KEGIATAN BERMAIN ORIGAMI DALAM MENGEMBANGKAN
KETERAMPILAN
MOTORIK HALUS ANAK USIA DINI
DI RAUDHATUL ATHFAL
AL-AKHYAR BUNGO
TESIS
Diajukan sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Magister
Pendidikan Islam dalam Konsentrasi Pendidikan Anak Usia Dini
Islam
OLEH:
JULI WIDIYAWATI
NIM.MPU.15.2.2360
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2020
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
x
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .............................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................1
A. Latar Belakang Masalah .....................................................1
B. Rumusan Masalah ............................................................10
C. Fokus Penelitian ...............................................................10
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .....................................10
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN ......12
A. Landasan Teori .................................................................12
B. Penelitian yang Relevan ...................................................57
BAB III METODOLOGI PENELITIAN....................................................60
A. Pendekatan dan Metode Penelitian .................................60
B. Situasi Sosial dan Subjek Penelitian ...............................61
C. Jenis Data ..........................................................................62
D. Teknik Pengumpulan Data ...............................................64
E. Teknik Analisis Data .........................................................66
F. Uji Kepercayaan Data (trusthworthines) .........................68
G. Rencana dan Waktu Penelitian ........................................71
BAB IV DESKRIPSI LOKASI, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS .......
HASIL PENELITIAN .................................................................73
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ..............................................73
B. Hasil Penelitian .................................................................84
C. Analisis Hasil Penelitian ................................................. 112
BAB V PENUTUP ............................................................................... 119
A. Kesimpulan ..................................................................... 119
B. Rekomendasi .................................................................. 120
C. Penutup ........................................................................... 120
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 121
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang sebelum
pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan
bagi anak sejak lahir sampai usia 6 tahun. Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003 pasal 28 ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyebutkan bahwa pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum
jenjang pendidikan dasar, melalui jalur pendidikan formal, nonformal,
dan/atau informal, pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal
meliputi Taman Kanak-Kanak, Roudhatul Athfal atau yang sederajat
Sedangkan informal melalui kelompok bermain dan bina keluarga balita.
Menurut Biechler dan Snowman anak usia dini adalah anak yang berusia
antara 3-6 tahun.1
Menurut Slamet Suyanto anak usia dini sedang dalam tahap
pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat, baik fisik maupun
mental. Pertumbuhan dan perkembangan anak telah dimulai sejak
prenatal, yaitu sejak dalam kandungan. Pembentukan sel saraf otak,
sebagai modal pembentukan kecerdasan, terjadi saat anak dalam
kandungan. 2 Tahap awal perkembangan janin sangat penting untuk
pengembangan sel-sel otak. Selanjutnya, setelah lahir akan terjadi proses
myelinasi dan sel-sel saraf dan pembentukan hubungan antarsel saraf.
Keduanya sangat penting dalam pembentukan kecerdasan. Makanan
bergizi dan seimbang serta stimulasi otak sangat diperlukan untuk
mendukung proses tersebut. Selain pertumbuhan dan perkembangan
fisik dan motorik, perkembangan moral (termasuk kepribadian, watak, dan
akhlak), sosial, emosional, intelektual, dan bahasa juga berlangsung
1 Yulianti, Dwi. Bermain Sambil Belajar Sains di Taman Kanak-kanak. (Jakarta: PT
Indeks, 2010), hal. 9 2 Slamet Suyanto. Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini. (Yogyakarta: Hikayat
Publishing, 2005), hal. 5
2
sangat pesat. Oleh karena itu, usia dini (usia 0-8 tahun) juga disebut usia
emas atau golden age. Dengan begitu, untuk mengembangkan bangsa
yang cerdas, bermain, bertakwa, serta berbudi luhur hendaklah dimulai
dari PAUD. Itulah sebabnya negara-negara maju sangat serius
mengembangkan PAUD. Pendidikan TK jangan dianggap sebagai
pelengkap, tetapi kedudukannya sama penting dengan pendidikan
diatasnya. Begitu pentingnya usia dini, sampai ada teori yang menyatakan
bahwa pada usia empat tahun 50% kecerdasan telah tercapai, dan 80%
kecerdasan tercapai pada usia delapan tahun. Islam mengajarkan orang
tua untuk mendidik anaknya sejak ia dilahirkan, karena pendidikan yang
diperoleh anak pada masa kanak-kanak sangat menentukan
keberhasilannya dimasa yang mendatang sebagaimana tersirat dalam
hadits nabi:
على عن أب ىري رة رضي اللو عنو قال قال النب صلى اللو عليو وسلم كل مولود يولد سانو )رواه البخارى ومسلم ( رانو أو يج الفطرة فأب واه ي هودانو أو ي نص
Artinya: Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah. Kemudian kedua
orang tunyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi,
Nashrani atau Majusi.3
Selanjutnya pada hadits yang lain juga terdapat perintah untuk
mengajarkan anak di usia dini dalam beribadah, sebagaimana dalam
hadits riwayat Tirmidzi berikut ini:
ه قال قال رسول اللو صلى الل رة عن أبيو عن جد و عبد الملك بن الربيع بن سب و عن عمها ابن عشر لة ابن سبع سنين واضربوه علي ب الص )رواه الترمزي( عليو وسلم علموا الص
3 Al-Bukhari Muhammad Bin Ismail Abu Abdullah. Shahih Bukhori. t.tp: Daarut
Thuqinnajah: 1422 H. Nomor 1296
3
Artinya: Ajarkanlah shalat kepada anak-anak diumur tujuh tahun, dan
pukullah mereka ketika meninggalkan shalat di umur sepuluh
tahun.4
Anak usia dini memiliki peran penting bagi perkembangan individu
dan kehidupan bderbangsa dan bernegara. Pada usia tersebut berbagai
aspek perkembangan anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan
yang pesat. Oleh karena itu, pengembangan secara tepat diusia dini
menjadi penentu bagi perkembangan individu pada masa selanjutnya.
Adapun aspek-aspek perkembangan anak usia dini meliputi aspek
perkembangan bahasa, kognitif, nilai agama dan moral, fisik motorik, dan
sosial emosional.
Perkembangan motorik halus anak merupakan hal yang penting
untuk diberikan perhatian lebih karena perkembangan motorik halus
merupakan tugas perkembangan anak yang memiliki keterkaitan dengan
tugas perkembangan lain seperti kemandirian, perkembangan
kemampuan kognitif, dan lain sebagainya. Al-Qur'an menggambarkan
perkembangan motorik manusia dari lahir sampai meninggal dalam suatu
siklus alamiah. Hal ini dinyatakan sebagai berikut:
ن ضعف ث جعل من ب عد ضعف ق وة ث جعل من ب عد ق وة ضعفا اللو الذي خلقكم م وشيبة يلق ما يشاء وىو العليم القدير
Artinya : “Allah, dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah,
kemudian dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu
menjadi kuat, kemudian dia menjadikan (kamu) sesudah kuat
itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang
dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha
Kuasa. (QS. ar-Rum: 54).5
Kemampuan motorik halus yang dimiliki setiap anak berbeda, ada
yang lambat dan ada pula yang normal sesuai dengan perkembangan
4 Al-Albani, M.S. Shahih Sunan Tirmidzi (Seleksi Hadits Shahih Dari Kitab Sunan
Tirmidzi Buku: 2) (Jakarta : Pustaka Azzam, 2006), hal. 372 5 Departemen Agama RI. Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Bandung: CV. Penerbit
J-Art, 2004), hal. 187
4
kematangan anak. Namun sebaiknya selaku pendidik atau orang tua
hendaknya mengetahui permasalahan dan memberikan solusi bagaimana
meningkatkan kemampuan motorik halus pada anak. Menurut Holts
(2009), kemampuan motorik anak dikatakan terlambat, bila di usianya
yang seharusnya ia sudah dapat mengembangkan keterampilan baru,
tetapi ia tidak menunjukkan kemajuan. Terlebih jika sampai memasuki
usia sekolah sekitar 6 tahun, anak belum dapat menggunakan alat tulis
dengan baik dan benar. Anak-anak yang mengalami keterlambatan dalam
perkembangan motorik halus mengalami kesulitan untuk
mengoordinasikan gerakan tangan dan jari-jemarinya secara fleksibel.
Beberapa faktor yang melatarbelakangi keterlambatan perkembangan
kemampuan motorik halus adalah kurangnya kesempatan untuk
melakukan eksplorasi terhadap lingkungan sejak bayi, pola asuh orangtua
yang cenderung overprotektif dan kurang konsisten dalam memberikan
rangsangan belajar, tidak membiasakan anak untuk mengerjakan aktivitas
sendiri, anak tidak dibiasakan makan sendiri, sehingga fleksibilitas tangan
dan jemarinya kurang terasah.
Menurut Wing (dalam Hildayani R) sebagian anak mengalami
kesulitan dalam keterampilan motorik halus dilatarbelakangi oleh pesatnya
kemajuan teknologi jaman sekarang seperti video games dan komputer.
Anak-anak kurang menggunakan waktu mereka untuk permainan yang
memakai motorik halus. Ini bisa menyebabkan kurang berkembangnya
otot-otot halus pada tangan. Keterlambatan perkembangan otot-otot ini
menyebabkan kesulitan menulis ketika anak masuk sekolah. Beberapa
anak menunjukkan keterlambatan dalam kemampuan motorik halus
karena keterlambatan tumbuh kembang atau diagnosa medik seperti
Down Syndrome atau cerebral palsy (cacat mental).6
Proses pembelajaran awal yang menyenangkan, sangat
berpengaruh pada kemajuan pembelajaran akademik dan kreativitas.
Brenner dalam Solehuddin menyatakan bahwa tak ada masa yang lebih
potensial untuk belajar daripada masa tahun-tahun awal kehidupan anak.
6 Hildayani R. Psikologi Perkembangan Anak (Univesitas Terbuka, Jakarta, 2008),
hal. 21
5
Sehingga akan lebih baik bagi anak pada masa ini untuk diberi stimulasi
belajar yang efektif untuk mengembangkan pertumbuhan dan
perkembangan anak. Proses pembelajaran awal yang menyenangkan
dalam meningkatkan kemampuan motorik halus dapat dioptimalisasikan
pada awal kehidupan anak. Menurut Solehuddin berkenaan dengan
pertumbuhan fisik, anak usia dini masih perlu aktif melakukan berbagai
aktifitas. Oleh karena itu pihak sekolah selayaknya mengembangkan
kegiatan belajar yang sesuai dengan perkembangan anak untuk dapat
meningkatkan kemampuan motorik halus anak.7
Para ahli pendidikan memandang bahwa usia prasekolah
merupakan masa emas bagi penyiapan anak untuk menjalani proses
perkembangan dan belajar selanjutnya. Pada usia ini pula terdapat “masa
peka” yang sangat potensial sekali untuk dikembangkan secara optimal
sebagai tuntutan perkembangan anak. Usia emas dalam perkembangan
motorik adalah masa anak-anak usia 4–5 th Masa ini merupakan masa
untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan
fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian,
seni, moral, dan nilai-nilai agama. Oleh sebab itu dibutuhkan kondisi dan
stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan
perkembangan anak tercapai secara optimal. Pada usia ini, kesehatan
fisik anak mulai stabil. Anak tidak mengalami sakit seperti usia
sebelumnya. Hal ini menyebabkan perkembangan fisik jadi lebih maksimal
daripada usia sebelumnya.
Mengingat kemampuan motorik halus anak sangat penting, maka
peningkatan kegiatan origami, dapat memberikan kesenangan pada anak,
memupuk jiwa kreatif serta merupakan dasar bagi keterampilan yang
lainnya. Menurut Rachmawati dkk (2003) bahwa dengan potensi
kreativitas, maka anak akan senantiasa membutuhkan aktivitas yang
syarat dengan ide-ide kreatif, sedangkan para ahli konstruktivis
mengasumsikan bahwa pada dasarnya anak itu memiliki kemampuan
untuk membangun dan mengkreasi pengetahuan.
7 Solehuddin. Konsep Dasar Pendidikan Pra Sekolah. (Bandung : UPI, 2000), hal.
7
6
Menurut pandangan Schickedanz dalam Solehuddin pengetahuan
pada dasarnya dibangun. Pengetahuan itu tidak terletak dimanapun,
melainkan dibangun oleh anak dengan berinteraksi dengan
lingkungannya. Hal ini diasumsikan bahwa keterlibatan, kreativitas, dan
inisiatif anak dalam proses belajar merupakan hal yang esensial, serta
menciptakan suasana belajar yang bermakna. Berkaitan dengan
pembelajaran di sekolah, sebenarnya banyak pendekatan dan kegiatan
pembelajaran yang dapat mendukung pengembangan aspek motorik
halus anak. 8
Pendekatan seni merupakan suatu proses pembelajaran yang
dapat meningkatkan keterampilan motorik halus anak. Seni adalah
kegiatan manusia dalam mengekspresikan pengalaman hidup dan
kesadaran artistiknya yang melibatkan kemampuan intuisi, kepekaan indra
dan rasa, kemampuan intelektual, kreatifitas serta keterampilan teknik
untuk menciptakan karya yang memiliki fungsi personal atau sosial
dengan menggunakan berbagai media. Pengembangan seni juga
bertujuan mengembangkan keterampilan motorik halus anak didik dalam
berolah tangan. Salah satu diantaranya adalah pembelajaran bidang seni
rupa yaitu pada kegiatan melipat kertas (origami). Dalam hal ini yang perlu
lebih diperhatikan maknanya dalam bermain origami yaitu aktivitas yang
dilakukan untuk memperoleh kesenangan. Kondisi untuk memperoleh
kesenangan seperti ini dapat dijumpai dalam hadis Rasul, antara lain
sebagai berikut:
عليه و بي صلهى الله عنه قال بينا الحبشة يلعبون عند النه عن أبي هريرة رضي الله سله
يا عمر بها فقال دعه دخل عمر فأهوى إلى الحصى فحصبه )رواه البخارى(بحرابه
Artinya : dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Ketika para budak
Habasyah sedang bermain menunjukkan kebolehannya
menggunakan alat perang mereka di hadapan Nabi shallallahu
'alaihi wasallam tiba-tiba 'Umar masuk lalu mengambil kerikil
8 Solehuddin. Op.Cit., hal. 18
7
kemudian melemparkannya kepada mereka. Maka Beliau
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Biarkanlah mereka wahai
'Umar".9
Pembelajaran seni merupakan salah satu pendekatan
pembelajaran di Taman Kanak-Kanak (Raudhatul Athfal) yang memiliki
aspek bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain (Sukardi, 2008).
Melipat kertas (origami) merupakan kegiatan hiasan (ornamen) dengan
menggunakan kertas tertentu. Origami peranannya bisa meluas ke segala
bidang, misalnya dipergunakan sebagai bagian dari perlengkapan hidup.
Origami telah memasuki segala aspek kehidupan manusia. Dengan
demikian origami memiliki peranan pada semua bidang tergantung pada
kebutuhan manusia, termasuk peranannya dalam bidang pendidikan
untuk keperluan melatih kemampuan motorik halus pada suatu
pembelajaran.
Berdasarkan jurnal internasional yang disampaikan oleh Robert J.
Lang yang telah mempelajari tentang origami lebih dari 40 tahun The
Fourth Internasional Meeting on Origami in Science (40SME), September
2006 pada Institute of Technology Pasadena, California bahwa ada
hubungan yang sangat erat antara origami dengan mathematika,
teknologi, pendidikan, dan program komputer. Dalam Jurnal nasional oleh
Andyda Melia pemerhati anak dan parenting menyampaikan hasil
penelitian yang telah dipublikasikan, disimpulkan bahwa belajar origami
bermanfaat bagi anak untuk meningkatkan kemampuan motorik halus dan
koordinasi antara tangan dan mata. Bagi guru dapat menggunakan
origami untuk mengerjakan berbagai konsep matematika. Membuat
origami juga memberi pengaruh positif pada memori, proses imajinasi,
perhatian dan meningkatkan harga diri. Origami merupakan aktivitas
9 Al-Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail,Ensiklopedia Hadits;Shahih
al-Bukhari 1, Terj. Masyhar dan Muhammad Suhadi, Jakarta: Almahira, Cet. I, 2011 Haits Nomor 2686, hal. 679
8
orang tua dan anak. Hal ini karena origami sebagai aktivitas orang tua,
kemudian anak mencoba membuat.10
Kegiatan origami ini melibatkan unsur otot, syaraf, otak, dan jari-
jemari tangan. Anak selayaknya diberi motivasi, dorongan yang dapat
memunculkan minat anak terhadap kegiatan tersebut. Anak dilatih
memegang kertas dengan benar ketika melipat suatu kertas dalam bentuk
tertentu, sehingga dapat meningkatkan kelenturan jari jemari anak.
Disinilah unsur-unsur tersebut akan terkoordinasi jika dilakukan dengan
intensif. Tak ada seorang anak pun yang tidak bisa melipat kertas, namun
perlu pembelajaran yang sabar, telaten dan rutin.
Melihat kenyataan di lapangan, sebagian besar Taman Kanak-
kanak menerapkan pembelajaran yang dijadikan dasar peningkatan
motorik halus terkadang kurang terencana dan terprogram. Guru masih
menerapkan pembelajaran yang bersifat konvensional seperti
pembelajaran yang kurang memunculkan minat anak dan masih
kurangnya sarana prasarana pembelajaran dalam meningkatkan
kemampuan motorik halus anak.
Berdasarkan pengamatan awal dan hasil diskusi dengan guru kelas
pada tanggal 10 April 2018 di Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo
menunjukan bahwa anak-anak pada umumnya masih memiliki
kemampuan motorik halus yang masih rendah terutama pada kegiatan
pramenulis seperti cara memegang pensil yang belum benar, menjiplak
bentuk/ garis yang belum rapi, kesulitan membuat bentuk-bentuk tulisan,
mewarnai yang masih terlihat corat-coret, melipat kertas (origami) serta
kegiatan lainnya yang masih memerlukan bimbingan dari lingkungan
terutama kemampuan motorik halus, yang mencakup penggunaan
koordinasi otot-otot kecil/ halus. Hal ini bisa disebabkan faktor
kematangan anak dan stimulasi/ latihan yang belum diterapkan secara
konsisten seperti pembelajaran yang ada dalam program di sekolah
tersebut. Dalam meningkatkan kemampuan motorik halus anak belum
terencana secara khusus. Untuk itu sebaiknya masalah ini segera
10
Andyda Melia, Jurnal Nasional, (2011)
9
diantisipasi, sehingga kekhawatiran anak mengalami kesulitan dalam
kemampuan motorik halus dapat diminimalisir. Pada umumnya motorik
halus anak di Taman Kakan-Kanak sebagian besar terlambat tidak sesuai
dengan usianya. Hal ini juga terlihat pada Raudhatul Athfal Al-Akhyar
Bungo.
Hasil pengamatan pada tanggal 10 April 2018 di Raudhatul Athfal
Al-Akhyar Bungo juga menunjukan bahwa anak yang berusia 4-5 tahun
belum dapat menggunakan alat tulis dengan baik dan benar, motorik
halusnya sangat lemah/ kurang, terutama keterampilan melipat kertas.
Anak-anak yang mengalami keterlambatan dalam perkembangan motorik
halus, mengalami kesulitan untuk mengkoordinasikan gerak tangan dan
jari jemarinya secara fleksibel, khususnya kegiatan melipat kertas
(origami). Dari jumlah 38 anak didik, Kelompok A terdapat 30 atau sekitar
80% anak didik yang terlambat kemampuan motorik halusnya, sedangkan
yang mampu hanya sebanyak 8 atau sekitar 20% anak didik.
Berdasarkan kenyataan tersebut, sebagai solusi tindakan untuk
memecahkan masalah keterampilan motorik halus anak, maka
dilaksanakan kegiatan origami sebagai media pembelajaran. Dasar
pertimbangan pemilihan origami untuk meningkatkan keterampilan motorik
halus anak adalah sebagai berikut : pertama, kegiatan origami, anak
dapat membuat sesuatu dari cara yang mendasar yaitu, meniru,
berkreatifitas dan berimajinasi. Kedua, anak belajar mengapresiasi seni
dan keindahan. Artinya belajar keindahan jiwa. Ketiga, belajar membuat
model dan permainan sendiri. Keempat, anak belajar melihat gambar,
belajar mencari solusi sehingga berhasil membentuk sebuah model
origami, juga anak belajar konsep berbandingan bentuk: yang
kesemuanya itu memerlukan keterampilan motorik halus.
Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian tentang kegiatan origami yang dapat dijadikan
media pembelajaran untuk mempermudah meningkatkan keterampilan
motorik halus, yang dituangkan dalam proposal penelitian dengan judul
10
“Kegiatan Bermain Origami dalam Mengembangkan Keterampilan
Motorik Halus Anak Usia Dini di Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo”
B. Rumusan Masalah
Dilihat dari latar belakang di atas, maka permasalahan dalam
penellitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. bagaimana langkah guru dalam mengembangkan motorik halus anak
usia dini di Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo?
2. Apakah kegiatan bermain origami dapat mengembangkan motorik halus
anak usia dini di Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo?
3. Apa faktor penghambat dan pendukung kegiatan bermain origami dapat
mengembangkan motorik halus anak usia dini di Raudhatul Athfal Al-
Akhyar Bungo?
C. Fokus Penelitian
Penelitian ini berfokus pada kegiatan bermain origami dapat
mengembangkan motorik halus anak usia dini di Raudhatul Athfal Al-
Akhyar Bungo.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui:
1. Kegiatan guru dalam mengembangkan motorik halus anak usia dini
di Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo.
2. Kegiatan bermain origami dalam mengembangkan motorik halus
anak usia dini di Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo.
3 Faktor penghambat dan pendukung kegiatan bermain origami
dapat mengembangkan motorik halus anak usia dini di Raudhatul
Athfal Al-Akhyar Bungo
2. Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis
maupunsecara praktis untuk pihak-pihak sebagai berikut:
11
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
informasi bagi pengembangan karya tulis ilmiah khususnya dalam
bidang pembelajaran origami untuk meningkatkan kemampuan
motorik halus anak. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat
merubah pembelajaran yang sudah ada ke arah yang lebih baik.
b. Secara Praktis
1) Bila ditemukan kekurangan dari kegiatan bermain origami dalam
mengembangkan motorik halus anak usia dini di Raudhatul
Athfal Al-Akhyar Bungo, maka dapat bermanfaat bagi tenaga
pendidik dalam mengevaluasi kegiatan tersebut.
2) Bila ditemukan kelebihan dari kegiatan bermain origami dalam
mengembangkan motorik halus anak usia dini di Raudhatul
Athfal Al-Akhyar Bungo, maka dapat memberikan ilmu
pengetahuan baru bagi tenaga pendidik dalam rangka
mengembangkan motorik halus anak usia dini.
12
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
A. Landasan Teori
1. Bermain Origami
a. Pengertian Origami
Seni melipat kertas di Jepang dikenal dengan istilah origami. Kata
origami terdiri dari dua kata yaitu oru dan kami. Oru berati melipat dan
kami berati kertas. Seni melipat kertas atau origami adalah suatu seni
yang berasal dari Cina yang diperkenalkan oleh seorang yang bernama
Ts'ai Lun yang awal mulanya terbuat dari kertas yang berasal dari
hancuran tumbuhan dan kain yang sudah tidak terpakai. Pada abad ke
enam, origami ini dibawa ke Spanyol dan Jepang dan hingga kini sudah
sangat populer di Indonesia.
MS Sumantri menyatakan bahwa melipat merupakan kegiatan
keterampilan tangan untuk menciptakan bentuk-bentuk tertentu tanpa
menggunakan bahan perekat (lem). Kegiatan ini membutuhkan
keterampilan koordinasi mata dan tangan, ketelitian, kerapian, dan
kreativitas. Apabila kegiatan ini sesuai dengan minat anak akan
memberikan kegembiraan dan keasyikan serta kepuasan bagi anak.11
Menurut M. Amanuma dalam Danandjaja, Origami adalah seni
melipat kertas menjadi berbagai bentuk. Bangsa Jepang tidak
menganggap origami sebagai suatu seni yang berdiri sendiri, karena
mereka lebih menganggap melipat kertas itu sebagai satu bagian yang tak
terpisahkan dengan kebudayaan bangsanya. Bahan yang digunakan
origami adalah kertas atau kain yang biasanya berbentuk persegi. Sebuah
hasil origami merupakan suatu hasil kerja tangan yang sangat teliti dan
enak dipandang.
11
MS Sumantri. Model Pengembangan Keterampilan Motorik Anak Usia Dini. (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Tenaga Perguruan Tinggi, 2005). hal. 151
13
Kebanyakan anak-anak TK dan SD sudah diajarkan cara membuat
bermacam -macam bentuk dari kertas lipat atau origami paper. Dengan
bermacam-macam warna (merah, kuning, orange, ungu, hijau) mampu
menarik perhatian anak-anak kecil untuk mau mencoba membuat
berbagai bentuk, seperti membuat kapal. topi, kincir angin dan pesawat. Di
negara asalnya, origami ini juga dipakai-saat mengajar anak-anak di TK
yang termasuk tidak bisa diam di kelas sangat antusias waktu mengikuti
tahapan pembuatan origami ini. Anak-anak dengan tekun mengikuti
panduan yang diberikan oleh sang guru sambil melakukan gerakan-
gerakan melipat dan dapat mengembangkan daya, cipta. Dan hal ini
mampu mengembangkan sistem syaraf motorik. Dalam hal ini yang perlu
lebih diperhatikan maknanya dalam bermain origami yaitu aktivitas yang
dilakukan untuk memperoleh kesenangan. Kondisi untuk memperoleh
kesenangan seperti ini dapat dijumpai dalam hadis Rasul, antara lain
sebagai berikut:
عليه و بي صلهى الله عنه قال بينا الحبشة يلعبون عند النه ب عن أبي هريرة رضي الله دخل عمر سله حرابه
يا عمر بها فقال دعه )رواه البخارى( فأهوى إلى الحصى فحصبه
Artinya : dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Ketika para budak
Habasyah sedang bermain menunjukkan kebolehannya
menggunakan alat perang mereka di hadapan Nabi shallallahu
'alaihi wasallam tiba-tiba 'Umar masuk lalu mengambil kerikil
kemudian melemparkannya kepada mereka. Maka Beliau
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Biarkanlah mereka
wahai 'Umar".12
Menurut Sudjianto origami yaitu seni melipat kertas menggunakan
keterampilan tangan dengan teknik dan ketelitian tinggi tanpa
menggunakan gunting atau alat potonglainnya dan tidak menggunakan
12
Al-Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail,Ensiklopedia Hadits;Shahih al-Bukhari 1, Terj. Masyhar dan Muhammad Suhadi, Jakarta: Almahira, Cet. I, 2011 Haits Nomor 2686, hal. 679
14
lem perekat dengan hanya menggunakan selembar kertas segi empat
yang dilipat-lipat dan diciptakan keaneka ragaman basil karya lipatan
berwarna. Berdasarkan pendapat tersebut diketahui bahwa origami
merupakan seni melipat kertas yang menggunakan keterampilan tangan
dengan bahan dasar kertas yang berbentuk segi empat. Sedangkan
menurut Maya Hirai origami adalah seni melipat kertas artinya dengan
bahan dasar kertaslah kreativitas seni ini dilakukan dan dikembangkan.13
b. Jenis -jenis Kertas Origami
Ada beberapa jenis-jenis kertas origami yang biasa digunakan dalam
membuat model origami yaitu:
1) Washi adalah kertas origami khas Jepang yang berkualitas tinggi.
