CASE REPORT
Seorang Perempuan 21 Tahun dengan Endometriosis – Kista Ovarii
Oleh :
Giska Cantika, S.Ked
J 510 145 107
Pembimbing :
Atik Purwaningrum, dr. Sp.OG
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN OBSTETRI GYNECOLOGY
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO
PROGRAM PROFESI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
5
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS KLINIS
Seorang Perempuan 21 Tahun dengan Endometriosis – Kista Ovarii
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Profesi Dokter Umum
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Yang diajukan oleh :
Giska Cantika, S.Ked
J 510 145 107
Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Pada hari , September 2015
Pembimbing
Nama : Atik Purwaningrum, dr, Sp.OG (...........................)
NIP/NIK :
Dipresentasikan dihadapan
Nama : Atik Purwaningrum, dr, Sp.OG (...........................)
NIP/NIK :
Disahkan
Nama : dr. Dona Dewi Nirlawati, M.Kes (...........................)
NIK/NIK :
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS
Pasien Nama : Nn. DS
Umur : 20 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Palur kulon 01 Palur - Mojolaban
Pekerjaan : Swasta
Status perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal masuk RS : 08 September 2015
Tanggal pemeriksaan : 13 September 2015
No. Register : 280xxx
B. HMRS (Hari Masuk Rumah Sakit)
1. Keluhan Utama
Pasien datang ke IRJ Poli Kandungan RSUD Sukoharjo pada
tanggal 08 September 2015 dengan keluhan utama Nyeri perut
kiri bawah
2. RPS (Riwayat Penyakit Sekarang)
Pasien datang ke IRJ Poli Kandungan RSUD Sukoharjo tanggal
08 September 2015 atas rujukan dr. Supanji Raharja, Sp.OG
(USG : Kista Ovarii) dengan keluhan nyeri perut kiri bawah
Nyeri perut kiri bawah dirasakan sejak 2 tahun yang lalu
Nyeri dirasakan hilang timbul, nyeri dirasakan lebih sakit saat
haid, siklus haid tidak teratur – biasanya haid 7 hari selesai.
Tidak ada keluhan sistemik lain
3. RPD (Riwayat Penyakit Dahulu)
Riwayat penyakit sama : Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat Penyakit Asma : Disangkal
Riwayat Alergi Makanan/Obat : Disangkal
Riwayat Penyakit Hipertensi : Disangkal
Riwayat Penyakit DM : Disangkal
Riwayat Penyakit Ginjal : Disangkal
Riwayat Konsumsi OAT : Disangkal
Riwayat Operasi : Disangkal
Riwayat Konstipasi/Obstipasi : Disangkal
Riwayat Penyakit Yang Sama : (+) 2 tahun yang lalu
Riwayat Mondok : Disangkal
Riwayat Progresivitas Nyeri : (+) dirasakan lebih nyeri pada saat
haid
4. RPK (Riwayat Penyakit Keluarga)
Riwayat Sakit Serupa : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Penyakit DM : Disangkal
Riwayat Penyakit Hipertensi : Disangkal
Riwayat Alergi obat/makanan : Disangkal
5. Riwayat Pribadi
Riwayat Merokok : Disangkal
Riwayat Trauma Abdomen : Disangkal
Riwayat konsumsi alkohol : Disangkal
Riwayat konsumsi psikotropik / narkotik : Disangkal
Riwayat konsumsi obat bebas : Disangkal
Riwayat aktifitas dengan beban berlebih : Disangkal
C. Pemeriksaan Fisik Dasar
1. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
Vital sign
TD : 90/70 mmHg
Nadi : 84/menit, frekuensi teratur, isi cukup
Suhu : 36,2 C
RR : 24/menit
2. Status Lokalis
a. Px Kepala
Kepala : Normochepal
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata
CA / SI : (-) /(-)
Pupil : Bulat, Isokor
Reflek cahaya: (+) /(+)
Palpebra : DBN
Telinga : DBN, tidak ada sekret
b. Px Leher : JVP (-), PKGB (-), Deviasi trakhea (-),
DBN
c. Px Thoraks
Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi intercosta (-),
DBN
Palpasi : Fremitus (+), Massa (-)
Kanan Kiri
Depan Belakang Depan Belakang
Normal Normal Normal Normal
Normal Normal Normal Normal
Normal Normal Normal Normal
Perkusi : Sonor
Kanan Kiri
Depan Belakang Depan Belakang
Normal Normal Normal Normal
Normal Normal Normal Normal
Normal Normal Normal Normal
Auskultasi : SDV (+)/(+) Rh (-)/(-), Wh (-)/(-)
Kanan Kiri
Depan Belakang Depan Belakang
V V V V
V V V V
V V V V
d. Px Jantung
Inspeksi : IC tampak
Palpasi : IC teraba, pulsasi jantung teraba
Perkusi : Dex : SIC II-IV parasternal dextra, Sin : SIC II-VI
midclavicula sinistra
Auskultasi : BJ I-II reguler
e. Px Abdomen
Inspeksi : Abdomen schapoid (cekung ), darm contour (-), darm
steifung (-), bekas operasi (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) dbn
Perkusi : Tympani (dbn)
Palpasi : Nyeri tekan (+) lumbal sin
f. Px Ekstremitas
Sianotik : (-)
Oedem : (-)
Akral : Hangat (+)
Parese : (-)
Plegi : (-)
D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (08 September 2015)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
GDS H 130 mg/dL 70-120
Ureum H 37,1 mg/dL 0-31
Hemoglobin L 12,9 g/ dl 11,7 - 15,5
Hematokrit 49 % 35 - 47
Limfosit L 24,3 % 25 - 40
Eosinofil H 9,90 % 2,00 – 4,00
HBs Ag (-) Negatif
Creatinin H 1.17 mg/dL 0.60-1.10
Radiologi (10 Febuari 2015)
Cor : Cardiomegali
Pulmo : Corakan bronchovaskular meningkat, apex kedua pulmo tenang,
diafragma dan sinus baik.
