Tugas Terstruktur Dosen Pengampu Ulumul Hadist M. Noor Fuady, M.Ag
Sejarah Pembinaan dan Penghimpunan Hadist Meliputi : Periodisasi Hadist, Penulisan Dan Penghafalan, Penghimpunan
Timbulnya Pemalsuan dan Upaya Penyelamatan Hadist.
OLEH KELOMPOK 1 :
Akhmad Yani: ( 1301210564 ) Abdurrouf syamsi: Bukri Zam-Zam: Siti Hadaiti: ( 1301210534 )
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BANJARMASIN 2013
KATA PENGANTAR
حيم الّر� حمن الّر� الله بسم
Puji syukur pemakalah panjatkan kehadirat Allah SWT, Yang telah melimpahkan
rahmat, taufiq serta inayah-Nya jualah sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang
diberikan dosen pengasuh dengan judul SEJARAH PEMBINAAN DAN
PENGHIMPUNAN HADIST MELIPUTI : PERIODISASI, PENULISAN DAN
PENGHAFALAN, PENGHIMPUNAN TIMBULNYA PEMALSUAN DAN UPAYA
PENYELAMATAN HADIST.
Pelaksanaan kegiatan pembutan makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Sehubungan dengan hal itu maka penyusun mengucapkan
banyak terima kasih kepada bapak dosen pengampu yang telah membimbing kami dalam
pembuatan makalah ini.
Kami menyampaikan mohon maaf sebesar-besarnya apabila ada kekurangan dan
kesalahan dalam pembuatan makalah ini dan berharap semoga makalah ini dapat
memberi manfaat kepada semua pihak.Aamiin
Banjarmasin, 25 September 2013
PEMAKALAH
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….DAFTAR ISI………………………………………...............................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………… B. Rumusan Masalah…….................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Peroidisasi Hadist…………………………………………………………..B. Penulisan Hadist Dan Penghafalan Hadist………………………………….A. Penghimpunan Timbulnya Pemalsuan Hadist Dan Upaya Penyelamatan
Hadist……………………………………………………………………….
BAB III PENUTUP………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebelum akan dibahas apa itu Hadist.Hadist adalah sebagai sumber ajaran islam
yang kedua setelah Al- Quran. Hadist merupakan salah satu pedoman hidup umat islam.
Sebagai umat islam, sebaiknya kita mempelajari dan mengetahui ruang lingkup hadist
tersebut diperlukan ulumul hadist.
Karena bagaimana berpedoman hidup pada sesuatu, sementara kita tidak mengenal
pada pedoman hidup sendiri.
Ada masa Nabi Muhammad SAW masih hidup persoalan-persoalan yang terjadi
dapat teratasi karena jika ada persoalan yang pemecahannya dirasa sulit maka semua
persoalan itu dikembalikan pada Alqur’an kalaupun didalam Alqur’an penjelasan yang
diberikan masih bersifat umum maka Nabi SAW, berkenan memberi penjelasan-
penjelasan secara rinci atau pun sahabat mengidentifikasi sikap dan perbuatan Nabi
terhadap persoalan tersebut.Oleh karena itu penulisan Hadits pada masa itu dilarang oleh
Nabi namun larangan ini bersifat umum akan tetapi Nabi masih memberikan toleransi
bagi orang-orang yang menulis Hadits asalkan mampu untuk memelihara tercampurnya
penulisan Hadits dengan Alqur’an.
Untuk menjaga keutuhan dan keaslian Hadits Nabi maka kholifah Umar bin
Abdul Aziz memprakarsai pentadwidan Hadits, dengan alasan beliau khawatir kalu hadits
tidak dibukukan maka Hadits dapat menghilang dengan begitu saja padahal Hadits
merupakan sumber hukum kedua setelah Alqur’an.
Dalam makalah ini kami akan mencoba memaparkan dari tentang sejarah
pembinaan dan penghimpunan hadist,periodisasi,penulisan dan penghafalan, sampai
penghimpunan timbulnya pemalsuan dan upaya penyelamatan hadist.
4
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Dan Perkembangan Periodisasi Hadist ?
2. Bagaimana Penulisan Dan Penghafalan Hadist ?
3. BagaimanaPenghimpunan Timbulnya Pemalsuan Hadist Dan
Penyelanatan Hadist ?
