1
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN
PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI PADA IBU
POST PARTUM DI RSUD PARIAMAN
TAHUN 2012
Proposal Karya Tulis Ilmiah
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan
Proposal Karya Tulis Ilmiah Pendidikan Diploma III Kebidanan
Oleh :
OKTA NIRMALA DEWI NIM. 100201035
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN
STIKES PIALA SAKTI
PARIAMAN
2013
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti haturkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah
(KTI) ini dengan baik. Adapun Proposal Karya Tulis Ilmiah ini berjudul
“Hubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga dengan Pelaksanaan
Inisiasi Menyusu Dini Pada Ibu Post Partum di RSUD Pariaman Tahun
2012”. Dalam menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini, peneliti banyak
mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini
peneliti menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Bapak Prof. DR. H. Yunazar Manjang, direktur STIKES Piala Sakti Pariaman,
dan Dosen Pembimbing yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran
dalam perkuliahan.
2. Staf Dosen STIKES Piala Sakti Pariaman yang telah membimbing selama
perkuliahan, serta segenap karyawan Akademik yang telah memberikan
pelayanan terbaik kepada peneliti.
3. Kepada orang tua dan orang-orang terdekat peneliti yang telah memberikan
dorongan moril dan materil dalam penyelesaian Proposal KTI ini.
4. Rekan-rekan mahasiswa Stikes Piala Sakti Pariaman yang telah banyak
membantu dalam diskusi dan perkuliahan.
ii
Peneliti menyadari penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh
dari sempurna. Untuk itu peneliti dengan hati terbuka bersedia menerima kritikan
dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.
Pariaman, Januari 2013
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................i
DAFTAR ISI ......................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................1
1.2 Perumusan Masalah ....................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................6
1.5 Ruang Lingkup ..........................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKAAN
2.1 Konsep Berat Badan ...................................................................7
2.1.1 Pengertian Berat Badan ...............................................8
2.1.2 Berat Badan Ideal .........................................................8
2.2 Konsep Hipertensi ......................................................................8
2.2.1 Pengertian Hipertensi ...................................................8
2.2.2 Klasifikasi Hipertensi ...................................................8
2.2.3 Penyebab Hipertensi .....................................................9
2.3 Konsep Lansia ............................................................................11
2.3.1 Pengertian Lansia ............................................................12
2.3.2 Batas-batas Lansia ..........................................................13
2.3.3 Perubahan-Perubahan Yang Terjadi pada Lanjut Usia ...13
2.4 Kerangka Teori ...........................................................................14
2.5 Kerangka Konsep .......................................................................17
2.6 Defenisi Operasional ...................................................................18
iv
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ...........................................................................19
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................19
3.3 Populasi dan Sampel .....................................................................19
3.4 Sumber Data ..................................................................................20
3.5 Teknik Pengumpulan Data ............................................................20
3.6 Cara Pengolahan Data ...................................................................21
3.7 Analisa Data .................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut the World Health Organization (WHO) setiap tahunnya
sekitar 132.000 bayi meninggal sebelum usia 1 tahun. Angka Kematian Bayi
(AKB) di Indonesia sendiri adalah sebesar 35 per 1000 kelahiran hidup (SDKI
2002-2003) masih diatas negara-negara seperti malaysia (7), Thailand (26),
Filipina (36), dan Singapura (3). Sekitar 40% kematian bayi tersebut terjadi
pada bulan pertama kehidupannya. (Depkes RI 2010).
Saat ini, angka kematian bayi di seluruh dunia setiap tahun mencapai
empat juta. Pada tahun 1997 lalu, dokter dari Swedia meneliti 72 ibu dan bayi.
Bayi yang tali pusatnya dipotong, dilap, dan langsung diletakkan di perut
ibunya dengan kulit bersentuhan memperlihatkan perkembangan menarik.
Ternyata, pada usia 20 menit, bayi merangkak di atas perut ibunya dalam
keadaan mata tertutup, persis anak kucing. Pada usia 50 menit, dia bisa
menemukan payudara ibunya sendiri. Tahun 2003-2004, sekelompok peneliti
dari Inggris meneliti 10.947 bayi yang diberi inisiasi yang benar di Ghana.
Hasilnya, bayi-bayi itu bukan hanya lebih mudah menyusu, tapi juga
menurunkan 22 % angka kematian bayi usia di bawah 28 hari. (Gupta, 2009 ;
18)
Pemerintah Indonesia mendukung kebijakan WHO dan Unicef yang
merekomendasikan inisiasi menyusu dini sebagai tindakan „penyelamatan
kehidupan‟. “Menyusu satu jam pertama kehidupan yang diawali dengan
2
kontak kulit antara ibu dan bayi dinyatakan sebagai indikator global. Ini
merupakan hal baru bagi Indonesia, dan merupakan program pemerintah,
sehingga diharapkan semua tenaga kesehatan di semua tingkatan pelayanan
kesehatan baik swasta, maupun masyarakat dapat mensosialisasikan dan
melaksanakan mendukung suksesnya program tersebut, sehingga diharapkan
akan tercapai sumber daya Indonesia yang berkualitas. (Depkes RI, 2009)
Saat ini di Indonesia angka kematian bayi masih sangat tinggi yaitu 35
tiap 1.000 kelahiran hidup, itu artinya setiap hari 250 bayi meninnggal, dan
sekitar 175.000 bayi meninggal sebelum mencapai usia satu tahun. Melakukan
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dipercaya akan membantu meningkatkan daya
tahan tubuh si bayi terhadap penyakit-penyakit yang beresiko kematian tinggi.