Kesan : Pulmo tenang
EKG ( 10 Febuari 2015 )
E. Follow Up11 Febuari 2015 12 Febuari 2015 13 Febuari 2015
S/ Benjolan di inguinal dex S/ benjolan pd pubis
kanan terasa nyeri (+),
hilang saat tiduran
S/ Pasien merasa lebih
baik, keluhan berkurang,
luka post op sedikit nyeri
O/ O/ TD : 150/100, N : 72,
RR : 20, S: 36. SDV
(+)/(+), BJ I-II Reg, CA/SI
(-), BAB/BAK (+) dbn,
eks.dbn
St lokalis: Benjolan
NT(+), teraba hangat (-),
reponible (+)
O/ TD : 140/80, RR : 24,
N : 80, SI/CA (-), SDV
(+)/(+), BJ I-II Reg,
BAB/BAK (+) dc
(60cc/jam). Eks.dbn
St lokalis : luka post op
NT (+), pus/darah(-),
gatal (-), eritem (-)
A/ Hernia Inguinalis Dex A/ Hernia Inguinalis Dex
dg hipertensi
A/ Post Op herniotomy +
hernioplasy ec hernia
inguinalis lateralis dex
reponible H I
P/ inf RL 20tpm, inj
Ceftriaxone 1gr/12j,
Pre-op
Hernia Repair + mess
P/ lapor dr sentot, Sp.PD
Adv. Captopril 3x50mg,
amlodipin 1x10mg,
clobazam 1x10mg,
furosemid ext 1amp
Stlh adv. TD : 140/80
Dr yudi, Sp.B
Inf RL II + clinimix I
20tpm, inj ceftriaxone
1gr/12j, inj ketorolac
30mg/8j
P/ DC aff, tx lanjut
14 Febuari 2015
S/ Pasien membaik, tidak ada keluhan
O/ TD : 130/80, N : 84, RR : 24, SI/CA (-), SDV (+)/(+), BJ I-II Reg,
BAB/BAK (+), Eks.dbn
St Lokalis : luka post op NT (+), eritem (-), pus/darah (-), gatal (-)
A/ Post op Herniotomy+herniaplasty ec Hernia Inguinalis Lateralis
Dex H II
P/ BLPL
Cefadroxil 500mg tab 2x1
As. Mefenamat 500mg tab 3x1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KISTA COKLAT ( ENDOMETRIOSIS )
A. PENGERTIAN
Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan mirip dengan
dinding rahim (endometrium) ditemukan di tempat lain dalam tubuh
(Smeltzer, 2001).
Endometriosis juga dapat berupa suatu keadaan dimana jaringan
endometrium yang masih berfungsi terdapat di luar kavum uteri dan diluar
miometrium (Prawirohardjo, 2008).
Definisi lain tentang endometriosis yaitu terdapatnya kelenjar-kelenjar dan
stroma endometrium pada tempat-tempat diluar rongga rahim. Implantasi
endometriosis bisa terdapat pada ovarium, ligamen latum, Cavum Douglasi,
tuba Falopii, vagina, serviks, pada pusat, paru-paru, dan kelenjar-kelenjar
limfa (Rayburn, 2001).
Endometriosis adalah keadaan ketika sel-sel endometrium yang
seharusnya terdapat hanya dalam uterus, tersebar juga ke dalam rongga pelvis
(Mary Baradero dkk, 2005).
Endometriosis merupakan suatu kondisi yang dicerminkan dengan
keberadaan dan pertumbuhan jaringan endometrium di luar uterus. Jaringan
endometrium itu bisa tumbuh di ovarium, tuba falopii, ligamen pembentuk
uterus, atau bisa juga tumbuh di apendiks, colon, ureter dan pelvis. ( Scott, R
James, dkk. 2002).
Endometriosis adalah lesi jinak atau lesi dengan sel-sel yang serupa
dengan sel-sel lapisan uterus tumbuh secara menyimpang dalam rongga
pelvis diluar uterus. (Brunner & Suddarth, Keperawatan Medikal Bedah,
1556 : 2002)
Endometriosis adalah terdapatnya jaringan endometrium (kelenjar dan
stoma) diluar uterus (Arif Mansjoer, Kapita Selekta, 381: 2001)
Endometriosis adalah terdapatnya jaringan endometrium di luar kavum
uterus. Bila jaringan endometrium terdapat di dalam miometrium disebut
adenomiosis (adenometriosis internal) sedangkan bila di luar uterus disebut
(endometriorisis ekterna).
