BAB II
OSTEOMIELITIS
A. Definisi
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan medula tulang baik karena infeksi
piogenik maupun non piogenik, misalnya mycobacterium tuberculosis. (Arif
Mutaqqin, 2008)
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran
hematogen dalam (melalui darah) dari fokus infeksi ditempat lain (misalnya saluran
nafas atas). (Brunner & Suddarth, 2001)
B. Etiologi
Infeksi ini dapat disebabkan oleh penyebaran hematogen, dari fokus infeksi ditempat
lain (misal tonsil yang terinfeksi, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas atas). Osteomilitis
akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat trauma yang terdapat resistensi
rendah. Infeksi dapat juga berhubungan dengan infeksi jaringan lunak, misal ulkus
dekubitus atau ulkus vaskuler, atau kontaminasi langsung pada tulang (misalnya fraktur
terbuka, luka tembak, dan pembedahan tulang).
Staphylococcus merupakan penyebab 70%-80% infeksi tulang. Organisme lain
meliputi proteus, peseudomonas, dan Escherichia coli. Pada anak-anak infeksi tulang
sering sekali timbul sebagai komplikasi dari infeksi pada tempat-tempat lain seperti
infeksi faring (faringitis), telinga (otitis media), dan kulit (impetigo). Bakterinya
(Staphilococcus aureus, streptococcus, haemophylus influenzae) berpindah melalui
aliran darah menuju metafisis tulang didekat lempeng pertumbuhan dimana darah
mengalir kedalam sinusoid. Akibat perkembangan bakteri dan nekrosis jaringan, maka
tempat peradangan yang terbatas ini akan terasa nyeri dan nyeri tekan.
Mikroorganisme yang menginfeksi tulang akan membentuk koloni pada tulang
perivaskular, menimbulkan edema, infiltrasi seluler, dan akumulasi produk-produk
inflamasi yang akan merusak trabekula tulang dan hilangnya matriks dan mineral
tulang.
Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 1
C. Klasifikasi
Schrock (1996:473) mengklasifikasikan osteomielitis menjadi 2 (dua) yaitu:
1. Osteomielitis primer yang disebabkan oleh implantasi mikroorganisme secara
langsung ke dalam tulang dan biasanya terbatas pada tempat tersebut. Fraktur
terbuka (compound fracture), dan operasi bedah pada tulang merupakan penyebab
tersering.
2. Osteomielitis sekunder (hematogen) biasanya disebabkan oleh penyebaran melalui
aliran darah. Kadang-kadang, osteomielitis sekunder dapat disebabkan oleh
perluasan infeksi secara langsung dari jaringan lunak di dekatnya ke fokus lain.
Osteomielitis sekunder dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu : Osteomielitis akut dan
kronik.
a. Osteomielitis akut disebabkan oleh infeksi bakteri yang meluas (bakteremia) dan
semua kuman patogen (Staphylococcus, Streptococcus, Pneumococcus,
Gonococcus, Basil Coil dan Basil Influenza < 4 minggu).
b. Osteomielitis kronik merupakan osteomielitis akut yang lama terjadi dan tidak
sembuh-sembuh, bisa terjadi karena adanya infeksi sampingan dari penyakit
yang diderita oleh pasien, seperti tubercolosis atau kadang-kadang sifilis (> 4
minggu).
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis tergantung pada etiologi dan lokasi tulang yang cedera, dapat
berkembang secara progresif atau cepat. Infeksi hematogen akut, sering terjadi dengan
manifestasi klinis septikemia yaitu menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan
malaise umum, sedangkan gejala lokal yang terjadi berupa rasa nyeri, nyeri tekan,
bengkak, dan kesulitan menggerakkan anggota tubuh yang sakit. (Smeltzer,2002 dan
Sjamsuhidajat, 1997). Klien menggambarkan nyeri konstan yang berdenyut, semakin
nyeri bila digerakkan, dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.
Osteomielitis yang terjadi akibat penyebaran infeksi disekitarnya atau kontaminasi,
tidak akan ada gejala septikemia. Daerah terinfeksi membengkak, teraba hangat, rasa
nyeri, dan nyeri tekan. Sementara osteomielitis kronik akan ditandai dengan pus yang
mengalir keluar, periode nyeri berulang, inflamasi dan pembengkakan.
Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 2
E. Komplikasi
1. Dini :
a. Kekakuan yang permanen pada persendian terdekat (jarang terjadi).
b. Abses yang masuk ke kulit dan tidak mau sembuh sampai tulang yang
mendasarinya sembuh
c. Atritis septik
2. Lanjut :
a. Osteomielitis kronik ditandai oleh nyeri hebat rekalsitran, dan penurunan fungsi
tubuh yang terkena
b. Fraktur patologis
c. Kontraktur sendi
d. Gangguan pertumbuhan
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah.
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 gr/dl disertai peningkatan laju endap
darah.
2. Pemeriksaan titer antibodi-antistaphilococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti
dengan uji sensitivitas.
3. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan kulturn feses di lakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh
bakteri salmonella.
4. Pemeriksaan biopsi tulang
Merupakan proses pengambilan contoh tissue tulang yang akan digunakan untuk
serangkaian tes.
5. Pemeriksaan ultrasound.
Pemeriksaan ini untuk memperlihatkan adanya efusi pada sendi.
6. Pemeriksan radiologis.
Pemeriksaan foto polos dalam 10 hari pertama biasanya tidak di temukan kelainan
radiologik, setelah 2 minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang difus.
Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 3
G. Penatalaksanaan Penunjang
Prinsip penatalaksanaan osteomielis, yaitu :
a. Istirahat dan pemberian analgetik untuk menghilangkan nyeri
b. Pemberian cairan intravena dan kalau perlu transfusi darah
c. Istirahat lokal dengan pemasangan bidai antibiotika secepatnya sesuai penyebeb
d. Drainase bedah
Tujuan terapi adalah untuk mengontrol dan menghentikan proses infeksi,
manajemen nyeri, dan pencegahan komplikasi imobilitas. Tulang yang sakit harus di
imobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadi fraktur. Lakukan
rendaman salin hangat selama menit beberapa kali perhari untuk meningkatkan aliran
darah. Perawat harus terus mendorong klien untuk melakukan ROM, latihan isotonik
dan isometriak untuk menjaga kekuatan otot dan fleksibilitas sendi. Juga perlu diajarkan
teknik relaksasi, untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan klien.
Pemberian antibiotik sesuai dosis, waktu, dan order sangat penting untuk mencapai
kadar antibiotik dalam darah yang adekuat. antibiotik parenteral harus diberikan sesuai
dosis yaitu selama enam minggu (Reeves,2001). Sebelum pemberian antibiotik,
sebaiknya dilakukan kultur darah dan kultr akses untuk mengetahui mekanisme
penyebab bila infeksi tampak terkontrol, antibiotik dapat terkontrol perorang dan
diberikan selama 3 bulan untuk meningkatkan absorpsi antibiotik oral, jangan di minum
bersama makanan. Squestrektomi dengan pengangkatan involukrun secukupnya dapat di
lakukan semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat
terjadi proses penyembuhan yang permanan. Luka ditutup rapat atau di pasang tampon
agar dapat diisi oleh jaringan granulasi. Atu di lakukan graffing di kemudian hari. Dapat
juga dipasang drainase untuk mengontrol hematoma dan mengangkat debris. Irigasi
larutan salin normal dapat diberikan selama 7-8 hari.
H. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN OSTEOMIELITIS
1. Kasus
Anak Fajar, 5 tahun, diantar ibunya kerumah sakit dengan keluhan nyeri hebat
pada paha kaki kanannya bila digerakan dan berjalan. Paha dan kaki kanannya
terlihat bengkak dan berwarna merah mengkilap. Ibunya mengatakan bahwa
keadaan ini berawal dari luka / koreng pada paha kanannya 1 minggu yang lalu.
Karena dianggap luka biasa, koreng ini tidak pernah diobati dan si anak terus
bermain dengan teman-temannya.
Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 4
Makin hari luka makin membesar, bernanah, dan terlihat kemerahan
disekitarnya. Lalu luka tersebut diberi salep yang dibeli ibunya diwarung, tetapi luka
tidak sembuh dan semakin parah hingga si anak tidak dapat menggerakan kaki
kanannya dan berjalan karena nyeri sekali. Keadaan ini disertai demam dan nafsu
makan yang berkurang.