5
BAB II
PEMBAHASAN
1. Periodesasi Pembinaan dan Penghimpunan Hadist
Untuk mengetahui bagaimana periode dalam pembukuan hadist terlebih dahulu kita
mengetahui sejarah pembukuanya mulai dari awal islam sampai era sekarang ini, yakni:
Zaman Rosululloh masa hidup, zaman khulafaurasyidn dan sebagian besar zaman
umawiyah hingga abad pertama hijrah, hadis Nabi tersebar dari mulut ke mulut. Ketika
itu umat Islam belum mempunyai inisiatif untuk menghinpun hadis Nabi yang
bertebaran. Mereka cukup dengan hapalnya yang menjadi kekuatanya. Dan memang
diakui oleh sejarah bahwa kekuatan hapalan para sahabat dan para tabi’in benar-benar
sulit ditandinginya.
Hadits nabi tersebar ke wilayah yang luas dibawa oleh para sahabat dan tabi’in ke
Seluruh penjuru dunia. Para sahabat pun mulai berkurang jumlahnya karena meninggal
dunia. Sementara itu, usaha pemalsuan terhadap hadis hadis nabi makin tambah banyak,
baik yang dibuat oleh orang orang jindik maupun musuh-musuh Islam maupun yang
datang dari orang Islam sendiri.
Abu Zahrah memasukkan penulisan dan pembukuan hadis sebagai periode keempat di
antara tujuh periode yang ia tetapkan sebagai berikut :
1. Periode pewahyuan dan pembentukan.
2. Periode pemantapan dan pembatasan riwayat.
3. Periode penyebaran riwayat.
4. Periode penulisan dan pembukuan.
5. Periode penyaringan dan pemikiran.
6. Periode penggabungan dan penertiban.
7. Periode penjabaran dan pembahasan.
Urgensi hadis dalam penentuan sikap terhadap berbagai makna yang terkandung dalam
ayat-ayat al-Quran atau sebagai kewenangan tersendiri bagi Rasulullah Saw, bagi para
sahabat, memiliki kedudukan yang khas dan sejarah tersendiri yang tidak bisa lepas dari
6
aspek budaya dan peradaban saat itu. Sikap para sahabat tersebut, ditinjau dari aspek
kebudayaan saat itu, meliputi dua titik persoalan yang utama, yakni perhatian dan tradisi
mereka terhadap budaya lisan dan tulisan. Kedua aspek ini, dalam salah satu tinjauan
riwayat Abu Hurairah, berlaku secara bersamaan dan menjadi tradisi yang mengakar bagi
generasi selanjutnya. Dalam Shahih al-Bukhari dinyatakan bahwa Abu Hurairah pernah
berkata, “Tidak ada seorang pun sahabat Nabi Saw yang lebih banyak hadisnya daripada
diriku selain Abdullah bin Amr, karena ia menulis sedangkan aku tidak”. (Shahih al-
Bukhari, “Kitab al-Ilmu, Bab Kitabah al-ilm”)
Penyampaian hadis secara lisan merupakan hal mendasar dalam tradisi saat itu. Bahkan
setelah koleksi tertulis hadis disusun, penyampaian hadis secara lisan masih ideal.
Kelisanan, dalam sistem ini, merupakan kebajikan bukan sebaliknya. Seperti faqih yang
meremehkan bukti tertulis, dan lebih menyukai pembuktian lisan langsung, ulama hadis
pun menekankan superioritas penyampaian hadis secara langsung, pribadi, dan lisan.
Nilai tulisan hanyalah untuk membantu mengingat.
7
PERIODISASI HADIS
13 SH/609 M-11 H/632 M.Periode wahyu dan pembentukan hukum serta dasarnya. Pada masa ini hadis lebih banyak berupa hafalan dan ingatan para sahabat.
12 H/634 M-40 H/661 M.Periode membatasi hadis dan menyedikitkan riwayat. Ini berlangsung pada masa al-Khulafa' ar-Rasyidun.
40 H/661 M hingga akhir abad ke-1 H.Periode penyebaran riwayat ke kota untuk mencari hadis, yaitu masa sahabat junior dan tabiin senior.
