasi suatu sediaan farmasi. Lebih dari 50% senyawa kimia baru yang ditemukan saat ini bersifat hidrofobik. Kegunaan secara klinik dari obat-obat hidrofobik menjadi tidak efisien dengan rendahnya daya kelarutan, dimana akan mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut di dalam tubuh. Kelarutan suatu zat berkhasiat yang kurang dari 1 mg/ml mempunyai tingkat disolusi yang kecil karena kelarutan suatu obat dengan tingkat disolusi obat tersebut sangat berkaitan (Jufri, dkk., 2004).Dalam proses kelarutan dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yaitu yang pertama interaksi solut dan solven, pada kondisi tertentu, zat mempunyai kelarutan tertentu pula. Kemampuan berinteraksi antara solut dan solven sangat tergantung pada sifat solut maupun sifat solven, yang dipengaruhi efek kimia, elektrik maupun struktur. Yang kedua pH, bentuk terion suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut air daripada bentuk tak terion. Kelarutan obat yang bersifat asam lemah sebagai fungsi pH dalam larutan dapat dinyatakan dengan persamaan Henderson-HasselbalchpH = pKa + log denganS = konsentrasi zat terlarut totalSo = konsentrasi zat yang tak terionkanKelarutan basa lemah akan turun dengan naiknya pH sedangkan asam lemah akan meningkat kelarutannya dengan naiknya pH. Banyak obat-obat penting termaksud dalam kelompok asam lemah dan basa lemah. Obat-obat ini berekasi dengan dengan asam lemah dan basa kuat serta dalam jarak pH tertentu berada sebagai ion yang biasanya larut dalam air. Apabila larutan berada pada pH di mana obat semuanya berbentuk ion, maka larutan tersebut bersifat sebagai larutan elektrolit kuat dan kelarutan bukan merupakan masalah yang serius. Tetapi, apabila pH disesuikan harga pH di mana molekul tidak terdisosiasi diproduksi dalam konsentrasi yang cukup untuk mencapai kelarutan dalam bentuk ini, terjadilah pengendapan yang ketiga tekanan, pada umumnya, tekanan mempunyai efek sangat kecil terhadap kelarutan zat cair atau zat padat dalam pelarut zat cair. Pada umumnya perubahan volume larutan kecil dikarenakan tekanan, sehingga tekanan yang diperlukan akan sangat besar untuk mengubah kelarutan zat (Martin, dkk., 1990).Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang digunakan oleh semua mahkluk untuk bagian dalam maupun bagian luar, guna mencegah, meringankan, maupun menyembuhkan penyakit. Menurut undang-undang, yang dimaksud dengan obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan, termasuk memperelok tubuh atau bagian tubuh manusia (Syamsuni, 2006).Absorpsi obat sukar larut atau praktis tidak larut dalam air yang digunakan peroral sangat dipengaruhi oleh laju pelarutan. Ada beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap proses absorpsi, antara lain kelarutan obat. Obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air, laju pelarutan sering kali merupakan tahap yang paling lambat, oleh karena itu mengakibatkan terjadinya efek penentu kecepatan terhadap bioavailabilitas obat. Tahap yang paling lambat di dalam suatu rangkaian proses kinetik disebut tahap penentu kecepatan (rate-limiting step) (Zulkarnain, dkk., 2008 ).

C. ALAT DAN BAHAN1. Alat Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah :a. Batang pengadukb. Corong c. Gelas kimia 100 mLd. Gelas ukur 10 mLe. Labu takar 50 mLf. Oven g. Pipet tetesh. Rak tabung reaksii. Tabung reaksij. Sendok tandukk. Timbangan analitik

2. Bahan Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah :a. Akuades (H2O)b. Aluminium foilc. Asam benzoat (C7H6O2)d. Asam salisilat (C7H6O3)e. Kertas saringf. Natrium salisilat (C7H5NaO3)g. Larutan dapar pH 2,70; 3,17; 3,22; dan 3,30D. PROSEDUR KERJA

FiltratDikeringkan dalam ovenDitimbang Dihitung asam benzoat yang larutDihitung konsentrasi yang larutDipipet 10 mLDitambahkan 0,2 gr asam benzoatDikocok selama 15 menitDisaring menggunakan kertas saring yang telah ditimbangBerat endapan asam benzoat :pH 2,70 = 1,16 grampH 3,17 = 1,18 grampH 3,22 = 1,23 grampH 3,30 = 1,18 gramSisa asam benzoat + kertas saringLarutan DaparpH 2,70pH 3,17pH 3,22pH 3,30

