kesesuaian peresepan antimalaria

download kesesuaian peresepan antimalaria

of 35

Transcript of kesesuaian peresepan antimalaria

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    1/35

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Malaria

    1. Defenisi

    Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium

    dan melalui perantara nyamukAnopheles betina yang terinfeksi. Malaria

    sudah diketahui sejak zaman Yunani. Kata malaria tersusun dari dua kata

    yaitu mal = busuk dan aria = udara. Nama diambil dari kondisi yang terjadi

    yaitu suatu penyakit yang banyak diderita masyarakat yang tinggal disekitar

    rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk (Gandhahusada, 2006).

    2. Etiologi

    Penyebab malaria adalah plasmodium yang termasuk dalam famili

    Plasmodiae. Parasit ini menyerang eritrosit dan ditandai dengan

    ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Pembiakan seksual

    plasmodium terjadi dalam tubuh nyamuk, yaitu anopheles betina. Selain

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    2/35

    10

    menginfeksi manusia plasmodium juga menginfeksi binatang seperti

    golongan burung, reptil dan mamalia. Pada manusia, Plasmodium

    menginfeksi sel darah merah dan mengalami pembiakan aseksual di

    jaringan hati dan eritrosit (Departemen Kesehatan, 2008).

    Pada manusia terdapat 4 spesies Plasmodium yang dapat menyebabkan

    malaria, yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium

    malariae dan Plasmodium ovale (Gandahusada, 2006). Sebelum terjadinya

    penyakit malaria Plasmodium mempunyai 2 (dua) siklus yaitu pada manusia

    (siklus aseksual) dikenal sebagai skizogoni dan dalam tubuh nyamuk (siklus

    seksual) membentuk sporozoit sebagai sporogoni, siklus tersebut adalah:

    1. Siklus aseksual dalam tubuh manusia

    a. Stadium Hati (Exo-Eryhrocytic Schizogony)Stadium ini dimulai ketika nyamukAnopheles betina menggigit

    manusia dan memasukkan sporozoit yang terdapat pada air liurnya

    ke dalam darah manusia sewaktu menghisap darah. Dalam waktu

    yang singkat ( -1 jam) semua sporozoit menghilang dari

    peredaran darah masuk ke dalam sel hati dan segera menginfeksi sel

    hati. Selama 5-16 hari dalam sel-sel hati (hepatosit) sporozoit

    membelah diri secara aseksual, dan berubah menjadi skizon hati

    (skizon kriptozoik) tergantung dari spesies parasit malaria yang

    menginfeksi. Sesudah sikzon kriptozoik dalam sel hati menjadi

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    3/35

    11

    matang, bentuk ini bersama sel hati yang diinfeksi akan pecah dan

    mengeluarkan 5.000-30.000 merozoit tergantung spesiesnya yang

    segera masuk ke sel-sel darah merah (Putu, 2004).

    b. Stadium Darah

    Siklus di darah dimulai dengan keluarnya dari merozoit dari skizon

    matang di hati ke dalam sirkulasi dan berubah menjadi trofozoit

    muda (bentuk cincin). Trofozoit muda tumbuh menjadi trofozoit

    dewasa dan selanjutnya membelah diri menjadi skizon. Skizon yang

    sudah matang dengan merozoit-merozoit di dalamnya dalam jumlah

    maksimal tertentu tergantung dari spesiesnya, pecah bersama sel

    darah merah yang diinfeksi, dan merozoit-merozoit yang dilepas itu

    kembali menginfeksi ke sel-sel darah merah tadi untuk mengulang

    siklus tadi. Keseluruhan siklus yang terjadi berulang di dalam sel

    darah merah disebut siklus eritrositik aseksual atau skizogoni darah.

    2. Siklus seksual dalam tubuh nyamuk

    Setelah siklus skizogoni darah berulang beberapa kali, beberapa

    merozoit tidak lagi menjadi skizon, tetapi berbuah menjadi gametosit

    dalam sel darah merah. Gametosit terdiri dari gametosit jantan dan

    betina. Siklus terakhir ini disebut siklus eritritistik seksual atau

    gametogoni. Jika gametosit yang matang diisap oleh nyamuk

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    4/35

    12

    Anopheles, di dalam lambung nyamuk terjadi proses eksflagelasi

    gametosit jantan, yaitu dikeluarkannya 8 sel gamet jantan (mikrogamet)

    yang bergerak aktif mencari sel gamet betina. Selanjutnya pembuahan

    terjadi antara satu sel gamet jantan (mikrogamet) dan satu sel gamet

    betina (makrogamet) menghasilkan zigot dengan bentuknya yang

    memanjang lalu berubah menjadi ookinet yang bentuknya vermiformis

    dan bergerak aktif menembus mukosa lambung.

    Di dalam dinding lambung paling luar ookinet mengalami pembelahan

    inti menghasilkan sel-sel yang memenuhi kista yang membungkusnya

    disebut ookista. Di dalam ookista dihasilkan puluhan ribu sporozoit,

    menyebabkan ookista pecah dan menyebarkan sporozoit-sporozoit yang

    berbentuk seperti rambut ke seluruh bagian rongga badan nyamuk

    (hemosel) dan dalam beberapa jam saja menumpuk di dalam kelenjar

    ludah nyamuk. Sporozoit bersifat infektif bagi manusia jika masuk

    keperedaran darah. Keseluruhan siklus aseksual eritrosit ini disebut

    periodisitas skizogoni yang lamanya berbeda-beda pada masing-masing

    spesies yaitu 11-14 hari untukPlasmodium falciparum, 9-12 hari untuk

    Plasmodium vivax, 14- 15 hari untukPlasmodium ovale dan 15-21 hari

    untukPlasmodium malariae (Putu, 2004).

