1
I. REKAM MEDIK
A. Anamnesis
1. Identifikasi
Nama : Ny. L
Umur : 26 tahun
Suku bangsa : Sumatera
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kemiling
MRS : 31 Agustus 2013
2. Riwayat perkawinan
Menikah 1x lamanya 3 tahun
3. Riwayat Reproduksi
Menars 13 tahun, lama haid 5 hari, siklus haid teratur, hari pertama haid terakhir
tanggal 22 November 2013, taksiran partus: 29 Agustus 2013
4. Riwayat kehamilan/melahirkan
G2P1A0
5. Riwayat penyakit dahulu :
Diabetes melitus (-), hipertensi (-), penyakit jantung (-)
6. Riwayat gizi/sosioekonomi :
Sedang/sedang
7. Anamnesis Khusus
Keluhan utama: Mau melahirkan dengan keluar air-air
Riwayat perjalanan penyakit:
2
Lebih kurang 1 jam sebelum masuk rumas sakit, os mengeluh keluar air-air,
banyaknya 1x ganti kain basah. R/ perut mules yang menjalar ke pinggang makin
lama makin sering dan kuat (+). R/ keluar darah lendir (+). R/ perut diurut-diurut
(-). R/ minum obat-obatan/ jamu-jamuan (-), R/ demam (-), R/ keputihan (-), R/
trauma (-), R/ post coital (-). Os lalu ke RS Bhayangkara. Os mengaku hamil cukup
bulan dan gerakan janin masih dirasakan.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
a. Keadaan umum : sedang
Kesadaran : compos mentis
Tipe badan : astenikus
Berat badan : 50 kg
Tinggi badan : 155 cm
Tekanan darah/Nadi : 110/80 mmHg
Nadi : 82X/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,5°C
b. Keadaan khusus
Kepala : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : tekanan vena jugularis tidak meningkat, massa tidak
ada
Toraks : jantung: murmur tidak ada, gallop tidak ada, paru-
paru: sonor, vesikuler normal, ronki tidak ada,
wheezing tidak ada
Ekstremitas : edema tidak ada, varises tidak ada, refleks fisiologis
+/+, refleks patologis -/-
3
2. Pemeriksaan Obstetri
Pada pemeriksaan obstetri saat masuk rumah sakit tanggal 31 Agustus 2013 pukul
17.00 WIB didapatkan :
Pemeriksaan luar :
Tinggi fundus uteri 3 jari bawah processus xypoideus (33 cm), letak janin
memanjang, punggung kanan, terbawah kepala, penurunan 4/5, his 2x/ 10 menit/
lamanya 25 detik, denyut jantung janin 148x/menit, taksiran berat janin 3100 gram.
Inspekulo :
Portio livide, oue terbuka, fluor (-), fluxus (+) cairan ketuban tak aktif, erosi (-),
laserasi(-), polip (-), lakmus tes (+) merah → biru.
Pemeriksaan Dalam (Vaginal toucher):
Portio lunak, medial, pendataran 80%, Ø 2 cm, ketuban (-) jernih, bau (-), terbawah
kepala, penurunan HI-II, penunjuk sutura sagitalis lintang.
C. Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin
Hb : 10,4 g% (12 – 18 g%)
D. Diagnosa kerja
G2P1A0 hamil aterm dengan KPD 1 jam inpartu kala I fase laten janin tunggal hidup
presentasi kepala dengan riwayat SC 1x
E. Prognosis
Dubia
F. Terapi
Rencana partus perabdominam
Observasi his, djj, tanda vital ibu
Injeksi antibiotik
Pengosongan kandung kemih
4
G. Pengamatan Lanjut
Tanggal Pemeriksaan Fisik dan Diagnosis Terapi
31-08-2013
21.00WIB
Keluhan Utama :
Mau melahirkan dengan keluar air-air
St. Present :
KU : sakit sedang, Sens : CM, TD : 120/70
mmHg, N :80x/mnt, RR : 18x/mnt, t : 36,5 oC
St. Obstetri :
Fut 3 jbpx (33 cm), memanjang, puka kepala 4/5
DJJ 148x/mnt, his 2x/10/40 detik, TBJ 3100
gram.
