INTELIJEN NEGARA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN
INDONESIA DAN KETATANEGARAAN ISLAM
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh:
SANGIDUN
104045201526
KONSENTRASI KETATANEGARAAN ISLAM
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
INTELIJEN NEGARA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN
INDONESIA DAN KETATANEGARAAN ISLAM
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh:
SANGIDUN
NIM: 104045201526
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum Masyrofah. S.Ag., M.Si
KONSENTRASI KETATANEGARAAN ISLAM
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “INTELIJEN NEGARA DALAM PERSPEKTIF
KETATANEGARAAN INDONESIA DAN KETATANEGARAAN ISLAM” telah
diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 Februari 2009. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
pada Program Studi Jinayah Siyasah (Konsentrasi Ketatanegaraan Islam).
Jakarta, 17 Februari 2009
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
PANITIA UJIAN
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH,MA,MM.
NIP. 150 210 422
1. Ketua : Asmawi, M.Ag. (…………………………........)
NIP. 150 282 394
2. Sekretaris : Sri Hidayati, M.Ag. (……………………………...)
NIP. 150 282 403
3. Pembimbing I: Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. (…………………………….)
NIP. 150 274761
4. Pembimbing II: Masyrofah. S.Ag., M.Si. (.……..……………………..)
NIP. 150 318 256
5. Penguji I : Dr. Rumadi, M.A. (…………………………….)
NIP. 150 283 352
6. Penguji II : Sri Hidayati, M.Ag. (…………………………….)
NIP. 150 282 403
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 17 Februari 2009
S a n g i d u n
KATA PENGANTAR
� ا ا���� ا�����
Segala puji dan syukur hanya kepada Allah, Rabb al-‘izzati, Dzat Yang Maha
Rahman dan Rahim, yang senantiasa mendengarkan keluh kesah penulis selama belajar
untuk meraih cita-cita. Salawat dan salam dimohonkan untuk Nabi Muhammad SAW
sebagai Nabi dan Rasul, serta para sahabatnya yang telah memberikan inspirasi bagi
penulis untuk belajar politik ketatanegaraan Islam.
Skripsi yang berjudul “Intelijen Negara Dalam Perspektif Ketatanegaraan
Indonesia dan Ketatanegaraan Islam” ini adalah penelitian tentang bagaimana
kagiatan, hukum,dan kedudukan Intelijen negara dalam ketatanegaraan Islam dan
Indonesia.
Oleh karena itu, sudah seharusnya kalau penulis mengucapkan terimakasih kepada
yang terhormat :
1) Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA., Rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2) Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM., Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
i
3) Asmawi, M.Ag., Ketua Program Studi Jinayah Siyasah dan Sri Hidayati,
M.Ag., Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah yang tanpa henti
memberikan dorongan dan semangat kepada penulis.
4) Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum dan Masyrofah.S.Ag. M.Si yang
membimbing penulis untuk teliti, cermat dan akurat dalam menulis skripsi
ini, hingga berkali-kali harus direvisi. Semoga apa yang telah diajarkan
mendapat balasan dari Allah Swt.
5) Kepada Dr. Rumadi, M.A dan Sri Hidayati M.Ag, sebagai penguji skripsi
ini yang telah memberikan kritik konstruktifnya. Penulis mengucapkan
terimakasih yang mendalam.
6) Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan untuk para Dosen Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang telah memberikan ilmunya selama perkuliahan.
7) Kepada Kepala Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, Perpustakaan
Utama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
Kepala Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Daerah DKI Jakarta,
Perpustakaan Umum Islam Iman Jama’, Kepala Perpustakaan Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik serta Perpustakaan Utama Universitas
Indonesia, dan seluruh karyawannya yang telah menyediakan berbagai
literatur yang mendukung penyusunan skripsi ini.
ii
8) Kepada teman-teman kelas Konsentrasi Siyasah Syar’iyyah, Program
Studi Jinayah Siyasah, Lembaga Dakwah Kampus (LDK), Kesatuan Aksi
Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Himpunan Mahasiswa Persatuan
Umat Islam Jakarta (HIMA PUI Jakarta), Serumpun Mahasiswa Riau
(SEMARI) UIN Jakarta, Asosiasi Pelajar Islam Sumatera Barat
(ASSALAM SUMBAR), Ikatan Pelajar Mahasiswa Kumabara Utama
(IPMKU), serta sahabat-sahabat penulis, terimakasih atas segala jalinan
persahabatan yang telah memberikan warna bagi kehidupan penulis.
9) Ucapan terimakasih dan doa kepada yang terhormat, keluarga besar
Wangsa Dikarya, Ayahanda Jamalin Badruddin bin Hasan Ma`ruf dan
Ibunda Sutirah binti “Guru” Sungkono, Kakanda Al-Saidi, S.T., Siti
Asiyah, S. Pt dan Siti Muasyiroh, serta Adinda Rofiq el-Rahman, Ngasiq
el-Rahman dan Maslahuddin, atas ‘senyum’ motivasinya serta dukungan
moral maupun material kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah membalas segala kebaikan untuk semuanya dengan yang
lebih baik
Akhir kalimat, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dalam khazanah
keilmuan bagi kita semua.
Jakarta, 30 Januari 2009 M
03 Safar 1430 H
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………....................1
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah…………………………………………….....9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………………………………….10
D. Review Studi Terdahulu…………………………………………………………....11
E. Kerangka Konseptual………………………………………………………………13
F. Metode Penelitian…………………………….…………………………………….15
G. Sistematika Penulisan………………………….…………………………………...17
BAB II MENGENAL INTELIJEN NEGARA INDONESIA
A. Pengertian Intelijen Negara…………………………………………………….......20
B. Sejarah Intelijen Negara Indonesia………………………………………………...22
1. Masa Kerajaan Hindhu-Budha………………………………………..........23
2. Masa Kerajaan Islam………………………………………………….........25
3. Zaman Penjajahan Belanda…………………………………………….......27
4. Zaman Pendudukan Jepang………………………………………………...29
iv
5. Pasca Kemerdekaan……………………………………….……………......30
C. Organisasi dan Jenis Intelijen Negara……………………………………………...33
1. Organisasi Intelijen Negara………………………………………………...33
2. Jenis Intelijen Negara………………………………………………………34
D. Tugas dan Fungsi Intelijen Negara……………………………………….………...37
E. Intelijen dalam Lembaga Negara…………………………………………………..41
1. Intelijen TNI………………………………………………………………..41
2. Intelijen POLRI…………………………………………………………….44
3. Intelijen KPK……………………………………………………………….52
4. Intelijen Kejaksaan…………………………………………………………54
BAB III INTELIJEN NEGARA DALAM KETATANEGARAAN ISLAM
A. Sejarah Intelijen Dalam Islam (Pra Kenabian)………………………….…….........57
1. Pengertian Intelijen dalam Islam…………………………………………...57
2. Praktik Intelijen Pada Masa Pra-Kenabian …………………….………….58
B. Praktik Intelijen Pada Masa Nabi Muhammad Saw………………….……………59
1. Jenis-jenis Intelijen Pada Masa Nabi Saw…………………………………61
2. Patroli dari Badar sampai ke Uhud………………………………………...67
3. Patroli dari Uhud sampai ke Hudabiyah…………………………………...68
4. Pengaturan Patroli Setelah Perang Ahzab………………………………….69
v
5. Pakta Pertahanan Hudaibiyah………………………………….……….......71
C. Perkembangan Intelijen Pasca Nabi Muhammad Saw………………….……….....72
BAB IV INTELIJEN NEGARA DALAM KETATANEGARAAN INDONESIA DAN
KETATANEGARAAN ISLAM
A. Hukum Aktivitas Intelijen (Tajassus)………………………………………….......83
B. Sanksi Atas Tindakan Intelijen (Tajassus)…………………………………….......92
C. Analisis Kedudukan Intelijen Negara dalam Ketatanegaraan Islam
dan Indonesia………………………………………...............................................108
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………...…………...119
B. Rekomendasi………………………………………………………..………….....120
DAFTARPUSTAKA……………………………………………………….……………122
LAMPIRAN
58
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
”Intelijen1 ada seumur dengan keberadaan manusia.” Idiom ini menjadi satu
pembenaran untuk menegaskan keberadaannya. Intelijen tidak hanya dibutuhkan oleh
negara-negara yang secara definitif sudah merdeka, tetapi juga badan-badan perjuangan
kemerdekaan seperti Ireland Republic Army (IRA) di Irlandia Utara, Pathani Union
Liberation Organisastion (PULO) di Thailand Selatan, Macan Tamil di Srilangka dan lain
sebagainya. Badan-badan perjuangan kemerdekaan tersebut memiliki juga fungsi-fungsi
ke-Intelijen-an untuk menopang keberhasilan perjuangannya.
Bahkan negara-negara yang sudah maju dalam bidang pertahanan dan keamanan
masih tetap mengembangkan dinas intelijen, seperti Uni Soviet yang mengembangkan
Komitet Gosudarstvennoi Bezopasnosti (KGB) atau Komite Keamanan Negara
Pemerintah Soviet, yang secara resmi bertanggung jawab pada Kabinet Soviet. Dalam
sejarahnya, KGB semula lembaga dengan nama Vecheka (Vserossiiskaya
Chrezvychainaya Komissiya po Borbe s Kontrrevolyutsiei i Sabotazhem) (1917-1922)2
yang artinya Komisi Khusus Orang Rusia untuk melawan Kontra-Revolusi dan Sabotase3.
Lembaga intelijen lainnya adalah CIA (Central Intelligence Agency), sebuah dinas
rahasia Amerika Serikat yang dibentuk pada tanggal 18 September 1947 dengan
1 Intelijen secara singkat dapat dirumuskan sebagai perkiraan. Dalam arti luas, Intelijen berarti
Informasi terpercaya untuk digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan. Lihat Jend. Pol. (Pur) Drs.
Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya, (Jakarta: PT. Cipta Manunggal, 1999), h 52.
2 Iwan Gunawan, Konsepsi dan Implementasi Manajemen Pertahanan Keamanan Negara,
http://www.gaulislam.com/ngintip-dunia-Intelijen/NgintipDuniaIntelijen. Artikel diakses pada tanggal 02 Juni 2008.
3 Sabotase berasal dari bahasa Perancis “sabot”, semacam sepatu kayu yang dipakai oleh masyarakat
bawah di beberapa negara Eropa. Sabot ini dianggap sebagai simbol pemberontakan para petani dan pekerja
yang revolusioner, dengan aksi menginjak-injak atau melempar sepatu-sepatu kayunya ke mesin pabrik
pada masa revolusi Perancis. Dalam perkembangannya saat ini, sabotase dimaknai sebagai bentuk perang
subversive. Biasanya berupa tindakan fisik dalam menghancurkan mesin-mesin militrer musuh atau mesin-
mesin ekonomi. Lihat Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya, (Jakarta: PT. Cipta Manunggal,
1999), h 393.
59
ditandatanganinya NSA (National Security Act), pada era perang dingin dengan Uni
Soviet. Tugas-tugas CIA lebih pada kontra-intelejen.4 Kini, CIA menangani peredaran
drugs, organisasi kejahatan internasional, perdagangan senjata gelap, kontra-teroris
setelah serangan 11 September 2001 yang menghancurkan gedung WTC.5
Sedangkan Kerajaan Inggris sudah memiliki dinas rahasia sejak tahun 1909 yang
dibangun oleh Duke of Wellington, Arthur Welleskey untuk mengantisipasi
perkembangan politik, militer dunia, serta keamanan Inggris Raya, dibentuklah Secret
Intelligence Service atau MI6.6
Israel juga mengembangkan Mossad sebagai lembaga yang memiliki misi penyamaran
dan kontra-teroris.7 Fokus dari operasi Mossad adalah dunia Arab dan organisasi-
organisasi Arab (dan Islam) di seluruh dunia. Mossad juga bertanggung jawab atas
pemindahan warga Yahudi keluar dari Syria, Iran dan Ethiopia. Agen-agen Mossad juga
banyak disusupkan dalam pembentukan sejumlah negara komunis di Barat dan PBB.8
Dalam konteks Indonesia, pada masa sebelum kemerdekaan kegiatan Intelijen sudah
ada sejak masa kerajaan Hindu-Budha yang tertua di Nusantara, kegiatan Intelijen pada
masa itu dikenal dengan Telik Sandi, Weri, Bleter, Kecee yang menjadi mata-mata
kerajaan untuk mengawasi kerajaan lainnya.
Pada masa penjajahan Belanda fungsi intelijen masuk dalam Dinas Reserse Umum,
yang dibentuk pada 1920-an, terpisah dari Dinas Polisi Umum. Sedangkan kegiatannya
adalah memata-matai kegiatan politik, daripada kegiatan kriminal lainnya. Hal ini
4 Kontra-Intelijen adalah usaha-usaha yang terorganisasi untuk melindungi keterangan-keterangan khas
berharga bagi organisasi Intelijen lawan. Lihat Lihat Jend. Pol. (Pur) Drs. Kunarto, Ibid, h 334. 5 Iwan Gunawan, Konsepsi dan Implementasi Manajemen Pertahanan Keamanan Negara.
6 Ibid. 7 Kontra-Teroris adalah usaha-usaha untuk mengumpulkan informasi-informasi sebagai bahan
pertimbangan pengambilan kebijakan preventif untuk menghadang serangan teror.
8 Iwan Gunawan, Konsepsi dan Implementasi Manajemen Pertahanan Keamanan Negara.
60
menandakan bahwa pergerakan nasional anak negeri pada saat itu menjadi satu target dari
kerja dan fungsi intelijen Belanda.9
Ketika Jepang berkuasa di Indonesia, peran dan fungsi ke-Intelijen-an berubah.
Menariknya, Pemerintah Pendudukan Jepang di Indonesia membangun fungsi ke-
Intelijen-an tidak menyatu dengan Pemerintahan Militer. Pemerintahan Penjajahan Jepang
mengembangkan fungsi kepolisian, yang berorientasi pada pembangunan keamanan
dalam negeri (Kamdagri) yang lebih menitikberatkan pada kegiatan preventif.10
Pada masa perjuangan kemerdekaan aktivitas keintelijenan di badan-badan perjuangan
juga marak dan aktif, metode telik sandi, yang digunakan dalam proses pengintaian juga
digunakan untuk mengawasi dan memata-matai aktivitas Belanda dan Jepang ketika itu.
Hanya saja polanya lebih sederhana, hal ini disebabkan selain sarana dan prasana yang
kurang memadai juga SDM yang masih terbatas hanya dengan memanfaatkan masyarakat
umum yang bersimpati bagi perjuangan kemerdekaan.
Adapun pencetus dan pemimpin pertama lembaga intelejen negara, Zulkifli Lubis dan
R. Moch. Oemargatab, yang ketika itu bernama Badan Istimewa, sebagai cikal bakal
Badan Intelejen Negara (BIN) dan Pengawasan Aliran Masyarakat (PAM), sebagai
organisasi keintelijenan polisi pertama, yang sekarang dikenal dengan Intelpam Polri.11
Sejak bergulirnya reformasi di Indonesia, masalah penataan kelembagaan menjadi
salah satu prioritas bagi transisi demokrasi yang tengah berjalan. Kelembagaan politik
yang menjadi satu dari pilar bagi liberalisasi politik pasca kejatuhan Orde Baru
membuktikan bahwa hal tersebut tidak mudah. Penataan kelembagaan politik memberikan
satu garansi bagi mulusnya proses demokrasi transisional dan reformasi yang diharapkan.
9Muradi, Intelijen Negara dan Intelkam Polri, http: //muradi.wordpress.com/ 2007/01 /06 /Intelijen-
negara-dan-intelikam-polri/. Artikel diakses pada tanggal 02 Juni 2008. 10Muradi, Intelijen Negara dan Intelkam polri.
11
Ibid
61
Permasalahan yang muncul kemudian adalah setelah delapan tahun reformasi berjalan,
ternyata belum semua kelembagaan politik dan negara tertata dan sesuai dengan nilai dan
prinsip demokrasi. Salah satunya adalah komunitas Intelijen, khususnya lembaga intelijen
negara dan intelijen Polri yang sampai saat ini, ruang lingkup dan batasan-batasan
mengenai wilayah kerja dari masing-masing intelijen tersebut belum secara jelas diatur.
Bahkan berulang kali, baik lembaga intelijen negara, dalam hal ini Badan Intilejen Negara
(BIN), dan intelijen keamanan, yakni intelkam Polri masih saling tumpang tindih.12
Hal di atas menyebabkan Badan Intelijen Negara (BIN), yang ditunjuk pemerintah
sebagai lembaga Intelijen yang mengkoordinatori semua lembaga dan komunitas intelijen,
kurang maksimal dalam memposisikan perannya. Bahkan terkadang karena merasa
menjadi koordinator dari komunitas intelijen tersebut, kerap kali BIN bertindak superior
dan mem-by pass banyak pekerjaan yang menjadi lahan bagi komunitas intelijen lainnya.
Walapun istilah intelijen sudah akrab di telinga masyarakat Indonesia, namun masih
banyak dinilai sebagai momok yang sangat menakutkan, identik dengan penculikan,
sabotase, spionase,13
propaganda,14
dan operasi, Intelijen juga represif guna melestarikan
kekuasaan yang penuh dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Persepsi keliru
masyarakat atas pengertian, makna, fungsi dan peran Intelijen sebagai ilmu, kegiatan,
maupun intelijen sebagai organisasi, mengakibatkan rasa takut pada masyarakat, larinya
modal keluar negeri, enggannya investor menanamkan modal dan lain sebagainya.15
12Muradi, Intelijen Negara dan Intelikam Polri. 13Spionase adalah bagian dari upaya Intelijen untuk menyelidiki secara diam-diam segala aktivitas dari
negara-negara lain untuk dapat memastikan kekurangannya dan gerakan-gerakan yang terkait dengan
Intelijen yang sangat diperlukan oleh pejabat-pejabat yang bersangkutan. Jadi spionase secara singkat
adalah usaha secara rahasia untuk mendapatkan suatu rahasia yang dijaga ketat oleh lawan. Lihat Jend. Pol. (Pur) Drs. Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya, Ibid., h 236.
14Propaganda merupakan sarana utama peperangan politik (menurut orang-orang Inggris). Sedangkan
orang-orang Jerman menyebut perang intelektual dan di Amerika Serikat dimaknai sebagai perang
psikologis atau operasi moral. Secara umum, propaganda adalah usaha-usaha yang terorganisasi untuk
menyebarkan ide-ide doktrin-doktrin dan prinsip-prinsip untuk maksud tertentu.
15 Jend. Pol. (Pur) Drs. Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya, Ibid, h 12-13
62
Pada masa Orde Baru ada sebuah sebutan klimaks dari kegiatan operasi intelijen, yaitu
“dipetruskan dan dikarungkan.”16
Selain itu penculikan dan penangkapan terhadap aktivis
organisasi masyarakat yang barbasis agama, sosial atau politik yang berseberangan
dengan pemerintahan menjadi trauma yang sangat mendalam bagi anak bangsa, terutama
umat Islam yang dipandang sebagai kekuatan dan banyak melahirkan gerakan separatis
dan gerakan disintegrasi bangsa Indonesia pada masa lalu.17
Berkaca dari operasi intelijen di negara-negara di dunia tampaknya ada kesamaan,
bahwa sebagai tindakan preventif yang dilakukan secara represif oleh dinas intelijen
negara hanya berujung pada penciptaan ketakutan dan kesengsaraan rakyat, terlebih
dengan lahirnya Undang-undang Antiterorisme, Badan Intelijen Negara (BIN),
mempunyai kewenangan yang sangat luas, yaitu menangkap, menahan, memeriksa,
menggeledah, serta mencegah orang sebagai upaya memberikan perlindungan dan
keselamatan negara.
Dari beberapa pasal di atas tampak jelas bahwa negara melalui BIN mempunyai
kewenangan yang sah secara konstitusi untuk melakukan aktivitas memata-matai
rakyatnya sendiri guna mencari orang-orang yang diduga mengancam keselamatan
negara.
Adapun intelijen yang ada dalam negara Islam (Islamic State) juga selalu menakutkan
masyarakat. Intelijen dalam Islamic State biasa dikenal dengan Mukhbar (Informan).
Institusi ini menjadi tangan kanan penguasa untuk memata-matai rakyatnya sendiri,
seperti halnya pada masa Syah Iran, yang dikenal dengan polisi rahasia “Savak”. 18
16 Pada tahun 1980-an sewaktu keamanan di anggap rawan dan polisi kewalahan dilancarkan Aksi
yang di sebut “Petrus” penembakan misterius, dimana para pelaku tindakan kejahatan murni di tindak
dengan ditembak langsung dan dan korban di masukan karung sehingga lahirlah istilah pada saat itu
“dikarungkan”.
17 A. Bakir Ihsan, Pergulatan Islam dan Militer di Indonesia (Sebuah Fenomena 1990-an), dalam
Jurnal Politik, Akses TNI di Persimpangan Jalan, (Jakarta: Yayasan Akses, Vol.1, No.03, 2001), h. 199
18 Muhammed al-Caff, Perang Nuklir Militer Iran, (Jakarta: Zahra Publishing House, 2008), h. 12
63
Persoalannya kemudian, bagaimana hukumnya aktivitas memata-matai rakyat yang
notabene adalah kaum Muslim? Padahal Allah Swt telah melarang aktivitas memata-matai
(tajassus), baik yang dilakukan oleh individu terhadap individu Muslim lainnya, maupun
oleh negara terhadap individu kaum Muslim.
��������� � ������ ��������� ������������ �� !�"⌧$ %&�'�
()&�*+�� ,-./ �0123 ()&�*+�� 4565./ � 78�� ���9:::�;�� 78�� <�6�
>�?*412@3 �A4123 B C<��D�E 5*F�H�E I�E 7J*FK�� %>LL+ �MNO%�E
�P�6N� �H�☺�R1)S!L?LK B ���*/T���� ���� B TI./ ���� 4V�W�L YZ�MW[ (\]^
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang (tajassus) dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”. (QS. Al-Hujurat [49]: 12)”
Ayat di atas melarang berprasangka buruk, termasuk menyangka orang atau pihak
tertentu sebagai ‘teroris’ serta melarang aktivitas memata-matai masyarakat dengan dalih
apa pun. Aktivitas tajassus (memata-matai) dalam hal apa saja. Dengan kata lain, dengan
tujuan apapun haram hukumnya memata-matai masyarakat kaum Muslim maupun ahlu
dzimmah.19
Termasuk memata-matai adalah menyadap pembicaraan, mencuri, mendengar
dan mencari-cari kesalahan. Selain itu, kecurigaan tanpa bukti nyata bisa terkategori
perdurhakaan terhadap amanah kaum Muslimin. Hadits riwayat Abu Dawud dan Abu
Umamah menyatakan bahwa: “Sungguh, seorang amir (pemimpin) akan mendurhakai
rakyatnya, bila ia memburu kecurigaan pada mereka”.20
Kiranya lembaga intelijen negara menjadi sangat menarik untuk dikaji, karena selain
masih banyak orang yang mempunyai persepsi keliru terhadap apa itu intelijen, yang
menjadikan aparat intelijen seperti makan buah “Simalakama”, bertindak salah, tidak
19Pramiati, Mewaspadai RUU Intelejen, http://hidayatullah.com/index.php?Option=Com
content&task=view&id=144&Itemid=64. Artikel diakses pada tanggal 02 Juni 2008 20
Aris Solikhah, Tajassus, http://www.mailarchive.com/ ppiindia@yahoo groups. html com/
msg33743. Artikel diakses pada tanggal 02 Juni 2008
64
bertindak pasti lebih salah lagi. Selain itu juga karena masih sedikit orang yang
mengakaji lembaga intelijen negara terutama dalam perspektif ketetatanegaraan Islam.
Atas dasar pemikiran tersebut, penulis menyusun tulisan ini untuk skripsi Program
Strata Satu pada Konsentrasi Ketatanegaraan Islam Program Studi Jinayah Siyasah
Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Penelitian ini
berjudul ‘‘Intelijen Negara dalam Perspektif Ketatanegaraan Indonesia dan
Ketaatanegaraan Islam.’’
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
Dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi masalah agar lebih terfokus,
mendalam dan nilai ilmiahnya dapat dipertahankan. Oleh karena itu, penulis membatasi
permasalahan pada lembaga intelijen negara dalam ketatanegaraan Indonesia dan
ketatanegaraan Islam. Karena berdasarkan dinamikanya, intelijen selalu mengalami
perubahan, mulai dari aktivitas kerja, hukum sampai dengan lembaganya.
Dari pembatasan di atas, persoalan yang hendak dijawab oleh penulis adalah :
1. Bagaimana hukum intelijen Negara?
2. Bagaimana kedudukan lembaga intelijen Negara di dalam ketatanegaraan
Indonesia dan ketatanegaraan Islam?
3. Bagaimana peranan lembaga intelijen Negara dalam memelihara stabilitas
kemanan Negara?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penulis mengambil tema Institusi Intelijen Negara dalam Perspektif Ketatanegaraan
Indonesia dan Ketatanegaraan Islam, dengan tujuan :
1. Untuk mengetahui hukum intelijen Negara.
65
2. Untuk mengetahui kedudukan lembaga intelijen negara dalam perspektif
ketatanegaraan Indonesia dan Ketatanegaraan Islam.
3. Untuk mengetahui peranan lembaga intelijen Negara dalam memelihara stabilitas
keamanan Negara.
Manfaat dari penelitian ini terletak pada dua hal dasar yaitu :
a. Teoritis akademis, yakni sebagai nilai akademis dari hasil penelitian yang dapat
disumbangkan untuk khazanah keilmuan.
b. Praktis pragmatis, yaitu sebagai kontribusi positif bagi kehidupan umat manusia.
Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan penulis terhadap
khazanah keilmuan dan bermanfaat bagi pembaca yang ingin mengembangkan Studi
Ketatanegaraan Islam (Siyasah Syar’iyyah) terutama di bidang Pertahanan dan Keamanan
Negara serta memberikan kontribusi positif bagi kelangsungan hidup umat manusia.
D. Review Studi Terdahulu
Sejumlah penelitian tentang intelijen dalam berbagai perspektif memang sudah
dilakukan. Hanya saja yang secara spesifik merupakan tinjauan Intelijen negara adalah
karya Abdul Muhid dari Fakultas Ushuluddin dan Filsafat tahun 2005, dalam skripsinya
yang berjudul Stretgi Perang dalam Islam : Kajian Kritis Atas Kebijakan dan Strategi
Nabi dalam Peperangan. Dalam literatur ini dijelaskan bagaimana penggalian informasi
dilakukan oleh Nabi berikut dasar-dasar strategi peperangan mulai dari persiapan,
termasuk pengintaian pada pihak lawan sampai sistem patroli demi keamanan negara.
Pada skripsi ini jelas berbeda dengan apa yang penulis kaji. Karena penulis mengkaji
intelijen dari dua perspektif, yaitu dalam ketatanegaraan Indonesia dan ketatanegaraan
Islam. Sedangkan karya Abdul Muhid hanya sebatas mengkaji aktivitas intelijen sebagai
instrumen dalam perang yang dilakukan oleh Rasulullah.
66
Selain skripsi, literatur mengenai intelijen Negara juga didapatkan penulis dalam
buku :
1) Karya Jend. Pol. (Purn) Drs. Kunarto, Intelijen : Pengertian dan Pemahamannya,
yang mengkaji tentang sejarah Intelijen di Indonesia dan teknik operasi dalam
mendapatkan berita yang akurat sebagai acuan dalam pengambilan kebijakan
pemerintah.
Karya ini juga berbeda dengan skripsi penulis. Karena dalam skripsi ini penulis
mengedepankan analisa intelijen negara dari sisi hukum, kedudukan dan aktivitas
intelijen negara dari sisi tatanegara Indonesia dan tatanegara Islam. Selain itu,
penulis juga menyinggung beberapa intelijen negara dalam dunia Islam, seperti
Iran.
