Pinus titik 1Persyaratan Penggunaan Karakteristik LahanNilai Kelas Kesesuaian Lahan AktualUsaha PerbaikanKelas Kesesuaian Lahan Potensial
Temperatur (tc)S2tcS2tc
Temperatur rerata ( C)26,9S2S2
Ketersediaan Air (wa)NwaNwa
Curah Hujan (mm)1950NN
Ketersediaan Oksigen (oa)S3oaS2oa
Drainase Agak lambatS3+S2
Media Perakaran (rc)S1S1
TeksturLempung berliatS1S1
Kedalaman tanah (cm)50S1S1
Retensi Hara (nr)S1S1
pH6S1S1
Bahaya Erosi (eh)S3ehS2eh
Lereng (%)16,50S3+S2
Bahaya ErosiRinganS3+S2
Bahaya Banjir (fh)S1S1
Genangan tanpaS1S1
KKLNwaNwa
Kesesuaian lahan aktual
Pada titik ke-1 hasil identifikasi kesesuaian lahan menunjukkan bahwa lahan tersebut memiliki kelas kesesuaian lahan dalam kategori kelas N dengan faktor pembatas ketersediaan air. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) lahan yang sesuai untuk ditanami pinus (Pinus merkusii) adalah dengan curah hujan sebesar 2.500-3.000 mm namun jika dilihat berdasarkan data curah hujan didaerah tersebut lahan tersebut tidak sesuai dengan karakteristik lahan yang dibutuhkan pinus. Faktor pembatas inilah yang akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan.Kesesuaian lahan potensial
Kelas kesesuaian lahan potensial pada pinus tidak berbeda terhadap kelas kemampuan lahan aktual yaitu kelas N dengan faktor pembatas curah hujan. Faktor pembatas curah hujan bersifat permanen, karena apabila kita melakukan perbaikan dengan melakukan hujan buatan, biaya yang dibutuhkan sangatlah besar. Sehingga pada kesesuaian lahan potensial pinus ini masih tidak bisa diterapkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wood dan Dent (1983) yang menyatakan bahwa produksi pada lahan yang memiliki kelas N hanya berkisar < 40%. Sehingga dengan diterapkannya perbaikan apapun itu bentuknya, produksi pinus pada lahan ini tidak akan meningkat.
Pinus titik 2
Persyaratan Penggunaan Karakteristik LahanNilai Kelas Kesesuaian Lahan AktualUsaha PerbaikanKelas Kesesuaian Lahan Potensial
Temperatur (tc)S2tcS2tc
Temperatur rerata ( C)26,9S2S2
Ketersediaan Air (wa)NwaNwa
Curah Hujan (mm)1950NN
Ketersediaan Oksigen (oa)S3oaS2oa
Drainase Agak lambatS3+S2
Media Perakaran (rc)S2rcS2rc
TeksturPasir berlempungS2S2
Kedalaman tanah (cm)50S1S1
Retensi Hara (nr)S1S1
pH6S1S1
Bahaya Erosi (eh)NehNeh
Lereng (%)31,50NN
Bahaya ErosiTidakS1S1
Bahaya Banjir (fh)S1S1
Genangan TanpaS1S1
KKLNwa,ehNwa,eh
Kesesuaian lahan aktual
Pada titik ke-2 hasil identifikasi kesesuaian lahan menunjukkan bahwa lahan tersebut memiliki kelas kesesuaian lahan dalam kategori kelas N dengan faktor pembatas ketersediaan air dalam kaitannya curah hujan dan bahaya erosi dalam kaitannya lereng. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) yang menyatakan bahwa dengan lereng sebesar data yang kami peroleh tersebut lahan tidak sesuai dengan karakteristik lahan yang dibutuhkan pinus. Selain itu faktor pembatas curah hujan ditempat survei tidak sesuai dengan karakteristik yang dibutuhkan pinus, karena curah hujan didaerah tersebut lebih sedikit dari curah hujan yang dibutuhkan oleh pinus. Sehingga dengan kelas kesesuaian lahan N yang bersifat permanen ini tidak bisa dilakukan perbaikan.Kesesuaian lahan Potensial