Awal sampai akhir abad ke-2 H.Periode penulisan dan kodifikasi resmi. Periode ini berlangsung dari masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (99 H/717 M-102 H/720 M) sampai akhir abad ke-2 H.
Awal sampai akhir abad ke-3 H.Periode pemurnian, penyeleksian, dan penyempurnaan.
Awal abad ke-4 H hingga jatuhnya Baghdad (656 H/12528 M).Periode pemeliharaan, penertiban, penambahan, dan penghimpunan.
Awal jatuhnya Baghdad sampai sekarang.Periode pensyaratan, penghimpunan pe-takhrij-an atau pengeluaran riwayat, dan pembahasan. 1
Apabila kita pelajari dengan seksama suasana dan keadaan-keadaan yang telah dilalui hadist sejak dari zaman tumbuhnya hingga dewasa ini, dapatlah kita menarik sebuah garis bawah hadit rasul sebagai dasar tasyri yang kedua telah melalui enam masa dan sekarang sedang menempuh periode ketujuh.
Masa pertama ialah : masa wahyu dan pembentukan hokum serta dasar-dasarnya
dari dari permulaan nabi dibangkit hingga beliau wafat
pada tahun 11 H.
Masa kedua ialah : masa membatasi riwayat, masa khulafa rasydin (12 H – 40 H)
1 Azra Azyumardi dkk, Ensiklopedi Islam. ( Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005). h. 28
8
Masa ketiga ialah : masa berkembang riwayat dan perlawatan dari kota ke kota
untuk mencari hadist, yaitu masa sahabat kecil dan tabi’
in besar ( 41 H – akhir abad pertama hijriah)
Masa keempat ialah : masa pembukuan hadist ( dari permulaan abad ke 2 H
hingga akhirnya)
Masa kelima ialah : masa mentashihkan hadist dan menyaringnya ( awal abad
ketiga, hingga akhirriya )
Masa keenam ialah : masa menapis kitab – kitab hadist dan menyusun kitab– kitab
jami yang khusus ; ( dari awal abad keempat hingga
jatuhnya Baghdad tahun 656 H )
Masa ketujuh ialah : masa membuat syarah, membuat kitab takhrij,
mengumpulkan hadist – hadist hokum dan membuat kitab
– kitab jami’ yang umum serta membahas hadist – hadist
zawa – id ; (656 H – dewasa ini )2
1. Masa Rasulullah SAW
Metode yang digunakan Nabi SAW untuk mengajarkan hadistnya dapat
dibagi dalam 3 kategori :
Lisan
Tulisan
Peragaan Praktis
2 M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist, ( Jakarta :Bulan Bintang, 1993) h. 46 – 47
9
a) Metode Lisan
Nabi SAW adalah guru bagi sunnahnya. Untuk memudahkan hafalan dan
pengertian, beliau bisa mengulangi hal-hal penting sampai 3 kali. Sesudah
mengajari sahabat, biasanya beliau mendengarkan lagi apa yang sudah
merekan pelajari. Utusan dari daerah-daerah terpencil menjadi tanggung
jawab orang Madinah tidak hanyasoal akomodasi, tetapi juga pendidikan
mereka dalam ilmu Al-Qur’an dan sunah. Beliau bisa melemparkan
pertanyaan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan mereka . Cara Rasul
SAW menyampaikan hadist kepada para sahabat dengan metode lisan
seperti : melalui jamaah pada pusat pembinaannya yang disebut majelis al-
ilmi. Rasulullah juga menyampaikan hadistnya melalui sahabat tertentu.
Melalui ceramah atau pidato ditempat terbuka, seperti ketika haji wada’ futuh
makkah
Dalam hal ini Allah SWT dalam menggambarkan kondisi utusannya bahwa
setiap perkataan Rasulullah SAW bukan menurut kemauan hawa nafsunya.
Artinya :
“ Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemaun hawa nafsunya.