2) Buku karya Deby M. Nasution, Kedudukan Militer dalam Islam dan Peranannya
Pada Masa Rasulullah Saw. Dalam buku ini dijelaskan tentang fungsi militer
sebagai alat untuk menjaga kedaulatan, harkat, martabat bangsa dan Negara yang
bersifat internal maupun eksternal. Perbedannya dengan skripsi ini nadalah Deby
tidak menjelaskan bagaimana hukum melakukan aktivitas intelijen dan
kedudukannya dalam sebuah negara.
3) Jono Hatmodjo, penulis buku Intelijen Sebagai Ilmu (Intelligence as a Science),
menerangkan Intelijen secara umum dalam tataran teoritis. Perbedaan karya ini
dengan kajian penulis adalah Jono Hatmodjo tidak membahas hukum dan
kedudukan intelijen negara dalam praktis. Sedangkan penulis membahas dari dua
sisi, yaitu intelijen dalam tataran teoritis dan praktis sekaligus.
E. Kerangka Konseptual
Pada dasarnya intelijen merupakan kebutuhan bagi setiap negara untuk
mempertahankan eksistensinya baik secara internal dan eksternal dari serangan musuh.
Intelijen juga merupakan instrumen untuk memenangkan perang tanpa perang (to win a
67
war without a war). Sedangkan untuk Indonesia, sesuai dengan Preambule UUD 1945 dan
Pancasila, intelijen adalah instrumen untuk memenangkan perdamaian tanpa perang (to
win peace without a war). Oleh karenanya, di Indonesia, ilmu ini diabdikan untuk
kepentingan bangsa (the universal of social conscience of man) yang lebih bersifat
preventif dan persuasif agar dapat mendeteksi gejolak sosial di seluruh wilayah negara
yang dapat membahayakan kedaulatan negara.21
Henderson berpendapat bahwa dalam semua abad, semua kaum intelek itu lebih
memperhatikan diri sendiri dalam peperangan untuk meminimalisir resiko.22
Menurut
Matthew B. Ridgway (KASAD AS) menilai, intelijen yang memadai merupakan dasar
fundamental untuk mengkalkulasikan resiko, merumuskan tindakan, membangun fasilitas,
material dan jasa, mengalokasikan sumber daya serta mengendalikan jalannya
pelaksanaan tugas. Demikian juga pemikiran yang berkembang di TNI-POLRI. Hanya
saja di lingkungan TNI, pengertian Intelijen dibagi menjadi :23
Pertama, intelijen sebagai
produk. Kedua, intelijen sebagai organisasi. Ketiga, intelijen sebagai kegiatan. Namun ciri
dasar intelijen adalah upaya mengumpulkan mengelola dan menggunakan bahan
informasi tetap menonjol.24
Namun di sisi lain, ilmu intelijen diabdikan pada kepentingan penguasa. Begitu juga
dengan negara-negara Komunis-Sosialis, seperti Rusia dan Republik Rakyat China
(RRC), dimana ilmu intelijen diabdikan kepada Revolusi-Sosial yang digariskan oleh
kepemimpinan diktator proletariat untuk menumbangkan sistem Kapitalisme.
Bagi Thaliban atau aliran Islam ekstremist, ilmu intelijen diabdikan pada misi sakral
untuk menunjang kebangkitan Islam (baca: jihad). Sebab dengan jihad mereka percaya
21 Jono Hatmodjo, Intelijen Sebagai Ilmu (Intelligence as a Science), halaman sampul
22 Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya., h 48
23 Lihat Lampiran Eksistensi dan Penampilan Intelijen 24 Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya, h. l 49
68
dapat menghapus kedzaliman di dunia yang disebabkan oleh sistem demokrasi
kapitalisme yang dianut oleh Amerika Serikat dan negara Barat pada umumnya.25
Dasar intelijen sebagai instrumen negara dalam kategori jihad, juga terdapat dalam
lembaran sejarah Islam yang secara dramatis terjadi pada abad ke VII M yakni pada
permulaan dakwah Muhammad saw (periode Makkah).26
Dalam kurun waktu 13 tahun,
Nabi tidak pernah berhenti mendapatkan intimidasi, ancaman teror dan berbagai rencana
pembunuhan yang bertubi-tubi oleh orang-orang kafir Quraisy, seperti yang dilakukan
Suraqah dan Umar sebelum masuk agama Islam.27
F. Metode Penelitian
Salah satu tahapan yang urgen dalam penulisan karya ilmiah adalah penerapan
metodologi yang tepat yang digunakan sebagai pedoman penelitian dalam mengungkap
fenomena dan mengembangkan hubungan antara teori yang menjelaskan gambaran
realitas yang terjadi sesungguhnya.
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dapat digolongkan sebagai penelitian hukum normatif, yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.28
Teknik pengumpulan data
penelitian ini menggunakan studi dokumenter.
2. Sumber Data
Dalam penelitian ini sumber data dibagi tiga yaitu :29
25 Jono Hatmodjo, Intelijen Sebagai Ilmu (Intelligence as a Science), (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h.
sampul pendahuluan.
26 Debby M. Nasutiaon, Kedudukan Militer Dalam Islam Dan Peranannya Pada Masa Rassulullah
Saw, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogyakarta , Cet II, 2003), h 63
27 Heri Sucipto, Ensiklopedi tokoh Islam: dari Abu Bakr hinggga Nasr dan Qordhawi, (Jakarta:
Hikmah, 2003), h 40
28 Soerjono Soekamto dan Sri Mudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Sinagkat, (Jakarta:
PT Raja Grafindo, 2003), cet. VII h. 13
69
Pertama, sumber data primer, meliputi Keppres Peraturan Presiden (Perpres) Republik
Indonesia No. 52 Tahun 2005 dan Keputusan Presiden (Keppres) No. 62 Tahun 2003,
tentang Perubahan Struktur Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)- (BIN)
serta KUHP (kitab Undang-undang Hukum Pidana).
Kedua, bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti, rancangan perundang-undangan,
hasil penelitian dan hasi karya dari kalangan hukum.
Ketiga, bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus, ensiklopedia
dan indeks kumulatif.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini didasarkan pada riset pustaka (library
research) yakni proses pengidentifikasian secara sistematis penemuan-penemuan dan
analisa dokumen-dokumen yang membuat informasi berkaitan dengan masalah
penelitian.30
4. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisa data-data hasil penelitian ini, penulis menggunakan metode teknik
pendekatan kualitatif untuk memahami fenomena sosial yang diteliti. Artinya dalam
penelitian ini terdapat usaha menambah informasi kualitatif, dapat diperoleh pula
pecandraan yang sistematis, faktual dan akurat menganai fakta-fakta dan sifat-sifat
populasi yang diteliti.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi (content analysis)
yaitu menguraikan data melalui katagorisasi, perbandingan dan pencarian sebab
akibat, baik menggunakan analisis induktif maupun metode deduktif.
29 Soerjono Soekamto dan Sri Mujdi, Ibid., h 24 30 Consuelo G. Sevilla (dkk), Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta: UI Press, 1993), cet I, h. 37
70
Sedangkan pedoman yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah buku
“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta 2007.”
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini disajikan dalam 5 (lima) bab. Adapun setiap bab merupakan
spesifikasi tambahan mengenai topik-topik tertentu, yang terdiri dari:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menguraikan tentang dasar pemikiran yang menjadi latar
belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan
yang menjelaskan alur berfikir penulis.
BAB II MENGENAL INTELIJEN NEGARA INDONESIA
Dalam sub babnya akan dibahas tentang pengertian intelijen, kemudian
dilanjutkan dengan sejarah intelijen Indonesia, mulai dari zaman kerajaan
Hindu dan Budha, kerajaan Islam sampai pada zaman Belanda, Jepang dan
Kemerdekaan. Selanjutnya tentang organisasi dan jenis intelijen Negara dan
diakhiri dengan tugas dan fungsi intelijen Negara, serta intelijen dalam
lembaga Negara.
BAB III INTELIJEN NEGARA DALAM KETATANEGARAAN ISLAM
Pada bab ini penulis menguraikan sejarah intelijen dalam Islam (Pra
Kenabian), mulai dari pengertian intelijen dalam Islam, praktik intelijen pada
masa Pra-Kenabian, praktik intelijen pada masa Nabi Muhammad Saw.
Berikutnya adalah jenis-jenis intelijen pada Masa Nabi Saw yang meliputi; 1).
Patroli dari Badar sampai ke Uhud. 2). Patroli dari Uhud sampai ke
71
Hudabiyah. 3). Pengaturan Patroli setelah Perang Ahzab. 4). Pakta Pertahanan
Hudaibiyah dan terakhir perkembangan intelijen pasca Nabi Muhammad Saw
BAB IV INTELIJEN NEGARA DALAM KETATANEGARAAN INDONESIA
DAN KETATANEGARAAN ISLAM
Dalam bab ini meliputi pembahasan tentang hukum aktivitas intelijen
(Tajassus), sanksi atas tindakan intelijen (Tajassus) dan analisis kedudukan
intelijen Negara dalam ketatanegaraan Islam dan Indonesia.
BAB V PENUTUP
Dalam bab lima ini, penulis membagi dalam dua sub bab yaitu penutup yang
berisi kesimpulan dan rekomendasi.
72
BAB II
MENGENAL INTELIJEN NEGARA INDONESIA
A. Pengertian Intelijen Negara
Suatu pengertian yang paling otentik adalah, pengertian secara etimologis yang
terdapat dalam kamus dan Ensiklopedi31
. Dari pengertian etimologis itulah kita dapat
menginterpretasi pengembangan yang tidak terlalu jauh dari arti dasarnya.
Kata intelligent menurut Habeyb, merupakan kata yang berasal dari bahasa Belanda
dengan arti cerdas, cerdik dan pandai. Kata intellegentie juga diartikan sebagai daya yang
menyesuaikan diri dengan keadaan baru, memanfaatkan alat berfikir untuk kecerdasan
pikiran.32
Sedangkan Jhon Echols dan Hasan Sadli mengartikan kata inteligent dengan
kecerdasan dan intelegensi. Sedangkan intelligentsia berarti kaum terpelajar atau cerdik
pandai dan kata intelligible diartikan dapat dimengerti, jelas terdengar dan terang (Phone
Call).33
Manurut Peter Salim kata intelligence yang pertama diartikan dengan kecerdasan,
human being has much greater intelligence than any other animal (manusia memiliki
tingkat kecerdasan yang jauh lebih tinggi dari binatang apapun). Kedua, berita atau
keterangan, Secret intelligent atau keterangan rahasia. Ketiga, diartikan sebagai Dinas
rahasia, she works in intellijen for the CIA (dia bekerja pada CIA).34
31 Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya, (Jakarta: PT. Cipta Manunggal, 1999), h. 19
32 Habeyb, kamus popular, (Yogyakarta: Dian Yogyakarta 1999), cet. IX. h. 149
33 Jhon Echols dan Hasan Sadli, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta, PT Gramedia, 1995) cet XXI. h.
326 34 Peter Salim, The Contemporary English-Indonesia Dictionary, (Jakarta: Modrn English Press.1987),
cet III. h. 978-979
73
Selain pengertian intelijen secara harfiah di atas, terdapat juga berbagai pengertian
intelijen yang dirumuskan oleh para ahli intelijen dengan menambahkan berbagai
ketentuan yang didasarkan pada pengalaman masing-masing selama menghayati
kehidupan dan seluk beluk intelijen.35
Menurut Allen Dulles dalam bukunya The Creft Of Intelijen, intelijen adalah sesuatu
yang berkaitan dengan segala hal yang harus diketahui sesegera mungkin untuk
menunjang setiap inisiatif tindakan. Kemudian Ladislas Frigo mengartikan kata intelijen
dengan kemampuan untuk memahami dan mengelola pemikiran dan hakikatnya intelijen
adalah informasi yang dikomunikasikan atau informasi yang tidak bertahan lama dalam
pikiran seseorang.36
Jika dilihat dari instansi, maka intelijen didefinisikan sebagai informasi yang
didevaluasi, yaitu informasi yang dapat dipercaya dan memiliki kredibilitas. Kalau dilihat
dari fungsi dan aktifitasnya, intelijen adalah kegiatan yang terorganisasi untuk
mengumpulkan informasi.37
Sedangkan definisi intelijen yang berkembang di Angakatan Bersenjata Republik
Indonesia (ABRI), dibagi menjadi tiga kelompok38
yaitu: Pertama, intelijen sebagai
35 Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya ., h. 46
36 Lihat Lampiran Skema Dasar Makna Intelijen
37 Emon Rivai Arganata, Intelijen Bisnis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998), h. 21-24
38 Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya., h. 48
74
produk.39
Kedua, Pengartian intelijen sebagai Organisasi.40
Ketiga pengertian intelijen
sebagi tindakan.41
B. Sejarah Intelijen Negara Indonesia
Dalam literatur Jawa kuno (masa kerajaan Majapahit) istilah intelijen dikenal dengan
istilah Weri, Bleter dan Kecee serta telik sandi. Telik sandi digunakan aparat resmi dari
keprajuritan kerajaan, atau pada zaman sekarang seperti upaya-upaya “Sandi Yudha” yang
memiliki fungsi utama meninjau situasi medan dan lokasi serta kekuatan musuh.
Sedangkan Weri, Bleter, dan Kecu digunakan untuk pekerjaan sejenis spionase, sabotase,
propaganda atau provokasi pada masa seakarang.42
1. Masa Kerajaan Hindu-Budha
Jawa Tengah merupakan pusat kebudayaan pertama dan tertua di Indonesia.
Tepatnya di sekitar pegunungan Dieng sejak abad 6-7 M telah berdiri kerajaan
Kalingga yang bercorak Hindu. yang di kemudian hari menjadi cikal-bakal kerajaan-
kerajaan di Nusantara43
Pada saat itu peradaban Hindu dan Budha saling menunjukan eksistensinya
dengan gelar peperangan dan didukung armada yang besar dan teknik militer lebih
maju kerajaan yang bercorak Budha mampu menahan. Hal ini menyebabkan lambat
laun peradaban Hindu menjadi tenggelam dan akhirnya terjadi simbiose yang cukup
39 Hasil penelitian dan pengolahan dari data, fakta dan keterangan atau informasi yang di perlukan
oleh seorang pemimpin sebagai bahan pengambilan keputusan.
40 Intelijen sebagai alat untuk mencapai tujuan dengan menggerakan kegiatan sesuai dengan fungsi
dan peranannya serta memberikan Informasi sesuwai dengan tuntutan pimpinan yang berwenang dan bertanggung jawab.
41 Intelijen adalah sebagai tindakan yang mengarah pada upaya merncukupi kebutuhan pimpinan akan
bahan informasi.
42 Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya., h. 462-463
43 Ibid, h. 459-460
75
serasi. Simbiose tersebut dilukiskan dengan peninggalan candi-candi Hindu seperti
Candi Loro Jongrang, Prambanan dan Borobudur.
Pada abad 13-14, terjadi sebuah pergeseran peradaban Kerajaan Jawa ke Kediri,
Jawa Timur, yaitu Kediri Kahuripan yang selalu berperang dan menumpahkan darah
sesama keluarga, yang kemudian melahirkan kerajaan Majapahit dan puncak
kejayaannya di bawah pimpinan Raja Hayam Wuruk dengan Gajah Mada sebagai
patihnya.
Dalam pencapaian keemasan itu tercatat tekad dan kesanggupan Maha Patih Gajah
Mada yang tertuangkan dalam “Sumpah Palapa.”44
Selain itu Maha Patih Gajah Mada
berhasil membangun dan menyusun kekuatan militer yang besar dan kuat.”45
Satu
demi satu wilayah seperti Philipina, Vietnam, Kamboja, Thailand Selatan, dan
Malaysia pun dapat ditaklukkan.
Salah satu peperangan yang melegenda adalah perang melawan Kerajaan
Pajajaran yang merupakan kerajaan besar dan sulit ditaklukkan.46
Namun akhirnya
terpaksa digunakan tipu muslihat dan teknik intelijen yang diawali dengan misi
diplomasi dengan melamar putri Diah Pita Loka untuk dipersuntung raja Hayam
Wuruk.
44 Isi sumpah Palapa adalah: Tidak akan berhenti Prihatin (Meninggalkan Kenikmatan Dunia) sebelum
mampu menyetukan Nusantara
45 Gajah mada membentuk dan membenagun paukan keamanan kerajaan dan sebuan-serbuan keluar
secara terpisah. Untuk pengamanan internal Gajam mada membentuk “ Bayangkara”, yang dilandasi
dengan ikrar “Catur Prasetya”(1) Satya Haprabu (Setia kepada Negara dan Raja), (2) Hanyeken Musuh
(mengenyahkan Musuh-musuh masyarakat), (3) Ginaung Pratidina(mengagungkan negara) dan (4) Tan
satrisna (Tidak terikat trisna pada sesuatu). Samapai saat ini Bayangkara adalah perwujudan POLRI dan
ikrar catur prasetya masih relefan sebagai dasar tekad perjuangan dan unutk itulah Catur Presatya dijadikan
Karya POLRI. Lihat: Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya., h. 461
46 Kerajaan Pajajaran di pimpin oleh seorang Raja, Prabu siliwangi denga Gelar sri badungga maharaja,
dan merupakan Kerajaan yang sanagt maju di bidang Agraris, setiap panen samapai 1000 kapal hasil Bumi
di jual ke eropa dan maladewa. Rakyatnya makmur dan sejahtra dan bebas dari upeti (Pajak). Hal tersebut
juga dapat kita jumpai di dalammkitab Waruga Jagad dari sumedang dan kitab pqanca kaki dari Ciamis.
Dalam kitab tersebut di gunakan kata Gemuh pakuan untuk menunjukan bagaimana Makmurnya Pajajaran.
Selain itu Pajajaran adalah Krajaan Pajajaran Memiliki armada tempur yang kuat Seperti pasukan gaja yang
terlatih, Ribuan pasukan Kuda, dan prajurit Kavileri yang siap dengan Formasi tempur. Lihat: Setia Hidayat
dan N Syamsuddin Ch Haesy, Sangkakala Pajajaran: Upaya Awal Mengeja dan Menyingkap Makna
Rumpaka, (Jakarta: PT Bina Rena Pariwara. 2004), h. 19
76
Melalui lamaran ini, berarti Kerajaan Pajajaran harus mengantarkan putri Diah
Pita Loka ke Majapahit. Sayangnya, sesampainya di Bubat, pasukan Pajajaran
dihadang oleh pasukan Majapahit dengan permintaan agar mereka
“mempersembahkan” putri Diah Pita Loka kepada Hayam Wuruk. Seluruh pembesar
kerajaan Pajajaran marah. Tanpa berpikir taktis, mereka bertekad agar lebih baik mati
berkalang tanah daripada menyerahkan sang putri, dan akhirnya terjadilah perang
yang dimenangkan oleh Majapahit .
Pada dasarnya peristiwa di atas merupakan trik intelijen yang dideskripsikan oleh
Gajah Mada dengan memancing keluar pasukan Pajajaran menuju Majapahit dengan
seluruh pembesar kerajaan hanya untuk upacara perkawinan.
2. Masa Kerajaan Islam
Para ahli sejarah tidak mempunyai kesepahaman dalam menentukan kapan Islam
pertama kali masuk ke Indonesia, hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan bukti-
bukti sejarah yang mereka temukan. Paling tidak ada tiga teori kapan masuknya Islam
ke Indonesia yaitu Teori Gujarat,47
Teori Makkah48
dan Teori Persia49
.
Dalam perkembangannya, Islam di Indonesia menjadi sentra kekuasaan yang
membentang sepanjang pantai Utara seperti Gresik, Tuban, Demak dan Banten.
Disinilah kemudian akhir kekuasaan kerajaan Majapahit, oleh kerajaan Demak yang
dipimpin Raden Patah (putra mahkota Raja Brawijaya). Kemenangan kerajaan Demak
47 Teori berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan pembawanya berasal
dari Gujarat (Cambay), Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard
H.M. Vlekke. ( Perureula) tahun 1292. (Lihat: Marzuki Wahid dan Rumadi, Fiqh Mahzab Negara: kritik
atas politik Hukum Islam di Indonesia , (Yogyakarta: LKiS, 2001), h. 108
48 Teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya ke
Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya
adalah bangsa Arab sendiri. Pendukung teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para
ahli yang mendukung (Lihat: Azyumardi Azra, Islam di Asia tenggara, Pengantar Pemikiran”, Dalam Azra
(ed.), Perspektisf Islam asia tenggara, (Jakarta , YOI, 1989), h. xi
49 Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya berasal dari Persia
(Iran). Nama salah satu Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A. Hussein Jayadiningrat. (Lihat:
Azyumardi Azra, Ibid).
77
atas kerajaan Majapahit menandai kebangkitan kerajaan Islam dan awal keruntuhan
kerajaan Hindu dan Budha, sekaligus terusir dari Jawa Timur dan terkosentrasi di
Pulau Bali.50
Peperangan kerajaan Demak dan Majapahit, diawali dengan penetrasi Islam ke
peradaban Hindu, sampai para bangsawan dan pembesar kerajaan terpengaruh kuat
oleh Islam dan membentuk hegemoni dan mendapat dukungan rakyatnya.
Pengkondisian di atas tidak kalah hebatnya dengan yang terjadi pada masa modern,
ketat, keras dan kadang kejam. Namun masih terbatas spionase, subversif serta
sabotase. Adapun operasi intelijen saat itu masih dalam bentuk primitif.
Seperti peristiwa pergeseran pusat kekuasaan dari Demak ke Pajang, dimana Raja
Hadiwijaya (Jaka Tingkir) menantu Raja Demak terakhir menghadapi Haryo
Penangsang, penguasa daearah Jipang. Karena kesaktian dan kekuatan kedua
penguasa relatif seimbang, keduanya lalu menggunakan trik intelijen untuk
menghindari perang frontal dan terbuka. Selain itu, digunakan juga jalur diplomasi,
melalui para ulama maupun para wali, seperti Sunan Kudus.
Sama halnya dengan apa yang dilakukan oleh Sultan Agung saat berkuasa di
Blambangaan (Banyuwangi-Jawa Timur) yang tidak bersedia tunduk dan patuh
terhadap Mataram. Para agen-agen spionase di wilayah ini juga melakukan hal yang
sama, yakni dengan melaporkan bahwa Blambangan telah menyiapkan diri
menghadapi Mataram.
Dalam menjalankan misi operasi intelijen, Sultan Agung juga berusaha memikat
putri Mataram, Sidah Mirah yang telah mengaguminya saat ia menyamar sebagai
punggawa kerajaan.
Terkahir yang dilakukan oleh agen intelijen Mataram ditutup dengan provokasi
yang mengisahkan bahwa orang-orang Mataram memiliki kemampuan membuat
50 Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya., h. 462
78
perlengkapan persenjataan, termasuk peluru meriam. Walaupun nyali raja
Blambangan tidak menciut, namun hal ini memaksanya untuk berfikir seribu kali,
mencari cara menagalahkan Mataram.
3. Zaman Penjajahan Belanda
Pada abad ke XVII, Belanda pertama kali masuk ke Indonesia dan menjadikan
selat Malaka sebagai pintu gerbangnya. Setelah melakukan pengauasaan atas
pelabuhan dan memonopoli perdagangan, timbullah perlawanan terutama dari raja-
raja dan penduduk pribumi. Diantaranya adalah Sultan Agung dari Mataram yang
menggempur pusat kekuatan Belanda di Jayakarta (Jakarta). Pada penyerangan
pertama Sultan Agung hanya menghitung jumlah kekuatan lawan tanpa
memperhitungkan teknologi modern persenjataan Belanda dan hasilnya gagal. Begitu
juga pada penyerangan kedua dan ketiga dimana Belanda lebih siap mengantisipasi,
melalui perkiraan intelijen yang akurat dan baik.
Setelah wafat, Sultan Agung digantikan oleh Amangkurat I, yang terkenal sebagai
raja paranoid. Sebagai raja, ia bersongkokol dengan Belanda dalam memberikan
informasi dan petunjuk untuk melakukan operasi intelijen dengan nama operasi
“Bersih Lingkungan”51
yakni menimbulkan kekacauan besar dan suasana chaos,
apabila operasi gagal.
Dari aspek intelijen, maka dapat diperoleh gambaran bahwa intelijen Belanda
lebih memiliki keunggulan dalam memprediksi dan membaca kemampuan lawan.
Belanda mengembangkan kemampuan aparat intelijen dengan merekrut polisi
penjajahan yang bertugas pokok Counter Intelijence, untuk mendeteksi keadaan dan
kondisi serta potensi perlawanan masyarakat. Data-data dari intelijen itulah Belanda
mampu membendung dan mematahkan setiap perlawanan masyarakat yang masih
bersifat kedaerahan seperti perang yang dilancarkan pengeran Diponegoro (Jawa
51 Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya., h. 471
79
Tengah), Tuanku Imam Bonjol (Sumatera Barat), Tengku Umar dan Cut Nyak Dien
(Aceh), Sultan Hasanuddin (Sulawesi) serta Pattimura (Maluku) selama tiga setengah
abad lamanya.
Belanda juga mampu mengintensifkan kebijakan Cultur Stelsel atau tanam paksa
sebagai upaya menutupi kas yang telah digunakan sebagai ongkos perang. Atas
kesengsaraan itulah produk intelijen yang disetujui untuk dilaksanakannya politik etis
atau politik balas budi. Belanda kemudian menjalin kerjasama dengan para pangreh
praja yang difungsikan sebagai jaringan “Telik Sandi”, dengan kemampuan dan
kewenangan dalam counter Inteligence, counter spionase, serta menjaga keamanan
dan menegakkan kekuasaan Belanda.
Pada perkembangannya, secara tidak resmi Voor Inlandsche dan Cheneesche
Zaken difungsikan sebagai badan intelijen bagi pemerintah kolonial Belanda, dan baru
pada tahun 1920 Belanda mendirikan Politieke Inlictingen Dienst (PID) sebagai dinas
intelijen resmi dan di bawah pemerintah dalam negeri Belanda, yang bertujuan
memata-matai pergerakan nasional Indonesia.
4. Zaman Pendudukan Jepang
Kedatangan Jepang ke Indonesia sebenarnya dipicu dari kebutuhan akan banyak
bahan baku alat perang, personil perang dan logistik untuk menyokong Perang Asia
Timur Raya. Semua itu dibungkus dengan hukum perang yang penuh dengan
kecurigaan dan kewaspadaan yang tinggi dan hasilnya kekejaman dan perampasan
hak-hak rakyat, lebih dashyat dari penjajahan Belanda.
Intelijen Jepang yang bertugas sebagai counter spionase berklasikasi sebagai
Polisi Rahasia bernama Ken Pe Tai yang berfungsi memelihara keamanan dan
ketertiban. Bahkan Jepang saat itu juga dapat menggempur markas besar AS pada
Perang Dunia II di Pearl Harbour tanpa diketahui oleh intelijen AS.
80
Pada zaman pendudukan Jepang, pontesi intelijen perorangan Indonesia dilakukan
dengan mendengarkan radio sekutu dan komunikasi dari mulut ke mulut agar prediksi
ke depan dapat dilakukan.
Pada saat itu nampak jelas bahwa perang intelijen perorangan atau mengadu
kecerdasan untuk memperoleh keunggulan tidak terkoordinasi dengan baik. Walapun
masing-masing hanya mengejar informasi dan berupaya mengolah serta mengevaluasi
sendiri atau dengan kawan-kawan.52
5. Pasca Kemerdekaan
Setalah pada tanggal 17 Agustus Sukarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia
memproklamasikan kemerderdekaan RI, tidak serta merta cengkraman penjajah lepas
dari bumi pertiwi. Bahkan setelah detik-detik proklmasi suasana semakin mencekam.