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    5/35

    13

    Gambar 2.Daur hidup malaria (Departemen Kesehatan, 2008).

    Siklus seksual yang terjadi di dalam tubuh nyamuk tidak terjadi di dalam

    semua jenis nyamuk. Namun, hanya terjadi pada nyamukAnopheles betina.

    Terdapat 400 spesies nyamukAnopheles, 80 diantaranya merupakan vektor

    penyakit malaria. Dari 80 spesies yang ada, telah ditemukan 24 spesies

    malaria yang merupakan vektor malaria di Indonesia (White, 1988).

    Menurut tempat berkembang biak, vektor malaria dapat dikelompokkan

    dalam tiga tipe yaitu berkembang biak di persawahan, perbukitan/hutan dan

    pantai/aliran sungai. Vektor malaria yang berkembang biak di daerah

    persawahan adalah Anopheles aconitus, Anopheles annullaris, Anopheles

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    6/35

    14

    barbirostris, Anopheles kochi, Anopheles karwari, Anopheles nigerrimus,

    Anopheles sinensis, Anopheles tesellatus, Anopheles Vagus, danAnopheles

    letifer. Vektor malaria yang berkembang biak di perbukitan/ hutan adalah

    Anopheles balabacensis, Anopheles bancrofti, Anopheles punculatus, dan

    Anopheles umbrosus. Sedangkan untuk daerah pantai/aliran sungai jenis

    vekor malaria adalahAnopheles flavirostris, Anopheles koliensis, Anopheles

    ludlowi, Anopheles minimus, Anopheles punctulatus, Anopheles

    parangensis, Anopheles sundaicus, dan Anopheles subpictus (Kementrian

    Kesehatan RI, 2011).

    Waktu aktivitas menggigit vektor malaria yang sudah diketahui yaitu jam

    17.00-18.00, sebelum jam 24 (20.00-23.00), setelah jam 24 (00.00-4.00).

    Vektor malaria yang aktivitas menggigitnya jam 17.00-18.00 adalah

    Anopheles tesselatus, sebelum jam 24 adalah Anopheles aconitus,

    Anopheles annullaris, Anopheles barbirostris, Anopheles kochi, Anopheles

    sinensis, dan Anopheles vagus, sedangkan yang menggigit setelah jam 24

    adalah Anopheles farauti, Anopheles koliensis, Anopheles leucosphyrosis,

    Anopheles unctullatus (Kementrian Kesehatan RI, 2011).

    2. Epidemiologi

    Malaria ditemukan 640

    Lintang Utara (Archagel di Rusia) sampai 320

    Lintang Selatan (Cordoba di Argentina), dari daerah rendah 400 meter di

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    7/35

    15

    bawah laut permukaan laut mati sampai 2600 meter di atas permukaan laut

    (Londiani di Kenya) atau 2800 meter (Cochambamba di Bolivia). Diantara

    batas-batas garis lintang dan garis bujur terdapat daerah-daerah yang bebas

    malaria. Di Indonesia penyakit malaria ditemukan tersebar di seluruh

    kepulauan, terutama di kawasan timur Indonesia (Gandahusada, 2006).

    Upaya penanggulangan penyakit malaria di Indonesia sejak tahun 2007

    dapat dipantau dengan menggunakan indikator API. Berdasarkan API,

    dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian Timur masuk dalam

    stratifikasi malaria tinggi, stratifikasi sedang di beberapa wilayah di

    Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam

    stratifikasi rendah, meskipun masih terdapat desa/fokus malaria tinggi

    (Kementrian Kesehatan RI, 2011).

    Gambar 3. Peta stratifikasi malaria 2008 (Kemenkes, 2011).

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    8/35

    16

    Gambar 4. Peta stratifikasi malaria 2009 (Kementrian Kesehatan, 2011).

    Keterangan gambar:

    Annual Paracite Incidens dari tahun 2008-2009 menurun, dari 2,47 per

    1000 penduduk menjadi 1,85 per 1000 penduduk. Bila dilihat per provinsi

    dari tahun 2008-2009 provinsi dengan API yang tertinggi adalah Papua

    Barat, NTT dan Papua. Terdapat 12 provinsi yang diatas angka API

    nasional.

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    9/35

    17

    Provinsi lampung merupakan salah satu provinsi endemis malaria di

    Indonesia. Gambaran insiden malaria di Propinsi Lampung sampai saat ini

    masih menggunakan indikator AMI yang berdasarkan pada kasus-kasus

    klinis, belum menggunakan indikator API. Jika dilihat selama 8 tahun

    (1999-2006) terakhir angka AMI cenderung fluktuatif (Tabel 1). AMI

    propinsi Lampung tahun 2006 sebesar 6,64 per 1.000 penduduk belum

    mencapai target sebesar 6 per 1.000 penduduk dan jika dibandingkan

    dengan angka nasional (

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    10/35

    18

    Tabel 1. Situasi malaria di propinsi Lampung tahun 1999-2006 (Dinas kesehatan

    Provinsi Bandar Lampung, 2006).

    Annual Malaria Incidens tertinggi untuk provinsi Lampung adalah

    kabupaten Tanggamus dan terendah adalah kabupaten Lampung Timur,

    sedangkan untuk kota Metro tidak ada kasus. Persentase malaria yang

    diobati sebesar 100%, angka ini telah mencapai target (Dinas Kesehatan

    Provinsi Lampung, 2006).

    3. Patogenesis dan Patologi

    Plasmodium falciparum yang telah memasuki hepar, maka parasit ini akan

    melepaskan 18-24 merozoit ke dalam sirkulasi. Merozoit yang dilepaskan

    akan masuk ke dalam sel RES di limpa dan akan difagositosis dan difiltrasi.