Ucapannya itu tiada lain wahyu yang diwahyukan ( Kepadanya )”.3
(QS Al- Najm ( 53 ) : 3 – 4 )
b) Metode Tulisan
Seluruh surat Rasul SAW kepada raja, penguasa, kepada suku, dan
gubernur muslim dapat dimasukkan dalam kategori ini juga kita dapat
3 M. M. Azami, MA. Ph. D, Penerjemah : Meth Kieraha, Memahami Ilmu Hadist : Telaah Metodologi & Literatur Hadist, ( Jakarta : Lentera, 2003) h. 33 – 34
10
memasukkan apa yang didiktekan beliau kepada para sahabatnya seperti Ali
bin Abi Thalib, beberapa tulisan Abdullah bin Amir bin Ash, dan perintah
beliau untuk mengirimkan salinan khutbahnya kepada Abu Syat (seorang
warga Yaman).
c) Metode Peragaan Praktis
Sepanjang menyangkut peragaan praktis Nabi mengajarkan metode
wudhu, shalat, puasa, haji dan sebagainya. Dalam setiap segi kehidupan, Nabi
SAW memberikan penjelasan praktis disertai perintah yang jelas untuk
mengikutinya . Seperti dalam pelaksaan ibadah haji, terlebih dahulu beliau
melaksanakan dengan fi’ liyah kemudian bersabda :
Artinya :
“ Ambilah olehmu dariku perbuatan-perbuatan yang dikerjakan dalam ibadah
haji “.
2. Masa Sahabat ( Masa Khulafa Rasydin )
Para sahabat, sesudah wafat Rasul tidak lagi berdiam di kota Madinah. Mereka
pergi ke kota-kota lain. Maka penduduk kota-kota lain punmulai menerima hadist.
Para tabi’ in
mempelajari hadist dari para sahabat itu..Dengan demikian mulailah
berkembang riwayat dalam kalangan tabi’ in. Dalam pada itu riwayat hadist di
permulaan masa sahabat itu masih tebatas sekali. Disampaikan kepada yang
memerlukan saja dan bila perlu saja, belum bersifat pelajaran. Dalam masa
Khalifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadist belum lagi di luaskan. Beliau-
beliau ini mengerahkan minat umat untuk menyebarkan Al- Qur’an dan
memerintahkan para sahabat untuk berhati-hati dalam menerima riwayat-riwayat
itu. Diketika kendali pemerintahan dipegang oleh Utsman r. A dan dibuka pintu
11
perlawatan kepada para sahabat, serta umat mulai memerlukan sahabat, istimewa
sahabat-sahabat kecil, bergeraklah sahabat-sahabat kecil mengumpulkan hadist
dari sahabat-sahabat besar dan mulailah mereka meninggalkan tempat untuk
mencari hadist.
5. Masa Sahabat Kecil dan Tabi’ in Besar
Sesudah masa Ustman dan Ali timbulah usaha yang lebih sungguh untuk mencari dan menghafal hadist serta menebarkannya kedalam masyarakat luas dengan mengadakan perlawatan-perlawatan untuk mencari hadist. Pada tahun 17 H tentara islam mengalahkan Syam dan Iraq, pada tahun 20 H mengalahkan Mesir, peda tahun 21 H mengalahkan Persia, pada tahun 56 H tentara islam menklukan Spanyol. Para sahabat berpindah ketempat – tempat itu, karenanya kota-kota itu merupakan perguruan tempat mengajarkan Al-Qur’an dan Al- Hadist, tempat mengeluarkan sarjana-sarjana tabi’ in hadist .4
2. Penulisan dan Penghafalan Al- Hadist
Untuk memelihara kemurnian dan mencapai kemaslahatan Al-Qur’an dan hadist,
sebagai dua sumber ajaran islam, Rasul SAW menempuh jalan yang berbeda terhadap
Al-Qur’an, Ia secara resmi menginstruksikan kepada sahabat supaya ditulis di
samping dihafal, sedang terhadap hadist Ia hanya menyuruh menghafalnya dan
melarang menulisnya secara resmi. Dalam hal ini Ia bersabda :
Artinya :
“ Janganlah kalian tulis apa saja dariku selain Al-Qur’an. Barang siapa telah menulis
dariku selain Al-Qur’an, hendaklah dihapus. Ceritakan saja apa yang diterima dariku,
ini tidak mengapa. Barng siapa berdusta atas Namaku dengan sengaja hendaklah ia
menempati tempat duduknya di neraka”. ( HR Muslim )
Maka segala hadist yang diterima dari Rasul SAW, oleh para sahabat diingatnya
4 M. M. Azami, MA. Ph. D, Memahami Ilmu Hadist : Telaah Metodologi & Literatur Hadist, ( Jakarta : Lentera, 2003) h. 33 – 34
12
secara sungguh-sungguh dan hati-hati. Mereka sangat khawatir dengan ancaman
Rasul SAW untuk tidak terjadi kekeliruan tentang apa yang diterimanya.
