Alkohol
Alkohol merupakan substansi yang paling banyak digunakan di dunia, dan tidak
ada obat lain yang dipelajari sebanyak alkohol. Dari segi kimiawi, alkohol
merupakan suatu senyawa kimia yang mengandung gugus OH. Alkohol dalam
masyarakat umum mengacu kepada etanol atau grain alkohol. Etanol dapat dibuat
dari fermentasi buah atau gandum dengan ragi.
Istilah alkohol sendiri pada awalnya berasal dari bahasa Arab “Al Kuhl” yang
digunakan untuk menyebut bubuk yang sangat halus yang biasanya dipakai untuk
bahan kosmetik khususnya eyeshadow. Sejak 5000 tahun yang lalu alkohol
digunakan sebagai minuman dengan berbagai tujuan, seperti sarana untuk
komunikasi transedental dalam upacara kepercayaan dan untuk memperoleh
kenikmatan.
Alkohol bersifat depresan terhadap sistem saraf pusat dengan menghambat
aktivitas neuronal. Ini berakibat hilangnya kendali diri dan mengarah kepada
keadaan membahayakan diri sendiri maupun orang disekitarnya. Diperkirakan
alkohol menjadi penyebab 25% kunjungan ke Unit Gawat Darurat rumah sakit.1
Alkohol dapat menyebabkan komplikasi yang serius dalam menangani dan
mengobati pasien trauma. Interaksi antara alkohol dengan obat lainnya dapat
terjadi, sehingga harus diperhitungkan secara hati-hati penggunaannya dalam
obat, operasi, maupun obat anestesi. Akibat penggunaan alkohol dapat muncul
masalah kesehatan lainnya seperti gangguan hati, cardiomyopati, gangguan
pembekuan darah, gangguan keseimbangan cairan, hingga ketergantungan
terhadap alkohol. Ini akan menyebabkan perlunya pertimbangan yang lebih
matang dalam menangani pasien dengan alkohol.
Mengidentifikasi permasalahan yang dapat timbul akibat penggunaan alkohol
pada pasien yang memerlukan pembedahan pada saat perioperatif merupakan
suatu tantangan bagi dokter, terutama ahli bedah dan anestesi. Setelah
diiidentifikasi, masalah pada pasien dapat ditangani dengan lebih efektif untuk
meningkatkan outcome dari pembedahan dan mengurangi efek samping yang
dapat terjadi.
Epidemiologi
Sekitar 14 juta warga Amerika termasuk dalam kriteria alkoholism, membuatnya
sebagai peringkat ketiga penyakit yang memerlukan kunjungan ke psikiater dan
menghabiskan lebih dari 165 miliar dolar amerika setiap tahunnya akibat
penurunan produksi kerja, kematian, dan biaya pengobatan langsung. Diantara
mereka 10% wanita dan 20% pria termasuk dalam kriteria penyalahgunaan
alkohol, sedangkan 3-5% wanita dan 10% pria dimasukkan dalam ketergantungan
alkohol.2
Usia 13-15 tahun merupakan usia yang berisiko dimana pada usia tersebut remaja
mulai menjadi peminum. Pengkonsumsi alkohol terbanyak berkisar pada usia 20-
35 tahun.2 Penelitian pada sebuah sekolah di Amerika menunjukkan bahwa siswa
kulit putih mengkonsumsi alkohol terbanyak, siswa kulit hitam merupakan
peminum yang paling sedikit, dan siswa Hispanic berada diantaranya. Survey
memfokuskan kepada masalah yang dihadapi oleh 4.390 siswa dimana hampir
80% dilaporkan menjadi peminuman saat pesta. Lebih dari 50% mengaku alcohol
menyebabkan mereka merasa sakit, kehilangan sekolah maupun pekerjaan,
ditahan polisi, atau mengalami kecelakaan lalu lintas.2
Pria dilaporkan mengkonsumsi alkohol lebih banyak dibandingkan wanita.
Wanita mulai mengkonsumsi alkohol lebih lambat dibandingkan pria. Namun
wanita lebih cepat menjadi alkoholik karena rendahnya kadar air dalam tubuh dan
tingginya lemak pada wanita dibandingkan pria.2 Karena tingginya kadar alkohol,
wanita memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami gangguan kesehatan
yang berkaitan dengan alkohol seperti cirosis, cardiomiopaty, dan atropi otak.
Alkohol
Dalam kimia, alkohol (atau alkanol) adalah istilah yang umum untuk senyawa
organik apa pun yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom
karbon, yang ia sendiri terikat pada atom hidrogen dan/atau atom karbon lain.3
Rumus kimia umum alkohol adalah CnH2n+1OH. Alkohol dapat dibagi kedalam
beberapa kelompok tergantung pada bagaimana posisi gugus -OH dalam rantai
atom-atom karbonnya. Kelompok-kelompok alkohol antara lain alkohol primer,
sekunder, dan tersier. Titik didih alkohol meningkat seiring dengan meningkatnya
jumlah atom karbon.
Alkohol murni tidaklah dikonsumsi manusia. Alkohol sering dipakai untuk
menyebut etanol, yaitu minuman yang mengandung alkohol. Hal ini disebabkan
karena memang etanol yang digunakan sebagai bahan dasar pada minuman
tersebut, bukan metanol, atau grup alkohol lainnya. Bahan ini dihasilkan dari
proses fermentasi gula yang dikandung dari malt dan beberapa buah-buahan
seperti hop, anggur dan sebagainya.