    Apabila merozoit ini tidak difiltrasi, maka merozoit akan menginvasi

    eritrosit. Merozoit yang ada di dalam eritrosit akan berkembang secara

    aseksual. Bentuk aseksual parasit dalam eritrosit inilah yang berperan dalam

    terjadinya penyakit malaria (Sudoyono dkk, 2005).

    No. Tahun Malaria Klinis AMI (0/00)SPR/Slide Positive Rate

    (%)1 1999 75.239 10,90 16,92 2000 43.079 14,82 25,3

    3 2001 57.116 9,1 29,5

    4 2002 45.704 6,62 30,61

    5 2003 49.404 6,92 27,4

    6 2004 61.11 8,84 53,087 2005 56.802 8,13 44,118 2006 49.107 6,64 31

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    11/35

    19

    Patogenesis malaria falsiparum dipengaruhi oleh faktor parasit dan faktor

    host. Faktor parasit terdiri dari intensitas transmisi, densitas parasit dan

    virulensi parasit. Sedangkan yang termasuk faktor host adalah tingkat

    endemisitas malaria, genetik, usia, status imun dan status nutrisi. Parasit

    dalam eritrosit mengalami dua stadium perkembangan yakni stadium cincin

    yang terjadi pada 24 jam pertama dan stadium matur pada 24 jam kedua.

    Permukaan parasit dalam eritrosit (EP) mengalami penonjolan dan

    membentuk sebuah knob dengan Histidin Rich-protein 1 (HRP-1 ) sebagai

    komponen utamanya. Selanjutnya EP tersebut mengalami merogoni dan

    akan dilepaskan toksin malaria berupa glikofosfattidilinositol (GPI) yang

    merangsang pelepasan TNF- dan interleukin-1 (IL-1) dari makrofag

    (Sudoyo dkk, 2005). Adapun proses patogenesis malaria terdiri dari:

    a. Sitoadherensiadalah perlekatan antara EP stadium matur padapermukaan endotel vaskuler.

    b. Sekuestrasi adalah EP matur yang tinggal di dalam mikrovaskuler

    akibat terjadinya perlekatan (sitoadherensi).

    c. Rosetting adalah berkelompoknya EP matur yang diselubungi oleh 10

    atau lebih eritrosit yang non parasit. Hal ini menyebabkan obstruksi

    aliran darah lokal.

    d. Pembentukan sitokin berasal dari sel endotel, monosit, dan makrofag

    yang mendapat stimulasi dari malaria toksin.

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    12/35

    20

    e. Pembentukan Nitrit Okside adalah mediator nitrit berperan dalam

    menumbuhkan malaria berat terutama malaria serebral, maupun

    sebaliknya malaria dapat memberikan efek protektif dalam membatasi

    perkembangan parasit dam menurunkan ekspresi molekul adhesi

    (Sudoyono dkk, 2005).

    4. Manifestasi klinis

    Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai

    timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi ini

    tergantung spesies plasmodium.

    Tabel 2. Masa inkubasi Plasmodium (Departemen Kesehatan RI, 2008).

    Gambaran karakteristik dari malaria adalah demam periodik, anemia dan

    splenomegali. Berat ringannya manifestasi malaria tergantung jenis

    plasmodium yang menyebabkan infeksi. Pada Plasmodium falciparum

    demam tiap 24-48 jam, Plasmodium vivax demam tiap hari ke-3,

    Plasmodium malariae demam tiap hari ke-4, dan Plasmodium ovale

    memberikan infeksi yang paling ringan dan sering sembuh spontan tanpa

    pengobatan (Suparman, 2005).

    Plasmodium Masa inkubasi

    Plasmodium falciparum 9-14 hari

    Plasmodium vivax 12-17 hariPlasmodium ovale 16-18 hari

    Plasmodium malariae 18-40 hari

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    13/35

    21

    Sebelum timbulnya demam, biasanya penderita mengeluh sakit

    kepala,kehilangan nafsu makan, merasa mual di ulu hati, dan muntah.

    Semua gejala awal ini disebut gejala prodromal (Gandahusada, 2006).

    Secara klinis ada 3 stadium yang khusus pada malaria, yaitu:

    1. Stadium dingin (Cold Stage)

    Stadium ini dimulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin. Nadi

    penderita cepat tetapi lemah. Bibir dan jari-jari pucat kebiru-biruan

    (sianotik). Kulitnya kering dan pucat, penderita mungkin muntah dan

    pada penderita anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung

    selama 15 menit-1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.

    2. Stadium Panas (Hot Stage)

    Setelah menggigil/merasa dingin, pada stadium ini penderita mengalami

    serangan panas. Muka penderita menjadi merah, kulitnya kering dan

    dirasakan sangat panas seperti terbakar, sakit kepala bertambah keras,

    dan sering disertai dengan rasa mual atau muntah-muntah, dapat terjadi

    syok (tekanan darah turun). Nadi penderita menjadi kuat kembali.

    Biasanya penderita menjadi sangat haus dan suhu badan bisa meningkat

    menjadi 41C. Stadium ini berlangsung selama 2-4 jam diikuti dengan

    keadaan berkeringat.

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    14/35

    22

    3. Stadium Berkeringat (Sweating Stage)

    Pada stadium ini penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti

    seluruh tubuh sampai basah, temperatur turun, penderita merasa lemah

    dan sering tertidur dan pada saat terbangun akan merasa lemah. Stadium

    ini berlangsung selama 2 sampai 4 jam.