Si ibu juga bercerita, kurang lebih 2 minggu yang lalu si anak batuk pilek
disertai demam. Kemudian si ibu membeli obat warung tetapi si anak tidak mau
minum obat tersebut.
2. Pengkajian
Data Subyektif Data Obyektif
1. Ibu klien mengeluhkan anaknya nyeri
hebat pada paha kaki kanannya bila
digerakkan dan saat berjalan.
2. Ibu klien mengatakan keadaan ini
berawal dari luka / koreng pada paha
kanannya 1 minggu yang lalu,
dianggap luka biasa sehingga tidak
pernah diobati dan anak terus bermain
dengan teman-temannya.
3. Ibu klien mengatakan makin hari luka
makin membesar, bernanah dan
terlihat kemerahan disekitarnya
sehingga luka diberi salep di warung
tetapi malah semakin parah hingga
kaki tidak bisa digerakkan dan nyeri
sekali saat berjalan.
4. Ibu klien mengatakan kurang lebih 2
minggu yang lalu, klien batuk pilek
disertai demam, dan anak tidak mau
minum obat.
5. Klien mengeluhkan nyeri sekali di
paha kaki kanannya.
6. Ibu klien mengatakan bahwa nafsu
1. Keadaan umum : tampak sakit hebat.
2. Kesadaran : CM
3. Paha dan kaki kanannya bengkak dan
berwarna merah mengkilap.
4. Luka berukuran agak besar.
5. Tampak adanya pus pada luka
6. Eritema disekita luka
7. Kaki kanan tidak mau digerakkan
8. Faring terlihat hiperemis
9. Cruris tampak semifleksi
10. Anoreksia
11. RR = 28 x/mnt
12. Adanya luka furunkel
13. Suhu = 38oC
14. Tonsil T2 – T2
15. Kruris teraba hangat
Data Lab :
Hb : 12 gr/dl (n = 11 – 16 gr/dl)
Leukosit : 17.000 /µl (n = 4500 – 13500
/µl)
Trombosit : 250.000 / µl (n = 150.000 –
450.000 /µl)
Hitung Jenis Leukosit :
Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 5
makan klien berkurang. Basofil : 0% (n = 0 – 1 %)
Eosinofil : 1% (n = 1 – 3 %)
Batang : 3% (n = 2 – 6 %)
Segmen : 74% (n = 50 – 70 %)
Limfosit : 20% (n = 20 – 40 %)
Monosit : 2% (n = 2 – 8 %)
Data Gram Bakteri : Bakteri coccus berwarna
biru, berkelompok seperti anggur. Hasil :
Bacteri Staphylococcus
Hasil Rontgen :
Regio cruris dextra : Gambaran diffuse (tidak
tegas atau setempat) pada 1/3 distal Os. Femur
dextra.
DATA TAMBAHAN
Data Subyektif Data Obyektif
1. Kemungkinan ibu klien mengatakan klien demam
disertai menggigil.
2. Kemungkinan ibu klien mengatakan pola makan
klien berubah, dari yang awalnya porsi makannya 1
piring penuh habis (nasi, sayur, lauk) menjadi 1/3
porsi saja yang dimakan (nasi 3 sendok makan, lauk
setengah, sayur 2 sendok makan).
3. Kemungkinan ibu klien mengatakan klien sulit
menelan.
4. Kemungkinan klien mengatakan skala nyeri 8 pada
saat kaki kanan digerakan dan terasa seperti
berdenyut.
1. Kemungkinan klien terlihat
terbaring lemah, letih, lesu.
2. Kemungkinan BB awal = 45 kg
dan BB sekarang = 43 kg.
3. Kemungkinan ditemukan nyeri
tekan pada paha kaki kanan.
4. Kemungkinan kekuatan otot
4444 4444
3330 4444
5. Kemungkinan anak tampak
rewel.
3. Analisa Data
Data Masalah Etiologi
Data Subyektif :
1. Ibu klien mengeluhkan anaknya nyeri hebat pada paha
kaki kanannya bila digerakkan dan saat berjalan.