Harganya cukup mahal, biasa digunakan untuk model-model origami
washi doll. Pada Gambar 1 berikut ini adalah kertas washi:
Gambar 1. kertas origami jenis Washi
2) Origami Paper adalah kertas yang berbentuk persegi merupakan kertas
dengan motif atau polos terbuat dari kertas HVS yang diberi motif
menarik. Kertas jenis ini sebenarnya terbagi menjadi beberapa jenis
13
Dahidi Ahmad Sudjianto. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. (Jakarta: Kesaint Blanc , 2004) hal. 82
15
kalau dikategorikan menurut motifnya, yaitu 1 sisi, 2 sisi bermotif atau
polos. Pada Gambar 2 di bawah ini adalah origami paper.
Gambar 2. kertas origami jenis paper
3) Chiyagomi adalah kertas chiyago hampir sama motifnya dengan kertas
washi. Teksturnya lebih halus dan lebih cenderung seperti kertas HVS
mempunyai motif yang istimewa kadang ada tambahan emas
dimotifnya. Gambar 3 berikut ini adalah kertas chiyagomi.
16
Gambar 3. kertas origami jenis Chiyagomi
4) Gold Foil Paper adalah kertas emas yang masih jarang ditemukan di
Indonesia. Secara umum di sini ada kertas emas atau perak tapi belum
khusus diproduksi sebagai kertas origami, sehingga kita harus
memotong sendiri kertas tersebut, selain itu kualitas dari kertasnya
belum bagus. Gambar 4 berikut ini adalah gold foil paper:
17
Gambar 4. kertas origami jenis Chiyagomi
Sri Setiani berpendapat jenis kertas yang bisa digunakan untuk
melipat antara lain kertas putih dengan ukuran bervariasi, kertas
berwarna/kertas origami, kertas koran, dan guntingan majalah yang
ukurannya simetris. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pada
penelitian ini peneliti menggunakan media jenis kertas Origami Paper
yang berwarna polos dan motif serta kertas kado yang mana peneliti
memotong sendiri.14
c. Dasar-dasar Melipat Kertas (Origami)
Kegiatan origami dalam pelaksanaanya harus mengikuti langkah-
langkah dasar melipat, ini bertujuan agar kegiatan origami mudah untuk
diikuti anak-anak.
Sumanto berpendapat bahwa ada beberapa dasar-dasar melipat
kertas antara lain yaitu:15
1) Gunakan jenis kertas khusus untuk melipat. Kertas lipat biasanya
sudah dikemas dalam bungkus plastik berbentuk bujur sangkar dalam
berbagai ukuran dan warna. Melipat juga dapat menggunakan jenis
14
Sri Setiani (2007: 3.19) 15
Sumanto (2005: 100)
18
kertas HVS, kertas manila, kertas koran, kertas payung, kertas marmer,
kertas buku tulis, kertas kado, dan sejenisnya. Sedangkan mengenai
ukuran dan warnanya dapat disesuaikan dengan bentuk atau model
lipatan yang akan dibuat.
2) Setiap model lipatan, ada yang dibuat dari kertas berbentuk bujur
sangkar, bujur sangkar ganda, empat persegi panjang, dan segi tiga.
Misalnya untuk lipatan model rumah, perahu, bunga, gelas, bola kotak
dibuat dengan menggunakan kertas berbentuk bujur sangkar, model
katak lompat menggunakan kertas bujur sangkar ganda. Lipatan model
perahu layar, kapal terbang, mainan topeng mamakai kertas empat
persegi panjang. Lipatan model ikan dapat dibuat dari kertas berbentuk
segi tiga. Setiap model akan dapat dibuat dari kertas berbentuk segi
tiga. Setiap model lipatan tidak selalu menggunakan kertas berbentuk
bujur sangkar.
3) Untuk memudahkan melipat berdasakan gambar kerja (pola), kenalilah
petunjuk dan langkah-langkah pembuatannya. Petunjuk melipat
ditandai dengan garis anak panah sesuai arah yang dimaksudkan
dalam tahapan lipatan. Misalnya lipatan ke tengah, lipatan rangkap,
lipatan sudut, hasil lipatan dibalik, hasil lipatan ditarik, dan sebagainya.
4) Kualitas hasil lipatan ditentukan oleh kerapian dan ketepatan teknik
melipat, mulai dari awal sampai selesai.
d. Langkah Kerja Melipat (Origami)
Ada beberapa langkah kerja melipat menurut Sumanto sebagai
berikut:16
1) Tahap persiapan, dimulai dengan menentukan bentuk, ukuran, dan
warna kertas yang digunakan untuk kegiatan melipat. Juga
dipersiapkan bahan pembantu dan alat yang diperlukan sesuai model
atau bentuk yang akan dibuat.
2) Tahap pelaksanaan, yaitu membuat lipatan tahap demi tahap sesuai
gambar pola (gambar kerja) dengan rapi menurut batas setiap tahapan
lipatan sampai selesai.
16
Sumanto (2005: 102)
19
3) Tahap penyelesaian, yaitu melengkapi bagian-bagian tertentu pada
hasil lipatan.
Melipat lurus dan melipat miring perlu diberikan sebagai dasar dalam
melatih kemampuan anak pada kegiatan melipat kertas ke berbagai arah
atau posisi dengan menggunakan beberapa ukuran kertas. Melipat lurus
dan melipat miring merupakan cara/pendekatan yang harus dilakukan
dalam pembuatan suatu model lipatan.
Pendidik anak usia dini dalam mengajarkan melipat, hendaknya
mengikuti petunjuk-petunjuk yang ada. Adapun petunjuk mengajarkan
melipat kertas menurut Sumanto adalah sebagai berikut:17
1) Pendidik dalam memberikan peragaan langkah-langkah melipat pada
anak TK supaya menggunakan peraga yang ukurannya lebih besar dari
kertas lipat yang digunakan oleh anak. Selain itu lengkapi peragaan
tersebut dengan gambar langkah-langkah meliputi yang ditempelkan di
papan tulis dan contoh hasil melipat yang sudah jadi dengan baik.
2) Setiap tahapan melipat yang sudah dibuat oleh anak hendaknya
diberikan penguatan oleh guru misalnya “rapikan lipatan”,
haluskan/setrika lipatan yang sudah dibuat dan sebagainya.
3) Bila anak sudah selesai membuat bentuk lipatan, anak diberi reward
atau pujian dan diberi kesempatan untuk mengulangi melipat lagi agar
setiap anak memiliki keterampilan sendiri membuat lipatan tanpa
bantuan bimbingan dari guru.
e. Manfaat bermain Origami
Menurut Sukardi menyebutkan beberapa alasan dan sekaligus
manfaat berorigami untuk anak, yaitu :18
1) Anak belajar meniru/ mengikuti
Ketika seorang anak mengikuti tahap demi tahap lipatan dengan baik,
maka sebenarnya ia telah belajar bagaimana mengikuti petunjuk dan
arahan baik dari orang tua, instuktur, maupun dari gambar/foto origami.
17
Sumanto (2005: 108) 18
Sukardi. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Tindakan Kelas Implementasi dan Pengembangannya. Jakarta: Bumi Aksara
20
Dari sanalah ia belajar membuat sesuatu dari cara yang paling
mendasar yakni meniru.
2) Anak belajar berkeativitas
Origami memang dunia kreativitas. Begitu banyak model origami,baik
model tradisional maupun model dari karya-karya terbaru. Seorang
anak tinggal memilih model apa dan mana yang ia sukai. Seiring
dengan itu, jika anak sudah mulai mahir melipat dan sudah banyak
model yang ia lipat, maka pada saat tertentu nanti akan muncul
gagasan ingin membuat sesuatu dari teknik-teknik lipatan yang telah
dikenalnya. Ini artinya ia belajar berkreasi untuk menghasilkan sesuatu.
3) Anak belajar berimajinasi
Model origami biasanya juga merupakan miniature dari mahluk dan
benda-benda kebutuhan hidup. Modelnya merupakan hasil dari
imajinasi para pembuatnya. Ada model-model yang sangat jelas atau
sangat natural dari bentuk-bentuk atau model-model kehidupan. Namun
ia juga kadang begitu abstrak sehingga lebih diperlukan imajinasi yang
kuat untuk menagkapnya. Seorang anak akan belajar berimajinasi
melalui origami ini. Apa bila ketika ia telah mencoba berkreasi dengan
sesuatu bentuk yang baru tanpa meniru atau mengikuti diagramnya.
4) Anak belajar berkarya (seni)
Origami adalah seni melipat kertas, sehingga ketika seorang anak
membuat origami berarti ia telah belajar berkarya (seni). Seni disini bisa
diartikan dalam dua hal, yakni pertama seni melipatnya (teknik dan cara
melipatnya, prosesnya pada setiap tahap, dan sebagainya), yang
kedua adalah modelnya itu sendiri yang menjadi karya seni. Hasil karya
origami jelas dapat dimasukkan dalam seni visual (visualart).
Penggunaan jenis ragam dan warna kertas akan menjadikan model
yang juga berbeda, termasuk komposisi yang diinginkannya.
5) Anak belajar menghargai/ mengapresiasi
Bicara soal karya dan seni, tentu tidak lepas dari apresiasi dan
penghargaan. Mempraktekkan origami berarti juga belajar
mengapresiasi sebuah cabang karya seni dan seni visual. Seorang
21
anak ketika berorigami berarti juga akan belajar mengapresiasi seni
dan keindahan sejak dini, artinya ia juga belajar kehalusan jiwa.
6) Anak belajar membuat model
Origami adalah melipat kertas untuk membuat suatu model. Maka
ketika seorang anak berorigami, ia sedang belajar membuat dari
selembar kertas (atau lebih) menjadi sebuah model sesuai dengan
kemampuan dan kesukaannya. Model dalam origami sangatlah banyak
dan terus berkembang seiring dengan karya-karya baru yang dihasilkan
oleh para pelipat. Namun model origami yang disukai anak biasanya
adalah model origami tradisional yang berupa mainan (miniatur)
binatang, pesawat (anak laki-laki), rumah dan alat rumah tangga (anak
wanita) dan sebagainya. Model origami untuk anak ini, biasanya terdiri
dari lipatan sederhana dan sedikit tahapan dalam digramnya. Namun
tidak menutup kemungkinan, seorang anak yang telah banyak
mencoba jenis lipatan akan membuat model origami yang mempunyai
tingkat kesulitan tinggi. Semakin banyak mencoba jenis lipatan,
seorang anak tentu dapat membuat model origami lebih banyak lagi.
7) Anak belajar membuat mainannya sendiri
Banyak model origami yang dapat digunakan untuk bermain anak,
misalnya kodok lompat, piring terbang, bola besar, pesawat-pesawat
terbang, perahu, kuda berputar, suara tembakan, baling-baling, model
peralatan rumah mulai lemari, kursi, meja dipan, dan Iain-lain. Model-
model itu umumnya dapat cukup dibuat dari selembar kertas saja.
Untuk model tertentu yang berukuran besar bisa menggunakan kertas
karton, seperti untuk membuat topi, bola besar, pesawat dan lain-lain.
Perlu digaris bawahi dalam berorigami, melipatnya itu sendiri adalah
bagian dari bermain, setelah menjadi model, juga dapat dimainkan baik
sendiri atau bersama.
8) Anak belajar membaca diagram/gambar
Belajar origami, selain melalui bimbingan seorang guru atau instruktur,
dapat pula melalui animasi atau diagram dari sebuah buku origami. Jadi
seorang anak dapat membuat origami dengan mengikuti diagram yang
22
ada dalam buku, meski harus dipilih dan disesuaikan dengan tingkat
kemampuannya. Ini diharapkan agar anak tidak kesulitan untuk
menyelesaikannya. Bahkan dianjurkan, bila kemampuan sang anak
masih tahap pemula, Bahkan dianjurkan, bila kemampuan sang anak
masih tahap pemula, baiknya senantiasa didampingi orang dewasa,
agar ketika mendapat kesulitan ada yang membantu untuk
menyelesaikannya. Yang pasti, semakin sering anak berlatih melalui
diagram-diagram yang ada, maka akan meningkat pula kemampuan
membaca diagramnya termasuk pengenalan terhadap jenis lipatan
yang digunakan. Proses membaca diagram akan merangsang
logikanya untuk memikirkan rangkaian tahapan hingga selesai.
9) Anak belajar menemukan solusi bagi persoalannya
Sebuah diagram origami terdiri dari beberapa tahapan. Dimana setiap
tahapannya merupakan rangkaian persoalan-persoalan lipatan yang
beraneka ragam. Ketika seorang anak membuat origami dengan cara
mengikuti alur sebuah diagram, sebetulnya dia sedang menghadapi
persoalan pada setiap tahap diagram itu. Bila mana dia berhasil
mengikuti tahap demi tahap, artinya ia dapat menyelesaikan persoalan
origami. Pada saat seperti itu, untuk anak umur tertentu akan berjalan
logikanya. Bagaimana mengikuti, membaca gambar, dan
menyelesaikan persoalan-persoalan itu. Bahkan jika mulai membuat
karya sendiri, ia akan berusaha mencari solusi, sehingga berhasil
membentuk sebuah model origami yang diharapkan. Tentu ini latihan
yang sangat baik bagi anak belajar memecahkan persoalannya.
10) Anak belajar perbandingan (proporsi) dan berpikir matematis
Satu diantara yang sangat menentukan keindahan model origami
adalah yang disebut dengan proporsi bentuk (perbandingan bentuk).
Mengapa ini atau itu mirip bentuk tertentu adalah karena teori proporsi.
Tingkat keindahan sebuah model origami (meski sudah jelas modelnya)
adalah juga sangat terletak pada proporsi ini. Di sisi lain jenis lipatan
origami tradisional umumnya merupakan jenis lipatan berdasarkan teori
matematis, artinya bukan asal lipatan (berbeda dengan banyak teknik
23
untuk model-model kontemporer). Dengan demikian, aktifitas origami
dapat membimbing seorang anak untuk mengenal konsep
perbandingan bentuk dan sekaligus konsep matematis. Demikian
manfaat origami sangat berdapak luas, dari meniru, berkreativitas,
berimajinasi, berkarya, berapresiasi, membuat model. membuat mainan
sendiri, belajar membaca diagram/gambar, belajar menemukan solusi
persoalan, belajar perbandingan(proporsi) dan berberpikir matematis.
Itu semua sangat berguna untuk meningkatkan keterampilan motorik
halus anak menjadi lebih baik.
Menurut Fajar Ismayanti menyebutkan ada beberapa manfaat
origami yaitu:19
1) Anak belajar meniru/mengikuti arahan. Apabila anak dapat mengikuti
tahap demi tahap dalam melipat dengan baik, maka sebenarnya anak
itu telah belajar bagaimana cara mengikuti petunjuk dan arahan dari
orangtua atau guru. Hal ini lah yang mendasari bahwa anak telah
belajar dengan cara meniru.
2) Anak belajar berkreativitas. Origami pada dasarnya adalah dunia
kreativitas. Banyak model-model origami baik model tradisional maupun
modern. Anak-anak dapat memilih sesuai dengan apa yang dia suka.
Seiring berjalannya waktu, apabila anak sudah mahir melipat anak akan
membuat lipatan sesuai dengan gagasannya. Hal ini berarti anak
belajar berkreasi untuk menghasilkan sesuatu.
3) Anak belajar berimajinasi. Seorang anak akan belajar berimajinasi
melalui origami, apabila anak telah mencoba berkreasi dengan sesuatu
bentuk yang baru tanpa meniru atau mengikuti arahan dari guru atau
orangtua.
4) Anak belajar berkarya. Origami adalah seni melipat kertas, sehingga
ketika seorang anak membuat origami berarti ia telah belajar berkarya
(seni). Seni di sini bisa diartikan dalam dua hal, yakni pertama seni
melipatnya (teknik dan cara melipatnya, prosesnya pada setiap
tahapan, dsb), yang kedua adalah modelnya itu sendiri yang menjadi
19 Fajar Ismayanti. (2012). Manfaat Origami. http://sanggar-origamiindonesia.
com/10-manfaat-origami.html.
24
karya seni. Hasil karya origami jelas dapat dimasukkan dalam seni
visual (visual art).
5) Anak belajar menghargai/mengapresiasi. Mempraktekkan origami
berarti juga belajar mengapresiasi sebuah cabang karya seni dari seni
visual. Seorang anak ketika berorigami berarti juga akan belajar
mengapresiasi seni dan keindahan sejak dini, artinya ia juga belajar
kehalusan jiwa.
6) Anak belajar membuat model. Origami merupakan kegiatan melipat
kertas untuk membuat suatu bentuk model. Misalnya, anak perempuan
membuat miniatur bentuk binatang, anak laki-laki membuat bentuk
pesawat. Hal ini akan terus berkembang sesuai dengan kemampuan
anak dalam membuat bentuk model lipatan dari yang mudah ke yang
sulit.
7) Anak belajar membuat mainan sendiri. Banyak model bentuk origami
yang dapat untuk mainan anak seperti bentuk katak lompat, topi, kapal,
dan pesawat. Anak dapat membuat sendiri mainan itu dengan selembar
kertas untuk mainan sendiri maupun dengan temannya.
8) Anak dapat membaca gambar. Anak dalam belajar origami melalui
buku yaitu dengan membaca gambar atau petunjuk yang telah tertera
pada buku tersebut. Hal ini akan meningkatkan rangsangan logika anak
untuk mengikuti petunjuk yang ada.
9) Anak dapat menemukan solusi untuk permasalahannya. Origami dalam
pembuatannya terdiri dari beberapa tahapan, dimana setiap
tahapannya merupakan rangkaian persoalan-persoalan lipatan yang
beraneka ragam. Ketika seorang anak membuat origami dengan cara
mengikuti alur tahapan, sebenarnya dia sedang menghadapi persoalan
pada setiap tahapan itu. Apabila anak berhasil mengikuti tahap demi
tahap, artinya ia dapat menyelesaikan persoalan origami.
10)Anak belajar perbandingan (proporsi)/matematis. Salah satu keindahan
model origami adalah dengan proporsi bentuk (perbandingan bentuk).
Mengapa model ini atau itu mirip bentuk tertentu yaitu karena teori
proporsi. Tingkat keindahan sebuah model origami (walaupun sudah
25
jelas modelnya) juga sangat terletak pada proporsi. Di sisi lain jenis
lipatan origami tradisional umumnya merupakan jenis lipatan
berdasarkan teori matematis, artinya bukan asal lipatan. Dengan
demikian, aktifitas origami dapat membimbing seorang anak untuk
mengenal konsep perbandingan bentuk dan sekaligus konsep
matematis.
Manfaat origami menurut Pandiangan (Ni Kadek Novia Purnamasari,
I Gusti Agung Oka Negara, & I Made Suara) menyatakan bahwa manfaat
origami yaitu:20
1) Melatih motorik halus pada anak sekaligus sarana bermain yang aman,
murah, menyenangkan, dan kaya manfaat.
2) Lewat origami anak belajar membuat mainannya sendiri sehingga
menciptakan kepuasan dibandingkan dengan mainan yang sudah jadi
dan beli di toko mainan.
3) Membentuk sesuatu dari origami perlu melewati tahapan dan proses
tahapan mengajarkan anak untuk tekun, sabar, serta disiplin untuk
mendapatkan bentuk yang diinginkan.
4) Anak melalui kegiatan origami diajarkan untuk menciptakan sesuatu,
berkarya, dan membentuk model sehingga membantu anak
memperluas imajinasi mereka dengan bentukan origami yang
dihasilkan, karena berhasil menciptakan sesuatu dari tangan mungil
mereka.
5) Suatu kebanggaan dan kepuasan tersendiri bagi anak-anak, terlebih
lagi anak belajar menghargai dan mengapresiasi karya lewat origami.
6) Belajar membaca diagram/gambar, berpikir matematis serta
perbandingan (proposisi) lewat bentuk-bentuk yang dibuat melalui
origami adalah suatu keuntungan lain dari mempelajari origami.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat origami
dalam penelitian ini adalah melatih motorik halus anak, anak dapat belajar
membuat mainan sendiri, mengajarkan anak tekun dan sabar, dan anak
20
Ni Kadek Novia Purnamasari, I Gusti Agung Oka Negara, & I Made Suara. (2014). Penerapan Metode Demonstrasi melalui Kegiatan Melipat Kertas (Origami) untuk Meningkatkan Perkembangan Motorik Halus Anak. http://ejournal.undiksha.ac.id.
26
dapat belajar membaca gambar/diagram lewat bentuk yang dibuat melalui
origami. Manfaat origami dalam penelitian ini adalah melatih kemampuan
gerakan anak menggunakan otot-otot halus pada jari tangan agar anak
dapat membuat bentuk-bentuk tertentu.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh PAR (Partisipatory Action
Reseach) yang dilakukan di Kampung Gang Buaya , Blotongan Salatiga
melalui permainan origami untuk meningkatkan motorik halus anak usia 4-
5 tahun. Melalui permainan origami, motorik halus anak dapat meningkat
secara bertahap. Halini di dapat di buktikan dari hasil tindakan penelitian
yang dilakukan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Steffi Claudia diketahui
bahwa permainan Origami dapat meningkatkan motorik halus anak, hal ini
bisa dibuktikan dari meningkatnya persentase motorik halus anak.
Ketrampilan motorik halus anak meningkat pada Siklus I sebesar 49, 93%
menjadi 51,81%. Pelaksanaan Siklus II mengalami peningkatan sebesar
68,50 % menjadi 79. 62%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
dengan melalui permainan origami dapat meningkatkan keterampilan
motorik halus anak usia 4-5 tahun, juga dengan permainan kertas origami
dapat melatih koordinasi mata dan tangan.21
Hasil penelitian yang dilakukan Hartatik diketahui bahwa tindakan
guru dengan menggunakan media berbagai kertas, sebagai upaya
meningkatkan kemampuan motorik halus pada anak membawa hasil. Hal
ini dapat dilihat dari ketuntasan belajar mencapai 83%, setelah dilakukan
tindakan pada siklus III. Anak merasa tertarik dengan media pembelajaran
yang disediakan, sehingga anak antusias dan dapat melipat kertas
origami dengan baik. Sedangkan dari sisi guru, melalui kegiatan origami
ini guru sudah menemukan media pembelajaran yang menarik bagi anak,
sehingga dapat meningkatkan kemampuan motorik halus. Jika kriteria
21
Steffi Claudia. Origami Game for Improving Fine Motor Skills for Children 4-5 Years Old. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. Volume 2 Issue 2 (2018) Pages 143-148
27
tersebut terpenuhi maka tindakan guru berhasil dengan demikian hipotesis
tindakan diterima.22
Penelitian yang dilakukan oleh Sumedi P Nugraha dan Davina
Muliatsih mengenai pengembangan kreativitas anak usia dini melalui
origami diketahui bahwa Seni melipat kertas atau origami, merupakan
kegiatan yang sangat baik untuk merangsang kreatifitas serta
membangun daya pikir terstruktur pada anak. Menyadari hal tersebut
penulis memilih untuk mencoba mengajarkan beberapa metode melipat
kertas sederhana kepada anak-anak usia dini di dusun Cangkol Duwur,
Desa Lencoh, Boyolali. Kegiatan ini sengaja penulis adakan mengingat
jumlah anak kecil yang terlihat cukup banyak dan belum adanya kegiatan
yang merangsang perkembangan motorik serta kreatifitas anak yang
diajarkan disini. Karena subjek dari kegiatan ini merupakan anakanak usia
dini, maka kegiatan ini memang dirancang dengan metode yang
sederhana. Anak-anak yang mengikuti kegiatan ini hanya disuruh melihat,
lalu mempraktekkan secara bersama dan mereka bahkan boleh
membentuk pola lain yang mereka inginkan jika bisa. Alokasi waktu pada
kegiatan ini adalah 4 jam waktu efektif dengan 2 kali pertemuan. Hasil dari
pertemuan ini anak-anak menjadi lebih kreatif dan mulai menumbuhkan
pola pikir kreatif, inofatif dan terstuktur sejak kecil.
2. Pengembangan Motorik Halus
a. Pengertian Perkembangan Motorik Halus
Perkembangan motorik halus meliputi perkembangan otot halus dan
fungsinya. Otot halus berfungsi untuk melakukan gerakan-gerakan
bagian-bagian tubuh yang lebih spesifik, seperti menulis, melipat,
merangkai, mengancing baju, mengikat tali sepatu, dan menggunting.23
Motorik halus anak mengembangkan kemampuan anak dalam
menggunakan jari-jarinya, khususnya ibu jari dan jari telunjuk (Martinis
22
Hartatik, Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Melalui Kegiatan Melipat Kertas Origami di Kelompok A PAUD Dunia Anak Wates Kabupaten Blitar Tahun Pelajaran 2015/2016. Jurnal. Universitas Nusantara PGRI Kediri
23 Slamet Suyanto. (2005a). Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta:
Hikayat Publising, hal. 50
28
Yamin & Jamilah Sabri Sanan). Ada bermacam-macam kemampuan
motorik halus, antara lain:24
1) Menggenggam (grasping)
a) Palmer grasping. Anak menggenggam sesuatu benda dengan
menggunakan telapak tangannya. Biasanya usia anak di bawah 1,5
tahun telah cenderung menggunakan genggaman ini. Anak merasa
lebih mudah dan sederhana dengan memegang benda
menggunakan telapak tangan. Kadang kita bisa mengamati anak
memungut kismis, tetapi kemudian sering diacak-acak memakai
telapak tangan. Karena motorik halus yang belum berkembang
dengan baik, maka anak perlu mendapatkan alat-alat yang lebih
besar untuk melatih motorik halusnya. Jangan memberi krayon/kuas
yang kecil pada anak usia 1,5 - 2 tahun, tetapi gunakan yang lebih
besar. Demikian pula jika memberikan piring, gunakan yang lebih
cekung dan sendok yang lebih panjang dan kecil, sehingga ketika
anak mengambil sesuatu dari piringnya, ada penahanan pada
dinding piring.
b) Menjimpit (pincer grasping). Perkembangan motorik halus yang
semakin baik akan menolong anak untuk dapat memegang tidak
dengan telapak tangan, tetapi dapat menggunakan jari-jarinya.
Ketika anak sedang makan cara memegang sendoknya pun akan
lebih baik menyerupai cara orang dewasa.
2) Memegang. Anak dapat memegang benda-benda besar maupun
bendabenda kecil. Semakin tinggi kemampuan motorik halus anak,
maka ia makin mampu memegang benda-benda yang lebih kecil.
