7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
1/35
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Malaria
1. Defenisi
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium
dan melalui perantara nyamukAnopheles betina yang terinfeksi. Malaria
sudah diketahui sejak zaman Yunani. Kata malaria tersusun dari dua kata
yaitu mal = busuk dan aria = udara. Nama diambil dari kondisi yang terjadi
yaitu suatu penyakit yang banyak diderita masyarakat yang tinggal disekitar
rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk (Gandhahusada, 2006).
2. Etiologi
Penyebab malaria adalah plasmodium yang termasuk dalam famili
Plasmodiae. Parasit ini menyerang eritrosit dan ditandai dengan
ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Pembiakan seksual
plasmodium terjadi dalam tubuh nyamuk, yaitu anopheles betina. Selain
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
2/35
10
menginfeksi manusia plasmodium juga menginfeksi binatang seperti
golongan burung, reptil dan mamalia. Pada manusia, Plasmodium
menginfeksi sel darah merah dan mengalami pembiakan aseksual di
jaringan hati dan eritrosit (Departemen Kesehatan, 2008).
Pada manusia terdapat 4 spesies Plasmodium yang dapat menyebabkan
malaria, yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium
malariae dan Plasmodium ovale (Gandahusada, 2006). Sebelum terjadinya
penyakit malaria Plasmodium mempunyai 2 (dua) siklus yaitu pada manusia
(siklus aseksual) dikenal sebagai skizogoni dan dalam tubuh nyamuk (siklus
seksual) membentuk sporozoit sebagai sporogoni, siklus tersebut adalah:
1. Siklus aseksual dalam tubuh manusia
a. Stadium Hati (Exo-Eryhrocytic Schizogony)Stadium ini dimulai ketika nyamukAnopheles betina menggigit
manusia dan memasukkan sporozoit yang terdapat pada air liurnya
ke dalam darah manusia sewaktu menghisap darah. Dalam waktu
yang singkat ( -1 jam) semua sporozoit menghilang dari
peredaran darah masuk ke dalam sel hati dan segera menginfeksi sel
hati. Selama 5-16 hari dalam sel-sel hati (hepatosit) sporozoit
membelah diri secara aseksual, dan berubah menjadi skizon hati
(skizon kriptozoik) tergantung dari spesies parasit malaria yang
menginfeksi. Sesudah sikzon kriptozoik dalam sel hati menjadi
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
3/35
11
matang, bentuk ini bersama sel hati yang diinfeksi akan pecah dan
mengeluarkan 5.000-30.000 merozoit tergantung spesiesnya yang
segera masuk ke sel-sel darah merah (Putu, 2004).
b. Stadium Darah
Siklus di darah dimulai dengan keluarnya dari merozoit dari skizon
matang di hati ke dalam sirkulasi dan berubah menjadi trofozoit
muda (bentuk cincin). Trofozoit muda tumbuh menjadi trofozoit
dewasa dan selanjutnya membelah diri menjadi skizon. Skizon yang
sudah matang dengan merozoit-merozoit di dalamnya dalam jumlah
maksimal tertentu tergantung dari spesiesnya, pecah bersama sel
darah merah yang diinfeksi, dan merozoit-merozoit yang dilepas itu
kembali menginfeksi ke sel-sel darah merah tadi untuk mengulang
siklus tadi. Keseluruhan siklus yang terjadi berulang di dalam sel
darah merah disebut siklus eritrositik aseksual atau skizogoni darah.
2. Siklus seksual dalam tubuh nyamuk
Setelah siklus skizogoni darah berulang beberapa kali, beberapa
merozoit tidak lagi menjadi skizon, tetapi berbuah menjadi gametosit
dalam sel darah merah. Gametosit terdiri dari gametosit jantan dan
betina. Siklus terakhir ini disebut siklus eritritistik seksual atau
gametogoni. Jika gametosit yang matang diisap oleh nyamuk
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
4/35
12
Anopheles, di dalam lambung nyamuk terjadi proses eksflagelasi
gametosit jantan, yaitu dikeluarkannya 8 sel gamet jantan (mikrogamet)
yang bergerak aktif mencari sel gamet betina. Selanjutnya pembuahan
terjadi antara satu sel gamet jantan (mikrogamet) dan satu sel gamet
betina (makrogamet) menghasilkan zigot dengan bentuknya yang
memanjang lalu berubah menjadi ookinet yang bentuknya vermiformis
dan bergerak aktif menembus mukosa lambung.
Di dalam dinding lambung paling luar ookinet mengalami pembelahan
inti menghasilkan sel-sel yang memenuhi kista yang membungkusnya
disebut ookista. Di dalam ookista dihasilkan puluhan ribu sporozoit,
menyebabkan ookista pecah dan menyebarkan sporozoit-sporozoit yang
berbentuk seperti rambut ke seluruh bagian rongga badan nyamuk
(hemosel) dan dalam beberapa jam saja menumpuk di dalam kelenjar
ludah nyamuk. Sporozoit bersifat infektif bagi manusia jika masuk
keperedaran darah. Keseluruhan siklus aseksual eritrosit ini disebut
periodisitas skizogoni yang lamanya berbeda-beda pada masing-masing
spesies yaitu 11-14 hari untukPlasmodium falciparum, 9-12 hari untuk
Plasmodium vivax, 14- 15 hari untukPlasmodium ovale dan 15-21 hari
untukPlasmodium malariae (Putu, 2004).