B. ANATOMI FISIOLOGI
Struktur reproduksi eksternal perempuan adalah klitoris dan dua pasang
labia yang mengelilingi klitoris dan lubang vagina. Organ reproduksi internal
terdiri dari sepasang gonad dan sebuah duktus dan ruangan untuk
menghantarkan gamet dan menampumg embrio dan fetus. Sistem reproduksi
perempuan tidak sepenuhnya tertutup, dan sel telur dilepaskan ke dalam
rongga abdomen di dekat pembukaan saluran telur atau tuba Fallopii. Saluran
telur manusia mempunyai pembukaan yang mirip corong dan berumbai-
umbai yang disebut fimbriae. Silia yang terdapat pada epitelium bagian dalam
yang melapisi duktus itu akan membantu menarik sel telur dengan cara
menarik cairan dari rongga tubuh ke dalam duktus tersebut. Silia juga
mengirimkan sel telur menuruni duktus sampai di uterus, yang juga dikenal
sebagai rahim. Uterus adalah organ yang tebal dan berotot yang dapat
mengembang selama kehamilan untuk menampung fetus dengan bobot
hingga 4 kg. Lapisan dalam uterus, yakni endometrium, dialiri oleh banyak
pembuluh darah (Campbell, 2004).
a. Siklus Menstruasi
Istilah siklus menstruasi secara spesifik mengacu pada perubahan
yang terjadi dalam uterus. Melalui kesepakatan, hari pertama periode
menstruasi perempuan atau hari pertama menstruasi dinyatakan
sebagai hari 1 dari siklus tersebut. Fase aliran menstruasi (Menstrual
Flow Phase) siklus tersebut, saat pendarahan menstruasi (hilangnya
sebagian besar lapisan fungsional endometrium) terjadi, umumnya
berlangsung beberapa hari. Kemudian sisa endometrium yang tipis
lainnya mulai mengalami regenerasi dan menebal selama seminggu
Gambar 1. Struktur Organ Reproduksi Wanita (Purves et al, 2007)
atau dua minggu. Fase tersebut dinamakan fase proliferasi (Proliferasi
Phase) siklus menstruasi. Selama fase berikutnya yaitu fase sekresi
(Secretory Phase) yang umumnya berlangsung sekitar dua minggu
lamanya, endometrium menebal, mengandung lebih banyak
pembuluh, dan mengembangkan kelenjar yang mensekresikan cairan
yang kaya glikogen (Price, 2005).
b. Siklus Ovarium
Siklus ini dimulai dengan fase folikel (Follicular cycle) saat beberapa
folikel di ovarium mulai tumbuh. Sel telur membesar dan pembungkus
sel folikel berlapis-lapis. Di antara beberapa folikel yang mulai
tumbuh, umumnya hanya satu yang membesar dan matang, sementara
yang lainnya akan mengalami disintegrasi. Folikel yang mengalami
pematangan itu mengembangkan rongga internal yang penuh cairan
dan tumbuh menjadi sangat besar, dan membentuk tonjolan dekat
permukaan ovarium. Fase folikuler berakhir dengan ovulasi, ketika
folikel dan dinding ovarium di dekatnya pecah sehingga melepaskan
oosit. Jaringan folikel yang tetap ada di ovarium setelah ovulasi
berkembang menjadi korpus luteum (jaringan endokrin yang
mensekresikan hormon betina) selama fase luteal (Luteal Phase)
(Guyton, 2007).
c. Hormon, Siklus Ovarium dan Siklus Menstruasi
Hormon mengkoordinasikan siklus menstruasi dan siklus ovarium
sedemikian rupa sehingga folikel dan peristiwa ovulasi
disinkronasikan dengan persiapan dinding uterus untuk kemungkinan
implantasi embrio. Lima hormon berpartisipasi dalam skema rumit
yang melibatkan baik umpan balik negatif maupun posisif. Hormon-
hormon tersebut adalah hormon pembebas gonadotropin (GnRH),
yang disekresikan oleh hipotalamus, hormon perangsang folikel (FSH)
dan hormon lutenisasi (LH), yang merupakan dua gonadotropin yang
dihasilkan oleh hipofisis anterior dan estrogen serta progesteron, yaitu
dua hormon kelamin yang disekresikan oleh ovarium (Price, 2005).
Gambar 2. Siklus Ovarium (Purves et al, 2007)
Selama fase folikuler siklus ovarium, pituitari mensekresikan
sejumlah kecil FSH dan LH sebagai respon terhadap rangsangan
GnRH dari hipotalamus. Pada waktu tersebut sel-sel folikel ovarium
yang belum matang mempunyai reseptor untuk FSH. FSH
merangsang pertumbuhan folikel dan sel-sel folikel yang sedang
tumbuh ini mensekresikan estrogen. Peningkatan kadar estrogen
secara perlahan terjadi selama sebagian besar fase folikuler.
Peningkatan kecil kadar estrogen tersebut akan menghambat sekresi
hormon pituitari, sehingga mempertahankan kadar FSH dan LH relatif
rendah selama fase folikuler. Hubungan antar hormon tersebut
berubah secara radikal dan relatif mendadak ketika sekresi estrogen
oleh folikel yang sedang tumbuh mulai meningkat. Sementara
peningkatan kadar estrogen yang terjadi dapat menghambat sekresi
Gambar 3. Umpan Balik Negatif (Purves et al, 2007)
gonadotropin pituitari, estrogen dalam konsentrasi tinggi mempunyai
pengaruh berlawanan dan merangsang sekresi gonadotropin dengan
cara mempengaruhi hipotalamus untuk meningkatkan produksi
GnRH. Pengaruh itu lebih besar untuk LH karena konsentrasi estrogen
yang tinggi, selain merangsang sekresi GnRH, juga meningkatkan
sensitifitas mekanisme pelepasan LH di pituitari terhadap sinyal
hipotalamus (GnRH). Pada saat itu, folikel telah mempunyai reseptor
terhadap LH dan dapat merespon terhadap petunjuk hormonal ini.