Karena NICA (Nederland Indies Civil Administration) membonceng sekutu pada 08
September 1945 dengan alasan Jepang menyerah kepada sekutu bukan kepada
Indonesia. Sehingga dua tahun pertama pemerintahan RI selalu diguncang berbagai
pertempuran.53
Sejalan dengan itu, pemerintah tetap melengkapi alat perlengkapan
negara54
sampai pada masa tiga tahun berikutnya (1947-1949) yang masih diwarnai
perjuangan berupa pertempuran membangun kemantapan kehidupan bernegara.
Mengingat intelijen pada saat itu masih belum tertata dengan baik, maka
pertempuran intelijen sangat hebat. Di lain pihak, intelijen juga selalu aktif melihat
gerak langkah Belanda dengan jelas. Melalui ketajaman intelijen, pasukan gerilya di
52 Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya., h. 482
53 Insiden bendera di Surabaya (19/09/1945), pertempuran lima hari di Semarang (15/10/1945),
serangan Umum 10 November di Surabaya (10/11/1945), perang Amabarawa (21/11/1945), pertempuran
medan Area (10/12/), Karawang-Bekasi (19/12/1945), bandung lautan api (23/03/1946)pereng Puputan
Bargarana di Bali (29/11/1946)pembantaian oleh westerling (07/12/1946) dan lain-lain, Lihat Kunarto,
Ibid., h. 484
54 Setelah proklamasi (17-08-1945), pengesahan UUD (18-081945), BKR ditetapkan menjadi TKR
(05-10-1945), pengangkatan panglima TKR (18-12-1945 ). Pembentukan cabinet I, II, dan III, mendirikan
akademi militer, mendirikan perguruan tinggi Gajah mada, BNI 46, TNI AU, Polisi di keluarkan dari
Depdagri, penerbitan Uang RI, Lihat Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya., h. 484
81
bawah komando Jendral Soedirman tidak dapat dihancurkan oleh Belanda dengan
teknik perang gerilya.
Selanjutnya, taktik Devide et Impera juga diberlakukan pada masa demokrasi
liberal (1950-1959) yang ahnya enam bulan dengan usulan intelijen Belanda.
Indonesia dalam hal ini akhirnya menyadari bahwa RIS (Repuplik Indonesia Serikat),
merupakan bagian upaya pelestarian strata politik pecah belah yang sewaktu-waktu
bisa menjadi “bom waktu”.
Kemudian pada masa demokrasi terpimpin, terjadilah konfrontasi dengan
Malaysia, yang dipertegas dengan Dwi Kora (Dwi komando Rakyat) pada 03 Mei
1964) yang kemudian menjadi perang terbuka. Dalam hal ini, Malaysia yang dibantu
oleh intelijen Inggris luput menilai bahwa pasukan RI mempunyai semangat juang
yang tinggi dan berani mati.
Perkembangan selanjutnya adalah masa kelahiran Orde Baru (Orba) yang ditandai
dengan peristiwa perebutan kekuasaan atas perintah RI oleh PKI (G 30 S/PKI). Surat
perintah sebelas Maret (Supersemar) adalah alat yang memberikan kekuasaan penuh
kepada Jendral Soeharto menumpas kekuatan PKI sampai ke grass root, menangani
masalah sosial politik, ekonomi dan budaya secara simultan, sehingga membuahkan
hasil yang luar biasa..
Melalui dukungan ABRI, Soeharto semakin menjadi Orba mengalami kemajuan
yang sangat pesat. Hal ini dapat dilihat ketika terjadi peristiwa huru-hara Malari pada
15 Januari 1974, yang dapat diatasi dengan sistem Intelijen yang kuat. Ia juga
membentuk KOPKAMTIB (Komando Keamanan dan Ketertiban) pada 03 Maret 1969
yang bermakna operasi intelijen diperkuat dan dipertajam.
Pada tahun 1971 diadakan pemilihan umum kedua bagi bangsa Indonesia yang
dimenangkan oleh Partai Nasional Indonesia (PNI). Melalui operasi intelijen yang
intensif, kemenangan ini dapat merubah keadaan 180 derajat dengan menjadikan
82
Golkar sebagai pemenag dan mengantarkan Soeharto pada suksesi pelantikan
presiden pada 24 Maret 1973 dimana sampai lima pemilu berikutnya pola operasi
yang sama terus ditingkatkan.
C. Organisasi dan Jenis Intelijen Negara
1. Organisasi Intelijen Negara
Dengan dibentuknya badan istimewa yang dipimpin oleh Zulkifli Lubis55
maka
dimulailah titik awal sejarah organisasi intelijen Negara yang ketika itu menginduk
kepada Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang bermetamorfose menjadi TNI.
BKR, pada perkembangan selanjutnya berubah menjadi Badan Rahasia Negara
Indonesia (BRANI) yang menginduk pada kementrian pertahanan, ketika RI
dipindahkan ke Yogyakarta dan mempunyai akses langsung kepada Presiden
Soekarno. Selanjutnya BRANI membentuk FP (Field Preparation), dengan tugas,
sabotase, passwar, penggalangan, perlawanan terhadap Belanda, penyusupan ke pihak
lawan hingga penyelundupan sejata, sebagai Intelijen tempur dan territorial.
Saat ini Badan Intelijen Negara, disingkat BIN, adalah Lembaga Pemerintah Non
Departemen Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
Intelijen. Kepala BIN periode 2004-2009 adalah AM Hendropriyono yang digantikan
oleh Mayjen (Purn) Syamsir Siregar.
Adapun struktur organisasi BIN telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik
Indonesia No. 52/2005. BIN dalam hal ini dipimpin oleh seorang Kepala yang
55 Dalam memoarnya, zulkifli mengaku merekrut 40 pemuda, kebanyakan perwira pete Gyigu, sebelum
terjun kelapangan, mereka ia bekali dengan latiahan informasi militer, sabotase, dan psywar. Zulkifli lubis
adalah bekas perwira peta, dan memdapatkan pendidikan intel dari Sienen Dojo sebuah lembaga
pengemlengan pemuda, Jepang. Selain itu zulkifli juga pernah menjadi intel di satuan militer Jepang di
singapura. Lihat Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya.., h. 526
83
merupakan jabatan setingkat Menteri. Kepala BIN dibantu oleh seorang Wakil
Kepala, satu Sekretariat Utama yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Utama, satu
Inspektorat Utama (dikepalai oleh seorang Inspektur Utama), dan lima Deputi, 1).
Deputi Bidang Luar Negeri, 2). Deputi Bidang Dalam Negeri, 3). Deputi Bidang
Kontra Intelijen, 4). Deputu Bidang pengolahan dan produksi, 5). Deputi bidang
teknologi) serta lima orang Staf Ahli 1). Staf Ahli Bidang Politik, 2). Staf Ahli
Bidang Ekonomi, 3). Staf Ahli Bidang Hukum, 4). Staf Ahli Bidang Sosial Budaya,
5). Staf Ahli Bidang Pertahanan dan Keamanan)56
2. Jenis Intelijen Negara
Intelijen dapat dibedakan menurut jenisnya, yaitu, pertama; intelijen militer,
tujuannya adalah mengumpulan dan pengolahan (processing), menyebarkan info
tentang dinas angkatan bersenjata negara musuh. Subjek sasarannya adalah militer
musuh yang potensial dan militer negara lain atau negara tetangga yang dapat
mempengaruhi keamanan negara kita dengan persiapan lapangan (field preparation)57
Kedua, intelijen politik, bertujuan mengumpulkan informasi berkenaan dengan
negara-negara asing dan kemungkinan pengaruhnya terhadap hubungan internasional.
Dalam hal ini negara pertama mempunyai kepantingan (interest) untuk memproses
informasi dan penyeberaannya (distribution) dengan subyek sasaran: pertama,
kebijakan dasar (basic policy) meliputi fakta-fakta tentang pendukung yang ada di
negara tersebut, bentuk masyarakat dan sejarah, tradisi dan watak nasional negara.
Kedua, bentuk pemerintahan (rezim) meliputi organisasi pemerintahan negara, pejabat
negara, studi organisasi dan birokrasi.
56 Lihat: Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 52/2005.
57 Persiapan lapangan (filed reparation) adalah studi tentang daerah daqn wilayah di mana oprasi-
oprasi militer terhadapa musuh dapat dilakukan atau dianggap penting bagi kekuatan militer kita unutk
mencapai suatu tujuan. Lihat; Jono Hatmodjo, Intelijen Sebagai Ilmu (intelligence as a Science.,h. 84.
84
Ketiga, politik luar negeri, ruang lingkup sasarannya adalah yang melindungi
kepentingan nasional ditinjau dari sudut geografi, ekonomi, ideologi, serta metode-
metode dan tradisi diplomasi nasional, serta faktor-faktor di dalam negara yang
mempengaruhi perencanaan dan perumusan dan pelaksanaan polilik luar negeri,
seperti kelompok penekan (pressure group).
Ketiga, intelijen ekonomi. Tujuannya adalah: pertama, mencari informasi hingga
batas mana, dengan cara apa faktor potensi militer mempengaruhi politik luar negeri.
Kedua, menyingkap kerawanan ekonomi negara sasaran dan menganalisis kelemahan
yang dapat dimanfaatkan apabila terjadi perang lewat sabotase dan sebagainya.
Ketiga, mencari informasi apakah negara yang sedang dipelajari mempunyai
kemampuan untuk menyarang negara lain dengan kemampuan ekonominya. Keempat,
dalam masa perang, intelijen ekonomi harus dapat memperkirakan ketahanan ekonomi
menghadapi peperangan (pemboman, blokade, embargo dan sebagainya) terhadap
negara sasaran terutama potensi militernya
Keempat, intelijen geografi yang bertujuan untuk mengumpulkan dan memproses
informasi yang bekenaan dengan suatu wilayah negara sasaran, Informasi yang
didapat digunakan secara langsung untuk perencanaan militer, baik dalam tingakat
strategis, operasional maupun teknis. Subyeknya adalah: pertama, daerah aktuil atau
daerah berpotensi dari negara sasaran, yaitu melingkupi topogari, jalan-jalan dan
hubungan lalu-lintas baik darat, laut, mapun udara, bukit-bukit strategis, pusat
komunikasi, sumber air dan faktor-faktor topografi yang mempengaruhi setiap bentuk
perang. Kedua, sasaran-sasaran sabotase (pusat-pusat penduduk, instalasi industri,
pusat syaraf pemerintah, pusat ekonomi, watak-watak mental yang khusus pada
penduduk dari berbagai daerah dan sebagainya) seperti udara atau cuaca yang
mempengaruhi operasi militer.
85
Kelima, intelijen teknologi dan ilmiah (scientific), dengan tugas sebagai
pengumpul, pemproses dan penyebaran informasi yang menyangkut subyek-subyek
ilmiah dan teknologi yang lambat laun akan menjadi bagian penting di masa
mendatang. Ruang lingkup utamanya adalah bidang elaktronik, computer sains,
bidang biologi, senjata perang konvensional, baik senjata perang biologi maupun
kimia, dan alat perlengkapan seperti wereles, cable, internet, teleprinter, photo
metric, infrared, remote control devices.
Keenam, intelijen biografi yang berfungsi sebagai pengumpul, pemproses
informasi dan penyebarannya (dissemination) yang berhubungan dengan pribadi
pemimpin pemerintah Negara asing yang dapat mempengaruhi keamanan dan politik
luar negari negara sasaran dengan subyek riwayat hidup, karakter, kesanggupan,
perwatakan dan pendidikan. Selain itu mengumpulkan informasi tentang visi politik
dan kepercayaan, kedudukan pribadi, titik kelemahan yang dimanfaatkan melalui
metode-metode klandestin58
dengan memanfaatkan sumber terbuka dan sumber
tertutup yang digunakan untuk mengetahui titik kelemahan.
D. Tugas dan Fungsi Intelijen Negara
Pada dasarnya semua tingkatan intelijen mempunyai tiga tugas dan fungsi yang sama
dan bersifat universal,59
yang itu meliputi penyelidikan inteligence),60
pengamanan
58 Klandestin adalah semua kegiatan atau tindakan rahasia deangan tujuan mengalahkan musuh tanpa
menyebabkan perang terbuka termasuk di dalamnya sabotase dan perang urat syaraf. Lihat; Jono
Hatmodjo, Intelijen Sebagai Ilmu, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 58. 59 Lihat Lampiran Skema Kerja Intelijen Sebagai Suatu Aktivitas dan Anatomi Intelijen Sebagai
Knowledge
60 Dalam penyelidikan Intelijen mengunakan rumusan standar W5+H (What, Who, When, Where, Why,
How). Jawaban-jawaban dari rumusan pertanyaan tersebut berupa indikator-indikator dan keterangan
(Baket) yang harus dicek dan ricek. Lihat; Jono Hatmodjo, Intelijen Sebagai Ilmu (Intelligence as a
Science)., h 15
86
(security),61
dan penggalangan (prerconditing). Perbedaannya hanya terletak pada luas
dan skala kegiatan intelijen tersebut yang dipengaruhi oleh sasaran dan kegunaannya.62
Semua tugas dan fungsi di atas bertujuan untuk menggagalkan ancaman terhadap
kedaulatan negara, keselematan bangsa dan integritas wilayah negara melalui pengamatan
secara terus menerus dan bersifat sistematik terhadap potensi-potensi yang bisa
menimbulkan ancaman.63
Dalam melakukan aktivitasnya, intelijen menjalankan tugasnya secara kontinyu,
berlanjut dan berulang dimulai dari tahap perencanaan, pengumpulan keterangan,
pengolahan keterangan, penyampaian dan penggunaan untuk mendapatkan Intelijen yang
berkaitan dengan ancaman dan atau peluang ancaman.
Proses kinerja intelijen64
ini harus dipahami dan dikuasai oleh setiap aparat intelijen
untuk dapat menyediakan dan memberikan intelijen yang aktual kepada
komandan/pimpinan sebagai dasar pengambilan keputusan. Untuk itulah tugas intelijen
dimulai dengan perencanaan, pengumpulan keterangan, pengolahan, kemudian
penyampaian dan penggunaan yang ditindaklanjuti dengan evaluasi akhir.65
1. Perencanaan
61 Dalam fungsi Intelijen sebagai pengamanan (security) dikenal security pasif (negartif) dan security
aktif (Positif). Security pasif (negatif) berarti melindungi diri terhadap kegiatan Intelijen pihak lawan. Baik
dalam kegiatan operasi Intelijen terbuka maupun operasi Intelijen tertutup (klandestin) secara depensif.
Sekuritas pasif mempunyai unsure sebagai berikut: a) Concleament (menyembunyikan laporan sumber). b).
Klasifikasi (tingkat kerahasiaan laporan). c). Kepercayaan atas sumber. d). Komponen-komponen evaluasi.
e). Perubahan dalam penilaian kepercayaan dan f). Karakter baket (informasi). Adapun security Aktif
(positif) adalah sikap melindungi diri terhadap kegiatan Intelijen pihak lawan dengan melakukan oprsasi
Intelijen secara opensif (terbuka atau tertutup)
62 Jono Hatmodjo, Intelijen Sebagai Ilmu (Intelligence as a Science)., h. 3
63 Bijah Subijanto, Restorasi Intelijen: Memperkuat Sistem Korporat, Memperkokoh Sistem Nasional,
(Jakarta: Jatidiri, 2004), h. 4
64 Lihat Lampiran Lingkaran Intelijen (Intelijen Cycle)
65 Nurdin, Pengertian Intelijen, http://empiris-homepage.blogspot.com/2008/02/tekhnik-intelijen.html.
Artikel diakses pada 10 Agustus 2008.
87
Perencanaan merupakan suatu kegiatan untuk merumuskan kebutuhan dari
keinginan pimpinan/komandan sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas pokok di
lapangan, sehingga dapat dilaksanakan secara terarah dan sistematis. Tahap
perencanaan dilakukan oleh staf intelijen setelah menerima petunjuk/perintah dari
komandan/pimpinan atau tugas yang dicari sendiri. Tahap ini sangat menentukan
keberhasilan pelaksanaan tugas pokok.
2. Pengumpulan keterangan
Dalam proses pengumpulan keterangan, intelijen harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a. Kegiatan Intelijen
Adalah semua usaha, pekerjaan, kegiatan dan tindakan secara rutin dan
terus menerus yang dilaksanakan semua satuan didasarkan suatu tata kerja
yang tetap.
b. Operasi Intelijen
Adalah segala usaha, pekerjaan, kegiatan dan tindakan yang terencana
dan terarah untuk mendapatkan keterangan atau menciptakan/merubah
kondisi yang dikehendaki dan atau untuk melawan jaring intelijen lawan
untuk kepentingan pengamanan.
Untuk mendapatkan keterangan yang tepat guna dan tepat waktu maka diperlukan
taktik dan teknik dalam pengumpulan keterangan yang tepat yang disesuaikan dengan
keadaan sasaran dan akses terhadap sasaran. Taktik ini meliputi matbar, wawancara,
interogasi, penjejakan, penyusupan, pengintaian dan penyadapan.
Sumber keterangan bisa berasal dari satuan sendiri maupun di luar yang
berpedoman kepada nilai kepercayaan yang terdiri dari perorangan, organisasi,
naskah, barang dan kegiatan.
3. Pengolahan
88
Kegiatan pengolahan adalah bahan keterangan yang telah diterima diolah melalui
proses pencatatan, penilaian dan penafsiran, sehingga bahan keterangan yang awalnya
masih merupakan bahan mentah ditransformasikan menjadi intelijen. Tahap akhir dari
proses ini adalah mengambil kesimpulan dari hipotesis-hipotesis yang dikembangkan.
4. Penyampaian dan Penggunaan
Penyampaian dan penggunaan merupakan tahap/langkah akhir dari roda
perputaran intelijen, yang telah disusun dalam bentuk produk intelijen untuk
disampaikan kepada pengguna. Agar dapat dipergunakan maka produk intelijen yang
telah disusun harus tepat waktu dan dapat menjawab tuntutan tugas.
5. Evaluasi Akhir
Evaluasi akhir adalah untuk mengetahui sejauh mana hambatan-hambatan yang
dialami dilapangan dari rangkaian proses intelijen tersebut.
Evaluasi berkaitan dengan penilaian atas proses berulang dimulai dari tahap
perencanaan, pengumpulan keterangan, pengolahan keterangan, penyampaian dan
penggunaan untuk mendapatkan intelijen yang berkaitan dengan ancaman dan atau
peluang ancaman.
E. Intelijen dalam Lembaga Negara
Selain Badan Intelijen Negara (BIN), Indonesia juga memiliki intelijen dalam
beberapa lembaga negara, antara lain:
1. Intelijen TNI
Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI adalah organisasi yang khusus menangani
intelijen kemiliteran dan berada di bawah komando markas besar Tentara Nasional
Indonesia.66
BAIS bertugas untuk menyuplai berbagai analisis inteljen dan strategis
66 Lihat Lampiran Struktur Organisasi Mabes TNI, TNI AD, TNI AU, TNI AL dan Departemen
Pertahanan RI (PER/01/M/VIII/2005)
89
yang aktual maupun perkiraan ke depan-biasa diseut jangka pendek, jangka menengah
dan jangka panjang-kepada Panglima TNI dan Departemen Pertahanan.67
BAIS
berawal dari Pusat Psikologi Angkatan Darat (PsiAD) milik Markas Besar Angkatan
Darat (MBAD) untuk mengimbangi Biro Pusat Intelijen (BPI) di bawah pimpinan
Subandrio, yang banyak menyerap PKI.68
Di awal Orde Baru, Dephankam mendirikan Pusat Intelijen Strategis
(Pusintelstrat) dengan anggota-anggota PsiAD yang sebagian besar dilikuidasi ke
dalamnya.69
Pusintelstrat dipimpin oleh Ketua G-I Hankam Brigjen L.B. Moerdani.
Pada era ini, intelijen militer memiliki badan intelijen operasional yang
bernamaSatgas Intelijen Kopkamtib. Badan inilah yang di era Kopkamtib berperan
penuh sebagai Satuan Intelijen Operasional yang kewenangannya sangat superior.70
Pada tahun 1980, Pusintelstrat dan Satgas Intel Kopkamtib dilebur menjadi Badan
Intelijen ABRI (BIA). Jabatan Kepala BIA dipegang oleh Panglima ABRI.71
Sedangkan kegiatan operasional BIA dipimpin oleh Wakil Kepala dan pada tahun
1986 untuk menjawab tantangan, keadaan BIA diubah menjadi BAIS. Perubahan ini
berdampak pada restrukturisasi organisasi yang harus mampu mencakup dan
emnganalisis semua aspek strategis pertahanan keamanan dan pembangunan nasional.
Namun belum lagi restrukturisasi dilaksanakan, terjadi lagi perubahan, dimana BAIS
67 Nurhadi Purwosaputro, Pro Kontra Koter, Republika, 26 November 2005
68 Zaedan K, Menyimak Intelijen Republik Indonesia, Kompas, 3 OKtober 2000
69 Badan Intelijen Strategis, http://id.wikipedia.org/wiki/Badan _Intelijen_Strategis
70 Zaedan K, Menyimak Intelijen Republik Indonesia, Kompas, 3 OKtober 2000
71 BAIS dipimpin oleh seorang perwira tinggi berbintang dua. Mereka yang pernah menjadi Kepala
BAIS (KaBAIS) diantaranya adalah: 1) Brigadir Jendral TNI L.B. Moerdani, 2) Letnan Jendral TNI Tyasno
Sudarto, 3) Marsekal Madya TNI Ian Santoso, 4) Mayor Jendral Mar Muhammad Lutfie, 5) Mayor Jendral
TNI Syafnil Armen, SIP, SH, MSc. Lihat, TNI: Tanggapan untuk IMparsial, 21 November 2006.
90
dikembalikan menjadi BIA, yang artinya secara formal lembaga ini hanyamelakukan
operasi intelijen militer.72
Jabatan Kepala BIA kemudian tidak lagi dirangkap oleh Panglima ABRI.
Perubahan kembali dari BAIS menjadi BIA, dapat dianggap sebagai bagian dari
kapanye de-Benisasi (menghilangkan pengaruh L.B. Moerdani). Kekuatan politik
dominan di era akhir tahun 1980-an berpendapat bahwa BAIS masih berada dalam
pengaruh L.B. Moerdani yang pada waktu telah pensiun. Isu berkembang subur,
karena sampai tahun 1987 L.B. Moerdani masih memiliki ruang di kompleks BAIS
(Tebet-Jakarta Selatan) dan sering tidur di sana.73
Pada tahun 1999, BIA kembali
menjadi BAIS TNI dan Markas Komandonya terletak di kawasan Tebet, Jakrta
Selatan. BAIS memiliki satuan militer yang disebut Satuan Induk Badan Intelijen
Strategis (BAIS) TNI yang bermarkas di Cilandek-Bogor-Jawa Barat.
Selain itu, aparat intelijen memiliki peranan yang sangat penting dan sangat
menentukan dalam menunjang keberhasilan tugas pokok komando. Fungsinya sebagai
mata dan telinga satuan, baik dalam pengamanan tubuh maupun dalam penggalangan
terbatas di lapangan merupakan acuan dasar bagi pengambilan keputusan pimpinan.
Karenanya keakuratan data dan informasi yang disajikan oleh aparat intelijen harus
dapat dipertanggungjawabkan. Untuk mendapatkan keakuratan data intelijen yang
dapat dipertanggungjawabkan seperti ini, tentunya harus di dukung oleh tingkat
analisis yang tajam.
Pemantapan tugas-tugas intel yang berkaitan dengan antisipasi kelompok-
kelompok radikal, baik kelompok radikal kanan, kelompok radikal kiri dan kelompok
radikal lainnya, juga diberikan pada anggota TNI sebagai pembekalan untuk
72 Zaedan K, Ibid. 73 Badan Intelijen Strategis, http://id.wikipedia.org/wiki/Badan _Intelijen_Strategis
91
mengantisipasi adanya berbagai kelompok-kelompok radikal yang dinilai dapat
merbmbahayakan kedaulatan negara secara internal.
Untuk itu, dalam tubuh TNI, sangat diperlukan berbagai latihan yang sesuai
dengan perkembangan situasi yang aktual dan obyektif terhadap sasaran nyata.
Penyelenggaraan gladi pemantapan tugas satuan intel ini juga dilaksanakan secara
simultan oleh Denintel, tim Intelrem, unit tim Inteldim dan diaplikasikan dalam
pelaksanaan tugas guna terciptanya stabilitas keamanan yang diharapkan.
2. Intelijen POLRI
Setelah lebih dari tiga puluh tahun, intelijen Polri74
mengalami masa kegelapan,
momentum pemisahan Polri dari TNI menjadi titik pijak untuk menata kembali
lembaga intelijen keamanan tersebut. Harapan agar Badan Intelijen Keamanan
(Baintelkam) Polri memiliki tugas dan fungsinya layaknya Special Branch di Inggris
ataupun Pengawasan Aliran Masyarakat (PAM), yang menjadi cikal bakal intelijen
Polri masih kuat mengakar. PAM memiliki tugas pokok yang meluas dan melebar,
tidak fokus hanya pada intelijen kriminalitas, ataupun intelijen dengan keamanan
dengan ‘k’ kecil. Baintelkam Polri yang (sementara) diatur integral dalam Keputusan
Presiden (Perpres) No. 70 tahun 2002 tentang Organisasi Tata Kerja Kepolisian
Negara RI Pasal 21 memang masih membuka ruang bagi kemungkinan tugas pokok
yang meluas dan melebar. Akan tetapi, sejalan dengan penataan organisasi Polri agar
sinergis dengan prinsip dan nilai demokrasi serta HAM, maka Baintelkam Polri secara
bertahap menjadi intelijen yang membantu tugas pokok Polri sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 2 dan Pasal 5 UU No. 2 Tahun 2002, Tentang Polri.75
74 Lihat Lampiran Struktur Organisasi POLRI 75 Muradi, Intelkam Polri dan Negara Demokratik, http://muradi.wordpress.com/ 2007/06/19/intelkam-
polri-dan-negara-demokratik/. Diakses pada tanggal 12 Februari 2009.
92
Beradasarkan Perpres tersebut, maka tugas pokok dan fungsi satuan intelijen
keamanan adalah sebagai berikut:76
a) Tugas Pokok
Sebagai mata dan telinga kesatuan Polri yang berkewajiban:
1. Melaksanakan deteksi dini dan memberikan peringatan masalah dan
perkembangan masalah dan perubahan kehidupan sosial dalam masyarakat.
2. Mengidentifikasi ancaman, gangguannatau hambatan terhadap Kamtibmas
(Kemanan dan ketertiban masyarakat).
3. Melaksanakan pengamatan terhadap sasaran-sasaran tertentu dalam
masyarakat di bidang Ipoleksosbudhankam (Ideologi, Politik, Ekonomi,
Sosial, Budaya, Pertahanan dan Keamanan) bagi kepentingan yang
membahayakan masyarakat khususnya dalam kegiatan kontra intelijen
4. Menciptakan kondisi tertentu yang menguntungkan dalam masyarakat bagi
pelakasanaan tugas Polri.
Dalam melaksanakan tugasnya Sat Intelkam memiliki unit kerja sebagai berikut:
a. Unit Bidang Sosial Ekonomi
b. Unit Bidang Sosial Budaya
c. Unit Bidang Keamanan
d. Unit Bidang Politik
e. Unit Jihandak (Perijinan Senjata dan Bahan Peladak)
f. Unit Undercover
g. Unit POA (Pengawasan Orang asing)
b) Fungsi
76 Kompol Antonius Dwi .Hs.Sik,, Satuan Intelikam Keamanan, http://www.jaksel. metro. polri.
go.id/index.php? option=com.content&task=view&id=81&Itemid=89.Diakses pada tanggal 12 Februari
2009.
93
Pengamanan dan penggalangan untuk keperluan pelaksanaan tugas dan fungsi
kepolisian, terutama penegakan hukum, pembinaan Kamtibmas, serta keperluan tugas
bantuan pertahanan dan kekuatan sosial.