Misalnya kanker syaraf, leukimia, dan beberapa penyakit lainnya. (Syafrudin,
2008 ; 78).
Komplikasi dan kematian ibu maternal dan bayi baru lahir sebagian
besar terjadi pada masa disekitar persalinan, hal ini disebabkan pertolongan
tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi
kebidanan (profesional). Hasil pengumpulan data/indikator kinerja Statistical
Parametric Mapping (SPM) bidang kesehatan di 19 kabupaten/kota di Propinsi
sumatera barat pada tahun 2007 menunjukkan bahwa jumlah persalinan
108.781 jumlah persalinan ditolong tenaga kesehatan 90.142 (82,87 %),
dilihat untuk tahun 2006 yang ditolong oleh tenaga kesehatan mencakup 75,6
% adanya peningkatan yang ditolong oleh tenaga kesehatan pertanda
masyarakat telah meyadari arti pentingnya keselamatan sewaktu persalinan
3
dibantu oleh tenaga kesehatan yang terlatih. (Profil Kesehatan Propinsi
Sumatera Barat, 2007 ; 68).
Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumatera Barat (Sumbar) menempatkan
upaya menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi sasaran utama
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) kesehatan pada tahun 2009.
(Dinkes Sumbar, 2009).
Target Angka Kematian Bayi (AKB) itu adalah menjadi 28 orang per
1000 kelahiran hidup (KH) pada 2009 dari sebelumnya 32 orang per 1.000
kelahiran hidup ( KH) pada 2008, kata Kepala Dinkes Sumbar Dr. Rosnini
Savitri, M.Kes di Padang (Ulfah, 2009 ; 103).
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam menekan angka
kematian bayi (AKB), salah satunya dengan mencanangkan program Inisiasi
Menyusu Dini (IMD). Program ini diserukan karena tingkat kematian bayi
maupun ibu saat melahirkan masih sangat tinggi. Ternyata dengan program
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) ini. Sementara kalangan medis di barat malah
telah melaksanakan program ini sejak 10 tahun sebelumnya (Yuliarti, 2010 ;
23)
Banyak orang tua yang merasa kasihan dan tidak percaya seorang bayi
yang baru lahir dapat mencari sendiri susu ibunya. Ataupun rasa malu untuk
meminta dokter yang membantu persalinan untuk melakukannya. Begitu juga
dengan dokter atau bidan yang tidak mau direpotkan dengan kegiatan ini
sehingga akhirnya bayi tidak diberi kesempatan untuk melakukan ini (Santosa,
2004 ; 42).
4
Penelitian Fika dan Syafik (2003) dalam Roesli (2008) menunjukkan
bayi yang diberi kesempatan untuk menyusu dini, hasilnya delapan kali lebih
berhasil ASI ekslusif dibanding dengan bayi yang tidak diberi kesempatan
inisiasi menyusu dini.
Menurut Hatta (2008) dalam Roesli (2008 ; 66) “pengetahuan tentang
inisiasi menyusu dini belum banyak diketahui masyarakat, bahkan juga
petugas kesehatan. Hal ini wajar karena inisiasi menyusu dini adalah ilmu
pengetahuan yang baru bagi Indonesia”.
ASI sebagai makanan yang terbaik bagi bayi tidak perlu diragukan
lagi, namun akhir-akhir ini sangat disayangkan banyak diantara ibu-ibu
menyusu melupakan keuntungan menyusu. Maka untuk itu, perlu dilakukan
penelitian mengenai hubungan pengetahuan dan dukungan keluarga terhadap
pelaksanaan inisiasi menyusu dini . hal ini dapat membantu kesadaran ibu-ibu
tentang inisiasi menyusu dini ini, diharapkan dapat mengetahui bagaimana
pengetahuan dan dukungan keluarga dengan pelaksanaan inisiasi menyusu
dini.
Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUD Pariaman dari Januari
sampai dengan Desember tahun 2011 yaitu 200 kelahiran dan berdasarkan
keterangan yang penulis dapatkan dari tenaga kesehatan, pelaksanaan Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) di rumah sakit ini belum berjalan dengan baik.
Berdasarkan survey awal yang penulis lakukan di RSUD Pariaman
pada 10 orang ibu post partum ternyata 8 orang diantaranya tidak mengerti
tentang inisiasi menyusu dini, baik pengertian, manfaat maupun cara
pelaksanaannya, selain itu ibu-ibu itu juga mengatakan keluarganya tidak
5
pernah memberitahu maupun menyuruh melakukan inisiasi menyusu ini.