Dalam satu contoh umpan balik positif, peningkatan konsentrasi LH
yang disebabkan oleh peningkatan sekresi estrogen dari folikel yang
sedang tumbuh menginduksi pematangan akhir folikel tersebut, dan
ovulasi terjadi sekitar sehari setelah lonjakan kadar LH tersebut (Price,
2005).
LH dapat merangsang transformasi jaringan folikel yang tertinggal di
ovarium untuk membentuk korpus luteum setelah ovulasi. Selama fase
luteal siklus ovarium, LH mempengaruhi korpus luteum
mensekresikan estrogen dan hormon steroid kedua yaitu progesteron.
Korpus luteum umumnya mencapai perkembangan maksimalnya
sekitar 8 sampai 10 hari setelah ovulasi. Setelah kadar estrogen dan
progesteron meningkat, kombinasi hormon-hormon tersebut
memberikan umpan balik negatif pada hipotalamus dan pituitari,
sehingga menghambat sekresi LH dan FSH. Mendekati akhir masa
luteal, korpus luteum akan lisis (kemungkinan sebagai akibat dari
prostaglandin yang disekresikan oleh sel-sel itu sendiri).
Konsekuensinya, konsentrasi estrogen dan progesteron menurun.
Penurunan kadar hormon ovarium tersebut membebaskan hipotalamus
dan pituitari dari pengaruh yang bersifat menghambat dari hormon-
hormon tersebut. Kemudian pituitari mulai mensekresikan cukup FSH
untuk merangsang pertumbuhan folikel baru di ovarium, yang
mengawali fase folikuler siklus ovarium berikutnya (Guyton, 2007).
Estrogen yang disekresikan dalam jumlah yang semakin meningkat
oleh folikel yang sedang tumbuh, merupakan suatu sinyal hormonal ke
uterus yang menyebabkan endometrium menebal. Dengan demikian,
fase folikel siklus ovarium dikoordinasikan dengan fase proliferasi
siklus menstruasi. Penurunan cepat dalam kadar hormon ovarium
ketika korpus luteum lisis menyebabkan kontraksi arteri dalam
dinding uterus yang menyebabkan dinding endometrium tidak dialiri
darah. Disintegrasi endometrium mengakibatkan menstruasi dan
permulaan satu siklus menstruasi baru (Guyton, 2007).
C. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Faktor Prespitasi (Faktor Pencetus)
Ada teori penyebab endometriosis yang dinyatakan oleh para ahli
sebagai berikut (Wood, 2008):
a. Metaplasia
Metaplasia yaitu perubahan dari satu tipe jaringan normal menjadi
tipe jaringan normal lainnya. Beberapa jaringan endometrium
memiliki kemampuan dalam beberapa kasus untuk menggantikan
jenis jaringan lain di luar rahim. Beberapa peneliti percaya hal ini
terjadi pada embrio, ketika pembentukan rahim pertama. Lainnya
percaya bahwa beberapa sel dewasa mempertahankan kemampuan
mereka dalam tahap embrionik untuk berubah menjadi jaringan
reproduksi.
Gambar 4. Siklus Reproduksi Wanita
b. Menstruasi Mundur dan Transplantasi
Sampson (1920) mengatakan bahwa aliran menstruasi mundur
mengalir melalui saluran tuba (disebut "aliran mundur") dan tersimpan
pada organ panggul dan tumbuh menjadi kista. Namun, ada sedikit
bukti bahwa sel-sel endometrium dapat benar-benar melekat dan
tumbuh ke organ panggul perempuan. Bertahun-tahun kemudian, para
peneliti menemukan bahwa 90% wanita memiliki aliran mundur.
c. Genetik
Penelitian telah menunjukkan bahwa wanita dengan riwayat
keluarga menderita endometriosis lebih mungkin untuk terkena
penyakit ini. Dan ketika diturunkan maka penyakit ini cenderung
menjadi lebih buruk pada generasi berikutnya. Studi di seluruh dunia
yang sedang berlangsung yaitu studi Endogene International
mengadakan penelitian berdasarkan sampel darah dari wanita dengan
endometriosis dengan harapan mengisolasi sebuah gen endometriosis.
Gambar 5. Menstruasi Mundur dan Transplantasi
d. Pengaruh lingkungan
Beberapa studi telah menunjuk bahwa faktor lingkungan dapat
menjadi kontributor terhadap perkembangan endometriosis,
khususnya senyawa-senyawa yang bersifat racun memiliki efek pada
hormon-hormon reproduksi dan respon sistem kekebalan tubuh,
walaupun teori ini tidak terbukti dan masih kontroversial.
Hipotesis berbeda tersebut telah diajukan sebagai penyebab
endometriosis. Sayangnya, tak satu pun dari teori-teori ini sepenuhnya
terbukti, juga tidak sepenuhnya menjelaskan semua mekanisme yang
berhubungan dengan perkembangan penyakit. Dengan demikian,
penyebab endometriosis masih belum diketahui. Sebagian besar
peneliti, berpendapat bahwa endometriosis ini diperparah oleh
estrogen. Selanjutnya, sebagian besar pengobatan untuk endometriosis
saat ini hanya berupaya untuk mengurangi produksi estrogen dalam
tubuh wanita untuk meringankan gejala (Smeltzer, 2001).