Direktorat Intelijen dan Keamanan
1. Direktorat Intelkam Polda (Intelijen Keamanan-Polisi Daerah)77
adalah badan
pembantu dan pelaksanaan pada tingkat Mapola bertugas melaksanakan
pembinaan fungsi intelijen dan pengamanan Kepolisian (Intelpampol) dalam
lingkungan Polda serta menyelenggarakan dan melaksanakan fungsi tersebut, yang
bersifat regional/terpusat pada titik daerah, dalam rangka mendukung pelaksanaan
tugas operasuonal pada tingkat kewilayahan dalam lingkungan Polda.
2. Dit Intelkam bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi Intelijen dalam
bidang keamanan, termasuk persandian baik sebagai bagian dari kegiatan satuan-
satuan atas maupun sebagai bahan masukan penyusunan rencana kegiatan
operasional Polda dan peringatan dini bagi seluruh jajaran Polda serta memberikan
pelayanan administrasi & pengawasan senjata api/bahan peledak, orang asing dan
kegiatan sosial/politik masyarakat sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Dit Intelkam
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
a) Pembinaan fungsi intelijen dalam bidang keamanan, termasuk persandian
dan kegiatan-kegiatan lain yang menjadi tugas Dit Intelkam dalam
lingkungan Polda.
b) Penyelenggaraan kegiatan operasional intelijen keamanan guna
terselenggaranya deteksi dini (early detection) dan peringatan dini (early
77 Organisasi Intelijen Keamanan POLRI di Tingkat POLDA.
94
warning) termasuk melalui pemberdayaan seluruh personel dalam
mengemban fungsi intelijen
c) Pengumpulan, penyimpanan dan pemutakhiran biodata tokoh
formal/informal organisasi sosial/masyarakat/politik/pemerintah
d) Penyelenggaraan dokumentasi dan penganalisaan terhadap perkembangan
lingkungan strategik serta penyusunan produk intelijen baik untuk
kepentingan pimpinan maupun untuk mendukung kegiatan operasional
intelijen
e) Penyusunan perkiraan intelijen keamanan dan penyajian hasil analisis
setiap perkembangan yang perlu mendapat perhatian pimpinan
f) Pemberian pelayanan dalam bentuk surat izin/keterangan yang menyangkut
orang asing, senjata api dan bahan peledak dan kegiatan sosial / politik
masyarakat dan surat keterangan rekaman kejahatan (SKKRK/criminal
record) kepada masyarakat yang membutuhkan serta melakukan
pengawasan/pengamanan atas pelaksanaannya
4. Dit Intelkam dipimpin oleh Direktur Intelkam, disingkat Dir Intelkam, yang
bertanggung jawab kepada Kapolda dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari
dibawah kendali Wakapolda
5. Dir Intelkam dibantu oleh Wakil Dir Intelkam, disingkat Wadir Intelkam, yang
bertanggung jawab kepada Dir Intelkam.
Sub Bagian Perencanaan dan Administrasi Direktorat Intelejen dan Keamanan
95
1. Subbagrenmin (Sub Bagian Perencanaan dan Administrasi) adalah unsur
pelaksana dan pelayanan staf pada Dit Intelkam yang berada dibawah Dir
Intelkam.
2. Subbagrenmin bertugas merumuskan/menyiapkan rencana/program kerja &
anggaran termasuk rencana dan administrasi operasional&pelatihan dan
menyelenggarakan pelayanan urusan administrasi, urusan ketatausahaan dan
urusan dalam dan pelayanan keuangan Dit Intelkam. Termasuk pembinaan
fungsi Intelkam dalam lingkungan Polda.
3. Subbagrenmin dipimpin oleh Kepala Subbagrenmin disingkat
Kasubbagrenmin yang bertanggung jawab kepada Dir Intelkam dan dalam
pelaksanaan tugas sehari-hari dibawah kendali Wadir Intelkam.
Bagian Analisis Dit Intelkam
1. Bag Analisis adalah unsur pelaksana staf pada Dit Intelkam yang berada
dibawah Dir Intelkam.
2. Bag Analisis bertugas mengumpulkan data / informasi dari media masa /
sumber lainnya dan melakukan analisis terhadap setiap perkembangan keadaan
yang perlu mendapat perhatian pimpinan serta menyusun perkiraan intelijen
keamanan dan menyajian hasil analisis termasuk mendokumentasikan Produk
Intelijen dan Literatur yang dibutuhkan dalam pelaksanaan fungsi Intelkam.
3. Bag Analisis dipimpin oleh Kepala Bagian Analisis, disingkat Kabag Analisis
yang bertanggung jawab kepada Dir Intelkam dan dalam pelaksanaan tugas
sehari-hari dibawah kendali Wadir Intelkam.
4. Kabag Analisis dalam melaksanakan tugas keawajibannya dibantu oleh :
1) Kepala Sub Bagian Produksi disingkat Kasubbag Produksi
2) Kepala Sub Bagian Dokumentasi & Literatur disingkat Kasubbag
Satuan Operasional Dit Intelkam
96
a. Sat Opsnal adalah unsur pelaksana pada Dit Intelkam yang berada dibawah Dir
Intelkam.
b. Sat Opsnal bertugas menyelenggarakan kegiatan operasional Intelijen
keamanan guna terselenggaranya deteksi dini (early detection) dan peringatan
dini (early warning) termasuk pengumpulan biodata tokoh formal/informal
organisasi sosial masyarakat/politik/pemerintah dan pengawasan/pengamanan
orang asing, senjata api dan bahan peledak dan kegiatan sosial/politik
masyarakat.
c. Sat Opsnal dipimpin oleh Kepala Sat Opsnal disingkat Kasat Opsnal yang
bertanggung jawab kepada Dir Intelkam dan dalam pelaksanaan tugas sehari-
hari berada dibawah kendali Wadir Intelkam.
d. Sat Opsnal terdiri dari sejumlah unit yang masing-masing dipimpin oleh
Kepala Unit disingkat Kanit.
e. Jumlah Sat Opsnal pada Dit Intelkam dan jumlah unit pada masing-masing Sat
Opsnal disesuaikan dengan tipe dari masing-masing Polda dan pembagian
tugasnya diatur lebih lanjut oleh Dir Intelkam sesuai arahan Kapolda.
Seksi Pelayanan Administrasi Dit Intelkam
a. Si Yanmin adalah unsur pelayanan administrasi pada Dit Intelkam yang berada
dibawah Dir Intelkam.
b. Si Yanmin bertugas memberikan pelayanan termasuk pengawasan
administrative dalam bentuk surat izin/keterangan yang menyangkut orang
asing, senjata api dan bahan peledak kegiatan sosial/politik masyarakat dan
surat keterangan rekaman kejahatan (SKRK/Kriminal record) bagi masyarakat
yang membutuhkan.
97
c. Si Yanmin dipimpin oleh Kepala Si Yanmin, disingkat Kasi Yanmin yang
bertanggung jawab kepada Dir Intelkam dan dalam pelaksanaan tugas sehari-
hari dibawah kendali Wadir Intelkam.
3. Intelijen KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)78
Sejak terjadinya pemerasan saksi atas kasus korupsi PT Industri Sandang, satu
penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), AKP Suparman dipenjara.79
Belajar
dari kasus tersebut, lembaga antikorupsimemperkuat fungsi pengawasan internal
dengan menerapkan sistem untuk mendorong adanya wistle blowing internal.
Menurut Ketua KPK Antasari Azhar, ada beberapa orang yang ditunjuk dan dilatih
khusus untuk melakukan tugas pengawasan. Intel KPK juga dididik di tempat khusus
dan dilantik langsung oleh pimpinan dan praktis, para pegawai tidak akan tahu siapa
saja mereka.80
Awal mulanya mengapa harus ada intelijen dalam tubuh KPK adalah ketika tim
KPK turun ke daerah, pada saat yang sama ada tim palsu yang mengatasnamakan
anggota KPK juga. Karena itu, para pejabat harus berhati-hati. Jika ada pemerasan
yang mengatasnamakan KPK, sebaiknya pihak yang diperas melaporkan ke lembaga
antikorupsi tersebut. Bahkan Wakil Ketua KPK Bidang Pengawasan Chandra M.
Hamzah menyerukan siapa pun yang mengaku pegawai KPK dan meminta uang harus
ditangkap. Kemungkinannya ada dua, mungkin bukan orang KPK yang
78 Lihat Lampiran Struktur Organisasi KPK
79 Anonim, KPK Juga Sebar Intel Awasi Internal; Lima Pegawai Kena Sanksi Administrasi,
http://www.antikorupsi.org/mod.php?mod=publisher&op=pdf&artid=12741. Artikel diakses pada tanggal
12 Februari 2009.
80 Ibid.
98
mengatasnamakan KPK. Mungkin pegawai KPK, itu juga salah. Tangkap saja,
tegasnya.81
Selain membentuk intelijen, KPK juga memiliki kewenangan untuk menyadap
sarana komunikasi termasuk telepon genggam (handphone) dan merekam
pembicaraan sesuai Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 harus dimaknai dengan
teknologi canggih. Idealnya KPK dalam waktu dekat ini juga melengkapi lembaganya
dengan teknologi investigasi dan tenaga kompetensi semacam fraud auditor. Fraud
auditor KPK harus menguasai beberapa teknik investigasi, antara lain; teknik
penyamaran atau teknik penyadapan dan teknik wawancara. Dalam konteks ini
diperlukan perangkat lunak seperti Computer Assisted Audit Tools (CAAT) dan SDM
yang kredibel sehingga bisa bersinergi dengan vendor dan operator selular seperti
GSM, CDMA dan lain-lain.82
Begitu pula, alat pelindung atau anti penyadapan juga sudah banyak ragamnya
serta juga mudah didapat di pasar. Seperti halnya radio frequency detector yang dapat
melindungi seseorang dari tindak penyadapan dan rekaman kamera tersembunyi.
Benda seukuran gantungan kunci itu mudah dan praktis dioperasikan, serta memiliki
lampu indikator dan bunyi beep yang akan menyala bila ada frekuensi yang digunakan
oleh kamera penyadap, penyadap suara dan penyadap telepon yang sedang beraksi.
Proses penyadapan KPK semakin kompleks dengan sistem telepon yang bersifat
digital murni. Sebab semua koneksi akan dapat terpantau ID-nya (baik di pesawat
penelpon maupun penerima). Sehingga antar keduanya dapat saling mengetahui bila
percakapannya tidak aman. Bahkan ada pula yang sudah menggunakan telephone
81 Anonim, KPK Juga Sebar Intel Awasi Internal; Lima Pegawai Kena Sanksi Administrasi,
http://www.antikorupsi.org/mod.php?mod=publisher&op=pdf&artid=12741. Artikel diakses pada tanggal
12 Februari 2009.
82Anonim, Dikhawatirkan Terjadi Pengerdilan Institusi KPK
http://www.komisiyudisial.go.id/index.php?option=isi&task=view&id=1085&Itemid=. Artikel diakses pada
tanggal 12 Februari 2009.
99
scrambling system yang memungkinkannya ID pesawat telepon tidak bisa dilacak dari
tempat lain karena seolah-olah berpindah terus atau bisa jadi menggunakan ID nomor
telepon lain yang tidak aktif.
Oleh karena itulah pada saat ini banyak orang beralih ke sistem global system for
Mobile-communication (GSM), code division multiple access (CDMA); personal
communication system (PCS) berteknologi digital yang jauh dikenal lebih aman dari
berbagai teknologi penyadapan. Tentunya laboratorium antikorupsi mampu
“menjebol” teknologi di atas. Karena secanggih apapun teknologi komunikasi yang
dibuat tentunya memiliki kekurangan.
4. Intelijen Kejaksaan
Pada dasarnya dalam lembaga kejaksaan, telah ada struktur intelijen kejaksaan.83
Namun jika diukur dengan konteks sekarang, keberadaan intelijen di dalam lembaga
tersebut sudah tidak sesuai lagi, dalam arti diperlukan pembenahan dan pembaharuan.
Apalagi kapasitas yang ada saat ini sudah tidak memadai lagi untuk mengantisipasi
berbagai jenis dan modus kejahatan tersebut. Seperti halnya jenis kejahatan dan
modus operandi yang kian canggih mengharuskan aparat intelijen segera
menyesuaikan kapasitas kelembagaan dan personal. Sebut saja terorisme, illegal
logging, money laundring dan cyber crime. Selama ini tampak bahwa kinerja satuan-
satuan intelijen belum dapat memberikan kontribusi yang optimal dalam mendukung
misi organisasi. Untuk itu, perlu disusun program strategis intelijen kejaksaan agar
sejalan dengan kebutuhan dan tantangan. Salah satu yang menjadi fokus perhatian
pembaharuan adalah restrukturisasi organisasi intelijen Kejaksaan.84
83 Lihat Lampiran Struktur Organisasi Kejaksaan Republik Indonesia 84 Anonim, Organisasi Intelijen Yustisial Kejaksaan Perlu Direstrukturisasi
http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=13948&cl=Berita. Artikel diakses pada tanggal 12 Februari
2009.
100
Selama ini kebaradaan intelijen dalam lembaga kejaksaan masih didasarkan pada
Keputusan Presiden Nomor 86 Tahun 1999. Ketentuan ini masih mengacu pada UU
Kejaksaan 1991. Padahal, yang berlaku sekarang adalah UU No. 16 Tahun 2004.
Sebenarnya, Kejaksaan pernah memiliki Pusat Operasi Intelijen (Pusopsin).
Advokat LMM Samosir pernah menduduki jabatan ini semasa masih bertugas di
Kejaksaan Agung. Tetapi kemudian dibubarkan karena ditengarai banyak
disalahgunakan. Aparat intelijen diduga berlindung di balik kewenangannya
menyelidiki tindak pidana korupsi untuk memeras. Akibanya, muncul kesan negatif
terhadap Pusopsin.
Munculnya kesan miring itu diakui juga oleh Muchtar Arifin (Jaksa Agung Muda
Bidang Intelijen (Jamintel)). Jaksa kelahiran Aceh, Mei 1949, ini berharap struktur
yang baru harus bisa mengantisipasi kelemahan dan penyimpangan yang muncul
sewaktu Pusopsin masih berdiri.
Namun ia belum bisa memastikan apakah model Pusopsin akan dihidupkan atau
mencari struktur yang lebih fleksibel. Masalah ini masih harus dikaji bersama tim
independen pembaharuan Kejaksaan.
Intelijen Kejaksaan merupakan bagian dari lembaga intelijen nasional. Di
Kejaksaan, intel yustisial antara lain melakukan penyelidikan awal terhadap dugaan
adanya tindak pidana korupsi. Jajaran intel pula yang akan menjadi clearing house
terhadap barang-barang cetakan atau ajaran yang dianggap membahayakan negara.
Masalahnya, terkait dengan barang cetakan seperti buku, aparat intelijen dihadapkan
pada semangat reformasi yang memunculkan banyak jenis buku. Buku “Aku Bangga
Jadi Anak PKI”, karangan dr Tjiptaning Proletariati atau sebuah buku karangan Imam
Samudera, terpidana terorisme, sempat masuk clearing house. Tetapi hasilnya hingga
kini tak jelas.
101
BAB III
INTELIJEN NEGARA DALAM KETATANEGARAAN ISLAM
A. Sejarah Intelijen Dalam Islam (Pra Kenabian)
1. Pengertian Intelijen dalam Islam
Dalam literatur Islam, intelijen merupakan sinonim dari tajassus, yang berarti
mengorek-orek suatu berita.1
Secara bahasa, bila dikatakan jassa al-akhbar wa
tajassaha”, artinya adalah mengorek-orek suatu berita. Jika seseorang mengorek-
orek berita baik berita umum maupun rahasia, maka ia telah melakukan aktivitas
tajassus (spionase).2
Sedangkan orang yang melakukan perbuatan tajassus disebut
jassus.
Selain itu, kata tajassus (memata-matai) yang berasal dari kata ‘Jassa’ dapat
diartikan menyentuh dengan tangan. Yajussuhu-Jassan berarti menyentuh dengan
suatu sentuhan. Jassasy-Syakshu bi ainaihi, berarti seseorang yang menyelidiki
1 Suatu aktivitas dapat digolongkan sebagai perbuatan tajassus (spionase) jika didalamnya ada
unsur mencari-cari berita, baik berupa berita rahasia maupun berita umum, namun apabila suatu berita bisa didapatkan secara alami tanpa perlu mengorek-orek (tafahhahu) atau tanpa memerlukan aktivitas tajassus, misalnya hanya sekedar mengumpulkan, menyebarkan dan menganalisa suatu berita maka
tidak termasuk ke dalam kategori perbutan tajassus (spionase). Seperti redaktur koran atau wakil-wakil
kantor berita. Namun apabila profesinya digunakan sebagai media melakukan tajassus, maka orang
tersebut disebut jassus (mata-mata). Orang tersebut disebut mata-mata, bukan karena posisinya sebagai
redaktur koran yang mencari berita, akan tetapi karena aktivitas mata-mata yang dilakukan dengan
menyeru sebagai wartawan sudah masuk kategori aktivitas sponase (tajassus). Lihat: Fauzan al-Anshari,
Awas Operasi Intelijen, (Tangerang: Ar-Rahman Media, 2006), h. 203-204
2 Fauzan al-Anshari, Ibid., h. 202
57
102
dengan panca inderanya agar suatu masalah menjadi jelas.3
Kata jassa juga berarti
menyentuh dengan tangan, mengandung pengertian meminta sambil menyentuh.
Sebagian besar kitab fiqh menyebutkan, makna al-jasus adalah mata yang pada
dasarnya adalah mata-mata (spionase). Definisi al- jassus atau spionase dalam
ensiklopedi Islam adalah selalu bergandengan dengan kalimat ain (mata).
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan, bahwa at-tajassus adalah mencari
dan memeriksa berita dan informasi rahasia yang dimiliki musuh dengan
menggunakan perangkat spionase.
2. Praktik Intelijen Pada Masa Pra-Kenabian
Dalam sejarah peradaban manusia, batu dan kelompok intelijen merupakan
senjata utama bagi manusia untuk mempertahankan kelompoknya dari serangan dan
gangguan kelompak lain. Seperti yang dilakukan Nabi Nuh As, melakukan suatu
bentuk modern dari suatu aktivitas intelijen dalam bentuk pengintaian dari udara
dengan mengirimkan burung Merpati untuk melihat apakah permukaan air telah
berkurang pada permukaan bumi, yang kemudian berkembang menjadi
penginderaan jarak jauh, menggunakan teknologi yang lebih canggih, yaitu satelit
pada zaman sekarang.4
3 Nurdin, Pengertian Intelijen, http://empiris-homepage.blogspot.com/2008/02/tekhnik-
intelijen.html. Artikel diakses pada 10 Agustus 2008.
4 Jono Hatmojo, Intelijen Sebagai Ilmu (Intelijen as a Scince), ( Jakarta: Balai pustaka, 2003), h. 273
103
Selain itu Nabi Musa pun telah membuat perkembangan dan kemajuan dinas
rahasia di bawah pimpinan Oseha Bin Nun dalam perjalanannya ke tanah Harapan
dalam bentuk penyelidikan yang suci, untuk dapat mengecek adanya janji Tuhan5 .
Selain Nabi Nuh As dan Nabi Musa As, orang Mesir kuno juga telah
mengorganisir dinas-dinas intelijen berabad-abad sebelum Kristus, walaupun dalam
beberapa hal seperti counter intelijen dalam praktiknya masih sederhana dan kurang
sempurna. Hal ini pun tidak luput dari kritikan Sir Basil Thomson, dengan
ungkapan sebagai berikut, “kalau Pharau Memptah kala itu sudah mempunyai dinas
Intelijen yang efesien, maka pasti tidak perlu terjadi pengungsian keluar negeri.”6
B. Praktik Intelijen Pada Masa Nabi Muhammad Saw
Dalam diri dan kehidupan Nabi Muhammad Saw terdapat teladan yang sempurna
dalam setiap lini kehidupan yang menjadi tuntutan bagi umat manusia.7
Demikian hebat
perannya dalam berbagi aspek kehidupan tanpa terkecuali di bidang militer. Namun
sayangnya mayoritas manusia mengenal sosok Nabi hanya sebagai pemimpin spiritual.
Muhammad Saw adalah guru pertama ilmu militer dalam Islam yang membuat
rencana strategi perang, gerakan taktis dan operasi militer. Beliau menjalankan
5 Jend. Pol. (Pur) Drs. Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya, (Jakarta: PT. Cipta
Manunggal, 1999)., h. 66
6 Jend. Pol. (Pur) Drs. Kunarto, Ibid.
7 Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer, (Jakarta: Amzah, 2006), Cet. II, h. 1
104
rencananya dan mencapai tujuannya dengan kecepatan dan keberhasilannya yang besar,
mengalahkan musuh dengan kecakapan, kearifan dan kecerdikan, dengan strategi
perang dan mengomandoi pasukannya untuk mematahkan taktik serangan musuh.
Semua gerakan strategis dan operasi taktisnya selalu didasarkan pada realitas dan
kebutuhan praktis serta informasi yang telah diolah oleh intelijen. Sehingga strategi
perang selalu berada di luar jangkauan pengertian musuh.
Dalam setiap peperangan, Nabi Saw selalu menjalankan aktivitas intelijen terlebih
dulu untuk mengetahui kekuatan dan strategi musuh. Dengan begitu, akan diperoleh
informasi tentang titik-titik kelemahan mereka, seperti yang dilakukannya ketika akan
menghadapi tentara kafir yang tiga kali lebih besar dari jumlah pasukan muslim di
lembah Badar.8
Peran Intelijen pun teruji saat perang Khandaq. Hal tersebut terbukti ketika kaum
kafir Quraisy sudah merencanakan penyerangan dengan sangat matang dengan pasukan
jauh lebih besar serta senjata lengkap.9
Namun Muhammmad Saw beserta tentara Islam
mampu bertahan dari serangan orang kafir Quraisy, atas dasar laporan-laporan intelijen
Islam yang berhasil menyusup ke jantung pertahanan lawan.
Ketika Muhammad Saw medapatkan informasi dari intelijen muslim bahwa pihak
musuh telah bergabung dengan satu tujuan menyerang kaum muslimin di Madinah,
8 Taqiyuddin an-Nabhani, Al-Daulah Al-Islamiyah, (Jakarta: HTI Press, 2002), cet. VII, h 86-87
9 Syaikh Mahmud Syakir, Ensiklopedi Peperangan Rasullalah Saw, (Jakarta: Pustaka Al-
Kausar, 2005), h. 396
105
beliau bermusyawarah dengan para sahabatnya. Atas usulan dan pertimbangan dari
Salman al-Farisi, dikeluarkanlah kebijakan membangun parit yang mengelilingi kota
Madinah untuk melindungi kota Madinah serta menghancurkan mental pasukan kafir
Quraisy. Peristiwa tersebut dikenal dengan parang Khandaq (Parit)10
.
Menurut.H.G Walls tindakan di atas adalah tindakan yang paling sportif dalam
sejarah dunia, bagaimana tentara yang besar jumlahnya menyusut tanpa terjadi suatu
perkelahian dan akhirnya angkatan perang Makkah yang besar itu dapat dikalahkan
tanpa melepaskan satu anak panah pun.11
1) Jenis-jenis Intelijen Pada Masa Nabi Saw
Secara garis besar satuan intelijen pada masa Rasullah Saw, dapat di bagi
menjadi dua yaitu, pertama intelijen pengintaian (mata-mata) dan kedua intelijen
tempur.
10 Salman al-Farisi Abu Abdullah dikenal dengan Salman al-Khair, ia berasal dari Ram
Harmuz sebuah daerah di Persia. Dalam sebuah riwayat menyebukan bahwa agar kaum mauslimin menggali parit mengelilingi Madinah, juga bisa dimanfaatkan menghambat musuh yang akan melalukan penyerangan. Salman berkata “Kami di tanah Persia, jika kami takut dengan pasukan berkuda, maka kami akan menggali parit”. Atas dasar pertimbangan ini maka Nabi Saw mengambil kebijakan yang
tidak popular yaitu menggali parit dan hasilnya luar biasa. Intelijen kaum musyrik tidak dapat
mendeteksi strategi yang dirancang oleh Rasulullah. Sehingga perang Khandaq dimenangkan oleh kaum
muslimin. (Lihat: Syaikh Mahmud Syakir, Ensiklopedi Peperangan Rasullalah Saw, (Jakarta: Pustaka
Al-Kausar, 2005), h. 174
11 Jend. Pol. (Pur) Drs. Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya., h 65-67
106
a) Intelijen Pengintaian
Intelijen pengintaian merupakan satuan kecil (terdiri dari 20 orang atau
kurang) yang ditunjuk khusus oleh Rasulullah untuk menemukan informasi
tentang pasukan musuh, perlengkapan senjata, gerakannnya dan rencananya.
Informasi tersebut diperlukan sebagai bahan yang akan dianalisa dan hasilnya
menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan bagaimana, di mana, dan kapan
harus melancarkan operasi militer terhadap musuh.12
Intelijen pengintaian pada masa Nabi Saw dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu :
_ Intelijen pengintai yang tidak dipersenjatai, yaitu intelijen yang hanya
mempunyai tugas mengumpulkan informasi tentang musuh, tidak terlibat
dalam pertempuran. Sehingga dalam operasinya dilaksanakan dengan
cepat dan sesegara mungkin tanpa terlibat dalam pertempuran.
_ Intelijen pengintai yang dipersenjatai, yang mempunyai tugas memantau
dan mengawasi gerakan musuh, memeriksa tindakan permusuhan, atau
mengawal daerah yang tak bertuan atau batas negara. Satuan intelijen
tersebut boleh terlibat dalam pertempuran.
b) Intelijen Tempur
Satuan intelijen tempur lebih besar bila dibandingkan dengan intelijen
pengintai, yaitu sekitar 15-30 Orang. Dinamakan intelijen tempur karena selain
12 Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer., h. 120
107
mendapat tugas mengumpulkan informasi tentang musuh juga diperintahkan
untuk melakukan pertempuran dengan pasukan musuh demi tercapanya tujuan.
Tujuan intelijen tempur pada masa Rasulullah, selain menjalankan tugas
kontra intelijen dengan menjaga perbatasan negara terhadap penyusupan musuh,
juga menjalankan fungsi sabotase dengan menutup sumber logistik dan
persediaan musuh serta melibatkan musuh dalam pertempuran selagi musuh
belum dapat menyiapkan diri dengan baik untuk berperang.
Dua jenis sistem operasi intelijen membantu membentuk suatu sistem
komunikasi yang kuat, yang dapat memberi informasi pada Nabi Saw tentang
segala kejadian pada suku dan daerah perbatasan di sekitar Madinah. Selain
mengadakan pos pengintai, Nabi Saw secara rutin melatih intelijen Islam
dengan ilmu militer, isyarat rahasia dan pesan rahasia.13
.
c) Pengaturan Operasi Intelijen
Seiring menigkatnya tekanan dan sikap permusuhan kaum kafir Quraisy
tehadap kaum muslimin, sehingga Nabi dan sahabatnya mengharuskan
meninggalkan rumah, keluarga dan Ka`bah untuk hijrah ke Madinah. Namun
sampai Madinah pun kaum kafir Quraisy tidak membiarkan Muhammad dan
sahabatnya hidup dalam ketenangan.
Hal tersebut tercermin dari isi surat pembesar kafir Quaraisy yang dikirim
kepada Abbdullah bin Abayya, dimana isi surat tersebut menyatakan sikap
13 Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer., h. 125-126
108
dengan diterimanya Muhammad dan rombongannya, berarti penduduk Madinah
telah memberikan perlindungan kepada penjahat. Abdullah bin Abayya
diperintahkan membunuh Muhammad dan sahabatnya atau mereka akan
menyerang Madinah dan membunuhnya bersama Muhammad.
