KREATIVITAS GURU MATEMATIKA DALAM MENERAPKAN
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)
SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN
PRESTASI BELAJAR SISWA
(Studi kasus pada Guru Matematika MTsN Sumber Lawang, MTsN
Kalijambe, dan MTsN Gemolong)
Oleh :
ANWAR SUHADA
K1304017
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
KREATIVITAS GURU MATEMATIKA DALAM MENERAPKAN
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)
SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN
PRESTASI BELAJAR SISWA
(Studi kasus pada Guru Matematika MTsN Sumber Lawang, MTsN
Kalijambe, dan MTsN Gemolong)
Oleh :
ANWAR SUHADA
K1304017
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
iii
ABSTRAK
Anwar Suhada, K. 1304017. KREATIVITAS GURU MATEMATIKA MADRASAH TSANAWIYAH (MTs) NEGERI DALAM MENERAPKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Januari 2010
Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendiskripsikan kreativitas guru matematika dalam merencanakan pembelajaran sesuai dengan KTSP. (2) Mendeskripsikan kreativitas guru matematika dalam proses pembelajaran sesuai dengan KTSP. (3) Mendeskripsikan kreativitas guru matematika dalam penilaian pembelajaran sesuai dengan KTSP.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah informan yaitu guru matematika, peristiwa yang dapat diamati saat pembelajaran berlangsung, dan dokumen yang berupa perangkat pembelajaran berbasis KTSP yang semuanya dilakukan di MTsN Sumber Lawang, MTsN Kalijambe, MTsN Gemolong. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Pengujian kredibilitas penelitian yang digunakan ada dua macam yaitu pengujian kredibilitas data dan pengujian kredibilitas hasil penelitian. Pengujian kredibilitas data dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunan, dan trianggulasi yang meliputi triangulasi metode dan triangulasi sumber, sedangkan pengujian kredibilitas hasil penelitian dilakukan dengan pengecekan melalui diskusi dan kecukupan referensi. Analisis data dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas yang melibatkan tiga alur kegiatan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi data.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) Kreativitas guru matematika dalam tahap perencanaan pembelajaran matematika dapat dilihat dari dua hal pokok yaitu perencanaan perangkat pembelajaran dan perencanaan strategi pembelajaran. Sebagian guru telah menunjukkan usaha-usaha kreatif dalam merencakan pembelajaran matematika dan merupakan hasil karya sendiri walaupun ada juga guru yang menjiplak dari BSNP atau MGMP dalam menyusun perangkat pembelajaran tersebut. (2) Kreativitas guru matematika dalam tahap pembelajaran matematika dapat dilihat dari tiga hal pokok yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan akhir pembelajaran. Sebagian guru telah menunjukkan kreativitasnya dalam tahap ini walaupun ada juga yang belum kreatif bahkan sebagian guru terkadang kurang mampu memanfaatkan waktu secara optimal sehingga waktu habis hanya untuk menerangkan materi saja. (3) Kreativitas guru matematika pada tahap penilaian pembelajaran dapat dilihat dari dua hal yaitu sistem penilaian dan pengembangan alat penilaian yang digunakan. Sebagian guru telah menunjukkan kreativitasnya dalam penilaian pembelajaran matematika seperti menggunakan penilaian yang tidak hanya dilihat dari aspek kognitif saja tetapi juga afektif dan psikomotorik, walaupun ada pula guru yang belum menunjukkan kreativitasnya secara maksimal.
iv
ABSTRACT
Anwar Suhada K.1304017. THE CREATIVITY OF MATHEMATICS THEACHERS OF PUBLIC MADRASAH TSANAWIYAH ( MTsN) IN APPLYING EDUCATION UNIT LEVEL CURRICULUM (KTSP) FOR IMPROVE STUDENTS LEARNING ACHIEVEMENT. Thesis, Surakarta: Theachership and Science Education Faculty, Sebelas Maret University, January 2010.
The aims of this research are (1) Describe creativity of mathematics theachers in planning study as according to KTSP. (2) Describe creativity of mathematics theachers in process of study as according to KTSP. (3) Describe creativity of mathematics theachers in evaluation of study as implementation of KTSP. This Research used qualitative descriptive methods. Source of data in this research was informan that was mathematics teacher, event can be observed while study process, and document which in the form of peripheral of study base on KTSP that all had been done in MTSN Sumber Lawang, MTSN Kalijambe, MTSN Gemolong. Data collecting Technique that was used was interview, observation, and documentation. Examination of used research credibility there was two kinds of that is examination of data credibility and examination of credibility result of research. Examination of data credibility was done with lengthening of perception, improving assidinity, and trianggulasi which covering method triangulation and source triangulation, while examination of credibility result of research was done with checking through discussion and sufficiency of reference. Data analysis was done by interaktif and take place continuously until complete which entangle three activity path that was data reduction, presentation of data, and drawing conclusion / data verification.
Pursuant to result of the research can be concluded that (1) Creativity mathematics theachers in phase planning of study can be seen from two fundamental matter that is planning of study peripheral and planning of study strategy. Some of teacher have shown creative efforts in planning study of mathematics and represent result of masterpiece alone despite there is also teacher which remain copy paste in compiling peripheral of study. (2) Creativity mathematics theachers in phase study prosess can be seen from fundamental three things that is antecedent activity, core activity, and final activity of study. Some of teacher have shown its creativity in this phase despite there is also which not yet creative even some of teacher sometimes indigent exploit time optimally so that expiration just for explain lesson substance. (3) Creativity mathematics theachers in phase assessment of study can be seen from two matter that is assessment system and development of used evaluation appliance. Some of teacher have shown its creativity in assessment of study of mathematics such as using assessment which do not only see from just cognate aspect but also afektif and psikomotorik aspect, despite there is also teacher which not yet shown its creativity maximally.
v
MOTTO
“Sebab sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah
kesulitan ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (urusan dunia), maka
bersungguh-sungguhlah (dalam beribadah), dan hanya kepada Tuhan-mulah
berharap.”
(Q.S. Al-Insyirah ayat 5-8)
“Lakukanlah apa yang paling kamu takutkan dalam hidup (hal-hal positif tentunya)”
(Anwar Suhada)
“Orang tuamu kaya, bukan kamu yang kaya. Orang tuamu miskin, bukan kamu yang
miskin. Yang harus kamu lakukan adalah bekerja keras.”
(Anwar Suhada)
vi
PERSEMBAHAN
Teriring rasa syukur kepada Allah SWT,
Karya ini aku persembahkan untuk :
Bapak/Ibu tercinta Soehadi/Sri Winaryati
Adikku tersayang Fedri Wibowo dan Pria Bijaksana
vii
UCAPAN TERIMA KASIH KEPADA :
Ø She L, Nur Puji, Ika, She B, Anif, Indang, Ria, Atik, Mas suryo, Mas aul dan
teman-temanku lainya yang tidak bisa aku sebutkan satu-persatu, terimakasih
atas segala tukar pikirannya. Gagasan-gagasannya yang realistis, kritis,
solutif, sederhana dan cerdas.
Ø My most handsome friend in math04 Jainal (Bang Jae) yang selalu membantu
mengatasi permasalahan komputerku sehingga skripsi ini dapat selesai dengan
lancar.
Ø Sari N.P. teman yang secara sukarela membantu menyiapkan snack buat
pendadaran, terima kasih atas bantuanya yang tanpa pamrih.
Ø Temen-temenku cowok angkatan 2004 Jainal, Endar, Agus, Arif, Riris, Dedi,
Eko, Cahyo terima kasih atas persaudaraannya selama berjuang bersama di
p’math UNS.
Ø Teman-temanku di Perumnas Wonorejo Germo, Kenthoes, Bhego, Bendhot,
Bhebhek terima kasih atas persaudaraan dan kebersamaannya selama ini.
Ø Penghuni Rumah “Jl. Dahlia Raya No.41”, Anas dan Pria terima kasih telah
menemani aku tinggal di rumah yang sangat sederhana sekali tersebut.
Ø Semua teman-temanku FKIP Matematika UNS angkatan 2004 tanpa kecuali
terima kasih atas diskusinya, semangat kekeluargaannya, bantuan materinya,
dukungan moral, dan segala bentuk bantuannya.
Ø Semua warga civitas akademika Program Studi Pendidikan Matematika dan
Jurusan P.MIPA yang telah membantu.
Semoga Allah memberikan balasan yang setimpal kepada engkau semua.
Semoga Allah senantiasa membimbing kita dalam menyelami ilmu-ilmu-Nya.
Keselamatan, rahmat dan barokah Allah semoga selalu tercurah kepadamu semua.
Amien Ya Robbal Alamin.
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hendaknya kita persembahkan kepada Yang Maha
Pengasih, Sumber dari suara-suara hati yang bersifat mulia, Sumber ilmu
pengetahuan, Sumber segala kebenaran, Sang Maha Cahaya, rahmat-Nya yang
sangat diharapkan oleh manusia, rahmat-Nya yang tak terhingga kepada mahluk-
Nya dan rahmat-Nya yang telah memberikan pertolongan kepada penulis. Allah
Subhanahu wa Ta’ala sehingga penulis berhasil menyusun dan menyelesaikan
skripsi dengan judul “KREATIVITAS GURU MATEMATIKA DALAM
MENERAPKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
(KTSP) SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR
SISWA”.
Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW, yang telah
memberikan serta menyampaikan kepada kita semua ajaran Rukun Iman dan
Rukun Islam yang telah terbukti kebenarannya serta makin terus terbukti
kebenarannya.
Skripsi ini penulis ajukan guna melengkapi tugas serta memenuhi
sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi
Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Dibalik terselesaikannya skripsi ini ada banyak pihak yang telah
memudahkannya sehingga kesulitan bisa teratasi. Pihak tersebut adalah :
1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin
untuk menulis skripsi ini.
2. Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk menulis skripsi ini.
3. Triyanto, S.Si, M.Si Ketua Program Pendidikan Matematika Jurusan
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan
ix
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan
ijin untuk menulis skripsi ini.
4. Drs. Marjuki, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan
masukan, dorongan moral dan pengarahan yang sangat berharga hingga
terselesaikannya skripsi ini.
5. Drs. Imam Sujadi, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
masukan untuk penulisan skripsi, arahan untuk ketelitian dalam penulisannya
dan segala bimbingannya.
6. Drs. Ponco Sujatmiko, M.Si selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan pengarahan pada banyak hal.
7. Semua Dosen di Pendidikan Matematika yang telah memberikan bimbingan
pada berbagai hal.
8. Endang Purwanti, S.Pd, Sri Ningsih, S.Pd, dan Drs. Agus Nurrohman selaku
validator instrumen.
9. Drs. Nur Kayat, M.Si Kepala MTs Negeri Sumber Lawang yang telah
memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah
tersebut.
10. Drs H.Moh.Sumari Kepala MTs Negeri Kalijambe yang telah memberikan ijin
kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.
11. Ali Mahfudz, S.Ag, M.Pd.I Kepala MTs Negeri Gemolong yang telah
memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah
tersebut.
12. Seluruh Guru Matematika beserta seluruh warga sekolah MTsN Sumber
Lawang, MTsN Kalijambe, dan MTsN Gemolong yang telah memberikan ijin
penelitian, bantuan, pengarahan, serta meluangkan waktu untuk membantu
penulis dalam pengumpulan data penyusunan skripsi.
13. Beberapa pihak yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu yang telah
membantu terselesaikannya skripsi ini.
Ucapan terima kasih untuk semua pihak yang telah disebutkan di atas.
Terima kasih atas segala macam bantuan, semoga keselamatan, rahmat dan
barokah Allah senantiasa tercurah kepada beliau semua. Penulis telah berusaha
x
semaksimal mungkin untuk memberikan yang terbaik dalam penulisan skripsi ini.
Akan tetapi penulis masih mengharapkan masukan dari pembaca agar skripsi ini
menjadi lebih baik.
Demikian kata pengantar dari penulis. Mohon maaf atas segala
kekurangan karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata. Semoga
tulisan ini membawa manfaat dan semoga Allah SWT selalu membimbing kita
bersama dalam menyelami ilmu-ilmu-Nya. Amien.
Surakarta, Januari 2010
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGAJUAN ............................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iv
ABSTRAK ....................................................................................................... v
MOTTO ........................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ............................................................................................ viii
UCAPAN TERIMA KASIH................ ............................................................ ix
KATA PENGANTAR ..................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................... 5
C. Pembatasan Masalah ................................................................... 6
D. Perumusan Masalah .................................................................... 6
E. Tujuan Penelitian ........................................................................ 6
F. Manfaat Penelitian ...................................................................... 7
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 8
A. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 8
1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ................... 8
a. Pengertian Kurikulum ..................................................... 8
b. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ........................... 10
c. Penyusunan Silabus Berbasis KTSP ............................... 21
d. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Berbasis KTSP ................................................................ 23
2. Perencanaan Pembelajaran Matematika ................................ 24
3. Pembelajaran Matematika ..................................................... 26
xii
4. Penilaian Pembelajaran Matematika…….. ........................... 30
5. Kreativitas Guru …… ........................................................... 35
B. Penelitian yang Relevan .............................................................. 44
C. Kerangka Berpikir ...................................................................... 44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 47
A. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 47
B. Jenis Penelitian ............................................................................ 47
C. Sumber Data ................................................................................ 48
D. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 49
1. Wawancara Dengan Pedoman .............................................. 49
2. Observasi ............................................................................... 49
3. Dokumentasi ......................................................................... 50
E. Instrumen Penelitian .................................................................. 50
F. Prosedur Penelitian…….. ........................................................... 52
G. Pengujian Kredibilitas Data….. .................................................. 54
H. Teknik Analisis Data ................................................................... 55
I. Pengujian Kredibilitas Hasil Penelitian……. ............................. 59
BAB IV HASIL PENELITIAN ...................................................................... 60
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................................ 60
B. Data dan Analisisnya .................................................................. 62
1. Analisis Data Wawancara ..................................................... 62
2. Analisis Data Observasi ........................................................ 111
3. Analisis Data Dokumentasi ................................................... 120
C. Pembahasan Permasalahan Penelitian ........................................ 122
D. Keterbatasan Penelitian ............................................................... 141
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN .................................. 143
A. Kesimpulan ................................................................................. 143
B. Implikasi...................................................................................... 146
C. Saran............................................................................................ 147
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 149
LAMPIRAN ..................................................................................................... 151
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Penelitian Kreativitas Guru Matematika MTs
Negeri dalam Pelaksanaan KTSP di Kab. Sragen ................ 151
Lampiran 2 Kisi-kisi wawancara guru .................................................... 152
Lampiran 3 Kisi-Kisi Wawancara Siswa ... ............................................. 153
Lampiran 4 Pedoman Wawancara untuk Guru......................................... 154
Lampiran 5 Pedoman Wawancara untuk Siswa ...................................... 156
Lampiran 5 Pedoman Observasi Mengajar Guru .................................... 157
Lampiran 6 Pedoman Pengamatan Kelengkapan Perangkat
Pembelajaran Matematika berbasis KTSP ........................... 158
Lampiran 7 Lembar validasi instrumen wawancara ....... ....................... 159
Lampiran 8 Hasil validasi instrumen wawancara ...... ............................ 163
Lampiran 8 Hasil Wawancara dengan Guru Matematika di tiga MTs
Negeri Kab. Sragen .............................................................. 175
Lampiran 9 Hasil Wawancara dengan Siswa di tiga MTs Negeri Kab.
Sragen .................................................................................. 198
Lampiran 10 Hasil Observasi Mengajar Guru ........................................... 218
Lampiran 11 Hasil Pengamatan Kelengkapan Perangkat Pembelajaran
Matematika berbasis KTSP .................................................. 223
Lampiran 12 Lembar Penilaian Sikap G4 ................................................ 228
Lampiran 13 Format Penilaian MTsN Kalijambe ..................................... 229
Lampiran 14 Format Penilaian MTsN Gemolong .................................... 230
Lampiran 15 Format Penilaian MTsN Sumber Lawang ........................... 231
Lampiran 16 Format Raport Kelas 7 ........................................................ 232
Lampiran 17 Format Raport Kelas 8 ........................................................ 233
Lampiran 18 Format Raport Kelas 9 ........................................................ 234
Lampiran 19 Surat Keputusan Dekan FKIP tentang Ijin Menyusun
Skripsi / Makalah ................................................................. 235
Lampiran 20 Surat Keterangan telah melaksanakan penelitian di MTsN
Sumber Lawang . .................................................................. 237
xiv
Lampiran 21 Surat Keterangan telah melaksanakan penelitian di MTsN
Kalijambe . ........................................................................... 239
Lampiran 22 Surat Keterangan telah melaksanakan penelitian di MTsN
Gemolong . ........................................................................... 241
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Betakang Masalah
Berbicara mengenai pendidikan di Indonesia, mungkin akan muncul
pemikiran bahwa masih banyak permasalahan yang menyertainya. Diantaranya
adalah mengenai kurikulum yang masih sangat memberatkan dan tidak membawa
banyak perubahan pada diri siswa, mutu dan distribusi guru yang kurang
memadahi, kurangnya sarana dan prasarana pendidikan, dan juga lingkungan
belajar di sekolah, keluarga, dan masyarakat yang belum mendukung. Ditambah
lagi gedung-gedung sekolah di berbagai daerah di Indonesia yang sudah sangat
tidak layak pakai, menunjukkan bahwa masih kurangnya perhatian pemerintah
terhadap dunia pencetak generasi penerus bangsa.
Tentu saja ada usaha pemerintah dari tahun ke tahun untuk meningkatkan
kualitas pendidikan. Namun kenyataannya justru semakin jauh melangkah. Hal ini
dapat dilihat dari laporan tentang pembangunan manusia Indonesia yang
dipublikasikan UNDP pada tahun 2004 seperti dikutip dari http://unisosdem.org/,
di mana Human Development Index Indonesia berada di urutan ke-111 dari 175
negara. Sementara penguasaan Matematika siswa kelas II SMP, sebagaimana
tercermin dalam hasil tes Trends in Mathematics and Sciences Study 2003,
Indonesia berada pada urutan ke-34 dan 36 untuk sains dari 46 negara.
Berlawanan dengan fakta yang memprihatinkan tersebut, perlu diketahui
bahwa pendidikan merupakan pilar utama bangsa dalam menciptakan Sumber
Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Oleh karena itu sudah menjadi hal yang
wajib apabila pemerintah terus melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan
mutu pendidikan di Indonesia. Berbagai upaya tersebut antara lain:
pengembangan kurikulum, perbaikan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat
pengajaran, penyediaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan juga
peningkatan kualitas manajemen sekolah.
Salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan adalah kurikulum,
karena kurikulum merupakan komponen pendidikan yang dijadikan acuan oleh
xvi
setiap satuan pendidikan, khususnya oleh guru dan kepala sekolah dalam
menyelenggarakan proses pendidikan itu sendiri. Dengan seiring berjalannya
waktu, pemerintah terus melakukan berbagai upaya perubahan kurikulum ke arah
yang lebih sempurna. Pelaksanaan kurikulum pendidikan di Indonesia masih
buruk karena pemerintah hanya disibukkan membenahi dokumen tertulisnya saja.
Ada empat dimensi dasar kurikulum di Indonesia, yaitu konsep dasar kurikulum,
dokumen tertulis. pelaksanaan dan hasil belajar siswa. Lemahnya kualitas
pendidikan di tanah air, ditandai dengan munculnya beragam masalah di dunia
pendidikan seperti rendahnya tingkat kelulusan siswa di berbagai daerah.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan penyempurnaan
dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau biasa disebut kurikulum 2004.
Namun seperti telah diketahui bersama bahwa pelaksanaan kurikulum 2004
sendiri masih belum memberikan hasil yang memuaskan. Dengan demikian
muncul pertanyaan mengapa pemerintah terkesan tergesa-gesa dan kurang
mempersiapkan dengan matang pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah?. Dugaan
tersebut diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19
tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan
kurikulum KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh
satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada
panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disikapi secara kurang
bijaksana oleh para pelaku pendidikan. Diantaranya, masih banyak dijumpai
adanya anggapan KTSP adalah kurikulum baru yang berbeda dengan kurikulum
sebelumnya, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Sebagai konsekuensinya
implementasi kurikulum yang berlaku sebelumnya harus pula dibenahi atau
dirombak. Anggapan inilah yang menimbulkan sikap apriori dan penolakan secara
psikologis terhadap perubahan. Seiring dengan tuntutan perkembangan zaman,
perubahan kurikulum di sekolah-sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah merupakan sebuah fenomena yang tidak dapat dihindari. Semangat
zaman yang makin mengglobal menyebabkan perubahan evolusioner dan
xvii
revolusioner secara mendasar pada dinamika pengetahuan dan aplikasinya dalam
kehidupan manusia sangat dibutuhkan. Tidak hanya itu, dimensi sikap, perilaku,
dan nilai-nilai yang mengatur kehidupan dan interaksi sosial antar manusia juga
mengalami perubahan.
Semangat perubahan KTSP mensyaratkan sekolah membangun
paradigma baru pengelolaan pendidikan yang selama ini telah terbangun image
dan buaian sentralistik pendidikan yang terjadi telah menjadi virus yang
mengerdilkan ide dan kreativitas satuan pendidikan dalam memberdayakan
potensi dirinya. Penyakit akut ini telah coba diatasi dengan berbagai upaya oleh
pemerintah. Misalnya, saat pemerintah pusat tercengang dengan minimnya
pergulatan kreativitas sekolah, dikumandangkanlah paradigma otonomi
pendidikan melalui manajemen berbasis sekolah. Kenyataannya, institusi
prasyarat manajemen berbasis sekolah seperti dewan pendidikan dan komite
sekolah hanya hiasan struktur organisasi. Bukan sebagai alat vital organisasi.
Mereka tak berdaya karena ketidaktahuan dan kebiasaan ketergantungan.
Dengan demikian, KTSP menghadapi tantangan besar terkait
keterpaduan informasi lokal, nasional, dan internasional. Kemampuan
memadukan ini hanya bisa dilakukan oleh sumber daya yang memang disiapkan
jauh-jauh hari, bukan oleh guru yang disiapkan secara instan melalui berbagai
program pendampingan pengembangan kurikulum. Lebih berbahaya lagi jika
sekolah akhirnya menjiplak panduan yang ditawarkan Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP). Tujuan mulia KTSP pada akhirnya hanya akan melahirkan
sekolah-sekolah instan, dan kerdil kreativitas dan itu sangat bertentangan dengan
amanat KTSP.
Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di setiap
sekolah setingkat SD, SMP dan SMA, akan membuat guru semakin pintar, karena
mereka dituntut harus mampu merencanakan sendiri materi pelajarannya untuk
mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Kurikulum yang selama ini dibuat
dari pusat, menyebabkan kreativitas guru kurang terpupuk, tetapi dengan KTSP,
kreativitas guru bisa berkembang. KTSP sebenarnya positif, sebab sekolah
diberikan otonomi untuk berdiskusi terkait dengan standar kompetensi yang
xviii
dikembangkan. Dalam hal ini pemerintah telah berasumsi bahwa seluruh guru
mampu mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi daerah, karakteristik
sekolah, dan peserta didik. Dengan semangat otonomi dan desentralisasi, KTSP
memberi keleluasaan sekolah untuk mengembangkan kurikulum sendiri.
Hanya saja, sebagian besar guru belum terbiasa untuk mengembangkan
model-model kurikulum. Selama ini mereka diperintah untuk melaksanakan
kewajiban yang sudah baku, yakni kurikulum yang dibuat dari pusat.
Implementasi KTSP sebenarnya membutuhkan penciptaan iklim pendidikan yang
memungkinkan tumbuhnya semangat intelektual dan ilmiah bagi setiap guru,
mulai dari rumah, di sekolah, maupun di masyarakat. Hal ini berkaitan adanya
pergeseran peran guru yang semula lebih sebagai instruktur dan kini menjadi
fasilitator pembelajaran.
Penerapan KTSP mengandaikan guru bisa membuat kurikulum untuk tiap
mata pelajaran, padahal, selama ini guru sudah terbiasa mengikuti kurikulum yang
ditetapkan pemerintah. Belum lagi mengingat kualitas guru yang kurang merata di
setiap daerah. Ini artinya, KTSP menghadapi kendala daya kreativitas dan
beragamnya kapasitas guru untuk membuat sendiri kurikulum.
Namun, menurut Ansyar seperti dilansir Antara, Minggu (28/1),
pemberdayaan guru dalam KTSP ini akan lebih baik, karena guru harus
memikirkan perencanaan penyampaian materinya, setelah selama ini hanya
mengajar sesuai kurikulum yang diturunkan pusat. Penerapan KTSP memberikan
peluang bagi setiap sekolah untuk menyusun kurikulumnya sendiri, dan untuk itu
tiap guru yang akan mengajar di kelas dituntut memiliki kemampuan menyusun
kurikulum yang tepat bagi peserta didiknya.
KTSP mau tidak mau mensyaratkan adanya kreativitas yang tinggi dari
para guru untuk dapat mengembangkan kurikulum di sekolah. Tanpa berbekal
kreativitas guru yang tinggi, celah untuk terjadinya kegagalan KTSP sangat
terbuka dan hak-hak profesional guru pun tampaknya akan lepas lagi dan guru
kembali menjadi tenaga tukang yang akan diatur pihak lain.
xix
B. ldentifikasi Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang masalah, dapat diidentifikasi masalah
sebagai berikut.
1. Pemerintah berupaya meningkatkan mutu pendidikan diantaranya dengan
perubahan kurikulum 2004 menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) yang dikembangkan sendiri oleh masing-masing sekolah. Untuk itu
perlu diteliti apakah dengan perubahan kurikulum tersebut mutu pendidikan
semakin meningkat.
2. Kendala-kendala yang ada di lingkungan sekolah ataupun dari luar sekolah
akan menghambat pelaksanaan KTSP di sekolah. Untuk itu perlu diteliti
kendala-kendala apa saja yang menghambat pelaksanaan KTSP di sekolah.
3. Penerapan KTSP mensyaratkan guru bisa mengembangkan kurikulum untuk
tiap mata pelajaran, sedangkan selama ini guru sudah terbiasa mengikuti
kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Untuk itu perlu diteliti kreativitas
masing-masing guru dalam mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan
perkembangan dan potensi peserta didik.
4. Penerapan KTSP memberikan peluang bagi setiap sekolah untuk
mengembangkan kurikulumnya sendiri, untuk itu guru yang akan mengajar di
kelas dituntut memiliki kemampuan mengembangkan kurikulum yang tepat
bagi peserta didik sesuai dengan kreativitasnya masing-masing. Untuk itu
perlu diteliti kreativitas guru dalam mengembangkan kurikulum sebagai
upaya meningkatkan prestasi belajar siswa.
Tidaklah mungkin untuk melakukan panelitian dengan banyak
pertanyaan dalam waktu bersamaan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini hanya
menganalisis masalah ketiga dan keempat dari empat masalah yang telah
diidentifikasi di atas yaitu tentang kreativitas guru dalam mengembangkan
kurikulum berbasis KTSP.
xx
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah serta agar masalah yang dikaji dalam
penelitian ini menjadi terarah dan tidak melebar terlalu jauh, diperlukan
pembatasan masalah sebagai berikut.
1. Kreativitas guru yang dimaksud meliputi kreativitas dalam perencanaan
pembelajaran, kreativitas dalam proses pembelajaran, dan kreativitas dalam
penilaian pembelajaran berbasis KTSP mata pelajaran Matematika.
2. Guru yang dimaksud adalah Guru Matematika MTsN Sumber Lawang,
MTsN Kalijambe, dan MTsN Gemolong yang menjadi subjek penelitian.
3. Prestasi belajar yang dimaksud adalah prestasi belajar matematika di MTsN
Sumber Lawang, MTsN Kalijambe, dan MTsN Gemolong.
D. Perumusan Masalah
Berdasar hal-hal yang telah diuraikan pada latar belakang masalah
tersebut, dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Bagaimana kreativitas guru matematika dalam merencanakan pembelajaran
berbasis KTSP ?
2. Bagaimana kreativitas guru matematika dalam melaksanakan pembelajaran
berbasis KTSP ?
3. Bagaimana kreativitas guru matematika dalam penilaian pembelajaran
berbasis KTSP ?
E. Tu,juan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendiskripsikan kreativitas guru dalam merencanakan pembelajaran
matematika sesuai dengan KTSP.
2. Mendeskripsikan kreativitas guru dalam proses pembelajaran matematika
sesuai dengan KTSP.
3. Mendeskripsikan kreativitas guru dalam penilaian pembelajaran matematika
sebagai implementasi KTSP.
xxi
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Bagi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga (Dikpora) Kabupaten Sragen,
penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang kreativitas
Guru Matematika dalam menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) sehingga dapat memberikan solusi dan kebijakan-kebijakan demi
tercapainya tujuan dari KTSP.
2. Bagi Kepala Sekolah, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
informasi tentang hal-hal yang telah dilakukan oleh Guru Matematika dalam
melaksanakan KTSP.
3. Bagi Guru Matematika, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
evaluasi terhadap hal-hal yang telah diusahakan oleh guru dalam
melaksanakan KTSP sehingga dapat dijadikan kajian bagi guru dalam
meningkatkan kualitasnya.
4. Bagi siswa, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada
siswa tentang kurikulum KTSP yang sekarang berlaku serta dapat merasakan
dampak KTSP tersebut terhadap proses dan hasil pembelajaran.
5. Untuk Peneliti Lain, dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan,
penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan wawasan ilmu
pengetahuan dan sebagai bahan informasi serta referensi bagi peneliti
selanjutnya yang ingin meneliti kasus-kasus sejenis mengenai kreativitas
guru dalam menerapkan KTSP.
xxii
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
a. Pengertian Kurikulum
Perkataan kurikulum berasal dari perkataan Latin yang merujuk kepada
‘laluan’ dalam sesuatu pertandingan. Berdasarkan kepada konsep tersebut,
perkataan kurikulum adalah berkait rapat dengan perkataaan ‘laluan atau laluan-
laluan’. Sehingga awal abad ke 20, kurikulum merujuk kepada kandungan dan
bahan pembelajaran yang berkembang yaitu ‘apa itu persekolahan’.
John Dewey (1902: 5) dalam bukunya ‘The Child and The Curriculum’
merujuk istilah kurikulum sebagai “pengajian di sekolah dengan mengambil kira
kandungan dari masa lampau hingga masa kini”. Pembentukan kurikulum
menekankan kepentingan dan keperluan masyarakat. Beliau selanjutnya
menguraikan konsep ini dalam bukunya ‘Democracy and Education’ (1916: 125).
Dewey menyatakan bahwa “Skema kurikulum harus mengambil kira penyesuaian
pembelajaran dengan keperluan sebuah komuniti, ia harus membuat pilihan
dengan niat meningkatkan kehidupan yang dilalui supaya masa depan akan
menjadi lebih baik dari masa lampau”. Di sini, elemen rekonstruksionism social
dapat dikesan dengan melihat kearah mana keperluan masyarakat diletakkan
sebagai objektif utama, tanpa menafikan kepentingan individu.
Menurut Pasal 1 Butir 19 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu”. Sementara itu menurut Grayson (1978: 18), “Kurikulum
adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out- comes) yang
diharapkan dari suatu pembelajaran”. Perencanaan tersebut disusun secara
xxiii
terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi
untuk mengembangkan strategi pembelajaran. (Materi di dalam kurikulum harus
diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives)
pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Menurut Harsono (2005: 86), “Kurikulum merupakan gagasan pendidikan
yang diekpresikan dalam praktik”. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track
atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang
dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh
program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kurikulum
merupakan pedoman dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di setiap satuan
pendidikan yang berisi seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
materi pelajaran, rencana pengajaran, pengalaman belajar, cara-cara yang
digunakan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran, serta evaluasi hasil belajar
demi mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Muhaimin (2008: 21-22) mengemukakan bahwa Pengembangan kurikulum
dilakukan dengan bersandar pada prinsip- prinsip seperti berikut.
1) Ada keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestika. 2) Memungkinkan memperoleh kesempatan yang sama, dengan maksud ada
jaminan keberpihakan kepada peserta didik yang kurang beruntung dari segi ekonomi dan sosial yang memerlukan bantuan khusus, berbakat, dan unggul.
3) Memperkuat identitas Nasional dengan tujuan untuk mempertahankan kelanjutan tradisi budaya yang bermanfaat dan mengembangkan kesadaran, semangat, dan kesatuan.
4) Mengikuti perkembangan pengetahuan dengan fokus dapat mendorong subyek didik meningkatkan kemampuan metakognitif, kemampuan berpikir dan belajar dalam mengakses, memilih, menilai pengetahuan, dan mengatasi situasi yang membingungkan dan penuh ketidakpastian.
5) Mampu menyongsong tantangan teknologi informasi dan teknologi yang berpotensi memudahkan belajar elektronik atau belajar dengan kabel on-line yang mempermudah akses ke dalam informasi .dan ilmu pengetahuan baru yang tidak tertulis dalam kurikulum.
6) Mengembangkan keterampilan hidup agar peserta didik mampu menghadapi tantangan hidup yang terjadi di masyarakatnya. Beberapa aspek utama keterampilan hidup antara lain kerumahtanggaan, pemecahan masalah, berpikir kritis, komunikasi, dan kemampuan vokasional.
7) Pengintegrasian unsur-unsur penting ke dalam kurikuler dalam anti
xxiv
kurikulum perlu memuat dan mengintegrasikan pengetahuan dan sikap, hak-hak asasi, pariwisata, lingkungan hidup, home economics, perdamaian, demokrasi, dan sebagainya.
8) menyediakan pendidikan alternatif, prinsip ini menekankan bahwa pendidikan tidak hanya terjadi secara formal di sekolah namun berlangsung di mana-mana.
9) Berpusat pada anak sebagai pembangun pengetahuan yang bertumpu pada usaha memandirikan belajar, berkolaborasi, mengadakan pengamatan. Dalam hal ini peran utama pengajar sebagai fasilitator belajar.
10) Pendidikan multikultur dan multibahasa melalui implementasi metodik yang produktif dan kontekstual untuk mengakomodasikan sifat dan sikap masyarakat pluralistik dalam kerangka pembentukan jati diri bangsa.
11) Penilaian berkelanjutan dan komprehensif. 12) Pendidikan sepanjang hayat (life long education) dengan penekanan pada
penyediaan kompetensi dan materi yang berguna bukan untuk kepentingan masa sekarang, tetapi juga untuk masa mendatang.
b. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum terbaru yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang
selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional melalui Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22, 23, dan 24 tahun 2006
Menurut Undang-undang nomor 24 tahun 2006 pasal 1 ayat 15,
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional
yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Jadi,
penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan
standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Disamping itu pengembangan KTSP harus
disesuaikan dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah,
serta peserta didik.
Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh
BSNP dimana panduan tersebut berisi sekurang-kurangnya model-model
kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tersebut dikembangkan
xxv
sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/ karakteristik daerah, sosial
budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.
KTSP dikembangkan dengan dilandasi oleh undang-undang dan
peraturan pemerintah sebagai berikut.
1) Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
2) Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
3) Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi
4) Permendiknas nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
5) Permendiknas nomor 24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas
nomor 22 dan 23 tahun 2006.
Mulyasa (2006: 22-23) mengemukakan bahwa tujuan diterapkannya
KTSP adalah :
1) Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
2) Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
3) Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.
Mulyasa (2006: 23) mengemukakan bahwa KTSP perlu diterapkan pada
satuan pendidikan berkaitan dengan tujuh hal berikut.
1) Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya.
2) Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan.
3) Pengambilan keputusan lebih baik dilakukan oleh sekolah karena sekolah sendiri yang paling tahu yang terbaik bagi sekolah tersebut.
4) Keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum dapat menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.
5) Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikannya masing-masing.
6) Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain dalam meningkatkan mutu pendidikan.
7) Sekolah dapat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah secara cepat serta mengakomodasikannya dengan KTSP.
xxvi
Prinsip-prinsip pengembangan KTSP menurut Permendiknas nomor 22
tahun 2006 sebagaimana dikutip dari Mulyasa (2006: 151-153) adalah sebagai
berikut.
1) Berpusat pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik dan
lingkungannya.
Pengembangan kurikulum didasarkan atas prinsip bahwa peserta didik adalah
sentral proses pendidikan agar menjadi manusia yang bertakwa, berakhlak
mulia, berilmu, serta warga negara yang demokratis sehingga perlu
disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan lingkungan
peserta didik.
2) Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman peserta didik,
kondisi daerah dengan tidak membedakan agama, suku, budaya, adat, serta
status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen
muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara
terpadu.
3) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Kurikulum dikembangkan atas kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni berkembang secara dinamis.
4) Relevan dengan kebutuhan
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan relevansi pendidikan
tersebut dengan kebutuhan hidup dan dunia kerja.
5) Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan
antar semua jenjang pendidikan.
6) Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
7) Seimbang antara kepentingan global, nasional, dan lokal
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan global,
nasional, dan lokal untuk membangun kehidupan masyarakat.
xxvii
Untuk dapat mengembangkan KTSP dengan baik , diperlukan strategi-
strategi khusus dalam penerapanya di sekolah. Menurut Mulyasa (2006: 153-167),
”Strategi-strategi dalam mengembangkan KTSP antara lain: sosialisasi KTSP di
sekolah, menciptakan susana yang kondusif, menyiapkan sumber belajar,
membina disiplin, mengembangkan kemandirian kepala sekolah, membangun
karakter guru, dan memberdayakan staf”.
1) Sosialisasi KTSP di sekolah
Sosialisasi KTSP terhadap seluruh warga sekolah bahkan terhadap
masyarakat dan orang tua peserta didik dapat meningkatkan pengenalan dan
pemahaman warga sekolah terhadap visi dan misi sekolah, serta KTSP yang
akan dikembangkan. Hal ini bertujuan agar KTSP dapat dilaksanakan secara
optimal serta warga sekolah, masyarakat, dan orang tua merasa memiliki
tanggung jawab terhadap keberhasilan pelaksanaan KTSP.
2) Menciptakan suasana yang kondusif
Lingkungan sekolah yang aman, nyaman, tertib, optimisme dan harapan
yang tinggi dari warga sekolah, serta adanya kegiatan-kegiatan yang terpusat
pada diri peserta didik merupakan iklim yang dapat membangkitkan nafsu,
gairah, dan semangat belajar.
Iklim belajar yang kondusif antara lain dapat dikembangkan dengan
pelayanan dan kegiatan sebagai berikut.
a) Memberikan pilihan bagi peserta didik yang lambat maupun yang cepat
dalam melaksanakan tugas pembelajaran.
b) Memberikan pembelajaran remidial bagi peserta didik yang kurang
berprestasi.
c) Mengembangkan organisasi kelas yang efektif, menarik, dan nyaman.
Termasuk dalam hal ini adalah penyediaan bahan pembelajaran yang
menarik dan menantang bagi peserta didik.
d) Menciptakan kerja sama saling menghargai baik antar peserta didik
maupun antara peserta didik dengan guru.
e) Melibatkan peserta didik dalam proses perencanaan pembelajaran.
xxviii
f) Mengembangkan proses pembelajaran sebagai tanggung jawab bersama
antara peserta didik dengan guru sehingga guru dapat lebih bertindak
sebagai fasilitator pembelajaran.
g) Mengembangkan sistem evaluasi belajar dan pembelajaran yang
menekankan pada evaluasi diri.
3) Menyiapkan sumber belajar
Sumber belajar yang perlu dikembangkan dalam KTSP di sekolah antara
lain laboratorium, pusat sumber belajar, dan perpustakaan, serta tenaga
pengelola yang profesional. Kreatifitas guru dan peserta didik perlu senantiasa
ditingkatkan untuk membuat dan mengembangkan alat-alat pembelajaran serta
alat peraga lain yang berguna bagi peningkatan kualitas pembelajaran.
Kewajiban yang harus melekat pada diri setiap guru adalah untuk berkreasi,
berimprovisasi, berinisiatif, dan berinovatif.
4) Membina disiplin
Dalam pengembangan KTSP, guru harus mampu membina kedisiplinan
peserta didik, terutama disiplin diri (self- discipline). Beberapa strategi yang
dapat digunakan dalam mengembangkan disiplin di sekolah antara lain :
a) Konsep diri. Untuk menumbuhkan konsep diri, guru disarankan
bersikap empatik, menerima, hangat, terbuka sehingga peserta didik
dapat mengeksplorasikan pikiran dan perasaannya dalam memecahkan
masalah.
b) Guru harus memiliki ketrampilan berkomunikasi secara efektif agar
dapat mendorong kepatuhan peserta didik.
c) Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami. Guru disarankan
menunjukkan secara tepat perilaku yang salah, sehingga membantu
peserta didik mengatasi perilakunya serta guru dapat memanfaatkan
akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah.
d) Klarifikasi nilai. Ini dilakukan untuk membantu siswa mengetahui
tentang nilai-nilai dan membentuk sistem nilainya sendiri.
e) Analisis transaksional. Dalam hal ini guru disarankan belajar sebagai
orang dewasa, terutama dalam menghadapi siswa yang bermasalah.
xxix
5) Mengembangkan kemandirian kepala sekolah
Kemandirian dan profesionalisme kepala sekolah merupakan salah satu
faktor penting dalam pelaksanaan KTSP di sekolah. Oleh karena itu, dalam
pelaksanaan KTSP diperlukan kemampuan manajemen serta kepemimpinan
yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan prakarsa untuk
meningkatkan mutu sekolah. Kemandirian kepala sekolah terutama diperlukan
dalam memobilisasi sumber daya sekolah dalam kaitannya dengan KTSP.
6) Membangun karakter guru
Guru merupakan faktor penting dalam keberhasilan proses dan hasil
belajar. Pengembangan KTSP menuntut aktifitas dan kreatifitas guru dalam
membentuk kompetensi peserta didik. Oleh karena itu, pembelajaran harus
sebanyak mungkin melibatkan peserta didik. Dengan demikian, perlu
dibangun karakter guru, agar mereka mempu menjadi fasilitator dan mitra
belajar bagi peserta didik. Dalam hal ini tugas guru tidak hanya
menyampaikan informasi melainkan juga sebagai fasilitator yang memberikan
kemudahan belajar kepada seluruh peserta didik.
7) Memberdayakan staf
Keberhasilan pendidikan di sekolah juga sangat ditentukan oleh
keberhasilan kepala sekolah dalam pemberdayaan staf. Adapun fungsi
manajemen staf yang harus dilakukan kepala sekolah adalah menarik,
mengembangkan, menggaji, dan memotivasi staf guna mencapai tujuan
pendidikan secara optimal.
Menurut Mulyasa (2006: 176-184), ”KTSP memiliki enam komponen
penting yang meliputi; visi dan misi satuan pendidikan, tujuan pendidikan tingkat
satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum, kalender pendidikan, silabus,
dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)”.
1) Visi dan misi satuan pendidikan
Visi merupakan suatu pandangan atau wawasan yang merupakan
representasi dari apa yang diyakini dan diharapkan dalam suatu organisasi
dalam hal ini sekolah pada masa yang akan datang.
xxx
2) Tujuan pendidikan satuan pendidikan
Tujuan pendidikan satuan pendidikan merupakan acuan dalam
mengembangkan KTSP. Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan untuk
pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3) Kalender pendidikan
Dalam penyusunan kalender pendidikan, pengembang kurikulum
harus mampu menghitung jam belajar efektif untuk pembentukan kompetensi
peserta didik, dan menyesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi
dasar yang harus dimiliki peserta didik.
4) Struktur dan muatan KTSP
Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah yang tertuang dalam SI sebagaimana diuraikan dalam PP 19/2005
Pasal 7 meliputi lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut.
a) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
b) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
c) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
d) Kelompok mata pelajaran estetika
e) Kelompok
mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan
Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan
kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan
pendidikan. Di samping itu materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan
diri termasuk ke dalam isi kurikulum.
a) Mata pelajaran
Mata pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat
satuan pendidikan berpedoman pada struktur kurikulum yang tercantum
dalam SI.
b) Muatan Lokal
xxxi
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk
mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan
potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai
menjadi bagian dari mata pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga
harus menjadi mata pelajaran tersendiri. Substansi muatan lokal
ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran
keterampilan. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan
pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan
pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal
setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satua tahun satuan pendidikan
dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.
c) Kegiatan Pengembangan Diri
Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap
peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri
difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga
kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan
ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan antara lain
melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah
diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier
peserta didik serta kegiatan keparamukaan, kepemimpinan, dan
kelompok ilmiah remaja.
Khusus untuk sekolah menengah kejuruan pengembangan diri
terutama ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan bimbingan
karier. Pengembangan diri untuk satuan pendidikan khusus menekankan
pada peningkatan kecakapan hidup dan kemandirian sesuai dengan
kebutuhan khusus peserta didik.
d) Pengaturan Beban Belajar
xxxii
(1) Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan
pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB baik kategori
standar maupun mandiri, SMA/MA/SMALB /SMK/MAK kategori
standar. Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) dapat
digunakan oleh SMP/MTs/SMPLB kategori mandiri, dan oleh
SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar. Beban belajar
dalam sistem kredit semester (SKS) digunakan oleh
SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori mandiri.
(2) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket
dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum.
Pengaturan alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang
terdapat pada semester ganjil dan genap dalam satu tahun ajaran
dapat dilakukan secara fleksibel dengan jumlah beban belajar yang
tetap. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum
empat jam pembelajaran per-minggu secara keseluruhan.
Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan
kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi, di samping
dimanfaatkan untuk mata pelajaran lain yang dianggap penting dan
tidak terdapat di dalam struktur kurikulum yang tercantum di dalam
Standar Isi.
(3) Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri
tidak terstruktur dalam sistem paket. SD/MI/SDLB 0% - 40%,
SMP/MTs/SMPLB 0% - 50% dan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK
0% - 60% dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang
bersangkutan. Dalam Pemanfaatan alokasi waktu tersebut harus
mempertimbangkan potensi dan kebutuhan peserta didik dalam
mencapai kompetensi.
(4) Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah
setara dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar
sekolah setara dengan satu jam tatap muka.
xxxiii
(5) Alokasi waktu untuk tatap muka, penugasan terstruktur, dan
kegiatan mandiri tidak terstruktur untuk SMP/MTs dan
SMA/MA/SMK/MAK yang menggunakan sistem SKS mengikuti
aturan sebagai berikut.
(a) Satu SKS pada SMP/MTs terdiri atas: 40 menit tatap muka,
20 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak
terstruktur.
(b) Satu SKS pada SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas: 45 menit
tatap muka, 25 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri
tidak terstruktur.
e) Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam
suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan
untuk masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus
menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan
tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya
pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Satuan pendidikan
diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus
menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.
f) Kenaikan Kelas dan Kelulusan
Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran.
Kriteria kenaikan kelas diatur oleh masing-masing direktorat teknis
terkait. Sesuai dengan ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1), peserta
didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan
menengah setelah:
(1) menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
(2) memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh
mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia,
kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata
pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga,
dan kesehatan;
xxxiv
(3) lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi; dan
(4) lulus Ujian Nasional.
g) Penjurusan
Penjurusan dilakukan pada kelas XI dan XII di SMA/MA. Kriteria
penjurusan diatur oleh direktorat teknis terkait.
h) Pendidikan Kecakapan Hidup
(1) Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/
SMALB, SMK/MAK dapat memasukkan pendidikan kecakapan
hidup, yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial,
kecakapan akademik dan/atau kecakapan vokasional.
(2) Pendidikan kecakapan hidup dapat merupakan bagian integral
dari pendidikan semua mata pelajaran dan/atau berupa paket/modul
yang direncanakan secara khusus.
(3) Pendidikan kecakapan hidup dapat diperoleh peserta didik dari
satuan pendidikan yang bersangkutan dan/atau dari satuan
pendidikan formal lain dan/atau nonformal.
i) Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
(1) Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah
pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan
daya saing global dalam aspek ekonomi, budaya, bahasa, teknologi
informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain, yang semuanya
bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik.
(2) Kurikulum untuk semua tingkat satuan pendidikan dapat
memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
(3) Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat
merupakan bagian dari semua mata pelajaran dan juga dapat
menjadi mata pelajaran muatan lokal.
xxxv
(4) Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta
didik dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal yang
sudah memperoleh akreditasi.
5) Silabus
Silabus merupakan rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata
pelajaran dengan tema tertentu, yang mencakup standar kompetensi,
kompetensi dasar, materi pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu,
dan sumber belajar yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.
6) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang
menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu
atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan
dalam silabus.
c. Penyusunan Silabus Berbasis KTSP
Menurut BNSP ( 2006 : 14), ” Silabus adalah rencana pembelajaran pada
suatu kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu, yang mencakup standar
kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi
waktu, dan sumber belajar yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan”.
Menurut Pola Induk Sistem Pengujian Hasil Kegiatan Pembelajaran
Berbasis Kemampuan Dasar SMU terbitan Depdiknas (2002 :17-18) silabus
merupakan produk pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih lanjut dari
standar kompetensi dan kemampuan dasar yang ingin dicapai, dan pokok-pokok
serta uraian materi yang perlu dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar
kompetensi dan kompetensi dasar tersebut.
Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa silabus
merupakan pengembangan dari kurikulum yang berupa rencana pembelajaran
suatu kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu, yang mencakup standar
kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi
waktu, dan sumber belajar yang digunakan untuk mencapai standar kompetensi
dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan masing-masing satuan pendidikan.
xxxvi
Pengembangan silabus berbasis KTSP sepenuhnya diserahkan kepada
guru, sehingga akan berbeda antara guru satu dengan guru lain. Namun suatu
silabus minimal memuat enam komponen utama, yaitu : standar kompetensi,
kompetensi dasar, indikator, materi standar, standar proses (kegiatan belajar
mengajar), dan standar penilaian.
Prinsip pengembangan silabus sesuai BNSP (2006: 14) adalah ilmiah,
relevan, fleksibel, kontinuitas, konsisten, memadai, aktual dan kontekstual,
efektif, dan efisien.
1) Ilmiah
Pengembangan silabus harus dilakukan dengan prinsip ilmiah, yang berarti
bahwa keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan silabus harus
benar, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
2) Relevan
Relevan berarti bahwa pengembangan silabus harus disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik serta sesuai dengan tuntutan kerja di lapangan.
3) Fleksibel
Prinsip fleksibel mengandung makna bahwa pelaksana program, peserta
didik, dan lulusan memiliki ruang gerak dan kebebasan dalam bertindak.
Dengan demikian guru tidak mutlak harus menyajikan program dengan
konfigurasi seperti dalam silabus tertulis, tetapi dapat mengakomodasikan
berbagai ide baru atau memperbaiki ide-ide sebelumnya. Demikian juga
dengan peserta didik, peserta didik diberi berbagai pengalaman belajar yang
dapat dipilih sesuai dengan karakteristik dan kemampuan masing-masing.
4) Kontinuitas
Kontinuitas mengandung arti bahwa setiap program pembelajaran yang
dikemas dalam silabus memiliki keterkaitan satu sama lain dalam membentuk
kompetensi dan pribadi peserta didik.
5) Konsisten
Konsisten mengandung arti bahwa antara standar kompetensi, kompetensi
dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan
xxxvii
sistem penilaian memiliki hubungan yang konsisten dalam membentuk
kompetensi peserta didik.
6) Memadai
Memadai mengandung arti bahwa ruang lingkup indikator, materi,
pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian yang dilaksanakan
dapat mencapai kompetensi dasar yang ditetapkan. Memadai juga berkaitan
dengan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pembelajaran.
7) Aktual dan kontekstual
Aktual dan kontekstual mengandung arti bahwa ruang lingkup komponen-
komponen silabus memperhatikan perkembangan IPTEK dan seni.
8) Efektif
Silabus yang efektif adalah silabus yang dapat diwujudkan dalam kegiatan
pembelajaran nyata di kelas atau di lapangan.
9) Efisien
Efisien dalam pengembangan silabus berkaitan dengan upaya untuk
memperkecil atau menghemat penggunaan dana, daya, dan waktu tanpa
mengurangi hasil atau kompetensi standar yang ditetapkan.
Adapun prosedur pengembangan silabus berbasis KTSP meliputi
langkah-langkah sebagai berikut.
1) Mengisi kolom identitas
2) Mengkaji dan menganalisis standar kompetensi
3) Mengkaji dan menentukan kompetensi dasar
4) Mengidentifikasi materi standar
5) Mengembangkan pengalaman belajar
6) Merumuskan indikator keberhasilan
7) Menentukan penilaian (standar penilaian)
8) Menentukan alokasi waktu
9) Menentukan sumber belajar.
d. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Berbasis KTSP
xxxviii
Muhaimin (2008: 136) mengemukakan bahwa Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan
manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang
ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus. RPP merupakan
komponen penting dalam KTSP, dimana pengembangannya dilakukan oleh guru.
Guru bertugas menjabarkan silabus ke dalam RPP yang lebih operasional dan
rinci, serta siap dijadikan pedoman pembelajaran.
Seperti yang dikutip dari Mulyasa (2006: 221), ”...Sumantri (1988: 108)
bahwa: perencanaan yang baik sangat membantu pelaksanaan pembelajaran,
karena baik guru maupun peserta didik mengetahui dengan pasti tujuan yang ingin
dicapai dan cara mencapainya, dengan demikian guru dapat mempertahankan
situasi agar peserta didik dapat memusatkan perhatiannya pada pembelajaran yang
telah diprogramkan.”.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa RPP memegang peranan
penting dalam proses pembelajaran yaitu sebagai perencanaan atas apa yang akan
dilakukan di kelas serta baik guru ataupun peserta didik dapat mengetahui tujuan
apa yang akan dicapai dalam proses pembelajaran tersebut.
Adapun langkah-langkah pengembangan RPP secara garis besar
dijabarkan sebagai berikut.
1) Mengisi kolom identitas
2) Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan yang telah
ditetapkan
3) Menentukan standar kompetensi, kompetensi dasar, serta indikator hasil
belajar seperti yang termuat dalam silabus
4) Merumuskan tujuan pembelajaran
5) Mengidentifikasi materi standar berdasarkan materi pokok pada silabus
6) Menentukan metode pembelajaran
7) Merumuskan langkah-langkah pembelajaran
8) Menentukan sumber belajar yang digunakan
9) Menyusun kriteria penilaian, lembar pengamatan, contoh soal, dan teknik
penskoran.
xxxix
2. Perencanaan Pembelajaran Matematika
Perencanaan pembelajaran merupakan tahapan penting yang harus
dilakukan guru sebelum mereka melaksanakan kegiatan belajar-mengajar. Oleh
karena itu, ia harus dikerjakan secara sungguh-sungguh dan bukan hanya untuk
memenuhi syarat administrasi akademik atau sekedar menyenangkan pengawas.
Perencanaan pembelajaran merupakan tahapan penting untuk mencapai tujuan
akhir pembelajaran. Pembelajaran bukan sekedar aktivitas rutin pendidikan tetapi
merupakan komunikasi edukatif yang penuh pesan, sistemik, prosedural, dan sarat
tujuan. Karena itu, ia harus dipersiapkan secara cermat.
Dave Meier (2005: 110) mengemukakan bahwa tujuan perencanaan
pembelajaran adalah untuk :
a. Mengajak pembelajar keluar dari keadaan mental yang pasif atau resisten b. Menyingkirkan rintangan belajar c. Merangsang rintangan belajar d. Merangsang minat dan rasa ingin tahu pembelajar e. Memberi pembelajar perasaan positif mengenai topic pembelajaran f. Menciptakan pembelajar aktif yang tergugah untuk berfikir, belajar,
mencipta, dan tumbuh g. Mengajak orang keluar dari keterasingan dan masuk ke dalam komunitas
balajar.
Perencanaan pembelajaran merupakan tahapan atau proses dalam
pembelajaran Matematika untuk menghasilkan rencana pembelajaran Matematika.
Itu berarti pula bahwa perencanaan pembelajaran adalah proses memahami
beragam dokumen normatif (Permen 22, 23, 24, lainnya) dan alternatif (buku teks
atau sumber lain) serta realitas kontekstual (siswa dan kebutuhannya), dan
selanjutnya mewujudkan hasil pemahaman itu menjadi dokumen aplikatif (silabus
dan RPP) yang siap dilaksanakan dalam pembelajaran di sekolah.
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan
pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil
belajar (pasal 20 PP 19/2005). Secara empirik, pembelajaran Matematika sebagai
kegiatan yang melibatkan banyak komponen perlu dipersiapkan dengan baik.
xl
Tradisi akademik di sekolah juga membuktikan bahwa perencanaan pembelajaran
Matematika yang dilakukan guru selama ini dapat mengondisikan terlaksananya
pembelajaran Matematika dengan baik.
Pembelajaran Matematika adalah proses mengondisikan siswa terlibat
aktif dalam belajar Matematika. Mengondisikan berarti menyediakan beragam
pajanan (exposure), bahan ajar, sumber belajar, dan kegiatan belajar yang
memudahkan siswa belajar Matematika. Ada dua wujud perencanaan
pembelajaran Matematika, yakni silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP). Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata
pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar,
materi pokok/pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan
sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan
kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Sementara itu, RPP adalah
rencana yang menggambarkan prosdur dan pengorganisasian pembelajaran untuk
mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan
dalam silabus. Lingkup Rencana Pelaksanaan Pembelajaran paling luas mencakup
kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu) indikator atau beberapa indikator untuk
1 (satu) kali pertemuan atau lebih.
Mengingat perencanaan pembelajaran merupakan tahapan penting menuju
terlaksananya pembelajaran dan tercapainya tujuan pembelajaran, ia perlu
dipersiapkan dengan baik. Selain itu, sebagai bagian dari dokumen KTSP, silabus
dan RPP perlu dipersiapkan secara cermat agar dapat dijadikan acuan
pembelajaran dan bukan sekedar “dokumen mati” kelengkapan KTSP di sekolah.
3. Pembelajaran Matematika
Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang
berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam Bahasa Belanda disebut
wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Ciri
utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau
pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga
xli
kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten
(Depdiknas, 2003: 1).
Namun demikian, pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali
secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi. Proses induktif
deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika. Pembelajaran
dapat dimulai dengan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar
sifat yang muncul (sebagai gejala), memperkirakan hasil baru yang diharapkan,
yang kemudian dibuktikan secara deduktif. Penerapan cara kerja matematika yang
seperti ini diharapkan dapat membentuk sikap kritis, kreatif, jujur, dan
komunikatif pada siswa.
Pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja yang melibatkan
interaksi antara guru dan siswa serta menggunakan kemampuan profesional guru
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Mulyasa, 2005: 100). Sedangkan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 17), pembelajaran adalah proses,
cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Dalam proses
pembelajaran, situasi dan suasana yang kondusif harus dikembangkan sedemikian
rupa sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan senang. Ini merupakan
tugas guru sebagai fasilitator pembelajaran. Guru harus mampu mengontrol
keadaan kelas sehingga tercipta suasana yang kondusif bagi pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
Matematika merupakan usaha yang disengaja yang melibatkan interaksi antara
guru dan siswa serta menggunakan kemampuan profesional guru untuk mencapai
tujuan kurikulum Matematika. Mengingat dalam KTSP pembelajaran Matematika
harus melibatkan peserta didik dalam segala aktifitas pembelajaran serta harus
dapat mengatasi keheterogenan potensi siswa maka guru dapat menggunakan
metode mengajar yang bervariasi, antara lain: metode Student Teams Achievement
Decision (STAD), jigsaw, diskusi kelompok, presentasi kelompok, penemuan
terbimbing, Think Pair Share (TPS), dan lain sebagainya. Metode-metode tersebut
dapat secara variatif diterapkan dalam mengajar di kelas dimana penggunaannya
disesuaikan dengan materi ajar serta kondisi siswa.
xlii
Secara umum, prosedur pembelajaran dilakukan melalui 3 tahapan yaitu :
(1) kegiatan pendahuluan; (2) kegiatan inti; (3) kegiatan akhir dan tindak lanjut.
a. Pendahuluan
Udin S. Winataputra, dkk. (2006: 86) mengemukakan hal-hal yang
dilakukan dalam kegiatan pendahuluan, yaitu :
1) Menciptakan Kondisi Awal Pembelajaran; meliputi: membina keakraban, menciptakan kesiapan belajar peserta didik dan menciptakan suasana belajar yang demokratis.
2) Apersepsi; meliputi : kegiatan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan materi sebelumnya, memberikan komentar atas jawaban yang diberikan peserta didik dan membangkitkan motivasi dan perhatian peserta didik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.
Sementara itu, Depdiknas (2006: 45) mengemukakan bahwa dalam
kegiatan pendahuluan, perlu dilakukan pemanasan dan apersepsi, didalamnya
mencakup: (a) bahwa pelajaran dimulai dengan hal-hal yang diketahui dan
dipahami peserta didik; (b) motivasi peserta didik ditumbuhkan dengan bahan
ajar yang menarik dan berguna bagi peserta didik; dan (c) peserta didik
didorong agar tertarik untuk mengetahui hal-hal yang baru.
b. Kegiatan Inti
Udin S. Winataputra, dkk. (2006: 87) mengemukakan hal-hal yang
dilakukan dalam kegiatan inti, yaitu :
1) Menyampaikan tujuan yang ingin dicapai, baik secara lisan maupun
tulisan.
2) Menyampaikan alternatif kegiatan belajar yang akan ditempuh
3) Membahas Materi
Depdiknas (2006: 46-47) membagi kegiatan inti ke dalam tiga tahap
yaitu; eksplorasi, konsolidasi, dan pembentukan sikap dan perilaku.
1) Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi merupakan usaha memperoleh atau mencari
informasi baru. Yang perlu diperhatikan dalam kegiatan eksplorasi,
yaitu: (a) memperkenalkan materi/keterampilan baru; (b) mengaitkan
materi dengan pengetahuan yang sudah ada pada peserta didik; (c)
xliii
mencari metodologi yang paling tepat dalam meningkatkan penerimaaan
peserta didik akan materi baru tersebut.
2) Konsolidasi
Konsolidasi merupakan merupakan negosiasi dalam rangka
mencapai pengetahuan baru. Dalam kegiatan konsolidasi pembelajaran
yang perlu diperhatikan adalah : (a) melibatkan peserta didik secara aktif
dalam menafsirkan dan memahami materi ajar baru; (b) melibatkan
peserta didik secara aktif dalam pemecahan masalah; (c) meletakkan
penekanan pada kaitan struktural, yaitu kaitan antara materi pelajaran
yang baru dengan berbagai aspek kegiatan dan kehidupan di dalam
lingkungan; dan (d) mencari metodologi yang paling tepat sehingga
materi ajar dapat terproses menjadi bagian dari pengetahuan peserta
didik.
3) Pembentukan sikap dan perilaku
Pembentukan sikap dan perilaku merupakan pemrosesan
pengetahuan menjadi nilai, sikap dan perilaku. Yang perlu diperhatikan
dalam pembentukan sikap dan perilaku, adalah : (a) peserta didik
didorong untuk menerapkan konsep atau pengertian yang dipelajarinya
dalam kehidupan sehari-hari; (b) peserta didik membangun sikap dan
perilaku baru dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan pengertian yang
dipelajari; dan (c) cari metodologi yang paling tepat agar terjadi
perubahan sikap dan perilaku peserta didik.
c. Kegiatan Akhir dan Tindak Lanjut Pembelajaran
Udin S. Winataputra, dkk. (2006: 50) mengemukakan hal-hal yang
dilakukan dalam kegiatan akhir dan tindak lanjut pembelajaran , yaitu : (a)
penilaian akhir; (b) analisis hasil penilaian akhir; (c) tindak lanjut; (d)
mengemukakan topik yang akan dibahas pada waktu yang akan datang; dan
(e) menutup kegiatan pembelajaran.
Mulyasa (2006: 125) mengemukakan dua kegiatan pokok pada akhir
pembelajaran, yaitu : (a) pemberian tugas dan (b) post tes. Sementara itu,
xliv
Depdiknas (2006: 255) mengemukakan dalam kegiatan akhir perlu dilakukan
penilaian formatif, dengan memperhatikan hal-hal berikut: (a) kembangkan
cara-cara untuk menilai hasil pembelajaran peserta didik; (b) gunakan hasil
penilaian tersebut untuk melihat kelemahan atau kekurangan peserta didik dan
masalah-masalah yang dihadapi guru; dan (c) cari metodologi yang paling
tepat yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Menurut Depdiknas (2006: 388) mata pelajaran matematika bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep secara akurat dan tepat, dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
4. Penilaian Pembelajaran Matematika
Perubahan paradigma pendidikan dari behavioristik ke konstruktivistik
tidak hanya menuntut adanya perubahan dalam proses pembelajaran, tetapi juga
termasuk perubahan dalam melaksanakan penilaian pembelajaran siswa. Dalam
paradigma lama, penilaian pembelajaran lebih ditekankan pada hasil (produk)
yang cenderung hanya menilai kemampuan aspek kognitif, dan kadang-kadang
direduksi sedemikian rupa melalui bentuk tes obyektif. Sementara, penilaian
dalam aspek afektif dan psikomotorik kerapkali diabaikan.
Dalam pembelajaran berbasis konstruktivisme, penilaian pembelajaran
tidak hanya ditujukan untuk mengukur tingkat kemampuan kognitif semata, tetapi
mencakup seluruh aspek kepribadian siswa, seperti: perkembangan moral,
perkembangan emosional, perkembangan sosial dan aspek-aspek kepribadian
xlv
individu lainnya. Demikian pula, penilaian tidak hanya bertumpu pada penilaian
produk, tetapi juga mempertimbangkan segi proses. Kesemuanya itu menuntut
adanya perubahan dalam pendekatan dan teknik penilaian pembelajaran siswa.
Untuk itulah, Depdiknas meluncurkan Model Penilaian Pembelajaran siswa,
dengan apa yang disebut Penilaian Kelas.
a. Pengertian Evaluasi, Pengukuran, Tes dan Penilaian (Assessment)
Banyak orang mencampuradukkan pengertian antara evaluasi, pengukuran
(measurement), tes, dan penilaian (assessment), padahal keempatnya memiliki
pengertian yang berbeda. Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat
apakah suatu program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga
atau tidak, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya.
Evaluasi berhubungan dengan keputusan nilai. (Baedowi dalam
http://www.depdiknas.go.id). Stufflebeam (Abin Syamsuddin Makmun, 1996)
memengemukakan bahwa : educational evaluation is the process of delineating,
obtaining,and providing useful, information for judging decision alternatif . Dari
pandangan Stufflebeam, kita dapat melihat bahwa esensi dari evaluasi yakni
memberikan informasi bagi kepentingan pengambilan keputusan. Di bidang
pendidikan, kita dapat melakukan evaluasi terhadap kurikulum baru, suatu
kebijakan pendidikan, sumber belajar tertentu, atau etos kerja guru.
Baedowi dalam http://www.depdiknas.go.id mengemukakan bahwa
Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam
alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar
peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik.
Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar
seorang peserta didik. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan
naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran
berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut.
Masih menurut Baedowi dalam http://www.depdiknas.go.id, Tes adalah
cara penilaian yang dirancang dan dilaksanakan kepada peserta didik pada waktu
dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang memenuhi syarat-syarat tertentu
yang jelas. Secara khusus, dalam konteks pembelajaran di kelas, penilaian
xlvi
dilakukan untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik,
mendiagnosa kesulitan belajar, memberikan umpan balik/perbaikan proses belajar
mengajar, dan penentuan kenaikan kelas. Melalui penilaian dapat diperoleh
informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan
belajar peserta didik, guru, serta proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan
informasi itu, dapat dibuat keputusan tentang pembelajaran, kesulitan peserta
didik dan upaya bimbingan yang diperlukan serta keberadaan kurikukulum itu
sendiri.
b. Tujuan Penilaian
Menurut Depdiknas (2008) dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com
mengemukakan bahwa “…tujuan penilaian diantaranya untuk grading, seleksi,
mengetahui tingkat penguasaan kompetensi, bimbingan, diagnosis, dan prediksi”.
1) Sebagai grading, penilaian ditujukan untuk menentukan atau membedakan
kedudukan hasil kerja peserta didik dibandingkan dengan peserta didik lain.
Penilaian ini akan menunjukkan kedudukan peserta didik dalam urutan
dibandingkan dengan anak yang lain. Karena itu, fungsi penilaian untuk
grading ini cenderung membandingkan anak dengan anak yang lain
sehingga lebih mengacu kepada penilaian acuan norma (norm-referenced
assessment).
2) Sebagai alat seleksi, penilaian ditujukan untuk memisahkan antara peserta
didik yang masuk dalam kategori tertentu dan yang tidak. Peserta didik yang
boleh masuk sekolah tertentu atau yang tidak boleh. Dalam hal ini, fungsi
penilaian untuk menentukan seseorang dapat masuk atau tidak di sekolah
tertentu.
3) Untuk menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah
menguasai kompetensi.
4) Sebagai bimbingan, penilaian bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar
peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya,
membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan
program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan.
xlvii
5) Sebagai alat diagnosis, penilaian bertujuan menunjukkan kesulitan belajar
yang dialami peserta didik dan kemungkinan prestasi yang bisa
dikembangkan. Ini akan membantu guru menentukan apakah seseorang
perlu remidiasi atau pengayaan.
6) Sebagai alat prediksi, penilaian bertujuan untuk mendapatkan informasi
yang dapat memprediksi bagaimana kinerja peserta didik pada jenjang
pendidikan berikutnya atau dalam pekerjaan yang sesuai. Contoh dari
penilaian ini adalah tes bakat skolastik atau tes potensi akademik.
Dari keenam tujuan penilaian tersebut, tujuan untuk melihat tingkat
penguasaan kompetensi, bimbingan, dan diagnostik merupakan peranan utama
dalam penilaian. Sesuai dengan tujuan tersebut, penilaian menuntut guru agar
secara langsung atau tak langsung mampu melaksanakan penilaian dalam
keseluruhan proses pembelajaran. Untuk menilai sejauhmana siswa telah
menguasai beragam kompetensi, tentu saja berbagai jenis penilaian perlu
diberikan sesuai dengan kompetensi yang akan dinilai, seperti unjuk kerja/kinerja
(performance), penugasan (proyek), hasil karya (produk), kumpulan hasil kerja
siswa (portofolio), dan penilaian tertulis (paper and pencil test). Jadi, tujuan
penilaian adalah memberikan masukan informasi secara komprehensif tentang
hasil belajar peserta didik, baik dilihat ketika saat kegiatan pembelajaran
berlangsung maupun dilihat dari hasil akhirnya, dengan menggunakan berbagai
cara penilaian sesuai dengan kompetensi yang diharapkan dapat dicapai peserta
didik.
c. Pendekatan Penilaian
Akhmad Sudrajat (2008) dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com,
mengemukakan bahwa ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam
melakukan penilaian hasil belajar, yaitu penilaian yang mengacu kepada norma
(Penilaian Acuan Norma atau norm-referenced assessment) dan penilaian yang
mengacu kepada kriteria (Penilaian Acuan Kriteria atau criterion referenced
assessment). Perbedaan kedua pendekatan tersebut terletak pada acuan yang
dipakai. Pada penilaian yang mengacu kepada norma, interpretasi hasil penilaian
xlviii
peserta didik dikaitkan dengan hasil penilaian seluruh peserta didik yang dinilai
dengan alat penilaian yang sama. Jadi hasil seluruh peserta didik digunakan
sebagai acuan. Sedangkan, penilaian yang mengacu kepada kriteria atau patokan,
interpretasi hasil penilaian bergantung pada apakah atau sejauh mana seorang
peserta didik mencapai atau menguasai kriteria atau patokan yang telah
ditentukan. Kriteria atau patokan itu dirumuskan dalam kompetensi atau hasil
belajar dalam kurikulum berbasis kompetensi.
Dalam pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
pendekatan penilaian yang digunakan adalah penilaian yang mengacu kepada
kriteria atau patokan. Dalam hal ini prestasi peserta didik ditentukan oleh kriteria
yang telah ditetapkan untuk penguasaan suatu kompetensi. Meskipun demikian,
kadang kadang dapat digunakan penilaian acuan norma, untuk maksud khusus
tertentu sesuai dengan kegunaannya, seperti untuk memilih peserta didik masuk
rombongan belajar yang mana, untuk mengelompokkan peserta didik dalam
kegiatan belajar, dan untuk menyeleksi peserta didik yang mewakili sekolah
dalam lomba antar-sekolah.
d. Ruang Lingkup Penilaian Hasil Belajar
Hasil belajar peserta didik dapat diklasifikasi ke dalam tiga ranah
(domain), yaitu: (1) domain kognitif (pengetahuan atau yang mencakup
kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika - matematika), (2) domain afektif (sikap
dan nilai atau yang mencakup kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan
intrapribadi, dengan kata lain kecerdasan emosional), dan (3) domain psikomotor
(keterampilan atau yang mencakup kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-
spasial, dan kecerdasan musikal).