Kelas kesesuaian lahan potensial pada pinus ini sama halnya dengan kelas kesesuaian lahan aktual yaitu termasuk dalam kelas N dengan faktor pembatas curah hujan dan lereng. Faktor pembatas curah hujan merupakan faktor pembatas permanen yang sangat sulit untuk diperbaiki. Walaupun dalam hal ini terdapat beberapa teknologi canggih yang mampu membuat hujan buatan, namun hal tersebut tidak dapat diterapkan. Karena dengan cara seperti itu dibutuhkan biaya yang sangat mahal. Sehingga sangat merugikan produksi pinus itu sendiri. Selain curah hujan, terdapat faktor pembatas lainnya yaitu lereng. Pada dasarnya faktor pembatas lereng dapat diperbaiki yaitu dengan dilakukan pembuatan teras (Sukartaatmadja, 2004)
Kopi titik 3Persyaratan Penggunaan Karakteristik LahanNilai Kelas Kesesuaian Lahan AktualUsaha PerbaikanKelas Kesesuaian Lahan Potensial
Temperatur (tc)NtcNtc
Temperatur rerata ( C)26,9NN
Ketersediaan Air (wa)S2waS2wa
Curah Hujan (mm)1950S2S2
Ketersediaan Oksigen (oa)S3oaS2oa
Drainase Lambat S3+S2
Media Perakaran (rc)S1S1
TeksturLempung berliatS1S1
Kedalaman tanah (cm)50S1S1
Retensi Hara (nr)S1S1
pH6S1S1
Bahaya Erosi (eh)NehNeh
Lereng (%)51,60NN
Bahaya ErosiRinganS2+S1
Bahaya Banjir (fh)S1S1
Genangan Tanpa S1S1
KKLNtc, ehNtc, eh
Kesesuaian Lahan Aktual
Pada titik ke-3 hasil identifikasi kelas kesesuaian lahan yang diperoleh yaitu menunjukkan kelas N dengan faktor pembatas temperatur dan bahaya erosi kaitannya dengan lereng pada tanaman kopi. Faktor pembatas tersebut sangat serius karena menurut BBSDLP besar kelerengan agar lahan tersebut sesuai ditanami kopi, lereng harus sebesar sekitar < 8 %, namun data yang diperoleh yaitu sebesar 51,6%. Sehingga dalam hal ini kelas kesesuaian lahan pada lahan yang ditanami kopi tidak sesuai. Sebagaimana dijelaskan oleh Rayes (2007) bahwa faktor pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan.Kesesuaian Lahan Potensial
Kelas kesesuaian lahan potensial pada komoditas kopi tidak berbeda pada kelas kesesuaian aktualnya, yaitu tergolong dalam kelas N dengan faktor pembatas temperatur dan lereng. Faktor pembatas temperatur bersifat permanen sehingga tidak dapat dilakukan perbaikan. Lereng pada lahan yang ditanami kopi ini yaitu sebesar 51,6%. Menurut pendapat Martono (2004) yang menyatakan bahwa lereng yang semakin curam dan semakin panjang akan meningkatkan besarnya erosi, jika lereng semakin curam maka kecepatan aliran permukaan meningkat sehingga daya angkutnya juga meningkat. Untuk itu, upaya dalam mengurangi besarnya erosi dilakukan dengan pembuatan teras.
