VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015 www.ekon.go.id
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Tinjauan Ekonomi & Keuangan
KERJASAMA EKONOMI REGIONAL
diMULAI ! !! !!! !
http://www.illustrationsource.com/
http://www.illustrationsource.com/
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015
PEMBINA:
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
PENGARAH:
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan
KOORDINATOR:
Bobby Hamzar Rafinus
EDITOR:
Edi Prio Pambudi
Puji Gunawan
Ratih Purbasari Kania
ANALIS:
Puji Gunawan, Thasya Pauline, Sri Purwanti, Hesti
Wahyudi Surasmono, Susiyanti, Trias Melia, Desi
Maola Ayu Saputri
KONTRIBUTOR:
Kementerian Perdagangan, Universitas Indonesia
DAFTAR ISI 03
02
E d i t o r i a l
Ekonomi Internasional
04 Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok
05 Perkembangan Harga Minyak
Koordinasi Kebijakan Ekonomi
06 Paket Kebijakan OJK Jilid III
Laporan Utama
10 KESR vs Pembangunan Berkelanjutan
15 Peran Otoritas Lokal dan Sistem
Kluster dalam KESR
Investasi
20 Perkembangan Investasi Tw III-2015
Resensi Buku
23 Muhammad Hatta
Energi
24 Infrastruktur Migas di KTI
Perdagangan
26 Memaksimalkan Potensi Ekspor ke
Pasar ASEAN
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015
EDITORIAL
Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan salah satu indikator ekonomi yang sering digunakan untuk
mengukur tingkat perubahan harga (inflasi/deflasi) di tingkat konsumen, khususnya di daerah perkotaan.
Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari komoditas yang dikonsumsi oleh
rumah tangga. Bagi para pengambil kebijakan, IHK dan inflasi dapat menggambarkan stabilitas moneter
dan perekonomian. Pada tingkat korporat inflasi dipakai untuk perencanaan pembelanjaan dan kontrak
bisnis. Sementara di tingkat mikro seperti rumah tangga/masyarakat inflasi dijadikan dasar penyesuaian
pengeluaran-pengeluaran kebutuhan sehari-hari dengan pendapatan mereka yang relatif tetap.
Pengukuran inflasi di Indonesia dilakukan dengan menggunakan IHK berdasar pada Survei Biaya Hidup
(SBH) tahun 2012 sebagai tahun dasar. SBH 2012 hanya dilaksanakan di 82 kota, yang terdiri dari 33
ibukota provinsi dan 49 kota besar lainnya. Artinya masih banyak Kota yang tidak masuk dalam
penghitungan IHK.
Secara kaidah ilmu statistik, metodologi sampling dapat dibenarkan dan dapat menghemat biaya biaya
yang terkait dengan perhitungan inflasi nasional. Biaya-biaya tersebut utamanya menjadi besar, jika
dikaitkan dengan pengambilan sampling di lapangan. Mempetimbangkan belum dilakukannya perhitungan
Inflasi oleh seluruh daerah, daerah-daerah non sampling IHK juga dibenarkan untuk menggunakan inflasi
kota/kabupaten yang memiliki karaketeristik relatif sama (sister city) untuk menghitung tingkat Inflasinya.
Diluar hal tersebut diatas, sebenarnya kebutuhan perhitungan Inflasi sampai dengan level kota/ Kabupaten
telah dilakukan oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Kementerian Keuangan misalnya, menggunakan
tingkat inlflasi daerah sebagai dasar perkiraan alokasi DAK selain pertumbuhan ekonomi dan
perkembangan alokasi DAK yang digunakan dalam penyusunan Undang-Undang mengenai APBN. Selama
ini Kementerian Keuangan masih menggunakan GDP Deflator (GDP Nominal dibagi atas GDP Riil) untuk
menghitung tingkat inflasi daerah.
Pemerintah Daerah selama ini juga melakukan perhitungan Inflasi. Pedoman Penyusunan APBD yang
ditetapkan melalui Permendagri tiap tahun juga mengharuskan Pemerintah Daerah untuk menyusun
indikator ekonomi makro daerah dalam penyusunan APBD termasuk APBD perubahannya.
Diluar dari kewajiban penghitungan dan penggunaan inflasi daerah oleh Instansi diatas, maka Kepala
Daerah juga berkepentingan untuk mengukur tingkat inflasi untuk beberapa alasan berikut :
a. Hampir diseluruh daerah telah terbentuk Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).
TPID membutuhkan tingkat inflasi untuk mengukur efektifitas dan efisiensi kegiatan yang dilakukan
dalam rangka mengendalikan inflasi daerahnya
b. Adanya Kebijakan Pengupahan terbaru dalam Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015. Dalam PP
ini, Upah minimum ditentukan berdasarkan Upah minimum (UM) tahun berjalan ditambah dengan
hasil perkalian antara Upah minimum tahun berjalan dengan penjumlahan tingkat inflasi nasional
tahun berjalan dan tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto tahun berjalan. Kedepannya,
penggunakan Inflasi nasional dalam Penetapan UM secara rasional harusnya bergeser kepada
penggunaan Inflasi Daerah. Namun dikarenakan belum semua daerah secara formal menghitung
inflasi, maka untuk saat ini Inflasi nasional masih digunakan
03
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015
10.63
9.48
7.75 7.68 7.35
0
2
4
6
8
10
12
2010 2011 2012 2013 2014
pertumbuhanPDBChina(%)
27.735
10.334
7.0198.674
0
5
10
15
20
25
30
2010 2011 2012 2013
pertumbuhaneksporchina(%)
Pada tahun 2013, perekonomian Tiongkok ditopang oleh permintaan domestik (93,4% dari total PDB)
yang terdiri dari investasi (43,8% dariPDB) dan konsumsi (49,5% dari PDB) Sementara itu, ekspor neto,
yang kontribusinya relatif kecil terhadap PDB, yaitu 6,09% pada tahun 2013, lebih rendah
dibandingkan angka pada tahun 2010 sebesar 8,3%. Meskipun pangsa ekspor neto relatif kecil,
dampaknya terhadap investasi cukup besar, dikarenakan sebagian investasi tersebut terkait dengan
pemenuhan permintaan ekspor.
Dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Tiongkok mengalami trend penurunan.
Pertumbuhan ekonomi Tiongkok turun dari 10,63% pada tahun 2010 menjadi 7,35% pada tahun 2014
yang merupakan pertumbuhan terendah sejak tahun 1991. Melambatnya pertumbuhan ekonomi
Tiongkok dipengaruhi oleh penurunan permintaan ekspor khususnya dari negara-negara maju dan
penurunan investasi yang merupakan dampak lanjutan dari kebijakan pengetatan kredit yang
dilakukan sejak tahun 2010. Kebijakan pengetatan kredit tersebut bertujuan untuk meredakan
gelembung harga properti di Tiongkok. Pertumbuhan investasi menurun dari 11,56% pada tahun 2010
menjadi 9,39% di tahun 2013.
Selain itu, perlambatan ekonomi Tiongkok tersebut dikarenakan pemerintah Tiongkok sedang
berusaha menjadikan ekonominya lebih kepada berbasis konsumsi domestik daripada bergantung
pada ekspor dan investasi. Namun pertumbuhan konsumsi masih belum cukup kuat untuk
mengimbangi dampak dari pertumbuhan ekspor dan investasi yang melambat.
PERTUMBUHAN
EKONOMI
TIONGKOK
EKONOMI INTERNASIONAL
Ilwa Nuzul Rahma
Foto: www.forbes.com
04
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015
Pada semester I 2014, harga minyak dunia masih berada diatas 100 dolar AS per barel. Namun, terjadi
penurunan tajam sejak semester II 2014 hingga menyentuh level 57,33 dolar AS per barel pada akhir
tahun 2014 dengan penurunan sebesar 48,97% dalam kurun waktu enam bulan. Penurunan ini
tercermin pada pergerakan harga minyak Brent (Grafik 1). Penurunan tersebut berlanjut hingga
pertengahan Oktober 2015 dengan level terendah mencapai 42,69 dolar per barel yang terjadi pada
tanggal 24 Agustus 2015
Grafik 1 Perkembangan Harga Minyak Brent (dalam dolar AS)
Penurunan yang terjadi sejak semester II 2014 dipengaruhi oleh perubahan permintaan dan
penawaran dari minyak sehingga menciptakan keseimbangan harga minyak yang relatif rendah.
Dilihat dari sisi permintaan, menurunnya permintaan minyak dari beberapa Negara, terutama
Tiongkok, dikarenakan oleh perlambatan ekonomi negara tersebut. Sedangkan dari sisi penawaran
(supply), meningkatnya produksi shale oil di AS dan kebijakan pelonggaran peraturan ekspor minyak
oleh otoritas AS meningkatkan jumlah penawaran minyak. Selain AS, Iran juga meningkatkan jumah
produksi minyak nya. Meredanya ketegangan politik di Timur Tengah dan tindakan Organisasi
Negara-Negara Eksportir Minyak (OPEC) untuk mempertahankan level produksinya mengindikasikan
tidak ada faktor-faktor yang dapat menahan kelebihan penawaran. Permintaan yang rendah dan
besarnya penawaran minyak menyebabkan harga semakin turun.
Setelah harga minyak bertahan dibawah 50 dolar AS per barel pada bulan September 2015, di awal
Oktober 2015 harga minyak kembali naik diatas 50 dolar AS per barel. Hal ini didorong oleh
pernyataan Rusia yang siap untuk bertemu produsen minyak lain baik itu negara anggota OPEC
maupun non-OPEC untuk membahas situasi di pasar minyak dunia saat ini.