VT : Portio lunak,80%, medial, Ø 2 cm, ketuban
(-) jernih, bau (-), kepala, HI-II,SSL
Diagnosis :
G1P0A0 hamil aterm dengan KPSW 5 jam inpartu
kala I fase laten JTH preskep + infertile primer 3
tahun
- R/Partus
perabdominam
- Obs. TVI, DJJ, his
01-09-2013
01.00 WIB
Keluhan Utama :
Mau melahirkan dengan keluar air-air
St. Present :
KU : sakit sedang, Sens : CM, TD : 120/70
mmHg, N :90x/mnt, RR : 18x/mnt, t : 36,5 oC
St. Obstetri :
Fut 3 jbpx (33 cm), memanjang, puka kepala 4/5
DJJ 148x/mnt, his 3x/10/40 detik, TBJ 3100
gram.
VT : Portio lunak, medial, Ø 3 cm, ketuban (-)
jernih, bau (-), kepala HI-II,SSL
Diagnosis :
G1P0A0 hamil aterm dengan KPSW 9 jam inpartu
kala I fase laten JTH preskep + infertile primer 3
tahun
- R/Partus
perabdominam
- Obs. TVI, DJJ, his
5
01-09-2013
05.00 WIB
Keluhan Utama :
Mau melahirkan dengan keluar air-air
St. Present :
KU : sakit sedang, Sens : CM, TD : 120/70
mmHg, N :92x/mnt, RR : 18x/mnt, t : 36,5 oC
St. Obstetri :
Fut 3 jbpx (33 cm), memanjang, puka kepala 4/5
DJJ 148x/mnt, his 3x/10/35 detik, TBJ 3100
gram.
VT : Portio lunak, medial, Ø 4 cm, ketuban (-)
jernih, bau (-), kepala HI-II,UUK kanan lintang
Diagnosis :
G1P0A0 hamil aterm dengan KPSW 13 jam
inpartu kala I fase aktif JTH preskep + infertile
primer 3 tahun
- R/Partus
perabdominam Obs.
TVI, DJJ, his
01-09-2013
09.00 WIB
Keluhan Utama :
Mau melahirkan dengan keluar air-air
St. Present :
KU : sakit sedang, Sens : CM, TD : 130/80
mmHg, N :90x/mnt, RR : 18x/mnt, t : 36,5 oC
St. Obstetri :
Fut 3 jbpx (33 cm), memanjang, puka kepala 3/5
DJJ 142x/mnt, his 4x/10/45 detik, TBJ 3100
gram.
VT : Portio lunak, medial, Ø 5 cm, ketuban (-)
jernih, bau (-), kepala HII ,UUK kanan lintang
Diagnosis :
G1P0A0 hamil aterm dengan R/pecah ketuban 17
jam inpartu kala I fase aktif JTH preskep +
infertile primer 3 tahun
- R/Partus
perabdominam
- Obs. TVI, DJJ, his
01-09-2013
13.00 WIB
Keluhan Utama :
Mau melahirkan dengan keluar air-air
St. Present :
KU : sakit sedang, Sens : CM, TD : 130/70
- R/Terminasi
perabdominam
- Observasi his, djj, TVI
- Persiapan operasi
6
mmHg, N :100x/mnt, RR : 20x/mnt, t : 36,5 oC
St. Obstetri :
Fut 3 jbpx (33 cm), memanjang, puka kepala 3/5
DJJ I 172x/mnt, II. 175x/mnt III. 180x/mnt, his
4x/10/45 detik, TBJ 3100 gram.