2. Faktor Predisposisi (Faktor Pendukung)
a. Wanita yang ibu atau saudara perempuannya pernah menderita
endometriosis
b. Memiliki siklus menstruasi kurang atau lebih dari 27 hari
c. Menarke (menstruasi yang pertama) terjadi pada usia relatif muda
(<11 thn)
d. Masa menstruasi berlangsung selama 7 hari atau lebih
e. Orgasme saat menstruasi
D. PATOFISIOLOGI
Endometriosis berasal dari kata endometrium, yaitu jaringan yang melapisi
dinding rahim. Endometriosis terjadi bila endometrium tumbuh di luar rahim.
Lokasi tumbuhnya beragam di rongga perut, seperti di ovarium, tuba falopii,
jaringan yang menunjang uterus, daerah di antara vagina dan rectum, juga di
kandung kemih. Dalam setiap siklus menstruasi lapisan dinding rahim
menebal dengan tumbuhnya pembuluh darah dan jaringan, untuk
mempersiapkan diri menerima sel telur yang akan dilepaskan oleh indung
telur yang terhubungkan dengan rahim oleh saluran yang disebut tuba falopii
atau saluran telur. Apabila telur yang sudah matang tersebut tidak dibuahi
oleh sel sperma, maka lapisan dinding rahim tadi luruh pada akhir siklus.
Lepasnya lapisan dinding rahim inilah yang disebut dengan peristiwa
menstruasi. Keseluruhan proses ini diatur oleh hormon, dan biasanya
memerlukan waktu 28 sampai 30 hari sampai kembali lagi ke awal proses.
Salah satu teori mengatakan bahwa darah menstruasi masuk kembali ke tuba
falopii dengan membawa jaringan dari lapisan dinding rahim, sehingga
jaringan tersebut menetap dan tumbuh di luar rahim.
Teori lain mengatakan bahwa sel-sel jaringan endometrium keluar dari
rahim melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening, kemudian mulai
tumbuh di lokasi baru. Namun, ada pula teori yang mengatakan bahwa
beberapa perempuan memang terlahir dengan sel-sel yang “salah letak”, dan
dapat tumbuh menjadi endometrial implant kelak. Dalam kasus
endometriosis, walaupun jaringan endometrium tumbuh di luar rahim dan
menjadi “imigran gelap” di rongga perut seperti sudah disebutkan tadi,
struktur jaringan dan pembuluh darahnya juga sama dengan endometrium
yang berada di dalam rahim. Si imigran gelap (yang selanjutnya akan kita
sebut endometrial implant) ini juga akan merespons perubahan hormon dalam
siklus menstruasi.
Menjelang masa menstruasi, jaringannya juga menebal. Namun, bila
endometrium dapat luruh dan melepaskan diri dari rahim dan ke luar menjadi
darah menstruasi, endometrial implant ini tidak punya jalan ke luar. Sehingga,
mereka membesar pada setiap siklus, dan gejala endometriosis (yaitu rasa
sakit hebat di daerah perut) cenderung makin lama makin parah. Intensitas
rasa sakit yang disebabkan oleh endometriosis ini sangat tergantung pada
letak dan banyaknya endometrial implant yang ada pada kita. Walaupun
demikian, endometrial implant yang sangat kecil pun dapat menyebabkan kita
kesakitan luar biasa apabila terletak di dekat saraf (Utamadi, Gunadi, 2004).
Setiap bulan, selaput endometrium akan berkembang dalam rahim dan
membentuk satu lapisan seperti dinding. Lapisan ini akan menebal pada awal
siklus haid sebagai persediaan menerima telur tersenyawa (embrio).
Endometriosis yang ada di luar rahim juga akan mengalami proses sama
seperti dalam rahim dan berdarah setiap bulan. Oleh karena selaput ini ada di
tempat tidak sepatutnya, ia tidak boleh keluar dari badan seperti lapisan
endometrium dalam rahim. Pada masa sama, selaput ini akan menghasilkan
bahan kimia yang akan mengganggu selaput lain dan menyebabkan rasa sakit.
Lama kelamaan, lapisan endometriosis ini semakin tebal dan membentuk
benjolan atau kista (kantung berisi cecair) dalam ovari.
Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki ibu
atau saudara perempuan yang menderita endometriosis memiliki resiko lebih
besar terkena penyakit ini juga. Hal ini disebabkan adanya gen abnormal yang
diturunkan dalam tubuh wanita tersebut.
Gangguan menstruasi seperti hipermenorea dan menoragia dapat
mempengaruhi sistem hormonal tubuh. Tubuh akan memberikan respon
berupa gangguan sekresi estrogen dan progesteron yang menyebabkan
gangguan pertumbuhan sel endometrium. Sama halnya dengan pertumbuhan
sel endometrium biasa, sel-sel endometriosis ini akan tumbuh seiring dengan
peningkatan kadar estrogen dan progesteron dalam tubuh.
Faktor penyebab lain berupa toksik dari sampah-sampah perkotaan
menyebabkan mikroorganisme masuk ke dalam tubuh. Mikroorganisme
tersebut akan menghasilkan makrofag yang menyebabkan resepon imun
menurun yang menyebabkan faktor pertumbuhan sel-sel abnormal meningkat
seiring dengan peningkatan perkembangbiakan sel abnormal.
Jaringan endometirum yang tumbuh di luar uterus, terdiri dari fragmen
endometrial. Fragmen endometrial tersebut dilemparkan dari infundibulum
tuba falopii menuju ke ovarium yang akan menjadi tempat tumbuhnya. Oleh
karena itu, ovarium merupakan bagian pertama dalam rongga pelvis yang
dikenai endometriosis. Sel endometrial ini dapat memasuki peredaran darah
dan limpa, sehingga sel endomatrial ini memiliki kesempatan untuk
mengikuti aliran regional tubuh dan menuju ke bagian tubuh lainnya.
