Mengambil Alih Berujung di darfur - ftp.unpad.ac.id fileGenosida itu pembunuhan massal yang...

1
GENOSIDA itu pembunuhan massal yang terorganisasi dan PBB sudah mengeluarkan jumlah korban ada berapa. Secara definisi genosida itu sudah terpenuhi. Jika PBB sudah mengakui genosida, itu artinya PBB sudah mengakui bahwa pemerin- tahan Sudan gagal. Itu artinya PBB harus mengambil alih daerah terse- but. PBB punya responsibility to pro- tect, aturan yang dikeluarkan pada 2001. Kedaulatan itu sekarang bukan saja pemilikan teritori dan pendudu- kan, tapi juga kewajiban, tanggung jawab terhadap masyarakat. Ketika pemerintah sudah digagal- kan, artinya pemerintah Sudan harus dibantu memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Tapi PBB, bukan PBB sebenarnya, melainkan stakeholder, dalam hal ini Amerika dan China. Kedua negara ini punya kepentingan tidak menjadikan Sudan failed state. Tapi kalau sudah dinyatakan genosida, PBB harus membuat trustee sheet yang menyatakan Sudan failed state sehingga kedaulatan- nya diambil alih. Trustee ini biasanya dimodali Amerika. Nah karena punya kepentingan, PBB tidak nyatakan Sudan gagal. China juga keberatan karena China punya kepentingan minyak di Sudan. Tapi normatifnya, harusnya sudah di-failed state-kan. Sudan itu kan peme- rintahannya tidak demokratis, pemerintahannya militer, dan tidak netral. Populasi di Sudan itu banyak kelompok-kelompoknya. Misal- nya kelompok muslim, Arab muslim itu kira-kira 40%, African black itu 50%. Pemerintah Sudan itu tidak netral, lebih berpihak kepada Arab muslim. Tapi populasi yang kuat justru yang non-Arab. Pemerintahannya didominasi Arab, tapi kepemilikan dan strata sosial itu dimiliki non-Arab. Jadi daerahnya itu terbagi, selatan itu non-Arab, utara Arab. Pemerintahnya berpihak kepada Arab muslim, populasinya lebih banyak non-Arab. Dan ada Janjaweed, itu milisi Arab muslim yang didukung pemerintah. Ini indikator yang menun- jukkan pemerintah Sudan tidak objektif. Jadi secara normatif sudah bisa dinyatakan genosida. Tapi kalau dinyatakan, akan ada konsekuen- si politisnya. (*/I-4) GENOSIDA di Darfur menunjukkan bahwa dengan sistem kelem- bagaan yang ada saat ini, PBB belum mampu mencegah ethnic cleansing oleh rezim militer represif. Karena itu diskursus tentang pelembagaan yang lebih kuat dari prinsip responsibility to protect (R to P) perlu terus digulir- kan. Ini harus menjadi tanggung jawab kemanusiaan semua bangsa. Pola konflik di Darfur sangat kom- pleks. Ada aspek perebutan sumber daya minyak antara pusat dan kaum separatis Darfur karena hasil eks- plorasi dialirkan ke pantai utara. Terdapat eksploitasi dan ketidakadi- lan. Selain itu, ada juga unsur kea- gamaan. Aspek yang tidak kalah pentingnya adalah peran investor asing khususnya China yang bekerja sama dengan pemerintah Sudan untuk memenuhi kebutuhan energinya. Di sisi lain, ICC memiliki kelemahan. Keputusannya (menetapkan pemimpin Sudan Bashir sebagai buron) tidak bisa begitu saja dipak- sakan kepada negara berdaulat. Perlu ada tekanan kolektif yang lebih besar dari negara-negara besar di DK PBB. Tapi persoalannya, AS sendiri menolak eksistensi ICC. Begitu juga PBB terkendala oleh kelemahan strukturalnya yaitu per- tentangan kepentingan negara-negara besar. Kendati demikian, kita tetap mengharapkan peran aktif dan antisipatif PBB. Resolusi yang paling adil bagi Sudan adalah referendum di Darfur dengan