EKONOMI INTERNASIONAL
PERKEMBANGAN HARGA MINYAK
Ilwa Nuzul Rahma
0
20
40
60
80
100
120
Jan-14
Feb-14
Mar-14
Apr-14
May-14
Jun-14
Jul-1
4
Aug-14
Sep-14
Oct-14
Nov-14
Dec-14
Jan-15
Feb-15
Mar-15
Apr-15
May-15
Jun-15
Jul-1
5
Aug-15
Sep-15
Oct-15
05
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015
KOORDINASI KEBIJAKAN EKONOMI
PAKET KEBIJAKAN OTORITAS JASA KEUANGAN
BULAN SEPTEMBER 2015 Puji Gunawan
Seiring dengan rangkaian paket kebijakan
Pemerintah merespon kondisi ekonomi global
kepada perekonomian nasional, Otoritas jasa
keuangan (OJK) Kembali mengeluarkan paket
kebijakan dalam rangka menambah pasukan valas
ke dalam sistem keuangan Indonesia melalui Surat
Edaran nomor S-246/S.01/2015 tertanggal 15
September.
06
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015
Secara garis besar, beberapa ketentuan baru
tersebut meliputi :
1. Pembukaan Rekening Turis dengan Saldo
Terbatas antara 2.000 dolar AS – 50.000 dolar
AS:
a. menunjukkan identitas berupa paspor.
b. Setoran pertama minimal 2.000 dolar AS
dan saldo maksimal 50.000 dolar AS
c. Jumlah saldo dibawah 10.000 dolar AS
dikenakan biaya lebih tinggi.
2. Pembukaan Rekening Warga negara Asing
(WNA) dengan Saldo Tidak Terbatas (>50.000
dolar AS) cukup menggunakan paspor dan 1
(satu) dokumen tambahan tertentu (misalnya:
referensi dari bank terkait di negara asal WNA,
surat keterangan domisili setempat, identitas
istri, foto kopi kontrak tempat tinggal, atau
kartu kredit/ debet).
3. Rekening WNA dengan Saldo Khusus dalam
jumlah besar (> 1.000.000 dolar AS)
c. menggunakan paspor dan dokumen
tambahan tertentu (misalnya: referensi
dari bank terkait di negara asal WNA, surat
keterangan domisili setempat, identitas
istri, fotokopi kontrak tempat tinggal, atau
kartu kredit/ debet).
a. Pajak bunga deposito lebih rendah dari
pajak pada umumnya, dan diterapkan
secara progessive (lebih banyak saldo,
lebih rendah pajaknya).
b. Diprioritaskan pembukaan rekening ini
hanya oleh bank-bank tertentu yang
memenuhi syarat manajemen risiko dan
kehati-hatian perbankan.
Upaya-upaya mempermudah pembukaan
rekening diatas diyakini tidak hanya
menambah pasukan valas ke dalam
perekonomian. Di level yang lebih mikro,
kebijakan tersebut bagi perbankan akan secara
otomatis meningkatkan current account and
saving account (CASA) serta mengurangi
investment gap antara dana pihak ketiga dan
kredit yang pada akhirnya dapat juga
dimanfaatkan untuk mendukung pembiayaaan
infrastruktur nasional.
Penambahan pasokan valas dan upaya
mengurangi tekanan kepada mata uang rupiah
tentunya terus diupayakan Pemerintah
bersama dengan OJK dan Bank Indonesia (BI).
Sebelumnya, BI juga telah mengeluarkan
peraturan pelaksana kewajiban penggunaan
mata uang Rupiah di wilayah Indonesia.
Beberapa kebijakan BI terkait lainnya meliputi :
1. Menjaga stabilisas nilai tukar Rupiah
Menjaga kepercayaan pelaku pasar di
pasar valas melalui pengendalian volatitas
nilai tukar rupiah
Memelihara kepercayaan pasar terhadap
pasar Surat Berharga Negara melalui
pembelian di pasar sekunder, dengan
tetap memerhatikan dampaknya terhadap
ketersediaan Surat Berharga Negara bagi
inflow dan likuiditas pasar uang
07
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015
2. Memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah.
Mengubah mekanisme lelang Reverse
Repo (RR) SBN dari variable rate tender
menjadi fixed rate tender, menyesuaikan
pricing RR SBN, dan memperpanjang
tenor dengan menerbitkan RR SBN 3
bulan
Mengubah mekanisme lelang Sertifikat
Deposito Bank Indonesia (SDBI) dari
variable rate tender menjadi fixed rate
tender dan menyesuaikan pricing SDBI,
serta menerbitkan SDBI tenor 6 bulan
Menerbitkan kembali Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) bertenor 9 bulan dan 12
bulan dengan mekanisme lelang fixed rate
tender dan menyesuaikan pricing.
3. Memperkuat pengelolaan supply dan demand
valas.
Menyesuaikan frekuensi lelang Foreign
Exchange (FX) Swap dari 2 kali seminggu
menjadi 1 kali seminggu
Mengubah mekanisme lelang Term
Deposit (TD) Valas dari variable rate tender
menjadi fixed rate tender, menyesuaikan
pricing, dan memperpanjang tenor sampai
dengan 3 bulan.
Menurunkan batas pembelian valas
dengan pembuktian dokumen underlying
dari yang berlaku saat ini sebesar
US$100.000 menjadi US$25.000 per
nasabah per bulan dan mewajibkan
penggunaan NPWP.
Mempercepat proses persetujuan ULN
Bank dengan tetap memperhatikan asas
kehati-hatian.
Dari sisi Pemerintah, kebijakan yang telah
dikeluarkan untuk mengurangi tekanan kepada
Rupiah dan mendorong masuknya valas kepada
sistem keuangan nasional meliputi :
1. menambah jumlah negara yang
mendapatkan fasilitas bebas visa ke
Indonesia. Sebelumnya beberapa
kebijakan Pemerintah
2. memerintahkan BUMN untuk mengurangi
pengeluaran dalam bentuk Dollar
3. memberikan fasilitas-fasilitas kepada
Industri dan pelalau usaha yang
berorientasi ekspor
4. Memberikan fasilitas keringanan pajak
atas Devisa Hasil ekspor yang masuk ke
dalam sistem perbankan nasional
5. Mendorong BUMN untuk melakukan
Hedging untuk protofolio valas yang
dimiliki
Berbagai upaya yang dilakukan diatas tentu perlu
didukung oleh semua pihak, baik pelaku usaha
maupun masyarakat umum. Tindakan-tindakan
spekulatif yang memberikan tekanan pada mata
uang rupiah tentunya akan merugikan
perekonomian secara keseluruhan. Pelaku usaha
juga diharapkan untuk lebih memanfaatkan
pembiayaan usaha dari dalam negeri dan
mengurangi pengeluaran-pengeluaran dalam
bentuk mata uang asing.
08
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015
L A P O R A N U T A M A
KERJASAMA EKONOMI SUB REGIONAL (KESR) VS PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN: SUATU ULASAN
PERAN OTORITAS LOKAL DAN SISTEM KLUSTER DALAM KESR
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN:
LAPORAN UTAMA
KESR VS
SEBUAH ULASAN
PENDAHULUAN
Kerjasama Ekonomi Sub-Regional (KESR) terlihat
semakin marak dalam konstelasi hubungan internasional
berkaitan dengan upaya Pembangunan Berkelanjutan.
KESR bukan hanya sebatas kegiatan mendukung
kemampuan suatu daerah dalam pemenuhan kebutuhan
penduduk dalam rangka meningkatkan kesejahteraan,
namun jalinan kerja sama ekonomi baik di tingkat lokal,
kluster, regional maupun global agaknya tidak dapat
dihindari masyarakat dunia yang kian terbuka. Terkait
isu menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di
penghujung 2015, kemampuan bekerja sama sekaligus
daya saing Indonesia tentunya akan diuji, terutama di
daerah yang berbatasan langsung dengan negara
ASEAN lainnya, seperti Provinsi Kepulauan Riau,
Kalimantan Utara, dan Sulawesi Utara. Berkenaan
dengan itu, kerja sama antara otoritas pusat dan daerah
perlu ditingkatkan agar kinerja pembangunan ekonomi
tetap dapat dipertahankan demi tujuan
menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia dapat
tercapai.
KERJA SAMA EKONOMI DEMI PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN
Jaringan dan kerja sama yang baik mutlak diperlukan
dalam proses pembangunan berkelanjutan. Mengingat
di era globalisme tidak ada satu pun negara yang dapat
bertahan sendirian, maka kerja sama inter-regional pada
berbagai tingkat sangat penting dalam upaya
pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan,
walaupun tetap saja ada sejumlah pendapat skeptis
yang membantah hal tersebut.
Kerja sama ekonomi pada intinya adalah upaya
menciptakan sistem jaringan ekonomi yang baik.
Mempel-Śnieźyk (2014) menegaskan peran penting
kerja sama dalam ekonomi modern, yaitu untuk
menciptakan sistem yang berfungsi dengan baik antara
aktor-aktor ekonomi lokal seperti para pelaku wirausaha,
institusi lingkungan bisnis, pemangku kepentingan di
bidang riset dan pengembangan, serta otoritas lokal.
Dengan demikian, sistem ekonomi di tingkat lokal
sangat penting artinya dalam mencapai Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development
Goals) yang dicanangkan Perserikatan Bangsa-bangsa.
Dengan demikian, sistem ekonomi pun secara krusial
memerlukan jaringan lalu lintas kerja sama ekonomi
yang dapat memberikan jalan bagi kerja sama baik di
tingkat lokal, nasional, regional maupun global dalam
upaya mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Dalam hal ini, tujuan pembangunan tidak lagi hanya
mencakup wacana pengurangan kemiskinan dan
kelaparan, peningkatan pendidikan dasar dan kesehatan,
selain pembangunan dan penguatan kemitraan seluruh
dunia, namun lebih mengutamakan pertumbuhan
ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan dengan
meningkatkan standar hidup melalui akselerasi
pertumbuhan pendapatan dan pekerjaan.