Selain itu kaum kafir Quraisy pun gencar mengirim mata-mata untuk
mencuri informasi tentang keberadaan Muhammad dan sabahat serta masyarakat
Madinah. Selain mata-mata meraka juga banyak menugaskan kelompok-
kelompok kecil suku Qurasiy yang bergerak di sekeliling Madinah, bahkan
terkadang sangat dekat dengan Madinah.
Sikap permusuhan yang selalu ditunjukkan oleh kafir Qurasiy membuat
Muhammad Saw tidak merasa aman dan tenang, bahkan dalam keadaan
tidurpun para sahabat menyandang senjata yang siap digunakan apabila ada
serangan mendadak.
Dalam situasi yang serba sulit ini, Muhammad Saw, memulai menyusun dan
mendisiplinkan pengikutnya, dimulai dengan shalat lima waktu dan puasa yang
selanjutnya dididik menjadi mesin yang bergerak cepat dan mampu
menghadapi setiap keadaan dan medan. Selain itu para prajurit juga dilatih
dengan berbagai kemahiran militer dan untuk memenuhi perintah pimpinannya
dan bekerja di bawah satu komando.14
14 Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer., h. 121
109
Menurut Afzalur Rahman, pada saat itu Madinah merupakan sebuah bentuk
Negara Islam yang kecil dan Muhammad Saw sebagai kepala negara pertama,
selain dikenal sebagai negarawan dan pemimpin agama, Muhammad Saw juga
terkenal sangat mahir di bidang militer terutama dalam merumuskan strategi
operasi militer. Hal tersebut banyak ditunjang oleh pengetahun Muhammad Saw
terhadap geografi Makkah dan Madinah.15
Untuk melindungi negara dan segenap rakyatnya dari musuh yang
senantiasa mengrongrong kedaulatan dan eksistensi Negara Madinah, maka
dikeluarkanlah kebijakan diantaranya menyusun sistem patroli untuk dapat
mengetahui posisi musuh, gerakan, rencana dan kekuatan senjata meraka.
Untuk itu, Rasulullah mengirim satuan patroli pengintaian dengan berbagai
kekuatan kurang lebih 15-30 personil. Sedangkan satuan patroli tempur
berkekuatan sekitar 50 sampai 500 personil. Patroli tempur ditugaskan di
daerah sekeliling Makkah dan Madinah, serta daerah strategis lainnnya, seperti
Saudi Arabia.
15 Sejak usia muda Muhammad Saw sudah mengenal dengan baik lembah dan bukit-bukit di
Madinah, karena lembah (celah-celah bukit) merupakan jalan utama Muhammad Saw dan rombongan ke
Syria dalam misi dagang. Dan wilayah Timur Madinah-pun dikenal dengan baik, yang telah dilihatnya pada waktu kunjungan ke Basrah. Dengan pengetahuan geografi Makkah dan Madinah yang baik, Muhammad Saw menyadari arti penting wilayah dan militer. Bahkan mauhammad Saw sendiripun
melakukan perjalanan dengan kafilah Quraisy melalui jalan yang berbukit dan sulit ini. Oleh karena itu
tidak menjadi hambatan baginya untuk melakukan sistem patrolinya sendiri. (Lihat: Afzalur Rahman,
Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer,. h. 124-125
110
Operasi intelijen ini dikenal sebagai operasi Sarayah dan Ghazawat. Nah
ketika Muhamad sendiri menyertai setiap patroli, maka dinamakan Ghazwat dan
kalau dikepalai oleh orang lain dinamakan Sariyah.
d) Pengaturan Patroli Intelijen Sebelum Perang Badar.
Sebelum terjadi Perang Badar, Muhammad Saw mengirim empat kali patroli
Sariyah, dan empat kali mengirim patroli Ghazwat. Pasukan patroli Sariyah
pertama dikenal dengan Sariyah pinggir laut. Patroli ini terdiri dari 30 orang di
bawah komando Hamzah bin Abu Muthalib yang dikirim ke tepi pantai untuk
mengumpulkan informasi tentang gerakan suku Quraisy, di bawah komando
Abu Jahal. Kedua, Sariyah Rabey. Patroli ini beranggotakan 60 orang di bawah
komando Rabey, Ubaidah bin Harith, yang dikirim untuk memperhatikan kaum
Quraisy di bawah komando Ikrimah bin Abi Jahal di daerah sekitar Madinah.
Patroli ini menempuh route pergi mealui Hijaz sampai ke Saniah al-Murah.
Ketiga, Sariyah al-Kharrar. Patroli ini hanya diikuti kaum Muhajirin ynag
berjumlah 6 orang di bawah pimpinan Said bin Abi Waqqash dengan tujuan
yang sama. Patroli ini diawali dengan perputaran wilayah yang melewati Hijjaz
yang berputar ke al-Kharrar. Mereka melakukan perjalanan di malam hari dan
bersembunyi di siang hari. Keempat, Sariyah Nakhla. Patroli ini dilakukan pada
tahun ke-2 H, di bawah komando Abdullah bin Jahsh dengan membawa 12
prajurit serta sepucuk surat yang tidak boleh dibukanya selama dua hari dalam
111
perjalanan. Setelah dua hari dalam perjalanan ia membuka surat itu dan
membacanya yang berisi perintah untuk mengumpulkan informasi dan larangan
untuk terlibat dalam pertempuran. Sebelum bergerak menuju lembah Badar,
Nabi terlebih dahulu mengirimkan dua mata-mata yang mendahuluinya untuk
mengetahui arah pergerakan kafir Quraisy.
Sedangkan pasukan Ghazawat sebelum parang badar adalah; Ghazawah Al-
Abwa atau Waddan, Gzawah Buwat, Ghazawah Zul Al-Ushairah, Gzawah
Safawan Badar Ula.
2) Patroli dari Badar sampai ke Uhud
Meski tentara Quraisy mengalami kekalahan yang sangat besar di lembah
Badar, namun tidak mematahkan semangat mareka untuk tetap memerangi Nabi
Muhammad dan pengikutnya. Bahkan kekalahan tersebut dijadikan sebagai
motivasi untuk dapat bangkit membangun kekuatan dan membalas kekalahan di
perang Badar.16
Karena Nabi mengetahui perkembangan tentara Quraisy, maka beliau tidak
sedikitpun menjadikan kemenangan di perang Badar mengundurkan kesiagaan
terhadap kemungkinan serangan mendadak ke wilayah Islam. Bahkan Nabi
meningkatkan kesiagaan dan terus mengirim patroli pengintai tempurnya untuk
16 Taqiyuddin an-Nabhani, Daulah Islamiyah, Penerjemah, Umar Faruq, dkk, (Jakarta: HTI
Pres, 2007), cet. II, h. 84
112
mengawasi gerakan musuh dan menjaga perbatsan negara Islam dengan mengirim
dua kali patroli Sariyah, yaitu Sariyah Ghalib bin Abdullah Laisi dan sariyah al-
Qaradha serta empat kali patroli ghzawat, yaitu ghazawah al-Kudri, ghazawah al-
Sawiq, ghzawah Zul Amar melawan Ghafalan, ghazwah Burhan (al-Furu) melawan
bani Salim.
3) Patroli dari Uhud sampai ke Hudabiyah
Kekalahan kaum muslimin pada perang Uhud membawa kemunduran dan
banyak korban. Selain membawa kesulitan bagi negara Madinah juga memberikan
pukulan terhadap reputasi militer dan politiknya. Hal ini dapat dilihat dari
banyaknya suku di sekeliling Madinah yang dulu netral atau bersahabat dengan
kaum muslimin, berbalik memusuhi dan menjadi sekutu aktif kaum Quraisy.
Sedangkan lainnya menjadi mata-mata mereka dan menimbulkan ancaman yang
serius terhadap keamanan dan pertahanan pusat Negara Islam17
.
Dalam keadaan kritis ini, Rasulullah mencari jalan keluar dengan
mengintensifkan patroli dan ekspedisi, dengan tujuan mengetahui perkembangan
dalam kota Madinah dan sekitarnya. Selanjutnya Rasulullah membuat garis
pertahanan depan untuk menghadapi serangan mendadak dari luar atau
pengkhianantan dari dalam kota oleh suku Yahudi. Hal ini juga dilakukan untuk
17 Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer., h. 133
113
menggertak penduduk sekeliling Madinah bahwa Negara Islam mampu sepenuhnya
untuk mempertahankan kedamaian dan ketertiban dalam wilayahnya serta
memulihkan kekuasaan dan kewibawaan yang hilang.18
Dari Uhud sampai Hudaibiah, paling tidak tercatat delapan kali Nabi mengirim
empat kali patroli sariyah dan empat kali patroli ghazwat. Patroli Sariyah pertama
adalah sariyah Qatan atau Abu Salamah al-Makhzumi. Kedua, sariyah Abdullah bin
Unais, ketiga sariyah al-Mundhir bin Amir, dan keempat sariyah Raji’. Sedangkan
ghazwat yang pertama adalah ghazwah Badar al-Maw`d atau al-Sughra, kedua
ghazwah Dal al-Riqa, ghazwah Daumat al-Jandal, ghazwah Bani Musthaliq atau al-
Muraisi.
4) Pengaturan Patroli Setelah Perang Ahzab
Perang Khandaq atau perang Ahzab,19
merupakan salah satu fase pemisah
dalam peperangan-peperangan yang dilakuan oleh kaum Muslimin, antara perang
dengan posisi yang bertahan (defensif) dengan posisi dimana kaum muslimin
mengambil posisi sebagai penyerang (ofensif).
18 Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer., h. 133.
19 Disebut dengan nama Ahzab, karena berkumpulnya musuh Islam dari berbagai kalangan, yaitu dari kalangan masarakat Quraisy dan masyarakat Yahudi yang akan menyerang kota Madinah.
Berkenaan dengan waktu terjadinya peristiwa tersebut, masih terjadi perbedaan pendapat. Menurut Ibnu
Khaldun terjadi pada bulan Syawal, tahun ke-5 H, menurut riwayat Ibnu Umar dan ulama lain
mengatakan peristiwa tersebut terjadi pada tahun ke-6, setelah Hijriah; 55 bulan setelah Nabi Hijrah.
(Lihat: Syaikh Mahmud Syakir, Ensiklopedi Peperangan Rasullalah Saw., h. 169
114
Tumpulnya penyerangan pasukan koalisi mengakibatkan tidak tertembusnya
benteng pertahanan kaum muslimin. Seiring dengan mundurnya pasukan koalisi,
maka menandai berakhirnya kaum musyrikin Quraisy melakukan penyerangan
terhadap daerah kaum muslimin serta sebagai titik dimulainya kaum muslimin
melakukan peperangan dengan cara menyerang pihak lawan.20
Sekarang yang dihadapi kaum muslimin bukan lagi gangguan keamanan,
melainkan perluasan kekuasaan di daerah-daerah. Oleh karena itu, maka perlu
membentuk dinas rahasia yang tetap untuk memperoleh segala macam informasi
tentang kegiatan berbagai suku yang telah ditundukkan, tetapi masih bermusuhan
dengan pemerintah Islam pusat dan mengirim pasukan ekspedisi ke daerah
sekeliling untuk menjaga perdamaian dan ketertiban.
Oleh karena itu, Nabi masih mempertahankan kebijakan patrolinya untuk
mencapai tujuan kedua ini, dimana beliau lima belas kali mengirim pasukan patroli
sariyah.21
Selain itu, Nabi juga dua kali mengirim pasukan patroli ghazawat22
20 Syaikh Mahmud Syakir, Ensiklopedi Peperangan Rasullalah Saw., h. 176
21 Sariyah al-Qurata, Sariyah Ukhkashah bin Mihsan al-Asadi, Sariyah Dul Qassah, Sariyah bani Thalabah atau Abu Ubaidah al-Jarrah, Sariyah Zaid bin Harithah, Sariyah al-Jamum melawan Bani
Sulaim, Sariyah Zaid bin Harits melawan al-Taraf, sariyah zaid bin Haritsah melawan Hismah, Sariyah
Wadi al-Qura, Sariyah Umm Qirfah di Wadi al-Qura, Sariyah Abdullah bin Atiq melawan Abu Rafi,
Sariyah Abdullah bin Ruwahah melawan Usair Ibn Razim, Sariyah al-Uraniyins, Sariyah Amir bin Umayyah, Sariyah Fadak.
22 Ghazawah Bani Lihyan (6 H), dengan tujuan menghukum penduduk Raji yang telah
membunuh 10 pendakwah muslim. Dan Ghazwah al-Ghabah dengan tujuan mengejar Uyinah bin Hist
yang telah merampas unta Muhammad dan membunuh putra Abu Dzarr
115
5) Pakta Pertahanan Hudaibiyah
Pada bulan Zulkaidah tahun ke-6 H, Rasulullah beserta 1400
rombongan menuju Madinah dengan tujuan melakukan umrah. Selain mengenakan
baju ihram, Nabi dan sahabat juga membawa binatang qurban, sebagai tanda
bahwa mereka datang untuk mengunjungi Ka’bah.
Namun pihak Quraisy yang mendengar kedatangan Rasulullah, sepakat untuk
menghalang-halangi kaum muslimin memasuki Ka`bah. Dengan adanya penolakan
dari pihak Quraisy, maka masing-masing kelompok mengirimkan utusannya dan
menghasilkan enam butir kesepakatan.23
Setelah pengesahan persetujuan damai, Muhammad Saw dan para sahabatnya
membawa binatang ternak dan menyembelihnya serta mencukur rambut. Walapaun
beberapa syarat perjanjian perdamaian kelihatannya sangat merugikan kaum
muslimin dan banyak para sahabat yang tidak senang bahkan marah atas syarat
yang merendahkan Rasulullah, tetapi Rasulullah sangat puas dengan tercapainya
perjanjian tersebut untuk mengurangi terbunuhnya kedua belah pihak dan
memberikan waktu kepada orang Quraisy untuk berfikir.
23 Isi perjanjian Hudabiah: 1) tidak ada perang selama 10 tahun. 2) Nabi Muhammmad akan kembali tahun ini dengan sahabatnya, akan datang tahun berikutnya untuk mengunjungi Ka`bah, beliau
akan tinggal selama tiga hari dengan pedang yang disarungkan. 3) tidak akan ada pencurian dan perilaku yang kurang pantas. 4) siapa pun yang ingin membuat pakta dengan Nabi Muhammad dengan membuat suatu perjanjian dengannya dapat melakukannya. 5) siapa pun yang datang pada Muhammmad tanpa izin
pengawasannya akan kembalikan dan siapa pun diantara sahabat Muhammad yang datang pada pihak
Quraisy tidak akan di kembalikan. 6) kafilah dagang Quraisy yang sering melewati Madinah tidak akan
digangggu. Lihat: Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer., h. 147-148.
116
Perjanjian Hudaibiyah praktis mengakhiri permusuhan antara orang kafir
Quraisy dengan orang Muslim. Walaupun demikian Muhammmad Saw tetap tidak
mengurangi kewaspadaannnya terhadap kegiatan, baik terbuka maupun yang
tersembunyi, aktual maupun potensial dari pihak musuh. Oleh karena itu,
Muhammmad Saw sepenuhnya menyadari sikap musuhnya, dan tidak lalai untuk
melanjutkan sistem patrolinya.
C. Perkembangan Intelijen Pasca Nabi Muhammad Saw
Dalam sejarah paradaban manusia, tercatat banyak sekali pejabat negara dalam
menjalankan tugas kenegaraannya meninggal karena dibunuh oleh lawan politiknya,
pemberontak maupun masyarakat yang kurang puas dengan kebijakan-kebijakan
politiknya. Nabi Muhammmad sendiri pun dalam permulaan dakwahnya (periode
Makkah).24
Selama kurang lebih 13 tahun tidak luput dari berbagai intimidasi, ancaman
teror dan berbagai rencana pembunuhan yang bertubi-tubi oleh orang-orang kafir
Quraisy, seperti yang dilakukan Suraqah dan Umar sebelum masuk agama Islam25
.
Setelah meninggalnya Nabi Muhammad Saw, kepemimpinan umat Islam
diamanahkan kepada Abu Bakar (632-634 M). Dalam waktu kepemimpinannya yang
24 Debby M Nasution, “Kedudukan Militer Dalam Islam Dan Perananya Pada Masa Rassulullah Saw”, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 2003), cet, II, h. 63
25 Heri Sucipto, Ensiklopedi tokoh Islam: dari Abu Bakr hinggga Nasr dan Qordhawi, (Jakarta:
Hikmah, 2003)., h. 40
117
relatif singkat, ia banyak disibukkan dalam perang Riddah26
. Dengan berbekal
informasi yang telah dikumpulkan oleh Intelijen, Khalifah Abu Bakar dapat
memadamkan pemberontakan dengan kearifan dan pengampunan, sehingga dapat
menyatukan kembali suku-suku di Arabia.27
Setelah wafatnya Khalifah Abu Bakar, Umar bin khatab didaulat sebagai Khalifah
ke dua umat Islam (634-644). Di bawah kepemimpinan Umar bin Khatab, bidang
militer mengalami kemajuan yang signifikan. Dengan komandonya, pasukan Islam
melakukan perluasan wilayah, sampai ke Irak, Syria dan Mesir. Selain itu pasukan
Islam pun mampu mengalahkan pasukan Persia dalam perang Qadisiyyah (637 M),
Perang Yarmuk (369) di Palestina Utara, serta menaklukkan seluruh Syria, Palestina,
dan Mesir pada tahun 641.28
Dibalik kesuksesan Umar bin Khatab mengorganisir militer, terutama di peperangan
menghadapi musuh Islam, namun khalifah Umar bin Khatab gagal memfungsikan dinas
Intelijen untuk mengatisipasi segala kemungkinan yang terjadi di dalam negeri. Hal ini
terbukti ketika Umar bin Khattab meninggal ditikam oleh Abu Lu`lu`ah, seorang
26 Perang Riddah adalah perang melawan kemurtadan dan pemberontakan yang dilakukan oleh
sebagian besar suku Badui yang tergabung oleh konfederasi Islam. Ini murni bersifat politik dan ekonomis. Setelah wafanya Nabi Saw (632 M), perjanjian mereka hanya berlaku dengan Nabi
Muhammad Saw dan tidak dengan penerusnya. Sebagai pembenaran dari pemberontakan itu, para
pemimpin pemberontak sering mengaku sebagai Nabi dan mengarang wahyu. (Lihat: Karen Armstrong,
Sejarah Islam Singkat, (Yogyakarta: el-Banin Media, 2008), h. 36
27 Karen Armstrong, Ibid., h. 36
28 Ibid.., h. 38-39
118
Majusi, budak Mughirah Ibn Syu’bah, ketika sedang menunaikan shalat Subuh di
Masjid pada tahun 13 H.29
Hal ini juga terjadi pada Khalifah Usman Bin Affan, ketika
para Intelijen gagal mengantisipasi al-Ghafiri dan Sudan bin Hamran dalam
perencanaan pembunuhan terhadap Khalifah Usman.30
Berikutnya, pada zaman tabi’in (pengikut). Dari sekian banyak variasi bentuk
intelijen dan militer peninggalan peradaban Islam, adalah munculnya fenomena tentara
bayaran sebagai penopang utama sebuah pemerintahan, seperti yang terjadi pada zaman
Kekhalifahan Fatimiyah di Mesir.31
Masa pemerintahan dinasti ini berlangsung hampir dua abad lamanya, antara tahun
909 M hingga 1171 M. Nama Fatimiyah yang mereka pakai adalah sebagai ‘klaim’
bahwa penguasa dinasti ini adalah keturunan Nabi Muhammad Saw dari Fatimah.
Mereka terpaksa memakai tentara bayaran ini sebagai intelijen dan militer, agar
dapat memusatkan pemerintahannya di Mesir yang merupakan penganut Syiah
Ismailiyah. Sebab saat itu pengikut Syiah adalah kelompok minoritas, karena
mayoritas penduduk Mesir menganut Islam suni.
Tentara bayaran oleh Kekhalifahan Fatimiyah ini juga dipakai sebagai jalan keluar
untuk melanggengkan kekuasaan karena warga Mesir yang memang tidak suka
29 M. Yusuf al-Kandahlawy, Kehidupan Para Sahabat Rasullah Saw, (Surabaya: PT Bina Ilmu,
1993), jilid II, h. 27
30 Harapandi dan Mansur, Pendidikan Politik: Arkeologi Genesis Sistem Politik dan Administrasi Pemerintahan Islam Masa Khulafah Al Rasidun , (Jakarta: Pustaka Irfani, 2005), h. 53
31 Ruswandi, Ilmu Militer Dalam Peradaban Islam, Harian Republika; Selasa, 08 April 2008
119
kepadanya. Selain itu, juga dipakai sebagai alat untuk membasmi berbagai
pemberontakan. Adapun tentara bayaran ini adalah resimen kulit hitam atau Zawila
yang direkrut dengan cara membeli dari pasar budak yang pada saat itu banyak
bermunculan di Afrika, terutama di pusatnya yang berada di dekat Danau Chad.32
Puncak prestasi dari legiun bayaran yang berfungsi sebagai intelijen dalam militer
dinasti Fathimiyah ini adalah ketika mereka berhasil menguasai pusat Dinasti
Abbbasiyah, di kota Baghdad pada tahun 1058 M. Salah satu hasil rampasan perang
yang sempat didapatkan sebagai tanda takluk dari penguasa Baghdad saat itu adalah
sebuah jubah peninggalan Nabi Muhammad Saw.33
Berikutnya ada tahun 1300 M, Kekhalifahan Utsmani kian memperluas
kekuasaannya ke seantero jagad. Eropa pun berhasil ditaklukkan kerajaan yang awalnya
berpusat di barat laut Anatolia itu. Kesuksesan Utsmani menguasai wilayah ini ditopang
teknologi militer modern dan tercanggih di zamannya.
Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad II, Kerajaan Utsmani bahkan sudah
mulai mengembangkan senjata meriam. Teknologi meriam yang dikembangkan pada
era kejayaan Utsmani tersebut terbilang paling mutakhir. Pengembangan teknologi
32 Ketika menaklukan Mesir, seorang Khalifah Fatimiyah, memerintahkan Jauhar Jauhar al-
Shaqaly membangun kota baru, yang diberi nama Kairo. Bahkan mantan budak yang juga intelijen ini
mendirikan sebuah perguruan tinggi Islam terbesar di dunia, yaitu Al-Azhar di Kairo. Perguruan ini pada
berawal dari sebuah masjid yang bernama Al-Azhar yang dibangun pertamakali pada tanggal 24 Jumadil
Ula tahun 359 H atau pada bulan April, 970 M. Kegiatan pembangunan ini baru selesai enam tahun kemudian atau tepatnya pada 365 H / 976 M. (Lihat Ruswandi, Ilmu Militer Dalam Peradaban Islam,
Harian Republika; Selasa, 08 April 2008).
33 Ruswandi, Ibid.
120
senjata ini dilakukan menyusul terjadinya Perang Salib I. Saat itu umat Islam terutama
Turki berperang melawan pasukan tentara Salib (crusader).34
Keberhasilan Turki dalam menguasai hampir sebagian dunia dan menancapkan
kekuasaannya di Eropa tidak lain berkat bantuan sederet desainer dan insinyur yang
mumpuni di bidang teknologi persenjataan. Beberapa ahli meriam yang termasyhur
yang bergabung dalam tim artileri itu antara lain, Saruca Usta dan Muslihiddni Usta.
Bahkan tak sedikit pula non-Muslim bergabung dalam kelompok artileri. Artinya secara
tidak langsung, orang-orang inilah yang menjadi jasus (mata-mata) khusus dalam
bidang militer saat itu. Tentu dengan bergabungnya orang-orang miskin yang tak puas
dengan kebijakan Byzantium ini sangat menguntungkan pihak Turki Utsmani karena
dengan mudah menyusupkan mereka pada pihak lawan, terutama Eropa untuk
menaklukkan Konstantinopel,-ibu kota Byzantium. Dengan demikian pasukan tentara
Utsmani mengepung dan menjebol benteng pertahanan musuh.
Pada era Khalifah Mamluk bidang militer itu berkembang pesat. Sedangkan, pada
zaman Salahudin, kemajuan bidang militer juga mengalami perkembangan pesat. Mulai
dari keberhasilan menaklukkan Yerusalem35
dengan penggunaan panah, mesin-mesin
perang saat itu, seperti mangonel (pelempar batu), alat pendobrak, menara-menara
pengintai, penempatan pasukan di medan perang, dan cara membuat baju besi. Adanya
menara pengintai di sini menunjukkan, intelijen pada saat itu telah digunakan untuk
34 Heri Ruslan, Teknologi Militer Khilafah Ustmani, Harian Republika; Rabu, 12 Maret 2008
35 Ruswandi, Ilmu Militer Dalam Peradaban Islam, Harian Republika; Selasa, 08 April 2008
121
melihat sejauh mana aktivitas dan kelemahan lawan. Selain berperan sebagai pengintai,
intelijen pada saat itu juga memiliki kemampuan taktik perang, organisasi militer, tata
cara pengepungan, dan formasi tempur.
Adapun pada masa Sultan Saljuk: Malikiyah juga telah membentuk jasus mata-
mata, kurir dengan komposisi etnik dalam pasukan. Selain itu, mereka juga diajarkan
kemampuan militeristik perang, seperti taktik menangani sandera, persiapan senjata,
dan peralatan untuk berperang.
Berikutnya adalah masa perkembangan intelijen dalam negara Islam pasca
runtuhnya Turki Utsmani pada 24 Oktober 1924. Berakhirnya kekuasaan Utsmani,
membawa dampak yang luar biasa dalam sejarah dunia Islam. Karena banyak dari
berbagai negara yang tergabung dalam kekhalifahan, akhirnya keluar dan memilih
menjadi nation state (Negara bangsa).
Begitu juga dengan berbagai Negara di Timur Tengah. Berdasarkan alasan-alasan
politik dan suku bangsa Timur Tengah mencakup Negara-negara Afrika, seperti Libya,
kefanatikan agama dan rasial menjadi salah satu penyebab revolusi yang saling susul
menyusul. Begitu juga yang terjadi di Iran, Irak, Al-Geria, Kuwait, Maroko, Tunisia
dan negara-negara lain juga melaksanakan metode yang sama dan untuk alasan yang
sama, walapun dalam skala yang lebih kecil.36
36 Syaelendra, Mengungkap Polisi Rahasia Sedunia, (Jakarta: Progress, 2004), h. 162-163
122
Pada Perang Dunia II meletuslah dua elemen kekuatan yang sama-sama
berselingkuh dengan Reza Pahlavi: Inggris dan Jerman. Reza Pahlavi kebingungan
menentukan pilihan. Para ahli strategi menyarankannya agar bersikap netral dan Inggris
punmarah. Dibantu Rusia, pasukan Inggris menginvasi Iran pada 1941 dan mencopot
paksa mahkota Reza Pahlevi. Selanjutnya Inggris mengangkat Muhammad Reza
Pahlevi untuk melanjutkan kekuasaan sang bapak. Muhammad Reza Pahlavi
menunjukkan ketaatan yang lebih tulus.37
Saat Muhammad Reza Syah berbangga karena Iran dijuluki sebagai The Bridge of
Victory oleh Pasukan Sekutu, Khomeini mempublikasikan hasil-hasil kuliahnya tentang
pelbagai isu polemis berjudul Kasyf al-Asrar (Kunci Pembuka Rahasia). Dalam buku
ini, dia membidik Barat, terutama Inggris dan AS, sebagai penyebab penderitaan Iran
secara khusus dan dunia Muslim secara umum. Dia juga menceritakan kelahiran Israel
dan bahaya jangka panjangnya bagi keamanan Timur Tengah.
Awal 1950, sejumlah intelektual nasionalis menuntut hengkangnya pasukan asing
dari tanah Iran. Di hadapan Parlemen (yang sejak Era Qajar diberi nama Majlis), Dr.
Mohammad Mossadeq, mengajukan mosi tidak percaya terhadap kekuasaan
Muhammad Reza Pahlavi.
