Download - koledokolitiasis

Transcript
Page 1: koledokolitiasis

Pendahuluan

Hati mempunyai fungsi sebagai metabolisme ketiga utama nutrien setelah

diserap dari saluran cerna, detoksifikasi ,menyimpan glikogen dan salah satu

diantaranya juga mengekresikan bilirubin, garam empedu yang merupakan topik

khusus pada pembahasan kita kita kali ini. Hal tersebut merupakan sistem empedu

yang melibatkan hati, kantung empedu dan saluran-saluran terkaitnya.2

Saluran-saluran ini yang terdiri dari duktus hepatikus, duktus sistikus dan

duktus koledokus ini dalam bidang kesehatan juga menimbulkan masalah terjadi

sumbatan pada daerah tersebut, pada umumnya penyumbatan terjadi lebih sering

disebabkan oleh batu empedu. Batu empedu sendiri yang terdapat dalam kantung

empedu tidak menimbulkan gejala namun apabila menyumbat saluran akan

menimbulkan gejala yang akan dibahas lebih lanjut dalam materi ini.

Anamnesis

Seperti biasa pada anamnesis kita tanyakan identitas pasien terlebih dahulu

kemudian lanjutkan dengan riwayat penyakit sekarang, anamnesa pada riwayat

penyakit sekarang tidak terpusat pada penyakit hati saja namun pandang juga dari sisi

sistem pencernaan karena sama sama terdapat pada rongga abdomen. 4 

Setelah anamnesis riwayat penyakit sekarang tanyakan apakah dikeluarga ada

yang terkena penyakit yang sama seperti ini, kemuadian tanyakan pada pasien

bagaiwana kehidupan sosial pasien, yang dimaksud dengan kehidupan sosial adalah

pola makan, apakah pasien suka makan makanan kurang hiegenis apakah pasien

menggunakan jarum suntuk bersamaan dengan rekan-rekannya atau tidak sengaja

tertusuk jarum suntik milik orang lain. Kemudia tanya pasien apakah sudah pernah

berobat sebelumnya. Setelah anamnesis selesai kita bisa melanjutkan pada

pemeriksaan fisik.4

Salah satu gejala yang sering dijumpai pada kelainan sistem hepatobilier berupa

nyeri abdomen. Nyeri pada abdomen merupakan tanda-tanda dari adanya akut

abdomen. Nyeri abdomen merupakan keluhan yang sering ditemukan dan penting.

Keluhan dapat timbul akibat penyakit yang membahayakan jiwa ataupun penyakit

Page 2: koledokolitiasis

ringan yang bisa sembuh sendiri. 7 Masalah yang ditemukan juga dalam kasus ini

adalah pada pemeriksaan fisik didapatkan bahwa pasien ikterus. Ikterus yang menjadi

gejala harus ditanyakan apakah pasien pernah makan wortel yang sering dan banyak,

penggunaan obat. Ikterus yaitu perubahan warna jaringan menjadi kuning, bisa

disebabkan oleh:4

- Karotenoderma: konsumsi berlebihan makanan yang mengandung karoten,

misalnya wortel dan sayur berdsaun akan mengubah telapak tangan, kaki, dahi

dan lekukan antara hidung dengan mulut kecuali sklera.

- Obat-obatan: misalnya quinacrine dan paparan fenol.

- Sakit kuning: ditandai dengan perubahan warna kulit dan selaput lendir

menjadi kuning akibat peningkatan aabnormal bilirubin serum yaitu

35mmol/L. Pertama-tama sklera tampak kuning, karena bilirubin memiliki

daya tarik menarik yang kuat dengan elastin di jaringan sklera. Bilirubin

memberi urin warna teh cokelat atau coca cola. Kadar bilirubin serum

meningkat jika keseimbangan antara produksi dan pembersihan berubah,

sehingga pasien sakit kuning perlu dievaluasi melalu pemahaman terhadap

produksi bilirubin, metabolisme dan eksresi.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, kita sebelumnya harus memeriksa pemeriksaan umum

yaitu tanda-tanda vital pasien terlebih dahulu. Tanda-tanda vital mencakup suhu,

tekanan darah, frekuensi napas, frekuensi nadi, dan sebagainya. 5

Kemudian lakukan pemeriksaan lokalisasi yaitu dengan inspeksi(look), palpasi

(feel), dan pergerakan (move). Pemeriksaan abdomen paling baik dilakukan pada

pasien dalam keadaan berbaring dan relaks, kedua lengan berada disamping, dan

pasien bernapas melalui mulut. Pasien diminta untuk menekukkan kedua lutut dan

pinggulnya sehingga otot-otot abdomen menjadi relaks. Tangan pemeriksa harus

hangat untuk menghindari terjadinya refleks tahanan otot oleh pasien. 5

Pemeriksaan abdomen paling baik dilakukan pada pasien dalam keadaan baring

dan relaks, kedua lengan berada di samping dan pasien bernafas melalui mulut. Pasien

Page 3: koledokolitiasis

diminta untuk menekukkan kedua lutut dan pinggulnya hingga otot abdomen menjadi

relaks. Dokter yang memeriksa harus merasa nyaman, relaks dan oleh sebab itu

ranjang harus dinaikkan atau pemeriksa berlutut di samping tempat tidur. Tangan

pemeriksa harus hangat untuk menghindari terjadinya reflex tahanan otot oleh pasien.3

Inspeksi

Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan keadaan umum pasien apakah sakit

ringan atau berat, nyeman atau tidak, tenang atau gelisah. Apakah dijumpai demam,

anemia, ikterus, limfadenopati, tanda-tanda penurunan berat badan, malnutrisi, fetor

atau ketosis? Apakah dijumpai dehidrasi, syok atau hipovolemik? Adakah abdomen

akut? Mungkinkah ada obstruksi (disensi, muntah, konstipasi absolut, atau bising usus

mendenting bernada tinggi)?6

Setelah melakukan inspeksi menyeluruh dan keadaan sekitarnya secara tepat,

perhatikan abdomen untuk memeriksa hal berikut ini: 3

- Apa bentuk abdomen?

- Apa warna kulit dan lesi kulit?

- Apakah abdomen dapat bergerak tanpa hambatan ketika pasien bernapas?

- Apakah pasien menderita nyeri abdominal yang nyata?