Oleh sebab itu, sejalan dengan perkembangan zaman,
Prisca Delima
10
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015
kerja sama internasional pun semakin terpicu dengan
timbulnya kesadaran untuk bertindak bersama ke arah
pembangunan yang berkelanjutan. Komitmen terkini
pelbagai negara dalam menerapkan kebijakan
pembangunan berkelanjutan sebagian besar adalah
dengan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan dalam
bidang ekonomi, sosial dan lingkungan yang juga
ditujukan memberikan keuntungan bagi generasi
mendatang. Dengan kebijakan semacam itu tentunya
peran inovasi sangat diperlukan sehingga sektor riset
dan pengembangan, lingkungan yang inovatif, serta
kemampuan ekonomi untuk menerapkan berbagai hasil
riset menjadi tolok ukur tingkat kemampuan inovatif
suatu perusahaan ataupun wilayah. Walaupun dari segi
ekonomi, penilaian ekonomi menjadi tolok ukur utama,
namun pengembangan ilmu pengetahuan dan
perkembangan teknologi serta inovasi, perlu dilakukan
terus-menerus karena itu semua adalah elemen utama
untuk memastikan terjadinya pembangunan serta
keuntungan ekonomi yang diperoleh dari sistem yang
berdaya saing. Kebutuhan akan keberlanjutan itulah
yang kemudian memicu sistem ekonomi mengadaptasi
berbagai teknologi dan pengetahuan baru yang
kemudian berkontribusi terhadap pembangunan sosial
ekonomi, berpengaruh pada kualitas hidup,
membangun masyarakat informasi, memberikan jalan
terhadap peningkatan, dan pencapaian baru ekonomi
berbasis lingkungan.
PEMBANGUNAN SUB-REGIONAL DALAM BIDANG
EKONOMI
Tantangan ekonomi yang dihadapi negara-negara pada
abad ke-21 mengarah pada perbaikan visi kebijakan
ekonomi. Sebagai contoh, Uni Eropa memasang strategi
Europe 2020. Dalam hal ini, Uni Eropa menghadapi
kelemahan struktural pasar Eropa dengan bersama-
sama menentukan prioritas, “smart growth, based on
knowledge and innovation; sustainable growth,
promoting a more resource efficient, greener and
competitive economy; inclusive growth, fostering a high
employment economy delivering economic, social and
territorial cohesion” (Guide to Research and Innovation
Strategies for Smart Specialisation, 2012). Bagaimana
dengan ASEAN? MEA Blueprint 2015 agaknya tidak mau
kalah dengan mengusung, “(i) a highly integrated and
cohesive economy; (ii) a competitive, innovative, and
dynamic ASEAN; (iii) enhanced connectivity and sectoral
cooperation; (iv) a resilient, inclusive, people-oriented,
and people-centred ASEAN; and (v) a global ASEAN
(ASEAN, 2008).
Secara ideal, pembangunan sosial ekonomi di seluruh
dunia memang perlu didukung kerja sama di tingkat
regional antara negara yang sudah maju dengan yang
kurang maju untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang
setara. Kerja sama semacam itu kemudian mau tidak
mau mengarahkan tugas para pemegang kepentingan
untuk menciptakan inovasi yang berpotensi tinggi
dalam bidang budaya, kekuatan ekonomi internal serta
dalam ikatan sosial dan institusional yang kuat. Mempel-
Śnieźyk (2014) juga menegaskan bahwa pembangunan
dan penguatan kemitraan di seluruh dunia akan dicapai
dengan mendukung kegiatan otoritas lokal, institusi
non-pemerintah dan komunitas lokal serta menyebarkan
gagasan kerja sama yang mendukung inovasi. Seluruh
kegiatan tersebut kini marak dilakukan European
Commission untuk meningkatkan jejaring strategi
ekonomi antaranggota.
Selain inovasi, tren-tren baru dalam kebijakan regional
yang dilakukan Uni Eropa menggarisbawahi kerja sama
di tingkat lokal serta mengidentifikasi domain regional
dengan menggunakan kluster (Mempel-Śnieźyk, 2014).
Dalam hal ini, Mempel-Śnieźyk (2014) mengutip
Independent Research Forum (2013) dan menegaskan
bahwa “Sustainable improvement in human wellbeing is
the ultimate purpose of all development effort. Achieving
that purpose substantially depends on a foundation that
binds together and gives balanced weight to economic
progress, social equity, a healty environment and
democratic governance. These dimensions of
development are too deeply intertwined to treat
separately”. Dengan demikian, kemajuan dalam bidang
ekonomi memang tidak dapat dipisahkan dari
perkembangan lingkungan sosial dan politik, termasuk
perkembangan jaringan kerja sama dalam bidang
tersebut. Salah satu cara yang dianggap terbaik untuk
meningkatkan inovasi dalam bidang ekonomi adalah
kerja sama regional dengan membangun sistem
regional.
Membangun sistem regional pun tidak terbatas pada
upaya pemerintah belaka. Banyak studi yang
menyebutkan pentingnya peran perusahaan termasuk
swasta, otoritas lokal, sektor logistik, sektor Riset dan
Pengembangan,
11
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015
serta institusi pendukung bisnis dalam bekerja sama
untuk menjalin strategi yang dapat dianggap memiliki
potensi, membuat inovasi baru yang radikal, ataupun
modernisasi melalui proses adaptasi teknologi ataupun
proses yang benar-benar baru. Sektor swasta pun
menjadi pemicu penerapan inovasi ini sementara
pemerintah lokal berpartisipasi dalam menciptakan
kondisi yang berfokus pada pembangunan ekonomi
yang inovatif. Untuk mendukung hal tersebut,
pemerintah lokal dapat menjalankan koordinasi
berbagai kegiatan ekonomi, membantu pemecahan
masalah ataupun konflik yang terjadi, menginisasi
proyek ekonomi yang menguntungkan bagi
pembangunan yang harmonis, menginisiasikan kerja
sama antara perusahaan dan lingkungan bisnis serta
menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi
wirausahawan baru (Mempel-Śnieźyk, 2013 dalam
Mempel-Śnieźyk, 2014).
MODEL INOVASI DALAM PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN
Kerja sama ekonomi berbasis jaringan biasa terhubung
melalui berbagai kerja sama dan hubungan persaingan
ataupun hubungan dengan sektor ekonomi lainnya.
Kerja sama semacam ini dapat terpusat pada universitas,
institusi riset dan pengembangan, dengan dukungan
serta hubungan antara otoritas lokal yang ada. Interaksi
semacam ini kerap digambarkan dengan model triple
helix untuk menjelaskan hubungan dinamis antara
perusahaan, sektor riset dan pengembangan, serta
pemerintah sebagai pihak yang berwenang. Dalam hal
ini, proses pembelajaran yang ada terbangun melalui
kerja sama mutual yang bertujuan untuk membangun
sistem yang inovatif.
Model triple helix (Gambar 1) meskipun kerap
dipergunakan di Indonesia serta dipergunakan dalam
pembuatan kebijakan, namun sebenarnya terbukti tidak
efektif berdasarkan kondisi sosial masyarakat Indonesia
yang bersifat kolektif atau kekeluargaan. Berdasarkan
kondisi sosial tersebut, sering kali model triple helix
malah berakibat mengungkung kebebasan
berkreativitas masyarakat karena lebih terfokus pada
dan terkendali oleh/atau institusi atau badan tertentu
Gambar 1 Triple Helix Model (Leydesdorff,2009)
Sebagai masyarakat dengan tingkat kolektivisme tinggi
atau terdapat saling ketergantungan kuat
antarkomponen masyarakat yang ada seperti yang
terlihat dalam masyarakat Indonesia (Hofstede &
Hofstede, 2005), maka dimensi komunitas masyarakat
menjadi komponen yang sangat penting di Indonesia.
Pelibatan komunitas masyarakat menjadi penting artinya
di Indonesia mengingat jumlah penduduk yang tinggi.
Selain itu, penciptaan lapangan kerja dan kewirausahaan
dengan sistem ekonomi berbasis masyarakat menjadi
penting dilakukan berkenaan dengan keberadaan
kolektivisme tinggi di dalam masyarakat. Di sisi lain,
peningkatan dalam tingkat pendidikan dan infrastruktur
terutama dalam bidang teknologi informasi dan
komunikasi yang ada di Indonesia dapat mengarah pada
penciptaan pemahaman dan pengetahuan baru yang
mengarah pada proses inovasi. Bahkan, dalam sejumlah
penelitian yang melibatkan inovasi pada industri kreatif
di Indonesia, model inovasi quintuple helix (Gambar 2)
yang menekankan peran serta masyarakat dalam
partisipasi pembangunan terlihat lebih mampu
menumbuhkembangkan modal sosial sehingga tercipta
berbagai inovasi baru yang mendukung pembangunan
berkelanjutan.
Gambar 2 Quintuple Helix model (Carayannis, dkk.,
2012)
12
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015
Pada dasarnya, model inovasi berbasis quintuple helix
mengusung lima pilar, yaitu pilar sistem lembaga
politik/pemerintahan - sistem politik yang menciptakan
modal politik dan hukum; pilar sistem pendidikan/riset
yang terdiri dari akademia dan sistem pendidikan yang
menciptakan modal manusia; pilar sistem ekonomi yang
terdiri dari industri dan sektor bisnis yang menciptakan
modal ekonomi; pilar komunitas publik mencakup
publik yang berbasis media dan budaya serta
menciptakan modal informasi dan sosial; serta pilar
lingkungan tempat publik berada yang menciptakan
modal alam. Masing-masing pilar berproses dalam
menciptakan pengetahuan yang kemudian berujung
pada pengetahuan dan pemahaman dalam prosesnya.
Seluruh pilar tersebut kemudian saling terkait satu sama
lain dan menciptakan pusaran pemahaman
pengetahuan sehingga pada akhirnya dapat
memberikan kecakapan yang berujung pada solusi yang
dibutuhkan ataupun inovasi baru. Pengelolaan
implementasi yang kreatif dari berbagai inovasi
tersebutlah yang kemudian akan menjadi basis dari
pembangunan yang berkelanjutan. Model inovasi
quintuple helix ini dipercaya dapat mengarah pada
dampak ekonomi yang lebih kuat serta pengalaman
pengguna berbagai produk/jasa yang lebih baik pula,
namun demikian, proses pengembangan inovasi
merupakan hal yang tetap membuat pembangunan
selalu tanggap terhadap perubahan lingkungan yang
ada (Delima, 2013).