Tahun 1951, Badan Intelijen Inggris menggamit Amerika Serikat, dan meyakinkan
Presiden Eisenhower bahwa Mossadeq beraliansi dengan Partai Komunis Tudeh di Iran.
37 Ayatullah al-Uzhma Sayyid Ali Huseini Khamenei, Pemimpin Revolusi Islam Iran, http://www.al-shia.org/html/id/olama/index.php?n=2. Artikel diakses pada tanggal 15 Januari 2009.
123
Eisenhower menyetujui operasi intelijen di bawah CIA untuk menggulingkan Mossadeq
dan memulihkan kekuasaan Muhammad Reza Syah Pahlavi yang pro-Barat.
Operasi Intelijen ini bertumpu pada mobilisasi sebanyak mungkin demonstran anti-
Mossadeq. Ibukota Tehran rusuh. Penjarahan terjadi di mana-mana. Ribuan pemuda pro
dan anti-Mossadeq mati di jalanan. AS dan Inggris menyogok militer untuk berpihak
pada Syah. Pasukan pro-Syah menyerbu dan membombardir kediaman Sang Perdana
Menteri. Mossadeq menyerah pada 19 Agustus 1953.
Mohammad Reza Pahlavi kembali berkuasa dengan jiwa yang lebih otokratis dan
membabi buta dalam melaksanakan sekularisasi yang diikuti dengan personalisasi
negara. Di bawah bendera Sazman-I Ittila’at va Amniyat-i Kesyvar (Badan Intelijen dan
Keamanan Negara, yang belakangan lebih tenar dengan nama singkatannya, SAVAK),
Syah mengikis habis semua suara sumbang tentang dirinya. Di setiap sudut Iran, ada
telinga dan mata SAVAK yang siap memperhatikan, melaporkan dan menindak si
tertuduh tanpa pengadilan dalam bentuk apapun.
AS gencar menekan rezim Shah Pahlevi untuk memberlakukan perubahan di semua
bidang sesuai kemauan Washington. Imam Khomeini menangkap sinyal bahaya besar
di balik perombakan gaya AS ini. Langkah-langkah rezim Pahlevi hanya akan
membuka jalan bagi AS dan Israel untuk menguasai Iran. Imam Khomeini gencar
mengingatkan semua pihak untuk menyadari bahaya dari langkah-langkah Shah. Rezim
melakukan pembalasan atas gerakan Imam dengan sebuah tindakan yang brutal.
124
Tentara dan dinas keamanan (SAVAK) tanggal 22 Maret tahun 1963, bertepatan
dengan peringatan Shahadah Imam Ja’far Shadiq (as), dikerahkan untuk
menyerang madrasah Feiziyah di Qom, tempat Imam Khomeini mengajar. Banyak
pelajar agama yang gugur Shahid dalam peristiwa itu.
Sejak saat itu, bagi Khomeini, rezim yang berkuasa telah melangkah terlalu jauh
dari pakem yang selama ini berkalu bagi raja-raja Iran. Khomeini dan murid-muridnya
tak bisa lagi membiarkan sikap keterlaluan ini.
Khomeini juga menyebutkan adanya konspirasi besar untuk mengubur semangat
Islam, persis sebagaimana yang dihadapi Imam Husein di hari Asyura. Syah telah
bekerjasama dengan kekuatan AS dan Israel untuk memberangus semua jejak Islam.
Dia mengancam Syah agar tidak bermain-main dengan kemuliaan Islam. Dia
membongkar pesan SAVAK yang umum diketahui telah dilatih oleh agen-agen
MOSSAD dan CIA supaya para mullah tidak bebicara tentang tiga hal: Syah, Israel dan
bahaya terhadap Islam
Inilah babak baru perlawanan Khomeini yang dikenal dengan Gerakan 15 Khordad.
Ceramah panjang Khomeini yang berisi bahan-bahan baru seputar konspirasi
internasional yang belum pernah didengar khalayak sebelumnya ini telah mengalir ke
segenap urat hadirin. Ribuan salinan rekaman ceramah ini disebar ke semua penjuru
Iran pada malam itu juga.
125
Keesokan harinya, Syah meminta kepala SAVAK, Mayjen Hasan Pakravan, untuk
mengambil tindakan tegas dan keras. SAVAK akhirnya menjebloskan Khomeini di
penjara Qasr selama 19 hari. Tapi dia bukan sendirian. Ayatullah Hasan Thabathaba`i
Qomi dan Muhammad Taqi Falsafi, orator ulung asal Tehran, juga digiring ke rumah
tahanan.
Dengan menahan Khomeini, rezim Syah sebenarnya meresmikan dirinya sebagai
pemimpin oposisi dari kalangan agamawan. Pagi hari tanggal 11 Februari 1979, dengan
kaburnya Bakhtiar ke luar negeri, kekuasaan Shah Pahlevi berakhir. Sebagai gantinya
berdiri pemerintahan baru dengan sistem Republik Islam.
Sejak kemenangan revolusi Islam hingga 2 Juni 1989 (hari wafat Imam Khomeini)
terjadi banyak peristiwa penting di Iran yang menunjukkan betapa Amerika Serikat
(AS) memusuhi pemerintahan Islam ini. Kelompok pemberontak sayap kanan atau kiri
di Iran yang berusaha menumbangkan pemerintahan Islam didukung secara penuh, baik
secara politik maupun finansial, oleh Barat dan Timur.
Berbagai makar dan tipu daya dalam skala besar dilakukan oleh adidaya Barat dan
Timur untuk menggulung pemerintahan Islam di Iran. Namun di bawah kepemimpinan
Imam Khomeini, semua tipu daya itu dapat digagalkan dan pemerintahan Islam di Iran
tetap berdiri kokoh hingga sekarang.
Sampai saat ini SAVAK masih difungsikan oleh rezim pemerintahan Ahmadinejad
sebagai contra spionase dan berfungsi sebagai pengamanan (security) yang dikenal
security pasif (negatif) dan security aktif (Positif). Security pasif (negatif) berarti
melindungi diri terhadap kegiatan Intelijen pihak lawan. Baik dalam kegiatan operasi
Intelijen terbuka maupun operasi Intelijen tertutup (klandestin) secara depensif.
Sekuritas pasif mempunyai unsur sebagai berikut:38
a) Concleament (menyembunyikan
laporan sumber). b). Klasifikasi (tingkat kerahasiaan laporan). c). Kepercayaan atas
sumber. d). Komponen-komponen evaluasi. e). Perubahan dalam penilaian kepercayaan
dan f). Karakter baket (informasi). Adapun security aktif (positif) adalah sikap
melindungi diri terhadap kegiatan Intelijen pihak lawan dengan melakukan operasi
intelijen secara opensif (terbuka atau tertutup).
38 Jono Hatmodjo, Intelijen Sebagai Ilmu (Intelligence as a Science), (Jakarta: Balai Pustaka,
2003), h. 3
120
BAB IV
INTELIJEN NEGARA DALAM KETATANEGARAAN INDONESIA
DAN KETATANEGARAAN ISLAM
A. Hukum Aktivitas Intelijen (Tajassus)
Menurut Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, aktivitas Intelijen dalam hukum Islam bisa
haram, jaiz, dan wajib, ditinjau dari siapa yang menjadi target dari aktivitas Intelijen.85
Menurutnya aktivitas tajassus yang ditujukan kepada kaum muslimin adalah haram.
Pendapat tersebut didasarkan kepada Firman Allah Swt QS. Al-Hujuraat (49):12
��������� � ������ ��������� ������������ �� !�"⌧$ %&�'�
()&�*+�� ,-./ �0123 ()&�*+�� 4565./ � 78�� ���9:::�;�� 78�� <�6�
>�?*412@3 �A4123 B C<��D�E 5*F�H�E I�E 7J*FK�� %>LL+ �MNO%�E
�P�6N� �H�☺�R1)S!L?LK B ���*/T���� ���� B TI./ ���� 4V�W�L YZ�MW[ (\]^
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang (tajassus) dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”. (QS. Al-Hujurat [49]: 12)”
Sebagian mufassirin, seperti Abu Raja’ dan al-Hasan, membacanya dengan
“tahassasuu” (dengan ha’ bukan dengan jim). Al-Akhfash menyatakan, bahwa makna
keduanya (tajassasuu dan tahassasuu) tidaklah berbeda jauh. Sebab, tahassasuu
bermakna al-bahtsu ‘ammaa yaktumu ‘anka (membahas/meneliti apa-apa yang
tersembunyi bagi kamu). Ada pula yang mengartikan, bahwa tahassasuu, adalah apa yang
bisa dijangkau oleh sebagian indera manusia. Sedangkan tajassasuu adalah memata-matai
sesuatu. Ada pula yang menyatakan, kalau tajassasuu itu adalah aktivitas mata-mata yang
85 Taqiyyuddin al-Nabhani, al-Syakhshiyyah al-Islaamiyyah, juz II, ed.III, (Beirut: Dar al-Ummah,
1994), h. 212
121
dilakukan oleh orang lain, atau dengan utusan, sedangkan tahassasuu, aktivitas mata-mata
yang dilakukan oleh dirinya sendiri.
Sedangkan Imam Qurthubi, mengartikan firman Allah, di atas dengan, “Ambillah hal-
hal yang nampak, dan janganlah kalian membuka aurat kaum muslimin. Yakni, janganlah
seorang diantara kalian meneliti aurat saudaranya, sehingga ia mengetahui auratnya,
setelah Allah SWT menutupnya (auratnya)”. Pendapat Imam Qurthubi juga di kuatkan
dengan hadist Nabi Saw: “Janganlah kalian saling memata-matai, janganlah kalian saling
menyelidik, janganlah kalian saling berlebih-lebihan, janganlah kalian saling berbuat
kerusakan”. (HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah).86
��, �� ا��� ا���� ����ا ا� ور����: ذآ�� ��� ���ل���ا , %��"�ا آ$��ا �� ا�#� "� �! �#وذا�' ان إذ آ�ن �� , ا�#� آ�8: و�( ���ل) إ50��4ا آ$��ا �� ا�#�: (��ؤ� ثو��ل 0/, .-ن ا�#�ن ,�� �+*, "�( ��أ
�����ل إذ �!�!5� �A ا�! ���ن وا�! ���ت "?ن=>�( : (.��ل, "4; ا�:��أن �#� "�9( اذن �8! ����� أن �#� ) و����ا ه�ا إ.' �4��, خ�� !8� �?�وإن �( , "�9( "4; ا�:�� وان ������.?ذن ا� 0/ ث
�8 ������Dن�ا �E )��. �8�� � .
“Allah berfirman: Hai orang-orang yang membenarkan Allah dan Rasul-Nya, janganlah kalian buruk
sangka terhadap orang-orang mukmin, begitu juga sebaliknya, karena sesungguhnya buruk sangka tidak
dapat dibenarkan. Allah berfirman: (Menajuhlah kalian dari prasangka yang buruk), dan tidak berfirman: Semua prasangka itu buruk, maka artinya orang mukmin diizinkan untuk berprasangka
buruk (memata-matai) kepada sebagian mereka dengan tujuan yang baik. Kemudian Allah berfirman:
Jika kalian mendengar ada prasangka buruk terhadap orang mukmin baik laki-laki maupun perempuan
yang baik, maka itu adalah kebohongan yang nyata. Maka Allah mengizinkan kepada orang mukmin
berburuk sangka kepada sebagian orang mukmin atas sebagian yang lain atas tujuan kebaikan dan
Allah berfirman: jika apa yang dikatakannya tidak meyakinkan”.
Sama halnya dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud:
��� ����ش, "� E!�و ا�+9���ح�ثE �" /�E�!إ� ��4��, ث�� ض!9( "� زرIE, ثE �" L��M �E , �E��8 ا� �E ا���4 , ��ام "� �� "D�ب وا"� أ�I!8آ$�� "� ��ة وE!�و "� ا��Oد وا�!40�� "� ن=�� و8�� و�8( ��لE :" �T5"إذا ا ���Oإن ا I4��س أ.>ا��� ). داوودروا� ا"�" (�ه(.� ا�
“Abu Umamah telah menceritakan kepadaku,, dari Sa’id bin Amr al-Hadlramy, diceritakan dari Isma’il
bin ‘Iyasy, diceritakan dari Dham-dham bin Zar’ah dari Syarih bin ‘Ubaid, dari Jabir bin Nufair, dari
Katsir bin Marrah dan Amr bin Aswad dan Miqdam bin Ma’d kerabat dari Abi Umamah, dari Nabi Saw
yang telah bersabda: Sungguh, seorang amir (pemimpin) akan mendurhakai rakyatnya, bila ia memburu
kecurigaan pada mereka.” [HR. Abu Dawud].87
86 Abi Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabary, Jami’ al-Bayan an Ta’wili Ay al-Qur’an, Juz 26,
(Beirut: Dar al-Fikr, tt), h. 134 87 Abi Dawud Sulaiman bin Asy’at al-Sajistani al-Azdari, Sunan Abi Dawud, Jilid 4, (Kairo: Dar al-
Hadits, tt), h. 274.
122
Islam juga sangat mencela seseorang yang suka ikut campur urusan orang lain yang
tidak ada sangkut pautnya dengan dia, seperti Rasulullah Saw: “Diantara hal yang
menyempurnakan keislaman seseorang adalah ia meninggalkan masalah-masalah yang tak
memiliki sangkut paut dengan dirinya.” (HR.Tirmidzi). Dalam hadits Ibnu ‘Abbas ra
meriwayatkan dari Rasulullah Saw: “Orang yang menyadap pembicaraan orang lain dan
mendengarkan apa yang mereka tidak akan suka bila tahu ia telah mendengarnya maka
kedua telinganya akan dituangi dengan cairan kuningan nanti pada hari Kiamat.” (HR.
Thabarani).
Hadits-hadits di atas menunjukkan, betapa aktivitas-aktivitas Intelijen seperti
mengintip, menyadap pembicaraan orang lain dan mengorek-ngorek berita, menguping
pembicaraa orang lain, sangat tegas di larang oleh Islam. Padahal, aktivitas-aktivitas ini
merupakan bagian terpenting dari aktivitas spionase. Oleh karena itu, menurut
Taqiyyuddin an-Nabhani aktivitas memata-matai seorang muslim hukumnya adalah
haram secara mutlak.88
Bahkan lebih jauh, ia juga mengungkapkan bahwa Islam menolak
bukti yang diperoleh dengan jalan spionase. Tidak seperti tradisi hukum Barat yang biasa
menggunakan detektif atau mata-mata untuk mencari-cari bukti kriminal dengan jalan
menyadap telepon dengan berbagai metode spionase yang menyimpang (electronic
surveillance).
Aktivitas memata-matai di atas adalah aktivitas yang dilakukan oleh individu
terhadap individu yang lain maupun terhadap sekelompok masyarakat, dan sama sekali
bukan merupakan aktivitas memata-matai yang dilakukan oleh intelijen negara.
Pada sisi lain, ada sebagian orang berpendapat bahwa spionase yang dilakukan oleh
badan-badan intelijen negara adalah boleh. Sebab, spionase yang dilakukan oleh Negara
akan membawa kemaslahatan bagi Negara. Namun ada juga yang berpendapat bahwa
88
Taqiyyuddin al-Nabhani, al-Syakhshiyyah al-Islaamiyyah, juz II, ed.III, (Beirut: Dar al-Ummah,
1994), h. 212
123
aktivitas semacam ini tidak disandarkan kepada dalil syara’. Mereka hanya bertumpu
kepada maslahat untuk membangun pendapatnya; misalnya spionase untuk memonitoring
aktivitas rakyat yang berpotensi melakukan makar terhadap negara, menggali keadaan
rakyatnya lebih dalam lagi, dan lain-lain. Namun perlu diingat, bahwa maslahat tidak
berarti sama sekali untuk membangun hukum syara’. Seorang muslim diwajibkan untuk
hanya ber-tahkim (berhukum) dengan apa-apa yang diturunkan oleh Allah Swt, bukan
ber-tahkim dengan maslahat yang bersifat temporal dan berubah-ubah.89
Dalam tradisi hukum Islam, bukti yang didapat dari jalan spionase tidak boleh
dijadikan bukti di sidang pengadilan. Dalilnya adalah riwayat dari al-A’masy bin Zaid, ia
menceritakan bahwa al-Walid bin ‘Uqbah dihadapkan kepada Ibnu Mas’ud dan dituduh
ketahuan terdapat tetesan khamr di jenggotnya. Ibnu Mas’ud berkata:
�I4ح�ث�� أ"�M �"ا �" �D", ��: ا� ا"� �>�د .��/: ��ل, �E ز�� "� وه�E , W اV!EO, أ"� ��و�Iح�ث��5 خ!�ا+� �X��� �E: .��ل �4E ا�, ه�ا .Yن �?خ� "� , ا�Z<[5ان �� ن� \�M ��روا� (و��D إن �#�� �
).ا"�ا دوود
“Abu Bakar telah menceritakan kepadaku dari Abi Syaibah, telah menceritakan kepadaku Abu
Mu’awiyah dari A’masu, dari Zaid bin Wahhab berkata: Datanglah Ibnu Mas’ud dan berkata: Ini Fulan
Jenggotnya telah basah oleh arak, maka berkatalah Abdullah: Kita dilarang memata-matai, tetapi bila
terdapat bukti yang tampak, kita akan menggunakannya.”90
Adapun terhadap kafir dzimmiy yang menjadi warga negara di Daulah Khilafah, maka
kedudukan mereka setara dengan kaum muslimin. Sehingga seorang muslim dilarang
memata-matai mereka.91
Adapun memata-matai kafir harbiy (kafir yang harus diperangi),
baik kafir harbiy haqiqiy, maupun hukman, hukumnya adalah jaiz (boleh) bagi seorang
muslim, atau sekelompok kaum muslimin. Namun wajib bagi negara (Daulah Khilafah),
baik kafir harbiy yang berada di dalam Daulah Khilafah Islamiyyah, maupun yang berada
di negaranya sendiri.
89 Fauzan al-Anshari, Awas Operasi Intelijen, (Jakarta: Arrahmah Media, 2006), h 206.
90 .Abu Dawud bin Sulaiman al-Sajistani al-Azdari, Sunan Abu Dawud, Jilid 4, (Kairo: Dar El-Hadits,
tt), h 274; lihat pula, Abu Ameenah Bilal Philips, Tafseer Soorah Al Hujurat; Menolak Tafsir Bid’ah
(Elyasa’ Bahalwan (pentj)), (Surabaya: Andalus Press, 1990), h.151
91 Taqiyyuddin al-Nabhani, al-Syakhshiyyah al-Islaamiyyah., h. 212
124
Dalil yang menunjukkan adanya larangan di atas adalah riwayat yang disebut dalam
Sirah Ibnu Hisyam, bahwa Nabi Saw pernah mengutus ‘Abdullah bin Jahsiy bersama 8
orang dari kalangan Muhajirin. Kemudian Rasulullah Saw memberikan sebuah surat
kepada ‘Abdullah bin Jahsiy, dan beliau saw menyuruhnya agar tidak melihat isinya. Ia
boleh membuka surat itu setelah berjalan kira-kira 2 hari lamanya. Selanjutnya mereka
bergegas pergi. Setelah menempuh perjalanan selama dua hari, barulah ‘Abdullah bin
Jahsiy membuka surat, dan membaca isinya, dimana isi surat tersebut adalah, “Jika
engkau telah melihat suratku ini, berjalanlah terus hingga sampai kebun korma antara
Mekah dan Tha’if, maka intailah orang-orang Quraisy, dan kabarkanlah kepada kami
berita tentang mereka (orang Quraisy).”
Dalam surat tersebut, Rasulullah Saw memerintah ‘Abdullah bin Jahsiy untuk
memata-matai orang Quraisy, dan mengabarkan berita tentang mereka kepada Rasul.
Akan tetapi, beliau Saw memberikan pilihan kepada para shahabat lainnya untuk
mengikuti ‘Abdullah bin Jahsiy, atau tidak. Rasulullah Saw juga mengharuskan ‘Abdullah
bin Jahsiy untuk terus berjalan hingga sampai ke kebun kurma antara Mekah dan Tha’if,
dan memata-matai orang Quraisy. Riwayat ini menyatakan bahwa Rasulullah Saw, telah
meminta shahabat untuk melakukan aktivitas spionase, yakni wajib bagi ‘Abdullah bin
Jahsiy. Namun shahabat yang lain diberi dua pilihan, ikut bersama ‘Abdullah bin Jahsiy
atau tidak. Dengan demikian, tuntutan untuk melakukan spionase bagi amir jama’ah,
yakni ‘Abdullah bin Jahsiy (dinisbahkan kepada negara) adalah pasti, sehingga hukumnya
wajib, sedangkan bagi kaum muslimin tuntutan tidak pasti, sehingga hukumnya jaiz
(boleh). Hadits ini menunjukkan kepada kita, bahwa hukum memata-matai kafir harbiy
adalah wajib bagi negara, sedangkan bagi kaum muslimin adalah jaiz.
Begitu juga dengan surat al-Hujuraat [49]: 12, dengan jelas dan tegas menunjukkan
keharaman melakukan aktivitas tajassus (spionase). Sebab dalam ayat tersebut
disebutkan, “wa laa tajassasuu” (dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain
125
(tajassus)). Ayat ini berlaku umum untuk semua tajassus, kecuali ada dalil syara’ yang
mengkhususkan. Sedangkan maslahat tidak bernilai sama sekali untuk men-takhshish
(mengkhususkan) atau apapun namanya terhadap keumuman ayat ini. Walhasil, pendapat
yang menyatakan bahwa aktivitas spionase yang dilakukan oleh negara terhadap
rakyatnya dibolehkan dengan alasan maslahat, merupakan pendapat yang bathil dan telah
terbukti kelemahannya. Oleh karena itu, aktivitas spionase yang dilakukan oleh negara
kepada rakyatnya, adalah perbuatan yang diharamkan oleh syara secara mutlak.
Sedangkan bolehnya seorang muslim, atau kafir dzimmiy, memata-matai kafir harbiy
hakiki, maupun kafir harbiy hukman, merupakan pengkhususan dari keumuman
pengertian surat al-Hujuraat [49] ayat 12 tersebut. Sebab ada dalil yang menunjukkannya,
yakni sunnah Rasul.
Adapun dalam hukum ketatanegara Indonesia, kewenangan melakukan aktivitas
Intelijen adalah lembaga-lembaga Intelijen Negara, seperti halnya Badan Intelijen (BIN).
Namun di Indonesia tidak hanya terdapat BIN (Badan Intelijen Negara). Karena selain itu
ada badan-badan intelijen yang di kendalikan Tentara Nasional Indoneisa (TNI), Polisi
Republik Indonesia (POLRI). Jaksa Agung Komisi Pemberantasan Korupsi dan lembaga
sipil laninya. Sedangkan masyarakat umum atau sipil tidak dibenarkan melakukan
aktivitas intelijen baik terhadap negara republik Indonesia baik dengan tujuan unutuk diri
sendiri organisasi atau negara lain.
Adapun agen intelijen dihadapan hukum sama halnya dengan masyarakat sipil.
Artinya, dalam hal ini berlaku asas, seluruh warga Negara memiliki persamaan di hadapan
hukum (equality before the law). Dalam menajalaskan tugasnya, intelijen juga dilindungi
oleh undang-undang selagi aktivitasnya maih dalam kewenangan dan batas-batas yang
ditentukan oleh undang-undang, seperti dalam pasal 50 KUHP: barangsiapa melakukan
perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana. Artinya,
walaupun memenuhi rumusan tindak pidana, seseorang yang melakukan perbuatan untuk
126
melaksanakan ketentuan undang-undang dianggap tidak melawan hukum dan oleh karena
itu tidak dipidana. Selain itu, jika intelijen melakukan aktivitasnya karena menjalankan
perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, juga tidak dianggap
melanggar hukum. Hal ini berdasarkan pasal 51 KUHP: barangsiapa melakukan
perbuatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana. Keluasan
dalam undang-undang ini adalah seseorang dapat melaksanakan undang-undang oleh
dirinya sendiri, akan tetapi juga dapat menyuruh orang lain untuk melaksanakannya. Jika
ia melaksanakan perintah tersebut maka ia tidak melakukan perbuatan melawan hukum.
Dalam hukum Islam, Intelijen yang sedang melakukan tugas juga dilindungi dengan
hukum jinayah. Artinya, hukuman terhadap intelijen dihapuskan karena melaksanakan
kewajiban bagi pihak yang berwajib (Kepala Negara), untuk menjamin keamanan dan
keselamatan Negara.92
Pembelaan hukum dalam hal ini sebagai alasan pembenaran
(mahkum fih) karena berdasarkan kepentingan umum, amar ma’ruf nahi munkar,
berdasarkan al-Qur’an al-Maidah [5] ayat 2 dan hadits Rasulullah Saw:
�ون�ا و�� وا�c5��ى ا�8E _�4� و�ون�ا �8E )�وان ا�-ث��ا وا�c ا���ب M��� ا�c8� إنc ا�c8� وا
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah (5): 2)
�X5��. ا�D�� )D������ رأ �" ��T�8. ���" ���T� ع ان ,eX5<� '� 84>�ن� .-ن. eX5<� )� ن-.
). داووداروا� ا"�(.�48�4 وذا�' اضg ا�f!�ن
“Barang siapa di antara kamu melihat kemungkaran, kemudian ia dapat mengubahnya dengan tanganya,
maka ia hendaklah mengubah dengan tangan. Kalau tidak dapat dengan tangan, maka hendaklah
dengan lisannya. Kalau tidak dapat maka dengan hatinya, dan ini adalah iman yang selemah-
lemahnya.”93
Berdasarkan al-Qur’an dan hadits di atas, maka hukum melakukan aktivitas intelijen
Negara dalam Islam mendapatkn jaminan dan legal. Mengapa demikian? Amar ma’ruf
92 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), h. 164
93 Abi Dawud Sulaiman bin Asy’at al-Sajistani al-Azdari, Sunan Abi Dawud., h. 479
127
nahi munkar adalah suatu kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan. Pembelaan ini
sekaligus memberikan teladan kepada masyarakat agar berdiri atas dasar hukum dan tidak
melanggarnya. Jika agen intelijen melakukan ativitas melebihi dari kewenangannya, maka
tidak ada jaminan hukum lagi. Dapat juga dijatuhkan sanksi hukum.
B. Sanksi Atas Tindakan Intelijen (Tajassus)
Apabila tajassus dilakukan kafir harbiy baik hakiki, maupun hukuman, maka
sanksinya adalah bunuh, bila diketahui bahwa ia adalah mata-mata, atau telah terbukti
bahwa ia adalah mata-mata. Ketentuan ini didasarkan pada sebuah riwayat yang
dikemukakan oleh Imam Bukhari dari Salamah bin al-Akwa’, bahwa “Seorang mata-mata
dari orang-orang musyrik mendatangi Rasulullah Saw, sedangkan orang itu sedang safar.
Lalu, orang itu duduk bersama dengan para shahabat Nabi Saw, dan ia berbincang-
bincang dengan para shahabat. Kemudian orang itu pergi. Nabi Saw berkata, “Cari dan
bunuhlah dia!” Lalu, aku (Salamah bin al-Akwa’) berhasil mendapatkannya lebih dahulu
dari para shahabat yang laih, dan aku membunuhnya.”94
Imam Muslim juga meriwayatkan dengan pengertian senada namun dengan lafadz
berbeda. Sedangkan dalam riwayat Abu Na’iim dalam al-Mustakhraj, dari jalan Yahya al-
Hamaniy, dari Abu al-‘Umais, “Ketahuilah, bahwa dia adalah mata-mata”. Hadits ini
menunjukkan dengan jelas, bahwa Rasulullah Saw telah menetapkan, bahwa ia adalah
mata-mata, kemudian beliau Saw berkata, “Cari, dan bunuhlah dia.” Ini menunjukkan,
bahwa thalab (permintaan) dari Rasul adalah thalab yang pasti, sehingga sanksi bagi kafir
harbiy yang mematai-matai kaum muslimin, adalah dibunuh tanpa perlu komentar.