- Apakah pasien menderita iritasi peritoneum, yaitu pergerakan abdomen

menjadi terbatas?

- Apakah terdapat jaringan parut akibat operasi sebelumnya?

- Apakah terdapat distensi abdomen yang nyata?

- Apakah terdapat vena yang berdilatasi?

- Apakah terdapat gerakan peristaltik yang dapat terlihat?

- Apakah terdapat kelainan-kelainan lain yang dapat terlihat?

Distensi yang menyeluruh biasanya disebabkan oleh lemak, cairan, janin, atau

udara, sedangkan penyebab dari pembengkakkan yang terlokalisasi antara lain hernia

atau pembesaran organ. Pada distensi abdomen yang menyeluruh, terutama jika

disebabkan oleh asites, umbilikus dapat menonjol keluar.

Peristaltik yang terlihat dapat dijumpai pada individu normal yang kurus, tetapi

Page 4: koledokolitiasis

pada orang yang gemuk, gerakan peristaltik hanya terlihat di sebelah proksimal dari

letak lesi obstruktif usus.5

Palpasi

Abdomen harus diperiksa secara sistematis, terutama jika pasien menderita

nyeri abdomen. Selalu ditanyakan kepada pasien letak nyeri yang dirasa maksimal

dan periksa bagian tersebut paling akhir. Relaksasi pada tangan yang sedang lakukan

palpasi adalah penting, dengan meletakkan salah satu tangan di abdomen dan tangan

yang lain melakukan palpasi dengan menekan tangan yang ada di bawahnya. 3

Lakukan palpasi di setiap kuadran secara berurutan, yang awalnya dilakukan

tanpa penekanan yang berlebihan dan dilanjutkan dengan palpasi secara dalam (jika

tidak terdapat area nyeri yang diderita atau diketahui). Kemudian, lakukan palpasi

khusus kepada beberapa organ. 3

Bila terdapat pembengkakan yang abnormal, dan pada waktu palpasi tidak

menimbulkan nyeri, tentukan keadaan dan karakteristiknya. Jika pembengkakan

berdenyut (kemungkinan aneurisma), jangan melakukan pemeriksaan indentabilitas. 3

Tahanan abdomen merupakan suatu reflex penegangan otot abdominal yang

terlokalisasi yang tidak dapat dihindari oleh pasien dengan sengaja. Adanya tahanan

tersebut merupakan tanda iritasi peritoneum perifer atau tanda nyeri tekan yang tajam

dari organ di bawahnya. Pastikan adanya tahanan abdomen dengan melakukan perkusi

ringan di atas area yang terkena.3

Hati normal tidak mudah diraskan layaknya hati yang berpenyakit, kuat dan

membesar. Hati akan berdenyut jika terjadi regurgitasi trikuspid; akan tetapi, denyut

yang meluas sulit dibedakan secara klinis dengan denyut aorta yang dihantarkan.

Kantung empedu norma juga tidak bisa diraba, kecuali jika mengaami pembesaran;

kantung empedu tidak terasa nyeri sering kali berkaitan dengan obastruksi ganas di

saluran empedu umum, sedangkan perbesaran yang terasa nyeri biasanya oleh

inflamasi (epiema atau kolesistitis).4

Pada pemeriksaan fisik juga perlu diperhatikan adakah nyeri tekan, tahanan,

kekakuan, nyeri lepas, atau gerak peristalsis yang tampak. Jika rasa nyeri dan nyeri

Page 5: koledokolitiasis

tekan pada abdomen kuadran kanan atas menunjukkan kemungkinan kolesistitis akut.

Perlu dicari Murphy sign dengan cara mengkaitkan ibu jari kiri atau jari-jari tangan

kanan di bawa margo kostalis pada titik tempat tepi lateral muskulus rektus abdominis

bersilangan dengan margo kostalis. Sebagai alternatif lain jika terdapat perbesaran

hati, kaitkan ibu jari atau jari-jari tangan di bawah tepi hati pada titik yang sebanding

di sebelah bawahnya. Minta pasien untuk menarik napas yang dalam. Amati

pernapasan pasien dan perhatikan derajat nyeri tekannya. Perlu diperhatikan apakah

ada pembesaran aorta, hati, ginjal, limpa, kandung empedu, hernia atau massa lain.6

Perkusi

Perkusi berguna (khususnya pada pasien yang gemuk) untuk memastikan

adanya pembesaran beberapa organ, khususnya hati, limpa atau kandung kemih.

Lakukan selalu perkusi daerah resonan ke daerah pekak, dengan jari pemeriksa yang

sejajar dengan bagian tepi organ. 3

Shifting dullness adalah suatu daerah pekak yang terdapat pada permukaan

horizontal cairan intraperitoneal (asites). Mulakan dengan perkusi dari garis tengah

dengan posisi jari yang diperkusi sejajar dengan batas cairan yang diperkirakan dan

lakukan perkusi kearah lateral sampai muncul nada pekak yang jelas, kemudian jari

yang diperkusi diletakkan kembali ke daerah yang kurang pekak. Dengan

mempertahankan jari pada posisinya, minta pasien berpusing menjauhi pemeriksa.

Tunggu sekitar 20-30 detik untuk memberikan kesempatan kepada cairan asites untuk

bergerak ke bawah dan kemudian perkusi kembali. Jika terdapat asites, nada perkusi

lebih pekak ketimbang perkusi sebelumnya. 3 

Auskultasi

Auskultasi dilakukan pada kuadran abdomen secara sistematis. Bunyi bising

usus juga didengar pada masing-masing kuadran selama 1 menit. Bising usus dapat

menaik, menurun, normal dan tiada kedengaran bunyi.3

Bising usus yang meningkat dapat ditemukan pada obstruksi usus, diare, dan

jika terdapat darah dalam pencernaan yang berasal dari saluran cerna atas (keadaan

Page 6: koledokolitiasis

yang menyebabkan peningkatan peristaltik).3,5

Bising usus menurun atau menghilang ditemukan pada ileus, perforasi,

peritonitis generalisata. 3,5

Bising sistolik aorta atau arteri femoralis dapat terdengar di atas arteri yang

mengalami aneurisma atau stenosis. Bising arteri renalis dapat terdengar di bagian

lateral abdomen atau di punggung. Dengungan vena yang kontinu dapat menunjukkan

adanya obstruksi vena kava inferior atau obstruksi vena porta.5

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium7,8

- Peningkatan enzim hati yang menunjukan kolestasis (gama GT dan alkali

fosfatase)