Setiap Negara memiliki aturan yang membahas kadar alkohol dalam darah yang
masih ditolerir demi keamanan bersama. Kadar alkohol dalam darah atau Blood
Alkohol Concentration (BAC) digunakan sebagai satuan ukur intoksikasi alkohol
untuk tujuan hukum maupun medis. BAC dihitung dengan membandingkan massa
tubuh per volume. Jumlah alkohol yang dikonsumsi tidak dapat di hitung dengan
BAC, karena bervariasi terhadap berat badan, jenis kelamin, dan lemak tubuh.
Namun secara umum diperkirakan bahwa satu gelas alkohol yang tidak
menyebabkan mabuk (contohnya 14 gram (17,74 ml) ethanol berdasarkan standar
amerika) akan meningkatkan ± 0,02-0,05% BAC dalam 1,5 sampai 3 jam
berikutnya7.
Farmakokinetik Alkohol
Absorpsi
Setelah diminum, alkohol kebanyakan diabsorpsi di duodenum melalui difusi.
Kecepatan absorpsi bervariasi, tergantung beberapa faktor, antara lain8:
a) Volume, jenis, dan konsentrasi alkohol yang dikonsumsi. Alkohol dengan
konsentrasi rendah diabsorpsi lebih lambat. Namun alkohol dengan konsentrasi
tinggi akan menghambat proses pengosongan lambung. Selain itu, karbonasi juga
dapat mempercepat absorpsi alkohol.
b) Kecepatan minum, semakin cepat seseorang meminumnya, semakin cepat
absorpsi terjadi.
c) Makanan. Makanan memegang peranan besar dalam absorpsi alkohol. Jumlah,
waktu, dan jenis makanan sangat mempengaruhi. Makanan tinggi lemak secara
signifikan dapat memperlambat absorpsi alkohol. Efek utama makanan terhadap
alkohol adalah perlambatan pengosongan lambung.
d) Metabolisme lambung, seperti juga metabolisme hati, dapat secara signifikan
menurunkan bioavailabilitas alkohol sebelum memasuki sistem sirkulasi.
Distribusi
Alkohol didistribusikan melalui cairan tubuh. Terdapat perbedaan komposisi
tubuh antara pria dan wanita, dimana wanita memiliki proporsi cairan tubuh yang
lebih rendah dibandingkan pria, meskipun mereka memiliki berat badan yang
sama. Karena itu, meskipun seorang wanita dengan berat badan yang sama,
mengkonsumsi alkohol dalam jumlah yang sama dengan pria, wanita tersebut
akan memiliki kadar alkohol darah yang lebih tinggi.
Metabolisme
Metabolisme primer alkohol adalah di hati, dengan melalui 3 tahap. Pada tahap
awal, alkohol dioksidasi menjadi acetaldehyde oleh enzim alkohol dehydrogenase
(ADH). Enzim ini terdapat sedikit pada konsentrasi alkohol yang rendah dalam
darah. Kemudian saat kadar alkohol dalam darah meningkat hingga tarap sedang
(social drinking), terjadi zero-order kinetics, dimana kecepatan metabolisme
menjadi maksimal, yaitu 7-10 gram/jam (setara dengan sekali minum dalam satu
jam). Namun kecepatan metabolisme tersebut sangat berbeda antara masing-
masing individu, dan bahkan berbeda pula pada orang yang sama dari hari ke hari.
Tahap kedua reaksi metabolisme, acetaldehyde diubah menjadi acetate oleh enzim
aldehyde dehydrogenase. Dalam keadaan normal, acetaldehyde dimetabolisme
secara cepat dan biasanya tidak mengganggu fungsi normal. Namum saat
sejumlah besar alkohol di konsumsi, sejumlah acetaldehyde akan menimbulkan
gejala seperti sakit kepala, gastritis, mual, pusing, hingga perasaan nyeri saat
bangun tidur.
Tahap ketiga merupakan tahap akhir, terjadi konversi gugus acetate dari koenzim
A menjadi lemak, atau karbondioksida dan air.6 Tahap ini juga dapat terjadi pada
semua jaringan dan biasanya merupakan bagian dari siklus asam trikarbosilat
(siklus Krebs). Jaringan otak dapat mengubah alkohol menjadi asetaldehid, asetil
koenzim A, atau asam asetat.
Pada peminum alkohol kronis dapat terjadi penumpukan produksi lemak (fatty
acid). Fatty acis akan membentuk plug pada pembuluh darah kapiler yang
mengelilingi sel hati dan akhirnya sel hati mati yang akan berakhir dengan cirrosis
hepatis.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Wilkinson menunjukkan bahwa
konsentrasi alkohol dalam darah (BAC) setelah mengonsumsi secara cepat
berbeda pada setiap orang. Selain itu, jika sejumlah alkohol di konsumsi dalam
jangka waktu yang lama, BAC menjadi lebih rendah.8 Dibawah ini ditunjukkan
konsentrasi alkohol dalam darah setelah beberapa jam. 100 mg% merupakan
konsentrasi alkohol dalam darah yang masih di ijinkan pada beberapa negara,
sedangkan BAC 50 mg% merupakan kadar aman yang masih diperbolehkan untuk
mengemudikan kendaraan.