Ada dorongan kuat yang cukup memberikan motivasi kepada para sahabat dalam
kegiatan menghafal hadist ini. Pertama, karena kegiatan menghafal merupakan
budaya bangsa Arab yang telah diwarisinya sejak praislam dan mereka terkenal kuat
hafalannya; Kedua, Rasul SAW banyak memberikan spirit melalui doa-doanya ;
Ketiga, seringkali ia menjanjikan kebaikan akhirat kepada mereka yang menghafal
hadist dan menyampaikannya kepada orang lain.
Diantara sahabat yang paling banyak menghafal/ meriwayatkan hadist ialah Abu
Hurairah. Menurut keterngan Ibnu Jauzi bahwa hadist yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah sejumlah 5. 374 buah hadist. Kemudai npara sahabat yang paling banyak
hafalannya sesudah Abu Hurairah adalah:
Abdullah bin Umar r. A. Meriwayatkan 2. 630 buah hadist
Anas bin Malik meriwayatkan 2. 276 buah hadist
Aisyah meriwayatkan 2. 210 buah hadist
Abdullah ibn Abbas meriwayatkan 1. 660 buah hadist
Jabir bin Abdullah meriwayatkan 1. 540 buah hadist
Abu Said Al- Khudri meriwayatkan 1. 170 buah hadist .
Di balik larang Rasul SAW, tentang larangan menulis hadist, ternyata ditemukan
sejumlah sahabat yang memiliki catatan-catatan dan melakukan penulisan terhadap
hadist. Salah satunya adalah Abdullah ibn Amir Al-‘ Ash. Ia memiliki catatan hadist
yang menurut pengakuannya dibenarkan oleh Rasul SAW, sehingga diberinya nama
Alo- sahifah Al- Shadiqah. Menurut suatu riwayat dicerritakan bahwa orang-orang
quraisy mengkritik sikap Abdullah ibn Amir, karena sikapnya yang selalu menulis
apa yang datang dari Rasul SAW. Mereka berkata : “ Engkau tuliskan apa saja yang
13
datang dari Rasul, padahal Rasul itu manusia, yang bisa saja bicara dalam keadaan
marah”. Kritikan ini disampaikannya kepada Rasulullah SAW, dan Rasul
menjawabnya dan mengatakan :
Artinya :
“ Tulislah! Demi zat yang diriku berada di tangannya, tidak ada yang keluar dari
padanya, kecuali yang benar “.(HR. Bukahari).
Dalam abad pertama Hijrah, mulai dari zaman Rasul, masa khulafa Rasydin dan
sebagian besar zaman Amawiah, yakni hingga akhir abad pertama hijrah. Hadist-
hadist itu berpindah dari mulut kemulut. Masing-masing perawi meriwayatkannya
berdasarkan kepada kekuatan hafalannya. Pada masa itu mereka belum mempunyai
motif yang menggerakan mereka untuk membukukannya. Dikala kendali khalifah
dipegang oleh Umar Ibnu Abdul Aziz yang dinobatkan dalam tahun 99 H, seorang
khalifah dari dinasti Amawiyah yang terkenal adil dan war’ sehingga beliau
dipandang sebagai khalifah yang kelima, tergeraklah hatinyauntuk membukukan
hadist. Beliau sadar bahwa para perawi yang membendaharakan hadist dalam
dadanya, kian lama kian banyak yang meninggal. Beliau khawatir apabila tidak
segera dibukukan dan dikumpulkan dalam buku-buku hadisat dari para perawinya,
mungkinlah hadist-hadist itu akan lenyap dari permukaan bumi. Untuk menghasilkan
maksud mulia itu, pada tahun 100 H khalifah meminta kepada gubernur Madinah,
Abu Bakar ibn Muhammad ibn Amer ibn Hazmin (120 H) yang menjadi guru
ma’mar, Al Laits, Al Auza’y supaya membukukan hadist Rasul yang terdapat pada
penghafal wanita yang terkenal, yaitu : Amrah binti Abdir Rahman ibn Sa’ad ibn
Zurarah ibn Ade.