Sementara 2 orang ibu mengetahui tentang inisiasi menyusu dini dan memiliki
inisiatif sendiri dari dalam dirinya maupun dari keluarganya untuk
memberikan dukungan melakukan inisiasi menyusu dini pada bayi yang baru
dilahirkannya.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk
membahas lebih lanjut bagaimana hubungan pengetahuan dan dukungan
keluarga dengan pelaksanaan inisiasi menyusu dini pada ibu post partum di
RSUD Pariaman tahun 2012.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan pengetahuan dan dukungan
keluarga dengan pelaksanaan inisiasi menyusu dini pada ibu post partum di
RSUD Pariaman tahun 2012.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan dukungan keluarga
dengan pelaksanaan inisiasi menyusu dini pada ibu post partum di RSUD
Pariaman tahun 2012.
2. Tujuan khusus
a. Diketahuinya distribusi frekuensi pengetahuan dengan pelaksanaaan
inisiasi menyusu dini di RSUD Pariaman tahun 2012.
6
b. Diketahuinya distribusi frekuensi dukungan keluarga tentang
pelaksanaan inisiasi menyusu dini pada ibu post partum di RSUD
Pariaman tahun 2012.
c. Diketahuinya distribusi frekuensi pelaksanaan inisiasi menyusu dini
pada ibu post partum di RSUD Pariaman tahun 2012
d. Diketahuinya hubungan pengetahuan dengan pelaksanaan inisiasi
menyusu dini pada ibu post partum di RSUD Pariaman tahun 2012
e. Diketahuinya hubungan dukungan keluarga dengan pelaksanaan
inisiasi menyusu dini pada ibu post partum di RSUD Pariaman tahun
2012
D. Manfaat penelitian
1. Bagi peneliti
Penelitian ini akan bisa menambah wawasan penulis dalam
mempersiapkan, mengumpulkan, mengelolah, menganalisa, dan
mengimformasikan data hasil penelitian ini dan merupakan langkah awal
dalam pengabdian penulis sebagai calon bidan dalam memberikan
kontribusi ilmu pengetahuan tentang kesehatan, khususnya tentang inisiasi
menyusu dini.
2. Bagi ibu
Hasil penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan ibu-ibu
tentang pentingnya melakukan inisiasi menyusu dini pada bayi yang baru
dilahirkan.
7
3. Bagi RSUD Pariaman
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi RSUD dalam upaya
meningkatkan informasi mengenai inisiasi menyusu dini pada ibu-ibu post
partum
4. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan pustaka dan acuan dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang penelitian tentang inisiasi
menyusu dini dan dapat digunakan dimasa yang akan datang.
E. Ruang lingkup
Penelitian ini dilakukan di RSUD Pariaman tahun 2012 pada bulan Mei
s/d Juni 2012, tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan
dan dukungan keluarga dengan pelaksanaan inisiasi menyusu dini. Dalam
penelitian ini respondennya adalah ibu post partum. Pengambilan sampel pada
penelitian ini yaitu secara accidental sampling. Jenis penelitian deskriptif
analitik dengan pendekatan cross sectional study dimana variable independent
dan dependen diteliti dalam waktu yang bersamaan.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
1. Pengertian
Inisiasi menyusu dini (IMD) dalam istilah asing sering disebut
early inisiation adalah memberi kesempatan pada bayi baru lahir untuk
menyusu sendiri pada ibu dalam satu jam pertama kelahirannya (Roesli,
2008). Ketika bayi sehat di letakkan di atas perut atau dada ibu segera
setelah lahir dan terjadi kontak kulit ( skin to skin contact ) merupakan
pertunjukan yang menakjubkan, bayi akan bereaksi oleh karena
rangsangan sentuhan ibu, dia akan bergerak di atas perut ibu dan
menjangkau payudara.
Roesli (2010 ; 53), menyatakan inisiasi menyusu dini disebut
sebagai tahap ke empat persalinan yaitu tepat setelah persalinan sampai
satu jam setelah persalinan, meletakkan bayi baru lahir dengan posisi
tengkurap setelah dikeringkan tubuhnya namun belum dibersihkan, tidak
dibungkus di dada ibunya segera setelah persalinan dan memastikan bayi
mendapat kontak kulit dengan ibunya, menemukan puting susu dan
mendapatkan kolostrom atau ASI yang pertama kali keluar.
Inisiasi menyusu dini adalah proses menyusu bukan menyusu yang
merupakan gambaran bahwa inisiasi menyusu dini bukan program ibu
menyusu bayi tetapi bayi yang harus aktif sendiri menemukan putting
susu ibu. Setelah lahir bayi belum menujukkan kesiapannya untuk
menyusu. Reflek menghisap bayi timbul setelah 20-30 menit setelah lahir.
9
Roesli (2010 ; 59), menyatakan bayi menunjukan kesiapan untuk
menyusu 30-40 menit setelah lahir.