Rekomendasi Menurut Balittanah (2010), teras yang cocok untuk tanah dengan lereng 15 - 60% atau lebih curam adalah dengan menggunakan teras individu. Teras individu merupakan teras yang dibuat secara terpisah-pisah; satu teras untuk satu pohon (tanaman tahunan). Teras ini berfungsi untuk mengurangi erosi dan meningkatkan ketersediaan air tanah bagi tanaman tahunan (pohon-pohonan).(Priyono et al, 2002)titik 4
(talas)
Typic humudeptsPersyaratan Penggunaan Karakteristik LahanNilai Kelas Kesesuaian Lahan AktualUsaha PerbaikanKelas Kesesuaian Lahan Potensial
Temperatur (tc)S1S1
Temperatur rerata ( C)26,9S1S1
Ketersediaan Air (wa)S1S1
Curah Hujan (mm)1950S1S1
Ketersediaan Oksigen (oa)S1S1
Drainase baikS1S1
Media Perakaran (rc)S2rcS2rc
TeksturberdebuS2S2
Kedalaman tanah (cm)50S1S1
Retensi Hara (nr)
pH6S1S1
Bahaya Erosi (eh)S2ehS1
Lereng (%)6,80S2+S1
Bahaya ErosiSangat rendahS1S1
Bahaya Banjir (fh)S1S1
Genangan F0S1S1
KKLS2rc,eh
Titik 5
(tomat)Typic humudepts
Persyaratan Penggunaan Karakteristik LahanNilai Kelas Kesesuaian Lahan AktualUsaha PerbaikanKelas Kesesuaian Lahan Potensial
Temperatur (tc)S2tcS2tc
Temperatur rerata ( C)26,9S2S2
Ketersediaan Air (wa)S3waS3wa
Curah Hujan (mm)1950S3S3
Ketersediaan Oksigen (oa)S2ohS1
Drainase sedangS2+S1
Media Perakaran (rc)S3rcS3rc
TeksturLiat berpasirS3S3
Kedalaman tanah (cm)dalamS1S1
Retensi Hara (nr)S1S1
pH6S1
Bahaya Erosi (eh)S2ehS1
Lereng (%)16,00S2+S1
Bahaya ErosiSedang S2S1
Bahaya Banjir (fh)
Genangan F0S1S1
KKLS3wa,rcS3wa,rc
Titik 6
(Ubi Kayu)
Typic humudepts
Persyaratan Penggunaan Karakteristik LahanNilai Kelas Kesesuaian Lahan AktualUsaha PerbaikanKelas Kesesuaian Lahan Potensial
Temperatur (tc)S1S1
Temperatur rerata ( C)26,9S1S1
Ketersediaan Air (wa)S1S1
Curah Hujan (mm)1950S1S1
Ketersediaan Oksigen (oa)S1S1
Drainase Agak terhambatS1S1
Media Perakaran (rc)S2rcS2rc
TeksturPasir berlempungS2S2
Kedalaman tanah (cm)50S1S1
Retensi Hara (nr)S1S1
pH6S1S1
Bahaya Erosi (eh)NehNeh
Lereng (%)44,70NN
Bahaya ErosisedangS2+S1
Bahaya Banjir (fh)
Genangan F0S1S1
KKLNehNeh
Interpretasi
Keadaan aktual
Talas
Dari data yang didapatkan pada titik 4, lahan tersebut jika ditanami komoditas talas memiliki kelas kesesuaian N pada suhu rata-rata. Menurut BBSDLP , faktor pembatas tersebut dikarenakan suhu rata-rata yang berkisar 18,9oc . Menurut Danty.(2011) untuk membudidayakan talas, suhu yang sesuai yaitu berkisar 24,9oC-25,8oC. Pada suhu rata-rata ini yang menjadi faktor pembatas bagi tanaman talas jika ditanami pada lahan tersebut yang nantinya dapat mengurangi hasil produksi.
Tomat
Dari data yang didapatkan pada titik 5, dapat disimpulkan bahwa kesesuaian lahan aktual tanaman tomat masuk ke kelas S3 dimana yang menjadi faktor pembatas uatama adalah tekstur tanah. Menurut BBSDLP, faktor pembatas tersebut adalah Lahan tersebut memiliki tekstur aga kasar hingga halus.
Singkong
Dari data yang didapatkan, dapat disimpulkan bahwa kesesuaian lahan aktual tanaman singkong pada lahan tersebut termaksud dalam kelas S3T. Selain itu kemiringan lereng pada lahan tersebut memiliki kelas kesesuaian N untuk tanaman singkong. Disini terdapat 2 faktor pembatas yaitu suhu dan kelerengan yang tidak sesuai untuk komoditas singkong.
Keadaan potensial
Talas
Untuk keadaan potensial, pada tanaman talas berkaitan dengan suhu tidak dapat dilakukan perbaikan. Hal tersebut karena suhu tersebut berkaitan dengan dengan iklim tersebut. Menurut BMKG. (2015) suhu pada lahan tersebut sebesar 18oC, sedangkan suhu optimum yang dikehendaki tanaman Talas menurut Danty (2011) berkisar 24,9oC-25,8oC. Oleh sebab itu kaitannya dengan suhu tidak dapat diberikan perbaikan.
