MAKALAH
PENDIDIKAN KESEHATAN
Konsep dan Makna Pembelajaran
OLEH :
Kelompok III
1. Syamsul Putra ( 1010324057 )2. Endang Ekawati ( 1010324058 )3. Afrines Yustin ( 1010324059 )4. Pitria Hayati ( 1010324060 )5. Yani Ummul Khair ( 1010324061 )6. Andriany Zahra ( 1010324062 )
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN 2010
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia- Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
kami tentang “Konsep Dan Makna Pembelajaran”.
Dalam mengerjakan tugas kami, kami banyak menemukan ganjalan dan
kesulitan. Tapi berkat bantuan dan dukungan dari dosen pembimbing dan rekan-rekan
sekalian, akhirnya kami bisa menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari pembaca.
Akhir kata kami mengucapkan banyak terima kasih dan kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wassalam
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses pendidikan dalam sistem persekolahan kita, umumnya belum
menerapkan pembelajaran sampai peserta didik menguasai materi pembelajaran
secara tuntas. Akibatnya, banyak peserta didik yang tidak menguasai materi
pembelajaran meskipun sudah dinyatakan tamat dari sekolah. Tidak heran kalau
mutu pendidikan secara nasional masih rendah.
Upaya-upaya dalam rangka perbaikan dan pengembangan kurikulum berbasis
kompetensi meliputi: kewenangan pengembangan, pendekatan pembelajaran,
penataan isi/konten, serta model sosialisasi, lebih disesuaikan dengan
perkembangan situasi dan kondisi serta era yang terjadi saat ini. Pendekatan
pembelajaran diarahkan pada upaya mengembangkan kemampuan peserta didik
dalam mengelola perolehan belajar (kompetensi) yang paling sesuai dengan
kondisi masing-masing. Dengan demikian proses pembelajaran lebih mengacu
kepada bagaimana peserta didik belajar dan bukan lagi pada apa yang dipelajari.
Berdasarkan uraian diatas sebagi seorang perawat yang mana salah satu tugas
atu fungsi nya adalah melakukan pendidikan kesehatan kepada siswa sekolah dan
umunya masyarakat harus mengetahui konsep pendidikan itu sendiri dan makna
dari belajar dan pembelajaran supaya tercipta saling kesepahaman antara
masyarakat dan perawat.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Perawat diharapkan mampu menerapkan konsep dan makna
pembelajaran kesehatan dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat
dibidang kesehatan.
2. Tujuan khusus
Perawat mampu menguasai konsep Dan Makna Pembelajaran kesehatan
untuk diterapkan didalam masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP DAN MAKNA PEMBELAJARAN
A. Pengertian dan Makna Pembelajaran
Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asa pendidikan
maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan.
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh
pihak guru selaku pendidik dan belajar dilakukan oleh peserta didik.
Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk
membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan atau nilai yang baru. Proses
pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar
yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar
belakangnya, akademisnya, latar belakang social ekonominya dll.
Makna dari pembelajaran menurut Corey (1986:195) adalah sustu proses
dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia
turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondidi-kondisai khusus atau
menghasilkan respon terhadap situasi tertentu.
B. Pendekatan Belajar dan Pembelajaran
Dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang
sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan,
dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari
pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa
(student centered approach)
2. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru
(teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan
ke dalam strategi pembelajaran.
1. Pendekatan Kontekstual
Menurut Glasser (1976), implementasi teori belajar yang berpijak pada
psikologi perilaku dalam pembelajaran tidak menunjukkan hasil yang
menggembirakan. Keterampilan siswa di dalam melakukan komputasi tidak
diikuti dengan kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah (problem
solving). Agar ketiga aspek ini dapat bersinergi, para siswa perlu dikenalkan pada
pembelajaran yang diformulasikan dalam lingkungan situasi yang telah
dikenalnya sehingga mereka dapat melihat keterkaitan secara langsung konsep-
konsep yang dipelajari dengan kehidupan nyata.
Potensi yang dimiliki siswa dapat berkembang secara optimal jika
paradigma pembelajaran yang sedang berlangsung tersebut disempurnakan,
khususnya terkait dengan cara sajian pelajaran dan suasana pembelajaran.
Paradigma “baru“ ini dirumuskan sebagai: siswa aktif mengkonstruksi-guru
membantu, dengan sebuah kata kunci: memahami pikiran anak untuk membantu
anak belajar, dan dikenal dengan pendekatan kontekstual.
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual bertujuan membekali siswa
dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari suatu
permasalahan ke permasalahan lain, dari suatu konteks ke konteks yang lain.
Transfer adalah kemampuan untuk berpikir dan berargumentasi tentang situasi
baru melalui penggunaan pengetahuan awal. Pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Menyandarkan pada memori spasial.
b. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan individu siswa.
c. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang (disiplin).
d. Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan awal.
e. Menerapkan penilaian autentik melalui penerapan praktis dalam
pemecahan masalah.
Perbedaan pola pembelajaran kontekstual dan konvensional disajikan pada tabel
di bawah ini.