Keunggulan model quintuple helix jika dibandingkan
dengan triple helix apabila diterapkan pada masyarakat
Indonesia lebih terletak pada jalinan karakteristik sosial
yang terdapat di dalamnya. Jaringan proses penciptaan
pengetahuan dan pemahaman yang melibatkan
masyarakat banyak dianggap lebih mampu
menggerakkan gelombang inovasi daripada yang
terdapat pada model triple helix. Hal in sangat erat
kaitannya dengan karakteristik masyarakat Indonesia
yang beragam. Perbedaan yang ada, baik kultur ataupun
kondisi lokal khusus tertentu mampu membuat produk-
produk ekonomi yang spesifik dan berdaya saing.
Kondisi lokal yang demikian sebenarnya secara alami
dapat membentuk kluster-kluster UKM berbasis lokal
yang sangat kompetitif dengan keunggulan komparatif
ekonomi yang tinggi pula. Permasalahannya kemudian
adalah bagaimana mengelola kondisi ini secara kreatif
terkait kemajuan dalam infrastruktur dan teknologi
sehingga pasar - baik lokal, regional, maupun global
dapat diraih. Hal inilah yang menjadi inti pertumbuhan
masyarakat berbasis kultur dan media, sehingga
masyarakat dapat membentuk kapasitas sebagai
information and social capital.
Pembentukan masyarakat ekonomi Indonesia sebagai
information and social capital sedikit banyak terlihat
dalam Cetak Biru Pengembangan Ekonomi Kreatif
Indonesia 2025 yang menghilang bersama pergantian
kepemimpinan dalam pemerintahan. Penguatan
berbasis partisipasi masyarakat semacam ini pula – baik
dalam skala usaha kecil dan menengah (UKM) ataupun
skala yang lebih besar - yang sebenarnya dapat
menguatkan posisi tawar Indonesia sebagai bagian dari
MEA.
JARINGAN DAN KERJA SAMA SISTEM EKONOMI
REGIONAL
Jaringan yang terjalin antara pemerintah pusat, institusi
dan perusahaan berskala nasional kemudian menjadi
semakin diperlukan untuk mencapai pertumbuhan
ekonomi agar mengarah ke pembangunan yang
berkelanjutan. Terkait masalah ini, pembangunan
kewirausahaan yang dinamis dan peningkatan inovasi
merupakan tantangan tersendiri yang membutuhkan
keahlian dan pemahaman khusus terutama di negara
sedang berkembang seperti Indonesia. Jaringan kerja
sama yang semakin mengglobal tidak dapat menafikan
bentuk-bentuk kerja sama ataupun dapat pula sekaligus
persaingan regional sebagaimana yang terjadi pada
Indonesia menjadi bagian dari MEA. Untuk menjaga
interaksi yang baik dengan negara tetangga sekaligus
meningkatkan kesejahteraan rakyat, mau tidak mau
Indonesia harus beradaptasi akan perkembangan
ekonomi regional, bahkan dalam lingkup lebih luas lagi,
yaitu antar-kawasan ataupun global.
Rencana keberadaan MEA (Gambar 3) yang mewujud
pada akhir 2015 ini adalah kesepakatan membentuk
pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara. MEA
diharapkan dapat meningkatkan daya saing ASEAN
sebagai suatu kesatuan agar dapat menyaingi Republik
Rakyat Tiongkok dan India dalam menarik investasi
asing. Rencana keberadaan MEA memang menarik
mengingat pasar tunggal ini akan menjadi pasar dengan
jumlah konsumen terbanyak di dunia dengan komposisi
dewasa muda, serta pertumbuhan ekonomi yang
memungkinan untuk mengeluarkan dana untuk
berbelanja.
13
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015
Penjualan barang dan jasa yang dapat dilakukan dengan
mudah ke seluruh Asia Tenggara ini akan membuat
kompetisi semakin ketat di kawasan, baik dalam segi
perdagangan maupun dalam pasar tenaga kerja
profesional.
Gambar 3 Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN,2008)
Walaupun keberadaan MEA akan membuat ASEAN
semakin dinamis dan kompetitif, namun sejumlah gerak
cepat tentunya sangat diperlukan Indonesia dalam
memperkuat perekonomian nasional. Dalam hal ini,
pengembangan sumber daya manusia beserta
kapasitasnya menjadi sangat krusial untuk dapat
memiliki daya saing. Selain itu, pengakuan kualifikasi
professional atas tenaga kerja Indonesia agar dapat
setara dengan tenaga kerja asing pun perlu dilakukan.
Dengan pembangunan sumber daya manusia Indonesia
yang tepat, keberadaan MEA akan mampu mendorong
persaingan sehat serta inovasi-inovasi baru yang
berujung pada peningkatan kesejahteraan penduduk
Indonesia, namun apabila hal tersebut tidak dilakukan,
kemungkinan tenaga kerja Indonesia tergeser akan
menjadi keniscayaan. Dalam hal ini, peran pemerintah
Indonesia sangat dibutuhkan dalam pembuatan
kebijakan yang mendorong inovasi pasar agar produk,
jasa, serta tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di
kawasan dan ketahanan ekonomi Indonesia tetap
terjaga.
Walaupun dasar diwujudkannya MEA adalah untuk
kemakmuran, perdamaian, serta keuntungan bagi
penduduk ASEAN (Letchumanan, 2015), disparitas
antarnegara ASEAN tidak dapat dipungkiri. Tujuan untuk
menciptakan pasar tunggal dan basis produksi,
meningkatkan daya saing, mempromosikan
pembangunan ekonomi yang setimbang serta
mengintegrasikan ASEAN ke dalam ekonomi global
terkendala sulitnya menyinergikan pasar regional dan
hub-hub produksi agar aliran barang, jasa, investasi,
modal, dan tenaga kerja ahli dapat terjadi. Kesiapan
Indonesia dalam berperan serta secara aktif pun banyak
dipertanyakan, mengingat sistem dan jaringan logistik
nasional dianggap masih belum memadai dalam
memfasilitasi arus barang dan jasa dalam negeri.
CATATAN PENUTUP
Kerja sama ekonomi regional memang diperlukan
Indonesia untuk penguatan pembangunan ekonomi
yang berkelanjutan. Namun benarkah demikian?
Agaknya, Indonesia jauh lebih membutuhkan penguatan
pembangunan ekonomi dengan memberdayakan sistem
kluster dalam negeri sebagai basis produksi barang dan
jasa untuk pemenuhan kesejahteraan penduduk, serta
jaringan kerja sama nasional yang solid baik horizontal
maupun vertikal yang menjamin pemerataan
penyebaran barang dan jasa daripada hanya
menggantungkan diri pada kerja sama ekonomi regional
belaka. Alih-alih mendapatkan keuntungan dalam
pembangunan berkelanjutan, bukan tidak mungkin kerja
sama ekonomi regional malah akan berdampak pada
tekanan pada produksi dalam negeri sehingga Indonesia
hanya berlaku sebagai konsumen belaka. Dalam hal ini,
kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah serta
berbagai institusi perencanaan pembangunan
memegang peranan yang sangat penting dalam
menentukan arah dan kebijakan serta peta jalan
pembangunan ekonomi Indonesia.
Dapat disimpulkan bahwa bukan hanya kerja sama
ekonomi regional yang Indonesia perlukan untuk
penguatan pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Namun, masih banyak hal lain yang diperlukan
Indonesia. Sistem pemerintahan yang mumpumi dengan
desentralisasi, sistem perimbangan keuangan antara
pusat dan daerah, sistem logistik yang strategis dalam
mensinkronkan dan menyelaraskan kemajuan antar-
sektor ekonomi dan antarwilayah demi pertumbuhan
ekonomi sekaligus pemersatu yang strategis untuk
ketahanan wilayah Indonesia sebagai negara kepulauan
adalah sejumlah hal yang harus dipenuhi Indonesia
dalam mempertahankan daya saing serta eksistensinya.
Pemenuhan berbagai aspek tersebut niscaya akan
mendukung pembangunan ekonomi Indonesia yang
berkelanjutan.
14
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015
LAPORAN UTAMA
P ERAN OTORITAS LOKAL
DAN SISTEM KLASTER DALAM
KESR Prisca Delima
PENDAHULUAN
Kerjasama Ekonomi Sub-Regional (KESR) dalam percaturan hubungan internasional semakin
melibatkan jaringan dan kerja sama dalam upaya mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan. Dalam
hal ini, kemampuan suatu daerah dalam pemenuhan kebutuhan penduduk sekaligus untuk
mempertahankan daya saing di pasar nasional dan regional akan menjadi semakin penting. Terkait
keberadaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), otoritas lokal pun dituntut untuk semakin siap dan
tahan uji dalam melakukan kerja sama ekonomi yang bersifat tahan uji sekaligus mampu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kondisi geografi Indonesia yang unik memberikan
tantangan tersendiri bagi kerja sama ekonomi. Sebagai wilayah yang dipersatukan oleh jaringan
perairan sebagai suatu kesatuan, kerja sama antara otoritas pusat dan daerah dituntut untuk mampu
merajut integritas nasional sekaligus meningkatkan ketahanan perekonomian di batas-batas terdepan
wilayah Indonesia
PERAN OTORITAS LOKAL DAN KLUSTER DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Kerja sama yang berhasil dalam proses pembangunan berkelanjutan tidak dapat menafikan keberadaan
jaringan dan kerja sama yang mumpuni sebagai suatu keniscayaan. Dalam hal ini, sistem yang berfungsi
dengan baik antara aktor-aktor ekonomi lokal seperti para pelaku wirausaha, institusi lingkungan bisnis,
pemangku kepentingan di bidang riset dan pengembangan, serta otoritas lokal perlu bekerja dengan
baik. Kebijakan pembangunan dalam bidang ekonomi pun seyogyanya semakin menumbuhkan
kesadaran untuk bertindak bersama dengan mengintegrasikan berbagai kegiatan dalam bidang
ekonomi, sosial dan lingkungan agar tingkat dan kualitas hidup masyarakat semakin tinggi seiring
dengan kondisi ekonomi yang kuat dan kompetitif.