- Peningkatan enzim pankrea (amilase dan lipase) apabila batu menyumbat

duktus koledukus dan duktus pankreatikus

- Peningkatan bilirubin serum

Pemeriksaan radiologi

- USG mempunyai spesifitas dan sensifitas yang tinggi untuk deteksi batu

empedu dan pelebaran saluran empedu intra maupun ekstra hepatik, namun

sensifitas untuk batu koledukus hanya 50%. Tidak terlihat batu koledokus di

USG tidak menyingkirkan koledokolitiasis. 7,8

- ERCP (Endoscopic retrograde colangio-pancreatograohy)ERCP merupakan

pemeriksaan terbaik untuk mendeteksi batu saluran empedu. Pada ERCP,

kanul dimasukan ke dalam duktus koleukus dan duktus pankreatikus,

kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut. Indikasi utama

ERCP adalah ikterus obstruktif. 7,8

- MRCP (magnetik resonance cholangio-pancreatography) MRCP merupakan

teknik pencitraan mengunakan gama magnet tanpa zat kontras, instrument dan

radiasi ion. Pada MRCP, saluran empedu akakn terlihat terang karena

intensitas sinyal yang tinggi. Maka, metode ini sangat cocok untuk mendeteksi

batu saluran empedu. 7,8

Page 7: koledokolitiasis

Diagnosis Banding

Kolesistitis akut

Radang kandung empedu (kolesistitis akut) adalah reaksi inflamasi akut dinding

kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan

demam. Hingga kini patogenesis penyakit yang cukup sering dijumpai ini masih

belum jelas. Walaupun belum ada data epidemiologis penduduk, insidens kolesistitis

dan batu empedu (kolelitiasis) di negara kita relatif lebih rendah dibandingkan negara-

negara barat.9

Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis

cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab

utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus

sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus

timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus). Bagaimana stasis di

duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut, masih belum jelas. Diperkirakan

banyak faktor yang berpengaruh, seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol,

lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu

diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul

pada pasien yang dirawat cukup lama dan mendapat nutrisi secara parenteral, pada

sumbatan karena keganasan kandung empedu, batu di saluran empedu atau

merupakan salah satu komplikasi penyakit lain seperti demam tifoid dan diabetes

melitus. 9

Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di

sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh. Kadang-

kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung

sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung

dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi

kandung empedu. Pada kepustakaan barat sering dilaporkan bahwa pasien kolesistitis

Page 8: koledokolitiasis

akut umumnya perempuan, gemuk dan berusia di atas 40 tahun, tetapi menurut

Lesmana LA, dkk, hal ini sering tidak sesuai untuk pasien-pasien di negara kita.Pada

pemeriksaan fisis teraba masa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda

peritonitis lokal (tanda Murphy). Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat

ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan

adanya batu di saluran empedu ekstra hepatik.Pemeriksaan laboratorium

menunjukkan adanya leukositosis serta kemungkinan peninggian serum transaminase

dan fosfatase alkali. Apabila keluhan nyeri bertambah hebat disertai suhu tinggi dan

menggigil serta leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi

kandung empedu perlu dipertimbangkan. 9

Abses hati

Abses hati merupakan infeksi hati merupakan infeksi pada hati yang disebabkan

oleh infeksi bakteri parasit, jamur yang berasal dari sistem gastrointestinal dan bilier

yang ditandai dengan proses surpurasi dengan pembentukan pus, yang terdiri dari

jaringan hati nekrotik, sel inflamasi dan sel darah dalam paremkim hati.7

Abses hati lebih sering terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita, dan

berhubungan dengan sanitasi yang jelek, status ekonomi rendah dan gizi buruk. Pada

negara-negara berkembang, abses hati amebik AHA) didapatkan secara endemik dan

lebih sering dibandingkan dengan abses hati piogenik (AHP). AHP tersebar di seluruh

dunia dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi higiene yang kurang baik. 7

a.       Abses hati amebic

- Pria : wanita berkisar 3:1 sampai 22:1

- Usia berkisar antara 20-50 tahun, terutama didewasa muda jarang pada anak-

anak

- Penularan dapat melalui oral-anal-fekal ataupun melalui vektor (lalat dan

lipas)

- Individu yang mudah terifeksi adalah penduduk di daerah endemis, wisatawan

ke daerah endemis atau para homoseksual. 7

Page 9: koledokolitiasis

b.      Abses hati piogenik

- Dahulu banyak terjadi melalui infeksi porta, sekarang lebih sering sebagai

komplikasi obstruksi saluran empedu

- Insidens meningkat pada kelompok usia lanjut, juga yang mendapat

imunosupresan atau kemoterapi

- Pria : wanita berkisar 2:1

- Usia berkisar 40-60 tahun.7

AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestina, paling sering

terjadi di daerah tropis/subtropis. AHA lebih sering terjadi enemik di negara

berkembang dibanding AHP. AHA terutama disebabkan oleh E. histolytica. 7

AHP tersebar di seluruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan sanitasi

kurang. Etiologi AHP terbanyak adalah E coli. Peningkatan insidensi AHP dewasa ini

lebih banyak akibat komplikasi dari sistem biliaris (kolangitis, kolesistitis) yang

berhubungan dengan makin tingginya angka harapan hidup, yang membuat makin

banyak orang lanjut usia terkena penyakit sistem biliaris ini. AHP juga bisa akibat

trauma, luka tusuk/tumpuk dan kriptogenik. 7

Cara penularan abses hati amebik umumnya fekal-oral baik melalui makan atau

minuman yang tercemar kista atau transmisi langsung pada orang dengan higiene

yang buruk. Sesudah masuk per ora hanya bentuk kista yang bisa sampai ke dalam

intestine tanpa dirusak oleh asam ambung, kemudian kista pecah keluar tropozoid. Di

dalam usus tropozoit menyebabkan terjadinya ulkus pada mukosa akibat enzim

proteolitik yang dimilikinya dan bisa terbawa aliran darah portal masuk ke hati.