Dimanapun lokasi terdapatnya, endometrial ekstrauterine ini dapat
dipengaruhi siklus endokrin normal. Karena dipengaruhi oleh siklus endokrin,
maka pada saat estrogen dan progesteron meningkat, jaringan endometrial ini
juga mengalami perkembangbiakan. Pada saat terjadi perubahan kadar
estrogen dan progesteron lebih rendah atau berkurang, jaringan endometrial
ini akan menjadi nekrosis dan terjadi perdarahan di daerah pelvic.
Perdarahan di daerah pelvis ini disebabkan karena iritasi peritonium dan
menyebabkan nyeri saat menstruasi (dysmenorea). Setelah perdarahan,
penggumpalan darah di pelvis akan menyebabkan adhesi/perlekatan di
dinding dan permukaan pelvis. Hal ini menyebabkan nyeri, tidak hanya di
pelvis tapi juga nyeri pada daerah permukaan yang terkait, nyeri saat latihan,
defekasi, BAK dan saat melakukan hubungan seks.
Adhesi juga dapat terjadi di sekitar uterus dan tuba fallopii. Adhesi di
uterus menyebabkan uterus mengalami retroversi, sedangkan adhesi di tuba
fallopii menyebabkan gerakan spontan ujung-ujung fimbriae untuk membawa
ovum ke uterus menjadi terhambat. Hal-hal inilah yang menyebabkan
terjadinya infertil pada endometriosis. (Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku
Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta Spero f, Leon. 2005)
E. MANIFESTASI KLINIS
Pada umumnya wanita dengan endometriosis tidak memiliki gejala. Gejala
pada umumnya terjadi ketika menstruasi dan bertambah hebat setiap tahunnya
karena pembesaran daerah endometriosis. Gejala yang paling sering terjadi
adalah nyeri panggul, dismenorea (nyeri ketika menstruasi), dispareunia
(nyeri ketika senggama), dan infertilitas (gangguan kesuburan, tidak dapat
memiliki anak).
1. Nyeri Panggul
Nyeri yang berkaitan dengan endometriosis adalah nyeri yang dikatakan
sebagai nyeri yang dalam, tumpul, atau tajam, dan biasanya nyeri bertambah
ketika menstruasi. Pada umumnya nyeri terdapat di sentral (tengah) dan nyeri
yang terjadi pada satu sisi berkaitan dengan lesi (luka atau gangguan) di
indung telur atau dinding samping panggul. Dispareunia terjadi terutama pada
periode premenstruasi dan menstruasi. Nyeri saat berkemih dan dyschezia
dapat muncul apabila terdapat keterlibatan saluran kemih atau saluran cerna.
2. Dismenorea
Nyeri ketika menstruasi adalah keluhan paling umum pada endometriosis.
3. Infertilitas
Efek endometriosis pada fertilitas (kesuburan) terjadi karena terjadinya
gangguan pada lingkungan rahim sehingga perlekatan sel telur yang sudah
dibuahi pada dinding rahim menjadi terganggu. Pada endometriosis yang
sudah parah, terjadi perlekatan pada rongga panggul, saluran tuba, atau
indung telur yang dapat mengganggu transportasi embrio (Missrani,
2009).
Tanda dan gejala endometriosis antara lain :
1. Nyeri :
a. Dismenore sekunder
b. Dismenore primer yang buruk
c. Dispareunia: Nyeri ovulasi
d. Nyeri pelvis terasa berat dan nyeri menyebar ke dalam paha, dan nyeri
pada bagian abdomen bawah selama siklus menstruasi.
e. Nyeri akibat latihan fisik atau selama dan setelah hubungan seksual
f. Nyeri pada saat pemeriksaan dalam oleh dokter
2. Perdarahan abnormal
a. Hipermenorea
b. Menoragia
c. Spotting sebelum menstruasi
d. Darah menstruasi yang bewarna gelap yang keluar sebelum
menstruasi atau di akhir menstruasi
e. Keluhan buang air besar dan buang air kecil
f. Nyeri sebelum, pada saat dan sesudah buang air besar
g. Darah pada feces
h. Diare, konstipasi dan kolik
(Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya
Medica : Jakarta)
F. KLASIFIKASI
Berdasarkan visualisasi rongga pelvis dan volume tiga dimensi dari
endometriosis dilakukan penilaian terhadap ukuran, lokasi dan kedalaman
invasi, keterlibatan ovarium dan densitas dari perlekatan. Dengan perhitungan
ini didapatkan nilai-nilai dari skoring yang kemudian jumlahnya berkaitan
dengan derajat klasifikasi endometriosis. Nilai 1-4 adalah minimal (stadium
I), 5-15 adalah ringan (stadium II), 16-40 adalah sedang (stadium III) dan
lebih dari 40 adalah berat (stadium IV) (Rusdi, 2009).
Tabel 1. Derajat endometriosis berdasarkan skoring dari Revisi AFS
Sumber: American Fertility Society, 2007a.