pengawasan ketat oleh PBB dan civil society global. Persis seperti yang kita lakukan di Timor Timur pada 1999. Pasukan perdamaian internasional harus terus melakukan tugasnya sesuai mandat yang diberikan PBB. Selama perdamaian belum tercapai, tetap dibutuhkan kehadiran pasukan per- damaian PBB terutama untuk melindungi penduduk sipil. PBB harus belajar dari kelalaiannya di Rwanda dan Bosnia. (*/I-4) PERSERIKATAN Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Afrika (AU) memperpanjang tugas mereka menjaga perdamaian di wilayah konflik Darfur, Sudan Barat. Pada pertemuan negara-negara Afrika be- berapa waktu lalu, AU berkomitmen mengirim 2.000 hingga 4.000 pasukan penjaga perdamaian tambahan. AU berpendapat penambahan itu perlu dilakukan, terutama pascaterjadinya bom bunuh diri di Kampala, Uganda, yang me- newaskan 76 orang. Hanya berselang beberapa hari, pada Jumat (30/7), PBB juga memperpanjang mandat UN- AMID (UN Missions in Darfur). Perpanjangan itu tepat sehari sebelum mandatnya berakhir pada Sabtu (31/7). Mandat itu diperpanjang lagi untuk 12 bulan hingga 31 Juli 2011. Sebanyak 15 negara anggota dewan keaman- an PBB setuju memperpanjang mandat itu dengan fokus misi pada menjaga keamanan sipil dan menyebarkan bantuan kemanusiaan. Penjaga perdamaian PBB bekerja sama de- ngan AU memprioritaskan warga sipil dan memastikan keamanan bagi pengungsi yang jumlahnya 2,7 juta orang. Saat ini, penjaga perdamaian yang berjumlah 21.700 dari 26 ribu tentara dan polisi yang dibutuhkan telah bergumul selama tiga tahun menjaga krisis Darfur. Untuk menjaga perda- maian Darfur, dibutuhkan sebanyak 20 ribu tentara dan 6 ribu polisi. Namun, sangat disayangkan, para personel penjaga perdamaian itu tidak diperlengkapi dengan peralatan yang memadai. Mereka kekurangan peralatan dan kendaraan seperti kendaraan lapis baja dan helikopter. Padahal, dua kendaraan itu sangat dibutuhkan untuk menyalurkan bantuan internasional dan men- dukung aktivitas pasukan penjaga perdamai- an. Karena kekurangan peralatan, personel pen- jaga perdamaian PBB bahkan mengecat sendiri helmnya dari hijau ke biru, sesuai dengan warna helm personel PBB. Krisis Darfur meledak pada 2003 saat warga non-Arab mengangkat senjata akibat pemerin- tah Sudan yang didominasi warga Arab dinilai menyia-nyiakan mereka. Alih-alih menyelesaikan masalah, pemerin- tah Sudan malah meresponsnya dengan memo- bilisasi pejuang Arab. Hal ini menimbulkan krisis kemanusiaan terburuk di dunia. Menurut pejabat PBB, sekitar 300 ribu orang meninggal dalam perselisihan ini, meskipun pemerintah Sudan sendiri mengklaim korban tewas hanya 10 ribu saja. (Yan/AP/Reuters/I-2) SELASA, 3 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA | 29 Internasional IDAK DARFUR PBB Harus Mengambil Alih Agar Tragedi Rwanda tidak Terjadi Lagi Ali Abdullah Wibisono Pakar Keamanan Internasional dari Universitas Indonesia DOK-PRIBADI Aleksius Jemadu Guru Besar Politik Internasional Universitas Pelita Harapan DOK-PRIBADI Minim Dana, Helm Dicat Sendiri BERPATROLI: Pasukan perdamaian PBB di Darfur melakukan patroli di pengungsian Abou Shouk di Kota el Fasher, Darfur, beberapa waktu lalu. pa waktu lalu. AP/ NASSER NASSER REUTER/ ZOHRA BENSEMRA ajat besar lain yang pernah dilewatkan Bashir h pertemuan Organisasi Konferensi Islam I) di Turki tahun lalu. e/Berbagai Sumber/I-4) FOKUS NUSANTARA BACA BESOK! Tema: Petaka Mengintip di Sabuk Dieng