3) Merobek. Keterampilan merobek dapat dilakukan dengan
menggunakan kedua tangan sepenuhnya, ataupun menggunakan dua
jari (ibu jari dan telunjuk).
4) Menggunting. Motorik halus anak akan makin kuat dengan banyak
berlatih menggunting. Gerakan menggunting dari yang sederhana akan
24
Martinis Yamin & Jamilah Sabri Sanan. Panduan PAUD Pendidikan Anak Usia Dini. (Jakarta: Referensi, 2013), hal. 101
29
terus diiikuti dengan guntingan yang makin kompleks ketika motorik
halus anak makin kuat.
Motorik halus adalah kemampuan anak beraktivitas dengan
menggunakan otot-otot halus (kecil) seperti menulis, meremas,
menggenggam, menyusun balok, dan memasukkan kelereng. 25
Perkembangan motorik halus harus dilatih secara kontinyu dan
konsekuen. Keterampilan motorik halus dapat mengembangkan
kreativitas, imajinasi anak, dan kepercayaan diri anak dalam
menghasilkan suatu karya seni. Keterampilan motorik halus (fine motor
skills) adalah aktivitas-aktivitas yang menggunakan otot-otot halus pada
jari tangan seperti menggambar, menggunting, mengikat tali sepatu,
mengancingkan benik baju, dan menarik resleting. Rosmala Dewi,
mengatakan bahwa keterampilan motorik halus itu mencakup
keterampilan keluwesan jari. Keterampilan motorik halus merupakan
keterampilan yang menggunakan jari-jemari dan pergelangan tangan
dengan tepat. Keterampilan motorik halus sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari anak usia dini.26
Hampir sepanjang hari di sekolah, anak menggunakan keterampilan
motorik halus, misalnya di kelas Taman Kanak-kanak anak banyak
mengerjakan hal seperti menggunting gambar dari majalah lalu
menempelkannya di kertas, mewarnai gambar, dan menulis nama
mereka. Dalam kelas kesenian, anak sering membuat gambar bebas dari
berbagai media seperti krayon, pensil warna, arang, dan pewarna lainnya.
Pada saat istirahat, makan mereka membuka bekalnya dan makan
dengan menggunakan sendok. Saat bermain di lapangan, kadang anak
harus mengikat tali sepatu yang lepas, mengancing baju, dan lain-lain.
Keterampilan motorik halus sangat penting dalam kehidupan mereka dan
25
Yudha M. Saputra & Rudyanto. (2005). Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Keterampilan Anak TK. Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi), hal.118
26 Rosmala Dewi. (2005). Berbagai Masalah Anak Taman Kanak-Kanak. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.
30
dapat secara langsung mempengaruhi rasa percaya diri anak dan
kesuksesan di sekolah.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
perkembangan keterampilan motorik halus dalam penelitian ini adalah
perubahan kemampuan gerak menggunakan otot-otot halus pada jari
tangan dan koordinasi mata serta jari tangan untuk melakukan kegiatan
seperti meniru melipat kertas 1-6 lipatan agar sesuai dengan tingkat
keberhasilan tertentu.
b. Pentingnya Keterampilan Motorik Halus bagi Anak Usia Dini
Aktivitas pengembangan keterampilan motorik halus anak usia TK
bertujuan untuk melatihkan kemampuan koordinasi motorik anak.
Koordinasi antara tangan dan mata dapat ditingkatkan melalui kegiatan
permainan membentuk atau memanipulasi dari tanah liat/lilin, adonan,
memalu, menggambar, mewarnai, menempel dan menggunting,
memotong, merangkai benda dengan benang (meronce) (Sumantri, 2005:
145). Pengembangan keterampilan motorik halus anak akan berpengaruh
terhadap kesiapan anak dalam menulis (pengembangan bahasa),
kegiatan melatihkan koordinasi antara tangan dengan mata yang
dianjurkan dalam jumlah waktu yang cukup meskipun penggunaan tangan
secara utuh belum mungkin tercapai. Kemampuan daya lihat juga
merupakan kegiatan motorik halus lainnya, melatih kemampuan anak
melihat ke arah kiri dan kanan, atas bawah yang penting untuk persiapan
membaca awal.
Fungsi dari pengembangan keterampilan motorik halus itu sendiri
adalah mendukung aspek perkembangan aspek lainnya, seperti kognitif
dan bahasa serta sosial karena pada hakekatnya setiap pengembangan
tidak dapat terpisah satu sama lain. Peningkatan keterampilan motorik
halus di TK dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan pembelajaran yang
melatih kemampuan koordinasi mata dan tangan.
Pembelajaran motorik di sekolah berpengaruh terhadap beberapa
aspek kehidupan para peserta didik, seperti: dengan pembelajaran
motorik, para peserta didik menemukan hiburan yang nyata, para peserta
31
didikdapat beranjak dari kondisi lemah menuju kondisi kuat, para peserta
didikdapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah, pembelajaran
motorik akan menunjang keterampilan para peserta didik dalam berbagai
hal, dan pembelajaran motorik di sekolah akan mendorong para peserta
didik bersikap mandiri dan berdikari.27
Pembelajaran motorik yang diberikan di TK meliputi pembelajaran
motorirk kasar dan halus.Penelitian ini lebih memfokuskan pada
pembelajaran motorik halus. Salah satu kegiatan yang dapat
meningkatkanketerampilan motorik halus anak adalah kegiatan melipat
kertas. Kegiatan melipat kertas merupakan kegiatan pembelajaran yang
dapat menghibur peserta didik. Bentuk lipatan kertas dari hasil karya
peserta didik dapat dijadikan alat peraga untuk bermain, misalnya peserta
didik bermain mengenal macam-macam binatang dengan membuat
lipatan kertas model binatang.
Peserta didik akan merasa senang jika mereka berhasil membuat
lipatan kertas sesuai bentuk yang mereka inginkan. Kegiatan melipat
kertas membantu untuk melemaskan gerakan otot-otot tangan sehingga
peserta didik tidak mengalami kesulitan dalam kegiatan menulis,
menggambar, menggunting dan kegiatan lain yang membutuhkan
kemampuan otot tangan. Selain itu, dengan belajar melipat kertas dapat
membantu peserta didik untuk dapat hidup mandiri, salah satu contoh dia
mampu membiasakan diri untuk melipat baju tanpa meminta bantuan
orang lain.
c. Prinsip dalam Perkembangan Motorik Halus
Pada prinsipnya perkembangan motorik adalah suatu perubahan
kemampuan gerakan sesuai dengan masa pertumbuhan (Yudha M.
Saputra & Rudyanto, 2005: 20). Setiap anak atau individu memiliki
kemampuan dalam mencapai perkembangan motorik yang berbeda-beda.
Misalnya, anak usia 1 tahun sudah bisa berjalan cepat akan tetapi anak
yang lain belum bisa berjalan. MS Sumantri berpendapat bahwa prinsip
perkembangan motorik anak usia dini yang normal adalah terjadi suatu
27
Decaprio, 2013: 24
32
perubahan baik fisik maupun psikis sesuai dengan masa
pertumbuhannya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi secara
berkesinambungan artinya berlahan tapi pasti sesuai dengan kemampuan
masing-masing individu.28
Namun pada prinsipnya perkembangan motorik anak menurut
Hurlock ada lima prinsip yaitu sebagai berikut:
1) Bergantung pada kematangan otot dan syaraf. Perkembangan kegiatan
motorik sejalan dengan perkembangan kematangan sistem syaraf.
Misalnya, anak yang berusia awal tahun pertama biasanya gerak reflek
genggam jari tangan dan kaki secara bertahap akan berkurang sesuai
dengan kematangan otot dan syaraf anak tersebut.
2) Belajar keterampilan motorik tidak terjadi sebelum anak matang. Anak
yang kematangan otot dan syarafnya belum berkembang akan menjadi
sia-sia anak dalam belajar gerakan yang terampil.
3) Perkembangan motorik mengikuti pola yang dapat diramalkan.
Perkembangan motorik mengikuti hukum arah perkembangan yaitu
cephalocaudal. Menurut hukum ini perkembangan menyebar keseluruh
tubuh dari kepala ke kaki. Perkembangan motorik dapat diramalkan
misalnya jika diawal anak pandai duduk maka anak tersebut akan cepat
berjalan dibandingkan anak yang duduknya terlambat.
4) Dimungkinkan menentukan norma perkembangan motorik.
Berdasarkan umur rata-rata dimungkinkan untuk menentukan norma
untuk bentuk kegiatan motorik lainnya. Norma tersebut dapat
digunakan orangtua atau guru untuk mengetahui apa yang diharapkan
pada anak. Contoh, pada umur tertentu gerak refleks tertentu anak
akan menurun, sedangkan gerak reflek yang lainnya akan meningkat
dan bertambah kuat terkoordinasi dengan baik.
5) Perbedaan individu dalam laju perkembangan motorik. Secara lebih
luas perkembangan motorik mengikuti pola yang serupa untuk semua
orang, dalam rincian tersebut terjadi perbedaan individu. Hal tersebut
28
MS Sumantri (2005: 48)
33
mempengaruhi umur pada waktu perbedaan individu tersebut mencapai
tahap yang berbeda.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dikaji bahwa prinsip
perkembangan motorik adalah suatu perubahan gerak pada individu yang
terjadi secara berkesinambungan sesuai dengan kematangan otot syaraf
pada masa pertumbuhannya. Kematangan otot syaraf pada setiap individu
berbeda-beda waktunya. Prinsip perkembangan motorik dalam penelitian
ini adalah perubahan gerak pada anak dalam menggunakan otot-otot
halus pada jari tangan dan koordinasi mata tangan untuk melakukan
kegiatan meniru melipat 1-6 lipatan sesuai dengan kematangan otot
syaraf anak.
Pendidik anak usia dini perlu menekankan pentingnya kegiatan
bermain atau pengembangan motorik lainnya. Ada dua hal yang
seyogyanya tidak dilupakan oleh pendidik adalah pertama pemahaman
akan pentingnya hubungan kegiatan dengan pengembangan daya pikir
dan daya cipta anak, kedua bila anak tanpa bebas bergerak, tanpa
menjelajahi lingkungan, tanpa bermain anak akan kurang tumbuh dan
berkembang secara optimal. Perkembangan motorik halus anak usia dini
hendaknya memperhatikan beberapa prinsip-prinsip sebagai berikut:29
1) Berorentasi pada kebutuhan anak. Kegiatan pengembangan anak usia
dini harus berorientasi pada kebutuhan anak. Anak usia dini adalah
masa yang sedang membutuhkan stimulasi yang tepat untuk mencapai
optimalisasi seluruh aspek perkembangan baik fisik maupun psikis.
Maka kegiatan pembelajaran hendaknya dilakukan melalui analisis
kebutuhan dan kemampuan masing-masing anak.
2) Belajar melalui bermain. Upaya menstimulasi anak usia dini hendaknya
dilakukan dalam situasi yang menyenangkan. Menggunakan
pendekatan bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan, dan
memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan anak sehingga
diharapkan kegiatan akan lebih bermakna.
29
MS Sumantri. (2005). Pengembangan Keterampilan Motorik Anak Usia Dini. Jakarta: Dinas Pendidikan, hal. 147
34
3) Kreatif dan inovatif. Aktivitas kreatif dan inovatif dapat dilakukan
pendidik dalam kegiatan yang menarik, membangkitkan rasa ingin tahu,
memotivasi anak untuk berpikir kritis dan menemukan hal-hal baru.
4) Lingkungan kondusif. Lingkungan fisik harus diciptakan menarik,
sehingga anak merasa betah, aman, nyaman dalam bermain. Penataan
ruang harus senantiasa disesuaikan dengan ruang gerak anak dalam
bermain dan tidak menghalangi interaksi dengan pendidik atau dengan
temannya.
5) Tema. Apabila kegiatan dilakukan memanfaatkan tema, maka
pemilihan tema hendaknya disesuaikan dengan hal-hal yang paling
dekat dengan anak, sederhana, menarik minat anak. Penggunaan tema
dimaksudkan agar anak mampu mengenali berbagai konsep secara
mudah dan jelas.
6) Mengembangkan keterampilan hidup. Proses pembelajaran perlu
diarahkan untuk pengembangan keterampilan hidup. Pengembangan
keterampilan hidup didasarkan dua tujuan yaitu: 1) Memiliki
kemampuan untuk menolong diri sendiri (self help), disiplin, dan
sosialisasi; 2) Memiliki bekal keterampilan dasar untuk melanjutkan
pada jenjang selanjutnya.
7) Menggunakan kegiatan terpadu. Kegiatan pengembangan dirancang
dengan menggunakan model pembelajaran terpadu dan beranjak dari
tema yang menarik minat anak (centerof interst).
Mudjito dalam perkembangan motorik halus anak usia 4-6 tahun
harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: (a) Memberikan
kebebasan ekspresi pada anak; (b) Melakukan pengaturan waktu, tempat,
media agar dapat merangsang anak untuk kreatif; (c) Memberikan
bimbingan untuk menemukan teknik yang baik dalam kegiatan; (d)
Menumbuhkan keberanian anak dan hindari petunjuk yang dapat merusak
keberanian dan perkembangan anak; (e) Membimbing anak sesuai
dengan kemampuan anak; (f) Memberikan rasa gembira dan menciptakan
35
suasana yang menyenangkan; (g) Melakukan pengawasan dalam
pelaksanaan kegiatan.30
Kesimpulan dari pendapat-pendapat di atas bahwa prinsip-prinsip
perkembangan motorik halus pada adalah berorientasi pada kebutuhan
anak, memberi kebebasan pada anak untuk berekspresi dan kreatif,
belajar melalui bermain, membimbing anak sesuai dengan kemampuan
anak, dan menciptakan suasana lingkungan yang nyaman, aman, dan
kondusif. Prinsip perkembangan motorik halus dalam penelitian ini adalah
membimbing anak sesuai dengan kemampuannya untuk menggerakan
otot-otot halus pada tangan dalam kegiatan meniru melipat 1-6 lipatan.
d. Aspek-aspek Keterampilan Motorik Halus
Keterampilan motorik halus adalah pengorganisasian penggunaan
sekelompok otot-otot kecil seperti jari-jemari dan tangan yang sering
membutuhkan keterampilan yang mencakup pemenfaatan dengan alat-
alat untuk bekerja dan objek atau pengontrolan terhadap mesin, misalnya
mengetik, menjahit, dan lain-lain. Hal yang sama yang dikemukakan
Mahendra keterampilan motorik halus (fine motor skill) merupakan
keterampilan-keterampilan yang memerlukan kemampuan untuk
mengontrol oto-otot kecil/halus untuk mencapai pelaksanaan keterampilan
yang berhasil. Sedangkan, Magil keterampilan ini melibatkan koordinasi
otot syaraf yang memerlukan ketepatan derajat tinggi untuk berhasilnya
keterampilan ini. Keterampilan jenis ini sering disebut sebagai31
keterampilan yang memerlukan koordinasi mata-tangan (hand-eye
coordination). Menulis, menggambar, bermain piano adalah contoh-contoh
keterampilan tersebut.
Keterampilan berkarya senirupa berkaitan dengan kemampuan
seseorang dalam mengolah media ungkap sesuai alat yang digunakan
sewaktu berkarya, ketepatan dalam mewujudkan gagasan ke dalam karya
seni, dan cekatan atau keahlian tangan dalam menerapkan teknik-teknik
30
Mudjito. (2007). Pedoman Pembelajaran Bidang Pengembangan Seni di TK. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan Taman Kanakkanak dan Sekolah Dasar.
31 MS Sumantri, 2005, hal. 143
36
berkarya seni rupa.32 Hal ini berarti bahwa seseorang dikatakan terampil
apabila seseorang tersebut dapat melakukan pekerjaan dengan tepat,
cepat, dan rapi.
e. Tahapan dan Program Perkembangan Motorik
Fitts dan Postner dikutip Sugiyanto dan Sujarwo (dalam MS
Sumantri, 2005: 101) proses perkembangan belajar motorik anak usia dini
terjadi dalam 3 tahap yaitu:
1) Tahap Verbal Kognitif. Tahap ini merupakan tahap awal dalam belajar
gerak. Tahap ini disebut fase kognitif karena perkembangan yang
menonjol adalah anak menjadi tahu gerakan yang dipelajari,
sedangkan gerakannya anak belum menguasai dengan baik karena
anak masih dalam tahap mencoba gerakan. Dari informasi pada tahap
kognitif anak belajar aktif berfikir tentang gerakan yang dipelajari.
Anak berusaha mengetahui dan memahami gerakan yang
diinformasikannya. Informasi dapat berupa verbal yaitu berbentuk
penjelasan atau kata-kata dan informasi visual dapat berupa contoh
gerakan.
2) Tahap Asosiatif. Tahap ini merupakan tahap menengah yang ditandai
dengan tingkat penguasaan gerakan dimana anak sudah mulai
mampu melakukan gerakan-gerakan tanpa tersendat-sendat. Dengan
praktek mengulang-ngulang, praktek gerakan akan semakin efisien,
lancar, sesuai dengan keinginannya dan kesalahan gerakan semakin
berkurang. Pada tahap ini anak memasuki tahap pemahaman.
3) Tahap Otomasi. Tahap ini dapat dikatakan fase akhir dalam
pembelajaran gerak. Pada tahap ini anak mampu melakukan gerakan
keterampilan secara otomatis. Tahap ini sebagai tahap otonom karena
anak mampu melakukan gerakan keterampilan tanpa terpengaruh hal-
hal lain yang dilihatnya selain gerakan yang dilakukan.
Perkembangan motorik halus anak TK berada pada tahap asosiatif.
Pada tahap ini perkembangan anak usia dini sedang memasuki tahap
pemahaman dari gerakan-gerakan yang sedang dipelajari. Salah satu
32
Sumanto, 2005: 11
37
kegiatan yang dapat meningkatkan perkembangan motorik halus yaitu
kegiatan origami. Pembelajaran origami dalam pelaksanaannya, pendidik
harus mengikuti langkah kerja melipat. Hal ini ditujukan agar anak mudah
untuk memahami dan mampu mengikuti setiap tahapan dalam origami.
Perkembangan motorik halus anak dapat ditingkatkan dengan
menyusun program kegiatan pengembangan, sehingga motorik halus
anak dapat berkembang secara optimal. Program pengembangan
keterampilan motorik halus anak usia 4-6 tahun dipaparkan MS Sumantri
yang terdapat pada Tabel 1 adalah sebagai berikut:33
Tabel 1. Program Pengembangan Keterampilan Motorik Halus Anak 4-6 Tahun
Kelompok Usia
Hasil Belajar Indikator/kegiatan
4-6 Tahun Anak menunjukkan kelentukan otot dan mampu menolong diri sendiri
- Dapat mengurus dirinya sendiri antara lain makan, berpakaian, mandi, menyisir rambut, mencuci dan melap tangan.
- Dapat mengikatkan tali sepatu sendiri dengan sedikit bantuan atau sama sekali tanpa bantuan.
- Dapat membuat berbagai bentuk dengan menggunakan tanah liat, plastisin, play dough sepeti kue-kue tanah liat.
- Meniru membuat garis tegak, garis datar dan lingkaran
- Menirukan melipat kertas sederhana
- Menggambar orang yang terdiri dari dua bagian (badan dan kepala)
- Belajar menggunting - Dapat menyalin lingkaran dan
bujur sangkar - Menjahit sederhana
33
MS Sumantri 2005: 149
38
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Motorik
MS Sumantri berpendapat ada beberapa faktor yang sangat
mempengaruhi perkembangan motorik pada anak antara lain:34
1) Gizi. Anak yang masih berusia balita apabila kurang asupan makanan
bergizi dapat menghambat perkembangan motoriknya, karena pada
masa balita anak membutuhkan gizi yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuhnya. Dengan makanan yang bergizi tubuh anak akan
sehat, tidak lemas sehingga perkembangan motorik anak tidak
terhambat.
2) Status kesehatan. Anak yang tubuhnya sehat perkembangan
motoriknya akan berkembang baik, karena anak usia dini merupakan
masa-masa aktif untuk bergerak mengembangkan keterampilannya.
Apabila anak usia dini kesehatannya kurang akan menghambat
perkembangan motoriknya.
3) Gerakan-gerakan yang sesuai dengan masa perkembangannya.
Stimulasi perkembangan gerak pada anak harus disesuaikan dengan
usia dan kemampuan dari anak tersebut. Misalnya, apabila anak yang
masih berusia 6 bulan sudah diajari duduk dan berjalanhal ini dapat
menghambat perkembangan fisik anak yaitu anak bisa menjadi
bongkok karena tulang belakang anak belum mampu menahan berat
badan. Jadi gerakan-gerakan yang dilakukan anak sebaiknya
disesuaikan dengan masa pertumbuhannya.
Selain faktor-faktor di atas Rosmala Dewi berpendapat bahwa
banyak faktor yang dapat mempengaruhi anak untuk mencapai tahap
perkembangan motorik antara lain:35
1) Kesehatan ibu saat mengandung. Keadaan ibu yang cukup makan, gizi,
tenang, dan bahagia ketika mengandung mempengaruhi kesehatan
bayi. Kesehatan bayi dalam kandungan menentukan keaktifan janin
dalam kandungan.
34
MS Sumantri (2005: 49) 35
Rosmala Dewi (2005: 6)
39
2) Cara melahirkan. Pertolongan saat kelahiran anak turut menentukan
perkembangan motorik, khususnya apabila ada kerusakan otak akibat
proses pertolongan ketika lahir.
3) Tingkat kecerdasan. Jika anak memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi
akan menunjukkan perkembangan motorik yang lebih cepat dari pada
anak yang memiliki tingkat kecerdasan yang normal dan dibawah
normal.
4) Adanya rangsangan atau stimulasi. Stimulasi dari lingkungan keluarga,
yang berupa dukungan, pujian, dan kesempatan memberi motivasi bagi
anak untuk menggerakkan semua bagian tubuh. Semakin banyak
latihan otot-otot kaki dan tangan akan semakin mempercepat
perkembangan motorik kasar.
5) Perlindungan yang berlebihan. Perlindungan yang berlebihan seperti,
melarang anak berlari, melompat karena orangtua khawatir anaknya
akan terjatuh. Cara perlindungan yang berlebihan ini akan
melumpuhkan kesiapan perkembangan kemampuan motorik.
6) Cacat fisik. Cacat fisik seperti buta atau cacat kaki/tangan seperti otot
kaki yang mengecil atau tangan yang kaku akan memperlambat
perkembangan motorik.
Hurlock menjelaskan ada sebagian kondisi yang dapat
mempengaruhi laju perkembangan motorik pada anak usia dini adalah
sebagai berikut:36
1) Sifat dasar genetik, termasuk bentuk tubuh dan kecerdasan mempunyai
pengaruh yang menonjol terhadap laju perkembangan motorik.
2) Seandainya dalam awal kehidupan pasca lahir tidak ada hambatan
kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, semakin aktif janin
semakin cepat perkembangan motorik anak.
3) Kondisi pralahir yang menyenangkan, khususnya gizi makanan sang
ibu lebih mendorong perkembangan motorik yang lebih cepat pada
masa pasca lahir ketimbang kondisi pralahir yang tidak menyenangkan.
36
Hurlock (1978: 154
40
4) Kelahiran yang sulit, khususnya apabila ada kerusakan pada otak akan
memperlambat perkembangan motorik.
5) Kesehatan dan gizi yang baik selama awal kehidupan pascalahir akan
mempercepat perkembangan motorik.
6) Anak yang IQ-nya tinggi menunjukkan perkembangan yang lebih cepat
ketimbang anak yang IQ-nya normal atau di bawah normal.
7) Adanya rangsangan, dorongan, dan kesempatan untuk menggerakkan
semua bagian tubuh akan mempercepat perkembangan motorik.
Perlindungan yang berlebihan akan melumpuhkan kesiapan
berkembangnya kemampuan motorik. Karena rangsangan dan
dorongan yang lebih banyak dari orangtua, maka perkembangan
motorik anak yang pertama cenderung lebih baik ketimbang
perkembangan motorik anak yang lahir kemudian.
8) Kelahiran sebelum waktunya biasanya memperlambat perkembangan
motorik karena tingkat perkembangan motorik pada waktu lahir berada
di bawah tingkat perkembangan bayi yang lahir tepat waktunya.
10)Cacat fisik, seperti kebutaan akan memperlambat perkembangan
motorik.
11)Perbedaan jenis kelamin, warna kulit, dan sosial ekonomi lebih banyak
disebabkan oleh perbedaan motivasi dan metode pelatihan anak
ketimbang karena perbedaan bawaan.
Kesimpulan dari pendapat-pendapat di atas yaitu bahwa faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi perkembangan motorik adalah 1) Kesehatan
janin pralahir, kesehatan bayi pada saat di dalam kandungan sang ibu
kurang sehat atau kekurangan gizi dapat menghambat perkembangan
motorik anak pasca lahir; 2) Kecerdasan anak, anak yang memiliki
kecerdasan tinggi atau IQ-nya tinggi lebih cepat perkembangan
motoriknya dari pada anak yang kecerdasannya biasa atau dibawah
normal; 3) Adanya stimulasi atau rangsangan dari keluarga berupa pujian,
dukungan, dan kesempatan memberi motivasi anak untuk menggerakkan
semua bagian tubuh; dan 4) Cacat secara fisik, anak yang cacat secara
41
fisik misalnya buta atau tuli akan memperlambat perkembangan motorik
anak.
3. Anak Usia Dini
Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan National, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut37
Batasan anak usia dini antara lain dikemukakan oleh NAEYC
(National Association for The Education of Young Children) yang
menyatakan bahwa anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang
usia 0-8 tahun yang tercakup dalam program pendidikan di taman
penitipan anak, penitipan anak pada keluarga (family child care home),
pendidikan prasekolah baik swasta maupun negeri, TK dan SD38
Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
anak usia dini adalah anak sejak lahir sampai usia 8 tahun baik yang ada
pada keluarga maupun yang ada di dalam program pendidikan seperti
(TPA, TK, SD).
Anak Taman Kanak-kanak merupakan anak usia dini dengan
rentang usia antara 4-6 tahun. Perkembangan pada anak usia dini
mencakup bebarapa aspek perkembangan yaitu sosial emosional, fisik
motorik, kognitif, dan bahasa. Anak Taman Kanak-kanak Kelompok A
berada pada tahap praoperasional merupakan anak yang pada umumnya
berusia antara 4-5 tahun.