Penyebaran hadist-hadist pada masa Rasulullah hanya disebarkan lewat mulut
kemulut ( secara lisan ). Hal bukan hanya dikarenakan banyak sahabat yang tidak bisa
menulis hadist, tetapi juga karena Nabi melarang untuk menulis hadist. Beliau
khawatir hadist akan tercampur dengan ayat-ayat Al-Qur'an.
14
Disini Nabi melarang para sahabat menulis hadist, tetapi cukup dengan
menghafalnya. Beliau membolehkan meriwayatkan hadist dengan disertai ancaman
bagi orang yang berbuat bohong.
Adapun faktor –faktor utama dan terpenting yang menyebabkan Rasulullah
melarang penulisan dan pembukuan hadist adalah :
Khawatir terjadi kekaburan antara ayat-ayat Al-Quran dan hadist Rasul bagi
orang-orang yang baru masuk islam.
Takut berpegangan atau cenderung menulis hadist tanpa diucapkan atau ditela'ah.
Khawatir orang-orang awam berpedoman pada hadist saja. ( Hasan Sulaiman
Abbas Alwi,1995:16).
Nabi telah mengeluarkan izin menulis hadist secara khusus setelah peristiwa fathu
Mekkah. Itupun hanya kepada sebagian sahabat yang sudah terpercaya. Dalam
hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah disebutkan, bahwa ketika Rasulullah
membuka kota Mekkah, beliau berpidato di depan orang banyak dan ketika itu
ada seorang lelaki dari Yaman bernama Abu Syah meminta agar dituliskan isi
pidato tersebut untuknya. Kemudian Nabi memerintahkan sahabt agar menuliskan
untuk Abu Syah.
Hadist tersebut yang berbunyi”Wahai Rasululla,Tuliskanlah untukku. Nabi bersabda (pada sahabat yang lain ), tuliskanlah untuknya.”( H.R. AHMAD ).5
Setelah agama islam tersiar dengan luas dimasyarakat, dipeluk dan dianut oleh
Penduduk yang bertempat tinggal diluar jazirah Arabia, dan para sahabat mulai terpencar
di beberapa wilayah bahkan tidak sedikit jumlahnya yang telah meninggal dunia, maka
terasalah perlunya diabadikan dalam bentuk tulisan dan kemudian dibukukan dalam
dewan Hadist. Urgensi ini menggerakkan hati khalifah “Umar bin Abdul Aziz” seorang
khalifah Bani Umaiyah yang menjabat khalifah antara tahun 99 sampai tahun 101
Hijriah, untuk menulis dan membukukan Hadist.
Motif utama khalifah “Umar Bin Abdul Aziz” berinisiatif demikian :
B. kemauan beliau yang kuat untuk tidak membiarkan Hadist seperti waktu yang
sudah-sudah.Karena beliau khawatir akan hilang dan lenyapnya Hadist dari
5 Nur kholir, pengantar studi Al-Qur'an dan Hadist ( yogyakarta : Pustaka Setia, 2000 ) h.23
15
perpendaharaan masyarakat, disebabkan belum didewankannya dalam dewan
Hadist.
C. Kemauan beliau yang keras untuk membersihkan dan memelihara Hadist dari
Hadist maudhlu' yang dibuat oleh orang-orang untuk mempertahankan idiologi
golongannya dan mempertahankan madzabnya, yang mulai tersiar sejak awal
berdirinya ke-khalifahan' Ali Bin Abi Thalib r.a.
D. Alasan tidak terdewannya Hadist secara resmi di zaman Rasulullah dan khulafaur
Rasyidin, karena adanya kekhawatiran bercampur aduknya dengan Al-Quran,
telah hilang, disebabkan Al-Quran telah telah dikumpulkan dalam satu mushaf
dan telah merata diseluruh pelosok. Ia telah dihafal diotak dan diresapkan di hati
sanubari beribu-ribu orang.