94 Fauzan al-Anshari, Awas Operasi Intelijen, (Jakarta: Arrahmah Media, 2006), h 210.
128
Ketentuan ini berlaku umum untuk semua kafir harbiy, baik kafir mu’ahid, musta’min,
atau bukan mu’ahid dan musta’min.95
Bila tajassus dilakukan oleh kafir dzimmiy, maka sanksi yang dijatuhkan kepadanya
perlu dilihat. Jika pada saat ia menjadi kafir dzimmiy disyaratkan untuk tidak menjadi
mata-mata, dan bila ia melakukan spionase dibunuh, maka sanksi bila kafir dzimmiy tadi
melakukan tindak tajassus, maka hukumnya dibunuh sesuai dengan syarat tadi. Namun
bila saat ia menjadi kafir dzimmiy tidak disyaratkan apa-apa, maka Khalifah boleh
menetapkan sanksi bunuh terhadapnya, atau tidak, bila ia melakukan tajassus.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa Nabi Saw telah memerintahkan untuk
membunuh seorang kafir dzimmiy, yakni mata-matanya Abu Sofyan (Furat bin Hayyan),
kemudian sekelompok orang Anshor mendatangi Furat bin Hayyan, lalu dia (Furat bin
Hayyan) berkata, “Saya muslim!”. Kemudian para shahabat berkata, “Dia telah
bersumpah menjadi seorang muslim.” Kemudian Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya ada seseorang dari kalian yang menolak keimanan mereka, dan sebagian
dari mereka itu adalah Furat bin Hayyan.” Hadits ini menunjukkan dengan jelas, bahwa
Rasulullah Saw memerintahkan para sahabat untuk membunuh kafir dzimmiy yang
melakukan tindak spionase (tajassus). Namun demikian, hal ini hanya berhukum jaiz
(boleh) bagi imam, tidak wajib seperti sanksi terhadap kafir harbiy bila menjadi mata-
mata. Dalil yang menyatakan bahwa sanksi bunuh terhadap kafir dzimmiy jaiz (boleh) dan
tidak wajib, adalah hadits di atas tidak memiliki qarinah (indikasi) yang bersifat jaazim
(pasti).
Walhasil, hadits di atas thalab-nya menjadi tidak pasti (ghairu jaazim). Ada qarinah
yang menunjukkan bahwa thalab pada hadits itu tidak pasti (ghairu jaazim) yakni, nash
hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah Saw tidak langsung membunuh Furat bin
Hayyan, sekedar mengetahui bahwa ia adalah mata-mata, padahal kafir harbiy yang
95 Fauzan al-Anshari, Awas Operasi Intelijen, h 211-212.
129
disebutkan dalam hadits Salamah bin al-Akwa’, Rasulullah Saw langsung memerintah
untuk membunuhnya sekedar setelah ditetapkan bahwa ia adalah mata-mata, dengan
Rasulullah Saw bersabda kepada kaum muslimin, “Cari dan bunuhlah dia!” Dalil ini
menunjukkan, bahwa beliau tidak langsung membunuhnya, padahal Rasulullah Saw
mengetahuinya bahwa ia adalah kafir dzimmiy, dan ini tampak jelas dari lafadz hadits,
“dan dia adalah (kafir) dzimmiy, dan seorang mata-mata”, yakni bahwa dia (Furat bin
Hayyan) telah diketahui oleh beliau Saw. Ini juga tampak jelas dari ucapan Rasulullah
Saw, “dan sebagian dari mereka itu adalah Furat bin Hayyan.” Atas dasar itu, Rasulullah
Saw telah berkata kepada kafir harbiy yang melakukan tindak tajassus, “Cari dan
bunuhlah dia!”96
Sedangkan untuk Furat bin Hayyan beliau Saw sekedar memerintahkan untuk
membunuhnya, namun tidak memerintahkan kaum muslimin untuk mencarinya. Ini
menunjukkan dengan jelas, ada perbedaan antara kedua riwayat tersebut; riwayat Salamah
bin Akwa’ dengan Furat bin Hayyan. Terhadap kafir harbiy, maka tuntutan untuk
membunuh bila mereka melakukan tindak spionase, adalah tuntutan yang pasti (thalab
jaazim), sedangkan tuntutan untuk membunuh kafir dzimmiy, bukanlah tuntutan yang
pasti (ghairu jaazim). Ini menunjukkan bahwa membunuh mata-mata dari kalangan kafir
dzimmiy, atau tidak, hukumnya adalah jaiz (mubah).
Adapun bila seorang muslim memata-matai kaum muslimin dan kafir dzimmiy untuk
kepentingan musuh, maka ia tidak dibunuh. Sebab, Rasulullah Saw telah memerintah
untuk membunuh kafir dzimmiy (bila mereka melakukan tindak spionase), namun ketika
ia menjadi muslim, maka hukuman bunuh itu dibatalkan. Rasulullah Saw telah
memerintahkan untuk membunuh Furat bin Hayyan, seorang kafir dzimmiy sekaligus
sebagai mata-mata, namun ketika para shahabat berkata, “Wahai Rasulullah, dia telah
bersumpah menjadi seorang muslim.” Kemudian Rasulullah Saw bersabda:
96 Fauzan al-Anshari, Awas Operasi Intelijen, h 212.
130
“Sesungguhnya ada seseorang dari kalian yang menolak keimanan mereka, dan sebagian
dari mereka itu adalah Furat bin Hayyan.” Walhasil, ‘illat dibatalkannya hukum bunuh,
karena ia telah menjadi seorang muslim.
Imam Bukhari meriwayatkan, “Dari ‘Ali bin Abi Thalib ra berkata, “Rasulullah saw
mengutusku, juga Zubeir, dan Miqdad bin al-Aswad. Rasulullah Saw bersabda, “Pergilah
sampai ke kebun Khakh, dan di sana ada sekedup, dan didalamnya ada wanita yang
membawa surat, maka ambillah surat itu.” Kemudian kami berangkat dengan menaiki
kuda, hingga sampailah kami di kebun itu, kami menjumpai sekedup. Kami berkata,
“Keluarkan suratnya!” Wanita itu menjawab, “Saya tidak memiliki surat.” Kami berkata,
“Sungguh, engkau keluarkan suratnya, atau kami akan singkap baju kamu!” Kemudian
wanita itu mengeluarkan surat itu dari gelung rambutnya. Kemudian kamu memberikan
surat itu kepada Rasulullah Saw ketika di dalamnya tertulis, “Dari Hathib bin Abiy
Balta’ah kepada penduduk Mekah. Dan ia mengabarkan sebagian perintah Rasulullah
Saw.” Rasulullah Saw berkata, “Apa ini, wahai Hathib?” Hathib berkata, “Jangan
tergesa-gesa terhadapku, Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku (berbuat semacam ini)
untuk keluargaku di Mekah. Sedangkan orang-orang yang bersama anda, yakni orang-
orang Muhajirin mereka memiliki kerabat dekat di Mekah yang bisa melindungi keluarga
dan hartanya, sedangkan aku tidak. Maka aku melakukan hal ini, agar mereka bisa
melindungi kerabatku di Mekah. Aku tidak melakukan ini untuk kekafiran, dan aku tidak
murtad, dan aku tidak ridla dengan kekafiran setelah Islam.” Rasulullah Saw bersabda,
“Benarlah engkau!” ‘Umar berkata, “Wahai Rasulullah, perintahkanlah aku untuk
memenggal leher orang munafiq ini!” Rasulullah Saw bersabda, “Dia adalah orang yang
ikut di perang Badar, dan engkau tidak mengetahui bahwa Allah telah memulyakan ahli
131
badar,” kemudian beliau Saw bersabda, “Kerjakan, apa yang engkau kehendaki, kalian
telah aku maafkan!”97
Hadits ini menceritakan bahwa Hathib bin Abi Balta’ah telah memata-matai kaum
muslimin, dan Rasulullah Saw tidak membunuhnya. Ini menunjukkan, bahwa bila seorang
muslim melakukan tindak tajassus, maka ia tidak dijatuhi sanksi bunuh. Tidak bisa
dikatakan, bahwa hadits ini hanya khusus untuk ahli Badar, sebab, ‘illat penafian
hukuman bunuh bagi Hathib bin Abi Balta’ah, karena ia adalah ahli Badar. Tidak bisa
dikatakan demikian, sebab, walaupun nash ini berfaedah pada ta’lil (‘illat), dan walaupun
redaksi nash tersebut menunjukkan bahwa riwayat tersebut mengandung ‘illat, akan
tetapi, hadits riwayat Imam Ahmad dari Furat bin Hayyan dimana hukuman bunuh telah
dibatalkan kepadanya karena ia masuk Islam; dan sebelumnya ia seorang kafir dzimmiy-
telah menafikan ‘illat pada hadits riwayat Imam Bukhari di atas. Riwayat Imam Ahmad
ini sekaligus telah menempatkan “‘illat” pada hadits riwayat Bukhari tersebut, sebagai
sifat dari sebuah fakta saja-bukan sebagai ‘illat, sebab, Furat bin Hayyan bukanlah ahli
Badar.
Imam Ahmad meriwayatkan hadits itu dari jalan Sofyan al-Tsauriy. Tidak bisa
dikatakan seperti itu, sebab, Imam Ahmad meriwayatkan hadits ini dari Sofyan Bisyr bin
al-Sariy al-Bashariy, dan dia termasuk orang yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim.
Dengan demikian hadits ini sah sebagai dalil.98
Walhasil, riwayat Imam Ahmad tersebut diatas bisa digunakan sebagai dalil, bahwa
sanksi atas seorang muslim yang melakukan tindak tajassus, tidaklah dibunuh. Namun, ia
diberi sanksi sebagaimana ketetapan yang dijatuhkan oleh Khalifah maupun qadliy.
Aktivitas tajassus yang dilakukan oleh seorang muslim kepada kaum muslimin
lainnya, bukan untuk kepentingan musuh, namun sekedar memata-matai saja, maka syara’
97 Fauzan al-Anshari, Awas Operasi Intelijen, h 214.
98 Fauzan al-Anshari, Awas Operasi Intelijen, h 214.
132
tidak menetapkan sanksi tertentu atas aktivitas tersebut. Sanksi bagi seorang muslim yang
mematai sesama muslim adalah saksi ta’ziiriyyah yang kadarnya ditetapkan oleh seorang
qadliy.99
Sedangkan aktivitas tajassus dalam tata hukum di Indonesia bertujuan untuk
melindungi rahasia Negara, yakni informasi publik yang untuk waktu tertentu tidak dapat
disampaikan kepada publik karena dapat menimbulkan ancaman terhadap keamanan
nasional. Informasi tersebut “disimpan” untuk waktu tertentu dan baru disampaikan
kepada publik setelah melewati waktu tersebut. Prinsipnya adalah bahwa semua informasi
publik, termasuk informasi yang dimiliki negara, adalah milik publik. Sebagai suatu
pengecualian tentu sifatnya harus terbatas dan limitatif dan berlaku pada jangka waktu
tertentu saja. Agar pengecualian tersebut tetap menjadi satu kesatuan dan tidak
bertentangan dengan hak atas informasi sebagai prinsip utama, maka sudah sewajarnya
dibuat dalam satu produk hukum.
Oleh karena itu, sanksi pidana lebih ditekankan kepada pejabat publik yang
bertanggungjawab untuk mengelola rahasia negara, bukan kepada masyarakat umum,
meski rakyat memiliki hak untuk mengetahui segala hal tentang penyelenggaraan negara
yang menyangkut kepentingan seluruh rakyat (kepentingan publik). Hal ini sekaligus
sebagai pertanggungjawaban lembaga-lembaga penyelenggara negara kepada publik yang
telah memberikan kekuasaan dan kewenangan melalui konstitusi kepada organ-organ
negara.
Untuk menjaga rahasia Negara, tidak terlepas transparansi dan kontrol sosial yang
dapat memperbaiki kelemahan mekanisme kelembagaan demi menjamin kebenaran dan
keadilan.disinilah kenapa kenapa peran Intelijen dalam sebuah Negara menjadi penting.100
99 Taqiyyuddin al-Nabhani, Al-Daulah Al-Islamiyah., h. 218. 100 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Revisi, (Jakarta: Konstitusi
Press, 2005), h.161-162
133
Salah satu alasan utama perlunya keberadaan rahasia negara adalah adanya ancaman
eksternal (external threat approach) yang dipandang dapat mengganggu kepentingan
keamanan nasional.101
Hal ini dilakukan untuk menjaga pertahanan Negara yang
merupakan sarana diplomasi untuk mencegah (detterent) kekuatan luar melakukan
intervensi atau agresi.
Dalam konteks itu maka setiap badan publik wajib membuka akses bagi setiap orang
untuk mendapatkan informasi publik, kecuali informasi yang merupakan rahasia negara,
yaitu: Informasi di bidang Pertahanan dan Keamanan yang meliputi:
a. Sistem intelijen strategis;
b. Pangkalan data strategis;
c. Pusat komando dan perencanaan operasi militer;
d. Kekuatan militer yang akan digunakan dalam gelar penindakan;
e. Sistem komunikasi strategis;
f. Dukungan logistik operasi;
g. Spesifikasi persenjataan;
h. Perintah operasi dan taktik militer.
Sedangkan sanksi bagi orang yang membocorkan rahasia Negara, seperti di China dan
Iran adalah hukuman mati. Namun di Indonesia, hukumannya cukup variatif, sesuai
dengan Pasal 113-129 KUHP, dimana hukuman penjara sampai batas maksimal 20 tahun
atau semurur hidup bahkan hukuman mati.102
101 Edy Prasetyono, Rahasia Negara dan Hubungan Internasional, Makalah Disampaikan pada FGD
“Menyoal Kerahasiaan Negara Secara Komprehensif Dalam Sistem Negara Demokratik”, Imparsial,
Jakarta, 9-10 Februari 2006. h. 1 102 Mengenai pasal-pasal dalam KUHP di atas, terkait dengan sanksi dalam membocorkan rahasia
negara, sampai saat ini belum mengalami revisi.
134
Adapun sanksi yang tercantum dalam pasal 113-129 adalah :
a. Pasal 113, ayat (1), dijelaskan bahwa siapapun yang dengan sengaja,
mengumumkan, atau memberitahukan maupun menyerahkan kepada orang yang
tidak berwenang mengetahui, surat-surat, peta-peta, rencana-rencana, gambar-
gambar atau benda-benda yang bersifat rahasia yang bersangkutan dengan
pertahanan atau keamanan Indonesia terhadap serangan dari luar, maka diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Sedangkan pada ayat (2),
meyebutkan, jika surat-surat atau benda-benda ada pada yang bersalah, atau
pengetahuannya tentang itu karena pencariannya, pidananya dapat ditambah
sepertiga.
b. Pasal 114, sipapaun yang menyebabkan surat-surat atau benda-benda rahasia
sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal 113, dimana ia memiliki kewajiban
untuk menyimpan. Akan tetapi kemudian diketahui orang atau pihak lain yang
tidak berwenang mengetahui, diancam dengan pidana penjara paling lama satu
tahun enam bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda
paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
c. Pasal 115, siapa saja yang melihat atau membaca surat-surat atau benda-benda
rahasia sebagaimana dimaksud dalam pasal 113, kemudian membuat atau
menyuruh membuat salinan atau ikhtisar dengan huruf atau dalam bahasa apa pun
juga, membuat atau menyuruh buat teraan, gambaran atau jika tidak menyerahkan
benda-benda itu kepada pejabat kehakiman, kepolisian atau pamong praja, dalam
hal benda-benda itu ke tangannya, diancam dengan pidana penjara palling lama
tiga tahun.
d. Pasal 116, apabila terjadi permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan
sebagaimana diamksud dalam pasal 113 dan 115, diancam dengan pidana penjara
paling lama satu tahun.
135
e. Pasal 117, siapapun diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, barang siapa tanpa wenang.
1) Dengan sengaja memasuki bangunan Angkatan Darat atau Angkatan
Laut, atau memasuki kapal perang melalui jalan yang bukan jalan
biasa;
2) Dengan sengaja memasuki daerah, yang oleh Presiden atau atas
namanya, atau oleh penguasa tentara ditentukan sebagai daerah tentara
yang dilarang;
3) Dengan sengaja membuat, mengumpulkan, mempunyai, menyimpan,
menyembunyikan atau mangangkut gambat potret atau gambar tangan
maupun keterangan-keterangan atau petunjuk-petunjuk lain mengenai
daerah seperti tersebut dalam pasal ke-2, beserta segala sesuatu yang
ada disitu.
f. Pasal 118, siapapun diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau
denda sembilan ribu rupiah, jika tanpa wewenang, sengaja membuat,
mengumpulkan, mempunyai, menyimpan, menyembunyikan atau petunjuk-
petunjuk lain mengenai sesuatu hal yang bersangkutan dengan kepentingan
tentara.
g. Pasal 119, lebih jauh diterangkan bahwa siapa saja dapat diancam dengan pidana
penjara paling lama satu tahun:
1) Barang siapa memberi pondokan kepada orang lain, yang
diketahuinya mempunyai niat atau sedang mencoba untuk
mengetahui benda-benda rahasia seperti tersebut dalam pasal 113,
padahal tidak wenang untuk itu, atau mempunyai niat atau sedang
mencoba untuk mengetahui letak, bentuk, susunan, persenjataan,
perbekalan, perlengkapan mesin, atau kekuatan orang dari bangunan
136
pertahanan atau sesuatu hal lain yang bersangkutan dengan
kepentingan tentara;
2) Barang siapa menyembunyikan benda-benda yang diketahuinya
bahwa dengan cara apapun juga, akan diperlukan dalam
melaksanakan niat seperti tersebut pada ke-1.
h. Adapun pada pasal 120, jika kejahatan tersebut pasal 113, 115, 117, 118, 119
dilakukan dengan akal curang seperti penyesatan, menyamakan, pemakaian nama
atau kedudukan palsu, atau dengan menawarkan atau menerima, membayangkan
atau menjanjikan hadiah, keuntungan atau upah dalam bentuk apapun juga, atau
dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, maka pidana hilang
kemerdekaan dapat diperberat lipat dua.
i. Pasal 121, siapapun yang oleh negara ditugaskan pemerintah untuk berunding
dengan suatu negara asing, dengan sengaja merugikan negara, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun.
j. Dalam pasal 122, seseorang dapat diancam dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun, jika :
1) Barang siapa dalam masa perang yang tidak menyangkut Indonesia,
dengan sengaja melakukan perbuatan yang membahayakan kenetralan
negara, atau dengan sengaja melanggar suatu aturan yang dikeluarkan
dan diumumkan oleh pemerintah, khusus untuk mempertahankan
kenbetralan tersebut;
2) Barang siapa dalam masa perang dengan sengaja melanggar aturan
yang dikeluarkan dan diumumkan oleh pemerintah guna keselamatan
negara.
k. Pada pasal 123, seseorang warga Negara Indonesia yang dengan suka rela masuk
tentara negara asing, pada hal ia mengetahui bahwa Negara itu sedang perang
137
dengan Negara Indonesaia, atau akan menghadapi perang dengan Indonesia,
diancam dalam hal terakhir jika pecah perang, denga pidana penjara paling lama
lima belas tahun.
l. Terakhir, pada pasal 124, disebutkan bahwa :
1) Barang siapa dalam masa perang dengan sengaja memberi
bantuan kepada musuh atau merugikan negara terhadap musuh,
diancam dengan pidana penjara lima belas tahun.
2) Diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu atau paling lama dua puluh tahun jika si pembuat
:
a) Memberitahukan atau memberikan kepada musuh peta,
rencana, gambar, atau penulisan mengenai bangunan-
bangunan tentara;
b) Menjadi mata-mata musuh, atau memberikan pondokan
kepadanya.
3) Pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu
tertentu paling lama dua puluh tahun dijatuhkan jika si pembuat
:
a) Memberitahukan atau menyerahkan kepada musuh,
menghancurkan atau merusakkan sesuatu tempat atau pos
yang diperkuat atau diduduki, suatu alat perhubungan,
gudang persediaan perang, atau kas perang ataupun
Angkatan Laut, Angkatan Darat atau bagian daripadanya,
merintangi, menghalang-halangi atau menggagalkan suatu
untuk menggenangi air atau karya tentara lainya yang
138
direncanakan atau diselenggarakan untuk menangkis tau
menyerang;
b) Menyebabkan atau memperlancar timbulnya huru-hara,
pemberontakan atau desersi dikalangan Angkatan Perang.
m. Pasal 125 menyebutkan bahwa permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan
sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 124, diancam dengan pidana paling lama
enam tahun.
n. Sedangkan pada pasal 126, seseorang ancam dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun barang siapa dalam masa perang, tidak dengan maksud membantu
musuh atau merugikan negara sehingga menguntungkan musuh, dnegan sengaja:
1) Memberikan pondokan kepada mata-mata musuh,
menyembunyikannya atau membantunya melarikan diri;
2) Menggerakkan atau memperlancar pelarian (desersi) prajurit yang
bertugas untuk Negara.
o. Selanjutnya, dalam pasal 127, menyebutkan;
1) Barang siapa dalam masa perang menjalankan tipu muslihat dalam
penyerahan barang-barang keperluan Angkatan Laut atau Angkatan
Darat, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa diserahi mengawasi
penyerahan barang-barang, membiarkan tipu muslihat itu.
p. Pada pasal 128, juga dijelaskan;
1) Dalam hal pemidanaan berdasarkan kejahatan pasal 104, dapat
dipidana pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 no. 1-5.
2) Dalam hal pemidanaan berdasarkan kejahatan pasal-pasal 106-108,
110-125, dapat dipidana pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35
no. 1-3.
139
3) Dalam hal pemidanaan berdasarkan kejahatan pasal 127, yang
bersalah dapat dilarang menjalankan pencarian yang dijalankannya
ketika melakukan kejahatan itu, dicabut hak-hak berdasarkan pasal
35 no. 1-4, dan dapat diperintahkan supaya putusan hakim
diumumkan.
q. Adapun pasal 129, terkait dengan pidana-pidana yang berdasarkan terhadap
perbuatan-perbuatan dalam pasal-pasal 124-127, diterapkan jika salah satu
perbuatan dilakukan terhadap aturan yang bersangkutan dengan negara sekutu
dalam perang bersama.
C. Analisis Kedudukan Intelijen Negara dalam Ketatanegaraan Islam dan Indonesia
Intelijen Negara seperti yang telah diulas oleh penulis di atas, memiliki peran dan
posisi yang sangat menentukan. Bukan hanya dalam menjaga stabilitas dalam negeri
tetapi sekaligus menjaga kedaulatan Negara dengan barganining position tertentu. Dalam
Islam, intelijen Negara dilakukan dalam rangka memperoleh informasi sekaligus
mengelabui musuh dengan memanipulasi informasi juga. Artinya, informasi yang
diperoleh akan dikelola, dianalisa dan dilemparkan kembali menjadi wacana. Strategi ini
digunakan untuk melihat sisi psikologis lawan dengan menggunakan cara yang sama.
Teori inilah yang akhirnya berkembang menjadi teori konspirasi yang digunakan oleh
Intelijen diberbagai belahan dunia.
Sebagai contoh teori konspirasi ini adalah Perang Khandaq,103
dimana Rasulullah
mengutus Nu’aim bin Mas’ud dari kalangan musyrikin yang memeluk Islam di hadapan
Rasulullah Saw untuk kembali ke tengah-tengah pasukan musuh agar memecah belah bala
tentara musuh. “Di antara kita, engkau adalah satu-satunya orang yang dapat
103 Abu Fikri, Spionase Ala Islam, http://www.gaulislam.com/spionase-a-la-islam/. Artikel ini diakses
pada tanggal 10 Agustus 2008.
140
melaksanakan tugas itu. Bila engkau sanggup, lakukanlah tugas itu untuk menolong kita.
Ketahuilah bahwa peperangan sesungguhnya adalah tipu muslihat.” Dengan perintah ini,
akhirnya Nu’aim pergi mendatangi Yahudi Bani Quraidlah dan meyakinkan mereka untuk
tidak terlibat dalam peperangan melawan kaum muslimin sebelum mendapat jaminan dari
Quraisy berupa beberapa orang terkemuka sebagai sandera, supaya kaum Quraisy tidak
mundur dari peperangan meninggalkan mereka sendirian menghadapi kaum muslimin.
“Engkau telah memberikan pendapat yang amat baik,” kata para pemimpin Yahudi Bani
Quraidlah.
Kemudian Nu’aim mendatangi pemimpin-pemimpin Quraisy. Pada mereka Nu’aim
menceritakan kalau Yahudi Bani Quraidlah menarik pasukannya. Mereka juga secara
diam-diam telah membuat kesepakatan dengan Muhammad untuk menculik beberapa
pemimpin Quraisy dan Ghathafan untuk diserahkan pada Muhammad dan dibunuh.
Nu’aim juga berpesan agar mereka tidak menyerahkan seorang pun pada mereka. Misi
Nu’aim berhasil, akhirnya pasukan Yahudi Bani Quraidlah meninggalkan peperangan
sehingga kekuatan musuh berkurang.
Dari kisah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa posisi Intelijen kemudian menjadi
wajib untuk menjaga stabilitas negara dari rongrongan musuh. Akan tetapi di sisi lain,
Intelijen negara dalam Islam diharamkan melakukan aktivitas spionase bagi warganya,
baik dari kalangan muslim ataupun kafir dzimmi. Meskipun dengan alasan mencegah
terjadinya kejahatan. Hal ini didasarkan pada QS.al-Hujurat (49), ayat 12 dan hadits dari
Abu Hurairah: “Sesungguhnya kami telah dilarang untuk melakukan tajassus. Akan
tetapi, jika kami benar-benar mengetahui adanya suatu penyele-wengan maka kami pasti
akan menghukumnya.”104
104 Abi Dawud Sulaiman bin Asy’ats as-Sajistani al-Azdari,.Sunan Abi Dawud., h. 274
141
Di samping Hadits ini, masih ada beberapa hadits yang menegaskan larangan aktifitas
memata-matai, seperti mengintip, menyadap pembicaraan orang lain, dan mengorek-
ngorek berita, menguping pembica-raan orang lain. Larangan tajassus bukan hanya yang
dilakukan sesama warga, tapi juga yang dilakukan penguasa kepada rakyatnya. Rasulullah
Saw bersabda: Sesungguhnya pemimpin itu, jika mencari keraguan (sehingga mencari-
cari kesalahan) dari rakyatnya, berarti ia telah merusak mereka (HR Ahmad).105
Salah satu sumbangan terbesar Rasulullah Saw dalam peradaban manusia, khususnya
bidang intelijen Islam adalah dimana saat beliau berperan sebagai kepala Negara,
sekaligus pemimpin perang dengan segala strateginya. Nah, dalam strategi inilah
Rasulullah Saw sering mengutus para sahabatnya menjadi Intelijen untuk melakukan
spionase atas pihak lawan. Meski begitu, Rasulullah tetap memberikan catatan
tersendiri106
dalam melakukan aktivitas tajassus ini.
Pertama, posisi intelijen harus dibawah komando pemimpin/komandan perang (jika
dalam keadaan perang). Dalam hal ini Rasulullah Saw menerapkan pendidikan
kedisiplinan individu, agar tidak menimbulkan kekacauan.
Kedua, seorang intelijen harus menepati janji. Artinya, seorang Intelijen harus
amanah, memberikan informasi secara kontinyu dan tidak membocorkan rahasia Negara.
Ketiga, seorang intelijen harus menghargai warga sipil. Ini adalah salah satu bukti,
dimana Rasulullah Saw sangat menghargai Hak Asasi Manusia (HAM). Orang-orang
yang netral seperti warga sipil, oleh beliau tidak masuk dalam daftar orang yang harus
‘dicurigai’.