Anak usia 4-5 tahun memiliki karakteristik umum pada aspek fisik
motorik yaitu koordinasi mata dan tangan semakin baik. Anak dapat
menggunakan kemampuannya untuk melatih diri dengan bantuan orang
37
Widarmi D Wijana, dkk Kuribilum Pendidikan Anak. Usia Dini, Universitas Terbuka, Jakarta, 2009. hlm.25
38 Siti Aisyah dkk, Perkembangan dan konsep pengembangan anak usia dini,
Universitas Terbuka, Jakarta, 2008. him. 13
42
dewasa. Anak dapat menyikat gigi, menyisir rambut, mengancingkan baju,
makan menggunakan sendok atau garpu. 39Anak usia dini merupakan
masa yang sangat baik untuk belajar keterampilan motorik, seperti yang
diungkapkan Hurlock ada beberapa alasan kenapa masa kanak-kanak
sangat ideal belajar keterampilan motorik yaitu: 1) Anak memiliki tubuh
lebih lentur dari pada orang dewasa sehingga anak mudah dalam
menerima pembelajaran; 2) Keterampilan anak masih belum banyak
memiliki keterampilan sehingga anak mudah menerima keterampilan baru,
bagi anak keterampilan baru lebih mudah dipelajari; 3) Anak lebih berani
mencoba sesuatu dari pada orang dewasa, hal tersebut dapat menjadi
motivasi dalam belajar; 4) Anak senang dengan pengulangan-
pengulangan sehingga otot anak terlatih secara efektif; 5) Anak memiliki
kewajiban dan tanggung jawab yang sedikit jadi anak lebih banyak waktu
untuk belajar keterampilan dari pada orang dewasa.40
Beberapa karakteristik untuk anak usia dini sebagai berikut:41
1) Memiliki rasa ingin tabu yang besar
Anak usia dint sangat sangat tertarik dengan dunia sekitarnya. Dia ingin
mengetahui segala sesuatu tang terjadi disekelilingnya
2) Merupakan Pribadi yang unik
Meskipun banyak terdapat kesamaan dalam pola umum
perkembangan, setiap anak meskipun kembar memiliki keunikan
masing-masing, misainya dalam hal gaga belajar, minat dan Tatar
belakang keluarga.
3) Suka berfantasi clan berimajinasi
Anak usia dini sangat suka membayangkan dana mengembangkan
berbagai hal jauh melampui kondisi nyata.
39
Rita Eka Izzaty, 2005, hal. 55 40
Hurlock Elizzabeth B., 1992, Psikologi Perkembangan Anak, Jilid 1-2. Jakarta : Penerbit Erlangga, hal. 168
41 Siti Aisvah dkk.. Perkembangan dan konsep dasar pengembangan anak usia
dini/ Universitas terbuka. Jakarta-, 200911m. 14 -19
43
4) Masa paling potensial untuk belajar
Anak usia dini Bering juga disebut golden age atau usia emas karna
pada rentang usia ini anak mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang sangat pesat pada berbagai aspek.
5) Menujukan sikap egosentris
Egosentris berasal dari kata ego dan sentries. Ego artinya aku, sentris
artinya pusat. Jadi egosentris artinya "berpusat pada aku" artinya anak
usia dini pada umumnya hanya memahami sesuatu dari sudut
pandangnya sendiri, bukan sudut pandang orang lain,
6) Memiliki rentang daya konsentrasi yang pendek
Anak usia dint memang mempunyai rentang perhatian yang sangat
pendek sehingga perhatiannya mudah teralihkan pada kegiatan
lainnya.
7) Sebagai bagian mahluk sosial
Anak usia dini mulai suka bergaul dan bermain dengan teman
sebayanya. Anak juga belajar bersosialisai clan belajar untuk dapat di
terima di lingkungan.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa anak usia dini memiliki ciri
khas yang unik, dari setiap karakter tersebut dapat dikembangkan metalui
pembelajaran dengan memberikan stimulus atau rangsangan yang sesuai
dengan tahap perkembangannya.
Adapun karakteristik perkembangan motorik anak usia 4-5 tahun
menurut MS Sumantri adalah sebagai berikut: a) Menempel; b)
Mengerjakan puzzle (menyusun potongan-potongan gambar); c)
Mencoblos kertas dengan pensil atau spidol; d) Makin terampil
menggunakan jari tangan (mewarna dengan rapi); e) Mengancingkan
kancing baju; f) Menggambar dengan gerakan naik turun bersambung
(seperti gunung atau bukit); g) Menarik garis lurus, lengkung, dan miring;
h) Mengekspresikan gerakan dengan irama bervariasi; i) Melempar dan
menangkap bola; j) Melipat kertas; k) Berjalan di atas papan titian
(keseimbangan tubuh); l) Berjalan dengan berbagai variasi (maju mundur
44
di atas satu garis); m) Memanjat dan bergelantungan; n) Melompati parit
atau guling; dan o) Senam dengan gerakan kreativitas sendiri.42
Yuliani Nurani Sujiono berpendapat bahwa kemampuan anak pada
usia 4-6 tahun mengalami banyak perubahan yang sangat berarti,
sehingga banyak hal yang layak untuk diberikan pada usia ini. Pada
kondisi yang normal, anak usia ini sudah memiliki kematangan pada
seluruh kemampuannya. Oleh karena itu, ada beberapa karakteristik
perkembangan kemampuan motorik yang dimiliki anak pada usia ini
antara lain:43
1) Mampu berlari, meloncat, memanjat, dan keseimbangan menguatkan
kemampuan motorik kasar yang telah berkembangan dengan baik.
2) Peningkatan kemampuan kontrol atau jari tangan mengambil
bendabenda yang kecil, memotong garis dengan gunting, memegang
pensil dengan bantuan orang dewasa, merangkai manik-manik kecil.
3) Membangun yang membutuhkan keahlian, biasanya menyukai
konstruksi-konstruksi bahan, konstruk anak, dan juga aktivitas besar
dengan unit dan bahan konstruksi yang besar.
4) Menunjukkan minat yang besar dalam permainan bola dengan
peraturan yang sederhana.
Yudha M. Saputra & Rudyanto berpendapat bahwa anak usia 4-5
tahun memiliki karakteristik perkembangan motorik sebagai berikut: a)
Menempel; b) Mengerjakan puzzle (menyusun potongan-potongan
gambar); c) menjahit sederhana; d) Makin terampil menggunakan jari
tangan (mewarnai dengan rapi); e) Mengisi pola sederhana (dengan
sobekan kertas atau stempel); f) Mengancingkan kancing baju; g)
Menggambar dengan gerakan naik turun bersambung (seperti gunung
atau bukit); h) Menarik garis lurus, lengkung, dan miring; i)
Mengekspresikan gerakan dengan irama bervariasi; j) Melempar dan
menangkap bola; k) Melipat kertas; l) Berjalan di atas papan titian
(keseimbangan tubuh); m) Berjalan dengan berbagai variasi (maju
42
MS Sumantri 2005, hal.141 43
Yuliani Nurani Sujiono. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta: PT Indeks, 2012), hal. 160
45
mundur, ke samping di atas satu garis); n) Memanjat dan bergelantung
(berayun); o) Melompati parit atau guling; dan p) Senam dengan gerakan
sendiri.44
4. Pendidikan Anak Usia Dini
Menurut Hasan Langgulung pendidikan ialah adalah suatu prosxes
yangmempunyai tujuan biasanya diarahkan untuk menciptakan pola-pola
tingkah lakutertentu pada kanak-kanak atau orang yang sedang dididik.
Pendidikan disinimengandung proses yang bertujuan untuk menciptakan
pola tingkah laku anakdidik, yang diusahakan oleh pendidik45
Sementara menurut Ahmad Tafsir pendidikan adalah usaha
meningkatkandiri dalam segala aspeknya, dengan kegiatan yang
melibatkan guru atau tidak, baik dalam kegiatan formal, non formalatau
informal yang bertujuan membinasegi aspek kepribadian, jasmani, akal
dan rohani.46
Menurut Hamka, pendidikan berbeda dengan pengajaran. Jika
pengajaran adalah serangkaian upaya yang dilakukan pendidik untuk
membantu membentuk watak, budi, akhlak dan kepribadian anak atau
peserta didik. Sedangkan pengajaran adalah upaya untuk mengisi
intelektual peserta didik dengan sejumlah ilmu pengetahuan.47
Menurut Al-Ghazali anak merupakan amanah bagi kedua orang
tuanya, Hatinya yang suci seperti permata yang indah dan menawan serta
bersih dari segala ukiran dan gambar. Ia menerima semua yang diukirkan
padanya dan condong pada sesuatu yang diarahkan padanya. Jika ia
dibiasakan dan didik berbuat baik maka ia tumbuh dengan berbuat baik
dan bahagia di dunia dan akhirat, orang tua dan para pendidiknya ikut
serta mendapatkan pahalanya. Tapi jika ia dibiasakan berbuat kejelekan
44
Yudha M Saputra & Rudyanto. Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Keterampilan Anak TK (Jakarta:DepDiknas, Dikti, Direktorat P2TK2PT, 2005), hal. 120
45 Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Husna, 1988),
hal. 189 46
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja RosdaKarya, 1994), h 26
47 Hamka, Lembaga Hidup, (Jakarta: Djajumurni,1962 ), h.202
46
dan ia dicondongkan padanya maka ia akan celaka dan rusak, dan para
pendidiknya pun akan mendapatkan dosanya.48
Menurut Al-Ghazali anak dilahirkan tanpa dipengaruhi oleh sifat-sifat
hereditas, karna faktor yang paling kuat mempengaruhi sifat anak-anak
adalah faktor pendidikan, lingkungan dan masyarakat. Pandangan ini
memiliki kemiripan pandangan yang mengatakan bahwa anak lahir dalam
kehidupan dengan akal pikirannya bagaikan lembaran putih yang bersih
dari ukiran atau gambar-gambar.
Anak usia dini adalah 0 sampai dengan 6 tahun, sedangkan usia
taman kanakkanak adalah 4 samapi 6 tahun. Batasan ini sesuai dengan
batasan usia anak, usia dini menurut undang-undang nomor 20 tahun
2003 tentang system pendidikan nasioanal yang menyatakan bahwa usia
anak usia dini adalah sejak lahir sampai umur 6 tahun. Sesudah umur 6
tahun anak masuk kesekolah dasar.49
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk
penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar
kearah pertumbuhan dan perkembangan fisik, kecerdasan emosi ,
kecerdasan sepritual, sosial emosianal, bahwa dan komunikasi sesuai
dengan keunikan dan tahapan-tahapan perkembangan yang dilakukan
oleh anak usia dini. Menurut Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional pasal 28, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, PAUD dapat
diselenggarakan 3 jalur yaitu :50
Jalur formal : berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Raudhatul Athfal
(RA) atau bentuk lain sederajat.
Jalur nonformal : berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan
Anak (TPA), atau bentuk lain sederajat
Jalur informal : berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang
diselenggarakan oleo lingkungan
48
Al-Ghazali, Imam. Ihya 'Ulumudin (terjemahan). (Bandung: Pustaka, 2005), hal. 118
49 Soegeng Santoso, Dasar - dasar Pendidikan TK Universtas Terbuka, Jakarta,
2007. him 29 50
Soegeng Santoso, Op. Cit., Wm. 25
47
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa pendidikan pada anak usia
dini pada dasarnya meliputi seluruh upaya clan tindakan yang dilakukan
pendidikan clan orang tua. Dalam proses perawatan pengasuhan dan
pendidikan pada anak dengan menciptakan aura dan lingkaran dimana
anak dapat mengeksporasi pengalaman yang memberikan kesempatan
kepadanya untuk mengetahui clan memahami pengalaman belajar yang
diperolehnya dari lingkungan, melalui cars mengamati, meniru clan
berekspresimen yang berlangsung berulang-ulang dan melibatkan seluruh
potensi clan kecerdasan anak.
Pendidikan anak usia dini diarahkan untuk memfasilitasi
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak usia dini agar
dapat tumbuh kembang secara what dan optimal sesuai dengan nilai,
norms dan harapan masyarakat.
Fasli Mal menyatakan bahwa "tujuan PAUD adalah untuk
mengoptimalkan perkembangan otak. PAUD meliputi seluruh proses
stimulus psikososial clan tidak hanya terbatas pada proses pembelajaran
yang terjadi di dalam situasi pendidikan.51
Hal itu terbukti bahwa pendidikan tidak hanya terpaku pada proses
pembelajaran tetapi pengalaman-pengalaman yang dialami anak juga
termasuk ke dalam pendidikan anak usia dini.
Pendekatan pembelajaran pada pendidikan. TK dan RA dilakukan
dengan berpedoman pada suatu program kegiatan yang telah disusun
sehingga seluruh pembiasaan clan kemampuan dasar yang ada pada
anak dapat dikembangkan dengan sebiak-baiknya. Pendekatan
pembelajaran pada anak TK dan RA hendaknya memperhatikan prinsip-
perinsip sebagai berikut:
1) Pembelajaran berorientasi pada perinsip-perinsip perkembangan anak
yaitu:
a) Anak belajar dengan baik apabila kebutuhan fisiknya terpenuhi serta
merasakan aman dan tentram secara psikologis.
b) Siklus belajar anak selalu berulang
51
Ibid. him. 219
48
c) Anak belajar melalui interaksi sosial dengan orang dewasa dan
anak-anak liannya.
d) Minat dan keingintahuan anak akan memotivasi belajarnya
e) Perkembangan dan belajar anak harus memperhatiakan perbedaan
individu
2) Berorientasi pada kebutuhan
Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi pada
kebutuhan anak.
3) Bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain
Bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran pada anak usia TK dan RA. Upaya-upaya pendidikan
yang diberikan hendaknya dilakukan dalam situasi yang menyenangkan
dengan menggunakan strategi, metode, materi, bahan dan media yang
menarik, serta mudah diikuti oleh anak.
4) Menggunakan Pendekatan Tematik
Kegiatan pembelajaran hendaknya dirancang dengan menggunakan
pendekatan tematik dan beranjak dari terra yang menarik minat anak.
5) Kreatifdanlnovatif
Proses pembelajaran yang kreatif dan inovatif dapat dilakukan oleh
pendidik melalui kegiatan yang menarik, membangkitkan rasa ingin
tahun anak, memotivasi untuk berfikir kritis dan menemukan hal-hal
baru.
6) Lingkungan Kondusif
Lingkungan pembelajaran harus diciptakan sedemikian menarik dan
menyenangkan sehingga anak selalu betah dalam lingkungan sekolah,
balk di dalam maupun di luar ruangan.
7) Mengembangkan Kecakapan Hidup
Proses pembelajaran harus diarahkan untuk mengembangkan
kecakapan hidup. Pengembangan konsep kecakapan hidup didasarkan
atas pembiasaan-pembiasaan yang memiliki tujuan untuk
mengembangkan kemampuan menolong diri sendiri, disiplin dan
49
sosialisasi, serta memperoleh keterampilan dasar yang berguna untuk
melangsungkan hidupnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
pada anak usia dini harus memperhatikan tingkat perkembangan pada
anak, sesuai dengan kebutuhan anak, dekat dengan kehidupan anak, dan
memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.
Pembelajaran bagi anak usia dini termasuk di Taman Kanak-kanak
di dalamnya memiliki kekhasan tersendiri. Kegiatan pembelajaran di
Taman Kanakkanak mengutamakan bermain sambil belajar dan belajar
sambil bermain. Secara alamiah bermain memotivasi anak untuk
mengetahui sesuatu lebih mendalam dan secara spontan anak
mengembangkan kemampuannya. Dalam pelaksanaan proses
pembelajaran ada beberapa metode pembelajaran di Taman Kanak-kanak
sebagai berikut:52
1) Metode bermain
2) Metode karya wisata
3) Metode bercakap
4) Metode demonstrasi
5) Metode proyek
6) Metode demonstrasi
7) Metode pemberian tugas.
Untuk memahami metode-metode tersebut, dijelaskan sebagai
berikut:53
1) Metode bermain
Menurut pendidik dan ahli psikologi bermain merupakan pekerjaan
masa kanakkanak dan cermin pertumbuhan anak. Bermain merupakan
kegiatan yang memberikan kepuasan bagi diri sendiri.
52
Moeslichatoen R, Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak, Rineka Cipta, Jakarta, 2004. h1m. 24- 28
53 Ibid.
50
2) Metode karya wisata
Bagi anak Taman Kanak-kanak karya wisata berarti memperoleh
kesempatan untuk mengobservasi, memperoleh informasi atau
mengkaji segala sesuatu secara langsung.
3) Metode bercakap
Bercakap-cakap berarti Baling mengkomunikasikan fikiran dan
perasaan secara verbal atau mewujudkan kemampuan fisik motorik
halus dan fisik motorik kasar reseptifdan fisik motorik halus dan fisik
motorik kasar ekspresif.
4) Metode demonstrasi
Demonstrasi berarti menunjukkan, mengerjakan, dan menjelaskan.
5. Metode proyek
Metode proyek adalah salah satu metode yang digunakan untuk
melatih kemampuan anak mernecahkan masalah yang dialami anak
dalam kehidupan sehari-hari.
6) Metode demontrasi
Demonstrasi merupakan cara untuk meneruskan warisan budaya dari
satu generasi ke generasi berikutnya. Demonstasi juga dapat menjadi
media untuk menyampaikan nilai nilai yang berlaku dimasyarakat.
7) Metode pemberian tugas
Pemberian tugas merupakan pekerjaan tertentu yang dengan sengaja
harus dikerjakan oleh anak yang mendapat tugas. Di taman kanak –
kanak tugas diberikan dalam bentuk kesempatan melaksanakan
kegiatan sesuai dengan petunjuk langsung dari guru.
5. Teori Belajar Keterampilan Motor Halus
Berikut teori yang dipakai peneliti sebagai landasan dalam
melakukan penelitian:
1. Teori Belajar Behavioristik
Peserta didik akan mengalami peningkatan kemampuannya jika
dalam proes pembelajaran anak diajak untuk belajar melakukan
hal/kegiatan pembelajaran yang akan meningkakan aspek kemampuan
51
yang akan ditingkatkan oleh pendidik. Dalam proses belajar ini, menurut
teori belajar behavioristik menekankan adanya stimulus dan respon.
Menurut teori behavioristik (Asri Budiningsih, 2004: 20), belajar
adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara
stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk
bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara
stimulus dan respon. Teori ini mengutamakan pengukuran, apa saja yang
diberikan guru (stimulus), dan apa saja yang dihasilkan siswa (respons),
semuanya harus dapat diamati dan dapat diukur.
Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik
adalah faktor penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang
dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan
(positive renforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila
penguatan dikurangi (negatif reiforcement) responpun akan tetap
dikuatkan. Salah satu tokoh yang memperkuat teori ini adalah Skinner.
Hubungan antara stimulus dan respon yang dikemukakan oleh
Skinner bahwa terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang
kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku pada individu
tersebut. Pada dasarnya stimulus-stimulus yang diberikan kepada
seseorang akan saling berinteraksi dan interaksi antara stimulus-stimulus
tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang akan diberikan.
Demikian juga dengan respon yang dimunculkan inipun akan mempunyai
konsekuensi-konsekuensi.54
Konsekuensi-konsekuensi inilah yang pada gilirannya akan
mempengaruhi atau menjadi pertimbangan munculnya perilaku. Oleh
sebab itu, untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar, perlu
terlebih dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan
lainnya, serta memahami respon yang mungkin dimunculkan dan berbagai
konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari respon
tersebut.
54
C. Asri Budiningsih, 2004: 24
52
Skinner tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan
belajar, beberapa alasan Skinner yang dijelaskan C. Asri Budiningsih,
adalah sebagai berikut:55
1) Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat
sementara
2) Dampak psikologi yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian
dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
3) Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah
dan buruk) agar anak terbiasa dari hukuman. Dengan kata lain,
hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang
kadangkala lebih buruk dari pada kesalahan yang diperbuatnya.
Penguat negatif dianjurkan oleh Skinner dalam kegiatan belajar.
Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak
pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang
akan muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan
penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang
sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang siswa perlu dihukum
karena melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja melakukan
kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan.
Tetapi jika sesuatu yang tidak mengenakkan siswa (sehingga ia
melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan
pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya,
maka inilah yang disebut penguat negatif. Lawan dari penguat negatif
adalah penguat positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk
memperkuat respon. Namun bedanya adalah bahwa penguat positif itu
ditambah, sedangkan penguat negatif adalah dikurangi agar memperkuat
respon. Penerapan teori ini dalam pembelajaran haruslah
mempertimbangkan kondisi peserta didik dalam kelas tersebut.
Aplikasi teori behaviorostik yang dipaparkan dalam kegiatan
pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran,
sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas
55
C. Asri Budiningsih, 2004: 26)
53
pembelajaran yang tersedia. Secara umum, langkah-langkah
pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik yang dikemukakan
oleh Siciati dan Prasetyo Irawan dapat digunakan dalam merancang
pembelajaran. Langkah-langkah tersebut meliputi:56
1) Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran pastilah
ada tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
2) Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk
mengidentifikasi pengetahuan awal (entry behavior) siswa. Adanya
percakapan seputar pengetahuan yang diketahui ataupun hal-hal yang
dekat dengan anak akan membangun pengetahuan anak untuk lebih
luas lagi.
3) Menentukan materi pelajaran. Bahan materi haruslah sesuai dengan
kebutuhan anak dan harus ditentukan materi pembelajarannya,
sehingga dari awal sampai akhir pembelajaran akan jelas pengetahuan
apa saja yang akan disampaikan ke anak.
4) Memecah materi pelajaran menjadi bagian-bagian kecil-kecil, meliputi
pokok bahasan, sub pokok bahasan, topik, dan sebagainya. Persempit
materi yang akan diajarkan, akan membuat anak lebih fokus terhadap
materi yang sedang dibahas. Selain itu juga untuk mempermudah anak
dalam berpikir.
5) Menyajikan materi pelajaran. Sajikan materi yang diajarkan dengan
semenarik mungkin, sehingga anak akan lebih tertarik mengikuti
kegiatan pembelajran.
6) Memberikan stimulus, dapat berupa: pertanyaan baik lisan maupun
tertulis, tes atau kuis, latihan, atau tugas-tugas. Pemberian stimulus
sangat mempengaruhi peningkatan kemampuan peserta didik. Semakin
banyak stimulus semakin besar kesempatan peserta didik untuk
berkembang kemampuannya.
7) Mengamati dan mengkaji respon yang diberikan siswa. Pendidik dapat
mengukur seberapa besar pemahaman materi yang ditangkap peserta
didik dari respon yang di berikan peserta didik.
56
Asri Budiningsih, 2004: 27
54
8) Memberikan penguatan/reinforcement (mungkin penguat positif
ataupun penguatan negatif), ataupun hukuman. Penguatan diberikan
untuk memperkuat timbulmya respon.
9) Memberikan stimulus baru.
10) Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan siswa
11) Memberikan penguatan lanjutan atau hukuman
12) Evaluasi hasil belajar
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan motorik
halus anak melalui kegiatan bermain origami. Terkait dengan teori
behavioristik yang mengedepankan adanya stimulus dan respon maka
dalam penelitian ini stimulus yang diberikan berupa kegiatan melipat
kertas dan respon yang muncul yaitu meningkatanya keterampilan motorik
halus anak.
Selain teori belajar behavioristik dalam penelitian ini, peneliti juga
menggunakan suatu metode pembelajaran yang dapat membantu peserta
didik dalam menumbuhkan minat belajar dan mengembangkan
kemampuan motorik halus anak yaitu metode Experiential Learning.
2. Experiential Learning
Metode Experiential Learning adalah suatu metode proses belajar
mengajar yang mengaktifkan pembelajar guna membangun pengetahuan
dan keterampilan serta nilai-nilai juga sikap melalui pengalamannya
secara langsung.57 Penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu dengan
mengajak para peserta didik untuk praktek langsung melipat kertas,
dimana peneliti nantinya akan mengajarkan terlebih dahulu tahap-tahapan
dalam kegiatan melipat kertas membentuk suatu benda. Metode ini akan
bermakna tatkala pembelajar berperan serta dalam melakukan kegiatan.
Dalam hal ini, metode Experiental Learning menggunakan pengalaman
sebagai katalisator untuk menolong pembelajar mengembangkan
kapasitas dan kemampuannya dalam proses pembelajaran.58.
57
Heny Pratiwi, 2009 58
Ibid
55
Metode Experiential Learning memberikan pengalaman yang nyata
yang akan membangun keterampilan melalui penugasan-penugasan
nyata. Dalam penelitian ini, peserta didik akan mempraktekkan bagaimana
cara melipat kertas origami menjadi bentuk benda. Tentunya dengan
bimbingan dari peneliti selama pembelajaran berlangsung.59
a. Dasar Pemikiran Penggunaan Experiential Learning
Berikut beberapa pendapat yang menguatkan pemakaian metode
experiential learningdalam proses belajar mengajar (Heny Pratiwi, 2009):
1) Pembelajar dalam belajar akan lebih baik ketika mereka terlibat secara
langsung dalam pengalaman belajar. Peserta didik biasanya akan lebih
tertarik untuk mengikuti proses pembelajaran jika diberi kesempatan
untuk mencoba.
2) Adanya perbedaan-perbedaan secara individu dalam hal gaya yang
disukai. Berikan kebebasan kepada peserta didik dalam menemukan
pengetahuan baru dengan gaya belajar mereka masing-masing.
3) Ide-ide dan prinsip-prinsip yang dialami dan ditemukan pembelajar lebih
efektif dalam pemerolehan bahan ajar.
4) Komitmen peserta dalam belajar akan lebih baik ketika mereka
mengambil tanggung jawab dalam proses belajar mereka sendiri.
5) Belajar pada hakikatnya melalui suatu proses. Proses dimana dari yang
tidak tau menjadi tau, dari tidak bisa menjadi bisa.
b. Karakteristik Belajar melalui Pengalaman (experiential learning)
Berikut karakteristik belajar melalui pengalaman menurut Heny
Pratiwi:60
1) Belajar lebih dipersepsikan sebagai proses, bukan sebagai hasil.
2) Belajar adalah suatu proses yang berkesinambungan yang berpijak
pada pengalaman.
3) Proses belajar menuntut penyelesaian pertentangan antara modus-
modus dasar untuk beradaptasi dengan lingkungan.
4) Belajar merupakan proses adaptasi terhadap dunia luar secara utuh.
5) Belajar merupakan transaksi antara individu dengan lingkungan.
59 Ibid
60 Ibid
56
6) Belajar merupakan proses menciptakan ilmu pengetahuan.
Pada Experiential Learning, aktivitas belajar harus berfokus pada
peserta belajar (student-centered learning). Penjelasan dan contoh dari
peneliti atau pendidik harus disampaikan secara detail, sehingga peserta
didik akan mudah untuk mengikuti kegiatan pembelajaran yang sedang
diteliti. Media dan alat bantu pembelajaran yang dibutuhkan harus benar-
benar tersedia dan siap untuk digunakan. Terkait dengan metode
experiential learning, dalam penelitian ini peneliti menjelaskan terlebih
dahulu kepada peserta didik kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan
yaitu kegiatan melipat kertas. Peneliti sebelumnya sudah menyiapkan
media dan alat bantu pembelajaran yang dibutuhkan dalam penelitian,
seperti Rencana Kegiatan Harian, gambar tahapan-tahapan melipat
kertas, kertas lipat, dan media lain yang diperlukan.