E. HASIL PENGAMATAN1. Tabel Hasil Pengamatan

No.pHBerat Kertas Saring (g)Asam Benzoat Tidak Larut (g)(Berat Kertas Saring Akhir-Awal)

AwalAkhir

1.2,701,0381,1611,161 - 1,038 = 0,123

2.3,171,0481,1841,184 - 1,048 = 0,136

3.3,221,0361,2321,232 - 1,036 = 0,196

4.3,301,0951,1861,186 - 1,095 = 0,091

2. Analisis Dataa) Massa asam benzoat yang larut pH 2,70Massa asam benzoat= massa benzoatawal - massa benzoattidak larut= 0,2 gram 0,123 gram= 0,077 gram pH 3,17Massa asam benzoat= massa benzoatawal - massa benzoattidak larut= 0,2 gram 0,136 gram= 0,064 gram

pH 3,22Massa asam benzoat= massa benzoatawal - massa benzoattidak larut= 0,2 gram 0,196 gram= 0,004 gram pH 3,30Massa asam benzoat= massa benzoatawal - massa benzoattidak larut= 0,2 gram 0,091 gram= 0,109 gramb) Menghitung kelarutan intrinsik (So) pH 2,70So = x = x = 0,063 M pH 3,17So = x = x = 0,052 M pH 3,22So = x = x = 0,003 M pH 3,30So = x = x = 0,089 M