Sejauh mana masing-masing domain tersebut memberi sumbangan
terhadap sukses seseorang dalam pekerjaan dan kehidupan ? Data hasil penelitian
multi kecerdasan seperti dikutip dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com
menunjukkan bahwa kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika-matematika yang
termasuk dalam domain kognitif memiliki kontribusi hanya sebesar 5 %.
Kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi yang termasuk domain
afektif memberikan kontribusi yang sangat besar yaitu 80 %. Sedangkan
xlix
kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spatial dan kecerdasan musikal yang
termasuk dalam domain psikomotor memberikan sumbangannya sebesar 5 %
Namun, dalam praxis pendidikan di Indonesia yang tercermin dalam
proses belajar-mengajar dan penilaian, yang amat dominan ditekankan justru
domain kognitif. Agar penekanan dalam pengembangan ketiga domain ini
disesuaikan dengan proporsi sumbangan masing-masing domain terhadap sukses
dalam pekerjaan dan kehidupan, para guru perlu memahami pengertian dan
tingkatan tiap domain serta bagaimana menerapkannya dalam proses belajar-
mengajar dan penilaian.
5. Kreativitas Guru
a. Pengertian Kreativitas
Kreatifitas merupakan suatu bidang kajian yang kompleks, yang
menimbulkan berbagai perbedaan pandangan. Perbedaan definisi kreativitas yang
dikemukakan oleh banyak ahli merupakan definisi yang saling melengkapi. Sudut
pandang para ahli terhadap kreativitas menjadi dasar perbedaan dari definisi
kreativitas. Definisi kreativitas tergantung pada segi penekanannya, kreativitas
dapat didefinisikan kedalam empat jenis dimensi sebagai Four P’s Creativity,
yaitu dimensi Person,Proses, Press dan Product.
Definisi pada dimensi person adalah upaya mendefinisikan kreativitas yang
berfokus pada individu atau person dari individu yang dapat disebut kreatif. Reni
Akbar-Hawadi dkk, (2001) menerangkan bahwa kreativitas merupakan
kemampuan atau kecakapan yang ada dalam diri seseorang, hal ini erat kaitannya
dengan bakat. Sedangkan Utami Munandar (1999) menerangkan bahwa tindakan
kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan
lingkungannya. Definisi kreativitas dari dua pakar diatas lebih berfokus pada segi
pribadi.
Definisi pada dimensi proses upaya mendefinisikan kreativitas yang
berfokus pada proses berpikir sehingga memunculkan ide-ide unik atau kreatif.
Munandar (1977) dalam Reni Akbar-Hawadi dkk (2001) menerangkan bahwa
l
kreativitas adalah sebuah proses atau kemampuan yang mencerminkan
kelancaran, keluwesan (fleksibititas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta
kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci),
suatu gagasan. Pada definisi ini lebih menekankan pada aspek proses perubahan.
Definisi dan pendekatan kreativitas yang menekankan faktor press atau
dorongan, baik dorongan internal diri sendiri berupa keinginan dan hasrat untuk
mencipta atau bersibuk diri secara kreatif, maupun dorongan eksternal dari
lingkungan sosial dan psikologis. Simpson (1982) dalam S. C. U. Munandar
(1999) menyatakan bahwa “The initiative that one manifests by his power to break
away from the usual sequence of thought”. Mengenai “press” dari lingkungan, ada
lingkungan yang menghargai imajinasi dan fantasi, dan menekankan kreativitas
serta inovasi. Kreativitas juga kurang berkembang dalam kebudayaan yang terlalu
menekankan tradisi, dan kurang terbukanya terhadap perubahan atau
perkembangan baru.
Definisi yang berfokus pada produk kreatif menekankan pada orisinalitas,
seperti yang dikemukakan oleh Enny Semiawan, S. Munandar, CU. Munandar
(1984: 9) menyatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk membuat
kombinasi-kombinasi baru, atau melihat hubungan-hubungan baru antar unsur,
data, atau hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Dari pengertian di atas, kreativitas
seakan hanya tertuju pada suatu produk dari hasil pemikiran atau perilaku
manusia. Namun sebenarnya kreativitas dapat pula dilihat sebagai proses dan
mungkin inilah yang lebih esensial dan perlu dibina pada siswa sejak dini untuk
bersibuk diri secara kreatif.
Selain berbagai pandangan tersebut, Piaw (2004:23-24) menjelaskan
mengenai tiga perspektif tentang berpikir kreatif, yakni perspektif supernatural,
rasionalisme, dan perkembangan. Dalam perspektif supernatural, kreativitas
merupakan kemampuan alami bukan diciptakan melalui pelatihan. Salah satu
prinsip dalam perspektif rasional adalah semua kegiatan dapat dijelaskan. Dengan
demikian, berpikir kreatif dapat dijelaskan secara genetis, yakni sebagai suatu
faktor biologis. Perspektif perkembangan diajukan melalui penelitian Gowan
dalam hal tahap-tahap perkembangan menurut teori Piaget dan Frued. Menurut
li
Gowan kreativitas berkembang melalui tiga tahap, yaitu (1) dunia, (2) ego, dan (3)
yang lainnya. Perkembangan kreativitas merupakan suatu transformasi energi dari
satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya hingga menuju
dewasa.
Keragaman pengertian istilah kreativitas tersebut pada dasarnya memiliki
persamaan, yakni kreativitas dipandang sebagai sesuatu yang dimiliki seseorang
untuk menunjukkan kemampuannya. Sesuatu tersebut dapat berupa gagasan atau
karya nyata yang baru atau merupakan kombinasi dari yang sudah ada. Sternberg
dan Lubart (1995:11) menyatakan bahwa unsur “baru” itu merupakan unsur yang
penting untuk mendeskripsikan produk kreativitas di samping memiliki unsur
“cocok”. Lebih lanjut Sternberg dan Lubart menyatakan bahwa sesuatu yang baru
itu merupakan sesuatu yang tidak biasanya; produk yang baru itu bersifat asli,
tidak dapat diprediksi, dan dapat memberikan kejutan bagi pengamatnya. Selain
itu produk kreativitas memiliki kelayakan atau kebergunaan. Pandangan Sternberg
dan Lubart ini sejalan dengan pendapat Baron (dalam Supriadi,1994:7) yang
menyatakan “creativity is the ability to bring something new into existence” atau
juga Stein (dalam Supriadi,1994: 10) yang menyatakan “the creative work is a
novel work that is accepted as tenable or useful or satisfying by a group in some
point in time”.
Dari berbagai pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kreativitas
adalah kemampuan individu untuk meraih aktualisasi diri melalui gagasan atau
karya nyata, baik yang bersifat baru maupun kombinasi dari yang sudah ada.
b. Kriteria Kreativitas
Pada dasarnya kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk
melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata yang
relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Untuk menentukan apakah
seseorang itu kreatif atau tidak perlu diadakan identifikasi yang benar. Seperti
menurut Shapiro (1973) bahwa tanpa ada kejelasan mengenai kriteria kreativitas,
suatu kajian kreativitas patut diragukan keabsahannya. Penentuan kriteria
lii
kreativitas menyangkut tiga dimensi yaitu dimensi proses, person dan produk
kreatif (Amabile,1983).
Dengan menggunakan proses kreatif sebagai kriteria kreativitas, maka
segala produk yang dihasilkan dari proses itu dianggap sebagai produk kreatif,
dan orangnya disebut sebagai orang kreatif. Menurut konsep kreativitas proses
kreatif diartikan bersibuk diri secara kreatif yang menunjukan kelancaran,
fleksibilitas (keluwesan, orisinalitas dalam berfikir dan berperilaku). Kreativitas
yang berupa proses dapat dilihat melalui penggunaan kreativitas tersebut sebagai
alat untuk memecahkan masalah.
Dimensi orang atau pribadi sebagai kriteria kreativitas seringkali kurang
jelas rumusannya. Amabile (1983) mengatakan bahwa pengertian orang atau
pribadi sebagai kriteria kreativitas identik dengan yang dikemukakan Guilford
(1950) disebut kepribadian kreatif. Kepribadian kreatif menurut Guilford meliputi
dimensi kognitif (yaitu bakat) dan non-kognitif (yaitu minat, sikap, dan kualitas
temperamental). Menurut teori ini, orang-orang kreatif memiliki ciri-ciri
kepribadian yang yang secara signifikan berbeda dengan orang-orang yang kurang
kreatif. Karakteristik-karakteristik kepribadian ini menjadi kriteria untuk
mengidentifikasi orang-orang kreatif. Orang-orang yang memiliki ciri-ciri seperti
yang dimiliki oleh orang-orang kreatif dengan sendirinya adalah orang kreatif
(Supriadi, 1994: 13).
Kriteria ketiga adalah produk kreatif, yang menunjuk kepada hasil
perbuatan, kinerja, atau karya seseorang dalam dalam bentuk barang, atau
gagasan. Kriteria ini dipandang sebagai yang paling eksplisit untuk menentukan
kreativitas seseorang, sehingga disebut sebagai ”kriteria puncak” bagi kreativitas
(Amabile, 1983). Dalam operasi penilaiannya, proses identifikasi kreativitas
dilakukan melalui analisis obyektif terhadap produk, pertimbangan subyektif oleh
peneliti, atau peneliti ahli, dan melalui tes (Supriadi, 1994: 14).
Menurut Supriadi (1994: 23), ada lima pendekatan yang digunakan untuk
menilai kreativitas seseorang. Kelima pendekatan itu adalah: 1. Analisis obyektif
terhadap produk kreatif, 2. Pertimbangan subyektif, 3. Inventori kepribadian, 4.
Inventori biografis, dan 5. Tes kreativitas.
liii
1) Analisis obyektif terhadap produk kreatif
Pendekatan ini dimaksudkan untuk menilai secara langsung kreativitas suatu
produk berupa benda atau karya-karya kreatif lain yang dapat diobservasi
wujud fisiknya. Pendekatan ini pertama kali dikemukakan oleh Ghiselin
(1963). Metode ini dikembangkan oleh Simonton (1980) yaitu digunakan
dalam studinya terhadap kreativitas dalam karya musik klasik, berdasarkan
orisinalitasnya.
2) Pertimbangan subyektif
Pendekatan ini mengandalkan berbagai kamus biografi untuk memilih
orang-orang kreatif. Pendekatan ini digunakan oleh Galton (1870) yaitu
untuk menentukan orang-orang yang layak disebut genius. Pendekatan ini
juga digunakan oleh Simonton (1975) yaitu dengan menggunakan sumber-
sumber biografi, catatan sejarah, dan antologi untuk menentukan subyek
studinya yang meliputi sekitar 5000 orang dan produk kreatif. Pertimbangan
subyektif ini digunakan dengan cara meminta sekelompok pakar untuk
menilai kreativitas orang-orang tertentu yang sesuai dengan bidangnya.
3) Inventori kepribadian
Pendekatan ini ditujukan untuk mengetahui kecenderungan-kecenderungan
kepribadian kratif seseorang atau keterkaitan kepribadian yang berhubungan
dengan kreativitas. Kepribadian kreatif meliputi: sikap, motivasi, minat,
gaya berpikir, dan kebiasaan-kebiasaan dalam berperilaku.
4) Inventori biografis
Inventori biografis digunakan untuk mengungkap berbagai aspek kehidupan
orang-orang kreatif, meliputi identitas pribadi, lingkungan, dan pengalaman-
pengalaman hidupnya. Dengan memperhatikan biografis seseorang, maka
dapat dilihat tingkat kreativitas orang tersebut.
5) Tes Kreativitas
Tes kreativitas digunakan untuk mengidentifikasi orang-orang kreatif yang
ditunjukkan oleh kemampuan dalam berpikir kreatif. Hasil tes ini berbentuk
skor yang kemudian dikonversikan ke dalam skala tertentu yang
menghasilkan Creativity Quotient (CQ) yang mirip dengan Intelligence
liv
Quotient (IQ). Beberapa bentuk tes kreativitas antara lain: Test of Divergent
thinking, Creativity test for Children, Torrance Test of Creative Thinking,
Creative Assessment Package, Tes kreativitas verbal dari Munandar. Tes
kreativitas berbeda dengan tes intelegensi, Tes Intelegensi menguji
kemampuan berpikir konvergen, karena itu jawaban yang disediakan benar
dan salah. Sedangkan tes kreativitas mengukur kemampuan berpikir
divergen, tidak ada jawaban benar atau salah. Kualitas respon seseorang
diukur dari sejauh manakah memiliki keunikan dan berbeda dari
kebanyakan orang. Makin unik dan orisinal, makin tinggi skornya. Selain
itu yang menjadi kriteria penskoran adalah keluwesan, kelancaran, dan
kerincian jawaban.
c. Kreativitas Guru
Jika pengertian kreativitas tersebut dihubungkan dengan guru, maka yang
dimaksud dengan keativitas guru adalah kemampuan seorang guru untuk meraih
aktualisasi diri melalui gagasan atau karya nyata, baik yang bersifat baru maupun
kombinasi dari yang sudah ada guna memecahkan masalah yang sedang dihadapi
yaitu menyampaikan/memberikan ilmu pengetahuan, sikap, dan keterampilan
kepada siswa di sekolah atau lembaga pendidikan sehingga menyebabkan siswa
itu mampu melaksanakan sesuatu.
Adapun ciri-ciri Guru berkepribadian kreatif seperti yang dikemukakan
oleh S.C.U Munandar (1984: 12) dalam Enny Semiawan et al adalah sebagai
berikut.
1) Mempunyai daya imajinasi yang kuat 2) Mempunyai inisiatif 3) Mempunyai minat yang luas 4) Bebas dalam berfikir (tidak kaku atau terhambat) bersifat ingin tahu 5) Selalu ingin mendapat pengalaman-pengalaman baru 6) Percaya pada diri sendiri 7) Penuh Semangat (energetic) 8) Berani mengambil resiko (tidak takut membuat kesalahan) 9) Berani dalam pendapat dan keyakinan (tidak ragu-ragu dalam menyatakan
pendapat meskipun mendapat kritik dan berani mempertahankan pendapat yang menjadi keyakinannya.
lv
Penerapan KTSP memberikan peluang bagi setiap sekolah untuk
menyusun kurikulumnya sendiri, dan untuk itu tiap guru yang akan mengajar di
kelas dituntut memiliki kemampuan menyusun kurikulum yang tepat bagi peserta
didiknya. Diperlukan kompetensi masing-masing guru untuk dapat menyusun
KTSP dengan baik dan efektif.
Menurut Mulyasa (2006: 164), agar KTSP dapat dikembangkan secara
efektif serta dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, guru perlu memiliki
kompetensi tertentu antara lain :
1) menguasai dan memahami kompetensi dasar dan hubungannya dengan kompetensi lain dengan baik.
2) menyukai apa yang diajarkannya dan menyukai mengajar sebagai suatu profesi.
3) memahami peserta didik pengalaman, kemampuan, dan prestasinya. 4) menggunakan metoda yang bervariasi dalam mengajar dan membentuk
kompetensi peserta didik. 5) mengeliminasi bahan-bahan yang kurang penting dan kurang berarti dalam
kaitannya dengan pembentukan kompetensi. 6) mengikuti perkembangan pengetahuan mutakhir. 7) menyiapkan proses pembelajaran. 8) mendorong peserta didik untuk memperoleh hasil yang lebih baik, serta 9) menghubungkan pengalaman yang lalu dengan kompetensi yang akan
dikembangkan.
d. Kreativitas Guru Dalam Perencanaan Pembelajaran Matematika
Jika pengertian kreativitas guru tersebut dihubungkan dengan perencanaan
pembelajaran, maka yang dimaksud dengan keativitas guru dalam perencanaan
pembelajaran matematika adalah kemampuan seorang guru untuk meraih
aktualisasi diri melalui gagasan atau karya nyata, baik yang bersifat baru maupun
kombinasi dari yang sudah ada dalam perencanaan pembelajaran matematika yang
menyangkut silabus, analisa mata pelajaran, program tahunan, program semester
dan rencana program pembelajaran.
Kriteria yang digunakan untuk menentukan kreativitas guru dalam
perencanaan pembelajaran matematika meliputi dua dimensi yaitu dimensi proses
dan produk kreatif.
lvi
1) Dimensi proses digunakan untuk mengetahui kreativitas guru selama proses
penyusunan perangkat pembelajaran seperti silabus dan RPP.
2) Dimensi produk digunakan untuk menilai kreativitas guru tentang silabus
atau RPP yang telah dihasilkan.
Pada hakekatnya bila suatu kegiatan direncanakan lebih dahulu, maka
tujuan dari kegiatan tersebut akan lebih terarah dan lebih berhasil. Itulah sebabnya
seorang guru harus memiliki kemampuan dalam merencanakan pengajaran.
Karena dengan perencanaan dan menyampaikan pengajaran yang baik akan
memudahkan siswa dalam belajar. Dibutuhkan kreativitas dari masing-masing
guru untuk dapat membuat suatu perencanaan pembelajaran yang baik.
Pengajaran merupakan rangkaian peristiwa yang direncanakan untuk
disampaikan, untuk menggiatkan dan mendorong belajar siswa yang merupakan
proses merangkai situasi belajar (yang terdiri dari ruang kelas, siswa dan materi
kurikulum) agar belajar menjadi lebih mudah.
e. Kreativitas Guru Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Matematika
Jika pengertian kreativitas guru tersebut dihubungkan dengan pengertian
pembelajaran matematika, maka yang dimaksud dengan keativitas guru dalam
pembelajaran matematika adalah kemampuan seorang guru untuk meraih
aktualisasi diri melalui gagasan atau karya nyata, baik yang bersifat baru maupun
kombinasi dari yang sudah ada dalam usaha yang disengaja yang melibatkan
interaksi antara guru dan siswa serta menggunakan kemampuan profesional guru
untuk mencapai tujuan kurikulum matematika guna memecahkan masalah yang
sedang dihadapi yaitu menyampaikan/ memberikan ilmu pengetahuan, sikap, dan
keterampilan kepada siswa di sekolah atau lembaga pendidikan sehingga
menyebabkan siswa itu mampu melaksanakan sesuatu.
Kriteria yang digunakan untuk menentukan kreativitas guru dalam proses
pembelajaran matematika meliputi dua dimensi yaitu dimensi proses dan produk
kreatif.
lvii
1) Dimensi proses digunakan untuk mengetahui kreativitas guru dalam proses
menemukan ide atau gagasan tentang aktivitas pembelajaran yang akan
diterapkan di kelas.
2) Dimensi produk digunakan untuk menilai kreativitas guru yang menunjuk
kepada gagasan atau karya nyata guru dalam bentuk penerapanya dalam
pembelajaran matematika.
Peningkatan mutu pendidikan akan tercapai apabila proses belajar
mengajar yang diselenggarakan di kelas benar-benar efektif dan berguna untuk
mencapai kemampuan pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diharapkan.
Karena pada dasarnya proses belajar mengajar merupakan inti dari proses
pendidikan secara keseluruhan, di antaranya guru merupakan salah satu faktor
yang penting dalam menentukan berhasilnya proses belajar mengajar di dalam
kelas. Oleh karena itu guru dituntut untuk meningkatkan peran dan kreativitasnya,
guru yang kreatif akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif
dan akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada
pada tingkat yang optimal.
f. Kreativitas Guru Dalam Penilaian Pembelajaran Matematika
Jika pengertian kreativitas guru tersebut dihubungkan dengan perencanaan
pembelajaran, maka yang dimaksud dengan keativitas guru dalam perencanaan
pembelajaran matematika adalah kemampuan seorang guru untuk meraih
aktualisasi diri melalui gagasan atau karya nyata, baik yang bersifat baru maupun
kombinasi dari yang sudah ada dalam penilaian pembelajaran matematika.
Kriteria yang digunakan untuk menentukan kreativitas guru dalam
penilaian pembelajaran matematika meliputi dua dimensi yaitu dimensi proses dan
produk kreatif.
1) Dimensi proses digunakan untuk mengetahui kreativitas guru dalam proses
menemukan gagasan tentang model/alat penilaian yang akan digunakan
sebagai umpan balik terhadap pembelajaran matematika.
2) Dimensi produk digunakan untuk menilai kreativitas guru yang menunjuk
kepada gagasan atau karya nyata guru berupa model/alat penilaian yang
lviii
digunakan sebagai masukan informasi secara komprehensif tentang hasil
belajar peserta didik.
Ditinjau dari sudut profesionalisme tugas kependidikan, kegiatan penilaian
merupakan salah satu ciri yang melekat pada pendidik profesional. Seorang
pendidik profesional selalu menginginkan umpan balik atas proses pembelajaran
yang dilakukannya. Hal tersebut dilakukan karena salah satu indikator
keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh tingkat keberhasilan yang dicapai
peserta didik. Diperlukan kreativitas masing-masing guru untuk dapat membuat
suatu rancangan penilaian yang benar-banar mampu mengukur kemampuan siswa
sesuai amanat KTSP. Dengan sistem penilaian yang berkompeten maka hasil
penilaian dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan proses pembelajaran dan umpan
balik bagi pendidik untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang
dilakukan.
6. Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Nur Puji Lestari, dengan judul: Kesiapan
Guru Matematika Sekolah Menengah Atas (SMA) negeri dalam pelaksanaan
kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di kota Surakarta. Evaluasi
Pelaksanaan KTSP untuk mata Pelajaran matematika di Sekolah Menengah Atas
(SMA) di kota Surakarta.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana pemahaman isi KTSP
mata pelajaran matematika oleh guru matematika, mengetahui karakteristik guru
matematika Sekolah Menengah Atas (SMA) di kota Surakarta dan untuk
mengetahui faktor pendukung dan kendala dari pelaksanaan KTSP mata pelajaran
matematika di Sekolah Menengah Atas (SMA) di kota Surakarta.
Penelitian ini mempunyai persamaan dan perbedaan, persamaanya yaitu
menganalisa tentang pelaksanaan kurikulum baru yaitu KTSP, bentuk penelitian
kualitatif, perbedaannya adalah penelitian Nur Puji Lestari untuk menganalisa
kesiapan guru matematika dalam melaksanakan KTSP sedangkan penelitian ini
menganalisa kreativitas guru matematika dalam menerapkan KTSP.
lix
B. Kerangka Berfikir
Penafsiran konsep kurikulum bagi peneliti dan praktisi pendidikan dapat
berbeda satu sama lain. Secara umum, konsep kurikulum dapat didefinisikan
sebagai suatu spesifik rankaian pengetahuan, keterampilan, dan kegiatan untuk
disampaikan kepada siswa. Penafsiran lain, kurikulum dapat didefinisikan sebagai
suatu rangkaian yang direncanakan sebagai panduan guru utuk mengajar dan
siswa untuk belajar.
Kurikulum terkini yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP tersebut diterapkan pula pada
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri Sumber Lawang, Madrasah Tsanawiyah
(MTs) Negeri Kalijambe, dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri Gemolong.
Matematika sebagai bagian dari kurikulum juga mengalami penyempurnaan baik
dalam persiapan maupun pelaksanaan pembelajaran di kelas.
Dalam KTSP pembelajaran Matematika lebih dipusatkan kepada siswa
dan guru lebih bertindak sebagai fasilitator pembelajaran yang memberikan
kemudahan bagi siswa dalam belajar. Pembelajaran yang dilakukan harus
melibatkan peserta didik dengan intensitas yang tinggi demi tercapainya
kompetensi bagi masing-masing peserta didik sesuai dengan potensinya.
Mengingat dalam pembelajaran Matematika pemahaman tentang konsep dan
prosedur penyelesaian suatu masalah tidak bisa didapatkan secara optimal apabila
pembelajaran hanya terpusat pada guru. Dalam KTSP guru juga dituntut untuk
memiliki persiapan yang matang baik sebelum pembelajaran maupun pada saat
pembelajaran. Guru diberikan kewenangan untuk mengembangkan KTSP sesuai
dengan kondisi sekolah, peserta didik, dan potensi daerahnya. Guru juga diberi
tugas untuk menyusun silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
sebelum melaksanakan proses pembelajaran di kelas.
Mengingat tugas dan beban guru tersebut maka Guru Matematika
dituntut untuk memiliki kesiapan dan kompetensi-kompetensi tertentu demi
terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan sesuai tujuan. Dalam KTSP,
Guru Matematika dituntut untuk dapat berpikir kreatif, berinovasi, dan berkreasi
lx
untuk menciptakan hal-hal baru yang dapat mendukung siswa belajar aktif. Akan
tetapi, mungkin juga guru telah terbiasa dengan cara-cara mengajar lama sehingga
sulit untuk mengadakan perubahan sesuai dengan tuntutan dalam KTSP.
Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Matematika diperlukan
kreativitas yang tinggi dari para guru dalam menerapakan KTSP. Kreativitas guru
tersebut antara lain kreativitas dalam merencanakan pembelajaran Matematika,
kreativitas dalam proses pembelajaran Matematika, dan kreativitas dalam
penilaian pembelajaran Matematika. Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk
mengetahui bagaimanakah kreativitas Guru Matematika Madrasah Tsanawiyah
(MTs) Negeri Sumber Lawang, Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri Kalijambe,
dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 1 Gemolong dalam merencanakan
pembelajaran Matematika, dalam proses pembelajaran Matematika, dan dalam
penilaian pembelajaran Matematika sesuai KTSP.
Dari pemikiran di atas dapat digambarkan kerangka pemikiran dalam
penelitian ini sebagai berikut.
Gambar 1. Skema kerangka berpikir
Keterangan :
: diterapkan
KURIKULUM TINGKAT SATUAN
PENDIDIKAN (KTSP)
PEMBELAJARAN MATEMATIKA
PERENCANAAN PEMBELAJARAN
MATEMAIKA
PROSES PEMBELAJARAN
MATEMATIKA
PENILAIAN PEMBELAJARAN
MATEMATIKA
KREATIVITAS GURU
MATEMATIKA
lxi
: ditinjau : diperlukan
lxii
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di MTsN Kalijambe, MTsN Sumber Lawang, dan
MTsN Gemolong. Sekolah-sekolah ini dipilih sebagai tempat penelitian karena
sekolah tersebut telah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
dalam pelaksanaan pembelajaranya.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan mulai Bulan Februari tahun 2009 hingga
Bulan Juni 2009. Berikut tabel alokasi waktu kegiatan penelitian yang dilakukan.
Tabel 1. Alokasi waktu kegiatan penelitian
No Kegiatan Tahun 2008-2009
Mar Apr Mei Jun Jul-Sep
1. Pengajuan Judul
2. Penyusunaan Proposal
3. Ijin Penelitian
4. Pengumpulan data
5. Analisis Data
6. Penyusunan Laporan
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini digolongkan ke dalam penelitian kualitatif, sedangkan
metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif
karena penelitian bermaksud untuk melakukan penyelidikan dengan
menggambarkan dan memaparkan keadaan subyek penelitian pada saat sekarang
berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana mestinya. Seperti dikutip dari
Lexy J. Moleong (2007: 4), “…Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
lxiii
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati”.
Sedangkan Lexy J. Moleong (2007: 6) mendefinisikan penelitian kualitatif
sebagai penelitian yang bermaksud memahami fenomena-fenomena yang terjadi
pada subjek penelitian misalnya perilaku dan motivasi, selanjutnya data-data yang
telah terkumpul dideskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa serta dengan
memanfaatkan metode ilmiah. Lexy J. Moleong (2007: 5) juga menyatakan bahwa
dalam penelitian kualitatif metode yang biasa dimanfaatkan adalah wawancara,
observasi, dan analisis dokumen.
Dalam rangka mengumpulkan data penelitian, dilakukan kontak langsung
(flux to face) dengan responden agar dapat mengamati perilaku, pendapat, sikap,
dan pendayagunaannya berdasarkan pandangan subyek penelitian. Penelitian yang
bersifat deskriptif lebih mementingkan proses dari pada hasil, membatasi studi
dengan fokus dan memiliki seperangkat kriteria untuk memeriksa keabsahan data.
Sasaran penelitian diarahkan kepada usaha menemukan teori-teori dasar.
Responden dapat menilai kembali data dan informasi yang diberikan yang perlu
direvisi atau untuk melengkapi data informasi baru.
C. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari :
1. Informan atau narasumber, yaitu guru matematika dan siswa
MTsN Sumber Lawang, MTsN Kalijambe, dan MTsN Gemolong yang telah
dijadikan subjek penelitian. Data yang diperoleh dari informan adalah berupa
rekaman wawancara yang direkam peneliti saat wawancara berlangsung.
2. Tempat dan peristiwa, yaitu kejadian atau peristiwa yang dapat
diamati pada saat kegiatan belajar mengajar di MTsN Sumber Lawang,
MTsN Kalijambe, MTsN Gemolong pada kelas yang telah ditentukan. Data
yang diperoleh berupa catatan pada lembar observasi yang telah dibuat oleh
peneliti sebelumnya.
3. Dokumen, yaitu berupa arsip atau catatan mengenai segala
informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Data yang diperoleh berupa
dokumen-dokumen perangkat mengajar guru matematika sesuai KTSP.
lxiv
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang dilakukan untuk
memperoleh data dalam penelitian. Dalam penelitian ini digunakan teknik
pengumpulan data sebagai berikut.
1. Wawancara Dengan Pedoman
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide
melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik
tertentu (Sugiyono, 2005: 72). Wawancara dengan pedoman merupakan teknik
pengumpulan informasi dari objek yang diteliti mengenai suatu masalah khusus
dengan teknik bertanya bebas tetapi berdasarkan atas pedoman yang telah disusun
sebelumnya. Pemberi informasi atau keterangan dalam penelitian ini dinamakan
informan, bukan responden sebagaimana penelitian kuantitatif yang menggunakan
kuesioner.
Dalam penelitian ini digunakan teknik wawancara dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan secara lisan untuk memperoleh informasi-informasi yang
berkaitan dengan masalah penelitian serta informan juga memberikan jawaban
secara lisan. Wawancara ini digunakan untuk memperoleh informasi tentang
usaha-usaha kreatif guru matematika dalam merencanakan pembelajaran baik
yang menyangkut perangkat pembelajaran maupun strategi yang akan digunakan
guru dalam mengajar, kegiatan kreatif guru saat pembelajaran berlangsung, serta
sistem penilaian kreatif guru matematika dalam menilai hasil belajar siswa.
2. Pengamatan/observasi
Teknik observasi atau pengamatan digunakan untuk menggali data dari
sumber data yang berupa peristiwa, aktifitas, perilaku, tempat, benda, serta
rekaman gambar. Menurut Spradley (1980) seperti dikutip dari H.B. Sutopo
(2006: 75) pelaksanaan teknik observasi dapat dibagi menjadi : observasi tak
berperan sama sekali dan observasi berperan, dimana observasi berperan ini terdiri
dari berperan pasif, berperan aktif, dan berperan penuh.
lxv
Dalam penelitian ini, digunakan teknik observasi berperan pasif yaitu
peneliti benar-benar datang ke lokasi tetapi hanya sebagai pengamat pasif.
Observasi dilakukan dengan cara mengamati proses kegiatan belajar mengajar
Matematika di salah satu kelas yang diampu oleh guru-guru yang menjadi
informan dalam teknik wawancara. Observasi ini dilakukan untuk mendapatkan
informasi tentang peristiwa, aktifitas, perilaku, dan benda yang berkaitan dengan
kegiatan kreatif guru saat pembelajaran berlangsung.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mencatat
dan mengumpulkan data yang bersumber dari arsip dan dokumen yang berkaitan
dengan masalah penelitian.
Metode dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
mempelajari dokumen, arsip, catatan-catatan, atau hal-hal lain guna melengkapi
informasi-informasi tentang kreativitas Guru matematika dalam perencanaan,
proses, dan penilaian pembelajaran matematika agar lebih dalam dan lengkap.
Dokumen tersebut antara lain berupa kelengkapan perangkat pembelajaran seperti
silabus, RPP, Program Tahunan, Program Semester, Rancangan Penilaian,
Presensi siswa, Buku ajar, Daftar nama Guru Matematika beserta jumlah jam
mengajarnya perminggu.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan
dalam kegiatan pengumpulan data agar kegiatan pengumpulan data menjadi
sistematis dan mudah. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
peneliti sendiri. Hal tersebut dilakukan karena, jika memanfaatkan alat yang
bukan mausia, sangat tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap
kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan. Setelah masalah sudah mulai jelas,
maka dikembangkan alat bantu (instrumen) sederhana yang diharapkan dapat
mempermudah peneliti dalam proses pengumpulan data di lapangan. Alat bantu
(instrumen) penelitian tersebut yaitu : pedoman wawancara, pedoman observasi,
lxvi
alat perekam, kamera, lembar dokumentasi, yang mana telah dilakukan validasi isi
terhadap pedoman wawancara tersebut oleh tiga guru Matematika yang lebih
memahami tentang permasalahan secara nyata di sekolah.
1. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak
menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman wawancara ini disusun tidak
hanya berdasarkan tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti. Pedoman wawancara dalam penelitian
ini ada dua macam yaitu pedoman wawancara untuk guru dan pedoman
wawancara untuk siswa. Bentuk pedoman wawancara berupa butir-butir
pertanyaan berjumlah 17 pertanyaan untuk guru dan 11 pertanyaan untuk
siswa. Semua pertanyaan tersebut telah dilakukan validasi isi oleh tiga guru
Matematika yang lebih memahami tentang permasalahan secara nyata di
sekolah. Semua pertanyaan tersebut disusun untuk meneliti tentang kreativitas
guru matematika dalam perencanaan pembelajaran, proses pembelajaran, dan
penilaian pembelajaran matematika berbasis KTSP. Adapun pedoman
wawancara secara lengkap dapat dilihat dalam lampiran.
2. Pedoman Observasi
Pedoman observasi digunakan agar peneliti dapat melakukan
pengamatan sesuai dengan tujuan penelitian. Pedoman observasi dalam
penelitian ini disusun berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku subjek
selama wawancara dan observasi terhadap lingkungan atau setting wawancara,
serta pengaruhnya terhadap perilaku subjek dan informasi yang muncul pada
saat berlangsungnya wawancara. Pedoman observasi dalam penelitian ini
digunakan untuk mengamati aktivitas guru matematika pada saat mengajar.
Bentuk pedoman observasi berupa tabel yang berisi pokok-pokok masalah
yang diamati antara lain tentang penggunaan media pembelajaran, metode
pembelajaran, kegiatan pembelajaran (pendahuluan, inti, penutup), dan
penilaian pembelajaran matematika berbasis KTSP. Adapun pedoman
observasi dan hasil observasi secara lengkap dapat dilihat dalam lampiran.
lxvii
3. Alat Perekam
Alat perekam berguna sebagai alat bantu pada saat wawancara, agar
peneliti dapat berkonsentrasi pada proses pengambilan data tanpa harus
berhenti untuk mencatat jawaban-jawaban dari subjek. Alat perekam yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebuah handphone yang telah memiliki
fasilitas perekam suara digital sehingga hasil rekaman bisa terdengar dengan
jelas. Dalam pengumpulan data, alat perekam ini baru dapat dipergunakan
setelah mendapat ijin dari subjek untuk mempergunakan alat tersebut pada
saat wawancara berlangsung.
4. Lembar dokumentasi
Lembar dokumentasi digunakan agar peneliti dapat melakukan
pengamatan dokumentasi sesuai dengan tujuan penelitian. Lembar
dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengamati kelengkapan
perangkat pembelajaran matematika berbasis KTSP seperti silabus, RPP,
program semester, program tahunan, dan kelengkapan pembelajaran
matematika berbasis KTSP lainya. Adapun lembar dokumentasi secara
lengkap dapat dilihat pada lampiran.
5. Kamera
Kamera digunakan untuk mendokumentasikan/memotret keadaan sekitar
tempat penelitian.
F. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu : tahap
persiapan, pengumpulan data, analisis data, dan penyusunan laporan penelitian.