    Sesudah serangan panas pertama terlewati, terjadi interval bebas panas

    selama 48-72 jam, lalu diikuti dengan serangan panas berikutnya seperti

    panas pertama dan demikian selanjutnya (Gandahusada, 2006).

    5. Penegakan diagnosis

    Penegakan diagnosis penyakit malaria menurut Departemen Kesehatan RI

    tahun 2008 dimulai dari:

    1. Anamesis

    Pada anamesis sangat penting diperhatikan:

    a. Keluhan utama: demam, mengigil, berkeringat dan dapat disertai

    sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.

    b. Riwayat berkunjung 1-4 minggu ke daerah endemik malaria.

    c. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.

    d. Riwayat sakit malaria.

    e. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    15/35

    23

    f. Riwayat mendapat transfusi darah.

    2.

    Pemeriksaan fisik

    Dari pemeriksaan fisik didpatkan keadaan sebagai berikut:

    a. Demam (pengukuran dengan termometer lebih dari 37,50C).

    b. Konjungtiva dan telapak tangan pucat.

    c. Pembesaran limpa (splenomegali).

    d. Pembesaran hati (hepatomegali).

    3. Diagnosis dan pemeriksaan laboratorium

    a. Pemeriksaan dengan mikroskop

    Pemeriksaan sediaan darah tipis dan tebal di Puskesmas/ Lapangan/

    Rumah sakit untuk menentukan ada tidaknya parasit malaria (positif-

    negatif), spesies dan stadium Plasmodium, serta kepadatan parasit

    yang dapat dilihat dengan pemeriksaan sebagai berikut:

    1. Semi kuantitatif dalam lapang pandang (LP)

    (-) = Negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LP).

    (+) = Positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LP).

    (++) = Positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LP).

    (+++) = Positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LP).

    (++++) = Positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LP).

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    16/35

    24

    2. Kuantitatif

    Jumlah parasit dihitung per mikroliter darah pada sediaan darah

    tebal (leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit).

    b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (rapid diagnostic test)

    Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,

    dengan menggunakan metode imunokromatografi dalam bentuk

    dipstik. Tes ini sangat bermanfaat pada unit gawat darurat, pada saat

    ini terjadi kejadian luar biasa dan di daerah terpencil yang tidak

    tersedia laboratorium serta survei tertentu.

    6. Obat anti malaria

    Berdasarkan titik kerjanya dalam tubuh manusia , obat antimalaria dapat

    dikelompokkan sebagai berikut:

    1. Obat skizontisid darah adalah kinin, klorokuin, halofantrin, meflokuin,pirimetamin, meflokuin, pirimetamin dan sulfadoksin, atuvaquoan dan

    proguanil, dan artremeter. Obat ini berfungsi membunuh skizon dan

    digunakan pada serangan demam, serta baik digunakan untuk

    pencegahan. Senyawa ini tidak menghalangi masuknya parasit ke dalam

    eritrosit, tetapi menekan timbulnya gejala klinis.

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    17/35

    25

    2. Obat skizontosid jaringan adalah obat yang digunakan untukmenghambat penetrasi parasit ke dalam eritrosit dengan cara

    memusnahkan bentuk hipnozoit dalam sel parenkim hati. Obat yang

    termasuk skizontosid hati adalah proguanil, primakuin, doksisiklin

    (Mary dkk, 2001).

    Penggolongan lain berdasarkan titik kerja obat pada siklus hidup parasit

    serta tujuan terapi yang dikehendaki, obat antimalaria dibagi menjadi 4

    kelompok, yaitu:

    a. Obat pencegah atau profilaksis kausal. Obat yang digunakan dalam

    pencegahan adalah proguanil dan pirimethamin. Obat ini berkhasiat

    terhadap bentuk hipnozoit primer dalam hati.

    b. Obat penyembuh atau pencegah demam (supressiva). Obat ini berfungsi

    mematikan trofozoit dan shizon sehingga dapat mencegah manifestasi

    klinis pada pasien. Obat yang termasuk dalam supressiva adalah kinin,

    artremeter dan klorokuin dan meflokuin.

    c. Obat pencegah kambuh atau penyembuh radikal adalah obat yang

    memetikan bentuk hipnozoit skunder dari malaria tertian dan malaria

    kwartana. Primakuin merupakan obat yang digunakan untuk penyembuh

    radikal ini.

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    18/35

    26

    d. Obat gametosid atau pencegah terjadinya penyakit adalah obat yang

    membunuh gametosit dalam darah penderita sehingga mencegah

    terjadinya penularan dari manusia ke nyamuk. Obat yang dapat

    digunakan sebagai obat gametosid adalah primakuin (Tjay dan Rahardja,

    2006).

    Obat-obat antimalaria tersebut dapat digunakan di Indonesia untuk

    menangani kasus-kasus malaria (Kementrian Kesehatan RI, 2007). Adapun

    spektrum, penggunaan, farmakokinetik, toksisitas, dan kontraindikasi dari

    masing-masing obat antimalaria tersebut adalah sebagai berikut:

    1. PrimakuinPrimakuin adalah 8-aminokuinolon yang efektif dalam membunuh

    Plasmodium dalam bentuk eksoeritrosit primer pada Plasmodium

    falciparum dan Plasmodium vivax dan bentuk eksoeroitrosit skunder

    pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale. Bentuk gametosit dari

    keempat Plasmodium ini juga dihancurkan dalam darah. Cara kerja obat

    ini adalah sebagai oksidan yang bertanggungjawab untuk kerja

    skizontisidal serta untuk hemolisis dan methemoglobinemia ditemukan

    sebagai toksisitas (Mary dkk, 2001).