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
5/35
13
Gambar 2.Daur hidup malaria (Departemen Kesehatan, 2008).
Siklus seksual yang terjadi di dalam tubuh nyamuk tidak terjadi di dalam
semua jenis nyamuk. Namun, hanya terjadi pada nyamukAnopheles betina.
Terdapat 400 spesies nyamukAnopheles, 80 diantaranya merupakan vektor
penyakit malaria. Dari 80 spesies yang ada, telah ditemukan 24 spesies
malaria yang merupakan vektor malaria di Indonesia (White, 1988).
Menurut tempat berkembang biak, vektor malaria dapat dikelompokkan
dalam tiga tipe yaitu berkembang biak di persawahan, perbukitan/hutan dan
pantai/aliran sungai. Vektor malaria yang berkembang biak di daerah
persawahan adalah Anopheles aconitus, Anopheles annullaris, Anopheles
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
6/35
14
barbirostris, Anopheles kochi, Anopheles karwari, Anopheles nigerrimus,
Anopheles sinensis, Anopheles tesellatus, Anopheles Vagus, danAnopheles
letifer. Vektor malaria yang berkembang biak di perbukitan/ hutan adalah
Anopheles balabacensis, Anopheles bancrofti, Anopheles punculatus, dan
Anopheles umbrosus. Sedangkan untuk daerah pantai/aliran sungai jenis
vekor malaria adalahAnopheles flavirostris, Anopheles koliensis, Anopheles
ludlowi, Anopheles minimus, Anopheles punctulatus, Anopheles
parangensis, Anopheles sundaicus, dan Anopheles subpictus (Kementrian
Kesehatan RI, 2011).
Waktu aktivitas menggigit vektor malaria yang sudah diketahui yaitu jam
17.00-18.00, sebelum jam 24 (20.00-23.00), setelah jam 24 (00.00-4.00).
Vektor malaria yang aktivitas menggigitnya jam 17.00-18.00 adalah
Anopheles tesselatus, sebelum jam 24 adalah Anopheles aconitus,
Anopheles annullaris, Anopheles barbirostris, Anopheles kochi, Anopheles
sinensis, dan Anopheles vagus, sedangkan yang menggigit setelah jam 24
adalah Anopheles farauti, Anopheles koliensis, Anopheles leucosphyrosis,
Anopheles unctullatus (Kementrian Kesehatan RI, 2011).
2. Epidemiologi
Malaria ditemukan 640
Lintang Utara (Archagel di Rusia) sampai 320
Lintang Selatan (Cordoba di Argentina), dari daerah rendah 400 meter di
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
7/35
15
bawah laut permukaan laut mati sampai 2600 meter di atas permukaan laut
(Londiani di Kenya) atau 2800 meter (Cochambamba di Bolivia). Diantara
batas-batas garis lintang dan garis bujur terdapat daerah-daerah yang bebas
malaria. Di Indonesia penyakit malaria ditemukan tersebar di seluruh
kepulauan, terutama di kawasan timur Indonesia (Gandahusada, 2006).
Upaya penanggulangan penyakit malaria di Indonesia sejak tahun 2007
dapat dipantau dengan menggunakan indikator API. Berdasarkan API,
dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian Timur masuk dalam
stratifikasi malaria tinggi, stratifikasi sedang di beberapa wilayah di
Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam
stratifikasi rendah, meskipun masih terdapat desa/fokus malaria tinggi
(Kementrian Kesehatan RI, 2011).
Gambar 3. Peta stratifikasi malaria 2008 (Kemenkes, 2011).
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
8/35
16
Gambar 4. Peta stratifikasi malaria 2009 (Kementrian Kesehatan, 2011).
Keterangan gambar:
Annual Paracite Incidens dari tahun 2008-2009 menurun, dari 2,47 per
1000 penduduk menjadi 1,85 per 1000 penduduk. Bila dilihat per provinsi
dari tahun 2008-2009 provinsi dengan API yang tertinggi adalah Papua
Barat, NTT dan Papua. Terdapat 12 provinsi yang diatas angka API
nasional.
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
9/35
17
Provinsi lampung merupakan salah satu provinsi endemis malaria di
Indonesia. Gambaran insiden malaria di Propinsi Lampung sampai saat ini
masih menggunakan indikator AMI yang berdasarkan pada kasus-kasus
klinis, belum menggunakan indikator API. Jika dilihat selama 8 tahun
(1999-2006) terakhir angka AMI cenderung fluktuatif (Tabel 1). AMI
propinsi Lampung tahun 2006 sebesar 6,64 per 1.000 penduduk belum
mencapai target sebesar 6 per 1.000 penduduk dan jika dibandingkan
dengan angka nasional (
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
10/35
18
Tabel 1. Situasi malaria di propinsi Lampung tahun 1999-2006 (Dinas kesehatan
Provinsi Bandar Lampung, 2006).
Annual Malaria Incidens tertinggi untuk provinsi Lampung adalah
kabupaten Tanggamus dan terendah adalah kabupaten Lampung Timur,
sedangkan untuk kota Metro tidak ada kasus. Persentase malaria yang
diobati sebesar 100%, angka ini telah mencapai target (Dinas Kesehatan
Provinsi Lampung, 2006).
3. Patogenesis dan Patologi
Plasmodium falciparum yang telah memasuki hepar, maka parasit ini akan
melepaskan 18-24 merozoit ke dalam sirkulasi. Merozoit yang dilepaskan
akan masuk ke dalam sel RES di limpa dan akan difagositosis dan difiltrasi.