Oleh sebab itu, peran otoritas lokal serta kerja sama jaringan yang ada sangat diperlukan dalam
mencapai pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan dunia modern (Mempel-Śnieźyk,
2014). Dalam hal ini, peran otoritas lokal dalam hal memicu tumbuhnya perusahaan kecil dan menengah
15
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015
(UKM) menjadi penting karena keberadaannya yang dianggap sebagai salah satu pilar penting ekonomi
berkat kontribusinya dalam hal memicu pertumbuhan ekonomi serta penyerapan tenaga kerja.
Keberadaan sejumlah UKM yang semakin tergantung pada adanya keterkaitan yang kompleks dalam
suatu sektor dapat memicu timbulnya kluster. Kluster yang timbul dapat bersifat pasar bisnis yang dapat
diidentifikasi, kluster bisnis tertentu, maupun kluster ekonomi (Porter, 1998). Apabila struktur kluster
semakin terbangun sehingga membentuk suatu bentuk kerja sama yang bersifat terstruktur dan
terintegrasi cukup tinggi, maka kemudian terjadilah jaringan ekonomi (Gunasekaran, 2006).
Peran otoritas lokal dalam pembangunan sosial ekonomi terus-menerus berubah dan saling
berkelindan. Berbasis data pada era krisis finansial di Indonesia, UKM mampu menjadi alat transformasi
ekonomi. Dalam hal ini, UKM menjadi pilar pendukung dalam menciptakan pekerjaan baru serta
mencegah pengangguran yang terjadi sebagai dampak likuidasi dan perestrukturisasian badan usaha
milik negara. Kegiatan dan pembangunan sektor UKM berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi
berkelanjutan meskipun masih terkendala kurangnya struktur peraturan perundangan yang mendukung,
kesulitan pembiayaan, serta persaingan usaha yang lebih berpihak pada perusahaan besar. Dalam upaya
menciptakan iklim bisnis yang baik untuk mendukung UKM, otoritas lokal memang lebih dianjurkan
untuk membentuk sistem bisnis setempat yang dapat memanfaatkan sumber daya alam, sumber daya
manusia, ataupun menciptakan ketersediaan lokasi melalui perencanaan spasial. Penciptaan jaringan
kerja sama atau broker jaringan ini akan menguntungkan bagi pembangunan sosial ekonomi dan
pembangunan berkelanjutan pada umumnya.
Pada awalnya, kerja sama mutual berdasarkan struktur teritorial yang disebut kluster muncul
berdasarkan gagasan distrik industri dan model persaingan sempurna dari Alfred Marshall (1920, dalam
Mempel-Śnieźyk, 2014). Konsep kluster secara khusus pun muncul berdasarkan teori spesialisasi
produksi, industri utama dan distrik industri, kutub pertumbuhan yang memicu dampak limpahan serta
model wajik persaingan usaha dan menjadi tren pada tahun 1990-an. Konsep ini masih dianggap
penting karena memberi para pembuat kebijakan kesempatan untuk mempersingkat berbagai kebijakan
ke arah suatu obyektif yaitu untuk menstimulasi pertumbuhan lewat inovasi. Namun demikian, kluster
yang mendukung pembangunan berkelanjutan harusnya memungkinkan “productively source for inputs,
access information, technology and institutions; and coordinate with other firms both horizontally and
vertically” (Kuah, 2002 dalam Mempel-Śnieźyk, 2014). Namun demikian, penting untuk diingat bahwa
kluster yang berhasil adalah yang secara langsung berkontribusi pada investasi dalam infrastruktur,
menstimulasi infrastruktur yang inovatif, meningkatkan signifikansi sektor riset dan pengembangan
regional, mempromosikan gagasan masyarakat informasi dan meningkatkan ketersediaan layanan
pendukung bisnis khusus. Kluster seyogyanya membantu menciptakan lingkungan yang mendukung
untuk pembangunan kewirausahaan yang dinamis serta mendorong timbulnya inovasi. Kompleksitas
yang ada memang tidak dapat menafikan fakta bahwa perwujudan kluster yang berkesinambungan
tetap merupakan tantangan tersendiri yang membutuhkan keahlian dan pemahaman khusus.
PERAN OTORITAS LOKAL INDONESIA DAN SISTEM KLUSTER
Peran otoritas lokal serta kerja sama jaringan yang ada sangat diperlukan terutama dalam membangun
UKM. Keberhasilan UKM juga sangat membantu perekonomian daerah-daerah lokal terutama apabila
jaringan UKM membentuk kluster yang berdaya saing. Kluster UKM dapat digunakan sebagai strategi
pengurangan ongkos logistik dan memaksimalkan efisiensi baik untuk mendapatkan bahan baku
maupun pemasaran produk (Manno, 2000). Pengembangan kluster dianggap sesuai untuk
memaksimalkan peningkatan produk-produk dan layanan berpotensi komoditas rendah atau yang
terkait hubungan langsung dan kerja sama antara orang per orang serta lingkungan alam tempatnya
berada (Manno, 2000). Dengan kerja sama sistem kluster ini, sektor UKM dapat lebih meningkat lagi
berkat dampak positif yang ditimbulkan komoditasi. Keberhasilan sistem kluster ini terlihat pada sentra-
16
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015
sentra industri kerajinan di Indonesia yang berkembang pesat seperti di Garut dan Tasikmalaya-Jawa
Barat, Ubud-Bali, Kota Gede-D.I. Yogyakarta dan lain sebagainya.
Meskipun dirasakan manfaatnya dalam pembangunan ekonomi, sektor UKM pun turut menyumbang
berbagai permasalahan. Sebagai contoh, sektor UKM di Eropa menyumbang 64% polusi industri
(Mempel-Śnieźyk, 2014). Data mengenai polusi industri yang ditimbulkan UKM di Indonesia agaknya
memang belum tersedia. Namun apabila dikaitkan dengan kesulitan dalam mencari sumber daya
keuangan, melakukan dan mempromosikan kegiatan lingkungan, situasi yang dihadapi UKM di mana
pun agaknya sama saja - UKM masih mendapatkan banyak tantangan dalam mentransformasikan
tantangan lingkungan menjadi kesempatan, terutama dalam hal pengurangan biaya, dampak
lingkungan serta efisiensi energi. Tantangan untuk go-green dalam sektor UKM masih berkisar pada
biaya yang tinggi serta kesulitan dalam hal sertifikasi termasuk mendapatkan sertifikat sistem
pengelolaan lingkungan hidup. Kesulitan yang dihadapi ini memang membuat UKM menjadi tidak
peduli atau enggan untuk mendapatkannya. Namun demikian, tren terkini menunjukkan ada gerakan
untuk bertindak bersama, terutama karena keberadaan kluster yang mempromosikan kolaborasi dan
jaringan kerja khusus, agar berbagai kendala yang dihadapi dapat terlampaui, misalnya Koperasi
Pedagang Kaki Lima, Koperasi Pasar dan lain sebagainya. Sistem kluster di Indonesia juga terpicu
teknologi baru serta penggunaan media baru (new media) sehingga lebih menggerakkan pasar UKM.
Sejumlah kasus pembangunan ketahanan ekonomi, seperti yang dilakukan pemerintah Polandia adalah
dengan membangun perdagangan domestik yang kuat serta keluaran industri yang kuat dan menguasai
pasar (CBRE, 2011). Dalam membangun industri yang kuat ini, Polandia membangun sektor manufaktur
secara bersamaan dengan jaringan logistik dan pegudangan. Terkait pembangunan logistik, Indonesia
sebenarnya telah memiliki berbagai rencana percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi
Indonesia untuk jangka 2011-2025, termasuk dengan adanya pengembangan Sistem Logistik Nasional
(Sislognas). Sislognas sungguh diperlukan dalam meningkatkan efisiensi dan memperbaiki daya saing
ekonomi, terutama untuk mengedepankan jalur logistik yang terintegrasi antarpulau dan terkoneksi
ekonomi secara internasional. Namun demikian, dalam konteks kekinian, Sislognas perlu mengkaji ulang
keberadaan jaringan kluster. Kajian mendetail diperlukan untuk valuasi pengembangan kluster dengan
melihat ongkos ekonomi dibandingkan dengan keuntungan ekonomi komparatif (atau bahkan absolut)
yang dapat diperoleh.
Perencanaan jaringan transportasi laut sebagai tulang punggung logistik Indonesia yang digadang-
gadang dalam konteks Poros Maritim pemerintah, yang disebutkan akan bertumpu di Kuala Tanjung
untuk Indonesia Barat dan Bitung untuk Indonesia Timur, agaknya belum mengakomodasi jaringan
antarkluster. Apabila Kuala Tanjung dan Bitung direncanakan sebagai pelabuhan hub internasional,
tentunya di antara kedua titik tersebut perlu dibangun sejumlah hub sebagai pelabuhan pengumpul.
Realisasi pelabuhan pengumpul ini hingga saat tulisan ini dibuat agaknya masih terkendala berbagai hal.
Pada intinya, jaringan transportasi laut dengan berbagai hub perlu pula terintegrasi dengan jaringan
transportasi darat beserta kluster-kluster pusat produksi dan pegudangan yang ada untuk mencapai
efisiensi ekonomi sehingga dapat memberikan keuntungan tambahan.
Salah satu hal yang sering diabaikan otoritas pusat maupun lokal di Indonesia adalah kondisi geografis
Indonesia sebagai daerah kepulauan dengan tingkat heterogenitas tinggi terkait sumber daya alam dan
sumber daya manusia. Hal ini sebenarnya sangat membuka peluang pembangungan sistem kluster yang
dihubungkan dengan hub-hub logistik agar tingkat persebaran barang dan jasa serta perdagangan
antardaerah dapat meningkat. Sistem kluster ini sebenarnya dapat pula direncanakan berbasis sejumlah
koridor ekonomi Indonesia (Gambar 1), yang masing-masing berlaku sebagai pusat produksi dan
pengolahan produk-produk unggulan yang terdapat di dalam bagian klusternya. Namun demikian,
17
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015
terdapat sejumlah pertanyaan mengenai keabsahan sentra produksi dan pengelolahan hasil industri
yang terdapat pada masing-masing koridor yang dianggap dapat membatasi serta menghalangi
kreativitas para pelaku ekonomi khususnya pada sektor UKM.
