0
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
BALAI BESAR TEKNIK KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT SURABAYA Jl. Sidoluhur 12, Surabaya Telp. (031)3540189, Fax. (031)3528847, E-mail : [email protected]
i
KATA PENGANTAR
Rencana Kerja Tahunan BBTKLPP Surabaya tahun 2017 ini merupakan pedoman
dasar dalam penyusunan rencana kerja anggaran tahun 2017 untuk proses pembahasan
selanjutnya sesuai peraturan perundangan yang mengaturnya.
Dasar penyusunan RENCANA KERJA BBTKLPP SURABAYA TAHUN 2017 ini
adalah draft RAK tahun 2015-2019, Tugas dan Fungsi BBTKLPP Surabaya sebagaimana
Permenkes RI Nomor 2349/PER/MENKES/XI/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis di Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit,
Indikator Kinerja Utama, Indikator Kinerja Kegiatan, dan Output sebagaimana dalam draft
Petunjuk Perencanaan (Jukren) Tahun 2016.
Rencana Kerja BBTKLPP Surabaya tahun 2017 memuat analisis situasi kejadian
penyakit dan masalah kesehatan lainnya, perencanaan kinerja, indikator kinerja, besaran
target yang harus dicapai, dan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan BBTKLPP
Surabaya selama tahun anggaran 2017.
Kami menyampaikan terima kasih atas segala masukan yang positif dari bidang dan
bagian di lingkungan BBTKLPP Surabaya dalam penyusunan Rencana Kerja BBTKLPP
Surabaya tahun 2017 ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan Rahmat dan Hidayah-
Nya kepada BBTKLPP Surabaya. Aamiin.
Surabaya, Januari 2017 Kepala Zainal Ilyas Nampira NIP.196001021980101001
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ......................................................................................................... i
Daftar Isi .................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Tujuan ..................................................................................................... 2
BAB II ANALISIS SITUASI ..................................................................................... 3
A. Masalah Kesehatan di Wilayah Layanan ................................................. 3
B. Ketersediaan Sumber Daya .................................................................... 3
BAB III PERENCANAAN KINERJA ........................................................................ 7
A. Indikator Kinerja ...................................................................................... 7
B. Rencana Kegiatan ................................................................................... 9
BAB. IV RENCANA PEMANTAUAN DAN EVALUASI.............................................. 10
A. Rencana Pemantauan ............................................................................ 10
B. Rencana Evaluasi ................................................................................... 10
Lampiran ................................................................................................................... 11
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rencana strategis pembangunan kesehatan jangka menengah tahun 2015 – 2019
telah disusun sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Periode
2015 - 2019. Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan merupakan dokumen
negara yang berisi upaya-upaya pembangunan kesehatan yang dijabarkan dalam bentuk
program/kegiatan, indikator, target, sampai dengan kerangka pendanaan dan kerangka
regulasinya. Renstra ini menjadi dasar dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 ini digunakan sebagai acuan
dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kesehatan dalam kurun waktu periode
2015 - 2019, serta dilaksanakan oleh seluruh stakeholders serta jajaran kesehatan baik di
pusat maupun daerah termasuk dukungan lintas sektor dan dunia usaha. Selanjutnya
renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 dijabarkan dalam bentuk Rencana
Aksi Program (RAP) di tingkat Eselon I dan Rencana Aksi Kegiatan (RAK) di Eselon II.
Dalam Rencana Strategis Pembangunan Bidang Kesehatan tertuang arah kebijakan,
strategi, tujuan dan sasaran serta program-program dan tata cara penyelenggaraan,
pemantauan dan penilaian yang dilengkapi dengan indikator kinerja yang merupakan bentuk
dari akuntabilitas kinerja Kementerian Kesehatan. Salah satu programnya adalah
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit yang bertujuan untuk menurunkan angka
kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit. Program ini diarahkan agar berbagai
penyakit menular, penyakit tidak menular dan faktor risikonya dapat terkendali dan
diupayakan tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat.
BBTKLPP Surabaya sebagai unit pelaksana teknis Ditjen P2P, melaksanakan
surveilans epidemiologi berbasis laboratorium dalam program pengendalian penyakit dan
penyehatan lingkungan sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagaimana Permenkes RI
Nomor 2349/PER/MENKES/XI/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis di Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit.
Rencana Kerja BBTKLPP Surabaya Tahun 2017 disusun dalam rangka
melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana tertuang dalam draft RAK 2015-2019, serta
mendukung pencapaian indikator kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit. Rencana Kerja BBTKLPP Surabaya Tahun 2017 digunakan sebagai acuan
penyusunan rencana tahun 2017 sesuai pagu anggaran indikatif, sementara, dan definitif
2
B. Tujuan
Tersusunnya pedoman penyusunan rencana kerja tahun 2017 yang sesuai dengan
situasi masalah kesehatan wilayah layanan dan rencana jangka menengah Satker
BBTKLPP Surabaya
3
BAB II
ANALISIS SITUASI
A. Masalah Kesehatan di Wilayah Layanan
Sejalan dengan dinamika situasi kondisi lingkungan strategis, maka upaya dan
program-program serta kegiatan pembangunan bidang kesehatan senantiasa berkembang
sesuai dengan perkembangan kependudukan, epidemiologi, ilmu pengetahuan dan
teknologi, gaya hidup serta kondisi lingkungan hidupnya. Arah pembangunan kesehatan
juga semakin didorong untuk mampu mendukung upaya perkuatan ekonomi, sosial budaya,
pertahanan keamanan bahkan kehidupan politik yang sangat dinamis, mengingat kesehatan
merupakan salah satu hak azasi manusia yang dijamin dalam peraturan perundangan
maupun konvensi internasional.Beberapa isu strategis yang perlu dicermati oleh BBTKLPP
Surabaya meliputi :
1. Triple Burden Penyakit yaitu penyakit infeksi, penyakit tidak menular, serta munculnya
penyakit baru dan munculnya kembali penyakit endemik lokal (new and re-emerging
disease)
2. Frekuensi Kejadian Luar Biasa (KLB) / wabah penyakit
3. Situasi matra yang berdampak terhadap kesehatan
4. Potensi rawan bencana baik alam maupun buatan manusia
5. Perubahan iklim yang berpengaruh terhadap pola kejadian penyakit.
6. Kualitas kesehatanlingkungan seperti sanitasi dasar dan akses terhadap air minum
berkualitas
7. Belum optimalnya aksesibilitas dan jangkauan pelayanan
8. Keterbatasan kompetensi SDM, sarana, dan prasarana
B . Ketersediaan Sumber Daya
1. Organisasi BBTKLPP Surabaya
Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP)
Surabaya merupakan Unit Pelaksana Teknik di bidang teknis kesehatan lingkungan dibawah
dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
2349/PER/MENKES/XI/2011, Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian
Penyakit (BBTKLPP) yang mempunyai tugas melaksanakan surveilans epidemiologi, kajian
dan penapisan teknologi, laboratorium rujukan, kendali mutu, kalibrasi, pendidikan dan
pelatihan, pengembangan model dan teknologi tepat guna, kewaspadaan dini dan
penanggulangan KLB di bidang pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan serta
kesehatan matra.
4
Dalam melaksanakan tugasnya, BBTKLPP mempunyai fungsi:
1) Pelaksanaan surveilans epidemiologi
2) Pelaksanaan Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL)
3) Pelaksanaan laboratorium rujukan
4) Pelaksanaan pengembangan model dan teknologi tepat guna
5) Pelaksanaan uji kendali mutu dan kalibrasi
6) Pelaksanaan penilaian dan respon cepat, kewaspadaan dini dan penanggulangan
KLB/wabah dan bencana
7) Pelaksanaansurveilans faktor risiko penyakit tidak menular
8) Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
9) Pelaksanaan kajian dan pengembangan teknologi pengendalian penyakit, kesehatan
lingkungan dan kesehatan matra
10) Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan BBTKLPP
Struktur organisasi Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian
Penyakit Surabaya adalah sebagai berikut :
Gambar 1. Bagan Struktur Organisasi BBTKLPP Surabaya
INSTALASI KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
Ka. BBTKLPP Surabaya
Ka. Bagian Tata Usaha
Ka. Sub Bagian Umum Ka. Sub Bagian Program dan
Laporan
Ka. Bidang Surveilans Epidemiologi
Ka. Seksi Lingkungan Biologi
Ka. Bidang Pengembangan
Teknologi dan Laboratorium
Ka. Seksi Lingkungan
Fisik dan Kimia
Ka. Bidang Analisis Dampak Kesling
Ka. Seksi Advokasi Kejadian Luar Biasa
Ka. Seksi Pengkajian & Diseminasi
Ka. Seksi Teknologi Laboratorium
Ka. Seksi Teknologi
Pengendalian Penyakit
5
2. Sumber Daya Manusia
Sumber daya yang dimiliki oleh BBTKLPP Surabaya mencakup sumber daya
manusia, sarana dan prasarana dan pembiayaan dengan gambaran sebagai berikut :
Sumber daya manusia BBTKLPP Surabaya tahun 2017 berjumlah 101 orang, dengan
kualifikasi/ jenis pendidikan meliputi; SLTP berjumlah 1 orang, SLTA berjumlah 15 orang,
DIII berjumlah 17 orang, S1 berjumlah 50 orang, S2 berjumlah 22 orang yang tersebar pada
instansi.Peta jabatan struktural sebanyak 13 orang; jabatan fungsional tertentu 33 orang;
jabatan fungsional umum sebanyak 59 orang. Gambaran selengkapnya sebagaimana tabel
di bawah ini :
a. PNS diangkat dalam jabatan
b. Peta Jabatan Fungsional Tertentu
6
c. PNS berdasarkan pendidikan
Grafik 2. Distribusi SDM BBTKLPP Surabaya Berdasarkan Jabatan Fungsional dan Pendidikan Tahun 2016
Distribusi jumlah pegawai BBTKLPP Surabaya berdasarkan golongan antara lain : 2
orang gol IV/b, 11 orang gol IV/a, 15 orang gol III/d, 19 orang gol III/c, 15 orang gol III/b, 21
orang gol III/a, 4 orang gol II/d, 8 orang gol II/c, 8 orang gol II/b, dan 2 orang gol II/a.
7
BAB III
PERENCANAAN KINERJA
A. Indikator Kinerja
Berdasarkan tugas pokok dan fungsi yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 2349/PER/MENKES/XI/2011 dan Petikan DIPA Nomor
DIPA-024.05.2.560127/2017 pada tahun anggaran 2017, BBTKLPP Surabaya telah
melaksanakan pokok kegiatan sebagai berikut :
Tabel 1. Indikator Kinerja Berdasarkan RAK 2015 – 2019
NO SASARAN INDIKATOR KINERJA TARGET
2017
1 Meningkatnya kinerja surveilans epidemiologi
1. Jumlah kegiatan surveilans epidemiologi penyakit menular dan tidak menular yang dilaksanakan di wilayah layanan
92
2. Jumlah respon kejadian SKD dan KLB Wabah/Bencana dan kondisi matra di wilayah layanan
18
3. Jumlah kabupaten/kota di wilayah layanan yang dilaksanakan kajian kesehatan lingkungankesehatan matra, dan pengendalian penyakit
36
4. Jumlah kabupaten/kota di wilayah layanan yang dilaksanakan diseminasi informasi, kesehatan lingkungan, kesehatan matra, dan pengendalian penyakit
15
5. Jumlah kabupaten/kota di wilayah layanan yang dilaksanakan kemitraan dan jejaring kerja bidang surveilans epidemiologi
68
6. Jumlah SDM di wilayah layanan yang ditingkatkan kompetensi tenaganya melalui pendidikan dan pelatihan bidang surveilans epidemiologi.