Apabila merozoit ini tidak difiltrasi, maka merozoit akan menginvasi
eritrosit. Merozoit yang ada di dalam eritrosit akan berkembang secara
aseksual. Bentuk aseksual parasit dalam eritrosit inilah yang berperan dalam
terjadinya penyakit malaria (Sudoyono dkk, 2005).
No. Tahun Malaria Klinis AMI (0/00)SPR/Slide Positive Rate
(%)1 1999 75.239 10,90 16,92 2000 43.079 14,82 25,3
3 2001 57.116 9,1 29,5
4 2002 45.704 6,62 30,61
5 2003 49.404 6,92 27,4
6 2004 61.11 8,84 53,087 2005 56.802 8,13 44,118 2006 49.107 6,64 31
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
11/35
19
Patogenesis malaria falsiparum dipengaruhi oleh faktor parasit dan faktor
host. Faktor parasit terdiri dari intensitas transmisi, densitas parasit dan
virulensi parasit. Sedangkan yang termasuk faktor host adalah tingkat
endemisitas malaria, genetik, usia, status imun dan status nutrisi. Parasit
dalam eritrosit mengalami dua stadium perkembangan yakni stadium cincin
yang terjadi pada 24 jam pertama dan stadium matur pada 24 jam kedua.
Permukaan parasit dalam eritrosit (EP) mengalami penonjolan dan
membentuk sebuah knob dengan Histidin Rich-protein 1 (HRP-1 ) sebagai
komponen utamanya. Selanjutnya EP tersebut mengalami merogoni dan
akan dilepaskan toksin malaria berupa glikofosfattidilinositol (GPI) yang
merangsang pelepasan TNF- dan interleukin-1 (IL-1) dari makrofag
(Sudoyo dkk, 2005). Adapun proses patogenesis malaria terdiri dari:
a. Sitoadherensiadalah perlekatan antara EP stadium matur padapermukaan endotel vaskuler.
b. Sekuestrasi adalah EP matur yang tinggal di dalam mikrovaskuler
akibat terjadinya perlekatan (sitoadherensi).
c. Rosetting adalah berkelompoknya EP matur yang diselubungi oleh 10
atau lebih eritrosit yang non parasit. Hal ini menyebabkan obstruksi
aliran darah lokal.
d. Pembentukan sitokin berasal dari sel endotel, monosit, dan makrofag
yang mendapat stimulasi dari malaria toksin.
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
12/35
20
e. Pembentukan Nitrit Okside adalah mediator nitrit berperan dalam
menumbuhkan malaria berat terutama malaria serebral, maupun
sebaliknya malaria dapat memberikan efek protektif dalam membatasi
perkembangan parasit dam menurunkan ekspresi molekul adhesi
(Sudoyono dkk, 2005).
4. Manifestasi klinis
Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai
timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi ini
tergantung spesies plasmodium.
Tabel 2. Masa inkubasi Plasmodium (Departemen Kesehatan RI, 2008).
Gambaran karakteristik dari malaria adalah demam periodik, anemia dan
splenomegali. Berat ringannya manifestasi malaria tergantung jenis
plasmodium yang menyebabkan infeksi. Pada Plasmodium falciparum
demam tiap 24-48 jam, Plasmodium vivax demam tiap hari ke-3,
Plasmodium malariae demam tiap hari ke-4, dan Plasmodium ovale
memberikan infeksi yang paling ringan dan sering sembuh spontan tanpa
pengobatan (Suparman, 2005).
Plasmodium Masa inkubasi
Plasmodium falciparum 9-14 hari
Plasmodium vivax 12-17 hariPlasmodium ovale 16-18 hari
Plasmodium malariae 18-40 hari
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
13/35
21
Sebelum timbulnya demam, biasanya penderita mengeluh sakit
kepala,kehilangan nafsu makan, merasa mual di ulu hati, dan muntah.
Semua gejala awal ini disebut gejala prodromal (Gandahusada, 2006).
Secara klinis ada 3 stadium yang khusus pada malaria, yaitu:
1. Stadium dingin (Cold Stage)
Stadium ini dimulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin. Nadi
penderita cepat tetapi lemah. Bibir dan jari-jari pucat kebiru-biruan
(sianotik). Kulitnya kering dan pucat, penderita mungkin muntah dan
pada penderita anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung
selama 15 menit-1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.
2. Stadium Panas (Hot Stage)
Setelah menggigil/merasa dingin, pada stadium ini penderita mengalami
serangan panas. Muka penderita menjadi merah, kulitnya kering dan
dirasakan sangat panas seperti terbakar, sakit kepala bertambah keras,
dan sering disertai dengan rasa mual atau muntah-muntah, dapat terjadi
syok (tekanan darah turun). Nadi penderita menjadi kuat kembali.
Biasanya penderita menjadi sangat haus dan suhu badan bisa meningkat
menjadi 41C. Stadium ini berlangsung selama 2-4 jam diikuti dengan
keadaan berkeringat.
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
14/35
22
3. Stadium Berkeringat (Sweating Stage)
Pada stadium ini penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti
seluruh tubuh sampai basah, temperatur turun, penderita merasa lemah
dan sering tertidur dan pada saat terbangun akan merasa lemah. Stadium
ini berlangsung selama 2 sampai 4 jam.
