TUGAS INDIVIDU
KORALOGI
“PERTUMBUHAN KORAL”
NAMA : KHUSNUL KHATIMAH
NIM : L111 12 276
KELAS : KORAL B
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
PERTUMBUHAN KARANG
A. Defenisi Pertumbuhan Karang
Pertumbuhan karang merupakan pertambahan panjang linear, bobot, volume atau luas kerangka
kapur karang dalam kurun waktu tertentu. Secara umum, pembentukan kerangka karang
diinterpretasikan sebagai kenaikan bobot kerangka karang yang disusun oleh kalsium karbonat
dalam bentuk aragonit kristal dan kalsit (Goreau dkk., 1982). Pertumbuhan itu sendiri
dipengaruhi oleh banyak faktor lingkungan seperti cahaya, suhu, sedimentasi dan aktivitas
biologi (Jokiel dan Coles, 1977; Sammarco dkk., 1983; Brown dkk.,1985; Kendall dkk., 1985).
B. Pembentukan Terumbu Karang
Pembentukan terumbu karang merupakan proses yang lama dan kompleks. Berkaitan
dengan pembentukan terumbu, karang terbagi atas dua kelompok yaitu karang yang membentuk
terumbu (karang hermatipik) dan karang yang tidak dapat membentuk terumbu (karang
ahermatipik). Kelompok pertama dalam prosesnya bersimbiosis dengan zooxanthellae dan
membutuhkan sinar matahari untuk membentuk bangunan dari kapur yang kemudian dikenal
reef building corals, sedangkan kelompok kedua tidak dapat membentuk bangunan kapur
sehingga dikenal dengan non–reef building corals yang secara normal hidupnya tidak tergantung
pada sinar matahari (Veron, 1986).
Pembentukan terumbu karang hermatipik dimulai adanya individu karang (polip) yang dapat
hidup berkelompok (koloni) ataupun menyendiri (soliter). Karang yang hidup berkoloni
membangun rangka kapur dengan berbagai bentuk, sedangkan karang yang hidup sendiri hanya
membangun satu bentuk rangka kapur. Gabungan beberapa bentuk rangka kapur tersebut disebut
terumbu.
C. Formasi Terumbu Karang
Formasi terumbu karang mengikuti topografi yang dibentuk oleh proses geologi alam.
Pemahaman mengenai formasi terumbu karang memberikan informasi kecenderungan bentuk
pertumbuhan yang mendominasi suatu zona dengan memperhatikan faktor jarak ekosistem
terhadap daratan (pulau) ataupun terhadap laut lepas. Charles Darwin (1842) mengemukakan tiga
perbedaaan formasi yang dikenal dengan teori penenggelaman (Subsidence Theory) :
a. Terumbu karang tepi (Fringing Reef), yaitu terumbu karang yang terdapat di sepanjang pantai
dan dalamnya tidak lebih dari 40 meter. Terumbu ini tumbuh ke permukaan dan ke arah laut
terbuka.
b. Terumbu karang penghalang (Barrier Reefs), berada jauh dari pantai yang dipisahkan oleh
goba (lagoon) dengan kedalaman 40 – 70 meter. Umumnya terumbu karang ini memanjang
menyusuri pantai.
c. Atol (atolls), yang merupakan karang berbentuk melingkar seperti cincin yang muncul dari
perairan yang dalam, jauh dari daratan dan melingkari gobah yang memiliki terumbu gobah
atau terumbu petak.
D. Bentuk Pertumbuhan Karang
Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni yang berkaitan dengan kondisi lingkungan
perairan. Berbagai jenis bentuk pertumbuhan karang dipengaruhi oleh intensitas cahaya
matahari, hydrodinamis (gelombang dan arus), ketersediaan bahan makanan, sedimen, subareal
exposure dan faktor genetik.
Berdasarkan bentuk pertumbuhannya karang batu terbagi atas karang Acropora dan non-
Acropora (English et.al., 1994). Perbedaan Acropora dengan non-Acropora terletak pada
struktur skeletonnya. Acropora memiliki bagian yang disebut axial koralit dan radial koralit,
sedangkan non-Acropora hanya memiliki radial koralit.
Bentuk Pertumbuhan Karang non-Acropora terdiri atas :
Bentuk Pertumbuhan Penjelasan
Bentuk Bercabang (branching), memiliki cabang lebih
panjang daripada diameter yang dimiliki, banyak
terdapat di sepanjang tepi terumbu dan bagian atas
lereng, terutama yang terlindungi atau setengah
terbuka. Bersifat banyak memberikan tempat
perlindungan bagi ikan dan invertebrata tertentu.
Bentuk Padat (massive), dengan ukuran bervariasi
serta beberapa bentuk seperti bongkahan batu.
Permukaan karang ini halus dan padat, biasanya
ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan
bagian atas lereng terumbu.
Skeleton Acropora Skeleton non-Acropora
Bentuk Kerak (encrusting), tumbuh menyerupai dasar
terumbu dengan permukaan yang kasar dan keras serta
berlubang-lubang kecil, banyak terdapat pada lokasi
yang terbuka dan berbatu-batu, terutama mendominasi
sepanjang tepi lereng terumbu. Bersifat memberikan
tempat berlindung untuk hewan-hewan kecil yang
sebagian tubuhnya tertutup cangkang.