VT : Portio lunak, medial, Ø 7 cm, ketuban (-)
jernih, bau (-), kepala HII, UUK kanan depan
Diagnosis :
G1P0A0 hamil aterm dengan R/ pecah ketuban 21
jam inpartu kala I fase aktif menyentuh garis
bertindak WHO, JTH preskep + infertile primer 3
tahun + Gawat janin
(alat, izin, obat, darah)
Lapor dr. Idris, SpOG
→
acc terminasi
perabdominam
01-09-2013
14.30 WIB
14.35 WIB
Mulai operasi
Lahir neonatus hidup perempuan, BB
3000 gr, PB 48cm, AS 3/8 FT AGA
-
II. PERMASALAHAN
1. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?
2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat ?
3. Apakah pasien ini terlantar?
III. ANALISIS KASUS
1. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?
Pasien datang ke Rumah Sakit tanggal 31 Agustus pukul 17.00 WIB. Pada
anamnesis didapatkan sudah ada riwayat keluar air-air sejak pukul 16.00 WIB. Pada
pemeriksaan dalam didapatkan porsio lunak, anterior, efficement 80%, pembukaan 2
cm, ketuban (–) 1 jam, jernih, bau (-), terbawah kepala, penurunan H I-II, penunjuk
sutura sagitalis lintang.
7
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan tersebut pasien didiagnosis sebagai G1P0A0
hamil aterm dengan KPSW 1 jam inpartu kala I fase laten, janin tunggal hidup
presentasi kepala.
Pecah ketuban spontan sering terjadi pada saat persalinan atau melahirkan.
Namun sering juga terjadi ketuban pecah sebelum onset persalinan. Kejadian ini
disebut sebagai ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW). Insiden KPSW bervariasi
antara 2-18%. Laporan terbaru memperlihatkan insiden KPSW antara 14-17%.
Perbedaan ini kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko seperti
servikovaginitis, servik inkompeten, ibu perokok, prosedur diagnostik prenatal
(amniosentesis, chorionic villus sampling), koitus, dan defisiensi mineral dan vitamin. 1,2
Banyak pasien dengan KPSW melahirkan dalam 48 jam, tapi ini tergantung
dari usia kehamilan. Dengan penanganan yang baik, kurang lebih 9 dari 10 pasien
KPSW akan masuk dalam kemajuan persalinan secara spontan dengan fase laten tidak
lebih dari 48 jam, dan dapat mengurangi risiko terjadinya infeksi intraamnion dan
melahirkan dengan seksio sesarea. 1,2
Penuntun standar penatalaksanaan KPSW didasari oleh penelitian-penelitian
yang dipublikasikan pada periode tahun 1950-1980. Salah satu dari penelitian-
penelitian tersebut adalah yang dilakukan oleh Wagner yang memberikan induksi
oksitosin pada pasien KPSW yang tidak memasuki persalinan dalam waktu 24 jam.
Keputusan untuk melakukan induksi ini berdasarkan penelitian sebelumnya bahwa
sekitar 75-85% pasien KPSW akan memasuki persalinan spontan dalam waktu 24 jam.
Pada penelitian ini 35% pasien tidak memasuki persalinan secara spontan, dan dengan
demikian membutuhkan induksi persalinan, sebanyak 26% memasuki persalinan
spontan, tetapi selama proses persalinannya membutuhkan akselerasi dengan oksitosin.
Tiga puluh sembilan persen pasien yang selebihnya tidak membutuhkan intervensi
apapun.1,2 Hannah, dkk (1996) serta Peleg dkk. (1999) melakukan penelitian menilai
efek induksi versus penanganan observasi dan juga membandingkan induksi dengan
oksitosin intravena versus gel prostaglandin E2, menyimpulkan bahwa induksi
persalinan dengan oksitosin intravena lebih disukai.3
8
Induksi Persalinan
Menurut British Columbia Reproductive Care Program, ada beberapa
indikasi induksi persalinan, antara lain kehamilan posterm, penyakit ibu
(diabetes, hipertensi), pecan ketuban sebelum waktunya (PROM), kematian janin.