Gambar 1 Koridor Ekonomi Indonesia (Sislognas, 2012)
Berdasarkan pembelajaran dari sejumlah sistem kluster yang ada, jelaslah bahwa peran pembangunan
sistem logistik dengan hub atau simpul-simpul logistik nasional menjadi sangat penting untuk
menciptakan daerah-daerah yang menjadi pemicu dan penggerak pembangunan ekonomi baru.
Khususnya di Indonesia, pengembangan INSW (Indonesian National Single Window) dapat memperkuat
jaringan logistik antarwilayah sehingga diversifikasi pengelolaan kekayaan alam menjadi lebih terjamin.
Di sisi lain, heterogenitas yang ada dalam karakteristik sumber daya alam dan sumber daya manusia
Indonesia pun akan dapat lebih terkelola dengan baik. Hal inilah yang sebenarnya perlu diperhatikan
otoritas lokal yang ada di Indonesia. Karena, sistem pengelolaan yang baik berbasis hub atau koridor
inilah yang akan mampu menghasilkan komoditas strategis dengan keunggulan ekonomi sebesar-
besarnya bagi masing-masing daerah. Keberhasilan pengelolaan kluster-kluster yang ada, beserta
kemampuan mengelola jaringan hub pada sistem logistik dan berbagai sistem terkait lainnya kemudian
akan membuat Indonesia mampu berperan dalam rantai pasok global sebagai penghasil komoditas dan
bukan sebagai konsumen belaka. Jaringan sistem logistik nasional itulah yang perlu direncanakan dan
diimplementasikan secara memadai.
Dalam kasus Indonesia, sistem logistik inilah yang sebenarnya sangat diperlukan, termasuk mengatur
jalinan kerja sama ekonomi antardaerah, baik jaringan lokal maupun jaringan nasional. Dalam hal ini,
peran otoritas pemerintah baik pusat maupun daerah menjadi penting dalam menciptakan sistem yang
mampu berfungsi dengan baik antara aktor-aktor ekonomi lokal seperti para wirausahawan, institusi
lingkungan bisnis, pemangku riset dan pengembangan, serta otoritas lokal. Sistem seperti itulah yang
sebenarnya tersirat dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini sejalan dengan
tujuan pembangunan yang memberikan penekanan pada pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan
berkelanjutan dengan meningkatkan standar hidup melalui akselerasi pertumbuhan pendapatan dan
pekerjaan (sebagaimana tertera dalam Millenium Development Goals yang kemudian diteruskan dengan
Sustainable Development Goals). Tentunya, untuk mencapai tujuan ini juga diperlukan suatu bentuk
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Bentuk kerja sama yang menjadi tugas
para pemangku kepentingan ini adalah untuk menciptakan potensi yang tinggi untuk inovasi dalam
bidang budaya, kekuatan ekonomi internal serta dalam ikatan sosial dan institusional yang kuat
(Mempel-Śnieźyk, 2014). Tantangan yang perlu dihadapi tentunya penerapan perimbangan keuangan
18
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015
antara Pemerintah Pusat dan Daerah, beserta aspek pengawasan dan kendali yang agaknya masih
terkendala meskipun UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah telah lama ditetapkan.
Di sisi lain, percepatan pertumbuhan ekonomi dan perbaikan tingkat kesejahteraan pun perlu dilakukan
terutama di daerah-daerah perbatasan yang berhadapan langsung dengan negara tetangga. Terutama
bagi provinsi Kepulauan Riau, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, walaupun tidak tertutup provinsi
lainnya, peran otoritas lokal menjadi sangat krusial dalam menjaga ketahanan ekonomi dan daya saing
di daerah perbatasan sehingga tingkat ekonomi lokal pun dapat terjaga. Untuk menjamin hal inilah,
sistem dan jaringan logistik nasional perlu segera diperbaiki.
PEMBANGUNAN KAWASAN EKONOMI INDONESIA
Pembangunan regional niscaya semakin terpicu dengan adanya keberadaan MEA. Tentunya, hal ini
dapat menjadi peluang ataupun tantangan tersendiri bagi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia
yang cukup baik akan dipaksa mampu bersaing dengan kekuatan asing; barang produksi Indonesia akan
berhadapan langsung dengan kekuatan asing. Masalahnya, ongkos ekspor Indonesia menduduki posisi
ke-3 termahal di ASEAN dan impor yang termurah ke-3 di ASEAN (Permana, 2015). Dengan kondisi
demikian, apabila tidak terdapat intervensi yang tepat dari pemerintah, maka MEA hanyalah akan
menimbulkan ekses pasar yang tidak diinginkan. Pelambatan yang terjadi dalam pertumbuhan ekonomi
Indonesia ke tingkat 4.67% (BPS - kuartal II 2015) sangatlah perlu diwaspadai. Walaupun dapat berkilah
bahwa pelambatan ekonomi adalah pengaruh imbas perekonomian global, namun tanpa kebijakan
ekonomi yang memadai, perekonomian Indonesia akan semakin terpuruk.
Sejumlah upaya untuk meningkatkan infrastruktur dan industri di seluruh wilayah memang banyak
dilakukan. Indonesia pun memberlakukan zona perdagangan bebas dan pelabuhan bebas di sejumlah
wilayah dalam rangka mendorong industri nasional dan menarik investasi. Meskipun demikian, sangat
disayangkan pengelolaan zona perdagangan bebas dan pelabuhan bebas ini masih belum didukung
oleh peraturan perundangan yang stabil untuk jangka waktu tertentu ataupun penegakan hukum yang
jelas. Batam sebagai zona perdagangan bebas dan pelabuhan bebas misalnya, banyak dikeluhkan para
investor asing mengingat permasalahan perburuhan yang cukup mengganggu kinerja produksi barang
dan jasa. Perbaikan kualitas sumber daya manusia serta iklim investasi yang mendukung terutama
dengan adanya persaingan langsung dari zona perdagangan bebas Johor Bahru yang menawarkan
berbagai opsi logistik dan kenyamanan berinvestasi dan jaminan bebas konflik perburuhan membuat
banyak investor yang memiliki usaha di Batam mengalihkan investasinya ke Johor Bahru. Dengan
demikian, peran jaringan zona perdagangan bebas dan pelabuhan bebas dan pengelolaan zonasi
pembangunan ekonomi Indonesia menjadi sangat penting artinya selain mendorong peningkatan
pertumbuhan ekonomi Indonesia, sekaligus berperan penting dalam menghadapi MEA dan berlaku
sebagai penyangga keberadaan Indonesia dalam pembangunan ekonomi baik regional maupun global.
CATATAN PENUTUP
Penguatan pembangunan ekonomi dengan memberdayakan sistem kluster dalam negeri sebagai basis
produksi barang dan jasa untuk pemenuhan kesejahteraan penduduk, serta jaringan kerjasama nasional
yang solid baik horizontal maupun vertikal yang menjamin pemerataan penyebaran barang dan jasa
sangatlah dibutuhkan. Dalam hal ini, kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah serta berbagai
institusi perencanaan pembangunan memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan arah
dan kebijakan serta peta jalan pembangunan ekonomi Indonesia.
19
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015
Nilai investasi Triwulan III 2015 merupakan realisasi investasi langsung yang dilakukan selama 3 bulan
periode laporan (Juli-September 2015) berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) yang
diterima BKPM dari perusahaan PMA dan PMDN. Diluar investigasi Migas, Perbankan, Lembaga
Keuangan Non Bank, Asuransi, Sewa Guna Usaha, dan Industri Rumah Tangga, Nilai investasi dalam
Rp Triliun (T) dan Kurs US$ 1 = Rp 12.500 sesuai dengan APBN-P 2015.
Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Triwulan III tahun 2015
Sumber : BKPM, 2015
INVESTASI
PENINGKATAN
INVESTASI
INDONESIA DI TW III,
Indonesia semakin optimis
menghadapi pasar global
Desi Maola Ayu Saputri
20
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015
Realisasi investasi pada Triwulan III 2015 : Rp 140,3 T, meningkat 3,8% dari Triwulan II 2015 (Rp 135,1
T) atau meningkat 17,0% dari Triwulan III 2014 (Rp 119,9 T). Realisasi investasi pada Januari-
September 2015 : Rp 400,0 T, meningkat 16,7% dari tahun sebelumnya yaitu Januari-September 2014
(Rp 342,7T). Industri hilirisasi sumber daya mineral serta pariwisata dan kawasan mencatat kenaikan
tertinggi, 67% dan 63%. Sementara, industri padat karya masih belum pulih dengan penurunan
realisasi investasi sebesar 13%. Tidak hanya realisasi, komitmen investasi juga meningkat.
Perkembangan Realisasi Investasi Sektor Prioritas
Sumber : Bahan Diskusi Perkembangan Ekonomi terkini oleh BKPM, 2015
Hingga September 2015, BKPM telah menerbitkan izin prinsip penanaman modal senilai hampir Rp
1.300 triliun atau naik 36%. Sektor infrastruktur mencatat nilai komitmen tertinggi yang mencapai Rp
570 triliun. Sementara sektor pertanian tumbuh paling pesat dan bahkan mencapai angka 241%.
Kawasan Asia merupakan sumber utama investasi asing di Indonesia. Periode Januari-September
2015, Singapura berkontribusi sebesar 16% terhadap total PMA, diikuti oleh Malaysia (14%), Jepang
(12%), Korea Selatan (5%), dan Belanda (4%). Amerika Serikat, Inggris, dan Australia masing-masing
berada di peringkat ke-6, ke-8, dan ke-11.
Perkembangan Realisasi Investasi 2010 – September 2015 per triwulan
21
Sumber : BKPM, 2015
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015
Periode Januari-September 2015, realisasi PMDN dan PMA tertinggi ada di Koridor Jawa. Realisasi
PMDN terbesar berikutnya berada di Koridor Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tengara,
serta Maluku dan Papua. Sedangkan PMA terbesar berikutnya berada di Koridor Kalimantan,
Sumatera, Sulawesi, Maluku dan Papua, serta Bali dan Nusa Tenggara.