Farmakodinamik Alkohol
Alkohol lebih banyak bekerja pada sistem saraf, terutama otak. Pada otak, alkohol
mengakibatkan depresi yang menyerupai depresi akibat narkotik, kemungkinan
melalui gangguan pada transmisi sinaptik, dimana impuls saraf akan mengalami
inhibisi. Terjadi pembebasan pusat otak yang lebih rendah dari kontrol pusat yang
lebih tinggi dan inhibisi.8
a) Efek pada sistem GABA
Alkohol menimbulkan efek seperti kerja GABA-A dengan berinteraksi dengan
GABA-A reseptor, namun melalui tempat yang berbeda dari tempat berikatannya
GABA ataupun benzodiazepine. Interaksi ini akan mengaktifkan neuron DA di
sistem mesolimbik. Akibatnya muncul efek sedatif, anxiolytic, dan
hyperexcitability.
b) Efek pada sistem Dopamin dan Opioid
Alkohol tidak bekerja secara langsung pada reseptor DA, namun secara tidak
langsung dengan meningkatkan kadar DA pada sistem mesocorticolimbic.
Peningkatan ini memiliki efek terhadap penguatan efek alkohol dalam tubuh.
Interaksi alkohol dengan sistem opioid juga tidak langsung dan mengakibatkan
pengaktifan sistem opioid. Interaksi ini bersifat menguatkan (kemungkinan
melalui reseptor MU). Sistem opioid juga terlibat dalam munculnya kecanduan
alkohol.
c) Efek terhadap sistem lain (NMDA, 5HT, stress hormone)
Alkohol menghambat reseptor NMDA, tidak dengan berikatan langsung pada
glutamate binding site, namun dengan mengubah jalan glutamate menuju
tempatnya berikatan pada reseptor (allosteric effect). Interaksi ini juga
memfasilitasi munculnya efek sedatif/hypnotic alkohol, seperti halnya
neuroadaptation.
Sistem serotonin juga berperanan dalam farmakologi alkohol. Meskipun
mekanisme kerja belum jelas, namun membantu dalam pelepasan DA.
Peningkatan kadar serotonin pada sinap menurunkan pengambilan alkohol.
Konsumsi alkohol akut juga memiliki efek terhadap hypothalamic-pituitary axis,
kemungkinan dengan melibatkan hormone CRF (corticotrophin releasing factor).
Kerja pada tempat ini kemungkinan mendasari efek penekanan stress pada
alkohol.
Interaksi Alkohol dengan Obat
Terdapat dua tipe interaksi alkohol dan obat lain, yaitu interaksi farmakokinetik,
dimana alkohol mempengaruhi efek obat, dan interaksi farmakodinamik, alkohol
mengubah efek obat, umumnya di sistem saraf pusat (contoh : sedasi). Interaksi
farmakokinetik umumnya terjadi di hati, dimana alkohol dan banyak obat-obatan
di metabolisme, kebanyakan oleh enzim yang sama. Pada alkohol dosis akut
(sekali minum atau beberapa kali minum setelah beberapa jam) dapat
menghambat metabolisme obat dengan berkompetisi dengan menggunakan enzim
metabolisme yang sama. Interaksi ini akan memperpanjang dan mengubah
kemampuan obat, berpotensi meningkatkan risiko terjadinya efek samping obat.
Pada peminum alkohol kronis (dalam jangka waktu lama), alkohol akan
mengaktifkan enzim metabolisme. Ini akan menurunkan dan mengurangi efek
kerja obat. Setelah enzim diaktifkan, mereka akan selalu ada meskipun tanpa
adanya alkohol, mempengaruhi metabolisme beberapa obat selama beberapa
minggu setelah penghentian konsumsi alkohol.
Sejumlah golongan obat dapat menimbulkan interaksi dengan alkohol, termasuk
obat anestesi, antibiotic, antidepresan, antihistamin, barbiturate, benzodiazepine,
histamine H2 receptor antagonis, muscel relaxan, obat penghilang nyeri golongan
non narkotik, antiinflamasi, opioid, dan warfarin.
Obat Anestesi
Obat-obatan anestesi diberikan mengawali pembedahan untuk membuat pasien
tidak nyeri dan tenang. Konsumsi alkohol secara kronik meningkatkan dosis
propofol yang diperlukan untuk menurunkan kesadaran pasien. Konsumsi alkohol
dalam jangka lama akan meningkatkan risiko kerusakan hati oleh pemakaian gas
anestesi seperti enflurane dan halotan.
Antikoagulan
Warfarin berfungsi untuk memperlambat pembekuan darah. Adanya konsumsi
alkohol akut mengubah kemampuan warfarin, menyebabkan pasien berpeluang
mengalami pendarahan yang mengancam nyawa. Konsumsi alkohol secara kronik
menurunkan kerja warfarin, menimbulkan gangguan pembekuan darah.
Antidepressant
Alkohol meningkatkan efek sedasi dari tricyclic anti-depressant seperti
amitriptyline, menurunkan kemampuan yang diperlukan dalam mengemudi.
Konsumsi alkohol kronic meningkatkan kerja beberapa tricyclic dan menurunkan
kerja tricyclic lainnya. sebuah substansi kimia yang disebut tyramine terdapat
dalam beberapa bir dan wine, berinteraksi dengan beberapa antidepresan, seperti
monoamine oxidase (MAO) inhibitor menyebabkan peningkatan tekanan darah
yang berbahaya.