Kesimpulan dari berbagai pengertian di atas, inisiasi menyusu dini
adalah suatu rangkaian kegiatan dimana bayi segera setelah lahir yang
sudah terpotong tali pusatnya secara naluri melakukan aktivitas-aktivitas
yang diakhiri dengan menemukan puting susu ibu kemudian menyusu
pada satu jam pertama kelahiran.
2. Prinsip inisiasi menyusu dini (IMD)
Prinsip dasar inisiasi menyusu dini adalah tanpa harus dibersihkan
dulu, bayi diletakkan di dada ibunya dengan posisi tengkurap dimana
telinga dan tangan bayi berada dalam satu garis, sehingga terjadi kontak
kulit dan secara alami bayi mencari payudara ibu dan mulai menyusu.
Prinsip dasar IMD adalah tanpa harus dibersihkan terlebih dahulu,
bayi diletakkan di dada ibunya dan secara naluriah bayi akan mencari
payudara ibu, kemudian mulai menyusu (Baskoro, 2008 ; 42).
Kesimpulan dari pendapat di atas, prinsip IMD adalah cukup
mengeringkan tubuh bayi yang baru lahir dengan kain atau handuk tanpa
harus memandikan, tidak membungkus (bedong) kemudian
meletakkannya ke dada ibu dalam keadaan tengkurap sehingga ada kontak
kulit dengan ibu, selanjutnya beri kesempatan bayi untuk menyusu sendiri
pada ibu pada satu jam pertama kelahiran.
10
3. Manfaat inisiasi menyusu dini (IMD)
Yuliarti (2010 ; 78), menyatakan bahwa IMD bermanfaat bagi ibu
dan bayi baik secara fisiologis maupun psikologis yaitu sebagai berikut:
a. Ibu
Sentuhan dan hisapan payudara ibu mendorong keluarnya
oksitoksin. Oksitoksin menyebabkan kontraksi pada uterus sehingga
membantu keluarnya plasenta dan mencegah perdarahan. Oksitoksin
juga menstimulasi hormon-hormon lain yang menyebabkan ibu merasa
aman dan nyaman, sehingga ASI keluar dengan lancer
(Arini, 2012 ;9).
b. Bayi
Bersentuhan dengan ibu memberikan kehangatan, ketenangan
sehingga napas dan denyut jantung bayi menjadi teratur. Bayi
memperoleh kolostrom yang mengandung antibodi dan merupakan
imunisasi pertama. Di samping itu, kolostrom juga mengandung faktor
pertumbuhan yang membantu usus bayi berfungsi secara efektif,
sehingga mikroorganisme dan penyebab alergi lain lebih sulit masuk
ke dalam tubuh bayi (Arini, 2012 ; 14)..
4. Langkah–langkah pelaksanaan inisiasi menyusu dini (IMD)
Rosita (2008), menyatakan ada 10 langkah yang harus dilakukan
untuk terlaksananya IMD yaitu :
a. Ibu perlu ditemani seseorang yang dapat memberikan rasa nyaman
dan aman saat melahirkan, baik itu suami, ibu, teman atau saudara
yang lain.
11
b. Membantu proses kelahiran dengan upaya-upaya di luar obat seperti
pijatan, aromaterapi dan lain-lain kecuali jika dokter sudah
memutuskan untuk menggunakan obat atau alat pemicu.
c. Memberikan posisi yang nyaman bagi ibu saat proses persalinan atau
memberikan posisi melahirkan sesuai keinginan ibu, karena tidak
semua ibu merasa nyaman dengan posisi terlentang.
d. Mengeringkan tubuh bayi dengan handuk halus segera setelah lahir
tanpa dimandikan terlebih dahulu, biarkan cairan alami yang
menyelimuti kulit bayi.
e. Meletakkan bayi di dada ibu dalam posisi tengkurap.
f. Membiarkan kulit bayi bersentuhan dengan kulit ibu hingga bayi
menemukan puting susu ibu kemudian menyusunya.
g. Membiarkan bayi bergerak secara alami mencari payudara ibu jangan
arahkan menuju salah satu puting tetapi pastikan bayi dalam posisi
nyaman untuk mencari puting susu ibu.
h. Ibu yang melahirkan dengan secio caesar juga harus segera
bersentuhan dengan bayinya setelah melahirkan yang tentu prosesnya
membutuhkan perjuangan yang lebih.
i. Kegiatan-kegiatan yang dapat mengganggu kenyamanan bayi seperti
menimbang dan mengukur harus dilakukan setelah bayi bisa
melakukan inisiasi menyusu dini.
j. Jangan memberikan cairan atau makanan lain pada bayi kecuali ada
indikasi medis.
12
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan IMD.
a. Faktor-faktor pendukung.
Terdiri dari faktor internal dan eksternal. Pengetahuan, sikap,
pengalaman dan persepsi ibu merupakan faktor internal sedangkan
fasilitas kesehatan, petugas penolong persalinan, keluarga dan orang
terdekat serta lingkungan merupakan faktor eksternal (Idris-70-
publichealtdiscussion.blogspot.com)
b. Faktor-faktor penghambat.