Teori pembelajaran yang sependapat dengan metode Experiential
Learning yaitu teori pembelajaran keterampilan yang dipaparkan Paul
Eggen dan Don Kauchack yang menyebutkan bahwa pelaksanaan
pembelajaran keterampilan yaitu dengan memberikan pemahaman
kepada peserta didik tentang kegiatan pembelajaran yang akan
dipraktekkan guna meningkatakan keterampilan motorik halus peserta
didik. Prinsip-prinsip pembelajaran keterampilan menurut Paul Eggen dan
Don Kaucack yaitu menggunakan model dan petunjuk dalam mengajarkan
suatu keterampilan, membantu peserta didik memahami aturan dalam
mengikuti pembelajaran keterampilan, memberikan umpan balik yang
sesuai bagi peserta didik.61
Langkah pembelajaran keterampilan motorik halus melalui kegiatan
melipat menurut prinsip pembelajaran menurut Paul Eggen dan Don
Kaucack yaitu: a) pendidik menggunakan kertas lipat yang ukurannya
lebih besar dari kertas lipat yang digunakan oleh peserta didik dan
dilengkapi dengan gambar langkah-langkah melipat, b) setiap tahapan
melipat yang sudah dibuat oleh siswa diberikan umpan balik oleh guru
kepada peserta didik misalnya dengan penguatan “rapikan lipatan”, c)
61
Paul Eggen dan Don Kauchack (2004: 86)
57
berikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengulang kembali
melipat kertas.
Berdasarkan teori pembelajaran Paul Eggen dan Don Kaucack
dikaitkan dengan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa peserta didik
akan lebih memahami materi pembelajaran yang diharapkan peneliti jika
dalam proses pembelajaran peserta didik terlibat langsung, seperti
pendidik memberikan contoh cara melipat kertas membuat suatu model
lipatan dan menunjukkan hasil lipatan yang sudah jadi kepada peserta
didik. Selanjutnya peserta didik diberi kesempatan untuk mempraktekkan
melipat kertas dengan tahapan-tahapan sesuai kemampuan anak. Selama
proses pembelajaran pendidik membimbing anak dalam mengikuti
tahapan-tahapan dalam melipat kertas.
Keuntungan dari pemakaian metode experiential learning yaitu
meningkatkan semangat dan gairah pembelajar, membantu terciptanya
suasana belajar yang kondusif, memunculkan kegembiraan dalam proses
belajar, mendorong dan mengembangkan proses berpikir kreatif,
menolong pembelajar untuk dapat melihat dalam perspektif yang berbeda,
memunculkan kesadaran akan kebutuhan untuk berubah, dan
memperkuat kesadaran diri.
B. Penelitian yang Relevan
Ada beberapa studi relevan yang di jadikan sebagai pedoman bagi
penulis dalam pelaksanaan pembelajaran penerapan metode origami
dalam mengembangkan motorik halus anak usia dini. Penelitian yang
relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh:
1. Kiki Ria Mayasari (2014) yang meneliti tentang meningkatkan
keterampilan motorik halus melalui kegiatan melipat kertas pada
kelompok B4 di TK Masjid Syuhada Yogyakarta. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa keterampilan motorik halus anak Kelompok B4
pada tahap Pratindakan sebanyak 5,9%, pada Siklus I sebanyak
23,5%, dan pada Siklus II sebanyak 76,4%. Perolehan persentase pada
Siklus II membuktikkan bahwa penelitian ini telah mencapai indikator
keberhasilan yaitu keterampilan motorik halus anak mengalami
58
peningkatan ≥75%. Langkah-langkah penelitian yang dapat
meningkatkan keterampilan motorik halus dilakukan dengan kegiatan
melipat kertas, dengan menggunakan media kertas yang ukurannya
cukup besar, dan dilengkapi gambar langkah pembelajaran.
2. Atik Mulyati (2014) meneliti tentang peningkatan keterampilan motorik
halus melalui origami pada anak kelompok A TK Kusuma Baciro
Gondokusuman Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
keterampilan motorik halus anak meningkat setelah adanya tindakan
melalui origami. Pada saat dilakukan observasi pratindakan, persentase
keterampilan motorik halus anak sebesar 39,47%. Pada Siklus I
sebesar 50,86% dengan peningkatan 11,39%, Siklus II sebesar 60,33%
dengan peningkatan 9,47%, dan pada Siklus III sebesar 78,94%
dengan peningkatan 18,61%. Perolehan persentase tersebut
menunjukkan bahwa keterampilan motorik halus anak Kelompok A
dengan kriteria baik telah mencapai indikator keberhasilan sebesar
75%. Langkah-langkah yang ditempuh untuk meningkatkan
keterampilan motorik halus anak adalah 1) guru menjelaskan cara
melipat kertas dengan metode demonstrasi; 2) anak diberi penguatan
dengan kata “setrika lipatan” yang sudah dibuat; 3) anak diberi reward
berupa pujian; 4) penggunaan kertas lipat motif untuk menarik minat
anak.
3. Hartatik (2016) meneliti tentang meningkatkan kemampuan motorik
halus melalui kegiatan melipat kertas origami di kelompok A PAUD
Dunia Anak Wates Kabupaten Blitar Tahun Pelajaran 2015/2016. Hasil
penelitian menunjukan bawha dalam pelaksanaan siklus I sampai siklus
III, kemampuan motorik halus anak kelompok A mengalami
peningkatan dengan menggunakan media kertas origami. Adapun
tujuan dari penerapan media kertas origami adalah anak mampu
melipat kertas origami dengan baik.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada
pendekatan dan metode penelitian, dimana pada penelitian sebelumnya
merupakan jenis Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan dalam empat
59
tahap yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi yang
dilalui dengan tiga siklus. Sedangkan pada penelitian ini merupakan
sebuah studi lapangan dengan pendekatan yang di gunakan adalah
pendekatan kualitatif.
60
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan. Penelitian lapangan
yaitu mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan
sekarang, dan interaksi suatu sosial, individu, kelompok, lembaga,
dan masyarakat.62 Penelitian lapangan (Field Research) yang juga
dianggap sebagai pendekatan luas dalam penelitian kualitatif. Ide
penting dari jenis penelitian ini adalah bahwa peneliti berangkat ke
lapangan untuk mengadakan pengamatan langsung tentang sesuatu
fenomena yang terjadi.
Pendekatan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Alasan utama menggunakan pendekatan kualitatif ini adalah
karena topik yang dikaji dalam penelitian ini berkaitan erat dengan
fenomena sosial dan sebagian data yang dijaring bersifat kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut
pendekatan investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data
dengan cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-
orang ditempat penelitian. Metode penelitian kualitatif sering disebut
metode penelitian naturalistic (naturalistic research) karena penelitian
dilakukan dalam kondisi yang alamiah (natural setting).
Pada penelitian kualitatif, penelitian dilakukan pada objek yang
alamiah maksudnya, objek yang berkembang apa adanya, tidak
dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak begitu
mempengaruhi dinamika pada objek tersebut.63
Menurut Bogdan dan Taylor sebagaimana yang dikutip oleh Lexy J
Moleong, mendefinisikan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata tertulis ataulisan dari orang-
62
Husaini Usman dkk, Metodologi Penelitian Sosial.(Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2006), hal. 5
63www.diaryapipah.com>2012/05/pengertian-penelitian-kualitatif.html?m=l/
13/07/2017
61
orang perilaku yang diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan
individu tersebut secara holistic (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh
mengisolasikan individu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis,
tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.64
Paradigma penelitian kualitatif dilaksanakan melalui proses induktif.
Artinya, berangkat dari konsep khusus ke umum, konseptualisasi,
kategorisasi, dan deskripsi dikembangkan atas dasar masalah yang terjadi
dilapangan. Oleh karena itu, penelitian kualitatif dilaksanakan untuk
memahami fenomena-fenomena latar social (setting social) yang terjadi
dilapangan bersifat melingkar (siklus).65
Pada penelitian ini, peneliti harus menghabiskan banyak waktu untuk
berinteraksi secara mendalam dan melakukan observasi, wawancara
dengan cara menyatu dengan aktivitas mereka. Kemudian peneliti
mendeskripsikan data-data berupa kata-kata, gambar, transkrip
wawancara, catatan data lapangan, dokumen pribadi, foto-foto, kamera,
nota dan lain-lain.
Ciri utama penelitian kualitatif adalah sebagai berikut pertama
peneliti terlibat langsung dengan latar (setting) social penelitian, kedua
bersifat deskriftif, ketiga menekankan pada makna proses dari pada hasil
penelitian, empat menggunakan pendekatan analisis induktif dan lima
peneliti merupakan intrument utama.66
Dengan demikian peneliti ingin mengamati secara langsung kegiatan
bermain origami dalam mengembangkan motorik halus anak usia dini di
Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo
B. Situasi Sosial dan Subjek Penelitian
1. Situasi Sosial
situasi sosial adalah suatu keadaan atau tempat dimana subjek
berdomisili yang mempengaruhi kegiatan, keadaan, dan yang
64
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013). hal.4
65Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial, (Jakarta: GP Press,
2009), hal.187. 66
Ibid.,hal.191.
62
berhubungan dengan perilaku subjek. 67 Situasi sosial adalah suatu
keadaan atau tempat dimana subjek berdomosili yang mempengaruhi
kegiatan dan keadaan yang berhubungan dengan prilaku subjek.
Penelitian ini dilakukan pada Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo
dengan alasan:
a. Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo merupakan sekolah pertama yang
menyelenggarakan dan menerapkan sistem motorik halus.
b. Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo merupakan sekolah favorit di
Kabupaten Bungo.
c. Lokasi penelitian jika ditinjau dari berbagai segi seperti transportasi,
biaya dan waktu, sangat menguntungkan peneliti.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian haruslah yang bisa mewakili apa yang diteliti.
Menjelaskan subjek atau populasi, sampel, atau informan haruslah di
jelaskan secara jelas dan spesifik yang berhubungan dengan konteks
penelitian.68
Subjek penelitian adalah tenaga pendidik, dan anak didik Raudhatul
Athfal Al-Akhyar Bungo, guru pendamping, orang tua murid. Mereka ini
diamati dan diwawancarai secara langsung dengan tujuan untuk
penyesuaian antara informasi yang diperoleh hasil observasi dengan
melalui wawancara. Selain itu juga akan diperoleh informasi yang lebih
lengkap.
C. Jenis Data
Dalam penelitian ini digunakan dua macam data yaitu data pimer dan
sekunder. Di bawah ini akan dijelaskan kedua macam data tersebut.
a. Data primer yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti (atau
petugasnya) dari sumber pertamanya. Adapun yang menjadi sumber
data primer dalam penelitian ini adalah tenaga pendidik, dan anak didik
67
Muktar, Bimbingan Skripsi, Tesis, dan Artikel Ilmiah (Jambi: Sulthan Thaha Press,2010), hal.80.
68Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif)
(Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), hal.177.
63
Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo, guru pendamping, orang tua
murid.69
b. Data sekunder, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti
sebagai penunjang dari sumber pertama. Dapat juga dikatakan data
yang tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen. 70 Data sekunder
dalam penelitian ini terdiri dari dokumen yang penting pada Raudhatul
Athfal Al-Akhyar Bungo. Misalnya visi misi, sistem kegiatan dan struktur
organisasi, program tahunan, program semester, RPPM dan RPPH.
a. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah
subjek dari mana data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan
kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber
data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab
pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan.71
Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.
Apakah peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam
pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden. Apabila
peneliti menggunakan teknik observasi, maka sumber datanya bisa
berupa benda, gerak atau proses sesuatu. Sumber data kualitatif adalah
sumber data yang disuguhkan dalam bentuk dua parameter abstrak,
misalnya banyak sedikit, tinggi rendah, tua muda, panas dingin dan
sebagainya.
Apabila peneliti menggunakan teknik observasi, maka sumber
datanya bisa berupa benda, gerak atau proses sesuatu. Peneliti yang
mengamati tumbuhnya jagung, sumber datanya adalah jagung. Apabila
peneliti menggunakan dokumentasi, maka dokumen atau catatanlah yang
menjadi sumber data, sedang isi catatan subjek peneliti atau variabel
penelitian.
69
P. Joko Subagyo, Metodelogi dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 87.
70Ibid., hal. 88
71Arikunto, Op. Cit., hal. 172
64
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari orang dan literature
yang meliputi sebagai berikut:
a. Kepala Sekolah
b. Tenaga Pendidik
c. Anak usia dini di Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo
d. Kegiatan bermain origami dalam mengembangkan motorik halus anak
usia dini di Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo
e. Dokumentasi
D. Teknik Pengumpulan Data
Yang dimaksud dengan teknik pengumpulan data adalah cara yang
dilakukan oleh seorang peneliti mengumpulkan data yang diperlukan
dalam penelitian. Metode ini digunakan dengan menarik kesimpulan
dimulai dari pernyataan atau fakta khusus menuju kesimpulan yang
bersifat umum.72
1. Metode observasi Nonpartisipan
Metode observasi adalah pengamatan yang dilakukan dengan
segaja, sistematis mengenai gejala-gejala yang terjadi untuk kemudian
dilakukan pencatatan. 73 Peneliti dalam penelitian ini adalah meneliti
secara observasi non partisipan, jadi peneliti datang di tempat kegiatan
yang diamati, tetapi tidak terlibat dalam kegiatan tersebut.
Adapun dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi agar
dapat melihat secara langsung kegiatan bermain origami dalam
mengembangkan motorik halus anak usia dini di Raudhatul Athfal Al-
Akhyar Bungo.
Tahapan yang dilakukan peneliti dalam observasi adalah sebagai
berikut:
a. Observasi deskriptif, observasi ini dilakukan peneliti pada saat
memasuki situasi sosial tertentu sebagai objek penelitian. Pada tahap
72
Nana sunjana, Menyusun Karya Tulisan Ilmiah, untuk Memperoleh Angka Kredit, (Bandung: Sinar Baru, 1992), hal. 7
73P. Joko Subagyo, Op.Cit., hal. 63
65
ini peneliti belum membawa masalah yang akan diteliti, maka peneliti
melakukan penjelajahan umum, dan menyeluruh, melakukan deskripsi
terhadap semua yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Semua data
direkam, oleh karena itu hasil dari observasi ini disimpulkan dalam
keadaan yang belum tertata.
b. Observasi terfokus, pada tahap ini peneliti sudah melakukan mini tour
obsevation, yaitu suatu observasi yang telah dipersempit untuk
difokuskan pada aspek tertentu.
c. Observasi terseleksi, pada tahap ini peneliti telah menguraikan fokus
yang ditemukan sehingga datanya lebih rinci, dengan begitu pada
tahap ini peneliti telah menemukan karakteristik, perbedaan, dan
kesamaan antar kategori, serta menemukan hubungan antara satu
kategori dengan kategori lain.74
2. Interview/ wawancara
Interview/wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu,
percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)
yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu. 75 Metode ini merupakan
metode untuk mencari data yang dilakukan dengan cara bertemu
langsung dengan responden atau sumber data. Cara ini dilakukan dengan
cara komunikasi verbal jadi semacam percakapan yang bertujuan untuk
memperoleh informasi.76
Metode wawancara, peneliti gunakan untuk mencari informasi
tentang kegiatan bermain origami dalam mengembangkan motorik halus
anak usia dini di Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo. Peneliti melakukan
wawancara kepada sekolah, tenaga pendidik, dan tiga orang anak.
3. Dokumentasi
Menurut Margono, dokumentasi adalah cara pengumpulan data
melalui peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip, dan termasuk juga buku-
74
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 231.
75Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2012), hal. 186. 76
Nasution, Metode Research (Bandung: Jemmars, 1991), hal. 153.
66
buku tentang pendapat, teori dalil, atau hukum-hukum, dan lain-lain yang
berhubungan dengan penelitian.77
Peneliti menggunakan teknik dokumentasi ini, dikarenakan sangat
penting sekali untuk menunjang dan melengkapi data yang telah diperoleh
dari wawancara dan observasi. Metode dokumentasi dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
a. Pedoman dokumentasi yang memuat garis-garis besar atau kategori
yang akan di cari datanya.
b. Check list, yaitu daftar variabel yang akan dikumpulkan datanya. Dalam
hal ini peneliti tinggal memberi tanda atau tally setiap pemunculan
gejala yang dimaksud.
Dalam penelitian ini dokumen yang peneliti butuhkan adalah sejarah
berdirinya Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo, visi dan misi, tenaga
pendidik, data anak didik Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo, guru
pendamping. Data yang dihasilkan peneliti tersebut diharapkan mampu
menjawab pertanyaan tentang persoalan yang diteliti.
E. Teknik Analisis Data
Sedangkan dalam analisis data ini, peneliti menggunakan teknik
analisa deskriptif, artinya peneliti berupaya menggambarkan kembali data-
data yang telah terkumpul mengenai kegiatan bermain origami dalam
mengembangkan motorik halus anak usia dini di Raudhatul Athfal Al-
Akhyar Bungo. Metode pembahasan dalam proposal tesis ini
menggunakan metode induktif, yaitu berangkat dari fakta-fakta yang
khusus, peristiwa-peristiwa yang kongkrit, kemudian dari fakta dan
peristiwa yang khusus tersebut ditarik generalisasi-generalisasi yang
bersifat umum.78
Penelitian kualitatif menggunakan analisis data secara induktif.
Analisis data secara induktif ini digunakan karena beberapa alasan.
77
Margono, Metodelogi Penelitian Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 181.
78Sutrisno Hadi, Metodelogi Research, Jilid I (Yogyakarta: Yayasan Penerbit UGM,
1994), hal. 42.
67
Diantaranya: proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-
kenyataan seperti yang terdapat dalam data-data; analisis induktif lebih
dapat membuat hubungan peneliti dengan responden menjadi lebih
eksplisit, dapat dikenal; analisis dapat menguraikan latar secara penuh
dan dapat membuat keputusan-keputusan tentang dapat tidaknya
pengalihan kepada latar lainnya; analisis induktif lebih dapat menemukan
pengaruh bersama yang mempertajam hubungan-hubungan sebagai
bagian dari struktur analitik.79
Setelah dilakukan analisa secara induktif, peneliti kemudian
membandingkan antara data yang diperoleh dengan teori yang sudah ada
(komparasi), yakni dengan mencari persamaan dan perbedaan. Adapun
yang lebih difokuskan peneliti adalah dengan membandingkan perbedaan
yang ditemukan antara data dan teori. Setelah itu, peneliti melakukan
refleksi yakni merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru
dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan
dimasa lalu. Menurut Deswani, salah satu karakteristik berpikir kritis
adalah reflektif, artinya seorang pemikir kritis tidak menggunakan asumsi
atau persepsi dalam berpikir atau mengambil keputusan tetapi akan
menyediakan waktu untuk mengumpulkan data dan menganalisis nya
berdasarkan disiplin ilmu, fakta dan kejadian.
Langkah yang dilakukan peneliti selanjutnya adalah penarikan
kesimpulan/verifikasi merupakan proses perumusan makna dari hasil
penelitian yang diungkapkan dengan kalimat yang singkat-padat dan
mudah difahami, serta dilakukan dengan cara berulangkali melakukan
peninjauan mengenai kebenaran dari penyimpulan itu, khususnya
berkaitan dengan relevansi dan konsistensinya terhadap judul, tujuan dan
perumusan masalah yang ada. Adapun teknik analisa data dalam
penelitian ini, dapat dilihat pada bagan berikut ini:
79
Ibid., hal. 5.
68
Gambar 1.
Bagan Analisis Data
F. Uji Kepercayaan Data (trusthworthines)
Setelah data terkumpul dan sebelum peneliti menulis laporan hasil
penelitian, maka peneliti mengecek kembali data-data yang telah
diperoleh dengan mengkroscek data yang telah di dapat dari hasil
interview dan mengamati serta melihat dokumen yang ada, dengan ini
data yang di dapat dari peneliti dapat diuji keabsahannya dan dapat
dipertanggung jawabkan.
Selain itu peneliti juga menggunakan teknik observasi mendalam dan
triangulasi sumber data. Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data
dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.80 Dan
juga dengan metode preer deriefing, yaitu dengan mendiskusikan data
80
Sugiyono, Loc.Cit, hal. 273.
Data : Observasi,
wawancara, dan dokumentasi
(Induktif)
Teori
Komparasi data dan teori
Persamaan Perbedaan
Refleksi
Kesimpulan
69
yang telah terkumpul dengan pihak-pihak yang memiliki pengetahuan dan
keahlian yang relevan, baik teman sejawat dan lebih-lebih dosen
pembimbing peneliti.
1. Perpanjang Keikutsertaan
Perpanjangan keikutsertaan ini menuntut peneliti untuk terjun
langsung ke dalam lokasi dan waktu yang cukup panjang untuk
mendeteksi dan memperhitungkan distorsi (Penyimpangan) yang mungkin
akan merusak data, baik distorsi peneliti secara pribadi, maupun yang
distorsi yang ditimbulkan oleh responden, baik yang disengaja maupun
yang tidak disengaja.
2. Ketelitian pengamatan
Ketelitian pengamatan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasikan
karakteristik dan elemen dalam suatu situasi yang sangat relevan dengan
permasalahan atau isu yang sedang diteliti dan memfokuskan secara
terperinci. Peneliti berupaya mengadakan observasi atau pengamatan
secara teliti dan rinci secara terus menerus terhadap faktor-faktor yang
menonjol, dan kemudian peneliti menela’ahnya secara rinci sampai pada
suatu titik sehingga pada pemeriksaa tahap awal akan kelihatan salah
satu atau keseluruhan faktor yang telah dipahami.
3. Trianggulasi
Triangulation is qualitative cross-validation. It assesses the
sufficiency of the data according to the convergence of multiple data
sources of multiple data collection procedures. Triangulasi dalam penguji
kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber
dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat
triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.81
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data itu.82Jadi dalam
81
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2013), hal. 273.
82Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2013), hal. 330.
70
hal ini mengecek sumber sumber data yang diperoleh di lapangan
berkenaan dengan penelitian ini.
Adapun tiga macam triangulasi yaitu denngan menggunakan sumber,
metode, dan teori.
a. Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan
cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
Sebagai contoh, untuk menguji kredibilitas data tentang kegiatan bermain
origami, maka pengumpulan dan pengujian data yang telah diperoleh
dilakukan ke guru sejawat, ke atasan yang menugasi, dan anak didik
langsung.
b. Metode
Konsep triangulasi dengan metode mengaplikasikan adanya model-
model pengumpulan data secara berbeda (pengamatan dan wawancara)
dengan pola yang berbeda. Pada triangulasi dengan metode ini digunakan
dua strategi, yaitu:
1) Pengecekan derajat kepercayaan data temuan hasil penelitian melalui
beberapa teknik pengumpulan data, dan
2) Pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan
metode yang sama.
c. Teori
Triangulasi dengan teori didasarkan pada asumsi bahwa fakta
tertentu tidak dapat diperiksa keprcayaannya hanya dengan satu teori.
Artinya, fakta yang diperoleh dalam penelitian ini harus dikonfirmasikan
dengan dua teori atau lebih.
d. Trianggulasi antar-peneliti.
Dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari satu orang dalam
pengumpulan dan analisis data. Teknik ini untuk memperkaya khasanah
pengetahuan mengenai informasi yang digali dari subjek penelitian.
Namun orang yang diajak menggali data itu harus yang telah memiliki
pengalaman penelitian dan bebas dari konflik kepentingan agar tidak
justru merugikan peneliti dan melahirkan bias baru dari triangulasi
71
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk membandingkan
informasi yang diperoleh dari berbagai pihak untuk menjamin tingkat
kepercayaan data, dan sekaligus mencegah timbulnya subjektivitas
peneliti. Hasil data analisis inilah yang kemudian akan ditulis dalam bab
temuan penelitian. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk
membandingkan informasi yang diperoleh dari berbagai pihak untuk
menjamin tingkat kepercayaan data, dan sekaligus mencegah timbulnya
subjektivitas peneliti. Hasil data analisis inilah yang kemudian akan ditulis
dalam bab temuan penelitian.
G. Rencana dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian mulai dari pembuatan proposal sampai dengan
penyusunan tesis ini direncanakan selama enam bulan. Penelitian
dilakukan dengan pembuatan proposal, kemudian dilanjutkan dengan
perbaikan hasil seminar. Setelah pengesahan judul dan izin riset, maka
penulis mengadakan pengumpulan data, verifikasi dan analisis data dalam
waktu yang berurutan. Hasilnya penulis melakukan konsultasi dengan
pembimb ing sebelum diajukan kepada sidang munaqasyah. Hasil sidang
munaqasah dilanjutkan dengan perbaikan dan penggandaan dan laporan
tesis.
Tabel. 1 Jadwal Penelitian:
No Kegiatan Keterangan Tahun 2018
Jan Feb Mar Apr Mei Juni
1 Tahap pendahuluan
a. Studi pendahuluan √
b. Pengajuan judul Proposal
√
c. Penyusunan proposal √
d. Pengajuan proposal √
e. Seminar proposal tesis √
f. Pengurusan izin riset √
2 Pengumpulan Data √
a. Analisis Data √
b. Pengmpulan Data √
c. Penulisan Draf √
d. Penyususunan Draf √
3. Tahap Akhir √
72
a. Penyusunan / penulisan laporan hasil penelitian
√
b. Konsultasi pembimbing √
c. Perbaikan √
d. Penggandaan tesis √
e. Ujian tesis √
f. Wisuda √
Catatan: Jadwal Berubah Sesuai Waktu
73
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI, HASIL PENELITIAN
DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Historis dan Georafis
a. Historis
Raudhatul Athfal Al-Akhyar Muara Bungo adalah salah satu
lembaga Pendidik dan Kependidikan di bawah Yayasan Pendidikan
Islam Al-Akhyar. Dengan memperhatikan luasnya wilayah Kecamatan
Rimbo Tengah dengan jumlah anak usia belajar di rasakan tidak
berimbang, apalagi sekolah yang menyeimbangkan antara Pendidikan
umum dan pendidikan agama belum ada. Atas dasar itulah di gagas
pada tanggal 23 Januari 1997 berdiri Raudhatul Athfal (RA) Al-Akhyar
Muara Bungo di bawah naungan Yayasan Pendidik dan Kependidikan
(YPI) Al-Akhyar di Jalan Teuku Umar RT 12 RW 04 Kelurahan Pasir
Putih Kecamatan Rimbo Tengah Kabupaten Bungo.
Pada awalnya lokal yang di bangun dalam lokasi ini terdiri dari 2
kelas, mengingat jumlah santriwan/ti RA Al-Akhyar Muara Bungo pada
awal tahun ajaran 1997/1998 sebanyak 24 orang, kemudian
selanjutnya lokal yang 2 kelas ini di jadikan 4 (empat) rombel dalam 2
(dua) kelas dan di samping itu ada lagi penambahan kelas di ruang
terbuka khusus kelas A mengingat pada tahun tersebut jumlah
santriwan/ti mencapai 87 orang.