Sesudah serangan panas pertama terlewati, terjadi interval bebas panas
selama 48-72 jam, lalu diikuti dengan serangan panas berikutnya seperti
panas pertama dan demikian selanjutnya (Gandahusada, 2006).
5. Penegakan diagnosis
Penegakan diagnosis penyakit malaria menurut Departemen Kesehatan RI
tahun 2008 dimulai dari:
1. Anamesis
Pada anamesis sangat penting diperhatikan:
a. Keluhan utama: demam, mengigil, berkeringat dan dapat disertai
sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.
b. Riwayat berkunjung 1-4 minggu ke daerah endemik malaria.
c. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
d. Riwayat sakit malaria.
e. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
15/35
23
f. Riwayat mendapat transfusi darah.
2.
Pemeriksaan fisik
Dari pemeriksaan fisik didpatkan keadaan sebagai berikut:
a. Demam (pengukuran dengan termometer lebih dari 37,50C).
b. Konjungtiva dan telapak tangan pucat.
c. Pembesaran limpa (splenomegali).
d. Pembesaran hati (hepatomegali).
3. Diagnosis dan pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan sediaan darah tipis dan tebal di Puskesmas/ Lapangan/
Rumah sakit untuk menentukan ada tidaknya parasit malaria (positif-
negatif), spesies dan stadium Plasmodium, serta kepadatan parasit
yang dapat dilihat dengan pemeriksaan sebagai berikut:
1. Semi kuantitatif dalam lapang pandang (LP)
(-) = Negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LP).
(+) = Positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LP).
(++) = Positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LP).
(+++) = Positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LP).
(++++) = Positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LP).
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
16/35
24
2. Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikroliter darah pada sediaan darah
tebal (leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit).
b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (rapid diagnostic test)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,
dengan menggunakan metode imunokromatografi dalam bentuk
dipstik. Tes ini sangat bermanfaat pada unit gawat darurat, pada saat
ini terjadi kejadian luar biasa dan di daerah terpencil yang tidak
tersedia laboratorium serta survei tertentu.
6. Obat anti malaria
Berdasarkan titik kerjanya dalam tubuh manusia , obat antimalaria dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Obat skizontisid darah adalah kinin, klorokuin, halofantrin, meflokuin,pirimetamin, meflokuin, pirimetamin dan sulfadoksin, atuvaquoan dan
proguanil, dan artremeter. Obat ini berfungsi membunuh skizon dan
digunakan pada serangan demam, serta baik digunakan untuk
pencegahan. Senyawa ini tidak menghalangi masuknya parasit ke dalam
eritrosit, tetapi menekan timbulnya gejala klinis.
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
17/35
25
2. Obat skizontosid jaringan adalah obat yang digunakan untukmenghambat penetrasi parasit ke dalam eritrosit dengan cara
memusnahkan bentuk hipnozoit dalam sel parenkim hati. Obat yang
termasuk skizontosid hati adalah proguanil, primakuin, doksisiklin
(Mary dkk, 2001).
Penggolongan lain berdasarkan titik kerja obat pada siklus hidup parasit
serta tujuan terapi yang dikehendaki, obat antimalaria dibagi menjadi 4
kelompok, yaitu:
a. Obat pencegah atau profilaksis kausal. Obat yang digunakan dalam
pencegahan adalah proguanil dan pirimethamin. Obat ini berkhasiat
terhadap bentuk hipnozoit primer dalam hati.
b. Obat penyembuh atau pencegah demam (supressiva). Obat ini berfungsi
mematikan trofozoit dan shizon sehingga dapat mencegah manifestasi
klinis pada pasien. Obat yang termasuk dalam supressiva adalah kinin,
artremeter dan klorokuin dan meflokuin.
c. Obat pencegah kambuh atau penyembuh radikal adalah obat yang
memetikan bentuk hipnozoit skunder dari malaria tertian dan malaria
kwartana. Primakuin merupakan obat yang digunakan untuk penyembuh
radikal ini.
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
18/35
26
d. Obat gametosid atau pencegah terjadinya penyakit adalah obat yang
membunuh gametosit dalam darah penderita sehingga mencegah
terjadinya penularan dari manusia ke nyamuk. Obat yang dapat
digunakan sebagai obat gametosid adalah primakuin (Tjay dan Rahardja,
2006).
Obat-obat antimalaria tersebut dapat digunakan di Indonesia untuk
menangani kasus-kasus malaria (Kementrian Kesehatan RI, 2007). Adapun
spektrum, penggunaan, farmakokinetik, toksisitas, dan kontraindikasi dari
masing-masing obat antimalaria tersebut adalah sebagai berikut:
1. PrimakuinPrimakuin adalah 8-aminokuinolon yang efektif dalam membunuh
Plasmodium dalam bentuk eksoeritrosit primer pada Plasmodium
falciparum dan Plasmodium vivax dan bentuk eksoeroitrosit skunder
pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale. Bentuk gametosit dari
keempat Plasmodium ini juga dihancurkan dalam darah. Cara kerja obat
ini adalah sebagai oksidan yang bertanggungjawab untuk kerja
skizontisidal serta untuk hemolisis dan methemoglobinemia ditemukan
sebagai toksisitas (Mary dkk, 2001).
Obat ini direasorbsi di usus baik dan cepat, begitu pula dengan
metabolismenya yang aktif di hati. Primakuin diekskresi melalui ginjal
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
19/35
27
dan sebagian besar berupa metabolit. Waktu paruh obat ini 3-6 jam
(Tjay dan Rahardja, 2006).