Konvensional Kontekstual Menyandarkan pada hafalan Menyandarkan pada memori spasialPemilihan informasi ditentukan oleh
guru
Pemilihan informasi berdasar-kan
kebutuhan individu siswaCenderung terfokus pada satu bidang
(disiplin) tertentu
Cenderung mengintegrasikan
beberapa bidang (disiplin)Memberikan tumpukan informasi
kepada siswa sampai pada saatnya
diperlukan
Selalu mengkaitkan informasi
dengan pengetahuan awal yang telah
dimiliki siswaPenilaian hasil belajar hanya
ditentukan melalui kegiatan akademik
berupa ujian/ulangan
Menerapkan penilaian autentik
melalui penerapan praktis dalam
pemecahan masalah
2. Metode Ekspositori
Metode ekspositori adalah suatu cara untuk menyampaikan ide/gagasan
atau informasi dengan lisan/tulisan. Dalam metode ekspositori bahan pelajaran
sudah disusun oleh guru secara hierarkis dan sistematik. Sehingga dalam
pembelajaran yang terjadi adalah guru menerangkan siswa menerima. Guru
berbicara pada waktu awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal pada
waktu diperlukan saja. Sedangkan siswa tidak hanya mendengarkan dan mencatat
saja, tetapi juga mengerjakan soal latihan dan bertanya kalau tidak mengerti.
Sedangkan guru dapat memeriksa pekerjaan siswa secara individual, menerangkan
lagi kepada siswa secara klasikal bila dirasakan banyak siswa yang belum jelas
benar. (Juli Rustiani, 2004: 22-23).
Pendekatan ini diharapkan siswa dapat menangkap dan mengingat
informasi yang telah diberikan guru, serta mengungkapkan kembali apa yang
telah dimilikinya melalui respon yang ia berikan pada saat diberikan pertanyaan
oleh guru.
Komunikasi yang digunakan guru dalam interaksinya dengan siswa
menggunakan komunikasi satu arah atau komunikasi sebagai aksi. Oleh sebab itu,
kegiatan belajar siswa kurang optimal, sebab terbatas kepada mendengarkan
uraian guru, mencatat, dan sekali-kali bertanya kepada guru. Guru yang kreatif
biasanya dalam memberikan informasi dan penjelasan kepada siswa
menggunakan alat bantu seperti gambar bagan, grafik, dan lain-lain, disamping
memberi kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan. (Nana Sudjana,
1989).
Menurut Amin Suyitno (2004), metode ekspositori adalah penyampaian
yang dimulai ceramah di awal pelajaran, contoh soal,latihan dan guru memberikan
bantuan secara individual atau klasikal jika diperlukan, tanya-jawab, serta
pemberian tugas.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode
ekspositori merupakan teknik pembelajaran matematika yang diawali dengan
menerangkan materi serta contoh soal, siswa membuat catatan, guru memberi soal
latihan dan memberikan bantuan jika diperlukan, kemudian diakhiri dengan
pemberian tugas.
Menurut Tarsito Suharyono (Tursinah, 2004: 25-26), metode ekspositori
mempuyai kelebihan dan kekurangannya.
Kelebihan metode ekspositori adalah sebagai berikut.
a. Dapat menampung kelas besar, tiap siswa mempuyai kesempatan aktif
yang sama.
b. Bahan pelajaran diberikan secara urut oleh guru.
c. Guru dapat menentukan terhadap hal–hal yang dianggap penting.
d. Guru dapat memberikan penjelasan secara individual maupun klasikal.
Kekurangan metode ekspositori adalah sebagai berikut.
a. Pada metode ini tidak menekankan penonjolan aktifitas fisik seperti
aktivitas mental siswa.
b. Interaksi berlangsung satu arah saja.
c. Pengetahuan yang didapat dengan metode ekspositori cepat hilang.
d. Kepadatan konsep-konsep dan aturan-aturan yang diberikan dapat
berakibat siswa tidak menguasai bahan pelajaran yang diberikan.
e. Menurut Nana Sudjana (1989: 158-159), pendekatan ekspositori
ditinjau dari kegiatan guru dan dari kegiatan siswa disajikan pada
bagan di bawah ini.
3. Metode Pembelajaran Berbasis Penemuan
Menurut Bruner, pembelajaran penemuan menekankan pengalaman-
pengalaman pembelajaran berpusat pada siswa. Dari pengalaman itu siswa
menemukan ide-ide sendiri dan menurunkan makna oleh mereka sendiri. Menurut
Piaget, paedagogi yang baik harus melibatkan siswa dalam eksperimen dalam arti
yang paling luas mencoba melihat apa yang terjadi, memanipulasi tanda dan
simbol, mengajukan pertanyaan dan menemukan jawabannya, mencocokkan apa
yang ditemukan pada suatu saat dengan yang ditemukan pada saat lain, serta
membandingkan dengan temuan orang lain.
Pandangan konstruktivis-kognitif didasarkan pada teori Piaget. Siswa
dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan
membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan ini tidak statis tetapi
secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat mereka menghadapi
pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan memodifikasi
pengetahuan awal mereka.
Menemukan merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil menemukan sendiri. Guru harus
selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan.