75
2 Meningkatnya
kinerja analisi dampak kesehatan lingkungan
1. Jumlah kabupaten/kota di wilayah layanan yang dilaksanakan analisis dampak lingkungan fisik dan kimia
17
2. Jumlah e kabupaten/kota di wilayah layanan yang dilaksanakan analisis dampak lingkungan biologi
20
3. Jumlah kabupaten/kota di wilayah layanan yang dilaksanakan jejaring kerja dan kemitraan di bidang analisis dampak kesehatan lingkungan
68
4. Jumlah kabupaten/kota di wilayah layanan yang ditingkatkan kompetensi tenaganya melalui pendidikan dan pelatihan di bidang analisis dampak kesehatan lingkungan
44
3 Meningkatnya kinerja pengembangan teknologi dan laboratorium
1. Jumlah pengembangan dan penapisan teknologi pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan serta kesehatan matra;
16
2. Presentase pengembangan laboratorium pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan serta kesehatan matra;
100%
3. Jumlah Kabupaten/kota di wilayah layanan yang dilaksanakan jejaring kerja dan kemitraan di bidang pengembangan teknologi dan laboratorium
10
4. Jumlah Kabupaten/kota di wilayah layanan yang ditingkatkan kompetensi tenaganya melalui pendidikan dan pelatihan di bidang pengembangan teknologi dan laboratorium bidang pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan serta kesehatan matra
20
4 Meningkatnya
dukungan manajemen an pelaksanaan tugas teknis Lainnya
1. Jumlah dokumen program 4
2. Jumlah dokumen laporan 15
3. Jumlah dokumen keuangan 3
4. Jumlah dokumen kepegawaian 3
5. Jumlah dokumen urusan umum 7
8
Pada pelaksanaan kegiatan BBTKLPP Surabaya berpedoman pada tugas pokok dan
fungsi yang terdiri dari fungsi sebagai berikut :
Tabel 3. Indikator Pelaksanaan Berdasarkan Tupoksi (Kepmenkes 266 Tahun 2004)
No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target
1 Tercapainya
peningkatan
kinerjasurveilans
epidemiologi
Meningkatnya KLB yang direspon < 24 jam
10 Kejadian
Meningkatnya kemampuan pengamatan faktor risiko penyakit potensial wabah, penyakit menular/ tidak menular prioritas pada kab/kota
120 Kali
Meningkatnya kemampuan jejaring dan advokasi SKD, penanggulangan KLB dan kejadian bencana pada kab/kota
40 Kali
2 Tercapainya
peningkatan
analisisdampak
kesehatan lingkungan
Meningkatnya kemampuan kajian dan evaluasi dampak kesehatan lingkungan pada kawasan
120 Kali
Meningkatnya kemampuan kajian dan evaluasi pengendalian penyakit dan faktor risikonya
28 Kali
3 Tersedianya akses
masyarakat dalam
pemanfaatan
kemampuan uji
laboratorium dan
kalibrasi
Meningkatnya kemampuan uji laboratorium penyakit potensial wabah, penyakit menular/tidak menular prioritas dan faktor risikonya
2200 Sampel
Meningkatnya kemampuan uji kendali 160 Jenis
Meningkatnya kemampuan kalibrasi 80 Jenis
Meningkatnya kemampuan rancang bangun model pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
11 Model
Meningkatnya teknologi tepat guna pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
8 Set
4 Terselenggaranya
dukungan administrasi
dan manajemen
Tersusunnya dokumen perencanaan dan anggaran
5 Dokumen
Tersusunnya laporan keuangan 3 Dokumen
Tersusunnya laporan BMN 2 Dokumen
Tercapainya layanan administrasi kepegawaian
2 Dokumen
Terselenggaranya kegiatan kehumasan, protokol, dan pemberitaan
2 Laporan
Tersusunnya akuntabilitas kinerja pemerintahan
2 Laporan
Terselenggaranya tenaga kesehatan terlatih
31 Orang
Terpenuhinya penyelenggaraan layanan perkantoran, peralatan esensial dan sarana penunjang operasional
12 Bulan
Layanan
9
B. Rencana Kegiatan
Dalam rangka menyelesaikan masalah kesehatan di wilayah layanan sesuai tugas
dan fungsi serta target indikator kinerja tahun 2017, maka disusunlah rencana kegiatan
tahunan yang akan didanai dari anggaran masing-masing direktorat di lingkungan
Ditjen P2P Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun 2017 sebagai berikut :
Tabel 2. Rencana Kegiatan Tahun 2017
NO KEGIATAN ALOKASI ANGGARAN
1. Sarana dan Prasarana Surveilans dan Karantina Kesehatan
1 Unit 18.068.000
2. Layanan kewaspadaan dini penyakit berpotensi KLB 9 Layanan 1.306.673.000
3. Layanan Respon KLB dan Wabah 3 Layanan 221.630.000
4. Layanan Kekarantinaan Kesehatan 2 Lokasi 266.642.000
5. Layanan Pengendalian Penyakit Malaria
2 Layanan 388.645.000
6. Layanan Pengendalian Penyakit Arbovirosis 2 Layanan 750.000.000
7. Layanan Pengendalian Penyakit Zoonosis 2 Layanan 258.878.000
8. Layanan Pengendalian Penyakit Filariasis dan Kecacingan 1 Layanan 144.715.000
9. Layanan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit 3 Layanan 166.454.000
10. Layanan Pengendalian Penyakit TB
3 Layanan 109.285.000
11. Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kusta 3 Layanan 203.101.000
12. Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Penyakit ISP 3 Layanan 541.036.000
13. Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK) Penyakit Menular Langsung
1 dokumen 43.726.000
14. Layanan Posbindu PTM 2 Layanan 286.547.000
15. Layanan internal (over head) 12 Layanan 7.370.739.000
16. Layanan Perkantoran 12 Bulan 16.145.568.000
Jumlah 28.221.707.000
10
BAB IV
RENCANA PEMANTAUAN DAN EVALUASI
A. Rencana Pemantauan
Pemantauan pelaksanaan kegiatan dilaksanakan secara kontinyu selama hari efektif
tahun 2017.
Pemantauan dilaksanakan dengan fokus pada identifikasi hambatan secara dini dan
pemecahan masalah secara cepat dan tepat.
B. Rencana Evaluasi
Evaluasi sumatif dilaksanakan secara berkala setiap bulan, tri bulan, dan semester
sedangkan evaluasi formatif dilaksanakan pada setiap akhir kegiatan selama hari efektif
tahun 2017.
Evaluasi difokuskan pada pencapaian target kegiatan baik kualitas maupun
kuantitas.
11
KERANGKA ACUAN KERJA LAYANAN KEWASPADAAN DINI PENYAKIT BERPOTENSI KLB
TAHUN ANGGARAN 2017
Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan RI
Unit Eselon I
: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit / BBTKLPP Surabaya
Program : Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Hasil (Outcome) : Menurunnya penyakit menular dan tidak menular, serta meningkatnya kesehatan jiwa
Kegiatan : Surveilans dan Karantina Kesehatan
Indikator Kinerja Kegiatan : Persentase respon penanggulangan terhadap
sinyal kejadian luar biasa (KLB) untuk mencegah
terjadinya KLB
Jenis Keluaran (Output) : Layanan Kewaspadaan Dini Penyakit Berpotensi KLB
Volume Keluaran (Output) : 9
Satuan Ukur Keluaran (Output) : Layanan
A. LATAR BELAKANG
1. Dasar Hukum
1. Undang – Undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
2. Undang – Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang – Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bencana
4. PP No. 40 Tahun 1991 tentang Pedoman Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2 Tahun 2013 tentang Kejajian Luar Biasa Keracunan Pangan.
6. Permenkes RI No. 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB)
7. Permenkes RI No. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
8. Kepmenkes RI Nomor 2349/MENKES/SK/III/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit.
9. Kepmenkes RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan
10. Kepmenkes RI No. 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular
2. Gambaran Umum
12
Bidang kesehatan memiliki beban ganda dalam penanggulangan penyakit menular
berpotensi KLB/Wabah dimana penyakit lama muncul kembali (re emerging diseases) dan
penyakit baru (new emerging diseases) mulai bermunculan. Selain munculnya re emerging
diseases dan new emerging diseases, Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap
bencana baik bencana alam maupun akibat ulah manusia. Kejadian bencana selalu
berpotensi menimbulkan krisis kesehatan dan dapat menimbulkan kejadian luar
biasa/wabah penyakit menular karena rusaknya kondisi lingkungan hidup dan menurunnya
kualitas kesehatan lingkungan. Selain itu kejadian bencana dan KLB/Wabah penyakit tidak
mengenal batas wilayah administrasi baik kabupaten / kota, provinsi, maupun negara
sehingga jumlah kerugian yang ditimbulkan sangat besar termasuk adanya korban yang
sakit maupun yang meninggal.
Peningkatan kesiapsiagaan dan kewaspadaan dini memegang peranan yang
penting karena dapat mencegah atau meminimalisasi terjadinya Kejadian Luar Biasa.
Sementara untuk meminimalisir dampak pasca kejadian bencana, mengurangi angka
kesakitan dan kematian akibat penyakit berpotensi KLB / wabah perlu penanggulangan saat
kejadian berlangsung maupun pasca kejadian. Respon cepat KLB melalui penyelidikan
epidemiologi < 24 jam pada wilayah yang mengalami bencana maupun KLB/wabah penyakit
perlu dilakukan untuk menentukan upaya penanggulangan selanjutnya.
Deteksi dini dan respon cepat KLB merupakan salah satu tugas tugas pokok Balai
Besar Teknik Kesehatan Lingkungan & Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Surabaya
dalam bidang Pemberantasan Penyakit dan Kesehatan Lingkungan serta Kesehatan
Matra.yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan 2349/MENKES/SK/III/2010. Tahun
2013 BBTKL PP Surabaya melakukan deteksi dini dan respon cepat KLB sebayak 31
kejadian, 71% diantaranya disebabkan karena penyakit sedang sisanya karena bencana
baik bencana alam maupun akibat ulah manusia.
Identifikasi adanya ancaman KLB beserta kondisi rentan yang memperbesar risiko
terjadinya KLB dapat dilakukan peningkatan kewaspadaan dan kesiap siagaan
menghadapi kemungkinan terjadi KLB serta respon cepat dalam menanggulangi kejadian
KLB sebelum < 24 jam.
Penyebaran penyakit berpotensi KLB/Wabah tidak mengenal batas wilayah
administrasi baik kabupaten / kota, provinsi, maupun negara. Jumlah korban yang
ditimbulkan baik yang sakit maupun yang meninggal juga besar. Untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian akibat penyakit berpotensi KLB / wabah perlu dilakukan
penanggulangan baik pada saat kejadian berlangsung maupun pasca kejadian.
Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit berpotensi KLB /
wabah perlu dilakukan penanggulangan baik pada saat kejadian berlangsung maupun
pasca kejadian.
13
B. PENERIMA MANFAAT
Kegiatan ini diharapkan bermanfaat untuk masyarakat di wilayah layanan 4 provinsi
yaitu Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT
C. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN
1. Metode Pelaksanaan
Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah swakelola
2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
Untuk tahap pencapaian keluaran yang akan dilakukan pada tahun anggaran
2017, pelaksanaannya diatur sebagai berikut:
No Kegiatan Bulan
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
1 Surveilans faktor risiko penyakit berbasis lingkungan
2 Kajian dampak kesehatan
lingkungan
3 Pelaksanaan Surveilans
kesehatan pada situasi khusus
4 Pelaksanaan Pembuatan Model dan Teknologi Tepat Guna dalam rangka Kewaspadaan Dini dan
Respon KLB
D. Kurun Waktu Pencapaian Keluaran
Waktu pencapaian keluaran dari kegiatan ini adalah 12 bulan yaitu dari bulan Januari
sampai bulan Desember 2017
E. Biaya Yang Diperlukan
Biaya yang diperlukan untuk kegiatan ini bersumber dari DIPA BBTKLPP Surabaya
Tahun 2017 sebesar Rp. . 1.306.673.000,- (Satu Milyar Lima Ratus Enam Juta Enam
Ratus Tujuh Puluh Tiga Rupiah).
Demikian Kerangka Acuan Kerja dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
14
Penanggung jawab
a.n Kepala Kepala Bidang SE
Dra. Siswati Kesumawardani MM NIP. 1961020119870320021
15
KERANGKA ACUAN KERJA
LAYANAN RESPON KLB DAN WABAH TAHUN ANGGARAN 2017
Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan RI
Unit Eselon I
: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit / BBTKLPP Surabaya
Program : Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Hasil (Outcome) : Menurunnya penyakit menular dan tidak menular, serta meningkatnya kesehatan jiwa
Kegiatan : Surveilans dan Karantina Kesehatan
Indikator Kinerja Kegiatan : Presentase respon penanggulangan terhadap
sinyal kejadian luar biasa (KLB) untuk mencegah
terjadinya KLB
Jenis Keluaran (Output) : Layanan Respon KLB dan Wabah
Volume Keluaran (Output) : 3
Satuan Ukur Keluaran (Output) : layanan
B. LATAR BELAKANG
1. Dasar Hukum
1. Undang – Undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
2. Undang – Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang – Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bencana
4. PP No. 40 Tahun 1991 tentang Pedoman Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2 Tahun 2013 tentang Kejajian Luar Biasa Keracunan Pangan.
6. Permenkes RI No. 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB)
7. Permenkes RI No. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
8. Kepmenkes RI Nomor 2349/MENKES/SK/III/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit.
9. Kepmenkes RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan
10. Kepmenkes RI No. 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular
16
2. Gambaran Umum
Pada tahun 2005, WHO menerapkan International Health Regulation yang mengikat
bagi negara anggotanya. IHR 2005 mengusung issue Public Health Emergency of
International Concern (PHEIC) atau kedaruratan kesehatan yg meresahkan dunia, yang
merupakan suatu kondisi luar biasa yang berisiko menimbulkan kedaruratan kesehatan
masyarakat bagi negara lain melalui penyebaran penyakit, berpotensi menganggu
perdagangan dan perjalanan internasional, dan berpotensi membutuhkan koordinasi respon
internasional. Terhitung tanggal 15 juni 2007 semua negara anggota WHO harus sudah
menerapkan IHR 2005. Setiap negara harus memberi notifikasi kepada WHO jika terjadi
kasus penyakit cacar (variola), poliomielitis yang disebabkan oleh virus polio liar, influenza
yang disebabkan oleh strain virus baru, dan kasus severe acute respiratory syndrome
(SARS). Selain itu, juga dilakukan notifikasi terhadap kasus-kasus yang dianggap berpotensi
menimbulkan kedaruratan kesehatan yang meresahkan dunia, seperti kolera, pes
pneumoniae, demam kuning, ebola, meningococcus, dan lain-lain yang dinilai berdasarkan
suatu algoritme.