Sedikit efek samping yang muncul pada penggunaan primakuin dosis
terapi. Simptom saluran cerna berkaitan dengan dosis dan pada dosis
besar dapat menyebabkan mual dan muntah, methemoglobinemia
dengan sianois. Pada penderita defisiensi glukosa-6-fosfat
dehydrogenase, primakuin menyebabkan hemolisis. Pada penderita
tersebut erithrosit tidak mampu meregenerasi NADPH, dan
konsentrasinya berkurang oleh metabolit oksidan turunan primakuin.
Konsekuensinya, fungsi metabolik erithrosit terganggu dan terjadilah
hemolisis. Metabolit primakuin lebih berefek hemolitik daripada
senyawa asalnya (primakuin). Defisiensi enzim tersebut terjadi pada
15% laki-laki kulit hitam dan sangat umum terjadi pada etnis tertentu.
Aktivitas glukosa 6-posfat dehidrogenase (G6-PD) harus ditentukan
sebelum penderita tersebut diberi primakuin (Departemen Kesehatan RI,
2008).
2. Amodiakuin
Amodiakuin adalah 4-aminokuinolin basa dengan model kerja serupa
dengan klorokuin. Amodiakuin efektif terhadap Plasmodium falciparum
resisten klorokuin, sekalipun bereaksi silang dengan klorokuin.
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
20/35
28
Efek samping amodiakuin serupa dengan efek samping klorokuin.
Pruritus akibat amodiakuin lebih sedikit daripada akibat klorokuin,
tetapi risiko agranulositosis lebih tinggi, dan risiko hepatitis lebih rendah
jika digunakan untuk profilaksis. Dosis besar amodiakuin menyebabkan
sinkope, spastisitas, konvulsi dan pergerakan-pergerakan tidak sadar
(Departemen Kesehatan RI, 2008).
3. Atremisin dan derivatnya
Artemisinin yang dikenal dengan qinghaosu, adalah suatu seskuiterpen
lakton yang diperoleh dari daun Artemisia annua. Artemisinin adalah
skizontosid darah kerja cepat dan aktif terhadap semua spesies
Plasmodium termasuk yang resistensi terhadap klorokuin dan digunakan
untuk mengobati malaria akut dan malaria serebral. Artemisinin
mempunyai aktivitas terhadap bentuk aseksual, membunuh semua
stadium dari cincin muda sampai skizon. Terhadap Plasmodium
falciparum, artemisinin juga membunuh gametosit yang secara umum
hanya sensitif terhadap primakuin.
Dihidroartemisinin, artemether, artemotil, dan artesunat adalah turunan
artemisinin yang lebih poten dari artemisinin dan absorpsinya juga lebih
baik. Ketiga derivat artemisinin (artemeter, artesunat dan artemotil),
secara in vivo diubah kembali menjadi dihidroartemisinin. Obat-obat ini
harus diberikan dalam kombinasi untuk mencegah timbulnya resistensi.
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
21/35
29
Mekanisme kerja artemisin dan turunannya belum diketahui, tetapi
diduga merusak membran parasit melalui pembentukan radikal bebas
atom karbon pusat (dibentuk oleh pemecahan protoporfirin IX) atau
melalui alkilasi protein-protein secara kovalen. Artemisinin dan
turunannya aman digunakan dan dapat ditoleransi dengan baik
(Departemen Kesehatan RI, 2008).
4. Tetrasiklin
Tetrasiklin adalah antibiotika yang berasal dari spesies Streptomyces.
Namun, saat ini yang digunakan adalah hasil sintesis. Obat ini adalah
inhibitor ikatan aminoasil-tRNA selama proses sintesis protein.
Pemberian obat ini dapat diberikan secara oral atau intravena dalam
bentuk garam hidroklorida atau fosfat yang larut air walaupun dalam
bentuk injeksi hanya stabil beberapa jam saja (Departemen Kesehatan,
2008).
Efek samping yang umum terjadi pada pemberian tetrasiklin meliputi
gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, dan diare, terutama terjadi
pada dosis lebih tinggi akibat iritasi mukosa. Pertumbuhan berlebih
kandida dan bakteria lain juga terjadi, terutama akibat gangguan flora
normal usus akibat ketidaksempurnaan absorpsi tetrasiklin. Tetrasiklin
terakumulasi di penderita gangguan ginjal dan dapat menimbulkan gagal
ginjal. Selain itu, efek-efek ini terjadi akibat adanya produk degradasi
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
22/35
30
tetrasiklin terutama anhidroepitetrasiklin. Tetrasiklin terdeposit di gigi
selama pertumbuhan gigi dan mengakibatkan perubahan warna gigi dan
enamel hipoplasia. Tetrasiklin juga terdeposit di daerah yang mengalami
kalsifikasi di tulang dan kuku dan mempengaruhi pertumbuhan tulang
pada anak-anak dan wanita hamil (Departemen Kesehatan RI, 2008).
5. Doksisiklin
Doksisiklin adalah turunan tetrasiklin yang digunakan seperti tetrasiklin.