Roesli (2008), menyatakan faktor-faktor penghambat Inisiasi
Menyusu Dini adalah adanya pendapat atau persepsi ibu, masyarakat
dan petugas kesehatan yang salah atau tidak benar tentang hal ini, yaitu
sebagai berikut :
1) Bayi akan kedinginan
Bayi berada dalam suhu yang aman jika melakukan kontak kulit
dengan sang ibu, suhu payudara ibu akan meningkat 0,5 derajat
dalam dua menit jika bayi diletakkan di dada ibu. Berdasarkan
hasil penelitian Dr. Niels Bergman (2005) ditemukan bahwa suhu
dada ibu yang melahirkan menjadi 1°C lebih panas dari suhu dada
ibu yang tidak melahirkan. Jika bayi yang diletakkan di dada ibu
ini kepanasan, suhu dada ibu akan turun 1°C. Jika bayi kedinginan,
suhu dada ibu akan meningkat 2°C untuk menghangatkan bayi.
Jadi dada ibu merupakan tempat yang terbaik bagi bayi yang baru
lahir dibandingkan tempat tidur yang canggih dan mahal.
13
2) Ibu kelelahan
Memeluk bayinya segera setelah lahir membuat ibu merasa senang
dan keluarnya oksitoksin saat kontak kulit ke kulit serta saat bayi
menyusu dini membantu menenangkan ibu.
3) Tenaga kesehatan kurang tersedia.
Penolong persalinan dapat melanjutkan tugasnya sementara bayi
masih didada ibu dan menemukan sendiri payudara ibu. Libatkan
ayah atau keluarga terdekat untuk menjaga bayi sambil memberi
dukungan pada ibu.
4) Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk.
Ibu dapat dipindahkan keruang pulih atau kamar perawatan dengan
bayi masih didada ibu, berikan kesempatan pada bayi untuk
meneruskan usahanya mencapai payudara dan menyusu dini.
5) Ibu harus di jahit.
Kegiatan merangkak mencari payudara terjadi di area payudara dan
lokasi yang dijahit adalah bagian bawah ibu.
6) Suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit
gonore harus segera diberikan setelah lahir.
Menurut American college of obstetrics and Gynecology dan
Academy Breastfeeding Medicine (2007), tindakan pencegahan ini
dapat ditunda setidaknya selama satu jam sampai bayi menyusu
sendiri tanpa membahayakan bayi.
14
7) Bayi harus segera dibersihkan, dimandikan, ditimbang, dan diukur.
Menunda memandikan bayi berarti menghindarkan hilangnya
panas badan bayi. Selain itu, kesempatan vernix meresap,
melunakkan, dan melindungi kulit bayi lebih besar. Bayi dapat
dikeringkan segera setelah lahir. Penimbangan dan pengukuran
dapat ditunda sampai menyusu awal selesai.
8) Bayi kurang siaga.
Pada 1-2 jam pertama kelahirannya, bayi sangat siaga. Setelah itu,
bayi tidur dalam waktu yang lama. Jika bayi mengantuk akibatnya
obat yang diasup oleh ibu, kontak kulit akan lebih penting lagi
karena bayi memerlukan bantuan lebih untuk bonding.
9) Kolostrom tidak keluar atau jumlah kolostrom tidak memadai
sehingga diperlukan cairan lain.
Kolostrom cukup dijadikan makanan pertama bayi baru lahir. Bayi
dilahirkan .dengan membawa bekal air dan gula yang dapat dipakai
pada saat itu.
10) Kolostrom tidak baik, bahkan berbahaya untuk bayi.
Kolostrom sangat diperlukan untuk tumbuh-kembang bayi. Selain
sebagai imunisasi pertama dan mengurangi kuning pada bayi baru
lahir, kolostrom melindungi dan mematangkan dinding usus yang
masih muda.
15
c. Jenis kelahiran yang bisa melakukan IMD
1) Kelahiran normal
Inisiasi secara tepat memotifasi ibu dan bayi untuk pemberian asi
selanjutnya.
2) Kelahiran Vacum Ektraksi
Walaupun tidak mengalami persalinan secara normal, ibu tetap
dapat melakukan inisiasi menyusui dini.
3) Kelahiran Operasi Caesar
Persalinan secara Caesar bukan menjadi hambatan ibu untuk
melakukan inisiasi menyusui dini. (Roesli, 2010)
d. Kriteria bayi yang tidak bisa lakukan IMD:
1) Bayi Prematur
2) Bayi Berat Lahir Rendah ( 2000-2500 gram )
3) Bayi Asfiksia
4) Bayi dengan cacat bawaan berat, misalnya : hidrosefalus,
meningokel, anensefali, atresiia ani, labio, omfalokel)
Selain faktor-faktor penghambat di atas menurut Kristiyansari,
(2009) ada beberapa mitos yang menjadi penghambat pelaksanaan IMD
yaitu : Kolostrom tidak baik dan berbahaya bagi bayi, bayi memerlukan
cairan lain sebelum menyusu, kolostrom dan ASI saja tidak mencukupi
kebutuhan minum bayi, bayi akan kedinginan saat dilakukan IMD, setelah
melahirkan ibu terlalu lelah untuk menyusu bayi, IMD merupakan
prosedur yang merepotkan bagi petugas kesehatan dokter, perawat, bidan
16
B. Pengetahuan
1. Defenisi
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang yang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior) (Notoatmodjo,
2010 ; 53).