Implementasi IHR 2005 ini mensyaratkan setiap negara anggota untuk mampu
melakukan dua fungsi utama, yaitu fungsi surveilans untuk mendeteksi, menilai,
mengirimkan notifikasi dan laporan sesuai dengan tingkatannya dan mampu melancarkan
respon yang tepat dan efektif terhadap risiko kesehatan masyarakat dan kedaruratan
kesehatan yang meresahkan dunia. Untuk itu perlu dikembangkan beberapa kapasitas
utama, salah satunya adalah kesiapsiagaan, yang meliputi pengembangan rencana
kontijensi di tingkat nasional, intermediet, maupun primer untuk bahaya biologis, kimiawi,
radiologis, dan nuklir yang relevan.
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM) adalah kejadian kesehatan masyarakat
yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian
yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, dan kontaminasi kimia (NUBIKA),
dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah
atau lintas negara. Kedaruratan Kesehatan Masyarakat adalah suatu kondisi yang dapat
diantisipasi sebelumnya, jika faktor risiko KKM dapat terpantau oleh Sistem Surveilans yang
ada. Oleh karena ancaman terhadap kesehatan masyarakat dapat terjadi dari luar maupun
dalam negeri, surveilans di pintu masuk negara dan program karantina kesehatan
merupakan suatu komponen penting untuk mengantisipasi KKM.
Untuk mencegah terjadinya kedaruratan kesehatan masyarakat dan kedaruratan
kesehatan yang meresahkan dunia khususnya di Indonesia, perlu dilakukan koordinasi dan
kerjasama lintas sektor. Peran BBTKLPP dalam hal Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
17
adalah membantu kesiapsiagaan di daerah dengan menyediakan alat untuk
mengidentifikasi dan menilai faktor risiko KKM sehingga dapat dilakukan pemetaan risiko
kedaruratan kesehatan masyarakat di wilayah tersebut. Berdasarkan pemetaan tersebut,
daerah dapat mengembangkan suatu rencana kontijensi yang sesuai dengan potensi
bahayanya. Hal ini sesuai dengan tupoksi BBTKLPP berdasarkan Permenkes RI nomor
2349/Menkes/Per/XI/2011 yaitu pelaksanaan advokasi dan fasilitasi kejadian luar biasa,
wabah dan bencana kegiatan deteksi dini dan respon KKM terintegrasi dengan pintu masuk
negara.
B. PENERIMA MANFAAT
Kegiatan ini diharapkan bermanfaat untuk masyarakat di wilayah layanan 4
provinsi yaitu Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT
C. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN
3. Metode Pelaksanaan
Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah swakelola
4. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
Untuk tahap pencapaian keluaran yang akan dilakukan pada tahun anggaran
2017, pelaksanaannya diatur sebagai berikut:
No Kegiatan Bulan
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
1 Verifikasi rumor penyakit berpotensi KLB
2 Pelaksanaan respon cepat dan penanggulangan KLB/wabah
D. Kurun Waktu Pencapaian Keluaran
Waktu pencapaian keluaran dari kegiatan ini adalah 12 bulan yaitu dari bulan Januari
sampai bulan Desember 2017
18
E. Biaya Yang Diperlukan
Biaya yang diperlukan untuk kegiatan ini bersumber dari DIPA BBTKLPP Surabaya Tahun
2017 sebesar Rp. 221.630.000,-
Demikian Kerangka Acuan Kerja dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Penanggung jawab
a.n Kepala Kepala Bidang SE
Dra. Siswati Kesumawardani MM NIP. 1961020119870320021
19
KERANGKA ACUAN KERJA/TERM OF REFERENCE LAYANAN KEKARANTINAAN KESEHATAN
TAHUN ANGGARAN 2017
Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan RI
Unit Eselon I
: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit / BBTKLPP Surabaya
Program : Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Hasil (Outcome) : Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit serta meningkatnya pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular
Kegiatan : Surveilans dan Karantina Kesehatan
Indikator Kinerja Kegiatan : Jumlah kabupaten/kota di pintu masuk negara
yang memiliki kesiapsiagaan dalam
penanggulangan kedaruratan kesehatan
masyarakat
Jenis Keluaran (Output) : Layanan Kekarantinaan Kesehatan
Volume Keluaran (Output) : 2
Satuan Ukur Keluaran (Output) : Lokasi
C. LATAR BELAKANG
1. Dasar Hukum
1. Undang – Undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
2. Undang – Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang – Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bencana
4. PP No. 40 Tahun 1991 tentang Pedoman Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2 Tahun 2013 tentang Kejajian Luar Biasa Keracunan Pangan.
6. Permenkes RI No. 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB)
7. Permenkes RI No. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
8. Kepmenkes RI Nomor 2349/MENKES/SK/III/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit.
9. Kepmenkes RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan
10. Kepmenkes RI No. 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular
2. Gambaran Umum
20
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM) adalah kejadian kesehatan masyarakat
yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian
yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, dan kontaminasi kimia (NUBIKA),
dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah
atau lintas negara. Kedaruratan Kesehatan Masyarakat adalah suatu kondisi yang dapat
diantisipasi sebelumnya, jika faktor risiko KKM dapat terpantau oleh Sistem Surveilans yang
ada. Oleh karena ancaman terhadap kesehatan masyarakat dapat terjadi dari luar maupun
dalam negeri, surveilans di pintu masuk negara dan program karantina kesehatan
merupakan suatu komponen penting untuk mengantisipasi KKM.
Pada tahun 2005, WHO menerapkan International Health Regulation yang mengikat
bagi negara anggotanya. IHR 2005 mengusung issue Public Health Emergency of
International Concern (PHEIC) atau kedaruratan kesehatan yg meresahkan dunia, yang
merupakan suatu kondisi luar biasa yang berisiko menimbulkan kedaruratan kesehatan
masyarakat bagi negara lain melalui penyebaran penyakit, berpotensi menganggu
perdagangan dan perjalanan internasional, dan berpotensi membutuhkan koordinasi respon
internasional. Terhitung tanggal 15 juni 2007 semua negara anggota WHO harus sudah
menerapkan IHR 2005. Setiap negara harus memberi notifikasi kepada WHO jika terjadi
kasus penyakit cacar (variola), poliomielitis yang disebabkan oleh virus polio liar, influenza
yang disebabkan oleh strain virus baru, dan kasus severe acute respiratory syndrome
(SARS). Selain itu, juga dilakukan notifikasi terhadap kasus-kasus yang dianggap berpotensi
menimbulkan kedaruratan kesehatan yang meresahkan dunia, seperti kolera, pes
pneumoniae, demam kuning, ebola, meningococcus, dan lain-lain yang dinilai berdasarkan
suatu algoritme.
Implementasi IHR 2005 ini mensyaratkan setiap negara anggota untuk mampu
melakukan dua fungsi utama, yaitu fungsi surveilans untuk mendeteksi, menilai,
mengirimkan notifikasi dan laporan sesuai dengan tingkatannya dan mampu melancarkan
respon yang tepat dan efektif terhadap risiko kesehatan masyarakat dan kedaruratan
kesehatan yang meresahkan dunia. Untuk itu perlu dikembangkan beberapa kapasitas
utama, salah satunya adalah kesiapsiagaan, yang meliputi pengembangan rencana
kontijensi di tingkat nasional, intermediet, maupun primer untuk bahaya biologis, kimiawi,
radiologis, dan nuklir yang relevan.
Untuk mencegah terjadinya kedaruratan kesehatan masyarakat dan kedaruratan
kesehatan yang meresahkan dunia khususnya di Indonesia, perlu dilakukan koordinasi dan
kerjasama lintas sektor. Peran BBTKLPP dalam hal Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
adalah membantu kesiapsiagaan di daerah dengan menyediakan alat untuk
21
mengidentifikasi dan menilai faktor risiko KKM sehingga dapat dilakukan pemetaan risiko
kedaruratan kesehatan masyarakat di wilayah tersebut. Berdasarkan pemetaan tersebut,
daerah dapat mengembangkan suatu rencana kontijensi yang sesuai dengan potensi
bahayanya. Hal ini sesuai dengan tupoksi BBTKLPP berdasarkan Permenkes RI nomor
2349/Menkes/Per/XI/2011 yaitu pelaksanaan advokasi dan fasilitasi kejadian luar biasa,
wabah dan bencana kegiatan deteksi dini dan respon KKM terintegrasi dengan pintu masuk
negara.
B. PENERIMA MANFAAT
Kegiatan ini diharapkan bermanfaat untuk masyarakat di wilayah layanan 4
provinsi yaitu Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT
C. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN
5. Metode Pelaksanaan
Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah swakelola
6. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
Untuk tahap pencapaian keluaran yang akan dilakukan pada tahun anggaran
2017, pelaksanaannya diatur sebagai berikut:
No Kegiatan Bulan
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
1 Penilaian dan pemetaan faktor risiko berpotensi KKM di wilayah Kab/Kota
2 Sosialisasi faktor risiko
berpotensi KKM di wilayah
Kab/Kota
D. Kurun Waktu Pencapaian Keluaran
Waktu pencapaian keluaran dari kegiatan ini adalah 12 bulan yaitu dari bulan Januari
sampai bulan Desember 2017.
22
E. Biaya Yang Diperlukan
Biaya yang diperlukan untuk kegiatan ini bersumber dari DIPA BBTKLPP Surabaya
Tahun 2017 sebesar Rp. 266.642.000,-
Demikian Kerangka Acuan Kerja dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Penanggung jawab
a.n Kepala Kepala Bidang SE
Dra. Siswati Kesumawardani MM NIP. 1961020119870320021
23
KERANGKA ACUAN KERJA/TERM OF REFERENCE LAYANAN PENGENDALIAN PENYAKIT MALARIA
TAHUN ANGGARAN 2017
Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan RI
Unit Eselon I
: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit / BBTKLPP Surabaya
Program : Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Hasil (Outcome) : Menurunnya penyakit menular dan tidak menular, serta meningkatnya kesehatan jiwa
Kegiatan : Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor Dan Zoonotik
Indikator Kinerja Kegiatan : Jumlah Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Malaria
Jenis Keluaran (Output) : Layanan Pengendalian Penyakit Malaria
Volume Keluaran (Output) : 2
Satuan Ukur Keluaran (Output) : Layanan
D. LATAR BELAKANG
1. Dasar Hukum
1. Undang – Undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
2. Undang – Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang – Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bencana
4. PP No. 40 Tahun 1991 tentang Pedoman Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2 Tahun 2013 tentang Kejajian Luar Biasa Keracunan Pangan.
6. Permenkes RI No. 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB)
7. Permenkes RI No. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
8. Kepmenkes RI Nomor 2349/MENKES/SK/III/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit.
9. Kepmenkes RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan
10. Kepmenkes RI No. 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular
2. Gambaran Umum
Malaria adalah penyakit yang disebabkan parasit ”Plasmodium” yang menyerang sel
darah merah, ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Sampai saat ini penyakit malaria
masih merupakan ancaman di Indonesia dengan angka kesakitan dan kematian yang cukup
24
tinggi serta sering menimbulkan KLB.Kelompok yang paling rentan adalah ibu hamil dan
bayi.Malaria menyebabkan anemia berat pada ibu hamil yang mengakibatkan kematian
janin, berat badan lahir rendah dan bahkan kematian.Malaria juga merupakan salah satu
yang menjadi tujuan Millenium Development Goals (MDGs) untuk dikendalikan
penyebarannya.
Pengendalian malaria di Indonesia tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI
nomor 293/MENKES//SK/IV/2009 tentang Eliminasi Malaria di Indonesia bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat yang hidup sehat, terbebas dari penularan malaria secara
bertahap sampai tahun 2030. Program pemberantasan penyakit malaria yang dilaksanakan
secara berkesinambungan dan terintegrasi dalam kegiatan terpadu di kabupaten/kota
memerlukan proses perencanaan bersama lintas sector terkait yang tertuang dalam rencana
strrategis Gebrak Malaria.
Sasaran wilayah eliminasi dilaksanakan secara bertahap sebagai berikut :
1. Kepulauan Seribu (Provinsi DKI Jakarta), Pulau Bali dan Pulau Batam pada tahun 2010.
2. Pulau Jawa, Provinsi NAD dan Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2015.
3. Pulau Sumatera (kecuali Provinsi NAD dan Provinsi Kepulauan Riau), Provinsi NTB,
Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi pada tahun 2020.
4. Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, Provinsi Maluku, Provinsi Maluku Utara dan
Provinsi NTT pada tahun 2030.
Hulu dari pengendalian malaria adalah melalui pengendalian vektor, dimana salah
satunya menggunakan insektisida. Salah satu metodenya adalah dengan menggunakan
kelambu berinsektisida.Penggunaan kelambu banyak dilakukan karena mudah aplikasinya
dan sekali aplikasi dapat bertahan lama.
Penggunaan yang terus menerus dapat menimbulkan terjadinya kekebalan nyamuk
terhadap insektisida tersebut. Alternatip pemechan masalah :
1) Melakukan monitoring efektifitas kelambu berinsektisida .