Antihistamin
Obat seperti diphenhydramine dapat digunakan untuk menangani gejala alergi dan
insomnia. Alkohol bersifat meningkatkan efek sedasi pada antihistamin. Obat ini
menyebabkan kelebihan sedasi dan nyeri kepala pada orang tua. Efek kombinasi
dengan alkohol akan sangat signifikan berbahaya pada kelompok ini.
Penghilang rasa nyeri golongan narkotik
Obat golongan ini digunakan untuk nyeri sedang hingga berat. Yang termasuk
dalam golongan ini antara lain morfin, codein, propoxyphene, dan meperidine.
Kombinasi alkohol dengan opioid meningkatkan efek sedasi kedua substansi
tersebut, meningkatkan risiko kematian akibat overdosis. Satu dosis alkohol dapat
meningkatkan kemampuan kerja propoxyphene, dan meningkatkan efek samping
sedasi. opioid merupakan agen yang memiliki efek seperti opium (sedatif,
penghilang nyeri, dan euphoria) yang digunakan untuk pengobatan. Overdosis
alkohol dan opioid sangat berbahaya karena mereka dapat menurunkan reflek
batuk dan fungsi pernafasan, sehingga berpotensi untuk terjadinya regurgitasi
maupun sumbatan jalan nafas.
Penghilang Nyeri golongan non-Narkotik
Aspirin paling sering dipergunakan oleh orang tua. Beberapa obat jenis ini dapat
menyebabkan pendarahan lambung dan menghambat pembekuan darah. Alkohol
dapat memperparah efek ini. Orang tua yang mencampurkan alkohol dengan
aspirin dalam dosis besar tanpa resep dokter memiliki risiko lebih besar untuk
mengalami pendarahan lambung. Aspirin juga meningkatkan kerja alkohol.
Konsumsi alkohol secara kronis mengaktifkan enzim yang mengubah
acetaminophen menjadi substansi kimia yang dapat menyebabkan kerusakan hati,
meskipun acetaminophen dipergunakan dalam kadar therapeutic. Efek ini dapat
terjadi dengan 2,6 gr acetaminophen yang diberikan pada pengkonsumsi alkohol
berat.
Sedatif dan Hipnotik
Interaksi farmakodinamik antara dosis kecil diazepam denga alkohol telah diteliti
dengan menggunakan double blind randomized study. Diazepam yang diberikan
sebanyak 5 mg dengan pemberian oral pada pasien yang telah disuntikkan alkohol
intravena hingga kadar dalam darah 0,5 gram. Dari penelitian ini didapatkan
bahwa kombinasi diazepam dan alkohol kebanyakan bersifat addictive tanpa
interaksi sinergis yang signifikan.
Benzodiazepines seperti diazepam (Valium®) pada umumnya digunakan untuk
mengobati kecemasan dan insomnia. Karena keamanannya, mereka telah
menggantikan barbiturates, yang sebagian besar digunakan untuk perawatan
darurat untuk kejang. Dosis Benzodiazepines yang diberikan secara berlebihan
sebagai obat penenang disertai dengan adanya alkohol dapat menyebabkan rasa
kantuk yang hebat, meningkatkan risiko kecelakaan rumah tangga dan lalu lintas.
Lorazepam telah digunakan untuk anticemas dan obat penenang. Kombinasi dari
alkohol dan lorazepam dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada jantung dan
fungsi pernafasan, oleh karena itu Lorazepam sebaiknya tidak diberikan kepada
pasien mabuk
Relaksasi Otot
Beberapa obat relaksasi (carisoprodol, cyclobenzaprine, dan baclofen), saat
digunakan bersama alkohol dapat menimbulkan reaksi seperti narkotik, seperti
kelemahan pada alat gerak, pusing, euphoria, dan kebingungan. Carisopodol
dikenal sebagai obat narkotik yang dijual di jalanan. Campuran carisoprodol
dengan bir merupakan bahan adiktif yang popular di masyarakat jalanan untuk
mendapatkan keadaan euphoria secara cepat.
Permasalahan pasien alkoholik
Alkohol secara signifikan berperanan dalam terjadinya trauma. Berdasarkan miller
(1984), intoksifikasi (BAC 100 mg/dl) berhubungan dengan 40-50% kecelakaan
lalulintas yang fatal. Roizen (1988) melaporkan bahwa antara 20-37% dari semua
kasus trauma di Unit Gawat Darurat disebabkan karena penggunaan alkohol.9
Hasil dari tes laboratorium dan pengakuan pasien sangat penting untuk
mengidentifikasi penyakit yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan
juga untuk menangani lukanya.
Permasalahan yang dapat terjadi pada pasien dengan penyalahgunaan alkohol
antara lain thrombocytopenia., dimana terjadi penurunan jumlah platelet dalam
darah. Dengan menghentikan penggunaan alkohol, trombositosis akan terjadi
setelah satu minggu. Karena kedua kondisi ini dapat menyebabkan komplikasi
dalam pembedahan, maka sangatlah penting untuk memonitor secara ketat vital
sign, fungsi jantung, dan kadar elektrolit selama operasi dan dalam perawatan
pasca operasi.
Perioperatif Pasien Dalam Pengaruh Alkohol
Pada pasien yang telah biasa mengkonsumsi alkohol terjadi keruskan pada hati.