Selanjutnya pada tahun 1998 tenaga pendidik Yayasan Pendidik
dan Kependidikan ingin terus memajukan Pendidikan Anak Usia Dini ini
berusaha dengan semaksimal mungkin memperbaiki manajemen
tenaga kependidikan khususnya kepala madrasah Pendidikan Anak
Usia Dini di Raudhatul Athfal Al-Akhyar Muara Bungo terus di
tingkatkan. Sejak berdirinya, Raudhatul Athfal Al-Akhyar Muara Bungo
sudah dipimpin oleh tenaga kependidikan Ibu Yusmidar, S.Ag.
74
Raudhatul Athfal Al-Akhyar Muara Bungo didirikan dengan tujuan:
Membantu anak didik untuk mengembangkan berbagai aspek
perkembangan Anak Usia Dini yang meliputi : nilai-nilai agama dan
moral, sosial emosional, kognitif, bahasa dan fisik motorik. Sebagai
persiapan untuk memasuki pendidikan dasar.
Fungsi pendidikan di Raudhatul Athfal Al-Akhyar adalah :
1) Mengenalkan peraturan dan menanamkan disiplin pada anak.
2) Mengenalkan anak dengan dunia sekitar.
3) Menumbuhkan sikap dan perilaku yang baik.
4) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi & bersosialisasi.
5) Mengembangkan keterampilan, kreatifitas dan kemampuan yang
dimiliki anak.
6) Menyiapkan anak untuk memasuki pendidikan dasar.
Adapun tujuan pendidikan di Raudhatul Athfal Al-Akhyar adalah :
1) Membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
maha Esa, berakhlak mulia, berkepribadian luhur, sehat, berilmu,
cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi
warga negara yang domokratis dan bertanggungjawab.
2) Mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual,
emosional, kinestesis, dan sosial peserta didik pada masa usia emas
pertumbuhan dalam lingkungan bermain yang edukatif dan
menyenangkan.
a. Georafis
Raudhatul Athfal Al-Akhyar Muara Bungo Jalan Teuku Umar RT
12 RW 04 Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Rimbo Tengah Kabupaten
Bungo Provinsi Jambi.
75
Gambar 2. Denah Lokasi RA Al-Akhyar Muara Bungo
Gambar 3 Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo tampak dari depan
2. Struktur Organisasi
Organisasi adalah merupakan sekelompok orang yang
bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan. Dengan adanya organisasi,
setiap tugas dan kegiatan dapat di distribusikan dan dikerjakan oleh
setiap anggota kelompok secara efisien sehingga tujuan yang
ditetapkan dapat tercapai.
Struktur organisasi biasanya digambarkan dalam bentuk bagan
organisasi (organization chart) yang memperlihatkan susunan fungsi-
76
fungsi, departemen-departemen dalam organisasi dan menunjukkan
bagaimana hubungan kerja baik secara horizontal maupun vertikal.
Dari struktur organisasi yang tersusun tersebut dibuat tugas
dan tanggung jawab masing-masing bagian atau seksi agar dapat
dengan mudah melakukan koordinasi. Demikian dengan Raudhatul
Athfal Al-Akhyar Muara Bungo Kabupaten Bungo, instansi ini memiliki
struktur organisasi berbentuk garis atau lini. Struktur organisasi bentuk
garis atau lini diciptakan oleh Henry Fayol. Pada struktur organisasi ini,
wewenang dari atasan disalurkan secara vertikal kepada bawahan.
Begitu juga sebaliknya, pertanggungjawaban dari bawahan secara
langsung di tujukan kepada atasan yang memberi perintah. Umumnya
organisasi yang memakai struktur ini adalah organisasi yang masih
kecil, jumlah karyawannya sedikit dan spesialisasi kerjanya masih
sederhana. Dan pelimpahan wewenang berlangsung secara vertikal,
yaitu dari yayasan kepada kepala yang diteruskan kebagian lainnya di
bawah wakil dan Tata Usaha yang bersangkutan hingga ke jenjang
guru yang paling rendah. Struktur organisasi Raudhatul Athfal Al-
Akhyar Muara Bungo Kabupaten Bungo dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.
Gambar 4. Sktruktur Organisasi
Kepala Yusmidar, S.Ag
Siswa
Bendahara Nyami Ningsih
Tata Usaha Mirdawati, S.E
Zuliana Halimatun Sakdiah,
Majelis Guru Satpam
77
3. Uraian Tugas
a. Kepala RA
1) Memimpin dan membina KB sesuai dengan ketentuan yang
berlaku
2) Membina kerjasama dengan orang Tua, masyarakat dan pihak
terkait
3) Memimpin dan mengkoordinasikan tenaga kependidikan dalam
meningkatkan kualitas kinerja RA
4) Membagi tugas-tugas kepada guru dan staf Tata usaha (TU)
sesuai dengan ketentuan kurikulum
5) Melaksanakan bimbingan, pembinaan, motivasi, penganyoman
kepada guru dan staf
6) Menciptakan dan mengendalikan suasana kerja yang kondusif
untuk mencapai tujuan (menyenangkan, harmonis, dan dinamis)
7) Membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi guru
maupun staf TU
8) Mendorong untuk meningkatkan kemampuan guru dan staf TU
melalui penataran, pelatihan dan pendidikan lanjut.
9) Mendorong pendayagunaan sarana prasarana RA
10) Merencanakan, melaksanakan penerimaan siswa baru
11) Menyusun kegiatan ektra Kurikuler.
b. Bendahara
1) Memberikan Kartu SPP ke Murid
2) Menerima uang SPP
3) Mencatat penerimaan
4) Mencatat Penerimaanpengeluaran di buku penyetoran
5) Menyentor uang ke rekening sekolah
6) Menyusun laporan keuangan.
c. Guru/ Pendidik
1) Membuat, SKM, SKHG dan setiap hari ditanda tangani oleh
Pengelola RA
2) Membuat alat peraga untuk mengajar/di dinding kelas
78
3) Membuat penilaian untuk anak
4) Membuat rangkuman dan bimbingan untuk anak
5) Membuat narasi dan mengisi BLP anak
6) Menjaga/mengawasi anak bermain diluar dan di dalam/ datang
dan pulang sekolah
7) Menjaga kebersihan kelas
8) Mengevaluasi hasil kerja selama 1 Tahun
9) Mengevaluasi hasil kerja selama 1 tahun
10) Selalu bermusyawarah dengan Pengelola RA, Wali murid
apabila ada masalah
a. Kepala RA
1) Memimpin dan membina KB sesuai dengan ketentuan yang
berlaku
2) Membina kerjasama dengan orang Tua, masyarakat dan pihak
terkait
3) Memimpin dan mengkoordinasikan tenaga kependidikan dalam
meningkatkan kualitas kinerja RA
4) Membagi tugas-tugas kepada guru dan staf Tata usaha (TU)
sesuai dengan ketentuan kurikulum
5) Melaksanakan bimbingan, pembinaan, motivasi, penganyoman
kepada guru dan staf
6) Menciptakan dan mengendalikan suasana kerja yang kondusif
untuk mencapai tujuan (menyenangkan, harmonis, dan dinamis)
7) Membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi guru
maupun staf TU
8) Mendorong untuk meningkatkan kemampuan guru dan staf TU
melalui penataran, pelatihan dan pendidikan lanjut.
9) Mendorong pendayagunaan sarana prasarana RA
10) Merencanakan, melaksanakan penerimaan siswa baru
11) Menyusun kegiatan ektra Kurikuler.
79
b. Bendahara
1) Memberikan Kartu SPP ke Murid
2) Menerima uang SPP
3) Mencatat penerimaan
4) Mencatat Penerimaanpengeluaran di buku penyetoran
5) Menyentor uang ke rekening sekolah
6) Menyusun laporan keuangan.
c. Guru/ Pendidik
1) Membuat, SKM, SKHG dan setiap hari ditanda tangani oleh
Pengelola RA
2) Membuat alat peraga untuk mengajar/di dinding kelas
3) Membuat penilaian untuk anak
4) Membuat rangkuman dan bimbingan untuk anak
5) Membuat narasi dan mengisi BLP anak
6) Menjaga/mengawasi anak bermain diluar dan di dalam/ datang
dan pulang sekolah
7) Menjaga kebersihan kelas
8) Mengevaluasi hasil kerja selama 1 Tahun
9) Mengevaluasi hasil kerja selama 1 tahun
10) Selalu bermusyawarah dengan Pengelola RA, Wali murid apabila
ada masalah
4. Visi dan Misi Raudhatul Athfal Al-Akhyar
a. Visi Raudhatul Athfal Al-Akhyar
“Islami, Berkualitas, Mencerdaskan, Mentrampillkan dan
Memandirikan”
b. Misi Raudhatul Athfal Al-Akhyar
1) Mewujudkan dan melaksanakan paradigma seraya belajar dalam
suasana yang nyaman dan menyenangkan
2) Membangun dan memotivasi peserta didik dalam proses
bermain dan belajar sesuai dengan potensi yang dimiliki untuk
lebih cerdas dalam berfikir, lebih cerdas dalam berbuat,
80
berprilaku sopan dan berkepribadian yang sehat, kuat di tengah
kehidupan masyarakat yang Islami.
5. Keadaan Guru dan Peserta Didik
a. Keadaan Guru
Istilah “guru” sering disamakan dengan istilah pendidik, karena pada
kedua istilah ini mengacu pada profesi yang sama, atau mengajar dan
mendidik. Oleh karena itu, pendefinisian guru juga berlaku bagi pendidik.
Guru di sini adalah sebagai seorang pendidik dan merupakan sosok
manusia yang menjadi panutan bagi anak didiknya dan merupakan
sebagai penentu arah kemajuan suatu bangsa. Hal ini sebagaimana
dijelaskan bahwa guru adalah orang yang memiliki kemampuan untuk
mengajar atau orang yang pekerjaannya mengajar.
Pendidik ialah orang yang memikul pertanggungan jawab untuk
mendidik. Yang dimaksudkan pendidik disini adalah hanya manusia
dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang
pendidikan si terdidik.83
Menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 1, mengenai ketentuan umum butir 6, pendidik
adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan
sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi
dalam menyelenggarakan pendidikan. Dengan kata lain, dapat dikatakan
bahwa guru adalah pendidik.
Guru memiliki peran yang sangat penting dalam pembelajaran.
Peserta didik memerlukan peran seorang guru untuk membantunya dalam
proses perkembangan diri dan pengoptimalan bakat dan kemampuan
yang dimiliki peserta didik. Tanpa adanya seorang guru, mustahil seorang
peserta didik dapat mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Hal ini
berdasar pada pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang selalu
memerlukan bantuan orang lain untuk mencukupi semua kebutuhannya.
83
Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 2002), hal. 37.
81
Mulyasa mengidentifikasikan sedikitnya sembilan belas peran guru
dalam pembelajaran. Kesembilan belas peran guru dalam pembelajaran
yaitu, guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat,
pembaharu (innovator), model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong
kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah,
pembawa cerita, aktor, emansivator, evaluator, pengawet, dan sebagai
kulminator.84
Adapun tenaga pendidikan dan tenaga kependidikan pada Raudhatul
Athfal Al-Akhyar Muara Bungo berjumlah 15 orang yang terdiri dari guru
berjumlah 21 orang dan tenaga kependidikan sebanyak 5 orang adalah
sebagai berikut:
Tabel 2 Tenaga Pendidik dan Kependidikan
NO
NAMA
PENDIDIKAN
JABATAN
KET
1 YUSMIDAR, S.Ag S.1 Kepala Berijazah
2 MAIMANAH, S.Pdi S.1 Guru Kelas Berijazah
3 EKA MARYATI,S.Pdi S.1 Guru Kelas Berijazah
4 NURHIDAYATI,S.Pdi S.1 Guru Kelas Berijazah
5 DARNAWATI,S.Ag S.1 Guru Kelas Berijazah
6 JULIANAH, S.Ag S.1 Guru Kelas Berijazah
7 TASLIYEM, S.Pdi S.1 Guru Kelas Berijazah
8 APERA YANTI, S.Pdi S.1 Guru Kelas Berijazah
9 FITRIA DARNI, S.Pdi S.1 Guru Kelas Berijazah
10 SYAH MURNIATI, S.Pd S.1 Guru Kelas Berijazah
11 PITRIA NOVA, S.Pd S.1 Guru Kelas Berijazah
12 Umroh Dewi Patimah, S.Pd.I S.1 Guru Kelas Berijazah
13 RENI YULI AZHRITA, S.Pd S.1 Guru Kelas Berijazah
14 Sari Rahayu Rahmadani, S.Pd S.1 Guru Kelas Berijazah
15 ARIANI, A.Ma D.II Guru Kelas Berijazah
16 MUTAMMIMAH PGA Guru Kelas Berijazah
17 DEWI MARIANA SMA Guru Kelas Berijazah
18 EKA YUSPITA DEWI, A.Ma D.II Guru Kelas Berijazah
19 DIAN RORO SETIYO RINI SMK Guru Kelas Berijazah
20 TUTIK IDAYATI MA Guru Kelas Berijazah
21 SRI FAIZAH, A.Ma D.II Guru Kelas Berijazah
22 NYAMI NINGSIH SMK Bendahara Berijazah
84
E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013 (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2016), hal. 37.
82
23 MIRDAWATI, S.E S.1 Tata Usaha Berijazah
24 ZULIANA HALIMATUN SAKDIAH, A.Ma
D.II Tata Usaha Berijazah
25 INDRA JAYA SMA Satpam Berijazah
26 ADI PURNAMA SAWAL SMA Satpam Berijazah
b. Peserta Didik
Tabel 3 Peserta Didik
No Tahun Pelajaran
Kelompok /
Jumlah Anak Didik Jumlah
L P
1 2016/2017 119 108 227
2 2017/2018 133 126 259
3 2018/2019 124 105 229
6. Kurikulum
Struktur program kegiatan pada Raudhatul Athfal Al-Akhyar
Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Rimbo Tengah Kabupaten Bungo
mencakup pembentukan perilaku dan bidang pengembangan
kemampuan dasar melalui kegiatan bermain dan pembiasaan. Lingkup
perkembangan meliputi :
1. Nilai – nilai Agama dan Moral
2. Fisik
3. Kognitif
4. Bahasa
5. Sosial emosional
6. Seni
Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, struktur Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) Raudhatul Athfal Al-Akhyar adalah sebagai
berikut :
83
Tabel 4 Struktur Kurikulum
No
Komponen
Alokasi waktu
Kelompok Anak
Usia 2-4 Usia 5-6
A Pembiasaan
T E M A T I K
T E M A T I K
Nilai – nilai Agama
Moral
Sosial
Emosional
Seni
Fisik
Kognitif
Bahasa
C Mulok
D Pengembangan diri
Menyanyi
Menari
Agama/Iqro’
Jumlah 30 30
Keterangan :
Jumlah alokasi waktu 30 jam pembelajaran dalam 1 (satu)
minggu. Dalam 1 hari terdiri dari 6 (enam) jam pembelajaran yaitu :
Pembukaan : 30 menit (1 jam pelajaran ) Inti : 90 menit (3
jam pelajaran )
Istirahat : 30 menit (1 jam pelajaran )
Penutup : 30 menit (1 jam pelajaran Jadwal Kegiatan
Mulok dan Pengembangan Diri
84
Tabel 5 Alokasi Waktu
N o
Kelom
pok
Kegiatan
Hari Ket
Senin
Selasa
Rabu
Kamis
Jumat
Sabtu
1 A Agama √
Menyanyi √ √ √
Bahasa dan imajinasi √ √
Gerak dan lagu √
Bermain alam √
2 B Agama √
Menyanyi √ √ √
Bahasa dan imajinasi √ √
Gerak dan lagu √
Bermain alam √
Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran/ bidang
pengembangan yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban
belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan. Disamping itu materi
muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam isi
kurikulum.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan menegaskan bahwa kedalaman muatan kurikulum
pada satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi pada tingkat dan
atau semester sesuai dengan standar nasional pendidikan. Kompetensi
yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar.
B. Hasil Penelitian
1. Kegiatan Guru dalam Mengembangkan Motorik Halus Anak Usia
Dini di Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo
Perkembangan dirumuskan oleh H. Werner dalam Gunarsa
dengan mengemukakan bahwa perkembangan merupakan suatu
proses yang mina-mina global, masif, belum terpecah atau terperinci
kemudian semakin lama semakin banyak, berdiferensiasi, dan terjadi
85
integrasi yang hirarkis. Penggunaan istilah masa awal anak-anak
(early childhood) menyebutnya usia prasekolah ketika anak masuk
sekolah untuk persiapan masuk ke sekolah formal yaitu SD. Pada
masa itu anak perlu mendapatkan selain pengetahuan juga
keterampilan dan budi pekerti untuk dapat menyesuaikan diri pada
kehidupan dewasa.
Perkembangan motorik halus anak taman kanak-kanak
ditekankan pada koordinasi gerakan motorik dalam hal ini berkaitan
dengan kegiatan meletakkan atau memegang suatu objek dengan
menggunakan jari tangan.85 Pada usia 4 tahun koordinasi gerakan
motorik halus anak sangat berkembang bahkan hampir sempurna.
Walaupun demikian anak usia ini masih mengalami kesulitan dalam
menyusun balok-balok menjadi suatu bangunan. Hal ini disebabkan
oleh keinginan anak untuk meletakkan balok secara sempuma
sehingga kadang-kadang meruntuhkan bangunan itu sendiri. 86
Pada usia 5 atau 6 tahun koordinasi gerakan motorik halus
berkembang pesat. Pada masa ini anak telah mampu
mengkoordinasikan gerakan visual motorik, seperti
mengkoordinasikan gerakan masa dengan tangan, lengan. Menurut
Hurlock pengendalian otot tangan, bahu dan pergelangan tangan
meningkat dengan cepat selama masa kanak-kanak, dan pada umur
12 tahun anak hampir mencapai tingkat kesempurnaan seperti orang
desa. Sebaliknya pengendalian otot jari tangan yang baik
berkembang lebih lambat. Oleh sebab itu untuk mengimbangi
lambannya perkembangan motorik halus tersebut perlu diberikan
latihan-latihan yang sifatnya tidak membosankan anak.
85
Wawancara dengan Ibu Nurhidayati selaku guru kelas B4 Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo, tanggal 27 September 2018
86 Wawancara dengan Ibu Nurhidayati selaku guru kelas B4 Raudhatul Athfal Al-
Akhyar Bungo, tanggal 27 September 2018
86
Gambar 5. Suasana siswa saat istirahat
Keterampilan motorik halus merupakan hal yang penting dalam
masa perkembangan motorik anak usia dini. Keterampilan motorik
halus anak akan turut mendukung aspek perkembangan lainnya,
seperti aspek kognitif, bahasa serta sosial karena pada hakekatnya
setiap pengembangan tidak dapat terpisah satu sama lain. 87
Pengembangan keterampilan motorik halus anak usia dini bertujuan
untuk melatihkan kemampuan koordinasi motorik anak. Koordinasi
antara tangan dan mata dapat dikembangkan melalui kegiatan
permaianan membentuk atau memanipulasi dari tanah liat/lilin,
adona, memalu, menggambar, mewarnai, menempel dan
menggunting. 88
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa salah satu
kegiatan yang dilakukan guru Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo
dalam meningkatkan motorik halus anak melalui kegiatan bermain
origami. Pada kegiatan tersebut guru menjelaskan kegiatan-kegiatan
yang akan dilakukan pada hari itu. Kegiatan origami membuat bentuk
Ikan Pari dilakukan pada kegiatan satu sebelum anak-anak
87
Wawancara dengan Ibu Nurhidayati selaku guru kelas B4 Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo, tanggal 27 September 2018
88 Wawancara dengan Ibu Nurhidayati selaku guru kelas B4 Raudhatul Athfal Al-
Akhyar Bungo, tanggal 27 September 2018
87
melakukan kegiatan yang lain. Guru menjelaskan kegiatan origami
yang akan dilakukan yaitu membuat bentuk Ikan Pari dengan kertas
lipat warna polos dengan ukuran 12x12 cm, kemudian kolaborator
mendemonstrasikan tahapan melipat kertas menjadi bentuk Ikan
Pari. Kegiatan melipat kertas ini dilakukan secara klasikal atau
bersama-sama setelah guru menjelaskan tahapan melipat bentuk
ikan pari. Selama proses kegiatan pembelajaran berlangsung,
peneliti dan kolaborator mengamati anak yang sedang melakukan
kegiatan origami. Ada anak yang mengatakan seperti Rf: “Bu,
kertasnya susah dilipat”. Ada juga yang mengatakan “Bu gak bisa,
terus ini gimana ?”kata Ok. Setelah selesai kegiatan origami dengan
waktu yang telah ditentukan, anak-anak melanjutkan pada kegiatan
dua yaitu menebali dan mewarnai gambar ikan pari dan dilanjutkan
kegiatan tiga anak satu persatu menunjukkan binatang yang hidup di
air seperti macam-macam ikan. Setelah selesai kegiatan anak
istirahat dan bermain di luar ruangan, kemudian dilanjutkan makan
bersama.89
Tingkat pencapaian perkembangan motorik halus anak usia 5-6
tahun menurut Permendiknas Nomor 58 tahun 2009 salah satunya
menyebutkan bahwa anak mampu meniru bentuk. Meniru bentuk
dalam pembelajaran di TK dapat dilakukan melalui kegiatan meniru
membuat garis tegak, dasar miring, lengkung dan lingkaran, meniru
bermain origami sederhana, mencocok bentuk membuat lingkaran,
segi tiga, bujur sangkar dengan rapi dan lain sebagainya.
Berdasarkan hasil pengamatan di Raudhatul Athfal Al-Akhyar
Bungo pada Kelompok B4 yang berusia 5-6 tahun, peneliti
menemukan permasalahan keterampilan motorik halus pada
Kelompok B4 yang belum sesuai dengan tingkat pencapaian
perkembangan yang terdapat dalam Permendiknas Nomor 58 Tahun
2009. Anak mengalami kesulitan dalam koordinasi otot tangan dan
mata, seperti anak mengalami kesulitan saat meniru membuat
89 Wawancara dengan Ibu Nurhidayati selaku guru kelas B4 Raudhatul Athfal Al-
Akhyar Bungo, tanggal 27 September 2018
88
bentuk huruf ataupun angka, saat kegiatan menganyam kertas anak
mengalami kesulitan saat memasukkan potongan kertas ke sela-sela
kertas anyaman, anak kesuliatan saat melipat kertas menjadi lipatan-
lipatan yang lebih kecil hingga membentuk suatu benda.
Keterampilan motorik halus merupakan salah satu aspek
perkembangan yang membantu anak untuk mampu hidup mandiri.
Memiliki keterampilan motorik halus menjadi modal awal anak dalm
mengurus dirinya sendiri.Meningkatkan keterampilan motorik halus
dapat dilakukan melalui kegiatan bermain kreatif yang menarik dan
menyenangkan.Kegiatan bermain origami merupakan salah satu
kegiatan pembelajaran yang tepat untuk mengembangkan
keterampilan motorik halus pada Kelompok B4 Raudhatul Athfal Al-
Akhyar Bungo. Melipat kertas/origami adalah suatu bentuk karya
seni/kerajinan tangan yang umumnya dibuat dari bahan kertas,
dengan tujuan untuk menghasilkan beraneka ragam bentuk mainan,
hiasan, benda fungsional, alat peraga, dan kreasi lainnya.90
Bermain origami dilakukan dengan cara mengubah lembaran
kertas berbentuk bujur sangkar, empat persegi, atau segi tiga
menurut arah atau pola lipatan tertentu secara bertahap sampai
dihasilkan suatu model atau bentuk lipatan yang diinginkan. Untuk
menghindari terjadinya kebosanan pada peserta didik, macam
bentuk lipatan yang akan diajarkan dapat disesuaikan dengan tema
yang sedang dikembangkan. Peserta didik akan merasa senang
tatkala hasil lipatannya dapat dijadikan mainan baginya. Banyaknya
jumlah lipatan untuk anak usia 5-6 tahun yaitu 1-7 lipatan, sesuai
dengan indikator hasil pengembangan dari tingkat pencapaian
perkembangan dalam Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009.
Kegiatan bermain origami ini dilakukan secara klasikal. Peneliti
membagikan kertas lipat kepada peserta didik.Selama kegiatan
melipat berlangsung kolaborator dan peneliti membimbing serta
memotivasi peserta didik dalam melipat kertas sehingga hasil lipatan
90 Sumanto.2005. Pengembangan Kreativitas Anak Usia Dini. Jakarta: Depdiknas:
99-100
89
dapat sesuai dengan yang diharapakan yaitu anak dapat melipat
kertas dengan cepat dan rapi. Setelah kegiatan melipat selesai,
peserta didik melengkapi hasil lipatan kertas dengan memberi hiasan
berupa coretan gambar mata, hidung, dan mulut. Kemudian hasil
lipatan kertas ditempel pada papan hasil karya. Selanjutnya peserta
didik dipersilahkan untuk memilih ragam main yang disediakan untuk
dikerjakan seperti bermain menyebutkan kata yang berawalan bo-,
menggambar dan menceritakan gambar binatang yang dibuat anak,
membuat bangunan kebun binatang dai balok-balok.
Dari sumber lain dijelaskan bahwa kemampuan motorik halus
adalah kemampuan yang berhubungan dengan keterampilan fisik
yang melibatkan otot kecil dan koordinasi mata-tangan. Saraf motorik
halus ini dapat dilatih dan dikembangkan melalui kegiatan dan
rangsangan yang kontinu secara rutin. Seperti, bermain puzzle,
menyusun balok, memasukan benda kedalam lubang sesuai
bentuknya, membuat garis, melipat kertas dan sebagainya
Perkembangan motorik halus anak Usia Dini di tekankan pada
gerakan motorik dalam hal ini berkaitan dengan kegiatan meletakkan
atau memegang suatu objek dengan menggunakan jari tangan. Pada
usia 4 tahun gerakan motorik halus Anak sangat berkembang
bahkan hampir sempurna. Pada usia 5 atau 6 tahun gerakan motorik
halus anak berkembang pesat. Pada masa ini anak telah mampu
mengkoordinasikan gerakan visual motorik, seperti menggkoordi-
nasikan gerakan mata dengan tangan, lengan. 82 Menurut Hurlock
pengendalian otot tangan, bahu dan pergelangan tangan meningkat
dengan cepat selama masa Kanak-kanak, dan pada umur 12 tahun
anak hampir mencapai tingkat kesempurnaan seperti orang dewasa.
Sebaliknya pengendalian otot jari tangan yang baik berkembang
lebih lambat.
90
Tabel .6
Pengembangan Kemampuan Motorik Halus
No Kemampuan yang Jenis Permainan
Kemampuan yang ingin
Motorik Halus - Meniru melipat
kertas sederhana (7 lipatan)
- Memuntjm: dengan berbagai media berdasarkan bentuk pola (lurus, lengkung, gelombang, ig-zag, lingkaran, segi empat, segi tiga).
- Membuat berbagai bentuk dengan menggunakan plastisin, playdouph/tanah hat, pasir.