Transcript of Mengambil Alih Berujung di darfur - ftp.unpad.ac.id fileGenosida itu pembunuhan massal yang...

Genosida itu pembunuhan massal yang terorganisasi dan PBB sudah mengeluarkan jumlah korban ada berapa. Secara definisi genosida itu sudah terpenuhi. Jika PBB sudah mengakui genosida, itu artinya PBB sudah mengakui bahwa pemerin-tahan sudan gagal. itu artinya PBB harus mengambil alih daerah terse-but. PBB punya responsibility to pro-tect, aturan yang dikeluarkan pada 2001. Kedaulatan itu sekarang bukan saja pemilikan teritori dan pendudu-kan, tapi juga kewajiban, tanggung jawab terhadap masyarakat.

Ketika pemerintah sudah digagal-kan, artinya pemerintah sudan harus dibantu memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Tapi PBB, bukan PBB sebenarnya, melainkan stakeholder, dalam hal ini amerika dan China. Kedua negara ini punya kepentingan tidak menjadikan sudan failed state. Tapi kalau sudah dinyatakan genosida, PBB harus membuat trustee sheet yang menyatakan sudan failed state sehingga kedaulatan-nya diambil alih. Trustee ini biasanya dimodali amerika. nah karena punya kepentingan, PBB tidak nyatakan sudan gagal. China juga keberatan karena China punya kepentingan minyak di sudan. Tapi normatifnya, harusnya sudah di-failed state-kan. sudan itu kan peme-rintahannya tidak demokratis, pemerintahannya militer, dan tidak netral. Populasi di sudan itu banyak kelompok-kelompoknya. Misal-nya kelompok muslim, arab muslim itu kira-kira 40%, African black itu 50%. Peme rintah sudan itu tidak netral, lebih berpihak kepada arab muslim. Tapi populasi yang kuat justru yang non-arab.

Pemerintahannya didominasi arab, tapi kepemilikan dan strata sosial itu dimiliki non-arab. Jadi daerahnya itu terbagi, selatan itu non-arab, utara arab. Pemerintahnya berpihak kepada arab muslim, populasinya lebih banyak non-arab. dan ada Janjaweed, itu milisi arab muslim yang didukung pemerintah. ini indikator yang menun-jukkan pemerintah sudan tidak objektif. Jadi secara normatif sudah bisa dinyatakan genosida. Tapi kalau dinyatakan, akan ada konsekuen-si politisnya. (*/i-4)

Genosida di darfur menunjukkan bahwa dengan sistem kelem-bagaan yang ada saat ini, PBB belum mampu mencegah ethnic cleansing oleh rezim militer represif. Karena itu diskursus tentang pelembagaan yang lebih kuat dari prinsip responsibility to protect (R to P) perlu terus digulir-kan. ini harus menjadi tanggung jawab kemanusiaan semua bangsa.

Pola konflik di Darfur sangat kom-pleks. ada aspek perebutan sumber daya minyak antara pusat dan kaum separatis darfur karena hasil eks-plorasi dialirkan ke pantai utara. Terdapat eksploitasi dan ketidakadi-lan. selain itu, ada juga unsur kea-gamaan. aspek yang tidak kalah pentingnya adalah peran investor asing khususnya China yang bekerja sama dengan pemerintah sudan untuk memenuhi kebutuhan energinya.

di sisi lain, iCC memiliki kelemahan. Keputusannya (menetapkan pemimpin sudan Bashir sebagai buron) tidak bisa begitu saja dipak-sakan kepada negara berdaulat. Perlu ada tekanan kolektif yang lebih besar dari negara-negara besar di dK PBB. Tapi persoalannya, as sendiri menolak eksistensi iCC.

Begitu juga PBB terkendala oleh kelemahan strukturalnya yaitu per-tentangan kepentingan negara-negara besar. Kendati demikian, kita tetap mengharapkan peran aktif dan antisipatif PBB. Resolusi yang paling adil bagi sudan adalah referendum di darfur dengan pengawasan ketat oleh PBB dan civil society global. Persis seperti yang kita lakukan di Timor Timur pada 1999. Pasukan perdamaian internasional harus terus melakukan tugasnya sesuai mandat yang diberikan PBB. selama perdamaian belum tercapai, tetap dibutuhkan kehadiran pasukan per-damaian PBB terutama untuk melindungi penduduk sipil. PBB harus belajar dari kelalaiannya di Rwanda dan Bosnia. (*/i-4)

PeRseRiKaTan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni afrika (aU) memperpanjang tugas mereka menjaga perdamaian di wilayah konflik Darfur, sudan Barat.

