KONSEP MEDIS
A. Defenisi
Krisis hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah meningkat dan menetap
pada nilai yang tinggi, misalnya 120-150 mmHg atau lebih dan atau disertai
beberapa penyulit seperti: ensefalopati, payah jantung kiri akut, perdarahan otak,
dan hipertensi maligna (hipertensi disertai edema papilla nervus optic). Pada
umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang tidak atau lalai
memakan obat antihipertensi.
B. Anatomi dan Fisiologi
Gambar 1. Arteri, Arteriola, Kapiler, dan Venula.
Tekanan darah adalah gaya yang diberikan darah pada dinding pembuluh darah.
Tekanan ini bervariasi sesuai pembuluh darah terkait denyut jantung. Tekanan
darah paling tinggi terdapat pada arteri-arteri besar yang meninggalkan jantung
dan secara bertahap menurun sampai ke arteriol. Akhirnya ketika mencapai
kapiler, tekanan ini sedemikian rendah sehingga tekanan ringan dari luar akan
menutup pembuluh ini dan mendorong darah keluar. Hal ini dapat dibuktikan
dengan memberi tekanan ringan dengan memberikan tekanan ringan pada kuku
atau meletakkan sepotong gelas pada kulit. (Untuk alasan ini, sangatlah penting
untuk sering mengubah posisi pasien yang harus tirah baring ditempat tidur,
karena jaringan yang menanggung berat badan hanya mempunyai sedikit darah
yang bersirkulasi). Di dalam vena tekanan darah ini bahkan lebih rendah lagi
sehingga pada akhirnya pada vena-vena besar yang mendekati jantung terdapat
gaya isap (suction), yakni tekanan negative (bukan positif), akibat gaya isap yang
dihasilkan jantung ketika ruangan-ruangan di dalamnya relaksasi.
Tekanan pada arteri besar bervariasi menurut denyutan jantung. Tekanan ini
paling tinggi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik) dan paling rendah
ketika ventrikel berelaksasi (tekanan diastolik).
C. Klasifikasi
Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan prioritas
pengobatan, sebagai berikut :
1. Hipertensi emergensi/emergency hipertension (darurat)
Tekanan darah yang sangat tinggi dan terdapat kerusakan organ, sehingga
tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit atau jam) agar
dapat membatasi kerusakan yang terjadi. Tingginya tekanan darah untuk dapat
dikategorikan sebagai hipertensi darurat tidaklah mutlak, namun kebanyakan
referensi di Indonesia memakan patokan >220/140.
2. Hipertensi urgensi/urgency hipertension (mendesak)
Tekanan darah yang tinggi tapi belum disertai kerusakan organ. Tekanan
darah harus diturunkan dalam hitungan jam atau hari untuk mencegah
kerusakan target organ. Sama seperti Hipertensi darurat, tidak ada patokan
mutlak, namun sebagai patokan tekanan darah yang lebih dari 180/110 sudah
dapat dikatakan tekanan darah urgency.
D. Etiologi
Ada tiga organ utama pengendalian tekanan darah yaitu otak, jantung dan
ginjal. Di otak terletak dalam medulla oblongata dan hipotalamus, di jantung
sebagai pengaturan fungsi jantung, tonus arterioler, di ginjal melalui mekanisme
metabolisme natrium dan air. Misalnya terjadi beberapa penyakit penyulit
hipertensi seperti :
1. Encefalopati hipertensif
Kenaikan tekanan darah yang melampaui batas autoregulasi otak menyebabkan
tekanan arteri meningkat sehingga terjadi kerusakan membrane endothelial
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah otak terjadilah edema
serebri
2. Hipertensi maligna
Dijumpai adanya nekrotisasi sebagai akibat tekanan yang sangat tinggi terutama
di otak atau ginjal. Gejala klinis dapat berupa peningkatan tekanan diastolic
yang hebat serta kelainan retina terjadi kerusakan sel endothelial sehingga
menimbulkan robeknya retina maupun obliterasi ( cotton wool exudates,
perdarahan dan papil edema ). Pada ginjal ditandai dengan proteinurea,
hematuria, azotemia, sampai dengan gagal ginjal.