Induksi persalinan ini merupakan suatu intervensi aktif dengan potensi risiko baik pada
ibu maupun janin. Risikonya meliputi peningkatan risiko persalinan seksio sesaria,
denyut jantung janin yang abnormal, hiperstimulasi uterus, ruptur uteri, prolaps tali
pusat dan intoksikasi ibu. Oleh karena itu, terdapat kontraindikasi induksi dan
pematangan serviks. 3
Kontraindikasi absolut meliputi insisi uterus sebelumnya secara klasik, inverted
T, riwayat histerotomi atau miomektomi pada korpus uteri yang melibatkan
tindakan membuka kavum uteri atau perluasan diseksi miometrium, riwayat
ruptur uteri, plasenta previa, letak lintang atau kontra indikasi persalinan lain, dan
herpes genital yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif meliputi grande
multipara (>5), malpresentasi, overdistensi uterus (misalnya polihidramnion
atau kehamilan kembar), karsinoma serviks invasif dan adanya makrosomia janin
(taksiran berat janin > 4000 g) pada bekas SC.3
Selama beberapa tahun yang lalu, ada peningkatan kekhawatiran
bahwa jika serviks belum siap, tidak akan terjadi persalinan yang sukses.
Berbagai sistem skoring untuk penilaian serviks telah diperkenalkan. Pada
tahun. 1964, Bishop secara sistematis mengevaluasi sekelompok wanita multi para
untuk induksi elektif dan mengembangkan sistem skoring servikal standar.
Skor Bishop membantu mendeskripsikan pasien-pasien yang memiliki
kecenderungan untuk mencapai keberhasilan induksi. Lama persalinan
berhubungan terbalik dengan Skor bishop; nilai 8 berarti kemungkinan
besar persalinan terjadi secara pervaginam. Skor bishop < 6 biasanya membutuhkan
metode pematangan serviks sebelum penggunaan metode lain, 3
9
Tabel 1. Skor Bishop untuk menilai kematangan serviks untuk induksi persalinan
Faktor Skor
0 1 2 3
Pembukaan (cm)
Pendataran
Station
Konsistensi
Posisi
0
0-30
-3
kenyal
posterior
1-2
40-50
-2
medium
medial
3-4
60-70
-1 atau 0
lunak
anterior
5-6
80
+1 atau +2
Dikutip dari Cunningham3
Oksitosin merupakan agen farmakologi yang lebih disukai untuk menginduksi
persalinan apabila serviks telah matang. Konsentrasi oksitosin dalam plasma serupa
selama kehamilan dan selama fase laten dan fase aktif persalinan, namun terdapat
peningkatan yang bermakna dalam kadar oksitosin plasma selama fase akhir dari
kala II persalinan. Konsentrasi oksitosin tertinggi selama persalinan
ditemukan dalam darah tali pusat, yang menunjukkan bahwa adanya produksi
oksitosin yang bermakna oleh janin selama persalinan. Oksitosin endogen
disekresikan dalam bentuk pulsasi selama persalinan spontan, hal ini tampak dalam
pengukuran konsentrasi oksitosin plasma ibu menit per menit.3
Banyak studi acak yang terkontrol dengan penggunaan plasebo memfokuskan
penggunaan oksitosin dalam induksi persalinan. Ditemukan bahwa regimen
oksitosin dosis rendah (fisiologis) dan dosis tinggi (farmakologis) sama-
sama efektif dalam menegakkan pola persalinan yang adekuat.
Oksitosin dapat diberikan melalui rute parenteral apa saja. la
diabsorpsi oleh mukosa bukal dan. nasal . Jika diberikan per oral, oksitosin dengan
cepat diinaktifkan oleh tripsin. Rute intravena, paling sering digunakan untuk
menstimulasi uterus hamil karena pengukuran jumlah indikasi yang diberikan lebih
tepat dan dapat dilakukan penghentian obat secara relatif cepat apabila terjadi efek
samping.3
Mekanisme oksitosin adalah dengan meningkatkan konsentrasi kalsium
10
intraseluler. Hal ini dicapai dengan pelepasan deposit kalsium pada retikulum
endoplasma dan dengan meningkatkan asupan kalsium ekstraseluler.