Penelitian Roger dalam Notoatmodjo (2010 ; 67) mengungkapkan
bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang
tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
a. Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
b. Interest, yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus.
c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah baik lagi.
d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikap terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Roger menyimpulkan
bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas.
Apabila penerimaan perilaku baru melalui proses baru melalui proses yang
disadari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka
17
perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long tasting ). Sebaliknya apabila
perilaku itu tidak disadari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak
akan berlangsung lama. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka
semakin mudah untuk menerima dan menangkap informasi yang
dibutuhkan (Notoatmodjo, 2010 ; 68)
2. Tingkatan pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010 ; 69) Pengetahuan merupakan tingkat
terendah dari enam tingkat yang tergolong dalam domain kognitif
mempunyai enam tingkatan yaitu:
a. Tahu ( Know)
Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari
seluruh yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh karena
itu, tahu ini tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain
menyebutkan, mengurangi, mengatakan.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diteliti dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek
atau materi yang harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyampaikan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang
dipelajari.
18
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang real (
sebenarnya).
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari kata kerja seperti dapat
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya.
e. Sistesis (Synthesis )
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk melakukan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru dengan kata lain sintesis adalah suatu keraampuan untuk
menyusun formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan komponen untuk melaksanakan
justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penelitian-
penelitian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria yang ada (Notoatmodjo, 2010 ; 72).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur
dari subjek penelitian atau responden. Dalam pengetahuan yang
19
diketahui dan diukur, dapat disesuaikan dengan tingkat-tingkat
tertentu.
Menurut Lukman dalam Notoatmodjo (2010 ; 81), Ada
beberapa yang mempengaruhi pengetahuan yaitu :
a. Umur
Singgih dalam Notoatmodjo (2010 ; 83), mengemukakan
bahwa makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan
mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu,
bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti
ketika berumur belasan tahun. Daya ingat seseorang itu salah satunya
dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan
bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada
pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada
umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan
penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.
b. Intelegensi
Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar
dan berfikir abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam
situasi baru. Intelegensi merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi hasil dari proses belajar. Intelegensi bagi seseorang
merupakan salah satu modal untuk berfikir dan mengolah berbagai
informasi secara terarah sehingga ia mampu menguasai lingkungan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan intelegensi
dari seseorang akan berpengaruh pula terhadap tingkat pengetahuan.
20
c. Lingkungan
lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang. Lingkungan memberikan pengaruh pertama
bagi seseorang, dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal yang
baik dan juga hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya.
Dalam lingkungan seseorang akan memperoleh pengalaman yang
akan berpengaruh pada pada cara berfikir seseorang.
d. Sosial budaya
Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan
seseorang. Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam
hubunganya dengan orang lain, karena hubungan ini seseorang
mengalami suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan.
e. Pendidikan
Menurut Notoadmojo (2010) pendidikan adalah suatu
kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau
meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu
dapat berdiri sendiri. Menurut Wied Hary A menyebutkan bahwa
tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang
menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada
umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang makin semakin baik
pula pengetahuanya.
f. Informasi
Menurut Wied Hary A informasi akan memberikan pengaruh
pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki
21
pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang
baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau surat kabar maka
hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang.
g. Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut
dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan,
atau pengalaman itu suatu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat
digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini
dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang
diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada
masa lalu.(Notoadmojo 2010 ; 86)
C. Dukungan Keluarga
Menurut Friedman (2008 ; 47), dukungan keluarga adalah sikap,
tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota
keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap
memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.
1. Fungsi dukungan keluarga
Caplan (1964) dalam Friedman (2008 ; 55) menjelaskan bahwa
keluarga memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu:
a. Dukungan informasional
Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator
(penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian
saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu
22
masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya
suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan
aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan
ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.
b. Dukungan penilaian
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik,
membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan
validator indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan support,
penghargaan, perhatian.
c. Dukungan instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan
konkrit, diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan
dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan.
d. Dukungan emosional
Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat
dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-
aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan
dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan
dan didengarkan.
2. Sumber dukungan keluarga
Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang
dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses/diadakan
untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota
keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap
23
memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial
keluarga dapat berupa dukungan sosial kelurga internal, seperti dukungan
dari suami/istri atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial
keluarga eksternal (Friedman, 2008 ; 61).
3. Manfaat dukungan keluarga
Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi
sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda
dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam
semua tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat
keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai
akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga
(Friedman, 2008 ; 90).