Akibat dari hilangnya kapasitas hati ini akan menunjukkan respon yang tidak
sesuai terhadap stres saat operasi, meningkatkan risiko pendarahan, hingga
kematian. Oleh karena itu, keputusan untuk melakukan operasi harus
dipertimbangkan secara matang. Faktor risiko dalam pembedahan bergantung
pada derajat disfungsi hati, jenis operasi, dan keadaan pasien sebelum operasi.
Faktor comorbid seperti coagulopathy, volume intravascular, fungsi ginjal,
elektrolit, keadaan kardiovaskular, dan nutrisi harus diidentifikasi terlebih dahulu
sebelum dilakukan operasi. Persiapan yang optimal, akan menurunkan kematian
dan komplikasi karena operasi.
Preoperative
Sangatlah penting untuk mengidentifikasi pasien dengan gangguan
penyalahgunaan alkohol sebelum operasi. Cara skrining untuk mendeteksi kadar
penggunaan alkohol antara lain dengan melakukan tes skrining frekuensi dan
kuantitas (contohnya the Alkohol Use Disorders Identification Test) dan skrining
untuk mengetahui adanya penyalahgunaan maupun ketergantungan (contohnya
the CAGE Questionnaire).10 Riwayat penggunaan alkohol sebelumnya, kondisi
mental, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium harus dinilai.
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan antara lain complete blood count,
platelet count, elektrolit, blood urea nitrogen, creatinine, glucose, enzim hati,
albumin, bilirubin, tes pembekuan, kalsium, magnesium, phosphorus, dan
electrocardiogram.
Detoksifikasi preoperative pada pasien dengan penggunaan alkohol dapat
menurunkan risiko kematian selama operasi. Beberapa pasien mungkin tidak
dapat melakukan detoksifikasi sebelum operasi karena merupakan kasus
emergensi, untuk itu terapi propilaksis (contohnya pemberian dosis benzodiasepin
terjadwal selama periode perioperatif) dapat mencegah timbulnya alkohol
withdrawal. Terapi harus segera dimulai setelah menurunnya konsumsi alkohol.
Melakukan profilaksis lebih awal dan adekuat dapat menurunkan komplikasi
postoperatif dan mempersingkat waktu perawatan di ICU (intensive care unit). 10
Intraoperative
Pasien dengan penggunaan alkohol memerlukan perhatian serius selama operasi.
Adanya peningkatan keperluan analgesia dan anesthesia serta adanya stress
pembedahan dapat terjadi selama operasi. Penghitungan dosis obat anestesi yang
diberikan pada pasien alkoholik berbeda dengan pasien non-alkoholik karena
perlu diperhatikan adanya perubahan kerja obat, seperti halnya propanolol dan
Phenobarbital yang durasi kerjanya bertambah panjang dengan adanya alkohol.
Karena patofisiologi yang mirip, respon stress pada pembedahan dan alkohol
withdrawal memiliki efek aditif. Respon stress pembedahan merangsang
perubahan fisiologis multiple yaitu: peningkatan denyut jantung, peningkatan
tekanan darah, dan peningkatan kadar katekolamin pada plasma. Tingkat
keparahan dari gejala withdrawal berkorelasi dengan kadar katekolamin plasma.
Peningkatan frekuensi perdarahan yang memerlukan transfusi didapati pada
postoperatif pasien alkoholisme. Pasien alkoholisme yang mengalami hipoksemia
atau hipotensi intraoperatif lebih rentan mengalami delirium postoperatif.
Pasien dengan penyalahgunaan alkohol umumnya telah terjadi gangguan hati
sehingga pemilihan obat sebisa mungkin menghindari semakin beratnya kerja
hati. Anestesi umum menurunkan aliran darah total hati. Dari semua gas anestesi,
halothane dan enflurane dapat menurunkan aliran darah arteri hepatic melalui
vasodilasi pembuluh darah dan efek ringan inotropic negative. Isoflurane
merupakan pilihan yang paling aman dibandingkan halotan pada pasien dengan
penyakit hati karena dapat meningkatkan aliran darah heparik.
Efek obat yang bekerja menghambat neuromuscular dapat memanjang pada
pasien dengan penyakit hati. Atracurium direkomendasikan sebagai obat pilihan
karena ia tidak diekskresikan melalui hati maupun ginjal. Obat-obatan seperti
morfin, meperidine, benzodiazepine, dan barbiturate harus dipergunakan dengan
hati-hati karena mereka di metabolism di hati. Secara umum, dosis mereka
hendaknya diturunkan 50%. Fentanyl merupakan narcotic yang lebih sering
digunakan.
Pada kondisi intoksikasi alkohol akut dengan kesadaran menurun dengan risiko
aspirasi dan pneumonia, serta membutuhkan pembedahan live-saving, prosedur
yang direkomendasikan :
a. Transquilizer : diazepam IV (10 – 15 mg; maksimal 0,15mg/kgBB) atau
midazolam (0,12mg/kgBB) atau promethazine.
b. Kontrol isi lambung : H1 dan H2 bloker, promethazine dan ranitidine IV;
pengosongan lambung : metoclopramide (5 mg IV).
c. Intubasi endotrakea : bila memungkinkan dengan awake intubation.
d. Rapid sequence induction : thiopental 4 mg/kgBB atau midazolam 0,25/kgBB.
e. Relaksasi : paralisis : dosis besar vecuronium0,15 mg/kgBB.
f. Maintenance dengan agen inhalasi : respirasi kendali, disarankan dengan
enfluran. Isofluran kurang memuaskan karena fenomena alkoholic withdrawal.