Tomat
Faktor penghambat dalam lahan tersebut jika ditanami komoditas tomat adalah tekstur. Dalam kaitan ini, faktor pembatas tekstur tidak dapat diperbaiki. Tekstur tanah tidak dapat dilakukan secara langsung karena tekstur tanah bersifat permanen dan tekstur tanah merupakan sifat dasar tanah. Oleh karena itu pada tekstur tanah tidak dapat dilakukan pengolahan atau perbaikan.
Singkong
Pada tanaman singkong menurut Atmosuseno.(1999) pada karakteristik kelerengan sebagai penhambat budidaya tanaman singkong adalah pembuatan terasering. Dengan pembuatan terasering Pembuatan terasering ini juga bertujuan untuk mencegah terjadinya erosi. Selain itu Tujuan pembuatan teras adalah untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan (run off)dan memperbesar peresapan air, sehingga kehilangan tanah berkurang (Sukartaatmadja 2004)Rekomendasi
Singkong
Pada singkong upaya yang dapat dilakukan adalah menggunakan terrasering. Terasering yang dapat digunakan adalah terasering bambu. Hal tersebut karena kemiringan pada lahan tersebut yaitu 40%. Menurut litelatur, kemiringang berkisar 10%-50% dapat digunakan terasering bangku. Teras bangku adalah bangunan teras yang dibuat sedemikian rupa sehingga bidang olah miring ke belakang (reverse back slope) dan dilengkapi dengan bangunan pelengkap lainnya untuk menampung dan mengalirkan air permukaan secara aman dan terkendali. (Sukartaatmadja, 2004).
Kubis titik 7Tanaman : Kubis (Titik 7)
SatuanPeta
Jenis Tanah : TypicDystrudept
Persyaratan Penggunaan Karakteristik LahanNilai Kelas Kesesuaian Lahan AktualUsaha PerbaikanKelas Kesesuaian Lahan Potensial
Temperatur (tc)S2tcS2tc
Temperatur rerata ( C)27S2S2
Ketersediaan Air (wa)S3waS3wa
Curah Hujan (mm)1950S3S3
Ketersediaan Oksigen (oa)S2oaS1
Drainase SedangS2++S1
Media Perakaran (rc)S1S1
TeksturLempungLiatBerdebuS1S1
Kedalaman tanah (cm)>60cmS1S1
Retensi Hara (nr)S1S1
pH6S1S1
Bahaya Erosi (eh)S2ehS1
Lereng (%)29,80%S1S1
Bahaya ErosiRinganS2+S1
Bahaya Banjir (fh)S2fhS1
Genangan Kadang-kadangS2S1
KKLS3waS3wa
Cabai titik 8Tanaman : Cabai (Titik 8)
SatuanPeta :
Jenis Tanah : TypicHumudepts
Persyaratan Penggunaan Karakteristik LahanNilai Kelas Kesesuaian Lahan AktualUsaha PerbaikanKelas Kesesuaian Lahan Potensial
Temperatur (tc)S1S1
Temperatur rerata ( C)26,9S1S1
Ketersediaan Air (wa)S3waS3wa
Curah Hujan (mm)1950S3++S3
Ketersediaan Oksigen (oa)NoaNoa
Drainase CepatNN
Media Perakaran (rc)S1S1
TeksturDebuS1S1
Kedalaman tanah (cm)>75S1S1
Retensi Hara (nr)S1S1
pH6S1S1
Bahaya Erosi (eh)NehNeh
Lereng (%)67%NN
Bahaya ErosiHebatS3++S2
Bahaya Banjir (fh)S1S1
Genangan TanpaS1S1
Noa,ehNoa,eh
KKL AKTUAL
Kubis titik 7
Pada titik 7, hasil identifikasi kesesuaian lahan menunjukkan bahwa lahan tersebut menempati kelas kesesuaian lahan S2wa untuk tanaman Kubis (Brassica oleracea). Lahan tersebut mempunyai pembatas-pembatas yang serius pada ketersediaan air yang jika dilihat pada tabel kesesuaian lahan dari BBSDLP termasuk S3 dan masalah lain berupa bahaya erosi, keadaan suhu, drainase dan bahaya banjir yang cukup serius sehingga memerlukan pengelolaan yang harus diterapkan. Faktor pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan. Menurut Sarief (1986) erosi ini dapat menyebabkan merosotnya produktivitas dan daya dukung tanah untuk produksi pertanian serta menurunnya kualitas lingkungan hidup.Cabai titik 8
Pada titik 8, hasil identifikasi kesesuaian lahan menunjukkan bahwa lahan tersebut menempati kelas kesesuaian lahan Noa,eh untuk tanaman Cabai (Capsicum annum). Lahan mempunyai pembatas-pembatas yang serius pada ketersediaan oksigen dengan drainasenya yang cepat, masalah lain terdapat pada kelerengan yaitu 67,00% sehingga bahaya erosi yang ada cukup besar. Oleh karena itu memerlukan pengelolaan yang harus diterapkan. Faktor pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan.