Pada triwulan III-2015, secara sektoral kontribusi investasi terbesar oleh sektor industri makanan
terhadap total investasi PMDN, yaitu sebesar 13,6% dengan nilai investasi sebesar Rp 18,1 triliun.
Berbeda dengan invetasi PMA, minat investasi asing terbesar terdapat pada sektor pertambangan
mencapai 14,6% dari total nilai investasi PMA dengan nilai investasi sebesar US$ 3,1 miliar.
Pada triwulan III-2015, realisasi proyek investasi PMDN dan PMA terbesar terjadi di Provinsi Jawa Barat
yakni sebesar Rp 24,0 triliun atau 18,0% terhadap total investasi PMDN, dan realisasi investasi PMA
terbesar di Provinsi Jawa Barat sebesar US$ 5,2 miliar atau 24,3% terhadap total investasi PMA.
Investasi PMA terbesar di Indonesia berasal dari Singapura. Pada Triwulan III-2015, investasi PMA dari
Singapura tercatat US$ 3,5 miliar atau sebesar 16,4% terhadap total investasi PMA. Urutan ke-2 dan
ke-3 ditempati oleh Malaysia dan Jepang yaitu masing-masing sebesar US$ 2,9 miliar (13,6%) dan US$
2,5 miliar (11,8%).
Perkembangan Realisasi Investasi Periode Januari- September 2015
Sumber : Bahan Diskusi Perkembangan Ekonomi terkini oleh BKPM, 2015
Pemerintah terus melakukan reformasi untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia. Sehingga
diharapkan dapat mendorong perubahan pola pikir dan treatment Pemerintah dalam hal investasi.
Beberapa diantaranya adalah :
Pertama, merombak pelayanan investasi melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) tingkat
nasional di BKPM. Dua puluh dua kementerian dan lembaga negara sudah terintegrasi di PTSP pusat.
160 perizinan sudah didelegasikan kepada BKPM. Perizinan di sejumlah sektor prioritas sudah
disederhanakan. 9.600 izin sudah diterbitkan oleh PTSP Pusat hingga September 2015. Pemerintah
meluncurkan Izin Investasi Tiga Jam untuk investasi yang mempekerjakan minimal 1.000 TKI dan/atau
nilai investasi minimal Rp 100 miliar.
Kedua, menjalankan pemasaran dan pelayanan investasi dengan pendekatan yang lebih personal per
negara dan end-to-end. Dari sisi persepsi, kinerja ekonomi dan iklim investasi di Indonesia telah
memperoleh pengakuan dunia, termasuk dari existing investors. Riset ANZ pekan lalu menyatakan
bahwa Indonesia tetap menarik sebagai tujuan investasi. Sementara beberapa negara di Asia
Tenggara mengalami pertumbuhan investasi yang stagnan bahkan negatif.
22
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015
MOHAMMAD HATTA - HATI NURANI BANGSA Penulis : Deliar Noer ;Penerbit : Buku Kompas
RESENSI BUKU
Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama itu merupakan sosok penting di era Kebangkitan
Nasional maupun di era Kemerdekaan. Deliar Noer melalui karyanya yang berjudul “Mohammad Hatta Biografi
Politik” mencoba merekonstruksi sepak terjang Mohammad Hatta di bidang perpolitikan Indonesia. Kisah inspiratif
dan pengalaman politik Mohammad Hatta begitu berharga untuk dilewatkan begitu saja oleh generasi setelahnya.
Deliar Noer memulai biografi politik Mohammad Hatta sejak beliau pertama kali berkenalan dengan dunia politik
sampai akhirnya beliau wafat. Deliar Noer menulis buku ini begitu detail sesuai dengan periodesasi perubahan
perpolitikan Indonesia. Biografi ini setidaknya menggambarkan tiga fase kehidupan Mohammad Hatta antara lain
kehidupan remaja dan latar belakang keluarga, fase menimba ilmu di Indonesia dan Belanda dan fase beliau
mengabdikan diri untuk Indonesia. Ketiga fase tersebut telah memberikan gambaran utuh mengenai sosok tokoh
proklamator yang inspiratif ini.
Fase kecil Mohammad Hatta menggambarkan latar belakang keluarganya. Terlahir di Minangkabau, sebuah kota
yang kental dengan nuansa Islam telah membentuk pribadi Hatta menjadi seorang yang religius dan taat
beribadah. Pengetahuan tentang agama didapat dari pengajian serta bacaan. Untuk itu pandangan politik,
ideologi, dan pemikiran Hatta tidak bisa dilepaskan dari pengaruh serta pandangan Islam yang telah dipelajari
sejak kecil. Tinggal di Minangkabau yang berkembang menjadi pusat perekonomian serta Ayah tiri yang seorang
saudagar telah membuat kecintaan Hatta kepada perekonomian mulai tumbuh.
Ketertarikan Hatta pada dunia politik muncul ketika beliau masih menuntut ilmu di MULO. Ketika Hatta
melanjutkan sekolah di Jakarta dia bertemu dengan tokoh-tokoh seperti Bahder Djohan, Haji Agus Salim, Abdoel
Moeis, dan lainnya. Dari merekalah Hatta memperdalam pengetahuannya tentang agama dan politik. Tahun 1921
Hatta pergi ke Belanda untuk bersekolah.
Fase ketiga dalam kehidupan Hatta ialah sepak terjang Hatta di bidang politik praktis. Bermula sebagai aktifis di
kumpulan pelajar seperti Indische Vereniging, kemudian turut mempersiapkan kemerdekaan RI, menjadi satu dari
dua bapak proklamator Republik Indonesia. Idelalisme dan ideologi Hatta di bidang politik, tidak tidak
terpengaruh oleh perubahan perpolitikan Indonesia seperti Masa pendudukan Jepang, Revolusi, Demokrasi
Parlementer, Demokrasi terpimpin, bahkan pada periode Orde Baru. Dari periode perpolitikan itu semua, satu hal
yang perlu dicatat dari seorang Mohammad Hatta ialah sikap rendah hati, berjiwa sosial, religius, dan
pengorbanan pada bangsa tidak berubah sedikitpun.
Tulisan biografi ini menggambarkan pribadi Mohammad Hatta yang begitu melakat erat dengan Islam, Ekonomi,
dan Sosial. Salah satu bentuk nyata perpaduan ketiganya dalam diri seorang Mohammad Hatta ialah ketika Hatta
mendirikan Koperasi. Koperasi merupakan satu bentuk usaha yang betujuan untuk mensejahterakan anggotanya.
Koperasi merupakan bidang usaha yang anti kapitalis yang cenderung eksploitatif. Islam juga tidak menyukai
eksploitasi terhadap apapun.
Hatta kecil telah tumbuh dari latar belakang keluarga yang kokoh memegang Islam, masa sekolah, dan kiprahnya
di bidang politik sehingga mampu membentuknya menjadi tokoh nasional yang akan selalu tercatat dalam sejarah
Indonesia.
Sri Purwanti
23
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015
ENERGI
MEMBANGUN
INFRASTRUKTUR MIGAS
KAWASAN
TIMUR
INDONESIA Thasya Pauline
Wilayah eksplorasi potensi minyak dan gas bumi
Indonesia pada masa depan akan bergeser ke kawasan
Indonesia timur (KTI). Pemetaan tersebut jauh berbeda
dengan potensi migas saat ini yang masih berkutat di
wilayah eksplorasi Indonesia bagian barat, yang lebih
banyak menghasilkan minyak bumi. Ketika wilayah
eksplorasi migas sudah bergeser ke kawasan Indonesia
timur, Indonesia akan lebih banyak memproduksi gas
bumi. Studi yang telah dilakukan SKK Migas
memperkirakan ada cadangan gas bumi mencapai 55
TSCF (trillions of standard cubic feet) di wilayah
Indonesia timur. Jauh lebih besar dibandingkan potensi
minyak bumi yang hanya 656 juta MSTB.
Eksplorasi migas di wilayah Indonesia timur bukan
perkara yang mudah. Salah satu tantangannya ialah
kedalaman eksplorasi di laut dalam yang mencapai lebih
dari 1.000 meter di bawah permukaan laut. Kedalaman
itu jauh lebih sulit dibandingkan ketika mengeksplorasi
migas di wilayah Indonesia bagian Barat yang paling
dalam hanya 100 meter di bawah permukaan laut.
Selain itu, wilayah Indonesia bagian timur belum
memiliki infrastruktur sebaik Indonesia bagian barat
untuk menunjang kegiatan eksplorasi serta produksi
minyak dan gas bumi.
Dukungan Anggaran
Komisi VII DPR-RI menyepakati usulan anggaran
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015 sebesar Rp14,915
trilliun. Dengan kesepakatan ini, Kementerian ESDM
mendapatkan alokasi tambahan anggaran sebesar Rp4,9
triliun. Sebelumnya Komisi VII DPR RI pada tanggal 17
September 2014 yang lalu, telah menyetujui APBN 2015
Kementerian ESDM sebesar Rp 10,024 triliun. Dengan
tambahan Rp 4.9 triliun ini maka total anggaran
Kementerian ESDM menjadi Rp14,916 triliun.
Usulan tambahan anggaran sebesar Rp 4,9 triliun akan
digunakan untuk memperkuat infrastruktur energi yaitu
pembangunan infrastruktur minyak dan gas bumi
(migas) Rp3,419 triliun, infrastruktur ketenagalistrikan
Rp544 miliar, dan infrastruktur energi baru terbarukan
Rp1,036 triliun.
Pembangunan Infrastruktur
Untuk mendorong pengembangan migas di Indonesia,
salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah adalah
membangun infrastruktur. Terdapat lima infrastruktur
migas yang menjadi fokus yaitu pembangunan
infrastruktur migas untuk wilayah kepulauan, pipa gas,
infastruktur untuk daerah yang tidak dapat dibangun
Foto: www.linkedin.com
24
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015
pipa, jaringan gas bumi untuk rumah tangga serta SPBG.
Pembangunan infastruktur untuk wilayah kepulauan
difokuskan pada pembangunan depo-depo di wilayah
Indonesia Timur yang saat ini masih sangat kurang.