2) Merekomendasi penggunaan insektisida yang akan digunakan
Menurut data Dinas Propinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2013, di NTTkasus malaria
termasuk tinggi walaupun terjadi penurunan jumlah penderita.Kasus malaria hampir terdapat
disemua kabupaten/kota. Angka malaria berdasarkan jumlah positif parasit malaria yang
diperiksa dari sediaan darah (API) adalah 16,37 per seribu penduduk, atau tiga kali dari
standar maksimal nasional yaitu 5 per seribu penduduk. Dinas Kesehatan Provinsi Nusa
Tenggara Timur menginformasikan tiga kabupaten dengan kasus malaria tertinggi
diantaranya adalah Kabupaten Belu, Kabupaten Sumba Barat Daya dan Kabupaten Sumba
Tengah.
Progam pemberantasan penyakit malaria yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan
terintregrasi memerlukan proses perencanaan bersama. Pada tahap pra eliminasi
25
diharapkan semua unit pelayanan kesehatan sudah mampu memeriksa kasus malaria
secara mikroskopis. Pemeriksaan mikroskopis merupakan gold standard dalam penegakan
diagnosis malaria, oleh karena itu sangat diperlukan peningkatan kemampuan dan
ketrampilan serta para pelaksana tenaga mikrokopis di unit pelayanan kesehatan, Selain itu
juga diperlukan pengawasan (assessment) terhadap surveilan malaria, sehingga diharapkan
lebih meningkatkan akselerasi pencapaian eliminasi malaria di wilayah endemis malaria.
Salah satu bentuk kegiatan tersebut berupa peningkatan pengelolaan laboratorium
mikroskopis serta monitoring pelaksanaan program eliminasi malaria..
BBTKL PP Surabaya sebagai Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kesehatan antara
lain mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan surveilans berbasis laboratorium, akan
melakukan kegiatan yang bertujuan dalam menunjang program Eliminasi Malaria.
B. PENERIMA MANFAAT
Kegiatan ini diharapkan bermanfaat untuk masyarakat di wilayah layanan 4
provinsi yaitu Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT
C. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN
7. Metode Pelaksanaan
Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah swakelola
8. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
Untuk tahap pencapaian keluaran yang akan dilakukan pada tahun anggaran
2017, pelaksanaannya diatur sebagai berikut:
No Kegiatan
Bulan
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
1 Penguatan Kapasitas Petugas Crosschecker Malaria
2 Kajian Konfirmasi Tingkat Endemisitas
D. Kurun Waktu Pencapaian Keluaran
Waktu pencapaian keluaran dari kegiatan ini adalah 12 bulan yaitu dari bulan Januari
sampai bulan Desember 2017
26
E. Biaya Yang Diperlukan
Biaya yang diperlukan untuk kegiatan ini bersumber dari DIPA BBTKLPP Surabaya
Tahun 2017 sebesar Rp 388.645.000,-
Demikian Kerangka Acuan Kerja dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Penanggung jawab
a.n Kepala Kepala Bidang SE
Dra. Siswati Kesumawardani MM NIP. 1961020119870320021
27
KERANGKA ACUAN KERJA/TERM OF REFERENCE LAYANAN PENGENDALIAN PENYAKIT ARBOVIROSIS
TAHUN ANGGARAN 2017
Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan RI
Unit Eselon I
: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit / BBTKLPP Surabaya
Program : Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Hasil (Outcome) : Menurunnya penyakit menular dan tidak menular, serta meningkatnya kesehatan jiwa
Kegiatan : Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik
Indikator Kinerja Kegiatan : Jumlah Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Arbovirosis
Jenis Keluaran (Output) : Layanan Pengendalian Penyakit Arbovirosis
Volume Keluaran (Output) : 2
Satuan Ukur Keluaran (Output) : Layanan
E. LATAR BELAKANG
1. Dasar Hukum
1. Undang – Undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
2. Undang – Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang – Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bencana
4. PP No. 40 Tahun 1991 tentang Pedoman Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2 Tahun 2013 tentang Kejajian Luar Biasa Keracunan Pangan.
6. Permenkes RI No. 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB)
7. Permenkes RI No. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
8. Kepmenkes RI Nomor 2349/MENKES/SK/III/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit.
9. Kepmenkes RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan
10. Kepmenkes RI No. 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular
2. Gambaran Umum
Infeksi virus Dengue termasuk dalam Jenis penyakit menular tertentu yang dapat
menimbulkan wabah (Permenkes No.1501 Tahun 2010) dan merupakan masalah
28
kesehatan dunia termasuk Indonesia. Wilayah Asia Tenggara merupakan wilayah
endemis DBD, termasuk Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam dengan angka
kejadian di Indonesia pada kurun waktu 2011-2014 rata-rata 92.208/ tahun. Urutan
jumlah tertinggi pada tahun 2016 pada provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta dan Jawa
Tengah, namun urutan angka kematian tertinggi pada provinsi Maluku, Gorontalo dan
Banten.
Surveilans Epidemiologi merupakan kegiatan analisis secara sistematis dan terus
menerus terhadap penyakit atau masalah kesehatan masyarakat dan kondisi yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah kesehatan
tersebut. Surveilans Dengue sudah dilakukan sejak 1968 sejak kasus pertama
ditemukan di Jakarta dan Surabaya. Hasil dari pelaksanaan kegiatan surveilans dapat
menjadi dasar untuk melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien.
Indikator keberhasilan pengendalian DBD adalah meningkatnya persentase
kabupaten/kota dengan IR < 49.100.000 penduduk pada tahun 2019.
Beberapa tantangan dalam menghadapi penyakit menular antara lain adanya faktor
risiko yang semakin kompleks baik dari host, vektor, agent maupun lingkungan.
Perubahan agent bisa disebabkan oleh adanya mutasi, resistensi, atau adanya agent
baru yang menyebabkan penyakit dengan gejala klinis yang sama. Faktor perubahan
iklim juga mempengaruhi vektor pembawa agent dan secara tidak langsung
berpengaruh terhadap perubahan yang terjadi pada agent yang dalam hal ini adalah
virus Dengue. Gambaran tersebut menunjukkan pentingnya dilakukan surveilans
epidemiologi terhadap penyakit DBD secara mendasar dan berbasis laboratorium
sehingga bisa dilakukan pengendalian terhadap penyakit tersebut dengan lebih tepat
dan akurat.
Tujuan dari kegiatan Surveilans Arbovirosis berbasis Laboratorium adalah untuk
mendapatkan informasi epidemiologi dan virologi infeksi virus Dengue dan Arbovirosis
lainnya sebagai dasar penentuan kebijakan dalam pengendakian penyakit terkait. Hasil
dari kegiatan tersebut diharapkan dapat diketahui gambaran epidemiologi, gambaran
serotipe virus, gambaran klinis kasus Dengue, proporsi infeksi Dengue dari kunjungan
rawat jalan, dan diketahuinya Arbovirosis lain yang beredar termasuk patogen lain yang
baru muncul.
B. PENERIMA MANFAAT
Kegiatan ini diharapkan bermanfaat untuk masyarakat di wilayah layanan 4
provinsi yaitu Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT
C. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN
29
9. Metode Pelaksanaan
Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah swakelola
10. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
Untuk tahap pencapaian keluaran yang akan dilakukan pada tahun anggaran
2017, pelaksanaannya diatur sebagai berikut:
No Kegiatan
Bulan
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
1 Surveilans Vektor dan Analisis Severity Rate
2 Surveilans Biomolekuler Virus Dengue (S3D)
D. Kurun Waktu Pencapaian Keluaran
Waktu pencapaian keluaran dari kegiatan ini adalah 12 bulan yaitu dari bulan Januari
sampai bulan Desember 2017
E. Biaya Yang Diperlukan
Biaya yang diperlukan untuk kegiatan ini bersumber dari DIPA BBTKLPP Surabaya
Tahun 2017 sebesar Rp 750.000.000,-
Demikian Kerangka Acuan Kerja dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Penanggung jawab
a.n Kepala Kepala Bidang SE
Dra. Siswati Kesumawardani MM NIP. 1961020119870320021
30
KERANGKA ACUAN KERJA/TERM OF REFERENCE LAYANAN PENGENDALIAN PENYAKIT ZOONOSIS
TAHUN ANGGARAN 2017
Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan RI
Unit Eselon I
: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit / BBTKLPP Surabaya
Program : Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Hasil (Outcome) : Menurunnya penyakit menular dan tidak menular, serta meningkatnya kesehatan jiwa
Kegiatan : Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik
Indikator Kinerja Kegiatan : Jumlah Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Zoonsis
Jenis Keluaran (Output) : Layanan Pengendalian Penyakit Zoonosis
Volume Keluaran (Output) : 3
Satuan Ukur Keluaran (Output) : Layanan
F. LATAR BELAKANG
1. Dasar Hukum
1. Undang – Undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
2. Undang – Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang – Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bencana
4. PP No. 40 Tahun 1991 tentang Pedoman Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2 Tahun 2013 tentang Kejajian Luar Biasa Keracunan Pangan.
6. Permenkes RI No. 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB)
7. Permenkes RI No. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
8. Kepmenkes RI Nomor 2349/MENKES/SK/III/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit.
9. Kepmenkes RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan
10. Kepmenkes RI No. 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular
31
2. Gambaran Umum
Saat ini penyakit rabies telah tersebar di 24 provinsi, dengan jumlah gigitan hewan
penular rabies dan kasus kematian karena rabies cukup tinggi. Sembilan provinsi yang
dinyatakan bebas rabies adalah NTB, Papua, Papua Barat, Bangka Belitung, Kepulauan
Riau, DKI Jakarta, DIY, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Penyakit ini bila sudah menunjukkan
gejala klinis pada hewan dan manusia selalu diakhiri dengan kematian, sehingga
mengakibatkan timbulnya rasa cemas dan takut bagi orang-orang yang terkena gigitan dan
kekhawatiran serta keresahan bagi masyarakat pada umumnya. Salah satu tindakan
preventif yang dilakukan yaitu dengan memberikan Vaksin anti rabies (VAR). VAR dapat
mencegah kematian pada manusia bila diberikan secara dini pasca gigitan.
Penyimpanan vaksin membutuhkan suatu perhatian khusus karena vaksin
merupakan sediaan biologis yang rentan terhadap perubahan temperatur
lingkungan. Vaksin Anti Rabies harus disimpan pada suhu 2 – 8 ºC. Cara penyimpanan
untuk vaksin sangat penting karena menyangkut potensi dan daya antigennya. Beberapa
faktor yang mempengaruhi penyimpanan vaksin adalah antara lain suhu, sinar matahari dan
kelembaban. Penyimpangan dari ketentuan yang ada dapat mengakibatkan kerusakan
vaksin sehingga menurunkan atau menghilangkan potensinya bahkan bila diberikan kepada
sasaran dapat menimbulkan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang tidak diinginkan.
Sebagai salah satu upaya untuk memantau kualitas rantai dingin (cold chain)
penyimpanan Vaksin anti Rabies, Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Surabaya melakukan Kajian Kualitas Rantai Dingin di
wilayah kerja BBTKLPP Surabaya yang belum dinyatakan bebas rabies, yaitu Provinsi Bali
dan Nusa Tenggara Timur (NTT)
Penyakit pes (Plague) hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan nasional
maupun internasional. Pes merupakan penyakit menular potensial wabah yang termasuk
dalam International Health Regulation (2005) sebagai re-emerging desease atau penyakit
lama yang muncul kembali dan berpotensi KLB. Kebijakan Pemerintah dalam pengendalian
penyakit pes adalah mengupayakan agar tidak ada lagi kematian akibat pes, dan mencegah
penyebaran pes keluar wilayah atau sebaliknya.
Di Indonesia, wabah pes pernah muncul di Boyolali Jawa Tengah tahun 1960,
Ciwidey Kabupaten Bandung Jawa Barat, Cangkringan Daerah Istimewa Yogyakarta
kemudian surut dan muncul kembali tahun 1987 di Nongkojajar kabupaten Pasuruan Jawa
Timur,dimana dari 25 penderita 21 orang meninggal dunia (CFR : 83,3%). Sejak kejadian
tersebut pengamatan / surveilans epidemiologi terus dilakukan terhadap manusia, rodent
maupun pinjalnya di daerah-daerah yang pernah terjangkit sebagai upaya kewaspadaan.
32
Kejadian luar biasa (KLB) pes di Kabupaten Pasuruan terjadi pada tahun 1987 yang
memakan korban 21 orang meninggal, dan kejadian kembali terulang pada tahun 1997
dengan 1 korban jiwa. Oleh karena itu, kegiatan pengamatan/surveilans epidemiologi
terhadap pes baik pada rodent dan manusia terus dilakukan untuk meminimalisir terjadinya
kejadian pes. Status wilayah pengamatan pes dibagi atas 3 wilayah yaitu wilayah fokus,
terancam dan wilayah bebas. Wilayah fokus adalah wilayah dimana ditemukannya penderita
pes, wilayah terancam adalah wilayah di sekitar wilayah fokus yang mempunyai
kemungkinan untuk penyebaran pes dan wilayah bebas adalah wilayah di luar kedua
wilayah tersebut yang tidak ditemukan penderita pes.