Endometriosis <1cm 1-3 cm >1cm
Peritoneum Permukaan 1 2 4Dalam 2 4 6
OvariumKanan Permukaan 1 2 4
Dalam 4 16 20
Kiri Permukaan 1 2 4Dalam 4 16 20
Perlekatan kavum douglas Sebagian Komplit4 40
Ovarium
Perlekatan <1/3 1/3-2/3 >2/3
Kanan Tipis 1 2 4Tebal 4 8 16
Kiri Tipis 1 2 4Tebal 4 8 16
TubaKanan Tipis 1 2 4
Tebal 4 8 16
Kiri Tipis 1 2 4Tebal 4 8 16
Skema klasifikasi berdasarkan beratnya penyakit endometriosis
menurut American Fertility Society (2007a) dapat dilihat pada gambar
dibawah.
Gambar 6. Skema klasifikasi stage 1 sampai stage 3. (American Fertility Society,
2007a)
Gambar 7. Skema klasifikasi stage 3 sampai stage 4. (American
Fertility Society, 2007a)
Berdasarkan lokasi tempat endometriosis dibagi menjadi :
1. Endometriosis Interna (adenomiosi uteri)
Fokus Endometriosis berada multilokuler di dalam otot uterus. Akan
terjadi penebalan atau pembesaran uterus. Gejala yang timbul hampir
tidak ada. Ada dua gejala yang khas buat adenomiosis uterus, yaitu:
a. Nyeri saat haid.
b. Perdarahan haid yang banyak atau haid yang memanjang.
2. Endometriosis Tuba.
Yang paling sering terkena adalah bagian proksimal tuba.Akibatnya
adalah:
a. Saluran tuba tertutup,terjadi infertilitas.
b. Resiko terjadinya kehamilan ektopik.
c. Hematosalping
3. Edometriosis Ovarium
Akibat adanya endometriosis pada ovarium akan terbentuk kista coklat.
Kista coklat ini sering mengadakan perlekatan dengan organ-organ di
sekitarnya dan membentuk suatu konglomerasi.
4. Endometriosis Retroservikalis.
Pada rectal toucher sering teraba benjolan yang nyeri pada cavum
Douglas. Benjolan-benjolan ini akan melekat dengan uterus dan rectum,
akibatnya adalah:
a. Nyeri pada saat haid.
b. Nyeri pada saat senggama.
Diagnosa banding yang perlu diperhatikan adalah:
a. Karsinoma ovarium.
b. Metastasis di kavum Douglas.
c. Mioma multiple.
d. Karsinoma rectum.
5. Endometriosis Ekstragenital.
Setiap nyeri yang timbul pada organ tubuh tertentu pada organ tbuh
tertentu bersamaan dengan datangnya haid harus dipikirkan adanya
endometriosis. ( Baziad,Ali dkk.1993)
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
Pemeriksaan yang dilakukan untuk membuktikan adanya endometirosis ini
antara lain:
1. Uji serum
a. CA-125: Sensitifitas atau spesifisitas berkurang
b. Protein plasenta 14 : Mungkin meningkat pada endometriosis yang
mengalami infiltrasi dalam, namun nilai klinis tidak diperlihatkan.
c. Antibodi endometrial: Sensitifitas dan spesifisitas berkurang
2. Teknik pencitraan
a. Ultrasound: Dapat membantu dalam mengidentifikasi endometrioma
dengan sensitifitas 11%
b. MRI: 90% sensitif dan 98% spesifik
c. Pembedahan: Melalui laparoskopi dan eksisi.
(Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica:
Jakarta)
H. PENATALAKSANAAN
Penanganan endometriosis di bagi menjadi 2 jenis terapi yaitu terapi
medik dan terapi pembedahan.
1. Terapi medik diindikasikan kepada pasien yang ingin mempertahankan
kesuburannya atau yang gejala ringan (Rayburn, 2001). Jenis-jenis terapi
medik seperti terlampir pada Tabel. 3 dibawah ini (Widjanarko, 2009):
Tabel 4. Jenis-jenis terapi medik endometriosis
Jenis Kandungan Fungsi Mekanisme Dosis Efek samping
Progestin Progesteron Menciptakan kehamilan palsu
Menurunkan kadar FSH, LH, dan estrogen
Medroxyprogesteron acetate: 10 – 30 mg/hari;Depo-Provera® 150 mg setiap 3 bulan
Depresi, peningkatan berat badan
Danazol Androgen lemah
Menciptakan menopause palsu
Mencegah keluarnya FSH, LH, dan pertumbuhan endometrium
800 mg/hari selama 6 bulan
Jerawat,berat badan meningkat,perubahan suara
GnRH agonis
Analog GnRH
Menciptakan menopause palsu
Menekan sekresi hormon GnRH dan endometrium
Leuprolide 3.75 mg / bulan; Nafareline 200 mg 2 kali sehari; Goserelin 3.75 mg / bulan
Penurunan densitas tulang, rasa kering mulut, gangguan emosi
2. Terapi pembedahan dapat dilaksanakan dengan laparoskopi untuk
mengangkat kista-kista, melepaskan adhesi, dan melenyapkan implantasi
dengan sinar laser atau elektrokauter. Tujuan pembedahan untuk
mengembalikan kesuburan dan menghilangkan gejala (Rayburn, 2001).
Terapi bedah konservatif dilakukan pada kasus infertilitas, penyakit berat
dengan perlekatan hebat, usia tua. Terapi bedah konservatif antara lain
meliputi pelepasan perlekatan, merusak jaringan endometriotik, dan
rekonstruksi anatomis sebaik mungkin (Widjanarko, 2009).
Penanganan endometriosis menurut Sumilat (2009, kom. pribadi) dapat
dilakukan dengan terapi medik seperti pemberian analog general dan obat
KB atau dengan terapi pembedahan menggunakan laparoskopi operatif
yaitu pembakaran kista endometriosis dengan menggunakan laser.