Pada pertemuan negara-negara afrika be-berapa waktu lalu, aU berkomitmen mengirim 2.000 hingga 4.000 pasukan penjaga perdamaian tambahan. aU berpendapat penambahan itu perlu dilakukan, terutama pascaterjadinya bom bunuh diri di Kampala, Uganda, yang me-newaskan 76 orang.

Hanya berselang beberapa hari, pada Jumat (30/7), PBB juga memperpanjang mandat Un-aMid (Un Missions in darfur). Perpanjangan itu tepat sehari sebelum mandatnya berakhir pada sabtu (31/7). Mandat itu diperpanjang lagi untuk 12 bulan hingga 31 Juli 2011.

sebanyak 15 negara anggota dewan keaman-an PBB setuju memperpanjang mandat itu dengan fokus misi pada menjaga keamanan sipil dan menyebarkan bantuan kemanusiaan.

Penjaga perdamaian PBB bekerja sama de-ngan aU memprioritaskan warga sipil dan memastikan keamanan bagi pengungsi yang jumlahnya 2,7 juta orang.

saat ini, penjaga perdamaian yang berjumlah 21.700 dari 26 ribu tentara dan polisi yang dibutuhkan telah bergumul selama tiga tahun

menjaga krisis darfur. Untuk menjaga perda-maian darfur, dibutuhkan sebanyak 20 ribu tentara dan 6 ribu polisi.

namun, sangat disayangkan, para personel penjaga perdamaian itu tidak diperlengkapi dengan peralatan yang memadai. Mereka kekurangan peralatan dan kendaraan seperti kendaraan lapis baja dan helikopter. Padahal, dua kendaraan itu sangat dibutuhkan untuk menyalurkan bantuan internasional dan men-dukung aktivitas pasukan penjaga perdamai-an.

Karena kekurangan peralatan, personel pen-jaga perdamaian PBB bahkan mengecat sendiri helmnya dari hijau ke biru, sesuai dengan warna helm personel PBB.

Krisis darfur meledak pada 2003 saat warga non-arab mengangkat senjata akibat pemerin-tah sudan yang didominasi warga arab dinilai menyia-nyiakan mereka.

alih-alih menyelesaikan masalah, pemerin-tah sudan malah meresponsnya dengan memo-bilisasi pejuang arab. Hal ini menimbulkan krisis kemanusiaan terburuk di dunia. Menurut pejabat PBB, sekitar 300 ribu orang meninggal dalam perselisihan ini, meskipun pemerintah sudan sendiri mengklaim korban tewas hanya 10 ribu saja. (Yan/aP/Reuters/i-2)

SELASA, 3 AguStuS 2010 | MEDIA INDONESIA | 29Fokus Internasional

KeKerasan tidaK Berujung di darfur

PBB Harus Mengambil Alih

Agar Tragedi Rwanda tidak Terjadi Lagi

Ali Abdullah WibisonoPakar Keamanan Internasionaldari universitas Indonesia

DOK-PRIBADI

Aleksius Jemaduguru Besar Politik Internasional universitas Pelita Harapan

DOK-PRIBADI

Keluar Kandang setelah Didukung Uni Afrika Minim Dana, Helm Dicat Sendiri

BERPATROLI: Pasukan perdamaian PBB di Darfur melakukan patroli di pengungsian Abou Shouk di Kota el Fasher, Darfur, beberapa waktu lalu.

DI PENGUNGSIAN: Warga Sudan mencampur tanah liat untuk dijadikan batu bata di pengungsian Al Fasher, Darfur, beberapa waktu lalu.

AP/ NASSeR NASSeR

ReUTeR/ ZOHRA BeNSeMRA

Hajat besar lain yang pernah dilewatkan Bashir ialah pertemuan organisasi Konferensi islam (oKi) di Turki tahun lalu. (Hde/Berbagai sumber/i-4)

BACA BESOK!

Citarum makin Meradang

Fokus NusantaraFOKUS

NUSANTARA

BACA BESOK!Tema:

Petaka Mengintipdi Sabuk Dieng