E. Kalau di zaman khulafaurrasyidin belum pernah dibayangkan dan terjadi
peperangan antara orang muslim dengan orang kafir, demikian juga perang
saudara orang-orang muslim yang kian hari kian menjadi-jadi, yang sekaligus
berakibat berkurangnya jumlah,Ulama ahli Hadist, maka pada saat itu konprontasi
tersebut benar-benar terjadi.
F. Untuk menghilangkan kekhawatiran akan hilangnya Hadist dan memlihara Hadist
dari bercampurnya dengan Hadist-hadist palsu, beliau menginstruksikan kepada
seluruh pejabat dan Ulama yang memegang kekuasaan di wilayah kekuasaan nya
untuk mengunpulkan Hadist.
Atas instruksi itu, Ibnu Hazm mengumpulkan Hadist-hadist, baik yang ada pada
dirinya sendiri maupun pada Amrah,tabi'iy wanita yang banyak meriwayatkan Hadist
'Aisyah r.a.
Juga beliau menginstruksikan kepada ibnu syihab Az-Zuhry seorang Imam dan
Ulama besar di hijaz dan syam.
Beliau mengumpulkan Hadist-hadist dan kemudian di tulisnya dalam lembaran-
lembaran dan dikirimkan pada masing-masing penguasa ditiap-tiap wilayah satu
lembar. Itulah sebabnya para ahli tarikh dan Ulama menganggap bahwa ibnu syihab-
16
lah orang yang mula-mula mendewankan Hadist secara resmi atas perintah khalifah
'Umra Bin Abdul Aziz'.6
3. Pemalsuan Hadist dan Upaya Penyelamatannya
Sebab pemalsuan hadist yang pertama kali muncu adalah karena adanya
perselisihan yang melanda kaum muslim yang bersumber pada fitnah dan kasus-kasus
yang mengikutinya : yakni umat islam menjadi 3 golongan, yaitu syiah, khawarij dan
jumhur. Kemudian pengikut setiap kelompok leluasa memalsukan hadist-hadist untuk
membela diri dalam menghadapi kelompok yang beranggapan bahwa merekalah yang
berhak memegang khilafas. Suatu hal yang sangat disayangkan adalah berpalingnya
seseorang yang berkecimpung di dunia hadist lalu menyerang orang-orang dan
kelompok, telah berpalig dengan hadist yang mereka ciptakan untuk memperkuat
posisi tradisi dan kelompoknya. Dengan demikian banyak hadist maudhu’ yang
berkaitan dengan keutamaan-keutamaan Abu Bakar, Umar, Utsman, ‘ Ali, ‘ Abbas,
Mu’ awiyah dan sebagainya. Sebagai contoh hadist maudhu adalah :
Aritnya : “ Abu Bakar akan memimpin umatku setelah aku “.
Artinya : “ Ali adalah manusia yang paling baik, dan barang siapa yng ragu
terhdapnya maka ia menjadi kafir”.
Kedua, permusuhan terhadap islam dan untuk menjelek-jelekannya. Yaitu upaya yang
ditempuh oleh orang-orang Zindiq, lebih-lebih oleh keturunan bangsa-bangsa yang
terkalahkan umat islam.7
Pada abad kedua, pemalsuan hadist bertambah luas dengan munculnya propaganda-
propaganda politik untuk menumbangkan rezim Bani Umayyah. Sebagai imbangan,
6 Rahman Fathur, Ikhtisar Musthalahul Hadist, ( Bandung: PT. Alma'arif, 1985) h. 35-36.7 Dr. Nuruddin, Manhaj An- Naqd Fi ‘ Uluum Al- Hadist ( Bandung : Remaja Rosdakarya, 1995) h. 41– 42.
17
muncul pula dari pihak muawiyyah ahli-ahli pemalsu hadist untuk membendung arus
propaganda yang dilakukan oleh golongan oposisi.
Untuk itu, kemudian sebagian ulama mempelajari dan meneliti keadaan para
perawi hadist.
yang dalam masa itu banyak terdapat perawi-perawi yang lemah diantara perawi itu.
Selain itu juga diusahakan pemberantasan terhadap hadist-hadist palsu oleh para
ulam, yaitu dengan cara menunjukan nama-nama dari oknum-oknum yang
memalsukan hadist.