    Obat ini direasorbsi di usus baik dan cepat, begitu pula dengan

    metabolismenya yang aktif di hati. Primakuin diekskresi melalui ginjal

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    19/35

    27

    dan sebagian besar berupa metabolit. Waktu paruh obat ini 3-6 jam

    (Tjay dan Rahardja, 2006).

    Sedikit efek samping yang muncul pada penggunaan primakuin dosis

    terapi. Simptom saluran cerna berkaitan dengan dosis dan pada dosis

    besar dapat menyebabkan mual dan muntah, methemoglobinemia

    dengan sianois. Pada penderita defisiensi glukosa-6-fosfat

    dehydrogenase, primakuin menyebabkan hemolisis. Pada penderita

    tersebut erithrosit tidak mampu meregenerasi NADPH, dan

    konsentrasinya berkurang oleh metabolit oksidan turunan primakuin.

    Konsekuensinya, fungsi metabolik erithrosit terganggu dan terjadilah

    hemolisis. Metabolit primakuin lebih berefek hemolitik daripada

    senyawa asalnya (primakuin). Defisiensi enzim tersebut terjadi pada

    15% laki-laki kulit hitam dan sangat umum terjadi pada etnis tertentu.

    Aktivitas glukosa 6-posfat dehidrogenase (G6-PD) harus ditentukan

    sebelum penderita tersebut diberi primakuin (Departemen Kesehatan RI,

    2008).

    2. Amodiakuin

    Amodiakuin adalah 4-aminokuinolin basa dengan model kerja serupa

    dengan klorokuin. Amodiakuin efektif terhadap Plasmodium falciparum

    resisten klorokuin, sekalipun bereaksi silang dengan klorokuin.

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    20/35

    28

    Efek samping amodiakuin serupa dengan efek samping klorokuin.

    Pruritus akibat amodiakuin lebih sedikit daripada akibat klorokuin,

    tetapi risiko agranulositosis lebih tinggi, dan risiko hepatitis lebih rendah

    jika digunakan untuk profilaksis. Dosis besar amodiakuin menyebabkan

    sinkope, spastisitas, konvulsi dan pergerakan-pergerakan tidak sadar

    (Departemen Kesehatan RI, 2008).

    3. Atremisin dan derivatnya

    Artemisinin yang dikenal dengan qinghaosu, adalah suatu seskuiterpen

    lakton yang diperoleh dari daun Artemisia annua. Artemisinin adalah

    skizontosid darah kerja cepat dan aktif terhadap semua spesies

    Plasmodium termasuk yang resistensi terhadap klorokuin dan digunakan

    untuk mengobati malaria akut dan malaria serebral. Artemisinin

    mempunyai aktivitas terhadap bentuk aseksual, membunuh semua

    stadium dari cincin muda sampai skizon. Terhadap Plasmodium

    falciparum, artemisinin juga membunuh gametosit yang secara umum

    hanya sensitif terhadap primakuin.

    Dihidroartemisinin, artemether, artemotil, dan artesunat adalah turunan

    artemisinin yang lebih poten dari artemisinin dan absorpsinya juga lebih

    baik. Ketiga derivat artemisinin (artemeter, artesunat dan artemotil),

    secara in vivo diubah kembali menjadi dihidroartemisinin. Obat-obat ini

    harus diberikan dalam kombinasi untuk mencegah timbulnya resistensi.

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    21/35

    29

    Mekanisme kerja artemisin dan turunannya belum diketahui, tetapi

    diduga merusak membran parasit melalui pembentukan radikal bebas

    atom karbon pusat (dibentuk oleh pemecahan protoporfirin IX) atau

    melalui alkilasi protein-protein secara kovalen. Artemisinin dan

    turunannya aman digunakan dan dapat ditoleransi dengan baik

    (Departemen Kesehatan RI, 2008).

    4. Tetrasiklin

    Tetrasiklin adalah antibiotika yang berasal dari spesies Streptomyces.

    Namun, saat ini yang digunakan adalah hasil sintesis. Obat ini adalah

    inhibitor ikatan aminoasil-tRNA selama proses sintesis protein.

    Pemberian obat ini dapat diberikan secara oral atau intravena dalam

    bentuk garam hidroklorida atau fosfat yang larut air walaupun dalam

    bentuk injeksi hanya stabil beberapa jam saja (Departemen Kesehatan,

    2008).

    Efek samping yang umum terjadi pada pemberian tetrasiklin meliputi

    gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, dan diare, terutama terjadi

    pada dosis lebih tinggi akibat iritasi mukosa. Pertumbuhan berlebih

    kandida dan bakteria lain juga terjadi, terutama akibat gangguan flora

    normal usus akibat ketidaksempurnaan absorpsi tetrasiklin. Tetrasiklin

    terakumulasi di penderita gangguan ginjal dan dapat menimbulkan gagal

    ginjal. Selain itu, efek-efek ini terjadi akibat adanya produk degradasi

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    22/35

    30

    tetrasiklin terutama anhidroepitetrasiklin. Tetrasiklin terdeposit di gigi

    selama pertumbuhan gigi dan mengakibatkan perubahan warna gigi dan

    enamel hipoplasia. Tetrasiklin juga terdeposit di daerah yang mengalami

    kalsifikasi di tulang dan kuku dan mempengaruhi pertumbuhan tulang

    pada anak-anak dan wanita hamil (Departemen Kesehatan RI, 2008).

    5. Doksisiklin

    Doksisiklin adalah turunan tetrasiklin yang digunakan seperti tetrasiklin.