Bentuk lembaran(foliose), merupakan lembaran
lembaran yang menonjol pada dasar terumbu,
berukuran kecil dan membentuk lipatan atau
melingkar, terutama pada lereng terumbu dan daerah-
daerah yang terlindung. Bersifat memberikan
perlindungan bagi ikan dan hewan lain.
Bentuk Jamur (mushroom), berbentuk oval dan tampak
seperti jamur, memiliki banyak tonjolan seperti
punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut.
Bentuk submasif (submassive), bentuk kokoh dengan
tonjolan-tonjolan atau kolom-kolom kecil
Karang api (Millepora), semua jenis karang api yang
dapat dikenali dengan adanya warna kuning di ujung
koloni dan rasa panas seperti terbakar bila disentuh
Karang biru (Heliopora), dapat dikenali dengan
adanya warna biru pada rangkanya
Bentuk Pertumbuhan Karang Acropora terdiri atas :
Bentuk Pertumbuhan Penjelasan
Acropora meja (Tabulate Acropora), bentuk bercabang
dengan arah mendatar dan rata seperti meja. Karang ini
ditopang dengan batang yang berpusat atau bertumpu
pada satu sisi membentuk sudut atau datar.
Acropora merayap (Encursting Acropora), bentuk
merayap, biasanya terjadi pada Acropora yang belum
sempurna.
Acropora Submasif (Submassive Acropora), percabangan
bentuk gada/lempeng dan kokoh.
Acropora berjari (Digitate Acropora), bentuk
percabangan rapat dengan cabang seperti jari-jari tangan
Acropora bentuk cabang (Branching Acropora), bentuk
bercabang seperti ranting pohon.
E. Faktor yang Mempengaruhi Bentuk Pertumbuhan
Jenis karang yang dominan di suatu habitat tergantung pada kondisi lingkungan atau habitat
tempat karang itu hidup. Pada suatu habitat, jenis karang yang hidup dapat didominasi oleh suatu
jenis karang tertentu. Pada daerah rataan terumbu biasanya didominasi karang-karang kecil yang
umumnya berbentuk masif dan submasif. Lereng terumbu biasanya ditumbuhi oleh karang-
karang bercabang. Karang masif lebih banyak tumbuh di terumbu terluar dengan perairan
berarus.
Gelombang berpengaruh terhadap perubahan bentuk koloni terumbu. Karang yang hidup di
daerah terlindung dari gelombang (leeward zones) memiliki bentuk percabangan ramping dan
memanjang, berbeda pada gelombang yang kuat (windward zones) kecenderungan pertumbuhan
berbentuk percabangan pendek, kuat, merayap atau submasif. Secara umum ada empat faktor
dominan yang mempengaruhi bentuk pertumbuhan, yaitu cahaya, tekanan hidrodinamis
(gelombang dan arus), sedimen dan subareal exposure.
E. Faktor Pembatas Pertumbuhan Karang
Sebaran terumbu karang dipengaruhi beberapa faktor lingkungan. Secara umum faktor-faktor
lingkungan tersebut adalah seperti berikut (Supriharyono, 2000) :
1. Kedalaman
Kebanyakan terumbu karang tumbuh pada kedalaman kurang dari 25 m dan tidak dapat
hidup di perairan yang lebih dalam dari 50 – 70 m. Alasan adanya pembatasan kedalaman
adalah kebutuhan karang hermatipik terhadap cahaya.
2. Cahaya
Cahaya merupakan faktor pembatas bagi terumbu karang. Hal ini berkaitan dengan proses
fotosintesis yang dilakukan oleh zooxanthellae yang membutuhkan sinar matahari. Tanpa
cahaya yang cukup laju fotosintesis akan berkurang dan bersamaan dengan itu kemampuan
karang untuk menghasilkan kalsium karbonat dan membentuk terumbu akan berkurang pula
(Nybakken, 1992). Faktor yang mempengaruhi penetrasi cahaya antara lain kondisi cuaca,
kekeruhan dan waktu pengamatan.
3. Suhu
Suhu optimal untuk terumbu karang ialah sekitar 23° - 25°C dan masih dapat mentolerir
suhu hingga 36° - 40°C (Nybakken, 1992). Perubahan suhu yang teramat besar dapat
mematikan sebagian besar jenis karang batu sehingga yang dapat hidup hanyalah jenis-jenis
yang kuat. Suhu memiliki peranan penting dalam membatasi penyebaran terumbu karang.
Tingkat suhu yang ekstrim akan mempengaruhi binatang karang, seperti metabolisme,
reproduksi dan pengapuran (kalsifikasi).
4. Salinitas
Kisaran salinitas normal untuk terumbu karang yaitu 32 – 35 ‰, namun terumbu karang
masih dapat hidup dalam batas kisaran salinitas 25 - 40‰.