Untuk lebih jelasnya, masing-masing akan diuraikan sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Kegiatan-kegiatan pada tahap persiapan ini meliputi :
a. Menyusun proposal penelitian.
b. Menyusun instrumen-instrumen pengumpulan data.
c. Mengurus perijinan penelitian.
lxviii
2. Tahap Pengumpulan Data
Kegiatan-kegiatan pada tahap pengumpulan data ini meliputi:
a. Menyampaikan pemberitahuan sekaligus permohonan ijin kepada
kepala sekolah MTsN Sumber Lawang, MTsN Kalijambe, dan MTsN
Gemolong.
b. Memperkenalkan diri kepada kepala sekolah dan guru yang menjadi
sasaran penelitian.
c. Menerangkan tentang tujuan serta manfaat yang akan dihasilkan dari
penelitian ini tanpa menyembunyikan maksud penelitian sehingga akan
menghilangkan kecurigaan mereka yang menganggap penelitian
bertujuan untuk memata-matai dan mencari kesalahan dalam
melaksanakan tugas
d. Melakukan wawancara terhadap informan kunci yang dapat membantu
dalam mengumpulkan data penelitian, antara lain :
1) Guru matematika MTsN Sumber Lawang
2) Guru matematika MTsN Kalijambe
3) Guru matematika MTsN Gemolong
4) Siswa MTsN Sumber Lawang
5) Siswa MTsN Kalijambe
6) Siswa MTsN Gemolong
e. Melakukan observasi terhadap guru MTsN Sumber Lawang, MTsN
Kalijambe, dan MTsN Gemolong pada saat mengajar.
f. Mengumpulkan dokumen-dokumen di MTsN Sumber Lawang, MTsN
Kalijambe, dan MTsN Gemolong yang dibutuhkan dalam penelitian.
g. Membuat rekaman wawancara dengan informan
h. Membuat catatan hasil observasi yang dituangkan dalam catatan hasil
pengamatan.
i. Melakukan pemotretan terhadap gambaran umum situasi pendidikan di
MTsN Sumber Lawang, MTsN Kalijambe, dan MTsN Gemolong
sebagai bahan dokumentasi.
lxix
3. Tahap Analisis Data
Kegiatan-kegiatan pada tahap analisa data ini meliputi:
a. Menentukan teknik analisa data yang tepat sesuai proposal penelitian
b. Mengembangkan sajian data dengan analisis lanjut kemudian di cross
check kan dengan temuan di lapangan.
c. Setelah didapat data yang sesuai intensitas kebutuhan maka dilakukan
proses verifikasi dan pengayaan dengan mengkonsultasikan dengan
orang yang dianggap lebih ahli.
d. Membuat simpulan akhir sebagai temuan penelitian.
4. Tahap Penyusunan Laporan Penelitian.
Kegiatan-kegiatan pada tahap analisa data ini meliputi:
a. Penyusunan laporan awal
b. Mereview laporan sementara dengan mengkonsultasikanya dengan
dosen pembimbing.
c. Perbaikan laporan sesuai dengan rekomendasi hasil konsultasi
d. Penyusunan laporan akhir dan penggandaan laporan.
G. Pengujian Kredibilitas Data
Untuk memperoleh data yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah, maka dilakukan pengujian kredibilitas data. Teknik pengujian
kredibilitas data dalam penelitian ini menggunakan konsep yang diberikan oleh
Lexy J. Moleong (2007: 326-332) yaitu :
1. Perpanjangan pengamatan
Perpanjangan keikutsertaan peneliti akan memungkinkan peningkatan
derajat kepercayaan data yang dikumpulkan. Hal ini dikarenakan dengan
perpanjangan keikutsertaan maka peneliti dapat lebih banyak mempelajari
kebudayaan dan keadaan lingkungan. Dengan perpanjangan keikutsertaan ini
maka peneliti memiliki waktu yang cukup lama sehingga dapat mendeteksi dan
memperhitungkan distorsi yang mungkin mengotori data serta peneliti juga
dapat membangun kepercayaan para subjek penelitian. Semakin lama peneliti
di lapangan akan semakin banyak pula data yang dihasilkan.
lxx
2. Meningkatkan ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan lebih cermat
dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan
peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. Sebagai bekal untuk
meningkatkan ketekunan adalah dengan cara membaca berbagai referensi buku
maupun hasil penelitian atau dokumentasi-dokumentasi yang terkait dengan
temuan-temuan yang diteliti. Dengan membaca ini maka wawasan peneliti
akan semakin luas dan tajam, sehingga dapat digunakan untuk memeriksa data
yang ditemukan itu benar atau dipercaya atau tidak.
3. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu. Trianggulasi dalam penelitian ini dilakukan
melalui :
a. Triangulasi sumber
Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
yang berbeda. Dalam penelitian ini Trianggulasi sumber dilakukan dengan
jalan membandingkan informasi yang diperoleh dari guru, siswa, ataupun
dokumen-dokumen.
b. Triangulasi metode
Triangulasi metode yaitu pencocokan informasi yang diperoleh
dengan menggunakan metode yang berbeda. Trianggulasi metode dalam
penelitian ini diakukan dengan membandingkan hasil yang diperoleh dari
metode wawancara, observasi, maupun dokumentasi.
H. Teknik Analisis Data
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Pada penelitian
kualitatif data yang muncul berupa kata-kata dan bukan rangkaian angka. Data
yang berupa kata-kata tersebut masih sangat beragam, sehingga perlu diolah agar
lxxi
menjadi sistematis, ringkas, dan logis. Terdapat beberapa definisi tentang analisa
data kualitatif, diantaranya adalah sebagai berikut.
Menurut Bogdan & Biklen dalam Lexy J. Moleong (2007: 248), ”Analisis
Data Kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting
dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada
orang lain.”
H.B. Sutopo (2006: 105) mengatakan bahwa ”Analisis sama sekali tidak
dimaksudkan untuk membuktikan suatu prediksi atau hipotesis penelitian, tetapi
semua simpulan yang dibuat sampai dengan teori yang mungkin dikembangkan,
dibentuk dari semua data yang telah berhasil ditemukan dan dikumpulkan di
lapangan”.
Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa analisa data
kualitatif adalah proses pengorganisasian data-data yang diperoleh dari lapangan,
mempelajarinya dan selanjutnya dipilah-pilah sehingga dapat dikelola dan digali
kembali informasi-informasi penting yang dapat diperoleh dan akhirnya data-data
tersebut dapat disajikan secara baik dalam urutan yang sistematis dan logis
berdasarkan fakta-fakta dari lapangan dan sama sekali tidak dimaksudkan untuk
membuktikan suatu prediksi atau hipotesis penelitian.
Dalam penelitian ini digunakan model analisis interaktif (interaktif model
of analisis), yaitu data yang dikumpulkan akan dianalisa melalui empat tahap,
yaitu mengumpulkan data, mereduksi data, menyajikan data dan menarik
kesimpulan. Dalam model ini dilakukan suatu proses siklus antar tahap-tahap,
sehingga data yang terkumpul akan berhubungan dengan satu sama lain dan
benar-benar data yang mendukung penyusunan laporan penelitian (HB. Sutopo,
2002 :35). Empat tahap tersebut adalah :
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan kegiatan mengumpulkan data di
lapangan baik melalui observasi, wawancara, maupun dokumentasi. Data-data
tersebut diperoleh dari sumber-sumber yang telah dipilih. Data yang
lxxii
dikumpulkan tersebut adalah data yang berkaitan dengan Penelitian ini yaitu
tentang kreativitas guru Matematika dalam menerapkan KTSP di MTsN
kalijambe, MTsN Sumber Lawang, dan MTsN Gemolong. Sekolah-sekolah
tersebut dipilih sebagai tempat penelitian karena sekolah tersebut telah
menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
2. Reduksi data
Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan,
dan abstraksi dari semua jenis informasi yang tertulis lengkap dalam catatan
lapangan (H.B Sutopo (2006: 114). Kegiatan ini bertujuan untuk
mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak
penting yang muncul dari catatan dan pengumpulan data. Proses ini
berlangsung terus-terus menerus sampai laporan akhir penelitian selesai.
3. Penyajian data
Penyajian data dalam penelitian kualitatif dimaksudkan untuk
menemukan suatu makna dari kata-kata yang diperoleh, kemudian disusun
secara sistematis dan logis dari bentuk informasi yang kompleks menjadi
sederhana namun selektif sehingga bisa lebih mudah dipahami.
Penyajian data dalam penelitian ini menggunakan konsep yang
diberikan oleh Miles & Huberman (Sugiyono, 2005: 95) yaitu "The most
frequent form of display data. qualitative research data in the past has been
narrative text". Yang paling sering digunakan untuk penyajian data dalam
penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
4. Menarik kesimpulan dan verifikasi
Setelah memahami arti dari berbagai hal yang ditemui dengan
melakukan pencatatan-pencatatan, pernyataan-pernyataan, konfigurasi-
konfigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat, akhirnya diperoleh kesimpulan
penelitian (HB. Sutopo, 2002:37).
Mengambil kesimpulan merupakan langkah analisis setelah
pengolahan data. Kesimpulan yang diambil mungkin masih terasa kabur dan
diragukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan verifikasi kesimpulan tersebut
lxxiii
dengan mencari data-data lain yang dapat mendukung kesimpulan tersebut
serta dengan mengecek ulang data-data yang telah diperoleh.
Keempat langkah dalam proses analisa data kualitatif tersebut
merupakan satu-kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dimana suatu langkah
merupakan hal yang harus dilakukan untuk menuju langkah selanjutnya dan
terjadi hubungan antar satu langkah dengan langkah lain. Untuk lebih jelasnya,
dapat dilihat dalam bagan berikut.
Gambar 2 . Analisis Data Model Interaktif (Sumber HB Sutopo, 2006 : 120)
Keterangan :
: langkah berikutnya
: Langkah berikutnya dan bisa kembali ke langkah sebelumnya
: Jika diperlukan
Dengan model analisis ini maka kegiatan selama penelitian harus bergerak
diantara empat sumbu kumparan itu, yaitu bolak balik diantara kegiatan
pengumpulan data, reduksi, penyajian dan penarikan kesimpulan. Aktivitas yang
dilakukan dengan proses itu komponen-komponen tersebut akan didapat yang
benar-benar mewakili dan sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Setelah
analisis data selesai, maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan
jalan apa adanya sesuai dengan masalah yang diteliti dan data yang diperoleh.
1 Pengumpulan Data
3 Penyajian Data
2 Reduksi Data
4 Verifikasi/penarikan
Kesimpulan
lxxiv
Kemudian diambil kesimpulan dan langkah tersebut tidak harus urut tetapi
berhubungan terus menerus sehingga membuat siklus (HB.Sutopo, 2002:13)
H. Pengujian Kredibilitas Hasil Penelitian
Untuk memperoleh hasil penelitian yang akurat serta dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah maka dilakukan pengujian kredibilitas hasil
penelitian. Dalam penelitian ini, pengujian kredibilitas hasil penelitian dilakukan
dengan pengecekan melalui diskusi dan kecukupan referensi.
1. Pengecekan melalui diskusi
Diskusi dengan berbagai kalangan yang memahami masalah
penelitian, akan memberi informasi yang berarti kepada peneliti, sekaligus
sebagai upaya untuk menguji keabsahan hasil penelitian. Cara ini dilakukan
dengan mengekspos hasil sementara dan hasil akhir penelitian untuk
didiskusikan secara analitis. Diskusi bertujuan untuk menyingkapkan
kebenaran hasil penelitian serta mencari titik-titik kekeliruan interpretasi
dengan klarifikasi penafsiran dari pihak lain.
Moleong (2006:334) mengatakan bahwa diskusi dengan kalangan
sejawat akan menghasilkan; (1) pandangan kritis terhadap hasil penelitian, (2)
temuan teori substantive, (3) membantu mengembangkan langkah berikutnya,
(4) pandangan lain sebagai pembanding.
Untuk menguji keabsahan hasil penelitian ini, dilakukan diskusi
dengan beberapa teman sejawat/kuliah di Pendidikan matematika UNS
angkatan 2004.
2. Kecukupan referensi
Untuk menguji keabsahan hasil penelitian juga dilakukan dengan
memperbanyak referensi yang dapat menguji dan mengoreksi hasil penelitian
yang telah dilakukan. Referensi dalam penelitian ini berasal dari orang lain
atau teman yang mengerti tentang permasalahan penelitian maupun referensi
yang diperoleh selama penelitian seperti rekaman wawancara dan catatan-
catatan harian di lapangan yang semuanya telah terangkum dan dapat dilihat di
dalam lampiran.
lxxv
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di tiga Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri
di Kabupaten Sragen yaitu MTs Negeri Sumber Lawang, MTs Negeri Kalijambe,
dan MTs Negeri Gemolong. Adapun deskripsi lokasi penelitian tersebut adalah
sebagai berikut.
1. MTs Negeri Sumber Lawang
MTs Negeri Sumber Lawang berlokasi di Jalan Solo-Purwodadi Km 40.
Sekolah tersebut memiliki visi dan misi sebagai berikut.
Visi-Misi
a. Visi Madrasah Tsanawiyah Negeri Sumber Lawang
Visi dari MTsN Sumber Lawang adalah sebagai berikut.
“Berkembang dalam prestasi, Berakhlakul karimah dalam perilaku”.
b. Misi Madrasah Tsanawiyah Negeri Sumber Lawang
Untuk melaksanakan visi tersebut di atas, MTsN Sumber Lawang telah
menentukan misi-misinya sebagai berikut.
1) Menyelenggarakan program pendidikan berdasarkan KBK.
2) Menerapkan manajemen berbasis madrasah secara konsisten.
3) Memberikan kesempatan mengembangkan profesi kepada guru dan
pegawai.
4) Mengembangkan pembelajaran secara efektif dan efisien.
5) Membina kemampuan berbahasa arab dan berbahasa inggris.
6) Memupuk apresiasi seni dan olah raga.
7) Membina moral estetika yang berlandaskan agama.
8) Santun dalam pergaulan yang berpedoman kepada akhlakul karimah.
lxxvi
2. MTs Negeri Kalijambe
Madrasah Tsanawiyah Negeri Kalijambe berlokasi di Dk.Siboto,
Kalimacan, Kalijambe, Sragen. Sekolah tersebut memiliki visi dan misi sebagai
berikut.
Visi-Misi
a. Visi MTsN Kalijambe
Visi dari MTsN Kalijambe adalah sebagai berikut.
“Membentuk generasi yang beriman, bertakwa, berprestasi, , berkarya, dan berakhlak mulia”.
b. Misi MTsN Kalijambe
Misi dari MTsN Kalijambe adalah sebagai berikut.
1) Mengintensifkan Pengajaran Agama Islam (PAI) secara terpadu.
2) Meningkatka Proses Belajara Mengajar (PBM) secara aktif dan efisien
3) Meningkatkan kegiatan ekstrakurikuler di bidang keagamaan,
keterampilan, seni, dan olah raga.
4) Mewujudkan lingkungan Madrasah yang Islami.
5) Menyelenggarakan program pendidikan berdasarkan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
3. MTs Negeri Gemolong
Madrasah Tsanawiyah Negeri Gemolong berlokasi di Dk Dempul,
Ngembat Padas, Gemolong, Sragen. Sekolah tersebut memiliki visi dan misi
sebagai berikut.
Visi-Misi
a. Visi MTsN Gemolong
Visi dari MTsN Gemolong adalah sebagai berikut. "Menjadikan Madrasah sebagai pusat optimalisasi potensi yang mampu menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia yang unggul dalam prestasi dan berakhlak terpuji”.
b. Misi MTsN Gemolong
lxxvii
Misi dari MTsN Gemolong adalah sebagai berikut
1) Menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi pada kualitas baik ilmu
umum maupun agama.
2) Menanamkan nilai-nilai Islam dan akhlakul karimah.
3) Menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia yang unggul
dalam bidang IPTEK dan IMTAQ.
B. Data dan Analisisnya
1. Analisis Data Wawancara
Wawancara dilaksanakan kepada tiga Guru Matematika yang hasilnya
dapat dianalisis sebagai berikut.
a. Analisis Hasil Wawancara dengan G1
Analisis hasil wawancara untuk tiap pokok permasalahan penelitian
adalah sebagai berikut.
1) Kreativitas Guru Matematika dalam Menerapkan KTSP Pada
Tahap Perencanaan Pembelajaran.
a) Kreativitas guru matematika dalam mempersiapkan perangkat
pembelajaran, silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
Dalam hal ini beliau menyatakan bahwa dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), guru dan sekolah diberikan
keleluasaan untuk menentukan arah dan kebijakan pendidikan.
Pembuatan RPP dan silabus memang pokonya disusun besama-
sama dalam MGMP guru matematika, tetapi untuk
pengembanganya diserahkan kepada Guru masing-masing sekolah.
Guru dalam membuat kurikulum tidak terpaku pada kurikulum
yang dibuat oleh pusat maupun lembaga di atas tetapi dalam
menyusun rencana pembelajaran disesuaikan dengan kondisi
sekolah, siswa dan guru itu sendiri.
Hal tersebut sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
lxxviii
“Semua guru terlibat, RPP dan silabus konsepnya dibuat bersama-sama guru matematika dalam MGMP, tetapi guru diberi hak atau bisa dikatakan diwajibkan untuk mengembangkanya sesuai kondisi sekolah dan siswa”.
Penggunaan metode pembelajaran, media pembelajaran,
dan penentuan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) mengacu
pada kondisi sekolah dan juga siswa.
b) Kreativitas guru matematika dalam membuat perencanaan strategi
dan media pembelajaran.
Hasil wawancara dengan G1 sebagai guru matematika
dapat diketahui bahwa beliau selalu mencoba mencari tahu
kemampuan peserta didik sebelum menyusun strategi pembelajaran.
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan strategi yang paling cocok
untuk diterapkan dalam kelas. Dalam pemilihan media
pembelajaran yang akan digunakan, yang paling jadi pertimbangan
utama beliau adalah ketersediaan media tersebut di sekolah. Hal ini
sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“…untuk pemilihan strategi atau media yang akan digunakan, saya mencoba mencari tahu dahulu kemampuan/karakter masing-masing siswa…baru saya menentukan strategi yang tepat buat mereka…masalahnya ketersediaan media pembelajaran matematika di sekolah kami juga kurang mendukung”.
Beliau juga mengatakan bahwa tugas guru bukan untuk
menyuapi ilmu pengetahuan kepada peserta didik, tetapi juga
sebagai motivator, mediator dan fasilitator bagi peseta didiknya.
Peserta didik harus menjadi pertimbangan dan diberi kesempatan
yang luas untuk mampu mengembangkan potensi dan bakat dirinya
sendiri. Dengan pertimbangan kemampuan siswa satu kelas dengan
kelas yang lain terdapat perbedaan berikan terlebih secara personal
ada perbedaan individual dalam diri peserta didik. Jika dilihat dari
segi kerumitan memang ini rumit dan terlalu komplek, tapi justru
disinilah kreativitas guru di tuntut untuk lebih kreatif untuk
lxxix
menemukan strategi yang cocok untuk masing-masing kelas dan
bahkan kalau memungkinkan untuk masing-masing individu.
2) Kreativitas Guru Matematika dalam Menerapkan KTSP Pada
Tahap Pelaksanaan Pembelajaran
Kreativitas harus mempunyai kemampuan untuk menghasilkan
sesuatu yang baru dalam melaksanakan tahapan-tahapan dalam
Pembelajaran pembelajaran mulai dari pendahuluan/ awal/ pembukaan,
kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
a) Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan kegiatan
pendahuluan.
Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa dalam kegiatan pendahuluan beliau memberikan beberapa pertanyaan kepada peserta didik untuk mengetahui sejauh mana peserta didik menguasai materi yang telah disampaikan pada pertemuan-pertemuan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berkut.
“Kalau ini mungkin semua guru sama saja, ya saya biasa melontarkan beberapa pertanyaan tentang materi sebelumnya …itu untuk mengetahui sejauh mana siswa menguasai dan mengerti materi yang telah saya sampaikan pada pertemuan sebelumnya”.
Pada tahap pendahuluan ini G1 juga mempunya ide yang menarik yaitu kepada siswanya yang tidak mengerjakan tugas rumah/PR diberikan hukuman berupa kewajiban membaca al-Quran di ruang BP pada saat dua kali jam istirahat berlangsung. Pemberian hukuman tentu saja tidak menghapus kewajiban siswa untuk mengumpulkan PR. Siswa yang tidak mengumpulkan PR pada hari tersebut wajib mengumpulkanya pada hari berikutnya. Semakin lama nilainya juga akan semakin berkurang. Hal tersebut sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“…Selain itu saya juga selalu meminta PR untuk dikumpulkan dan bagi yang tidak mengerjakan saya beri hukuman. Saya suruh mereka membaca al-Quran di ruang BP pada saat dua kali jam istirahat… Siswa yang tidak mengumpulkan PR pada hari itu tetap harus mengumpulkan pada hari berikutnya. Ya tentunya semakin lama nilainya juga akan semakin berkurang”.
lxxx
G1 juga mengatakan bahwa guru yang ideal maka dalam pembelajaran harus melaksanakan pendahuluan, proses, dan kegiatan akhir, tetapi pada beliau belum dapat menemukan format baru pada tahap pendahuluan ini. Pada tahap ini beliau masih tetap melontarkan beberapa pertanyaan kepada peserta didik untuk mengetahui sejauh mana peserta didik menguasai materi yang telah disampaikan.
b) Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan tahapan inti
pembelajaran.
Dalam hal ini G1 mengatakan bahwa beliau dalam pembelajaran telah mencoba menggunakan beberapa metode berbeda di dalam pelaksanaan pembelajarannya. Metode yang sering beliau gunakan adalah metode penemuan, kelompok, dan peta konsep. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“…untuk metode pembelajaran, selain metode ekspositori saya beberapa kali mencoba menggunakan metode lain macam metode penemuan, kelompok, dan pemahaman konsep. Hal tersebut saya sesuaikan dengan karakteristik materi yang akan diajarkan”.
Pemberian motivasi belajar tidak hanya dilakukan pada saat kegiatan pendahuluan, tetapi juga pada saat kegiatan inti pembelajaran sedang berlangsung. G1 juga menyelipkan pemberian motivasi belajar siswa pada saat pembelajaran berlangsung, dalam penelitian ini ditemukan bahwa motivasi belajar siswa dilakukan melalui latihan-latihan soal, mengkomunikasikan/membagikan hasil ulangan harian, menggunakan media pembelajaran, menggunakan metode pembelajaran yang bervariatif.
Hal tersebut sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
”...Saya juga memberikan motivasi kepada siswa. Motivasi belajar siswa saya berikan melalui latihan-latihan soal saat KBM berlangsung, membagikan hasil ulangan harian, menggunakan media pembelajaran atau menggunakan metode pembelajaran yang bervariatif. Pemberian perhatian terhadap perkembangan prestasi maupun prilaku siswa juga saya lakukan.
Motivasi belajar siswa diberikan melalui latihan-latihan soal saat KBM berlangsung, membagikan hasil ulangan harian, menggunakan media pembelajaran atau menggunakan metode pembelajaran yang bervariatif. Pemberian perhatian terhadap
lxxxi
perkembangan prestasi maupun prilaku siswa juga dilakukan G1.
c) Kreativitas guru dalam melaksanakan tahap akhir pembelajaran
Berdasarkan hasil wawancara dengan G1 dapat diketahui
bahwa pada pembelajaran konvensional setelah akhir pembelajaran
biasanya sebagai penutup pertemuan, guru memberikan serangkaian
pertanyaan kepada siswa sebagai tolok ukur seberapa jauh siswa
mampu menyerap pelajaran yang telah diberikan.
Dalam melaksanakan kegiatan akhir pembelajaran ini, G1
mengemukakan sebagai berikut.
“…pada kegiatan akhir pembelajaran, saya biasa membimbing siswa untuk membuat kesimpulan dari materi yang baru saja saya sampaikan, kemudian mengulas materi pelajaran yang dianggap sulit, dan memberikan PR. Saya juga memberikan kesempatan siswa untuk membuat pertanyaan, saran, maupun kritikan tentang pembelajaran yang baru selesai secara tertulis, lalu dimasukkan kedalam kotak kecil yang telah saya sediakan, soal tersebut sebagian akan saya bahas bersama siswa pada pertemuan berikutnya”.
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat diketahui
bahwa pada kegiatan akhir pembelajaran beliau tidak hanya
memberikan serangkaian pertanyaan kepada siswa untuk
mengetahui seberapa jauh siswa mampu menyerap pelajaran yang
telah diberikan tetapi bersama dengan siswa, beliau membuat
kesimpulan tentang materi yang telah disampaikan, mengulas
terhadap materi pelajaran yang dianggap sulit, memberikan
pekerjaan rumah baik itu berupa soal/pertanyaan maupun tugas
membaca dirumah, menyisipkan kegiatan bimbingan belajar
penguat sebagai motivasi belajar dan yang lebih menarik lagi G1
memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuat pertanyaan
tentang materi yang belum dikuasainya dan selanjutnya dimasukkan
kedalam kotak pertanyaan yang disediakan oleh G1, kemudian pada
pertemuan berikutnya soal tersebut digunakan sebagai bahan
bahasan bersama peserta didik.
lxxxii
3) Kreativitas Guru Matematika Dalam Menerapkan KTSP Pada
Tahap Penilaian Pembelajaran
a) Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan penilaian
pembelajaran matematika.
Berdasarkan hasil wawancara dengan G1 dapat diketahui bahwa penilaian yang dapat dilaksanakan hanya terbatas pada penilaian ulangan harian dan tengah semester saja, yang lain mengacu pada kebiasaan sudah diselenggarakan untuk tingkat rayon, dan nasional. Dalam hal ini guru menggunakan sistem penilaian berkelanjutan, dimana penilaian dilakukan beberapa kali sampai peserta didik mencapai tingkat ketuntasan yang ditetapkan. Penilaian dilakukan pada satu atau lebih Kompetensi Dasar. Kemudian hasil penilaian dianalisis dan ditindaklanjuti melalui program remedial atau program pengayaan. Nilai akhir semester merupakan nilai kumulatif dari keseluruhan nilai perolehan selama satu semester yang terkait. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“…saya menggunakan penilaian berkelanjutan, dimana penilaian dilakukan beberapa kali sampai peserta didik mencapai tingkat ketuntasan yang telah ditetapkan sekolah. Penilaian itu saya laksanakan pada satu atau lebih Kompetensi Dasar”.
Guru juga selalu mengkomunikasikan hasil prestasi belajar siswa melalui papan khusus yang tempatnya di depan ruang tata tertib, papan pengumuman hasil belajar tersebut fungsinya untuk menempelkan perolehan hasil balajar siswa, baik ulangan harian, ulangan per-Kompetensi Dasar, ulangan mid semester, semester maupun rangking kelas, rangking paralel serta siswa yang harus mengikuti remedial. Juga mengkomunikasikan pada orang tua melalui buku raport.
b) Kreativitas guru matematika dalam mengembangkan alat penilaian
pembelajaran.
Berdasarkan hasil wawancara dengan G1 dapat diketahui bahwa penilaian yang dapat dilaksanakan hanya terbatas pada evaluasi ulangan harian, tengah semester saja yang lain mengacu pada kebiasaan sudah diselenggarakan untuk tingkat rayon, dan nasional.
lxxxiii
Dalam hal ini G1 mengemukakan sebagai berikut.
“…Dalam melaksanakan penilaian, hal yang saya perhatikan tentu saja adalah bentuk alat penilaian dan juga tujuan diadakan penilaian tersebut…”.
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat diketahui bahwa dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran, beliau tidak hanya memperhatikan bentuk penilaian saja, tetapi juga tujuan diadakannya penilaian tersebut. Dari segi bentuk penilaian G1 tidak hanya membuat pertanyaan dengan jawaban pilihan ganda atau jawaban singkat tetapi G1 juga mengadakan ulangan tatap muka yaitu siswa diberi pertanyaan satu-persatu sedangkan siswa lain berada di luar kelas, sehingga pemahaman suatu materi secara komprehensif dapat diperkirakan. Dari segi tujuan, beliau mengatakan bahwa penilaian tidak hanya untuk mengukur kemampuan siswa tetapi juga digunakan untuk membuat suatu gambaran mengenai proses pembelajaran yang telah lalu, sehingga guru dapat melakukan perbaikan dalam pembelajaran.
Penilaian yang dilaksanakan guru dengan ulangan sistem harian, yakni setiap guru menyelesaikan Kompetensi Dasar (KD), jadi bisa setiap pertemuan, dua pertemuan dan seterusnya tergantung percepatan siswa dalam pemahaman Kompetensi Dasar.
Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“…Saya selalu melaksanakan ulangan harian setelah menyelesaikan satu kompetensi dasar tertentu, kemudian memberikan remedial terhadap siswa yang belum memenuhi batas ketuntasan belajar… mau tidak mau ya mengkatrol nilai siswa agar mencapai KKM dengan memberi tuga-tugas tambahan”.
Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana siswa menguasai materi berdasarkan penyelesaan Kompetensi Dasar dan sekaligus guru dapat memberikan pelayanan remidial sebagai tindak lanjut terhadap siswa yang kurang memahami materi. Dalam KTSP ini anak dituntuk untuk mencapai KKM yang telah ditetapkan, padahal nilai siswa banyak yang dibawah itmau tidak sehingga guru harus mengkatrol nilai siswa agar mencapai KKM dengan memberi tuga-tugas tambahan.
b. Analisis Hasil Wawancara dengan G2
lxxxiv
Analisis hasil wawancara untuk tiap pokok permasalahan penelitian
adalah sebagai berikut.
1) Kreativitas Guru Matematika dalam Menerapkan KTSP Pada
Tahap Perencanaan Pembelajaran.
a) Kreativitas guru matematika dalam mempersiapkan perangkat
pembelajaran, silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
Berdasarkan hasil wawancara dengan G2 dapat diketahui
bahwa RPP dan silabus secara garis besar disusun besama-sama
dalam MGMP guru matematika, tetapi untuk pengembanganya
diserahkan kepada Guru masing-masing sekolah. Guru dalam
membuat kurikulum tidak terpaku pada kurikulum yang dibuat oleh
pusat maupun lembaga di atas tetapi dalam menyusun rencana
pembelajaran disesuaikan dengan kondisi sekolah, siswa dan guru
itu sendiri. Hal tersebut sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“…RPP dan silabus secara garis besar memang dibuat bersama-sama guru dalam MGMP, tetapi untuk pengembanganya seperti penentuan batas KKM tetap diserahkan kepada guru masing-masing sesuai dengan kondisi sekolah dan siswa”.
Penggunaan metode pembelajaran, media pembelajaran,
dan penentuan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) mengacu
pada kondisi sekolah dan juga siswa.
b) Kreativitas guru dalam membuat perencanaan strategi dan media
pembelajaran.
Hasil wawancara dengan G2 dapat diketahui bahwa beliau
telah memiliki buku tentang model-model pembelajaran
matematika. Buku tersebut juga berisi tentang materi yang cocok
digunakan menggunakan metode tertentu, sehingga guru tidak perlu
repot memikirkan metode yang paling tepat untuk mengajarkan
materi tertentu. Selain siswa dan materi, pemilihan media
pembelajaran yang akan digunakan juga mempertimbangan
lxxxv
ketersediaan media tersebut di sekolah. Hal ini sesuai dengan
kutipan wawancara berikut.
“…saya telah memiliki buku pedoman tentang model-model pembelajaran matematika pada materi tertentu, sehingga saya tinggal memilih metode mana yang akan saya gunakan dalam pembelajaran, tak perlu berpikir ekstra”.
G2 juga mengatakan bahwa untuk mengatasi kebosanan
dalam pembelajaran, beliau menawarkan kepada siswa tentang
metode pembelajaran yang akan digunakan pada pembelajaran
selanjutnya. Tentu saja terlebih dahulu guru memaparkan secara
garis besar cara kerja metode-metode tertentu, sehingga siswa
dapat memilih metode yang mereka sukai. Walaupun demikian,
tidak semua metode dalam buku dapat diterapkan. Selain waktu
yang terbatas dan materi yang banyak, ketersediaan media
pendukung pembelajaran di sekolah juga belum sepenuhnya
tersedia.
2) Kreativitas Guru Matematika dalam Menerapkan KTSP Pada
Tahap Pelaksanaan Pembelajaran.
Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan tahapan-
tahapan dalam pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan
inti, dan kegiatan akhir.
a) Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan kegiatan
pendahuluan.
Berdasarkn hasil wawancara dapat diketahui bahwa dalam kegiatan pendahuluan beliau selalu memberikan motivasi kepada siswa tentang aplikasi dari materi dalam kehidupan sehari-hari. Beliau juga memberikan alamat website yang berisi materi yang akan dipelajari, sehingga siswa bisa mencari tambahan informasi tentang materi pelajaran di internet. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berkut.
“pada pendahuluan, saya selalu memberikan motivasi kepada siswa misal tentang aplikasi dari materi tersebut dalam kehidupan sehari-
lxxxvi
hari, terkadang saya juga memberikan alamat website khusus matematika untuk memperluas pengetahuan siswa tentang matematika ”.
Pengarahan kemandirian belajar siswa dilakukan melalui pemberian motivasi dan pemberian pertanyaan-pertanyaan di awal proses KBM sehingga apabila anak tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut maka anak akan berusaha belajar mandiri untuk mengejar ketertinggalannya. Diantaranya dengan mencari materi tambahan di internet sebanyak-banyaknya.
b) Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan tahapan inti
pembelajaran.
Dalam hal ini G2 mengatakan bahwa beliau dalam pembelajaran telah mencoba menggunakan beberapa metode berbeda di dalam pelaksanaan pembelajarannya. Metode yang pernah beliau gunakan adalah metode penemuan, kelompok, dan peta konsep. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“…selain metode ekspositori, beberapa kali saya mencoba menggunakan metode penemuan, kelompok, dan pemahaman konsep…Akan tetapi, penggunaan metode-metode tersebut memakan waktu yang juga tidak sedikit, padahal saya juga dituntut untuk menyelesaikan materi tepat waktu. Jadi apa boleh buat, yang paling sering saya pakai ya ekspositori itu”.
Metode yang paling sering digunakan G2 adalah metode ekspositori. Beliau lebih sering menggunakan metode ekspositori. Hal tersebut dikarenakan penggunaan metode yang bevariatif seperti metode penemuan dan diskusi kelompok membutuhkan waktu yang lama, padahal beliau harus dapat menyelesaikan materi tepat pada waktunya. Selain itu, dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis KTSP juga harus disediakan pembelajaran yang berbeda sesuai dengan potensi anak. Siswa yang cepat dalam mengikuti pelajaran diberikan pengayaan, sedangkan yang cenderung lambat diberikan remedial, sehingga hal ini juga memakan waktu yang tidak sedikit juga.
Beliau juga menyatakan :
“…sekarang sarana dan prasarana kita lebih lengkap dari pada dulu, jadi penyampaian materi dengan multimedia dapat mempersingkat waktu…Kalau dulu semua harus dicatat di papan tulis, tapi
lxxxvii
sekarang bisa pakai multimedia sehingga dapat lebih cepat dan apabila anak belum mengerti bisa dikopikan dari hand out”.
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat diketahui bahwa selain penggunaan metode pembelajaran yang bervariatif, perbedaan pembelajaran dahulu dan sekarang adalah pada penggunaan sarana dan prasarana yang semakin modern misalnya penggunaan komputer dalam penyampaian materi sehingga guru tidak perlu menulis di papan tulis. Penyampaian materi dengan multimedia dapat mempersingkat waktu sehingga lebih efisien.
c) Kreativitas guru dalam melaksanakan tahap akhir pembelajaran
Dalam melaksanakan kegiatan akhir pembelajaran ini, G2
mengemukakan sebagai berikut.
“…Saya minta siswa mengerjakan soal yang ada di hand out dan di buku secara berkelompok. Waktu siswa mengerjakan soal, saya berkeliling memberi bimbingan ke siswa. Saya juga selalu memberi siswa tugas rumah/PR untuk dikumpulkan pada pertemuan berikutnya”.
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat diketahui
bahwa pada kegiatan akhir pembelajaran beliau selalu meminta
siswa untuk mengerjakan soal-soal yang ada di hand-out. G2 telah
menyediakan hand-out sebagai pegangan siswa dalam
pembelajaran, sehingga siswa tidak perlu lagi mencatat materi yang
diberikan guru, karena materi yang diberikan guru telah ada di
hand-out. Guru juga selalu memberikan PR kepada siswa dan PR
tersebut harus dikumpulkan pada pertemuan berikutnya.
3) Kreativitas Guru Matematika Dalam Menerapkan KTSP Pada
Tahap Penilaian Pembelajaran
a) Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan penilaian
pembelajaran matematika.