Amuba kemudia tersangkut menyumbat venul porta intrahepatik, terjadi infrak

hepatosit sedangkan enzim-enzim proteolitik tasi mencerna sel parenkim hati

sehingga terbentuklah abses. Di daerah sentralnya terjadi pencairan yang berwarna

coklat kemerahan anchovy sauce yang teriri dari jaringan hati yang nekrotik dan

bergenerasi. Amubanya seperti ditemukan pada dinding abses dan sangat jarang

ditemukan di dalam cairan di bagian sentral abses. Kira-kira 25% abses hati amebik

mengalami infeksi sekundar sehingga cairan absesnya menjadi purulan dan berbau

busuk. 7

Page 10: koledokolitiasis

Hati adalah oragan yangpaling sering terkena abses. Halini dapat terjadi dari

penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di

dalam rongga peritoneum. Sel kupper yang membatasi terjadinya infeksi di dalam

rongga peritoneum. Sel Kuppner yang membatasi sunusoid hati sebenarnya akan

menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri yang masuk malalui vena porta. Namun

obstruksi aliran empedu mempermudah terjadinya proliferasi bakteri. Tekanan dan

distensi kanalikuli akan melibatakan cabang-cabang vena portal an limfatik dan

membentuk formasi mikroabses, yang kemudian menyebar secara hematogen

sehingga terjadi bakteremia sistemik. Lobus kanan hati lebih sering terjadi AHP

dibanding lobus kiri, karena lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika

superior dan vena portal sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika

inferior dan aliran imfatik. 7

Gejala kinis AHP biasanya lebih berat daripada AHA. Sindrom klinis klasik

abses hati berupa nyeri perut kanan atas, ditandai jalan membungkuk ke depan dengan

dua tangan t=ditaruh diataanya, dmeam tinggi, dan dapat terjadi shok. Manifestasi

utama AHP adalah deman (79-98%), nyeri (51-90%) dan menggigil (30-77%),

sedangkan manifestasi utama AHA adalah deman (87-99%), nyeri (87-100%) dan

anoreksia (83-93,5%).7

Apabila abses letaknya dekat diafragma, akan timbul iritasi diafragma sehingga

nyeri bahu kanan, batuk, dan atelektasis (terutama akibat AHA). Gejaa lain, mua,

muntah, anoreksia, berat badan turun, badan lemah, ikterus, feses seperti kapur, dan

urin berwarna gelap. 7

Pankreatitis Akut

Pankreas merupakan suatu organ yang tidak biasa karena berfungsi sebagai

kelenjar endokrin dan eksokrin. Pankreatitis adalah reaksi peradangan pankreas.

Secara klinis pankreatitis akut ditandai oleh nyeri perut yang akut disertai kenaikan

enzim dalam darah dan urin. Pankreatitis ditandai dengan berbagai derajat edema,

perdarahan, dan nekrosis pada sel-sel asinus. Perjalanan penyakitnya sangat bervariasi

Page 11: koledokolitiasis

dari ringan yang self limited sampai yang sangat berat disertai dengan renjatan,

gangguan ginjal, dan paru-paru yang fatal. 10

Etiologi utama pankreatitis akut adalah penyakit saluran empedu dan

alkoholisme. Penyebab jarangnya adalah trauma, tukak duodenum yang menimbulkan

penetrasi, hiperparatiroidisme, hiperlipidemia, infeksi virus, dan obat-obat tertentu

seperti kortikosteroid. Dalam keadaan normal pankreas terlindungi dari efek

enzimatik enzim digestifnya sendiri. Enzim disintesis sebagai zimogen yang inaktif

dan diaktivasi dengan pemecahan rantai peptik secara enzimatik. Enzim proteolitik

(tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase, elastase) dan fosfolipase A termasuk dalam

kelompok ini. Enzim digestif lainnya seperti amilase dan lipase disintesis dalam

bentuk inaktif, disimpan dalam bentuk zimogen sehingga terisolasi oleh membran

fosfolipid di dalam sel asini.11

Dalam proses aktifasi enzim di dalam pankreas, peran penting terletak pada

tripsin yang mengaktifasi semua zimogen pankreas yang terlihat dalam proses

autodigesti. Hanya lipase yang aktif yang tidak tergantung pada tripsin. Aktifase

zimogen normal dimulai dari enterokinase di duodenum yang menyebabkan aktifasi

tripsin. Diduga aktifasi dini tripsinogen menjadi tripsin merupakan pemicu bagi

kaskade enzim dan autodigesti pankreas. 11

Refluks isi duodenum dan refluks cairan empedu, aktifasi sistem komplemen,

stimulasi, sekresi enzim yang berlebihan dapat memulai aktifasi enzim. Duodenum

berisi campuran enzim pankreas aktif, asam empedu, lisolesitin dan lemak yang telah

mengalami emulsifikasi, semua ini mampu menginduksi pankreatitis akut. Refluks

dapat terjadi bila terdapat saluran bersama, dan bau empedu menyumbat ampula

Vateri. Atonia dan edema sfingter Oddi dapat mengakibatkan refluks duodenum.

Obstruksi duktus pankreatikus dan iskemia pankreas juga turut berperan. 11

Kedua enzim aktif yang diduga berperan penting dalam autodigesti pankreas

adalah elastase dan fosfolipase A. fosfolipase A mencerna fosfolipid membran sel

sedangkan elastase mencerna jaringan elastin dinding pembuluh darah sehingga

menimbulkan pendarahan. Pengaktifan kalikrein oleh tripsin berperan dalam

Page 12: koledokolitiasis

timbulnya kerusakan lokal dan hipotensi sistemik. Kalikrein menyebabkan

vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular, invasi leukosit dan nyeri. 11