    Doksisiklin lebih disukai karena waktu paruhnya lebih panjang,

    absorsinya lebih baik, mempunyai profil keamanan yang lebih baik pada

    penderita gangguan ginjal, walaupun penggunaannya pada penderita

    tersebut harus hati-hati. Doksisiklin relatif tidak larut air tetapi sangat

    larut lipid. Doksisiklin diberikan secara oral atau intravena dan tersedia

    dalam bentuk garam hidroklorida atau fosfat atau dalam bentuk

    kompleks dengan HCl dan kalsium klorida (Departemen Kesehatan RI,

    2008).

    B. Standar pengobatan malaria

    Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal dengan membunuh

    semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Adapun tujuan

    pengobatan radikal untuk mencapai kesembuhan klinis dan parasitologiok serta

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    23/35

    31

    memutuskan rantai penularan. Semua obat antimalaria tidak boleh diminum

    sebelum makan, karena hampir semua antimalaria bersifat iritatif terhadap

    lambung, sehingga semua obat harus diminum sesudah makan.

    Pengobatan malaria menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2008 di bagi

    menjadi:

    1. Pengobatan Malaria Falsiparuma. Pengobatan lini pertama

    Lini pertama pengobatan malaria falsiparum adalah Artremisin

    CombinationTherapy (ACT). Pada saat ini pada program pengendalian

    malaria terdapat dua sediaan ACT yaitu artesunate-amodiaquin dan

    dihydroartremisinin-piperaquin (saat ini khusus digunakan untuk Papua

    dan daerah tertentu).

    Kemasan artesunat-amodiaquin yang ada pada program pengendalian

    malaria antara lain:

    1. Kemasan artesunat dan amodiakuin terdiri dari 2 blister yaitu blisteramodiakuin-artesunat terdiri dari 12 tablet @200 mg amodiakuin

    basa, dan blister artesunat terdiri dari 12 tablet @50 mg. Obat

    kombinasi diberikan peroral selama 3 hari dengan dosis tunggal

    sebagai berikut amodiakuin basa 10 mg/kgbb dan artesunat 4

    mg/kgbb.

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    24/35

    32

    2. Kemasan artesunat dan amodiakuin terdiri dari 3 blister (setiap hari1 blister untuk dosis dewasa). Setiap blister terdiri dari 4 tablet

    artesunat @50 mg dan 4 tablet amodiaquin @150 mg.

    Dosis maksimal pemberian pada orang dewasa adalah 4 tablet untuk

    artesunat dan amodiakuin, serta 3 tablet untuk primakuin. Primakuin

    beredar di Indonesia dalam bentuk tablet berwarna kecoklatan yang

    mengandung 25 mg gram yang setara 15 mg basa. Primakuin diberikan

    per-oral dengan dosis tunggal 0,75 mg basa/ kgbb yang diberikan pada

    hari pertama. Primakuin tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, bayi

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    25/35

    33

    Lini pertama lainnya adalah Dihydroartemisin, Piperaquin, dan

    Primakuin. Obat ini biasa digunakan di Papua dan daerah tertentu.

    Adapun dosis pemberian obatnya berdasarkan kelompok umur adalah

    sebagai berikut:

    Tabel 4. Pengobatan lini pertama malaria falsiparum menurut kelompok umurdengan dihydroartemisin dan piperaquin (DHP) (Depkes, 2008).

    K

    ete

    r

    a

    n

    Keterangan gambar: dosis obat Dihydroartremisin = 2-4 mg/ kgbb, Piperaquin=

    16-32 mg/kgbb, Primakuin= 0,75 mg/kgbb.

    Pengobatan lini kedua malaria falsiparum diberikan jika pengobatan

    pertama tidak efektif dimana ditemukan: gejala klinis tidak memburuk

    tetapi parasit aseksual tidak berkurang (presisten) atau timbul kembali

    (rekrudensi).

    b. Pengobatan lini keduaObat yang digunakan pada lini kedua adalah Kina dan Doksisiklin atau

    Tetrasiklin dan Primakuin. Adapun penjelasan dari masing-masing obat

    adalah sebagai berikut:

    Hari Jenis Obat

    Jumlah tablet per hari menurut kelompok umur

    0-1bulan

    2-11bulan

    1-4tahun

    5-9tahun

    10-14tahun

    15tahun

    1DHP 1/4 1/2 1 1,5 3 3-4

    Primakuin 1/4 1/2 1,5 2 2-3

    2-3 DHP 1/4 1/2 1 1,5 2 3-4

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    26/35

    34

    1. Kina tabletTablet Kina yang telah beredar di Indonesia adalah tablet yang

    mengandung 200 mg kina-fosfat atau sulfat. Kina ini diberikan per-

    oral,3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali selama 7 hari.

    2. DoksisiklinDoksisiklin yang beredar di Indonesia adalah kapsul atau tablet

    yang mengandung 50 mg dan 100 mg Doksisiklin HCl. Doksisiklin

    diberikan 2 kali per hari selama 7 hari, dengan dosis orang dewasa

    adalah 4 mg/kgbb/hari, sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun

    adalah 2 mg/kgbb/hari. Doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil

    dan anak-anak

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    27/35

    35

    Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat

    badan penderita, pemberian obat diberikan berdasarkan golongan umur.

    Adapun pemberian berdasarkan golongan umur adalah sebagai berikut:

    Tabel 5 Pengobatan lini kedua dengan Doksisiklin (Departemen kesehatan RI,

    2008).

    **) Dosis diberikan kg/bb

    **) 2 x 50 mg Doksisiklin

    ***) 2 x 100 mg Doksisiklin

    Tabel 6 Pengobatan lini kedua dengan Tetrasiklin (Depkes, 2008).