Metode mengajar yang biasa digunakan guru dalam pendekatan ini antara
lain metode diskusi dan pemberian tugas. Diskusi untuk memecahkan
permasalahan dilakukan oleh sekelompok kecil (antara 3 – 5 orang) dengan
arahan dan bimbingan guru. Kegiatan ini dilaksanakan pada saat tatap muka atau
pada saat kegiatan terjadwal. Dengan demikian dalam pendekatan inquiry model
komunikasi yang dilakukan bukan komunikasi satu arah atau komunikasi aksi tapi
komunikasi banyak arah atau komunikasi sebagai transaksi. (Nana Sudjana,
1989:155).
Langkah-langkah kegiatan menemukan (inquiry) adalah sebagai berikut.
a. Merumuskan masalah.
b. Mengamati atau melakukan observasi.
1) Membaca buku atau sumber lain untuk mendapatkan informasi
pendukung.
2) Mengamati dan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari
sumber atau objek yang diamati.
c. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan,
tabel, dan karya lainnya.
d. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman
sekelas, guru, atau audiens yang lain.
1) Karya siswa disampaikan teman sekelas atau kepada orang banyak
untuk mendapatkan masukan.
2) Bertanya jawab dengan teman.
3) Memunculkan ide-ide baru.
4) Melakukan refleksi.
e. Menempelkan gambar, karya tulis, peta, dan sejenisnya di dinding kelas,
dinding sekolah, majalah dinding, majalah sekolah, dan sebagainya.
C. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Peerkembangan Belajar
Faktor – Faktor yang mempengaruhi belajar seseorang itu banyak jenisnya.
Menurut Slameto (2003: 54-72) faktor – faktor yang mempengaruhi belajar adalah
sebagai berikut:
1. Faktor – Faktor Intern
1) Faktor Jasmaniah
Faktor jasmaniah ini terdiri atas dua faktor yang mempengaruhinya
antara lain :
1. Faktor Kesehatan
Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta
bagian-bagiannya/bebas dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan
atau hal sehat. Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap
belajarnya karena proses belajar seseorang akan terganggu jika
kesehatan seseorang terganggu, selain itu juga akan cepat lelah,
kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk jika badannya lemah,
kurang darah ataupun ada gangguan – gangguan/kelainan –
kelainan alat inderanya serta tubuhnya.
Agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah
mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin dengan cara
selalu mengindahkan ketentuan – ketentuan tentang bekerja,
belajar, istirahat, tidur, makan olah raga, rekreasi dan ibadah.
2. Cacat Tubuh
Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik
atau kurang sempurna mengenai tubuh/badan. Keadaan cacat
tubuh juga mempengaruhi belajar. Siswa yang cacat belajarnya
juga terganggu, jika hal ini terjadi maka hendaknya ia belajar pada
lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat Bantu agar dapat
menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatan itu.
2) Faktor psikologis
1. Intelegensi
Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu
kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi
yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui atau menggunakan
konsep – konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan
mempelajarinya dengan cepat. Intelegensi besar pengaruhnya
terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang
mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil
daripada yang mempunyai intelegensi yang rendah.
2. Perhatian
Perhatian menurut Gazali dalam buku Slameto (2003: 57)
adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu pun semata – mata
tertuju kepada suatu obyek (benda/hal) atau sekumpulan objek.
Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus
mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan
pelajaran tidak menjadi perhatian siswa atau menarik, maka
timbulah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka belajar.
3. Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Minat besar
pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang
dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar
dengan sebaik – baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya. Ia
segan – segan untuk belajar, ia tidak memperoleh kepuasan dari
pelajaran itu. Bahan pelajaran yang menarik minat siswa lebih
mudah dipelajari dan disimpan, karena minat menambah kegiatan
siswa.
4. Bakat
Menurut Hilgard dalam buku Slameto (2003: 58)“bakat”
adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan
terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau
berlatih. Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan
bakatnya, maka hasil belajarnya akan lebih baik karena ia senang
belajar dan pastilah selanjutnya ia lebih giat lagi dalam belajarnya
itu. Mengetahui bakat yang dimiliki siswa itu sangat penting karena
dengan mengetahuinya, maka akan dapat menempatkan siswa
tersebut belajar di sekolah sesuai dengan bakatnya.
5. Motif
Motif erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan
dicapai. Di dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak,
akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang
menjadi penyebab berbuat adalah motif itu sendiri sebagai daya
penggerak/pendorongnya. Motif yang sangat kuatlah perlu di dalam
belajar, di dalam membentuk motif yang kuat itu dapat dilaksanakan
dengan adanya latihan – latihan/kebiasaan – kebiasaan dan pengaruh
lingkungan yang memperkuat, jadi latihan/kebiasaan itu sangat perlu
dalam belajar.
6. Kematangan
Kematangan adalah suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan
seseorang, di mana alat – alat tubuhnya sudah siap untuk
melaksanakan kecakapan baru. Kematangan belum berarti anak
dapat melaksanakan kegiatan secara terus – menerus, untuk itu
diperlukan latihan – latihan dan pelajaran. Dengan kata lain anak
yang sudah siap (matang) belum dapat melaksanakan kecakapannya
sebelum belajar. Belajarnya akan lebih berhasil jika anak sudah siap
(matang). Jadi kemajuan baru untuk memiliki kecakapan itu
tergantung dari kematangan dan belajar.
7. Kesiapan
Kesiapan atau readiness menurut Jamies Drever adalah:
Preparedness to respon or react. Kesiapan adalah kesediaan untuk
memberi respon atau reaksi. Kesediaan itu timbul dari dalam diri
seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena
kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan.
Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika
siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya
akan lebih baik.
3) Faktor Kelelahan
Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan
tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan
jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani terlihat dengan
lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk
membaringkantubuh karena terjadi kekacauan substansi sisa
pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah tidak/kurang lancar
pada bagian – bagian tertentu.
Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya
kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk
menghasilkan sesuatu hilang, kelelahan ini sangat terasa pada
bagian kepala dengan pusing – pusing sehingga sulit untuk
konsentrasi seolah – olah otak kehabisan daya untuk bekerja.
Kelelahan baik secara jasmani maupun rohani dapat dihilangkan dengan cara –
cara sebagai berikut:
a) Tidur,
b) Istirahat,
c) Mengusahakan variasi dalam belajar, juga dalam bekerja,
d) Menggunakan obat-obatan yang bersifat melancarkan peredaran darah,
misalnya obat gosok,
e) Reaksi dan ibadah yang teratur,
f) Olahraga secara teratur, dan
g) Mengimbangi makan dengan makanan yang memenuhi syarat – syarat
kesehatan (memenuhi empat sehat lima sempurna),
h) Jika kelelahan sangat serius cepat – cepat menghubungi seorang ahli,
misalnya dokter, psikiater dan lain – lain.
2. Faktor – Faktor Ekstern
1) Faktor Keluarga
1. Cara Orang Tua Mendidik
Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan
utama. Orang tua yang kurang/tidak memperhatikan pendidikan
anaknya, misalnya mereka acuh tak acuh terhadap belajar anaknya,
tidak memperhatikan sama sekali akan kepentingan – kepentingan
dan kebutuhan – kebutuhan anaknya dalam belajar, tidak mengatur
waktu belajarnya, tidak menyediakan/melengkapi alat belajarnya,
tidak memperhatikan apakah anak belajar atau tidak, tidak mau tahu
bagaimanakah kemajuan belajar anaknya, kesulitan – kesulitan yang
dialami dalam belajar dan lain – lain, dapat menyebabkan anak
tidak/kurang berhasil dalam belajarnya.
2. Relasi Antara anggota Keluarga
Relasi antara anggota keluarga yang terpenting adalah relasi
orang tua dengan anaknya. Selain itu relasi anak dengan saudaranya
atau anggota keluarga yang lain pun turut mempengaruhi belajar
anak.
3. Suasana Rumah
Suasana rumah dimaksudkan sebagai situasi atau kejadian –
kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga di mana anak berada
dan belajar. Suasana rumah juga merupakan faktor yang penting
yang tidak disengaja, suasana rumah yang gaduh/ramai dan
semrawut tidak akan memberi ketenangan kepada anak yang
belajar. Agar anak dapat belajar dengan baik perlulah diciptakan
suasana rumah yang tenang dan tentram, di dalam suasana rumah
yang tenang dan tentram selain anak kerasan/betah tinggal dirumah,
anak juga dapat belajar dengan baik.
4. Keadaan Ekonomi Keluarga
Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar
anak. Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan
pokoknya, missal makan, pakaian, perlindungan kesehatan dan lain
– lain, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar,
meja, kursi, penerangan, alat tulis –menulis, buku – buku dan lain –
lain. Fasilitas belajar itu hanya dapat terpenuhi jika keluarga
mempunyai cukup uang. Jika anak hidup dalam keluarga yang
miskin, kebutuhan pokok anak kurang terpenuhi akibatnya
kesehatan anak terganggu sehingga belajar anak juga terganggu,
walaupun tidak dapat dipungkiri tentang adanya kemungkinan anak
yang serba kekurangan dan selalu menderita akibat ekonomi
keluarga lemah, justru keadaan yang begitu menjadi cambuk
baginya untuk belajar lebih giat dan akhirnya sukses besar.
5. Pengertian Orang Tua
Anak belajar perlu dorongan dan perhatian orang tua. Bila
anak sedang belajar jangan diganggu dengan tugas – tugas di
rumah, kadang – kadang anak mengalami lemah semangat, orang
tua wajib memberi pengertian dan mendorongnya dan membantu
sedapat mungkin kesulitan yang dialami anak di sekolah, kalau
perlu menghubungi guru anaknya untuk mengetahui
perkembangannya.
6. Latar Belakang Kebudayaan
Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga
mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Perlu kepada anak
ditanamkan kebiasaan – kebiasaan yang baik, agar mendorong
semangat anak untuk belajar.
2) Faktor Sekolah
1. Metode Mengajar
Metode mengajar adalah suatu cara/jalan yang harus dilalui
di dalam mengajar. Mengajar itu sendiri adalah menyajikan bahan
pelajaran oleh orang kepada orang lain agar orang lain itu menerima,
menguasai dan mengembangkannya. Metode mengajar guru yang
kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula.
2. Kurikulum
Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang
diberikan kepada siswa. Kegiatan itu sebagian besar adalah
menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan
mengembangkan bahan pelajaran itu. Jelaslah bahan pelajaran itu
mempengaruhi belajar siswa.