KKL POTENSIAL
Kubis titik 7
Pada titik 7 memiliki kelas kesesuaian lahan potensial dengan tutupan lahan berupa tanaman Kubis (Brassica oleracea) adalah S3wa karena dengan pertimbangan menghindari pengelolaan yang lebih intensif guna meminimalisir kerusakan pada lingkungan jika hal tersebut dipaksakan tidak saja merugi secara ekonomi tapi juga merugikan pada aspek lingkungan. Sedangkan pada suu juga tidak terjadi perubahan pada kelas kesesuaian lahan potensial karena pertimbangan tersebut juga.Cabai titik 8
Kelas kesesuaian lahan potensial titik 8 dengan komoditas Cabai (Capsicum annum) adalah Noa,eh karena dengan pertimbangan menghindari pengelolaan yang lebih intensif guna meminimalisir kerusakan pada lingkungan jika hal tersebut dipaksakan tidak saja merugi secara ekonomi tapi juga merugikan pada aspek lingkungan. Pada beberapa hal seperti ketersediaan air dan bahaya erosi dapat dapat ditingkatkan ke kelas S2.
REKOMENDASIKubis titik 7
Pada kelas kesesuaian lahan actual titik 7 termasuk dalam S3wa dan pada kelas kesesuaian lahan potensial dengan pertimbangan aspek lingkungan tetap pada kelas S3wa. Faktor penghambat lain berupa drainase dapat diperbaiki dengan memperbaiki pengolahan tanah serta pemberian tanaman penutup tanah. Sumarni dan Hidayat (2005) Pada lahan kering tanah dapat dibajak/dicangkul kemudian dibuat bedengan-bedengan sehingga drainase dan aerasi dapat diperbaiki. Sedangkan untuk memperbaiki bahaya erosi dapat dilakukan dengan penanaman tanaman penutup tanah. Menurut Arsyad (2000) usaha utama dalam mengatasi erosi adalah menghambat aliran permukaan sehingga air meresap kedalam tanah dengan memperbaiki sifat tanah serta melindunginya dari pukulan hujan.Cabai titik 8Rekomendasi untuk titik 8 yang memiliki factor penghambat pada ketersediaan air dan bahaya erosi ialah dengan pembuatan saluran irigasi untuk meningkatkan ketersediaan air serta dilakukan penanaman tanaman penutup tanah guna meminimalisir bahaya erosi. Adanya tanaman penutup tanah dan mulsa organik dapat menahan percikan air hujan dan aliran air di permukaan tanah sehingga pengikisan lapisan atas tanah dapat ditekan (Nelson et al. 1991). Vegetasi berperan penting dalam melindungi tanah dari erosi. Menurut Morgan (1979), keefektifan vegetasi dalam menekan aliran permukaan dan erosi dipengaruhi oleh tinggi tajuk, luas tajuk, kerapatan vegetasi, dan kerapatan perakaran.Sumber:
Balittanah. 2010. Teknologi Konservasi Tanah Secara Mekanik. Bogor: Kelompok Peneliti Fisika dan Konservasi Tanah.
Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Martono. 2004. Pengaruh Intensitas Hujan dan Kemiringan Lereng Terhadap Laju Kehilangan Tanah Pada Tanah Regosol Kelabu. Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang.
Priyono, N.S. dan Siswamartana S. 2002. Hutan Pinus dan Hasil Air. Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan Perhutani, Cepu.
Rayes, L. 2007. Metode Infentarisasi Sumber Daya Lahan. ANDI.Yogyakarta.
Wood, S.R. and F.J. Dent. 1983.LandEvaluationComputerizedSystem(LECs). User Manual and Metodology Manual. The Agency for AgricultureResearch Bogor Indonesia, p 1-71.
Top Related