Aktivitas oksitosin diperantarai oleh reseptor membran spesifik yang berpasangan
dengan protein transduser dan efektor yang membawa informasi dalam sel.3
Amniotomi juga merupakan salah satu cara induksi persalinan yang sering
dilakukan. Diduga bahwa amniotomi meningkatkan produksi atau menyebabkan
pelepasan prostaglandin secara lokal. Risiko yang berhubungan dengan prosedur ini
meliputi tali pusat menumbung atau kompresi tali pusat, infeksi maternal atau
neonates, deselerasi denyut jantung janin, perdarahan dari plasenta previa atau
plasenta letak rendah dan kemungkinan luka pada janin.3
2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat ?
Friedman4 mengembangkan konsep tiga tahap fungsional pada persalinan
untuk menjelaskan tujuan-tujuan fisiologis persalinan. Tahap persiapan
(preparatory division), hanya terjadi sedikit pembukaan serviks, cukup banyak
perubahan yang berlangsung di komponen jaringan ikat serviks, dan mungkin peka
terhadap sedasi dan anestesia regional. Tahap pembukaan/dilatasi
(dilatational division), saat pembukaan berlangsung paling cepat, tidak
dipengaruhi sedasi. Tahap panggul (pelvic division), berawal dari fase
deselerasi pembukaan serviks. Mekanisme klasik persalinan yang melibatkan
gerakan-gerakan pokok janin pada presentasi kepala, masuknya janin ke
panggul (engagement), fleksi, penurunan, rotasi internal putaran paksi dalam),
ekstensi dan rotasi eksternal (putaran paksi luar) terutama berlangsung selama
tahap panggul.
11
0 2 4 6 8 10 1 2 14 1 6
Waktu (jam)
Gambar 1. Perjalanan Persalinan
Dikutip dari Cunningham3
Pola pembukaan serviks selama tahap persiapan dan pembukaan
persalinan normal adalah kurva sigmoid. Dua fase pembukaan serviks adalah
fase laten yang sesuai dengan tahap persiapan dan fase aktif yang sesuai
dengan tahap pembukaan. Friedman membagi lagi fase aktif menjadi fase
akselerasi, fase lereng (kecuraman) maksimum, dan fase deselerasi.5
Fase akselerasi dimulai dari pembukaan 3 cm sampai 4 cm dan pada nulipara
waktu yang diperlukan ± 2 jam. Pada fase maksimal dilatasi terjadi dari
pembukaan 4 cm sampai 9 cm, dan pada nulipara diperlukan ± 2 jam.
Sedangkan pada fase deselerasi dimulai dari pembukaan 9 cm sampai 10 cm,
dan pada nulipara waktu yang diperlukan ± 2 jam. Penurunan kepala pada
nulipara > 1 cm/jam dan pada multipara > 2 cm/jam.4-5
Awitan persalinan laten didefinisikan menurut Friedman sebagai saat ketika
ibu mulai merasakan kontraksi yang teratur. Selama fase ini orientasi kontraksi uterus
berlangsung bersama perlunakan dan pendataran serviks. Kriteria minimum
Friedman untuk fase laten ke dalam fase aktif adalah kecepatan pembukaan
serviks 1,2 cm/jam bagi nulipara dan 1,5 cm/jam bagi ibu multipara.