Hasil wawancara dengan G2 dapat diketahui bahwa penilaian yang dapat dilaksanakan hanya terbatas pada penilaian ulangan harian dan tengah semester saja, yang lain mengacu pada kebiasaan sudah diselenggarakan untuk tingkat rayon, dan nasional.
lxxxviii
Penilaian yang paling dominan dilakukan adalah aspek kognitif. Penilaian psikomotorik mungkin hanya bisa dilakukan pada materi seperti geometri. Penilaian afektif sangat sulit dilakukan karena terlalu subjektif dan tidak bisa untuk nilai raport Nilai akhir semester merupakan nilai kumulatif dari keseluruhan nilai perolehan selama satu semester yang terkait. Hal tersebut sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“…penilaian dalam KTSP sebenarnya meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pada kenyataanya aspek kognitif saja yang paling dominan untuk penilaian raport. Penilaian psikomotorik paling saat pelajaran geometri. Penilaian afektif sangat sulit dilakukan karena terlalu subjektif dan tidak bisa untuk nilai raport.
Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis KTSP harus disediakan pembelajaran yang berbeda sesuai dengan potensi anak, siswa yang cepat dalam mengikuti pelajaran diberikan pengayaan sedangkan yang cenderung lambat diberikan remidial dan remidial tersebut tidak hanya dilakukan sekali sehingga guru harus berulang kali membuat soal dan berulang kali mengoreksi pekerjaan siswa. Hal tersebut tentunya menyita waktu dan pikiran karena harus mempersiapkan dua hal dalam waktu yang bersamaan. Hal tersebut sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
G2 menambahkan sebagai berikut.
”KKM di sekolah ini 70, sebenarnya terlalu tinggi untuk matematika, tetapi mau gimana lagi pelajaran lain KKM sudah 75... Tetapi sering setelah diberikan remidi, terdapat siswa yang tetap belum tuntas ya apa boleh buat kita buat nilai sesuai KKM padahal tak seperti itu kenyataanya”.
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat diketahui
bahwa bagi siswa yang belum tuntas mencapai KKM maka
diadakan remidial dengan batasan dua kali remidi. Guru kesulitan
memberi nilai yang harus sesuai KKM. Diberi remidi berapa
kalipun siswa tetap banyak yang tidak bisa memenuhi KKM. Kalau
memang kemampuanya siswa segitu mau diapain lagi. Dipaksa-
paksain juga malah kasihan siswa, kalau memberi nilai di bawah
KKM juga kasihan siswa kalau sampai tidak naik kelas. Akhirnya
lxxxix
guru mengkatrol nilai siswa dengan member tugas-tugas agar bisa
sesuai KKM.
b) Kreativitas guru matematika dalam mengembangkan alat penilaian
pembelajaran.
Dalam hal ini G2 mengemukakan sebagai berikut.
“Secara garis besar penilaian yang saya gunakan ada 4 poin yaitu ulangan harian, tugas, mid, dan ujian. Semua guru sama, hanya saja bentuk ulangan harian maupun tugas diserahkan kepada guru masing-masing, sehingga antara guru satu dengan lainya bisa berbeda bentuk ulangan harianya”.
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat diketahui bahwa secara garis besar penilaian yang digunakan G2 ada 4 poin yaitu ulangan harian, tugas, mid, dan ujian. Semua guru diberikan format penilaian yang sama, hanya saja bentuk ulangan harian maupun tugas diserahkan kepada guru masing-masing, sehingga antara guru satu dengan lainya bisa berbeda bentuk ulangan harianya maupun penugasanya. Semua tergantung dengan kreativitas guru masing-masing dalam mendesain alat penilaian.
G2 juga mengemukakan bahwa :
“…Dalam melakukan penilaian, saya menggunakan alat penilaian seperti umumnya, yaitu memberikan pertanyaan berupa tes uraian tertulis… saya juga mengadakan penilaian tatap muka. Jadi siswa saya tes satu persatu dan siswa yang lain berada di luar kelas”.
Berdasarkan kutipan wawancara di atas dapat diketahui bahwa G2 telah mampu menunjukkan kreativitasnya dalam mengembangkan alat penilaian. Selain penilaian dengan tes tertulis, G2 juga mengadakan penilaian tatap muka. Siswa dites satu persatu dan siswa yang tidak sedang dites berada di luar kelas. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui secara pasti kemampuan sebenarnya dari peserta didik. Menggunakan tes tertulis terkadang dirasa kurang valid untuk mengukur kemampuan siswa yang sebenarnya karena berbagai alasan antara lain terdapat siswa yang menyontek dan yang lainya. Sedangkan ujian nasional dan ujian semester mengacu pada kebiasaan sudah diselenggarakan untuk tingkat rayon, dan nasional.
xc
c. Analisis Hasil Wawancara dengan G3
Analisis hasil wawancara untuk tiap pokok permasalahan penelitian
adalah sebagai berikut.
1) Kreativitas Guru Matematika Dalam Menerapkan KTSP Pada Tahap
Perencanaan pembelajaran
a) Kreativitas guru matematika dalam mempersiapkan perangkat
pembelajaran, Silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
Berdasarkan hasil wawancara dengan G3 dapat diketahui bahwa
tidak hanya perangkat pembelajaran yang direncanakan, tetapi
tujuan dari pembelajaran itu juga direncanakan. Dengan
perencanaan yang matang dapat dikatakan hampir separuh tujuan
telah dicapainya karena pembelajaran akan semakin mudah dan
terarah. Hal tersebut sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“…tidak hanya perangkat pembelajaran saja yang perlu untuk direncanakan, tetapi tujuan pembelajaran itu juga harus direncanakan…dengan perencanaan yang matang, saya yakin pembelajaran akan semakin mudah dan terarah”.
Kreativitas G3 dalam perangkat pembelajaran lebih
menitikberatkan pada perencanaan tujuan dengan menetapkan
kriteria ketuntasan mengajar yakni dengan menetapkan ukuran nilai
sebagai batas pencapaian minimal yang yang dicapai oleh siswa.
b) Kreativitas guru matematika dalam perencanaan strategi
pembelajaran dan media pembelajaran
G3 menyatakan bahwa dalam merencanakan strategi pembelajaran beliau berusaha untuk menggunakan pendekatan yang bervariatif dan yang terpenting disini adalah memberi kesempatan kepada siswa untuk beraktivitas sehingga menjadikan siswa sebagai subyek pembelajaran. Guru selalu berusaha menjelaskan materi pelajaran yang dianggap sulit untuk diterima oleh nalar siswa. Materi dan contoh yang ada dalam buku sumber terlalu ‘tinggi’ atau terlalu sulit untuk ukuran siswa, sehingga guru harus berpikir untuk mencari jembatan penghubung agar anak didik dapat dengan
xci
mudah memahami materi yang diajarkan. Upaya pencarian strategi yang tepat selalu beliau pikirkan sebelum pelaksanaan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“…saya selalu berusaha mencari strategi yang cocok untuk menjelaskan materi pelajaran yang dianggap sulit diterima oleh nalar siswa seperti geometri misalnya. Materi dan contoh dalam buku mungkin terlalu sulit dipahami untuk ukuran siswa, sehingga disini sebagai guru, saya perlu berpikir untuk mencari jembatan penghubung agar siswa dapat dengan mudah memahami materi yang saya ajarkan”.
Berbagai upaya telah beliau lakukan antara lain dengan aktif menghadiri forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) matematika sebagai wadah yang mempertemukan guru-guru mata pelajaran matematika sehingga forum tersebut dapat digunakan sebagai sarana saling tukar informasi mengenai media dan strategi pembelajaran yang digunakan.
2) Kreativitas Guru Matematika dalam Menerapkan KTSP Pada
Tahap Pelaksanaan Pembelajaran.
Kreativitas guru dalam melaksanakan tahapan-tahapan
pembelajaran mulai dari pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
a) Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan kegiatan
pendahuluan.
“Sebelum pembelajaran dimulai, saya biasa memberikan sentuhan Islam di dalamnya yaitu dengan adanya kegiatan tadarus Al Qur’an… Hal tersebut sesuai dengan visi dan misi dari madrasah yang tidak hanya ingin menghasilkan SDM yang unggul semata, namun juga SDM yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT”.
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat diketahui bahwa pada kegiatan pendahuluan, G3 biasa memberikan sentuhan Islam di dalamnya antara lain G3 bersama-sama dengan siswa melakukan kegiatan tadarus Al Qur’an sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai. Surat yang dibaca hanya beberapa ayat saja mengingat kegiatan tersebut hanya sebagai pendahuluan sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai. Hal tersebut beliau lakukan sesuai dengan visi dan misi dari madrasah yang tidak hanya ingin menghasilkan SDM yang unggul dalam IPTEK semata, namun juga SDM yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Hal
xcii
tersebut merupakan kegiatan yang positip dan patut ditiru oleh guru madrasah lainya.
Dalam hal ini G3 juga menyatakan sebagai berikut.
“…pada tahap pendahuluan saya memberi pertanyaan kepada siswa tentang materi yang telah saya sampaikan pada pertemuan sebelumnya. Harapan saya adalah siswa juga membaca dahulu materi yang akan dipelajari sehingga proses pembelajaran akan semakin mudah”.
Berdasarkan kutipan wawancara dengan G3 tersebut dapat diketahui bahwa pada tahap pendahuluan beliau sering meminta beberapa siswa untuk memaparkan hasil belajarnya di rumah tentang materi pada pertemuan sebelumnya. Dengan demikian diharapkan siswa akan selalu mempersiapkan dahulu materi yang telah diajarkan dengan beIajar dirumah. Siswa mungkin akan malu apabila saat disuruh memaparkan materi di depan kelas, siswa tersebut tidak bisa melakukanya sehingga akan memacu siswa untuk belajar terlebih dahulu. Hal ini dapat dijadikan ukuran untuk mengetahui seberapa jauh siswa menguasai rencana materi yang akan disampaikan oleh guru.
b) Kretativitas guru matematika dalam melaksanakan tahapan inti
pembelajaran.
Berdasarkan hasil wawancara dengan G3 sebagai guru matematika, dapat diketahui bahwa sebagai guru matematika dalam melaksanakan kegiatan harus sesuai dengan materi yang telah disiapkan sebelumnya. Guru disini bukanlah sebagai aktor tetapi banyak sebagai motivator, fasilitator, mediator pembelajaran sehingga diharapkan peran serta siswa lebih aktif. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“Saya bukanlah aktor pembelajaran tetapi lebih sebagai motivator, fasilitator, dan mediator pembelajaran sehingga diharapkan peran serta siswa lebih aktif”.
G3 juga menyatakan bahwa pada pembelajaran sekarang jauh berbeda dengan model pembelajaran jaman dahulu. jaman dulu guru layaknya Ustadz yang memberikan ceramah dan siswa hanya diam mendengarkan, tetapi pada pandangan G3, kedudukan guru
xciii
lebih dianggap sebagai tutor sebaya bagi anák didik, karena dengan begitu diharapkan siswa menganggap guru sebagai teman belajar sehingga jika ada kesulitan dalam belajar siswa memiliki keberanian untuk bertanya.
Dalam kegiatan inti pembelajaran, G3 juga menyatakan sebagai berikut.
“…saya tidak melulu menggunakan metode ekspositori, saya juga beberapa kali mencoba menggunakan metode berbeda dalam mengajar seperti metode jigsaw dan penemuan…”.
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat diketahui bahwa dalam kegiatan inti G3 juga sering menerapan metode yang bervariatif dalam setiap pembelajaran. Beliau tidak melulu menggunakan metode ekspositori dalam setiap pembelajaranya. Walaupun diakuinya bahwa penggunaan metode-metode tersebut memerlukan waktu yang tidak sedikit, padahal sebagai guru beliau juga dituntut untuk dapat menyelesaikan materi tepat waktu. Beliau tetap memberikan metode lain tersebut dengan harapan siswa dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan dan tidak jenuh. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
c) Kreativitas guru dalam melaksanakan tahap akhir pembelajaran.
G3 menyatakan bahwa menjelang pelajaran berakhir selain
memberikan serangkaian pertanyaan-pertanyaan kepada siswa
untuk memperoleh umpan balik (feed back) dari kegiatan yang telah
dilaksanakan, G3 bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan
terhadap materi yang telah disampaikan kepada anak didiknya,
mengulas materi pelajaran yang dianggap sulit, dan memberikan
tugas rumah baik secara kelompok maupun secara individu. Hal ini
sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“…menjelang pelajaran berakhir saya memberikan serangkaian pertanyaan untuk memperoleh umpan balik dari kegiatan yang telah dilaksanakan, membuat kesimpulan terhadap materi yang telah disampaikan, dan juga mengulas materi yang dianggap sulit”.
Dari hasil wawancara dengan G3 dapat diketahui bahwa
untuk memperoleh gambaran tentang penguasaan siswa terhadap
xciv
materi yang diberikan, guru tidak hanya memberikan post-tes
berupa sejumlah pertanyaan-pertanyaan tertentu tetapi beliau sudah
mengembangkan post-tes dengan cara guru bersama dengan siswa
membuat kesimpulan materi yang telah disampaikan kepada anak
didiknya, mengulas terhadap materi pelajaran yang dianggap sulit,
dan memberikan pekerjaan rumah dan tugas membaca dirumah.
3) Kreativitas Guru Dalam Menerapkan KTSP Pada Tahap Penilaian
Pembelajaran Matematika
a) Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan penilaian
pembelajaran matematika.
Berdasarkan hasil wawancara dengan G3 dapat diketahui bahwa dalam melaksanakan penilaian beliau tidak hanya bertujuan untuk mengetahui penguasaan materi dari siswa saja tetapi juga bertujuan untuk mengetahui efektivitas proses pembelajaran. Dengan adanya penilaian dapat diketahui kekurangan siswa dalam menerima pelajaran atau mungkin juga kekurangan guru dalam penyampaian materi, sehingga dapat segera dilakukan perbaikan proses pembelajaran. Selanjutnya hasil dari penilaian tersebut dipergunakan untuk program perbaikan baik remidiasi bagi siswa maupun perbaikan pada proses pembelajaran itu sendiri. Mengingat jatah untuk mengadakan remidi hanya 2x, sedangkan anak-anak masih ada yang belum tuntas setelah ada remidi 2x. Jalan keluarnya adalah dengan memberikan tugas tambahan agar siswa bisa memenuhi KKM yang telah ditentukan sekolah. Hal tersebut beliau lakukan tidak terlepas dari aturan dalam KTSP itu sendiri yang mengharuskan semua siswa harus tuntas dalam belajar dengan berpatokan pada nilai tertentu. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“…selain untuk mengetahui penguasaan materi siswa, penilaian juga untuk mengetahui efektivitas proses pembelajaran, selanjutnya hasil penilaian saya gunakan untuk program perbaikan… Mengingat jatah mengadakan remidi hanya 2x, sedangkan anak-anak masih ada yang belum tuntas setelah remidi 2x. Jalan keluarnya ya saya memberikan tugas tambahan agar siswa bisa memenuhi KKM”.
Tagihan yang digunakan G3 adalah kuis, PR, ulangan harian, mid, dan ujian. Itu adalah format baku yang telah ditetapkan
xcv
sekolah. Akan tetapi bentuk ulangan maupun tugas diserahkan kepada guru pengampu masing-masing. Penilaian yang dilakukan lebih menitikberatkan pada aspek kognitif. G3 kurang begitu memahami tentang penilaian aspek afektif dan psikomotorik. Dalam KBK dan dilanjutkan dengan KTSP Penilaian matematika meliputi tiga aspek yaitu pemahaman, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah matematika yang menurut saya ketiga hal tersebut tetap aspek kognitif.
Hal tersebut sesuai kutipan wawancara berikut ini.
“Tagihan yang saya gunakan adalah kuis, PR, ulangan harian, mid, dan ujian…Saya agak kurang paham dengan penilaian aspek afektif dan psikomotorik. Dalam KBK dan dilanjutkan dengan KTSP Penilaian matematika meliputi tiga aspek yaitu pemahaman, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah matematika yang menurut saya ketiga hal tersebut tetap aspek kognitif”.
b) Kreativitas guru matematika dalam mengembangkan alat penilaian
pembelajaran.
Dalam mengembangkan alat penilaian pembelajaran G3 telah menggunakan perangkat komputer. Perangkat yang digunakan adalah sistem jaringan komputer sehingga dalam lembar pertanyaan siswa tinggal mengakses data pertanyaan yang telah disediakan dalam komputer dan siswa tinggal menjawab langsung dalam komputer tersebut. Setiap siswa dijamin tidak akan bisa mencontek temanya karena soal dalam komputer telah di acak. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“…Untuk soal pilihan ganda, saya menggunakan sistem jaringan komputer sehingga siswa tinggal mengakses data pertanyaan yang telah disediakan dalam komputer dan siswa tinggal menjawab langsung dalam komputer… sangat sulit untuk bisa mencontek temanya karena soal dalam setiap komputer saya acak”.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut juga dapat diketahui bahwa G3 dengan fasilitas komputer sistem jaringan komputer telah mampu mengembangkan alat penilaian baik dalam pembuatan software penilaian maupun kreativitas dalam penggunaan fasilitas jaringan komputer itu sendiri. Hal tersebut mungkin bisa dicontoh oleh guru lainya. Selain mempermudah guru dalam pelaksanaan juga memberi wawasan tambahan bagi guru kalau soal pilihan ganda juga bisa digunakan untuk ulangan tanpa harus takut siswa
xcvi
saling mencontek. Mengingat soal pilihan ganda adalah bentuk baku dalam ulangan semester atau ujian nasional maka siswa juga harus dilatih sejak dini untuk mengerjakan soal tipe ini.
d. Analisis Hasil Wawancara dengan G4
Analisis hasil wawancara untuk tiap pokok permasalahan penelitian
adalah sebagai berikut.
1) Kreativitas Guru Matematika Dalam Menerapkan KTSP Pada Tahap
Perencanaan pembelajaran.
a) Kreativitas guru matematika dalam mempersiapkan perangkat
pembelajaran, Silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
Beliau menyatakan bahwa sebelum membuat perencanaan pembelajaran, beliau selalu menuliskan atau mendaftarkan pokok bahasan dan tujuan umum dari masing-masing pokok bahasan tersebut, setelah selesai ditulis maka semuanya ini akan menjadi kerangka acuan untuk merancang perangkat pembelajaran yaitu silabus dan RPP. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara sebagai berikut.
“Sebelum membuat program pengajaran seperti silabus dan RPP saya selalu membuat daftar pokok bahasan dan tujuan yang ingin dicapai siswa setelah mempelajari pokok bahasan tertentu”.
Demikian yang diungkapkan G4 bahwa letak kreativitas guru dalam membuat sesuatu yang baru menyangkut dengan rencana pembelajaran mulai dari silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, sebelum merancang perangkat pembelajaran seperti silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), G4 selalu menuliskan dahulu pokok bahasan dan tujuan yang akan dicapai dari setiap pokok bahasan tersebut. Hal ini untuk mempermudah guru dalam merancang perangkat pembelajaran yang tepat sasaran.
b) Kreativitas guru matematika dalam perencanaan strategi
pembelajaran dan media pembelajaran.
Berdasarkan hasil wawancara dengan G4 dapat diketahui bahwa dalam merencanakan strategi pembelajaran beliau berusaha untuk menggunakan pendekatan yang bervariatif dan yang terpenting siswa lebih mudah menguasai materi yang diajarkan.
xcvii
Guru selalu berusaha menjelaskan materi pelajaran yang dianggap sulit untuk dipahami siswa. Materi pelajaran yang sulit seperti geometri memerlukan metode khusus supaya siswa dapat dengan mudah memahaminya. Hal yang dilakukan G4 antara lain dengan mencari artikel pembelajaran di internet. Hal tersebut sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“…untuk menjelaskan materi yang sulit dipahami siswa seperti geometri, memang diperlukan metode pembelajaran khusus, untuk menambah wawasan saya terkadang mencari artikel pembelajaran di internet.”.
2) Kreativitas Guru Matematika dalam Menerapkan KTSP Pada
Tahap Pelaksanaan Pembelajaran.
Kreativitas guru dalam melaksanakan tahapan-tahapan dalam pembelajaran mulai dari pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
a) Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan kegiatan pendahuluan.
Dalam hal ini G4 menyatakan sebagai berikut.
“…Dalam melakukan pendahuluan, saya mengajak siswa mengingat kembali tentang pelajaran yang lalu, membahas PR, dan memberikan motivasi kepada siswa”
Berdasarkan kutipan wawancara dengan G4 tersebut dapat diketahui bahwa pada tahap pendahuluan beliau dalam melakukan pendahuluan selalu mengajak siswa mengingat kembali tentang pelajaran yang lalu, membahas PR, dan memberikan motivasi kepada siswa. Pemberian motivasi ini beliau tempatkan sebagai bagian terpenting dalam pendahuluan. Karena tanpa memiliki motivasi yang tinggi, siswa tidak akan menguasai materi pembelajaran dengan maksimal. PR dikerjakan pada buku tugas dan selalu dikumpulkan di awal pembelajaran. Keseluruhan nilai PR/tugas akan dihitung sebagai nilai portofolio.
Dalam hal ini G4 juga menyatakan sebagai berikut.
“Motivasi yang saya berikan adalah tentang kegunaan atau penerapan materi tersebut bagi kehidupan sehari-hari. Misal materi program linier, saya menghubungkanya dengan luas tanah pertanian dengan banyaknya benih yang diperlukan agar bisa seefisien mungkin...Kebetulan banyak siswa saya bapaknya bekerja sebagai petani”.
xcviii
Berdasarkan kutipan wawancara dengan G4 tersebut dapat diketahui bahwa motivasi yang saya berikan adalah tentang kegunaan atau penerapan materi tersebut bagi kehidupan sehari-hari. Misal materi program linier, saya menghubungkanya dengan luas tanah pertanian dengan banyaknya benih yang diperlukan agar bisa seefisien mungkin...Kebetulan banyak siswa saya bapaknya bekerja sebagai petani. Dengan menghubungkan bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan kebutuhan siswa maka minat dan motivasi siswa saya harapkan akan tumbuh manakala ia dapat menangkap bahwa materi pelajaran itu berguna untuk kehidupannya. Dengan demikian saya perlu menjelaskan keterkaitan materi pelajaran dengan kebutuhan siswa. Saya harapkan siswa lebih terpacu lagi belajarnya kalau siswa tahu akan kegunaan materi tersebut bagi kehidupan sehari-hari.
b) Kretativitas guru matematika dalam melaksanakan tahapan inti
pembelajaran.
Berdasarkan hasil wawancara dengan G4 sebagai guru matematika, dapat diketahui bahwa sebagai guru matematika dalam melaksanakan kegiatan harus sesuai dengan materi yang telah disiapkan sebelumnya. Metode pembelajaran yang biasa digunakan G4 adalah metode ekspositori, tanya jawab, dan diskusi. G4 beranggapan bahwa metode-metode tersebut paling tepat untuk diterapkan pada anak setingkat SMP/MTs karena siswa SMP/MTs dianggap belum mampu untuk diajak berfikir mandiri. Guru disini bukanlah sebagai aktor tetapi banyak sebagai motivator, fasilitator, mediator pembelajaran sehingga diharapkan peran serta siswa lebih aktif. Hal tersebut sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“Metode pembelajaran yang biasa saya gunakan adalah metode ekspositori, tanya jawab, dan diskusi. Metode-metode tersebut menurut saya paling cocok diterapkan karena menurut saya siswa setingkat MTs belum mampu untuk diajak berfikir mandiri”. Yang terpenting menurut beliau adalah bagaimana siswa
siswa merasa senang dan siswa tidak merasa tertekan saat diajar
matematika. Langkah yang G4 tempuh untuk mengatasi hal tersebut
adalah dengan sering menyelingi pembelajaran dengan guyonan-
guyonan ringan, bercerita tentang sejarah ahli-ahli matematika
xcix
maupun bercerita tentang hal-hal yang berkaitan dengan
matematika. Dengan demikian G4 berharap siswa dapat senang
dalam belajar matematika dan pembelajaran yang dilakukan juga
tidak monoton. Hal tersebut sesuai dengan kutipan wawancara
sebagai berikut.
“…menurut saya, yang terpenting adalah bagaimana siswa tidak merasa tertekan saat diajar, jadi saya sering menyelingi pembelajaran dengan guyonan-guyonan ringan, bercerita tentang sejarah ahli-ahli matematika maupun hal-hal yang berkaitan dengan matematika. Saya berupaya pelajaran tidak monoton”. Upaya G4 dalam meningkatkan keaktifan siswa dalam
pembelajaran dilakukan dengan cara memberikan nilai bagi siswa
yang rajin bertanya, menjawab pertanyaan, maupun bagi siswa yang
rajin maju mengerjakan soal di depan kelas.
c) Kreativitas guru dalam melaksanakan tahap akhir pembelajaran.
G4 menyatakan bahwa menjelang pelajaran berakhir selain
memberikan serangkaian pertanyaan-pertanyaan kepada siswa
untuk memperoleh umpan balik dari kegiatan yang telah
dilaksanakan, G4 bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan
terhadap materi yang telah disampaikan kepada anak didiknya,
mengulas materi pelajaran yang dianggap sulit, dan memberikan
tugas rumah baik secara kelompok maupun secara individu. Hal ini
sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“…Sebelum pelajaran usai, saya membimbing siswa untuk membuat rangkuman dan melakukan tanya jawab, kemudian memberikan tugas rumah (PR)”.
Dari hasil wawancara dengan G4 dapat diketahui bahwa
untuk memperoleh gambaran tentang penguasaan siswa terhadap
materi yang diberikan, guru tidak hanya memberikan post-tes
berupa sejumlah pertanyaan-pertanyaan tertentu tetapi beliau sudah
mengembangkan post-tes dengan cara guru bersama dengan siswa
c
membuat kesimpulan materi yang telah disampaikan kepada anak
didiknya, mengulas terhadap materi pelajaran yang dianggap sulit,
dan memberikan pekerjaan rumah dan tugas membaca dirumah.
3) Kreativitas Guru Dalam Menerapkan KTSP Pada Tahap Penilaian
Pembelajaran Matematika
a) Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan penilaian
pembelajaran matematika.
Berdasarkan hasil wawancara dengan G4 dapat diketahui bahwa dalam melaksanakan penilaian beliau tidak hanya menitikberatkan pada aspek koognitifnya saja, tetapi aspek afektif dan psikomotorik juga dinilai. Menurut beliau, penilaian afektif digunakan untuk mengetahui minat siswa dalam belajar matematika dan penilaian aspek psikomotorik digunakan untuk mengetahui keterampilan siswa dalam menggambar/melukis bentuk-bentuk matematika, hanya saja tidak semua materi bisa dinilai psikomotoriknya. Menurut beliau, antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik saling berkaitan satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan, misalnya untuk dapat menggambar bangun ruang dengan baik, siswa harus memiliki kemampuan kognitif di bidang tersebut. Siswa tidak akan memiliki kemampuan kognitif yang baik jika dia tidak memiliki minat belajar matematika. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“…Aspek-aspek yang saya nilai tidak hanya kognitifnya saja, tetapi juga afektif dan psikomotorik, karena ketiga aspek tersebut behubungan satu sama lain, hanya saja tidak semua materi bisa dinilai psikomotoriknya.”.
Beliau juga menambahkan :
“…Kelas 1 dan 2 nilai jadi satu sedangkan kelas 3 penilaian masih menggunakan sistem KBK yang meliputi pemahaman, penalaran, pemecahan masalah yang nilaianya berdiri sendiri. Baik KBK maupun KTSP yang dominan dalam matematika memang aspek kognitifnya, namun siswa yang aktif bertanya/menjawab pertanyaan maupun rajin maju di depan kelas saya beri tambahan nilai…karena keaktifan siswa juga saya beri nilai sebagai penilaian afektifnya”.
Berdasarkan kutipan wawancara di atas dapat diketahui bahwa
G4 juga menilai keaktifan siswa dalam bertanya, menjawab
ci
pertanyaan, dan rajin maju di depan kelas. Penilaian tersebut berupa
tanda contreng di lembar keaktifan siswa. Setelah akhir semester
banyaknya tanda diakumulasi sesuai dengan bobot setiap aktifitas.
Beliau juga mengatakan bahwa sistem penilaian berbasis KTSP ini
berbeda dengan kurikulum dahulu. Kelas 1 dan 2 nilai jadi satu
dengan ditambah nilai KKM, sedangkan kelas 3 penilaian masih
menggunakan sistem KBK yang meliputi pemahaman, penalaran,
pemecahan masalah yang nilainya berdiri sendiri. Baik KBK
maupun KTSP yang dominan dalam matematika memang aspek
kognitifnya. Dilaksanakan pula remidial bagi siswa yang belum
tuntas mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dengan
batasan dua kali remidi.
b) Kreativitas guru matematika dalam mengembangkan alat penilaian
pembelajaran.
G4 mengemukakan bahwa dalam melakukan penilaian aspek kognitif, beliau menggunakan alat penilaian berupa tes tertulis dan juga portofolio. Tes tertulis tersebut dilakukan pada saat ulangan harian, kuis, dan juga tugas-tugas baik individu maupun kelompok. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“Dalam penilaian aspek kognitif, saya menggunakan instrumen berupa tes tertulis, sedangkan aspek afektif saya nilai dari keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran dan itu saya gunakan sebagai nilai tambahan…Untuk aspek psikomotorik memang hanya materi tertentu yang bisa dinilai misal geometri, dalam matematika yang paling dominan tetap kognitifnya”.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut juga dapat diketahui bahwa G4 telah mengembangkan alat penilaian tidak hanya menitikberatkan pada aspek kognitif saja, tetapi telah mengembangkan alat penilaian dari aspek afektif dan psikomotorik juga, yaitu berupa lembar pengamatan yang berisi aspek-aspek yang dinilai. Walaupun penilaian aspek afektif dan psikomotori porsinya tidak sebanyak penilaian untuk aspek kognitif, namun hal tersebut patut diberi apresiasi karena guru tidak hanya menilai siswa dari afektifnya saja.
cii
e. Analisis Hasil Wawancara dengan G5
Analisis hasil wawancara untuk tiap pokok permasalahan penelitian
adalah sebagai berikut.
1) Kreativitas Guru Matematika Dalam Menerapkan KTSP Pada Tahap
Perencanaan pembelajaran
a) Kreativitas guru matematika dalam mempersiapkan perangkat
pembelajaran, Silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
Berdasarkan hasil wawancara, G5 menyatakan bahwa
dalam perencanaan pembelajaran haruslah meliputi perencanaan
semua perangkat pembelajaran, tetapi pada tahap ini beliau hanya
sampai pada perencanaan batas pencapaian yang harus anak kuasai.
Dalam penentuan batas pencapaian ini guru dituntut untuk
memahami batas-batas kemampuan anak, jangan sampai batas
pencapaian yang ditetapkan terlalu tinggi atau terlalu rendah. Dalam
menentukan batas pencapaian belajar ini, beliau menuangkanya
pada bentuk kriteria ketuntasan mengajar (KKM) yang berupa nilai.
Nilai ini sebagai ukuran minimal yang harus dicapai oleh peserta
didik setelah menyelesaikan satu atau beberapa kompetensi dasar
tertentu. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“Dalam merencanakan pembelajaran, acuan KTSP harus ada KKM. Saya dan guru-guru lain berupaya menentukan batas pencapaian yang harus siswa kuasai setelah menyelesaikan satu atau beberapa kompetensi dasar tertentu. Ini sulit tapi apa boleh buat…”.
Pendapat G5 menunjukkan bahwa dalam merencanakan
perangkat pembelajaran, beliau lebih menitikberatkan pada
penetapkan kriteria ketuntasan mengajar yakni dengan menetapkan
ukuran nilai sebagai batas pencapaian minimal yang yang harus
dicapai oleh siswa setelah menyelesaikann kompetensi dasar
tertentu.
b) Kreativitas guru matematika dalam menentukan strategi dan media
ciii
pembelajaran.
Dalam hal ini G5 menyatakan sebagai berikut.
“Sebenarnya harus gitu, guru selalu mempersiapkan diri sebelum mengajar, karena kesibukan di rumah saya jarang melakukan persiapan saat ngajar”.
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat diketahui
bahwa G5 jarang mempersiapkan diri sebelum mengajar. Hal
tersebut dikarenakan beliau banyak pekerjaan di rumah yang
membuat beliau tidak sempat untuk mempersiapkan diri.
2) Kreativitas Guru Matematika dalam Menerapkan KTSP Pada Tahap
Pelaksanaan Pembelajaran
Kreativitas guru untuk menghasilkan sesuatu yang baru dalam
melaksanakan tahapan-tahapan pembelajaran mulai dari pendahuluan,
kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
a) Kreativitas guru matematika dalam melakukan kegiatan
pendahuluan.
Hasil wawancara dengan G5 sebagai guru matematika dapat diketahui bahwa pada tahapan pendahuluan, G5 selalu mengatur posisi duduk siswa. Siswa yang bertubuh besar yang disuruh duduk di belakang dan siswa yang kecil duduknya di depan. Siswa yang sering ramai juga disuruh duduk di depan. Hal tersebut dilakukan G5 agar proses pembelajaran bisa berjalan optimal. Hal tersebut sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“Sebelum pembelajaran dimulai, hal pertama yang saya lakukan adalah mengatur posisi duduk siswa. Siswa yang bertubuh besar yang saya suruh duduk di belakang dan siswa yang kecil saya suruh duduk di depan. Siswa yang sering ramai juga saya suruh duduk di depan. Dengan begini saya harap pembelajaran bisa berjalan lebih optimal”.
Pada tahap pendahuluan G5 juga memberi pertanyaan kepada siswa tentang materi pelajaran yang telah lalu, kadang juga member pre-tes atau kuis kepada siswa. Hal tersebut sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“…Pada tahap pendahuluan saya kadang juga menggunakan pre-tes
civ
atau kuis dan memberi pertanyaan kepada siswa tentang materi pelajaran yang telah lalu.
Dengan adanya kuis mendadak, diharapkan siswa selalu menyiapkan materi yang akan diajarkan dengan beIajar dahulu di rumah. Dari kegiatan tersebut diharapkan guru dapat mengetahui seberapa jauh siswa menguasai materi yang telah diberikan.
b) Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan tahapan inti
pembelajaran.
Dalam hal ini G5 menyatakan bahwa beliau mengetahui sekolah telah menggunakan KTSP dalam kegiatan belajar mengajar, tetapi beliau kurang begitu mengetahui tentang penyusunan KTSP di sekolah. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“Dalam KTSP pokoknya pemberian materi lebih disesuaikan dengan kemampuan siswa. Metode ekspositori menurut saya paling tepat untuk siswa, kalau metode diskusi siswa malah ramai sendiri”.
Beliau menyatakan bahwa dalam KTSP, kedalaman materi yang diberikan kepada siswa lebih disesuaikan dengan kondisi sekolah dan potensi siswa tetapi dengan tetap berpedoman pada panduan dari pemerintah. Beliau juga menyatakan bahwa tidak ada perbedaan pembelajaran Matematika berbasis KTSP dengan pembelajaran Matematika kurikulum sebelumnya. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“Menurut saya tidak ada perbedaan dari cara mengajar kurikulum lama dan KTSP. Saya masih menggunakan metode ceramah sedangkan presentasi dan diskusi kelompok jarang sekali saya laksanakan karena itu memakan waktu banyak padahal saya harus mengejar waktu untuk menyelesaikan materi”.
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut juga dapat diketahui bahwa dalam pembelajaranya G5 masih tetap menggunakan metode ekspositori atau ceramah yang disertai tanya jawab. G5 tetap menggunakan metode-metode tersebut karena menurut beliau metode tersebut tetap lebih efektif, mengingat dalam pembelajaran matematika siswa tetap harus mendapat bimbingan dan penjelasan dari guru, siswa juga masih sering menemui kesulitan apabila diminta untuk belajar mandiri.
c) Kreativitas guru dalam melaksanakan tahap akhir pembelajaran.
cv
Dari hasil wawancara terhadap G5 diperoleh informasi
bahwa pada kegiatan akhir pembelajaran beliau tidak hanya
menggunakan post-tes yang berupa pertanyaan untuk memperoleh
gambaran tentang penguasaan siswa terhadap materi yang
diberikan, tetapi beliau bersama dengan siswa juga membuat
kesimpulan materi yang telah disampaikan kepada anak didiknya,
mengulas terhadap materi pelajaran yang dianggap sulit, dan
memberikan pekerjaan rumah (PR).
Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“…bahwa untuk memperoleh gambaran tentang penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan,saya tidak hanya menggunakan post-tes berupa sejumlah pertanyaan, tetapi bersama dengan siswa juga membuat kesimpulan materi yang telah disampaikan kepada peserta didiknya ataupun juga dapat mengulas terhadap materi pelajaran yang dianggap sulit dapat juga memberikan pekerjaan rumah”.
Dari hasil wawancara dengan G5 tersebut dapat diketahui
bahwa untuk memperoleh gambaran tentang penguasaan siswa
terhadap materi yang diberikan, G5 sudah mengembangkan post-tes
dengan cara guru bersama dengan siswa membuat kesimpulan
materi yang telah disampaikan kepada anak didiknya, mengulas
materi yang dianggap sulit, dan memberikan pekerjaan rumah.
3) Kreativitas Guru Matematika Dalam Menerapkan KTSP Pada Tahap
Penilaian Pembelajaran.
a) Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan penilaian
pembelajaran matematika.
Penilaian yang dapat dilaksanakan G5 hanya terbatas pada ulangan harian dan tugas, karena yang lain mengacu pada kebiasaan yang diselenggarakan oleh pusat untuk tingkat rayon dan nasional.
Dalam tahap penilaian pembelajaran ini, G5 menyatakan sebagai berikut.
“Format penilaian sudah ditentukan sekolah meliputi ulangan
cvi
harian, tugas baik terstruktur maupun mandiri, mid, ujian. Untuk pelaksanaanya, saya lebih menekankan pada penilaian otentik yang memiliki empat strategi yaitu Performasi, proses, produk, dan portofolio. ”.
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat diketahui bahwa Format penilaian telah ditentukan sekolah. Untuk pelaksanaanya, G3 lebih menekankan pada penilaian otentik yang memiliki 4 strategi yaitu Performasi, proses, produk, dan portofolio. penilaian Performasi dilakukan G5 dengan cara siswa diminta untuk unjuk kebolehan, misal pemaparan hasil kesimpulan diskusi, dan sebagainya. Penilaian proses, misalnya ketekunan, rasa ingin tahunya (dengan sering bertanya) dan antusiasme belajar. Strategi produk dilaksanakan G5 melalui tes tertentu baik tes tulis maupun lisan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menguasasi materi pada kompetensi tertentu, sedangkan penilaian portofolio berupa sekumpulan tugas-tugas dan catatan yang dikumpulkan setiap akhir semester.
b) Kreativitas guru matematika dalam mengembangkan alat penilaian
pembelajaran.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap G5 dapat diketahui bahwa alat yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang kemajuan belajar siswa, beliau mempergunakan alat berupa tes yang disusun sendiri oleh guru dan kadang pula mempergunakan dokumen soal yang dipergunakan sewaktu ulangan semester. Hasil wawancara terhadap G5 juga diperoleh informasi bahwa beliau belum bisa menunjukkan kreativitas yang maksimal dalam mengembangkan alat penilaian. Menurut beliau hal ini disebabkan sumber daya sekolah untuk mengembangan alat evaluasi belum memanfaatkan media komputer sehingga kreativitas guru dalam melaksanakan penilaian belum terlihat. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“Saya belum bisa mengembangkan alat penilaian terlebih yang memakai komputer. Jujur saya tidak terlalu paham dalam menggunakan komputer. Sudah tua mas, jadi istilah anak mudanya ‘gaptek’…sumber daya sekolah untuk mengembangan alat penilaian juga belum memanfaatkan media komputer”.
Oleh karena itu beliau masih mempergunakan alat penilaian secara konvensional yakni pemberian serangkaian pertanyaan untuk
cvii
dijawab oleh peserta didik.
f. Analisis Hasil Wawancara dengan anak didik G1
Analisis hasil wawancara untuk tiap pokok permasalahan penelitian
adalah sebagai berikut.
1) Kreativitas Guru Matematika dalam Menerapkan KTSP Pada
Tahap Pelaksanaan Pembelajaran
Kreativitas guru untuk menghasilkan sesuatu yang baru dalam
melaksanakan tahapan-tahapan pembelajaran mulai dari pendahuluan,
kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
a) Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan kegiatan
pendahuluan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan S1 dapat diketahui bahwa dalam kegiatan pendahuluan, guru sering memberikan beberapa pertanyaan kepada peserta didik untuk mengetahui sejauh mana peserta didik menguasai materi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berkut.
“Pas awal-awal, Pak…seringnya memberikan beberapa pertanyaan tentang materi sebelumnya kepada kami yang ditunjuk”
Hal tesebut diperkuat oleh M1 yang menyatakan bahwa guru di awal-awal pembelajaran biasanya menunjuk beberapa siswa dan diberi pertanyaan tentang materi yang akan disampaikan.
b) Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan tahapan inti
pembelajaran.
Dalam hal ini S1 menyatakan bahwa dalam pembelajaran, guru telah mencoba menggunakan beberapa metode dalam pelaksanaan pembelajarannya. Metode yang sering digunakan adalah metode ekspositori dan beberapa kali menggunakan metode kelompok. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“…waktu mengajar, Pak…cukup sering membagi siswa dalam beberapa kelompok, kemudian Bapak…memberi soal dan
cviii
dikerjakan oleh masing-masing kelompok”.
Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh M1 yaitu :
“Bapak kadang hanya ceramah di depan kelas terus memberi contoh soal dan latihan soal, tapi kadang juga menyuruh kami mengerjakan tugas atau berdiskusi mengenai materi tertentu secara berkelompok…”
Berdasarkan kedua kutipan wawancara di atas dapat diketahui bahwa guru dalam pembelajaran tidak melulu menggunakan metode ekspositori, melainkan juga menggunakan metode kooperatif sehingga membuat siswa semakin aktif dalam proses pembelajaran.
c) Kreativitas guru dalam melaksanakan tahap akhir pembelajaran
Kegiatan guru dalam melaksanakan akhir pembelajaran ini,
S1 mengemukakan sebagai berikut.
“…sebelum pelajaran usai, Pak…selalu membuat kesimpulan bersama-sama siswa tentang materi yang baru saja disampaikan dan pasti memberikan PR kepada kami”
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat diketahui
bahwa pada kegiatan akhir pembelajaran guru tidak hanya
memberikan serangkaian pertanyaan kepada siswa untuk
mengetahui seberapa jauh siswa mampu menyerap pelajaran yang
telah diberikan tetapi bersama dengan siswa, beliau membuat
kesimpulan tentang materi yang telah disampaikan, memberikan
pekerjaan rumah baik itu berupa soal/pertanyaan maupun tugas
membaca dirumah.
Hal yang lebih menarik lagi guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk membuat pertanyaan tentang materi yang
belum dikuasainya dan selanjutnya dimasukkan ke dalam kotak
pertanyaan yang disediakan oleh guru, kemudian pada pertemuan
berikutnya soal tersebut digunakan sebagai bahan bahasan bersama
peserta didik. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara dengan M1
berikut.
cix
“Pak…pasti juga menyuruh kami membuat pertanyaan tentang materi yang belum dikuasainya, selanjutnya dimasukkan ke dalam kotak pertanyaan yang telah disediakan guru, kemudian soal tersebut dibahas bersama pada pertemuan berikutnya”.
2) Kreativitas Guru Matematika Dalam Menerapkan KTSP Pada
Tahap Penilaian Pembelajaran.
a) Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan penilaian
pembelajaran matematika.
Hasil wawancara dengan S1 selaku anak didik G1 dapat diketahui bahwa guru memberikan remedial kepada siswa yang nilainya dibawah 6.00. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“Pak…selalu memberikan remedial kepada siswa yang nilainya dibawah 6.00, nilai hasil ulangan ditempel pada papan khusus yang tempatnya di depan ruang tata tertib”.
Guru juga selalu mengkomunikasikan hasil prestasi belajar siswa melalui papan khusus yang tempatnya di depan ruang tata tertib, papan pengumuman hasil belajar tersebut fungsinya untuk menempelkan perolehan hasil balajar siswa serta siswa yang harus mengikuti remedial. Hal tersebut sesuai dengan kutipan wawancara dengan M1 berikut.
“Bapak selalu menempelkan hasil mid dan ujian di papan pengumuman, nama kami tidak ditulis hanya nomor induknya saja”.
b) Kreativitas guru matematika dalam mengembangkan alat penilaian
pembelajaran.
Dalam hal ini S1 mengemukakan sebagai berikut.
“…Pak…selalu melaksanakan ulangan harian setelah menyelesaikan satu pokok bahasan tertentu, kemudian memberikan remedial kepada kami yang nilainya kurang dari 6.00”.
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat diketahui bahwa evaluasi yang dilaksanakan guru dengan ulangan sistem harian, yakni guru memberikan soal kepada siswa setelah menyelesaikan pokok bahasan tertentu, jadi bisa setiap pertemuan,
cx
dua pertemuan dan seterusnya tergantung percepatan siswa dalam pemahaman materi.
M1 juga menyatakan bahwa alat penilaian yang digunakan guru adalah berupa tes uraian yang dibuat kiri dan kanan sehingga antara teman satu meja tidak dapat saling mencontek. Hal tersebut sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“soal yang dibuat Bapak guru kebanyakan soal uraian, ditambah soalnya dibuat kiri dan kanan jadi sulit untuk kerja sama. Saya remidi terus mas”.
g. Analisis Hasil Wawancara dengan anak didik G2
Analisis hasil wawancara untuk tiap pokok permasalahan penelitian
adalah sebagai berikut.
1) Kreativitas Guru Matematika dalam Menerapkan KTSP Pada
Tahap Pelaksanaan Pembelajaran.
a) Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan kegiatan
pendahuluan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan S2 dapat diketahui bahwa dalam pada awal-awal pembelajaran G2 biasa memberikan alamat website yang berisi materi yang akan dipelajari agar siswa bisa mencari tambahan informasi tentang materi pelajaran di internet. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berkut.
“Bu...biasanya memberikan alamat website tentang materi yang akan dipelajari”.
Dengan pemberian alamat website tersebut diharapkan
siswa akan mencari sumber-sumber pembelajaran di internet.
Sementara M2 yang kebetulan berada disamping S2
menyatakan sebagai berikut.
”Waktu awal-awal pelajaran, Ibu...selalu memberikan beberapa pertanyaan kepada kami”.
Pemberian motivasi dilakukan melalui pemberian
cxi
pertanyaan-pertanyaan di awal proses belajar mengajar sehingga apabila anak tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut maka anak akan berusaha belajar mandiri untuk mengejar ketertinggalannya. Diantaranya dengan mencari materi tambahan di internet sebanyak-banyaknya.
b) Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan tahapan inti
pembelajaran.
Dalam hal ini S2 mengatakan bahwa G2 dalam pembelajaran telah menggunakan beberapa metode berbeda di dalam pelaksanaan pembelajarannya. Metode yang pernah G2 gunakan antara lain metode kelompok. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara dengan S2 berikut.
“…kalau Bu…terkadang menyuruh kami membentuk kelompok 4 atau 5 orang terus masing-masing kelompok diberi soal untuk dikerjakan bersama anggota 1 kelompok”.
Sementar M2 menyatakan sebagai berikut.
“Ibu…seringnya pas ngajar dengan menjelaskan materi menggunakan OHP kemudian memberi contoh soal dan latihan soal yang dikerjakan secara individu kadang juga dikerjakan berkelompok”.
Berdasarkan wawancara tersebut di atas dapat diketahui bahwa metode yang paling sering digunakan guru adalah metode ekspositori. Perbedaan pembelajaran dahulu dan sekarang adalah pada penggunaan sarana dan prasarana yang semakin modern misalnya penggunaan OHP dalam penyampaian materi sehingga guru tidak perlu menulis di papan tulis.
c) Kreativitas guru dalam melaksanakan tahap akhir pembelajaran
Dalam melaksanakan kegiatan akhir pembelajaran ini, S2
dan M2 kompak mengemukakan sebagai berikut.
“…Bu...selalu memberi tugas rumah dan dikumpulkan pada pertemuan berikutnya”.
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat diketahui
bahwa pada kegiatan akhir pembelajaran G2 selalu memberikan PR
kepada siswa dan PR tersebut harus dikumpulkan pada pertemuan
cxii
berikutnya.
3) Kreativitas Guru Matematika Dalam Menerapkan KTSP Pada
Tahap Penilaian Pembelajaran
a) Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan penilaian
pembelajaran matematika.
Dalam hal ini M2 dan S2 kompak menyatakan sebagai berikut.
“...siswa yang nilainya kurang dari 6 harus ikut remidi...guru juga sering memberi nilai tambahan bagi kami yang bisa mengerjakan soal-soal tertentu, jadi kadang kami berlomba-lomba maju kalau bisa”.
S2 juga mentakatan sebagai berikut.
”...Kadang juga ada ulangan satu-satu, siswa lain di luar kelas”.
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa siswa
yang mendapat nilai dibawah KKM diberikan remedial sebanyak
dua kali. Sistem penilaian berbasis KTSP inipun hampir sama
dengan KBK yaitu meliputi penilaian kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Hal tersebut dapat dilihat dari penilaian yang
dilakukan guru terhadap siswa yang berhasil mengerjakan soal
tertentu di depan kelas. Guru juag mengadakan penilaian atau
mengadakan ulangan dengan cara tatap muka satu-persatu. Hal
tersebut dilakukan untuk lebih mengetahui kemampuan sebenarnya
dari masing-masing siswa.
b) Kreativitas guru matematika dalam mengembangkan alat penilaian
pembelajaran.
Hasil wawancara dengan G2 dapat diketahui bahwa evaluasi yang dapat dilaksanakan hanya terbatas pada evaluasi ulangan harian, tengah semester saja yang lain mengacu pada kebiasaan sudah diselenggarakan untuk tingkat rayon, dan nasional.
S2 juga mengemukakan bahwa :
cxiii
“…nilai-nilai kami ya dari ulangan harian, mid, ujian”.
M2 menambahkan bahwa selain ulangan harian, mid, dan ujian masih ada penilaian lain yang dilakukan guru yaitu keaktifan siswa saat pelajaran dan juga tugas-tugas baik PR maupun tugas yang dikerjakan dalam kelas.
h. Analisis Hasil Wawancara dengan anak didik G3
Analisis hasil wawancara untuk tiap pokok permasalahan penelitian
adalah sebagai berikut.
1) KTSP Kreativitas Guru Matematika dalam Menerapkan KTSP
Pada Tahap Pelaksanaan Pembelajaran.
Kreativitas guru dalam melaksanakan tahapan-tahapan dalam
pembelajaran mulai dari pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
a) Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan kegiatan
pendahuluan.
Dalam hal ini S3 menyatakan sebagai berikut.
“…pada awal pembelajaran, Pak…sering meminta kami untuk maju ke depan kelas dan mempresentasikan hasil belajar kami di rumah tentang materi yang akan disampaikan”
Berdasarkan kutipan wawancara dengan S3 tersebut dapat diketahui bahwa pada tahap pendahuluan, G3 sering meminta para siswanya untuk memaparkan hasil belajarnya di rumah tentang materi yang akan disampaikan. Dengan demikian diharapkan siswa selalu mempersiapkan dahulu materi yang akan diajarkan dengan beIajar dirumah. Hal ini dapat dijadikan ukuran untuk mengetahui seberapa jauh siswa menguasai rencana materi yang akan disampaikan oleh guru.
Hal ini diperkuat oleh M3 yang menyatakan bahwa guru pada awal pembelajaran selalu melakukan pre-tes tentang materi yang akan disampaiakan. Pre-tes tersebut berupa pertanyaan yang harus dijawab langsung oleh siswa. Penunjukan siswa tidaklah acak, yang pinter, atau yang disukai guru, melainkan dengan mengaitkan dengan hubungan-hubungan tertentu, misalnya tanggal dan sebagainya. Hal ini sesuai kutipan wawancara berikut.
cxiv
“…biasanya yang nomor urutnya sama atau kelipatanya dengan tanggal saat guru mengajar, dialah yang dapat pertanyaan”.
b) Kretativitas guru matematika dalam melaksanakan tahapan inti
pembelajaran.
Hasil wawancara dengan S3 dapat diketahui bahwa G3 selalu menuntut siswa untuk lebih aktif dalm pembelajaran. Hal yang dilakukan guru antara lain dengan sering menyuruh siswa untuk maju ke depan kelas untuk mengerjakan soas-soal latihan. Guru disini bukanlah sebagai aktor tetapi sebagai motivator dan fasilitator pembelajaran sehingga diharapkan peran serta siswa lebih aktif. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“…Pak…sering menyuruh kami maju ke depan kelas untuk mengerjakan soal-soal latihan dan beliau juga menyuruh kami untuk menanyakan materi yang belum kami pahami”.
M3 yang kebetulan ada di samping S3 menambahkan bahwa dalam kegiatan inti G3 juga sering menerapan metode yang bervariatif dalam setiap pembelajaran, dengan harapan siswa dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan. Walaupun porsinya tetap tidak sebanyak metode ekspositori tetapi dengan diterapkanya metode yang bervariatif dalam pembelajaran, guru telah berusaha membuat pembelajaran lebih hidup dan tidak monoton. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“…guru saya, Pak…kadang menyuruh kami membentuk kelompok tapi lebih seringnya guru menerangkan materi kemudian memberi contoh soal dan soal-soal latihan”.
c) Kreativitas guru dalam melaksanakan tahap akhir pembelajaran.
Berdasarkan wawancara dengan S3 selaku anak didik G3
dapat diketahui bahwa menjelang pelajaran berakhir, selain
memberikan serangkaian pertanyaan-pertanyaan kepada siswa
untuk memperoleh umpan balik dari kegiatan yang telah
dilaksanakan, G3 bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan
terhadap materi yang telah disampaikan kepada anak didiknya.
Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“…menjelang pelajaran berakhir Bapak sering memberikan
cxv
pertanyaan pada kami, kemudian membuat kesimpulan terhadap materi yang telah disampaikan bersama-sama”.
Hal tersebut juga diperkuat oleh pernyataan M3 yang juga
anak didik G3 sebagai berikut.
“…sebelum pelajaran berakhir Pak…selalu meminta kami untuk membuat kesimpulan dan tidak lupa tugas yang membuat kami bosan yaitu PR”.
2) Kreativitas Guru Dalam Menerapkan KTSP Pada Tahap Penilaian
Pembelajaran Matematika
a) Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan penilaian
pembelajaran matematika.
Berdasarkan hasil wawancara dengan S3 dapat diketahui bahwa dalam melaksanakan penilaian G3 tidak hanya bertujuan untuk mengetahui penguasaan materi dari siswa saja tetapi juga bertujuan untuk mengetahui efektivitas proses pembelajaran. Hal yang dilakukan guru antara lain dengan member pertanyaan lisan selama proses pembelajaran, memberikan kuis, dan meminta beberapa siswa untuk mengerjakan soal di depan kelas. Hal ni sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“…Pak…sering memberi pertanyaan lisan selama proses pembelajaran, kadang juga ada kuis mendadak”.
Sementar M3 menyatakan sebagai berikut.
“…Bapak selalu memberikan remidi kepada setiap siswa yang nilainya kurang”.
Selanjutnya hasil dari penilaian tersebut dipergunakan untuk program perbaikan baik remidiasi bagi siswa maupun perbaikan pada proses pembelajaran itu sendiri
b) Kreativitas guru matematika dalam mengembangkan alat penilaian
pembelajaran.
S3 mengemukakan bahwa kadang-kadang guru menggunakan perangkat komputer dalam melaksanakan ulangan. Siswa tinggal mengakses pertanyaan yang telah disediakan dalam komputer dan siswa tinggal menjawab langsung dalam komputer.
cxvi
Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“Dalam ulangan, Pak…kadang menggunakan komputer, pertanyaan telah disediakan dalam komputer dan kami tinggal menjawab langsung dalam komputer”.
Hal tersebut diperkuat oleh M3 yang menyatakan bahwa :
“…saya senang kalau ulanganya memakai komputer, kadang bisa nyontek teman”.
Berdasarkan hasil wawancara dengan S3 dan M3 tersebut juga dapat diketahui bahwa G3 dengan fasilitas komputer telah mampu mengembangkan alat evaluasi pembelajaran.
i. Analisis Hasil Wawancara dengan anak didik G4
Analisis hasil wawancara untuk tiap pokok permasalahan penelitian
adalah sebagai berikut.
1) Kreativitas Guru Matematika dalam Menerapkan KTSP Pada
Tahap Pelaksanaan Pembelajaran.
a) Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan kegiatan pendahuluan.
Dalam hal ini S4 dan M4 kompak menyatakan sebagai berikut.
“…Bu guru biasanya mengajak kami mengingat kembali tentang pelajaran yang lalu dan membahas PR yang lalu”.
Berdasarkan kutipan wawancara dengan S4 tersebut dapat diketahui bahwa pada tahap pendahuluan G4 dalam melakukan pendahuluan selalu mengajak siswa mengingat kembali tentang pelajaran yang lalu dan membahas PR
b) Kretativitas guru matematika dalam melaksanakan tahapan inti
pembelajaran.
Hasil wawancara dengan S4 dapat diketahui bahwa G4 dalam mengajar selalu menggunakan metode ekspositori. Hal tersebut sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
cxvii
“cara ngajar Bu…ya sama seperti guru-guru matematika saya dulu yaitu menerangkan materi kemudian memberi contoh soal dan soal”. Hal tersebut sama persis dengan yang dikatakan oleh M4 yang
juga merupakan anak didik G4. Guru menerangkan materi dahulu
kemudian menyuruh beberapa siswa mengerjakan soal di depan
kelas. Guru memberikan nilai bagi siswa yang rajin bertanya,
menjawab pertanyaan, maupun bagi siswa yang rajin maju
mengerjakan soal di depan kelas.
c) Kreativitas guru dalam melaksanakan tahap akhir pembelajaran.
Dalam hal ini S4 menyatakan sebagai berikut.
“…Sebelum pelajaran usai, Ibu biasa meminta kami membuat rangkuman kemudian memberikan tugas rumah (PR)”.
Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh M4
yang juga merupakan anak didik G4 sebagai berikut.
”...pada akhir-akhir pembelajaran Bu...menuntun kami membuat kesimpulan dan selalu memberikan PR”.
Dari hasil wawancara dengan S4 dan M4 di atas dapat
diketahui bahwa untuk memperoleh gambaran tentang penguasaan
siswa terhadap materi yang diberikan, G4 bersama dengan siswa
membuat kesimpulan materi yang telah disampaikan kepada anak
didiknya, mengulas terhadap materi pelajaran yang dianggap sulit,
dan memberikan pekerjaan rumah dan tugas membaca dirumah.
2) Kreativitas Guru Dalam Menerapkan KTSP Pada Tahap Penilaian
Pembelajaran Matematika.
a) Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan penilaian
pembelajaran matematika.
S4 menyatakan sebaga berikut.
“…ya bagi kami yang aktif bertanya/menjawab pertanyaan dan rajin
cxviii
maju di depan kelas diberi tambahan nilai.
M4 menambahkan sebagai berikut.
“…penilaian tersebut berupa tanda di lembar yang dimiliki guru. Setelah akhir semester banyaknya tanda diakumulasi”.
Berdasarkan kutipan wawancara di atas dapat diketahui bahwa
G4 juga menilai keaktifan siswa dalam bertanya, menjawab
pertanyaan, dan rajin maju di depan kelas. Penilaian tersebut berupa
tanda contreng di lembar keaktifan siswa. Setelah akhir semester
banyaknya tanda diakumulasi sesuai dengan bobot setiap aktifitas.
Kemudian dilaksanakan pula remidial bagi siswa yang belum tuntas
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dengan batasan dua
kali remidi.
b) Kreativitas guru matematika dalam mengembangkan alat penilaian
pembelajaran.
Hasil kutipan wawancara dengan S4 dan M4 adalah sebagai berikut.
“ya bagi kami yang aktif bertanya/menjawab pertanyaan dan rajin maju di depan kelas diberi tambahan nilai…penilaian tersebut berupa tanda di lembar yang dimiliki guru. Setelah akhir semester banyaknya tanda diakumulasi”.
Berdasarkan hasil wawancara dengan S4 dan M4 di atas dapat diketahui bahwa G4 tidak hanya menitikberatkan pada pengembangan aspek kognitif saja, tetapi telah mengembangkan alat penilaian dari aspek afektif yaitu berupa tanda di lembar yang dimiliki guru. Setelah akhir semester banyaknya tanda diakumulasi. psikomotorik juga, yaitu berupa penilaian keahlian menggambar terutama pada saat pelajaran geometri.
j. Analisis Hasil Wawancara dengan anak didik G5
Analisis hasil wawancara untuk tiap pokok permasalahan penelitian
adalah sebagai berikut.
1) Kreativitas Guru Matematika dalam Menerapkan KTSP Pada Tahap
cxix
Pelaksanaan Pembelajaran.
Kreativitas guru dalam melaksanakan tahapan-tahapan dalam
pembelajaran mulai dari pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
a) Kreativitas guru yang nampak ketika guru melakukan kegiatan
pendahuluan.
Hasil wawancara dengan S5 dapat diketahui bahwa pada awal pembelajaran, G5 selalu memberikan pertanyaan tentang materi sebelumnya. S5 juga mengatakan bahwa pada tahap pendahuluan G5 sering meminta siswa yang beliau tunjuk untuk memaparkan hasil pekerjaan rumahnya (PR) di depan kelas. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“…Bu…biasa meminta kami yang beliau tunjuk untuk memaparkan di depan kelas hasil pekerjaan rumah (PR) kami”.
Sementara M5 yang juga anak didik G5 menyatakan sebagai berikut.
“Iya itu, siswa yang tubuhnya kecil diminta Ibu…untuk duduk di bangku depan”.
Berdasarkan wawancara dengan M5 tersebut dapat diketahui bahwa G5 selain membahas PR yang telah diberikan pada pertemuan sebelumnya juga mengatur posisi tempat duduk siswa dimana siswa yang bertubuh kecil duduknya di bangku depan sedangkan siswa yang tubuhnya lebih besar duduknya di bangku bagian belakang. Hal tersebut dimaksudkan agar proses belajar mengajar berjalan secara optimal dan tidak ada lagi siswa yang merasa terganggu oleh siswa lain.
b) Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan tahapan inti
pembelajaran.
Berdasarkan wawancara dengan S5 dapat diketahui bahwa dalam pembelajaranya G5 biasanya menggunakan metode ekspositori atau ceramah yang disertai tanya jawab. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“Bu…dalam mengajar selalu menerangkan dahulu materi kemudian memberi contoh soal dan latihan-latiahan soal”.
Sementara M5 yang juga anak didik G5 menyatakan
cxx
sebagai berikut.
“cara ngajar guru ya sama dengan guru-guruku dahulu, menerangkan materi terus memberi contoh soal dan latihan soal. Beberapa orang ditunjuk untuk mengerjakan soal di depan kelas”.
Berdasarkan hasil wancara dengan S5 dan M5 selaku anak didik G5 dapat diketahui bahwa G5 dalam setiap pembelajaranya selalu menggunakan metode ekspositori dan tidak ada perbedaan dari cara mengajar kurikulum lama dan KTSP.
c) Kreativitas guru dalam melaksanakan tahap akhir pembelajaran.
Dari hasil wawancara terhadap S5 diperoleh informasi
bahwa pada kegiatan akhir pembelajaran G5 bersama dengan siswa
juga membuat kesimpulan materi yang telah disampaikan kepada
anak didiknya, mengulas terhadap materi pelajaran yang dianggap
sulit, dan memberikan pekerjaan rumah (PR). Hal ini sesuai dengan
kutipan wawancara berikut.
“…kalau Bu…sebelum pembelajaran berakhir biasa menyuruh kami membuat kesimpulan materi yang baru saja disampaikan dan pasti memberikan PR”.
Sementara M5 yang juga anak didik G5 menyatakan sebagai berikut.
“…wah kalau PR mas, pasti Ibu…tidak pernah lupa…”.
Berdasarkan kutipan wawancara denga M5 tersebut dapat
diketahui bahwa pada kegiatan akhir pembelajaran, G5 selalu
memberikan PR. Hal tersebut sama seperti yang dikemukakan oleh
S5 di atas.
2) Kreativitas Guru Matematika Dalam Menerapkan KTSP Pada Tahap
Penilaian Pembelajaran.
a) Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan penilaian
pembelajaran matematika.
Kegiatan guru dalam tahap evaluasi pembelajaran ini, S5 menyatakan sebagai berikut.
cxxi
“Bu…dalam melaksanakan penilaian menggunakan tes tertulis dan tes lisan, selain itu juga ada tugas/PR yang dikumpulkan”.
Sementara M5 yang juga anak didik G5 menyatakan sebagai berikut.
“…PR pasti dikumpulkan dan dinilai di buku tugas. Setiap beberapa pertemuan Ibu…juga pasti memberikan hasil ulangan”.
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat diketahui bahwa G5 menggunakan tes tulis dalam bentuk ulangan harian maupun lisan yang dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menguasasi materi pada kompetensi tertentu. Selain itu ada juga penilaian portofolio yaitu berupa sekumpulan tugas-tugas/PR dan catatan yang dikumpulkan setiap akhir semester.
b) Kreativitas guru matematika dalam mengembangkan alat penilaian
pembelajaran.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap S5 dapat diketahui bahwa G5 mempergunakan alat berupa tes yang disusun guru. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut.
“Bu…setiap dua pokok bahasan selalu mengadakan ulangan harian, setahuku nilai akhir kami ya berasal dari ulangan, tugas, mid, dan, ujian semester itu”.
Sementara M5 yang juga anak didik G5 menyatakan sebagai berikut.
“…dulu dalam raport kalau tidak salah penilaian ada tiga yaitu pemahaman, penalaran, dan pemecahan masalah tapi sekarang tidak ada. Penilaian yang dilakukan guru untuk raport adalah ulangan harian, tugas/PR, mid semester, dan, ujian semester”.
Dari kutipan wawancara tersebut juga dapat diketahui bahwa G5 masih mempergunakan alat evaluasi secara konvensional yakni pemberian serangkaian pertanyaan tertulis kepada siswa. Format nilai raport untuk kelas 7 dan 8 sekarang sudah tidak mencantumkan tiga nilai seperti dalam KBK. Sedangkan untuk kelas 9 masih menggunakan format penilaian KBK dimana penilaian matematika dibagi menjadi tiga aspek yaitu pemahaman, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah.
cxxii
2. Analisis Data Observasi
Observasi yang dilakukan adalah observasi guru mengajar. Observasi
tersebut dilakukan di salah satu kelas yang diampu oleh masing-masing guru
yang menjadi sumber dalam wawancara. Adapun hasil observasi mengajar
dari masing-masing guru adalah sebagai berikut.
a. Observasi Kelas VIII MTsN Sumber Lawang (G1)
Observasi dilakukan saat guru mengajar di dalam kelas VIII pada
pokok bahasan Teorema Pythagoras. Observasi ini dilakukan untuk menggali
informasi tentang proses belajar mengajar yang berlangsung. Pada
pengamatan terhadap guru saat mengajar, diperoleh informasi sebagai barikut.
1) Metode mengajar yang digunakan oleh guru
Metode mengajar yang digunakan adalah metode penemuan
terbimbing, dengan model ini siswa didorong untuk lebih berfikir
mandiri, menganalisis sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum
berdasarkan bahan yang telah disediakan guru.
2) Penguasaan guru terhadap materi yang diajarkan
Penguasaan guru terhadap materi kesebangunan baik. Guru
mampu menjawab semua pertanyaan dan menyelesaikan permasalahan
atau kesulitan yang dihadapi siswa, terampil berkomunikasi dan
menjelaskan materi kepada siswa. Penyampaian materi dilakukan oleh
guru baik secara lisan maupun tertulis secara bersamaan tanpa
mengalami kesulitan.
3) Sistematika penyampaian materi
Guru membuka pertemuan dengan salam, sedikit selingan dan
memberikan motivasi. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan
mengingatkan tentang materi sebelumnya. Kemudian menanyakan
apakah ada kesulitan pada materi sebelumnya. Menanyakan tugas belajar
di rumah serta membahasnya bersama-sama siswa. Bagi siswa yang tidak
cxxiii
mengerjakan PR ada hukumanya yaitu disuruh membaca al-Quran di
ruang BP pada saat dua kali jam istirahat.
Guru merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa
yaitu menemukan rumus Pythagoras, kemudian siswa menyusun dan
menganalisis data tersebut. Guru berkeliling memeriksa pekerjaan siswa,
sesudah siswa menemukan apa yang dicari yaitu rumus Pythagoras.
Kemudian guru memberikan soal latihan untuk memeriksa apakah hasil
penemuanya benar. Guru terlihat memberikan motivasi kepada siswa
dengan memberikan pujian kepada siswa yang rajin mengerjakan soal di
depan kelas.
Pada akhir pelajaran guru memberikan pekerjaan rumah dan tugas
untuk mempelajari mencari besar satu sisi segitiga siku-siku jika dua sisi
lainya diketahui. Siswa diminta untuk membuat pertanyaan tentang
materi yang belum dikuasainya dan selanjutnya dimasukkan kedalam
kotak pertanyaan yang telah disediakan guru.
4) Penilaian pembelajaran
Tugas yang diberikan oleh guru dapat dikategorikan menjadi dua
macam yaitu tugas yang langsung dikerjakan siswa di kelas dan tugas
yang diberikan guru untuk dikerjakan dirumah. Tugas untuk dikerjakan
di kelas diberikan setelah guru selesai menerangkan materi, dan soalnya
diambil dari buku paket yang wajib dimiliki siswa dan dari Lembar Kerja
Siswa (LKS) yang juga wajib untuk dimiliki oleh siswa. Sedangkan tugas
untuk dikerjakan di rumah diambil dari LKS. Secara tidak langsung
semua soal yang digunakan guru dalam pembelajaran diambilkan dari
buku paket dan LKS.
b. Observasi Kelas VII MTsN Sumber Lawang (G2)
Observasi dilakukan saat guru mengajar di dalam kelas VII pada
pokok bahasan melukis sudut. Observasi ini dilakukan untuk menggali
informasi tentang proses belajar mengajar yang berlangsung. Pada
pengamatan terhadap guru saat mengajar, diperoleh informasi sebagai barikut.
cxxiv
1) Metode mengajar yang digunakan oleh guru
Metode mengajar yang digunakan adalah Diskusi kelompok
dikombimasi dengan metode penemuan. Siswa dibagi dalam beberapa
kelompok, kemudian diminta mengamati benda yang berada diruang
kelas dan mengukur sudutnya.
2) Penguasaan guru terhadap materi yang diajarkan
Penguasaan guru terhadap materi kesebangunan baik. Guru
mampu menjawab semua pertanyaan dan menyelesaikan permasalahan
atau kesulitan yang dihadapi siswa, terampil berkomunikasi dan
menjelaskan materi kepada siswa. Penyampaian materi dilakukan oleh
guru baik secara lisan maupun tertulis secara bersamaan tanpa
mengalami kesulitan.
3) Sistematika penyampaian materi
Guru membuka pertemuan dengan salam, sedikit selingan dan
memberikan motivasi. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan
mengingatkan tentang materi sebelumnya. Kemudian menanyakan apakah
ada kesulitan pada materi sebelumnya. Tidak lupa guru memberikan
alamat website tentang materi yang bisa di download di internet.
Siswa dikondisikan dalam beberapa kelompok diskusi dengan
masing-masing kelompok terdiri dari 3 – 5 orang. Dengan berdiskusi
dalam kelompok siswa diberi tugas menyebutkan beberapa contoh
bangun berbentuk sudut yang terdapat di dalam kelas kemudian
menentukan satuan sudut yang sering digunakan. Masing-masing
kelompok diminta menyampaikan hasil diskusinya sedangkan kelompok
yang lain menanggapi. Dengan demonstrasi guru menunjukkan cara
mengukur besar sudut dengan menggunakan busur derajat. Siswa
diminta menggambar sebuah sudut kemudian teman sebangkunya
diminta mengukur besar sudut tersebut dengan menggunkan busur
derajat. Siswa mengerjakan tugas latihan, soal-soal tentukan sudut yang
terdapat pada buku sumber.
cxxv
Pada akhir pelajaran guru meminta siswa mengerjakan soal yang
ada di hand out secara berkelompok dan dikumpulkan setelah pelajaran
selesai. Guru memberi siswa tugas rumah untuk dikumpulkan pada
pertemuan berikutnya.