3. Perdarahn intra serebral
Terjadi karena pecahnya system vaskularisasi intraserebral yang disebabkan
terjadinya perubahan degenerative pembuluh darah, berlanjut menjadi
aneurisma oleh sebab lain misalnya arteriosklerosis. Mekanisme lain dapat
terjadi karena nekrosis pembuluh darah otak, thrombosis multiple atau spasme
pembuluh darah sebagai reaksi dari meningkatnya tekanan darah secara tiba-
tiba. Gejala klinis berupa kepala hebat mendadak disertai penurunan kesadaran.
4. Diseksi aorta
Terjadi robekan tunika intima, hematoma di sekitar tunika media yang lambat
laun mengakibatkan pecahnya aorta secara mendadak. Biasanya terjadi pada
kelainan di tunika media, seperti penyakit arteriosklerosis, koartasio aorta.
Gejala klinisnya biasa berupa nyeri dada yang menyerupai angina pectoris atau
infark miokardium dengan perjalananke punggung, perut sampai tungkai bawah
serta adanya tanda-tanda insufisiensi aorta
5. Payah jantung kiri akut
Mekanisme terjadinya berupa :
a. Peningkatan tekanan vaskuler perifer akibat tekanan darah yang tinggi
sehingga terjadi kenaikan after load di ventrikel kiri.
b. Terjadi hipertrofi ventrikel kiri yang berakibat disfungsi ventrikel kiri
c. Terjadi retensi air dan garam pada seluruh system sirkulasi sehingga
menimbulkan pertambahan preload
d. Bila disertai infark miokardium maupun iskemi pembuluh darah koroner
dapat berakibat payah jantung kongestif.
e. Gejala klinis yang timbul merupakan akibat edema akut, yaitu sesak nafas
yang hebat, ortopnoe, batuk, air hunger, panic, sianotik kadang-kadang batuk
berdarah, ronki basah pada kedua paru.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko timbulnya hipertensi:
a. Faktor keturunan
Pada 70-80% kasus hipertensi didapatkan riwayat hipertensi dalam keluarga,
khususnya ayah dan ibu klien. Apabila dalam suatu keluarga terdapat riwayat
hipertensi, maka kemungkinan seseorang dalam keluarga itu untuk terkena
hipertensi lebih besar. Dan juga banyak dijumpai pada klien yang kembar
monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita hipertensi.
b. Faktor Lingkungan
Seperti stress, kegemukan/obesitas dan kurang olah raga juga berpengaruh
terhadap timbulnya hipertensi. Hubungan antara stress dan hipertensi diduga
karena aktivasi saraf simpatis, yang bekerja pada saat kita beraktifitas.
Peningkatan aktifitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara
intermitten/tidak menentu. Bila stress berkepanjangan dapat mengakibatkan
tekanan darah menetap tinggi.
Hubungan antara obesitas dan hipertensi adalah bahwa daya pompa jantung
dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi dengan obesitas lebih tinggi
dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal.
Olah raga dapat digunakan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya
obesitas dan mengurangi asupan garam kedalam tubuh yang akan dikeluarkan
melalui keringat oleh kulit.
E. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
pada pusat vasomotor pada medula di otak. Dari vasomotor tersebut bermula pada
saraf simpatis yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolumna
medula spinalis ke ganglia simpatis di thorak dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal menseksresi epinefrin yang
menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
linnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal
menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II yang menyebabkan adanya sutu
vasokonstriktor yang kuat. Hal ini merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal yang
mengakibatkan peningkatan volume intravaskular. Semua faktor tesebut
cenderung menyebabkan hipertensi.
Pada lansia, perubahan struktur dan fungsi pada sistem pmbuluh perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah yang akan menurunkan kemampuan distensi
daya regang pembuluh darah. Hal tersebut menyebabkan aorta dan arteri besar
bekurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa
oleh jantung (volume sekuncup) sehingga terjadi penurunan curah jantung dan
peningkatan tahanan perifer.
F. Manifestasi Klinis
Hipertensi ringan atau sedang umumnya tidak menimbulkan gejala. Gejala
hipertensi baru muncul bila hipertensi menjadi berat atau pada keadaan krisis
hipertensi. Gejala-gejalanya berupa :
1. Sakit kepala, pusing, sesak nafas.
2. Muntah , kardiomegali.
3. Gelisah , sianosis, dispneu, edema.
4. Berat badan turun, heptaomegali.
5. Keringat berlebihan, takikardi, ronki.
6. Murmur, epistaksis, bising jantung.
7. Palpitasi, poliuri, proteinuri, hematuria.
8. Retardasi pertumbuhan.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium :
a. Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
hipokoagulabilitas, anemia.
b. BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
c. Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
d. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan
terdapat DM.
2. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
3. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
4. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,perbaikan
ginjal.
5. Photo thorax : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,pembesaran
jantung.
H. Komplikasi
1. Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi.
Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah
ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang
mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma. (Corwin, 2000)
Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti, orang
bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian
tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan
terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara
mendadak. (Novianty, 2006)
2. Infark Miokard
Dapat terjadi infark miokardium apabila arteri koroner yang arterosklerosis
tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk
trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut.
Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung
yang menyebabkan infark. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat
menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel
sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko
pembentukan bekuan. (Corwin, 2000)
3. Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler-kepiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah
akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat
berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran
glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid
plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi
kronik. (Corwin, 2000)
4. Encefalopati (kerusakan otak)
Tanda gejala dari encefalopati diantaranya nyeri kepala hebat, berubahnya
kesadaran, kejang dengan defisit neurologi fokal azotermia, mual dan muntah-
muntah (Stein, 2001).
Ensefalopati dapat terjadi terjadi terutama pada hipertensi maligna
(hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan
peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium
diseluruh susunan saraf pusat. Neron-neron disekitarnya kolap dan terjadi koma
serta kematian (Corwin, 2000).
5. PIH (Pregnancy-Induced-Hypertention)
Wanita yang PIH dapat mengalami kejang. Bayi yang lahir mungkin
memiliki berat badan lahir rendah akibat perfusi plasenta yang tidak adekuat,
dapat mengalami hipoksia dan asidosis apabila ibu mengalami kejang selama
atau sebelum proses Persalinan (Corwin, 2000: 360). Hipertensi primer
dijumpai pada satu sampai 3% dari seluruh kehamilan. Hipertensi ini lebih
sering dujumpai pada multipara berusia lanjut dan kira-kira 20% dari kasus
toksemia gravidarum. Sekitar 8-25% kehamilan disertai komplikasi hipertensi.
(Stein, 2001)
6. Retinopati hipertensip
Pemeriksaan funduskopi dapat menolong menilai prognosis dan juga
beratnya tekanan darah tinggi. Keith, Wgner & Barker menemukan pertama
kali bahwa penderita-penderita retinopati dengan golongan I (penciutan), II
(sklerosis), III (perdarahan dan eksudat), IV (pupil edema) bila tidak diobati
bisa bertahan lima tahun berturut-turut 85%, 50%, 13%, dan 0%. Penelitian
belakangan ini menduga bahwa retinopati hipertensif tingkat III & IV
berhubungan dengan prognosis jangka panjang yang jelek. Retinopati
hipertensif yang lanjut (golongan III & IV) ditemukan kurang 10% dari semua
penderita hipertensi dan merupakan indikasi untuk penelitian diagnostik dan
pengobatan yang agresif. (Ismudiati, 2003)
I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan adalah menurunkan resistensi vaskular sistemik Pada
kegawatan hipertensi tekanan darah arteri rata-rata diturunkan secara cepat,
sekitar 25% dibandingkan dengan tekanan darah sebelumnya, dalam beberapa
menit atau jam. Penurunan tekanan darah selanjutnya dilakukan secara lebih
perlahan. Sebaiknya penurunan tekanan darah secara cepat tersebut dicapai
dalam 1- 4 jam, dilanjutkan dengan penurunan tekanan darah dalam 24 jam
berikutnya secara lebih perlahan sehingga tercapai tekanan darah diastolik
sekitar 100 mmHg.
Seperti sudah disebutkan di atas, pada kegawatan hipertensi diberikan obat
antihipertensi parenteral yang memerlukan titrasi secara hati-hati sesuai dengan
respons klinik. Setelah penurunan tekanan darah secara cepat tercapai dengan
pemberian obat antihipertensi parenteral, dimulai pemberian obat antihipertensi
oral.
Jika tekanan darah makin menurun dengan penambahan obat antihipertensi
oral tersebut, dilakukan titrasi penurunan dosis obat antihipertensi parenteral
sampai dihentikan. Pengukuran tekanan darah yang berkesinambungan dapat
dilakukan dengan menggunakan alat monitor tekanan darah osilometrik
otomatik.
Sebaiknya tekanan darah tidak diturunkan sampai normal atau hipotensi,
kecuali pada diseksi aorta, karena akan mengakibatkan terjadinya hipoperfusi
organ target. Penurunan tekanan darah sampai normal dapat dilaksanakan pada
saat pasien berobat jalan.