B. PENERIMA MANFAAT
Kegiatan ini diharapkan bermanfaat untuk masyarakat di wilayah layanan 4
provinsi yaitu Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT
C. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN
11. Metode Pelaksanaan
Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah swakelola
12. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
Untuk tahap pencapaian keluaran yang akan dilakukan pada tahun anggaran
2017, pelaksanaannya diatur sebagai berikut:
No Kegiatan Bulan
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
1 Kajian kualitas rantai dingin penyimpanan vaksin anti rabies
2 Surveilans penyakit zoonosa
D. Kurun Waktu Pencapaian Keluaran
Waktu pencapaian keluaran dari kegiatan ini adalah 12 bulan yaitu dari bulan Januari
sampai bulan Desember 2017
33
E. Biaya Yang Diperlukan
Biaya yang diperlukan untuk kegiatan ini bersumber dari DIPA BBTKLPP Surabaya
Tahun 2017 sebesar Rp 258.878.000,-
Demikian Kerangka Acuan Kerja dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Penanggung jawab
a.n Kepala Kepala Bidang SE
Dra. Siswati Kesumawardani MM NIP. 1961020119870320021
34
KERANGKA ACUAN KERJA/TERM OF REFERENCE LAYANAN PENGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG PEMBAWA PENYAKIT
TAHUN ANGGARAN 2017
Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan RI
Unit Eselon I
: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit / BBTKLPP Surabaya
Program : Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Hasil (Outcome) : Menurunnya penyakit menular dan tidak menular, serta meningkatnya kesehatan jiwa
Kegiatan : Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik
Indikator Kinerja Kegiatan : Jumlah Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
Jenis Keluaran (Output) : Layanan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
Volume Keluaran (Output) : 3
Satuan Ukur Keluaran (Output) : Layanan
G. LATAR BELAKANG
1. Dasar Hukum
1. Undang – Undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
2. Undang – Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang – Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bencana
4. PP No. 40 Tahun 1991 tentang Pedoman Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2 Tahun 2013 tentang Kejajian Luar Biasa Keracunan Pangan.
6. Permenkes RI No. 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB)
7. Permenkes RI No. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
8. Kepmenkes RI Nomor 2349/MENKES/SK/III/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit.
9. Kepmenkes RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan
10. Kepmenkes RI No. 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular
35
2. Gambaran Umum
Hingga saat ini Indonesia masih belum dinyatakan bebas dari penyakit pes. Sebagai
salah satu penyakit zoonosa penyakit ini masuk kriteria PHEIC yaitu penyakit yang
berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa dan meresahkan dunia. Di Indonesia, penyakit
Pes tercantum dalam UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan
tercantum pula dalam Permenkes RI No. 560/Menkes/Per/tirVII/1989 tentang penyakit yang
menimbulkan wabah.
Pengendalian vektor penyebar penyakit pes merupakan salah kunci penting dalam
upaya penanggulangan penyakit pes. Saat ini kegiatan kontrol terhadap pinjal sudah
dilakukan dengan melakukan dusting insektisida. Jenis insektisida yang digunakan selama
ini antara lain Fenitrothion dan Bendiocarb. Penggunaan jenis insektisida kimiawi tersebut
ditakutkan akan menimbulkan masalah baru yaitu pencemaran lingkungan yang akan
mengancam kesehatan manusia. Oleh karena itu perlunya upaya mencari bahan alternatip
insektisida nabati yang aman namun ampuh dalam pengendalian vektor penyakit pes. Oleh
karena itu kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas bahan insektisida nabati
dalam pengendalian vektor penyakit pes. Penyakit Pes ditularkan oleh pinjal sebagai vektor
pembawa penyakit.
Pinjal tersebut akan membawa bakteri Yersinia pestis sebagai agen penyakit Pes
dan menularkannya kepada hewan yang digigitnya termasuk kepada manusia. Spesies
pinjal yang ditemukan pada daerah enzootik Pes Pasuruan adalah Xenopsylla cheopis dan
Stivallius cognatus. Kejadian luar biasa (KLB) pes di Kabupaten Pasuruan terjadi pada
tahun 1987 yang memakan korban 21 orang meninggal, dan kejadian kembali terulang pada
tahun 1997 dengan 1 korban jiwa. Oleh karena itu, kegiatan pengamatan/surveilans
epidemiologi terhadap pes baik pada rodent dan manusia terus dilakukan untuk
meminimalisir terjadinya kejadian pes. Status wilayah pengamatan pes dibagi atas 3 wilayah
yaitu wilayah fokus, terancam dan wilayah bebas. Wilayah fokus adalah wilayah dimana
ditemukannya penderita pes, wilayah terancam adalah wilayah di sekitar wilayah fokus yang
mempunyai kemungkinan untuk penyebaran pes dan wilayah bebas adalah wilayah di luar
kedua wilayah tersebut yang tidak ditemukan penderita pes. Melalui kegiatan ini diharapkan
dapat menyediakan data dan informasi tentang kondisi vektor pembawa penyakit Pes di
daerah enzootik Pes Pasuruan.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat penting di Indonesia dan sering menimbulkan suatu letusan Kejadian
Luar Biasa (KLB) dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular (vektor )
penyakit DBD yang penting adalah Aedes aegypti, Aedes albopictus, dan Aedes scutellaris,
tetapi sampai saat ini yang menjadi vektor utama dari penyakit DBD adalah Aedes aegypti.
36
Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi merupakan provinsi dengan Kasus DBD tinggi.
Data dari Dinas Kesehatan Provinsi mengatakan bahwa pada awal tahun 2016 terdapat lima
kabupaten dengan jumlah kasus DBD tertinggi, yaitu : Kabupaten Jombang ( 250 Kasus),
Kabupaten Pacitan ( 167 Kasus), Kabupaten Banyuwangi (142 Kasus), Trenggalek (113
kasus) dan Sumenep (111 kasus). Informasi spesifik vektor penyakit DBD terkait jenis
vektor, waktu dan tempat kebiasaan bertelur maupun menghisap darah, merupakan hal
yang penting dalam menentukan strategi pencegahan dan pengendalian.
B. PENERIMA MANFAAT
Kegiatan ini diharapkan bermanfaat untuk masyarakat di wilayah layanan 4
provinsi yaitu Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT
C. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN
13. Metode Pelaksanaan
Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah swakelola
14. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
Untuk tahap pencapaian keluaran yang akan dilakukan pada tahun anggaran
2017, pelaksanaannya diatur sebagai berikut:
No Kegiatan
Bulan
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
1 Monev Resistensi Insektisda dan Larvasida
2 Survei Prilaku Vektor (DBD,Malaria dan Filariasis)
3 Surveilans Vektor dan BPP Berbasis Lab (Virus, Parasit, Cacing dan Pes
D. Kurun Waktu Pencapaian Keluaran
Waktu pencapaian keluaran dari kegiatan ini adalah 12 bulan yaitu dari bulan Januari
sampai bulan Desember 2017
37
E. Biaya Yang Diperlukan
Biaya yang diperlukan untuk kegiatan ini bersumber dari DIPA BBTKLPP Surabaya
Tahun 2017 sebesar Rp 166.454.000,-
Demikian Kerangka Acuan Kerja dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Penanggung jawab
a.n Kepala Kepala Bidang SE
Dra. Siswati Kesumawardani MM NIP. 1961020119870320021
38
KERANGKA ACUAN KERJA/TERM OF REFERENCE LAYANAN PENGENDALIAN FILARIASIS DAN KECACINGAN
TAHUN ANGGARAN 2017
Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan RI Unit Eselon I/ eselon II
: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit /BBTKLPP Surabaya
Program : Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Hasil (Outcome) : Menurunnya Penyakit Menular dan Tidak Menular,
serta Meningkatnya Kesehatan Jiwa Kegiatan : Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor
dan Zoonotik Indikator Kinerja Kegiatan
: Jumlah Kabupaten/ Kota Endemis yang melakukan
Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM)
Jenis Keluaran (Output) : Layanan Pengendalian Filariasis dan Kecacingan Volume Keluaran (Output) : 1
Satuan Ukur Keluaran( Output) : Layanan
A.Latar Belakang
1. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Kesehatan
6. Keputusan Menteri Kesehatan Rl Nomor 424 /MENKES/SKVI/2006 tentang
Pedoman Pengendalian Penyakit Kecacingan
2.Gambaran Umum
Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) merupakan salah satu penyakit menular menahun yang
masih penyakit menjadi masalah kesehatan masyarakat di wilayah Indonesia. Karena
berjangkit disebagian besar wilayah Indonesia dan dapat menimbulkan kecacatan yang
menetap.
Pengobatan filariasis adalah pengobatan yang dilaksanakan untuk mengeliminasi filariasis di
Indonesia. Eliminasi ini dicapai dengan menerapkan dua strategi utama yaitu memutus
rantai penularan filariasis melalui pengobatan massal di daerah endemis dan membatasi
kecacatan melalui penatalaksanaan kasus klinis filariasis.
Pengobatan massal filariasis dilaksanakan di daerah endemis filariasis yaitu daerah dengan
angka mikrofilaria rate (Mf Rate ) > 1%. Angka mikrofilaria Rate ini didapatkan melalui survei
39
darah jari yang dilaksanakan di daerah yang memiliki kasus klinis filariasis. Pengobatan
massal dilaksanakan dengan unit pelaksanaan Kab/Kota. Pengobatan ini bertujuan untuk
memutus rantai penularan filariasis dengan menurunkan angka mikrofilaria menjadi < 1%
dan menurunkan kepadatan rata-rata filarianya.
Pengobatan massal dilaksankan secara serentak terhadap semua penduduk yang memiliki
persyaratan untuk menjadi sasaran pengobatan dan tinggal di daerah endemis filariasis.
Pengobatan ini dilaksanakan setahun sekali selama minimal 5 tahun berturut-turut, dengan
menggunakan kombinasi obat dietilkarbamazin citrit (DEC) dan Albendazol. Dosis DEC
diberikan berdasarkan kelompok umur sasaran sedangkan Albendazol diberikan sebagai
dosis tunggal yaitu sebesar 400 mg.
Pengobatan massal filariasis telah dicanangkan oleh Menteri Kesehatan sejak tanggal 28
April 2002 di Desa Mainan, Kecamatan Banyuasin, Kabupaten Musi Banyuasi Provinsi
Sumatera Selatan. Selain itu, telah dicanangkan pula bulan eliminasi kaki gajah (Belkaga)
dalam rangka upaya percepatan eliminasi filariasis di Indonesia pada 1 Oktober 2015 oleh
Menteri Kesehatan RI.
Disamping pengobatan massal filariasis dilakukan pula penatalaksanaan kasus klinis
filariasis dalam upaya pencegahan dan pembatasan kecatatan penderita kronis filariasis.
Dalam tatalaksana ini, semua penderita kasus klinis yang tinggal di daerah endemis maupun
tidak endemis diberikan obat DEC. Selain diberikan obat, pada penderita dengan gejala
klinis kronis, dilakukan perawatan anggota tubuh yang membengkak melalui 5 basic hygiene
agar anggota tubuh yang sudah cacat tersebut tidak bertambah berat derajat kecacatannya.
Kecacingan merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia, terutama dikalangan anak sekolah dasar dan balita.
Kecacingan dapat mengakibatkan menunrunnya kondisi kesehatan, gizi, keceerdasan dan
produktifitas penderitanya sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan kerugian.
Kecacingan menyebabkan kehilangan karbohidrat dan protein serta kehilangan darah,
sehingga menurunkan kualitas sumber daya manusia.Sesuai dengan kebijakan otonomi
daerah dimana pelaksanaan dari berbagai program kesehatan adalah pemerintah daerah
kabupaten /kota, maka Program pengendalian kecacingan termasuk program yang
diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten sesuai dengan kebijakan program
pengendalian kecacingan yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan. BBTKLPP sebagai
UPT Kemenkes Pusat dibawah Direktorat Pengendalian Penyakit akan melakukan kajian
surveilans faktor risiko penyakit kecacingan.
Survei Evaluasi Pasca POMP Filariasis
Untuk menilai keberhasilan POMP fialriasis yang telah dilaksanakan di daerah endemis
selama 5 tahun dan untuk menghentikan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM)
filariasis di daerah endemis perlu dilaksanakan survey penilaian transmisi dengan tujuan
40
untuk mengetahui jumlah antigen/ antibody positif yang dibandingkan dengan nilai ambang
batas kritis yang telah ditetapkan di masing-masing Kab/ Kota yang melaksanakan kegiatan
survey penilaian transmisi (Transmission Assessment Survey/ TAS). TAS dapat
dilaksanakan pada daerah endemis yang telah melaksanakan POMP filariasis selama
minimal 5 tahun berturut – turut dengan cakupan penduduk minum obat minimal 65% dari
total penduduk.
Kriteria Pelaksanaan Survei Penilaian Transmisi (TAS):
Survey penilaian transmisi dilakukan di masing – masing EU (Evaluation Unit). EU
bisa merupakan 1 IU atau gabungan dari beberapa IU atau 1 IU dipecah menjadi
beberapa EU. Per EU tidak lebih dari 2 juta populasi
Hasil evaluasi survei darah jari pasca POMP di daerah sentinel dan spot mf rate <
1%
Untuk daerah brugia memakai alat diagnostik BmR1
Untuk daerah W.bancrofti memakai alat test diagnostik ICT
Pemeriksaan dilakukan pada anak kelas 1 dan 2 SD (bila > 75% anak di daerah
tersebut sekolah) atau anak usia 6 – 7 tahun di komunitas (Bila anak yang
bersekolah di daerah tersebut <75%)
Metode survey secara cluster atau LQAS. Cara perhitungan cluster dan besar
sampel sesuai dengan panduan TAS yang direkomendasikan oleh WHO.