Doksisiklin lebih disukai karena waktu paruhnya lebih panjang,
absorsinya lebih baik, mempunyai profil keamanan yang lebih baik pada
penderita gangguan ginjal, walaupun penggunaannya pada penderita
tersebut harus hati-hati. Doksisiklin relatif tidak larut air tetapi sangat
larut lipid. Doksisiklin diberikan secara oral atau intravena dan tersedia
dalam bentuk garam hidroklorida atau fosfat atau dalam bentuk
kompleks dengan HCl dan kalsium klorida (Departemen Kesehatan RI,
2008).
B. Standar pengobatan malaria
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal dengan membunuh
semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Adapun tujuan
pengobatan radikal untuk mencapai kesembuhan klinis dan parasitologiok serta
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
23/35
31
memutuskan rantai penularan. Semua obat antimalaria tidak boleh diminum
sebelum makan, karena hampir semua antimalaria bersifat iritatif terhadap
lambung, sehingga semua obat harus diminum sesudah makan.
Pengobatan malaria menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2008 di bagi
menjadi:
1. Pengobatan Malaria Falsiparuma. Pengobatan lini pertama
Lini pertama pengobatan malaria falsiparum adalah Artremisin
CombinationTherapy (ACT). Pada saat ini pada program pengendalian
malaria terdapat dua sediaan ACT yaitu artesunate-amodiaquin dan
dihydroartremisinin-piperaquin (saat ini khusus digunakan untuk Papua
dan daerah tertentu).
Kemasan artesunat-amodiaquin yang ada pada program pengendalian
malaria antara lain:
1. Kemasan artesunat dan amodiakuin terdiri dari 2 blister yaitu blisteramodiakuin-artesunat terdiri dari 12 tablet @200 mg amodiakuin
basa, dan blister artesunat terdiri dari 12 tablet @50 mg. Obat
kombinasi diberikan peroral selama 3 hari dengan dosis tunggal
sebagai berikut amodiakuin basa 10 mg/kgbb dan artesunat 4
mg/kgbb.
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
24/35
32
2. Kemasan artesunat dan amodiakuin terdiri dari 3 blister (setiap hari1 blister untuk dosis dewasa). Setiap blister terdiri dari 4 tablet
artesunat @50 mg dan 4 tablet amodiaquin @150 mg.
Dosis maksimal pemberian pada orang dewasa adalah 4 tablet untuk
artesunat dan amodiakuin, serta 3 tablet untuk primakuin. Primakuin
beredar di Indonesia dalam bentuk tablet berwarna kecoklatan yang
mengandung 25 mg gram yang setara 15 mg basa. Primakuin diberikan
per-oral dengan dosis tunggal 0,75 mg basa/ kgbb yang diberikan pada
hari pertama. Primakuin tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, bayi
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
25/35
33
Lini pertama lainnya adalah Dihydroartemisin, Piperaquin, dan
Primakuin. Obat ini biasa digunakan di Papua dan daerah tertentu.
Adapun dosis pemberian obatnya berdasarkan kelompok umur adalah
sebagai berikut:
Tabel 4. Pengobatan lini pertama malaria falsiparum menurut kelompok umurdengan dihydroartemisin dan piperaquin (DHP) (Depkes, 2008).
K
ete
r
a
n
Keterangan gambar: dosis obat Dihydroartremisin = 2-4 mg/ kgbb, Piperaquin=
16-32 mg/kgbb, Primakuin= 0,75 mg/kgbb.
Pengobatan lini kedua malaria falsiparum diberikan jika pengobatan
pertama tidak efektif dimana ditemukan: gejala klinis tidak memburuk
tetapi parasit aseksual tidak berkurang (presisten) atau timbul kembali
(rekrudensi).
b. Pengobatan lini keduaObat yang digunakan pada lini kedua adalah Kina dan Doksisiklin atau
Tetrasiklin dan Primakuin. Adapun penjelasan dari masing-masing obat
adalah sebagai berikut:
Hari Jenis Obat
Jumlah tablet per hari menurut kelompok umur
0-1bulan
2-11bulan
1-4tahun
5-9tahun
10-14tahun
15tahun
1DHP 1/4 1/2 1 1,5 3 3-4
Primakuin 1/4 1/2 1,5 2 2-3
2-3 DHP 1/4 1/2 1 1,5 2 3-4
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
26/35
34
1. Kina tabletTablet Kina yang telah beredar di Indonesia adalah tablet yang
mengandung 200 mg kina-fosfat atau sulfat. Kina ini diberikan per-
oral,3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali selama 7 hari.
2. DoksisiklinDoksisiklin yang beredar di Indonesia adalah kapsul atau tablet
yang mengandung 50 mg dan 100 mg Doksisiklin HCl. Doksisiklin
diberikan 2 kali per hari selama 7 hari, dengan dosis orang dewasa
adalah 4 mg/kgbb/hari, sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun
adalah 2 mg/kgbb/hari. Doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil
dan anak-anak
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
27/35
35
Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat
badan penderita, pemberian obat diberikan berdasarkan golongan umur.
Adapun pemberian berdasarkan golongan umur adalah sebagai berikut:
Tabel 5 Pengobatan lini kedua dengan Doksisiklin (Departemen kesehatan RI,
2008).
**) Dosis diberikan kg/bb
**) 2 x 50 mg Doksisiklin
***) 2 x 100 mg Doksisiklin
Tabel 6 Pengobatan lini kedua dengan Tetrasiklin (Depkes, 2008).