Obat parenteral yang digunakan untuk terapi krisis hipertensi adalah :
a. Natrium Nitropusida
b. Nikardipin hidroklorida
c. Nitrogliserin
d. Enaraplirat
e. Hidralazin Hidroklorida
f. Diazoksid
g. Labatalol Hidroklorida
h. Fentolamin ( Mansjoer:522 )
Obat pilihan pada kedaruratan hipertensi adalah yang memiliki efek samping
segera. Nitroprusid dan labetalol hidroklorida intravena memiliki efek
vasodilatasi segera dengan waktu kerja yang pendek, sehingga banyak
digunakan pada awal klinis.
Efek pada kebanyakan obat antihipertensi diperkuat oleh deuretik.
Pemantauan tekanan darah yang sangat ketat dan status kardiovaskuler pasien
penting dilakukan selama penanganan dengan obat ini.
Penurunan tekanan darah secara mendadak dapat terjadi dan memerlukan
tindakan segera untuk mengembalikan tekanan darah ke batas normal.
( Brunner & Suddarth:908 )
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Bila diagnosa krisis hipertensi telah ditegakkan maka TD perlu segera
diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah : Rawat di ICU,
pasang femoral intra arterial line dan pulmonari arterial catether (bila ada
indikasi). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan status volume
intravaskuler. Anamnese singkat dan pemeriksaan fisik. Tentukan penyebab
krisis hipertensi, singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis hipertensi,
tentukan adanya kerusakan organ sasaran. Tentukan TD yang diinginkan
didasari dari lamanya tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan dan
keparahan hipertensi, masalah klinis yang menyertai dan usia pasien.
Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak
kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg selama 48
jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu ( misal : disecting aortic
aneurysm ). Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari MAP ataupun TD yang
didapat.
Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal pengobatan
dapat menyebabkan berkurangnya perfusike ke otak, jantung dan ginjal dan hal
ini harus dihindari pada beberapa hari permulaan, kecuali pada keadaan
tertentu, misal : dissecting anneurysma aorta. TD secara bertahap diusahakan
mencapai normal dalam satu atau dua minggu.
3. Diet sehat penderita krisis hipertensi
Pengaturan menu bagi penderita hipertensi selama ini dilakukan dengan
empat cara, yakni diet rendah garam, diet rendah kolesterol dan lemak terbatas,
diet rendah serat,dan diet rendah energi (bagi yang kegemukan).
Cara diet tersebut bertambah satu dengan hadirnya DASH (Dietary
Approach to Stop Hipertension) yang merupakan strategi pengaturan menu
yang lengkap. Prinsip utama dari diet DASH adalah menyajikan menu makanan
dengan gizi seimbang terdiri atas buah-buahan, sayuran, produk-produk susu
tanpa atau sedikit lemak, ikan, daging unggas, biji-bijian, dan kacang-kacangan.
Porsi makanan tergantung pada jumlah kalori yang dianjurkan untuk
dikonsumsi setiap harinya. Jumlah kalori tergantung pada usia dan aktifitas.
Menu yang dianjurkan dalam diet DASH untuk yang berat badannya normal
mengandung 2.000 kalori yang dibagi dalam tiga kali waktu makan (pagi,
siang, malam).
BAHAN
MAKANANPORSI SEHARI UKURAN PORSI
Karbohidrat 3 – 5 piring Kecil
Lauk hewani 1 – 2 potong Sedang
Lauk nabati 2 – 3 potong Sedang
Sayuran 4 – 5 mangkuk
Buah – buahan 4 – 5 buah/potong Sedang
Susu / yoghurt 2 – 3 gelas
Diet tinggi buah-buahan, sayuran, dan produk susu tanpa lemak atau rendah
lemak secara bersama-sama dan total dapat menurunkan tekanan sistolik rata-
rata 6 – 11 mmHg. Buah yang paling sering dianjurkan dikonsumsi untuk
mengatasi hipertensi adalah pisang. Sementara dari golongan sayuran adalah
sayuran hijau, seledri, dan bawang putih. Sedangkan makanan yang dilarang
dikonsumsi lagi oleh penderita hipertensi adalah daging kambing dan durian.