3. Relasi Guru dengan Siswa
Di dalam relasi (guru dengan siswa) yang baik, siswa akan
menyukai gurunya, juga akan menyukai mata pelajaran yang
diberikan sehingga siswa berusaha mempelajarinya sebaik –
baiknya. Hal tersebut juga terjadi sebaliknya, jika siswa membenci
gurunya, maka ia segan mempelajari mata pelajaran yang
diberikannya, akibatnya pelajarannya tidak maju.
4. Relasi Siswa dengan Siswa
Siswa yang mempunyai sifat – sifat atau tingkah laku yang
kurang menyenangkan teman lain, mempunyai rasa rendah diri atau
sedang mengalami tekanan – tekanan batin, akan diasingkan dari
kelompok. Akibat makin parah masalahnya dan akan mengganggu
belajarnya.
5. Disiplin Sekolah
Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan
siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar. Kedisiplinan sekolah
mencakup kedisiplinan guru dalam mengajar dengan melaksanakan
tata tertib, kedisiplinan pegawai/karyawan dalam pekerjaan
administrasi dan kebersihan/keteraturan kelas, gedung sekolah dan
lain – lain.
6. Alat Pelajaran
Alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa,
karena alat pelajaran yang dipakai oleh guru pada waktu mengajar
dipakai pula oleh siswa untuk menerima bahan yang diajarkan itu.
Alat pelajaran yang lengkap dan tepat akan memperlancar
penerimaan bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa. Jika siswa
mudah menerima pelajaran dan menguasainya maka belajarnya akan
menjadi lebih giat dan lebih maju.
7. Waktu Sekolah
Waktu sekolah adalah waktu terjadinya proses belajar
mengajar di sekolah, waktu itu dapat pagi, siang, sore/malam hari.
Waktu sekolah juga mempengaruhi belajar siswa, jika terjadi siswa
terpaksa masuk sekolah sore hari, sebenarnya kurang dapat
dipertanggungjawabkan, dimana siswa harus istirahat tetapi terpaksa
harus masuk sekolah sehingga mereka masuk sekolah dengan
keadaan mengantuk dan sebagainya.
8. Standar Pelajaran di Atas Ukuran
Guru berpendirian untuk mempertahankan wibawanya, perlu
memberi pelajaran di atas ukuran standar. Bila banyak siswa yang
tidak berhasil dalam mempelajari mata pelajarannya, guru semacam
itu merasa senang. Tetapi berdasarkan teori belajar yang mengingat
perkembangan psikis dan kepribadian siswa yang berbeda – beda,
hal tersebut tidak boleh terjadi. Guru dalam menuntut penguasaan
materi harus sesuai dengan kemampuan siswa masing – masing.
Yang penting tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai.
9. Keadaan Gedung
Dengan jumlah siswa yang banyak serta variasi karakteristik mereka
masing – masing menuntut keadaan gedung dewasa ini harus
memadai di dalam setiap kelas. Bagaimana mungkin mereka dapat
belajar dengan enak, kalau kelas itu tidak memadai bagi setiap
siswa.
10. Metode Belajar
Banyak siswa malaksanakan cara belajar yang salah. Dalam hal ini
perlu pembinaan dari guru. Dengan cara belajar yang tepat dan
efektif pula hasil belajar siswa itu. Juga dalam pembagian waktu
belajar, kadang – kadang siswa belajar tidak teratur, atau terus –
menerus, karena besok akan tes. Dengan belajar demikian siswa
akan kurang istirahat, bahkan mungkin dapat jatuh sakit. Maka perlu
belajar secara teratur setiap hari dengan pembagian waktu yang baik,
memilih cara belajar yang tepat dan cukup istirahat akan
meningkatkan hasil belajar.
11. Tugas Rumah
Waktu belajar terutama adalah di sekolah, di samping untuk belajar
waktu di rumah biarlah digunakan untuk kegiatan – kegiatan lain.
Maka diharapkan guru jangan terlalu banyak memberi tugas yang
harus dikerjakan di rumah, sehingga anak tidak mempunyai waktu
lagi untuk kegiatan yang lain.
3) Faktor Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap
belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaannya siswa dalam
masyarakat.
1. Kegiatan Siswa Dalam Masyarakat
Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan
terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian
dalam kegiatan masyarakat yang terlalu banyak, misalnya
berorganisasi, kegiatan – kegiatan sosial, keagamaan dan lain – lain,
belajarnya akan terganggu, lebih – lebih jika tidak bijaksana dalam
mengatur waktunya.
2. Mass Media
Yang termasuk mass media adalah bioskop, radio, TV, surat
kabar, majalah, buku – buku, komik – komik dan lain – lain. Mass
media yang baik memberi pengaruh yang baik terhadap siswa dan
juga terhadap belajarnya, akan tetapi sebaliknya mass media yang
jelek juga berpengaruh jelek terhadap siswa.
3. Teman Bergaul
Pengaruh – pengaruh dari teman bergaul siswa lebih dapat
masuk dalam jiwanya daripada yang kita duga. Teman bergaul
yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu juga
sebaliknya, teman bergaul yang jelek pasti mempengaruhi yang
bersifat buruk juga.
4. Bentuk Kehidupan Masyarakat
Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruh
terhadap belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang – orang
yang tidak terpelajar, penjudi, suka mencuri dan mempunyai
kebiasaan yang tidak baik, akan berpengaruh jelek kepada anak
(siswa) yang berada di situ. Anak/siswa tertarik untuk ikut berbuat
seperti yang dilakukan oaring – orang di sekitarnya.