Alkohol diduga mempunyai efek toksik langsung pada pankreas pada orang-

orang tertentu yang mempunyai kelainan enzimatik yang tidak diketahui. Teori

lainnya adalah alkohol merangsang sfingter Oddi sehingga terjadi spasme dan

meningkatkan tekanan di dalam saluran bilier dan pankreas. Alkohol juga merangsang

sekresi enzim pankreas sehingga mengakibatkan pankreatitis. Alkohol juga

mengurangi jumlah inhibitor tripsin sehingga pankreas menjadi lebih mudah dirusak

tripsin. 11

Gejala pankreatitis akut dapat ringan ataupun berat dan fatal dalam waktu

singkat. Seseorang yang tiba-tiba mengalami nyeri epigastrium, muntah-muntah

sesudah minum alkohol berlebihan, serangan seperti kolesistitis akut yang berat,

keadaan renjatan dan koma dapat merupakan akibat dari pankreatitis akut. 11

Gejala yang umum dijumpai adalah rasa nyeri yang timbul tiba-tiba, intens,

terus menerus, makin lama makin bertambah. Kebanyakan nyeri terletak di

epigastrium kadang agak ke kiri atau kanan, dapat menjalar ke punggung atau

menyebar di perut dan menjalar ke abdomen bagian bawah. Nyeri berlangsung

beberapa hari. Selain nyeri dijumpai juga gejala mual dan muntah-muntah serta

demam. 11

Nyeri perut ditemukan pada semua kasus. Peritonitis umum pada 10,4% kasus

dan peritonitis lokal pada daerah epigastrium sampai ke puast pada 48% kasus. Mual

dan muntah-muntah dijumpai pada 79% kasus dan demam pada 89,6% kasus. Ikterus

hanya didapatkan pada 37,5% kasus. 11

Kolangitis

Kolangitis adalah suatu infeksibakteri pada cairan empedu di dalam saluran

empedu. Kolangitis terjadi akibat obstruksi aliran empedu, tersering karena batu

koledokus.7

Di Amerika Serikat, kolangitis jarang terjadi. Biasanya terjadi bersamaan

dengan penyakit lain obstruksi bilier atau pasca ERCP dimana 1-3% pasien

Page 13: koledokolitiasis

mengalami kolangitis. Risiko tersebut meningkat apabila cairan pewarna diinjeksikan

secara retrograde. Di Asia Tenggara sering terjadi kolangitis piogenik rekuren, atau

disebut juga sebagai kolangio hepatitis oriental. Kejadian ini ditandai dengan infeksi

saluran bilier berulang, pembentukan batu empedu intrahepatik dan ekstrahepatik,

abses hepar, serta adanya dilatasi atau striktur dari saluran empedu intra dan

ekstrahepatik.7

Faktor dari dalam lumen saluran empedu misalnya batu koledukus (paling

sering) atau askaris    yang memasuki duktus koledokus. Faktor dari luar lumen

saluran empedu misalnya karsinoma caput pankreas yang menekan duktus koledokus,

atau dari dinding saluran empedu misalnya kolangio-karsinoma atau adanya striktur

saluran empedu. Striktur dapat juga terjadi pada pasca tindakan ERCP.7

Kolangitis selalu terjadi akibat adanya dua faktor, yaitu; 7

- Peningkatan tekanan intraduktus dalam saluran empedu akibat dari obstruksi

saluran  empedu sebagian atau total.

- Cairan empedu yang terinfeksi

Adanya hambatan dari aliran cairan empedu akan menimbulkan stasis cairan

empedu, kolonisasi bakteri dan pertumbuhan kuman yang berlebihan. Kuman-kuman

ini berasal dari flora duodenum yang masuk melalui sfingter Oddi, dapat juga dari

penyebaran limfogen dari kandung empedu yang meradang, penyebaran ke hati akibat

sepsis atau melalui sirkulasi portal dari bakteri usus. Karena tekanan yang tinggi dari

saluran empedu yang tersumbat, kuman akan kembali (refluks) ke dalam saluran limfe

atau aliran darah dan selanjutnya mengakibatkan sepsis. Kombinasi dari stagnasi,

infeksi empedu dan peningkatan tekanan tersebut akan menimbulkan keadaan yang

serius pada kolangitis supuratif. 7

Sering didapatkan nyeri kuadran kanan atas, ikterus dan disertai demam

menggigil. Gejala ini disebut trias Charcot.2Seringkali batu koledokus menimbulkan

nyeri hebat di epigastrium atau perut kanan atas yang bersifat kolik, menjalar ke

belakang atau ke skapula kanan, kadang nyeri dapat juga bersifat konstan Pada

kolangitis akut supuratif didapatkan trias Charcot disertai hipotensi, oliguria dan

Page 14: koledokolitiasis

gangguan kesadaran. Ditemukan trias Charcot pada 50-60% pasien. 7

Pemeriksaan laboratorium pada kolangitis dapat ditemukan: 7

- Leukositosis

-  Hiperbilirubinemia (bila akibat batu, biasanya obstruksi parsial, bilirubin 2-4

mg/dL; bila akibat neoplasma, obstruksi total dan bilirubin >10mg/dL)2

-  Peningkatan SGOT, SGPT, alkali fosfatase dan gama GT serum

Hepatoma

Kanker hati (hepatocellular carcinoma, HCC), disebut juga hepatoma, adalah

suatu kanker yang timbul primer dari hati. Hepatoma primer secara histologis dibagi

menjadi 3 jenis, yaitu: 7

- Karsinoma hepatoselular, hepatoma primer yang berasal dari sel hepatosit. Ini

bagian terbesar (80%)

- Karsinoma kolangioselular, hepatoma primer yang berasal dari epitel saluran

empeu intrahepatik

-  Angiosarkoma dan leiomiosarkoma berasal dari sel mesenkim.

Hepatoma meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker pada manusia serta

menempati peringkat kelima pada laki-laki dan kesembilan pada perempuan sebagai

kanker yang paling sering terjadi di dunia. Tingkat kematian HCC sangat tinggi, yaitu

di urutan kedua setelah kanker pankreas. Kekerapan tinggi di negara sedang

berkembang, tertinggi di Asia Tenggara dan Afrika Tengah. Laki-laki lebih banyak

dari perempuan (2-4 :1). Penyakit ini jarang pada usia muda, terbanyak di usia 70

tahun. 7

Sirosis hati (SH merupakan faktor risiko utama HCC (80%). Prediktor utama aalah

gender laki-laki, peningkatan AFP serum, beratnya penyakit dan tingginya aktivitas

proliferasi hati. 7

Faktor risiko mayor lainya: hepatitis virus B, hepatitis virus C, penyakit hati

alkohol, aflatoksin, diabetes mellitus, obesitas dan NASH (nonalcoholic steato-

hepatitis). Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk NAFLD (nonalcoholic fatty

Page 15: koledokolitiasis

liver diseasa), khususnya NASH yang dapat berkembang menjadi SH dan HCC.