1. Jika jumlahnya < 30 maka kluster adalah 30
2. Jika > 30, maka jumlah tersebut lah yang menjadi jumlah kluster
Contoh:
- Jumlah anak SD kelas 1 dan 2 yaitu 40.000 anak. Maka jumlah sampel yang
dibutuhkan adalah 1.684 anak
- Misalkan rata-rata jumlah anak SD kelas 1 dan 2 per sekolah sekitar 40
orang. Maka jumlah kluster yaitu 1.684 : 40 = 42
- Jadi jumlah kluster adalah 42
- Sehingga setiap kluster akan diambil 1.684 : 42 = 40 anak sebagai sampel.
B. Penerima Manfaat
1) Kegiatan ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada Kementerian Kesehatan
pada khususnya serta Dinas Kesehatan Provinsi/ Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
pada umumnya dalam upaya pengendalian Penyakit filariasis.
C. Strategi Pencapaian Keluaran
15. Metode Pelaksanaan
Kegiatan ini dilaksanakan dengan metode Cluster atau LQAS
41
16. Sasaran : Anak SD kelas 1 dan 2
17. Tahapan Pelaksanaan
a) Persiapan Pelaksanaan Survey
Koordinasi dilakukan dengan Dinas kesehatan Provinsi dan Kabupaten Rote Ndao
maupun dengan Subdit Kecacingan dan Filariasis.
b) Pelaksanaan kegiatan
On the job training, penyuluhan kesehatan, pelaksanaan survey
c) Laporan Pelaksanaan
Laporan ditujukan kepada DirJen Pengendalian Penyakit dan tembusan Kepada
Direktorat PPTVZ
18. Matrik Pelaksanaan Kegiatan
No Kegiatan Bulan/ Tahun 2017
Jan Feb Mar Aprl Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nop Des
1 Koordinasi
2 Pelaksanaan
Kegiatan
3 Laporan
Pelaksanaan
D. Kurun Waktu Pencapaian Keluaran
Waktu pencapaian keluaran dari kegiatan ini adalah 12 bulan yaitu dari bulan Januari
sampai bulan Januari – Juni 2017.
E. Biaya Yang Diperlukan
Biaya yang diperlukan untuk kegiatan ini bersumber dari DIPA BBTKLPP Surabaya
Tahun 2017 sebesar Rp. 144.715.000,-
Demikian Kerangka Acuan Kerja dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
KERANGKA ACUAN KERJA/TERM OF REFERENCE
Penanggung jawab
a.n Kepala Kepala Bidang SE
Dra. Siswati Kesumawardani MM NIP. 1961020119870320021
42
LAYANAN PENGENDALIAN PENYAKIT TB (Kajian faktor risiko dalam rangka pencegahan dan pengendalian TB di kantong
kantong penularan TB) TAHUN ANGGARAN 2017
Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan RI
Unit Eselon I
: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit / BBTKLPP Surabaya
Program : Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Hasil (Outcome) : Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit serta meningkatnya pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular
Kegiatan : Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menular Langsung
Indikator Kinerja Kegiatan : Jumlah kasus TB yang ditemukan dan diobati
Jenis Keluaran (Output) : Layanan Pengendalian Penyakit TB
Volume Keluaran (Output) : 4
Satuan Ukur Keluaran (Output) : Layanan
H. LATAR BELAKANG
1. Dasar Hukum
1. Undang – Undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
2. Undang – Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang – Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bencana
4. PP No. 40 Tahun 1991 tentang Pedoman Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2 Tahun 2013 tentang Kejajian Luar Biasa Keracunan Pangan.
6. Permenkes RI No. 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB)
7. Permenkes RI No. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
8. Kepmenkes RI Nomor 2349/MENKES/SK/III/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit.
9. Kepmenkes RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan
10. Kepmenkes RI No. 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular
2. Gambaran Umum
43
Indonesia menduduki peringkat ke tiga dalam daftar High Burden Countries.
Insidens TB diperkirakan (laporan WHO 2005) sekitar 623.000 kasus ‘semua dianosis’
(285/100.000), sedangkan prevalensi semua kasus diperkirakan sekitar 1.4 juta pasien
dimana 282,000 kasus baru BTA positif (Perkiraan insidensi 128/100.000). Tuberkulosis
juga menduduki peringkat 3 daftar 10 penyebab kematian di Indonesia, yang
menyebabkan 146,000 kematian setiap tahun (10% mortalitas total).
Insidens TB terus meningkat dari tahun ke tahun. Faktor pengetahuan sikap dan
perilaku masyarakat menjadi sebab terjadinya peningkatan insiden TB. Penderita yang
tidak displin untuk berobat secara teratur, lamanya pengobatan serta intensitas
pengobatan yang terus menerus, disertai dengan kurangnya kesadaran untuk perilaku
aman baik untuk dirinya maupun untuk masyarakat sekitarnya menyebabkan
meningkatnya penularan peyakit TB kepada anggota masyarakat lainnya, terutama
pada orang orang yang kontak erat dengan penderita TB tersebut.
Sulitnya penanganan TB menjadi masalah kesehatan masyarakat yang sangat
serius di Indonesia. Karenanya, segala upaya harus dilakukan untuk mencegah
penularan dan perkembangan kasus. Salah satu caranya adalah melaksanakan
tatalaksana pasien TB yang berkualitas dengan tetap menggunakan strategi DOTS
(Directly Observed Treatment Short Course) atau dikenal dengan strategi
pendampingan minum obat. Tujuannya supaya paling sedikit 95 persen pasien TB yang
diobati bisa disembuhkan dan pasien TB yang drop out pengobatan dapat dicegah atau
dikurangi sehingga tidak melaju menjadi TB MDR.
B. PENERIMA MANFAAT
Kegiatan ini diharapkan bermanfaat untuk masyarakat di wilayah layanan 4
provinsi yaitu Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT
C. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN
19. Metode Pelaksanaan
Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah swakelola
20. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
Untuk tahap pencapaian keluaran yang akan dilakukan pada tahun anggaran
2017, pelaksanaannya diatur sebagai berikut:
44
No Kegiatan
Bulan
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
1 Pertemuan persiapan
2 Pelaksanaan kegiatan
3 Penyusunan laporan
4 Diseminasi hasil
D. Kurun Waktu Pencapaian Keluaran
Waktu pencapaian keluaran dari kegiatan ini adalah 12 bulan yaitu dari bulan Januari
sampai bulan Desember 2017
E. Biaya Yang Diperlukan
Biaya yang diperlukan untuk kegiatan ini bersumber dari DIPA BBTKLPP Surabaya
Tahun 2017 sebesar Rp. 109.285.000,-
Demikian Kerangka Acuan Kerja dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Penanggung jawab
a.n Kepala Kepala Bidang SE
Dra. Siswati Kesumawardani MM NIP. 1961020119870320021
45
KERANGKA ACUAN KERJA/TERM OF REFERENCE LAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT KUSTA
TAHUN ANGGARAN 2017
Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan RI
Unit Eselon I
: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit / BBTKLPP Surabaya
Program : Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Hasil (Outcome) : Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit serta meningkatnya pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular
Kegiatan : Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menular Langsung
Indikator Kinerja Kegiatan : Jumlah kabupaten/kota yang eliminasi kusta
Jenis Keluaran (Output) : Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kusta
Volume Keluaran (Output) : 4
Satuan Ukur Keluaran (Output) : Layanan
I. LATAR BELAKANG
1. Dasar Hukum
1. Undang – Undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
2. Undang – Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang – Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bencana
4. PP No. 40 Tahun 1991 tentang Pedoman Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2 Tahun 2013 tentang Kejajian Luar Biasa Keracunan Pangan.
6. Permenkes RI No. 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB)
7. Permenkes RI No. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
8. Kepmenkes RI Nomor 2349/MENKES/SK/III/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit.
9. Kepmenkes RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan
10. Kepmenkes RI No. 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular
2. Gambaran Umum
46
Kusta merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan kecacatan
permanen pada penderita jika tidak segera ditangani dengan benar. Kusta disebabkan oleh
Mycobacterium leprae yang menular melalui kondisi hygiene sanitasi lingkungan yang
buruk. Jawa Timur merupakan provinsi kasus kusta tertinggi di Indonesia. Di Jawa Timur
angka prevalensi adalah 1.12 dan daerah endemis kusta tersebar di 12 kab/kota
Sepanjang tahun 2013, tercacat 16.825 kasus kusta baru, dengan angka kecacatan
6,82 per 1.000.000 penduduk yang menempatkan Indonesia di peringkat ketiga dunia
dengan kasus baru kusta terbanyak setelah India (134.752 kasus) dan Brasil (33.303
kasus).(http://www.depkes.go.id/hari-kustasedunia-2015). Tahun 2014 dilaporkan 17.025
kasus kusta baru dimana diantaranya 879 merupakan kasus baru pada anak-anak dan
kasus kecacatan tingkat II sebanyak 1.596. Pada eliminasi kusta di tahun 2013, 20 provinsi
berhasil mencapai eliminasi.
Pada eliminasi kusta di tahun 2013, masih terdapat 14 provinsi yang belum berhasil
melaksanakan eliminasi dan diantaranya adalah Provinsi Jawa Timur. Di Jawa Timur angka
prevalensi adalah 1.12 dan daerah endemis kusta tersebar di 12 kab/kota. Provinsi Jawa
timur ditargetkan eliminasi kusta pada tahun 2017 dengan kriteria angka prevalensi <1 per
10.000 penduduk. Antara lain dengan strategi penemuan kasus dan pengobatan dini (data
Subdit Kusta dan Frambusia, Kemenkes RI pada Pertemuan Advokasi, Sosialisasi, dan
Pelatihan Singkat Kegiatan Intensifikasi Penemuan Kasus Kusta, April 2016).
Untuk mencegah penularan penyakit ini lebih lanjut, BBTKLPP Surabaya yang
memiliki tupoksi antara lain melaksanakan surveilans epidemiologi, kewaspadaan dini dan
penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) di bidang pemberantasan penyakit menular,
dipandang perlu melakukan kegiatan kajian faktor pendukung keberhasilan program
eliminasi kusta untuk mengetahui pola penularan dan faktor risiko potensial penularan kusta
pada anak sekolah dasar.
B. PENERIMA MANFAAT
Kegiatan ini diharapkan bermanfaat untuk masyarakat di wilayah layanan 4
provinsi yaitu Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT
C. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN
21. Metode Pelaksanaan
Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah swakelola
22. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
Untuk tahap pencapaian keluaran yang akan dilakukan pada tahun anggaran
2017, pelaksanaannya diatur sebagai berikut:
47
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
1 Sosialisasi Deteksi Dini dan Pencegahan Penyakit Kusta Kepada Masyarakat (Persiapan pelaksaan deteksi dini pencegahan penyakit Kusta)
2 Kajian Faktor Keberhasilan Pengobatan MDT pada Pasien Kusta
3 Kajian Faktor Resiko Terjadinya Relaps pada Pasien Kusta
D. Kurun Waktu Pencapaian Keluaran
Waktu pencapaian keluaran dari kegiatan ini adalah 12 bulan yaitu dari bulan Januari
sampai bulan Desember 2017
E. Biaya Yang Diperlukan
Biaya yang diperlukan untuk kegiatan ini bersumber dari DIPA BBTKLPP Surabaya
Tahun 2017 sebesar Rp 203.101.000,-
Demikian Kerangka Acuan Kerja dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Penanggung jawab
a.n Kepala Kepala Bidang SE
Dra. Siswati Kesumawardani MM NIP. 1961020119870320021
48
KERANGKA ACUAN KERJA/TERM OF REFERENCE LAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT PENYAKIT ISP
(DETEKSI DINI KARIER TIFOID PADA KELOMPOK BERISIKO PENJAMAH MAKANAN) TAHUN ANGGARAN 2017
Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan RI
Unit Eselon I
: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit / BBTKLPP Surabaya
Program : Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Hasil (Outcome) : Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit serta meningkatnya pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular
Kegiatan : Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menular Langsung
Indikator Kinerja Kegiatan : Persentase kab/kota yang melaksanakan Pengamatan Karier Tifoid Pada Penjamah Makanan
Jenis Keluaran (Output) : Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Penyakit ISP
Volume Keluaran (Output) : 6
Satuan Ukur Keluaran (Output) : Layanan
J. LATAR BELAKANG
1. Dasar Hukum
1. Undang – Undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
2. Undang – Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang – Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bencana
4. PP No. 40 Tahun 1991 tentang Pedoman Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2 Tahun 2013 tentang Kejajian Luar Biasa Keracunan Pangan.
6. Permenkes RI No. 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB)
7. Permenkes RI No. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
8. Kepmenkes RI Nomor 2349/MENKES/SK/III/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit.
9. Kepmenkes RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan
10. Kepmenkes RI No. 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular
49
2. Gambaran Umum
Tifoid merupakan penyakit gangguan pencernaan urutan ke-2 terbanyak setelah diare.
