DYAH WIDODO, SKp., M.Kes
• Tenggelam: proses yang menyebabkan gangguan pernapasan primer akibat submersi/imersi pada media cair (ILCOR/International Liaison Committee on Resuscitation). – Submersi: keadaan di mana seluruh tubuh,
termasuk sistem pernapasan, berada dalam air atau cairan.
– Imersi: keadaan di mana terdapat air/cairan pada sistem konduksi pernapasan yang menghambat udara masuk.
Pernapasan korban terhenti Banyak air yang tertelan.
Henti napas atau laringospasme Hipoksia dan hiperkapnia.
Bradikardi Henti jantung sebagai akibat dari hipoksia.
• Hipoksia hal utama yang terjadi setelah tenggelam. • Keadaan terhambatnya jalan napas akibat
tenggelam menyebabkan adanya gasping dan kemungkinan aspirasi, diikuti dg henti napas (apnea) volunter dan laringospasme.
• Hipoksemia dan asidosis yang persisten dapat menyebabkan korban berisiko terhadap henti jantung dan kerusakan sistem saraf pusat.
• Laringospasme menyebabkan keadaan paru yang kering, namun karena asfiksi membuat relaksasi otot polos, air dapat masuk ke dalam paru dan menyebabkan edema paru.
• Aspirasi air ke paru dapat menyebabkan vagotonia, vasokonstriksi paru, & hipertensi.
• Air segar • menembus membran alveolus dan mengganggu
stabilitas alveolus dg menghambat kerja surfaktan. Air segar dan hipoksemi dapat menyebabkan lisis eritrosit dan hiperkalemia.
• Air garam • menghilangkan surfaktan, menghasilkan cairan
eksudat yang kaya protein di alveolus, interstitial paru, dan membran basal alveolar shg paru jadi keras dan sulit mengembang. Air garam juga dapat menyebabkan penurunan volume darah dan peningkatan konsentrasi elektrolit serum.
Hipoksia
Menentukan kelangsungan hidup korban tenggelam
Dibutuhkan ventilasi, perfusi, dan oksigenasi yang cepat untuk meningkatkan
tingkat survival korban.
TIGA TAHAP:
Bantuan Hidup Dasar Bantuan hidup lanjut Perawatan post-
resusitasi
Mengamankan diri penyelamat lalu korban
Sebisa mungkin penyelamat tidak perlu terjun ke dalam air untuk menyelamatkan korban.
Namun jika tidak bisa, penyelamat harus terjun dengan alat bantu apung, seperti ban penyelamat, untuk membawa korban ke daratan sambil melakukan penyelamatan.
Penanganan ABC, dengan fokus utama perbaikan jalan napas dan oksigenasi buatan, terutama pada korban dengan penurunan kesadaran.
BHD pada korban tenggelam dapat dilakukan pada saat korban masih berada di dalam air.
Cedera servikal biasanya jarang, namun imobilisasi servikal perlu dipertimbangkan pada korban dengan luka yang berat.
Tiga langkah, yaitu: Look, yaitu melihat adanya
pergerakan dada Listen, yaitu mendengarkan
suara napas Feel, yaitu merasakan ada
tidaknya hembusan napas
Pembersihan jalan napas Kompresi dada Pemberian napas buatan dengan rasio 30:2
Cara pemberian napas buatan: mouth to mouth, mouth to nose, mouth to mask, mouth to neck stoma.4
Pemberian napas buatan inisial: 5 kali. Melakukan pernapasan buatan dari mulut ke
hidung lebih disarankan Pemberian napas buatan dilanjutkan hingga 10–
15 kali selama sekitar 1 menit. Jika korban tidak sadar & tenggelam <5 menit,
pernapasan buatan dilanjutkan sambil menarik korban ke daratan.
Jika korban tenggelam >5 menit, pemberian napas buatan dilanjutkan selama 1 menit, lalu bawa korban langsung ke daratan tanpa diberikan napas buatan.
Selama proses pemberian napas, regurgitasi dapat terjadi, baik regurgitasi air dari paru maupun isi lambung.
Hal ini normal terjadi, namun jangan sampai menghalangi tindakan ventilasi buatan.
Korban dapat dimiringkan dan cairan regurgitasinya dikeluarkan.
Indikasikan: korban yang tidak sadar dan tidak bernapas dengan normal, kebanyakan korban tenggelam mengalami henti jantung akibat dari hipoksia.
Pemberian kompresi ini dilakukan di atas tempat yang datar dan rata dengan rasio 30:2.
Pemberian kompresi intrinsik untuk mengeluarkan cairan tidak disarankan, karena tidak terbukti dapat mengeluarkan cairan dan dapat berisiko muntah dan aspirasi.
Pemberian oksigen dg tekanan lebih tinggi dan saturasi 100%
Jika setelah pemberian oksigen, keadaan belum membaik, dilakukan intubasi trakeal.
Penghangatan segera dengan pemberian O2 yang hangat, infus cairan isotonik pada 400C
Pemasangan pipa nasogastrik Pemasangan kateter urin
Pasien yang tidak memiliki pO2 >60–70 mmHg pada dewasa atau >80 mmHg pada anak-anak setelah pemberian oksigen 100%
Penurunan kesadaran dan kemampuan untuk mempertahankan jalan napas
Kegagalan pernapasan, dg PaCO2 >45 mmHg
Hasil analisis gas darah arterial yang buruk
Korban dengan suhu <320C setelah tenggelam dapat mengalami: ◦ penurunan metabolisme dan pemusatan
vaskularisasi ke organ vital, yaitu jantung, paru, dan otak.
◦ Fibrilasi ventrikel dan gangguan otak
Dibutuhkan penghangatan yang segera.
Penanganan sindrom respirasi akut (acute respiratory distress syndrome) dengan penggunaan ventilator protektif.
Penanganan hipoksia
Tergantung pada faktor: lama waktu tenggeam temperatur air tonisitas air gejala, cedera yang menyertai korban
seperti cedera spinal teknik penyelamatan respon korban terhadap resusitasi