D. Motivasi dalam Belajar
Motivasi belajar setiap orang, satu dengan yang lainnya, bisa jadi tidak
sama. Biasanya, hal itu bergantung dari apa yang diinginkan orang yang
bersangkutan. Misalnya, seorang anak mau belajar dan mengejar rangking
pertama karena diiming-imingi akan dibelikan sepeda oleh orangtuanya.
Contoh lainnya, seorang mahasiswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi
agar lulus dengan predikat cum laude. Setelah itu, dia bertujuan untuk
mendapatkan pekerjaan yang hebat dengan tujuan membahagiakan
orangtuanya.
Faktor-faktor yang membedakan motivasi belajar seseorang dengan yang lainnya
antaranya:
a. Perbedaan fisiologis (physiological needs), seperti rasa lapar, haus, dan
hasrat seksual
b. Perbedaan rasa aman (safety needs), baik secara mental, fisik, dan
intelektual
c. Perbedaan kasih sayang atau afeksi (love needs) yang diterimanya
d. Perbedaan harga diri (self esteem needs). Contohnya prestise memiliki
mobil atau rumah mewah, jabatan, dan lain-lain.
e. Perbedaan aktualisasi diri (self actualization), tersedianya kesempatan bagi
seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya
sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Terdapat 2 faktor yang membuat seseorang dapat termotivasi untuk belajar, yaitu:
1. Pertama, motivasi belajar berasal dari faktor Internal.
Motivasi ini terbentuk karena kesadaran diri atas pemahaman betapa
pentingnya belajar untuk mengembangkan dirinya dan bekal untuk
menjalani kehidupan.
2. Kedua, motivasi belajar dari faktor Eksternal
dapat berupa rangsangan dari orang lain, atau lingkungan sekitarnya yang
dapat memengaruhi psikologis orang yang bersangkutan.
Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan
motivasi belajar siswa, sebagai berikut:
1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik
Pada permulaan belajar mengajar hendaknya seorang guru
menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus (TIK) yang akan
dicapai siswa. Tidak cukup sampai di situ saja, tapi guru juga bisa
memberikan penjelasan tentang pentingnya ilmu yang akan sangat berguna
bagi masa depan seseorang, baik dengan norma agama maupun sosial.
Makin jelas tujuan, maka makin besar pula motivasi dalam belajar.
2. Hadiah
Berikan hadian untuk siswa-siwa yang berprestasi. Hal ini akan
sangat memacu siswa untuk lebih giat dalam berprestasi, dan bagi siswa
yang belum berprestasi akan termotivasi untuk mengejar atau bahkan
mengungguli siswa yang telah berprestasi. Hadiah di sini tidak perlu harus
yang besar dan mahal, tapi bisa menimbulkan rasa senag pada murid,
sebab merasa dihargai karena prestasinya. Kecuali pada setiap akhir
semester, guru bisa memberikan hadiah yang lebih istimewa (seperti buku
bacaan) bagi siswa ranking 1-3.
3. Saingan/kompetisi
Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk
meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi
yang telah dicapai sebelumnya.
4. Pujian
Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan
penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun. Bisa
dimulai dari hal yang paling kecil seperti, “beri tepuk tangan bagi si
Budi…”, “kerja yang bagus…”, “wah itu kamu bisa…”.
5. Hukuman
Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat
proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar
siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi
belajarnya. Hukuman di sini hendaknya yang mendidik, seperti menghafal,
mengerjakan soal, ataupun membuat rangkuaman. Hendaknya jangan yang
bersifat fisik, seperti menyapu kelas, berdiri di depan kelas, atau lari
memutari halaman sekolah. Karena ini jelas akan menganggu psikis siswa.
6. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar
Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke
peserta didik, khususnya bagi mereka yang secara prestasi tertinggal oleh
siswa lainnya. Di sini guru dituntut untuk bisa lebih jeli terhadap kondisi
anak didiknya
.
7. Membentuk kebiasaan belajar yang baik
Ajarkan kepada siswa cara belajar yang baik, entah itu ketika siswa
belajar sendiri maupun secara kelompok. Dengan cara ini siswa
diharapkan untuk lebih termotivasi dalam mengulan-ulang pelajaran
ataupun menambah pemahaman dengan buku-buku yang mendukung.
8. Menggunakan metode yang bervariasi
Guru hendaknya memilih metode belajar yang tepat dan berfariasi,
yang bisa membangkitkan semangat siswa, yang tidak membuat siswa
merasa jenuh, dan yang tak kalah penting adalah bisa menampung semua
kepentingan siswa. Sperti Cooperative Learning, Contectual Teaching &
Learning (CTL), Quantum Teaching, PAKEM, mapun yang lainnya.
Karena siswa memiliki tingkat intelegensi yang berbeda-beda satu sama
lainnya. Ada siswa yang hanya butuh 5 menit untuk memahami suatu
materi, tapi ada siswa yang membutuhkan 25 menit baru ia bisa mencerna
materi. Itu contoh mudahnya. Semakin banyak metode mengajar yang
dikuasai oleh seorang guru, maka ia akan semakin berhasil meningkatkan
motivasi belajar siswa.