Alfatoksin B1 (AFB1), adalah mitotoksin yang diproduksi jamur Aspergilus, bersifat

karsinogen. Alfatoxin B1 dapat tumbuh pada biji-bijian yang disimpan di tempat yang

panas, lembab. Diabetes mellitus merupakan faktor risiko untuk terjadinya NASH,

selanjutnya NASH dapat berkembang menjadi HCC melalui SH. Pada DM juga

terjadi hiperinsulinemia dan insulin like growth factors (IGFs) yang merupakan faktor

promotif potensial untuk terjadinya kanker. Peminum berat alkohol (>50-70g/hari dan

berlangsung lama) berisiko mendapatkan sirosis hati alkoholik yang selanjutnya dapat

berkembang menjadi HCC. 7

Faktor resiko tambahan: penyakit hati auto imun (sirosis bilier primer, hepatitis

autoimun), penyakit hati metabolik (hemokromatosis genetik, alpha1-antitrypsin

deficiency), penyakit Wilson, kontrasepsi oral, zat kimia tertentu, tembakau. 7

Mekanisme karsinogenesis hepatoma belum sepenuhnya diketahui, apapun agen

penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan

perputaran (turnover) sel hati yang diinduksi oleh ceera (injury) dan regenerasi kronik

dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulakan

perubahan genetik seperti perubahan kromosom, aktivasi oksigen selular atau

inaktivasi gen suppresor tumor, yang mungkin bersama dengan kurang baiknya

penanganan DNA mismatch, aktivasi telomerase, serta induksi faktor-faktor

pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis virus kronik, alkohol dan penyakit hati

metabolik seperti hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin-alfa1, mungkin

menjalankan peranannya terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan

sirosis). Aflatoksin dapat menginduksi mutasi pada gensupresor tumor p53 dan ini

menunjukan bahwa faktor lingkungan juga berperan pada tingkat molekular untuk

berlangsungnya proses hepatokarsinogenesis. 7

Di Indonesisa HCC paling banyak ditemukan pada laki-laki usia 50-60 tahun.

Manifestasi klinis baerfariasi dari asimtomatik hingga gagal hati. Penderita SH yang

makin memburuk kondisinya perlu dicurigai kemungkinan telah timbulnya HCC.

Keluhan utama yang paling sering adalah rasa tidak nyaman di perut kanan atas. Seain

Page 16: koledokolitiasis

itu ada anoreksia, kembung, konstipasi atau diare. Juga dapat terjadi pembengkakan di

perut akibat massa tumor atau asites. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hepatomegali

(dengan/tanpa bruit hepatik), spenomegali, asites, ikterus, deman dan atrofi otot. 7

Diagnosis Kerja

Koledokolitiasis

Koledokolitiasis adalah terdapatnya batu empedu didalam saluran empedu yaitu

di duktus koledukus komunis (CBD). Koledokolitiasis terbagi dua tipe yaitu primer

dan sekunder. Koledokolitiasis primer adalah batu empedu yang terbentuk di dalam

saluran empedu sedangkan koledokolitiasis sekunder merupakan batu kandung

empedu yang bermigrasi masuk ke duktus koledukus melalui duktus sistikus.

Koledokolitiasis primer lebih banyak ditemukan di Asia, sedangkan di negara Barat

banyak koledokolitiasis sekunder.7

Penyakit batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, dan

dikenal sebagai kolelitiasis, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus

sistikus ke dalam saluran empedu menjadi koledokolitiasis. Umumnya pasien dengan

batu empedu jarang mempunyai keluhan, namun sekali batu empedu mulai

menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka risiko untuk mengalami

komplikasi akan terus meningkat.7

Etiologi

Penyebab koledokolitiasis sama seperti kolestasis. Batu pada koledokolitiasis

dapat berasal dari kandung empedu yang bermigrasi dan menyumbat di duktus

koledukus, atau dapat juga berasal dari pembentukan batu di duktus koleukus

sendiri. 7

Kolelitiasis sendiri merupakan penyakit batu empedu juga dimana terdapat batu

empedu di dalam kadung empedu yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang

bervariasi, kolestiasis lebih sering dijumpai pada 4F yaitu wanita (female), usia 40

tahun (forty), obese (fat) dan fertile. 7

Page 17: koledokolitiasis

Faktor predisposisi terjadinya batu empedu antara lain perubahan komposisi

empedu (sangat jenh dengan kolesterol), statis empedu (akibat gangguan kontraksi

kandung empedu atau spasme sfingter oddi), dan infeksi (bakteri dapat berperan

sebagai pusat presipitasi/pengendapan) kandung empedu. 7

Epidemiologi

Di negara Barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai batu

saluran empedu. Di Asia lebih banyak ditemukan batu saluran empedu primer (batu

yang dibentuk di saluran empedu). Perbandingan pria wanita adalah1:2, dan banyak

terjadi pada usia 40-an 7,8,12

Di Amerika Serikat, insidens kasus batu empeu pada wanita lebih tinggi

dibandingkan pada pria (2,5:1), dan terjadi peningkatan seiring dengan bertambahnya

umur. Di masyarakat Barat, komposis didapatkan 73% batu pigmen dan 27% batu

kolesterol. Faktor risiko terjadinya batu empedu adalah usia, gender wanita,

kehamillan, estrogen, obesitas, etnik (penduduk asli Amerika), sirosis, anemi

hemolitik (penyakit sel sickle), nutrisi parenteral. 7,8

Patogeneis Koledokolitiasis dan ikterus

a. Terjadinya Batu Empedu:

Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu, yang

tediri dari kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak,

fosfolipid (lesitin) dan elektrolit. Menurut gambaran makroskopis dan

komposisi kimianya, batu empedu di golongkan atas 3 (tiga) golongan, yaitu:7

- Batu kolesterol: berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan

mengadung lebih dari 70% kolesterol. Kolesterol bersifat tidak arut air,

kelarutan kolesterol sangat tergantung dari asam empedu dan lesitin

(fosfolipid). Proses pembentukan batu kolesterol adalah seperti berikut:

supersaturasi kolesterol, nukleasi kolesterol dan disfungsi kandung

empedu

- Batu kalsium bilirubinat (pigmen coklat): berwarna coklat atau coklat tua,

Page 18: koledokolitiasis

lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai

komponen utama

- Batu pigmen hitam: berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak

berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tidak

terekstraksi. Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari

keempat anion ini yaitu: bilirubinat, karbonat, fosfat, dan asam lemak.

Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjungasi dalam

empedu, dengan bantuan enzim glukuronil transferase. Kekurangan

enzim ini mengakibatkan prespitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut.

Di negara barat, 80% terdiri dari batu kolesterol, sedangkan jenis batu pigmen

banyak di temukan di negara asia.7

b.      Ikterus

Penyebab ikterus dibagi menjadi 3 bagian yaitu masalah dalam pra-hati,

masalah dalam hati dan masalah dalam pasca hati. Untuk penyakit batu empedu

(koledokolitiasis contohnya) ikterus terjadi pada fase pasca hepatik. Berikut akan

dibahas satu persatu.

Masalah dalam fase pra-hati

- Produksi bilirubin berlebihan

Gangguan hemotlitik turun-temurunatau perolehan menyebabkan

produksi heme berlebihan dan hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi yang

tidak dieksresikan dalam urin. Bilirubin serum jarang melebihi

86mmol/L(5md/dl) sehingga sakit kuning cenderung ringan dan bisa

kambuh, serta berkaitan dengan gejala anemia. Hemolisis yang

diperkaitkan dengan gejala anemia. Hemolisis yang dipercepat, terutama

jika turun temurun, berkaitan dengan oembentukan batu empedu pigmen

yang bisa menyumbay pohon empedu dan menyebabkan

hiperbilirubinemia berkonjugasi.4

- Gangguan ambilan dan konjugasi

Obat-obatan, misalnya rifampicin, menyebabkan hiperbilirubinemia yang

tidak terkonjugasi karena menguruangi ambilan hati. Sindrom turun

Page 19: koledokolitiasis

temurun yang langka, misalnya sindrom Crigler-Najjar I dan II dan

sindrom Gilbert disebabkan oleh disfungsi atau ketiadan enzim  uridine

diphosphoglucoronyl transferase (UDP-GT), yang berfungsi sebagai

perantara konjugasi bilirubin hidrofobik dengan monoglukoronida

bilirubin hidrofilik dan konjugasi diglukoronida yang cocok untuk

sekresi. 4

Masalah dalam fase hati

Aktivitas UDP-GT bisa dipertahankan dengan baik saat pasien mengalami

kerusakan hati aku dan kronis, dan bahkan bisa ditingkatkan saat pasien mengalami

kolestasis. Gangguan sekresi yang berkaitan dengan penyakit hati parenkim

menyebabkan regurgitasi bilirubin yang terkonjugasi dari sel hati kelairan darah. Urin

bewarna gelap menunjukan bahwa urin kemungkinan lebih besar terkonsentrasi dalam

kondisi dehidrasi daripada kondisi hiperbilirubinemia. 4

Masalah dalam fase pasca-hati

Membedakan sakit kuning yang berkaitan dengan sel hati dengan sakit kuning

yang berkaitan dengan kolestasis akibat empedu atau gangguan aliran empedu

tidaklah mudah- keduanya menyebabkan perubahan metabolisme empedu yang sama,

jadi urun berwarna cokelat lebih tua akibat bilirubinuria tidak bisa dijadikan

pedoman , begitu pula dengan perdarahan spontan  atau memar, yang bisa muncul

dalam penyakit hati akut atau kronis dan yang mengikuti malarbsosi vitamin K yang

larut dalam lemak pada pasien yang mengalami kolestasis. 4

Gatal dalam kolestasis bisa disebabkan oleh tingginya konsentrasi plasma garam

empedu. Pada penyakit hati, tingkat keparahan kondisi ini bermacam-macam, bisa

lebih terasa diekstremitas dari pada dibatang tubuh , terutama setelah mandi air hangat

atau dimalam hari, saat kulit menjadi hangat. Gangguan sekresi empedu juga

berkaitan dengan kadar sterkobilinogen dalam tinja, sehingga tinja menjadi berwarna

lumpur. Malarbsorpsi lemak yang sangat jelas pada pasien yang mengalami obstruksi

empedu menyeluruh bisa menghasilkan tinja berlemak.4

Page 20: koledokolitiasis

Nyeri di kuadran kanan atas akibat penggelembungan dan kenaikan tekanan

didalam saluran empedu dalam kondisi sakit kuning akibat koledokolitiasis, dapat

membedakan pasien yang mengalami sakit kuning akibat obstruksi dengan pasien

yang mengalami kolestasis. Nyeri yang disebabkan oleh obstruksi batu empedu bukan

ciri yang konsisten, kecuali dalam obstruksi akut meskipun disebut kolik empedu

nyeri ini tidak muncul lalu hilang.

Manifestasi Klinik

Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu

mulai dari tidak ada gejala sampai dengan timbulnya ikterus obsturktif yang nyata.

Gejala koledokolitiasis mirip seperti kolelitiasis seperti koli bilier, mual dan muntah,

namun pada koledokolitiasis diseratai ikterus, BAK kuning pekat dan BAB berwarna

dempul. 7,8

Pencegahan

1. Ursodeoxycholic acid, Pengobatan ursodeoxycholicacid dapat mencegah

pembentukan batu empedu. Hal ini telah di lakukan pada pasien yang

kehilangan berat badan secara cepat karena pola makan rendah kalori atau

karena pembedahan bariatrik yang berkaitan dengan risiko tinggi

pembentukan batu empedu kolesterol baru (20-30% dalam 4 bulan).

Kemudian dilakukan pemberian dosis 600 mg ursodeoxycholic acid perhari

selama 16 minggu dan berhasil mengurangi insiden batu empedu tersebut

sebesar 80%. Anjuran perubahan pola makan berupa pengurangan konsumsi

lemak sangat diperlukan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi serangan kolik

bilier. Namun, ini tidak dapat mengakibatkan pengurangan batu empedu.

2. Pola Makan dan Olah Raga, Sedikit bukti yang menunjukkan bahwa

komposisi makanan dapat mempengaruhi riwayat penyakit batu empedu pada

manusia. Pasien obesitas yang mengikuti program penurunan berat badan

cepat atau melakukan pembedahan bariatric berisiko menderita batu empedu.