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Penyebaran penyakit Tifoid berkaitan
erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan
sanitasi yang buruk serta higiene sanitasi pengolahan makanan yang masih rendah.
Penyakit ini menular melalui makanan dan minuman yang tercemar atau dapat ditularkan
melalui penjamah makanan.
Pada tahun 2012 didapatkan data RR untuk jumlah kasus tifoid perut klinis 144.980
kasus, insiden kumulatif kasus tifoid perut klinis 59,21/100.000 penduduk dan Insiden
kumulatif kasus Tifus perut kultur 2,15/100.000 penduduk. Diperkirakan 16.000.000 kasus
baru / tahun dan Kematian : 600.000 / tahun, 90% kematian terjadi di Asia. Tifoid di
Indonesia terjadi pada umur 2-4 tahun sebesar 148/100.000 penduduk, 5-15 tahun sebesar
180,3/100.000 penduduk dan pada umur >16 tahun sebesar 51,2/100.000 penduduk.
Berdasarkan data kasus Tifoid diketahui prevalensi tinggi terjadi pada anak sekolah.
Faktor risiko penyebabnya antara lain makanan dan minuman yang terkontaminasi atau
penularan dari penjamah makanan. Salah satu persyaratan penjamah makanan menurut
Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/VI/2011 adalah tidak menderita penyakit menular dan
bukan carrier (pembawa kuman patogen). Dalam rangka upaya penemuan penderita karier
tifoid di masyarakat maka selain monitoring juga dilakukan deteksi dini faktor risiko
potensial penyebaran penyakit tifoid melalui kegiatan survei penjamah makanan di sekolah.
Sejalan dengan rencana aksi kegiatan pengendalian Tifoid 2015 – 2019 yang dilakukan
oleh Subdit Diare dan ISP, BBTKLPP Surabaya menyusun rencana deteksi dini faktor risiko
potensial penyebaran tifoid melalui kegiatan survei penjamah makanan di sekolah untuk
mengetahui pola penularan dan faktor risiko potensial penularan penyakit tifoid pada anak
sekolah dasar.
B. PENERIMA MANFAAT
Kegiatan ini diharapkan bermanfaat untuk masyarakat di wilayah layanan
4 provinsi yaitu Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT
C. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN
1. Metode Pelaksanaan
Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah swakelola
50
2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
Untuk tahap pencapaian keluaran yang akan dilakukan pada tahun anggaran
2017, pelaksanaannya diatur sebagai berikut:
No Kegiatan
Bulan
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
1 Pertemuan persiapan
2 Pelaksanaan kegiatan
3 Penyusunan laporan
4 Diseminasi hasil
D. Kurun Waktu Pencapaian Keluaran
Waktu pencapaian keluaran dari kegiatan ini adalah 12 bulan yaitu dari bulan Januari
sampai bulan Desember 2017
E. Biaya Yang Diperlukan
Biaya yang diperlukan untuk kegiatan ini bersumber dari DIPA BBTKLPP Surabaya
Tahun 2017 sebesar Rp 541.036.000,-
Demikian Kerangka Acuan Kerja dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Penanggung jawab
a.n Kepala Kepala Bidang SE
Dra. Siswati Kesumawardani MM NIP. 1961020119870320021
51
KERANGKA ACUAN KERJA/TERM OF REFERENCE NORMA STANDAR PROSEDUR KRITERIA (NSPK) PENYAKIT MENULAR LANGSUNG
(ANALISIS PENGARUH KEPADATAN HUNIAN TERHADAP KASUS ISPA) TAHUN ANGGARAN 2017
Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan RI Unit Eselon I
Unit Eselon II
: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
BBTKLPP Surabaya
Program : Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Hasil (Outcome) : Menurunnya penyakit menular dan tidak menular,
serta meningkatnya kesehatan jiwa Kegiatan : Surveilans Karantina Kesehatan Indikator Kinerja Kegiatan : Jumlah Kab/Kota yang 50% Puskesmasnya
melaksanakan tata laksana ISPA sesuai standard Jenis Keluaran (Output) : Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK) Penyakit
Menular Langsung Volume Keluaran (Output) : 1 Satuan Ukur Keluaran (Output) : Dokumen
A. Latar Belakang
1. Dasar Hukum
a. Undang Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
b. Peraturan Pemerintah No 66 tahun 2016 tentang Kesehatan Lingkungan
c. Peraturan Menteri Kesehatan No. 876 tahun 2001 tentang Pedoman Teknis
dalam Analisa Dampak Kesehatan Lingkungan
d. Keputusan Menteri Kesehatan Rl Nomor 2349/MENKES/SK/IX/2011, tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pengendalian Penyakit.
e. Kepmenkes No : HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2015
2. Gambaran Umum
Lingkungan permukiman merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan
karena selalu berinteraksi dengan manusia. Kurang lebih separuh hidup manusia
akan berada di rumah sehingga kualitas rumah akan sangat berpengaruh terhadap
kondisi kesehatan masyarakat. Peningkatan kualitas perumahan akan berdampak
pada menurunnya angka kesakitan berbagai penyakit. Berdasarkan data Susenas
diketahui bahwa Persentase peningkatan rumah sehat kategori baik selama 3
52
tahun (tahun 2001 ke tahun 2004) di perkotaan 16% dan di perdesaan ada
kenaikan 6%. Hal ini seiring dengan data Sub Direktorat Surveilans yang
menunjukkan bahwa angka insidens penyakit Diareper 1000 penduduk di Indonesia
pada tahun 2001 dan tahun 2004 ada kecenderungan menurun dari 10,7 menjadi
0,6. Sedangkan angka insidens penyakit Pneumonia per 10.000 penduduk di
Indonesia pada tahun 2001 dan tahun 2004 juga menunjukkan kecenderungan
penurunan dari 15,6 menjadi 8,95.
Pada umumnya kualitas lingkungan rumah sangat dipengaruhi tingkat ekonomi
masyarakat. Padahal seharusnya tidak demikian, rumah sehat tidak selalu identik
dengan biaya tinggi, tetapi hal terpenting adalah bagaimana komponen-komponen
rumah tersebut mengadopsi syarat rumah sehat. Selain itu juga diperlukan perilaku
positip penghuninya dalam menciptakan dan menjaga kualitas rumah sehat.
Oleh karena itu dalam rangka melindungi masyarakat dari ancaman bahaya
lingkungan yang tidak sehat diperlukan penilaian rumah sehat, sehingga dapat
diketahui faktor risiko penyakit berbasis lingkungan secara dini. Dengan demikian
dapat dilakukan upaya-upaya pencegahan lebih dini pula.
Dalam penilaian rumah sehat kali ini juga dilakukan pengukuran kualitas udara
ruang maupun udara bebas (ambien) di lingkungan perumahan. Walupun dalam
pedoman teknis penilaian rumah sehat tidak ada, tetapi kualitas udara ruang
merupakan faktor risiko penyakit berbasis lingkungan. Oleh karena itu pengukuran
kualitas udara perlu dilakukan dalam penilaian rumah sehat untuk memberikan
bahan masukan bagi penyusunan Norma Standard, Pedoman dan Kriteria (NSPK)
tentang kepadatan hunian rumah sebagai salah satu faktor risiko terjadinya ISPA.
B. Penerima Manfaat
Kegiatan ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat,Dinas Kesehatan
serta lintas sektor terkait lainnya dalam pengembangan rumah sehat dan penurunan
kejadian ISPA di wilayah kabupaten/kota terpilih.
C. Strategi Pencapaian Keluaran
1. Metode Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan secara swakelola.
2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
Kegiatan dibagi menjadi 4 sub kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan tahapan
sebagai berikut :
53
a. Jejaring kerja dan koordinasi kegiatan dengan Dinas Kesehatan / lintas sektor
yang terkait pada Kabupaten/Kota terpilih berdasarkan data penyakit yang ada.
b. Pengumpulan data di lapangan
Pengumpulan data primer berupa pengambilan media lingkungan dan data
kesehatan masyarakat dengan desain kasus-kontrol yaitu pada penderita ISPA
dan tidak menderita ISPA
- Mengukur kualitas lingkungan di pemukiman) yang meliputi udara ambient dan
udara ruang perumahanbaik kualitas fisik, kimia maupun mikrobiologi.
- Melakukan inspeksi sanitasi rumah sehat
- Melakukan wawancara mengenai PHBS dari masyarakat
c. Pemeriksaan contoh uji di laboratorium
d. Menganalisis hubungan antara kualitas lingkungan dengan kejadian ISPA
e. Penyusunan laporan
Kegiatan dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur (Kab.Gresik dan Kab.Malang), Bali
(Kab.Jembrana), NTB (Kab.Lombok Barat) yang mewakili pemukiman dengan
kepadatan penduduk tinggi dan satu pemukiman dengan kepadatan rendah. Kegiatan
dijadwalkan pada April – Agustus 2017 dengan jadwal sebagai berikut :
No Kegiatan Bulan
Jan Feb Mar Apr Juni Juli Agst
1 Pembuatan Kerangka Acuan operasional dan RPA
x
2 Perencanaan operasional kegiatan
x
3 Koordinasi dan sosialisasi x
4 Pengadaan bahan dan raeagensia
x x
5 Pengumpulan data X
6 Pengujian Laboratorium X x
7 Analisis faktor risiko, Analisis data
x
8 Penyusunan laporan x
9 Diseminasi laporan x
D. Kurun Waktu Pencapaian Keluaran
Waktu yang diperlukan untuk mencapai keluaran kegiatan ini adalah selama 5 bulan,
yaitu antara April sampai dengan Agustus tahun 2017.
54
E. Biaya
Biaya pelaksanaan kegiatan sebesar Rp 43.726.000,- dibebankan pada DIPA
BBTKLPP Surabaya tahun anggaran 2017.
Penanggung Jawab Kegiatan
a.n. Kepala
Kepala Bidang ADKL
Joko Kasihono, ST,M.Kes
NIP.196706211989031001
55
KERANGKA ACUAN KERJA/TERM OF REFERENCE LAYANAN POSBINDU PTM
(KAJIAN FAKTOR RISIKO PTM PADA USIA PRODUKTIF) TAHUN ANGGARAN 2017
Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan RI
Unit Eselon I
: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit / BBTKLPP Surabaya
Program : Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Hasil (Outcome) : Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit serta meningkatnya pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular
Kegiatan : Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Indikator Kinerja Kegiatan : Presentase respon penanggulangan terhadap
sinyal kejadian luar biasa (KLB) untuk mencegah
terjadinya KLB
Jenis Keluaran (Output) : Layanan Posbindu PTM
Volume Keluaran (Output) : 2
Satuan Ukur Keluaran (Output) : layanan
K. LATAR BELAKANG
1. Dasar Hukum
1. Undang – Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang – Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bencana
3. Permenkes RI No. 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB)
4. Kepmenkes RI Nomor 2349/MENKES/SK/III/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit.
5. Kepmenkes RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan
6. Kepmenkes RI No. 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular
2. Gambaran Umum
Indonesia merupakan salah satu negara berpopulasi tinggi di dunia dengan jumlah
penduduk usia produktif (15 hingga 64 tahun) yang sangat besar, data menunjukan 70%
dari total jumlah penduduk kita adalah usia angkatan kerja, namun kualitasnya masih relatif
rendah
56
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar kematian akibat PTM tahun 2012 sebesar
59,2 %. Data oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menyatakan bahwa pada
enam bulan pertama pelaksanaan dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), penyakit
kardiovaskuler, stroke, gagal ginjal, diabetes dan kanker - menduduki peringkat teratas klaim
biaya rawat inap di antara penyakit-penyakit katastropik lainnya. Singkatnya, tanpa upaya
gizi yang berarti, masalah gizi dapat terus meningkat, menekan daya saing bangsa dan
memperlambat laju ekonomi nasional. Trend ini kemungkinan akan berlanjut sering dengan
perubahan perilaku hidup (pola makan dengan gizi tidak seimbang, kurang aktifitas fisik,
merokok, dll). Tanpa intervensi yang berarti, beban pengeluaran kesehatan di Indonesia
diproyeksi dapat terus meningkat.
Pencegahan PTM adalah kewajiban semua orang, pendekatan multi sektoral
merupakan kunci untuk pencegahan dan pengendalian PTM (Kemenkes RI, 2012). Upaya
pencegahan dan penemuan dini faktor risiko PTM dilakukan melalui pengembangan
posbindu PTM. Penyelenggaraan deteksi dini faktor risiko PTM terpadu dilakukan oleh
dan untuk masyarakat.
Upaya integrasi Posbindu PTM perlu dilakukan BBTKL PP Surabaya dengan
memanfaatkan sarana dan tenaga yang ada. Kelompok masyarakat usia produktif dengan
akitvitas seperti nelayan, petani dan tempat sekolah merupakan kelompok yang sudah
terorganisir dengan sasaran yang relatif mudah dikumpulkan. Pelaksanaan deteksi dini
faktor risiko PTM belum menjangkau beberapa kelompok khusus tersebut. Sehingga
dengan sumber daya yang yang ada diharapkan terjalin kerja untuk pelaksanaan posbindu
di lokasi tersebut dengan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi di wilayah kerja
BBTKLPP Surabaya, Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten terpilih dan puskesmas.