E. Tahapan Belajar
a. Menurut Jerome S. Bruner
Karena belajar itu merupakan aktivitas yang berproses, sudah tentu
didalamnya terjadi perubahan-perubahan yang bertahap. Perubahan-perubahan
tersebut timbul melalui tahap-tahap yang antara satu dengan lainnya bertalian
secara berurutan dan fungsional. Menurut Burner, salah seorang penentang teori
S-R Bond yang terbilang vokal (Barlow, 1985), dalam proses pembelajaran siswa
menempuh tiga episode/ tahap, yaitu:
1. Informasi (tahap penerimaan materi)
Dalam tahap informasi, seorang siswa yang sedang belajar
memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari.
Di antara informasi yang diperoleh itu ada yang sama sekali baru dan
berdiri sendiri, ada pula yang berfungsi menambah, memperhalus, dan
memperdalam pengeahuan yang sebelumnya telah dimiliki
2. Transformasi (tahap pengubahan materi)
Dalam tahap transformasi, informasi yang telah diperoleh itu
dianalisis, diubah, atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrak atau
konseptual supaya kelak pada gilirannya dapat dimanfaatkan bagi hal-hal
yang lebih luas. Bagi siswa pemula, tahap ini akan berlangsung sulit
apabila tidak disertai dengan bimbingan anda selaku guru yang diharapkan
kompeten dalam mentransfer strategi kognitif yang tepat untuk melakukan
pembelajaran tertentu.
3. Evaluasi (tahap penialain meteri)
Dalam tahap evaluasi, seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh
mana informasi yang telah ditransfornasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk
memahami gejala atau memecahkan masalah yang dihadapi. Tak ada
penjelasan rinci mengenai sara evaluasi ini, tetapi agaknya analogdengan
peristiwa retrieval untuk merespons lngkungan yang sedang dihadapi.
b. Menurut Arno F Wittig
Menurut Wittig (1981) dalam bukunya Psychology of learning, setiap
proses belajar selalu berlangsung dalam tiga tahapan yaitu:
1. Acquisition (tahap perolehan/penerimaan informasi)
Pada tingkatan acquisition seorang siswa mulai menerima
informasi sebagai stimulus dan melakukan respons terhadapnya,
sehingga menimbulkan pemahaman dan perilaku baru. Pada tahap ini
terjadi pila asimilasi antara pemahaman dengan perilaku baru dalam
keseluruhan perilakunya. Proses acquisition dalam belajar merupakan
tahap paling mendasar. Kegagalan dalam tahap ini akan
mengakibatkan kegagalan pada tahap-tahap berikutnya.
2. Storage (tahap penyimpanan informasi)
Pada tingkatan storage seorang siswa secara otomatis akan
mengalami proses penyimpanan pemahaman dan perilaku baru yang ia
proleh ketika menjalani proses acquitision. Peristiwa ini sudah tentu
melibatkan fungsi short term dan long term memori.
3. Retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi)
Pada tingkatan retrieval seorang siwa akan mengaktifkan
kembai fungsi-fungsi sistem memorinya, misalnya ketika ia menjawab
pertanyaan atau memecahkan masalah. Proses retrieval pada dasarnya
adalah upaya atau peristiwa mental dalam mengungkapkan dan
memproduksi kembali apa-apa yang tersimpan dalam memori berupa
informasi, simbol, pemahaman, dan perilaku tertentu sebagai respons
atau stimulus yang sedang dihadapi.
F. Pembelajaran Dewasa dan Anak
Proses belajar bagi anak-anak dan orang dewasa tidak sama. Belajar bagi
anak-anak (Pedagogi) bersifat untuk mengumpulkan pengetahuan sebanyak-
banyaknya. Sedangkan bagi orang dewasa lebih menekankan untuk apa ia belajar.
Konsep diri pada seorang anak adalah bahwa dirinya tergantung pada orang lain.
Ketika ia beranjak menuju dewasa, ketergantungan kepada orang lain mulai
berkurang dan ia merasa dapat mengambil keputusan sendiri. Selanjutnya sebagai
orang dewasa, ia memandang dirinya sudah mampu sepenuhnya mengatur diri
sendiri.
Dalam proses pembelajaran orang dewasa (andragogi), ia menghendaki
kemandirian dan tidak mau diperlakukan seperti anak-anak, misalnya ia diberi
ceramah oleh orang lain tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak
boleh dilakukan.
Apabila orang dewasa dibawa pada situasi belajar yang memperlakukan
dirinya dengan penuh penghargaan, maka ia akan melakukan proses belajar
dengan penuh penghargaan pula. Ia akan melakukan proses belajar dengan
pelibatan dirinya secara mendalam. Situasi tersebut menunjukkan orang dewasa
mempunyai kemauan sendiri untuk belajar. Oleh sebab itu perlu diketahui cara-
cara yang efektif untuk pembelajaran orang dewasa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi orang dewasa dalam belajar
A. Faktor Psiki
1. Harapan masa depan
Harapan masa depan peserta paket dapat mempengaruhi
semangat belajar. Adanya keterkaitan dengan pengembangan
kariernya di masa depan akan memacu semangat belajar peserta
paket.