Pencegahan jangka pendek dengan Ursodeoxycholic acid perlu

Page 21: koledokolitiasis

dipertimbangkan. Olah raga teratur mungkin mengurangi kejadian

kolesistektomi.13

Penatalaksanaan

Batu sauran empedu selalu meyebabkan masalah yang serius, karena itu harus

dikeluarkan baik melalui operasi terbuka maupun melalu suatu prosedur yang disebut

endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP. Pada ERCP, suatu endoskop

dimasukan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan ke duodenum. Zat kontras

radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter

Oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang

menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus dan  dikeluarkan bersama tinja.

ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari

setiap 1.000 penerita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga

prosedur ini lebih aman dibandingkan operasi terbuka. Komplikasi yang mungkin

segera terjadi adalah pendarahan, pankreatitis akut dan perforasi atau infeksi saluran

empedu. Pada 2-6% penderita, saluran dapat menciut kembali dan batu empedu dapat

timbul lagi. 7,8

Pada tatalaksana batu saluran empedu yang sempit dan sulit diperluakan

beberapa prosedur endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecah batu

dengan litotripsi mekanik, litotripsi laser, electro-hydraulic shock wave lithiripsy, atau

ESWL. Bila usaha pemecahan batu dengan cara diatas gagal dapat dilakukan

pemasangan stent bilier perendoskopik di sepanjang batu yang terjepit. Stent bilier

dapat langsung dipasang di dalam saluran empeu sepanjang batu yang besar atau

terjepit yang sulit dihancurkan dengan tujuan drainase empedu. 7,8

Prognosis

Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena

komplikasi mekanik berupa sirosis sekunder, dan infeksi berat yang terjadi berupa

kolangitis akut. 7,12Pada kondisi demikian, apabila tidak segera ditangani risiko

kematian bagi pasien sangat tinggi.14

Page 22: koledokolitiasis

Komplikasi

Pada penyakit batu empedu terdapat hubungan etiologi antara kolelitiasis (batu

kadung empedu) dengan koledokolitiasis (batu salulran empedu). Bahkan bila

ditemukan batu disaluran empedu tidak jarang ditemukan juga batu dikandung

empedu, maka kompikasi diantara penyakit batu empedu ini dapat terjadi saling

berhubungan. Komplikasi batu empedu sendiri terdiri dari : 7,15

- Kolesistitis

- Hydrops vesica felea

- Ikterus osbstruktif

- Kolangitis akut/supurativa

- Pankreatitis bilier akut

- Sirosis bilier sekunder.

- Ileus batu empedu

-  Adenokarsinoma kandung empedu

Untuk memperfokus masalah pada koledokolitiasis maka dapat kita lihat

komplikasi yang dapat secara langsung berhubungan dengan koledoklitiasis (batu

saluran empedu) adalah: ikterus obstruktif, kolangitis akut/supurativa, pankreatitis

bilier akut dan sirosis bilier sekunder.7

Penutup

Berdasarkan kasus pada skenario, wanita 50 tahun tersebut didiagnosis 

koledokolitiasis dengan gejala keluhan nyeri hebat yang hilang timbul secara

mendadak pada perut kanan atasnya dan menjalar hingga ke punggung kanan sejak 6

jam yang lalu, sejak 5 hari yang lalu, pasien juga mengeluh demam tinggi, tubuhnya

berwarna kekuningan dan tinjanya berwarna pucat seperti dempul. Pada anamnesis

diketahui nyeri pada kuadran kanan atas abdomen yang menandakan adanya

penggelembungan dan peningkatan tekanan atau bahkan peradangan di empedu atau

saluran empedu, hal ini dapat diperkuat dengan nyeri tekan bila dilakukan

pemeriksaan fisik palpasi. Pengamatan keadaan pasien dan anamnesis yang 

Page 23: koledokolitiasis

didapatkan adanya ikerus dan tinja pucat seperti dempul menunjukan adanya

gangguan sekresi cairan empedu. Diagnosis dari anam nesis akan semakin lebih

lengkap bila dari anamnesis bisa didapatkan informasi tentang warna urin, dan adanya

mual atau muntah. Untuk lebih memantapkan diagnosis diperlukan pemeriksaan

laboratorium, radiologi, dan pemeriksaan lain bila perlu, selain untuk memastikan

gambaran radiologi dan hasil pemeriksaan laboratorium pada koledokolitias juga

untuk menyingkirkan diagnosis banding lainnya, misalnya demam pada pasien apakah

sudah sampai kolangitis atau infeksi pada organ lain atau penyebab lain.  Dengan

anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis yang cermat, serta pemberian terapi

paling ideal serta edukasi tentu saja dapat mengatasi penyakit pasien.

Daftar Pustaka

1. Guyton AC. Hall JE. Fisiologi kedokteran. Sistem hepatobilier. Edisi ke-11.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.h.107. 

2. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Sistem pencernaan. Edisi

ke-6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.h.327-67. 

3. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2010.h. 77,80-88.

4.  Houghton RA, Gray D. Gejala dan tanda dalam kedokteran klinis. Hati dan

bilier. Jakarta: PT Indeks. 2012.h.127-59.  

5. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.

Edisi ke 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.hal 461-5.  

6. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit

Erlangga; 2007.h.58-161.

7. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Penyakit batu empedu. Edisi ke-

1. Jakarta; Fakultas Kedokteran Ukrida. 2013.h.69-82,175-204. 

8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu

penyakit dalam Edisi 4, jilid I. Jakarta: Interna Publishing. 2009.h.721-6.

9. Pirady. Ilmu penyakit dalam. Kolestisititis. Edisi ke-4. Jakarta; Fakultas

Page 24: koledokolitiasis

Kedokteran Indonesia.2006.h.477-78. 

10. Arif M. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesculapius;

2000.h.498-513. 

11. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses

penyakit. Edisi ke-6Volume ke-1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;

2006.h.472-506. 

12. Laurenius A, Lesmana. Ilmu penyakit dalam. Penyakit batu empedu. Edisi ke-

4. Jakarta; Fakultas Kedokteran Indonesia.2006.h.479-81.

13. Hayes PC, Mackay TW. Buku saku diagnosis dan terapi. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC; 2007.h.163-5.

14. Cahyono JBSB. Batu empedu. Jakarta: Kanisius; 2009.h.51.

15. Grace PA, Borley NR. At a gance ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta : Penerbit

Erlangga; 2007 .h.121-2.