*) Dosis diberikan kg/bb**) 4 x 250 mg Tetrasiklin
Hari Jenis Obat
Jumlah tablet per hari menurut kelompok umur
0-1
bulan
1-4
tahun
5-9
tahun
10-14
tahun15 tahun
1
Kina *) 3x1/2 3 x 1 3 x 1,5 3 x (2-3)
Doksisiklin - - - 2 x 1 **) 2 x**)
Primakuin - 3/4 11/2
2 2-3
2-7 Kina *) 3x1/2 3 x 1 3 x 1,5 3 x (2-3)Doksisiklin - - - 2 x **) 2 x **)
Hari Jenis Obat
Jumlah tablet per hari menurut kelompok umur
0-1bulan
1-4tahun
5-9tahun
10-14tahun
15tahun
1
Kina *) 3 x 1/2 3 x 1 3 x 1,53 x ( 2-
3)
Tetrasilin - - - *) 4 x **)
Primakuin - 3/4 1,5 2 2-3
2-14Kina *) 3 x 1/2 3 x 1 3 x 1,5
3 x (2-3
)
Tetrasiklin - - - *) 4 x *)
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
28/35
36
2. Pengobatan malaria vivax dan malaria ovale
a.
Pengobatan lini pertama malaria vivax dan malaria ovale.
Pengobatan malaria vivax dan ovale pada saat ini menggunakan ACT
(Artremisin Combination Therapy) yaitu artesunate dan amodiaquin atau
Dihydroartemisin Piperaquin (DHP), yang mana DHP saat ini
digunakan di Papua (Departemen Kesehatan RI, 2008).
Dosis untuk malaria vivax sama dengan malaria falsiparum, dimana
perbedaanya adalah pemberian obat primakuin selama 14 hari dengan
dosis 0,25 mg/kgBB. Pengobatan efektif apabila hari ke-28 setelah
pemberian obat, ditemukan keadaan sebagai berikut: klinis sembuh
(sejak hari ke-4) dan tidak ditemukan parasit stadium aseksual sejak
hari ke-7.
Pengobatan tidak efektif apabila 28 hari setelah pemberian obat
ditemukan gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif, atau
gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual idak berkurang
(persisten) atau timbul kembali sebelum hari ke-14 (kemungkinan
resisten), dan gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul
kembali antara hari ke-15 sampai hari ke-28 (kemungkinan resisten,
releps atau infeksi baru).
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
29/35
37
b. Pengobatan lini kedua malaria vivax.
Obat yang digunakan adalah kina dan primakuin. Adapun keterangan
dari masing-masing obat adalah sebagai berikut:
1. Tablet kina
Tablet kina yang telah beredar di Indonesia adalah tablet yang
mengandung 200 mg kina fosfat atau sulfat. Kina ini diberikan per-
oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali selama 7 hari. Dosis
kina adalah 30 mg/kgbb/hari. Pemberian kina pada anak usia di
bawah 1 tahun harus dihitung berdasarkan berat badan.
2. Primakuin
Dosis primakuin adalah 0,25 mg/kgbb/hari yang diberikan selama 14
hari. Seperti pengobatan malaria pada umumnya, primakuin tidak
boleh diberikan kepada: ibu hamil, bayi
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
30/35
38
Tabel 7. Pengobatan lini kedua malaria vivax/ malaria ovale (Depkes, 2008).
c. Pengobatan malaria vivax yang relaps
Pengobatan malaria vivax relaps (kambuh) sama dengan regimen
sebelumnya hanya dosis primakuin ditingkatkan, primakuin diberikan
selama 14 hari dengan dosis 0,5 mg/kgbb/hari.
Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dapat diketahui
melalui anamesis ada keluhan atau riwayat urin coklat kehitaman setelah
minum obat (golongan sulfat, primakuin,kina, klorokuin, dan lain-lain),
maka pengobatan di berikan secara mingguan (Depkes, 2008).
Pemberian obat untuk malaria vivaks khusus untuk penderita defisiensi
G6PD digolongkan secara tersendiri. Adapun pemberian obat tersebut
adalah sebagai berikut:
Hari Jenis Obat
Jumlah tablet per hari menurut kelompok umur
0-1
bulan
2-11
bulan
1-4
tahun
5-9
tahun
10-14
tahun
15
tahun
H1-7 Kina *) *) 3 x 1/2 3 x 1 3 x 1 1/2 3 x 3
H1-
14Primakuin 1/4 1/2 3/4 1
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
31/35
39
Tabel 8. Pengobatan malaria vivaks penderita defisiensi G6PD (Depkes, 2008).
3. Pengobatan malaria malariae
Pengobatan malaria malariae cukup diberikan ACT 1 kali selama 3 hari,
dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya (Depkes, 2008).
4. Pengobatan malaria campuran (falsiparum dan vivax) dengan ACT.
Pengobatan malaria campuran (Plasmodium falciparum dan Plasmodium
vivax) dengan ACT selama 3 hari serta pemberian primakuin pada hari I
dengan dosis 0,75 mg/kgbb, dilanjutkan pada hari 12-14 primakuin dengan
dosis 0,25 mg/kgbb.
C. Peresepan obat
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter kepada apoteker untuk
menyiapkan dan/atau membuat, meracik, serta menyerahkan obat kepada
Hari Jenis Obat
Jumlah tablet per hari menurut kelompok umur
0-1bulan
2-11bulan
1-4tahun
5-9tahun
10-14tahun
15tahun
8 s/d 12 Artesunat 1 2 3 3-4
8 s/d 12 Amodiakuin 1 2 3 3-4
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
32/35
40
pasien. Pihak yang berhak menulis resep adalah dokter, dokter gigi, dan dokter
hewan (Syamsuni, 2005).