4. Terapi
Target terapi hipertensi emergency sampai tekanan darah diastolic kurang
lebih 110 mmHg atau berkurangnya sampai tekanan darah diastolic kurang
lebih 110 mmHg atau berkurangnya mean arterial blood pressure mean arterial
blood pressure25 %( pada strok penurunan hanya boleh 20 % dan khusus pada
strok iskemik, tekanan darah baru diturunkan secara bertahap bila sangat
tinggi> 220 / 330 mmHg ) dalam waktu 2 jam. Setelah diyakinkan tidak ada
tanda hipoperfusi organ, penurunan dapat dilanjutkan dalam 12 – 16 jam
selanjutnya sampai mendekati normal. Penurunan tekanan darah hipertensi
urgency dilakukan secara bertahap dalam dilakukan secara bertahap dalam
waktu 24 jam.
J. Pencegahan
Hipertensi adalah masalah yang relatif terselubung (silent) tetapi mengandung
potensi yang besar untuk masalah yang lebih besar. Hipertensi adalah awal untuk
proses lanjut mencapai target organ untuk memberi kerusakan yang lebih berat.
Karena itu, diperlukan upaya-upaya pencegahan hipertensi.
Dibawah ini adalah beberapa gaya hidup untuk pencegahan hipertensi:
a. Turunkan berat badan jika berat badan mengalami kelebihan (IMT > 27,3 bagi
perempuan dan > 27,8 bagi laki-laki) dengan mengurang kalori diet dan
berolahraga.
b. Tingkatkan olahraga aerobik (30-45 menit/ hari), misalnya jalan kaki agar cepat
sampai mencapai tingkat kesegaran jasmani yang sedang.
c. Mengurangi konsumsi garam.
d. Pertahankan konsumsi potasium/kalium dalam jumlah cukup (90 mmol / hari).
Lebih bagus yang berasal dari buah-buahan segar dan sayuran.
e. Pertahankan konsumsi kalium dan magnesium dalam jumlah cukup.
f. Berhenti merokok dan kurangi konsumsi lemak jenuh dan kolesterol untuk
kesehatan jantung secara menyeluruh.
g. Setelah 30 tahun periksa tekanan darah setiap tahun.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
a. Meliputi : nama, umur, Jenis kelamin, alamat, pendidikan, agama, dan
bangsa.
b. Penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, agama,
bangsa dan hubungan dengan pasien.
2. Pengkajian Primer
Pengkajian dengan pendekatan ABCD.
a. Airway, kaji :
1) Bersihan jalan nafas
2) Adanya/ tidaknya jalan nafas
3) Distres pernafasan
4) Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
b. Breathing, kaji :
1) Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
2) Suara nafas melalui hidung atau mulut
3) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
c. Circulation, kaji :
1) Denyut nadi karotis
2) Tekanan darah
3) Warna kulit, kelembapan kulit
4) Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
d. Disability, kaji :
1) Tingkat kesadaran
2) Gerakan ekstremitas
3) GCS (Glasgow Coma Scale)
4) Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya
e. Exposure, kaji :
1) Tanda-tanda trauma yang ada.
3. Dasar data pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
Takipnea
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner,
penyakit serebrovaskuler.
Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan
warna kulit, suhu dingin.
c. Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria,
Factor stress multiple.
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue
perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela,
dan peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu.
e. Makanan/cairan
Gejala : Makanan yang di sukai, yang dapat mencakup makanan yang
tinggi garam, tinggi lemak, dan tinggi kolestrol.
Tanda : Berat badan normal atau obesitas, adanya edema.
f. Neurosensori
Gejala : Keluhan pusing/berdenyut, sakit kepala suboksipital.
Tanda : Status mental: perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi
bicara, dan efek piker
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala
oksipital berat, dan nyeri abdomen.
h. Pernapasan
Gejala : Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas.
Takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal.
Batuk dengan/ tanpa pembenukan sputum
Riwayat merokok.
Tanda : Distress respirasi/penggunaan otot aksesori pernapasan.
Bunyi napas tambahan
Sianosis
i. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi/cara berjalan
Episode parestesia unilateral transien
Hipotensi postural
j. Pembelajran/Penyuluhan
Gejala : Factor-faktor resiko keluarga: hipertensi, penyakit
katup jantung, diabetes mellitus,penyakit ginjal.
Pertimbangan : DRG mernunjukkan rerata lamanya dirawat: 4,2 hari
Rencana pemulangan : Bantuan dengan pemantauan diri TD
Perubahan dalam terapi obat
B. Diagnosa
1. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan iskemia miokard.