B. PENERIMA MANFAAT
Kegiatan ini diharapkan bermanfaat untuk masyarakat di wilayah layanan 4
provinsi yaitu Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT
C. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN
1. Metode Pelaksanaan
Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah swakelola
2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
Untuk tahap pencapaian keluaran yang akan dilakukan pada tahun anggaran
2017, pelaksanaannya diatur sebagai berikut:
57
No Kegiatan
Bulan
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
1 Persiapan dan koordinasi
2 Pelaksanaaan kajian faktor risiko
4 Penyusunan laporan & konsultasi
5 Diseminasi informasi
D. Kurun Waktu Pencapaian Keluaran
Waktu pencapaian keluaran dari kegiatan ini adalah 12 bulan yaitu dari bulan Januari
sampai bulan Desember 2017
E. Biaya Yang Diperlukan
Biaya yang diperlukan untuk kegiatan ini bersumber dari DIPA BBTKLPP Surabaya
Tahun 2017 sebesar Rp. 286.547.000,-
Demikian Kerangka Acuan Kerja dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Penanggung jawab
a.n Kepala Kepala Bidang SE
Dra. Siswati Kesumawardani MM NIP. 1961020119870320021
58
KERANGKA ACUAN KEGIATAN LAYANAN INTERNAL (OVER HEAD) TA 2017
Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan RI Unit Eselon I/II
: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit/ BBTKLPP Surabaya
Program : Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Hasil (Outcome) : Menurunnya Penyakit Menular dan Penyakit Tidak
Menular serta Meningkatnya Kesehatan Jiwa Kegiatan : Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas
Teknis Lainnya pada Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Indikator Kinerja Kegiatan : Jumlah sarana prasarana perkantoran di Satker Pusat, Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), dan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL)
Jenis Keluaran (Output) : Layanan Internal (Over Head) Pelaksanaan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Volume Keluaran (Output) : 12 Satuan Ukur Keluaran (Output) : Bulan Layanan
A. Latar Belakang
1. Dasar Hukum
a. Peraturan Pemerintah No 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah ;
b. Peraturan Pemerintah No 21 tahun 2004 tentang Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian/ Lembaga yang direvisi menjadi Peraturan Pemerintah No 90 tahun
2010 ;
c. Peraturan Pemerintah No 39 tahun 2006 tentang Tatacara Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan ;
d. Peraturan Pemerintah No 40 tahun 2006 tentang Tatacara Penyusunan Rencana
Pembangunan Nasional ;
e. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 - 2019 ;
f. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 266/Menkes/SKlIII/2004 tentang
Kriteria Klasifikasi Unit Pelaksana Teknis Di Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan
dan Pemberantasan Penyakit Menular ;
g. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2349/MENKES/PERIXI/2011 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pengendalian Penyakit ;
h. Kepmenkes RI Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019.
59
2. Gambaran Umum
Perencanaan merupakan tahap awal dari fungsi-fungsi manajemen suatu
program/kegiatan. Perencanaan yang disusun mengacu pada hasil evaluasi
pelaksanaan kegiatan sebelumnya sebagai dasar penentuan tujuan/sasaran dan
strategi mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan/sasaran
satker secara kontinyu. Oleh karena itu, perencanaan merupakan proses yang
sangat menentukan keberhasilan suatu program/kegiatan.
3. Analisa Situasi
BBTKLPP Surabaya mempunyai wilayah layanan yang mencakup 4 provinsi yaitu
Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT, dengan perbedaan berbagai karakter geografis, sosial,
ekonomi, maupun budaya. Diantara wilayah tersebut merupakan daerah prioritas
pembangunan kesehatan yaitu tertinggal, perbatasan, kepulauan, kumuh dan miskin.
Berbagai macam penyakit yang harus dikendalikan dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia masih banyak dijumpai baik new emerging diseases, re emerging diseases
serta penyakit tidak menular. Masing-masing wilayah memiliki dinamika pola kejadian
penyakit dan kualitas lingkungan yang berbeda dipengaruhi karakter geografis, alam,
sosial, ekonomi dan budaya. Oleh karena itu perencanaan harus disusun secara cermat
dengan optimalisasi sumber daya dan berorientasi pada tujuan, sehingga efektif dan
efisien dalam mencapai prioritas sasaran pembangunan kesehatan.
4. Permasalahan
Permasalahan dalam perencanaan BBTKLPP Surabaya antara lain kurang
optimalnya sinergi rencana kegiatan dengan kabupaten/kota serta kurang optimalnya
efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kegiatan untuk mencapai sasaran yang ditentukan.
60
5. Alternatif Pemecahan Masalah
Upaya yang dilakukan sebagai alternatif pemecahan masalah adalah :
1. Sosialisasi dan sinkronisasi kegiatan dengan kabupaten/kota;
2. Peningkatan efetivitas melalui penyusunan rencana kegiatan sesuai dengan
permasalahan kesehatan wilayah layanan dan berorientasi pada tujuan/sasaran
prioritas nasional pembangunan kesehatan;
3. Peningkatan efisiensi kegiatan melalui optimalisasi sumber daya yang ada serta
mengurangi kegiatan dan belanja anggaran yang kurang mempunyai daya ungkit
besar terhadap kinerja satker.
B. Penerima Manfaat
Penerima manfaat dari kegiatan ini adalah BBTKLPP Surabaya, masyarakat
jasa layanan laboratorium BBTKLPP, dan para pemangku kebijakan di daerah.
C. Strategi Pencapaian Keluaran
1. Metode Pelaksanaan
Strategi atau langkah kegiatan yang diupayakan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan layanan internal dengan menggunakan metode pelaksanaan swakelola
dan kontrak.
2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
Tahapan dari pelaksanaan kegiatan ini meliputi tahapan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan dalam melaksanakan kegiatan layanan internal yang
terdiri dari beberapa kegiatan yaitu :
a. Pengadaan Peralatan dan Fasilitas Perkantoran
b. Pembangunan dan Renovasi Gedung dan Bangunan
c. Penyusunan Rencana Program
d. Pelaksanaan Pemantauan dan Informasi
e. Penyusunan Laporan Keuangan
f. Pengelola Perbendaharaaan
g. Pengelolaan Kepegawaian
h. Pelayanan Umum dan Perlengkapan
i. Pelayanan Rumah Tangga
j. Pelayanan Humas
k. Pelayanan Organisasi, Tata Laksana, dan Reformasi Birokrasi
61
Untuk rencana pekerjaan yang akan dilakukan pada tahun anggaran 2017,
pelaksanaannya diatur sebagai berikut:
No Kegiatan Bulan
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
1 Pengadaan Peralatan dan Fasilitas Perkantoran
2 Pembangunan dan Renovasi Gedung dan Bangunan
3 Penyusunan Rencana Program
4 Pelaksanaan Pemantauan dan Informasi
5 Penyusunan Laporan Keuangan
6 Pengelola Perbendaharaaan
7 Pengelolaan Kepegawaian
8 Pelayanan Umum dan Perlengkapan
9 Pelayanan Rumah Tangga
10 Pelayanan Humas
11 Pelayanan Organisasi, Tata Laksana, dan Reformasi Birokrasi
D. Kurun Waktu Pencapaian Keluaran
Keluaran kegiatan ini harus dicapai dalam waktu satu tahun anggaran, yakni
Bulan Januari hingga Desember 2017.
E. Biaya yang Diperlukan
Biaya yang dibutuhkan untuk melakukan pencapaian output kegiatan ini yang
bersumber dari DIPA Satker BBTKLPP Surabaya TA. 2017 sebesar
Rp. 7.370.739.000,- .
Penanggung jawab a.n. Kepala Kepala Bagian Tata Usaha
Budi Santoso NIP. 197109251995031001
62
KERANGKA ACUAN KEGIATAN LAYANAN PERKANTORAN
TA 2017
Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan RI Unit Eselon I/II
: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit/ BBTKLPP Surabaya
Program : Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Hasil (Outcome) : Menurunnya Penyakit Menular dan Penyakit Tidak
Menular serta Meningkatnya Kesehatan Jiwa Kegiatan : Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas
Teknis Lainnya pada Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Indikator Kinerja Kegiatan : Jumlah bulan layanan kantor pada Satker Pusat dan Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Jenis Keluaran (Output) : Layanan Perkantoran Volume Keluaran (Output) : 12 Satuan Ukur Keluaran (Output) : Bulan Layanan
F. Latar Belakang
i. Dasar Hukum
a. Peraturan Pemerintah No 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah ; b. Peraturan Pemerintah No 21 tahun 2004 tentang Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian/ Lembaga yang direvisi menjadi Peraturan Pemerintah No 90 tahun 2010 ;
c. Peraturan Pemerintah No 39 tahun 2006 tentang Tatacara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan ;
d. Peraturan Pemerintah No 40 tahun 2006 tentang Tatacara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional ;
e. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 - 2019 ;
f. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 266/Menkes/SKlIII/2004 tentang Kriteria Klasifikasi Unit Pelaksana Teknis Di Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular ;
g. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2349/MENKES/PERIXI/2011 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit ;
h. Kepmenkes RI Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019.
j. Gambaran Umum
Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit
(BBTKLPP) Surabaya merupakan UPT Kementerian Kesehatan yang bertanggung
jawab kepada Dirjen P2P sesuai dengan Kepmenkes 266 Tahun 2004 Tentang
Organisasi dan Tatakerja UPT di Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pemberantasan Penyakit Menular. BBTKLPP Surabaya dalam pengelolaan organisasi
63
dan tata kerja sebagai UPT di bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit diatur
dalam Permenkes No. 2349 Tahun 2011.
Organisasi di bawah naungan Direktorat Jenderal P2P, BBTKLPP Surabaya
melaksanakan program di bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, dan
menyelenggarakan layanan publik sebagai lembaga penerima PNBP sesuai dengan
peraturan perundangan di bidang layanan laboratorium dan jasa pendidikan pelatihan
teknis.
G. Penerima Manfaat
Penerima manfaat dari output layanan perkantoran ini adalah seluruh pegawai
BBTKLPP Surabaya.
H. Strategi Pencapaian Keluaran
1. Metode Pelaksanaan
Strategi atau langkah kegiatan yang diupayakan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan operasional kantor baik itu untuk belanja pegawai maupun belanja
operasional perkantoran dengan menggunakan metode pelaksanaan swakelola.
2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
Tahapan dari pelaksanaan kegiatan ini meliputi tahapan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan dalam melaksanakan kegiatan operasional
perkantoran yang terdiri dari :
a. Pengelolaan gaji, honorarium, dan tunjangan.
Kegiatan ini merupakan kegiatan pemenuhan hak-hak pegawai berupa
pembayaran hak pegawai, lembur, honor dan vakasi yang terdiri dari :
1) Belanja gaji pokok PNS (termasuk gaji pokok PNS ke-13 dan ke-14)
2) Belanja pembulatan gaji pokok PNS
3) Belanja tunjangan suami/istri PNS
4) Belanja tunjangan anak PNS
5) Belanja tunjangan struktural PNS
6) Belanja tunjangan fungsional PNS
7) Belanja tunjangan kinerja PNS
8) Belanja tunjangan PPh PNS
9) Belanja tunjangan beras PNS
10) Belanja uang makan PNS
11) Belanja tunjangan umum PNS
12) Belanja uang lembur
64
13) Belanja tunjangan perbaikan penghasilan PNS
14) Belanja tunjangan kinerja
b. Kegiatan Operasional Perkantoran
Kegiatan ini merupakan kegiatan penyelenggaraan operasional dan
pemeliharaan perkantoran, antara lain :
1) Keperluan sehari-hari perkantoran
2) Pengadaan makanan dan minuman penambah daya tahan tubuh/uang
makan PNS
3) Pengadaan pakaian dinas pegawai
4) Pengadaan pakaian kerja pengemudi/pramubakti/satpam/tenaga teknis
lainnya
5) Perawatan gedung kantor
6) Perbaikan peralatan kantor
7) Perawatan kendaraan bermotor roda 2 dan roda 4
8) Langganan daya dan jasa
9) Jasa pos/giro/sertifikat
10) Penunjang kegiatan operasional perkantoran
11) Blanko/kop surat keperluan perkantoran
12) Sewa rumah dinas
13) Pemeriksaan Risiko Kesehatan
14) Jamuan tamu
15) Pemeliharaan Lift
16) Pemeliharaan Instalasi Pengolahan Air Limbah
17) Pemeliharaan Alat Laboratorium
Untuk rencana pelaksanaan output layanan perkantoran pada tahun
anggaran 2017, pelaksanaannya diatur sebagai berikut :
No Kegiatan Bulan
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
1 Pengelolaan gaji, honorarium, dan tunjangan
2 Kegiatan Operasional Perkantoran
3 Penyusunan laporan
65
I. Kurun Waktu Pencapaian Keluaran
Keluaran kegiatan layanan perkantoran ini harus dicapai dalam waktu satu tahun
anggaran Januari hingga Desember 2017.
J. Biaya yang Diperlukan
Biaya yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan ini bersumber dari DIPA Satker
BBTKLPP Surabaya TA. 2017 sebesar Rp. 16.145.568.000,-.
Penanggung jawab a.n. Kepala Kepala Bagian Tata Usaha
Budi Santoso NIP. 197109251995031001
Top Related