Penggunaan obat yang rasional menurut Depkes tahun 2008 adalah sebagai
berikut: sesuai dengan indikasi penyakit, tersedia setiap saat dengan harga
terjangkau, diberikan dengan dosis yang tepat, cara pemberian dengan interval
waktu pemberian yang tepat, lama pemberian yang tepat, obat yang diberikan
harus efektif, dan dengan mutu terjamin dan aman.
Pemberian obat yang rasional akan tercermin juga dalam peresepan obat yang
rasional peresepan obat yang rasional menurut WHO tahun 1995 adalah sebagai
berikut:
a. Appropriate indication (tepat indikasi)
Ketepatan indikasi penggunaan obat apabila ada indikasi yang benar (sesuai
dengan diagnosa Dokter) untuk penggunaan obat tersebut dan telah terbukti
manfaat terapetiknya.
b. Appropriate drug (tepat obat).Tepat obat adalah ketepatan dalam pemilihan obat apabila dalam proses
pemilihan obat tersebut mempertimbangkan ketepatan kelas terapi dan jenis
obat (efek terapi yang diperlukan), manfaat dan keamanan sudah terbukti
(resiko efek samping maupun adanya kondisi kontraindikasi), jenis obat
paling mudah didapat, dan sedikit mungkin jumlah jenis obat.
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
33/35
41
c. Appropriate administration, dosage & duration (tepat pemberian, dosis,lama pemberian).
Tepat cara pemberian adalah pemilihan yang tepat pemberian obat sesuai
dengan kondisi pasien, misalnya per-oral, per-rektal,intravena, intratekal,
subkutan dan lain-lain. Sedangkan tepat frekuensi/interval adalah pemilihan
yang tepat frekuensi/interval pemberian obat, misalnya per 4 jam, per 6
jam, per 8 jam, per 12 jam dan per 24 jam dan lain-lain. Tepat lama
pemberian adalah penetapan lama pemberian obat selama 3 hari, 5 hari, 10
hari, 3 bulan dan lain-lain. Serta yang dimaksud dengan tepat saat
pemberiana adalah pemilihan saat yang tepat pemberian obat disesuaikan
dengan kondisi pasien, misalnya sebelum makan (antecoenum, postcoenum,
pre operasi atau post operasi).
d. Appropriate pasient(tepat pasien).
Tepat pasien adalah ketepatan dalam menilai kondisi pasien dengan
mempertimbangkan adanya penyakit yang menyertai, seperti kelainan ginjal
sehingga harus berhati-hati dengan obat yang mempengaruhi ginjal
(nefrotoksik), kelainan hati harus memperhatikan obat yang mempengaruhi
hati (hepatotoksik).
e. Appropriate information (tepat information)
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
34/35
42
Apabila informasi yang diberikan jelas (tidak bias ) tentang obat yang
digunakan oleh pasien dan informasi lain yang menunjang perbaikan
pengobatan, misalnya cara pemakaian, efek samping, kegagalan terapi bila
tidak taat, upaya yang dilakukan bila penyakit makin memburuk, mencegah
faktor resiko yang terjadinya penyakit dll.
f. Appropriate cost (tepat biaya)
Tepat biaya maksudnya adalah harga obat dan biaya pengobatan hendaklah
dipilih yang paling terjangkau oleh kondisi keuangan pasien, contoh
mengutamakan meresepkan obat-obat generik dibandingkan dengan obat-
obat paten yang biaya/ harga jelas lebih mahal.
D. Kesesuaaian peresepan obat dengan standar pengobatan
Penelitian kesesuaian peresepan obat dengan standar pengobatan telah banyak
dilakukan oeh para peneliti. Salah satu penelitian tersebut adalah penelitian
yang dilakukan Rakhmawatie (2004), dia melakukan penelitian evaluasi
terhadap kesesuaian penggunaan obat demam tifoid terhadap pasien tifoid. Dari
penelitian yang dilakukan, kesesuaian peresepan obat berdasarkan jenis obat
sebesar 81,9%, kesesuaian peresepan obat berdasarkan dosis obat sebesar
35,8%.
7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria
35/35
43
Penelitan lain yang membandingkan kesesuaian peresepan obat dengan standar
adalah penelitian yang dilakukan di Jogjakarta (2003). Penelitian ini
mengevaluasi kesesuaian peresepan obat antiepilepsi dengan satandar
pengobatan, diperoleh hasil yakni kesesuaian peresepan terhadap standar
berdasarkan jenis obat sebesar 47,54%, kesesuaian berdasarkan lama pemberian
63,44% dan berdasarkan pemberian dosis kesesuaiannya hanya 31,57%.
Penelitian kesesuaian peresepan obat antimalria pada pasien malaria positif
belum pernah dilakukan.
Kesesuaian pemeberian obat dengan standar merupakan bentuk rasionalitas
pemberian obat kepada pasien. Kesesuaian yang dimaksud ialah kesesuaian
dalam pemberian jenis obat, lama pemberian obat dan dosis obat. Pemberian
obat yang sesuai akan menghindarkan pasien dari kelainan-kelainan yang tidak
diinginkan, contohnya penggunaan kombinasi antihipertensi yang tidak sesuai
dapat menimbulkan gagal ginjal kronik (Putri, 2011).
Top Related