Wills (1985) dalam Friedman (2008 ; 74) menyimpulkan bahwa
baik efek-efek penyangga (dukungan sosial menahan efek-efek negatif
dari stres terhadap kesehatan) dan efek-efek utama (dukungan sosial secara
langsung mempengaruhi akibat-akibat dari kesehatan) pun ditemukan.
Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari dukungan sosial
terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan.
Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti
berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari
sakit dan dikalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi
(Ryan dan Austin dalam Friedman, 2008 ; 78).
24
4. Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga
Menurut Feiring dan Lewis (1984) dalam Friedman (2008), ada
bukti kuat dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa keluarga besar dan
keluarga kecil secara kualitatif menggambarkan pengalaman-pengalaman
perkembangan. Anak-anak yang berasal dari keluarga kecil menerima
lebih banyak perhatian daripada anak-anak dari keluarga yang besar.
Selain itu, dukungan yang diberikan orangtua (khususnya ibu) juga
dipengaruhi oleh usia.
Menurut Friedman (2008 ; 81), ibu yang masih muda cenderung
untuk lebih tidak bisa merasakan atau mengenali kebutuhan anaknya dan
juga lebih egosentris dibandingkan ibu-ibu yang lebih tua.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga lainnya
adalah kelas sosial ekonomi orangtua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi
tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan.
Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis
dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan
yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas
sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan
yang lebih tinggi daripada orang tua dengan kelas sosial bawah.
25
D. Kerangka Teori
Menurut Roesli (2008 ; 58) ada berbagai faktor yang mempengaruhi
dalam pelaksanaan inisiasi menyusu dini pada bayi. Faktor-faktor tersebut
dapat digambarkan dalam kerangka teori berikut ini
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Pelaksanaan inisiasi
menyusu dini
Pengetahuan
Sikap
pengalaman
dan persepsi ibu
fasilitas kesehatan
Dukungan keluarga
petugas penolong
persalinan
26
E. Kerangka Konsep
Pada penelitian ini pembaca dapat melihat bagaimana hubungan
pengetahuan dan dukungan keluarga dengan pelaksanaan inisiasi menyusu
dini pada ibu post partum di RSUD Pariaman. Sebagai kerangka berpikir
memakai pendekatan konsep. Secara skematis dapat dilihat pada bagan berikut
ini:
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Variabel Independent Variabel Dependent
F. Defenisi Operasional
N
o
Variabel Defenisi Operasional Cara
Ukur
Alat Ukur Hasil ukur Skala
ukur
1 Pengetahuan Segala sesuatu yang
diketahui oleh ibu post
partum tentang inisiasi
menyusu dini
wawan
cara
Kuesioner Tinggi > median
Rendah < median
Ordinal
2 Dukungan
keluarga
Tindakan yang
dilakukan oleh keluarga
dalam memberi motivasi
pada ibu untuk
melakukan inisiasi
menyusu dini
wawan
cara
Kuesioner Baik > median
Kurang Baik <
median
Ordinal
3 Inisiasi
menyusu
dini
Proses bayi menyusu
segera setelah
dilahirkan, dimana bayi
dibiarkan mencari
putting susu ibunya
sendiri.
wawan
cara
Kuesioner Melakukan IMD
Tidak melakukan
IMD
ordinal
Pengetahuan
Pelaksanaan inisiasi
menyusu dini
Dukungan
keluarga
27
G. Hipotesis penelitian
Hipotesis adalah suatu jawaban atau praduga sementara terhdap
hasil penelitian (Notoatmodjo, 2010 ; 105). Hipotesis yang dapat diajukan
pada penelitian ini.
Ha diterima : Terdapat hubungan pengetahuan dan dukungan keluarga
dengan pelaksanaan inisiasi menyusu dini pada ibu post
partum di RSUD Pariaman tahun 2012
Ho ditolak : Tidak terdapat hubungan pengetahuan dan dukungan keluarga
dengan pelaksanaan inisiasi menyusu dini pada ibu post
partum di RSUD Pariaman tahun 2012
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Metode penelitian yang dipakai adalah deskriptif analitik. Metode ini
adalah suatu penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa
fenomena kesehatan itu terjadi. Di dalam penelitian deskriptif analitik ini
pendekatan yang dipakai adalah cross sectional. Cross sectional adalah suatu
penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko
dengan efek dalam waktu yang bersamaan. (Notoadmodjo, 2010 : 37).
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian dilaksanakan di Bangsal Kebidanan RSUD Pariaman
2. Waktu
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni s/d Juli 2012
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek dari penelitian (Arikunto, 2006)
sesuai dengan judul penelitian. Maka yang menjadi populasi adalah
seluruh ibu-ibu post partum di RSUD Pariaman tahun 2012.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti
(Arikunto, 2006). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
29
secara accidental sampling. Sesuai dengan teori dari Notoatmodjo (2010 ;
125), yaitu pengambilan sampel secara langsung di lokasi penelitian pada
saat melakukan penelitian. dengan kriteria sampel sebagai berikut:
Kriteria inklusi
a. Ibu post partum di RSUD Pariaman
b. Berada di tempat pada saat penelitian
c. Bersedia menjadi responden
Kriteria ekslusi
a. Ibu perdarahan post partum dan ibu post SC.
b. Bayi dengan gangguan saat lahir ( asfiksia, premature, BBLR, cacat
bawaan seperti hidrosefalus, labio)
D. Teknik Pengumpulan Data.
1. Data Primer
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer. Data
primer adalah data yang dikumpulkan dengan menggunakan lembar
pelayanan kuesioner melalui observasi terhadap responden langsung.