2. Ibu klien mengatakan makin hari luka makin membesar,
Gangguan
Mobilitas
Fisik
Proses
inflamasi,
nyeri
Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 6
bernanah dan terlihat kemerahan disekitarnya sehingga
luka diberi salep di warung tetapi malah semakin parah
hingga kaki tidak bisa digerakkan dan nyeri sekali saat
berjalan.
3. Klien mengeluhkan nyeri sekali di paha kaki kanannya.
4. Kemungkinan klien mengatakan skala nyeri 8 pada saat
kaki kanan digerakan dan terasa seperti berdenyut.
Data Obyektif :
1. Keadaan umum : tampak sakit hebat.
2. Paha dan kaki kanannya bengkak dan berwarna merah
mengkilap.
3. Luka berukuran agak besar.
4. Kaki kanan tidak mau digerakkan
5. Cruris tampak semifleksi
6. Adanya luka furunkel
7. RR = 28 x/mnt
8. Suhu = 38oC
9. Hasil Rontgen : Regio cruris dextra : Gambaran diffuse
(tidak tegas atau setempat) pada 1/3 distal Os. Femur
dextra.
10. Kemungkinan klien terlihat terbaring lemah, letih, lesu.
11. Kemungkinan ditemukan nyeri tekan pada paha kaki
kanan.
12. Kemungkinan kekuatan otot
4444 4444
3330 4444
Data Subyektif :
1. Ibu klien mengatakan keadaan ini berawal dari luka /
koreng pada paha kanannya 1 minggu yang lalu, dianggap
luka biasa sehingga tidak pernah diobati dan anak terus
bermain dengan teman-temannya.
2. Ibu klien mengatakan makin hari luka makin membesar,
bernanah dan terlihat kemerahan disekitarnya sehingga
luka diberi salep di warung tetapi malah semakin parah
Resiko
Penyebaran
Infeksi
Peningkatan
pemajanan
lingkungan
terhadap
patogen
Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 7
hingga kaki tidak bisa digerakkan dan nyeri sekali saat
berjalan.
3. Ibu klien mengatakan kurang lebih 2 minggu yang lalu,
klien batuk pilek disertai demam, dan anak tidak mau
minum obat.
Data Obyektif :
1. Tampak adanya pus pada luka
2. Eritema disekita luka
3. Paha dan kaki kanannya bengkak dan berwarna merah
mengkilap.
4. Luka berukuran agak besar.
5. Adanya luka furunkel
6. Suhu = 38oC
7. Kruris teraba hangat
8. Tonsil T2 – T2
9. Segmen : 74% (n = 50 – 70 %)
10. Data Gram Bakteri : Bakteri coccus berwarna biru,
berkelompok seperti anggur. Hasil : Bacteri
Staphylococcus.
Data Subyektif :
1. Ibu klien mengatakan bahwa nafsu makan klien
berkurang.
2. Kemungkinan ibu klien mengatakan pola makan klien
berubah, dari yang awalnya porsi makannya 1 piring
penuh habis (nasi, sayur, lauk) menjadi 1/3 porsi saja yang
dimakan (nasi 3 sendok makan, lauk setengah, sayur 2
sendok makan).
3. Kemungkinan ibu klien mengatakan klien sulit menelan.
Data Obyektif :
1. Faring terlihat hiperemis
2. Anoreksia
3. Tonsil T2 – T2
4. Kemungkinan klien terlihat terbaring lemah, letih, lesu.
5. Kemungkinan BB awal = 45 kg dan BB sekarang = 43 kg.
Resiko
Perubahan
Nutrisi
Kurang
Dari
Kebutuhan
Tubuh
Anorexia,
kesulitan
menelan
Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 8
4. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan proses inflamasi, nyeri.
b. Resiko Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan
anorexia, kesulitan menelan.
c. Resiko Penyebaran Infeksi berhubungan dengan peningkatan pemajanan
lingkungan terhadap pathogen.
5. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan proses inflamasi, nyeri.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan mobilitas fisik yaitu klien mampu beradaptasi dan
mempertahankan mobilitas fungsionalnya
Kriteria Hasil : Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas,
mempertahankan posisi fungsional, meningkatkan kekuatan atau fungsi yang
sakit dan mengkompensasikan bagian tubuh.