Pascaoperative
Pasien dengan penyalahgunaan alkohol memerlukan perhatian secara intensif
untuk mendeteksi withdrawal syndrome dan meminimalkan komplikasi. Beberapa
penelitian menunjukkan adanya peningkatan mortalitas dan morbiditas
postoperasi pada pasien dengan penyalahgunaan alkohol. Bila dibandingkan
dengan pasien tanpa penggunaan alkohol, pasien dengan penyalahgunaan alkohol
memiliki waktu yang lebih lama untuk tinggal di ruang perawatan intensif dan
rumah sakit.
Kompllikasi postoperasi yang paling sering ditemukan pada pasien ini adalah
infeksi, pendarahan, dan gangguan kerja kardiopulmonal. Beberapa mekanisme
patogenik yang diperkirakan berperanan dalam meningkatkan terjadinya
komplikasi telah dipelajari, diantaranya ketidakmampuan sistem imun,
ketidakseimbangan hemostatik, dan kegagalan penyembuhan luka.
Penyalahgunaan alkohol kronis telah diketahui menyebabkan terjadinya
cardiomyopaty, dan pasien dengan alkohol mengalami penurunan volume curah
jantung. Penekanan fungsi jantung dapat memicu meningkatnya risiko terjadinya
iskemik dan aritmia. Perioperative aritmia dapat terjadi tanpa adanya penyakit
jantung sebelumnya.
Meningkatnya waktu dan episode pendarahan sehingga memerlukan transfuse
telah sering terjadi postoperasi pada pasien dengan penyalahgunaan alkohol.
Pengguna alkohol kronis mengalami penurunan aktifitas dan proliferasi sel T,
sehingga terjadi perlambatan penyembuhan luka.
Pada pasien dengan sirosis, kegagalan hati merupakan penyebab kematian
postoperasi yang paling sering. Obat sedatif dan penghilang nyeri harus diberikan
secara hati-hati untuk mencegah terjadinya encepalopati hepatic. Fungsi ginjal
harus seIalu diawasi karena adanya risiko hepatorenal sindrom dan perpindahan
cairan yang dapat terjadi setelah operasi. Pemberian makanan melalui enteral
secepatnya diyakini akan meningkatkan keberhasilan pengobatan.
Tembakau
Tembakau sebagai komponen utama dalam rokok merupakan stimulan sistem
saraf pusat . Tembakau terdiri atas ribuan komponen , dimana komponen
utamanya terdiri atasnikotin , tar dan karbonmonoksida.
Nikotin dengan cepat masuk kedalam otak begitu seseorang merokok . Kadar
nikotin yang dihisap akan mampu menyebabkan kematian apabila kadarnya lebih
dari 30 mg . Setiap batang rokok rata-rata mengandung nikotin 0.1-1.2 mg nikotin
. Dari jumlah tersebut , kadar nikotin yang masuk dalam peredaran darah tinggal
25 % , namun jumlah yang kecil itu mampu mencapai otak dalam waktu 15 detik
Tar bukanlah zat tunggal , terdiri atas ratusan bahan kimia gelap dan lengket , dan
tergolong sebagai racun pembuat kanker . Seringkali , banyak pabrik rokok tidak
mencantumkankadar tar dan nikotin dalam kemasan rokok produksi mereka .
Sebagai contoh , Sampoerna A Mild yang diklaim sebagai rokok ringan ,
mempunyai kadar tar sebesar 1.5 mg per batangnya. Karbon monoksida
merupakan racun yang mengusir Oksigen dari ikatannya dengan haemoglobin
dalam butir darah merah . Ikatan CO dengan Hb (COHb) akan membuat HB tidak
bisa melepaskan ikatan CO dan sebagai akibatnya fungsi Hb sebagai pengangkut
oksigen berkurang fungsinya dan hal ini menyebabkan kerja jantung semakin.
Nikotin sebagai zat yang paling banyak dikaitkan dengan ketagihan pada rokok
diterima oleh reseptor asetilkolin-nikotinik yang kemudian ke jalur adrenergik
sehingga membuat perokok akan merasa lebih tenang , nikmat , memacu sistem
dopaminergik , dan merasa daya pikir lebih cemerlang . Sementara di jalur
adrenergik , zat iniakan mengaktifkan sistem adrenergik pada bagian yang
mengeluarkan neurotransmiter serotonin . Meningkatnya serotonin inilah yang
menyebabkan timbulnya rangsangan rasa senang untuk mencari rokok lagi .
Proses pembakaran rokok tidaklah berbeda dengan berbeda dengan proses
pembakaran bahan-bahan padat lainnya . Rokokyang terbuat dari dari daun
tembakau kering , kertas , zat perasa yang dapat dibentuk oleh elemen Carbon ( C)
, elemen Hidrogen ( H), elemen Oksigen ( O) , elemen Nitrogen ( N) , elemen
Sulfur ( S) dan elemen-elemen lainyang berjumlah kecil.
Rokok secara keseluruhan dapat diformulasikan secara kimia sebagai
CvHwOtNySzSi . Hal ini akan menimbulkan reaksi berbahaya rokok bagi
kesehatan antara lain :
a) Reaksi rokok dengan oksigen yang membentuk senyawa-senyawa seperti CO2 ,
H2O , NOx, SOx, dan CO . Reaksi ini disebut sebagai reaksi pembakaran yang
terjadi temperatur tinggi yaitu diatas 800 derajat Celcius yang terjadi pada bagian
ujung atau permukaan rokok yang mengalami kontak dengan udara .