    *) Dosis diberikan kg/bb**) 4 x 250 mg Tetrasiklin

    Hari Jenis Obat

    Jumlah tablet per hari menurut kelompok umur

    0-1

    bulan

    1-4

    tahun

    5-9

    tahun

    10-14

    tahun15 tahun

    1

    Kina *) 3x1/2 3 x 1 3 x 1,5 3 x (2-3)

    Doksisiklin - - - 2 x 1 **) 2 x**)

    Primakuin - 3/4 11/2

    2 2-3

    2-7 Kina *) 3x1/2 3 x 1 3 x 1,5 3 x (2-3)Doksisiklin - - - 2 x **) 2 x **)

    Hari Jenis Obat

    Jumlah tablet per hari menurut kelompok umur

    0-1bulan

    1-4tahun

    5-9tahun

    10-14tahun

    15tahun

    1

    Kina *) 3 x 1/2 3 x 1 3 x 1,53 x ( 2-

    3)

    Tetrasilin - - - *) 4 x **)

    Primakuin - 3/4 1,5 2 2-3

    2-14Kina *) 3 x 1/2 3 x 1 3 x 1,5

    3 x (2-3

    )

    Tetrasiklin - - - *) 4 x *)

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    28/35

    36

    2. Pengobatan malaria vivax dan malaria ovale

    a.

    Pengobatan lini pertama malaria vivax dan malaria ovale.

    Pengobatan malaria vivax dan ovale pada saat ini menggunakan ACT

    (Artremisin Combination Therapy) yaitu artesunate dan amodiaquin atau

    Dihydroartemisin Piperaquin (DHP), yang mana DHP saat ini

    digunakan di Papua (Departemen Kesehatan RI, 2008).

    Dosis untuk malaria vivax sama dengan malaria falsiparum, dimana

    perbedaanya adalah pemberian obat primakuin selama 14 hari dengan

    dosis 0,25 mg/kgBB. Pengobatan efektif apabila hari ke-28 setelah

    pemberian obat, ditemukan keadaan sebagai berikut: klinis sembuh

    (sejak hari ke-4) dan tidak ditemukan parasit stadium aseksual sejak

    hari ke-7.

    Pengobatan tidak efektif apabila 28 hari setelah pemberian obat

    ditemukan gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif, atau

    gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual idak berkurang

    (persisten) atau timbul kembali sebelum hari ke-14 (kemungkinan

    resisten), dan gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul

    kembali antara hari ke-15 sampai hari ke-28 (kemungkinan resisten,

    releps atau infeksi baru).

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    29/35

    37

    b. Pengobatan lini kedua malaria vivax.

    Obat yang digunakan adalah kina dan primakuin. Adapun keterangan

    dari masing-masing obat adalah sebagai berikut:

    1. Tablet kina

    Tablet kina yang telah beredar di Indonesia adalah tablet yang

    mengandung 200 mg kina fosfat atau sulfat. Kina ini diberikan per-

    oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali selama 7 hari. Dosis

    kina adalah 30 mg/kgbb/hari. Pemberian kina pada anak usia di

    bawah 1 tahun harus dihitung berdasarkan berat badan.

    2. Primakuin

    Dosis primakuin adalah 0,25 mg/kgbb/hari yang diberikan selama 14

    hari. Seperti pengobatan malaria pada umumnya, primakuin tidak

    boleh diberikan kepada: ibu hamil, bayi

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    30/35

    38

    Tabel 7. Pengobatan lini kedua malaria vivax/ malaria ovale (Depkes, 2008).

    c. Pengobatan malaria vivax yang relaps

    Pengobatan malaria vivax relaps (kambuh) sama dengan regimen

    sebelumnya hanya dosis primakuin ditingkatkan, primakuin diberikan

    selama 14 hari dengan dosis 0,5 mg/kgbb/hari.

    Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dapat diketahui

    melalui anamesis ada keluhan atau riwayat urin coklat kehitaman setelah

    minum obat (golongan sulfat, primakuin,kina, klorokuin, dan lain-lain),

    maka pengobatan di berikan secara mingguan (Depkes, 2008).

    Pemberian obat untuk malaria vivaks khusus untuk penderita defisiensi

    G6PD digolongkan secara tersendiri. Adapun pemberian obat tersebut

    adalah sebagai berikut:

    Hari Jenis Obat

    Jumlah tablet per hari menurut kelompok umur

    0-1

    bulan

    2-11

    bulan

    1-4

    tahun

    5-9

    tahun

    10-14

    tahun

    15

    tahun

    H1-7 Kina *) *) 3 x 1/2 3 x 1 3 x 1 1/2 3 x 3

    H1-

    14Primakuin 1/4 1/2 3/4 1

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    31/35

    39

    Tabel 8. Pengobatan malaria vivaks penderita defisiensi G6PD (Depkes, 2008).

    3. Pengobatan malaria malariae

    Pengobatan malaria malariae cukup diberikan ACT 1 kali selama 3 hari,

    dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya (Depkes, 2008).

    4. Pengobatan malaria campuran (falsiparum dan vivax) dengan ACT.

    Pengobatan malaria campuran (Plasmodium falciparum dan Plasmodium

    vivax) dengan ACT selama 3 hari serta pemberian primakuin pada hari I

    dengan dosis 0,75 mg/kgbb, dilanjutkan pada hari 12-14 primakuin dengan

    dosis 0,25 mg/kgbb.

    C. Peresepan obat

    Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter kepada apoteker untuk

    menyiapkan dan/atau membuat, meracik, serta menyerahkan obat kepada

    Hari Jenis Obat

    Jumlah tablet per hari menurut kelompok umur

    0-1bulan

    2-11bulan

    1-4tahun

    5-9tahun

    10-14tahun

    15tahun

    8 s/d 12 Artesunat 1 2 3 3-4

    8 s/d 12 Amodiakuin 1 2 3 3-4

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    32/35

    40

    pasien. Pihak yang berhak menulis resep adalah dokter, dokter gigi, dan dokter

    hewan (Syamsuni, 2005).