Dimana penelitian ini menghubungkan antara pengetahuan dan dukungan
keluarga dengan pelaksanaan inisiasi menyusu dini pada ibu post partum
di RSUD Pariaman.
2. Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara tidak
meminta secara langsung kepada objek yang diteliti. Dalam penelitian ini
data sekunder diperoleh dari RSUD Pariaman tahun pada saat penelitian.
30
E. Teknik Pengolahan data.
Teknik pengolahan data dilakukan secara manual dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
1. Editing, (Pemeriksaan data).
Setelah quisioner diisi dan dikembalikan oleh responden pada peneliti,
maka semua perlanyaan diperiksa kembali apakah semua pertanyaan
sudah di jawab.
2. Coding, (pengkodean data)
Setelah dipastikan kelengkapan data lalu dilakukan pemberian kode untuk
masing-masing data yang termasuk kategori yang sama.
3. proses transferring (pemindahan data)
memindahkan jawaban atau kode jawaban kedalam master tabel dengan
menggunakan skala yang sudah ditentukan.
4. Tabulasi,
Setelah semua data terkumpul dengan baik, data tersebut diklasifikasikan
kedalam beberapa kelompok menurut subvariasi penelitian. Kemudian
dipindahkan ke dalam media tertentu yaitu master tabel dan disusun ke
dalam bentuk tabel. Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi
F. Teknik Analisa Data.
1. Univariat
Analisa univariat ini digunakan untuk melihat distribusi frekwensi
masing-masing variabel, baik variabel Independen maupun dependen.
Secara komputerisasi mengunakan SPSS.
31
2. Analisa Bivariat
Analisa ini dapat melihat hubungan antara 2 variabel yaitu :
variabel Independen dan dependen. Untuk mengetahui adanya hubugan
kedua variabel digunakan uji chi-square dengan program SPSS versi 14
dan derajat kepercayaan 0,05 sehingga jika nilai p < 0,05 maka secara
statistik disebut bermakna, jika p > 0,05 maka hasil hitung tersebut tidak
bermakna. Hasil didapatkan dengan proses komputerisasi.
32
DAFTAR PUSTAKA
Arini. H. 2012. Mengapa Seorang Ibu harus Menyusu. Jakarta. FlashBooks
Depkes RI 2009. Profil Kesehatan. Jakarta : Biro Humas Departemen Sosial
Depkes RI 2010. Profil PMKS dan PSKS. Jakarta : Biro Humas Departemen
Sosial
Erina Santosa. 2004. Seni Menyusu Bayi. Jakarta Progress
Friedman, Marlyn M., 2008. Keperawatan Keluarga, Teori dan Praktik, Edisi 3.
Gupta, 2009. Mengenal ASI Eksklusif, Jakarta : Trumbus Agriwidya
Nurheti Yuliarti.2010. Keajaiban ASI. Jakarta. Andi
Notoatmodjo,Soekedjo.2003. Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta:Rienka
Cipta
Notoatmodjo,Soekedjo.2010 Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:Rienka
Cipta
Paramitha. 2011. http//www.asipasti.co.cc/2011/02/manfaat-inisiasi-menyusu-
dini-ehealth.org/dkksurabaya
Profil Kesehatan Propinsi Sumatera Barat, 2007
Profil Kesehatan Propinsi Sumatera Barat, 2009
Rasaid. 2009. http//www.lusa.web.id/tag/inisiasi-menyusu-dini
Roesli Utami. 2010. Bayi Sehat Berkat ASI Eksklusif. Elex Media Komputindo,
Jakarta
Roesli, Utami. 2008. Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Pustaka Bunda,
Jakarta.
Rosita Syarifah. 2009. ASI untuk Kecerdasan Bayi. Ayyana, Yogyakarta.
Rahmiza Yuliastuti, 2011
Hubungan tingkat opengetahuan ibu dengan pelaksanaan inisiasi
menyusu dini diwilayah kerja puskesmas pauh kambar kabupaten
padang pariaman tahun 2011
Suharsimi Arikunto, 2006. Pendekatan Statistik. Jakarta Rineka Cipta
33
Syafrudin,2008. Menyusu Dini Selamatkan Bayi. Jakarta: Gempita Press
Ulfah, 2009. Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta : Penerbit Pustaka Bunda
Wina Susanti, 2010
Hubungan pengetahuan ibu dan dukungan keluarga dengan
pelaksanaan inisiasi menyusu dini pada ibu post partum di bps wilayah
kerja puskesmas rama indra kecamatan seputih raman kabupaten
lampung tengah tahun 2010