Kecepatan pembukaan serviks ini tidak dimulai pada pembukaan tertentu. Fase laten
12
terjadi bersamaan dengan persepsi ibu yang bersangkutan akan adanya his teratur
yang disertai pembukaan serviks yang progresif, walaupun lambat dan berakhir
pada pembukaan 3 sampai 5 cm. Lama fase laten 20 jam pada ibu nulipara. dan 14 jam
pada ibu multipara.5
Pola gangguan pada fase laten bila pada nulipara > 20 jam dan pada
multipara > 14 jam, maka didiagnosis sebagai fase laten memanjang. 5,6
Sedangkan pola gangguan pada fase aktif menurut Friedman, yaitu:6,7
a. Persalinan lama (protraction disorders)
1. Dilatasi fase aktif lambat
Bila pembukaan pada nulipara <1,2 cm/jam dan pada multipara <1,5 cm/jam
2. Penurunan kepala lambat
Bila penurunan kepala pada nulipara < 1 cm/jam dan pada multipara < 2 cm/jam
b. Persalinan terhenti (arrest disorders)
1. Dilatasi terhenti sekunder (arrest of dilatation)
Bila pembukaan terhenti > 2 jam
2. Fase deselerasi memanjang
Bila pembukaan pada deselerasi nulipara > 3 jam dan pada multipara > 3 jam
3. Penurunan terhenti (arrest of descent)
Bila penurunan kepala terhenti > 1 jam
4. Kegagalan penurunan
Tidak ada penurunan pada fase deselerasi atau kala II
ACOG (American Colege of Obstetrics and Gynecologysts) membagi kelainan
persalinan menjadi persalinan lama (protraction disorders) dan persalinan
macet (arrest disorders). Pada persalinan lama yaitu terdapat gangguan
pembukaan < 1,2 cm/jam (nulipara) dan < 1,5 cm/jam (multipara) serta gangguan
penurunan < 1 cm/jam (nulipara) dan < 2 cm/jam (multipara). Sedangkan persalinan
macet, bila tidak ada pembukaan > 2 jam, atau tidak ada penurunan >1 jam. Ibu
harus berada dalam fase aktif persalinan untuk mendiagnosis salah satu di antara
13
keduanya.5,8
Pada pasien ini tidak terjadi gangguan pada fase laten. Hal ini terlihat dari
kemajuan persalinan. Pasien masuk tanggal 31 Agustus 2013 pukul 17.00
WIB dimana pasien masuk dalam fase laten pembukaan 2 cm, his 2x/10rnenit/lama
25 detik. Setelah 3x4 jam, pasien masuk dalam fase aktif tanggal 1 September 2013
pukul 05.00 WIB, dengan pembukaan 4 cm his 3x/10 menit/lama 35 detik. Kemudian
pukul 09.00 WIB pembukaan menjadi 5 cm, penurunan HII, dan pembukaan 7 pada
pemeriksaan pukul 13.00 WIB. Diagnosis pola gangguan persalinan pada pasien ini
yaitu persalinan lama dengan dilatasi fase aktif lambat.
Roshanter dkk menganalisis penurunan janin pada 803 nulipara yang
melahirkan aterm setelah persalinan aktif didiagnosis. Sekitar 30% di antara
mereka yang datang ke rumah sakit dengan kepala janin terletak pada atau di
bawah station 0, dan angka seksio sesaria adalah 5 persen dibandingkan dengan 14
persen pada mereka yang penurunan janinnya lebih tinggi.10
Pasien saat fase aktif penurunan kepala janin di bidang Hodge I-II, di mana
kepala di bawah station 0. Kemungkinan untuk mengalami partus macet bisa
terjadi.
Gambar 3. Penurunan kepala
Dikutip dari Syamsuddin AK6
14
Gambar 4. Alur Penanganan Fase Aktif Memanjang
Dikutip dari Syamsuddin AK6
Pada partograf World Health Organization, penatalaksanaan saat
partus lama didefinisikan sebagai pembukaan serviks yang kurang dari 1
cm/jam selama minimal 4 jam.11 Dari alur tersebut, pada pasien ini diketahui
15
pada tanggal 1 September 2010 pukul 05.00 WIB pembukaan 4 cm dengan his 3X/
10menit/ lama 30 detik lalu pasien dimasukkan dalam partograf WHO. Kemudian
pada pukul 13.00 WIB pembukaan menjadi 7 cm dengan his 4x/10menit/lama 45
detik. Pada saat itu pembukaan berada di sebelah kanan/melewati garis
waspada. Dari kriteria kemajuan pembukaan <1 cm/jam, seharusnya
pembukaan saat itu 9 cm. Maka pasien didiagnosis fase aktif memanjang.