2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan terjadinya
vasokonstriksi.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan vaskular
serebral.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
C. Intervensi
1. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan iskemia miokard.
Intervensi :
a. Pantau TD
Rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih
lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah vaskular.
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
Rasional : Denyutan karotis, jugularis, radialis, dam femoralis mungkin
terpalpasi, denyut pada tungkai mungkin menurun.
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
Rasional : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena
adanya hipertrofi atrium, perkembangan S3 menunjukkan hipertrofi
ventrikel dan kerusakan fungsi.
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
Rasional : Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian
kapiler lambat mungkin berkaitan dengan vasokonstriksi atau mencerminkan
penurunan curah jantung.
e. Catat edema umum/tertentu.
Rasional : Dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan atau
vascular
2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan terjadinya
vasokonstriksi.
Intervensi :
a. Pantau TTV tiap jam dan catat hasilnya
Rasional : Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti dengan
penurunan tekanan darah diastolik merupakan tanda peningkatan TIK. Napas
tidak teratur menunjukkan adanya peningkatan TIK.
b. Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana.
Rasional : Mampu mengetahui tingkat respon motorik pasien.
c. Pantau status neurologis secara teratur
Rasional : Mencegah/menurunkan atelaktasis
d. Dorong latihan kaki aktif/ pasif
Rasional : Menurunkan statis vena
e. Pantau pemasukan dan pengeluaran haluaran urin
Rasioanl : Penurunan atau pemasukan mual terus menerus dapat
menyebabkan penurunan volume sirkulasi
f. Beri obat sesuai indikasi, misal : Caumadin
Rasioanl : Menurunkan resiko trombofeblitis
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan vaskular
serebral.
Intervensi :
a. Mempertahankan tirah baring selama fase akut
Rasional : Meminimalkan stimulasi/peningkatan relaksasi.
b. Berikan tindakan farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala
Rasional : Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan
memperlambat/memblok respons simpatis efektif dalam menghilangkan
sakit kepala dan komplikasinya.
c. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
Rasional : Pusing dan penglihatan kabur sering berhubungan dengan
sakit kepala.
d. Berikan cairan , makanan lunak, perawatan mulut yang teratur, bila terjadi
perdarahan hidung dan kompres hidung telah di lakukan untuk
menghentikan perdarahan
Rasional : Meningkatkan kenyamanan umum, kompres hidung dapat
mengganggu menelan atau membutuhkan napas dengan mulut,
menumbulkan stagnasi sekresi oral dan mengeringkan membrane mukosa.
Kolaborasi
e. Berikan obat Analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan/mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang
system saraf simpatis
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
a. Kaji kemampuan klien dalam beraktivitas.
Rasional : Untuk mengetahui sampai sejauh mana kelemahan yang
dialami klien.
b. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan klien.
Rasional : Memenuhi kebutuhan klien.
c. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Menilai perkembangan klien.
d. Bantu klien dalam melakukan aktivitas misalnya mengubah posisi tidur
klien.
Rasional : Memenuhi kebutuhan klien.
e. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas bertahap jika dapat ditoleransi.
Rasional : Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja
jantung tiba-tiba.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
a. Kaji tingkat pemahaman klien.
Rasional : Mengetahui tingkat pemahaman klien dan untuk memilih
intervensi selanjutnya.
b. Berikan informasi dalam bentuk yang singkat dan sederhana.
Rasional : Menurunnya rentang perhatian klien dapat menurunkan
kemampuan untuk menerima/memproses dan mengingat/menyimpan
informasi yang diberikan.
c. Instruksikan pada klien untuk melakukan ambulasi dini.
Rasional : Membantu dalam meningkatkan normalisasi fungsi organ.
d. Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan dan kembali ke
dokter untuk mengangkat jahitan.
Rasional : Pemahaman meningkatkan kerjasama dengan program terapi,
meningkatkan penyembuhan dan proses perbaian.
D. Implementasi
E. Evaluasi
REFERENSI
Bakta I made, dkk.1999.Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth.2001.Keperwatan Medikal Bedah Vol.2. Jakarta: EGC
Doenges, E Marilynn.1999.Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3.Jakarta: EGC
Price, A Sylvia.2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Vol.2,
Edisi 6.Jakarta: EGC
Purwadianto A, dkk.2000.Kedaruratan Medik Pedoman Penatalaksanaan
praktik.Jakarta: Binarupa Aksara
Watson, Roger.2002.Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat.Jakarta: EGC
a
Top Related