4) Penilaian pembelajaran
Tugas yang diberikan oleh guru dapat dikategorikan menjadi dua
macam yaitu tugas yang langsung dikerjakan siswa di kelas dan tugas
yang diberikan guru untuk dikerjakan dirumah. Tugas untuk dikerjakan
di kelas diberikan setelah guru selesai menerangkan materi, dan soalnya
diambil dari buku paket yang wajib dimiliki siswa dan dari Lembar Kerja
Siswa (LKS) yang juga wajib untuk dimiliki oleh siswa. Sedangkan tugas
untuk dikerjakan di rumah diambil dari LKS. Secara tidak langsung
semua soal yang digunakan guru dalam pembelajaran diambilkan dari
buku paket dan LKS.
c. Observasi Kelas VIII MTsN Kalijambe (G3)
Observasi dilakukan saat guru mengajar di dalam kelas VIII pada
pokok bahasan lingkaran. Observasi ini dilakukan untuk menggali informasi
tentang proses belajar mengajar yang berlangsung. Pada pengamatan terhadap
guru saat mengajar, diperoleh informasi sebagai barikut.
1) Metode mengajar yang digunakan oleh guru
Metode mengajar yang digunakan adalah metode jigsaw dengan
mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok kemudian guru
memberikan beberapa soal, pendekatan mengajar yang digunakan adalah
pendekatan induktif untuk menemukan sifat rumus jumlah dan kali pada
suku banyak berderajat tiga.
2) Penguasaan guru terhadap materi yang diajarkan
Penguasaan guru terhadap materi lingkaran baik. Guru mampu
menjawab semua pertanyaan dan menyelesaikan permasalahan atau
kesulitan yang dihadapi siswa, terampil berkomunikasi dan menjelaskan
materi kepada siswa. Penyampaian materi dilakukan oleh guru baik
cxxvi
secara lisan maupun tertulis secara bersamaan tanpa mengalami
kesulitan.
3) Sistematika penyampaian materi
Guru membuka pertemuan dengan salam. Sebelum pembelajaran
dimulai, guru memberikan sentuhan Islam di dalamnya yaitu dengan
adanya kegiatan tadarus Al Qur’an sebelum kegiatan belajar mengajar
dimulai. Surat yang dibaca hanya beberapa ayat saja mengingat kegiatan
tersebut hanya sebagai pendahuluan. Kemudian guru menyampaikan
tujuan pembelajaran dan mengingatkan tentang materi sebelumnya,
kemudian menanyakan apakah ada kesulitan pada materi sebelumnya.
Setelah itu guru menyampaikan materi yang akan dipelajari yaitu
lingkaran. Kelas dibagi menjadi tiga bagian kemudian dipadukan dengan
model Jigsaw, siswa dikumpulkan dalam tiga tingkatan, papan dijadikan
3 petak dengan diberi soal dengan level yang berbeda sesuai dengan
kemampuan siswa, setelah itu dicross kemudian bentuk kelompok baru
disitulah mereka saling mengisi, lalu di tes nilainya adalah gabungan dari
siswa yang potensinya rendah, sedang dan tinggi. Akhirnya anak yang
tidak bisa berusaha mencari tahu dari anak yang pintar, anak yang pintar
berusaha memberi ilmunya pada anak yang tidak bisa dengan tujuan agar
nilai rata-ratanya baik, sebab nilainya adalah nilai bersama. Jadi anak
sepintar apapun kalau tidak berusaha membantu yang kemampuan di
bawahnya jatuhlah nilainya, sehingga mereka mempunyai tanggung
jawab untuk mengajari temannya yang nilainya rendah, juga kegiatan
presentasi dari masing-masing kelompok diukur sebagai kerja sama.
pendekatan mengajar yang digunakan adalah pendekatan induktif
untuk menemukan sifat rumus pada balok dan kubus, siswa mengerjakan
dengan diskusi kelompok lalu mengerjakannya di depan kelas, guru
selalu berkeliling kelas untuk memeriksa pekerjaan siswa. Bahasa yang
digunakan oleh guru jelas dan komunikatif, guru terlihat akrab dengan
siswa serta siswa juga aktif bertanya kepada guru tentang kesulitan yang
cxxvii
dialami. Situasi kelas terlihat santai tetapi siswa tetap serius mengikuti
proses pembelajaran.
Pada akhir-akhir pembelajaran, guru terlihat memberikan
serangkaian pertanyaan untuk memperoleh umpan balik dari kegiatan
yang telah dilaksanakan, membuat kesimpulan terhadap materi yang
telah disampaikan, dan memberikan tugas rumah (PR) kepada siswa.
4) Penilaian pembelajaran
Tugas yang diberikan oleh guru dapat dikategorikan menjadi dua
macam yaitu tugas yang langsung dikerjakan siswa di kelas dan tugas
yang diberikan guru untuk dikerjakan dirumah. Tugas untuk dikerjakan
di kelas diberikan setelah guru selesai menerangkan materi, dan soalnya
diambil dari buku paket yang wajib dimiliki siswa dan dari Lembar Kerja
Siswa (LKS) yang juga wajib untuk dimiliki oleh siswa. Sedangkan tugas
untuk dikerjakan di rumah diambil dari LKS. Secara tidak langsung
semua soal yang digunakan guru dalam pembelajaran diambilkan dari
buku paket dan LKS.
d. Observasi Kelas VII MTsN Kalijambe (G4)
Observasi dilakukan saat guru mengajar di dalam kelas VII pada
materi himpunan. Observasi ini dilakukan untuk menggali informasi tentang
proses belajar mengajar yang berlangsung. Pada pengamatan terhadap guru
saat mengajar, diperoleh informasi sebagai barikut.
1) Metode mengajar yang digunakan oleh guru
Metode mengajar yang digunakan adalah metode ceramah yang
disertai tanya jawab.
2) Penguasaan guru terhadap materi yang diajarkan
Penguasaan guru terhadap materi kesebangunan baik. Guru
mampu menjawab semua pertanyaan dan menyelesaikan permasalahan
atau kesulitan yang dihadapi siswa, terampil berkomunikasi dan
menjelaskan materi kepada siswa. Penyampaian materi dilakukan oleh
guru baik secara lisan maupun tertulis secara bersamaan tanpa
mengalami kesulitan.
cxxviii
3) Sistematika penyampaian materi
Guru membuka pertemuan dengan salam, mengingat kembali.
Mengingat kembali tentang himpunan. Mengaitkan materi yang akan
dipelajari dengan kehidupan sehari-hari, misalnya Misal materi program
linier, dihubungkan dengan luas tanah pertanian dengan banyaknya benih
yang diperlukan agar bisa seefisien mungkin.
Guru menjelaskan pengantar materi tentang himpunan. Dengan
tanya jawab guru mengarahkan siwa untuk memahami pengertian
himpunan melalui pengenalan kumpulan benda-benda yang ada di sekitar
siswa atau tempat-tempat. Guru meminta siswa untuk membentuk
himpunan yang diperoleh dari kumpulan-kupulan benda yang mungkin
dapat dibentuk menjadi himpunan. Kemudian guru mengenalkan
lambang himpunan dan menjelaskan anggota suatu himpunan dan bukan
anggota suatu himpunan. Guru/siswa mermberikan contoh suatu
himpunan dan guru menunjuk objek-objek tertentu sambil menanyakan
apakah objek-objek tersebut merupakan anggota himpunan atau bukan.
Guru mengenalkan lambang Î untuk anggota suatu himpuanan dan
lambang Ï untuk bukan anggota. Siswa diminta mengerjakan LKS
secara berkelompok.
Pada akhir pelajaran guru memberi bimbingan kepada siswa
untuk membuat rangkuman. Siswa dan guru melakukan tanya jawab dan
guru memberikan tugas (PR).
4) Penilaian pembelajaran
Tugas yang diberikan oleh guru dapat dikategorikan menjadi dua
macam yaitu tugas yang langsung dikerjakan siswa di kelas dan tugas
yang diberikan guru untuk dikerjakan dirumah. Tugas untuk dikerjakan
di kelas diberikan setelah guru selesai menerangkan materi, dan soalnya
diambil dari buku paket yang wajib dimiliki siswa dan dari Lembar Kerja
Siswa (LKS) yang juga wajib untuk dimiliki oleh siswa. Sedangkan tugas
untuk dikerjakan di rumah diambil dari LKS. Selain itu, guru juga
cxxix
memberikan pengurangan nilai terhadap siswa yang terlambat
mengumpulkan tugas.
e. Observasi Kelas VIII MTsN Gemolong (G5)
Observasi dilakukan saat guru mengajar di dalam kelas IX pada
pokok bahasan Barisan aritmatika. Observasi ini dilakukan untuk menggali
informasi tentang proses belajar mengajar yang berlangsung. Pada pengamatan
terhadap guru saat mengajar, diperoleh informasi sebagai barikut.
1) Metode mengajar yang digunakan oleh guru
Metode mengajar yang digunakan oleh guru adalah metode
ekspositori. Ceramah disertai tanya jawab digunakan guru untuk
menerangkan materi, namun tanya jawab yang digunakan guru hanya
untuk memastikan yang telah disampaikan jelas atau tidak.
2) Penguasaan guru terhadap materi yang diajarkan
Penguasaan guru terhadap materi kesebangunan baik. Guru mampu
menjawab semua pertanyaan dan menyelesaikan permasalahan atau
kesulitan yang dihadapi siswa, terampil berkomunikasi dan menjelaskan
materi kepada siswa. Penyampaian materi dilakukan oleh guru baik
secara lisan maupun tertulis secara bersamaan tanpa mengalami
kesulitan.
3) Sistematika penyampaian materi
Guru membuka proses belajar mengajar dengan menanyakan
pekerjaan rumah yang diberikan pertemuan yang lalu. Dalam membahas
soal-soal pekerjaan rumah pertama-tama guru menunjuk seorang siswa
untuk menuliskan jawabannya di papan tulis. Setelah siswa yang ditunjuk
selesai menuliskan pekerjaannya di papan tulis, guru bersama seluruh
siswa membahas pekerjaan tersebut. Guru menanyakan pendapat siswa
yang lain tentang pekerjaan yang telah dituliskan di papan tulis.
Kemudian guru menunjuk seorang siswa lagi dan menyuruhnya
menuliskan pekerjaannya di papan tulis untuk soal yang lain. Hal tersebut
terus dilakukan guru sampai soal-soal pekerjaan rumah selesai dibahas.
cxxx
Pada saat siswa yang ditunjuk menuliskan pekerjaannya di papan tulis,
guru memperhatikannya dengan seksama. Pada waktu bersamaan, siswa
yang lain tidak memperhatikan teman mereka dan saling bicara satu
dengan yang lain. Suasana kelas cukup gaduh untuk beberapa saat.
Dalam memeriksa pekerjaan rumah, guru tidak memeriksa satu persatu
jawaban siswa. Dalam membahas soal-soal pekerjaan rumah guru juga
tidak pernah mengeksplorasi kreatifitas siswa dalam menjawab soal. Hal
ini terlihat dari perilaku guru yang pada saat membahas soal tidak pernah
mencari tahu apakah ada siswa yang mengerjakan soal dengan cara yang
berbeda dengan yang dituliskan di papan tulis.
Setelah seluruh soal pekerjaan rumah selesai dibahas, guru
menerangkan materi. Sebelum menerangkan materi, hal pertama yang
guru lakukan adalah mengatur posisi duduk siswa. Siswa yang bertubuh
besar yang disuruh duduk di belakang dan siswa yang kecil disuruh
duduk di depan. Siswa yang sering ramai juga saya suruh duduk di
depan. Dalam menerangkan materi, pertama-tama guru menggambar
bangun datar dan menuliskan bagian-bagian penting dari materi yang
akan disampaikan terlebih dahulu. Kemudian menjelaskan makna dari
apa yang ditulisnya. Pada saat menerangkan materi, guru tidak
menggunakan alat peraga. Guru hanya menggunakan penggaris untuk
membantunya menggambar bagan di papan tulis. Sambil menerangkan
materi, sesekali guru melontarkan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan
tersebut digunakan oleh guru untuk mengetahui pemahaman siswa
terhadap materi yang disampaikannya.
Selesai menerangkan materi, guru memberikan beberapa soal
sebagai evaluasi. Soal-soal tersebut dikerjakan oleh siswa secara individu
dan langsung dikerjakan di kelas. Jika soal-soal yang diberikan tersebut
tidak selesai dikerjakan siswa di kelas, maka guru menjadikannya soal
pekerjaan rumah. Namun jika soal-soal yang diberikan guru untuk
dikerjakan di kelas selesai dikerjakan oleh siswa, maka guru bersama
cxxxi
dengan seluruh siswa membahasnya di kelas. Di akhir pertemuan, guru
selalu memberikan tugas rumah.
4) Penilaian pembelajaran
Tugas yang diberikan oleh guru dapat dikategorikan menjadi dua
macam yaitu tugas yang langsung dikerjakan siswa di kelas dan tugas
yang diberikan guru untuk dikerjakan dirumah. Tugas untuk dikerjakan
di kelas diberikan setelah guru selesai menerangkan materi, dan soalnya
diambil dari buku paket yang wajib dimiliki siswa dan dari Lembar Kerja
Siswa (LKS) yang juga wajib untuk dimiliki oleh siswa. Sedangkan tugas
untuk dikerjakan di rumah diambil dari LKS. Secara tidak langsung
semua soal yang digunakan guru dalam pembelajaran diambilkan dari
buku paket dan LKS.
3. Analisis Data Dokumentasi
Berdasarkan dokumen-dokumen yang telah dikumpulkan yaitu berupa
RPP, silabus, Program Tahunan, Program Semester, serta alokasi waktu mengajar
dari masing-masing guru yang menjadi narasumber wawancara, dapat diketahui
bahwa semua guru telah melengkapi kelengkapan perangkat pembelajaran
Matematika yang berupa silabus dan RPP. Guru matematika telah mampu
menerapkan KTSP dalam pembuatan perencanaan pembelajaran yang berupa
silabus dan RPP. Semua guru sudah menyusun RPP untuk materi yang akan
diajarkan di kelas walaupun ketidaksesuaian antara RPP dengan proses mengajar
di kelas juga sering terjadi. Silabus disusun sesuai dengan model silabus berbasis
KTSP, tetapi setelah membandingkan silabus tersebut dengan contoh silabus yang
dikeluarkan oleh dinas pendidikan, dapat diketahui bahwa sebagian besar silabus-
silabus tersebut sama persis dengan silabus dinas pendidikan. Hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar guru belum mengembangkan model silabus
dari dinas pendidikan.
Semua guru tersebut dalam membuat rencana pembelajaran tersusun
dengan baik, telah memuat tujuan pembelajaran, materi pelajaran, strategi dan
pengembangan pembelajaran, mengidentitikasi perilaku dan karakteristik awal
cxxxii
siswa melalui kegiatan apersepsi, mendesain dan melaksanakan evaluasi,
walaupun dari masing-masing terdapat perbedaan yang tidak begitu signifikan
baik dari rencana yang menyangkut dengan materi maupun tujuan pembelajaran.
Hal yang agak berbeda dari perangkat pembelajaran tersebut adalah pada
penggunaan media dan metode pembelajaran. Dalam perangkat pembelajaranya
yaitu silabus dan RPP, semua guru telah mencantumkan strategi/metode dan
media pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran. Beberapa guru
dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) telah mencantumkan beberapa
metode yang bervariasi seperti metode jigsaw, diskusi, penemuan, dan kooperatif
yang akan digunakan dalam pembelajaran, sebagian guru yang lain hampir semua
metode pembelajaran yang digunakan adalah metode ekspositori dan media
pebelajaran yang digunakan masih media konvensional seperti spidol dan
penggaris. Banyak sekolah belum memiliki sarana pendukung seperti laptop,
sehingga dalam pembelajaranya guru selalu menggunakan media konvensonal.
Berdasarkan analisis lembar penilaian dapat diketahui bahwa secara garis
besar tagihan untuk nilai raport terbagi menjadi 4 bagian yaitu ulangan harian,
tugas, mid, dan ujian semester. Hanya saja bentuk tugas dan ulangan harian ada
perbedaan antara satu guru dengan guru yang lainya, tergantung kreativitasnya
masing-masing. Batas Kriteria Ketuntasan Mengajar (KKM) terdapat perbedaan
antara sekolah yang satu dan yang lainya. Kriteria Ketuntasan Mengajar (KKM)
dari G1 dan G2 (MTsN Sumber Lawang) adalah 70 sebagai batas minimal yang
harus peserta didik capai dalam pembelajaran pada setiap kopetensi dasar tertentu,
batas ini berbeda dengan G3, G4, G5 (MTsN Kalijambe dan MTsN Gemolong)
yang menetapkan KKM sebesar 60. Penetapan nilai KKM tersebut masih di
bawah mata pelajaran lain yang rata-rata menetapkan nilai KKM 75.
Format raport untuk kelas 7 dan 8 sama yaitu memuat nilai KKM dan nilai
siswa yang masing-masing hanya memuat satu nilai. Sedangkan untuk kelas 9,
format raport masih menggunakan KBK yaitu penilaian matematika memuat tiga
aspek yaitu pemahaman, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah.
Masing-masing aspek tersebut ada nilai KKM-nya sendiri-sendiri sehingga sistem
penilaianya lebih rumit.
cxxxiii
C. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan, baik menggunakan
metode wawancara, observasi mengajar, maupun dokumentasi, dapat dilakukan
pembahasan terhadap permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini.
Permasalahan dalam penelitian ini dapat dikatagorikan menjadi tiga bagian yaitu
mendeskripsikan kreativitas guru dalam perencanaan pembelajaran, proses belajar
mengajar, dan penilaian pembelajaran matematika sebagai implementasi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Adapun pembahasan untuk setiap pokok permasalahan penelitian adalah
sebagai berikut.
1. Kreativitas guru matematika dalam menerapkan KTSP pada tahap
perencanaan pembelajaran.
Berdasarkan data-data yang diperoleh, baik melalui wawancara dengan guru, wawancara dengan siswa, observasi, maupun dokumentasi dapat dilakukan pembahasan hasil penelitian mengenai kreativitas guru dalam perencanaan pembelajaran matematika sebagai berikut.
a. Kreativitas guru matematika dalam mempersiapkan perangkat
pembelajaran, silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
Berdasarkan hasil analisis data-data penelitian tersebut diatas dapat diperoleh informasi bahwa guru matematika yang menjadi subyek penelitian telah mampu menerapkan KTSP dalam pembuatan perencanaan pembelajaran yang berupa silabus dan RPP. Silabus dan RPP disusun sesuai dengan model silabus/RPP berbasis KTSP. Semua Kepala sekolah melalui kebijakan yang dituangkan dalam tugas guru, mewajibkan para guru untuk membuat program mengajar yang berupa silabus, Analisa Materi Pelajaran, Program tahunan, Program Semester, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Untuk itu setiap guru mau tidak mau harus membuat perangkat pembelajaran sebagai pegangan dalam mengajar.
Dibutuhkan kreativitas dari masing-masing guru untuk dapat membuat suatu perencanaan pembelajaran yang baik. Kreativitas guru dalam mempersiapkan perangkat pembelajaran dapat dilihat dari usaha yang dilakukan guru dalam menyusun silabus dan RPP tersebut. Tentu
cxxxiv
saja antara guru satu dengan yang lainya melakukan kegiatan berbeda-beda dalam mempersiapkan perangkat pembelajaran seperti silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tersebut. Terdapat guru sebelum membuat program pengajaran seperti silabus dan RPP selalu membuat daftar pokok bahasan dan tujuan yang ingin dicapai siswa setelah mempelajari pokok bahasan tertentu, sehingga tidak hanya perangkat pembelajaran saja yang direncanakan tetapi juga tujuan dari pembelajaran tersebut juga harus direncanakan dengan baik. Terdapat pula guru pada perencanaan pembelajaran lebih menitikberatkan pada penentukan batas pencapaian minimal (KKM) yang harus anak kuasai setelah menyelesaikan satu atau beberapa kompetensi dasar tertentu. Ada juga guru dalam penyusunan silabus/RPP dilakukan bersama-sama dengan guru lain di sekolah yang bersangkutan. Kegiatan tersebut dilakukan dengan cara mengumpulkan semua guru bidang studi matematika dalam rapat dan dilakukan pembagian tugas pembuatan silabus/RPP kemudian guru saling mengoreksi sampai diperoleh silabus/RPP yang kompeten. Selain berguna sebagai alat kontrol, maka persiapan mengajar juga berguna sebagai sebagai pegangan guru sendiri. Demikian pula bahwa mengajar dengan perencanaan/Persiapan yang baik maka pelaksanaan pengajaran menjadi baik dan efektif yaitu peserta didik harus dijadikan pedoman setiap kali membuat persiapan mengajar.
RPP dan silabus secara garis besar dibuat bersama-sama guru dalam MGMP, tetapi untuk pengembanganya diserahkan kepada masing-masing guru bidang studi sesuai dengan kondisi sekolah dan siswa yang bersangkutan. Sehingga penggunaan metode pembelajaran, media pembelajaran, dan penentuan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) mengacu pada kondisi sekolah dan juga siswa. Sehingga dalam hal ini sekolah satu dengan yang lainya bisa membuat kebijakan yang berbeda. Sebagai contoh dalam penetapan Kriteria Ketuntasan Mengajar (KKM) terdapat perbedaan antara sekolah satu dengan yang lain. KKM MTsN Sumber Lawang adalah 7.0 untuk kelas 1 dan 2 sedangkan kelas 3 yang masih menggunakan tiga aspek yaitu pemahaman, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah berturut-turut menetapkan KKM 60, 60, dan 70. Batas ini berbeda dengan MTsN Kalijambe dan MTsN Gemolong yang menetapkan KKM sebesar 6.0.
Para guru matematika tersebut telah mempersiapkan perangkat pembelajaran yaitu mempersiapkan silabus maupun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang tersusun dengan baik. Masing-masing perangkat pembelajaran tersebut tidak terdapat perbedaan yang
cxxxv
begitu signifikan baik menyangkut standar kompetensi, materi, dan tujuan pembelajaran. Hal yang agak berbeda dari perangkat pembelajaran tersebut adalah pada penggunaan media dan metode pembelajaran. Sebagian guru telah mencantumkan metode selain metode ekspositori dalam rencana pembelajaranya. Hal-hal yang dilakukan para guru tersebut adalah semata-mata untuk merancang suatu perangkat pembelajaran yang berkualitas sehingga semua yang telah direncanakan dapat tercapai dan tepat sasaran, yang tujuan akhirnya tentu saja untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
b. Kreativitas guru matematika dalam membuat perencanaan strategi
dan media pembelajaran.
Berdasarkan hasil penelitiaan terhadap seluruh guru matematika yang menjadi subjek penelitian dapat diketahui bahwa pemilihan strategi dan media yang cocok dan tepat sasaran merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam perencanaan pembelajaran. Sebagian besar guru menyatakan bahwa perencanaan strategi dan media pembelajaran sangatlah penting untuk mencapai kesuksesan dalam pembelajaran. Guru selalu berusaha mencari strategi yang cocok untuk menjelaskan materi pelajaran yang dianggap sulit dipahami oleh siswa. Banyak materi dan contoh yang ada dalam buku sumber terlalu sukar untuk ukuran anak SMP/MTs, sehingga guru perlu berpikir untuk mencari strategi yang tepat agar siswa dapat dengan mudah memahami materi yang diajarkan. Materi pelajaran yang sulit seperti geometri memerlukan metode khusus supaya siswa dapat dengan mudah memahaminya. Untuk itu strategi belajar aktif melalui multi ragam metode sangat sesuai untuk digunakan ketika akan menerangkan materi tersebut.
Kegiatan yang dilakukan guru dalam menentukan strategi dan media yang tepat antara lain dengan mencoba mencari tahu kemampuan/karakter masing-masing peserta didik sebelum menentukan strategi dan media yang akan digunakan dalam pembelajaran. Peserta didik selalu dijadikan pedoman setiap kali membuat persiapan mengajar. Hal ini dilakukan guru untuk mencari strategi dan media yang paling cocok diterapkan di kelas sesuai dengan karakter siswa, dan tentu saja ketersediaan media tersebut di sekolah juga menjadi pertimbangan utama. Untuk menambah wawasan, beberapa guru sering mencari artikel pembelajaran di internet. Dengan semakin berkembang pesatnya teknologi terutama teknologi informasi, semua informasi apapun dapat dengan mudah ditemukan termasuk informasi tentang pembelajaran
cxxxvi
matematika. Para guru juga tidak mau ketinggalan dengan semakin berkembang pesatnya teknologi informasi tersebut. Salah satunya dengan memanfaatkan teknologi internet untuk mencari model maupun strategi pembelajaran yang bervariasi untuk mencegah pembelajaran yang monoton.
Beberapa guru juga telah memiliki buku tentang model-model pembelajaran matematika. Di dalam buku tersebut telah berisi tentang materi beserta metode yang cocok untuk mengajarkan materi tersebut, sehingga guru tidak perlu repot memikirkan metode yang paling tepat untuk mengajarkan materi tersebut karena di dalam buku telah ada rincian materi beserta beberapa metode yang cocok untuk mengajarkan materi tersebut. Walaupun telah memiliki buku model pembelajaran matematika, ternyata guru belum bisa sepenuhnya menerapkanya dalam pembelajaran matematika. Guru beralasan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk menerapkan berbagai metode bervariasi tersebut tidaklah sedikit, padahal guru juga dituntut untuk menyelesaikan materi tepat waktu. Selain itu, kelengkapan sarana dan prasarana yang mendukung pembelajaran matematika juga belum sepenuhnya tersedia di sekolah. Akhirnya guru tetap menggunakan metode konvensional atau biasa disebut metode ekspositori dalam mayoritas pembelajaran yang dilakukan dengan sesekali menyelingi menggunakan metode lainya seperti kooperatif atau penemuan.
Terdapat pula guru yang masih kurang begitu memperhatikan dalam kegiatan perencanaan strategi dan media pembelajaran yang akan digunakan. Sebagian dari mereka acuh pada tahap ini dan tetap menggunakan metode konvensional dalam mengajar, sehingga dalam setiap kegiatan pembelajaran sebagian guru tersebut hanya menggunakan metode ekspositori atau ceramah yang disertai tanya jawab dan media yang digunakan juga konvensional seperti kapur atau spidol. Sebagian guru tersebut beralasan bahwa metode ekspositori tersebut lebih efektif untuk digunakan, mengingat dalam pembelajaran matematika siswa tetap harus mendapat bimbingan dan penjelasan dari guru. Siswa juga masih sering menemui kesulitan apabila diminta untuk belajar mandiri. Metode ekspositori juga tidak memerlukan waktu yang banyak, sehingga materi dapat diselesaikan dengan tepat waktu.
Berdasarkan observasi terhadap RPP masing-masing guru dapat diketahui bahwa semua guru telah mencantumkan strategi/metode dan media pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran. Beberapa
cxxxvii
guru dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) telah mencantumkan beberapa metode yang bervariasi seperti metode diskusi, penemuan, dan kelompok yang akan digunakan dalam pembelajaran. Walaupun dalam penerapanya juga tidak sepenuhnya sama denga RPP yang telah disusun. Terdapat pula guru yang hanya mencantumkan metode ekspositori dan media pembelajaran konvensional seperti spidol dan penggaris dalam setiap pembelajaranya. Hal ini sangat wajar karena banyak sekolah kurang memiliki sarana yang mendukung seperti laptop dan LCD, sehingga dalam setiap pembelajaranya guru selalu menggunakan media konvensonal.
Selain berguna sebagai alat kontrol, sebenarnya persiapan mengajar juga berguna sebagai sebagai pegangan guru sendiri. Dengan perencanaan/Persiapan yang baik maka pelaksanaan pengajaran menjadi baik dan efektif. Dalam hal ini maka peserta didik harus dijadikan pedoman setiap kali membuat persiapan mengajar.
2. Kreativitas guru matematika dalam menerapkan KTSP pada tahap
pelaksanaan pembelajaran.
Berdasarkan data yang diperoleh baik melalui wawancara dengan guru, wawancara dengan siswa, observasi, maupun dokumentasi dapat dilakukan pembahasan hasil penelitian mengenai kreativitas guru dalam pembelajaran matematika sebagai berikut.
a. Kreativitas guru matematika dalam kegiatan pendahuluan
pembelajaran.
Berdasarkan data-data yang telah terkumpul, semua guru kompak mengatakan bahwa pembelajaran yang inovatif adalah pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik. Guru berusaha memberikan peluang kepada siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan para guru pada awal pembelajaran, antara lain dengan melontarkan beberapa pertanyaan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik menguasai materi yang telah disampaikan sehingga mau tidak mau siswa akan selalu mempersiapkan diri dengan belajar dahulu di rumah, memberikan motivasi kepada siswa tentang aplikasi materi dalam kehidupan sehari-hari, dan memberikan alamat website yang berisi materi yang akan dipelajari, sehingga siswa bisa mencari tambahan informasi tentang materi pelajaran di internet. Terdapat pula guru yang pada tahap pendahuluan lebih menitikberatkan pada pengaturan lingkungan kelas, antara lain dengan pengaturan tempat duduk dimana
cxxxviii
siswa yang bertubuh kecil disuruh duduk di depan dan siswa yang bertubuh besar dudukya di belakang. Hal tersebut dilakukan agar proses belajar mengajar bisa berjalan secara efektif tanpa adanya gangguan, seperti ada siswa yang tidak paham gara-gara kehalang tubuh teman yang duduk di depanya dan lain-lain sebagainya. Bahkan yang dilakukan guru lain untuk mengukur kesiapan siswa dalam belajar adalah dengan meminta siswa untuk mempresentasikan materi yang akan di sampaikan, sehingga siswa akan selalu mempersiapkan diri dengan belajar pada malam sebelumnya.
Terdapat hal menarik pula yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan pendahuluan ini. Sebelum pembelajaran dimulai, guru tersebut memberikan sentuhan Islam di dalamnya. Sistem pembelajaran dengan memberikan sentuhan Islam ditandai dengan adanya kegiatan tadarus Al Qur’an sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai. Surat yang dibaca hanya beberapa ayat saja mengingat kegiatan tersebut hanya sebagai pendahuluan sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai. Hal tersebut sesuai dengan visi dan misi dari madrasah yang tidak hanya ingin menghasilkan SDM yang unggul semata, namun juga SDM yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
Pada tahap pendahuluan guru juga meminta siswa mengumpulkan PR yang diberikan guru pada satu minggu/pertemuan sebelumnya. Terdapat kejadian menarik yang dilakukan salah seorang guru terhadap siswanya yang tidak mengerjakan/mengumpulkan PR. Guru tersebut tidak tinggal diam terhadap siswanya yang tidak mengerjakan PR tetapi memberi hukuman kepada siswa tersebut. Hukuman tersebut bukan berupa hukuman fisik seperti pukulan, push up, atau berdiri di depan kelas tetapi siswa tersebut diberi hukuman untuk membaca al-Quran di ruang BP. Pemberian hukuman tersebut tidak dilakukan pada saat jam pelajaran tetapi pada jam istirahat pertama dan kedua. Hal tersebut dimaksudkan agar pemberian hukuman tidak menghalangi siswa untuk menerima haknya sebagai siswa yaitu menerima pelajaran. Pemberian hukuman tersebut tentu saja tidak menghapus kewajiban siswa untuk mengumpulkan PR. Siswa yang tidak mengumpulkan PR pada hari itu tetap harus mengumpulkan pada hari berikutnya. Semakin lama siswa mengumpulkan maka nilainya juga akan semakin berkurang. Mungkin ini adalah salah satu contoh kegiatan yang patut untuk ditiru oleh pendidik lainya. Pemberian hukuman tidak harus berkaitan dengan hukuman fisik. Ada hukuman lain yang lebih mendidik dan bermanfaat selain hukuman fisik, salah satunya dengan pemberian hukuman
cxxxix
membaca al-Quran tersebut.
Berdasarkan pengamatan, sebagian guru tersebut dalam tahap pendahuluan telah menunjukkan langkah-langkah apersepsi yang cukup baik, mulai dari salam dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Sebagian guru juga terlihat memberikan motivasi kepada siswa. Motivasi belajar siswa diterapkan antara lain melalui latihan-latihan soal, mengkomunikasikan/membagikan hasil ulangan harian, menggunakan media pembelajaran dan menggunakan metode pembelajaran yang bervariatif. Selain itu cara memotivasi siswa juga dilakukan dengan memberikan pujian kepada siswa yang rajin mengerjakan soal di depan kelas. Pujian tersebut tidak harus dengan kata-kata. Pujian sebagai penghargaan bisa dilakukan dengan isyarat, misalnya dengan senyuman dan anggukan yang wajar, atau mungkin dengan tatapan mata yang meyakinkan. Sebagian guru percaya motivasi akan tumbuh manakala siswa merasa dihargai. Sebagian guru juga berupaya menjalin hubungan baik dengan semua siswa dengan memanfaatkan sedikit waktu untuk mengabsen siswa, juga mengadakan pendekatan dengan siswa dari bangku ke bangku untuk melihat hasil pekerjaan rumah (PR) siswa, seperti apa? mungkin pekerjaan siswa ada yang tidak sesuai dengan petunjuk, siswa semacam ini perlu dibimbing.
Walaupun demikian terdapat pula guru yang belum menunjukkan kreativitasnya dalam tahap ini. Dalam kaitannya dengan tahap pendahuluan, sebagian guru tersebut belum melaksanakan kegiatan yang mencerminkan kreativitasnya masing-masing. Mereka masih menggunakan cara-cara lama dalam tahap ini yaitu selalu mengajak siswa untuk mengingat kembali tentang pelajaran yang lalu dan membahas/mengumpulkan PR. Malahan terdapat pula guru yang masuk kelas langsung memberi materi tanpa adanya kegiatan pendahuluan. Hal tersebut tidak patut untuk dicontoh oleh guru ataupun calon guru manapun. Bagaimanapun kegiatan pendahuluan tetap diperlukan untuk memberi bekal awal siswa sebelum menghadapi kegiatan inti pembelajaran, sehingga siswa lebih siap menerima materi yang akan diajarkan guru.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian guru telah memperlihatkan kreativitasnya dalam kegiatan pendahuluan, walaupun terdapat pula guru yang belum menunjukkan kreativitasnya dalam tahap ini.
b. Kreativitas guru matematika dalam kegiatan inti pembelajaran.
cxl
Berdasarkan hasil penelitian dengan guru matematika dapat diketahui bahwa seluruh guru sebelum mengajar telah mempersiapkan materi secara matang. Sebagian guru telah berusaha menghindari gaya konvensional dalam setiap pembelajaran sehingga guru dalam menyampaikan materi tidak hanya menggunakan metode ceramah atau ekspositori saja tetapi juga menggunakan pendekatan dan metode lain yang lebih bervariatif sehingga memungkinkan siswa untuk semakin aktif dalam pembelajaran. Guru menganggap bahwa dirinya adalah teman belajar bagi siswanya. Guru juga menggunakan metode pembelajaran yang variatif sehingga suasana edukasi lebih hidup.
Terdapat hal yang menarik yang dilakukan guru dalam kegiatan ini yaitu guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai sesuatu materi yang dianggap sulit baik secara langsung dalam
kelas maupun tidak langsung melalui kotak tanya yang diletakkan di meja guru. Hal ini dilakukan karena guru mengetahui banyak siswa yang kurang mempunyai keberanian untuk bertanya langsung di depan kelas. Sehingga dengan menggunakan kotak pertanyaan tersebut siswa tidak lagi malu untuk mengutarakan pertanyaan tentang materi yang belum dipahaminya. Hal ini merupakan bentuk kreativitas guru yang wajib ditiru di kalangan pendidik lainya.
Sebagian guru telah menggunakan metode yang cukup bervariatif pada saat kegiatan pembelajaran antara lain metode penemuan terbimbing, diskusi, kooperatif, dan ekspositori. Walaupun metode yang paling sering dipakai guru pada saat mengajar adalah metode ekspositori, tapi setidak-tidaknya guru telah mencoba menggunakan metode selain ekspositori untuk pembelajaran matematika. Bahkan terdapat juga guru yang hanya menggunakan metode ekspositori dalam setiap pembelajaranya. Pokoknya guru menjelaskan materi, memberi contoh, dan memberi latihan soal. Hal tersebut rutin dilakukan guru dalam setiap pembelajaran matematika. Berdasarkan pengamatan sebenarnya keterampilan guru matematika dalam menggunakan media pembelajaran cukup baik, bahasa yang digunakan oleh guru jelas dan komunikatif serta hampir seluruh guru menunjukkan sikap keterbukaan dan keakraban dengan siswa sehingga siswa merasa tidak tegang selama mengikuti pelajaran matematika.