- Melipat bentuk ikan
- Mengguntin
g bentuk ikan
- Membentuk
ikan dari plasusin
- Anak mampu melipat kertas bentuk ikan
- Anak mampu menggunting kertas bentuk ikan
- Anak mampu membentuk ikan dari plastisin
2. Kegiatan Bermain Origami dalam Mengembangkan Motorik
Halus Anak Usia Dini di Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo
Subjek dari penelitian ini adalah anak kelompok B4 dengan
jumlah 17 anak, terdiri atas 9 anak laki-laki dan 8 anak perempuan.
Penelitian ini dilaksanakan pada semester 1 Tahun Ajaran
2018/2019, dalam mengembangkan motorik halus anak usia dini di
Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo upaya yang dilakukan adalah
melalui kegiatan bermain origami. Hasil wawancara diketahui bahwa
masih terdapat banyak anak dengan tingkat keterampilan motorik
halus yang belum mencapai tingkat perkembangan anak yang
semestinya. Seperti dalam kegiatan menganyam kertas, meniru
menulis bentuk huruf, menggunting pola, bermain origami hasilnya
belum optimal.
91
Tabel.7
perkembangan Motorik Keterampilan Kasar dan
Keterampilan Halus
U
sia
Keterampilan Motorik
Kasar
Keterampilan Motorik
Halus
1
-2
T
ah
un
1. Merangkak.
2. Berdiri dan berjalan beberapa
langkah (usia 12 bulan).
3. Bedalan cepat (15 bulan)
4. Cepat duduk agar fidakjatuh
5. Merangkak di tangga
6. Berdiri di k-ursi tanpa
pegangan
7. Menarik dan mendorong
benda keras seperti rneja dan
kursi
8. Melempar bola
1. Mengambil benda kecil dengan
ibu jari dan telunjuk.
2. Mengambil benda kecil dalam
mangkuk
3. Membuka 2-3 halaman buku
secara bersamaan
4. Menvusun beberapa balok
menjadi menara
5. Menuang cairan dari satu wadah
ke wadah lain
6. Memakai kaus kaki. sepatu
sendiri dengan basil kurang
sempurna
7. Memutar tombol radio atau TV
8. Mengupas pisang dengan basil
kurang
2
-3
T
ah
un
1. Melompat di tempat
2. Berjalan mundur hingga 3
meter
3. Menendang bola dgn
mengayunkan kaki
4. Memanjat mebel dan berdiri di
atasnya
5. Langsung bangun tanpa
berpegangan ketika berbaring
6. Berjalan jinjit
7. Naik tangga dengan kaki
1. Melakukan kegiatan dengan
satu tangan seperti mencoret-
coret
2. Menggambar garis loins Berta
lingkaran tak bertaruran
3. Membuka gerendel pintu
4. Mengenggam pensil
5. Menggimfing dengan basil
kurang sempuma
6. Mengancingkankan baju dan
restleting
92
8. Lompat dart anak tangga
terakhir
9. Mengayuh sepeda
7. Membuka tutup topik
8. Memakai baju lengkap sendiri
3
-4
T
ah
un
1. Berdiri dengan tumit, tangan
di sampmg tanpa kelulangan
keseimbangan
2. melompat dengan satu kaki
3. Berdiri dengan satu kaki
selama 5 detik
4. Menggunakan balm dan siku
pada saat melempar bola
hingga 3 meter
5. Menangkap bola besar
1. Menggambar badan manusia
2. Menyendok cairan
3. Mencuci dan melap tangan
4. Makan dengan sendok garpu
5. Membawa wadah tanpa
menumpahkan isinya
6. Mengendarai sepeda
roda tiga
4
-5
T
ah
un
1. Menunmi tangga langkah
demi Langkah
2. Tetap seimbang ketika
beijalan mundur
3. Melompat selokan selebar 0,5
meter dengan satu kaki
4. Melempar bola melebihi 4
meter
5. Membuat belokan tajam
dengan
1. Menggunaka-n gunting dengan
baik meski belum lures
2. Memasukkan surat ke dalam
amplop
3. Membawa secangkir kopi
beberapa meter tanpa tumpah
4. Memasukkan benang ke dalam
janun
5. Mengoleskan selai di atas roti.52
93
6. Memanjat tangga di lapangan
bermain
Keterampilan motorik atau istilah pendidikan aspek psikomotor
adalah masa paling penting dan ideal karena pada masa ini anak
dengan senang hati mengulangulang suatu aktivitas hingga terampil,
anak bersifat pemberani artinya tidak takut sakit atau tidak malu
ketika diejek oleh temannya. Tubuh mereka masih lentur,
keterampilan yang dikuasai sedikit sehingga ketika belajar
keterampilan yang barn tidak mengganggu keterampilan yang sudah
ada. Pada usia empat tahun sudah dapat menggerak motorik secara
tepat karena sudah diatur oleh cortex dalam otak untuk
mengerakkan otot.
Lingkungan dapat mempengaruhi kematangan anak untuk
mempelajari sesuatu aktivitas. Anak yang berada di lingkungan yang
kurang dapat perhatian dari orang tuanya akan lebih cepat matang
dan menguasai keterampilan lebih cepat daripada anak yang berada
di lingkungan baik. Mereka sudah dapat mengikat tali sepatunya,
menulis huruf abjad, berialan, berlari, mewarnai, meronce, dll.
Mereka juga dapat menunjukkan keterampilan motorik yang baik
seperti memotong dengan gunting, menggunakan pensil warna untuk
mewarnai
Peneliti melakukan pengamatan terhadap tingkat keterampilan
motorik halus anak sebagai langkah awal sebelum diadakan
kegiatan bermain origami.
94
Gambar 6 Anak-anak bermain origami
Berdasarkan data yang sudah diperoleh pada pengamatan
dapat diketahui bahwa keterampilan motorik halus anak belum
berkembang dengan baik. Hal ini yang menjadi landasan peneliti
untuk meningkatkan keterampilan motorik halus anak kelompok B4
melalui kegiatan bermain origami.
Perencanaan kegiatan bermain origami dengan perencanaan
pelaksanaan pembelajaran yang disusun secara bersama dengan
guru kelas yang merangkap sebagai kolaborator, kemudian
dikonsultasikan untuk mendapat persetujuan dari kepala sekolah.
Adapun tahap perencanaan kegiatan bermain origami meliputi
kegiatan sebagai berikut:
a) Membuat Rencana Kegiatan Harian (RKH), sebagai acuan peneliti
dan kolaborator dalam melaksanakan penelitian. Media yang
digunakan dalam kegiatan bermain origami berupa kertas lipat
yang beraneka jenis dan warna.
b) Mempersiapkan instrument penelitian, instrument yang digunakan
berupa lembar observasi, dan lembar checklist.
c) Mempersiapkan media yang dibutuhkan untuk penelitian, berupa
kertas lipat, spidol, dan lem.
95
Sebelum dilaksanakan penelitian, peneliti dan kolaborator
mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk penelitian.
Media yang digunakan untuk Kegiatan bermain origami adalah
kertas origami berukuran sedang untuk anak. Kertas origami yang
dipakai oleh kolaborator dalam pembelajaran bermain origami
berukuran lebih besar dengan kertas yang dibagikan ke anak, ini
bertujuan agar dalam praktek bermain origami melipat kertas,
peserta didik dapat melihat lebih jelas tahapan-tahapan dalam
melipat.
Kegiatan awal pembelajaran dimulai dengan berdoa, kemudian
kolaborator melakukan apersepsi tentang tema pembelajaran hari
itu. Peserta didik dikondisikan untuk menyimak penjelasan
kolaborator. Sebelum masuk pada materi pembelajaran, anak diajak
menyanyi sesuai tema, menghafal surat pendek dan mengucap
salam.
Pada kegiatan inti, kolaborator menjelaskan ragam main hari
itu. Banyaknya jumlah ragam main disesuaikan dengan jumlah
murid. Dengan perhitungan banyaknya jumlah ragam main adalah
separuh dari jumlah peserta didik ditambah satu. Jumlah murid kelas
B4 sebanyak 17 anak, sehingga jumlah ragam main yang disediakan
sebanyak 9 ragam main. Kegiatan bermain origami membuat bentuk
ikan dijadikan kegiatan peralihan sebelum anak-anak dipersilahkan
untuk memilih ragam main yang lainnya. Anak diminta untuk
menyebutkan macam-macam binatang yang diketahui anak,
kolaborator menjelaskan kegiatan melipat yang akan dilakukan yaitu
bermain origami membuat bentuk ikan kemudian kolaborator
mendemonstrasikan cara bermain origami menjadi bentuk ikan.
96
Gambar 7. Anak memperlihatkan hasil dari kegiatan menggambar
Kegiatan bermain origami ini dilakukan secara klasikal. Selama
proses kegiatan pembelajaran berlangsung, peneliti dan kolaborator
membimbing dan memotivasi anak dalam mengikuti langkah-langkah
membuat lipatan bentuk ikan. Setelah selesai, anak dipersilahkan
untuk mengerjakan ragam main yang lainnya, seperti bermain tebak
suara bagaimana bunyi/suara binatang sapi, kucing, dan lain
sebagainya. Pemberian tugas meniru pola burung, pemberian tugas
membilang dengan papan pasak, menggambar bebas dari bentuk
dasar titik, membuat bentuk burung dari kertas karton, menggunting
pola gambar burung dan mewarnai gambar binatang. Pada kegiatan
akhir, kolaborator melakukan evaluasi, tanya jawab ragam main yang
sudah dilakukan, berdoa mau pulang, salam. Kegiatan yang terakhir
yaitu anak makan bersama.
Tindakan pada penelitian ini dilakukan melalui kegiatan
bermain origami yakni melipat kertas. Melipat kertas adalah suatu
bentuk karya seni/kerajinan tangan yang umumnya dibuat dari bahan
kertas, dengan tujuan untk meghasilkan beraneka ragam bentuk
maianan, hiasan, benda fungsional, alat peraga, dan kreasi lainnya.91
91
Sumanto, 2005: 99-100
97
Selama penelitian berlangsung, anak-anak antusias dalam
mengikuti kegiatan melipat kertas. Bagi anak usia Taman Kanak-
kanak kegiatan melipat kertas merupakan salah satu bentuk kegiatan
bermaian kreatif yang menarik dan menyenangkan. Melalui kegiatan
melipat kertas dapat mengembangkan kompetensi pikir, imajinasi,
dan rasa seni. Kegiatan melipat kertas juga dapat meningkatkankan
keterampilan motorik halus anak, seperti melatih gerak otot tangan
sehingga anak memiliki kemampuan untuk memegang pensil, meniru
membuat bentuk huruf atau angka, menggambar dan lain
sebagainya.
Sehubungan dengan adanya peningkatan kemampuan motorik
halus anak, maka peneliti melakukan pertemuan berikutnya.
Sebelum dimulai pembelajaran, peneliti mempersiapkan segala
sesuatu yang dibutuhkan untuk kegiatan bermain origami , seperti:
kertas lipat, papan hasil karya dan spidol yang dipergunakan untuk
memberi hiasan pada hasil lipatan. Anak dikondisikan untuk berbaris
di depan kelas duduk melingkar di lantai.
Kegiatan awal dimulai dengan berdoa, memberi salam, dan
mempresensi anak. Kolaborator membimbing anak menghafal surat
pendek, mempersilahkan anak untuk berbagi cerita dengan teman-
temannya dan dilanjutkan menerangkan materi pembelajaran yang
lainnya. Kolaborator menerangkan apersepsi tentang tema hari ini
yaitu Binatang. Anak menyanyi lagu “binatang ciptaan Allah”. Anak
diminta untuk menyebutkan macam-macam binatang. Kegiatan
selanjutnya yaitu kolaborator menjelaskan kegiatan bermain origami
yang akan diajarkan yaitu melipat kertas membuat bentuk kepala
kucing. Peneliti membagikan kertas lipat kepada peserta didik.
Selama kegiatan melipat berlangsung kolaborator dan peneliti
membimbing serta memotivasi anak dalam melipat.Kegiatan bermain
origami ini dilakukan secara klasikal. Setelah kegiatan melipat
selesai hasil lipatan dihiasi dengan cara memberi coretan berupa
98
gambar mata, hidung, dan mulut kemudian ditempel pada papan
hasil karya.
Kemudian anak dipersilahkan untuk memilih ragam main yang
sudah disediakan seperti bermain tebak bunyi suara binatang,
bermain umbul kata benda, mengelompokkan kata benda,
menggambar dan bercerita, membaca buku dongeng, eksperimen
membuat telur asin, dan ragam main yang lainnya.
Pada kegiatan akhir dilakukan evaluasi dan tanya jawab
tentang macam-macam binatang dan meyebutkan ragam main yang
sudah dikerjakan peserta didik. Dilanjutkan dengan persiapan
pulang, doa, salam penutup dan diakhiri dengan makan bersama.
Hasil evaluasi peneliti terhadap beberapa kali pertemua
dilakukanlah pertemuan terakhir. Sebelum dimulai pembelajaran,
peneliti mempersiapkan segala sesuatu yang digunakan untuk
kegiatan bermain origami seperti: kertas lipat, papan hasil karya dan
spidol yang dipergunakan untuk memberi hiasan pada hasil lipatan.
Gambar 8. Anak Bermain Origami
99
Awal pembelajaran kolaborator dan peneliti mengajak anak
untuk berbaris di depan kelas kemudian masuk kelas. Anak
dikondisikan untuk duduk melingkar di karpet kelas. Kolaborator
menanyakan kabar anak, mempresensi kemudian mengucap salam.
Anak diajak untuk latihan sholat subuh, menghafal doa dan surat-
surat pendek. Anak dipersilahkan untuk istirahat selam 5 menit untuk
ke toilet dan minum, kemudian masuk kelas kembali diilanjutkan
menerangkan materi pagi.
Kegiatan inti dimulai dengan apersepsi menerangkan tema
pada hari itu yaitu Tema Binatang, kemudian ank diajak untuk
menyanyi lagu“Kebun Binatang” anak diminta untuk menyebutkan
macam-macam binatang. Kemudian guru menerangkan kegiatan
bermain origami yang akan dilakukan yaitu melipat kertas membuat
bentuk kura-kura.
Kegiatan bermain origami ini dilakukan secara klasikal. Peneliti
membagikan kertas lipat kepada peserta didik.Selama kegiatan
melipat berlangsung kolaborator dan peneliti membimbing serta
memotivasi peserta didik dalam bermain origami sehingga hasil
lipatan dapat sesuai dengan yang diharapakan yaitu anak dapat
melipat kertas dengan cepat dan rapi. Setelah kegiatan melipat
selesai, peserta didik melengkapi hasil lipatan kertas dengan
memberi hiasan berupa coretan gambar mata, hidung, dan mulut.
Kemudian hasil lipatan kertas ditempel pada papan hasil karya.
Selanjutnya peserta didik dipersilahkan untuk memilih ragam main
yang disediakan untuk dikerjakan seperti bermain menyebutkan kata
yang berawalan bo-, menggambar dan menceritakan gambar
binatang yang dibuat anak, membuat bangunan kebun binatang dai
balok-balok.
Banyaknya jumlah ragam main di Sentra Balok berbeda
dengan Sentra lain, dikarenakam pada Sentra Balok ragam main
yang disajikan tidak menggunakan rumus sentra, kegiatan yang yang
difokuskan adalah kegiatan dalam membangun balok yang
100
membutuhkan waktu cukup lama. Kegiatan akhir dilakukan evaluasi,
tanya jawab seputar ragam main yang sudah disediakan,
megingatkan kegiatan hari esok, pesan-pesan, doa, dan salam
penutup. Kegiatan yang terakhir yaitu makan bersama.
Hasil observasi Pertemuan pertama memperoleh data berupa
angka persentase keterampilan motorik halus melalui kegiatan
bermain origami. Hasil observasi pertemuan pertama dengan
menggunakan instrumen lembar observasi menyebutkan bahwa
keterampilan motorik halus anak kelompok B4 yaitu anak yang
terampil sebanyak 11.8% dari 17 anak, cukup terampil sebanyak
47% dari 17 anak, belum terampil sebanyak 41.2% dari 17 anak.
Kondisi ini menunjukkan bahwa anak-anak kurang memahami
tentang kegiatan bermain origami. Untuk itu perlu dilatih sesering
mungkin supaya anak terbiasa melipat kertas dengan rapi dan baik.
Meskipun kegiatan melipat kertas kurang disenangi anak-anak kita
tetap memberikan yang terbaik untuk mereka agar dalam melipat
kertas tidak salah memberikan bentuk lipatan yang anak sukai
ataupun belum pernah melipatnya. Untuk mendapatkan hasil yang
menarik dan baik anak-anak harus berlatih.
Guru dalam mengajarkan melipat, hendaknya mengikuti
petunjuk-petunjuk yang ada. Adapun petunjuk mengajarkan melipat
kertas menurut Sumanto adalah sebagai berikut:
1) Guru dalam memberikan peragaan langkah-langkah melipat pada
anak TK supaya menggunakan peraga yang ukurannya cukup
besar (lebih besar) dari kertas lipat yang digunakan oleh siswa.
Selain itu lengkapi peragaan tersebut dengan gambar langkah-
langkah meliputi yang ditempelkan di papan tulis dan contoh hasil
melipat yang sudah jadi dengan baik.
2) Setiap tahapan melipat yang sudah dibuat oleh siswa hendaknya
diberikan penguatan oleh guru misalnya “rapikan lipatan”,
haluskan/setrika lipatan yang sudah dibuat dan sebagainya.
101
3) Bila siswa sudah selesai membuat satu model/bentuk lipatan
dapat diberikan kesempatan untuk mengulangi melipat lagi agar
setiap anak memiliki keterampilan sendiri membuat lipatan tanpa
bantuan bimbingan dari guru.
Metode pembelajaran yang dipakai peneliti yaitu metode
demonstrasi. Metode pembelajaran adalah cara yang dilakukan guru
untuk membelajarkan anak agar mencapai kompetensi yang
ditetapkan. Metode demonstrasi dilakukan dengan cara
mempertunjukkan atau memperagakan suatu cara atau suatu
keterampilan. Tujuannya agar anak memahami dan dapat
melakukannya dengan benar, misalnya, mengupas buah, memotong
rumput, menahan bunga, mencampur warna, menipu balon
kemudian melepaskannya, menggosok gigi, mencuci tangan, dan
lain-lain.
Hasil observasi Pertemuan kedua diperoleh data berupa angka
persentase keterampilan motorik halus melalui kegiatan bermain
origami. Hasil observasi pada pertemuan kedua dengan
menggunakan instrumen lembar observasi menyebutkan bahwa
keterampilan motorik halus anak kelompok B4 yaitu anak yang
terampil sebanyak 17.6% dari 17 anak, cukup terampil sebanyak
47.1% dari 17 anak, belum terampil sebanyak 35.1% dari 17 anak.
Hasil observasi Pertemuan terakhir yakni pertemua ketiga diperoleh
data berupa angka persentase keterampilan motorik halus melalui
kegiatan bermain origami.Hasil observasi pada pertemuan 3 dengan
menggunakan instrumen lembar observasi menyebutkan bahwa
keterampilan motorik halus anak kelompok B4 yaitu anak yang
terampil sebanyak 41.2% dari 17 anak, cukup terampil sebanyak
23.5% dari 17 anak, belum terampil sebanyak 35.3% dari 17 anak.
Hasil observasi kerampilan motorik halus pada Kegiatan I dari
pertemuan kesatu, kedua dan ketiga disetiap pertemuannya
mengalami peningkatan hasil persentase. Perolehan rata-rata
persentase anak yang terampil pada Kegiatan I yaitu sebesar 23.5%
102
dari 17 anak yang diteliti. Perolehanpersentase tersebut belum dapat
dikatakan berhasil karena hasil belum mencapai pada angka
persentase keberhasilan yaitu sebanyak 75% dari 17 anak mampu
bermain origami dengan terampil.Untuk itu peneliti perlu melakukan
penelitian kembali pada kegiatan lanjutan.
Tindakan penelitian pada Kegiatan I masih perlu perbaikan,
diharapkan pada kegiatan 2 dapat lebih baik dalam meningkatkan
keterampilan motorik halus anak Kelompok B4. Perlu adanya
rencana langkah-langkah perbaikan yang akan digunakan pada
kegiatan 2. Langkah-langkah perbaikan tersebut diantaranya:
1) Kolaborator menggunakan meja khusus untuk kegiatan
bermain origami yaitu meja lipat yang ukurannya lebih tinggi
dibanding dengan meja kegiatan anak, sehingga anak akan
mudah untuk melihat arahan dari kolaborator saat
membimbing bermain origami.
2) Jenis kertas kado tidak dipakai lagi, kegiatan bermain
origami hanya menggunakan jenis kertas lipat yang umum
dipakai dan yang mempunyai dua sisi warna yang sama dan
mempunyai dua sisi warna berbeda.
3) Guru menyiapkan papan karya untuk menempel hasil lipatan
anak.
Keterampilan motorik halus pada Kelompok B4 di Raudhatul
Athfal Al-Akhyar Bungo melalui kegiatan bermain origami yang
dibentuk menjadi berbagai variasi bentuk lipatan, dalam setiap
pertemuan mengalami peningkatan. Hipotesis tindakan pada
Kegiatan Iini yaitu melalui kegiatan bermain origami dapat
meningkatkan keterampilan motorik halus pada kelompok B4 di
Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo. Pada Kegiatan I perolehan
persentase keterampilan motorik halus belummencapai target,
makapenelitian perlu dilakukankembali pada Kegiatan II. Pada
Kegiatan II, setelah selesai melipat anak diberi kesempatan untuk
mengulang kembali bermain origami tanpa adanya arahan urutan
103
lipatan dari guru. Hipotesis tindakan pada Kegiatan II yaitu melalui
kegiatan bermain origami dan memberikan kesempatan anak untuk
mengulang kembali melipat kertas tanpa bimbingan urutan lipatan
dari guru akan meningkatkan keterampilan motorik halus anak
Kelompok B4 di Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo.
Anak-anak sangat menyukai hal-hal yang menarik,
menyenangkan dan hal-hal yang baru. Dalam hal meningkatkan
motorik halus anak melalui melipat kertas. Dengan mengerjakan
secara bersama-sama anak pasti akan bercakap-cakap dengan
teman yang lain sehingga meningkatkan keterampilan motorik halus
anak. Dalam meningkatkan keterampilan melalui origami , anak aktif
dalam melalukan kegiatan, bertanya dan bercakap-cakap dan secara
tidak sadar meningkatkan keterampilan motorik halus anak dalam
dirinya agar mampu berkembang. Elizabet B. Hurlock menyatakan
bahwa kesempatan motorik halus anak dapat ditingkatkan dengan
salah satu kegiatan, misalnya melipat kertas satu sampai enam.
Meningkatkan ketrampilan motorik halus dipengaruhi juga oleh
kondisi lingkungan disekitar yang memberikan kesempatan baginya
untuk meningkatkan keterampilan yang dimilikinya.
Hasil pengamatan dan wawancara peneliti, sebagian besar
Peserta didik merasa senang, gembira, tidak bosen mengikuti
pembelajaran dengan menggunakan “permainan melipat kertas (
origami )” selain itu juga pada saat melakukan permainan melipat
kertas, mereka merasa senang dengan kegiatan tersebut. Hal ini
menginformasikan bahwa dengan kegiatan tersebut, anak-anak
menghayati permainan yang mereka mainkan, artinya kegiatan itu
memberikan “kesan” yang baik dan bermakna dalam kehidupan
anak, sehingga anak akan merasa sulit untuk melupakannya, dan
pada akhirnya terinternalisasi dalam diri anak dalam kehidupan
sehari- hari.
Dalam penelitian, guru memberikan kegiatan bermain origami
dalam meningkatkan keterampilan yang dimiliki anak sejak usia dini
104
agar dapat berkembang. Dalam kegiatan melipat ini anak diberikan
arahan dan petunjuk melipat yang benar, agar anak mengerti bagai
mana lipatan yang benar seperti apa. Dalam pembelajaran guru juga
memberikan pengalaman kepada anak seperti memberikan contoh
lipatan yang baik dan benar. Banyak anak yang sudah mampu
meningkatkan keterampilan motorik halus dalam dirinya. Imajinasi
anak berkembang ketika anak diberikan kebebasan untuk
menciptakan sesuatu yang berbeda dari yang lainnya. Keterampilan
tersebut dituangkan melalui kegiatan melipat kertas yang
mengasyikkan untuk anak, guru dapat mengembangkan kegiatan
belajar melipat untuk anak, agar meningkatkan keterampilan anak
supaya anak merasa senang dan nyaman saat melakukan kegiatan
sehingga potensi anak dapat berkembang sesuai tahapannya.
Keterampilan merupakan sesuatu proses, bukan hasil. Keterampilan
merupakan hasil belajar yang terus menerus, yang memerlukan
bimbingan terus menerus tanpa henti hentinya dan tanpa bosan.
c. Kegiatan Bermain Origami Lanjutan
Berpijak pada refleksi Kegiatan I, peneliti memperbaiki
rencana pembelajaran yang akan dilakukan, diharapkan pada
Kegiatan II dapat lebih baik dalam meningkatkan keterampilan
motorik halus anak Kelompok B4. Perlu adanya rencana langkah-
langkah perbaikan yang akan digunakan pada kegiatan lanjutan.
Langkah-langkah perbaikan tersebut diantaranya:
1) Kolaborator menggunakan meja khusus untuk kegiatan bermain
origami yaitu meja lipat yang ukurannya lebih tinggi dibanding
dengan meja kegiatan anak, sehingga anak akan mudah untuk
melihat arahan dari kolaborator saat membimbing bermain
origami.
2) Jenis kertas kado tidak dipakai lagi, kegiatan bermain origami
hanya menggunakan jenis kertas lipat yang umum dipakai dan
yang mempunyai dua sisi warna yang sama dan mempunyai
dua sisi warna berbeda.
105
3) Guru menyiapkan papan karya untuk menempel hasil lipatan
anak.
Perencanaan tindakan lanjutan dalam membuat
perencanaan pelaksanaan pembelajaran yang disusun bersama
dengan guru kelas yang merangkap sebagai kolaborator,
kemudian dikonsultasikan untuk mendapat persetujuan dari
kepala sekolah. Tahapan perencanaan pada Kegiatan II ini antara
lain:
1) Membuat Rencana Kegiatan Harian (RKH), sebagai acuan
peneliti dan kolaborator dalam melaksanakan penlitian. Media
yang digunakan dalam kegiatan bermain origami berupa kertas
lipat yang beraneka warna.
2) Mempersiapkan instrumen penelitian. Instrumen yang
digunakan berupa lembar observasi.
3) Mempersiapkan media yang diperlukan untuk penelitian. Media
yang disiapkan berupa kertas lipat, meja lipat, lem, dan spidol.