Tabel 5. Keuntungan dan kerugian terapi medik dan terapi pembedahan
Jenis terapi Keuntungan KerugianTerapi medik 1. Biaya lebih murah
2. Terapi empiris (dapat di modifikasi dengan mudah)
3. Efektif untuk menghilangkan rasa nyeri
1. Sering ditemukan efek samping
2. Tidak memperbaiki fertilitas3. Beberapa obat hanya dapat
digunakan untuk waktu singkat
Terapi pembedahan
1. Efektif untuk menghilangkan rasa nyeri
2. Lebih efisien dibandingkan terapi medis
3. Melalui biopsi dapat ditegakkan diagnosa pasti
1. Biaya mahal2. Resiko medis “ penetapan
kurang baik dan penaksiran kurang baik” sekitar 3%
3. Efisiensi diragukan, efek menghilangkan rasa nyeri temporer
Sumber: Widjanarko, 2009
I. KOMPLIKASI
1. Obstruksi ginjal dan penurunan fungsi ginjal karena endometriosis dekat
kolon atau ureter.
2. Torsi ovarium atau ruptur ovarium sehingga terjadi peritonitis karena
endometrioma.
3. Infertilitas, ditemukan pada 30% – 40% kasus. Endometriosis merupakan
penyebab infertilitas kedua terbanyak pada wanita. (Mansjoer, 2001)
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, N. 2009. Endometriosis dan Infertilitas. Jurnal Medika Nusantara,
vol.25 No.2:1-7. 2004. (http://med.unhas.ac.id /index.php?option
=com_
content&task=category§ionid=12&id=101&Itemid=48/1index.php,
diakses pada tanggal 30 Desember 2009).
American Fertility Society. 2007a. Booklet Endometriosis A Guide for Patients.
American Society For Reproductive Medicine. Alabama.
(http://www.asrm.org/Patients /Booklet/Endometriosis.pdf diakses pada
tanggal 28 Januari 2010).
American Fertility Society. 2007b. Booklet Laparoscopy And Hysteroscopy A
Guide for Patients. American Society For Reproductive Medicine.
Alabama. (http://www.asrm.org/Patients/Booklet/Laparoscopy.pdf
diakses pada tanggal 28 Januari 2010).
Baradero, Mary, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Reproduksi & Seksualitas. Jakarta: EGC
Baziad,Ali dkk.1993. Endokrinologi Ginekologi. Jakarta.Media Aesculapius
Bobak. Lowdermik. Jensen. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta :
EGC.
Bulun, S. E. 2009. Endometriosis. The New England Journal of Medicine.
Vol.360 No.3: 268-279. (http://content.nejm.org/cgi/content/
full/360/3/268, diakses pada tanggal 30 Desember 2009). 11 hal.
Bunner and Suddart . 2002 . Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC
Campbell, Neil A., J. B. Reece, L. G. Mitchell. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid 3.
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall, (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn.E. 2001. Rencana Keperawatan. Jakarta : EGC.
Dothrock, C Jane. 1999. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif.Jakarta :
EGC
Guyton, A. C. dan Jhon E. H. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
EGC Medical Publisher. Jakarta.
Johnson. M. Maas. M. Moorhead. S. 2000. Nursing Outcome Classification
(NOC). Mosby. Philadelphia.
Jones. Derek Llewellyn.2001. Dasar-dasar obstetric dan
ginekologi.Jakarta.Hipokrates
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga Jilid kedua . Media
Aesculapius : Jakarta
MC.Closky.T dan Bulaceck G.2000. Nursing Intervention Classification (NIC).
Mosby. Philadelphia.
Moore, Hacker.2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta.Hipokrates
Nanda . 2012. Nursing Diagnosis : devinisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta :
Philadelphia USA.
Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kandungan. P.T. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta.
Price, S.A. dan Lorraine M.W. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 2. EGC: Jakarta.
Purves et al. 2007. Life: The Science of Biology 4th Edition. Sinauer Associates.
(
http://www.emc.maricopa.edu/faculty/farabee/Biobk/Biobookreprod.htm
l, diakses pada tanggal 20 Desember 2007).
Rayburn, W. F., Christopher C. 2001. Obstetri dan Ginekologi. Widya Medika.
Jakarta.
Redwine, D. 2009. Endometriosis Advances and Controversies. Marcel
Dekker.Inc. New York.
Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica:
Jakarta.
Simatupang, J. 2003. Referat Iv Perubahan Imunologis Pada Endometriosis
Peritoneal. FK UNSRI. Palembang. (http://digilib.unsri.ac.id/download/
Perubahan%20imunologis%20pada%20endometriosis.pdf, diakses pada
tanggal 08 Januari 2009).
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2.
(Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Widjarnako, B. 2009. Endometriosis. (http://obfkumj.blogspot.com/
Endometriosis.html, diakses pada tanggal 07 Januari 2010).
Widhi, N.K. 2007. Plastik, Fast Food & Rokok Biang Utama Endometriosis.
(http://www.detiknews.com/kanal/10/berita/10.html, diakses pada
tanggal 10 Januari 2010).
Wiknjosastro, Hanifa.2005. Ilmu Kandungan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka
Winarta, Sastra., Prof. Sulaiman. 1983. Obstetri Fisiologi. Bandung: Elemen
Wood, R. 2008a. Causes. (http://www.endometriosis.org/causes.html, diakses
pada tanggal 2 oktober 2009).