2. Latar belakang social
Lingkungan sosial yang merupakan masyarakat belajar dapat
mempengaruhi peserta. Kesempatan belajar akan dirasakan sebagai
peluang berharga untuk menambah kepercayaan dirinya di
lingkungan sosialnya.
3. Keluarga
Bagi para peserta, latar belakang keluarga merupakan faktor
yang cukup dominan. Keluarga yang utuh dan harmonis serta penuh
syukur akan berpengaruh positif terhadap dirinya, begitupun
sebaliknya. Keluarga dengan banyak anak dan yang sedikit anak akan
menimbulkan masalah yang berbeda, hal tersebut juga mempengaruhi
sikap belajar.
4. Daya ingat
Diakui banyak orang bahwa makin lanjut usia dibarengi
dengan penurunan daya ingat. Orang dewasa lebih mudah lupa
dibanding anak-anak. Ada ungkapan tentang perbedaan anak
danorang dewasa dalam belajar bahwa anak belajar ibarat mengukir
di atas batu. Artinya anak-anak lebih lama untuk memahami sesuatu
tetapi kalau sudah paham terus diingatnya dan sulit untuk dilupakan.
Sedangkan pada orang dewasa, ia mudah memahami sesuatu tetapi
belum beberapa lama sudah terlupakan. Ibarat mengukir di atas air,
oleh karena itu dalam proses belajar orang dewasa catatan dan
resume atau rangkuman materi pelajaran sangatlah membantu
peserta.
B. Faktor Fisik
Bertambahnya usia mempengaruhi ketahanan fisik terutama penglihatan,
pendengaran, artikulasi, dan penyakit.
1. Faktor penglihatan
Pada umumnya orang lanjut usia (40 – 60 tahun), ketajaman
penglihatan berkurang oleh karena itu pengelompokan peserta jangan
terlalu banyak. Usahan setiap kelompok antara 15 – 25 orang,
sehingga dimungkinkan penataan tempat duduk lebih dekat dengan
sumber belajar. Media pembelajaran seperti OHP, Flipchart, dan lain-
lain agar dibuat sedikmikian rupa sehingga peserta dapat melihat
dengan jelas.
2. Faktor Pendengaran
Tak dipungkiri pada usia lanjut fungsi pendengaran juga
menurun. Dalam hal ini perlu pengaturan secara baik dari fasilitator
maupun media yang digunakan seperti radio, kaset, dan lain-lain
harus memungkinkan semua peserta dapat mendengar dengan jelas.
3. Faktor artikulasi
Artikulasi dipengaruhi oleh struktur alat-alat ucap di dalam
rongga mulut. Pada usia lanjut, banyak yang sebagian giginya
tanggal, tenggoroan yang tidak sesempurna pada masa remaja.
Apalagi yang mendapat gangguan syaraf akibat stroke, bibir
menurun, dan pipi cekung serta tidak jarang secara reflek bergetar,
dan lain-lain.
4. Faktor penyakit
Bertambah usiapun sering dibarengi dengan penyakit yang
disebabkan fungsi organ tubuh mulai berkurang. Biasanya penyakit
yang mengiringi usia itu adalah gula darah, kolesterol, tekanan darah
yang meninggi atau menurun, dan lain-lain. Gangguan penyakit ini
mengurangi stamina fisik dan ketahanan psikis. Dengan kondisi ini
perlu diperhatikan: Agenda pelajaran perlu dipertimbangkan untuk
tidak menjadwalkan proses belajar hingga larut malam Latihan fisik
yang berlebihan Pengaturan menu makanan yang cocok.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran adalah sustu proses dimana lingkungan seseorang secara
disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu
dalam kondidi-kondisai khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi
tertentu.
Terdapat dua jenis pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa
(student centered approach)
b. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru
(teacher centered approach).
Faktor Faktor yang Mempengaruhi Peerkembangan Belajar
1. Faktor Intern
2. Faktor Exteren
Terdapat 2 faktor yang membuat seseorang dapat termotivasi untuk belajar, yaitu:
1. Pertama, motivasi belajar berasal dari faktor Internal.
Motivasi ini terbentuk karena kesadaran diri atas pemahaman betapa
pentingnya belajar untuk mengembangkan dirinya dan bekal untuk
menjalani kehidupan.
2. Kedua, motivasi belajar dari faktor Eksternal
dapat berupa rangsangan dari orang lain, atau lingkungan sekitarnya yang
dapat memengaruhi psikologis orang yang bersangkutan.
B. Saran
Diharapkan perawat dapat menerapkan konsep dan makna pembelajaran yang
baik dalam memberikan informasai kesehatan kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, 1999, Jakarta: Rineka cipta.
Lunandi, A. G., Pendidikan Orang Dewasa, 1993, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Sugema, B. Dan Setyabudi H., Psikologi Belajar Orang Dewasa, 2002, Jakarta:
Lembaga Administrasi Negara RI.
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya
Remaja.
Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi Belajar Mengajar
(Diktat Kuliah). Bandung: FPTK-IKIP Bandung.
Udin S. Winataputra. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka.
Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Abrari Rusyan.1989.Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung :
Remadja
Gino, Suwarni, Suripto, Maryanto, Sutijan.2000.Belajar dan Pembelajaran
I.Surakarta: UNS
Mulyasa.2007. Menjadi Guru Profesional.Bandung : PT Remadja Kosdakarya
Top Related