Dari pola gangguan persalinan abnormal, terdapat persalinan macet (arrest
disorders), dimana tidak ada pembukaan > 2 jam, dan tidak ada penurunan > 1 jam.
Tidak ada pembukaan > 2 jam, dari pukul 05.00 WIB sampai pukul 13.00 WIB
pembukaan tetap 7 cm. Tidak ada penurunan > 1 jam, dari pukul 09.00 WIB
sampai 13.00 WIB tetap di Hodge II.
Pada pasien ini dari pemeriksaan panggul kesan panggul luas dan
pemeriksaan dalam kepala sudah di Hodge II, ini menyingkirkan kemungkinan DKP.
His pada pasien ini adekuat, dimana 4x/ 10 menit/ lama 40 detik, menyingkirkan
kemungkinan inertia uteri.
Persalinan harus segera diakhiri karena denyut janin janin tidak lagi teratur
dan sudah mengalami akselerasi (>160x/mnt). Maka keputusan terminasi kehamilan
perabdominam sudah tepat.
IV. KESIMPULAN
Diagnosa pada pasien ini sudah tepat dimana dari pemeriksaan didapatkan
adanya keluarnya cairan ketuban sebelum pembukaan aktif yang dapat kita simpulkan
telah terjadi ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW).
Pada pasien ini terjadi pola gangguan persalinan abnormal di fase aktif berupa
fase aktif memanjang menurut partograf WHO. Menurut partograf Friedman
terdapat pola gangguan dilatasi terhenti sekunder dan penurunan terhenti, atau
menurut ACOG terjadi arrest disorders. Penyebab, pola persalinan abnormal pada
pasien ini adalah distosia karena kelainan serviks berupa serviks yang kaku.
Penatalaksanaan untuk dilakukannya seksio sesaria pada pasien ini sudah tepat, karena
sudah terjadi persalinan macet berupa arrest of dilatation dan arrest of descent serta
telah terjadi gawat janin.
16
Melihat perjalanan penyakit dan penatalaksanaan pasien ini menggunakan
protap dan partograf WHO maka penatalaksaan pasien ini sudah tepat.
V. RUJUKAN
1. Duff P. Management of premature rupture of membranes in term patients. Clin
Obstet Gynecol 1991; 34: 723-729
2. Vintzileos AM, Campbell WA, Rodis JF. Antepartum surveillance in patients with
preterm premature rupture of the membranes. Clin Obstet Gynecol 1991; 34: 779-
793
3. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstorm KD.
Williams obstetric. 23rd ed. New York: McGraw-Hill Companies, Inc; 2010.
4. Friedman EA. An objective approach to the diagnosis and management of abnormal
labor. Bull Ny Acad Med. 1972; 48: 842,
5. Mose CJ, Alamsyah M. Persalinan lama. Dalam: Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, Wiknjosastro HG. Ilmu Kebidanan. Edisi keempat. Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohario; 2008. h.562-580.
6. Syamsuddin AK. Bungs rampai obstetri. Palembang: Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya; 2004.
7. Syamsuddin AK. Partograf. Palembang: Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya; 2001.
8. American College of Obstetricians and Gynecologists. Dystosia.
Technical Bulletin. December 1989; 137.
9. Handa VL, Laros RK. Active phase arrest in labor: Predictors of cesarean delivery in
nulliparous population. Obstet Gynecol 1993; 81: 758.
10. Roshanter D, Blackmore KJ, Lee J, Hueppchen NA, Witter FR. Station at onset of
active labor in nulliparous patients and risk of cesarean delivery. Obstet Gynecol
1989; 74: 85.
11. World Health Organization. Partographic management of labor. Lancet 1994; 343:
1399