Pertemuan I dilaksanakan pada hari Kamis, 4 Oktober 2018
di Sentra Musik dan Budaya. Sebelum dilaksanakan penelitian,
peneliti dan kolaborator mempersiapkan segala sesuatu yang
dibutuhkan untuk penelitian. Media dan alat yang digunakan untuk
kegiatan bermain origami adalah kertas lipat berukuran sedang
untuk anak. Kertas lipat yang dipakai peneliti berukuran lebih
besar, ini bertujuan agar dalam praktek bermain origami peserta
didik akan melihat lebih jelas tahapan-tahapan dalam melipat.
Kegiatan awal pembelajaran dimulai dengan berdoa. Kolaborator
kemudian melakukan apersepsi tentang tema yang akan
disampaikan. Peserta didik dikondisikan untuk menyimak
penjelasan kolaborator
106
Gambar 9.
Anak Bermain Origami
Sebelum masuk pada materi pembelajaran, peserta didik
diajak menyanyi, dilanjutkan pemberian materi pagi seperti
senam, latihan manasik haji, masuk kelas menghafal surat Al-
kafirun, dan kegiatan pembelajaan yang lainnya.
Pada kegiatan inti, kolaborator menjelaskan ragam main
yang disajikan pada hari itu. Kegiatan bermain origami bentuk
belalang dijadikan kegiatan peralihan sebelum anak-anak
dipersilahkan untuk memilih ragam main yang lainnya. Selama
kegiatan pembelajaran bermain origami berlangsung, peneliti dan
kolaborator membimbing dan memotivasi anak dalam mengikuti
cara melipat kertas membuat bentuk belalang. Setelah kertas lipat
selesai dibentuk menjadi bentuk belalang, peserta didik
dipersilahkan untuk memberi hiasan pada hasil lipatan. Seperti
memberi coretan gambar mata dan kaki dengan menggunakan
spidol yang telah disediakan. Kemudian anak dipersilahkan untuk
mengerjakan ragam main yang lainnya. Pada kegiatan akhir,
kolaborator melakukan evaluasi dan tanya jawab tentang ragam
107
main yang sudah dikerjakan peserta didik. Kegiatan yang terakhir
yaitu makan bersama.
Pertemuan II dilaksanakan pada hari Rabu, 9 Oktober 2018
pukul 07.30-10.00 WIB di Sentra Iman dan Taqwa. Sebelum
dimulai pembelajaran, peneliti mempersiapkan segala sesuatu
yang dibutuhkan untuk kegiatan bermain origami.
Peserta didik diajak untuk berbaris di depan kelas, masuk
kelas duduk melingkar di karpet. Kegiatan awal dimulai dengan
berdoa, mengucap salam, dan mempresensi anak. Dilanjutkan
dengan memeberikan materi pagi yang diakhiri dengan praktek
menendang bola ke depan ke belakang. Kolaborator
menerangkan apersepsi tentang tema hari itu yaitu
Binatang.Kegiatan awal diisi dengan menyanyi lagu “pitik cilik”.
Anak diminta untuk menyebutkan macam-macam binatang,
menerangkan kegiatan bermain origami yang akan dilakukan yaitu
bermain origami membuat bentuk kepik. Peneliti membagikan
kertas lipat kepada peserta didik, sedang kolaborator
mempersiapkan diri untuk memulai mengajarkan bermain origami.
Selama kegiatan melipat berlangsung kolaborator dan peneliti
membimbing serta memotivasi peserta didik dalam bermain
origami.
108
Gambar 10. Anak berlatih melipat kertas
Kegiatan bermain origami ini dilakukan secara klasikal.
Setelah pembelajaran kegiatan melipat selesai, hasil lipatan kertas
peserta didik dihiasi dengan cara memberi coretan berupa gambar
mata, hidung, dan mulut sehingga lipatan kertas bentuk kepik
terlihat lebih bagus. Kemudian hasil lipatan kertas di tempel pada
papan hasil karya.Kolaborator selanjutnya mempersilahkan
peserta didik untuk mengerjakan ragam main yang lain seperti
menggambar dan bercerita, pemeberian tugas menghubungkan
gambar ayam dengan kartu kata ayam, membaca buku cerita
bergambar dan lain sebagainya.Pada kegiatan akhir, kolaborator
melakukan evaluasi dan tanya jawab tentang ragam main yang
sudah dikerjakan peserta didik. Kegiatan yang terakhir yaitu
makan bersama.
Pertemuan III dilaksanakan pada hari Kamis, 10 Oktober
2018, pukul 07.30-10 WIB di Sentra Persiapan. Sebelum dimulai
kegiatan pembelajaran, peneliti mempersiapkan segala sesuatu
yang dibutuhkan untuk kegiatan melipat, seperti kertas lipat, meja
109
lipat, papan hasil karya dan spidol dipergunakan untuk memberi
hiasan pada hasil lipatan.
Kolaborator mengawali kegiatan pembelajaran pada hari itu
dengan mengajak peserta didik untuk berbaris di depan kelas dan
masuk kelas. Anak dikondisikan untuk duduk melingkar di karpet.
Kolaborator menanyakan kabar peserta didik, mempresensi
kemudian mengucap salam. Dilanjutkan pemberian materi pagi
yang diakhiri dengan praktek melambungkan bola
besar.Kemudian anak dipersilahkan untuk istirahat selama 5 menit
untuk ke toilet dan minum.
Kegiatan inti dimulai dengan apersepsi tentang tema pada
hari tersebut yaitu Binatang. Peserta didik diajak untuk menyanyi
lagu “pitik cilik”. Peserta didik mengikuti jalannya pembelajaran
dengan aktif.Kolaborator melakukan percakapan dengan peserta
didik tentang macam-macam binatang. Selanjutnya kolaborator
menjelaskan kegiatan bermain origami yang akan dilakukan yaitu
melipat kertas membuat bentuk penguin.
Peneliti membagikan kertas lipat untuk anak-anak,
selanjutnya kolaborator dan peneliti membimbing serta
memotivasi peserta didik selama kegiatan bermain origami
berlangsung. Kegiatan bermain origami ini dilakukan secara
klasikal. Setelah kegiatan bermain origami selesai, hasil lipatan
peserta didik dihiasi dengan cara memberi coretan berupa gambar
mata, hidung, dan mulut kemudian ditempel pada papan hasil
karya. Selanjutnya peserta didik dipersilahkan untuk memilih
ragam main lainnya untuk dikerjakan.
Kegiatan akhir kolaborator melakukan evaluasi terhadap
kegiatan pembelajaran yang sudah dilakukan. Melakukan tanya
jawab seputar ragam main yang sudah dikerjakan peserta didik.
Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengungkapkan atau menceritakan ragam main yang paling
110
disukai anak, memberikan pesan-pesan, mengucap doa pulang
dan salam penutup.
Gambar 11. Anak Bermain Origami
Hasil observasi pada Pertemuan II diperoleh data berupa
. Hasil Pertemuan IIIdengan menggunakan instrumen lembar
observasi menyebutkan bahwa keterampilan motorik halus anak
kelompok B4 mendapatkan perolehan data yaitu anak yang
terampil sebanyak 94.1% dari 17 anak, cukup terampil sebanyak
5.9% dari 17 anak.
3. Faktor Penghambat dan Pendukung Kegiatan Bermain Origami
dalam Mengembangkan Motorik Halus Anak Usia Dini di
Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo
Belajar merupakan suatu proses dan interaksi yang dilakukan
untuk memperoleh perubahan tingkah laku pada diri manusia yang
baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya dalam
bermasyarakat atau lingkungan. Dalam menciptakan proses belajar
mengajar yang menyenangkan di Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo,
tenaga pendidik ditekankan untuk kreatif dengan menggunakan
berbagai macam metode dan media pembelajaran yang bervariasi,
dengan demikian guru dapat menentukan arah dan tujuan yang
hendak dicapai dalam pembelajaran, serta diharapkan akan
111
mempunyai keterampilan untuk mengelola pembelajaran dikelas
dengan lebih efektif.
Dari hasil wawancara dengan guru Raudhatul Athfal Al-Akhyar
Bungo, sebelum guru menentukan metode pembelajaran yang akan
digunakan, terlebih dahulu guru mempersiapkan program/
perencanaan dalam mengajar, diantarannya yaitu mempersiapkan
program tahunan/ semester, yang gunanya sebagai pedoman
penyelenggaraan selama satu tahun/ semester, dan sebagai bahan
dalam mengadakan supervisi dan evaluasi, mempersiapkan program
Rencana Kegiatan Mingguan (RKM), dan Rencana Kegiatan Harian
(RKH).
Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa
berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak Usia Dini adalah yang
sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai
optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik
maupun psikis yang meliputi perkembangan intelektual bahasa,
motorik dan sosio interpersonal, optimalisasi tumbuh kembang Anak
Usia Dini, pembiasaan, keteladanan, dan pembelajaran.
Pada dasarnya Bermain adalah dunia anak. demikian
ungkapan yang sering kita dengar dari para pakar pendidikan anak.
Ungkapan tersebut benar adanya, karena anak-anak pada Usia Dini
memahami dunia sekitarnya secara alami melalui bermain peran.
Bagi anak bermain peran bukan hanya sekedar kesenangan,
melainkan juga merupakan untuk mendapatkan pengetahuan,
pembentukan watak dan sosialisasi, secara spesifik adalah
mengembangkan kecerdasan interpersonal anak yang telah dimiliki
semenjak anak tersebut lahir.
Hasil pengamatan dan wawancara peneliti, sebagian besar
Peserta didik merasa senang, gembira, tidak bosen mengikuti
pembelajaran dengan menggunakan “permainan melipat kertas
(origami)” selain itu juga pada saat melakukan permainan bermain
origami, mereka merasa senang dengan kegiatan tersebut. Hal ini
112
menginformasikan bahwa dengan kegiatan tersebut, anak-anak
menghayati permainan yang mereka mainkan, artinya kegiatan itu
memberikan “kesan” yang baik dan bermakna dalam kehidupan
anak, sehingga anak akan merasa sulit untuk melupakannya, dan
pada akhirnya terinternalisasi dalam diri anak dalam kehidupan
sehari- hari.
Apa yang dikemukakan diatas, maka akan membawa implikasi
pada proses dan hasil pembelajaran di lingkungan anak Raudhatul
Athfal Al-Akhyar Bungo, para guru perlu melakukan pembelajaran
yang dapat mengembangkan kemampuan motorik halus Anak.
C. Analisis Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui kegiatan bermain origami. Melipat
kertas adalah suatu bentuk karya seni/kerajinan tangan yang umumnya
dibuat dari bahan kertas, dengan tujuan untk meghasilkan beraneka
ragam bentuk maianan, hiasan, benda fungsional, alat peraga, dan
kreasi lainnya (Sumanto, 2005: 99-100).Selama penelitian berlangsung,
anak-anak antusias dalam mengikuti kegiatan bermain origami. Bagi
anak usia Taman Kanak-kanak kegiatan bermain origami merupakan
salah satu bentuk kegiatan bermaian kreatif yang menarik dan
menyenangkan. Melalui kegiatan bermain origami dapat
mengembangkan kompetensi pikir, imajinasi, dan rasa seni.Kegiatan
bermain origami juga dapat meningkatkankan keterampilan motorik
halus anak, seperti melatih gerak otot tangan sehingga anak memiliki
kemampuan untuk memegang pensil, meniru membuat bentuk huruf
atau angka, menggambar dan lain sebagainya.
Keterampilan motorik halus Kelompok B4 mengalami peningkatan
karena diberikan stimulus berupa kegiatan bermain origami dimana
anak langsung mempraktekkan melipat kertas menjadi bentuk benda.
Peserta didik akan cepat mengalami peningkatan kemampuannya jika
dalam proses pembelajaran anak terlibat secara langsung dalam
113
kegiatan pembelajaran. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan
Metode Experiential Learning.
Experiential Learning adalah metode proses belajar mengajar
yang mengaktifkan pembelajar guna membangun pengetahuan dan
keterampilan serta nilai-nilai juga sikap melalui pengalamannya secara
langsung.92 Dalam hal ini, metode Experiential Learning menggunakan
pengalaman sebagai katalisator untuk menolong pembelajar
mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses
pembelajar mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam
proses pembelajaran.
Berdasarkan penjelasan di atas menegaskan bahwa kegiatan
bermain origami dapat meningkatkan ketrampilan motorik halus anak
jika pembelajar atau peserta didik terlibat secara langsung dalam
pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan
keterampilan motorik halus anak melalui kegiatan bermain origami.
Menurut teori behavioristik, 93 belajar adalah perubahan tingkah laku
sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon.
Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami
siswa dalam hal kemampuanny untuk bertingkah laku dengan cara
yang baru sebagai hasil interaksi dan respon. Terkait dengan teori
behavioristik yang mengedepankan adanya stimulus dan respon maka,
dalam penelitian ini stimulu yang diberikan berupa kegiatan bermain
origami dan respon yang muncul yaitu keterampilan motorik halus pada
kelompok B4 mengalami perkembangan.
Kegiatan bermain origami terbukti mampu meningkatkan
keterampilan motorik halus pada kelompok B4 di Raudhatul Athfal Al-
Akhyar Bungo. Hal ini dibuktikan dengan adanya data yang diperoleh
selama penelitian yang mengalami peningkatan pada setiap
pertemuan. Salah satu faktor yang menyebabkan penelitian ini berhasil
mencapai indikator keberhasilan yaitu karena kolaborator menerapkan
92
Heny Pratiwi, 2009 93
Asri Budiningsih, 2004: 20
114
langkah kerja melipat dalam kegiatan pembelajaran bermain origami.
Berikut langkah kerja melipat menurut:94
a. Tahap persiapan, dimulai dengan menentukan bentuk, ukuran, dan
warna kertas yang digunakan untuk kegiatan melipat. Juga
dipersiapkan bahan pembantu dan alat yang diperlukan sesuai
model yang akan dibuat.
b. Tahap pelaksanaan, yaitu membuat lipatan tahap demi tahap sesuai
gambar pola (gambar kerja) dengan rapi menurut batas setiap
tahapan lipatan sampai selesai.
c. Tahap penyelesaian, yaitu melengkapi bagian-bagian tertentu pada
hasil lipatan.
Setelah dilakukan pembelajaran dengan mengikuti lagkah-langkah
pembelajaran yang dipaparkan oleh Sumanto (2005: 102), keterampilan
motorik halus anak Kelompok B4 mengalami peningkatan. Begitu pula
berdasarkan teori behavioristik dalam penelitian ini bahwa pemberian
stimulus berupa kegiatan meliapat kertas maka respon yang muncul
yaitu meningkatnya keterampilan motoik halus pada anak Kelompok B4
di Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo.
Stimulasi motorik halus adalah kemampuan yang berhubungan
dengan keterampilan fisik yang melibatkan otot kecil dan koordinasi
mata-tangan. Saraf motorik halus ini dapat dilatih dan dikembangkan
melalui kegiatan dan rangsangan yang kontinyu secara rutin.
Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang sangat
penting dalam perkembangan individu secara keseluruhan.
Kegunaan/Peningkatan Motorik Halus Anak Melalui Kegiatan
Bermainnnya. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya
pembinaan yang ditunjukkan kepada anak sejak lahir dan sampai
dengan usia enam tahun, yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani. Perkembangan motorik adalah
perkembangan dari unsur pengembangan dan pengendalian gerak
94
Sumanto, 2005: 102
115
tubuh. Perkembangan motorik berkembang dengan kematangan syaraf
dengan otot. Dalam standar kompetensi kurikulum Raudhatul Athfal
atau TK tercantum bahwa tujuan pendidikan di Raudhatul Athfal adalah
membantu mengembangkan berbagai potensi anak baik psikis dan fisik
yang meliputi moral dan nilai-nilai agama, sosial emosional, kognitif,
bahasa, fisik/motorik, kemandirian dan seni untuk memasuki pendidikan
selanjutnya. Memperkenalkan dan melatih gerakan motorik halus anak,
meningkatkan kemampuan mengelola, mengontrol gerakan tubuh dan
koordinasi, serta meningkatkan keterampilan tubuh dengan cara hidup
sehat sehingga dapat menunjang pertumbuhan jasmani yang kuat,
sehat dan terampil.
Anak usia dini umur 1-6 tahun merupakan Golden Age (Masa
keemasan) dalam proses tumbuh dan kembangnya anak. Oleh karena
itu peneliti berinisiatif untuk meningkatkan kecerdasan anak melalui
stimulasi motorik halus. Kegiatan tersebut berupa pengembangan
keterampilan anak seperti melipat kertas origami sehingga menjadi
beberapa bentuk, menggambar dan mewarnai.
Kreativitas merupakan aspek yang penting bagi setiap anak tidak
terkecuali bagi anak usia Raudhatul Athfal. Tinggi rendahnya kreativitas
yang dimiliki anak baik disekolah maupun dirumah akan dapat
berpengaruh terhadap prestasi belajarnya, kreativitas yang dimiliki anak
masih harus dikembangkan lagi dan difasilitasi dengan berbagai sarana
dan prasarana. Yang terjadi di Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo
terdapat anak-anak yang belum mampu mengembangkan kreativitas
dikarenakan kurangnya perhatian guru terhadap kreativias yang dimiliki
anak serta kegiatan pembelajara yang kurang variatif dan suasana
ruang kelas yang kurang menarik sehingga anak mudah bosan.
Sehingga peneliti melakukan berupaya untuk menumbuhkan
kreativitas anak sejak dini dan suasana belajar yang menarik pada
siswa Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo dengan seni bermain origami
(melipat kertas).
116
Bermain origami adalah teknik berkarya seni/ kerajinan tangan
yang umumnya dibuat dari bahan kertas, dengan tujuan untuk
menghasilkan aneka bentuk hewan, bunga, hiasan dan kreasi
lainnya. Pada anak usia TK melipat merupkan salah satu bentuk
kegiatan bermain kreatif yang menarik dan menyenangkan. Melalui
kegiatan ini dapat mengembangkan kompetensi daya pikir, imajninasi,
rasa seni dan keterampilan anak. Seni melipat kertas dari Jepang ini
banyak manfaatnya untuk anak-anak. Manfaat yang dapat diperoleh
dari kreasi origami adalah melatih motorik halus pada anak sekaligus
sebagai sarana bermain yang aman, murah dan menyenangkan
dan juga lewat origami anak diajarkan untuk menciptakan suatu karya
sehingga menumbuhkan kebanggaan dan kepuasan tersendiri pada
anak. Origami dapat menjadi media pembelajaran yang menyenangkan
bagi anak dan juga hasil dari karya origami ini dapat dijadikan hiasan
untuk memperindah ruang kelas
Pada kegiatan bermain origami ini peneliti membimbig siswa
Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo untuk membuat bermacam bentuk
hewan yaitu ikan, penguin, anjing, rubah, dan kucing. Kemudian siswa
dapat berkreasi dengan menambahkan hiasan mata maupun hidung
pada kertas origami yang sudah dilipat oleh siswa. Kemudian hasil
kreasi siswa ini didigantung di sisi ruang kelas sebagai hasil dari karya
siswa dan juga membuat kelas agar lebih hidup. Maka dari itu origami
ini dapat djadikan pertimbangan dan alternative bagi guru untuk
meningkatkan kreativitas anak sejak dini, sehingga dapat memberikan
suatu proses kegiatan bermain menyenangkan, aktif, kreatif dan
bermakna bagi anak. Sehingga anak tidak pasif saat proses
pembelajaran dan proses pembelajaran juga tidak terlalu monoton.
117
Table 7
Instrumen Observasi Penelitian Pengembangan Kemampuan
Motorik Halus Anak Melalui Permainan Melipat Kertas ( Origami )
di Raudhatul Athfal Kedaton Bandar Lampung
N
o
Kemampuan
yang di kembangkan
Jenis
Permainan
Kemampuan
yang ingin di capai
1
.
2
.
3
.
4
.
5
.
Meniru melipat
kertas sederhana ( 7
lipatan ) Meniru melipat
bentuk kodok
Meniru melipat
bentuk burung
Meniru melipat
bentuk Kepala Kucing
Meniru melipat
bentuk pinguin
Melipat
bentuk ikan
Melipat
bentuk kodok
Melipat
bentuk burung
Melipat
bentuk kepala
Kucing
Melipat
bentuk penguin
Anak mampu
melipat kertas bentuk
Ikan Anak mampu
melipat kertas bentuk
Kodak Anak mampu
melipat kertas bentuk
Burung
Anak mampu
melipat kertas bentuk
kepala Kucing
Anak mampu
melipat kertas bentuk
pinguin
Keterangan :
Melatih motorik halus dengan permainan melipat bentuk ikan
menggunakan kertas origami yang disediakan atau dibuat sendiri, guru
memeragakan cara melipat kertas bentuk ikan dan meminta kepada
anak untuk mengikutinya.
1. Menggunting kertas bentuk ikan berdasarkan bentuk pola dan
lengkungannya, kemudian meminta anak untuk melakukannya.
118
2. Membuat bentuk ikan dengan menggunakan plastisin dan
meminta anak untuk melakukannya.
119
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan motorik
halus pada kelompok B4 di Raudhatul Athfal Al-Akhyar Bungo melalui
kegiatan dilaksanakan dengan menggunakan peraga yang ukurannya
cukup besar, dilengkapi gambar langkah-langkah pembelajaran dan
dalam mengajarkan melipat kertas dilakukan secara bertahap. Peserta
Berdasarkan hasil obsevasi dan penganalisaan pada pembahasan
sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa permainan melipat kertas (
origami ) dalam pengembangan kemampuan motorik halus anak yang
diterapkan guru telah berhasil. hal tersebut ditandai dengan kemampuan
Motorik Halus Anak Usia Dini Kelompok B4 telah mencapai indikator
keberhasilan. Dalam pengembangan kemampuan Motorik Halus Anak
Usia Dini dilengkapi dengan gambar langkah - langkah melipat kertas (
Origami ). Adapun jenis – jenis lipatan yang dilakukan adalah : 1. Melipat
bentuk sederhana 2. Melipat bentuk Kodok 3. Melipat bentuk Burung 4.
Melipat bentuk Kepala Kucing 5. Melipat bentuk kepala Pinguin dan 6.
Melipat bentuk Ikan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa melalui permainan melipat kertas ( Origami ) dapat
mengembangkan kemampuan motorik halus Anak Usia Raudhatul Athfal
Al-Akhyar Bungo.
didik yang diteliti berjumlah 17 anak. Peserta didik yang sudah
selesai membuat satu model/ bentuk lipatan diberikan kesempatan untuk
mengulang kembali membuat model lipatan tersebut. Kertas lipat yang
dipakai yaitu kertas berwarna warni sehingga menarik bagi anak.
120
B. Rekomendasi
1. Guru
kegiatan bermain origami sebaiknya menggunakan kertas warna-
warni dan ukurannya cukup besar sehingga anak selain tertarik juga
ukuran kertas yang cukup besar mempermudah anak dalam melipat.
2. Kepada guru khususnya guru TK diharapkan dapat
mengimplementasikan pembelajaran bermain origami untuk
meningkatkan keterampilan motorik halus anak.
3. Kepada lembaga sekolah pembelajaran melipat kertas dapat dijadikan
bahan pertimbangan dalam menyusun bahan pembelajaran
khususnya dalam kegiatan melipat kertas
C. Penutup
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang senantiasa memberikan
kenikmatan iman dan kesehatan kepada penulis sehingga penulis bisa
menyelesaikan tesis ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
tesis ini, tidak lepas dari dukungan, motivasi, bantuan, arahan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Ucapan terimakasih penulis sampaikan
kepada pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah
membantu dalam penulisan ini
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu mohon saran dan kritik yang
membangun untuk kesempurnaan penulisan tesis selanjutnya. Peneliti
berharap, semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
yang membaca.
Jambi, Oktober 2019
Penulis,
JULI WIDIYAWATI MPU.15.2.2360
121
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: PT.
Al-Ma’arif, 2002)
Al-Bukhari Muhammad Bin Ismail Abu Abdullah. Shahih Bukhori. t.tp:
Daarut Thuqinnajah: 1422 H. Nomor 1296
Andyda Melia, Jurnal Nasional, (2011)
Dahidi Ahmad Sudjianto. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. (Jakarta:
Kesaint Blanc , 2004)
Departemen Agama RI. Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Bandung: CV.
Penerbit J-Art, 2004)
E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013 (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2016)
Hadits Tirmidzi Nomor 372
Hurlock Elizzabeth B., 1992, Psikologi Perkembangan Anak, Jilid 1-2.
Jakarta : Penerbit Erlangga
Husaini Usman dkk, Metodologi Penelitian Sosial.(Jakarta, PT. Bumi
Aksara, 2006)
Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan
Kualitatif) (Jakarta:Gaung Persada Press(GP Press)2008)
Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial, (Jakarta:GP
Press,2009)
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2012)
Margono, Metodelogi Penelitian Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta, 2000)
Martinis Yamin & Jamilah Sabri Sanan. Panduan PAUD Pendidikan Anak
Usia Dini. (Jakarta: Referensi, 2013)
MS Sumantri. (2005). Pengembangan Keterampilan Motorik Anak Usia
Dini. Jakarta: Dinas Pendidikan
MS Sumantri. Model Pengembangan Keterampilan Motorik Anak Usia
Dini. (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal
122
Pendidikan Tinggi, Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga
Kependidikan dan Tenaga Perguruan Tinggi, 2005)
MS Sumantri. Pengembangan Keterampilan Motorik Anak Usia Dini.
(Jakarta: Dinas Pendidikan, 2005)
Mudjito. (2007). Pedoman Pembelajaran Bidang Pengembangan Seni di
TK. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan
Taman Kanakkanak dan Sekolah Dasar.
Muktar, Bimbingan Skripsi, Tesis, dan Artikel Ilmia(Jambi: Sulthanthaha
Press,2010)
Nana sunjana, Menyusun Karya Tulisan Ilmiah, untuk Memperoleh Angka
Kredit, (Bandung: Sinar Baru, 1992)
Nasution, Metode Research (Bandung: Jemmars, 1991)
P. Joko Subagyo, Metodelogi dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta,
Rosmala Dewi. (2005). Berbagai Masalah Anak Taman Kanak-Kanak.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga
Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.
Slamet Suyanto. Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini. (Yogyakarta:
Hikayat Publishing, 2005)
Solehuddin. Konsep Dasar Pendidikan Pra Sekolah. (Bandung : UPI,
2000)
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Bandung:
Alfabeta, 2013)
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D (Bandung:
Alfabeta, 2010)
Sukardi. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Tindakan Kelas
Implementasi dan Pengembangannya. Jakarta: Bumi Aksara
Sutrisno Hadi, Metodelogi Research, Jilid I (Yogyakarta: Yayasan Penerbit
UGM, 1994)
123
Yudha M. Saputra & Rudyanto. (2005). Pembelajaran Kooperatif untuk
Meningkatkan Keterampilan Anak TK. Jakarta:Departemen
Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Direktorat Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan
Perguruan Tinggi)
Yulianti, Dwi. Bermain Sambil Belajar Sains di Taman Kanak-kanak.
(Jakarta: PT Indeks, 2010)
Top Related