Bahkan di beberapa pulau, sama sekali tidak memiliki
SPBU dan tangki penyimpanan. Kekurangan ini
menyebabkan harga BBM menjadi sangat mahal apabila
terjadi gelombang laut yang besar.
Fokus proyek infrastuktur ketiga adalah pembangunan
infrastruktur gas untuk pulau-pulau di Timur Indonesia
yang tidak bisa dibangun pipa. Untuk itu, Pemerintah
akan membangun sarana untuk mendistribusikan LNG
ke pulau-pulau. Proyek yang akan selesai dalam waktu
dekat adalah LNG untuk pembangkit listrik di Benoa,
Bali, yang beroperasi pada Agustus-September.
Infrastruktur serupa akan dibangun di Gorontalo dan
Makassar.
Upaya mendorong pengembangan industri migas ke
daerah timur Indonesia menjadi bagian dari strategi
nasional. Melalui pengembangan industri migas ke KTI
akan memungkinkan terjadinya transfer teknologi dan
memberikan dampak terhadap kesejahteraan
masyarakat. Meski demikian perlu dukungan dari
pemerintah pusat ataupun daerah untuk memberikan
kemudahan investasi di sektor migas.
Proyek-proyek Infrastruktur yang akan dibangun
pemerintah untuk tahun anggaran 2015 ini, sektor
migas yang akan dibangun antara lain, konversi mitan
ke LPG, Pilot project konversi BBM ke bahan bakar gas
untuk nelayan, pembangunan sarana bahan bakar gas
untuk transportasi, pembangunan kilang LNG-LCNG
station.
Untuk sektor ketenagalistrikan, pemerintah akan
membangun program listrik pedesaan di 33 provinsi.
Pembangunan infrastruktur energi terbarukan yang
akan dilaksanakan antara lain, Pengembangan Energi
Terbarukan (PLTS-Hybrid PLTD) dan PLTS Terpusat
(kawasan perbatasan, pulau terluar dan daerah
terpencil), Pembangunan PLTMH, PLT-Bayu, Pilot Unit
Pengolahan BBM Sintetis, Pembangunan Biogas
Komunal, Percontohan Mobil Listrik berbasis Surya di
Pulau Sumba, PJU Pintar di Pulau Sumba dan
Pengembangan Hutan Energi di Pulau Sumba.
Upaya Mendorong Investasi
Investasi di bidang migas secara umum masih diminati,
termasuk ekplorasi dan eksploitasi di kawasan Indonesia
timur. Kawasan Indonesia timur yang memiliki potensi
minyak dan gas masih memiliki daya tarik bagi para
investor meski memiliki banyak kendala. Kekhawatiran
dari investor yang hendak menanamkan modalnya
terkait ketidakpastian mendapatkan ladang migas yang
produktif. Resiko eksplorasi migas sangat tinggi
mengingat eksplorasi satu sumur migas saja
membutuhkan dana yang sangat besar sementara
resiko sumur tersebut tidak produktif juga sangat besar.
Memang masih diakui sebagian besar kendala di
Indonesia timur masih didominasi lahan hijau yang
belum tersentuh. Sehingga akses transportasi dan
infrastruktur memang jadi kendala tersendiri. Dengan
begitu, infrastruktur harus disediakan dari awal.
Untuk mendorong investasi dalam eksplorasi dan
eksploitasi migas utamanya di kawasan timur Indonesia,
pemerintah terus mendorong upaya penyederhaan dan
kemudahan berinvestasi di industri migas. Salah satu
upaya yang sedang dilakukan pemerintah adalah
melakukan revisi Undang-Undang Minyak dan Gas
Bumi. Selain itu, Kementerian ESDM sedang mengkaji
perizinan satu pintu di sektor migas yang nantinya akan
dilimpahkan ke BKPM dengan harapan tidak ada lagi
hambatan faktor birokrasi dan tumpang tindih perizinan
lahan oleh pemerintah daerah.
Referensi: Kementerian ESDM, katadata.com
25
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015
PERDAGANGAN
MEMAKSIMALKAN POTENSI EKSPOR
KE PASAR ASEAN
Hanya dalam hitungan hari Indonesia akan menghadapi ASEAN Economic Community (AEC). Sejalan
dengan diberlakukannya AEC, maka akan terjadi pergerakan bebas di pasar barang dan jasa, tenaga kerja
serta investasi. Momentum pergerakan bebas barang dan jasa dapat menjadi tantangan sekaligus
peluang bagi Indonesia. Apabila produk Indonesia memiliki daya saing yang rendah dibandingkan negara
ASEAN lainnya, maka Indonesia akan dibanjiri oleh produk-produk negara ASEAN lainnya. Sebaiknya,
daya saing produk Indonesia yang lebih tinggi dapat dijadikan potensi ekspor bagi Indonesia untuk
menyasar pasar ASEAN.
Secara nilai, pangsa ekspor ke ASEAN tercatat 22,3% terhadap total ekspor Indonesia ke dunia. Negara
ASEAN yang menjadi pasar tujuan utama Indonesia adalah Singapura (Pangsa 8,4%), diikuti oleh Malaysia
(Pangsa 5,2%), Thailand (Pangsa 3,7%), Filipina (Pangsa 2,6%) dan Vietnam (Pangsa 1,6%). Kelima negara
tujuan ekspor ini mencatat pangsa sebesar 21,6% terhadap total ekspor. Selain memiliki pangsa yang
tinggi, tren kenaikan rata-rata pertahun juga masih tercatat positif. Kendati positif, kenaikan ekspor rata-
rata per tahun ke lima negara tersebut cenderung tipis. Hal ini menunjukkan ekspor Indonesia ke lima
negara tersebut sudah mulai jenuh. Bahkan data pertumbuhan ekspor pada Januari-September 2015
terhadap periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy) ke beberapa negara seperti Singapura,
Malaysia dan Thailand telah mencatatkan nilai yang negatif. Oleh karena itu, Indonesia perlu melakukan
diversifikasi ekspor ke negara ASEAN lainnya mengingat mulai rendahnya potensi ekspor ke lima negara
utama tersebut.
Fitria Faradila
Calon Peneliti Ahli Pertama Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri,
Kementerian Perdagangan
26
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 10 EDISI OKTOBER 2015
Tabel 1. Ekspor Indonesia ke ASEAN
2014 2015 15/14 10-14 2015
TOTAL EKSPOR 157.779 203.497 190.020 182.552 176.293 132.706 115.133 (13,2) 1,1 100,0
NON-ASEAN 124.432 161.398 148.191 141.922 136.471 102.591 89.432 (12,8) 0,6 77,7
ASEAN 33.348 42.099 41.829 40.630 39.822 30.116 25.701 (14,7) 3,2 22,3
SINGAPURA 13.723 18.444 17.135 16.686 16.807 12.835 9.682 (24,6) 3,1 8,4
MALAYSIA 9.362 10.996 11.278 10.667 9.759 7.379 5.965 (19,2) 0,5 5,2
THAILAND 4.567 5.897 6.635 6.062 5.830 4.486 4.287 (4,4) 5,3 3,7
PILIPINA 3.181 3.699 3.708 3.817 3.888 2.934 3.035 3,4 4,4 2,6
VIETNAM 1.946 2.354 2.274 2.401 2.451 1.694 1.897 11,9 4,9 1,6
BURMA 284 359 402 556 567 392 446 13,8 19,9 0,4
KAMBOJA 218 260 292 312 416 316 317 0,2 15,9 0,3
BRUNAI DARUSSALAM 61 82 82 123 100 76 67 (12,1) 15,1 0,1 LAOS 6 9 24 6 5 3 6 119,5 (7,4) 0,0
Perub. % Trend (%) Pangsa (%)NILAI : JUTA USD
TUJUAN EKSPOR2010 2011 2012 2013 2014
JANUARI - SEPTEMBER
Sumber: BPS (Diolah oleh Pusdatin Kementerian Perdagangan), 2015
Untuk memaksimal potensi ekspor ke ASEAN, Indonesia diharapkan dapat melakukan diversifikasi ekspor ke
negara ASEAN lainnya, seperti Burma (Myanmar), Kamboja dan Brunei Darussalam. Kendati memiliki pangsa
yang cenderung rendah, yakni 0,8% terhadap nilai ekspor, namun tren kenaikan rata-rata ekspor ke tiga
negara tersebut masih cukup tinggi diatas 15% per tahun selama 2010-2014, khususnya Burma. Selama 2010-
2014, ekspor Indonesia ke Burma mengalami kenaikan rata-rata sebesar 19,9% per tahun, tertinggi
dibandingkan ekspor ke negara ASEAN lainnya. Selain itu, pertumbuhan ekspor ke Burma (yoy) juga
mencatatkan nilai yang signifikan sebesar 13,8%. Hal ini menunjukkan bahwa pasar Burma masih sangat
potensial dan diharapkan Indonesia dapat memanfaatkan momentum tersebut.
Selain Burma, ekspor ke Kamboja juga mencatatkan tren kenaikan yang cukup tinggi sebesar 15,9%. Kendati
demikian, hingga September 2015 nilai ekspor hanya meningkat tipis sebesar 0,2% dibandingkan tahun
sebelumnya. Sama halnya dengan Kamboja, potensi ekspor ke Brunai Darussalam juga tinggi apabila dilihat
dari tren kenaikan rata-rata per tahunnya, namun secara jangka pendek ekspor turun cukup dalam sebesar
12,1% (yoy).
Untuk memaksimalkan potensi ekspor ke ASEAN, Indonesia diharapkan dapat melakukan dua strategi utama
yakni: (i) meningkatkan ekspor ke negara tujuan utama, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina dan
Vietnam melalui peningkatan daya saing produk Indonesia; dan (ii) mulai menyasar negara Burma, Kamboja
dan Brunai Darussalam melalui peningkatan kerjasama perdagangan dan melakukan analisis pasar untuk
mengetahui potensi produk Indonesia di tiga negara tersebut.
27
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
REDAKSI TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4 Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2 – 4 Jakarta, 10710 Telp. 021-3521843, Fax. 021-3521836 Email: [email protected]
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat diunduh pada website
Top Related