c) Untuk menghitung konsentrasi kelarutan semu (S) Untuk pH 2,70

0,065 M Untuk pH 3,17

0,056 M Untuk pH 3,22

0,003 M Untuk pH 3,30

0,100 M

3. Tabel KelarutanpH Asam BenzoatKelarutan Semu Asam Benzoat

2,700,065 M

3,170,056 M

3,220,003 M

3,300,100 M

4. Kurva

F. PEMBAHASANKelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut sampai membentuk larutan jenuh. Larutan dikatakan jenuh pada temperatur tertentu, bila larutan tidak dapat melarutkan lebih banyak zat terlarut. Bila jumlah zat terlarut kurang dari larutan jenuh disebut larutan tidak jenuh. Dan bila jumlah zat terlarut lebih dari larutan jenuh disebut larutan lewat jenuh .Kelarutan semu merupakan keadaan dimana suatu zat terlarut seolah-olah telah larut seluruhnya dan zat pelarut, namun sebenarnya masih terdapat bagian zat terlarut yang tidak larut (Yanti, 2012). Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Kelarutan suatu zat (dalam hal ini obat) dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah pH. Banyak obat-obat penting yang termasuk ke dalam kelompok asam lemah dan basa lemah. Obat-obat ini bereaksi dengan asam lemah dan basa kuat serta dalam jarak pH tertentu berada sebagai ion yang biasanya larut dalam air. Jika pH dinaikkan, maka kelarutannya pun akan meningkat, karena selain terbentuk larutan jenuh obat dalam bentuk molekul yang tidak terionkan (kelarutan intrinsic) juga terlarut obat yang berbentuk ion (Sakinah, 2012).Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kelarutan adalah temperatur, jenis pelarut, bentuk dan ukuran partikel, konstanta dielekrik pelarut, dan surfaktan, serta efek garam. Semakin tinggi temperature maka akan mempercepat kelarutan zat, semakin kecil ukuran partikel zat maka akan mempercepat kelarutan zat, dan dengan adanya garam akan mengurangi kelarutan zat.Seringkali zat terlarut lebih lebih larut dalam campuran pelarut daripada dalam satu pelarut saja. Gejala ini dikenal dengan melarut bersama (co-solvency) dan pelarut yang dalam kombinasi menaikkan kelarutan zat disebut co-solvent (Erindyah, 2005).Tidak semua asam benzoat larut kedalam dapar fosfat, sehingga asam benzoat yang tidak larut disaring dengan menggunakan kertas saring. Tujuan penyaringan ini adalah untuk mendapatkan endapan asam benzoat yang bebas (terpisah) dari larutan dapar fosfat. Endapan asam benzoat yang di simpan pada kertas saring selanjutnya di masukkan ke dalam oven agar mengalami pengeringan dengan cara di panaskan. Lamanya pemanasan dalam oven tidak dapat kita tentukan waktunya tetapi kita dapat mengetahui nya dengan cara memperhatikan kertas saring yang kita jadikan alas atau pembungkus endapan asam benzoat. Apabila kertas saringnya mulai mengkerut dan kita pegang kertasnya sudah mengeras maka endapan asam benzoate dikeluarkan dari oven lalu ditimbang satu per satu kertas saring di penimbangan neraca analitik. Hubungan antara pH dan kelarutan semu itu berbanding lurus. Jika pHnya dinaikkan, maka kelarutannya akan meningkat. Jadi semakin besar pH larutan dapar fosfat yang diberikan maka akan semakin besar pula kelarutan semu dari asam benzoat. Percobaan ini menggunakan sampel asam benzoat sebesar 0,2 gram dan dilarutkan masing-masing kedalam 10 ml larutan buffer dengan pH 2,70; 3,17; 3,22; dan 3,30. Setelah itu dikocok hingga terbentuk larutan jenuh. Hal tersebut bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi sekaligus mempercepat terbentuknya larutan jenuh dari larutan asam benzoat. Kemudian larutan disaring dengan menggunakan kertas saring yang sebelumnya berat bersihnya telah timbang, lalu dikeringkan dengan menggunakan oven yang kemudian ditimbang berat sampelnya yang tidak larut. Penimbangan dan pengeringan kertas saring ini bertujuan agar pada saat penimbangan berat sampel (asam benzoat) yang tidak larut, dapat diperoleh berat bersihnya saja sehingga tidak akan berpengaruh pada perhitungan kelarutan semunya. Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan hasil bahwa kelarutan semu asam benzoat pada pH 2,70 sebesar 0,065 M ; pH 3,17 sebesar 0,056 M ; pH 3,22 sebesar 0,003 M ; dan pH 3,30 sebesar 0,100 M. Pada pH 3,22 nilai kelarutan semu asam benzoat mendapatkan konsentrasi terendah. Seharusnya semakin tinggi nilai pH, maka semakin tinggi pula nilai kelarutan asam benzoat. Hal ini mungkin disebabkan karena peralatan yang tidak steril, kesalahan dalam penimbangan, waktu pengeringan yang terlalu cepat sehingga masih terdapat kandungan air, kesalahan dalam waktu menghomogenkan sampel dalam tabung reaksi dimana tidak semua sampel dihomogenkan pada waktu yang sama (15 menit) sehingga ada sampel yang tidak larut semestinya, kesalahan dalam pembuatan dan penyimpanan reagen sehingga kemungkinan terjadi perubahan pH pada larutan dapar, mengocok dengan menggunakan cara manual dimana pada saat pengocokan, cara pengocokan dan tenaga yang digunakan tiap praktikum berbeda-beda, serta pada saat memasukkan asam benzoat ke dalam tabung reaksi ada yang tumpah, tidak masuk ke dalam tabung reaksi atau masih ada asam benzoat yang tersisa pada kertas saring.Kelarutan semu dapat diaplikasikan dalam bidang farmasi. Pengaplikasiannya antara lain digunakan dalam pembuatan larutan farmasetika, dapat membantu dalam menentukan pelarut yang tepat untuk sediaan obat, dan dapat digunakan untuk uji kemurnian.

G. KESIMPULANBerdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan bahwa pH mempengaruhi kelarutan asam benzoat (asam lemah), di mana semakin tinggi nilai pH, maka semakin tinggi pula nilai kelarutan asam benzoat (asam lemah).

DAFTAR PUSTAKADitjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Erindyah, R.W., dan Sukmawati, A., 2005, Peningkatan Kelarutan Pentagamavunon-1 melalui Pembentukan Kompleks dengan Polivinilpirolidon, Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Volume 6 Nomor 2.

Jufri, M., Binu, A., Rahmawati, J., 2004, Formulasi Gameksan dalam Bentuk Mikroemulsi, Majalah Ilmu Kefarmasian, Volume 1 Nomor 3, halaman 160.

Martin, A., James, S., Arthur, C., 1999, Farmasi Fisik, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Martin, A., Swarbrick, J., Cammarata, A., 1990, Farmasi Fisik Edisi ketiga, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Syamsuni, H.A., 2006, Ilmu Resep, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Zaini, E., Halim, A., Soewandhi, S.N., Setyawan, D., 2011, Peningkatan Laju Pelarutan Trimetoprim Melalui Metode Ko-Kristalisasi dengan Nikotinamida, Jurnal Farmasi Indonesia, Volume 5 Nomor 4, halaman 205.

Zulkarnain, A.K., Kusumawida, A., Kurniawati, T., 2008, Pengaruh Penambahan Tween 80 dan Polietilen Glikol 400 Terhadap Absorpsi Piroksikam Melalui Lumen Usus In Situ, Majalah Farmasi Indonesia, Volume 19 Nomor 1, halaman 25-26.