Intervensi :
1) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
2) Tinggikan ekstermitas yang mengalami nyeri
3) Evaluasi keluhan nyeri atau ketidak nyamanan. Perhatikan lokasi dan
karakteristik, termasuk intensitas (pada anak menggunakan skala nyeri
Face Scale). Perhatikan petunjuk nyeri perubahan pada tanda vital dan
emosi atau perilaku.
4) Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif atau akfif
5) Beri alternative tindakan kenyamanan seperti pijatan, punggung atau
perubahan posisi.
6) Dorong menggunakan tehnik managemen stress, seperti relaksasi
progresif, latihan napas dalam, imajinasi visualisasi, dan sentuhan
terapeutik.
7) Selidiki adanya keluhan nyeri yang tak biasa atau tiba-tiba, lokasi
progresif atau buruk tidak hilang dengan analgesik.
8) Jelaskan prosedur sebelum melakukan tindakan keperawatan.
9) Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan adalah cedera atau pengobatan dan
perhatikan persepsi pasien terhadap mobilisasi.
10) Bantu atau dorong perawatan diri atau kebersihan diri.
Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 9
11) Awasi tekanan darah klien dengan melakukan aktivitas fisik, perhatikan
keluhan pusing.
12) Tempatkan dalam posisi terlentang atau posisi nyaman dan ubah posisi
secara periodic.
13) Berikan atau bantu mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat sesegera
mungkin
14) Konsul dengan ahli terapi fisik atau rehabilitasi spesialis
Kolaborasi :
1) Berikan obat analgesik seperti hidroksin,siklobenzaprin sesuai indikasi.
2) Awasi analgesic yang diberikan.
b. Resiko Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan
dengan anorexia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, maka
diharapkan kebutuhan nutrisi baik / meningkat
Kriteria Hasil : Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan, berat badan
sesuai tinggi badan, mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi, tidak ada
tanda-tanda malnutrisi
Intervensi :
1) Kaji kemampuan untuk mengunyah, merasakan dan menelan
2) Timbang berat badan sesuai kebutuhan. Evaluasi berat badan dalam hal
adanya berat badan yang tidak sesuai.
3) Hilangkan rangsangan lingkungan yang berbahaya atau kondisi yang
membentuk reflek gatal.
4) Berikan perawatan mulut terus menerus, awasi tindakan pencegahan
sekresi. Hindari obat kumur yang mengandung alcohol.
5) Rencanakan diit, jika memungkinkan, sarankan makanan dari rumah.
6) Sediakan makanan yang sedikit tapi sering berupa makanan pada nutrisi,
tidak bersifat asam dan juga minuman dengan pilihan yang disukai
pasien.
7) Catat waktu, kapan nafsu makan menjadi baik dan pada waktu itu
usahakan untuk menyajikan porsi makan yang lebih
Kolaborasi :
1) Berikan suplemen vitamin
Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 10
c. Resiko Penyebaran Infeksi berhubungan dengan peningkatan pemajanan
lingkungan terhadap pathogen.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, maka
diharapkan penyembuhan luka sesuai waktu yang dicatat dan tidak terjadinya
infeksi yang berkelanjutan.
Kriteria Hasil : Penyembuhan luka sesuai waktu yang dicatat, bebas drainase
purulen dan demam dan juga tidak terjadinya infeksi yang berkepanjangan.
Intervensi :
1) Inspeksi kulit atau adanya iritasi atau adanya kontinuitas
2) Kaji sisi kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri atau rasa terbakar
atau adanya edema atau eritema atau drainase atau bau tidak sedap
3) Berikan perawatan luka
4) Observasi luka untuk pembentukan bula, perubahan warna kulit
kecoklatan bau drainase yang tidak enak atau asam
5) Kaji tonus otot, reflek tendon
6) Selidiki nyeri tiba-tiba atau keterbatasan gerakan dengan edema lokal
atau enterna ekstermitas cedera
Kolaborasi :
1) Lakukan pemeriksaan lab sesuai indikasi dokter
2) Berikan obat atau antibiotik sesuai indikasi : Sefalosporin (ceftriaxone)
Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 11
Top Related