Proses pembakaran rokok dapat dijelaskan dengan reaksi kimia CvHwOtNySzSi
+ O2 + pembakaran diatas 800 C menjadi CO2 + NOx + SOx + SiO2 ( abu ) .
b) Reaksi pemecahan struktur kimia rokok menjadi senyawa kimia kimia lainnya .
Reaksi ini terjadi akibat pemanasan yang tinggi dan absennya Oksigen dalam
reaksi ini . Reaksi ini lebih dikenal sebagai reaksi pirolisa . Pirolisa terjadi pada
pembakaranyang lebih rendah dari 800 derajad Celcius ( sekitar 400 – 800 derajad
Celcius .
Ciri khas pada reaksi pirolisa ini adalah terbentuknya ribuan senyawa kimia yang
bersifat kompleks . Proses ini dapat dijelaskan dengan reaksi kimia
CvHwOtNySzSi + pembakaran 400-800 C menjadi senyawa kimia lainnya ( 3000
molekul kompleks .
Meskipun reaksi pirolisa tidak dominan dalam proses merokok , tetapi banyak
senyawa yang dihasilkan tergolong pada senyawa beracun yang mempunyai
kemampuan berdifusi dalam darah . Reaksi pirolisa inilah yang sebenarnya
merupakan reaksi yang paling berbahaya dalam proses merokok . Sebenarnya
produk pirolisa ini bisa terbakar bila produk melewati temperatur yang tinggi dan
cukup Oksigen , hal yang tidak terjadi dalam proses merokok karena proses hirup
dan gas produk pada area temperatur 400-800 derajad Celcius langsung mengalir
kearah mulutyang bertemperatur sekitar 37 derajad Celcius ,
c) Reaksi penguapan air uap air dan nikotin .
Reaksi yang berlangsung pada temperatur 100-400 derajad Celcius dimana
nikotin yang menguap pada daerah temperatur ini tidak berkesempatan melalui
temperatur yang tinggi dan tidak mengalami proses pembakaran .
Terkondensasinya uap nikotin dalam gas tergantung pada temperatur , konsentrasi
uap nikotin dalam gas dan geometri saluran yang dilewati gas . Apabila suhu
kurang dari 100 derajad Celcius, maka nikotin sudah mengkondensasi , sehingga
sebelum gas memasuki mulut , kondensasi nikotin sudah terjadi dan gas yang
masuk kedalam paru-paru masih mengandung zat ini , dimana didalam paru-paru ,
nikotin akan mengalami kondensasi kembali
Kafein
Bagi Anda yang terbiasa mengkonsumsi kafein minimal tujuh cangkir kopi tubruk
dalam sehari, penelitian terkini melaporkan bahwa orang seperti Anda, rentan
mengalami halusinasi. Menurut para peneliti dari Universitas Durham, Inggris,
setiap orang yang gemar mengkonsumsi kafein apakah itu melalui kopi, teh,
cokelat, minuman berenergi, atau pil cenderung mendengar suara dan melihat
sesuatu yang sebetulnya tidak ada, dibandingkan dengan mereka yang
mengkonsumsi kafein dalam batas normal.
Tujuh cangkir kopi instan mengandung total 315 miligram kafein. Jumlah ini
sama dengan sekitar enam cangkir teh kental, sembilan minuman bersoda, empat
minuman berenergi, dan sekitar 1,5 cangkir kopi ala kafe.
Kafein berfungsi merangsang sistem saraf pusat yang sementara dapat menahan
rasa kantuk dan memperbaiki kesadaran. Sebanyak 90% penduduk Amerika Utara
mengkonsumi kafein setiap harinya, di mana menurut para peneliti adalah salah
satu bahan kimia yang paling banyak dikonsumsi di dunia.
Kafein diserap sepenuhnya oleh lambung dan usus halus, dan membutuhkan
waktu 45 menit untuk proses pencernaan.
Jika dikonsumsi dalam batas sewajarnya, kafein dapat meningkatkan kapasitas
kerja mental maupun fisik. Tapi, jika dikonsumsi berlebihan, kafein dapat
menyebabkan seseorang keracunan, merasa gelisah, cepat tersinggung, cemas,
otot bergetar, susah tidur, sakit kepala, dan jantung berdebar.
Menurut para peneliti, temuan ini akan menjelaskan kaitan antara efek nutrisi
dengan halusinasi dan bentuk lain dari gangguan psikologis seperti delusi dan
skizofrenia. Perubahan asupan makanan dan minuman, termasuk mengkonsumsi
kafein, dapat membantu mencegah atau menanggulangi halusinasi.
Dalam sebuah penelitian yang melibatkan 200 mahasiswa Inggris non-perokok,
mereka ditanyai mengenai jenis kafein yang mereka asup apakah itu dalam bentuk
kopi, teh, minuman energi, hingga coklat dan lain-lain.
Ternyata, hasil penelitian itu menunjukkan, lantaran mengkonsumsi kafein, kadar
stress para responden itu meningkat, begitu pula dengan kecenderungan mereka
melihat sesuatu termasuk ‘arwah orang mati’dan mendengar suara-suara yang
sebetulnya tidak ada.