5. Sedimentasi
Terumbu karang tidak dapat hidup di daerah yang sedimentasinya tinggi, karena sedimen ini
akan menutupi polip-polip karang sehingga karang tidak mendapatkan makanan dan sinar
matahari yang dibutuhkan untuk kehidupannya.
6. Substrat
Substrat yang keras dan bersih diperlukan sebagai tempat melekatnya larva planula,
sehingga memungkinkan pembentukan koloni baru. Substrat keras ini dapat berupa benda
padat yang terdapat di dasar laut, yaitu batu, cangkang moluska, bahkan kapal karam
(Nontji, 2005).
F. Laju Pertumbuhan Karang
Terdapat dua pendekatan yang digunakan dalam menganalisis laju pertumbuhan karang, yaitu:
1. Metode Real Time, berupa pengukuran langsung terhadap panjang, luasan, volume, bobot,
dan laju kalsifikasi karang dalam suatu unit waktu;
2. Metode Retrospective, dengan teknik radiometri (menggunakan sinar-x atau ultra violet)
untuk membaca pola-pola pertumbuhan tahunan yang terekam pada bagian epiteka dari
rangka karang. Garis pertumbuhan yang terekam pada rangka karang tersebut akan
memperlihatkan pola yang berbeda menurut musim (Buddemeier dan Kinzie, 1976).
Berikut adalah grafik laju pertumbuhan karang keras Porites lutea yang diperoleh dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. Ir. Chair Rani, MSi. di ketiga lokasi penelitian yaitu
Pulau Lae-Lae, Samalona dan Bone Batang yang terjadi setiap tahun.
Laju pertumbuhan yang diperoleh memperlihatkan variasi menurut waktu dan lokasi. Laju
pertumbuhan terendah terjadi di Pulau Lae-Lae (8,4-10,2 mm/tahun), sedangkan paling tinggi di
Pulau Samalona (10,6-12,0 mm/tahun). Secara umum, laju pertumbuhan di ketiga lokasi
penelitian memperlihatkan kecenderungan yang hampir sama. Periode Februari 1994–Januari
1997 merupakan periode dengan laju pertumbuhan minimum, terkait dengan suhu udara rendah
dan curah hujan tinggi. Periode Februari 1997–Januari 1999 laju pertumbuhan karang naik
seiring kenaikan suhu udara dan perubahan curah hujan. Pertumbuhan maksimum terjadi dalam
periode Februari 1999–Januari 2001 sesuai dengan perubahan iklim, terutama naiknya suhu
udara tahunan yang relatif tinggi.
Berdasarkan analisis ragam yang didapatkan dalam penelitian ini bahwa adanya
perbedaan nyata (P≤0,05) rata-rata laju pertumbuhan karang selama 8 tahun antar lokasi
penelitian. Hasil uji beda nyata menunjukkan bahwa pertumbuhan karang yang tinggi terjadi di
Pulau Samalona (11,1± 0,15 mm) dan Pulau Bone Batang (10,9±0,12 mm) dan berbeda nyata
dengan Pulau Lae-Lae (9,2± 0,11 mm). Sedangkan antara Pulau Samalona dan Pulau Bone
Batang tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Dari semua penjabaran hasil penelitian laju pertumbuhan karang keras Porites lutes yang
dilakukan oleh Prof. Dr. Ir. Chair Rani, MSi diperoleh kesimpulan bahwa:
“Laju pertumbuhan karang keras Porites lutea ditemukan berbeda antara lokasi penelitian.
Pertumbuhan karang Porites lutea yang tinggi terdapat di Pulau Samalona (11,1±0,15 mm/tahun)
dan Pulau Bone Batang (10,9±0,12 mm/tahun) dan berbeda nyata dengan laju pertumbuhan di
Pulau Lae-Lae (9,2 ± 0,11 mm/tahun). Sementara itu, suhu udara berpengaruh nyata terhadap
laju pertumbuhan karang di Pulau Lae-Lae, Pulau Samalona dan Pulau Bone Batang, sedangkan
curah hujan hanya berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan karang di Pulau Bone Batang
tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan karang di Pulau Lae-Lae dan
Samalona.”
DAFTAR PUSTAKA
Prastiwi, Dyah Isnaini. 2011. Pertumbuhan Karang Lunak Lobophytum Strictum Hasil
Transplantasi Pada Sistem Resirkulasi Dengan Kondisi Cahaya Berbeda. Departemen
Ilmu Dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor:
Syarifuddin, Amirah Aryani. 2011. Studi Kelangsungan Hidup Dan Pertumbuhan Karang
Acropora Formosa (Veron & Terrence, 1979) Menggunakan Teknologi Biorock Di Pulau
Barrang Lompo Kota Makassar. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
Universitas Hasanuddin. Makassar:
Rani, Chair. 2004. Pertumbuhan Tahunan Karang Keras Porites Lutea Di Kepulauan
Spermonde: Hubungannya Dengan Suhu Dan Curah Hujan. Fakultas Ilmu Kelautan Dan
Perikanan Universitas Hasanuddin. Makassar:
Suharsono. 1996. Jenis-jenis Karang yang Umum dijumpai di Perairan Indonesia. Puslitbang
Oseanologi – LIPI. Jakarta:
Top Related