Media pembelajaran yang digunakan sebagian besar guru masih konvensional seperti spidol dan penggaris dalam setiap pembelajaranya. Hal ini sangat wajar karena sekolah-sekolah tersebut kurang memiliki
cxli
sarana yang mendukung seperti laptop dan LCD. Kalaupun ada laptop atau LCD di sekolah, jumlahnya hanya satu dan itu untuk kegiatan-kegiatan sekolah seperti rapat dan seminar. Kebanyakan guru juga belum terbiasa menggunakan alat-alat tersebut, sehingga dalam setiap pembelajaranya guru lebih memilih menggunakan media konvensonal. Berdasarkan pengamatan dapat diketahui bahwa sebenarnya sebagian sekolah telah memiliki lab khusus matematika. Terdapat beberapa media pembelajaran di sana, antara lain penampang irisan kerucut, penampang bangun ruang, bangun datar dan lain-lain sebagainya. Akan tetapi, ketersediaan alat peraga pembelajaran matematika tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal oleh guru matematika. Walaupun demikian terdapat pula guru yang telah memanfaatkan media dengan baik seperti penggunaan laptop pada saat mengajar sehingga waktu tidak terbuang hanya untuk mencatat materi di papan tulis. Penggunaan media pembelajaran seperti jangka dan penampang bangun datar dan bangun ruang cukup membantu dalam pembelajaran khususnya geometri.
Berdasarkan pengamatan juga dapat diketahui bahwa pemberian motivasi belajar tidak hanya dilakukan pada saat kegiatan pendahuluan, tetapi juga pada saat kegiatan inti pembelajaran sedang berlangsung. Terdapat guru yang menyelipkan pemberian motivasi belajar siswa pada saat pembelajaran berlangsung, dalam penelitian ini ditemukan bahwa motivasi belajar siswa dilakukan melalui latihan-latihan soal, mengkomunikasikan/membagikan hasil ulangan harian, menggunakan media pembelajaran, menggunakan metode pembelajaran yang bervariatif, dan memberikan pujian kepada siswa yang rajin mengerjakan soal di depan kelas.
Guru juga ada yang menerapkan sistem tutor sebaya selama proses pembelajaran, sehingga terlihat siswa dalam pembelajaran antusias sekali dan tidak ada rasa takut dan segan untuk mengajukan pertanyaan kepada guru jika menghadapi sesuatu yang sulit, bahkan kadangkala guru terlihat berdiskusi adu argumentasi dengan para siswa. Yang terpenting adalah bagaimana siswa siswa merasa senang dan siswa tidak merasa tertekan saat diajar matematika. Langkah yang ditempuh guru untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan sering menyelingi pembelajaran dengan guyonan-guyonan ringan, bercerita tentang sejarah ahli-ahli matematika maupun bercerita tentang hal-hal yang berkaitan dengan matematika. Dengan demikian guru tersebut berharap siswa dapat senang dalam belajar matematika dan pembelajaran yang dilakukan guru juga tidak monoton. Hal tersebut peneliti amati saat proses belajar mengajar
cxlii
berlangsung. Walaupun demikian batas profesionalisme tetap terjaga.
Selama proses pelajaran, kelima guru selalu berkeliling kelas, mengadakan pendekatan dengan siswa dari bangku ke bangku yang lain ketika siswa mengerjakan tugas sambil melihat hasil pekerjaan siswa dan memeriksa pekerjaan siswa serta memberikan pengarahan-pengarahan secara individu. Guru senantiasa berusaha menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, kalau saat guru menerangkan materi yang esensial maka suasana menjadi serius, namun juga guru kadang kala melontarkan kalimat-kalimat yang membuat siswa tertawa tetapi masih dalam koridor materi tersebut. Suasana kelas yang seperti demikian akan membuat siswa semakin aktif dan suasana kelas menjadi hidup dan dengan keterlibatan siswa yang aktif selama proses pembelajaran.
Memang secara umum guru-guru terlihat kurang kreatif dan sebagian kecil saja yang kreatif. Rata-rata guru menerapkan peranan tradisional dalam mengajar. Mereka masih berpedoman bahwa guru masih sebagai sumber ilmu dan dalam penguasaan ilmu siswa harus menyalin catatan guru dan menghafalkannya tanpa melupakan titik dan komanya sekalipun. Sebagian besar guru juga selalu menggunakan metode ekspositori atau ceramah disertai tanya jawab dalam setiap pembelajaranya sehingga proses belajar mengajar menjadi monoton dan cenderung satu arah. Sebagian besar dari mereka beralasan bahwa siswa masih sering menemui kesulitan apabila diminta untuk belajar mandiri sehingga penggunaan metode ekspositori dinilai lebih efektif untuk digunakan, mengingat dalam pembelajaran matematika siswa tetap harus mendapat bimbingan dan penjelasan dari guru. Selain itu, penggunaan metode yang bervariatif seperti metode diskusi kelompok atau metode penemuan juga memerlukan waktu yang tidak sedikit, sementara materi yang harus diselesaikan guru sangat banyak. Padahal guru dituntut untuk menyelesaikan materi tersebut tepat waktu, sehingga mau tidak mau metode ekspositori adalah metode paling tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Dengan adanya program sertifikasi guru, diharapkan akan ada peningkatan kualitas guru kedepanya. Walaupun belum bisa dinikmati untuk sekarang ini, pasti suatu saat nanti akan banyak guru yang berkualitas di negeri ini. Hal tersebut ditandai dengan semakin meningkat pesatnya peminat orang untuk menjadi guru, sehingga kompetensi untuk menjadi guru juga semakin tinggi. Guru yang berkompeten akan menghasilkan pembelajaran yang kreatif.
cxliii
c. Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan tahap akhir
pembelajaran.
Berdasarkan hasil penelitian dengan guru matematika dapat diketahui bahwa pada kegiatan akhir pembelajaran guru tidak hanya memberikan serangkaian pertanyaan kepada siswa untuk mengetahui seberapa jauh siswa mampu menyerap pelajaran yang telah diberikan tetapi bersama dengan siswa membuat kesimpulan tentang materi yang telah disampaikan, mengulas terhadap materi pelajaran yang dianggap sulit, memberikan pekerjaan rumah baik itu berupa soal/pertanyaan maupun tugas membaca dirumah, menyisipkan kegiatan bimbingan belajar penguat sebagai motivasi belajar, dan mengemukakan topik yang akan dibahas pada waktu yang akan datang.
Hal yang lebih menarik lagi adalah terdapat guru yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuat pertanyaan tentang materi yang belum dipahami, saran maupun kritik dan selanjutnya dimasukkan kedalam kotak yang disediakan oleh guru, kemudian pada pertemuan berikutnya soal tersebut digunakan sebagai bahan bahasan bersama peserta didik. Hal menarik lainya adalah terdapat guru yang menunjuk beberapa siswa secara acak untuk memberikan kritikan dan saran terhadap pembelajaran yang baru saja selesai. Hal tersebut adalah salah satu usaha yang dilakukan guru untuk mengidentifikasi kesilitan siswa dalam belajar. Dengan adanya saran maupun kritik dari siswa maka guru akan tahu kelemahanya dan berusaha untuk memperbaiki kemampuan mengajarnya.
Terdapat pula guru yang pada kegiatan akhir pembelajaran selalu meminta siswa untuk mengerjakan soal-soal yang ada di hand-out dan memberikan alamat situs internet yang berisi tentang sejarah ilmuwan Matematika dan juga soal-soal matematika yang disajikan secara ringan tetapi menarik. Guru telah menyediakan hand-out sebagai pegangan siswa dalam pembelajaran, sehingga siswa tidak perlu lagi mencatat materi yang diberikan guru, karena materi yang diberikan guru telah ada di hand-out. Beliau juga beranggapan bahwa pembelajaran matematika di kelas akan menjadi lebih bermakna bila selepas pembelajaran, pada sore hari siswa mendapat tugas atau tertarik mencari bahan pelengkap pembelajaran matematika di internet. Sayangnya ide kreatif guru tersebut tidak bisa berjalan secara efektif. Hal tersebut dikarenakan sekolah belum memiliki akses internet pada setiap jaringan komputernya. Hanya sebagian kecil dari siswa saja yang sering atau dikatakan bisa
cxliv
menggunakan internet. Walaupun materi pengenalan internet telah diberikan kepada siswa, tanpa adanya praktek penggunaan internet secara langsung juga percuma.
Walaupun demikian, terdapat pula guru yang tidak menganggap penting kegiatan akhir pembelajaran ini. Bahkan terdapat guru yang menghilangkan sama sekali kegiatan akhir ini, sehingga seluruh waktunya habis untuk melaksanakan kegiatan inti semua yaitu menerangkan materi terus-menerus sampai waktunya habis. Dengan demikian tidak ada kegiatan membuat kesimpulan tentang materi yang telah disampaikan. Padahal penarikan kesimpulan sangat penting untuk memperjelas pemahaman siswa tentang materi yang baru saja disampaikan guru. Tentu saja hal tersebut tidak patut untuk ditiru oleh guru manapun di Indonesia ini. Semoga dengan adanya program sertifikasi guru yang berdampak dengan semakin banyaknya orang yang berminat menjadi guru akan meningkatkan kualitas guru yang akhirnya akan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia secara menyeluruh.
3. Kreativitas guru Matematika dalam Menerapkan KTSP Pada Tahap
Penilaian Pembelajaran.
Berdasarkan data yang diperoleh baik melalui wawancara dengan guru, wawancara dengan siswa, observasi, maupun dokumentasi dapat dilakukan pembahasan hasil penelitian mengenai kreativitas guru dalam penilaian pembelajaran matematika sebagai berikut.
a. Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan penilaian
pembelajaran.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap kelima guru matematika dapat diketahui bahwa penilaian merupakan bagian dari sistem pengajaran yang merupakan implementasi kurikulum, sebagai upaya mengukur pencapaian pembelajaran (mengukur pencapaian tujuan pengajaran) akhir. penilaian belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru orientasinya pada hasil belajar maupun kepada proses pembelajaran itu sendiri. penilaian proses belajar mengajar dilaksanakan pada awal pembelajaran, guru selalu melontarkan pertanyaan yang berkaitan dengan materi pertemuan sebelumnya. Kegiatan selanjutnya membahas materi inti yang sudah dipelajari siswa sebelumnya, sehingga saat guru membahas para siswa cepat memahaminya. Setelah itu guru memberikan beberapa persoalan dipapan tulis dengan memberi kesempatan siswa secara bergilir untuk mengerjakan kedepan. Sedangkan evaluasi hasil
cxlv
belajar dilaksanakan melalui ulangan harian, ulangan tengah/akhir semester, maupun ujian akhir nasional.
Semua guru mengetahui Aspek-aspek yang dinilai sesuai KTSP meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik tetapi pada kenyataanya belum sepenuhnya dilaksanakan. Sistem penilaian KBK atau KTSP untuk kelas 9 yang meliputi pemahaman, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah merupakan penjabaran dari aspek kognitif. Siswa dinyatakan berhasil jika tingkat pencapaian 60 % atau lebih walaupun ada juga guru yang menetapkan batas ketuntasan minimal lebih dari 60%. Nilai ketuntasan minimum per-mata pelajaran ditetapkan berdasarkan tingkat kesulitan dan kedalaman kompetensi dasar yang harus dicapai peserta didik sehingga setiap mata pelajaran dapat berbeda batas minimal nilai ketuntasannya. Untuk mata pelajaran matematika penentuan KKM sebesar 60% termasuk kecil bila dibandingkan dengan mata pelajaran lain yang rata-rata menentukan KKM sebesar 70%. Hal tersebut dapat dimaklumi karena matematika memang lebih sulit dari mata pelajaran lainya. Guru memberikan program remidi pada siswa yang tingkat pencapaiannya kurang dari 60 % atau tidak memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dengan batasan dua kali remidi dan memberikan program pengayaan untuk siswa yang tingkat pencapaiannya lebih dari 60 %.
Dalam pengerian belajar tuntas (mastery learning), peserta didik tidak diperkenankan mengerjakan pekerjaan berikutnya, sebelum mampu menyelesaikan pekerjaan dengan prosedur yang benar, dan hasil yang baik. Berdasarkan pengertian belajar tuntas tersebut seharusnya siswa yang belum mencapai KKM tetap diberikan remidi sampai siswa bisa tuntas. Tetapi sering setelah diberikan remidi 2x, terdapat siswa yang tetap belum tuntas. Guru tidak akan mungkin menghabiskan waktunya untuk mengulang-ulang remidi yang pada akhirnya tetap saja ada siswa yang belum bisa tuntas. Untuk itu, bagi siswa yang tidak bisa tuntas setelah ikut remidi 2x, guru terpaksa harus diberikan tugas sebagai nilai tambahan, walaupun ada juga guru yang sekedar mengarang nilai karena guru malas untuk memberikan tugas ataupun remidi. Sistem penilaian sekarang yang mengharuskan siswa memperoleh nilai minimum yang ditetapkan memang terlalu memberatkan kerja guru, sehingga guru yang malas akan memberikan nilai palsu sesuai KKM yang telah ditentukan.
Ada bermacam-macam penilaian yang dikembangkan oleh guru. Antara lain terdapat guru yang menggunakan sistem penilaian
cxlvi
berkelanjutan, dimana penilaian dilakukan beberapa kali sampai peserta didik mencapai tingkat ketuntasan yang ditetapkan. Penilaian dilakukan pada satu atau lebih Kompetensi Dasar. Kemudian hasil penilaian dianalisis dan ditindaklanjuti melalui program remedial atau program pengayaan. Nilai akhir semester merupakan nilai kumulatif dari keseluruhan nilai perolehan selama satu semester yang terkait. Guru tersebut beranggapan bahwa peserta didik yang belajar lambat perlu waktu lebih lama untuk materi yang sama, mereka dapat berhasil jika kompetensi awal mereka terdiagnosis secara benar dan mereka diajar dengan metode dan materi yang berurutan/berkelanjutan, mulai dari tingkat kompetensi awal mereka. Guru juga selalu mengkomunikasikan hasil prestasi belajar siswa antara lain melalui papan khusus yang tempatnya di depan ruang tata tertib dan ada pula yang langsung membagikanya di depan kelas.
Penilaian yang dilakukan tidak hanya bertujuan untuk mengetahui penguasaan materi dari siswa saja tetapi juga bertujuan untuk mengetahui efektivitas proses pembelajaran, selanjutnya hasil dari penilaian dipergunakan untuk program perbaikan baik remidiasi bagi siswa maupun perbaikan pada proses pembelajaran itu sendiri. Dengan adanya evaluasi proses yang dilakukan guru, maka berbagai kelemahan atau kekurangan yang terjadi selama kegiatan belajar mengajar dapat dideteksi oleh guru. Selanjutnya dapat dilakukan perbaikan terhadap hal-hal yang kurang dalam pembelajaran tersebut.
Terdapat pula guru yang menggunakan sistem penilaian empat P yaitu penilaian performasi, proses, produk dan portofolio. Penilaian performasi yaitu siswa disuruh untuk melakukan unjuk kebolehan, misalnya presentasi hasil kerja kelompok dan mengerjakan soal di depan kelas. Penilaian proses yaitu penilaian terhadap ketekunan, rasa ingin tahu dan antusias belajar. Sedang penilaian produk dilakukan guru untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran. Penilaian portotofolio merupakan suatu cara untuk mengetahui kemampuan siswa dalam mata pelajaran tertentu.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk penilaian secara umum yang digunakan guru meliputi ulangan harian, tugas, mid, dan ujian. Hanya saja bentuk tugas maupun ulangan harian diserahkan kepada masing-masing guru pengampu, sehingga walaupun format penilaian sama tetapi bentuk instrumenya bisa berbeda-beda.
b. Kreativitas guru matematika dalam mengembangkan alat penilaian
cxlvii
pembelajaran.
Berdasarkan data-data yang telah diperoleh dapat diketahui
bahwa dalam pengembangan alat penilaian terdapat guru yang telah
membuat suatu hal yang baru, yakni dalam penilaian harian telah
mempergunakan teknologi komputer dengan sistem jaringan, dengan
sistem ini siswa mengerjakan soal yang telah diprogramkan guru dalam
komputer. Siswa tinggal membukanya dan mengerjakannya. Soal dan
lembar jawaban yang berupa pilihan ganda telah ada dalam komputer.
Soal dibuat acak untuk mengantisipasi siswa agar tidak mudah mencotek
pekerjaan temanya. Setelah selesai tinggal proses penilaian dan sekaligus
siswa telah memperoleh keterangan dari hasil belajarnya. Selanjutnya
siswa yang mendapatkan nilai kurang memenuhi standar ketuntasan
diberikan kesempatan untuk mengikuti remidiasi sebanyak dua kali.
Terdapat pula guru yang mengembangkan alat penilaian tidak
hanya menitikberatkan pada aspek kognitif saja, tetapi telah
mengembangkan alat penilaian dari aspek afektif dan psikomotorik juga,
yaitu berupa lembar pengamatan yang berisi aspek-aspek yang dinilai
untuk menilai aspek afektif dan tes unjuk kerja untuk menilai aspek
psikomotorik. Walaupun jumlah instrument tes afektif maupun
psikomotorik tidak sebanyak instrument tes kognitif tetapi hal tersebut
patut dicontoh oleh guru lain. Guru juga perlu membuat instrumen tes
untuk mengukur aspek afektif dan psikomotorik. Sedangkan beberapa
guru yang lain masih tetap mempergunakan alat penilaian berupa tes
tertulis saja dan hanya mengukur aspek kognitif. Fasilitas yang kurang
mendukung di sekolah menjadi salah satu penyebab guru belum
mengembangkan sistem penilaian dengan maksimal.
Secara umum, alat penilaian yang digunakan guru antara lain tes
tertulis untuk melaksanakan ulangan harian/kuis dan ulangan
tengah/akhir semester. Ulangan harian dilakukan secara periodik pada
akhir pembelajaran KD tertentu dan ulangan/akhir semester dilakukan
dengan menggabungkan beberapa KD dalam satu waktu. Selain tes
cxlviii
tertulis, guru juga memberikan tes lisan. pertanyaan lisan digunakan
untuk mengukur pemahaman terhadap konsep pembelajaran secara
singkat, Selain itu juga ada tugas individu dan tugas kelompok.
Selain mengadakan penilaian dengan tes tertulis, terdapat juga
guru yang mengadakan penilaian tatap muka. Siswa dites satu persatu
dan siswa yang tidak sedang dites berada di luar kelas. Hal tersebut
dilakukan untuk mengetahui secara pasti kemampuan sebenarnya dari
peserta didik. Menggunakan tes tertulis terkadang dirasa kurang valid
untuk mengukur kemampuan siswa yang sebenarnya karena berbagai
alasan antara lain terdapat siswa yang menyontek dan yang lainya.
Semua guru mengerti bahwa aspek-aspek yang dinilai sesuai
KTSP ada 3 yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tetapi pada
kenyataanya guru kurang begitu peduli tentang penilaian afektif dan
psikomotorik. Walaupun beberapa sekolah juga mencantumkan nilai
afektif atau psikomotorik di dalam buku raport tetapi kebanyakan guru
belum mengembangkan alat penilaian afektif ataupun psikomotorik
sehingga bisa dipastikan kebanyakan guru hanya mengarang dalam
memberikan nilai afektif. Kebanyakan guru menganggap bahwa yang
paling penting dinilai adalah aspek kognitif. Berkaca pada rumitnya
sistem penilaian dalam raport, akhirnya mulai sekarang format penilaian
raport kembali seperti semula yaitu hanya menyertakan satu nilai saja
disertai dengan KKM yang harus siswa peroleh.
D. Pengujian Kredibilitas Data dan Hasil Penelitian
Pengujian kredibilitas data dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunan, dan triangulasi. Penelitian ini diperpanjang secara formal sampai dua kali, dengan pertimbangan periode 1 data yang diperoleh dirasa belum memadai dan belum kredibel. Belum memadai karena belum dapat merumuskan masalah yang dihadapi, belum kredibel karena sumber data yang diperoleh pada tahap 1 belum konsisten, masih berubah-ubah. Secara nonformal dilakukan dengan cara berdiskusi dengan informan tanpa harus datang ke sekolah karena sebagian informan rumahnya dekat dengan peneliti dan adapula yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan peneliti, sehingga proses pengumpulan data tidak harus dilakukan di sekolah. Dengan perpanjangan
cxlix
pengamatan tersebut maka data yang diperoleh telah jenuh. Peneliti juga selalu berupaya untuk meningkatkan ketekunan dalam penelitian. Sebagai bekal untuk meningkatkan ketekunan adalah dengan cara membaca berbagai referensi buku maupun hasil penelitian atau dokumentasi-dokumentasi yang terkait dengan temuan-temuan yang diteliti. Dengan membaca ini maka wawasan peneliti akan semakin luas dan tajam, sehingga dapat digunakan untuk memeriksa data yang ditemukan itu benar atau tidak. Trianggulasi dilakukan melalui triangulasi sumber dan triangulasi metode. Trianggulasi sumber dilakukan dengan membandingkan informasi yang diperoleh dari guru, siswa, ataupun dokumen pembelajaran berbasis KTSP. Trianggulasi metode diakukan dengan membandingkan hasil yang diperoleh dari metode pengumpulan data baik wawancara, observasi, maupun dokumentasi sehingga diperoleh data yang tidak saling bertentangan. Data yang digunakan adalah data yang sama saat dilakukan trianggulasi metode maupun triangulasi sumber. Data yang berlawanan atau tidak sama akan dibuang karena data tersebut tidak valid. Penggunaan pengujian kredibilitas data tersebut memudahkan peneliti dalam memperoleh data yang valid sehingga data tersebut diharapkan akan menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
Pengujian kredibilitas hasil penelitian dilakukan dengan pengecekan melalui diskusi dan kecukupan referensi. Diskusi dilakukan dengan cara mengekspos hasil penelitian sementara dan mendiskusikanya dengan teman sejawat/kuliah baik teman satu angkatan maupun kakak tingkat di pendidikan matematika UNS yang peneliti pandang memiliki kompetensi dalam masalah penelitian. Dengan pengalaman teman-teman yang sekarang masih aktif mengajar di SMP/MTs memberikan cukup masukan maupun pengecekan terhadap hasil penelitian ini. Apabila ada hasil penelitian yang tidak sesuai dengan kenyataan di sekolah maupun terjadi sesalahan saat menganalisis data, semua itu dilakukan uji hasil penelitian melalui diskusi tersebut. Untuk menguji keabsahan hasil penelitian juga dilakukan dengan memperbanyak referensi yang diperoleh dari teman yang mengerti tentang permasalahan penelitian dan referensi yang diperoleh selama penelitian seperti rekaman wawancara, catatan-catatan harian di lapangan, maupun dokumen-dokumen perangkat pembelajaran berbasis KTSP. Dengan adanya uji kredibilitas hasil penelitian tersebut, maka kesalahan-kesalahan peneliti saat analisis data dapat dihindari.
E. Keterbatasan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini sudah diupayakan seoptimal mungkin
sehingga diperoleh data yang paling akurat. Namun demikian, masih dirasakan
terdapat beberapa kelemahan atau kekurangan dari penelitian ini, antara lain :
cl
1. Terdapat beberapa ketidaksesuian antara jawaban narasumber pada saat
wawancara dengan observasi maupun dokumentasi. Hal ini berakibat pada
saat dilakukan trianggulasi data, terdapat perbedaan jawaban antara hasil
wawancara, observasi, maupun dokumentasi. Oleh karena itu, peneliti hanya
menggunakan data-data yang sejalan dari ketiga metode pengumpulan data
tersebut.
2. Posisi peneliti yang masih berstatus sebagai mahasiswa S1 sedangkan subjek
penelitian yang telah berprofesi sebagai guru menyulitkan peneliti untuk
mengejar jawaban atau data secara lebih rinci serta sulitnya memperoleh
kepercayaan dan ijin penelitian baik dari guru maupun pihak sekolah.
3. Subjektifitas peneliti dalam penelitian kualitatif mungkin sangat sulit untuk
dihindari. Adanya subjektifitas peneliti selama proses analisis data mungkin
akan mempengaruhi objektifitas hasil penelitian.
cli
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan landasan teori yang didukung oleh hasil penelitian serta mengacu pada tujuan penelitian, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Kreativitas guru matematika dalam tahap perencanaan pembelajaran
matematika dapat dilihat dari dua hal pokok yaitu perencanaan perangkat
pembelajaran dan perencanaan strategi pembelajaran.
1. Kreativitas guru dalam perencanaan perangkat pembelajaran dapat dilihat
dari kegiatan masing-masing guru selama proses penyusunan perangkat
pembelajaran tersebut. Terdapat guru sebelum menyusun program
pengajaran seperti silabus/RPP selalu membuat daftar pokok bahasan dan
tujuan yang ingin dicapai siswa setelah mempelajari pokok bahasan
tertentu. Terdapat pula guru yang lebih menitikberatkan pada penentukan
batas pencapaian yang harus anak kuasai setelah menyelesaikan satu atau
beberapa kompetensi dasar tertentu. Semua guru sepakat bahwa selain
berguna sebagai alat kontrol, maka persiapan mengajar juga berguna
sebagai pegangan guru sendiri. Dengan perencanaan/Persiapan yang baik
maka pelaksanaan pengajaran menjadi baik dan efektif.
2. Kreativitas guru dalam perencanaan strategi dan media pembelajaran
terlihat dari usaha guru yang berusaha mencari strategi dan media yang
cocok untuk menjelaskan materi pelajaran yang dianggap sulit dipahami
siswa. Usaha-usaha guru tersebut antara lain dengan mencoba mencari
tahu kemampuan/karakter masing-masing peserta didik sebelum
menentukan strategi dan media yang akan digunakan dalam
pembelajaran. Sebagian Guru juga mencari artikel pembelajaran di
internet dan membeli buku tentang model-model pembelajaran
matematika untuk menambah wawasan dalam pembelajaran matematika.
Dengan pemilihan strategi dan media pembelajaran yang tepat,
diharapkan dapat mempermudah siswa dalam memahami materi yang
clii
dianggap sulit.
2. Kreativitas guru matematika dalam tahap pembelajaran matematika dapat
dilihat dari tiga hal pokok yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan
kegiatan akhir pembelajaran.
a. Kreativitas guru matematika dalam melaksanakan kegiatan pendahuluan
antara lain memberikan pertanyaan kepada siswa tentang materi
pertemuan sebelumnya, memberikan motivasi kepada siswa tentang
aplikasi materi dalam kehidupan sehari-hari, dan memberikan alamat
website yang berisi materi yang akan dipelajari sehingga siswa bisa
mencari tambahan informasi materi pelajaran di internet. Terdapat pula
guru yang pada tahap pendahuluan lebih menitikberatkan pada
pengaturan lingkungan kelas, antara lain dengan pengaturan tempat
duduk dimana siswa yang bertubuh kecil duduknya di depan. Adapula
guru yang memberikan hukuman kepada siswa yang tidak mengerjakan
PR berupa kewajiban membaca al-Quran saat jam istirahat. Terdapat
pula guru yang mengawali pembelajaran dengan kegiatan tadarus Al-
Quran terlebih dahulu.
b. Kreativitas guru dalam melaksanakan tahapan inti pembelajaran terlihat
ketika guru melaksanakan kegiatan pembelajaran. Sebagian guru dalam
menyampaikan materi tidak hanya menggunakan metode ekspositori
saja, tetapi telah menggunakan pendekatan dan metode lain yang
memungkinkan siswa untuk aktif dalam pembelajaran walaupun porsinya
tidak sebanyak metode ekspositori. Metode tersebut antara lain metode
kooperatif, diskusi, dan penemuan terbimbing. Walaupun demikian
terdapat pula guru yang hanya menggunakan metode ceramah dalam
setiap pembelajaranya. Pemberian motivasi dilakukan guru melalui
latihan-latihan soal dan cerita tentang sejarah ahli matematika atau hal-
hal yang berkaitan dengan matematika. Pemberian selingan yang berupa
gurauan ringan juga dilakukan sebagian guru untuk menghindari siswa dari kebosanan saat belajar matematika.
cliii
c. Kreativitas guru dalam mengakhiri pembelajaran antara lain membuat
kesimpulan tentang materi yang baru saja disampaikan, meugulas materi
pelajaran yang dianggap sulit, dan memberikan pertanyaan lisan kepada
siswa dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami
materi yang telah disampaikan. Guru juga memberikan pekerjaan rumah
baik itu berupa soal maupun tugas membaca dirumah. Hal yang menarik
adalah terdapat guru yang meminta siswa membuat pertanyaan tentang
materi yang belum dipahaminya, saran, maupun kritik dalam selembar
kertas dan dikumpulkan, sebagian soal akan dibahas pada pertemuan
berikutnya. Hal menarik lainya adalah terdapat guru pada setiap akhir
pembelajaran menunjuk siswa secara acak untuk memberikan kritikan
dan saran terhadap pembelajaran yang baru saja selesai.
3. Kreativitas guru matematika pada tahap penilaian pembelajaran dapat dilihat
dari dua hal yaitu sistem penilaian dan pengembangan alat penilaian yang
digunakan.
a. Kreativitas guru dalam penilaian dapat dilihat dari sistem penilaian yang
digunakan. Terdapat guru yang menggunakan sistem penilaian
berkelanjutan, dimana penilaian dilakukan beberapa kali sampai peserta
didik mencapai tingkat ketuntasan yang ditetapkan. Penilaian tidak hanya
bertujuan untuk mengetahui penguasaan materi dari siswa saja tetapi juga
bertujuan untuk mengetahui efektivitas proses pembelajaran. Semua guru
mengetahui Aspek-aspek yang dinilai sesuai KTSP meliputi aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik tetapi pada kenyataanya belum
sepenuhnya dilaksanakan. Sistem penilaian KBK atau KTSP untuk kelas
9 yang meliputi pemahaman, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan
masalah merupakan penjabaran dari aspek kognitif. Bentuk-bentuk
penilaian yang digunakan oleh guru secara garis besar adalah ulangan
harian, tugas, mid, dan ujian. Adapun untuk pelaksanaan dan
pengembangan alat penilaian diserahkan kepada guru masing-masing.
b. Kreativitas guru dalam mengembangkan alat penilaian pembelajaran
cliv
matematika dapat dilihat dari alat penilaian yang digunakan. Dalam
pengembangan alat penilaian ini terdapat guru yang telah membuat suatu
terobosan baru, yakni mempergunakan teknologi komputer dengan
sistem jaringan, dengan sistem ini siswa mengerjakan soal yang telah
diprogramkan guru dalam komputer. Selain mengadakan penilaian
dengan tes tertulis, terdapat juga guru yang mengadakan penilaian tatap
muka. Selain itu guru juga membuat instrument penilaian berupa lembar
pengamatan untuk menilai aspek afektif dan tes unjuk kerja untuk
menilai aspek psikomotorik. Selain itu terdapat juga guru yang
menggunakan penilaian empat P yaitu penilaian performasi, proses,
produk dan portofolio. Sedangkan guru yang lainya belum
mengembangkan alat penilaian secara maksimal dan masih
mempergunakan alat penilaian konvensional yaitu berupa tes tertulis
saja.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat dikaji implikasinya sebagai berikut.
1. Sekolah perlu memperhatikan kemampuan dan keterampilan guru dalam
menyusun perencanaan pembelajaran matematika. Guru perlu mendapatkan
motivasi berkala melalui pembinaan, jika perlu sekolah mengadakan seminar
dan pelatihan. Mengikutsertakan guru dalam diklat atau penataran-penataran
penyusunan perencanaan pembelajaran, mengingat Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) merupakan suatu yang baru.
2. Peningkatan kemampuan guru dalam proses pembelajaran yang merupakan
inti dari pembelajaran perlu mendapat prioritas utama. Jika memungkinkan
untuk mendapatkan gambaran nyata dari bentuk-bentuk proses pembelajaran
yang ideal, sekolah perlu mengambil kebijakan untuk mengadakan studi
banding ke sekolah yang dipandang mempunyai mutu lebih baik. Selain itu
sekolah juga harus melengkapi sarana dan prasarana yang diperlukan dalam
clv
pembelajaran matematika seperti alat peraga maupun media elektronik seperti
laptop dan LCD sebagai tuntutan perkembangan zaman.
3. Untuk meningkatkan keterampilan guru dalam penyusunan perangkat
penilaian pembelajaran matematika, baik itu sistem penilaian maupun alat
penilaian yang digunakan, sekolah perlu memberikan pengetahuan dan
pembekalan keterampilan dalam mengembangkan tujuan dari penilaian
maupun keterampilan dalam mengembangkan alat penilaian, sekolah perlu
mengambil kebijakan dengan melengkapi sarana dan prasarana serta memberi
kesempatan kepada guru untuk mengikuti pelatihan dalam pengoperasian
komputer sebagai sarana pengembangan alat penilaian.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan serta implikasi hasil penelitian tersebut, disarankan kepada pihak-pihak terkait sebagai berikut.
1. Pihak pemerintah khususnya yang menaungi bidang pendidikan di Indonesia
sebaiknya lebih meningkatkan sosialisasi serta penataran-penataran tentang
KTSP bagi guru maupun bagi semua pihak yang terlibat dalam proses
pendidikan termasuk orang tua siswa. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman guru maupun semua pihak yang terlibat terhadap KTSP sehingga
dapat melaksanakan tugasnya secara maksimal.
2. Pihak sekolah sebaiknya lebih meningkatkan pengadaan sarana dan prasarana
sekolah sehingga dapat menunjang proses pembelajaran.
3. Guru sebaiknya lebih meningkatkan kualitas diri dengan selalu mengikuti
perkembangan pengetahuan mutakhir misalnya dalam menggunakan metode
mengajar yang bervariasi yang dapat mengatasi keheterogenan siswa di kelas,
mempelajari karakter dan potensi siswa yang bervariasi, serta dalam
memanfaatkan multimedia sebagai penunjang proses pembelajaran.
4. Siswa sebagai pusat kegiatan pembelajaran sebaiknya lebih menyadari tugas
dan tanggung jawabnya sebagai pelajar untuk dapat belajar mandiri dan terus
mengembangkan potensi diri.
clvi
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad Sudrajat. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. http://akhmadsudrajat.wordpress.com
BSNP. 2006. panduan penyusunan KTSP jenjang pendidikan dasar dan
menengah. http//www.scribd.com/doc/21683353/KTSP-BSNP. Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: UNS Press. Depdiknas. 2003. UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, http://www.presidenri.go.id/DokumenUU.php/177.pdf, diakses Januari 2008.
---------. 2005. Peraturan Pemerintah RI nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar
Nasional Pendidikan, http://www.presidenri.go.id/DokumenUU.php/177.pdf, diakses Januari 2008.
---------. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006,
http://www.dikdasmen.org/files/uu/30PermenNo24Th2006.pdf, diakses Januari 2008.
---------. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006,
http://www.dikdasmen.org/files/uu/30PermenNo24Th2006.pdf, diakses Januari 2008.
---------. 2008. Model Penyelenggaraan Sekolah Kategori Mandiri Sekolah
Standar Nasional. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Mengah Atas. Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
E. Mulyasa. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Enny Semiawan, S. Munandar, CU Munandar. 1984. Memupuk Bakat dan
Kreativitas Siswa Sekolah Menengah. Jakarta: PT. Gramedia. H.B. Sutopo. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif, Surakarta: Universitas
Sebelas Maret. Lexy J. Moleong. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung:
Remaja Rosdakarya.
clvii
Muhamimin, dkk. 2008. Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Satuan. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Nur Puji Lestari. 2008. Kesiapan Guru Matematika SMA Negeri Dalam
Pelaksanaan KTSP di Kota Surakarta. Skripsi, Surakarta: UNS Oemar Hamalik. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Purwoto. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta : UNS Press. Suara Pembaharuan Daily. 2003. KTSP Membuat Guru Kreatif,
www.erlangga.co.id/index.php, diakses Januari 2008. Udin S. Winataputra. 2006. Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Universitas
Terbuka. Utami Munandar. 2004. Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah
Menengah. Jakarta: PT. Gramedia.
clviii
Top Related