Sejatinya, kafein berfungsi mempertajam efek stress pada tubuh, yakni munculnya
hormon kortisol, yang kian bertambah banyak jika dipicu dengan asupan kafein.
Dan, hormon kortisol yang berlebih dapat memicu kecenderungan seseorang
untuk berhalusinasi.
Meski demikian, menurut Simon Jones, pemimpin penelitian yang merupakan
lulusan dari Fakultas Psikologi Universitas Durham, halusinasi bukan pertanda
seseorang mengalami gangguan jiwa. “Kebanyakan orang akan mengalami
pengalaman singkat seperti mendengar suara yang sebetulnya tidak ada, dan tetap
menjalani hidup yang normal. Tapi, bagi mereka yang tidak menanggulangi hal
itu, sebaiknya memang berkonsultasi kepada ahli,” pungkas Jones.
Kafein merupakan senyawa kimia alkaloid yang terutama terdapat dalam teh (1-
4,8 persen), kopi (1-1,5 persen), dan biji kola (2,7-3,6 persen). Selain dari alam,
kafein juga diperoleh sebagai hasil tambahan pada proses mengurangi kadar
kafein dalam kopi, dan juga dapat dibuat secara semi-sintetik dari teobromin atau
secara sintetik dari urea atau dimetilurea.
Bersama-sama dengan teobromin dan teofilin, kafein, termasuk ke dalam senyawa
kimia golongan xanthin. Ketiga senyawa tersebut mempunyai daya kerja sebagai
stimulan sistem syaraf pusat, stimulan otot jantung, meningkatkan aliran darah
melalui arteri koroner, relaksasi otot polos bronki, dan aktif sebagai diuretika,
dengan tingkatan yang berbeda. Dan, tidak sama dengan yang lain, daya kerja
sebagai stimulan sistem syaraf pusat dari kafein sangat menonjol sehingga
umumnya digunakan sebagai stimulan sentral.
Meskipun kafein aman dikonsumsi, zat ini dapat menimbulkan reaksi yang tidak
dikehendaki seperti insomnia, gelisah, merangsang, delirium, takikardia,
ekstrasistole, pernapasan meningkat, tremor otot, dan diuresis.
Kafein bekerja pada sistem syaraf pusat, otot termasuk otot jantung, dan ginjal.
Pengaruh pada sistem syaraf pusat terutama pada pusat-pusat yang lebih tinggi,
yang menghasilkan peningkatan aktivitas mental dan tetap terjaga atau bangun.
Kafein meningkatkan kinerja dan hasil kerja otot, merangsang pusat pernapasan,
meningkatkan kecepatan dan kedalaman napas. Daya kerja sebagai diuretika dari
kafein, didapat dengan beberapa cara seperti meningkatkan aliran darah dalam
ginjal dan kecepatan filtrasi glomerulus, tapi terutama sebagai akibat pengurangan
reabsorpsi tubuler normal.
Kafein dapat mengakibatkan ketagihan ringan. Orang yang biasa minum kopi
akan menderita sakit kepala pada pagi hari, atau setelah kira-kira 12-16 jam dari
waktu mengkonsumsi kopi terakhir.
Dari penelitian diketahui terdapat hubungan antara mengkonsumsi kopi dan infark
myokardial akut. Bagi orang yang minum kopi sehari lebih dari 5 cangkir, risiko
terjadi infark meningkat 60-120 persen dibandingkan dengan orang yang tidak
minum kopi. Stimulasi yang konstan pada sistem syaraf dan jantung, mungkin
merupakan faktor dalam masalah jantung. Dan, mengkonsumsi kafein
menyebabkan peningkatan trigliserida dalam darah yang signifikan, yang dapat
menjadi permasalahan jantung selanjutnya.
Dari penelitian juga diketahui bahwa 23,2 persen wanita yang melahirkan bayi
abnormal mengonsumsi kopi sehari 8 cangkir atau lebih, dibandingkan dengan
hanya 12,9 persen pada wanita dengan bayi normal. FDA Amerika Serikat sudah
menganjurkan kepada ibu hamil untuk menghentikan mengonsumsi kafein selama
kehamilan.
Penyakit payudara fibrosistik pada wanita ditandai dengan pembengkakan atau
benjolan yang karakterisktik, nodul, dan penebalan jaringan payudara yang sering
sukar dibedakan dari jaringan kanker. Dan, wanita dengan penyakit payudara
fibrosistik yang berisiko memicu timbulnya kanker payudara meningkat. Kafein
diduga meningkatkan penyediaan Camp, suatu senyawa perangsang pertumbuhan
dalam jaringan payudara.
Kadar Camp pada penderita penyakit payudara fibrosistik 50 persen lebih tinggi,
meskipun belum diketahui dengan jelas apakah peningkatakn kadar enzim
tersebut sebagai penyebab atau akibat penyakit payudara.
Dari penelitian di Ohio State University’s College of Medicine, 65
persen dari 20 wanita penderita penyakit payudara fibrosistik yang menghindari
kopi, teh, cola dan coklat dari dietnya, nodul dan gejala yang lain, gangguan itu
menghilang dalam waktu 1-6 bulan.
Kafein juga termasuk sebagai obat doping, jika pada pemeriksaan urine terdapat
kafein lebih dari 12mcg/ml. Karena sekitar 75 persen kafein yang terdapat dalam
tubuh kita berasal dari minum kopi, maka perlu kewaspadaan dari para atlet yang
mengikuti pertandingan.
Top Related