    Penggunaan obat yang rasional menurut Depkes tahun 2008 adalah sebagai

    berikut: sesuai dengan indikasi penyakit, tersedia setiap saat dengan harga

    terjangkau, diberikan dengan dosis yang tepat, cara pemberian dengan interval

    waktu pemberian yang tepat, lama pemberian yang tepat, obat yang diberikan

    harus efektif, dan dengan mutu terjamin dan aman.

    Pemberian obat yang rasional akan tercermin juga dalam peresepan obat yang

    rasional peresepan obat yang rasional menurut WHO tahun 1995 adalah sebagai

    berikut:

    a. Appropriate indication (tepat indikasi)

    Ketepatan indikasi penggunaan obat apabila ada indikasi yang benar (sesuai

    dengan diagnosa Dokter) untuk penggunaan obat tersebut dan telah terbukti

    manfaat terapetiknya.

    b. Appropriate drug (tepat obat).Tepat obat adalah ketepatan dalam pemilihan obat apabila dalam proses

    pemilihan obat tersebut mempertimbangkan ketepatan kelas terapi dan jenis

    obat (efek terapi yang diperlukan), manfaat dan keamanan sudah terbukti

    (resiko efek samping maupun adanya kondisi kontraindikasi), jenis obat

    paling mudah didapat, dan sedikit mungkin jumlah jenis obat.

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    33/35

    41

    c. Appropriate administration, dosage & duration (tepat pemberian, dosis,lama pemberian).

    Tepat cara pemberian adalah pemilihan yang tepat pemberian obat sesuai

    dengan kondisi pasien, misalnya per-oral, per-rektal,intravena, intratekal,

    subkutan dan lain-lain. Sedangkan tepat frekuensi/interval adalah pemilihan

    yang tepat frekuensi/interval pemberian obat, misalnya per 4 jam, per 6

    jam, per 8 jam, per 12 jam dan per 24 jam dan lain-lain. Tepat lama

    pemberian adalah penetapan lama pemberian obat selama 3 hari, 5 hari, 10

    hari, 3 bulan dan lain-lain. Serta yang dimaksud dengan tepat saat

    pemberiana adalah pemilihan saat yang tepat pemberian obat disesuaikan

    dengan kondisi pasien, misalnya sebelum makan (antecoenum, postcoenum,

    pre operasi atau post operasi).

    d. Appropriate pasient(tepat pasien).

    Tepat pasien adalah ketepatan dalam menilai kondisi pasien dengan

    mempertimbangkan adanya penyakit yang menyertai, seperti kelainan ginjal

    sehingga harus berhati-hati dengan obat yang mempengaruhi ginjal

    (nefrotoksik), kelainan hati harus memperhatikan obat yang mempengaruhi

    hati (hepatotoksik).

    e. Appropriate information (tepat information)

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    34/35

    42

    Apabila informasi yang diberikan jelas (tidak bias ) tentang obat yang

    digunakan oleh pasien dan informasi lain yang menunjang perbaikan

    pengobatan, misalnya cara pemakaian, efek samping, kegagalan terapi bila

    tidak taat, upaya yang dilakukan bila penyakit makin memburuk, mencegah

    faktor resiko yang terjadinya penyakit dll.

    f. Appropriate cost (tepat biaya)

    Tepat biaya maksudnya adalah harga obat dan biaya pengobatan hendaklah

    dipilih yang paling terjangkau oleh kondisi keuangan pasien, contoh

    mengutamakan meresepkan obat-obat generik dibandingkan dengan obat-

    obat paten yang biaya/ harga jelas lebih mahal.

    D. Kesesuaaian peresepan obat dengan standar pengobatan

    Penelitian kesesuaian peresepan obat dengan standar pengobatan telah banyak

    dilakukan oeh para peneliti. Salah satu penelitian tersebut adalah penelitian

    yang dilakukan Rakhmawatie (2004), dia melakukan penelitian evaluasi

    terhadap kesesuaian penggunaan obat demam tifoid terhadap pasien tifoid. Dari

    penelitian yang dilakukan, kesesuaian peresepan obat berdasarkan jenis obat

    sebesar 81,9%, kesesuaian peresepan obat berdasarkan dosis obat sebesar

    35,8%.

  • 7/28/2019 kesesuaian peresepan antimalaria

    35/35

    43

    Penelitan lain yang membandingkan kesesuaian peresepan obat dengan standar

    adalah penelitian yang dilakukan di Jogjakarta (2003). Penelitian ini

    mengevaluasi kesesuaian peresepan obat antiepilepsi dengan satandar

    pengobatan, diperoleh hasil yakni kesesuaian peresepan terhadap standar

    berdasarkan jenis obat sebesar 47,54%, kesesuaian berdasarkan lama pemberian

    63,44% dan berdasarkan pemberian dosis kesesuaiannya hanya 31,57%.

    Penelitian kesesuaian peresepan obat antimalria pada pasien malaria positif

    belum pernah dilakukan.

    Kesesuaian pemeberian obat dengan standar merupakan bentuk rasionalitas

    pemberian obat kepada pasien. Kesesuaian yang dimaksud ialah kesesuaian

    dalam pemberian jenis obat, lama pemberian obat dan dosis obat. Pemberian

    obat yang sesuai akan menghindarkan pasien dari kelainan-kelainan yang tidak

    diinginkan, contohnya penggunaan kombinasi antihipertensi yang tidak sesuai

    dapat menimbulkan gagal ginjal kronik (Putri, 2011).