Keempat, dalam melakukan aktivitas tajassus, seorang Intelijen juga tidak
diperbolehkan melanngar pakta perjanjian damai yang telah disepakati.
105 Ibid.
106 Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer, (Jakarta: Amzah, 2006), cet.
II, hal. 133
142
Kelima, seorang intelijen dapat melakukan perlawanan dalam rangka pembelaan diri,
jika dirinya berada pada posisi yang membahayakan.
Posisi intelijen dalam Islam terus mengalami perubahan fungsional sampai pada masa
berakhirnya kekaisaran Ottoman Turki pada tahun 1924. Hingga kini, dengan pecahnya
Khilafah Islamiyah menjadi Negara kebangsaan (nation state) aktivitas tajassus tetap
diberlakukan oleh berbagai Negara di dunia, Timur sampai Barat. Bahkan di Iran sendiri,
posisi intelijen menjadi informan pemerintah untuk mengetahui bagaimana kondisi rakyat
secara riil di lapangan. Sehingga penguasa dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain
itu Intelijen Iran juga berfungsi menjaga rahasia Negara dari serangan intelijen asing.
Sedangkan posisi intelijen dalam hukum tata Negara Indonesia sendiri, juga terus
mengalami perubahan. Sejak bergulirnya reformasi di Indonesia, masalah penataan
kelembagaan, termasuk Badan Intelijen Negara (BIN) menjadi salah satu prioritas bagi
transisi demokrasi yang tengah berjalan. Penataan kelembagaan politik, termasuk BIN
memberikan satu garansi bagi mulusnya proses demokrasi transisional dan reformasi yang
diharapkan.107
Permasalahan yang muncul kemudian adalah setelah delapan tahun
reformasi berjalan, belum semua kelembagaan politik dan Negara tertata dan sesuai
dengan nilai dan prinsip demokrasi. Salah satunya adalah komunitas Intelijen, khususnya
lembaga intelijen Negara (BIN). Sampai saat ini, ruang lingkup dan batasan-batasan
mengenai wilayah kerja dari masing-masing intelijen tersebut belum secara jelas diatur.
Bahkan berulang kali, baik lembaga intelijen Negara (BIN) dan intelijen keamanan, yakni
Intelkam Polri masih saling tumpang tindih, serta minim koordinasi karena sistem
intelijen memang belum ada bentuknya dan tidak ada satu pun aturan.
Sampai saat ini, Indonesia belum punya undang-undang Intelijen secara resmi dan
aturan main yang jelas. Sehingga Intelijen sering memunculkan polemic, untuk apa, siapa
107 Muradi, Intelijen Negara dan Intelkam Polri, http: //muradi. wordpress.com /2007/01/06/Intelijen-
negara-dan-intelkam-polri/. Artikel ini diakses pada tanggal 10 Agustus 2008.
143
dan mengapa BIN bekerja. Apakah intelijen mengabdi untuk institusi negara republik
Indonesia, kepada rakyatkah atau pada kekuasaan? Pertanyaan inilah yang kemudian
menimbulkan wacana publik, ketika Indonesia ikut dalam pakta penandatanganan UU
Terorisme Internasional di Amerika Serikat pada tahun 2001. Dalam kondisi politik
global, terutama setelah Peristiwa 11 September 2001, pasca runtuhnya Gedung WTC,
AS, melalui George W Bush, langsung menabuh genderang perang terhadap Islam,
dengan memproklamirkan the Crusade (Perang Salib), yaitu istilah yang khusus
digunakan raja-raja Kristen Eropa untuk memerangi kaum Muslim pada abad
pertengahan. Pada tanggal 20 September 2001, Bush yunior menebar ancaman ke seluruh
dunia: Every nation in every region, now, has a decision to make either you are with us,
or you are with the terrorist (Setiap negara di wilayah mana saja, sejak saat ini, harus
memutuskan apakah bersama kami, yaitu AS, atau bersama teroris, yaitu Islam dan kaum
Muslim).108
Sejak saat itu, kondisi politik global mengimbas terhadap kondisi politik regional,
bahkan nasional. Dengan ultimatum AS pula, seluruh negeri-negeri Muslim, termasuk
Indonesia, diharuskan menentukan sikapnya, apakah bersama AS ataukah bersama
‘teroris’ (baca: pihak yang mengancam eksistensi dan kepentingan AS). Tidak terkecuali,
dunia Intelijen pun diharuskan memilih, apakah bersama AS ataukah bersama ‘teroris’.
Keberpihakan Indonesia sudah jelas. Ini dibuktikan dengan kunjungan Megawati ke
Washington seminggu setelah Peristiwa 11 September. Pada saat itu Indonesia
memperoleh carrot (wortel, suatu istilah buatan AS, berupa bantuan militer atau keuangan
terhadap negara-negara yang mendukung AS).
108 Pramiati, Mewaspadai RUU Intelijen, http: //hidayatullah.com/index.php? option=com_ content
&task = view&id=144&Itemid=64. Artikel ini diakses pada tanggal 10 Agustus 2008.
144
Pada perkembangan berikutnya lahir RUU intelijen yang tidak terlepas dari adanya
kepentingan global AS. Para penguasa negeri-negeri Muslim pada akhirnya menjadi
operator dari kepentingan AS, berikut intelijennya.
Karena itu, tidak aneh apabila visi, klausul, maupun obyek dari pasal-pasal RUU
Intelijen diarahkan pada pihak-pihak yang oleh AS didefinisikan sebagai ‘teroris’. Jika
pasal-pasal itu juga bisa digunakan untuk menjaga penguasa dari kursi kekuasaannya,
dengan memukul lawan-lawan politiknya, hal itu adalah implikasi lain yang bersifat
sekunder.
Ketidakkonsistennya Indonesia dalam bidang intelijen Negara juga terlihat dari
adanya beberapakali revisi Keppres (Keputusan Presiden) sejak tahun 2001 sampai 2003,
tentang posisi lembaga pemerintah non departemen, termasuk BIN. Perubahan posisi BIN
dalam Keppres No. 62 Tahun 2003, tentang perubahan Keppres No. 110 Tahun 2001,
menyebutkan BIN memiliki struktur diberbagai lembaga Negara dari tingkat pusat sampai
daerah. Secara umum, tugasnya adalah merumuskan, melaksanakan dan melakukan
operasi kebijakan di masing-masing bidang tersebut. Dari uraian di atas dapat dilihat
bahwa, BIN sebenarnya tidak memiliki posisi yang kuat di Indonesia, karena tidak
memiliki landasan hukum (UU) yang tetap dan tugas yang professional dalam rangka
menjaga dan melindungi Negara di tengah percaturan global.
Selain itu, dengan adanya kejelasan mengenai posisi intelijen diharapkan ada langkah
preventif yang bisa memberikan rekomendasi kepada aparat penindak, yaitu kepolisian
atau TNI. Untuk itu, seharusnya DPR menggunakan hak inisiatifnya untuk membuat UU
khusus mengenai posisi intelijen negara (BIN). Di sisi lain, reorganisasi dalam tubuh BIN
harus segera dilakukan oleh pemerintah. Reorganisasi ini adalah upaya menggabungkan
seluruh Intelijen bidang pertahanan ke dalam BAIS (Badan Intelijen Strategis) dan
pembentukan BIN (Badan Intelijen Negara) yang mengkoordinasi keseluruhan, apakah itu
crimes intelligent, war intelligent, atau subversi intelligent. Namun di sisi lain, yang
145
masih meragukan adalah, apakah hasil pekerjaan intelijen ditindaklanjuti oleh pihak
eksekutif (kepolisian dan TNI). Tetapi yang jelas, intelijen negara harus berkoordinasi
dengan pihak penindak, yaitu TNI dan Polri.109
Sayangnya, meskipun BIN telah ditetapkan dalam Keppres, laporan intelijen masih
terbatas pada yang diajukan oleh lembaga Intelijen nasional, misalnya laporan intelijen
dari Badan Intelijen Negara (BIN).110
Artinya tidak bisa laporan tersebut menjadi
landasan awal dalam proses Peangadilan. Karenanya, sudah seharusnya pemerintah
segera mengeluarkan Perpu atau UU Intelijen untuk mengatur kewenangan lembaga-
lembaga intelijen yang tersebar, termasuk lembaga intelijen yang dimiliki angkatan-
angkatan dalam TNI maupun departemen-departemen. Dalam UU intelijen itu perlu pula
diatur soal badan intelijen mana yang diberi kewenangan mengeluarkan informasi untuk
keperluan penyidikan.
Kebutuhan akan UU Intelijen Negara memang sangat mendasar mengingat posisi
Intelijen Negara sebagai;111
Pertama, dinas lembaga strategis. Yaitu, sebagai struktur kedinasan yang
mengkhususkan diri pada upaya perolehan informasi sebagai dasar acuan pemutus
kebijakan politik. Untuk itu harus ada pemisahan struktural pada tataran domestik dan luar
negeri, antara intelijen sipil dan militer serta penegakan hukum.
Kedua, sebagai dinas tataran operasional. Yakni, intelijen sebagai bagian dari sistem
peringatan dini Negara dan sistem pertahanan Negara yang memungkinkan pembuat
kebijakan memiliki kewaspadaan dini (foreknowledge). Peringatan dini adalah berfungsi
sebagai pengumpul, pengolah dan penilai informasi yang berkaitan dengan sumber-
109 Deddy Sinaga, Intelijen Harus Perkuat Landasan Hukum, Harian Tempo Interaktif, 7 Januari 2009.
110 Anonim, Wakil Menlu Inggris Baronnes Amos: Perpu Antiterorisme Dinilai Sangat Positif, Harian
Kompas, 22 Oktober 2002. 111 Aleksius Jemadu, at.al., Naskah Akademik RUU Tentang Intelijen Negara, (Jakarta: PACIVIS-
Departemen Hubungan Internasional (FISIP) Universitas Indonesia, 2005), h. 6-10
146
sumber ancaman terhadap keamanan nasional. Sedangkan bagian dari sistem pertahanan
Negara adalah untuk menghasilkan pusat data melalui analisa strategis mengenai motif,
tujuan, identitas, struktur organisasi, sumber dukungn, kelemahan dan sumber ancaman
yang potensial.
Ketiga, posisi intelijen sebagai dinas tataran taktis. Yaitu, sebagai intelijen positif dan
agresif. Intelijen positif adalah terkait dengan tugas pengumpulan data yang bernilai
strategik, kemudian dianalisa dengan teknik identifikasi (assessment). Sedangkan intelijen
agresif adalah menyangkut tugas kontra intelijen dan kontra spionase, yaitu suatu kegiatan
intelijen yang bertujuan mengungkapkan kegiatan sejenis yang dilancarkan pihak asing.
Kegiatan intelijen secara taktis inilah yang kemudian dibagi berdasarkan pada operasi
Intelijen.
Adapun pertimbangan perlunya landasan hukum akan intelijen Negara Indonesia
adalah;
Pertama, bersifat strategik dan substantif, yaitu adanya kebutuhan mendesak (urgent)
untuk mengembangkan intelijen Negara yang professional dalam mengatasi
berkembangnya ancaman terhadap keamanan nasional (national security).
Kedua, bersifat politik. Yaitu menempatkan tindakan dan kedinasan intelijen Negara
dalam proses konsolidasi demokrasi di Indonesia yang memungkinkan adanya
transparansi dana kuntabilitas keseluruhan sistem intelijen Negara. Adapun sistem
Intelijen Negara adalah; (1) spesialisasi fungsi antar berbagai aktor Intelijen, (2)
mekanisme koordinasi antar berbagai aktor intelijen, (3) pengumpulan, pengolahan dan
penilaian informasi tentang ancaman terhadap keamanan nasional secara obyektif.
Ketiga, pertimbangan hukum. Yakni menghendaki adanya pengaturan lebih tegas
tetapi terbatas terhadap kewenangan spesifik intelijen. Kewenangan ini meliputi;112
a. Hakekat dan tujuan intelijen Negara
112 Aleksius Jemadu, at.al., Naskah Akademik RUU Tentang Intelijen Negara., h. 6-10
147
b. Ruang lingkup intelijen Negara
c. Tugas, fungsi dan wewenang intelijen Negara
d. Organisasi dan prinsip pengaturan kedinasan intelijen Negara
e. Pembiayaan kegiatan dan dinas intelijen Negara
f. Mekanisme pengawasan terhadap kegiatan dan dinas intelijen Negara
Berdasarkan uraian di atas, maka secara spesifik kedudukan intelijen Negara dalam
tatanegara Indonesia adalah sebagai lembaga non departemen, yang dipimpin oleh
seorang ketua dan berkedudukan setingkat menteri. Landasan hukum Intelijen Negara
sampai saat ini adalah Keppres No. 62 tahun 2003, perubahan atas Keppres No. 110 tahun
2001 tentang Unit Organisasi Lembaga Pemerintah Non Departemen. Selain itu, BIN juga
menjadi dinas pada tataran strategis, operasional dan taktis.
Oleh karenanya, jika dianalisa, maka kedudukan lembaga intelijen Negara baik dalam
tatanegara Islam maupun tatanegara Indonesia, sama-sama berada dibawah kepala Negara
(presiden), bertugas sebagai menjaga rahasia Negara dan melindungi serangan intelijen
asing. Sedangkan perbedaannya, dalam Islam pada masa itu tidak memiliki lembaga
struktural. Akan tetapi pada masa sekarang, di Negara Islam, seperti Iran, kini lembaga
intelijennya sudah memiliki struktural dalam lembaga pemerintahan, yang disebut dengan
Shavaak. Sama halnya dengan Indonesia yang berkedudukan sebagai lembaga pemerintah
non departemen.
148
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah mengkaji berbagai literatur dan menganalisa tentang intelijen Negara dalam
perspektif ketatanegaraan Indonesia dan Islam, maka penulis menyimpulkan:
1. Dalam literatur Islam, intelijen merupakan sinonim dari tajassus yang berarti
mengorek-ngorek suatu berita. Hukum tajassus bisa haram, jaiz (boleh), dan
wajib, ditinjau dari siapa yang di mata-matai. Aktivitas memata-matai seorang
muslim hukumnya adalah haram mutlak. Adapun memata-matai kafir harbiy
(kafir yang harus diperangi), baik kafir harbiy haqiqi, maupun hukman,
hukumnya adalah jaiz (boleh) dan wajib bagi negara (Daulah Khilafah).
Sedangkan hukum Intelijen Negara dari perspektif ketatanegaraan Indonesia
adalah boleh, dengan alasan kemaslahatan bagi negara. Badan yang
berwenang melakukan aktifitas intelijen adalah lembaga-lembaga negara diatur
dalam undang-undang.
2. Kedudukan intelijen Negara Indonesia (BIN) sebagai lembaga Pemerintah Non
departemen, sesuai dengan Keppres No. 52/2005. Adapun dalam Islam,
kedudukan intelijen Negara berada di bawah Amirul Jihad.
119
149
3. Dalam menjaga stabilitas keamanan Negara, intelijen dapat berperan dalam
mengambil tindakan preventif dan persuasif agar dapat mendeteksi gejolak
sosial di seluruh wilayah negara yang dapat membahayakan kedaulatan Negara.
Selain itu intelijen Negara juga berperan menjaga dan melindungi rahasia
Negara dari intelijen asing.
B. Rekomendasi
Berdasarkan uraian penulis dan berbagai literatur, serta melihat kebutuhan yang
semakin mendesak akan adanya lembaga intelijen negara yang menjaga kedaulatan
negara, maka penulis melalui skripsi merekomendasikan;
1. Segera menyusun regulasi politik (undang-undang) tentang intelijen Negara
berdasarkan pertimbangan strategik substantif, politis dan hukum.
2. Menempatkan aktivitas dan kedinasan intelijen Negara dalam proses konsolidasi
demokrasi di Indonesia yang memungkinkan adanya transparansi dana
akuntabilitas keseluruhan sistem intelijen Negara.
3. Mengembalikan fungsi intelijen Negara sebagai penjaga rahasia negara dan
melindungi negara dari serangan intelijen asing, bukan sebagai lembaga politik
non departemen.
4. Membuat garis koordinasi yang jelas antara BIN dengan dinas intelijen di setiap
lembaga negara, seperti TNI, POLRI, Kejaksaan, KPK dan lain sebagainya.
150
5. Membentuk mekanisme pengawasan bagi dinas intelijen yang memungkinkan
pemerintah untuk; 1) mendapatkan informasi tentang pelaksanaan fungsi
Intelijen, 2) mengendalikan operasi intelijen yang bersifat khusus, 3) mengatur
kerjasama intelijen dengan pihak asing/Internasional dan 4) mencegah
kemungkinan terjadinya penyalahgunaan wewenang.
6. Menjadikan intelijen Negara yang merupakan instrumen pertahanan keamanan
Negara dalam kajian keilmuan siyasah dauliyah, sebagai salah satu mata kuliah
pada konsentrasi Ketatanegaraan Islam di Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
151
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim
Abi Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabary, Jami’ al-Bayan an Ta’wili Ay al-Qur’an, Juz
26, (Beirut: Dar El-Fikr, TT)
Abi Dawud Sulaiman bin Asy’at al-Sajistani al-Azdari, Sunan Abi Dawud, Jilid 4, (Kairo:
Dar El-Hadits, TT)
Ameenah Bilal Philips, Abu, Tafseer Soorah Al Hujurat; Menolak Tafsir Bid’ah (Elyasa’
Bahalwan (pentj), (Surabaya: Andalus Press, 1990)
Amstrong, Karen, Sejarah Islam Singkat, (Yogyakarta: el- Banin Media, 2008)
An-Nabhani, Taqiyuddin, Al-Daulah Al-Islamiyah, (Jakarta: HTI Press, 2002)
Al-Caff, Mohammed, Perang Nuklir Militer Iran, (Jakarta: Zahra Publishing House, 2008)
Al-Kandahlawy, M. Yusuf, Kehidupan Para Sahabat Rasullah Saw Jilid II, (Surabaya: PT
Bina Ilmu, 1993)
Azra, Azyumardi, Islam di Asia Tenggara, Pengantar Pemikiran, Dalam Azra (ed.),
Perspektisf Islam Asia Tenggara, (Jakarta: YOI, 1989)
Al-Anshari, Fauzan, Awas Operasi Intelijen, (Tangerang: Ar-Rahman Media, 2006)
Asshiddiqie, Jimly, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Revisi, (Jakarta:
Konstitusi Press, 2005)
119
152
1
20
Echols, Jhon dan Hasan Sadli, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta,, PT Gramedia, 1995)
Gilad, Benjamin dan Tomor Gilad, The Bussines Intellijen Syistem, (New York: Ammako,
1998)
Hanafi, Ahmad, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005)
Hidayat, Setia dan N Syamsuddin Ch Haesy, Sangkakala padjajaran: Upaya awal
mengeja dan menyingkap makna Rumpaka, (Jakarta: PT Bina Rena Pariwara. 2004)
Harapandi dan Mansur, Pendidikan Politik: Arkeologi Genesis Sistem Politik Dan
Administrasi Pemerintahan Islam Masa Khulafah Al Rasidun, (Jakarta: Pustaka
Irfani, 2005)
Hatmodjo, Jono, Intelijen Sebagai Ilmu (Intelligence as a Science), (Jakarta: Balai Pustaka,
2003)
Habeyb, Kamus Popular, (Yogyakarta: Dian Yogyakarta 1949)
Ihsan, A. Bakir, Pergulatan Islam dan Militer di Indonesia (Sebuah Fenomena 1990-an),
dalam Jurnal Politik, Akses TNI di Persimpangan Jalan, (Jakarta: Yayasan Akses,
Vol.1, No.03, 2001)
Jemadu, Aleksius, et.al., Reformasi Intelijen Negara, (Jakarta: PACIVIS-Friedrich Ebert
Stiftung, 2005)
__________________, Delapan Reformasi Intelijen dalam Konteks Konsolidasi Demokrasi
di Indonesia, (Jakarta: PACIVIS, 2005)
153
1
21
Kunarto, Jend. (Purn)., Intelijen Pengertian dan Pemahamannya, (Jakarta: PT. Cipta
Manunggal, 1999)
Khaner, Larry, Intelijens Kompetitif. (Jakarta: PT Perhenlindo. 1998)
Nasution, Debby. M., Kedudukan Militer Dalam Islam Dan Perananya Pada Masa
Rassulullah Saw, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogyakarta, cet II, 2003)
Naufal, Ahmad, Perang Isu dalam Islam, Pent. Yudian Wahyudi Asmin, (Solo: Pustaka
Mantiq, 1990)
Rivai Arganata, Emon, Intelijen Bisnis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998)
Sucipto, Heri, Ensiklopedi tokoh Islam: dari Abu Bakr hinggga Nasr dan Qordhawi,
(Jakarta: Hikmah, 2003)
Soekamto, Soerjono dan Sri Mudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Sinagkat,
(Jakarta: PT Raja Grafindo, Cet. VII, 2003)
Salim, Peter, The Contemporary English-Indonesia Dictionary, (Jakarta: Modern English
Press.1987)
Sevilla, Consuelo G. (dkk), Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta: UI Press, 1993)
Subijanto, Bijah, Restorasi Intelijen: Memperkuat Sistem Korporat, Memperkokoh Sistem
Nasional, (Jakarta: Jatidiri, 2003)
Syakir, Mahmud, Ensiklopedi Peperangan Rasullalah Saw, (Jakarta: Pustaka Al-Kausar,
2005)
154
1
22
Syaelendra, Mengungkap Polisi Rahasia Sedunia, (Jakarta: Progress, 2004)
Ramadhan, Syamsuddin, Tajassus (Spionase), (Bogor: Al-Azhar Press, 2003)
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Departermen
Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta : Balai
Pustaka 1990)
Wahid, Marzuki dan Rumadi, “Fiqh Mahzab Negara: kritik atas politik Hukum Islam di
Indonesia,” (Yogyakarta: LKiS, 2001)
Wibisono, Ali Abdullah dan Faisal Idris, Menguak Tabir Hitam Intelijen Indonesia,
(Jakarta: PACIVIS-2006)
Wulan, Alexandra Retno, et.al., Negara, Intel dan Ketakutan, (Jakarta: PACIVIS, 2006)
Sumber Naskah Peraturan Perundangan
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), (Bandung: Rineka Cipta: 2005)
Undang-undang RI No. 27 Tahun 1999, tentang Perubahan KUHP yang Berkaitan dengan
Kejahatan Terhadap Keamanan Negara
Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia No. 52 Tahun 2005
Keputusan Presiden (Keppres) No. 62 Tahun 2003, tentang Perubahan Struktur Lembaga
Pemerintah Non Departemen (LPND)- (BIN)
155
1
23
Sumber Naskah Akademik dan Makalah
Anggoro, Kusnanto, Keamanan Nasional, Pertahanan Negara dan Ketertiban Umum,
Makalah Pembanding Seminar Hukum Pembangunan Nasional VIII, (Bali: Hotel
Kartika Plaza, 14 Juli 2003)
Jemadu, Aleksius, at.al., Naskah Akademik RUU Tentang Intelijen Negara, (Jakarta:
PACIVIS-Departemen Hubungan Internasional (FISIP) Universitas Indonesia, 2005)
MD, Mahfudh, Sistem Pertahanan Keamanan dalam Perspektif Indonesia Baru, Naskah
Pidato Pada Pembukaan Lokakarya dalam Rangka Memperingati Satu Tahun
Berdirinya The Habibie Center (Jakarta; The Habibie Center, 21 Nopember 2000)
Prasetyono, Edy, Rahasia Negara dan Hubungan Internasional, Makalah Disampaikan
pada FGD “Menyoal Kerahasiaan Negara Secara Komprehensif Dalam Sistem
Negara Demokratik”, Imparsial, Jakarta, 9-10 Februari 2006
Sukma. Rizal, Postur Pertahanan Indonesia, Makalah Pada Pengantar Diskusi Untuk FGD-
ProPatria CIS, (Jakarta: CSIS, 5 Februari 2003)
Widjojo, Agus, Wawasan Masa Depan Tentang Sistem Pertahanan Keamanan Negara,
(Jakarta: The Habibie Center, 21 Nopember 2000)
Wibisono, Ali Abdullah dan Faisal Idris, Kertas Kerja Rahasia Negara, (Jakarta:
PACIVIS, 2006)
Sumber Media Harian
Anonim, Wakil Menlu Inggris Baronnes Amos: Perpu Antiterorisme Dinilai Sangat Positif,
Harian Kompas, 22 Oktober 2002
156
1
24
K, Zaedan, Menyimak Intelijen Republik Indonesia, Kompas, 3 OKtober 2000
Purwosaputro, Nurhadi, Pro Kontra Koter, Republika, 26 November 2005
Ruswandi, Ilmu Militer Dalam Peradaban Islam, Harian Republika, 08 April 2008
Ruslan, Heri, Teknologi Militer Khilafah Ustmani, Harian Republika, 12 Maret 2008
Sinaga, Deddy, Intelijen Harus Perkuat Landasan Hukum, Harian Tempo Interaktif, 7
Januari 2009
Sumber Data Elektronik
Anonim, Spionase, http://id.wikipedia.org/wiki/Spionase. Artikel diakses pada tanggal 02
Juni 2008
Anonim, KPK Juga Sebar Intel Awasi Internal; Lima Pegawai Kena Sanksi Administrasi,
http://www.antikorupsi.org/mod.php?mod=publisher&op=pdf&artid=12741. Artikel
diakses pada tanggal 12 Februari 2009
Anonim, Dikhawatirkan Terjadi Pengerdilan Institusi KPK, http://www. komisiyudisial.
go.id/index.php?option=isi&task=view&id=1085&Itemid=. Artikel diakses pada
tanggal 12 Februari 2009
Anonim, Organisasi Intelijen Yustisial Kejaksaan Perlu Direstrukturisasi
http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=13948&cl=Berita. Artikel diakses
pada tanggal 12 Februari 2009
Ayatullah al-Uzhma Sayyid Ali Huseini Khamenei, Pemimpin Revolusi Islam Iran,
http://www.al-shia.org/html/id/olama/index.php?=2. Artikel diakses pada tanggal 15
Januari 2009
Dwi, Antonius, .Hs.Sik,, Satuan Intelikam Keamanan, http://www.jaksel. metro. polri.
go.id/index.php? option=com.content&task=view&id=81&Itemid=89.Diakses pada
tanggal 12 Februari 2009
157
Fikri, Abu, Spionase Ala Islam, http://www.gaulislam.com/spionase-a-la-islam/. Artikel ini
diakses pada tanggal 10 Agustus 2008
Gunawan, Iwan, Konsepsi dan Implementasi Manajemen Pertahanan Keamanan
Negara, http://www.gaulislam.com/ngintip-dunia-Intelijen/NgintipDuniaIntelijen.
Artikel diakses pada tanggal 02 Juni 2008
Muradi, Itelijen Negara dan Intelikam Polri, http: // muradi. wordpress. com/2007 /01 /06/
Intelijen-negara-dan-intelikam-polri/. Artikel diakses pada tanggal 02 Juni 2008
_____, Intelkam Polri dan Negara Demokratik, http://muradi.wordpress.com/
2007/06/19/intelkam-polri-dan-negara-demokratik/. Diakses pada tanggal 12 Februari
2009
Nurdin, Pengertian Intelijen, http: //empiris -homepage. blogspot. com/ 2008/02/ tekhnik-
intelijen.html. Artikel diakses pada 10 Agustus 2008
Pramiati, Mewaspadai RUU Intelejen, http: //hidayatullah. com/index.php? Option=Com
content&task=view&id=144&Itemid=64. Artikel diakses pada tanggal 02 Juni 2008
Solikhah, Aris, Tajassus, http://www.mailarchive.com/ ppiindia@yahoo groups. html com/
msg33743. Artikel diakses pada tanggal 02 Juni 2008
158
159
STRUKTUR ORGANISASI INTELEJEN KEAMANAN POLRI DI TINGKAT POLDA
160
161
162
Top Related