Berikut hadist-hadist yang dibuatnya agar umat islam tidak terpengaruh dan tersesat
oleh perbuatan mereka.di bawah ini adalah diantara kitab-kitab yang secara khusus
menerangkan hadist-hadist palsu yang disusun oleh para ulama :
1) Kitab oleh Muhammad bin Thahir Ak- Maqdizi,
2) Kitab oleh Al-Hasan bin Ibrahim Al-Hamdani,
3) Kitab oleh Ibnul Jauzi.
Disamping itu para ulama hadist membuat kaidah-kaidah serta manetapkan ciri-ciri
konkret yang dapat menunjukkan bahwa suatu hadist itu palsu. Ciri-ciri itu antara
lain:
Susunan hadist itu baik lafaz maupun maknanya janggal, sehingga tidak
pantas rasanya disabdakan oleh Nabi SAW, seperti hadist
Artinya : “janganlah engkau memaki ayam jantan, karena dia teman karibku”.
Isi/ maksud hadist tersebut bertentangan dengan akal,seperti hadist
Artinya : “Buah terong itu menyembuhkan segala penyakit”
18
Isi/ maksud itu bertentangan dengan nash Al-Qur’an dan atau hadist
mutawatir, seperti hadist
Artinya : “ anak zina itu tidak akan masuk surga”
Hadist tersebut bertentangan dengan firman Allah SWT
Artinya : “ Orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.8
8Drs. H. Muhammad Ahmad - Drs. M. Mudzakir, Ulumul Hadist, (Bandung :
Pustaka Setia, 2000) h. 35 – 37.
19
BAB III
KESIMPULAN
Hadist Rasulullah SAW sebagai dasar tasyri’ yang kedua telah melalui enam masa
dan sekarang sedang menempuh periode yang ketujuh. Diantaranya ialah : masa
Rasulullah SAW, masa Khulafa Rasyidin, masa sahabat kecil dan tabi’ in besar.
Rasulullah SAW terhadap Al-Qur’an ia secara resmi menginstruksikan kepada
sahabat supaya ditulis disamping dihafal, sedang terhadap hadist ia hanya menyuruh
menghafalnya dan melarang menulisnya secara resm, karena beliau khawatir kalau hadist
ditulis akan tercampur dengan Al-Qur’ an sebab Al-Qura’an diwahyukan dan hadist
diwurudkan pada masa yang sama. Larangan Rasul itu tidak berlaku untuk semua
sahabat, melainkan larangan Rasul itu berlaku hanya untuk orang – orang yang
dikhawatirkan mencampuradukan antar Al- Qur’an dan hadist.
Timbulnya pemalsuan hadist disebabkan memperebutkan jabatan khalifah, maka
umat islam terpecah menjadi 3 golongan, yaitu Syiah, Khawarij, dan jumhur. Masing-
masing kelompok mengaku berada dalam pihak yang benar dan untuk membela pendirian
masing-masing mereka membuat hadist palsu.
Untuk memberantas hadist-hadist palsu itu oleh para ulam yaitu dengan cara
menunjukkan nama-nama dari oknum yang memalsukan hadist berikut hadist-hadist yang
dibuatnya supaya umat islam tidak terpengaruh dan tersesesat oleh perbuatan mereka.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Azra Azyumardi dkk, Ensiklopedi Islam. ( Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2005).
2. M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist,
( Jakarta :Bulan Bintang, 1993)
3. M. M. Azami, MA. Ph. D, Memahami Ilmu Hadist : Telaah Metodologi &
Literatur Hadist, ( Jakarta : Lentera, 2003)
4. M. M. Azami, MA. Ph. D, Memahami Ilmu Hadist : Telaah Metodologi &
Literatur Hadist, ( Jakarta : Lentera, 2003)
5. Nur kholir, pengantar studi Al-Qur'an dan Hadist ( yogyakarta : Pustaka
Setia, 2000 )
6. Rahman Fathur, Ikhtisar Musthalahul Hadist, ( Bandung: PT. Alma'arif,
1985)
7. Dr. Nuruddin, Dr. Nuruddin, Manhaj An- Naqd Fi ‘ Uluum Al- Hadist,
( Bandung : Remaja Rosdakarya, 1995 )
8. Drs. H. Muhammad Ahmad - Drs. M. Mudzakir, Ulumul Hadist, (Bandung :
Pustaka Setia, 2000)
21